TUGAS AKHIR – MN141581
ANALISA TEGANGAN PADA GELADAK PENUMPANG AKIBAT MODIFIKASI KAPAL PENUMPANG MENJADI KAPAL PENUMPANG KENDARAAN
TEGUH RACHMAT HARYANTO NRP. 4109 100 083 Dosen Pembimbing Prof. Ir. Achmad Zubaydi, M.Eng, Ph.D. Septia Hardy Sujiatanti, S.T., M.T.
JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017
TUGAS AKHIR – MN141381
ANALISA TEGANGAN PADA GELADAK PENUMPANG AKIBAT MODIFIKASI KAPAL PENUMPANG MENJADI KAPAL PENUMPANG KENDARAAN
TEGUH RACHMAT HARYANTO NRP. 4109 100 083
Prof. Ir. Achmad Zubaydi, M.Eng, Ph.D. Septia Hardy Sujiatanti, S.T., M.T.
JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017 ii
FINAL PROJECT – MN141381
STRESS ANALYSIS ON PASSENGER DECK CAUSED BY LOAD MODIFICATION OF THE PASSENGER VESSEL INTO A SHIP VEHICLES
Teguh Rachmat Haryanto NRP. 4109 100 083
Prof. Ir. Achmad Zubaydi, M.Eng, Ph.D. Septia Hardy Sujiatanti, S.T., M.T.
DEPARTMENT OF NAVAL ARCHITECTURE & SHIPBUILDING ENGINEERING FACULTY OF MARINE TECHNOLOGY SEPULUH NOPEMBER INSTITUTE OF TECHNOLOGY SURABAYA 2017
iii
KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr, Wb. Alhamdulillah, puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta anugerah sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Dan tak lupa shalawat serta salam tetap tercurahkan untuk Nabi Muhammad SAW yang senantiasa memberi petunjuk arah jalan kebenaran dan kebaikan. Dan penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Ir. Achmad Zubaydi, M.Eng, Ph.D Selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, ilmu, waktu, dan kesabaran dalam mengarahkan dan memberi nasehat kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir. 2. Ibu Septia Hardy Sujiatanti, S.T., M.T. Selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, ilmu, waktu, dan kesabaran dalam mengarahkan dan memberi nasehat kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir. 3. Bapak Ir. Wasis Dwi Aryawan M.Sc., Ph.D. Selaku Ketua Jurusan Teknik Perkapalan – FTK ITS 4. Bapak Wing Hendroprasetyo Akbar Putra, ST, M.Eng. Selaku dosen wali penulis, atas bimbingannya selama penulis menjadi mahasiswa di Jurusan Teknik Perkapalan – FTK ITS. 5. Bapak Ir. Asjhar Imron, M.Sc., MSE., PED., Ibu Sri Rejeki Wahyu Pribadi, S.T., M.T., dan Bapak Dedi Budi Purwanto, S.T., M.T. Selaku dosen penulis yang membimbing penulis yang membimbing dan mengarahkan penulis. 6. Ayah Suharto dan Ibu Sri Suyanti tercinta yang telah membesarkan penulis, atas do’a, kasih sayang, dukungan dan bimbingannya yang tidak pernah berhenti. 7. Dan untuk semua orang-orang yang membantu dan mendoakan penulis. Penulis sadar bahwa penulisan Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah. Maka saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan. Akhir kata semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.
Wassalamualaikum, Wr, Wb. Surabaya, 23 Januari 2017 Teguh Rachmat Haryanto/4109.100.083 vi
ANALISA TEGANGAN PADA GELADAK PENUMPANG AKIBAT MODIFIKASI KAPAL PENUMPANG MENJADI KAPAL PENUMPANG KENDARAAN Nama Mahasiswa NRP Jurusan / Fakultas Dosen Pembimbing
: : : :
Teguh Rachmat Haryanto 4109 100 083 Teknik Perkapalan / Teknologi Kelautan 1. Prof. Ir. Achmad Zubaydi, M.Eng, Ph.D. 2. Septia Hardy Sujiatanti, S.T., M.T.
ABSTRAK Abstrak—Tegangan merupakan konsep dasar dalam mempelajari mekanika bahan. Hal utama yang diperhatikan dalam analisa tegangan adalah kekuatan, yaitu kapasitas struktur untuk memikul atau menyalurkan beban. Kapasitas struktur tidak hanya dapat diukur dengan membandingkan tegangan maksimum dengan kekuatan luluh material, tetapi dapat juga dibandingkan dengan tegangan ijin yang disyaratkan Biro Klasifikasi Indonesia, yang tentunya akan lebih aman. Tugas akhir ini menganalisa tegangan yang terjadi pada geladak penumpang yang mengalami modifikasi akibat perubahan muatan menjadi kendaraan yaitu truk 6 roda dengan berat maksimal 14 ton, mobil penumpang dengan berat maksimal 3,5 ton, dan sepeda motor dengan berat maksimal 0,4 ton. Pemodelan struktur geladak menggunakan finite element software. Kondisi batas yang diberikan terhadap model struktur adalah tumpuan jepit dan tumpuan sederhana. Beban yang bekerja pada geladak ini yaitu beban dek yang berasal dari kendaraan-kendaraan diatas geladak dengan tiga rencana susunan kendaraan. Kemudian dilakukan pemodelan pada perangkat lunak untuk di analisa. Hasil analisa menunjukan variasi nilai tegangan maksimum yang terjadi sebesar 135 2 N/mm , 133 N/mm2 dan 152 N/mm2. Kemudian tegangan-tegangan maksimum tersebut tidak memberikan pengaruh besar pada struktur geladak penumpang, karena tegangan maksimum yang terjadi menunjukkan nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan tegangan ijin Biro Klasifikasi Indonesia sebesar 175 N/mm2 maupun dengan kekuatan luluh (yield strength) sebesar 235 N/mm2. Sehingga kekuatan struktur geladak penumpang mampu menerima pembebanan kendaraan sesuai dengan 3 rencana susunan kendaraan.
Kata kunci: Geladak, Tegangan, Struktur. vii
STRESS ANALYSIS ON PASSENGER DECK CAUSED BY LOAD MODIFICATION OF THE PASSENGER VESSEL INTO A SHIP VEHICLES Author ID No. Dept. / Faculty Supervisors
: Teguh Rachmat Haryanto : 4109 100 083 : Naval Architecture & Shipbuilding Engineering / Marine Technology : 1. Prof. Ir. Achmad Zubaydi, M.Eng, Ph.D. 2. Septia Hardy Sujiatanti, S.T., M.T.
ABSTRACT Abstract—Stress is a basic concept in the study of mechanics of materials. The main thing that should be considered in the analysis of stress is the strength, the capacity of the structure to carry or distribute the load. The capacity of the structure can not only be measured by comparing the maximum stress to the yield strength of the material, but also can be compared with allowable stress required Indonesian Classification Bureau, which would be safer. This final project analyzes the stress that occurs on the passenger deck which has been modified due to changes in the load into the vehicles, 6 wheels truck with maximum weight of 14 tons, passenger cars with a maximum weight of 3.5 tonnes, and motorcycles with a maximum weight of 0.4 tonnes. Deck structure design isanalyzed using finite element software, which is using fixed and simple supports in boundary conditions. Loads on this deck are from vehicles on the deck with three layout design of the vehicle. Then perform structural modeling in software for analysis. The analysis shows that there is a variation of the maximum stress, which is 135 2 N/mm , 133 N/mm2 dan 152 N/mm2. The maximum stress does not influence the structure of the passenger deck, because the value of maximum stress is smaller than the allowable stress Indonesian Classification Bureau of 175 N/mm2 and with a yield strength of 235 N/mm2. So Strength of the passanger deck is capable to get loads from three layout design of vehicle.
Keywords : Deck, Stress, Structure
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................... iv KATA PENGANTAR .......................................................................................................... vi ABSTRAK .......................................................................................................................... vii ABSTRACT ....................................................................................................................... viii DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ xi DAFTAR TABEL............................................................................................................... xiii BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................................... 1 1.1
Latar Belakang Masalah .......................................................................................... 1
1.2
Perumusan Masalah ................................................................................................. 2
1.3
Batasan Masalah ...................................................................................................... 2
1.4
Tujuan ..................................................................................................................... 2
1.5
Manfaat ................................................................................................................... 3
1.6
Hipotesis .................................................................................................................. 3
1.7
Sistematika Penulisan Laporan................................................................................. 3
BAB 2 STUDI LITERATUR ................................................................................................. 5 2.1
Definisi Kapal .......................................................................................................... 5
2.2
Struktur Kapal ......................................................................................................... 5
2.2.1
Sistem Konstruksi Melintang ............................................................................ 6
2.2.2
Sistem Konstruksi Memanjang.......................................................................... 6
2.2.3
Sistem Konstruksi Kombinasi / Campuran ........................................................ 6
2.3
Teori Elastisitas ....................................................................................................... 7
2.4
Tegangan Dan Regangan Normal............................................................................. 8
2.5
Metode Elemen Hingga ........................................................................................... 9
2.6
Tegangan Dan Regangan pada Benda Elastis ......................................................... 14
2.7
Tegangan Von Mises .............................................................................................. 17
2.8
Deformasi .............................................................................................................. 19
2.8.1
Batas Proporsional .......................................................................................... 20
2.8.2
Batas Elastisitas .............................................................................................. 20 ix
2.8.3 2.9
Yield Point (Kekuatan Luluh).......................................................................... 21
Kondisi Batas......................................................................................................... 21
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN................................................................................ 23 3.1
Diagram Alir .......................................................................................................... 23
3.2
Data Kapal ............................................................................................................. 24
3.3
Pemodelan Konstruksi Geladak.............................................................................. 25
3.3.1
Tipe Analisa ................................................................................................... 26
3.3.2
Pembuatan Model Fisik Geladak..................................................................... 26
3.4
Pemberian Kondisi Batas (Constraint) ................................................................... 33
3.5
Konvergensi........................................................................................................... 34
3.6
Pembebanan........................................................................................................... 34
3.7
Penyelesaian .......................................................................................................... 36
3.8
Kritria Von Mises Untuk Tegangan Gabungan (Equivalent Stress) ........................ 37
BAB 4 ANALISA HASIL ................................................................................................... 39 4.1
Model Geladak ...................................................................................................... 39
4.1.1
Rencana Susunan Kendaraan 1 ....................................................................... 40
4.1.2
Rencana Susunan Kendaraan 2 ....................................................................... 41
4.1.3
Rencana Susunan Kendaraan 3 ....................................................................... 42
4.2
Nilai Pembebanan .................................................................................................. 42
4.3
Hasil Analisa ......................................................................................................... 44
4.3.1
Rencana Susunan Kendaraan 1 ....................................................................... 45
4.3.2
Rencana Susunan Kendaraan 2 ....................................................................... 46
4.3.3
Rencana Susunan Kendaraan 3 ....................................................................... 47
4.4
Pembahasan Hasil .................................................................................................. 48
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 51 5.1
Kesimpulan............................................................................................................ 51
5.2
Saran ..................................................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 53 LAMPIRAN
x
