Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN PADA KAPAL PENUMPANG MELALUI UPAYA PERANCANGAN DETEKTOR Mohamad Hakam Prodi : Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS) Email :
[email protected] ABSTRAK Kebakaran adalah salah satu peristiwa yang sering terjadi pada lingkungan sekitar kita baik di daratan, lautan maupun udara. Kebakaran juga sering terjadi pada alat transporatasi, dalam kasus ini adalah kapal.Seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi terutama dibidang kelautan, maka banyak sekali barng ataupun manusia yang dikirim melalui transportasi laut, sehingga alat transportasi dituntut untuk bisa lebih mengutamakan keselamatan para penumpangnya. Oleh karena itu, alat transportasi harus diimbangi dengan suatu sistem perlindungan bila terjadi bahaya, dalam hal ini kebakaran. Dengan mengingat akan dampak dari bahaya kebakaran itu sendiri seperti kerugian harta benda, korban jiwa, dan aspek-aspek lain seperti aspek lingkungan dan sosial masyarakat, maka perlu dirancang alat penyelamat diri, dimana peralatan tersebut bisa mencegah kebakaran, ataupun dampak yang lebih luas. Untuk mencegah terjadinya kebakaran terutama didalam kapal penumpang, maka penulis merancang sebuah detector bahaya kebakaran, agar kebakaran yang lebih besar tidak terjadi. Beberapa hal yang penulis rancang adalah: cara penentuan penggunaan jenis detektor sesuai dengan jenis ruangan yang ada pada kapal penumpang, serta menentukan berapa banyaknya detektor yang diperlukan menurut peraturan IMO “Unified Interpretation Of SOLAS Chapter II-2 On The Number and Arrangement Of Portable Fire Extinguishers On Board Shiphs” pada kapal penumpang. Dari hasil perancangan didapat bahwa Jumlah detektor panas yang digunakan dalam kapal ro-ro ini adalah sebanyak 61 buah sedangkan detektor asap sebanyak 4 buah. Kata kunci: detector, kapal penumpang, IMO, Solas
PENDAHULUAN Kebakaran adalah suatu peristiwa oksidasi dengan ketiga unsur (bahan bakar, oksigen, dan panas) yang berakibat menimbulkan kerugian harta benda atau cidera samapai kematian (Karla, 2007). Menurut dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N), kebakaran adalah suatu peristiwa bencana yang berasal dari api yang tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan kerugian, baik kerugian meteri (berupa harta benda, bangunan fisik, deposit/asuransi, fasilitas sarana dan prasarana, dan lain-lain) maupun kerugian non materi (rasa takut, shock, ketakutan, dan lain-lain) hingga kehilangan nyawa atau cacat tubuh yang ditimbulkan oleh kebakaran tersebut. Sifat kebakaran seperti dijelaskan dalam bahan training keselamatan kerja penanggulangan kebakaran adalah terjadi secara tidak terduga, tidak akan padam apabila dipadamkan, dan kebakaran akan padam dengan sendirinya apabila konsentrasi keseimbangan 3 unsur dalam segitiga api tidak terpenuhi lagi. ISBN : 978-602-97491-9-9 A-38-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
Teori Segitiga Api Secara sederhana susunan kimiawi dalam proses kebakaran dapat digambarkan dengan istilah “Segitiga Api”. Teori segitiga api ini menjelaskan bahwa untuk dapat berlangsungnya proses nyala api diperlukan 3 unsur pokok, yaitu: bahan yang terbakar (fuel), oksigen yang cukup dari bahan oksidator, dan panas yang cukup (materi pengawasan K3 penanggulangan Kebakaran Depnakertrans, 2008.)
