1
MAKNA RAGAM GERAK DAN NILAI-NILAI BUDAYA TARI RANUP LAMPUAN * oleh Cut Zuriana ** ABTSRAK Penelitian ini bertujuan melihat makna gerak dan nilai-nilai budaya tari ranup lampuan. Masalahnya karena banyak ragam gerak dalam tari tersebut tidak dilakukan dengan maksimal dan tidak sesuai dengan yang semestinya. Permasalahan tersebut disebabkan oleh karena tidak dipahaminya nilai-nilai budaya dalam tari Ranup Lampuan. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Seni, Drama, Tari dan Musik (Sendratasik) FKIP Unsyiah, yang terdiri lima kelompok tari. Penelitian ini menggunakan metode deskriptip. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, dan wawancara. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kelompokkelompok mahasiswa Sendratasik FKIP Unsyiah mempunyai ragam gerak dan tingkat kemaksimalan gerak yang berbeda-beda, serta pemahaman yang berbeda pula terhadap makna ragam gerak dan nilai-nilai budaya tari ranup lampuan. Kata kunci: ranup lampuan, teknik gerak, kemaksimalan gerak
ABTSRAC
.............................................
* Penelitian Mandiri pada Program Studi Sendratasik FKIP Unsyiah ** Staf Pengajar Program Studi Sendratasik FKIP Unsyiah
2
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Historis Tari Ranup Lampuan Secara historis tari ranup lampuan diciptakan untuk dipersembahkan kepada tamu-tamu besar atau tamu yang dimuliakan. Tari ini merupakan “tari persembahan resmi masyarakat Aceh” untuk menyambut tamu yang dimuliakan. Tari yang ciptakan oleh Yusrizal dan irama lagunya oleh Manua (alm.) ini merupakan tari yang mempunyai gerak sangat lemah lembut dan santun sebagai lambang penghormatan kepada para tamu. Tari tersebut biasanya dipersembahkan kepada tamu-tamu negara, pejabat yang berkunjung secara resmi ke Aceh serta juga dipersembahkan dalam pembukaan acara-acara adat dalam masyarakat Aceh. Menyangkut dengan nama, tari tersebut memiliki nilai adat kebiasaan yang sangat kental dalam masyarakat Aceh. Kebiasaan yang sangat kental itu adalah menyungguhkan sirih (ranup) kepada tamu. Hal ini mencerminkan kemuliaan akan tamu yang disambutnya. Ranup
yang disungguhkan biasanya diletakkan dalam
cerana/puan. Sehubungan dengan itu, maka ranup yang diletakkan dalam puan, maka tari itu dinamakan tari ranup lampuan. Kemuliaan akan tamu dalam masyarakat Aceh tidak ada bandingnya selain dengan menyungguhkan ranup kepada tamu. Ranup melambangkan makna kemuliaan yang sangat dalam bagi masyarakat Aceh. Ranup dipandang sebagai obat segala obat yang dapat menyembuhkan segala penyakit. Oleh karena itu, sebagai lambang kemulian dalam masyarakat Aceh adalah menyungguhkan ranup kepada tamu, dalam hal ini dikemas dalam bentuk tarian (Ihsan, 1992:27). Tarian tersebut lebih mencerminkan kemuliaan dalam masyarakat Aceh karena ranup yang disungguhkan dalam masyarakat Aceh diletakkan dalam puan. Dalam masyarakat Aceh puan merupakan sebuah tempat/benda budaya yang mengandung nilai-nilai kemuliaan. Dengan demikian, lengkaplah akan lambang kemuliaan apabila benda ranup yang mulia diletakkan dalam tempat yang mulia pula. Dalam masyarakat Aceh, cara yang sangat mulia untuk menyambut tamu adalah menyungguhkan ranup lapuan.
3
1.2 Ragam Gerak Tari Ranup Lampuan Nilai-nilai budaya dalam tari ranup lampuan merupakan nilai-nilai khusus dalam masyarakat Aceh. Nilai-nilai yang dikandung tari ranup lmpuan merupakan yang berhubungan dengan budaya masyarakat Aceh dalam menyambut tamu. Sehubungan dengan upacara penyambutan tamu itu, maka secara terperinci dapat dideskripsikan nilai-nilai budaya apa yang terdapat dalam tarian tersebut. Nilai budaya yang terkandung dalam tari ranup lampuan dapat dideskripsikan sebagai berikut; (1) nilai budaya dalam hubungan manusia dengan manusia, (2) nilai budaya dalam hubungan manusia dengan alam, (3) nilai budaya dalam hubungan manusia dengan nilai sosial/kemuliaan, (4) nilai budaya dalam hubungan dengan kebiasaan dan sifat (Rajab, 2006: 7). Untuk mengetahui bagaimana hubungan nilai-nilai budaya tersebut di atas, dengan gerak tari ranup lampuan dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut; (1) memahami latar historis tari ranup lampuan (2) memahami ragam gerak tari ranup lampuan, (3) memahami makna gerak tari ranup lampuan, (4) memahami keindahan dan kelenturan gerak, dan (5) memahami nilai-nilai budaya tari ranup lampuan. Untuk menganalisis nilai-nilai budaya tari ranup lampuan berdasarkan ragam gerak memerlukan kajian khusus untuk dideskripsikan secara rinci.
