MANAJEMEN KETIDAKPASTIAN DAN KECEMASAN KARYAWAN INDONESIA PADA PERUSAHAAN KOREA (STUDI PADA LOTTE SHOPPING AVENUE MALL) Rahel Irianti Lotte Shopping Avenue Mall, Jl. Prof. DR Satrio Kav 3-5 Jakarta Jalan Adibay nomor 425 Biak – Papua 087-888-31-0707
[email protected] Rahel Irianti, Yuanita Safitri, S.Sos., M.I.Kom
ABSTRACT The study’s purpose to determine the experience of uncertainty-anxiety cultured Indonesian employees in the company with the leadership of the Korean people, Lotte Shopping Avenue mall and Gudykunst theory is connected with the (AUM) anxiety-uncertainty management theory. This research uses descriptive qualitative research, and is supported by the case study method. Analysis of studies using in-depth interviews and observation. The results of this study indicate that the AUM theory applied by employees cultured in Lotte Shopping Indonesia Avenue mall can reduce the level of anxiety-uncertainty. The conclusion is, the level of anxiety-uncertainty’s one can be less by Gudykunst as expressed in his theory. (RI) Keywords: Organizational Communication, Intercultural Communications, AnxietyUncertainty Management Theory, Korean Work Culture, Indonesia Work Culture
ABSTRAK Tujuan penelitian adalah mengetahui pengalaman ketidakpastian-kecemasan karyawan berbudaya Indonesia di perusahaan dengan kepemimpinan orang Korea, Lotte Shopping Avenue mall dan dihubungkan dengan teori Gudykunst yaitu manajemen ketidakpastiankecemasan. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif, dan didukung dengan metode studi kasus. Analisis penelitian menggunakan metode wawancara mendalam dan observasi. Hasil penelitian bahwa teori manajemen ketidakpastian-kecemasan yang diaplikasikan oleh karyawan Indonesia dapat mengurangi tingkat ketidakpastiankecemasannya. Kesimpulannya, tingkat ketidakpastian-kecemasan seseorang dapat diminimalisirkan seperti yang diungkap Gudykunst dalam teorinya. (RI) Kata Kunci: Komunikasi Organisasi, Komunikasi Antarbudaya, Teori Manajemen Ketidakpastian-Kecemasan, Budaya Kerja Korea, Budaya Kerja Indonesia
1
PENDAHULUAN “Annyeonghaseyo” begitu suara sapaan terdengar dari para penerima tamu ketika berkunjung ke salah satu pusat perbelanjaan yang berlokasi di daerah Kuningan Jakarta. Kata “annyeonghaseyo” yang beberapa tahun belakangan sudah tidak asing terdengar ditelinga para penduduk di Indonesia ini ternyata berasal dari Negeri Korea yang memiliki arti “selamat datang”. Sapaan dalam bahasa Korea ini diaplikasikan oleh salah satu pusat perbelanjaan yang belum lama hadir di Ibu kota Indonesia, Jakarta. Saat memasuki pusat perbelanjaan yang baru resmi dibuka pada tanggal 22 Juni 2013 seperti yang dirilis oleh salah satu media pemberitaan berbasis internet, yang diunduh pada tanggal 23 juni 2013 bahwa, Satu lagi pusat perbelanjaan baru hadir untuk warga Jakarta. Department store terbesar asal Korea, Lotte Shopping Avenue, resmi dibuka pada 22 Juni 2013. Terdiri dari tujuh lantai, toko ini kental dengan nuansa Korea dan hiburan ala K-pop yang sedang digandrungi.(Sumber: http://female.kompas.com/read/2013/06/23/22074552/Lotte.Shopping.Avenue.. DeptStore.Bernuansa.Korea ). Lotte Shopping Avenue mall ini tidak hanya menciptakan ketertarikan bagi pecinta Negara Korea tetapi juga memiliki konsep khusus untuk memberikan kenyamanan bagi para pengunjungnya, konsep yang berbeda dari para pesaing pusat perbelanjaan sejenis yang berada di Jakarta. Contoh kecil yang dapat dilihat secara kasat mata adalah kursi dan atau sofa, terdapat banyak kursi dan atau sofa disediakan disetiap sudut ruang maupun tengah ruang yang tidak ditemukan pada pusat perbelanjaan lainnya. Pemberitaan yang beredar di media internet pada tanggal 18 April 2013 menuliskan bahwa, Dengan luas 77.000 meter persegi, Lotte Shopping Avenue terbagi atas tujuh lantai yang terdiri dari produk fashion, living, kebudayaan, dan hiburan di setiap lantainya yang dilengkapi dengan fasilitas wi-fi, serta ruang konser. Sesuai dengan apa yang dikutip oleh Suh Chang Suk sebagai President Director Lotte Shopping Avenue Indonesia, dalam acara press conference grand opening Lotte Shopping Avenue bahwa, Lotte Shopping Avenue diharapkan bukan hanya menjadi shopping mall, tetapi menjadi pilihan yang SMART untuk masyarakat Indonesia (Sumber: http://wolipop.detik.com/read/2013/04/18/124309/2223747/1141/buka-juni-2013-lotteshopping-avenue-dilengkapi-wifi-arena-konser). Konsep