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Komponen Normal Dan Geser Dari Tegangan .................................................... 8 Gambar 2.2 Jenis- Jenis Elemen ........................................................................................... 10 Gambar2.3 Diskretisasi Suatu Koninum Pada Metode Elemen Hingga ................................. 11 Gambar 2.4 Tegangan Pada Sebuah Elemen......................................................................... 15 Gambar 2.5 Teori Principal Stress Tiga Dimensi ................................................................. 18 Gambar 2.6 Kriteria Von Mises dengan 6 komponen tegangan............................................. 19 Gambar 2.7 Kurva Tegangan Regangan ............................................................................... 20 Gambar 2.8 Tumpuan Roll ................................................................................................... 21 Gambar 2.9 Tumpuan Sendi ................................................................................................. 22 Gambar 2.10 Tumpuan Jepit ................................................................................................ 22 Gambar 3.1 Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir .............................................................. 24 Gambar 3.2 Pemilihan Tipe Analisa ..................................................................................... 26 Gambar 3.3 Kolom Pemilhan Tipe Elemen .......................................................................... 27 Gambar 3.4 Geometri Elemen Shell93 ................................................................................. 28 Gambar 3.5 Geometri Elemen Beam189 .............................................................................. 28 Gambar 3.6 Pengisian Ketebalan Pelat ................................................................................. 29 Gambar 3.7 Material Properties........................................................................................... 30 Gambar 3.8 Pendifinisian Ukuran Penampang Profil ............................................................ 30 Gambar 3.9 Contoh Tahapan Pembuatan Model................................................................... 31 Gambar 3.10 Pengaturan Ukuran Elemen ............................................................................. 32 Gambar 3.11 Meshing Atribute ............................................................................................ 32 Gambar 3.12 Pemberian Kondisi Batas ................................................................................ 33 Gambar 3.13 Pemberian Beban Pada Model......................................................................... 36 Gambar 3.14 Kolom Proses Running.................................................................................... 37 Gambar 3.15 Pemilihan Tegangan Von Mises ...................................................................... 37 Gambar 4.1 Penampang Melintang Kapal ............................................................................ 39 Gambar 4.2 Konstruksi Profile Kapal Pada Freeboard Deck ................................................ 40 Gambar 4.3 Rencana Susunan Kendaraan 1 ......................................................................... 41 Gambar 4.4 Rencana Susunan Kendaraan 2 ......................................................................... 41 Gambar 4.5 Rencana Susunan Kendaraan 3 ......................................................................... 42 Gambar 4.6 Hasil Analisa Tegangan Maksimal yang Terjadi Adalah 135 N/mm2 ................ 45 xi
Gambar 4.7 Detail Hasil Analisa Tegangan Maksimal Rencana Susunan Kendaraan 1 ........ 45 Gambar 4.8 Hasil Analisa Tegangan Maksimal yang Terjadi Adalah 133 N/mm2 ................ 46 Gambar 4.9 Detail Hasil Analisa Tegangan Maksimal Rencana Susunan Kendaraan 2 ........ 46 Gambar 4.10 Hasil Analisa Tegangan Maksimal yang Terjadi Adalah 152 N/mm2 .............. 47 Gambar 4.11 Detail Hasil Analisa Tegangan Maksimal Rencana Susunan Kendaraan 3 ...... 47
xii
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Ukuran Utama Kapal ............................................................................................ 25 Tabel 3.2 Arah Pengikatan Kondisi Batas ............................................................................ 34 Tabel 4.1 Rencana Susunan Kendaraan Pada Geladak Kendaraan ........................................ 40 Tabel 4.2 Rencana Susunan Kendaraan 1 ............................................................................. 40 Tabel 4.3 Rencana Susunan Kendaraan 2 ............................................................................. 41 Tabel 4.4 Rencana Susunan Kendaraan 3 ............................................................................. 42 Tabel 4.5 Jumlah Massa Setiap Jenis Kendaraan .................................................................. 43 Tabel 4.6 Nilai Pembebanan................................................................................................. 44 Tabel 4.7 Nilai Pembebanan Persaruan Luas ........................................................................ 44 Tabel 4.8 Perbandingan Tegangan Maksimum Dengan Tegangan Ijin BKI .......................... 48 Tabel 4.9 Perbandingan Tegangan Maksimum Dengan Yield Strength................................. 49
xiii
xiv
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah Rekayasa dapat dengan bebas didefinisikan sebagai penerapan ilmu untuk tujuan umum
dalam hidup. Untuk memenuhi misi tersebut, insinyur mendesain sangat banyak obyek untuk melayani kebutuhan masyarakat. Faktor-faktor yang perlu ditinjau dalam desain meliputi kegunaan, kekuatan, tampilan, ekonomi, dan proteksi lingkungan. Dalam mempelajari mekanika bahan, desain utama yang diperhatikan adalah kekuatan, yaitu kapasitas obyek untuk memikul atau menyalurkan beban. Obyek yang harus menahan beban meliputi bangunan, mesin, containers, truk, pesawat terbang, kapal, dan sebagainya. Untuk mudahnya, kita akan merujuk semua obyek tersebut sebagai struktur. Suatu struktur adalah setiap obyek yang harus memikul atau menyalurkan beban, dan untuk meninjau hal tersebut dibutuh kan konsep dasar dalam ilmu mekanika bahan, yaitu tegangan dan regangan. Tegangan (stress) didefinisikan sebagai perbandingan antara gaya yang bekerja pada struktur dengan luas penampang struktur. Tegangan juga menunjukkan kekuatan gaya yang menyebabkan perubahan bentuk struktur. Perubahan bentuk struktur jika berbading dengan ukuran mula-mula benda tersebut dapat disumpulkan sebagai regangan. Maka erat kaitan antara hubungan tegangan dan regangan yang digambarkan dalam sebuah kurva tegangan dan regangan. Kurva tersebut menunjukkan sifat struktur apakah elastis atau plastis. Kemudian perbedaan antara elastis dan plastis ditandai adanya kekuatan luluh struktur (yield strength) dengan nilai sebesar 235 ⁄
untuk struktur dengan material baja normal.
Kekuatan luluh menunjukan titik perubahan sifat material struktur dari elastis yaitu dimana struktur akan kembali kebentuk semula setelah gaya dihilangkan, menjadi plastis yaitu kondisi dimana struktur tidak akan kembali kebentuk semula atau mengalami deformasi permanen. Penjelasan tersebut menjelaskan jika dalam sebuah analisa tegangan akan sangat beresiko dalam mengambil kekuatan luluh struktur sebagai dasar penentuan batas kekuatan yang dibutuhkan. Karena jika hasil analisa menghasilkan faktor keamanan 1, yang berarti kekuatan yang dibutuhkan sebanding atau sama besar dengan kekuatan luluh struktur. Dan terjadi kesahalahan dalam aktualisasi di lapangan, struktur akan langsung mengalami deformasi permanen karena tidak adanya margin untuk kesalahan. Maka, dengan menerapkan faktor keamanan diatas 1 terhadap tegangan luluh (atau kekuatan luluh), kita mendapatkan tegangan izin (atau tegangan kerja) yang tidak boleh dilampaui di manapun di dalam struktur. 1
Dari pertimbangan di atas maka perlu diadakan suatu analisa mengenai tegangan. Yaitu analisa tegangan yang terjadi pada geladak kapal penumpang akibat modifikasi kapal penumpang menjadi kapal penumpang-kendaraan. Berikut data ukuran utama kapal penumpang yang akan dianalisa adalah :
1.2
LOA
: 134,86
m
Lpp
: 125,00
m
Bmoulded
: 20,00
m
H
: 14,09
m
T
: 6,95
m
V
: 17
knots
Perumusan Masalah Sehubungan dengan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam
Tugas Akhir ini adalah: a. Bagaimana tegangan yang terjadi pada geladak penumpang kapal tersebut? b. Bagaimana pengaruh tegangan yang terjadi pada struktur geladak penumpang kapal tersebut? 1.3
Batasan Masalah Batasan masalah yang ada dalam penelitian ini adalah:
a. Analisa ini sebatas menganalisa konstruksi geladak penumpang yaitu freeboard deck pada kapal yang telah disebutkan pada pendahuluan. b. Pembebanan dilakukan dengan tiga variasi rencana susunan kendaraan. Kendaraan yang dijadikan pembebanan adalah truk 6 roda, mobil penumpang, dan sepeda motor. c. Analisa ini menggunakan metode elemen hingga dalam hal ini menggunakan bantuan finite element software. d. Analisa yang dilakukan meliputi besar dan perbedaan tegangan yang terjadi pada geladak penumpang. 1.4
Tujuan Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah:
a. Mengetahui tegangan yang terjadi pada geladak penumpang kapal tersebut. b. Memahami hal-hal yang terkait dengan pemodelan struktur, pemodelan beban, dan kondisi batas. 2
c. Mengetahui pengaruh tegangan yang terjadi pada struktur geladak penumpang kapal tersebut. 1.5
Manfaat Adapun manfaat bagi penulis dari penulisan Tugas Akhir ini adalah:
a. Sebagai informasi penting guna meningkatkan pengetahuan di bidang perkapalan. b. Sebagai sarana mengaplikasikan ilmu yang diperoleh untuk menunjang pengerjaan Tugas Akhir ini dan untuk memahami proses pemodelan finite element software. c. Berguna untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan terutama dalam bidang konstruksi kapal. 1.6
Hipotesis Tegangan yang terjadi pada geladak penumpang kapal tersebut menunjukkan nilai yang
berdeda-beda sesuai dengan jenis kendaraan sebagai input nilai pembebanan. Sehingga menyebabkan perbedaan pengaruh pada tegangan izin struktur. 1.7
Sistematika Penulisan Laporan Untuk memperoleh hasil laporan Tugas Akhir yang sistematis dan tidak keluar dari
pokok permasalahan yang telah ditentukan, maka dibuat sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi uraian secara umum dan singkat meliputi latar belakang masalah,tujuan penulisan, batasan masalah, manfaat, tujuan, hipotesis dan sistematika penulisan dari tugas akhir yang disusun.
BAB II DASAR TEORI Berisi tinjauan pustaka, yakni apa saja yang menjadi acuan dari penelitian tugas akhir ini. Dasar teori, persamaan-persamaan, dan codes yang digunakan dalam mengerjakan tugas akhir ini diuraikan dalam bab ini.
3
BAB III METODOLOGI Metodologi penelitian ini menjelaskan bagaimana langkah-langkah pengerjaan dalam penyelesaian tugas akhir ini, serta metode-metode yang digunakan. Mulai metode pemodelan struktur geladak kapal sampai dengan cara memperoleh tegangan yang terjadi.
BAB IV ANALISA HASIL Membahas tentang tahapan analisa struktur geladak kapal tanker dengan bantuan finite element software. Selain itu membahas hasil dari analisa yang telah dilakukan pada penelitian, meliputi perbandingan model, analisa hasil serta pembahasan hasil.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Menjelaskan tentang kesimpulan penting yang diperoleh dari hasil analisategangan yang terjadi pada geladak kapal tanker untuk menjawab permasalahan yang diajukan atau dirumuskan. Selain itu saran juga diperlukan dalam bab ini, dengan tujuan sebagai masukanmasukan pada penelitian-penelitian berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
4
BAB 2 STUDI LITERATUR 2.1
Definisi Kapal Kapal adalah suatu bangunan berdinding tipis, bukan benda pejal. Dan merupakan
benda 3 dimensi yang dibatasi oleh bidang datar maupun bidang lengkung (Panunggal, 2010). Kapal selain sebuah bangunan, kapal juga berfungsi sebagai kendaraan pengangkut penumpang dan barang di laut maupun di sungai seperti halnya sampan atau perahu yang lebih kecil. Kapal yang cukup besar biasanya menyediakan perahu kecil seperti sekoci. Sedangkan dalam istilah inggris, dipisahkan antara ship yang lebih besar dan boat yang lebih kecil (id.wikipedia.org, 2016). Kapal penumpang adalah kapal yang digunakan untuk mengankut penumpang. Untuk meningkatkan efisiensi atau melayani keperluan yang lebih luas kapal penumpang dapat berupa kapal Ro-Ro, ataupun untuk perjalanan pendek terjadwal dalam bentuk kapal feri.
2.2
Struktur Kapal Secara mudah struktur disebutkan sebagai elemen-elemen yang digabung. Akan tetapi
sesuai dengan fungsinya struktur harus berfungsi sebagai satu kesatuan dalam memikul beban yang dikenakan (Schodek,1998). Sistem konstruksi adalah gabungan dari berbagai konstruksi yang saling terhubung satu sama lain yang membentuk satu kesatuan untuk menahan gaya yang diterima sesuai dengan tujuan pembangunan sistem tersebut. Sistem konstruksi pada geladak kapal ini yang menjadi objek dalam penelitian ini meliputi sistem konstruksi memanjang dimana sebagian besar sistem konstruksi dibentuk oleh profil dan plat. Sementara dalam struktur kapal dikenal sebagai konstruksi kapal yang memiliki sistem konstruksi. Sistem kerangka/konstruksi kapal (framing system) dibedakan dalam dua jenis utama; yaitu sistem kerangka melintang (transverse framing system) dan sistem membujur atau memanjang (longitudinal framing system).Dari kedua sistem utama ini maka dikenal pula sistem campuran (combination/mixed framing system).
