Jurnal KIAT Universitas Alkhairaat 7 (1) Desember 2015
ISSN : 0216-7530
MANAJEMEN DAN BENTUK PENGELOLAAN WAKAF ALKHAIRAAT PALU SULAWESI TENGAH Oleh : Ahmadan B. Lamuri *) ABSTRAK Alkhairaat sebagai lembaga pendidikan memiliki harta wakaf. Namun, proses pengelolaan pendidikannya masih sangat dirasakan adanya kelemahan dan kekurangan sumber ekonominya. Wakaf Alkhairaat belum memberi peran dalam bidang ekonomi dan pengaruh bagi pengembangan pendidikannya. Bahkan masih meninggalkan banyak problem. Bagaimana pengelolaan wakaf di Alkhairaat. Penelitian ini adalah penelitian lapangan, dan termasuk penelitian kualitatif dengan pendekatan manajemen. Pengumpulan data pokoknya dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sumber data diperoleh melalui kantor Pengurus Besar Alkhairaat bidang wakaf selaku administrator dan literature atau pustaka yang mempunyai relevansi dengan obyek penelitian. Sistem analisisnya bersifat deskriptif. Temuan penelitian ini adalah: pertama, antara data di dokumen Pengurus Besar berbeda dengan realitas di lapangan. Kedua, pengelolaan wakaf Alkhairaat belum dikelola secara maksimal dengan menggunakan teori-teori manajemen. Ketiga, status pengelola wakaf bukan pada organisasinya melainkan kepada orang atau individu yang dianggap terpercaya. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pengelolaan wakaf Alkhairaat masih bersifat tradisional tak berdaya, yang kurang memperhatikan aspek kelembagaannya, standarisasi kemampuan pengelolanya, manfaat dan pengembangan harta wakaf. Akibatnya wakaf yang ada tidak mempunyai: daya dorong pengembangan ekonomi perhimpunan, daya tarik kepercayaan publik, daya penentu sistem pengelolaan perekonomian perhimpunan, serta daya saing atau kompetisi kelembagaan baik internal maupun eksternal. Katakunci : Manajemen, Pengelolaan Wakaf, Alkhairaat
masyarakat kepada Guru Tua bertujuan agar lembaga pendidikan yang dibangunnya dapat melahirkan umat yang berkualitas ilmu dan keimanannya. Wakaf telah dikenal dan dilaksanakan oleh umat Islam sejak agama ini berkembang (Suhadi, 2002: 38, Anshari, 2006: 18); diakui menjadi penunjang perkembangan masyarakat Islam, walaupun belum memberikan korelasi yang signifikan bagi pemberdayaan masyarakat. Wakaf yang memiliki dimensi sosial ekonomi harus menjadi garapan utama untuk dikelola agar memberi kontribusi besar bagi kesejahteraan sosial. Muhammad Fuad (2008: 2-4) dalam penelitiannya menyebutkan pengelolaan wakaf di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan, karena belum terkelola dengan baik; tugas nazir yang memiliki peran sentral untuk mengembangkan dan melestarikan wakaf
PENDAHULUAN Latar Belakang Alkhairaat merupakan Perguruan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah dan sosial; yang didirikan pada tahun 1930 di Palu oleh Sayyid Idrus bin Salim Aljufri yang oleh warga Alkhairaat dan masyarakat Kaili memanggilnya dengan panggilan “Guru Tua”. Awal pendiriannya, tantangan dan hambatan yang di hadapi adalah kurangnya ketersediaan ekonomi. Sebagai bentuk kepedulian terhadap misi pendirian perguruan yang berbasis keagamaan itu, maka tokoh masyarakat Kaili memberikan wakaf kepadanya. Wakaf yang diberikan *) Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Alkhairaat Palu 1
belum dipahami. Suhrawardi Lubis (2010:101-102) mengatakan bahwa lazimnya wakaf selalu berbentuk tanah dan digunakan untuk pembangunan masjid, madrasah, dan pekuburan; sedangkan sebagiannya tidak termanfaatkan secara baik, dan lebih ruginya wakaf dalam bentuk tanah banyak yang hilang. Tim Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah mengungkap bahwa aset harta wakaf berupa bangunan yang berdiri di atas tanah wakaf mencapai (87%), tetapi sumber pembiayaannya dominan berasal dari masyarakat (88%) sementara dari hasil wakaf hanya sekitar 9% (Najib, 2006: 120). Alkhairaat termasuk Perguruan Islam yang mempunyai wakaf sejak berdirinya. Wakafnya berada di hampir seluruh daerah kerjanya. Aset wakafnya berupa tanah pekarangan dan perkebunan, dan lainnya. Misalnya di Kota Palu, tercatat sebanyak 17 lokasi (Data PB, 1999). Namun, secara faktual data tersebut belum menunjukkan jumlah yang sesungguhnya. Jumlah madrasah yang berdiri di atas tanah wakaf melebihi dari data yang disebutkan di atas. Data tersebut berada di wilayah kecamatan Palu Barat, sedangkan di kecamatan lainnya belum tercantum didalamnya. Di kabupaten Poso (misalnya) laporan Komisariat Daerahnya (KOMDA, 2010) bahwa tanah wakaf yang digunakan untuk membangun madrasah di atasnya berjumlah 46 lokasi, dan yang mempunyai sertifikat hak milik baru sebanyak 14 lokasi atau ± 30 % saja. Aset wakaf Alkhairaat lainnya yang sangat strategis yakni dana abadi. Laporan Ketua Yayasan di muktamar ke-VIII tahun 2002 menyebutkan total penerimaan dana abadi Rp. 1.953.456.960 (Fadel, 2002: 9). Selanjutnya pada laporan lainnya (masih pada tahun yang sama) jumlah dana abadi telah mencapai Rp. 2.143.649.350.(Yanggo, 2013: 267). Namun setelah itu belum ada laporan atas perkembangan jumlah dana dimaksud.