1.3 Ragam dan Makna Gerak Ragam Tari Ranup Lampuan Ragam dan makna gerak ragam tari ranup lampuan merupakan ragam dan makna gerak tari yang mempunyai kekhasan tersendiri. Gerakan-gerakan tari tersebut harus dilakukan dengan teknik dan gerakan yang maksimal. Untuk memahami ragam dan makna gerak ragam tari ranup lampuan perlu dideskripsikan secara khusus, sehingga gerakan demi gerakan dapat dipahami secara mendalam. Dengan memahami makna ragam gerak tari tersebut, penarinya akan dapat melakukan gerak-gearakan yang maksimal. Makna ragam gerak berdasarkan ragam gerak tari ranup lampuan dapat dilihat pada deskripsi ragam gerak dan makna ragam gerak tari ranup lampuan. ragam gerak dan makna ragam gerak ranup lampuan berikut.
dapat dilihat pada tabel
4
Ragam Gerak
Makna Ragam Gerak
Ragam gerak I Makna ragam gerak I Gerak penghormatan yakni dengan Ragam tersebut mengandung makna mengacungkan puan ke hadapan sebagai penghormatan kepada primadona (sebagai tamu yang primadona atau tamu yang disambut. disambut) Penghormatan itu terlihat pada gerakan mengajungkan puan yang berisi ranup kepada primadona atau tamu itu. Ranup merupakan sebuah simbol kemulian dalam masyarakat Aceh. Ragam gerak II Gerak mengayungkan puan berisi ranup ke kiri dan kanan.dilakukan oleh putri (primadona) saja dan melangkah ke depan.
Makna ragam gerak II Sebagai simbol iringan langkah kemuliaan, dengan puan yang berisi ranup yang dilengkapi dengan kapur, gambir, pinang dan cengkeh sebagai bumbu khas ranup di Aceh.
Ragam gerak III Gerak mengayunkan kedua tangan ke depan dan ke belakang, dengan sikap menolak yang tidak baik, menerima yang baik, dilakukan maju kaki kanan lalu mundur kaki kiri, juga dilakukan ke samping kanan dan ke samping kiri. Ragam gerak IV Gerak tangan ke depan lalu diikuti, tangan kanan dibawa ke belakang dengan sikap telapak tangn terbuka ke bawah, kemudian tangan kiri ke belakang, dilakuakan secara bergantian dengan sikap kaki jalan di tempat, pada saat tangan kanan ke depan diikuti, tangan kiri dan tangan tetap terbuka di hadapan penonton. Ragam gerak V Gerak tangan yang memetik sirih (ranup) dan mengancip pinang.
Makna ragam gerak III Mengandung makna rakyat Aceh sangat senang menerima persabatan dan dengan dengan tegas menolak segala bentuk permusuhan.
Makna ragam gerak IV Mengambil segala yang baik membuang semua yang tidak baik
dan
Makna ragam gerak V Mengandung makna, masyarakat Aceh kerap bekerja sama dan bergotongroyong. Simbolis kerja sama ini terlihat pada penari yang sebagian memetik sirih (4 penari) dan sebagian (3 penari) di depan mengancip/membuat ramuan untuk mempersiapkan sirih (ranup) siap saji.
5
Ragam gerak VI Gerak membuat sirih (ranup) yakni dimulai dengan membuang tampuk/tangkainya, memberi kapur, dan ramuan lainnya hingga selesai.
Makna ragam gerak VI Mengandung makna kesistematisan/ ketertiban adat dalam masyarakat Aceh. Hal ini tercermin pada pengaturan dan peramuan sirih secara beruntun dari awal hingga akhir dengan tertib dan sopan.
Ragam gerak VII Makna ragam gerak VII Penari dengan memegang puan secara Mengandung makna penyambut tamu berderet membentuk sebuah barisan akan mempersembahkan sirih yang dipersiapkannya secara tertib. Ragam gerak VIII Penari membentuk barisan yang membentuk lorong, kemudian primadona maju dan diikuti oleh semua penari lain.
Makna ragam gerak VIII Mengandung makna, tuan rumah menyambut tamu di depan pintu dengan diikuti oleh anggota keluarga. Hal ini dilakukan sebagai alun-alun penyambutan tamu yang dimuliakan oleh sebuah keluarga . Ragam gerak IX Makna ragam gerak IX Penari merendahkan puan dan membuat Mengandung makna mempersilakan ayunan puan ke kanan dan ke kiri dan tamu masuk ke dalam. diangkat ke atas lalu diturunkan kembali. Berdasarkan ragam gerak dan makna gerak di atas, gerakan tari ranup lampuan harus dilakukan dengan maksimal. Dengan gerakan yang maksimal maka makna ragam gerak akan dapat tersampaikan dengan benar. Apabila gerakannya salah makan makna ragam geraknyapun akan salah.
II. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Penggunaan metode tersebut untuk memperoleh deskripsi secara faktual mengenai memahami makna ragam gerak tari ranup lampuan.
Untuk itu, akan dikaji dengan teknik observasi, dan teknik
wawancara. Teknik observasi dilakukan untuk mengamati bagaimana ragam gerak dilakukan oleh mahasiswa Sendratasik. Observasi dilakukan secara terpola, artinya pemantauan dilakukan setiap dua minggu. Pemantau tersebut dimaksudkan agar mahasiswa mempunyai kesempatan untuk berlatih. Dengan berlatih, mahasiswa akan
6
mempunyai kesempatan untuk terus meningkatkan kemaksimalan ragam gerak tari tari tersebut. Dengan teknik ini, subjek penelitian akan lebih leluasa melakukan gerak yang maksimal. Teknik wawancara dilakukan terhadap subjek yang sama untuk memastikan/kroscek pemahaman makna gerak yang dilakukan oleh subjek penelitian. Berdasarkan teknik observasi, dan teknik wawancara, terhadap subjek penelitian, korelasi ragam gerak dan maknanya dapat diketahui, sejauh mana penari memahaminya. Apabila tidak memahami makna ragam gerak secara otomatis mereka tidak akan dapat melakukan ragam gerak yang maksimal. Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Pengumpulan Data Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan melakukan observasi terhadap ragam gerak tari ranup lampuan yang dipraktikankan oleh mahasiswa Sendratasik FKIP Unsyiah. Berdasarkan hasil observasi, peneliti mewawancarai subjek penelitian untuk mengetahui apakah subjek penelitian memahami maksud ragam gerak yang dilakukannya. (2) Pendeskrisian Data Data yang telah terkumpul melalui observasi dapat menjadi dasar untuk mewawancarai subjek penelitian. Dengan demikian, akan diketahui apakah penari tari ranup lampuan mengetahui makna setiap ragam gerak yang dilakukannya. (3) Penarikan Kesimpulan Berdasarkan hasil observasi, peneliti mendeskripsikan ragam gerak yang dilakukan oleh subjek penelitian. Hasil dari wawancara terhadap subjek penelitian akan menjadi dasar untuk menentukan apakah subjek penelitian sudah memahami makna gerak tari ranup lampuan. Dengan demikian, peneliti dapat mengambil kesimpulan apakah subjek penelitian sudah melakukan ragam gerak yang maksimal. Makna ragam gerak tari ranup lampuan, dapat menjadi pedoman untuk melakukan gerakan dalam tari ranup lampuan dengan maksimal.
7
II. PEMBAHASAN
2.1 Memahami Makna Ragam Gerak Tari Ranup Lampuan Makna ragam gerak Tari Ranup Lampuan harus dipahami secara satu per satu. Hal tersebut perlu dilakukan
karena setiap gerakan mempunyai makna
tersendiri. Makna setiap ragam gerak akan satu kesatuan yang koprehensif untuk mengenal tari ranup lampuan secara koprehensif pula. Untuk memahami makna ragam gerak tari ranup lampuan dapat diperhatikan berikut ini.
2.1.1 Memahami Kesopanan dan Kelenturan Tari Ranup Lampuan Tari ranup lampuan memiliki ragam gerak yang sopan dan lentur. Dalam tari ini sengaja menyungguhkan ragam gerak yang sopan sebagai lambang kemuliaan kepada tamu. Kesopanan yang dimaksud baik ditinjau dari segi pakaian maupun dari segi gerakan-gerakan yang dilakukan. Gerakan-gerakan yang dilakukan itu dilengkapi dengan ekspresi wajah yang ramah. Gerak yang sopan dalam tari ranup lampuan dapat dilihat pada gerakangerakan yang dilakukan yang hanya menggerakkan puan dan tangan saja. Tarian tersebut tidak menggerakkan anggota tubuh yang lainnya seperti pinggul, dan lainlain. Kesopanan gerakan tarian ini juga tercermin pada saat tarian akan berakhir. Gerak mundur yang dilakukan oleh penari, sebagai tanda penerimaan atau mempersilakan para tamu yang datang untuk masuk/sudah diterima.
