MANAJEMEN DAN RUJUKAN PERDARAHAN POSTPARTUM DALAM UPAYA PENURUNAN MORBIDITAS & MORTALITAS MATERNAL Dr R Soerjo Hadijono SpOG(K), DTRM&B(Ch) Master Trainer Nasional Jaringan Nasional Pelatihan Klinik – Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR) POGI Ka Sub Bagian Obginsos, Bagian/SMF Obsgin RSUP Dr Kariadi – FK UNDIP Semarang
Pendahuluan Perencanaan dalam upaya akselerasi penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) pada dasarnya bertujuan mengorganisasikan tenaga, tatanan yang telah dimiliki, waktu dan sumber daya lain serta memilih metoda yang tepat untuk mencapai tujuan yang spesifik. Salah satu upaya ini antara lain adalah perluasan jangkauan pelayanan kebidanan dasar dan pelayanan ibu hamil berisiko tinggi obstetri. Jangkauan pelayanan kebidanan dasar berupa kegiatan pelayanan antenatal dan pertolongan persalinan normal oleh tenaga kesehatan/bidan yang memiliki ketrampilan untuk melakukan pertolongan persalinan melalui pendekatan pelayanan aktif yang intensif dengan cara mendekatkan pelayanan sedekat mungkin kepada ibu hamil/bersalin. Jangkauan pelayanan ibu hamil berisiko tinggi obstetri berupa upaya untuk melakukan rujukan agar ibu dapat melakukan persalinan di rumah sakit Dati II yang memiliki kemampuan untuk melakukan pertolongan persalinan dengan risiko. Pada pendekatan pelayanan ibu bersalin yang baik terutama untuk mencegah terjadinya komplikasi kehamilan ataupun persalinan, upaya pencegahan (preventif) merupakan upaya terbaik dibandingkan dengan upaya kuratif. Sehingga pada paket dasar ini upaya preventif dilakukan dengan melakukan antenatal skrining, penanganan kala I, kala II serta manajemen aktif kala III, pengawasan kala IV dan penanganan Bayi Baru Lahir yang baik dan benar, merupakan suatu hal yang penting dalam upaya menurunkan angka kematian ibu bersalin.
Perdarahan pada kehamilan dan persalinan menjadi penyebab utama kematian ibu di dunia yang merupakan bagian dari 500,000 kematian ibu setiap tahun dan 99% dari kematian ini terutama terjadi di negara berkembang. Oleh karena itu perdarahan pada kehamilan dan pasca persalinan menjadi komplikasi paling penting yang perlu mendapatkan perhatian dan dilakukan upaya pencegahan secara khusus. Dengan demikian upaya untuk menurunkan angka kematian ibu juga tidak dapat dipisahkan dari deteksi dini perdarahan dalam
kehamilan dan Manajemen Aktif Kala III yang dilakukan menurunkan risiko perdarahan pasca persalinan. Persalinan patologis dengan berbagai komplikasinya sering juga diawali dari persalinan yang diperkirakan akan berjalan secara normal. Oleh karena itu sikap untuk tetap mewaspadai persalinan normal dengan memperhatikan setiap penyimpangan yang mungkin terjadi selama persalinan, merupakan salah satu upaya untuk menghindari timbulnya komplikasi
PERDARAHAN DALAM KEHAMILAN, PERSALINAN & MASA NIFAS
PERDARAHAN
KEHAMILA N
< 20 MINGGU
Abortus imminens Abortus Kehamilan ektopik terganggu Mola hidatidos a
PERSALINAN
> 20 MINGGU
Plasenta previa Solusio plasente Lain-lain
KALA I
Plasenta previa Solusio plasente Ruptura uteri Lain-lain
KALA II
Ruptura uteri Lain-lain
MASA NIFAS
< 24 JAM
> 24 JAM
Perluk aan jalan lahir Sisa plasenta Atonia ut eri Lain-lain
Sisa plasenta Infeksi (subinvolusi uterus) Lain-lain
KALA III
KALA IV
Perluk aan jalan lahir Ruptura uteri Plasenta inkarserat a Plasenta adhesiva Lain-lain
Atonia ut eri Perluk aan jalan lahir Sisa plasenta Ruptura uteri Lain-lain