Hal ini mengindikasikan proses pendataan atau inventarisasi serta pengelolaan wakaf yang dilakukan oleh Pengurus Besar Alkhairaat belum maksimal dan belum pula mencerminkan adanya komitmen yang sungguh-sungguh. Jika Alkhairaat berkepentingan terhadap wakaf, maka harus ada upaya pemetaan masalah berdasarkan skala prioritas melalui inovasi, sehingga wakaf dapat tumbuh dan berkembang. Rumusan masalah yang dikemukakan adalah: 1) Bagaimana bentuk pengelolaan wakaf Alkhairaat Palu Sulawesi Tengah ? 2) Bagaimana i m pl em ent asi m a n aj em en d al am pengelolaan wakaf Alkhairaat Palu Sulawesi Tengah? METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan “penelitian kualitatif” atau biasa disebut kualitatif naturalistik yang pelaksanaannya terjadi secara alamiah, apa adanya, dalam situasi normal yang tidak dimanipulasi keadaan dan kondisinya (Arikunto, 2006: 12). Pendekatan yang digunakan adalah manajemen yang dimaksudkan menurut Nusa Putra (2013: 102) adalah untuk menggali makna yang dihayati oleh para pengelola (manajer) dalam menjalankan fungsi manajemen dan aspek manajemen lainnya. Penelitian ini adalah penelitian lapangan dan termasuk penelitian jenis studi kasus atau penelitian deskriptif yang menurut Yin (2002: 1) yang mendasarkan atas pertanyaan “bagaimana” atau “mengapa”. Lokasi penelitian di Alkhairaat Palu Sulawesi Tengah yang beralamat di Jl. Sis. Aldjufri No. 44 Palu. Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri dan tidak menggunakan instrumen yang dibuat oleh orang lain. Sumber datanya yaitu dari pegawai atau pengurus Alkhairaat (Pengurus Besar); daerah dan dari: kepustakaan, dokumen resmi, orang lain yang bukan menjadi responden. Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumen. Observasi 2
bertujuan untuk mengamati tingkah laku manusia (Black, 2009: 287), sehingga diketahui perilaku orang atau pengurus yang terlibat dalam proses pengelolaan wakaf Alkhairaat. Wawancara dilakukan kepada informan yang telah dipilih, yaitu: Saiful Tompoh, H. Abdurrahman H. Halim, Ahmad Aljufrie, H. Salim D. Masuka, Hasyim Assaqaf, Husein Lationo, dan informan pendukung. Wawancaranya bebas dan strateginya purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data yang didasarkan dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2014: 368;); atau teknik penarikan sampel yang dilakukan berdasarkan karakteristik yang ditetapkan terhadap elemen populasi target yang disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian (Tanjung, 2013: 117; Indrawati, 2015: 170). Analisis data digunakan cara analisis deskriptif, yang di mulai dari reduksi data; memberi kategorisasi makna atau memiliki kesamaan; sintesisasi mencari kaitan antara setiap kategori data
(Moleong, 2010: 288-289; Putra, 2013: 111). Setelah seluruh data dibaca, dipelajari, ditelaah, dianalisis, maka selanjutnya menarik kesimpulan. Sebagai upaya menjamin keabsahan dan validitas data atau pengujian data, maka digunakan beberapa teknik, yaitu: perpanjangan keikutsertaan; ketekunan penelitian; triangulasi; pengecekan melalui diskusi (Putra, 2013: 123; Moleong, 2010: 330; Bungin, 2010: 257-258). HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Wakaf yang Dikelola Alkhairaat Wakaf tanah Wakaf tanah merupakan yang terbanyak jumlahnya di antara wakaf lainnya. Informasi dari Sekretariat Pengurus Besar bahwa di seluruh tempat dimana ada madrasah terdapat wakaf tanah. Luasnya bervariasi; mulai dari ± 90 m2 sampai dengan luas ± 50 ha. Rekapitulasi luasnya untuk wilayah Palu dan daerah lainnya di Sulawesi Tengah adalah:
Tabel 1. Data Tanah Wakaf Alkhairaat Sulawesi Tengah No. 1 1. 2. 3. 4.
Kabupaten/Kota 2 Palu Donggala Parigi Moutong Sigi Jumlah
Luas (M2) 3 279.204 50.270 187.148
Penyebaran 4 4 Kecamatan 4 Kecamatan 5 Kecamatan
Prosentase 5 25.75% 4.64% 17.26%
567.504 1.084.126.-
4 Kecamatan 17 Kecamatan
52.35% 100 %
Data olahan berdasarkan dokumen Bid. Wakaf PB, tahun 2008; dokumen Kantor Agama Kota Palu tahun 2010; dan dokumen Kanwil Agama Sulteng tahun 2012.
Secara geografis, pencatatan wakaf tanah belum secara keseluruhan terdata di kantor Pengurus Besar dan Yayasannya. Khusus untuk kabupaten yang disebutkan dalam tabel berdasarkan pengamatan langsung, masih banyak tanah/lokasi wakaf yang belum teridentifikasi dalam dokumen pengurus. Informasi lain diperoleh (misalnya) dari Rinaldi Samula
(wawancara, 2012) pengurus Alkhairaat di Kecamatan Kintom Kabupaten Banggai bahwa di sana ada tanah wakaf di beberapa tempat yang luasnya puluhan hektar untuk Alkhairaat; demikian juga di Poso seperti di jelaskan Ibrahim Ismail terdapat beberapa lokasi milik Alkhairaat yang mempunyai nilai ekonomis tinggi yang memungkinkan d i k em b an gk a n us ah a a gr ob i s ni s 3
(wawancara, 2012). Hal senada juga digambarkan Amilin Bulungo (wawancara, 2013) bahwa di wilayah Tojo Una-una banyak dijumpai tanah wakaf Alkhairaat. Informasi-informasi tersebut belum ditemukan data kepemilikannya di Sekretariat Pengurus Besar. Rekapitulasi luas tanah wakaf Alkhairaat yang terdata bila dihitung dalam skala tingkat propinsi baru berada pada posisi ± 0.66 % dari jumlah total luas lokasi tanah wakaf di Sulawesi Tengah yang mencapai ±164.008.050.34 M2., sementara wakaf Alkhairaat seluas ±1.084.126. Abd. Rahman H. Halim menjelaskan bahwa data tentang tanah wakaf yang tersebar itu belum sepenuhnya di miliki Alkhairaat; disebabkan oleh jumlah tenaga yang melaksanakan tugas dibidang wakaf hanya satu orang saja (wawancara, 2012). Pengurusan wakaf Alkhairaat masih banyak meninggalkan problem dari sistem pendataan dan pemeliharaannya. HS. Saqqaf Aljufri (wawancara, 2012) membenarkan bahwa memang sistem pendataan wakaf Alkhairaat sampai sekarang, belum mampu dikelola dengan baik. Upaya melakukan pendataan wakaf
terus dilakukan oleh pemerintah melalui kementerian Agama R I bahkan memberikan bantuan untuk pengurusan wakaf tanah. Dirjen Bimas Kemenag RI Abdul Djamil mengatakan seperti tertuang dalam majalah Ikhlas beramal Kemeng (2012: 26) bahwa potensi tanah wakaf sangat luas, tetapi belum berperan banyak menanggulangi permasalahan umat (misalnya) dalam bidang kemiskinan. Sistem tata kelola wakaf perlu ditingkatkan secara profesional. Jumlah lokasi wakaf yang telah bersertifikat baru mencapai 67.22% dari keseluruhan lokasi wakaf di Indonesia. Pengurusan sertifikat lokasi wakaf merupakan payung hukum yang kuat atas sengketa dan penyalahgunaan dari pihak yang tidak bertanggungjawab. Wakaf pohon kelapa Data wakaf pohon kelapa yang ada di Kantor Pengurus Besar dan Yayasan belum ditemukan jumlah yang pasti, kecuali di dua kecamatan di Kabupaten Parigi Moutong yang diperkirakan mencapai ± 600 pohon. Jumlah ini tersebar di delapan lokasi dengan luas dan jumlah yang berbeda, seperti dalam tabel 2 dibawah ini:
Tabel 2. Data Wakaf Pohon Kelapa Alkhairaat No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Lokasi Tomini Tomini Tomini Tomini Tomini Tomini Tinombo Tinombo Jumlah
Luas (M2) 2.574 1.925
Jumlah ± 50 pohon ± 35 pohon
Ket. Kab. Parigi Moutong Sda
1.825 3.575 1.280 3.000 1.700 19.959
± 30 pohon ± 60 pohon ± 25 pohon ± 55 pohon ± 30 pohon ± 320 pohon ± 605 pohon
Sda Sda Sda Sda Sda Sda
Data olahan dari informasi dokumen PB. tahun 2008.
