TINJAUAN PUSTAKA
Manfaat Vitamin B6 pada Fraktur Osteoporosis Farapti1, Savitri Sayogo2 1
Departemen Gizi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia 2 Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia
ABSTRAK Fraktur osteoporosis merupakan dampak klinis osteoporosis dan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Insidennya sekitar 40-50% pada perempuan dan 13-22% pada laki-laki kelompok usia lebih dari 50 tahun. Penyebab fraktur osteoporosis bersifat multifaktorial. Defisiensi vitamin B6 diperkirakan berhubungan dengan menurunnya kekuatan tulang melalui mekanisme gangguan pada kolagen cross linking baik secara langsung maupun melalui jalur terkait homosistein. Namun, hasil penelitian belum konsisten, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan peran vitamin B6 pada fraktur osteoporosis. Kata kunci: fraktur osteoporosis, hiperhomosisteinemia, vitamin B6, kolagen cross-linking
ABSTRACT Osteoporotic fractures are the clinical consequence of osteoporosis and become a major cause of morbidity and mortality worldwide. The incidence is between 40–50% in women and 13–22% for men over 50 years of age. Causes of osteoporotic fractures are multifactorial. Vitamin B6 deficiency is supposedly associated with reduced bone strength through impaired cross-link formation, either directly or through homocysteine-related pathways. Further research is needed to prove the role of vitamin B6 in osteoporotic fractures. Farapti, Savitri Sayogo. The Benefits of Vitamin B6 in Osteoporotic Fractures. Key words: osteoporotic fractures, hyperhomocysteinemia, vitamin B6, cross-linking collagen
PENDAHULUAN Osteoporosis merupakan keadaan densitas massa tulang (DMT) menurun dan mikroarsitektur tulang memburuk sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah fraktur.1,2 Fraktur osteoporosis dapat terjadi di setiap tulang, tersering di panggul (hip), tulang belakang (vertebra), dan pergelangan tangan (wrist).2,3,4 Insiden fraktur osteoporosis cukup tinggi terutama pada kelompok usia lebih dari 50 tahun yaitu sekitar 40-50% pada perempuan dan 13-22% pada laki-laki.3,4 Penyebab fraktur osteoporosis bersifat multifaktorial, salah satunya adalah hiperhomosisteinemia; studi meta analisis memperlihatkan hiperhomosisteinemia merupakan kondisi umum pada usia lanjut dan berhubungan dengan tingginya insiden fraktur osteoporosis.4 Homosistein bersama vitamin B6 berperan sebagai faktor regulator pembentukan kolagen cross linking.10 Efek negatif hiperhomosisteinemia pada tulang melalui mekanisme gangguan pembentukan collagen cross linking yang Alamat korespondensi
menyebabkan tulang menjadi rapuh dan mudah fraktur.9,10 Nutrisi merupakan faktor yang sangat penting karena defisiensi salah satu atau kombinasi vitamin B6, vitamin B12 dan folat dapat menyebabkan hiperhomosisteinemia.5-8 Vitamin B6 merupakan kofaktor lebih dari 100 enzim yang mengkatalisis reaksi metabolisme dalam tubuh.5 Defisiensi vitamin B6 telah terbukti baik pada hewan coba maupun manusia berhubungan dengan menurunnya kekuatan tulang melalui mekanisme gangguan pada kolagen cross linking baik secara langsung maupun melalui jalur terkait homosistein.5,6,7 Vitamin B6 berperan sebagai kofaktor enzim lysyl oksidase yang merupakan enzim kunci tahap awal pembentukan enzimatik cross linking di tulang.5,6,7 Penelitian potong lintang Holstein pada 94 subyek usia 52-83 tahun yang menjalani hip arthropasty tanpa riwayat trauma panggul mendapatkan hasil marker formasi tulang yaitu osteokalsin secara signifikan lebih tinggi pada subyek dengan kadar serum folat, vitamin B6,
dan vitamin B12 tinggi, serta terjadi penurunan struktur trabekular tulang pada subyek dengan kadar folat dan vitamin B6 rendah.5 Penelitian Yazdanpanah dkk pada 5304 subyek sehat usia ≥ 55 tahun memperlihatkan diet tinggi vitamin B6 berhubungan dengan DMT yang tinggi dan menurunnya risiko fraktur bahkan setelah adjustment terhadap kadar homosistein. Hal tersebut menunjukkan efek independen vitamin B6 terhadap insiden fraktur.6 Penelitian kohort pada 1002 subyek rata-rata usia 75 tahun memperlihatkan kadar vitamin B6 signifikan berhubungan dengan kehilangan massa tulang.7 Namun suplementasi folat 1 mg, B12 500 μg dan B6 10 mg (sekali sehari selama 2 tahun) pada subyek usia lanjut dengan kadar homosistein > 15 μmol/L, menurunkan kadar homosistein tapi tidak mempunyai efek pada biomarker tulang. Hal tersebut memperlihatkan bahwa intervensi belum mengubah biomarker tulang untuk menandakan keberhasilan terapi osteoporosis.8 Makalah ini membahas manfaat vitamin B6 pada fraktur osteoporosis.