5
2.2.1 Sistem Konstruksi Melintang Dalam sistem ini gading-gading (frame) dipasang vertikal (mengikuti bentuk body plan) dengan jarak antara (spacing), ke arah memanjang kapal, satu sama lain yang rapat (sekitar antara 500 mm – 1000 mm, tergangung panjang kapal). Pada geladak, baik geladak kekuatan maupun geladak-geladak lainnya, dipasang balok-balok geladak (deck beam) dengan jarak antara yang sama seperti jarak antara gading-gading. Ujung-ujung masingmasing balok geladak ditumpu oleh gading-gading yang terletak pada vertikal yang sama. Pada alas dipasang wrang-wrang dengan jarak yang sama pula dengan jarak antara gadinggading sedemikian rupa sehingga masing-masing wrang, gading-gading dan balok geladak membentuk sebuah rangkaian yang saling berhubungan dan terletak pada satu bidang vertikal sesuai penampang melintang kapal pada tempat yang bersangkutan. Jadi sepanjang kapal berdiri rangkaian-rangkaian (frame ring) ini dengan jarak antara yang rapat sebagaimana disebutkan di atas. (joe-pencerahan.blogspot.co.id, 2016)
2.2.2 Sistem Konstruksi Memanjang Dalam sistem ini gading-gading utama tidak dipasang vertikal, tetapi dipasang membujur pada sisi kapal dengan jarak antara, diukur ke arah vertikal, sekitar 700 mm-1000 mm. gading-gading ini (pada sisi) dinamakan pembujur sisi (side longitudinal). Padea setiap jarak tertentu (sekitar 3-5 m) dipasang gading-gading besar, sebagaimana gading-gading besar pada sistem melintang, yang disebut pelintang sisi (side transverse).
2.2.3 Sistem Konstruksi Kombinasi / Campuran Sistem kombinasi ini diartikan bahwa sistem melintang dan sistem membujur dipakai bersama-sama dalam badan kapal. Dalam sistem ini geladak dan alas dibuat menurut sistem membujur sedangkan sisinya menurut sistem melintang. Jadi sisi-sisinya diperkuat dengan gading-gading melintang dengan jarak antara yang rapat seperti halnya dalam sistem melintang, sedangkan alas dan geladaknya diperkuat dengan pembujur-pembujur. Dengan demikian maka dalam mengikuti peraturan klasifikasi (rules) sisi-sisi kapal tunduk pada ketentuan yang berlaku untuk sistem melintang, sedangkan alas dan geladaknya mengikuti ketentuan yang berlaku untuk sistem membujur, untuk hal-hal yang memang diperlukan secara terpisah.
6
2.3
Teori Elastisitas Hampir semua bahan teknik memiliki sifat tertentu yaitu elastisitas (elasticity).
Apabila suatu bahan dikenai sebuah gaya luar maka bahan tersebut akan mengalami perubahan bentuk (deformation). Selama gaya yang dikenakan tidak melebihi batas tertentu maka ketika gaya luar dihilangkan bahan akan kembali ke bentuk semula. Secara umum dalam penelitian ini dianggap benda yang mengalami gaya dari luar benar-benar elastis sempurna (perfectly elastic), yaitu benda kembali semula jika gaya luar dihilangkan (Goodiere dan Timoshenko, 1894). Dalam teori elastisitas pembahasan hanya dibatasi pada bahan yang elastis linier. Yaitu keadaan dimana antara tegangan dan regangan bersifat linier. Dan bahan dianggap benda isotropik (isotropic), yaitu sifat elastisitasnya dianggap sama kesemua arah. Secara umum persamaan dasar dari teori elastisitas yang dilinierkan adalah : 1. Hukum Hooke umum 2. Persamaan keseimbangan tegangan 3. Persamaan kompabilitas regangan Penyelesaian eksak persamaan differensial penentu juga harus memenuhi kondisi batas tertentu. Dengan demikian, penyelesaian masalah tegangan dua dimensi dan tiga dimensi bisa digolongkan sebagai masalah nilai tepi atau batas dari fisika matematis yang sering kali menimbulkan kesulitan matematik bahkan sampai pada keadaan dimana penyelesaian eksak dari masalah tersebut tidak mungkin diperoleh. Menurut Goodiere dan Timoshenko (1894), dalam teori elastisatas sendiri masih tedapat kerugian-kerugian akibat beberapa hal. Pemakaian faktor keamanan dalam analisis struktur elastis hanya menjamin terhadapa kemungkinan bahaya titik leleh bahan tidak tercapai, tetapi tidak memberikan informasi tentang kapasitas batas pemikul beban pada struktur dan tidak menjabarkan perilaku struktur setelah teganganmencapai titik leleh. Selain itu, untuk banyak masalah yang dijumpai dalam praktek, teori elastisitas klasik tidak bisa menghasilkan penyelesaian karena sangat sulitnya memastikan yang terlibat. Dengan adanya kekurangan di atas, analisis elastis untuk struktur dewasa ini menjadi tidak populer. Namun demikian, teori elastisitas akan digunakan dikemudian hari (tapi tentunya tidak sama degan pemakainya dahulu), karena teori ini memungkinkan manipulasi matematis yang sempurna. Dan sebenarnya ada masalah-masalah seperti getaran bebas struktur, dimana teori elastisitas memenuihi semua persyaratan teknik.
7
Konsep paling mendasar dalam mekanik bahan adalah tegangan dan regangan. Konsep ini dapat diilustrasikan dalam bentuk yang paling mendasar dengan meninjau sebuah batang prismatis yang mengalami gaya aksial. Batang prismatis adalah sebuah elemen struktural lurus yang mempunyai penampang konstan diseluruh panjangnya, dan gaya aksial adalah beban yang mempunyai arah sama dengan sumbu elemen, sehingga mengakibatkan terjadinya tarik atau tekan pada batang (Gere dan Timoshenko, 1972). 2.4
Tegangan Dan Regangan Normal Konsep paling dasar dalam mekanika bahan adalah tegangan dan regangan. Efek-efek
gaya dan momen yang bekerja pada balok adalah (a) memberikan tekukan (deflection) tegaklurus sumbu longitudinal batang, dan (b) menghasilkan tegangan normal maupun geser pada setiap penampang melintang batang yang tegaklurus sumbu batang (Gere dan Timoshenko, 1972). Dalam mekanika bahan, kita perlu menentukan intensitas gaya ini dalam berbagai bagian dari potongan sebagai perlawanan terhadap deformasi, sedang kemampuan bahan untuk menahan gaya tersebut tergantung pada intensitas gaya ini. Pada umumnya, intensitas gaya yang bekerja pada luas yang kecil tak berhingga suatu potongan berubah-ubah dari suatu titik ke titik yang lain, umumnya intensitas gaya ini berarah miring pada bidang potongan. Dalam praktek keteknikan biasanya intensitas gaya diuraikan menjadi tegak lurus dan sejajar dengan irisan yang sedang diselidiki. Penguraian intensitas ini pada luas kecil tak berhingga. Intensitas gaya yang tegak lurus atau normal terhadap irisan disebut tegangan normal (normal stress) pada sebuah titik. Gambar 2.1 ini merupakan komponen tegangan dari suatu elemen yang sangat kecil.
Gambar 2.1 Komponen Normal Dan Geser Dari Tegangan Sumber : (Avianto, 2014)
8
Besar tegangan rata-rata pada suatu bidang dapat didefinisikan sebagai intensitas gaya yang bekerja pada bidang tersebut. Sehingga secara matematis tegangan normal rata-rata dapat dinyatakan sebagai berikut :
σ=
(2.1)
dimana : σ = Tegangan Normal rata-rata (N/m2) P = Gaya yang bekerja (N) A = Luas bidang benda (m2)
Suatu batang lurus akan mengalami perubahan panjang apabiladibebani secara aksial, yaitu menjadi panjang jika mengalami tarik dan menjadi pendek jika mengalami tekan. Sesuai dengan konsep ini perpanjangan persatuan panjang disebut dengan regangan. Jika ditulis dalam persamaan adalah sebagai berikut (Gere dan Timoshenko, 1972):
ε=
(2.2)
dimana : ε = Regangan δ = Perpanjangan benda (m) L = Panjang benda (m) Karena merupakan rasio antara dua panjang, maka regangan ini merupakan besaran tidak terdefinisi, artinya regangan tidak mempunyai satuan.Dengan demikian, regangan dinyatakan hanya dengan satuan bilangan, tidak bergantung pada sistem apapun.Harga numerik dari dari regangan biasanya sangat kecil karena batang yang terbuat dari bahan struktural hanya mengalami perubahan panjang yang kecil apabila dibebani.Namun dalambeberapa kasus regangan juga dapat dinyatakan dalam persen, khususnya jika regangan tersebut besar.
2.5
Metode Elemen Hingga Struktur dalam istilah teknik adalah rangkaian elemen-elemen yang sejenis maupun
yang tidak sejenis. Elemen adalah susunan materi yang mempunyai bentuk relatif teratur. Elemen ini akanmempunyai sifat-sifat tertentu yang tergantung kepada bentuk fisik dan materi penyusunnya. Bentuk fisik dan materi penyusun elemen tersebut akan menggambarkan 9
totalitas dari elemen tersebut. Totalitas sifat elemen inilah yang disebut dengan kekakuan elemen. Jika diperinci maka sebuah struktur mempunyai Modulus Elastis (E), Modulus Geser (G), Luas Penampang (A), Panjang (L) dan Inersia (I). Inilah satu hal yang perlu dipahami didalam pemahaman elemen hingga nantinya, bahwa kekakuan adalah fungsi dari E,G,A,L, dan I (Weaver dan Johnston, 1993). Menurut Weaver dan Johnston (1993), energi itu adalah kekal dan jika aksi (energi) dilakukan terhadap suatu materi, maka materi akan melakukan suatu reaksi sebesar aksi tersebut. Reaksi dari pada materi ini akan disebut dengan gaya dalam. Gaya dalam yang ada dalam struktur didefinisikan yaitu: Gaya Normal, Gaya Lintang, dan Gaya Momen yang akanmempengaruhi bentuk fisik materi tersebut. Perubahan bentuk fisik materi ini disebut dengan peralihan (displacement). Metode elemen hingga adalah suatu metode pemaparan bagaimana perjalanan aksi hingga timbul reaksi dalam materi, atau metode untuk memperkirakan besar reaksi dan reaksi apa yang timbul dari materi tersebut. Kontinum atau benda dibagi-bagi menjadi beberapa bagian yang lebih kecil, maka elemen kecil ini disebut elemen hingga. Proses pembagian kontinum menjadi elemen hingga disebut proses diskretisasi (pembagian). Dinamakan elemen hingga karena ukuran elemen kecil ini berhingga (bukannya kecil tak berhingga) dan umumnya mempunyai bentuk geometri yang lebih sederhana dibanding dengan kontinumnya.Secara umum elemen pada metode elemen hingga dibedakan menjadi 3, yaitu 1D, 2D, dan 3D. Penggambaran elemen tersebut seperti pada gambar 2.2 ini.
Beam
2-noded
3D
2D
1D Triangular
Quadrilaterals
3-noded
4-noded
Tetrahedrons
Hexahedrons
Prism/Wedge
4-noded 8-noded
6-noded
3-noded 6-noded
10-noded
8-noded
20-noded
25-noded
Gambar 2.2 Jenis- Jenis Elemen Sumber : (Abdur Rosyid, 2012) Dengan metode elemen hingga kita dapat mengubah suatu masalah dengan jumlah derajat kebebasan tertentu sehingga proses pemecahannya akan lebih sederhana. Misalnya 10
suatu batang panjang yang bentuk fisiknya tidak lurus, dipotong-potong sependek mungkin sehingga terbentuk batang-batang pendek yang relatif lurus. Maka pada bentang yang panjang tadi disebut kontinum dan batang yang pendek disebut elemen hingga. Suatu bidang yang luas dengan dimensi yang tidak teratur, dipotong-potong berbentuk segi tiga atau bentuk segi empat yang beraturan. Bidang yang dengan dimensi tidak beraturan tadi disebut kontinum, bidang segitiga atau segi empat beraturan disebut elemen hingga. Dan banyak lagi persoalan yang identik dengan hal diatas. Maka dari sini dapat dikatakan bahwa elemen hingga merupakan elemen diskrit dari suatu kontinum yang mana perilaku strukturnya masih dapat mewakili perilaku struktur kontinumnya secara keseluruhan. Pendekatan dengan elemen hingga merupakan suatu analisis pendekatan yang berdasarkan asumsi peralihan atau asumsi tegangan, bahkan dapat juga berdasarkan kombinasi dari kedua asumsi tadi dalam setiap elemennya. Gambar 2.3 merupakan contoh penggambaran pembagian suatu benda ke dalam bagian kecil-kecil atau elemen.