persalinan. Severe bleeding is the single most important cause of maternal death worldwide. More than half of all maternal deaths occur within 24 hours of delivery, mostly from excessive bleeding. Every pregnant woman may face life- threatening blood loss at the time of delivery; women with anaemia are particularly vulnerable since they may not 2
Hadijono S. Manajemen dan Rujukan Perdarahan Postpartum dalam upaya penurunan Morbiditas dan Mortalitas Maternal
tolerate even moderate amounts of blood loss. Every woman needs to be closely observed and, if needed, stabilized during the immediate post-partum period. Joint Statement Management of the Third Stage of Labour to Prevent Post-partum Haemorrhage International Confederation of Midwives (ICM) - International Federation of Gynaecologists and Obstetricians (FIGO)
PENILAIAN AWAL DAN CEPAT TENTANG PERDARAHAN PERVAGINAM LAKUKAN PENILAIAN •
Tanyakan : Apakah terdapat kehamilan ? - Umur kehamilan? Apakah terdapat nyeri abdomen ? Setelah 22 minggu kehamilan, tanyakan apakah : - Sekarang sudah melahirkan, tgl. Melahirkan - Plasenta telah lahir - Perdarahan lambat dan berlangsung lama (berapa lama) atau tiba-tiba banyak. • Periksa Vulva : banyaknya perdarahan, trauma Vagina : laserasi, plasenta Serviks : hasil konsepsi, laserasi Uterus : retensio plasenta, atonia Kandung kemih : penuh Pada tahap ini, jangan lakukan pemeriksaan per vaginam STABILKAN KONDISI PASIEN •
Hentikan perdarahan. Lakukan penilaian penyebab perdarahan berdasarkan umur kehamilan dan berikan tindakan yang sesuai. PERTIMBANGKAN • • • • • • • • • •
Abortus Kehamilan ektopik. Kehamilan mola Perdarahan per vaginam pada awal kehamilan Abruptio plasenta Ruptura uteri Plasenta previa Perdarahan per vaginam setelah 22 minggu kehamilan atau pada persalinan sebelum bayi lahir Atonia uteri Robekan serviks dan vagina Retensio plasenta Uterus terbalik Perdarahan pervaginam setelah bayi lahir
MANAJEMEN AKTIF KALA III Untuk membantu proses kelahiran plasenta dilakukan tindakan Penegangan Talipusat Terkendali (Controlled Cord Traction), hal ini akan mencegah kejadian perdarahan pasca persalinan. Mengingat Kematian Ibu Bersalin yang terjadi sebagian besar adalah karena perdarahan pasca persalinan, utamanya disebabkan karena atonia uteri dan retensio plasenta, maka upaya pencegahan yang baik adalah melakukan penatalaksanaan aktif kala III. Hadijono S. Manajemen dan Rujukan Perdarahan Postpartum dalam upaya penurunan Morbiditas dan Mortalitas Maternal
3
Manfaat penatalaksanaan aktif adalah: • Kala III berlangsung lebih singkat • Penggunaan uterotonika (Oksitosin) dapat segera memperbaiki kontraksi uterus • Jumlah perdarahan relatif lebih sedikit • Menurunnya angka kejadian retensio plasenta (yang disebabkan gangguan kontraksi dan atonia uteri), yang berarti menurunkan pula morbiditas dan mortalitas ibu karena perdarahan pasca persalinan Prinsip penatalaksanaan aktif kala III : 1. Segera jepit dan potong tali pusat 2. Pemberian utero-tonika sebelum plasenta lahir 3. Penegangan Talipusat Terkendali / "Controlled Cord Traction" 4. Masase uterus setelah plasenta lahir 1. Jepit dan potong tali pusat segera setelah bayi lahir Segera setelah bayi lahir, jepit tali pusat menggunakan klem Kelly atau kocher sekitar 3 cm dari umbilikus bayi. Urut tali pusat dari klem ke arah ibu. Jepit tali pusat dengan klem kedua pada jarak 2 cm ke arah ibu dari klem pertama. Lakukan tindakan asepsis diantara kedua klem menggunakan Povidon iodine (Betadine, Isodine) Pegang tali pusat dengan tangan kiri dan potong diantara kedua klem, sementara tangan kiri penolong persalinan melindungi bayi dari gunting. 