Gambar 1 Segitiga api
Berdasarkan teori segitiga api tersebut, maka apabila ketiga unsur diatas bertemu maka akan terjadi api. Namun, apabila salah satu unsur tersebut tidak ada atau tidak berada pada keseimbangan yang cukup, maka api tidak akan terjadi. Prinsip segitiga api dipakai sebagai dasar untuk mencegah kebakaran (mencegah agar api tidak terjadi) dan penanggulangan api yakni memadamkan api yang dapat dicegah (Karla, 2007) Klasifikasi Kebakaran Menurut NFPA NFPA (National Fire Protection Association) adalah suatu lembaga swasta yang khusus menangani di bidang penanggulangan kebakaran di Amerika Serikat. Menurut NFPA, kebakaran dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelas, yaitu: 1. Kelas A, yaitu bahan padat kecuali logam Kelas ini mempunyai ciri-ciri kebakaran yang meninggalkan arang atau abu. Unsur bahan yang terbakar biasanya mengandung karbon. Misalnya: kertas, kayu, tekstil, plastik, karet, busa, dan lain-lain yang sejenis dengan itu. Aplikasi media pemadam yang cocok adalah bahan jenis basah yaitu air. Karena prinsip kerja air dalam memadamkan api adalah menyerap kalor/ panas dan menembus sampai bagian dalam. 2. Kelas B, yaitu kebakaran cair dan gas yang mudah terbakar. Kelas ini terdiri dari unsur bahan yang mengandung hidrokarbon dari produk minyak bumi dan turunan kimianya. Misalnya: bensin, aspal, minyak, alkohol, gas LPG, dan lain-lain sejenis dengan itu. Aplikasi media pemadam yang cocok untuk bahan cair adalah jenis busa. Prinsip kerja busa dalam memadamkan api adalah menutup permukaan cairan yang mengapung pada permukaan. Aplikasi media pemadam yang cocok untuk bahan gas adalah jenis bahan pemadam yang bekerja atas dasar substitusi oksigen dan atau memutuskan reaksi berantai yaitu jenis tepung kimia kering atau CO2.
ISBN : 978-602-97491-9-9 A-38-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
3. Kelas C, yaitu kebakaran listri yang bertegangan. Misalnya: peralatan rumah tangga, trafo, komputer, televisi, radio, panel listrik, transmisi listrik, dan lain-lain. Aplikasi media pemadam yang cocok untuk kelas C adalah jenis bahan kering yaitu tepung kimia atau CO2. 4. Kelas D, yaitu kebakaran jenis logam. Pada prinsipnya semua bahan dapat terbakar tak terkecuali benda dari jenis logam, hanya saja tergantung pada nilai titik nyalanya. Misalnya: potassium, sodium, aluminium, magnesium, calcium, zinc, dan lain-lain. Bahan pemadam untuk kebakaran untuk kebakaran logam tidak dapat menggunakan air dan bahan pemadam seperti pada umumnya. Karena hal tersebut justru dapat menumbulkan bahaya. Maka harus dirancang secara khusus media pamadam yang prinsip kerjanya adalah menutup permukaan bahan yang terbakar dengan cara menimbun. Diperlukan pemadam kebakaran khusus (misal, Metal-X, foam) untuk memadamkan kebakaran jenis ini. Sarana Proteksi Kebakaran Aktif Sistem proteksi kebakaran aktif, merupakan sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam melaksanakan operasi pemadaman kebakaran. Yang termasuk dalam sistem proteksi kebakaran aktif yaitu alarm (audible dan visible), deteksi/detektor (panas, asap, nyala), APAR, hydrant dan sprinkler. Alarm kebakaran Sistem alarm kebakaran (fire alarm system) pada suatu tempat atau bangunan digunakan untuk pemberitaan kepada pekerja/ penghuni dimana suatu bahaya bermula. Sistem alarm ini dilengkapi dengan tanda atau alarm yang bisa dilihat atau didengar. Penempatann alarm kebakaran ini biasanya pada koridor/ gang-gang dan jalan dalam bangunan atau suatu instalasi. Sistem alarm kebakaran dapat dihubungkan secara manual ataupun otomatis pada alat-alat seperti sprinkler system, detektor panas, detektor panas, detektor