4
Wakaf jenis ini sesuai informasi di lapangan masih terdapat di daerah lainnya (misalnya) di desa Bantuga di sekitar kompleks Pondok Pesantren terdapat lokasi perkebunan dan di dalamnya ada pohon kelapa yang hasil panennya digunakan untuk kepentingan pondok. Begitu juga desa Mantangisi, Balanggala, Pusungi, dan lainnya; kesemuanya ada wakaf pohon kelapa yang sering di panen oleh pengurus. Memang secara riil belum dapat dipastikan berapa jumlahnya, tetapi apa yang disaksikan itu jelas statusnya sebagai wakaf milik Alkhairaat (Bulungo, wawancara, 2013).
p a n e n n ya d a r i ya n g d i b e r i k a n tanggungjawab mengelola, yang ada hanyalah lokasi ini sudah dikelola oleh masyarakat yang statusnya kurang jelas atas lokasi dimaksud. Wakaf saham Alkhairaat sebenarnya telah memiliki sumber ekonomi yang sangat berpotensi melahirkan produktifitas tinggi yaitu “Swalayan Alkhairaat”. Usaha ritel ini terletak di jalan Sis. Aljufrie No. 42 Palu, yang dirintis tahun 2003 dengan modal usaha sebesar Rp. 125.000.000.- yang terus menerus mengalami perkembangan dan telah membuka cabang di Ampana Kabupaten Tojo Una-una. Perintisan dan pengembangan ritel ini telah menggunakan modal yang berasal dari bantuan wakaf produktif Kementerian Agama RI, saham, dan dana abadi umat (Sofyan, wawancara: 2012). Saham dimaksud sebagaimana tergambar dalam tabel 3 berikut:
Wakaf sawah Wakaf jenis ini dalam data Pengurus Besar hanya ada satu lokasi; dan lokasi tersebut sudah termasuk satu di antara lokasi wakaf tanah yang telah dijelaskan sebelumnya. Keadaan lokasi sawah ini tidak ada laporan mengenai hasil
Tabel 3. Data Wakaf Saham Alkhairaat No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Nama Wakaf HS. Saqqaf Aljufri HS. Abdillah Aljufri Hj. Sy. Lulu’ Aljufri Hj. Sy. Sida Aljufri Hj. Sy. Sa’diyah Aljufri H. Noval Bachmid
Nilai Saham (Rp) 3.000.000.1.000.000.1.000.000.1.000.000.3.000.000.3.000.000.-
7.
H. Abdul Kadir Ubud Jumlah
3.000.000.15.000.000.-
Nazir
Direktur SAL
Data olahan dari informasi dokumen PB. tahun 2007. (Fadel, 2002: 9). Kegiatan penggalangan dana umat oleh Yayasan Alkhairaat telah mendahului keputusan MUI tentang Wakaf Uang yang dikeluarkan pada tanggal 11 Mei 2002. Mewakafkan uang kemudian dikelola dan dimanfaatkan sesuai ketentuan yang berlaku sebagaimana aspirasi yang lahir dari segenap abna’ Alkhairaat dengan “dana abadi” dianggap perbuatan yang
Dana abadi Alkhairaat pada tahun 2001 telah mengembangkan pengumpulan dana dari berbagai pihak yang diberi nama dengan “dana abadi.” Dana ini menjadi salah satu upaya yang dibuat oleh Pengurus Besar dan Yayasan dan dipandang sebagai format baru sistem keuangan dalam kerangka meningkatkan mutu pendidikan 5
tidak bertentangan dengan syari’at Islam (Aba, wawancara: 2012). Sikap warga Alkhairaat yang mendonasikan uang untuk dijadikan dana abadi adalah bagian dari bentuk realisasi makna yang tersirat dari pernyataan Allah swt dalam al-Qur’an surah Ali Imran (3) ayat (92). Mewakafkan uang juga telah dibolehkan oleh Imam Zuhri, selama uang tersebut dijadikan modal usaha dan hasilnya disalurkan pada tujuan wakaf. Kegiatan penggalangan dana abadi umat oleh Alkhairaat, sungguh sangat diapresiasi sebab nilai fleksibilitas uang serta kemaslahatannya jauh lebih baik dibandingkan dengan harta benda lainnya. Kemampuan mengumpulkan dana yang besar itu dalam kurun waktu singkat
merupakan usaha yang mengagumkan. Namun, data yang diperoleh berikutnya menunjukkan kalau proses penggalangan itu hanya dilakukan pada tahun itu dan tidak ada kelanjutannya. Padahal memasuki tahun berikutnya; dikeluarkanlah Fatwa MUI tentang Wakaf Uang sekaligus menjawab atas keraguan sebagian warga Alkhairaat tentang kebolehan mewakafkan uang. Seharusnya lahirnya Fatwa MUI dan ditetapkannya UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf; menjadi spirit dan tantangan baru bagi perhimpunan Alkhairaat dimana sebelumnya telah mendahului melakukan terobosan wakaf uang itu. Jumlah penerimaan dana abadi sebagaimana dalam daftar di bawah ini:
Tabel 4. Data Dana Abadi Alkhairaat No. 1. 2. 3. 4.