SMART bisa jadi kunci kenapa para pengunjung Lotte Shopping Avenue mall tidak memiliki alasan untuk datang dan berbelanja atau hanya sekedar jalan-jalan di mall ini, terutama bagi para penggila belanja, karena pusat perbelanjaan yang satu ini memposisikan tenants berdasarkan kategori produk yang sama pada satu lantai. Tujuannya tentu untuk memanjakan para pengunjung mall ini, yang mana agar para pelanggan dapat menghemat waktu dan tenaga dalam memilih atau mencari produk yang diinginkan. Karena pemiliknya berasal dari Korea, tentu produkproduk Korea tidak akan ketinggalan melainkan justu sebagai tenants yang wajib untuk disajikan, hal ini karena sifat dasar orang Korea yang sangat mencintai dan menghargai produk-produk Negeri. Lokasi Lotte Shopping Avenue mall yang terletak di kawasan Casablanca, Kuningan, Jakarta Selatan itu tidak jauh dari perkantoran lokal hingga international. Target pengunjung Lotte Shopping Avenue dimulai dari kalangan menengah hingga ke atas ini, tidak hanya fokus pada warga Negara Indonesia saja melainkan juga menargetkan para wisatawan asing. Korea sebagai salah satu Negara yang berada di lingkup Benua Asia sudah sangat di kenal, bukan karena saja kesuksesan dari Lotte Duty Free pada tahun 2012, melainkan ada beberapa perjalanan sejarah yang menarik bagi para wisatawan asing. Ketika ditanyakan seputar Korea, penduduk Indonesia sudah tidak asing mendengarnya. Korea yang dimaksud sejak awal adalah Korea Selatan ini memiliki luas 99.274 km2, termasuk sebagai Negara yang cukup kecil jika di bandingkan dengan luas Indonesia 1.890.754 km2 (sumber: www.datastatistik-indonesia.com). Namun meski tidak seluas Negara Indonesia, Negara Korea memberikan nilai plus bagi Negara nya, karena kerja keras dan semangat yang dimiliki maka Korea berhasil memenangkan piala Asian Games dan Piala Dunia FIFA (Sepak Bola) pada tahun 2002, dan menjadikan Negara ini sebagai tujuan utama para wisatawan. Prestasinya di tingkat internasional tersebut bukan menjadi alasan satu-satunya untuk mengangkat citra dan martabat bangsa Korea. Perjalanan yang dimulai sebagai Negara pertanian dan peternakan, Korea Selatan kemudian muncul sebagai Negara perindustrian yang setelahnya mendapat perhatian dan menjadi bahan pembicaraan di mana pun. Beberapa merek dagang elektronik yang di produksi dianggap dan diakui berkualitas oleh dunia. Berbicara mengenai produk-produk Korea yang memenuhi Lotte Shopping Avenue mall dimulai dari makanan asal Korea, pakaian dan pernak-pernik asal Korea, tentu penasaran bagaimana jalannya acara pembukaan Lotte Shopping Avenue mall ketika pertama kali diperkenalkan ke penduduk Jakarta. Mall yang baru satu tahun berjalan ini sempat memberikan perhatian oleh beberapa media pada acara pembukaan karena sempat membuat para K-Pop lovers berteriak histeris
2
mengetahui kedatangan sang idola. Dari hasil pemberitaan oleh beberapa media yang turut datang pada acara launching Lotte Shopping Avenue mall menggambarkan suasana acara tersebut yang dengan salah satunya mengutip seperti ini, “Saat itu sedang berlangsung panggung meriah yang diusung Lotte Shopping Avenue dengan musik K-pop-nya. Dua personel boyband Super Junior, yakni Kangin dan Dong Hae, turut hadir sebagai bintang tamu.” (sumber:http://female.kompas.com/read/2013/06/23/22074552/Lotte.Shopping.Avenue..DeptStore.Ber nuansa.Korea) diunduh pada tanggal, 23 Juni 2013. Jika melihat nuansa ruangan yang sudah seperti di Korea, produk-produk yang disajikan adalah produk Korea, pengunjungnya pun kebanyakan orang Korea, namun ada sesuatu yang mengganjal dari pandangan mata ketika berkunjung di Lotte Shopping Avenue mall yaitu, para karyawan yang bekerja di Lotte Shopping Avenue. Para karyawan yang bekerja bukan berasal dari Korea melainkan warga Negara asli Indonesia. Infonya bahwa sejak awal pembukaan mall ini sepakat untuk menjadi lapangan kerja bagi para warga Negara Indonesia khususnya di Jakarta, hal tersebut dipertegas pada kutipan yang disampaikan oleh Shin Heon selaku Chief Executive Officer Lotte Shopping Global pada acara pembukaan Lotte Shopping Avenue mall hari Sabtu, tanggal 22 Juni 2013 lalu didepan setiap pejabat yang hadir di Main Atrium Lotte Shopping Avenue mall, “Ini momen istimewa, Lotte bisa hadir di Jakarta, Indonesia. Kami tidak hanya menjadi pusat berbelanja tapi juga bermitra dengan Pemda DKI, membuka lapangan kerja dan turut membantu aksi