Gambar2.3 Diskretisasi Suatu Koninum Pada Metode Elemen Hingga Sumber : (Weaver dan Johnston, 1993) 11
Karena pendekatan berdasarkan fungsi peralihan merupakan teknik yang sering sekali dipakai, maka langkah-langkah berikut ini dapat digunakan sebagai pedoman bila menggunakan pendekatan berdasarkan asumsi tersebut (Nasution, 2010) : 1. Sistem struktur dibagi dalam elemen-elemen hingga. Elemen-elemen ini membentuk sistem melaui titik-tik nodal. Pemilihan tipe elemen, dan jumlah total elemen digunakan dalam berbagai variasi dan ukuran berdasarkan pertimbangan rekayasa dalam analisis. Elemen yang dipakai harus cukup kecil supaya memberikan hasil yang akurat, walaupun komputasi yang dilakukan menjadi lebih banyak. Elemen-elemen kecil dan jika mungkin elemen orde lebih tinggi umumnya banyak digunakan karena memberikan hasil secara tepat, dan memudahkan fasilitas perhitungan bila perubahan sistem geometris terjadi. Pemilihan elemen yang digunakan dalam analisis elemen hingga bergantung pada kondisi fisik struktur akibat pembebanan dan sejauh mana pendekatan analisis yang dilakukan guna memperoleh perilaku sesungguhnya.
2. Pemilihan fungsi perpindahan. Fungsi perpindahan ini pada setiap elemen didifinisikan menggunakan nilai-nilai nodal dari elemen. Persamaan linear, pesamaan kuadrat, dan polynomial adalah beberapa fungsi yang digunakan karena bentuk yang sederhana bagi pupulasi elemen hingga. Seri trigonometri juga dapat dipergunakan bagi elemen dimensional bidang. Fungsi perpindahan adalah suatu fungsi dari koordinat dalam bidang (bidang xy). Fungsi-fungsi diatas dinyatakan dalam bentuk nodal yang tidak diketahui atau bagi kajian dimensional bidang komponen x dan y. Dengan menetapkan fungsi perpindahan ini maka fungsi perpindahan yang umum dapat berulang kali sdigunakan untuk elemen. Dengan demikian, metode elemen hingga adalah proses mendapatkan kuantitas bersinambungan yang dinyatakan sebagai perpindahan diseluruh sistem yang didekati oleh model diskrit yang merakit fungsi-fungsi kontinum segmental dengan domain elemen hingga.
3. Pada setiap elemen khusus yang dipilih tadi harus dipenuhi persyaratan hubungan regangan peralihan dan hubungan rengangan-tegangannya. Hubungan regangan atau perpindahan dan tegangan diperlukan dalam setiap penurunan persamaan elemen
12
hingga. Dalam kajian deformasi dimesional tunggal, regangan εxx, terkait perpindahanu maka regangan yang terjadi :
εxx =
(bagi regangan kecil)
(2.3)
Pendifinisian perilaku bahan dengan tepat sangat penting dalam memperoleh hasil yang diterima. Hukum tegangan regangan yang paling sederhana adalah hukum Hooke, yaitu :
σxx =E * εxx
(2.4)
dengan σxx adalah tegangan yang terjadi kearah sumbu x dan E adalah modulus elatisitas.
4. Penurunan persamaan dan matrik kekakuan elemen. Terdapat tiga metode dalam menyusun persamaan aljabar global atau lengkap dari metode elemen hingga, yaitu : (a) metode perpindahan (kekakuan), (b) metode gaya, (c) metode gabungan. Masingmasing metode berhubungan dengan bentuk-bentuk alternatif dari penggunaan prinsip perpindahan energi.
5. Perakitan persamaan matrik guna unuk mendapatkan persamaan global atau struktur denga syarat-syarat batasnya. Persamaan global ditulis dalam bentuk matrik sebagaiberikut :
{f}=[k] {d}
(2.5)
dengan {f} adalah matrik gaya, [k] matrik kekakuan, dan {d} merupakan matrik perpindahan (displacement). 6. Penyelesaian
persamaan
linear
simultan
untuk
derajat
kebebasan
struktur
(perpindahan).Persamaan {f}=[k] {d} setelah disusun untuk kondisi batas, merupakan persamaan aljabar simultan yang dalam notasi matrik :
…
⎡ ⎢ =⎢ ⎨⋮⎬ ⎪ ⎪ ⎢ ⎩ ⎭ ⎣ ⎧ ⎫ ⎪ ⎪
…
…
13
⎤⎧ ⎫ ⎥⎪ ⎪ ⋮ ⎥ ⎨ ⎬ ⎥⎪ ⋮ ⎪ ⎦⎩ ⎭
(2.6)
n adalah jumlah total derajat kebebasan nodal yang dicari. Penyelesaian persamaan ini dapat menggunakan eliminasi (dikenal dengan cara Gauss) atau metode itrasi seperti metode Gauss-Seidel.
7. Penghitungan tegangan pada titik tertentu pada elemen dengan persamaan yang telah diperoleh dari langkah sebelumnya.
8. Analisa akhir dan interpretasinya. Pemetaan lokasi pada struktur terjadinya deformasi yang besar dan tegangan yang besar pada struktur merupakan hal yang penting dalam membuat keputusan analisis maupun desain. Sesuai penjelasan di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa metode elemen hingga adalah metode numerik yang digunakan untuk menyelesaikan permasalaha teknik dan masalah matematis dari suatu gejala phisis. Elemen hingga merupakan elemen diskrit dari suatu kontinum yang mana perilaku strukturnya masih dapat mewakili perilaku struktur kontinumnya secara keseluruhan. Persamaan global elemen yang dihasilkan secara umum adalah sebagai berikut :
{f} = [k] {d}
(2.7)
dimana:
2.6
{f}
= Matrik Gaya
[k]
= Matrik Kekakuan
{d}
= Matrik Deformasi
Tegangan Dan Regangan pada Benda Elastis Pada formulasi elemen hingga untuk menganalisa tegangan hubungan regangan –
perpindahan sangat penting. Dalam pembahasan ini diasumsikan bahwa kontinum yang dianalisis terdiri atas material elastis dengan regangan kecil. Hubungan antara regangan dan tegangannya dapat digambarkan dalam suatu sistem koordinat ortogonal yang mengikuti kaidah tangan kanan misalnya dalam sebuah koordinat cartesius. Gambar 2.4 memperlihatkan sebuah elemen yang amat kecil dalam sumbu koordinat Cartesius yang panjang sisi-sisinya dinyatakan dengan dx, dy, dan dz. Perpindahanyang dilambangkan dengan u dan v adalah fungsi dari koordinat u = u(x,y,z), v = v(x,y,z), w = w(x,y,z).
14
Gambar 2.4 Tegangan Pada Sebuah Elemen Sumber : (Avianto, 2014) Tegangan normal dan tegangan geser digambarkan dengan anak panah pada permuakaan elemen. Tegangan normal diberi notasi σx, σy, dan σz, sedangkan tegangan geser diberi notasi τxy, τyz, dan seterusnya. Dari persamaan keseimbangan elemen didapatkan hubungan sebagai berikut:
τxy = τyx; τyz = τzy; τzx = τxz
(2.8)
Hubungan regangan – perpindahan didefinisikan sebagai berikut:
εx =
; εy =
; εz =
(2.9)
Dimana u, v, dan w adalah translasi pada arah x, y, dan z. Regangan geser γxy , γxy , dan lain-lain dinyatakn dalam persamaan berikut :
γxy =
+
= γyx
(2.10)
γyz =
+
= γzy
(2.11)
γzx =
+
= γxz
(2.12)
Dari persamaan 2.10, 2.11, dan 2.12 dapat dilihat bahwa hanya ada tiga regangan geser yang bebas. Untuk mempermudah, keenam tegangan bebas beserta keenam regangannya akan dituliskan dalam bentuk matriks kolom (atau vektor) seperti berikut:
15
σ ⎡σ ⎢σ {σ} = ⎢ ⎢ ⎢ ⎣
ε ⎡ε ⎤ ⎥ ⎢ε ⎥ ; {ε } = ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎦ ⎣
⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦
(2.13)
Hubungan tegangan regangan – tegangan yang untuk material isotropik yang diturunkan dari teori elastisitas adalah :
εx =
, γxy =
εy =
, γyz =
(2.15)
εz =
, γzx =
(2.16)
(2.14)
dimana :
G=
(
(2.17)
)
Dalam persamaan di atas E adalah Modulus Young, G adalah Modulus geser, dan adalah rasio poison. Hubungan tegangan – regangan di atas dapat dinyatakan dalam matrik sebagai berikut:
ε=Cσ
(2.18)
dengan :
1 ⎡− ⎢ − C= ⎢ 0 ⎢ ⎢ 0 ⎣ 0
− 1 − 0 0 0
− − 1 0 0 0
0 0 0 2(1 + ) 0 0
0 0 ⎤ 0 0 ⎥ 0 0 ⎥ 0 0 ⎥ 2(1 + ) 0 ⎥ 0 2(1 + )⎦
(2.19)
Matriks C merupakan operator yang menghubungkan vektor regangan ε dengan vektor tegangan σ. Dan dengan meng-invers persamaan sebelumnya didapatkan hubungan tegangan – regangan seperti berikut ini: 16
σ = Eε = C-1 ε
(2.20)
dimana :
E = C-1= (
)(
1 ⎡− ⎢ ⎢− )⎢ 0 ⎢ 0 ⎣ 0
− 1 − 0 0 0
− − 1 0 0 0
0 0 0 ⎤ 0 0 0 ⎥ 0 0 0 ⎥ 2(1 + ) 0 0 ⎥ 0 2(1 + ) 0 ⎥ 0 0 2(1 + )⎦
(2.21)
Matriks E adalah operator yang menghubungkan vektor tegangan σdengan vektor regangan ε.
2.7
Tegangan Von Mises Ketika struktur dikenakan beban yang terus meningkat dan akhirnya gagal. Hal ini
relatif mudah untuk menentukan titik kegagalan suatu struktur untuk kekuatan tarik tunggal. Data-data kekuatan material dapat menjadi acuan pengidentifikasi kekuatan ini. Namun ketika struktur dibebani dengan sejumlah beban dalam arah yang berbeda, beberapa di antaranya tarik dan beberapa di antaranya geser, maka penentuan titik kegagalan lebih rumit (Roymech, 2011). Logam dapat secara luas dipisahkan menjadi logam Ductile dan logam Brittle. Contoh logam ductile termasuk mild steel, tembaga dll. Besi cor adalah logam brittle. Logam ductile dengan tingkat stress yang tinggi akan mengalami deformasi plastis pada titik yield tertentu atau yield bertahap yang lebih lama dan kemudian gagal. Sedangkan logam brittle mengalami sedikit perpanjangan plastis sebelum terjadinya kegagalan dan kegagalannyapun umumnya terjadi tiba-tiba. Teori principal stress maksimum adalah teori yang dikembangkan oleh Rankine. Teori ini digunakan untuk koreksi pendekatan perhitungan tegangan kegagalan untuk besi cor dan material brittle lainnya. Menurut teori ini kegagalan akan terjadi ketika principal stress maksimum dalam suatu sistem mencapai nilai kekuatan maksimum pada batas elastis dalam tegangan sederhana material tersebut. Untuk kasus stres dua dimensi dan tiga dimensi diperoleh dari rumus di bawah ini.
Untuk dua dimensi :
17
(2.22)
(2.23) dan untuk tiga dimensi: (2.24)
(2.25)
(2.26)
Gambar 2.5 Teori Principal Stress Tiga Dimensi Sumber : (Luqman, 2015) The Von Mises Kriteria, juga dikenal sebagai kriteria maksimum energi distorsi, teori tegangan geser oktahedral, atau teori Maxwell-Huber-Hencky-von Mises, sering digunakan untuk memperkirakan titik kegagalan untuk material ductile. Kriteria von Mises menyatakan bahwa kegagalan terjadi ketika energi distorsi atau tegangn mencapai nilai yang sama untuk hasil / kegagalan dalam uji kegagalan material pada beban aksial sederhana (eFunda, 2015). Energi regangan adalah energi yang tersimpan dalam material akibat deformasi elastis. Energi regangan mirip dengan energi yang tersimpan dalam pegas. Energi regangan dipandang dari dua jenis: hasil satu bagian dari perubahan dimensi yang saling tegak lurus dalam suatu volume, dengan tidak ada perubahan perubahan sudut lain yang muncul dari distorsi sudut tanpa perubahan volume. Yang terakhir disebut sebagai energi regangan geser, yang telah terbukti menjadi penyebab utama kegagalan elastis (Roymech, 2011).
18
Von Mises stress, juga dikenal sebagai Huber stress, adalah kriteria yang memperhitungkan enam komponen tegangan yang digambarkan tiga dimensi seperti gambar dibawah ini (Kurowsk 2012).
