Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
Pengajaran Melalui Aktivitas jasmani Sebagai Bentuk Terapi Gerak Bagi Siswa Disabilitas Di Sekolah Luar biasa B. Abdul Jabar* (FPOK Universitas Pendidikan Indonesia) Abstrak Pelaksanaan pendidikan jasmani adaptif di Sekolah-Sekolah Luar Biasa perlu bergeser orientasi dari pelaksanaan yang berbasis pengembangan atau sosialisasi olahraga menjadi bentuk pelaksanaan pendidikan jasmani yang berbasis terapi gerak. Aktivitas jasmani yang diorganisasir oleh guru pendidikan jasmani adaptif perlu melibatkan bentuk -bentuk aktivitas jasmani yang berdasar pada: (1) movement oriented method (metode berorientasi gerak) dan (2) body oriented method (metode berorientasi tubuh). Penerapan pendekatan terapi gerak dalam pelaksanaan pengajaran pendidikan jasmani adaptif perlu mempertimbangkan (1) pemikiran; (2) perasaan; (3) perilaku siswa, atas interaksi antara intervensi guru pendidikan jasmani dengan respon yang diperlihatkan siswa. Interaksi intervensi dan respon ini menjadi alat pengamatan dalam pelaksanaan terapi gerak.
Kata kunci: terapi gerak, pemikiran, perasaan, dan perilaku PENDAHULUAN Pelaksanaan pengajaran pendidikan jasmani adaptif di sekolah-sekolah luar biasa di tanah air menuansakan pendidikan olahraga, yang sangat kental dengan upaya pelatihan siswa agar berprestasi dalam bidang olahraga atau upaya sosialisasi olahraga. Dominansi pada nuansa pelatihan olahraga ini, tentu kurang menguntungkan para siswa berkebutuhan khusus, karena selain memerlukan waktu pelatihan khusus dan waktu yang lama, tetapi juga tidak semua siswa memiliki bakat dan kemampuan untuk berprestasi dalam bidang olahraga yang diinginkan. Pendidikan jasmani adaptif yang diselenggarakan di sekolah-sekolah siswa disabilitas tidak perlu mengorientasikan program pengajarannya pada pembentukan prestasi tingkat tinggi, tetapi perlu diarahkan pada upaya mengantarkan para siswa diasabilitas itu bisa menikmati gerak, mengekspresikan diri kedalam berbagai bentuk gerak, dan mengupayakan para siswa senantiasa berhasil dalam setiap gerak yang dilakukan. Pelaksanaan pendidikan jasmani adaptif yang berbasis “gerak terapi” telah dikembangkan oleh para ahli di bidang Psikologi dan Motorist di berbagai negara Eropa. Perkembangan ini terjadi sebagai hasil dari desakan internal atas berbagai Penulis adalah staf pengajar Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan rekreasi FPOK Universitas Pendidikan Indonesia. Jln. Setiabudi No, 229 Bandung. Mobile. 081394064448. E-mail.
[email protected].