sosial untuk Jakarta,” (sumber:http://female.kompas.com/read/2013/06/23/22074552/Lotte.Shopping.Avenue..DeptStore.Ber nuansa.Korea) diunduh pada tanggal 23 Juni 2013. Apakah ini menjadi salah satu alasan atas perijinan mengapa Lotte Shopping Avenue mall diijinkan untuk dibuka di Jakarta, tetapi paling tidak ini sedikit membantu kondisi perekonomian penduduk Indonesia agar mampu mencukupi kebutuhan primer mereka. Berdasarkan pemberitaan, perusahaan Lotte Shopping Avenue ini berasal dari Negara Korea, yang mana pemimpinya adalah warga asli Negara Korea. Setelah iseng bertanya ke beberapa karyawan yang berasal dari darah Indonesia yang saat itu tengah bertugas, bahwa ternyata terdapat beberapa karyawan yang juga berasal dari Korea. Kemudian, mengingat kembali ketika masuk ke dalam mall dan disapa dalam bahasa Korea, ternyata yang mengucapkannya adalah karyawan yang berasal dan memiliki aliran darah Indonesia. Lalu, terdapat segelintir pertanyaan yang terngiang di kepala, apakah bahasa yang digunakan ketika berkomunikasi, bagaimana proses komunikasi yang dilakukan ketika dua orang yang hendak melakukan komunikasi berasal dari budaya berbeda dan tidak memiliki kesamaan bahasa untuk berkomunikasi, lalu sistem kerja seperti apakah yang diterapkan pada peruasahaan ini. Untuk jawaban tersebut langsung saja kembali iseng bertanya pada karyawan dengan latar belakang dari Indonesia yang saat itu juga sedang bertugas. Setelah dijawab, akhirnya menimbulkan ketertarikan untuk dapat meninjau perusahaan asal Korea ini lebih mendalam. Bisa saja hal ini akan menjadi topik yang menarik khususnya di bidang komunikasi. Timbulnya ketertarikan tersebut memicu keinginan untuk mengetahui apa yang ada pada sisi rahasia Negara Korea sehingga bisa maju sekarang ini. Seperti yang dituliskan pada salah satu buku berjudul Rahasia Bisnis Orang Korea dan menyatakan bahwa, Korea Selatan yang merdeka pada 15 Agustus 1948, bermula dari Negara pertanian kemudian muncul sebagai Negara perindustrian, pembangunan, elektronik, hingga produk tekstil. Alasan lain mengapa penelitian ini menjadi menarik yaitu karena Negara Korea saat ini sangat memenuhi pasar di Indonesia mulai dari makanan khas Korea, pakaian, lagu-lagu Korea, hingga yang paling digemari oleh penduduk Indonesia yaitu pada bidang per-film-an Korea. Kesuksesan Negara ini dalam meraih jumlah pasarnya dapat dibilang sangat besar dan menjadi pertanyaan sebagian orang apakah dengan dibukanya mall Korea yaitu Lotte Shopping Avenue dapat meraih perhatian pasar yang besar di Indonesia. Penelitian ini juga tertarik untuk melihat bagaimana budaya organisasi Lotte Shopping Avenue mall, serta proses komunikasi yang terjadi antara karyawan Indonesia dalam perusahaan Korea. Hal-hal tersebut akan menjadi obyek dalam penelitian melalui pengalamanpengalaman dari karyawan Indonesia ketika bekerja di perusahaan milik warga Negara Korea yaitu Lotte Shopping Avenue. Penulisan ini dilatarbelakangi oleh penelitian sebelumnya, yaitu : 1. Judul : Managemen Ketidakpastian dan Kecema-san Mahasiswa Asal Daerah yang Kuliah di Jakarta (Studi tentang dina-mika Interaksi Mahasiswa Universitas Bina Nusan-tara dan Universitas Indonesia Asal Daerah dengan Lingkungan Pergaulannya). Penulis :
3
2.
Endang Setiowati, Bhernadetta Pravita Wahyuningtyas,Anathasia Citra Hasil Penelitian : Hasil Pene-litian ini adalah ma-hasiswa asal daerah mampu ber-adaptasi de-ngan per-gaulan di Jakarta de-ngan ada-nya faktor informasi pendukung dari internet Perbandingan : Penelitian sebe-umnya memahami bagaimana Ketidak pastian dan ke-cemasan dapat diminimalisir melalui kemauan seseorang untuk mencari in-formasi melalui in-ternert sebagai sumber informasi terluas. Penelitian ini melihat sese-orang mengatur ketidak-pastian dan kecemasan melalui proses kerja pada suatu perusahaan. Judul : Interaksi Sosial Maha-siswa Penda-tang di Bengkulu (Studi Komunikasi Antarbudaya Pada Maha-siswa Papua dengan Maha-siswa Asli Bengkulu). Penulis : Syaputra Reidi, Azhar Marwan dan Agus Firmansyah Hasil Penelitian : Hasil penelitian ini adalah komunikasi antarbudaya berjalan po-sitif karena ada faktor tujuan yang sama. Perbandingan : Penelitian sebelum-nya menunjukkan hubungan antar-budaya yang ter-jalin positif,tidak menimbulkan konflik. Penelitian ini menunjukkan komunikasi antar-budaya yang di-dominan oleh suatu budaya, sehingga menimbulkan ke-tidakpastian dan kecemasan.