asap, dan lain-lain (Soehatman Ramli, 2005) Sistem alarm kebakaran otomatis dirancang untuk memberikan peringatan kepada penghuni akan adanya bahaya kebakaran sehingga dapat melakukan tindakan proteksi dan penyelamatan dalam kondisi darurat (Kepmen PU No. 10/KTPS/2000). Komponen dari sistem deteksi dan alarm kebakaran yang berfungsi untuk mengontrol bekerjanya sistem, menerima dan menunjukkan adanya isyarat kebakaran, mengaktifkan alarm kebakaran, melanjutkan ke fasilitas lain terkait, dan lain-lain. Panel kontrol dapat terdiri dari satu panel saja, dapat pula terdiri dari beberapa panel kontrol (SNI 03-3985-2000) Detektor kebakaran Detektor adalah alat untuk mendeteksi kebakaran secara otomatik, yang dapat dipilih tipe yang sesuai dengan karakteristik ruangan, diharapkan dapat mendeteksi secara cepat dan tidak memberikan informasi palsu (Depnakertrans, 2008). Detektor kebakaran ini dipasang ditempat yang tepat sehingga memiliki jarak jangkauan penginderaan yang efektif sesuai spesifikasinya. (SNI 03-3985-2000) Macam-macam detector antara lain - Detektor panas - Detektor asap - Detektor nyala api - Detector gas
ISBN : 978-602-97491-9-9 A-38-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
Pemasangan Detektor pada Kapal
1. 2.
3. 4.
Peletakan detektor pada kapal mengacu pada peraturan The Internasional Code for Fire Safety Systems (FSS Code) Chapter 9 point 2.4.2 yang berbunyi : Detektor harus ditempatkan pada tempat yang dapat dijangkau (dapat digunakan secara optimal). Detektor harus ditempatkan didekat tiang atau pipa saluran ventilasi atau tempat yang lainnya dimana pola aliran udara dapat berpengaruh terhadap performance detektor dan tempat yang dapat mencegah terjadinya kerusakan pada detektor. Detektor yang dipasang diatas harus berjarak minimum 0,5 m dari dinding, kecuali pada koridor, locker dan tangga. Jarak maksimum antar detektor harus sesuai dengan table dibawah ini: Tabel 1 Jarak maksimum antar detector
Sumber : The Internasional Code for Fire Safety systems (FSS Code) Syarat dan Ketentuan dalam Penentuan Jenis Detektor Berikut ini adalah syarat dan ketentuan dalam menentukan jenis detektor : Detektor Panas Adapun syarat dan ketentuan dalam pemasangan detektor panas adalah sebagai berikut : 1. Detektor bertemperatur tetap tidak boleh digunakan untuk ruangan yang suhunya rendah, karena bila terjadi kebakaran suhunya diperkirakan naik sangat lambat sehingga menyebabkan pendeteksian menjadi lambat. 2. Detektor berdasarkan kecepatan naiknya temperatur tidak boleh dipasang untuk ruangan yang kenaikan temperaturnya sangat cepat karena akan menyebabkan pendeteksian palsu. 3. Penempatan detektor panas harus sesuai dengan fungsi ruangan. 4. Penempatan detektor panas tidak boleh kurang dari 30 cm dari dinding. 5. Jarak antar detektor (S) tidak lebih besar dari yang ditentukan dan jarak detektor ke dinding tidak boleh lebih besar dari ½ S. 6. Pada satu kelompok detektor tidak boleh dipasang lebih dari 40 buah. Detektor Asap Adapun syarat dan ketentuan dalam pemasangan detektor asap adalah sebagai berikut : 1. Detektor Asap optik digunakan untuk mendeteksi pada kebakaran yang menghasilkan asap tebal seperti kebakaran PVC. 2. Detektor Asap ionisasi digunakan untuk mendeteksi asap kebakaran yang terdiri partikel kecil yang biasa terjadi pada kebakaran yang sempurna. 3. Penempatan detektor harus sesuai dengan fungsi ruangan. 4. Detektor asap sedapat mungkin harus dipasang dekat dengan bahan yang akan diproteksi. 5. Detektor asap tidak boleh dipasang pada ruangan yang mempunyai temperatur ruang lebih besar 38 C atau di bawah 0 C, kecuali untuk detektor asap yang mempunyai spesifikasi khusus.