82
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
masalah psikologis, yang kemudian pemilihannya diterapi melalui gerak. Jalinan ini telah memunculkan pengetahuan tentang Psycho-Motor Therapy (PMT). FPOK UPI bekerjasama dengan RESPO International dan CALOWindesheim University, yang kegiatan-kegiatannya didanai oleh pihak Kedutaan Besar Belanda di Jakarta, mencoba mengembangkan pendidikan jasmani adaptif yang berbasis pada PMT. Program kerjasama ini dimaksudkan pula untuk melihat dan mencermati pelaksanaan pendidikan jasmani adaptif di negeri Belanda, dipadukan dengan pengamatan terhadap beberapa sekolah bagi siswa disabilitas dan perkembangan Psycho-Motorik-Therapy (PMT). Beberapa poin penting yang dilakukan adalah mencermati: (1) Kurikulum pendidikan jasmani adaptif dalam kaitan dengan PMT; (2) Kompetensi guru pendidikan jasmani adaptif; (3) Kemungkinan penetapan matakuliah terkait pendidikan jasmani adaptif dalam minor kurikulum FPOK-UPI; (4) Sarana dan prasarana serta peralatan pendidikan jasmani adaptif; (5) Kemungkinan Pengembangan lebih lanjut pendidikan jasmani adaptif terkait PMT di Indonesia. Upaya pengembangan ini perlu dilakukan untuk lebih memberikan dampak positif yang menguntungkan bagi para siswa disabilitas dari keterlibatannya dalam setiap aktivitas jasmani dalam setiap pengajaran pendidikan jasmani. Pendidikan jasmani adaptif perlu berbasis kepedulian dan layanan kesehatan melalui aktivitas jasmani. Guru pendidikan jasmani adaptif perlu merancang dan melaksanakan pengajarannya dengan berdasar pada upaya terapi melalui aktivitas jasmani atau gerak. PEMBAHASAN Kondisi Pelaksanaan Penjas Adaptif di Sekolah-Sekolah Berkebutuhan Khusus di Negeri Belanda Pengembangan pendidikan jasmani adaptif sebaiknya berawal dari upaya kerjasama antara pihak perguruan tinggi penghasil tenaga guru pendidikan jasmani dengan pihak institusi terkait sekolah sekolah luar biasa (misal: PLB-FIP UPI, Direktorat PLB DIKNAS). Terkait dengan upaya pengembangan keilmuan pendidikan jasmani adaptif di perguruan tinggi, khususnya di FPOK UPI telah dirintis dari penyelenggaraan perkuliahan pendidikan jasmani adaptif di semester 6 kurikulum FPOK UPI. Pengembangan dilakukan dengan cara menambah matakuliah terkait penjas adaptif, seperti: psycho-pathology, kesehatan mental, perilaku dan sikap anak-siswa disabilitas. Namun demikian yang paling penting adalah memadukan masalah yang dimiliki siswa disabilitas, belajar siswa disabilitas, dan tujuan yang diinginkan dari belajar penjas adaptif pada siswa disabilitas yang dihadapi. 83
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
Cara kerja yang sedang dirintis saat ini adalah mengundang dan meminta para ahli dari RESPO International bersama para ahli dari CALO Windesheim University Belanda untuk mendidik dan membina para dosen dan guru-guru pendidikan jasmani adaptif di kota Bandung tentang penerapan Psikomotorik Therapy dalam layanan pendidikan jasmani adaptif. Pelaksanaan pendidikan jasmani adaptif pada para siswa disabilitas di Belanda telah dikembangkan sejak 40 tahun lalu, memanfaatkan pola aktivitas jasmani yang dirancang dapat mengubah perilaku, perasaan, dan pemikiran para siswa berkebutuhan khusus. Dalam perkembangannya saat ini dikenal suatu tempat yang disebut Ambulatorium. Suatu tempat yang digunakan untuk mengamati perilaku yang diperlihatkan siswa berkebutuhan khusus ketika mendapat intervensi dari guru pendidikan jasmani adaptif. Kegiatan terapi melalui gerak juga dapat dikenakan dalam pelaksanaan layanan olahraga tenis (sebagai media terapi) pada kelompok orang yang “homeless” dan “non-workers” sebagai bentuk upaya meningkatkan self-esteem mereka. Melalui sikap partisipasi, motivasi, kesenangan, dan keriangan berolahraga tenis diwujudkan sebagai bentuk upaya terapi. Dari sisi ini dapat dilihat bahwa bermain tenis (olahraga atau aktivitas jasmani lainnya) sebagai media penting meningkatkan sisi-sisi kemanusiaan manusia. Karena itu, dapat pula disebut pula sebagai cara pendekatan humanistik-psikologis. Meskipun demikian cara yang dilakukan menuansakan ciri pedagogis. Jadi dua pendekatan dilakukan bersatu baik pedagogis maupun psikologis. Kompetensi penting yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan aktivitas jasmani sebagai bentuk terapi adalah kompetensi pengajaran yang perlu dilakukan melalui: (1) observasi dan analisis, (2) merancang dan mengelola aktivitas jasmani, (3) memberi perlakuan dan memandu, (4) evaluasi dan laporan, (5) diskusi dan kerjasama, (6) refleksi dan posisi, (7) konseptual dan perlakuan normatif, dan (8) regulasi dan inovasi. Meskipun kesemua kompetensi ini memerlukan penjelasan lebih lanjut, tetapi nampak bahwa dalam pelaksanaan pendidikan jasmani bagi siswa disabilitas memerlukan langkah-langkah tertentu dan tidak dapat disamakan dengan pelaksanaan pendidikan jasmani pada umumnya, atau bahkan dengan pendidikan olahraga pada umumnya. Pendidikan jasmani bagi siswa disabilitas tidak memerlukan anak berprestasi dalam bidang olahraga, tetapi yang perlu dilakukan adalah aktivitas jasmani sebagai upaya meningkatkan kualitas hidup mereka baik kini maupun masa yang akan datang. Jadi, perlu diawali dari tingkat bawah fenomena aktivitas jasmani sebagai fenomena gerak insani (human movement fenomena). Pengembangan perlu dilakukan ditanah air dengan terlebih dahulu mendapatkan data real pelaksanaan pendidikan jasmani. Kemudian, dikembangkan melalui kajian dan telaahan bersama pentingnya aktivitas jasmani (gerak insani) bagi kehidupan manusia, diiringi dengan apa yang bisa dilakukan dari pengetahuan tentang psikomotorik terapi bagi para siswa disabilitas. 84
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
Situasi dan kondisi pelaksanaan pendidikan jasmani adaptif di negeri Belanda dapat diilustrasikan ketika kami mengunjungi sekolah Autism dan Mental Retarded “de Ambelt. Pelaksanaan pendidikan jasmani bagi siswa disabilitas Autism ini memerlukan kesabaran dan ketenangan, karena para siswa asyik dengan kesendiriannya, atau beberapa siswa memperlihatkan perilaku tidak pada umumnya (behavior disorder). Berbagai aktivitas jasmani di rancang guru penjas dalam empat pos dan membagi 12 kelompok anak menjadi 4 kelompok yang harus melakukan kegiatan di setiap pos yang telah disiapkan. Guru penjas menekankan partisipasi siswa dengan mengutamakan pada keceriaan dan kesenangan anak. Guru perlu pandai memberikan intervensi kepada siswa dalam cara-cara siswa sendiri, sangat perlu dihindari doktrin-doktrin atau instruksi yang bersifat memaksa siswa untuk melakukan kegiatan yang telah dirancang guru. Guru perlu mendampingi dan berposisi sebagai partner siswa dalam setiap upaya siswa melakukan tugas gerak. Selain itu perlu memberikan umpan balik dan motivasi kepada siswa dengan cara memberikan pujian atau acungan jempol sebagai tanda keberhasilan siswa melaksanakan tugas gerak. Hindari keterlibatan siswa yang mengarah pada susahnya pengendalian dari guru. Jangan sampai guru membiarkan suasana keterlibatan dan belajar siswa menjadi tidak terkendali atau sukar diarahkan secara normatif. Disisi lain, pelaksanaan pendidikan jasmani adaptif untuk siswa disabilitas ini mengajak siswa untuk berapresiasi dan merayakan keberadaan tubuhnya untuk bergerak dengan cara-cara yang pantas dan disenangi siswa. Pengendalian perlu dilakukan guru dengan mengulang mengatakan apa yang harus dilakukan dan memahamkan cara permainan yang belum diketahui siswa. Cara mendekati dan mengarahkan siswa disabilitas ini memerlukan pemahaman dan kesediaan guru untuk membantu para siswa disabilitas dengan cara cara yang lebih pedagogis, dialogis, dan benar-benar bertujuan ke arah pengembangan kualitas