Agar lebih terarah dan jelas ruang lingkup penelitiannya maka peneliti memberikan batasan pada objek penelitian. Maka penelitian ini berfokus pada, bagaimana manejemen ketidakpastian dan kecemasan karyawan Indonesia pada perusahaan Korea yang penelitiannya dilakukan pada Lotte Shopping Avenue mall? Tujuan dari penulisan ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengalaman ketidakpastian dan kecemasan karyawan Indonesia yang bekerja pada lingkungan, sistem, dan konteks budaya Korea di Lotte Shopping Avenue mall. 2. Untuk mengetahui bagaimana proses karyawan Indonesia melakukan manajemen ketidakpastian dan kecemasan dalam bekerja dibawah kepemimpinan berbudaya Korea pada Lotte Shopping Avenue mall.
4
METODE PENELITIAN Agar mencapai pemahaman yang lebih mendalam penelitian kualitatif ini, metode penelitian yang digunakan berjenis deskriptif, dimana data maupun hasil yang di peroleh akan dijabarkan secara deskriptif. Menurut Sugiyono, terdapat tiga tahap utama, yaitu (Gunawan, 2013 : 107): 1. Tahap deskripsi atau tahap orientasi, di tahap ini peneliti mendeskripsikan apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan, kemudian peneliti mendata sepintas tentang informasi yang diperolehnya; Data-data yang diperoleh dari lapangan, melalui teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan dilapangan. 2. Tahap reduksi, di tahap ini peneliti mereduksi segala informasi yang diperoleh pada tahap pertama untuk memfokuskan pada masalah tertentu. Pada tahap ini peneliti mengklasifikasikan data yang masuk menjadi dua kategori untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu pertama, pengalaman ketidakpastian dan kecemasan karyawan berbudaya Indonesia ketika bekerja di Lotte Shopping Avenue mall dan kedua, bagaimana karyawan berbudaya Indonesia melakukan manajemen ketidakpastian dan kecemasan ketika bekerja dibawah pimpinan orang Korea, untuk bisa beradaptasi dan melanjutkan kinerja pada perusahaan Lotte Shopping Avenue mall. Kemudian mendeskripsikan tiap kategori data yang telah dibuat sesuai dengan informasi yang didapatkan di lapangan. 3. Tahap seleksi, pada tahap ini peneliti menguraikan fokus yang telah ditetapkan menjadi lebih rinci kemudian melakukan analisis secara mendalam tentang fokus penelitian. Pada tahap ini dilakukan interpretatif data dengan memaknai dan menelaah ulang informasi atau data yang di dapatkan dilapangan. Triangulasi data turut digunakan untuk menguji keabsahan data dengan tujuan menghindari bias data antara yang satu dengan yang lain. Kemudian peneliti melakukan analisis komperhensif untuk menghubungkan data yang satu dengan yang lainnya agar keseluruhan data dapat ditelaah secara jelas dan terperinci. Hasil data yang didapatkan diperlukan untuk dapat memecahkan pertanyaan penelitian mengenai bagaimana manajemen ketidakpastian dan kecemasan karyawan berbudaya Indonesia di perusahaan Korea, dengan studi pada Lotte Shopping Avenue mall. Dalam penelitian ini dengan jenis penelitian kualitatif, teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif terdiri dari: wawancara mendalam (intensive/depth interview), observasi atau pengamatan lapangan (field observation), dan dokumentasi (documentation). Untuk mendapatkan data-data yang digunakan dalam penelitian pada Lotte Shopping Avenue mall adalah melalui data primer dan data sekunder : 1. Data Primer Data diperoleh dari sumber data primer atau data pertama yang digunakan secara langsung adalah karyawan mall Lotte Shopping Avenue melalui wawancara mendalam yang dilaksanakan secara langsung atau bertatap muka. Narasumber yang menjadi objek penelitian adalah karyawan lotte Shopping Avenue yang telah bekerja selama 2 tahun. Pemilihan narasumber pada penelitian berdasarkan lama waktu bekerja serta jabatan yang dimiliki. Alasan pemilihan waktu karena apabila waktu selama bekerja yang lebih dari 1 tahun, maka dianggap mampu menyampaikan pandangannya terhadap perusahaan atas dasar pengalaman bekerja. Pemilihan narasumber berasal dari dua budaya yang berbeda yaitu Indonesia dan Korea, alasannya adalah agar pandangan terhadap suatu pengalaman bersifat obyektif, sehingga dalam penelitian ini tidak memihak pada satu budaya saja. Narasumber yang memberikan pandangannya melalui penelitian ini adalah : 1. Nama Narasumber : JS (Karyawan Indonesia) sebagai key informan Jabatan Narasumber : Manager Luxury Division pada Lotte Shopping Avenue mall; Lama Bekerja : 2 Tahun 2. Nama Narasumber : JM (Karyawan Korea) Jabatan Narasumber : Assisten Manager Luxury Divison pada Lotte Shopping Avenue; Lama Bekerja : 2 Tahun 3. Nama Narasumber : HS (Karyawan Indonesia) Jabatan Narasumber : Staff keuangan pada Lotte Shopping Avenue mall; Lama Bekerja : 2 Tahun 2. Data Sekunder Adalah data yang diperoleh dari sumber kedua. Data sekunder diperoleh dari data primer penelitian terdahulu yang telah lebih lanjut menjadi bentuk seperti gambar, foto sehingga menjadi informasi yang bermanfaat bagi pihak lain. Sifat data sekunder adalah sebagai pelengkap atau melengkapi data primer. (Kriyantono, 2012 : 49). Sebagai data pelengkap dari
5
data primer dalam penelitian ini, data sekunder diperoleh melalui website, media, dan brosur perusahaan mall Lotte Shopping Avenue. Data-data tersebut guna mendukung penelitian yang dapat berupa visi dan misi perusahaan serta gambar-gambar yang terkait dengan perusahaan. Trustworthiness adalah menguji kebenaran dan kejujuran subjek dalam mengungkapkan realitas menurut apa yang dialami, dirasakan atau dibayangkan. Trustworthiness mencakup dua hal (Kriyantono, 2006 : 72) : 1. Authenticity, yaitu memperluas konstruksi personal yang subjek ungkapkan. Periset memberi kesempatan dan memfasilitasi pengungkapan konstruksi personal yang lebih detail, sehingga memengaruhi mudahnya pemahaman yang lebih mendalam. 2. Analisis Triangulasi, yaitu mengalisis jawaban subjek dengan meneliti kebenarannya dengan data empiris (sumber data lainnya) yang tersedia. Di sini jawaban subjek di cross-check dengan dokumen yang ada. Triangulasi merupakan cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan. Peneliti dapat me-re-check penelitian dengan jalan membandingkannya dengan berbagai sumber, metode, atau teori.