2.1.2 Nilai-Nilai Budaya dalam Tari Ranup Lampuan Nilai budaya dalam tari ranup lampuan merupakan sebuah nilai budaya yang sangat besar. Artinya nilai budaya dalam tari tersebut merupakan sebuah pertunjukan budaya yang dipertunjukkan kepada para tamu-tamu kebesaran. Pertunjukan kepada para tamu kebesaran itu bukanlah suatu hal yang dapat dibuat tanpa suatu kebiasaan/budaya yang diakui dalam masyarakat Aceh. Nilai budaya yang terkandung dalam tari ranup lampuan dapat dideskripsikan sebagai berikut; (1) nilai budaya dalam hubungan manusia dengan manusia, (2) nilai budaya dalam hubungan manusia dengan alam, (3) nilai budaya dalam hubungan
8
manusia dengan nilai sosial/kemuliaan, (4) nilai budaya dalam hubungan dengan Tuhan. Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam tari ranup lampuan yang tersebut di atas, dapat dideskripsikan sebagai berikut. 2.1.2.1 Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan manusia Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan manusia merupakan sebuah nilai budaya yang terdapat dalam tari ranup lampuan. Nilai-nilai budaya itu dapat diperhatikan baik secara eksternal maupun secara internal. Secara eksternal atau di luar tarian itu dapat diperhatikan dalam maksud dan tujuan tarian itu sendiri. Tujuan tarian tersebut adalah sebagai upaya membina silaturrahmi sesama manusia. Secara internal atau dalam tarian itu, dalam gerak tarian ranup lampuan dapat dilihat betapa kompak para penari menarikan tarian itu dalam setiap gerakan yang dilakukan. Bila ditinjau dari gerakan-gerakannya tarian tersebut hubungan rasa memiliki para penari terhadap tamu yang akan disambutnya. Hal tersebut terlihat pada saat penari membersihkan daun sirih (ranup) untuk diberikan ramuannya. Sirih dipastikan benar-benar bersih sebagai tanda kemuliaan yang disungguhkannya. Hubungan kemanusiaan yang lain juga dapat dilihat pada gerak mempersembahkan ranup lampuan kepada para tamu. Pada saat mempersembahkan sirih para penari sedikit membungkuk sebagai tanda hormat yang diberikan kepada para tamu. Nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung dalam tari ranup lampuan baik secara personal maupun secara universal. Selain mencerminkan kekompakan personal yang menarikan tarian tersebut. Tarian itu juga menggambarkan bagaimana sikap masyarakat Aceh dalam hal memuliakan tamu. Hal ini mencerminkan bahwa masyarakat Aceh benar-benar mempunyai nilai-nilai humanisme yang luar biasa.
2.1.2.2 Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan alam Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan alam dalam tari ranup lampuan adalah segala sesuatu yang ada di alam ini yang berhubungan dengan gerak tari ranup lampuan. Dalam tari ranup lampuan nilai budaya yang berhubungan dengan alam dapat dikelompokkan tiga kelompok yaitu gerak yang berhubungan
9
dengan tumbuh-tumbuhan (sirih/ranup), gerak yang berhubungan dengan rempahrempah (ramuan sirih), dan gerak yang berhubungan dengan benda (puan). 1) Gerak yang berhubungan dengan tumbuh-tumbuhan Tumbuh-tumbuhan yang mempunyai nilai budaya dalam gerak tari ranup lampuan adalah sirih (ranup). Ranup dalam masyarakat Aceh selain dapat dimakan, ranup mempunyai nilai budaya yang sangat tinggi. Nilai ranup dalam masyarakat Aceh adalah sebuah lambang kemuliaan. Apabila ingin memuliakan apa atau siapa saja, orang Aceh akan menyediakan ranup sebagai pelambang kemuliaan. Selain untuk menyambut tamu, dalam masyarakat Aceh, ranup diikut sertakan dalam berbagai upacara yang sakral. Upacara-upacara yang sakral selain menyambut tamu, dalam masyarakat Aceh yang disertakan ranup seperti upacara pinangan/lamaran, tueng dara baro, dan setiap sajian makanan dalam upacara adat. 2) Gerak yang berhubungan dengan rempah-rempah Gerak tari ranup lampuan mempunyai korelasi dengan rempah-rempah sebagai ramuan sirih (ranup). Walaupun sebagai ramuan dalam tarian ranup lampuan yang terdapat gambir, pinang, dan kapur sirih. Keagungan ramuan ini tercermin betapa besar kasiat ramuan tersebut sebagai obat tradisional. Nilai budaya yang
terkandung
dalam
ramuan
tradisional
tersebut
sebagai
pelambang
penyembuhan yang dimiliki oleh tari ranup lampuan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tari ranup lampuan, mempuyai makna tersirat sebagai penawar segala penyakit. 3) Gerak yang berhubungan dengan benda Gerak yang berhubungan dengan benda dalam tari ranup lampuan adalah benda yang berupa cerana/puan. Puan sebagai benda yang mempunyai nilai budaya yang tinggi dalam masyarakat Aceh. Puan adalah sebuah tempat untuk meletakkan benda-benda yang dimuliakan. Oleh karena itu, apabila sesuatu yang mulia diletakkan dalam tempat yang mulia pula maka kemuliaan ganda yang dimiliki ranup lampuan adalah sebuah lambang kemuliaan masyarakat Aceh.
