Mam
MAKALAH ISLAM Perginya Seorang Perintis Ekonomi Syariah
12, Agustus 2014
Makalah Islam Perginya Seorang Perintis Ekonomi Syariah
M. Fuad Nasar, M.Sc Wakil Sekretaris BAZNAS, Anggota Masyarakat Ekonomi Syariah (MES)
Perjuangan untuk mendirikan bank syariah di era 1990-an bukan sebuah langkah yang populer di Indonesia.“Semua Menteri kita datangi dan jelaskan tentang bank syariah apa manfaatnya, dan minta dukungan. Ada yang mulus, ada juga yang nggak. Jadi orang-orang di sekitar Soeharto dulu yang dibuka pola pikirnya. Kami bertemu juga dengan Mensesneg Moerdiono karena yang dekat ke Soeharto kan waktu itu Moerdiono. Kami menjelaskan ke beliau cukup sulit sampai tiga kali bertemu. Ia bukannya mempersulit, tapi karena ingin tahu lebih banyak agar dia bisa menjelaskan ke Soeharto.” Demikian Prof. Dr. Ir. M. Amin Aziz dalam wawancara dengan majalah MySharing, edisi September 2011. Amin Aziz adalah tokoh yang memiliki peran penting selaku inisiator lokakarya Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang “Bunga Bank dan Perbankan” di Cisarua Bogor tanggal 19-21 Agustus 1990. Selaku Ketua Tim Pelaksana Lokakarya, Amin Aziz diberi mandat untuk mencari dana buat penyelenggaraan lokakarya bersejarah itu dan akhirnya Tommy Soeharto yang bersedia memberi dana cukup besar. Di dalam lokakarya MUI yang membahas status bunga bank sebagian peserta mengatakan bunga bank riba, dan sebagian menyatakan bukan riba, sedangkan sebagian ragu-ragu. Tapi satu hal yang disepakati oleh umat Islam yang diwakili oleh MUI saat itu bahwa perlu mendirikan bank tanpa bunga. Lokakarya ditindak-lanjuti dengan membentuk tim
perbankan yang mengusahakan berdirinya bank tanpa bunga. MUI membentuk Kelompok Kerja (Pokja) dan Tim Kecil “Penyiapan Buku Panduan Bank Tanpa Bunga” diketuai Amin Aziz. Sejumlah nama, seperti Amin Aziz, Karnaen Perwataatmadja, Amir Rajab Batubara (alm), dan Zainulbahar Noor, bersama-sama pimpinan MUI dengan kewibawaan Ketua Umum MUI K.H. Hasan Basri (alm) melakukan pendekatan dan diskusi dengan beberapa menteri dalam rangka persiapan pendirian bank syariah pertama di Tanah Air. Pendekatan oleh Tim MUI untuk meyakinkan Presiden Soeharto (alm) melalui para pembantunya agar mendukung bank tanpa bunga dengan sistem syariah tidak sia-sia. Pak Harto merestui dan bahkan mencanangkan penggalangan dana di Istana Bogor untuk modal mendirikan bank syariah. A. Riawan Amin, mantan Dirut Bank Muamalat ketika memperingati 70 tahun Amin Aziz menulis, “Sulit membayangkan bank syariah bisa berdiri di Indonesia tanpa peran Pak Amin Aziz." Amin Aziz pada waktu itu adalah Ketua Tim Penggalangan Dana untuk pendirian Bank Muamalat Indonesia. Bank Muamalat Indonesia (BMI) berdiri pada 24 Rabius Tsani 1412 H atau 1 November 1991 diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia. BMI memulai kegiatan operasinya pada 27 Syawwal 1412 H atau 1 Mei 1992. Kehadiran
Bank Muamalat pembuka jalan bagi pertumbuhan industri keuangan syariah di tanah air. Seminggu menjelang Idul Fitri 1435 H,Amin Aziz,sang perintis ekonomi syariah tutup usia. Cendekiawan muslim dan kader Muhammadiyah ini berpulang ke rahmatullah, Rabu 23 Juli 2014 jam 03.00 WIB dalam usia 78 tahun di kediamannya di Jakarta. Banyak kalangan merasa kehilangan dengan wafatnya almarhum. Figur Amin Aziz tak asing lagi,terutama bagi kalangan pegiat dan komunitas ekonomi syariah. Seorang “martir” yang gigih dan tulus berjuang untuk membangun kesejahteraan umat dengan memegang teguh prinsip Islam. Perjalanan hidup pria kelahiran Lhokseumawe Aceh 17 Desember 1936dan mengenyam pendidikan pada University of the Philippines Los Banos Philippina dan Iowa State University Amerika Serikat itu menjadi cermin bagi kita semua bahwa ilmu dan kesarjanaan bukan sekedar untuk dimiliki, tetapi harus dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Hemat saya, sisi yang mengagumkan dari almarhum Amin Aziz,bukankarena kedudukan dan jabatannya. Ia bukanseorang yang besar karena diangkat dalam suatu jabatan dan mendapatkan fasilitas untuk dikenal publik. Tetapi ia seorang perintis yang mempunyai idealisme dan membentangkanjalan untuk