email:
[email protected]
CDK-209/ vol. 40 no. 10, th. 2013
751
TINJAUAN PUSTAKA OSTEOPOROSIS Osteoporosis merupakan penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan DMT dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah fraktur (WHO).1,2 National Institute of Health (NIH) mengajukan definisi baru : osteoporosis didefinisikan sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength sehingga tulang mudah patah.14,15 Diagnosis dan evaluasi klinis Osteoporosis tidak memberikan gejala klinik khas dengan penyebab multifaktorial.16,17 Penegakan diagnosis osteoporosis memerlukan pendekatan cermat dan sistematik. Evaluasi klinis dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, densitometri, pemeriksaan turnover tulang baik petanda formasi maupun petanda resorpsi tulang, pemeriksaan radiologi, serta biopsi tulang dan histomorfometri untuk menilai kelainan metabolik tulang 1,5,11,14,17,20 FRAKTUR OSTEOPOROSIS Fraktur osteoporosis merupakan osteoporosis tingkat lanjut yang memberikan keluhan dan gejala klinis. Insiden Fraktur osteoporosis dapat terjadi di setiap tulang dalam tubuh dan berdampak pada penurunan kualitas hidup, mortalitas dan tingginya biaya perawatan. USA, Swiss, dan Switzerland merupakan negara dengan insiden fraktur osteoporosis sangat tinggi.19 Data epidemiologi fraktur osteoporosis di Indonesia belum diketahui pasti, hasil analisis data risiko osteoporosis 2005 menunjukkan prevalensi osteoporosis 10,3%, diperkirakan meningkat seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup.16 Faktor risiko Berdasarkan data WHO collaborating centre for metabolic bone disease,18 yang termasuk faktor risiko fraktur osteoporosis adalah usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh (IMT) rendah, riwayat fraktur sebelumnya, riwayat keluarga dengan fraktur panggul, pengobatan glukokortikoid (>5 mg prednisolon perhari selama ≥ 3 bulan), merokok, konsumsi alkohol (≥ 3 gelas perhari).18 Pada usia lanjut, selain faktor usia dan DMT rendah, adanya penurunan respon protektif
752
seperti kelainan neuromuskular / penurunan kekuatan otot, gangguan penglihatan, gangguan keseimbangan juga berperan penting meningkatkan risiko terjatuh yang memudahkan terjadinya fraktur.14,17 Klasifikasi dan dampak fraktur osteoporosis Jenis fraktur osteoporosis dibedakan berdasarkan lokasi tulang yang mengalami fraktur, tersering pada panggul (hip), tulang belakang (vertebra), dan pergelangan tangan (wrist).2,3,4 Fraktur panggul merupakan fraktur osteoporosis paling serius dengan angka morbiditas dan mortalitas cukup tinggi.2,3,11 Fraktur vertebra biasanya baru terdiagnosis setelah terjadi penurunan tinggi vertebra sebesar 21%. Selain itu kompresi vertebra dapat meningkatkan DMT sehingga mungkin salah diagnosis.2,3,14,15 Insiden fraktur pergelangan tangan pada perempuan meningkat setelah menopause dan konstan setelah usia 65 tahun, mungkin disebabkan penurunan ketrampilan tangan untuk melindungi bagian tubuh lain ketika jatuh.2,3 Diagnosis Diagnosis fraktur ditegakkan berdasarkan diagnosis dan evaluasi klinis osteoporosis, dihubungkan dengan lokasi fraktur.14,17 WHO merekomendasikan metode fracture risk assesment/ FRAX tool, yang mengintegrasikan informasi faktor risiko fraktur dengan pengukuran DMT untuk