Gambar 2.6 Kriteria Von Mises dengan 6 komponen tegangan Sumber : (Luqman, 2015) Von Mises stress σvm, dengan enam komponen tegangannya dirumuskan sebagai berikut :
(2.27)
2.8
Deformasi Deformasi terjadi bila bahan mengalami gaya. Selama deformasi, bahan menyerap
energi sebagai akibat adanya gaya yang bekerja. Sekecil apapun gaya yang bekerja, maka benda akan mengalami perubahan bentukdan ukuran. Perubahan ukuran secara fisik ini disebut sebagai deformasi. Deformasi ada dua macam, yaitu deformasi elastis dan deformasi plastis. Deformasi elastis adalah deformasi yang terjadi akibat adanya beban yang jika beban ditiadakan, maka material akan kembali seperti ukuran dan bentuk semula, sedangkan deformasi
plastis
adalah
deformasi
yang bersifat permanen jika bebannya dilepas
(Hibeller,1997). Secara umum kekuatan suatu material diuji melalui uji tarik dengan memberi gaya tarik pada bahan hingga bahan tersebut putus. Mesin uji akan mencetak kurva dari besarnya tegangan terhadap regangan yang timbul selama proses penarikan hingga putus. Diagram (kurva) tegangan-regangan seperti pada gambar 2.7 memperlihatkan antara 0 ke σy disebut daerah elastis, sedangkan titik σy adalah batas luluh (yield). Titik σu merupakan tegangan maksimal dimana bila beban dilepas maka bahan tersebut tidak akan kembali ke bentuk semula. Bila diberi beban sampai melebihi titik patah, maka bahan akan menjadi putus. Dari titik σy ke titik σu bahan tersebut mengalami deformasi plastis sempurna. Sedangkan σu 19
sampai patah terjadi deformasi plastis tak sempurna dimana batang mulai mengecil dan akhirnya patah.
Gambar 2.7 Kurva Tegangan Regangan Sumber : (Avianto, 2014) 2.8.1 Batas Proporsional Batas proporsional merupakan garis lurus dari origin 0 (nol) hingga titik batas proporsional seperti yang terlihat pada gambar 2.7. Hal ini sesuai dengan hukum Hooke bahwa tegangan sebanding dengan regangan. Dalil ini berlaku sampai batas proporsional saja, di luar titik tersebut tegangan akan tidak sebanding dengan regangan. Hal ini bisa sebagai petunjuk pertama bahwa batas proporsional (bukan kekuatan batas) merupakan kekuatan maksimal yang bisa dialami bahan (Hibeller,1997).
2.8.2 Batas Elastisitas Beban yang ditingkatkan akan mengakibatkan garis lurus (garis modulus) beralih menjadi melengkung. Titik dimana garis itu mulai melengkung disebut batas elastisitas, pada gambar 2.7 ditandai dengan tanda. σe.
20
2.8.3 Yield Point (Kekuatan Luluh) Sifat elastis pada kenyataannya masih terjadi sedikit di atas batas proporsional, namun hubungan antara tegangan dan regangan tidak linear dan umumnya batas daerah elastis dan daerah plastis sulit untuk ditentukan. Karena itu didefinisikan kekuatan luluh (yield point). Kekuatan luluh adalah harga tegangan terendah dimana material mulai mengalami deformasi plastis. Pada gambar 2.7 menunjukan yatas adalah titik luluh atas, ybawah adalah titik luluh bawah, dan titik σy ditandai dengan terjadinya peningkatan atau pertambahan regangan. 2.9
Kondisi Batas Sifat – sifat gaya reaksi yang timbul pada suatu benda yang mendapat beban
tergantung bagaimana benda tersebut ditumpu atau bagaimana benda tersebut disambung dengan benda lain. Ada beberapa pengondisian tumpuan pada sebuah struktur. Pada umumnya tumpuan yang sering kita jumpai pada strukur adalah tumpuan jepit, roll dan tumpuan sendi. Tumpuan Rol hanya dapat menerima gaya dalam arah tegak lurus Rol dan tidak mampu menahan momen. Jadi tumpuan Rol hanya mempunyai satu gaya reaksi yang tegak lurus dengan Rol.
Gambar 2.8 Tumpuan Roll Sumber : (Avianto, 2014)
21
Tumpuan sendi dapat menerima gaya dari segala arah tetapi tidak mampu menahan momen. Dengan demikian tumpuan sendi mempunyai dua gaya reaksi. Dalam istilah
mekanika bahan tumpuan ini juga sering disebut dengan tumpuan ensel. Gambar 2.9 Tumpuan Sendi Sumber : (Avianto, 2014)
Tumpuan jepit dapat menahan gaya dalam segala arah dan dapat menahan momen. Dengan demikian tumpuan jepit mempunyai tiga gaya reaksi.
Gambar 2.10 Tumpuan Jepit Sumber : (Avianto, 2014) Pada gambar 2.8, gambar 2.9, dan gambar 2.10 terlihat bahwasanya semua jenis tumpuan atau kondisi batas memepunyai reaksi yang berbeda-beda ketika diberikan beban. Selain ketiga jenis tumpuan tersebut juga masih ada beberapa jenis tumpuan lain seperti tumpuan sederhana dan tumpuan kabel. Semua jenis tumpuan tersebut merupakan suatu idealisasi dengan keadaan aktual yang berada pada struktur.
22
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Bab ini berisi penjelasan mengenai bagaimana cara pengerjaan tugas akhir ini. Pengerjaan tugas akhir ini diawali dengan perumusan masalah, penentuan pembebanan, penentuan kondisi batas, dan penyelesaian. Bab ini juga menjelaskan mengenai data-data yang digunakan dalam menganalisa tegangan yang terjadi pada geladak kapal penumpang. 3.1
Diagram Alir Metodologi yang digunakan dalam menyusun tugas akhir ini dapat digambarkan
dalam diagram alir di bawah ini :
Mulai
1. Studi literatur Awal 2. Pengumpulan Data
Pengolahan data dan Pemodelan Pengolahan data dan Pemodelan bentuk struktur kontruksi tersebut pada Finite Element Software
Analisa hasil Apakah struktur kapal muatan penumpang memenuhi kriteria sebagai struktur muatan penumpang kendaraan?
A
23
A
Kesimpulan Tegangan Maksimum lebih kecil dari Tegangan Izin
Penyusunan Laporan
Selesai Gambar 3.1 Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir
3.2
Data Kapal Kapal yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah kapal penumpang
yang mengalami modifikasi akibat perubahan muatan penumpang menjadi kendaraan. Geladak yang menjadi bahan dalam penelitian ini adalah freeboard deck. FreBoard deck terletak dibawah upper deck. Data-data kapal yang dibutuhkan untuk pemodelan diantaranya adalah ukuran utama kapal yang meliputi panjang antara garis tegak (Lpp), lebar (B), sarat air (T), tinggi (H), dan kecepatan. Ukuran utama tersebut sesuai dengan Tabel 3.1.
24
Tabel 3.1 Ukuran Utama Kapal Description
Symbol
Unit
Quantity
Length Overall
LOA
M
134.86
Length Construction
L
M
125
Breadth (Moulded)
B
M
20
Depth (Moulded)
D
M
14,09
Draft (Moulded)
T
M
6.95
Speed
V
Knots
17
Selain data ukuran utama kapal tanker, data gambar yang digunakan untuk pemodelan konstruksi geladak adalah:
Gambar Midship Section Midship section adalah gambar melintang bagian tengah kapal yang mana gambar ini mempresentasikan struktur kapal secara melintang. Sehingga penampang plat dan profil bagian tengah kapl terlihat. Ukuran pelat dan ukuran profil dapat diperoleh dari gambar ini.
Gambar Construction Profile Construction profile yang diperlukan pada penelitian ini adalah bagian geladak utama tampak atas. Dari gambar ini dapat dilihat penegar-penegar pelat geladak kapal tanker yang akan dimodelkan. Dari data yang diperoleh di atas dapat digunakan untuk menghitung beban geladak
utama dan pemodelan dengan menggunakan finite element sofware. 3.3
Pemodelan Konstruksi Geladak Pemodelan konstruksi geladak kapal tanker ini menggunakan finite element software.
Pemodelan suatu konstruksi harus dibuat sedemikian rupa sehingga model dapat mewakili kondisi yang sebenarnya. Secara umum pemodelan sebuah konstruksi dengan menggunakan finite element software terdiri dari beberapa tahapan. Tahapan-tahapan tersebut harus dilakukan secara benar agar tidak terjadi kesalahan model konstruksi dan analisa yang dilakukan.
25
3.3.1 Tipe Analisa Tahapan pertama yang dilakukan dalam pembuatan model konstruksi geladak adalah pemilihan tipe analisa yang dilakukan. Beberapa pilihan analisa dalam finite element sofware antara lain structural, thermal, fluids, dan CFD. Tipe analisa ini harus sesuaidengan analisa yang dilakukan. Dalam penelitian ini dipilih analisa structural seperti pada gambar 3.2. Pemilihan analisa ini karena pada penelitian ini menganalisa tegangan yang terjadi pada suatu konstruksi akibat adanya beban pressure.
Gambar 3.2 Pemilihan Tipe Analisa 3.3.2 Pembuatan Model Fisik Geladak Pembuatan
model
fisik
geladak
ini
meliput
pembuatan
model
geometri,
mendefinisikan sifat material model, pembuatan elemen dan pembuata node. Tahap pembuatan model geometri merupakan awal yang sangat penting dalam analisa elemen hingga. Pembuatan model diupayakan sesuai atau mendekati kondisi yang sesungguhnya. Sebelum melakukan pemodelan geometri ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: a. Unit Finite elemen software biasanya tidak memiliki fasilitas untuk mendiskripsikan satuan yang digunakan oleh karena itu dalam melakukan pemodelan harus konsisten. b. Sistem Koordinat dan Working Plan Terdapat dua macam koordinat yaitu koordinat global dan koordinat lokal. Koordinat global adalah sistem koordinat kartesian XYZ yang berporos pada titik 0,0,0. Sedangkan sistem koordinat lokal merupakan sistem koordinat yang dapat 26
dipindahkan pada titik tertentu sesuai kebutuhan. Sistem koordinat lokal ini juga harus disesuaikan dengan sistem koodinat global. Working Plane merupakan bidang kerja yang kita gunakan yang mengacu pada koordinat lokal. Hal penting ketika menggunakan working plane adalah penyelarasan dengan koordinat global. c. View atau Tampilan View merupakan sub-menu untuk memudahkan ketika pemodelan harus menampilkan sisi tertentu. Dalam pembuatan geometri view kontrol diushakan untuk sesuai degan gambar rencana agar memudahkan pemodelan. Beberapa tahapan yang dilakukan dalam pembuatan model fisik konstruksi geladak adalah sebagai berikut : 3.3.2.1 Pemilihan dan Penentuan Tipe Elemen Elemen pada finite element software dapat dikatagorikan kedalam dua jenis yaitu elemen 2D dan elemen 3D. Elemen tersebut terdiri dari elemen titik, elemen garis, elemen area, dan elemen solid. Elemen-elemen ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan pemodelan. Pemilihan tipe elemen yang akan digunakan dalam pembuatan model konstruksi geladak disesuaikan dengan kebutuhan penyusun konstruksi tersebut. Karena Konstruksi geladak terdiri dari pelat dan profil-profil maka tipe elemen yang dipilih juga pelat dan beam seperti yang terlihat pada gambar 3.3.
Gambar 3.3 Kolom Pemilhan Tipe Elemen
27
Pada pemodelan konstruksi geladak ini plat menggunakan elemen shell93 dan mengegunakan elemen beam189. Menurut Avianto (2014), Shell93 ini dipilih karena kemampuanya dimodelkan lengkun-lenkung yang mewakili bentuk kapal, selain itu dengan shell93 dapat dianalisa deformasi di tengah elemen. Beam189 dipilih karena elemen ini cocok digunakan dalam analisa struktur ramping sampai struktur agak tebal balok. Secara geometri shell93 merupakan elemen 3 dimensi yang terdiri dari 8 node untuk tiap elemennya seperti pada gambar 3.4.
Gambar 3.4 Geometri Elemen Shell93 Sumber : (Avianto, 2014) Sedangakan elemen beam189 merupakan elemen 3 dimensi yang terdiri dari 3 node untuk tiap elemennya. Elemen ini cocok untuk pemodelan struktur profile beam. Elemen ini berdasar pada teori beam Thimosenko yang mana didalamnya diamsukkan efek deformasi secara melintang. Gambar 3.5 merupakan geometri dari elemen beam189.
Gambar 3.5 Geometri Elemen Beam189 Sumber : (Avianto, 2014)
28
3.3.2.2 Pendifinisian Elemen Pendifinisian elemen ini berguna untuk mengkonnfigurasi tipe-tipe elemen yang dipilih. Tahap ini memungkinkan pendifinisian elemen sesuai dengan ketebalan yang sebenarnya. Dalam pemodelan geladak ini pendifinisian elemen berguana untuk menentukan ketebalan plat tertentu. Gambar 3.6 menjelaskan pengisian ketebalan suatu material model pelat.