generasi berikutnya.Generasi penerus perlu meneladani semangat dan kegigihan Amin Azizyang tidak kenal lelah dalam melaksanakan aktivitas keumatan. Dalam pengabdiandi tengah umat, Amin Aziz pernah menjabat Ketua Majelis Ekonomi PP Muhammadiyah. Selain itu, ia pendiri Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM-MUI) tahun 1989 dan memimpin LPPOM MUI periode pertama. Amin Aziz mempunyai andil dalam pendirian Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) dan aktif sebagai Dewan Pembina Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) sampai akhir hayatnya. Semasa hidupnya mantan Komisaris Bank Muamalat itu mendirikan Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). Dalam rapat anggota tahunan Induk Koperasi Syariah (Inkopsyah) tahun 2014 di Yogyakarta, Amin Aziz dinobatkan sebagai “Bapak BMT Nasional” atas jasa-jasanya selaku pendiri Inkopsyah BMT dan gerakan industri mikro keuangan syariah. Selaku Ketua Umum PINBUK Amin Aziz mengungkapkan bahwa sejak 1995 PINBUK telah memprakarsai pendirian 3.982 Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) di seluruh Indonesia, termasuk 82 BMT Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Masjid di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Dalam suatu acara, Amin Aziz menuturkan alasan ia menulis buku “The Power of Al-Fatihah”(2012). Ia
prihatin melihat kondisi kehidupan sosial umat Islam, terutama kualitas iman dan ibadahnya yang kurang sehingga tidak mampu mencapai mukmin berakhlak mulia. Menurutnya, sebagian besar umat Islam tidak memahami ayat-ayat dalam Al Quran. Bahkan, memahami Al-Fatihah pun tidak. Padahal, kekuatannya sangat dahsyat. Banyak umat fasih mengucapkan Allahu Akbar namun tidak mampu menunjukkan lewat sikap dan perbuatan yang mengagungkan Allah. Keteladanan Amin Aziz yang rendah hati dan mempunyai sifat penolong terpatri di hati banyak orang. Anggota Presidium ICMI Prof. Nanat Fatah Natsir mengenang, “Amin Aziz, orangnya egaliter. Penampilannya sederhana padahal beliau profesor doktor. Beliau juga sangat hormat sekali kepada tamu, saat saya berkunjung ke rumahnya selalu diajak makan.” Dalam kesehariannya tidak menciptakan jarak dengan lingkungan sekitarnya yang heterogen. Kesaksian tetangganya di Cijantung, Jakarta Timur, seperti diulas di media massa, siapa pun tidak sungkan mendatangi rumah Amin Aziz, walaupun hanya sekedar ngobrol. Kalau melihat ada warga yang rajin shalat ke masjid dan terlihat tidak memiliki pekerjaan, ia akan suruh datang ke rumahnya untuk diberikan rekomendasi pekerjaan. Tulisan In Memorium ini saya akhiri dengan katakata yang ditulis Amin Aziz sendiri dalam sambutan buku Tata Cara Pendirian BMT sebagai berikut, “Perlu
dikembangkan kesadaran bahwa BMT bergerak tidak hanya pada tataran ar-rahmaan: membawa rahmat pada sekalian alam, tetapi juga pada arrahiem Allah: membangun dan memelihara jaringan ukhuwwah seluruh potensi kaum Muslimin. Dengan demikian, insya Allah setiap BMT bisa jadi setitik cahaya penerang bagi kehidupan ummat. Cahaya itu akan tumbuh dan berada dimana-mana antara satu dengan lainnya terjalin baik, yang suatu saat akan menjadi suatu kekuatan dahsyat dalam membangun peradaban ummat, insya Allah. Para sahabat, kamiharap untuk ikhlas memprakarsai tumbuh dan berkembangnya setitik cahaya itu. Insya Allah. Allaziina jaahadu fiinaa lanahdiyannahum subuulanaa, pesan Allah. ”Mereka yang berniat dan menegakkan jihad pada jalan-jalan Kami, Kami akan memberikan Petunjuk, Jalan-jalan yang mudah untuk mencapainya”, demikian kami artikan. Mari berjihad mengembangkan setitik cahaya itu. Selamat Berjuang.” Selamat jalan Bapak Amin Aziz. Setitik dua titik cahaya penerang telah engkau kembangkan bagi pemberdayaan ekonomi umat dan penanggulangan kemiskinan. Amal dan jihadmu mengabdi agama, nusa dan bangsa akan tetap kami kenang.
Sumber: bimasislam.kemenag.gi.id-informasi-opini