identifikasi individu risiko tinggi.18 Patofisiologi Faktor kekuatan tulang memegang peranan penting, salah satunya adalah kolagen cross linking tulang.10,12,21 Kualitas kolagen cross linking menentukan kekuatan regangan dan viskoelastisitas tulang, dan kualitas abnormal diperkirakan menyebabkan kerapuhan/ fragilitas tulang.22,24 Gangguan kualitas kolagen tulang dapat disebabkan oleh gangguan proses enzimatik cross linking dan hiperhomosisteinemia.24 VITAMIN B6 Struktur Kimia Istilah vitamin B6 digunakan sebagai penjelasan bentuk struktur dasarnya, yaitu derivat 2-metil, 3-hidroksi, 5-hidroksimetil-
piridin. Vitamin B6 terdiri dari beberapa vitamer yang berbeda pada posisi C-4 cincin piridin. Bentuk non fosforilasi terdiri dari piridoksin (PN), piridoksamin (PM), dan piridoksal (PL). Disebut PN bila posisi C-4 berikatan dengan alkohol (CH2OH), PL bila C-4 berbentuk aldehid (CHO), dan PM dengan bentuk amine (CH2NH2). Bentuk vitamer lain yaitu bentuk fosforilasi terdiri dari piridoksin fosfat (PNP), piridoksal fosfat (PLP), dan piridoksamin fosfat (PMP), merupakan derivat fosfat dari PN, PL,dan PM yang C-5 cincin piridinnya berikatan dengan fosfat.24,25,26 Penggunaan istilah vitamin B6 lebih dianjurkan daripada piridoksin, untuk menghindari kesalahpahaman nomenklatur vitamin B6.24,25 Bahan makanan sumber Seluruh vitamer B6 terdistribusi luas dalam bahan makanan sumber nabati dan hewani.25,28 Piridoksin (PN) merupakan vitamer utama dalam bahan makanan nabati, sedangkan PL dan PM terutama terdapat pada bahan makanan hewani.25 Bahan makanan tinggi vitamin B6 antara lain daging, produk whole-grain khususnya tepung, sayuran, kacang, dan sereal yang difortifikasi.24,26,27,29 Pada beberapa tanaman, PN ditemukan dalam bentuk konjugasi/glikosilat yaitu piridoksin glukosida (PNG); yang menurunkan bioavailabilitas vitamin B6. PNG terdapat pada produk nabati dan tidak ditemukan pada produk hewan, sehingga bioavaliabiltas vitamin B6 bahan makanan sumber hewani lebih baik daripada nabati.24 Bentuk vitamer B6 yang paling stabil dalam bahan makanan adalah PN, oleh karena itu PN hidroklorida (PN-HCL) dipilih sebagai bentuk yang digunakan pada suplemen maupun pada bahan makanan yang difortifikasi.24,25 Peran dan fungsi Bentuk metabolit aktif vitamin B6 dalam tubuh terutama bentuk PLP, berfungsi sebagai kofaktor lebih dari 100 enzim yang mengkatalisasi reaksi metabolisme terutama metabolisme asam amino.5,26 Selain itu vitamin B6 juga berperan pada metabolisme karbohidrat (sebagai koenzim glikogen fosforilase) dan metabolisme lipid pada biosintesis sfingolipid dan karnitin.24,27,30
CDK-209/ vol. 40 no. 10, th. 2013
TINJAUAN PUSTAKA Tabel 2 Matriks rujukan penelitian peran vitamin B6 pada fraktur osteoporosis No Ref
Penelitian
Desain penelitian
Subyek penelitian
5
Holstein JH, et al
Potong lintang
10
Saito M, et al
Kasus kontrol
6
Yazdanpanah N, et al
Kohort
7
McLean RR, et al
Kohort
8
Green TJ, et al
RCT
Variabel independen (Dosis)
Variabel dependen (Parameter)
Efek (hasil signifikan)
94 pasien hip arthroplasty usia 52-83 tahun
Kadar folat Kadar vit B6 Kadar vit B12
- Folat↑---homosistein↓ - Folat, B6, B12 ↑ --- osteokalsin ↑ - B6↓dan folat ↓ --- struktur tulang (trabekular)↓