2. Pemberian uterotonika Uterotonika diberikan untuk menghasilkan kontraksi yang adekuat. Ada dua jenis uterotonika yang dapat dipakai yaitu Oksitosin dan Ergometrin. Uterotonika yang dianjurkan adalah Oksitosin 10 IU secara intramuskuler. OKSITOSIN Hormon dengan target organ miometrium, bekerja secara spesifik dan efektif dalam menimbulkan kontraksi uterus. Pemberian secara intramuskuler memerlukan waktu 2-3 menit untuk menghasilkan kontraksi uterus yang cukup baik. Keuntungan Bekerja secara cepat dan menghasilkan kontraksi yang adekuat Efek sampingnya minimal karena bekerja secara spesifik Kerugian Harus dikombinasikan dengan Ergometrin agar segera menghasilkan kontraksi uterus yang kuat dan dapat bertahan lama (Oksitosin cepat dimetabolisme oleh hati, waktu paruhnya 2 menit) Harganya lebih mahal dari Ergometrin Lama kerja oksitosin eksogen, tergantung dari reaksi hipofise untuk menghasilkan 4
ERGOMETRIN Hormon ini menghasilkan kontraksi yang sifatnya tetanik atau spastik. Dapat diberikan secara oral, intramuskuler (im) atau intravena (iv). Pemberian intravena memberikan reaksi dalam 45 detik, sedangkan pemberian intra-muskuler menimbulkan efek memadai setelah 6-7 menit. Masa kerja ergometrin 2 - 4 jam Keuntungan Sediaannya cukup banyak dan dapat diberikan melalui berbagai cara (tergantung indikasi penggunaan) Harga relatif murah, masa kerja cukup lama Kerugian Efek samping merugikan, mis. peningkatan tekanan darah (penggunaan pada kasus hipertensi/kelainan jantung harus berhati-hati), pusing atau sefalgia, mual/muntah dan dapat menurunkan produksi ASI. Dapat menimbulkan lingkaran konstriksi atau jepitan pada OUI meningkatkan
Hadijono S. Manajemen dan Rujukan Perdarahan Postpartum dalam upaya penurunan Morbiditas dan Mortalitas Maternal
OKSITOSIN hormon oksitosin endogen, sensitivitas atau ambang rangsang miometrium yang sangat dipengaruhi oleh kondisi ibu bersalin (sediaan kalori, faktor kelelahan otot atau infeksi)
ERGOMETRIN kejadian plasenta inkarserata Tidak stabil pada suhu kamar (perlu penanganan khusus) Pemberian secara oral tidak menghasilkan efek yang segera, sehingga tidak dapat digunakan pada kasus gawat darurat akibat gangguan kontraksi uterus Perlu dosis ulangan bila diharapkan efektif selama 24 jam
3. Peregangan Talipusat Terkendali (Controlled Cord Traction) Peregangan talipusat terkendali adalah tindakan yang dilakukan untuk membantu proses kelahiran plasenta. Langkah-langkah utama tindakan ini adalah : Penolong berdiri di sisi kanan ibu bersalin Pasang klem pada tali pusat (kurang lebih pada 2.5 sentimeter di depan vulva) kemudian letakkan (4 jari) tangan kiri pada suprasimfisis (di antara korpus
depan dan segmen bawah uterus). Perhatikan kontraksi uterus. Saat terjadi kontraksi, pegang klem dengan tangan kanan, tegangkan tali pusat, sementara tangan kiri mendorong uterus ke arah dorsokranial, hingga plasenta masuk ke lumen vagina Apabila plasenta belum meluncur keluar, ulangi langkah-langkah menegangkan tali pusat dengan tangan kanan, sementara tangan kiri mendorong uterus ke arah dorsokranial pada saat uterus berkontraksi. Pindahkan tangan kiri pada suprasimfisis, kemudian tegangkan kembali tali pusat dengan tangan kanan dan tekan suprasimfisis dengan tangan kiri ke arah dorso-kranial hingga plasenta meluncur keluar.