Sumber Dana Bantuan dari Donatur Pemerintah Daerah Fadel Muhammad HS. Hasan Aljufri Jumlah
Jumlah Bantuan (Rp) 203.456.960.1.000.000.000.500.000.000.250.000.000.1.953.456.960.-
Ket. Berbagai Pihak Beberapa Daerah Pengusaha Pengusaha
benda Alkhairaat. Di bagian lain, dijelaskan pula bahwa tugas Pengurus Besar yang be rk ai t an de n gan per ek onom i an perhimpunan adalah mendesain sistem dan strategi pengelolaan sumber-sumber pendapatan organisasi serta mengorganisasikan upaya penggalian dan pengembangannya; melakukan pendataan seluruh potensi, aset dan sumber daya perhimpunan (PO. No. 03/PO-PBA/2009, psl. 3). Jika yang dimaksudkan dalam pengelolaan harta kekayaan perhimpunan termasuk harta wakaf; hal ini dapat diketahui kalau PB. Alkhairaat dalam statusnya sebagai organisasi berhak menjadi nazir atau pengelola wakaf. Bentuk lembaga pengelola wakaf yang berbentuk organisasi telah diatur dalam UU Nomor 41 Tahun 2004, yakni wajib didaftarkan di Kantor Urusan Agama setempat; merupakan organisasi yang
Bentuk Pengelolaan Wakaf Alkhairaat Bentuk pengelolaan wakaf Alkhairaat dilihat dari dua segi yaitu bentuk lembaganya dan bentuk pengelolaannya. Bentuk lembaga pengelola wakaf Alkhairaat terdiri atas empat macam, yaitu: Pengurus Besar, merupakan induk seluruh organisasi dalam perhimpunan Alkhairaat. Merujuk pada peraturan organisasinya Nomor: 04/PO-PBA/2009; tentang tata kerja organisasinya dijelaskan bahwa tugas dan wewenangnya dalam bidang wakaf dilaksanakan oleh bidang pembangunan, wakaf dan perlengkapan. Bidang ini mempunyai tugas dan wewenang adalah: membuat registrasi semua jenis harta benda Alkhairaat berupa wakaf dan non wakaf; mengurus dan mendokumentasikan legalisasi status harta
6
bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan; memiliki: salinan akte notaris tentang pendirian dan anggaran dasar, daftar susunan pengurus, anggaran rumah tangga, program kerja dalam pengembangan wakaf, daftar kekayaan yang berasal dari harta wakaf yang terpisah dari kekayaan lain yang merupakan kekayaan organisasi, dan menyatakan kesediaannya di audit yang dibuktikan dengan surat pernyataan (PP. No. 42/2006, psl. 7). Ketentuan ini bagi perhimpunan Alkhairaat hanya ada satu persyaratan yang terpenuhi sebagai organisasi pengelola wakaf (nazir), yaitu bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan/atau keagamaan Islam; selain itu tidak bersentuhan dengan syarat nazir organisasi. Yayasan Alkhairaat adalah sebuah badan hukum yang dibentuk oleh Ketua Utama dengan tujuan untuk kepentingan perhimpunan Alkhairaat. Secara struktural Yayasan Alkhairaat berada di bawah Pengurus Besar. Yayasan memiliki fungsi: menghasilkan pendapatan organisasi khususnya keuangan dan harta benda, mengembangkan dan memelihara harta benda organisasi. Tugas pokoknya yakni: melakukan penggalian, pengelolaan sumber-sumber pendapatan organisasi, inventarisasi harta benda organisasi, menyusun perencanaan pengembangan potensi dan aset ekonomi yang dimiliki organisasi, menyusun perencanaan alokasi pembiayaan rutin dan pembangunan, melaksanakan pembangunan/ penyediaan sarana dan prasarana fisik yang dibutuhkan dalam pengembangan misi Alkhairaat di bidang: pendidikan, dakwah dan sosial. Yayasan Alkhairaat juga diberi wewenang: membentuk dan mengembangkan badan usaha; membentuk unit pengelola pada setiap usaha-usaha yang dikembangkan yayasan; melakukan kerjasama dengan pihak lain; sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan peraturan organisasi; dan lainlainnya (PO. Nomor: 01/PO-PBA/2009,
psl. 10). Yayasan sebagai wadah untuk mendatangkan kemaslahatan (kebaikan) perhimpunan, dan melalui yayasan dapat terbentuk lembaga atau unit usaha baru; maka peran ini harusnya direalisasikan oleh yayasan untuk membentuk unit atau lembaga pengelola wakaf yang berstatus sebagai nazir. Tugas dan fungsi yayasan yang ada bukan berkaitan dengan badan hukum pengelola wakaf. Bila merujuk UU tentang wakaf kedudukan dan status yayasan masih sama sebagaimana Pengurus Besarnya. Badan otonom, merupakan organisasi kader dan organisasi massa yang menghimpun anggota secara luas. Badan otonom Alkhairaat memiliki fungsi membantu melaksanakan kebijakan Alkhairaat yang berkaitan dengan masyarakat tertentu. Melihat fungsinya, seluruh badan otonom hanyalah berkedudukan sebagai pendukung bagi kelancaran pelaksanaan program perhimpunan. Badan otonom diberikan kewenangan untuk mencari dan melakukan penggalangan dana baik melalui kegiatan kerjasama dengan pihak lain dengan tetap berpedoman pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta peraturanperaturan organisasi. Seluruh jenis kegiatan dan usaha badan otonom harus dilaporkan kepada pengurus di tingkatannya masingmasing. Dengan demikian, badan otonom Alkhairaat tidak jelas statusnya sebagai pengelola wakaf. Hanya saja badan ini menurut peraturan organisasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengelolaan perhimpunan Alkhairaat dan memungkinkan untuk menjadi nazir wakaf. Perseorangan, ini dimaksudkan bahwa pengelolaan wakaf Alkhairaat sebenarnya telah nampak bersifat perseorangan sebab dari total aset wakaf berupa tanah yang ada, telah memperlihatkan bahwa wakaf yang diberikan wakif itu bukanlah menunjuk pada organisasi atau badan hukumnya; melainkan pada orang atau individuindividu. Mungkin bagi perhimpunan Alkhairaat dipandang tidak ada masalah, 7