6
HASIL DAN BAHASAN Pengalaman ketidakpastian dan Kecemasan karyawan Indonesia di Lotte Shopping Avenue mall dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : 1.
Berdasarkan Sistem Sistem yang diterapkan juga berdasarkan cara pandang orang Korea, seperti yang disampaikan oleh JS sebagai manajer Luxury Cosmetic di Lotte Shopping Avenue mall, bahwa “Sejak berdirinya Lotte Shopping Avenue, sistem yang diterapkan 90% adalah cara pandang orang Korea, yaitu disiplin.” Cara pandang orang Korea mengenai waktu sangat berbeda dengan orang Indonesia khususnya di Jakarta, sudah tidak asing jika ada orang Indonesia yang menyampaikan alasan keterlambatannya yang disebabkan karena macet. Sementara bagi orang Korea, waktu itu sangat berharga, waktu tidak boleh dilewatkan begitu saja, itu alasannya mengapa orang Korea suka menghabiskan waktu 14 hingga 20 jam sehari untuk bekerja. Secara lisan, orang Korea yang menjadi pimpinan di Lotte Shopping Avenue mall menginginkan agar karyawannya yang berbudaya Indonesia menerapkan sistem dengan bekerja 14 hingga 20 jam sehari, namun karyawan Indonesia tidak mampu melaksanakannya, hal ini dijelaskan oleh JM sebagai warga Negara Korea “Aturan untuk bekerja 14 hingga 20 jam dibuat secara tidak tertulis, dengan menuntut mereka bekerja lebih dari 9 jam sehari tetapi mereka (orang Indonesia) punya aturan berbeda. Ini yang membuat saya dan teman-teman Korea bingung ketika bekerja di Indonesia”. Alasan lain dari pada itu, karena cara kerja orang Korea yang kompetitif, maka meskipun berada pada satu divisi dengan tujuan yang sama namun orang Korea menganggap rekan kerja adalah saingannya, sehingga ketika membuat laporan mereka menyusunnya sebagus dan serapih mungkin untuk diperlihatkan kepada pimpinan mereka (orang Korea), itu sebabnya waktu bekerja selama 9 jam tidaklah cukup untuk orang Korea. Berfokus pada Lotte Shopping Avenue mall cara kerja yang dipakai bersifat kaku, karena semua expatriate pria yang dikirim dari Korea pernah menempuh pendidikan militer sehingga birokrasinya mirip militer, yaitu pemimpin selalu benar dan ketika diberikan tugas harus dilaksanakan tanpa alasan tidak bisa atau tidak tahu. Sistem dimana segala keputusan ditentukan oleh pemimpin, yang disebut sebagai sistem otoriter ini menimbulkan perasaan cemas bagi karyawan Indonesia, yang tidak memberikan kesempatan bagi karyawan Indonesia untuk memberikan pendapat atau pun berargumen. Berdasarkan jawaban dari para karyawan Indonesia yang bekerja di Lotte Shopping Avenue mall ini bahwa mereka merasa ketidakpuasan. Di sisi lain mereka tidak boleh memberikan pendapat atau berargumen, namun disisi lain pun mereka bekerja tanpa ada Standart Operational Procedure (SOP) yang biasa mereka temui di tiap Perusahaan, tetapi tidak dimiliki oleh Lotte Shopping Avenue mall. Menurut para karyawan Indonesia, (SOP) seperti merupakan buku panduan yang dapat mengatur kinerja kerja mereka sehingga tidak ada kebingungan atau kecemasan untuk melakukan hal-hal yang benar menurut para pimpinannya. HS sebagai staff keuangan di Lotte Shopping Avenue, ia mengatakan bahwa “saya bingung dengan sistem yang ada di Lotte Shopping Avenue mall, kalau perusahaan Indonesia mereka menetapkan standar kerja dengan adanya SOP dari awal kegiatan kerja dilakukan sampai pada hasilnya. Tetapi di Lotte Shopping Avenue mall dengan menganut sistem seperti yang ada di Korea, SOP itu tidak ada dan ini semuanya berjalan dengan mandiri dan berdiri sendiri”. Walaupun Lotte Shopping Avenue mall memberikan reward tiap bulannya kepada the best employee dan konsisten terhadap apa yang diucapkan, namun para karyawan Indonesia perlu kepastian dengan adanya hitam diatas putih, tidak hanya dari ucapan dengan begitu dapat mengurangi tingkat ketidakpastian dan kecemasan karyawan Indonesia.