10
2.1.1.3 Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan nilai sosial Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan nilai sosial dalam tari ranup lampuan adalah bagaimana gerakan-gerakan tari tersebut
dalam menyampaikan
pesan-pesan sosial kepada khalayak. Nilai-nilai sosial yang disampaikan tentunya menyangkut dengan kondisi masyarakat setempat, status sosial dan prilaku sosial. Tari ranup lampuan yang mencerminkan kondisi masyarakat setempat dapat diperhatikan pada ragam gerak yang dideskripsikan secara rinci pada halaman 7-10. Gerak-gerak itu telah menggambarkan bagaimana keramahan masyarakat Aceh dalam menyambut tamu. Masyarakat Aceh yang kental dengan ajaran Islam menganggap bahwa memuliakan tamu adalah bagian dari iman. Dari prinsip yang tertanam pada masyarakat Aceh inilah tergambar dengan jelas kondisi masyarakat yang religi dan ramah. Mengenai status sosial dalam gerak tari ranup lampuan tidak terlihat perbedaan sama sekali. Masyarakat Aceh tidak membedakan gender atau bangsawan atau bukan. Masyarakat menganggap tamu harus dimuliakan, oleh karena itu, sebagai manifestasi kemuliaan dalam memuliakan tamu secara resmi dalam masyarakat Aceh tergambar secara jelas dalam tari ranup lampuan. Berdasarkan deskripsi gerak tari ranup lampuan, tergambarlah betapa kompliknya gerakan-gerakan tari ranup lampuan. Gerakan-gerakan itu sarat dengan nilai-nilai budaya, baik yang berhubungan dengan kondisi masyarakat setempat, status sosial dan prilaku sosial. Karena muatan nilai-nilai tersebut, tari ranup lampuan menjadi lambang ketinggian estetika, keramahan, humanis dan agamis dalam masyarakat Aceh.
2.1.1.4 Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan Tuhan Gerak tari ranup lampuan mempunyai nilai budaya yang berhubungan dengan Tuhan. Dalam hubungan dengan Tuhan, gerak-gerak tari itu menyampaikan pesan-pesan silaturrahmi. Nilai-nilai siraturrahmi merupakan nilai-nilai keagamaan yang diajarkan dalam Islam. Rasullullah saw. Bersabda bahwa ”Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tamunya”.
11
Berdasarkan sabda Rasullah tersebut, dapat dipastikan bahwa memuliakan tamu adalah bagian dari iman. Iman menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan. Siapa saja yang menjalankan perintah Rasul dan Tuhannya dengan sungguh-sungguh merupakan sebuah kebajikan yang mendapat imbalan dari Allah swt.
2.2 POLA LANTAI TARI RANUP LAMPUAN Tari ranub lampuan ditarikan oleh tujuh orang penari wanita, satu diantaranya adalah primadona atau sebagai putri dan enam orang lainnya sebagai pengiring atau penari biasa. Sebagai penanda primadona dapat dilihat pada perbedaan pakaian yang dikenakan. Sedangkan enam penari linnya mengenaka pakaian yang sama. Pada bagian pembuka tari ranub lampuan, penari masuk berbaris sekaligus/bersamaan. Pola lantai pembukaan/bagian awal tari ini dapat diperhatikan sebagai berikut : 2.2.1 Pola Lurus atau Berbaris Sejajar Pola ini dilakukan untuk persiapan melakukan gerak berikutnya yaitu, duduk bersimpuh, dan persiapan penyambutan, dan persiapan peralatan yang akan disajikan dalam ranup. 2.2.2 Pola Anjungan Rumah Aceh Bentuk anjungan ini merupakan bentuk lurus yang biasanya dilakukan pada saat penari memasuki pentas. Bentuk anjungan ini dilakukan sebagai petanda bahwa penerimaan tamu atau penyambutan tamu dilakukan di ajungan atau bagian muka rumah. Hal sebagai petanda bahwa betapa mulianya tamu bagi masyarakat Aceh. Pola ini dilakukan dengan duduk bersimpuh dan melakukan gerakan-gerakan penyambutan. 2.2.3 Pola Tampong Rumoh Aceh Pola ini terjadi pemindahan penari ke kiri dan ke kanan dengan posisi tetap membentuk tampong reumoh Aceh .