tetapi bila merujuk pada aturan perundang -undangan tentang wakaf yang berlaku nazir perseorangan pun tidak boleh hanya satu orang, melainkan minimal tiga orang dan salah satu di antaranya diangkat sebagai ketua. Nazir perseorangan adalah nazir yang terdiri dari individu, atau kumpulan individu yang secara kolektif mengelola harta wakaf. Perseorangan dimaksud harus terdiri dalam satu tim kecil yang bekerja kolektif untuk mengelola wakaf. Pemahaman nazir dalam perhimpunan Alkhairaat adalah seseorang atau kelompok yang ditunjuk oleh atau mewakili perhimpunan untuk menerima harta benda/kekayaan wakaf yang diberikan oleh seseorang atau lembaga kepada Alkhairaat. Nazir terdiri dari pengurus perhimpunan atau pengurus badan otonom atau lembaga di lingkungan Alkhairaat pada masing-masing tingkatan. Proses penentuan nazir berdasarkan keputusan rapat pengurus di masingmasing tingkatan. Sementara penerimaan wakaf dapat diterima langsung oleh perhimpunan atau nazir yang ditunjuk oleh perhimpunan (PO. No. 07/POPBA/2009, Psl. 1, 3). Jika merujuk pada ketentuan Undangundang Wakaf yang ada, maka baik Pengurus Besar maupun Yayasan memungkinkan untuk menjadi nazir organisasi dan badan hukum. Oleh sebab itu, melihat fungsinya maka Alkhairaat secara institusi dapat menjadi nazir wakaf sebagaimana syarat lembaga nazir bagi organisasi dan badan hukum. Tetapi, ketika persyaratan yang dimaksudkan itu adalah lembaga atau organisasi yang secara khusus mengelola wakaf atau dalam aktenya disebutkan sebagai organisasi dan badan pengelola wakaf; itu berarti organisasi, badan hukum, dan badan otonom Alkhairaat yang dijelaskan di atas, belum dapat dikatakan sebagai organisasi dan badan hukum pengelola wakaf (nazir). Jadi status Pengurus Besar, Yayasan, dan Badan Otonomnya; hanyalah sebagai penerima hasil akad atas penyerahan harta wakaf dari seseorang
kepada seseorang pula yang menjadi pengurus yang ditujukan untuk kepentingan Alkhairaat. Bentuk Pengelolaan Wakaf Alkhairaat Wakaf Alkhairaat dilihat dari aspek bentuk pengelolaannya, dapat disimpulkan masih menggunakan model sangat tradisional. Alasannya: masih berkembang paham bahwa wakaf lebih cenderung pada perbuatan ibadah dan aspek ekonomi wakaf belum menjadi perhatian dari pengurus; sehingga proses pengelolaan yang berorientasi produktif masih sulit untuk ditemukan dalam administrasi. Pemanfaatan wakaf masih lebih didominasi untuk pembangunan madrasah. Hasil pengelolaan wakafnya juga masih lebih banyak digunakan untuk menutupi kebutuhan belanja rutin perhimpunan (konsumtif). Ini dapat diketahui melalui uraian tentang hasil pengelolaan pohon kelapa dan juga termasuk hasil investasi dana abadi. Pola penggunaan manajemen yang belum teratur dan terintegrasi atau bahkan melalui data-data yang ada memperlihatkan sistem manajemen yang samar dan tidak terarah. Untuk menyatakan pola pengelolaannya yang profesional, data yang ada masih belum tersentuh tanda dan ciri-ciri pengelolaan yang dimaksud itu. sehingga disimpulkan bahwa pengelolaan wakaf Alkhairaat belum menggunakan format yang dimaksud dalam ketentuan perundang-undangan wakaf di Indonesia dan beberapa teori bentuk pengelolaan (baik dari aspek bentuk lembaganya maupun bentuk pengelolannya). Karena itu, bentuk pengelola wakaf Alkhairaat masih mengikuti makna teks dimana wakaf harus ada seseorang yang mengelolanya seperti dijelaskan oleh al-Kabisi (2004: 431-432) setiap harta wakaf mengharuskan adanya seseorang yang mengelolanya. Manajemen Wakaf Alkhairaat Fungsi Manajemen Ada tiga hal yang mendasar perencanaan dalam perwakafan, yaitu: a) 8
dari sisi proses; b) dari sisi fungsi manajemen; c) dari sisi pengambilan keputusan (Rozalinda, 2015: 76). Secara kelembagaan; Alkhairaat telah membuat perencanaan yang sesuai standar manajemen sebagaimana ada visi, misi, tujuan, dan rencana strateginya. Namun, yang berhubungan dengan pengelolaan wakaf dapat dikatakan belum mengikuti kaidah atau ketentuan dalam pembuatan perencanaan. Alasannya, karena wakaf tidak dikelola secara mandiri dalam sebuah organisasi atau badan hukum. Pengelolaan wakafnya bukan pada organisasi atau badan hukumnya, tetapi berada pada orang secara pribadi yang ditunjuk oleh wakif menjadi nazir; peran dan kedudukan pengurus besar atau yayasan hanyalah administrator atas mendokumentasikan wakafnya. Oleh sebab itu, uraian visi, misi, tujuan, dan sebagainya sebagai kerangka sebuah perencanaan tidak ditemukan dalam pengelolaan wakafnya, sehingga untuk mengukur adanya fungsi perencanaan adalah sesuatu yang tidak dapat dilakukan. M e m an g p e n gel ol a a n w a ka f mempunyai perencanaan, misalnya: adanya upaya meningkatkan pelaksanaan inventarisasi wakaf; meningkatkan akta ikrar wakaf dan sertifikasi tanah wakaf; menyusun sistem pengelolaan wakaf; melakukan pembinaan; dan menyelesaikan wakaf-wakaf yang masih bermasalah. Tetapi rujukan dasar berupa visi, misi, tujuan untuk pencapaian pelaksanaan rencana tidak jelas. Rencana dalam bidang pengelolaan wakaf Alkhairaat belum dapat diukur sesuai teori yang ada, wakaf masih berada di bawah kendali Sekretariat Jenderal Pengurus Besar. Pengorganisasian ditujukan agar adanya perincian pekerjaan yang harus dikerjakan untuk mencapai tujuan organisasi; adanya pembagian kerja dan w e w e n a n g; d a n p e n ge m b a n ga n mekanisme untuk dapat dikoordinasikan oleh seluruh anggota dalam organisasi (Handoko, 2003: 168; Nana Herdiana,
2013: 76-77; Boone, 1984: 6). Dilihat dari aspek penetapan struktur keorganisasian, semua jenis organisasi dan badan hukum Alkhairaat telah tersusun pengurusnya secara sempurna (Tap. Muktamar, No. 08/2008). Adapun yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan aset wakaf belum terimplementasi fungsi pengorganisasian. Hal ini disebabkan pengelolaan wakaf berada dalam kendali Sekretariat Jenderalnya dan hanya merupakan satuan pendukung dan motor administrasi kegiatan Pengurus Besar (PO, No. 04/2009, pasal 21). Belum terbentuknya lembaga pengelola wakaf (lembaga kenazirannya) menjadi langkah awal pelaksanaan fungsi pengorganisasian. Pembentukan lembaga kenaziran merupakan bagian dari perancangan dan pengembangan suatu organisasi atau kelompok kerja yang dapat membawa ke a r a h t u j u a n ya n g d i h a r a p k a n . Pengorgani sasi an i tu merupakan penggabungan sumber daya manusia dan bahan melalui struktur formal antara tugas dan kewenangan (Steers, 1985: 30). Oleh karena itu, khusus pengelolaan wakaf belum dapat diukur penerapan fungsi organizing yang berfungsi sebagai penentu tugas kerja bagi setiap orang dalam struktur organisasi, membagikan tugas-tugas ke dalam unit-unit, membuat perhitungan berapa banyak tenaga yang dilibatkan, serta membuat sistem koordinasi; maka sesuai hasil penemuan data di Sekretariat Jenderal Pengurus Besar ternyata pengelolaan wakaf tidak terimplementasikan fungsi organzing tersebut. Pengawasan itu upaya yang dilakukan seseorang di berbagai bidang berkaitan dengan administrasi dalam bentuk pengarahan kebijakan jalannya organisasi (Depdikbud, 1995: 68). Pengawasan itu mencakup : perencanaan, pengorganisasian, penyusunan personalia, pengarahan, dan pengawasan itu sendiri. Proses pengawasan melalui beberapa tahap, yaitu: penetapan standar pelaksanaan (perencanaan); penentuan pengukuran pelaksanaan 9