50 subyek ♀ usia 70-90 tahun. Kelompok kasus: pasien fraktur panggul yg menjalani operasi hemiarhtroplasty Kel kontrol: cadaver (<10jam) n=5209 (Rotterdam study) usia ≥ 55 tahun
derajat mineralisasi dan kolagen cross linking dari intrakapsular tulang cancellous leher femur
Kadar homosistein Biomarker tulang (osteokalsin dan TRAP) Struktur tulang Kadar vit B6 Kadar homosistein
6,4-7,4 th
Asupan harian vitamin B (B2, B6, B12, folat)
- DMT - insiden fraktur osteoporosis. - Kematian
n=1002 (Framingham Osteoporosis Study) rata-rata usia 75 tahun
4 tahun
Kadar folat Kadar vit B6 Kadar vit B12 Kadar homosistein
- DMT - Insiden fraktur panggul
n=276 usia ≥ 65tahun kadar homosistein > 15 μmol/L
2 tahun
Folat 1 mg Vitamin B12 500 μg Vitamin B6 10 mg (1x sehari)
Kadar homosistein BSAP Β-CTX
Stabilitas dan bioavailabilitas Vitamin B6 dalam bahan makanan stabil dalam kondisi asam, tidak stabil pada keadaan netral dan alkali, terutama jika terpajan panas dan sinar. Proses memasak dan pemanasan menurunkan kadar vitamin B6 (bisa sampai 70%), sedangkan penyimpanan menurunkan kadar B6 dengan lebih lambat. PN jauh lebih stabil daripada PL dan PM.25,27 Beberapa penelitian memperlihatkan hubungan terbalik antara kandungan glikosida B6 dalam makanan dan bioavailabilitasnya. Makin tinggi kandungan glikosida dalam makanan, makin tinggi ekskresi dalam urin dan makin rendah status vitamin B6 dalam tubuh.31 Absorpsi, metabolisme, dan ekskresi vitamin B6 Vitamin B6 diabsorpsi dalam bentuk non fosforilasi terutama di jejunum dan ileum dengan cara difusi pasif. Setelah diabsorpsi, PN, PL, PM dibebaskan dalam sirkulasi darah porta kemudian diambil oleh hati. Di
CDK-209/ vol. 40 no. 10, th. 2013
Lama penelitian
hati hampir semua bentuk vitamer diubah menjadi PLP, sehingga PLP merupakan bentuk vitamer utama yang ditemukan dalam sirkulasi sistemik dan bentuk utama metabolik aktif vitamin B6. 24,26,27 Hasil metabolisme vitamin B6 terutama diekskresikan melalui urin, dalam bentuk 4-pyridoxic acid (4-PA). Diperkirakan sekitar 40-60% vitamin B6 yang dikonsumsi akan diubah menjadi 4-PA26,27,29. Penilaian status vitamin B6 Penilaian status vitamin B6 penting karena tanda dan gejala defisiensi vitamin B6 tidak spesifik. Tiga indikator yang paling sering digunakan yaitu: 1) Enzim eritrosit aspartat aminotransferase, 2) Kadar PLP plasma, dan 3) kadar 4-PA urin. PLP plasma merupakan pengukuran tunggal terbaik karena menggambarkan simpanan jaringan.28 Kecukupan Kecukupan vitamin B6 yang dianjurkan di Indonesia adalah untuk kelompok usia 30-49
Pada kelompok kasus: - tulang cancellous krg termineralisasi - Kadar homosistein lebih tinggi (p=0,037) - kadar piridoksal lebih rendah (p=0,035) - enzimatik cross link ↓ (p<0,0001) - Asupan B2, B6, B12, folat ↑ --- DMT ↑ - Asupan B6 ↑ -- fraktur non vertebra ↓ Asupan B6 ↓ -- kematian ↑ - Kadar B6 ↓--- DMT↓ (p=0,01) - Kadar B6 dan B12 ↓--- Insiden fraktur panggul ↑ (p=0,02 & p=0,04) Kadar homosistein↑--- Insiden fraktur panggul ↑ Kadar homosistein ↓ 5,2 μmol/L (95%CI 3,9-6,4 ; p<0,001)