2.
Bahasa Bekerja secara konsisten menjadi sifat dasar orang Korea ketika bekerja, hal ini diperjelas oleh JM sebagai warga Negara Korea yang bekerja sebagai karyawan di Lotte Shopping Avenue mall. Konsisten yang dimaksud adalah konsisten terhadap waktu dan konsisten terhadap apa yang diucapkan. Ketika mengadakan acara pukul 08.00 WIB, maka acara akan mulai pukul 08.00 WIB. Orang Korea tidak suka dengan keterlambatan waktu dan mereka konsisten terhadap waktu. Kedisiplinan mengenai waktu adalah hal utama diterapkan di Lotte Shopping Avenue, dimana jika terjadi keterlambatan akan dikenakan sanksi yang
7
sudah disepakati. Tidak ada toleransi dan tidak ada negosiasi. Bagaimana mungkin bisa bernegosiasi juga, karena untuk berkomunikasi saja sedikit sulit, hal ini dipertegas oleh seorang petugas keamanan Lotte Shopping Avenue mall ketika ditanya tentang bagaimana proses komunikasi yang dilakukan dengan orang Korea, “susah sih, terkadang mereka ngomong pakai bahasa isyarat dengan bahasa tubuh. Tapi ada juga orang Korea yang sudah bisa berbahasa Indonesia, namun masih kaku dan sulit dipahami”. Hal ini juga dirasakan oleh beberapa karyawan Indonesia yang bekerja di Lotte Shopping Avenue mall mengungkapkan perasaan yang sama seperti rasa gugup ketika bekerja atau diajak berkomunikasi dengan pimpinan orang Korea. Komunikasi antarbudaya yang terjadi di Lotte Shopping Avenue mall menimbulkan ketidakpastian bagi karyawan Indonesia, tentu karena dalam hal bahasa dan nada suara saja juga sudah berbeda. Suatu kejadian yang pernah dialami karyawan Indonesia yaitu, sewaktu jam istirahat ia membuka kancing jas-nya kemudian lupa untuk mengancing kembali saat hendak melanjutkan kegiatan bekerjanya. Tidak berapa lama, datanglah seorang pemimpin orang Korea yang menghampirinya kemudian mengetukkan walkie-talkie pada kancing jas karyawan Indonesia ini sebanyak 3 kali, dan mengatakan satu kata ‘mister’ yang artinya dalam bahasa Indonesia adalah ‘tuan’, sambil mengetuk kancing jas karyawan itu lagi. Setelah itu karyawan Indonesia ini merasa kaget dan gugup, dan segera mengancing jas miliknya. Pada saat itu ketika ditanyakan ia merasa ketakutan, karena sikap orang Korea yang menegur tanpa banyak penjelesan dan menatap dengan tajam. Selain bahasa yang berbeda dalam perusahaan Korea ini, ternyata istilah-istilah yang dipakai dalam bekerja juga berbeda. Seperti pada istilah ‘potongan harga’, yang mana karyawan Indonesia menyebutnya dengan ‘nett-sales’ tetapi berbeda dengan orang Korea yang menyebutnya ‘exclude’. Keduanya berasal dari bahasa Inggris, tetapi memiliki makna yang jauh berbeda jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia. Misalnya, ‘nett-sales’ artinya potongan harga, dan ‘exclude’ artinya ‘mengecualikan, meniadakan’. Istilah-istilah dalam bekerja seperti ini membingungkan mereka yang terlibat dalam komunikasi antarbudaya pada suatu kelompok. Untuk itu para karyawan Indonesia yang bekerja di Lotte Shopping Avenue mall menyebut potongan harga dengan ‘exclude’ mereka perlu belajar dan mengingat ketika istilah seperti ini muncul dalam percakapan. Istilah dan persepsi ini diterapkan karena mengikuti sistem yang berlaku di Lotte Shopping Avenue mall, dimana sistem yang paling dominan adalah cara kerja yang digunakan orang Korea. Percakapan yang terjadi di Lotte Shopping Avenue mall dalam komunikasi antarbudaya seperti yang disebutkan sebelumnya, memunculkan ketidakpastian dan kecemasan dalam hubungan para anggota perusahaan tersebut. Kondisi demikian mempersulit proses komunikasi itu sendiri untuk menjadi lebih efektif. Dari pengalaman ketidakpastian dan kecemasan yang dirasakan oleh para karyawan Indonesia dalam kondisi berkomunikasi dengan para pimpinannya yang berbudaya Korea, dihubungkan dengan teori dari Gudykunst, yaitu Anxiety Uncertainty Managament Thoery (Teori Mengelola Ketidakpastian-Kecemasan).
8
SIMPULAN DAN SARAN Dari pembahasan sebelumnya, menjabarkan bagaimana hasil penelitian pada obyek terkait, yaitu karyawan Indonesia di dalam perusahaan asal Korea dengan pimpinan dan cara kerja orang Korea yang diterapkan. Terdapat budaya yang berbeda dalam satu lingkungan kerja yang sama, perbedaan budaya menunjukkan bahwa terdapat bahasa komunikasi serta persepsi yang berbeda. 1.