12
2.2.4 Tetap Pola Tampong Rumoh Aceh Pola ini, penari di depan termasuk primdona dan dua penari dengan posisi duduk dan empat penari di belakang berdiri, yang duduk dengan gerakan mengancip pinang, yang berdiri dengan gerakan memetik sirih. Pola ini sama dengan pola ketiga di atas. 2.2.5 Pola lantai tampong rumoh atau bentuk huruf V Pola melakukan gerak membut sirih yaitu memetik tangkai sirih, membuang tangkai sirih, mengelap daun sirih dengan tanga sebelah kanan, menaruh kapur sirih gambir dan membalut sirih hingga selesai. 2.2.6 Pola lantai tampong rumoh Aceh Posisi masih membentuk tampong rumah Aceh, namun dalam duduk itu penari terus melakukan kegiatan mempersiapkan sirih untuk disajikan. Persiapa itu dimulai dengan membuang tampok sirih, mencuci sirih, mengoles kapur, dan seterusnya hingga selesai. Pola ini mengandung makna bahwa persiapan sirih itu dilakukan dengan sistematis. Hal ini sebagai petanda ketertiban/keteraturan juga sangat diperluka dalam adat-istiadat. 2.2.7 Pola lantai berbaris satu barisan Pada pola ini, penari bangun secara bersamaan (membentuk suatu barisan) dengan memengang puan. Puan yang dipegang dalam pola ini diayunkan ke kiri dan ke kanan, dan membentuk posisi banjar. Pola ini dimaksudkan hanya untuk memasuki pola selanjutnya. 2.2.8 Pola lantai baris dua lurus ke belakang Pola ini penari mundur secara teratur
dengan sistematis, yang didahului oleh
primadona. Penari mundur dengan membentuk sebuah lorong atau pintu. Kemudian primadona maju dan diikuti oleh penari. Pola ini mengandung makna bahwa tuan rumah menyambut tamu di depan pintu. Penyambutan ini dimulai dengan primadona maju ke depan dan diikuti oleh semua anggota tari untuk menyambut tamu yang dihormati.
13
2.2.9 Pola lantai lurus dengan satu barisan Pola primadona maju ke depan diikuti oleh semua penari dengan cara melangkah ke samping dengan empat hitungan lalu membalik dan menuju ke depan satu barisan dengan primadona tari ranup lampuan. 2.2.10 Pola tampong rumoh Aceh Pola semua penari melangkah mundur ini dilakukan dengan dimulai oleh primadona melangkah mundur arah hadap ke samping kiri membentuk pola lantai berbentuk huruf V. 2.2.11 Pola berbanjar mundur Pola berbanjar mundur ini merupakan pola untuk mengakhiri tarian ranup lampuan. Tarian ini diakhiri dengan pola lantai membentuk barisan berbanjar, kemudian satu per satu mundur secara kontiu. Pada penutup tarian ranub lampuan, semua penari mundur empat langkah dan kembali masuk ke belakang pentas. Biasanya pada upacara penyambutan tamu-tamu resmi daerah semua penari maju menyuguhkan sirih kepada penonton atau para undangan.
2.3 Busana Tari Ranup Lampuan Tata busana pada tari ranub lampuan, telah ditentukan yaitu: unuk primadona busana dan rias lebih lengkap jika dibandingkan dengan penari biasa (pengiring). Primadona memakai baju atau pun kain yang warnanya lebih/beda dengan baju atau kain yang dikenakan para pengiring. Busana tari ranub lampuan yaitu seperti busana wanita Aceh pada umumnya atau seperi busana tradisionam wanita Aceh. Seperti baju lengan panjang , krah baju berdiri , dihiasi motif Aceh pada dada. Ija kroeng (kain sarung), sileuweu Aceh yaitu bentuknya besar di paha dan kecil di bawah dan dihiasi dengan bunga motif Aceh pada bagian bawah celana. Peralatan lain yang dipakai pada tari ranub lampuan yaitu puan untuk menaruk sirih. Kemudian warna baju untuk primadona (putri) dibedakan dengan pengiring.
2.4 Pengiring Tari Ranub Lampuan Iringan yang digunakan pada tari ranub lampuan yaitu seurune kale. rapai, dan gendang. Selain alat musik yang disebutkan di atas, terdapat juga pengiring lain
14
yang dipakai seperti musik instrumen yang berupa kaset/VCD. Alat musik instrumen tersebut dapat juga digarap atau dikemas juga dengan alat musik tradisional Aceh sebagaimana tersebut di atas.
2.5 Hasil Penelitian Ragam Gerak Dan Nilai-Nilai Budaya Tari Ranup Lampuan 2.5.1 Ragam Gerak Tari Ranup Lampuan Tari ranup lampuan telah mempunyai ragam gerak yang baku (standar). Oleh karena itu, tari tersebut harus ditarikan dengan gerakan yang standar pula. Standar gerakan harus berdasarkan gerakan yang telah ditetapkan. Berdasarkan standar gerakan yang ditetapkan, dalam penelitian yang dilakukan pada mahasiswa Sendratasik FKIP Unsyiah ditemukan gerakan yang berbeda dengan ragam gerak standar dan tidak maksimal. Hasil penelitian pada mahasiswa Sendratasik FKIP Unsyiah dapat diperhatikan pada tabel berikut. Ragam Gerak Standar
Hasil Penelitian
Ragam gerak I Ragam gerak I Gerak penghormatan yakni dengan Gerak penghormatan yakni dengan mengacungkan puan ke hadapan mengacungkan puan ke hadapan primadona (sebagai tamu yang primadona (sebagai tamu yang disambut) disambut) dengan sikap badan tidak sepenuhnya menumpu pada kaki dan puan dihadapkan kepada kawan yang di depannya. Ragam gerak II Gerak mengayungkan puan berisi sirih ke depan sebatas pusat dan kaki melangkah ke samping kanan dan ke samping kiri.