Gambar 3.6 Pengisian Ketebalan Pelat 3.3.2.3 Penentuan Matetial Properties Pada tahap ini dilakukan pendefinisian sifat-sifat mekanis dan sifat-sifat fisika meterial yang sedang dimodelkan. Pada pemodelan konstruksi geladak ini material yang digunakan adalah baja A36 dengan tegangan yield 200 Gpa dengan poison ratio 0.3. Sifat material yang dipilih adalah isotropik yaitu material dianggap seragam di seluruh arah dan bagian. Material properties ini sebagai acuan apakah tegangan yang terjadi melebihi tegangan yield material. Pengisian material propertis pada pemodelan ini sesuai dengan gambar 3.7.
29
Gambar 3.7 Material Properties 3.3.2.4 Pendifinisian Penampang Profil Pada tahapan ini dilakukan pendefinisian penampang melintang beam yang digunakan dalam pemodelan konstruksi geladak ini. Selain pendifinisian jenis penampang pada tahap ini juga diberikan ukuran penampang tersebut. Konstruksi geladak ini menggunakan beberapa jenis penampang profile beam diantaranya profil L, profile T, dan profile I seperti yang nampak pada gambar 3.8.
Gambar 3.8 Pendifinisian Ukuran Penampang Profil
30
3.3.2.5 Pemodelan Pelat dan Profil Pembuatan model pelat dan profile dapat dilakukan dengan menggunakan 2 cara pendekatan, yaitu: Bottom-Up (pemodelan yang dimulai dari titik hingga volume) dan TopDown (kombinasi dari berbagai entitas kecil maupun besar menjadi satu kesatuan model). Gambar 3.9 ini merupakan contoh tahapan dalam pembuatan model geometri.
Gambar 3.9 Contoh Tahapan Pembuatan Model 3.3.2.6 Meshing (Pembagian Model Menjadi Elemen) Meshing merupakan salah satu tahapan yang penting dalam pemodelan suatu konstruksi. Proses meshing ini yang akan menentukan akurat atau tidaknya hasil perhitungan. Semakin besar ukuran meshing maka hasil kurang akurat dan semakin kecil ukuran meshing maka hasil semakin akurat. Namun ukuran meshing yang semakin kecil maka akan membutuhkan spesifikasi komputer yang semakin besar. Oleh sebab itu pemilihan ukuran meshing sangat penting. Secara umum meshing merupakan tahapan mediskretkan model geometri menjadi elemen-elemen hingga dan titik-titik nodal yang akan dianalisa. Pada saat penentuan ukuran elemen, keselarasan ukuran elemen perlu diperhatikan agar hasil yang diperoleh seragam. Ukuran elemen ini dapat digunakan sebagai salah satu variabel konvergensi. Semua jenis elemen (garis, area, dan volume) dapat diatur ukuran seperti yang terlihat pada gambar 3.10 ini.
31
Gambar 3.10 Pengaturan Ukuran Elemen Selain ukuran elemen yang perlu diperhatikan ketika melakukan meshing adalah memastikan semua
geometri yang akan di-meshing telah diberi atribut atau telah
didifinisikan. Jika ada geometri belum diberi atribut maka hasil meshing juga tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya . Pada gambar 3.11 merupakan contoh pemberian atribut salah satu geometri.
Gambar 3.11 Meshing Atribute Setelah dilakukan meshing maka perlu ada pengecekan apakah meshing yang dilakukan sesuai dengan ketentuan. Check mesh merupakan sarana yang berfungsi untuk 32
menguji bentuk elemen apakah sudah memenuhi kriteria dan syarat dalam prinsip elemen hingga.
3.4
Pemberian Kondisi Batas (Constraint) Pengambilan asumsi kondisi batas dalam perhitungan elemen hingga harus diatur
sedemikian rupa sehingga semirip mungkin dengan kondisi nyata. Sehingga model struktur bisa mewakili kondisi nyata yang terjadi. Kondisi batas yang dipakai dalam perhitungan ini adalah tumpuan jepit dan tumpuan sederhana. Untuk tumpuan pada ujung-ujung pembujur dan pelat diasumsikan menggunakan tumpuan jepit. Sedangkan pada daerah sekat diasumsikan menggunakan tumpuan sderhana
Gambar 3.12 Pemberian Kondisi Batas Sesuai gambar 3.11 jenis tumpuan ada tujuh jenis yaitu All DOF, UX, UY, UZ, ROTX, ROTY, dan ROTZ. Kondisi batas untuk tumpuan jepit pada pemodelan ini diasumsiakan All DOF. All DOF merupakan kondisi batas yang mana model pada daerah itu tidak dapat mengalami deformasi kearah sumbu manapun dan tidak bisa mengalami gerak rolling ke segala arah atau dapat dikatakan kondisi batas ini sangat fix. Sedangkan untuk tumpuan sederhana diwakili oleh pilihan kondisi Uy. Uy adalah suatu kondisi batas yang memungkinkan model tidak dapat bergerak kearah sumbu Y. Hal ini berarti bahwa kondisi batas yang diberikan adalah pada bagian itu tegak lurus dengan arah beban atau dengan kata lain hanya bisa menahan kearah vertikal. Kondisi pengikatan kondisi batas All DOF dan Uy dijelaskan dengan Tabel 3.2.
33
Tabel 3.2 Arah Pengikatan Kondisi Batas Kondisi Batas
Translasi
Rotasi
Dx
Dy
Dz
Rx
Ry
Rz
All DOF (Tumpuan Jepit)
Fix
Fix
Fix
Fix
Fix
Fix
Uy (Tumpuan Sederhana)
-
Fix
-
-
-
-
Kondisi batas All DOF digunakan untuk mengantikan konstruksi yang tidak dimodelkan dan memiliki sambungan yang rigid. Pada analisa ini daerah tepi geladak diberi kondisi batas All DOF karena sambungan antara geladak dengan sisi dianggap fix atau rigid. Kondisi batas Uy digunakan untuk menggantikan konstruksi yang dianggap hanya mampu menahan beban dari arah tegak lurus. Pada analisa ini arah tegak lurus yang dimaksud adalah beban yang searah dengan sumbu Y. Tumpuan sederhana ini dipilih searah sumbu Y karena arah pembebanan sejajar sumbu Y dengan arah ke bawah. Sambungan konstruksi sekat melintang dengan konstruksi geladak dianggap sederhana sehingga kondisi batas yang digunakan untuk menggantikan konstruksi sekat melintang adalah Uy.
3.5
Konvergensi Dalam tugas akhir ini tidak dilakukan konvergensi ukuran elemen. kapal ini
mempunyai jarak pembujur 0,8 m dan jarak gading besar 3,2 m. Sehingga ukuran elemen yang digunakan adalah 0,8 karena ukuran tersebut tidak melebihi jarak memanjang dan melintang. Karena ukuran elemen tidak terlalu kecil maka proses running dapat selesai dengan cepat dan tidak menyebabkan komputer bekerja terlalu berat.
3.6
Pembebanan Setelah pemberian kondisi batas maka dilakukan pemberian beban sesuai dengan
perhitungan yang telah dilakukan berdasarkan rule. Beban yang diberikan terhadap model diasumsikan menyerupai kondisi yang sebenarnya.Jenis beban yang dapat diaplikasikan umumnya berupa pressure, force atau moment, temperatur, gravitasi, elektromagnetik, dan fluida. Namun tidak menutup kemungkinan pembebanan berupa kombinasi dari beberapa jenis beban di atas. Pada analisa konstruksi geladak ini jenis beban yang diaplikasikan adalah beban pressure.Beban yang terjadi pada geladak adalah beban kendaraan yang dihasilkan dari berat 34
muatan kendaraan yang didistribusikan sesuai dengan rancangan letak kendaraan. Jenis-jenis kendaraannya adalah mobil angkut barang berupa truk roda enam, mobil penumpang roda empat, dan sepeda motor. Sesuai dengan data yang telah dijelaskan pada sub-bab sebelumya maka dapat dihitung besar beban geladak yang dialami oleh kapal sesuai dengan persamaan di bawah ini : W=mxg
(kN)
(3.1)
Dimana : W
= berat kendaraan
m
= massa kendaraan
g
= percepatan gravitasi
Dari persamaan di atas maka akan didapatkan nilai W dari masing-masing kendaraan. Kemudian dapat di cari beban persatuan luas dari masing-masing kendaraan dengan menggunakan persamaan berikut ini : 2
P = W/A (kN/m )
(3.2)
Dimana : P
= beban persatuan luas
W
= berat kendaraan
A
= luas penampang
Dari persamaan di atas akan didapat hasil perhitungan beban persatuan luas untuk tiaptiap jenis kendaraan yang sudah diatur, kemudian dimasukkan dalam model finite element software. Keseluruhan beban konstruksi geladak di atas dimasukkan dalam jenis beban pessure. Beban akan diberikan pada plat geladak kapal sesuai dengan besar yang telah diperoleh. Selain besar beban, arah beban juga harus diperhatikan ketika memasukkan nilai beban tersebut. Nilai negatif menandakan beban diberikan berlawanan dengan arah sumbu positif. Sedangkan nilai positif berarti searah sumbu positif. Gambar 3.13 ini merupakan contoh pemberian beban pada finite element software.
35
(3. Gambar 3.13 Pemberian Beban Pada Model
3.7
Penyelesaian Pada tahapan ini dilakukan pemilihan tipe penyelesaian dari masalah elemen hingga.
Pada umumnya penyelesaian ada dua jenis yaitu analisa statik dan analisa dinamik. Pada analisa konstruksi geladak ini menggunakan analisa statik. Penyelesaian dilakukan terhadap model dalam bentuk elemen sesuai dengan pembebanan dan kondisi batas yang diberikan pada model. Prosses ini sering disebut dengan istilah running. Pada tahapan ini finite element software menjalankan proses analisa terhadap model yang telah digenerasi dalam bentuk elemen hingga serta telah diberi kondisi batas dan beban tertentu. Dari proses ini nanti bisa diketahui apakah model kita telah memenuhi untuk dianalisa atau belum. Jika telah memenuhi maka poses analisa akan berlanjut sampai dengan selesai seperti pada gambar 3.14. Lama proses running ini tergantung dengan banyak elemen dari model. Semakin banyak elemen, maka waktu yang dibutuhkan semakin lama. Selain waktu yang dibutuhkan semakin lama, semakin banyak elemen juga akan mempengaruhi kapasitas komputer yang dibutuhkan. Jika kapasitas tidak memenuhi maka prosse running akan terhenti dan mengalami error.
36
Gambar 3.14 Kolom Proses Running 3.8
Kritria Von Mises Untuk Tegangan Gabungan (Equivalent Stress) Dalam ilmu material dan teknik, kriteria luluh Von Mises dapat juga diformulasikan
dalam Von Mises stress atau equivalent tensile stress (σv), nilai tegangan skalar dapat dihitung dari tensor tegangan. Dalam kasus ini, material dikatakan mulai luluh ketika tegangan Von Mises mencapai nilai kritis yang diketahui sebagai yield strength. Tegangan Von Mises digunakan untuk meprediksi tingkat keluluhan material terhadap kondisi pembebanan tertentu (Wikipedia, 2014). Hasil analisa tegangan konstruksi geladak ini menghasilkan beberapa jenis tegangan. Tegangan yang dipilih pada analisa ini adalah von mises stress (seperti gambar 3.15).