tahun pria sama dengan perempuan sebesar 1,3 mg/ hari; pada usia ≥ 50 tahun, untuk pria 1,7 mg/ hari , sedangkan untuk perempuan 1,5 mg/hari.32 Defisiensi vitamin B6 Vitamin B6 tersebar luas dalam bahan makanan, sehingga jarang terjadi defisiensi akibat kurangnya asupan sehari-hari.28,29 Populasi yang berisiko status vitamin B6 suboptimal adalah usia lanjut, kehamilan, menyusui, konsumsi alkohol berlebih, gangguan fungsi hati atau ginjal, serta konsumsi obat-obatan tertentu seperti isoniazid (INH), sikloserin, penisilin, hidrokortison.28 Antagonis vitamin B6 yang berasal dari bahan makanan seperti agaritin dan giromitrin (variasi jamur), serta linatin (golongan flaxseed) dapat menghambat metabolisme vitamin B6. Defisiensi riboflavin, niasin, dan seng juga dapat menyebabkan defisiensi vitamin B6 karena ketiga nutrien tersebut dibutuhkan sebagai kofaktor proses interkonversi dan metabolisme vitamin B6.28
753
TINJAUAN PUSTAKA Serin hidroksimetil transferase
serin
S-Adenosil Metionin
Metionin
1
THF
glisin
2 CH2THF
glisin
Glisin dekarboksilase
CH3THF S-AdenosilHomosistein
Homosistein
Thymidine & Purines Sistasionin β sintase
3
serin
Sistasionin Sistasionin ϒ liase Glutathione
4 Sistein
Taurine
Ket: 1,2,3,4 merupakan peran PLP sebagai koenzim pada metabolisme homosistein Gambar 1 Peran PLP pada jalur metabolisme homosistein (modifikasi referensi no 24)
Gejala defisiensi B6 tidak khas meliputi kelelahan, mengantuk, sakit kepala, neuropati perifer, lesi oral (glositis, cheilosis, stomatitis), gangguan imunitas, konvulsi, depresi, anemia hipokromik mikrositik. Manifestasi klinik yang banyak dilaporkan adalah kelainan kulit dan saraf. 27-29 Toksisitas Toksisitas vitamin B6 dilaporkan terjadi pada konsumsi dosis tinggi (>2 g/hari) berupa gangguan sensoris dan neuropati perifer sensorik seperti gangguan gaya berjalan, parestesi, gangguan reflek tendon, penurunan mielinisasi, degenerasi serat sensoris pada syaraf perifer. 26,29 Toksisitas vitamin B6 terutama akibat penggunaan suplemen; belum pernah dilaporkan toksisitas akibat asupan harian vitamin B6.24,26,28 PERAN VITAMIN B6 PADA FRAKTUR OSTEOPOROSIS Peran vitamin B6 pada fraktur osteoporosis diperkirakan melalui metabolisme homosistein, dan bersama homosistein berperan sebagai faktor regulator pembentukan kolagen cross linking.
754
Peran vitamin B6 pada metabolisme homosistein Vitamin B6 mempunyai dua peran pada metabolisme homosistein, yaitu pada jalur remetilisasi dan jalur transulfurasi, peran terpenting pada jalur transulfurasi.24,27 Bentuk PLP berperan penting dalam reaksi transulfurasi homosistein, sebagai kofaktor enzim sistationin β-sintase dan sistasionin ϒ liase yang mengubah homosistein menjadi sistein. Pada jalur remetilisasi, vitamin B6 juga berperan tidak langsung, yaitu sebagai kofaktor enzim serin hidroksimetil transferase dan glisin dekarboksilase. Kedua enzim tersebut berperan membantu folat sebagai donor metil pada reaksi remetilasi homosistein menjadi metionin.24,27 (gambar 1). Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa defisiensi vitamin B6 meningkatkan kadar homosistein darah (hiperhomosisteinemia), menunjukkan bahwa vitamin B6 berperan penting pada metabolisme homosistein.6,7,8 Peranan vitamin B6 pada kolagen cross linking Tahap awal pembentukan cross linking kolagen merupakan tahap penting dalam regulasi pembentukan cross link. Tahap