4. Masase fundus uteri setelah plasenta lahir (pada Kala IV) Setelah plasenta lahir maka kala III telah berakhir, tetapi tugas penolong persalinan belum selesai karena masih ada risiko perdarahan yang terjadi. Diantara penyebab kematian ibu melahirkan, salah satu penyebab utama adalah perdarahan pasca persalinan. Penyebab terbesar kejadian perdarahan pasca persalinan adalah atonia uteri. Untuk mengurangi kemungkinan atonia ini dilakukan masase uterus secara aktif untuk menunjang terjadinya kontraksi uterus yang baik. Masase uterus dilakukan dengan langkah berikut: • Letakkan tangan di atas fundus uteri, lakukan gerakan sirkuler pada permukaan fundus, sehingga teraba uterus yang mengeras • Perhatikan apakah kontrasi uterus baik atau tidak, lakukan penilaian setiap 1–2 menit. Bila uterus melunak lagi, lakukan masase ulang Hadijono S. Manajemen dan Rujukan Perdarahan Postpartum dalam upaya penurunan Morbiditas dan Mortalitas Maternal
5
Ibu dapat dilatih untuk mengenali bagaimana kontraksi uterus yang baik dan kontraksi uterus yang lemah. 5. Rangsangan puting susu / Inisiasi Menyusu Dini (IMD) • •
Rangsangan puting susu secara reflektoris akan menyebabkan dikeluarkannya oksitosin oleh kelenjar hipofise yang akan menambah kontraksi uterus Rangsangan bisa dilakukan sendiri oleh Ibu, atau dengan menyusukan bayinya.
MELAKUKAN KOMPRESI BIMANUAL UTERUS • Pakai sarung tangan steril/DTT, masukkan tangan ke dalam vagina dan keluarkan semua bekuan-bekuan darah dari bagian bawah uterus atau serviks. • Bentuk kepalan tangan • Tempatkan kepalan tangan pada forniks anterior dan dorong ke dinding anterior uterus • Tangan lainnya menekan dalam kearah abdomen di belakang uterus, tekanan dilakukan pada dinding posterior uterus. • Pertahankan kompresi sampai perdarahan berhenti dan uterus berkontraksi.
6
Hadijono S. Manajemen dan Rujukan Perdarahan Postpartum dalam upaya penurunan Morbiditas dan Mortalitas Maternal
PENATALAKSANAAN PERDARAHAN PASCA PERSALINAN Lakukan masase pada fundus uteri segera setelah plasenta lahir Bila terjadi kont raksi uterus, lanjutkan evaluasi rutin Bila dalam 15 detik tidak terjadi kont raksi uterus
• •
Bersihkan serviks dari sisa ketuban dan bekuan darah Mulai lakukan kompresi bimanual
Bila terdapat kontraksi uterus dalam 1-2 menit Lepaskan kompresi bimanual perlahan-lahan Lanjutkan pengawasan ketat
Tidak terjadi kontraksi uterus
• •
Lanjutkan kompresi bimanual selama 5 menit Lepaskan kepalan tangan setelah 5 menit Bila terdapat kontraksi Lanjutkan pengawasan ketat Tidak terjadi kontraksi uterus
Perint ahkan keluarga untuk membantu melak ukan kompresi bimanual eksternal sambil: • Berikan Methergin 0.2 mg im • Pasang infus Ringer laktat + 20 IU Oksitosin lepas klem untuk 500 ml pert ama Bila terdapat kontraksi 10 menit setelah pemberian Met hergin, lanjutkan melakukan pengawas an ketat Bila tidak terjadi k ontrak si uterus • Lakukan kembali kompresi bimanual • Segera lakukan rujukan dan lanjutkan pemberian infus sampai ibu mencapai tempat rujuk an
Hadijono S. Manajemen dan Rujukan Perdarahan Postpartum dalam upaya penurunan Morbiditas dan Mortalitas Maternal
7
ALTERNATIF LAIN, LAKUKAN KOMPRESI AORTA • Lakukan tekanan ke bawah dengan kepalan tangan tertutup di atas aorta abdomen langsung melalui dinding abdomen : Titik kompresi tepat berada di atas umbulikus dan sedikit ke kiri. Denyutan aortik dapat dirasakan dengan mudah melalui dinding abdomen anterior dalam periode pospartum. • Tangan lainnya, meraba denyutan arteri femoralis pada lipatan paha untuk memastikan kompresi yang adekuat. • Pertahankan kompresi sampai perdarahan berhenti. PENGELOLAAN PASCA-TINDAKAN • • • •
Pantau tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut jantung, pernapasan) setiap 30 menit selama 6 jam berikutnya atau sampai pasien stabil. Palpasi fundus uteri untuk memastikan bahwa uterus tetap berkontraksi dengan baik Periksa lokhia Teruskan infus cairan IV