Pengalaman ketidakpastian dan kecemasan karyawan Indonesia yang bekerja pada lingkungan, sistem, dan konteks budaya Korea di Lotte Shopping Avenue mall. Di dalam penelitian ini, pengalaman ketidakpastian dan kecemasan karyawan Indonesia yang bekerja di Lotte Shopping Avenue mall terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu : a. Lingkungan Berdasarkan lingkungan, karyawan Indonesia yang bekerja di Lotte Shopping Avenue mall tidak begitu merasakan perbedaan sebab lokasi dari pusat perbelanjaan ini yang terletak pada wilayah Jakarta, Indonesia. Oleh sebab itu, tidak seratus persen bahwa pengunjung yang datang ke Lotte Shopping Avenue mall adalah orang Korea, meski sebagian ada namun masih tetap didominasi oleh penduduk Indonesia maka dalam hal lingkungan, karyawan Indonesia tidak merasakan suatu perbedaan yang signifikan. Perasaan berbeda tentu ada, karena pusat perbelanjaan yang satu ini sering dikunjungi oleh warga Negara asing sehingga mengharuskan karyawan Indonesia untuk mampu berbahasa internasional (bahasa Inggris) dalam berkomunikasi ataupun melayani pelanggan. b. Sistem Sistem yang digunakan pada Lotte Shopping Avenue mall adalah sistem kerja orang Korea. Pengalaman ketidakpastian dan kecemasan dirasakan oleh karyawan Indonesia pertama, mengenai Standard Operating Procedure yang tidak dibuat secara tertulis. Orang Korea menganggap bahwa sumber daya manusia yang masuk dalam praktik kerja adalah mereka yang sudah menyiapkan dirinya untuk bekerja dan tahu etika dalam bekerja. Sementara orang Indonesia membutuhkan suatu pesan secara tertulis dan job description yang jelas untuk dapat bekerja secara benar. Kesimpulannya adalah bahwa hal ini membuat perasaan ketidakpastian dan kecemasan para karyawan Indonesia. Kedua, mengenai waktu kerja. Prinsip kerja bagi orang Korea adalah hidup untuk bekerja. Hal ini yang menjadi acuan bagi orang Korea untuk menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk bekerja dan memberikan hasil pekerjaan yang maksimal dan terbaik agar mampu mengalahkan saingannya. Waktu bekerja yang direalisasikan oleh orang Korea di Lotte Shopping Avenue mall untuk bekerja adalah 14 – 20 jam perharinya, waktu yang sedemikian juga diharapkan mampu direalisasikan oleh karyawan Indonesia namun dalam hal ini tidak ada unsur paksaan atau sesuatu yang diharuskan. Tetapi dalam hal ini orang Korea juga akan memberikan suatu penghargaan bagi karyawan Indonesia yang mampu memberikan hasil pekerjaan terbaik. Masih berkaitan dengan waktu, orang Korea sangat disiplin dalam bekerja, jika waktu yang ditetapkan untuk masuk kerja adalah 08.00 WIB, maka tidak ada toleransi atas keterlambatan. Karyawan Indonesia masih sering melakukan pelanggaran waktu dan hal ini membuat mereka menerima sanksi dan merasakan perasaan kecemasan, hanya saja mereka menjadi terbiasa dengan kedisiplinan tersebut dan perasaan cemas semakin berkurang. c. Konteks Budaya Korea Didalam Lotte Shopping Avenue mall masih dirasakan adanya budaya Korea yang dominan, yaitu pertama, ialah rasa hormat. Budaya Korea sangat mengutamakan rasa hormat terhadap orang yang lebih tua, itu sebabnya panggilan terhadap atasan adalah ‘mister’ yang artinya adalah tuan, atau dalam bahasa Korea yaitu ‘tim jan min’ yang artinya ketua tim. Berbeda jika dibandingkan dengan budaya Negara Barat yang terbiasa dengan memanggil nama saja. Dalam hal ini, karyawan Indonesia tidak merasakan ketidakpastian dan kecemasan karena di dalam budaya Indonesia sendiri juga sangat menghormati orang yang lebih tua atau orang yang memiliki jabatan lebih tinggi. Kedua, orang Korea sangat mencintai Negara mereka, hal tersebut dapat dilihat dengan cara mereka berbelanja. Orang Korea lebih memilih untuk belanja produk buatan Negara nya dibandingkan belanja produk buatan Negara lain. Untuk itu, orang Korea akan sangat memberikan penghargaan bagi karyawan Indonesia yang mampu menggunakan bahasa Korea dalam berkomunikasi. Tetapi dalam kaitannya, hal ini
9
bukan suatu yang memaksa karyawan Indonesia untuk melakukannya maka tidak ada perasaan ketidakpastian dan kecemasan karyawan Indonesia dalam melakukan konteks budaya Korea. 2.