awal berupa reaksi oksidasi peptidil lisin (I)/ residu hidroksilisin (II) menjadi peptidil allisin (III)/ hidroksiallisin (IV), dikatalisasi copper metalloenzyme lisil oksidase (LOX), dengan PLP sebagai koenzim. 21,22 Beberapa penelitian menunjukkan aktivitas LOX tulang turun dengan bertambahnya usia.22 Selain itu, kadar PLP plasma turun sekitar 0,9 ng/ mL per dekade, sehingga pada lanjut usia terutama dengan status vitamin B6 rendah tulang dapat menjadi rapuh dan mudah fraktur.22 MANFAAT VITAMIN B6 PADA FRAKTUR OSTEOPOROSIS Beberapa penelitian telah dilakukan untuk membuktikan peran vitamin B6 pada fraktur osteoporosis dan secara konsisten memperlihatkan defisiensi vitamin B6 berhubungan dengan menurunnya kekuatan tulang melalui mekanisme gangguan pada kolagen cross linking baik secara langsung maupun melalui jalur terkait homosistein. Namun studi intervensi suplementasi folat 1 mg, B12 500 μg dan B6 10 mg sekali sehari selama 2 tahun, belum menghasilkan perubahan biomarker tulang yang merupakan parameter prediksi fraktur dan efektifitas pengobatan. RINGKASAN Fraktur osteoporosis merupakan tingkat lanjut osteoporosis yang memberikan keluhan dan gejala klinik. Kolagen merupakan komponen terbesar matriks tulang sehingga gangguan pada pembentukan kolagen cross linking akan meningkatkan risiko fraktur. Vitamin B6 bersama homosistein berperan sebagai faktor regulator pembentukan kolagen cross linking. Beberapa penelitian secara konsisten memperlihatkan defisiensi vitamin B6 berhubungan dengan menurunnya kekuatan tulang melalui mekanisme gangguan pada kolagen cross linking baik secara langsung maupun melalui jalur terkait homosistein. Namun studi intervensi suplementasi folat 1 mg, B12 500 μg dan B6 10 mg sekali sehari selama 2 tahun, belum menghasilkan perubahan biomarker tulang yang merupakan parameter prediksi fraktur dan efektifitas pengobatan. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan peran vitamin B6 pada fraktur osteoporosis.
CDK-209/ vol. 40 no. 10, th. 2013
TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA 1.
Consensus Development Statement. Who are candidates for prevention and treatment for osteoporosis? Osteoporos Int 1997;7:1–6.
2.
Cummings SR, Melton LJ. Epidemiology and outcomes of osteoporotic fractures. Lancet 2002;359:1761–7.
3.
Johnell O, Kanis JA. Epidemiology of osteoporotic fractures. Osteoporos Int 2005;16:S3–7.
4.
Jun Y, Xinhua H, Qiang Z, Hui C, Jumpeng W, Bing L. Homocysteine level and risk of fracture: A meta-analysis and systematic review. Bone 2012;51:376-82
5.
Holstein JH, Hermann M, Splett C, Hermann W, Garcia P, Histing T, et al. Low serum folat and vitamin B-6 are associated with an altered cancellous bone structure in humans. Am J Clin
6.
Yazdanpanah N, Zillikens MC, Rivadeneira F, de Jong R, Lindemans J, Uitterlinden AG, et al. 2007 Effect of dietary B vitamins on BMD and risk of fracture in elderly men and women: the
Nutr 2009;90:1440-5
Rotterdam Study. Bone 2007;41:987–94 7.
McLean RR, Jacques PF, Selhub J, Fredman L, Tucker KL, Samelson EJ, et al. Plasma B vitamins, homocysteine, and their relation with bone loss and hip fracture in elderly men and women. J Clin Endocrinol Metab 2008;93:2206–12.
8.
Green TJ, McMahon JA, Skeaff CM, Williams SM, Whiting SJ. Lowering homocysteine with B vitamins has no effect on biomarkers of bone turnover in older persons: a 2-y randomized controlled trial. Am J Clin Nutr 2007;85:460–4
9.