kegiatan atau program; pengukuran penentuan hasil kegiatan program, membandingkan antara pelaksanaan kegiatan program dengan standar yang telah ditetapkan beserta analisis penyimpangan-penyimpangan; dan membuat tindakan korektif jika ada yang dianggap perlu untuk diperbaiki. Jika konsep pengawasan demikian itu dihubungkan dengan proses pelaksanaan kegiatan di lingkungan Alkhairaat, maka berdasarkan anggaran rumah tangganya disebut dengan “dewan pengawas” (ART, pasal 10). Dewan ini dipilih oleh muktamar dengan wewenang: memonitoring dan mengevaluasi pelaksanaan tugas Pengurus Besar; memberi pertimbangan kepada Pengurus Besar. Ini berarti sistem pengawasannya telah dilakukan secara formal terstruktur dan termasuk pengawasan eksternal. Selain itu, ada pengawasan internal yaitu yang muncul dari adanya tanggungjawab seorang individu untuk bersikap amanah dan adil dalam setiap pekerjaan yang diembannya (Rozalinda, 2015: 85). Teknis pelaksanaan pengawasan untuk seluruh unit dan kegiatan dalam perhimpunan belum diatur melalui pedoman atau panduan pengawasan. Oleh sebab itu, fungsi manajemen dalam pengelolaan wakaf Alkhairaat belum teraplikasi sesuai teori disebabkan oleh belum adanya lembaga yang secara khusus menangani masalah-masalah wakaf. Manajemennya masih harus diakui lemah, sehingga lokasi yang ratusan hectoare yang bersumber dari masyarakat belum memberikan nilai produktifitas perekonomian Alkhairaat. Wakaf Alkhairaat masih mengandalkan model pengelolaan tradisional sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
mengurus perhimpunan Alkhairaat, telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari penentuan masa depan organisasi. T.S Atjat (wawancara, 2012) menjelaskan bahwa peran sentral manusia dalam menggerakan jalannya organisasi sangat perlu untuk diperhatikan. Alkhairaat pun demikian, karena ini organisasi besar yang mengelola banyak madrasah dan juga banyak manusia; tidak boleh dikesampingkan sumber daya manusianya. Pengelolaan wakaf pun demikian, yang ditandai dengan adanya bagian pembangunan, wakaf dan perlengkapan. Adanya manusia yang dipercayakan itu, berarti kebutuhan sumber daya manusia oleh Alkhairaat menjadi sesuatu yang mendasar. Walaupun, penentuan sumber daya manusianya masih perlu dikoreksi dan diperbaiki seiring dengan perbaikan dan pembentukan lembaga kenazirannya, sehingga proses pengelolaan wakafnya dapat lebih berkembang dan dipertanggungjawabkan. Pengelola wakaf atau nazir sebagai manusia mempunyai sumber daya yang sangat potensial yang dengan potensi itu dap at m eni n gk at k an de raj at n ya , produktifitasnya, kelangsungan hidupnya, dan sebagainya (Alma & Priansa, 2014: 311-316). Agar organisasi Alkhairaat tidak kesulitan dalam menempatkan orang dalam strukturnya; perlu adanya program perencanaan sumber daya manusia. Program perencanaan sumber daya manusia nampak belum terpola, sebab sistem pengangkatan tergantung pada kebutuhan saat itu saja dan jika kebutuhan telah terpenuhi dianggap selesai. Analisis kondisi organisasi yang sedang berjalan dengan m asa depann ya kebutuhan dan keberlangsungan organisasi tidak tergambar dalam program dan ketentuan yang berlaku di perhimpunan. Kebutuhan akan sumber daya manusia dirasakan sesuatu yang mendasar, tetapi usaha untuk mempersiapkannya belum ada langkahlangkah yang dilaksanakan. Kebutuhan SDM organisasi untuk masa mendatang tidak dapat diprediksi. Akhirnya organisasi itu nampak berjalan tetapi SDM-nya
Manajemen Sumber Daya Manusia Di Alkhairaat struktur pengurusnya telah sempurna, karena di mulai dari tingkat pusat sampai tingkat ranting; pemanfaatan sumber daya manusia untuk 10
stagnan. Rencana melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas sesuai perkembangan zaman, dari beberapa sumber yang ada belum ditemukan bukti pelaksanaannya. Sebagai contoh, saat ini kebutuhan guru untuk memenuhi kekosongan di madrasah dan pondok pesantren masih menjadi kendala. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa belum terpenuhinya kekosongan guru di madrasah dengan alasan sulitnya mendapatkan tenaga pengajar yang siap di tempatkan di daerah-daerah. Mengembangkan tenaga kerja dalam sebuah organisasi adalah sesuatu yang pokok; menjadi tiang dasar dari manajemen yang baik. Pengembangan dimaksud akan melahirkan kecakapan dalam berkerja. Kecakapan tenaga kerja adalah kekayaan organisasi yang paling besar. Usaha meningkatkan asset tenaga kerja akan menjadi investasi (Terry, 2010: 224). Termasuk pengembangan pegawai adalah karir tenaga kerja. Pengembangan karir ini mencakup dua hal; yaitu: career planning yakni bagaimana pegawai (tenaga kerja) merencanakan dan mewujudkan tujuan-tujuan karirnya sendiri; dan career management yakni bagaimana organisasi mendesain dan melaksanakan program pengembangan karir tenaga kerja. Pengelolaan wakaf Alkhairaat masih s ul i t unt u k m en gu kur a dan ya implementasi manajemen sumber daya manusia; baik itu menyangkut perencanaan, rekruitmen tenaga; pengembangan karir, produktifitas kerja, sistem insentif. Masih dominan prinsip siapa saja yang mau mengabdikan dirinya di Alkhairaat akan diterima dengan harapan jangan selalu mengharapkan imbalan gaji yang lebih. Melamar jadi pegawai atau datang mengabdi harus memegang prinsip lillahi ta’ala pengabdian seutuhnya dengan tidak mengutamakan insentif atau dalam istilah manajemen Fayol “balas jasa”. Sumber daya manusia yang dianggap sebagai pendorong lahirnya produktifitas kerja,