RUJUKAN PADA PERDARAHAN POSTPARTUM Perbaikan sistem pelayanan kesehatan maternal dan neonatal tidak cukup dengan hanya melakukan standardisasi pelayanan dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia, tetapi juga perbaikan sistem rujukan maternal dan neonatal yang akan menjadi bagian dari tulang punggung sistem pelayanan secara keseluruhan. Karena dalam kenyataannya, masih akan selalu terdapat kasus maternal dan neonatal yang harus mendapatkan pelayanan pada fasilitas kesehatan yang sesuai setelah mendapatkan pertolongan awal di fasilitas pelayanan kesehatan primer. Beberapa kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal memerlukan tempat rujukan antara sebagai sarana untuk melakukan stabilisasi, setelah itu pengobatan dan tindakan definitif harus dikerjakan di fasilitas pelayanan yang lebih baik oleh karena keterbatasan teknis baik di fasilitas pelayanan kesehatan primer maupun tempat rujukan antara (Puskesmas). Kasus perdarahan pasca persalinan tidak memerlukan tempat rujukan antara, karena tindakan definitive histerektomi atau ligasi arteria hipogastrika hanya bisa dilakukan di rumah sakit kabupaten, tetapi stabilisasi pasien tetap harus dikerjakan lebih dahulu di tempat asal rujukan. Dari beberapa keadaan diatas, tampak sangat jelas bahwa berfungsinya sistem rujukan maternal dan neonatal akan menjadi tulang punggung (backbone) untuk penurunan AKI dan AKB. Sistim rujukan pelayanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal mengacu pada prinsip utama kecepatan dan ketepatan tindakan, efisien, efektif dan sesuai dengan kemampuan dan kewenangan fasilitas pelayanan. Setiap kasus dengan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang datang ke Puskesmas PONED harus langsung dikelola sesuai dengan prosedur tetap sesuai dengan Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Setelah dilakukan stabilisasi kondisi pasien, kemudian ditentukan apakah pasien akan dikelola di tingkat Puskesmas PONED atau dilakukan rujukan ke Rumah Sakit PONEK untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik sesuai dengan tingkat kegawatdaruratannya. • Masyarakat dapat langsung memanfaatkan semua fasilitas pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal. 8
Hadijono S. Manajemen dan Rujukan Perdarahan Postpartum dalam upaya penurunan Morbiditas dan Mortalitas Maternal
•
•
•
•
•
•
•
Bidan di Desa dan Polindes dapat memberikan pelayanan langsung terhadap ibu hamil / ibu bersalin dan ibu nifas baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat. Selain menyelenggarakan pelayanan pertolongan persalinan normal, Bidan di Desa dapat melakukan pengelolaan kasus dengan komplikasi tertentu sesuai dengan tingkat kewenangan dan kemampuannya atau melakukan rujukan pada Puskesmas, Puskesmas PONED dan Rumah Sakit PONEK sesuai dengan tingkat pelayanan yang sesuai. Puskesmas non-PONED sekurang-kurangnya harus mampu melakukan stabilisasi pasien dengan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang datang sendiri maupun dirujuk oleh kader / Dukun / Bidan di Desa sebelum melakukan rujukan ke Puskesmas PONED dan Rumah Sakit PONEK. Puskesmas PONED memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan langsung terhadap ibu hamil / ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru lahir baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, Bidan di Desa dan Puskesmas. Puskesmas PONED dapat melakukan pengelolaan kasus dengan komplikasi tertentu sesuai dengan tingkat kewenangan dan kemampuannya atau melakukan rujukan pada Rumah Sakit PONEK. RS PONEK 24 Jam memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan PONEK langsung terhadap ibu hamil / ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru lahir baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, Bidan di Desa Puskesmas dan Puskesmas PONED. Pemerintah Propinsi/Kabupaten melalui kebijakan sesuai dengan tingkat