Gambar 3.15 Pemilihan Tegangan Von Mises
37
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
38
BAB 4 ANALISA HASIL Setelah metode penelitian dilakukan maka akan didapatkan hasil simulasi maupun perhitungan yang telah dilakukan. Pada tugas akhir ini, simulasi menggunakan finite elemen software. Simulasi menggunakan model dengan struktur konstruksi kapal yang telah ada. Kemudian didapatkan hasil berupa tegangan yang terjadi. Dari hasil tersebut maka dapat dianalisa apakah tegangan yang terjadi memenuhi kriteria nilai krisis atau yield strength material. 4.1
Model Geladak Analisa dilakukan dengan cara mengetahui tegangan dari model struktur geladak kapal
yang telah ada. Geladak kapal yang di analisa adalah freeboard deck, berikut adalah gambar dari struktur kapal :
Gambar 4.1 Penampang Melintang Kapal
39
Gambar 4.2 Konstruksi Profile Kapal Pada Freeboard Deck
Data penampang melintang dan konstruksi profil dari freeboard deck kapal diatas dijadikan pembuatan model kapal pada finite element software, kemudian dilakukan variasi rencana susuanan kendaraan sebagai sekenario pembebanan pada geladak tersebut. Berikut ini penjelasan tentang rencana susunan kendaraan adalah seperti Tabel 4.1. Tabel 4.1 Rencana Susunan Kendaraan Pada Geladak Kendaraan Susunan Kendaraan Variasi Rencana Susunan Kendaraan
Belakang
Tengah
Depan
1
Truk
Mobil
Sepeda Motor
2
Sepeda Motor
Truk
Mobil
3
Mobil
Sepeda Motor
Truk
4.1.1 Rencana Susunan Kendaraan 1 Rencana susunan kendaraan 1 dibuat dengan kombinasi kendaraan yang disusun sesuai dengan jenis kendaraan dengan jumlah tertentu dan disusun berdasarkan nomor gading pada geladak tersebut sebagaimana pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Rencana Susunan Kendaraan 1 Susunan Kendaraan Jenis Kendaraan Nomor Gading Belakang
Truk
11 - 61
Tengah
Mobil
61 - 89
Depan
Sepeda Motor
89 - 132
40
Dan berdasarkan Tabel 4.2 diatas, data-data tersebut dapat dideskripsikan dalam sebuah gambar teknik. Berikut gambar 4.3 yang menjelaskan rencana susunan kendaraan 1.
Gambar 4.3 Rencana Susunan Kendaraan 1
4.1.2 Rencana Susunan Kendaraan 2 Rencana susunan kendaraan 2 dibuat dengan kombinasi kendaraan yang disusun sesuai dengan jenis kendaraan dengan jumlah tertentu dan disusun berdasarkan nomor gading pada geladak tersebut sebagaimana pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Rencana Susunan Kendaraan 2 Susunan Kendaraan Jenis Kendaraan Nomor Gading Belakang
Sepeda Motor
11 - 54
Tengah
Truk
54 - 104
Depan
Mobil
104 - 132
Dan berdasarkan Tabel 4.3 diatas, data-data tersebut dapat dideskripsikan dalam sebuah gambar teknik. Berikut gambar 4.4 yang menjelaskan rencana susunan kendaraan 2.
Gambar 4.4 Rencana Susunan Kendaraan 2
41
4.1.3 Rencana Susunan Kendaraan 3 Rencana susunan kendaraan 3 dibuat dengan kombinasi kendaraan yang disusun sesuai dengan jenis kendaraan dengan jumlah tertentu dan disusun berdasarkan nomor gading pada geladak tersebut sebagaimana pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Rencana Susunan Kendaraan 3 Susunan Kendaraan Jenis Kendaraan Nomor Gading Belakang
Mobil
11 - 39
Tengah
Sepeda Motor
39 – 82
Depan
Truk
82 - 132
Dan berdasarkan Tabel 4.5 diatas, data-data tersebut dapat dideskripsikan dalam sebuah gambar teknik. Berikut gambar 4.5 yang menjelaskan rencana susunan kendaraan 3.
Gambar 4.5 Rencana Susunan Kendaraan 3
Dalam merancang ketiga rencana susunan kendaraan penulis tidak memperhatikan kondisi trim kapal yang disebabkan oleh susunan kendaraan. Hal yang penulis perhatikan dalam merancang ketiga rencana susunan kendaraan adalah untuk mengetahui nilai tegangan maksimum yang terjadi pada setiap rencana susunan kendaraan tersebut, kemudian diambil nilai tegangan maksimum yang paling besar terjadi diantara ketiga rencana susunan kendaraan.
4.2
Nilai Pembebanan Dari beberapa persamaan yang telah dijelaskan pada bab sebelumya maka
pembebanan dapat dilakukan. Beban yang diberikan pada model gedak freeboard deck dibagi menjadi tiga, yaitu beban yang berasal dari truk, mobil penumpang, dan sepeda motor. Kemudian masing-masing beban diletakkan sesuai dengan rencana susunan kendaraan yang
42
dibagi menjadi 3 rencana susunan kendaraan. Nilai pembebanan merupakan input data yang sangat penting dalam menganalisa tegangan yang terjadi, maka nilai pembebanan yang diambil harus mempunyai keakuratan data yang kemudian merujuk pada sebuah data-data primer atau diambil berdasarkan peraturan tertentu. Nilai pembebanan yang direncanakan diambil berdasarkan peraturan perundangundangan yang mengatur tentang kendaraan yang selanjutnya dijadikan dasar atas perhitungan beban persatuan luas. Kemudian tentang peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah PP No 55 Tahun 2012 tentang kendaraan. Untuk jumlah berat sepeda motor terdapat di Pasal 15 ayat (3) PP No 55 Tahun 2012 tentang kendaraan, bahwa sepeda motor beroda dua, dan sepeda motor beroda tiga yang rodanya dipasang simetris terhadap bidang tengah arah memanjang, yang memiliki jumlah berat maksimum 400 (empat ratus) kilogram. Peraturan yang menyebutkan jumlah berat mobil penumpang adalah terdapat di Pasal 1 butir 5 PP No 55 Tahun 2012 tentang kendaran, bahwa mobil penumpang adalah kendaraan bermotor angkutan orang yang memiliki tempat duduk maksimal 8 (delapan) orang, termasuk untuk pengemudi atau yang beratnya tidak lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram. Dalam menentukan berat maksimum untuk mobil barang berupa truk 6 roda diambil dari data katalog perusahaan yang memproduksi jenis-jenis truk 6 roda. Dari data katalog tersebut didapat jumlah maksimal berat kendaraan yang merupakan hasil penjumlahan berat truk kosong dan berat maksimal daya tampung truk tersebut. Kemudian meninjau peraturan tentang jumlah berat truk dengan 6 roda yang diizinkan Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu 14 ton, maka dicari data jumlah berat maksimum truk yang memenuhi jumlah berat yang diizinkan. Sebagaimana data-data kendaraan dijelaskan pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Jumlah Massa Setiap Jenis Kendaraan No. Jenis Kendaraan Massa Maksimum Jumlah Kendaraan Massa Total (ton) (ton) 1 Truk 14 36 504 2
Mobil Penumpang
3,5
24
84
3
Sepeda Motor
0,4
340
136
Seperti yang dijelaskan pada Tabel 4.5, maka dapat dilakukan perhitungan beban persatuan luas. Perhitungan yang dilakukan sesuai dengan rumus-rumus yang telah dijelaskan pada bab metodologi. Pembebanan ini diletakkan sesuai dengan rencana susunan kendaraan. Perhitungan beban persatuan luas pada freeboard deck dicantumkan pada Tabel 4.6. 43
Tabel 4.6 Nilai Pembebanan
Truk
Massa Maksimum (ton) 14
Mobil penumpang
3,5
9,81
34.335
5x2
Sepeda motor
0,4
9,81
3.924
2 x 0,8
Kendaraan
Gravitasi (m/s2)
Beban (kN)
Pxl ( )
9,81
137,34
6,1 x 2
Tabel 4.7 Nilai Pembebanan Persaruan Luas Kendaraan
Beban (kN)
Truk
137,34
Luas Kendaraan (m2) 12.2
Mobil penumpang
34.335
Sepeda motor
3.924
Beban Per Luas (kN/m2)
Beban Per Luas (N/m2)
11,257377
11.257,377
10
3,4335
3.433,5
1.6
2,4525
2.452,5
Dari tabel 4.7 maka dapat diketahui bahwa kondisi pembebanan yang paling besar adalah pembebanan truk enam roda. Pada analisa tegangan geladak, beban-beban tersebut dimasukkan pada model geladak sesuai dengan tiga rencana susunan kendaraan. Kemudian akan menunjukkan hasil analisa berupa tegangan maksimum yang terjadi pada model geladak dari setiap rencana susunan kendaraan. Tahap selanjutnya menganalisa lebih lanjut yaitu membandingkan tegangan maksimum yang terjadi dengan tegangan ijin sebesar 175 ⁄ dan juga membandingkan dengan kekuatan luluh material baja normal sebesar 23 5 ⁄
,
yang mana keduanya telah disyaratkan dalam Biro Klasifikasi Indonesia (BKI). Sehingga sebagaimana telah ditanyakan dalam perumusan masalah, hasil analisa akan menunjukan pengaruh tegangan maksimum terhadap struktur geladak penumpang, apakah hasil analisa tersebut memenuhi atau tidak memenuhi dari teganan ijin dan kekuatan luluh material baja normal.
4.3
Hasil Analisa Setelah prosses analisa maka diperoleh hasil berupa nilai tegangan yang terjadi pada
setiap model. Tegangan yang dihasilkan adalah tegangan vonmisses. Tegangan vonmisses adalah tegangan yang terjadi pada internal struktur tersebut yang dapat digunakan untuk rerferensi kekuatan suatu struktur yang dianalisa berdasarkan material propertis struktur tersebut. Kemudian hasil analisa tegangan yang terjadi adalah sebagai berikut. 44
4.3.1 Rencana Susunan Kendaraan 1 Gambar-gambar berikut merukapan hasil analisa tegangan pada geladak kendaraan dengan rencana susunan kendaraan 1.
Gambar 4.6 Hasil Analisa Tegangan Maksimal yang Terjadi Adalah 135 N/mm2
Gambar 4.7 Detail Hasil Analisa Tegangan Maksimal Rencana Susunan Kendaraan 1
45
4.3.2 Rencana Susunan Kendaraan 2 Gambar-gambar berikut merukapan hasil analisa tegangan pada geladak kendaraan dengan rencana susunan kendaraan 2.
Gambar 4.8 Hasil Analisa Tegangan Maksimal yang Terjadi Adalah 133 N/mm2
Gambar 4.9 Detail Hasil Analisa Tegangan Maksimal Rencana Susunan Kendaraan 2
46
4.3.3 Rencana Susunan Kendaraan 3 Gambar-gambar berikut merukapan hasil analisa tegangan pada geladak kendaraan dengan rencana susunan kendaraan 3.
Gambar 4.10 Hasil Analisa Tegangan Maksimal yang Terjadi Adalah 152 N/mm2
Gambar 4.11 Detail Hasil Analisa Tegangan Maksimal Rencana Susunan Kendaraan 3
47
4.4
Pembahasan Hasil Dari hasil yang didapatkan maka akan ditinjau tegangan maksimum yang terjadi pada
setiap rencana susunan kendaraan. Analisa dilakukan pada tegangan maksimum karena tegangan ini dianggap yang paling berpengaruh dalam penentuan apakah struktur memenuhi syarat atau tidak. Berikut ini hasil tegangan maksimum yang terjadi adalah seperti pada Tabel 4.8. Tabel 4.8 Perbandingan Tegangan Maksimum Dengan Tegangan Ijin BKI Rencana Susunan Kendaraan
Tegangan
Tegangan
Maksimum
Ijin BKI
( ⁄
( ⁄
)
<
)
1
135
175
Diterima
2
133
175
Diterima
3
152
175
Diterima
Hasil pada tabel diatas menunjukkan bahwa seluruh nilai tegangan maksimum yang terjadi pada setiap rencana susunan kendaraan telah memenuhi tegangan ijin dari BKI. Dengan demikian berdasarkan tegangan ijin, geladak penumpang kapal tersebut dapat menerima pembebanan dari truk, mobil dan sepeda motor yang disusun berdasarkan rencana susunan kendaraan sebagaimana disebutkan pada tabel diatas. Kemudian dengan melihat hasil analisa pada rencana susunan kendaraan 3 dengan pembebanan truk yang mempunyai nilai tegangan maksimum paling tinggi yaitu 152 N⁄mm dapat menjadi acuan untuk memilih kendaraan truk 6 roda dengan makssimal nilai pembebanan truk yaitu 14 ton. Hasil analisa di atas menunjukkan bahwa geladak tersebut mampu menerima pembebanan dari 3 rencana susunan kendaraan. Untuk menganalisa lebih jauh, maka batas tegangan ijin dinaikan menjadi nilai luluh material baja. Hasil perbandingan dapat dilihat pada Tabel 4.9 sebagai berikut.
48
Tabel 4.9 Perbandingan Tegangan Maksimum Dengan Yield Strength Tegangan Rencana Susunan Kendaraan
Tegangan
Maksimum
Yield Strength
( ⁄
( ⁄
)
)
< Yield Strength
1
135
235
Diterima
2
133
235
Diterima
3
152
235
Diterima
Hasil pada tabel diatas menjelaskan bahwa setiap rencana susunan kendaran telah memenuhi yield strength material baja. Perbandingan antara tegangan maksimum dan yield strenth memperlihatkan selisih yang cukup jauh. Selisih tersebut menunjukkan bahwa geladak tersebut sangat kuat jika dibebankan dengan kendaraan yang sebagaimana direncanakan rencana susunan kendaraan.