Hermann M, Tami A, Wildemann B, Wolny M, Wagner A, Schorr H, et al. Hyperhomocysteinemia induces a tissue specific accumulation of homocysteine in bone by collagen binding and adversely affects bone. Bone 2009;44:467-75
10. Saito M, Fujii K, Marumo K. Degree of mineralization-related collagen crosslinking in the femoral neck cancellous bone in cases of hip fracture and controls. Calcif Tissue Int 2006;79:160–8. 11. Heaney RP. Bone biology in health and disease. Dalam: Shills ME, Shike M, Ross AC, Caballero B, Cousin RJ,editor. Modern Nutrition in Health and Disease. Edisi ke 10. New York: Lippincott Williams and Wilkins 2006. hal.1314-25 12. Setiyohadi B. Struktur dan metabolisme tulang. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III edisi V. Jakarta. Internapublishing. 2009. hal.2385-400 13. Anderson JB. Nutrition and bone health. Dalam : Mahan LK, Escott-Stump S, editor. Buku Krause’s Food and Nutrient Therapy. Edisi ke 12. Missouri: Saunders Elsevier 2008. hal.614-26 14. Setiyohadi B. Osteoporosis. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III edisi V. Jakarta. Internapublishing. 2009. hal.255076 15. Hughes BD. Osteoporosis. Dalam: Shills ME, Shike M, Ross AC, Caballero B, Cousin RJ,editor. Modern Nutrition in Health and Disease. Edisi ke 10. New York: Lippincott Williams and Wilkins 2006. hal.1339-52 16. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1142/MENKES/SK/XII/2008 Tentang Pedoman Pengendalian Osteoporosis. 17. Pengurus Besar Ikatan Reumatologi Indonesia (IRA). Panduan diagnosis dan pengelolaan osteoporosis.2005 18. Kanis JA, McCloskey EV, Johanson H, Oden A, Strom O, Borgstrom F. Development and use of FRAX® in osteoporosis. Osteoporos Int 2010:1-7 19. Lippuner K, Johansson H, Kanis JA, Rizolli R. Remaining lifetime and absolute 10-year probabilities of osteoporotic fracture in Swiss men and women. Osteoporos Int 2009;20:1131-40 20. Vasikaran S, Eastell R, Bruyère O, Foldes AJ, Garnero P, Griesmacher A, et al. Markers of bone turnover for the prediction of fracture risk and monitoring of osteoporosis treatment: a need for international reference standards. Osteoporos Int 2011;22:391–420 21. Rucker RB, Murray J. Cross-linking amino acids in collagen and elastin. Am J Clin Nutr 1978;31:1221-36 22. Saito M, Marumo K. Collagen cross-links as a determinant of bone quality: a possible explanation for bone fragility in aging, osteoporosis, and diabetes mellitus. Osteoporos Int 2010;21:195–214 23. Paschalis EP ,Shane E, Lyritis G, Skarantavos G, Mendelsohn R, Boskey AL. Bone Fragility and Collagen Cross-Links. J Bone Miner Res. 2004;19(12): 2000–4 24. Mackey AD, Davis SR, Gregory JF. Vitamin B6. Dalam: Shills ME, Shike M, Ross AC, Caballero B, Cousin RJ,editor. Modern Nutrition in Health and Disease. Edisi ke 10. New York: Lippincott Williams and Wilkins 2006. hal.453-61 25. Eitenmiller RR, Ye L, Landen WO. Vitamin Analysis For The Health And Food Sciences. 2nd edition. CRC press. 2008. hal.401-42 26. Gropper SS, Smith JL, Groff JL. Advanced Nutrition and Human Metabolism. Edisi ke 5. Canada : Wadsworth. hal 364-9 27. Combs jr G F. The Vitamins Fundamental Aspects in Nutrition and Health. Edisi ke 3. USA : Elsevier,2008. Hal 313-29 28. Gibson R S. Principles of Nutritional Assessment. Edisi ke 2. USA : Oxford uiversity press, 2005. Hal. 575-94 29. Gallangher M L. The nutrients and their metabolism. Dalam: Mahan L K, Escott-stump S, editor. Krause’s Food and Nutrition therapy. Edisi ke 12. Canada : Saunders Elsevier, 2008. Hal. 8990 30. Lieberman M, Marks A D. Basic Medical Biochemistry A Clinical Approach. Edisi ke 3. China : Lippincot Williams and Wilkins. 2009. Hal 591–699. 31. Reynolds RD. Bioavailability of vitamin B-6 from plant Am J Clin Nutr 1988;48:863-7. 32. Setiawan B, Rahayuningsih S. Angka kecukupan vitamin larut air. Dalam: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta 17–19 Mei 2004. hal.369-70.
CDK-209/ vol. 40 no. 10, th. 2013
755