belum dijadikan sebagai prioritas utama yang harus dipersiapkan. Secara administratif urusan wakaf sudah ada yang mengelolanya, walaupun jumlahnya hanya satu orang saja sebagaimana pernyataan Saiful Tompoh (wawancara, 2012); akhirnya sulit mengukur keberhasilan kerja. Keberhasilan suatu organisasi akan banyak ditentukan oleh faktor manusianya. Semakin berkualitas manusianya, akan memberikan harapan semakin baik pula organisasi tersebut. Manusia harus ditempatkan sesuai harkat dan martabatnya, sehingga lahir dari dalam dirinya potensi kemanusiaannya yang mendorong lahirnya kreatifitas dan produktifitasnya. Inilah peran manajemen SDM yang patut diperhatikan oleh pengurus Alkhairaat di seluruh tingkatan. Manajemen Investasi Pengembangan wakaf melalui kegiatan produktif sangat terbuka luas dengan beragam program investasi (Abuziad, 2000: 14-22). Program investasi dimaksud tergantung hasil pilihan pengguna dengan selalu memperhatikan resiko yang timbul dari kegiatan investasi. Wakaf yang berpotensi diproduktifkan melalui kegiatan investasi menuntut adanya kehati-hatian dengan mempertimbangkan dampak buruknya akibat investasi tersebut. Bagaimana pun yang berhubungan dengan bisnis selalu diperhadapkan dengan resiko. Prinsipnya bahwa wakaf dapat disalurkan untuk proyek-proyek investasi yang menguntungkan dengan tetap menjaga keutuhan hartanya. Bila ini dilakukan oleh organisasi pengelola wakaf, maka perlu dilakukan dengan menyusun langkahlangkah strategis yang tersusun rapi dengan menjadikan manajemen sebagai alat, memperhitungkan secara matang resiko yang akan dihadapi, dan memanfaatkan usaha-usaha lain yang dapat menunjang suksesnya pengelolaan wakaf, sehingga keutuhan harta wakaf tetap terjamin (Nawawi, 2012: 247). Wakaf Alkhairaat berdasarkan data 11
yang ada telah dikelola dengan menggunakan sistem investasi. Sistem ini sebagaimana terlihat pada penanaman modal di pembangunan ruko sebanyak 5 (lima) petak; penyertaan modal pembukaan KSU/Wartel, usaha tambak, pengembangan swalayan, kerjasama usaha agen motor dan sawah; semuanya menggunakan dana abadi (Yanggo, 2013: 267). Kegiatan penanaman modal dimaksud; dilihat dari sisi manajemen investasi telah sesuai. Dana abadi yang diinvestasikan diharapkan mendapatkan keuntungan yang banyak. Harapan tersebut telah terbukti seperti dalam laporan penerimaan dari wartel/KSU dan tambak serta usaha bagi hasil lainnya senilai Rp. 289.418.431.-(Yanggo, 2013: 268). Namun, yang belum nampak adalah sistem pengelolaan hasil investasi tersebut. Beberapa jenis investasi telah memberikan kontribusi tetapi ini belum dimasukkan ke dalam penerimaan pengelolaan wakaf. Oleh sebab itu, wakaf Alkhairaat yang mempunyai potensi ekonomi bagus sangat terbuka peluang untuk diinvestasikan berdasarkan ketentuan syari’at Islam. Bentuk investasi dimaksud antara lain: sistem mudharabah; sistem musyarakah atau joint-venture. Di sisi lain, sebagaimana dijelaskan di atas tentang hasil penerimaan investasi; sesungguhnya belum memperhatikan aspek transparansi pemanfaatan sebagai harta wakaf. Laporan pengelolaan yang dikhususkan dari harta wakaf belum terjadi. Kondisi ini akan mengarahkan pada lenyapnya pokok harta wakaf karena hasil penerimaan investasinya tidak dikembangkan pada penambahan modal harta wakaf. Padahal wakaf harus tetap modalnya dan hasilnya saja yang dimanfaatkan untuk kepentingan umat. Singkatnya, manajemen investasi dalam pengelolaan wakaf Alkhairaat bila mendasarkan pada landasan teori investasi belum diperhatikan oleh pengurus Alkhairaat. Pola pikir dimaksud seperti dikemukakan oleh Rozalinda (2015: 140)
yaitu: pertama, usaha menghimpun modal melalui kegiatan membentuk wakaf, mengembangkan, memperbarui, dan melakukan penggantian. Maksud dari konsep ini, bahwa seharusnya wakaf Alkhairaat diinvestasikan merupakan upaya pengembangan harta wakaf, sehingga jumlahnya atau nilainya bertambah di kemudian hari, tetapi hal ini justru tidak jelas adanya proses penambahan dimaksud. Kedua, penggunaan modal untuk mendapatkan hasil atau pemasukan, ini dimaksudkan pula bahwa setelah harta wakaf itu diinvestasikan harusnya menambah hasil penerimaan organisasi tanpa mengurangi pokok hartanya dan pemanfaatannya menjadi lebih banyak menyentuh kegiatan operasionalnya organisasi dan kepentingan umat; tapi kenyataannya belum ada laporan yang dapat dianggap akurat. KESIMPULAN 1. Bentuk pengelolaan wakaf Alkhairaat masih berbentuk perseorangan; adapun organisasi dan badan hukum hukumnya hanya sebagai administrator atas harta wakaf yang diberikan kepada Alkhairaat. Bentuk pengelolaannya masih dikelola secara tradisional semata yang dapat diketahui melalui pemanfaatan cenderung konsumtif, manajemennya masih konsep lillahi ta’ala, tidak terbangunnya kemitraan dalam pengembangan wakafnya; dan hanya untuk pembangunan madrasah atau pondok pesantren. 2. Teori manajemen yang menyangkut fungsinya, manajemen sumber daya manusia, dan manajemen investasi belum diterapkan dalam penelolaan wakafnya. Hal ini disebabkan oleh status dan bentuk lembaga kenazirannya bukan pada organisasi dan badan hukumnya akan tetapi diterima dan dikelola oleh perseorangan yang menjadi pengurus. Implikasinya bahwa sistem pendataan dan penginventarisasian harta wakaf 12
Alkhairaat menjadi terbengkalai atau tidak tertata dengan baik masih ditemukan antara data dokumen Pengurus dengan realitas lapangan yang berbeda. Kondisi ini telah memberi pengaruh bagi ketidak berdayaan wakafnya, padahal esensi wakaf harus memberi pengaruh ekonomi dan sebagainya. Oleh sebab itu, perlu adanya reorientasi kembali oleh seluruh pengurus Alkhairaat terhadap eksistensi wakafnya dan harus ada komitmen sungguh menjadikan wakaf sebagai sumber ekonomi perhimpunan yang handal.