49
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
50
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan Setelah analisa tegangan yang terjadi pada geladak penumpang akibat modifikasi
kapal penumpang menjadi kapal penumpang kendaraan kemudian dengan memperhatikan tegangan maksimum yang terjadi pada tiga rencana susunan kendaraan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : a.
Terjadi variasi nilai tegangan maksimum yaitu dari 133 N/mm2, 135 N/mm2 dan 152 N/mm2.
b. Nilai tegangan maksimum yang terjadi tidak memberikan pengaruh besar pada struktur geladak penumpang, karena tegangan maksimum yang terjadi menunjukkan nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan tegangan ijin Biro Klasifikasi Indonesia sebesar 175 N/mm2 maupun dengan kekuatan luluh (yield strength) sebesar 235 N/mm2. Sehingga kekuatan struktur geladak penumpang mampu menerima pembebanan kendaraan sesuai dengan 3 rencana susunan kendaraan.
5.2
Saran Saran yang dapat diberikan pada kajian tugas akhir ini adalah : Untuk pengembangan analisa dengan menggunakan metode elemen hingga pada
aplikasi perkapalan perlu dilakukan penambahan penguatan pada konstruksi geladak penumpang sehingga konstruksi geladak memenuhi dari tegangan ijin Biro Klasifikasi Indonesia. Untuk mencapai ketelitian yang maksimal dalam analisa dengan menggunakan Finite Element Software, pemodelan dilakukan dengan membuat geometri yang baik. Kesalahan dalam pemodelan akan mempengaruhi keakuratan perhitungan Sedapat mungkin pemodelan dilakukan seperti kondisi sesungguhnya, sehingga pemberian pembebanan sesuai pada tempatnya. Dengan demikian hasil yang akan di dapat mendekati kondisi sesungguhnya.
51
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
52
DAFTAR PUSTAKA Avianto, J., Analisa Tegangan Yang Terjadi Pada Geladak Kapal Tanker Akibat Pengaruh Perubahan Letak Pembujur Geladak Dengan Metode Elemen Hingga. Tugas Akhir, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2014.
Biro Klasifikasi Indonesia, PT. Persero,
Jilid 1 Pedoman Lambung Edisi 2016, Biro
Klasifikasi Indonesia, Jakarta, 2016.
Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Umum,
Dimensi Angkutan Baran, Kementrian
Perhubungan, Jakarta, 2008.
Gere, J. M. ; S. P. Timonshenko, Mekanika Bahan, Edisi Kedua Versi SI, Erlangga, Jakarta, 1996.
Gere, J. M. ; S. P. Timonshenko, Mekanika Bahan, Jilid 1 Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta, 1972.
Goodiere, J. N. ; S. P. Timonshenko, Teori Elastisitas, Edisi Ketiga, Sapdodadi, Jakarta, 1894.
Hibeller, R. C., Mechanics of Material, Third Edition. Prentice Hall, New Jersey ,1997.
Luqman, M. Analisa Perbandingan Fatigue Antara Hull-V Dan Hull-U Akibat Beban Slamming Dengan Metode Elemen Hingga. Tugas Akhir, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2015.
Nasution, A., Metode Elemen Hingga, Institut Teknologi Bandung, Bandung, 2010.
Panunggal, Eko., Teori Bangunan Kapal 1, Diktat, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2010.
Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2005. 53
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2012 Tentang Kendaraan. Sekretariat Negara, Jakarta. Schodek, D. L., Struktur, Edisi Ketiga, PT. Refika Aditama, Bandung, 1998.
Weaver, W. ; P. R. Johnston, Elemen Hingga Untuk Analisis Struktur, Edisi Kedua, PT.Eresco, Jakarta, 1993. Online Reference , http://joe-pencerahan.blogspot.co.id/2015/05/sistem-kontruksikapal.html Online Reference , http://www.roymech.co.uk/Useful_Tables/Mechanics/stress.html Online Reference , https://id.wikipedia.org/wiki/Kapal Online Reference, http://en.wikipedia.org/wiki/Von_Mises_yield_criterion Online Reference, http://www.efunda.com/formulae/solid_mechanics/failure_criteria/failure_criteria_du ctile.cfm Online Reference, https://mechanicals.wordpress.com/2012/02/23/elemen-elemen-dasar-fea/
54
LAMPIRAN
55
Lampiran 1 – Node konstruksi tepi geladak diberi kondisi batas All DOF (fix)
Lampiran 2 - Node konstruksi sekat diberi kondisi batas Uy
Lampiran 3 - Node braket diberi kondisi batas All DOF (vertikal) dan Uy (horizontal)
Lampiran 4 - Node deck girder diberi kondisi batas All DOF (vertikal) dan Uy (horizontal)
Lampiran 5 - Tegangan terbesar terjadi pada bagian dek yang dimuati truk (dek)
Lampiran 6 - Tegangan terbesar terjadi pada bagian dek yang dimuati truk (struktur)
Lampiran 7 – penampang melintang kapal
Lampiran 8 – Freeboar Deck dan Rencana Susunan Kendaraan
Lampiran 9 – Perhitungan Pembebanan
Beban dek adalah beban kendaraan, perhitungan beban kendaraan adalah sebagai berikut: W truk
: berat truk x gravitasi : 14 ton x 9.81 : 137. 34 kN
W mobil
: berat mobil x 9.81 : 3.5 ton x 9.81 : 34.335 kN
W motor
: berat motor x 9.81 : 0.4 ton x 9.81 : 3.924 kN
Luas kendaraan A truk
: panjang x lebar : 6.1 x 2 : 12.2
A mobil
: panjang x lebar :5x2 : 10
A motor
: panjang x lebar : 0.8 x 2 : 1.6
Beban persatuan luas P truk
: W/A : 137. 34/12.2 : 11.257 kN/
P mobil
: W/A : 34.335/10 : 3.4335 kN/
P motor
: W/A : 3.924/1.6 : 2.4525 kN/
Tabel beban per satuan luas sebagai input beban pada software FEM
Truk
Beban (kN) 137.34
Mobil Sepeda motor
Kendaraan
12.2
Beban per luas (kN/m2) 11.257
Beban per luas (N/m2) 11257.377
34.335
10
3.4335
3433.5
3.924
1.6
2.4525
2452.5
luas
Lampiran 10 – PP No 55 Tahun 2012 tentang kendaraan
-6c.
Mobil Bus besar yang dirancang dengan: 1. 2.
3.
d.
Mobil Bus maxi yang dirancang dengan: 1.
2.
3.
e.
JBB lebih dari 8.000 (delapan ribu) sampai dengan 16.000 (enam belas ribu) kilogram; ukuran panjang keseluruhan tidak melebihi ukuran landasan dan ukuran panjang keseluruhan Kendaraan Bermotor lebih dari 9.000 (sembilan ribu) milimeter sampai dengan 12.000 (dua belas ribu) milimeter; dan ukuran lebar keseluruhan tidak melebihi ukuran landasan dan ukuran lebar keseluruhan tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter serta tinggi Kendaraan tidak lebih dari 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter dan tidak lebih dari 1,7 (satu koma tujuh) kali lebar Kendaraannya.
JBB lebih dari 16.000 (enam belas ribu) kilogram sampai dengan 24.000 (dua puluh empat ribu) kilogram; ukuran panjang keseluruhan lebih dari 12.000 (dua belas ribu) milimeter sampai dengan 13.500 (tiga belas ribu lima ratus) milimeter; dan ukuran lebar keseluruhan tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter dan tinggi Kendaraan tidak lebih dari 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter dan tidak lebih dari 1,7 (satu koma tujuh) kali lebar Kendaraannya.
Mobil Bus gandeng yang dirancang dengan: 1.
2.
3.
JBKB paling sedikit 22.000 (dua puluh dua ribu) kilogram sampai dengan 26.000 (dua puluh enam ribu) kilogram; ukuran panjang keseluruhan lebih dari 13.500 (tiga belas ribu lima ratus) milimeter sampai dengan 18.000 (delapan belas ribu) milimeter; dan ukuran lebar keseluruhan tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter dan tinggi Kendaraan tidak lebih dari 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter dan tidak lebih dari 1,7 (satu koma tujuh) kali lebar Kendaraannya. f. Mobil . . .
-2BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1.
Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor.
2.
Kendaraan Bermotor adalah setiap Kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain Kendaraan yang berjalan di atas rel.
3.
Kendaraan Tidak Bermotor adalah setiap Kendaraan yang digerakkan oleh tenaga manusia dan/atau hewan.
4.
Sepeda Motor adalah Kendaraan Bermotor beroda 2 (dua) dengan atau tanpa rumah-rumah dan dengan atau tanpa kereta samping, atau Kendaraan Bermotor beroda tiga tanpa rumah-rumah.
5.
Mobil Penumpang adalah Kendaraan Bermotor angkutan orang yang memiliki tempat duduk maksimal 8 (delapan) orang, termasuk untuk pengemudi atau yang beratnya tidak lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram.
6.
Mobil Bus adalah Kendaraan Bermotor angkutan orang yang memiliki tempat duduk lebih dari 8 (delapan) orang, termasuk untuk pengemudi atau yang beratnya lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram.
7.
Mobil Barang adalah Kendaraan Bermotor yang dirancang sebagian atau seluruhnya untuk mengangkut barang.
8.
Rumah–rumah adalah bagian dari Kendaraan Bermotor jenis Mobil Penumpang, Mobil Bus, Mobil Barang, atau Sepeda Motor yang berada pada landasan berbentuk ruang muatan, baik untuk orang maupun barang.
9.
Pengujian Kendaraan Bermotor adalah serangkaian kegiatan menguji dan/atau memeriksa bagian atau komponen Kendaraan Bermotor, Kereta Gandengan, dan Kereta Tempelan dalam rangka pemenuhan terhadap persyaratan teknis dan laik jalan. 10. Uji . . .
- 12 (4)
Sistem pembuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diarahkan ke arah kanan bagian depan ruang pengemudi, untuk Kendaraan Bermotor untuk mengangkut barang yang mudah terbakar.
(5)
Sistem pembuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diarahkan ke arah belakang pada sisi kanan, untuk Mobil Bus. Pasal 15
(1)
Sistem penerus daya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d terdiri atas: a. otomatis; b. manual; dan c. kombinasi otomatis dan manual.
(2)
Sistem penerus daya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan: a. dapat dikendalikan dari tempat duduk pengemudi; b. Kendaraan Bermotor dapat bergerak maju dengan 1 (satu) atau lebih tingkat kecepatan; dan c. Kendaraan Bermotor dapat bergerak mundur.
(3)
Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c tidak berlaku untuk: a. Sepeda Motor beroda dua; dan b. Sepeda Motor beroda tiga yang rodanya dipasang simetris terhadap bidang tengah arah memanjang, yang memiliki JBB maksimum 400 (empat ratus) kilogram. Pasal 16
(1)
Sistem roda-roda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf e terdiri atas: a. roda; dan b. sumbu roda.
(2)
Roda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas pelek, ban bertekanan, dan sumbu atau gabungan sumbu dan roda. (3) Ban . . .
Lampiran 11 – Peraturan Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Tentang dimensi angkutan barang
Lampiran 12 – Peraturan Biro Klasifikasi Indoensaia 2016
–
218
2
1. .
1. 1.1
uh 2
2
6
1.2
1.3
2
1.4
k 2. 2.1 2
2
315 355 390
0,78 0,72 0,66
– 2016
BIODATA PENULIS Teguh Rachmat Haryanto, itulah nama lengkap penulis. Penulis dilahirkan di Tangerang, 3 Nopember 1991 silam.Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Suharto dan Sri Suyanti. Penulis menempuh pendidikan formal di Cut Nyak Dien, kemudian melanjutkan di SMPN 2Tangerang dan SMAN 1 Tangerang. Setelah lulus SMA pada tahun 2009, penulis melanjutkan sekolah tahapan sarjana di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Jurusan Teknik Perkapalan melalui jalur SNMPTN 2009.
Pada tahapan S-1 di Teknik Perkapalan ITS, penulis mengambil bidang studi Rekayasa Perkapalan bidang keahlian Konstruksi dan Kekuatan Kapal.Selama masa kuliah jenjang S-1, penulis pernah menjadi Staff PSDM HIMATEKPAL 2010/2011.dan Wakil Ketua SAMPAN 6. Penulis juga menguasai beberapa software sebagai penunjang ilmu perkapalan meliputi AutoCAD, Maxsurf (Design of Hull), dan ASYS APDL (Multiphysics),
Email :
[email protected]