Ragam gerak II Gerak mengayungkan puan berisi sirih ke kiri dan kekanan semelewati pusat. Sering dillakukan dengan sikap jalan di tempat, dan sering juga kaki dihentakkan di lantai.
Ragam gerak III Gerak kedua tangan dibawa ke depan dan ke belakang sampai sebatas siku, kaki kanan maju lalu diikuti kaki kiri lalu kaki kiri mundur diikuti kaki kanan,
Ragam gerak III Gerak kedua tangan melingkari pinggul sampai ke depan dada kaki yang malangkah ke dapan tidak menentu kadang kanan kadang kiri
15
Ragam gerak IV Gerak mengayunkan tangan ke depan dan ke belakang, dengan sikap menerima yang baik dan membuang yang buruk, dengan sikap tangan terbuka ke atas di depan dada, lalu kedua tang di ukel. Tangan kiri menolak ke depaan dengan sikap telapak tangan, terbuka ke dapan tangan kanan membuang ke belakang dengan sikap telapak tangan terbuka ke bawah, lalu dilakukan dengan bergantian saat tangan kanan ke depan diukel sementara pada saat tangan kiri diayunkan ke dapan tidak diukel, hanya tangan kanan yang diukel pada saat ke depan. Sikap kaki jalan di tempat. Ragam gerak V Gerak tangan yang memetik sirih (ranup) dan mengancip pinang sikap telapak tangan kiri terbuka ke atas ibu jari berdiri di depan dada sebelah kiri , tangan kanan sikap memegang rampogo (mengancip). tagan kanan memetik siri dimulai dari samping kanan atas dibawa ke kiri lalu diturunkan kemudian ke arah kanan.
Ragam gerak IV Gerak mengayunkan kedua tangan ke depan dan ke belakang, dengan sikap menolak yang sebelah kiri/yang buruk. Sikap tangan tidak diukel, kaki jalan di tempat dilakukan tangan kanan ke depan kaki kanan diangkat, tangan kiri ke depan kaki kiri diangkat.
Ragam gerak VI Gerak membuat sirih (ranup) yakni dimulai dengan membuang tampuk/tangkainya, memberi kapur dan ramuan lainnya, hingga selesai. Saat membuang tangkai sirih mata melihat ke arah tempat kemana tangkai sirih itu dibuang supaya tidak mengena orang. Lalu dilanjutkan dengan pembuatan sirih mata haurs melihat ke arah tangan saat membuat sirih Ragam gerak VII Penari dengan memegang puan secara berderet membentuk sebuah barisan dengan arah ayunan puan dengan arah dan tempo yang sama.
Ragam gerak VI Gerak membuat sirih (ranup) yakni dimulai dengan membuang tampuk/tangkainya, memberi kapur, dan ramuan lainnya hingga selesai. Saat membuang tangkai sirih mata tidak melihat ke arah sirih yang dibuang, lalu mebuat sirih mata tidak melihat ke arah tamgan yang sedang membuat sirih.
Ragam gerak V Gerak tangan yang memetik sirih (ranup) dan mengancip pinang, tangan, telapak tangan kiri sikp terbuka di samping kiri di bahu kiri, tanga kanan sikap mengancip pinang tidak dilakukan dengan maksimal (kekuatan mengancip tidak maksimal).
Ragam gerak VII Penari dengan memegang puan secara berderet membentuk sebuah barisan, dengan arah ayunan puan tidak satu arah, dan tempo yang berbeda.
16
Ragam gerak VIII Penari membentuk barisan yang membentuk lorong, kemudian primadona maju dan diikuti oleh penari semua lain.Dimulai dengan puteri lebih dahulu proses penari No. 1 sebelah kiri puteri melangkah ke samping kanan satu langkah kemudian mundur, penari No. 1 sebelah kanan puteri melangkah ke samping kiri satu langkah kemudian mundur dan dilakukan secara bersamaan, kemudian dilanjutkan dengan penari No.2 sebelah kiri melangkah ke samping kanan dua langkah kemudian mundur, penari No.2 melangkah ke samping kanan dan langkah kemudian mundur dilakukan bersamaan dengan penari No.2 sebelah kiri putri. Dilanjutkan dengan penari sebelah kiri puteri melangkah ke samping kanan tiga langkah lalu mundur. Penari No.3 sebelah kanan putri melangkah ke samping kiri tiga langkah kemudian mundur dilakukan bersamaan penari No.3 sebelah kiri putri. Dengan sikap badan tetap menghadap ke depan penonton. Ragam gerak IX Penari membuat ayunan puan ke kiri dan ke kanan berputar di tempat, kemudian saling berhadapan dengan kawan, puan diangkat ke atas sebatas muka karena puteri menuju ke depan, Setelah sampai di depan puan diturunkan kembali.