Publik, dan Ilmu Sosial lainnya, cet. 4; Jakarta: Prenada Media Group. Departemen Agama RI, 2009, Al-Qur’an dan Tafsirnya, jilid 1, 2, 4, cet. 3; Jakarta: Duta Grafika. Depdikbud, 1995, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi II, cet. 4; Jakarta: Balai Pustaka. Djunaidi, Achmad, 2006, Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia, Direktorat Pemberdayaan Wakaf. ----------, 2008, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf. Fuad, Muhammad, 2008, Membangunkan R aksasa Tidu r Problem ati ka Pengelolaan dan Pendayagunaan Wakaf di Indonesia, cet. 1; Jakarta: Piramedia. Handoko, T. Hani, 2003, Manajemen, edisi II, cet. 18; Yogyakarta: BPEF. Indrawati, 2015, Metode Penelitian Manajemen dan Bisnis Konvergensi Teknologi Komunikasi dan Informasi, cet. 1; Bandung: Refika Aditama. Kabisi, Muhammad Abid Abdullah, 2004, Hukum Wakaf, alih bahasa Ahrul Sani dkk, cet. 1; Depok: IIMaN Press. Lubis, Suhrawardi K dkk, 2010, Wakaf dan Pemberdayaan Umat, cet. 1; Jakarta: Sinar Grafika. Moleong, Lexy J., 2010, Metodologi Penelitian Kualitatif, edisi revisi, Bandung: Remaja Rosdakarya. Najib, Tuti A. (ed.), 2006, Wakaf, Tuhan dan Agenda Kemanusiaan Studi tentang Wakaf dalam Perspektif Keadilan Sosial di Indonesia, cet. 1; Jakarta: CSRC UIN Syarif. Nana, Herdiana Abdurrahman, 2013, Manajemen Bisnis Syari’ah dan Kewirausahaan, cet. 1; Bandung: Pustaka Setia. Nawawi, al-Imam Abi Zakariyah, 1994, Riyad al-Shalihin, Beirut: Dar al-Fikry. Nawawi, H. Ismail, 2009, Ekonomi Islam Perspektif Teori, Sistem, dan Aspek Hukum, cet. 1; Surabaya: ITS Press. ---------, 2012, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, Hukum Perjanjian,
DAFTAR PUSTAKA Abuziad, Ahmad, t.th., Nizham al-Waqf al-Islamiy Tathwir Asalib al-Amal wa Tahlil Nataij Ba’dha al-Dirasat alHaditsah, Kuwait: al-Amanah alAmmah li al-Awqaf. Alma, H. Buchari & Doni Juni Priansa, 2014, Manajemen Bisnis Syari’ah, Menanamkan Nilai dan Praktek Syari’ah dalam Bisnis Kontemporer, edisi revisi, cet. 2; Bandung: Alfabeta. Anshari, Abd. Ghafur, 2006, Hukum dan Praktek Perwakafan di Indonesia, cet. 2; Yogyakarta: Pilar Media. Arikunto, Suharsimi, 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, cet. 13; Jakarta: Rineka Cipta. Black, James A., 2009, Metode dan Masalah Penelitian Sosial, cet. 4; Bandung: Refika Aditama. Boone, Louis E & David L. Kurtz, 1984, Principles of Management, edisi 2; New York: Random House. Bukhari, Imam, t.th., Shahih Bukhari, juz 4; Dar Ihya al-Turas al-‘Araby. Bungin, Burhan, 2007, Analisis Data Penelitian Kualitatif Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi, cet. 5; Jakarta: Raja Grafindo Persada. ---------, 2010, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan 13
Ekonomi, Bisnis, dan Sosial, cet. 1; Bogor: Ghalia Indonesia. Putra, Nusa, 2013, Metode Penelitian Kualitatif Manajemen, cet. 1; Jakarta: Raja Grafindo Persada. Rozalinda, 2015, Manajemen Wakaf Produktif, cet. 1; Jakarta: Rajawali Press. Saputra, Hijrah, dkk (ed.), 2011, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia sejak 1975, Jakarta: Sekretariat MUI. Steers, Richard M, dkk, 1985, Managing E f f e ct i v e O rg an i za t i on s an I n tr odu ct i on , Bost om : Kent Publishing Company. Sugiyono, 2008, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, cet. 4; Bandung: Alfabeta. ---------, 2014, Metode Penelitian Manajemen, cet. 3; Bandung: Alfabeta. Suhadi, H. Imam, 2002, Wakaf untuk Kesejahteraan Umat, cet. 1; Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa. Terry George R.. 2010, Principles Management diterjemahkan oleh G.A Ticoalu “Dasar-dasar Manajemen”, cet. 11; Jakarta: Bumi Aksara. Yanggo, Hj. Huzaimah T (Ketua Tim), 2013, Sayyid Idrus bin Salim al-Jufri Pendiri Alkhairaat dan Kontribusinya dalam Pembinaan Umat, cet. 1; Jakarta: Gaung Persada. Yin, Robert K, 2002, Studi Kasus Desain dan Metode, edisi revisi, cet. 3; Jakarta: Raja Grafindo Persada. Ditjen Bimas Islam, 2012, Tanah Wakaf Tersertifikasi Baru 67,22%, dalam M aj al ah Am anah edi si 77; Kementerian Agama RI.
Muhammad, H. Fadel, 2002, Sambutan Ketua Yayasan pada Muktamar Besar VIII Alkhairaat, Palu. ---------,2005, Sambutan Ketua Yayasan pada Haul ke 36 Pendiri Alkhairaat Habib Idrus bin Salim Aljufri, Palu: PB. Alkhairaat. Rozalinda, 2010, Pengelolaan Wakaf Uang, Studi Kasus pada Tabung Wakaf Indonesia (TWI) Dompet Dhuafa Republika, (Disertasi tidak diterbitkan), Jakarta: SPS UIN Syarif Hidayatullah. Undang-undang, Nomor: 41 tahun 2004, tentang Wakaf. Lembaran Negara RI tahun 2004 Nomor 159. Peraturan Pemerintah, Nomor: 28 tahun 1977, tentang Perwakafan Tanah Milik. Lembaran Negara RI Tahun 1977 Nomor 38. Peraturan Pemerintah, Nomor: 42 tahun 2006, tentang Pelaksanaan Undangundang Nomor 41 tahun 2004. Lembaan Negara RI tahun 2006 Nomor 105. Ketetatapan-ketetapan Muktamar Besar VII Alkhairaat Tahun 1996 Ketetapan-ketetapan Muktamar Besar VIII Alkhairaat Tahun 2001 Ketetapan-ketetapan Muktamar Besar IX Alkhairaat Tahun 2008 Ketetapan Hasil Rapat Kerja Nasional Alkhairaat tahun 2009. Data tentang Keadaan Tanah Wakaf Alkhairaat Palu Sulawesi Tengah. Data tentang Tanah Wakaf Kota Palu Kementerian Agama Kota Palu. Data tentang Rekapitulasi Tanah Wakaf Kementerian Agama Sulawesi Tengah.
14