kewenangannya memberikan dukungan secara manajemen, administratif maupun kebijakan anggaran terhadap kelancaran pelayanan kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal. Ketentuan tentang persalinan yang harus ditolong oleh tenaga kesehatan dapat dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah, sehingga deteksi dini kelainan pada persalinan dapat dilakukan lebih awal dalam upaya pencegahan komplikasi kehamilan dan persalinan Pokja/Satgas GSI merupakan bentuk nyata kerjasama lintas sektoral di tingkat Propinsi dan Kabupaten untuk menyampaikan pesan peningkatan kewaspadaan masyarakat terhadap komplikasi kehamilan dan persalinan serta kegawatdaruratan yang mungkin timbul oleh karenanya. Dengan penyampaian pesan melalui berbagai instansi/institusi lintas sektoral, maka dapat diharapkan adanya dukungan nyata masyarakat terhadap sistem rujukan PONEK 24 Jam Rumah Sakit Swasta, Rumah Bersalin dan Dokter/Bidan Praktek Swasta dalam sistem rujukan PONEK 24 Jam diharuskan melaksanakan peran yang sama dengan RS Ponek 24 Jam, Puskesmas PONED dan Bidan dalam jajaran pelayanan rujukan. Institusi ini diharapkan dapat dikoordinasikan dalam kegiatan pelayanan rujukan PONEK 24 Jam sebagai kelengkapan pembinaan pra rumah sakit
Apabila tindakan yang dilakukan pada kasus perdarahan postpartum tidak berhasil untuk menimbulkan kontraksi uterus yang adekuat sehingga menghentikan perdarahan yang terjadi, maka rujukan akan menjadi alternatif terakhir. Dalam melakukan rujukan perlu dipertimbangkan beberapa prinsip rujukan kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal: o Komunikasi awal harus sudah dilakukan sebelum dan selama proses rujukan dilaksanakan. o Rujukan harus dilakukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas dan kemampuan untuk melakukan tindakan yang lebih baik bagi kondisi pasien. o Rujukan hanya dilakukan setelah upaya stabilisasi pasien sesuai dengan prosedur baku nasional (Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal) dan upaya stabilisasi ini harus tetap dilakukan selama proses rujukan berlangsung.
Hadijono S. Manajemen dan Rujukan Perdarahan Postpartum dalam upaya penurunan Morbiditas dan Mortalitas Maternal
9
o
o
Selama rujukan berlangsung pasien harus didampingi oleh tenaga medis yang memiliki keterampilan klinik untuk melakukan tindakan dukungan terhadap kehidupan (life saving skills). Rujukan harus merupakan bagian dari proses peningkatan pengetahuan dan kemampuan tenaga kesehatan, sehingga apabila telah dilakukan tindakan definitif ditempat tujuan rujukan, harus kembali dilakukan komunikasi tentang apa yang telah dilakukan dan tindak lanjut pasca rujukan (termasuk apabila terjadi kegagalan pada rujukan dan tindakan yang dilakukan).
Kepustakaan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
10
Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi POGI, Pelatihan Asuhan Persalinan Normal, Jakarta 2009 Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi POGI, Pelatihan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar, Jakarta 2009 Yayasan Bina Pustaka, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta 2008 Yayasan Bina Pustaka, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta 2008 WHO, UNFPA, UNICEF, World Bank. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. WHO/RHR/00.7, 2000. Elbourne DR, Prendiville WJ, Carroli G, Wood J, McDonald S. Prophylactic use of oxytocin in the third stage of labour. In: The Cochran Library, Issue 3, 2003. Oxford. Update Software. Prendiville WJ, Elbourne D, McDonald S. Active vs. expectant management in the third stage of labour. In: The Cochrane Library, Issue 3, 2003. Oxford: Update Software. Joy SD, Sanchez -Ramos L, Kaunitz AM. Misoprostol use during the third stage of labor. Int J Gynecol Obstet 2003;82:143-152.
Hadijono S. Manajemen dan Rujukan Perdarahan Postpartum dalam upaya penurunan Morbiditas dan Mortalitas Maternal