Ragam gerak VIII Penari membentuk barisan yang membentuk lorong, kemudian primadona maju dan diikuti oleh penari semua lain. Para penari di sebelah kiri dan kanan putri tidak melakah ke samping melainkan mereka melakukan gerakan mundur langsung dan penari langsung membalikkan badan sehingga penari tidak lagi menghadap ke penonton tetapi sudah saling berhadapan dengan kawannya.
Ragam gerak IX Penari membuat ayunan melingkar dan diangkat ke atas lalu diturunkan kembali dengan tidak jelas ukuran ketinggian puan yang harus diangkat.
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis pada ragam gerak tari ranup lampuan yang ditarikan oleh mahasiswa Sendratasik tidak maksimal. Ketidakmasimalan ragam gerak yang dilakukan itu disebabkan oleh beberapa hal, antara lain.
17
1.Sebagian mahasiswa
Sendratasik FKIP Unsyiah tidak memahami nilai-nilai
budaya setiap ragam gerak dalam tari ranup lampuan. Hal tersebut disebabkan sebagian mahasiswa tidak berasal dari Aceh dan sebagian lagi tidak paham hal ikwal dari ranup dan puan itu sendiri. 2. Karena tidak memahami nilai-nilai budaya dalam setiap ragam gerak tari ranup lampuan, mereka tidak melakukan setiap ragam gerak yang maksimal. 3. Tidak maksimalnya ragam gerak yang dilakukan dalam tari ranup lampuan maka kelenturan dan lemah-lembut tari tersebut seakan hilang rohnya. 4. Kesalahan-kesalahan dalam ragam gerak tari ranup lampuan semata-mata karena mereka tidak memahami nilai-nilai budaya dalam tari tersebut. 5. Salah kaprah dalam penerapan tari tersebut, penari sering sekali terpancing dengan kebiasaan menyunguhkan ranup dengan diberikan uang oleh tamu yang mengambil ranup, padahal dalam tarian tersebut tidak dibenarkan menerima apa saja dari tamu yang disambut. 6. Nilai-nilai budaya dalam setiap ragam gerak tari ranup lampuan harus dijelaskan terlebih dahulu sebelum mengajar tari ranup lampuan.
3.2 Saran-Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, untuk memahami dan mempelajari tari ranup lampuan memerlukan konsentrasi yang optimal. Untuk itu, perlu dipahami beberapa saran berikut. (1) Untuk mempelajari tari ranup lampuan perlu memahami adat kebudayaan Aceh dan nilai-nilai budaya dalam tari ranup lampuan. Dengan memahami adat kebudayaan Aceh dan nilai-nilai budaya dalam tari ranup lampuan penari akan lebih mudah melakukan ragam gerak tari tersebut. (2) Sikap dan normal keacehan harus dikedepankan dalam tarian tersebut, hal ini mengingat ragam gerak khas dalam tari itu harus sesuai dengan adat dan norma keacehan. (3) Pakaian dalam tari tersebut harus sesuai dengan syariat Islam, mengingat wanita Aceh pada umumnya beragama Islam, dan ditambah lagi, di Aceh sendiri diterapkan syariat Islam.
18
(4) Tari ranup lampuan merupakan tari persembahan yang khusus dinarikan oleh perempuan-perempuan Aceh. Oleh karena itu, setiap ragam gerak dan prilaku dalam tarian itu harus sesuai norma dan nilai-nilai budaya Aceh.
DAFTAR PUSTAKA Alamsyah, dkk. 1990. Pedoman Umum Adat Aceh. Banda Aceh:LAKA Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Bahry, Rajab. 2006. Pemahaman Nilai Budaya Gayo Melalui Syair Saman : Jurnal Mon Mata Volume 8, No. 2, september 2006. Banda Aceh: Lemlit Unsyiah. Djamaris, Edwar. 1993. Nilai Budaya dalam Beberapa Karya Nusantara: Satra Daerah di Sumatra. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud. 1981. Kesenian Tradisional Aceh. (Hasil lokakarya 4 s.d. 8 Januari 1981 di Banda Aceh). Banda Aceh: Depdikbud. Kesuma, Asli. 1991. Diskripsi Tari Seudati. Banda Aceh: Depdikbud. Suhelmi, et,al. 2004. Apresiasi Seni Budaya Aceh. Banda Aceh: Ar-Raniry Press. Sofyati, Lailisma, dkk. 2004. Tari-Tarian di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Suatu Dokumentasi. Banda Aceh: Sanggar Tari Cut Nyak Dhien Meuligoe NAD. Ibrahim, Ihsan. 1992. Pelestarian ranup lampuan sebaga tari persembahan di Daerah Istimewa Aceh. Banda Aceh: Sanggar Tari Cut Nyak Dhien Meuligoe NAD. Yusmidar. 1999. Mengenal tari tradisional Aceh. Banda Aceh: Depdikbud