ISBN : 978-602-97491-9-9 A-38-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
6. Pada pemasangan detektor asap, berkas sinar yang membentuk bagian suatu sistem dari detektor asap jenis optik harus dilindungi terhadap kemungkinan timbulnya alarm palsu. 7. Elemen peka cahaya dari detektor asap jenis optik harus ditempatkan sedemikian rupa/diberi perisai sehingga bila ada sinar dari manapun datangnya selain dari sumber yang dikehendakinya tidak berpengaruh terhadap bekerjanya detektor. METODA Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan standar yang ada pada Solas, IMO, serta NFPA. Dimana mula-mula menentukan jenis kebakaran dan klasifikasi hunian menurut NFPA, serta merancang jenis detector dan jumlah detector berdasarkn IMO dan Solas. Diskripsi Kapal Penumpang Jenis RO-RO Penelitian pada kapal penumpang jenis ro-ro ini terdiri dari 6 geladak. Berikut merupakan penjelasan yang lebih lanjut mengenai masing-masing geladak : a. Geladak Dasar Ganda Geladak dasar ganda adalah geladak yang berisi mesin penggerak kapal dan terletak pada bagian dasar dari kapal. Pada geladak ini tidak terdapat penumpang, hanya ABK (anak buah kapal) yang sesekali masuk untuk mengecek keadaan mesin. b. Geladak Kendaraan Geladak dasar ganda adalah geladak yang berisi mesin penggerak kapal dan terletak pada bagian dasar dari kapal. Pada geladak ini tidak terdapat penumpang, hanya ABK (anak buah kapal) yang sesekali masuk untuk mengecek keadaan mesin. c. Geladak Antara Selanjutnya adalah geladak antara, geladak ini terletak diatas geladak kendaraan. Fungsi dari geladak ini adalah sebagai penghubung antara geladak kendaraan dengan geladak penumpang. d. Geladak Penumpang Geladak penumpang adalah geladak yang terletak diatas geladak antara. Geladak ini merupakan geladak yang digunakan sebagai tempat istirahat penumpang yang dilengkapi dengan kamar tidur penumpang. e. Geladak Sekoci Diatas geladak penumpang terdapat geladak sekoci yang berfungsi sebagai Muster Station (muster station adalah tempat berkumpul saat terjadi keadaan darurat). Geladak ini dilengkapi dengan sekoci yang nantinya akanmembantu dalam proses evakuasi penumpang dan ABK (anak buah kapal) saat terjadi keadaan darurat. f. Geladak Navigasi Geladak yang paling atas adalah geladak navigasi. Geladak ini berfungsi sebagai control room. Spesifikasi Kapal Berikut ini merupakan spesifikasi kapal penumpang jenis ro-ro : Berat Kapal : 2045 GT Panjang LOA : 78,4 m Panjang AGT : 71 m Lebar : 13,6 m Tinggi : 4,8 m
ISBN : 978-602-97491-9-9 A-38-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