Karyawan Indonesia melakukan manajemen ketidakpastian dan kecemasan dalam bekerja di bawah kepemimpinan berbudaya Korea pada Lotte Shopping Avenue mall Setelah meneliti lebih jauh terhadap obyek penelitian ini, bahwa terdapat unsur ketidakpastian dan kecemasan didalam diri obyek penelitian. Kondisi ini dirasakan pada tahap awal hubungan antara karyawan Indonesia dengan pimpinannya yang berkebudayaan Korea. Menurut Gudykunst, bahwa unsur ketidakpastian dan kecemasan tersebut dapat diminimalisir melalui teori yang telah teruji dan dapat dipercaya hasilnya, yaitu Anxiety Uncertainty Management Theory (AUM). Berdasarkan data dari para informan yang menyatakan bahwa mereka telah bekerja selama 2 tahun di Lotte Shopping Avenue mall, menunjukkan kesanggupan serta rasa nyaman dalam diri mereka untuk bekerja di bawah pimpinan orang Korea. Hal itu menyimpulkan bahwa mereka telah mampu mengelola unsur ketidakpastian dan kecemasan di dalam dirinya. Pada penelitian ini, ingin mengetahui bagaimana para karyawan Indonesia mengelola ketidakpastian dan kecemasan didalam diri mereka, yang kemudian di hubungkan dengan Anxiety Uncertainty Management Theory oleh Gundykunst. Maka dari hasil penelitian ditarik kesimpulan bahwa, konsep yang dinyatakan Gudykunst melalui teorinya dapat diaplikasikan didalam kehidupan karyawan Indonesia di Lotte Shopping Avenue mall secara efektif. Walaupun tidak semua konsep yang dijabarkan pada AUM Theory dapat digunakan untuk mengatasi ketidakpastian dan kecemasan diri obyek penelitian. Hal tersebut disebabkan karena kehidupan sosial terus berkembang dan dapat selalu berubah, serta obyek yang diteliti berbeda dengan obyek penelitian sebelumnya. Dimana sifat setiap manusia tidak dapat ditentukan hanya berdasarkan budaya suatu Negara. Karena pada kenyataan manusia it uterus berkembang tanpa ada batasan.
10
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, E. (2011). Metodologi Penelitian untuk Public Relations Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Cozby, P. C. (2009). Methods in Behavioral Research, terjemahan. (9th edition). Yogyakarta: Pustaka Pelajar Gunawan, I. (2013). Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik. Jakarta: PT Bumi Aksara Heath, R. L & Coombs, W. T. (2006). Today’s Public Relations: An Introduction. California: Sage Publications Indrawijaya, A.B. (2010). Teori, Perilaku, dan Budaya Organisasi. Bandung: PT Refika Aditama Judith, N. M & Nakayama, T. (2004). Intercultural Communication in Context. 3rd edition. New York: McGrow Hill Kriyantono, R. (2006). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana Littlejohn, S.W dan Foss, K.A. (2005). Theories of Human Communication, Report in Morissan. (8th edition). Mexico: Wadsworth Publishing Company Albuquerque. Morissan. (2013). Teori Komunikasi: Individu Hingga Massa. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Mulyana, D. (2009). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdikarya. Mulyana, D & Jalaludin, R. (2005). Komunikasi Antar Budaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Ndraha, T. (2005). Teori Budaya Organisasi. Jakarta: Rineka Cipta Pace, R. W & Faules, D. F. (2010). Komunikasi Organisasi Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Rohim, S. (2009). Teori Komunikasi, Perspektif, Ragam dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta. Samovar, L.A.P., Richard, E., & Edwin, M. (2007). Communication Between Cultures. Boston: Wadsworth. Seng, A.W. (2013). Rahasia Bisnis Orang Korea. Jakarta: Noura Books Sobirin, A. (2007). Budaya Organisasi. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN. Tika, M. P. (2010). Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta: PT Bumi Aksara Turnomo, R. (2005). Menghargai Perbedaan Kultural: Mindfulness dalam Komunikasi Antaretnis. Jogjakarta: Pustaka Pelajar. Uha, I. N. (2013). Budaya Organisasi Kepemimpinan dan Kinerja Proses Terbentuk, Tumbuh Kembang, Dinamika, dan Kinerja Organisasi. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Lubis, L. A. (2012). komunikasi antarbudaya etnis tionghoa dan pribumi di kota medan. http://jurnal.upnyk.ac.id Reidi, S, Marwan, A & Firmansyah, A. (2013). interaksi sosial mahasiswa pendatang di Bengkulu (studi komunikasi antarbudaya pada mahasiswa papua dengan maha-siswa asli bengkulu). http://repository.unib.ac.id Samochowiec, J & Florack, A. (2010). intercultural contact under uncertainty: the impact of predictability and anxiety on the willingness to interact with a member from an unknown cultural group. http://dx.doi.org Setiowati, E, Wahyuningtyas, B, P & Citra, A. (2013). managemen ketidakpastian dan kecemasan mahasiswa asal daerah yang kuliah di jakarta (studi tentang dina-mika interaksi mahasiswa universitas bina nusantara dan universitas indonesia asal daerah dengan lingkungan pergaulannya). http://marcomm.binus.ac.id/lectures.journals Yip, G, (2010). a theoretical basis of intercultural communication competence: gudykunst’s anxietyuncertainty management theory. www.globalmissiology.org
11
RIWAYAT PENULIS Nama Penulis Tempat Lahir Tanggal Lahir Pendidikan Tahun Kelulusan Pekerjaan Perusahaan
: Rahel Irianti : Biak : 08 Oktober 1992 : Strata-1 Marketing Communication, Peminatan Public Relations : 2014 : Consultant Public Relations : Intermatrix Communication
12