Keterangan : GT : Gross Tonage (tonase kotor) LOA : Panjang kapal seluruhnya AGT : Panjang lambung bebas (panjang antara kemudi sampai dengan balingbaling) HASIL DAN DISKUSI Perhitungan Jumlah Detector pada Tiap Ruangan Perhitungan jumlah detector bertujuan untuk menghitung banyaknya jumlah detector ruangan. Jumlah detector ruangan ditentukan oleh luas ruangan, dan jenis detektornya. Jenis detektor yang digunakan dan jarak antar detector juga telah diatur pada peraturan The Internasional Code for Fire Safety Systems (FSS Code) Chapter 9 point 2.4.2: Cara Perhitungan Jumlah Detektor Menurut peraturan Fire Safety Systems (FSS Code) Chapter 9 point 2.4.2 perhitungan jumlah detektor dapat dilakukan dengan cara : 1. Menentukan jenis detektor yang digunakan pada ruangan tersebut. 2. Menentukan jumlah detektor berdasarkan luas ruangan. Contoh perhitungan : Untuk ruangan pantry pada geladak kendaraan. Diketahui : L = 10.56m2 Jenis detektor = Detektor Panas Jawab : Berdasarkan tabel 4.1 dengan luas 10.56m2untuk detektor panas jumlah detektor yang ada pada ruangan tersebut adalah sebagai berikut : Jumlah detektor = Luas ruangan sebenarnya Luas sesuai persyaratan = 10,56 m2 37 m2 = 0,3 buah = 1 buah
Perhitungan Detektor Analisa Detektor pada Geladak Dasar Ganda Hasil analisa detektor pada geladak dasar ganda dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 2 Jumlah dan Jenis Detetektor pada Geladak Dasar Ganda No
Ruang
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Kamar 1 Kamar 2 Kamar 3 Kamar 4 Kamar 5 Kamar 6 Kamar 7 Kamar 8 Kamar 9 Kamar 10 Kamar 11 Kamar 12 Kamar 13 R. Kontrol Ruang Mesin Koridor 1 Koridor 2 Koridor 3
p (m) 3,6 3,6 3,4 2,8 3,4 2,4 3 2,4 2,4 2,6 3,4 2,4 3 4,8 15,7 9,2 10,2 3
l (m) 2,6 2,6 2,4 2,4 2,4 2,8 2,8 2,8 2,8 2,8 2,8 2,8 2,8 4,4 13,6 1 1 1
L (m2) 9,06 9,06 8,16 6,72 8,16 6,72 8,4 6,72 6,72 7,28 9,52 6,72 8,6 19,36 213,48 9,2 10,2 3
ISBN : 978-602-97491-9-9 A-38-6
Jenis Detektor Panas Panas Panas Panas Panas Panas Panas Panas Panas Panas Panas Panas Panas Panas Panas Panas Panas Panas
Jumlah Detektor 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 6 1 1 1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
KESIMPULAN Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Jumlah detektor panas yang digunakan dalam kapal penumpang jenis ro-ro ini adalah sebanyak 61 buah sedangkan detektor asap sebanyak 4 buah. 2. Jumlah detektor pada geladak dasar ganda adalah 23 buah, pada geladak kendaraan adalah 18 buah, pada geladak penumpang 15 buah, pada geladak sekoci 7 buah dan pada geladak navigasi 2 buah. 3. Peletakkan detektor sesuai dengan Lampiran 1. DAFTAR PUSTAKA Depanakertrans. 2008. Materi pengawasan K3 penanggulangan Kebakaran, Depnakertrans, Jakarta, Indonesia Handoko, L. 2013. Modul Praktikum Sistem Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran, PPNS, Surabaya, Indonesia Juwita, K . 2007 . Evaluasi Sistem dan Penanggulangan Kebakaran Pada Gedung Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Kampus Depok, tahun 2007, [Skripsi] . Program Pasca Sarjana Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok, Indonesia National Fire Protection Association (NFPA) 10.1998. Standart for Portable Fire Extinguishers, USA Pusdiklatkar. 2006. Modul Pelatihan: Perilaku Api. Pusdiklatkar, Jakarta, Indonesia Ramli, S. 2005. Sistem Proteksi Kebakaran. FKM UI: Departemen K3, Jakarta, Indonesia The Internasional Code for Fire Safety Systems (FSS Code)
ISBN : 978-602-97491-9-9 A-38-7