kompetensi siswa yang dimiliki. Hal ini dilakukan dengan cara intensif komunikasi dengan para siswa disabilitas untuk mengembangan sisi self-esteem siswa sebagai bukti kepedulian dan keterlibatan pendidikan jasmani dalam mengembangkan potensi siswa, melalui strategi meningkatkan partisipasi siswa dalam aktivitas jasmani dan meningkatkan pendidikan melalui APA (Adaptive Physical Activities). Pelaksanaan pendidikan jasmani adaptif di sekolah sekolah luar biasa tidak terlepas dari upaya pemberdayaan para siswa disabilitas dalam menghadapi kehidupannya. Ide penting dalam pemberdayaan ini perlu melibatkan berbagai komponen dan unsur masyarakat dalam upaya menjadikan perhatian semua orang terhadap nasib para insan disabilitas. Kearifan dan kebijaksanaan serta permasalahan yang dihadapi perlu dipandang sebagai pelindung dalam setiap gerakan menyelesaikan masalah-masalah yang menyelimuti para insan disabilitas. Ada suatu pepatah yang patut diperhatikan adalah memulailah dari apa yang dapat dilakukan dan jangan memulai dari apa yang tidak dapat dilakukan. Dalam kaitan 85
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
ini pula perlu ada kajian khusus yang mampu menghasilkan data-based evidence kondisi nyata yang dihadapi di tanah air dalam hal APE (Adapted Physical education) maupun APA (Adapted Physical Activities). Pemberdayaan dan pengembangan siswa berkebutuhan khusus sangat dipengaruhi oleh situasi lingkungan sosial politik, agama, budaya, dan pranata sosial lainnya, sehingga perlu ditelusuri situasi permasalahan khas yang dihadapi di tanah air. Contoh situasi dan kondisi lain tentang pelaksanaan pendidikan jasmani adaptif di negeri Belanda, kami dapatkan ketika kami sampai di sebuah sekolah (mereka sebut: Institusi) pendidikan sekolah berkebutuhan khusus (di Indonesia: SLB) yaitu sekolah khusus bagi para penderita tuna grahita atau Mental Retarded People. Kunjungan kali ini sangat menyentuh perasaan karena memang penderita diasuh dengan penuh kasih sayang dan perhatian penuh dari para instrukturnya (mereka adalah para mahasiswa tahun kedua PMT CALO). Cara instruktur berkomunikasi dan menangkap sikap, perilaku atau tanda keriangan dari para penderita membutuhkan kesabaran dan kasih sayang luar biasa. Satu kegiatan menarik dari para instruktur ketika setelah selesai bertugas adalah berdiskusi bersama tentang pengalaman yang didapat tadi, dan membicarakannya apa yang penting diperhatikan untuk perawatan dan kepedulian berikutnya. Satu kegiatan yang sangat HUMANIS dan PROFESIONAL dalam pelaksanaan tugas yang dikerjakan. Contoh berikut kami dapatkan ketika kami berkunjung ke sekolah SLB bagi anak yang tuna-grahita (mental retarded people) Mythylschool De Trappenberg. Sebuah sekolah khusus untuk anak-anak mental retarded di wilayah Almere. Seperti pada umumnya sekolah ini pun memiliki perlengkapan lengkap dibanding sekolah luar biasa yang ada di Indonesia, terlebih lagi bersebelahan dengan sport hall yang tidak jauh dari lokasi sekolah. Hal menarik dari sekolah ini adalah (1) fasilitas dan peralatan pembelajaran pendidikan jasmani adaptif serba lengkap, (2) pembelajaran dilaksanakan 2 kali dalam satu minggu,masingmasing 45 menit, hari selasa dan jumat, (3)setiap kelas terdiri hanya 10-12 orang siswa, (4) catatan psikologis dan perkembangan tentang siswa disimpan dalam file, sehingga mudah dibaca oleh guru yang memerlukannya, dan (5) aktivitas jasmani dilakukan secara beragam, sebagai basis pembelajaran, sehingga sering dijumpai beberapa modifikasi baik peralatan, jumlah pemain,organisasi per mainan, dan sebagainya. Pembelajaran mata pelajaran lain seperti matematika dan menulis menjadi andalan mereka terlihat dari cara menstrukturisasi bahan atau materi pelajaran secara cermat dalam urutan-urutan yang didokumentasi dengan baik, kami sering melihat jadwal keseharian siswa dalam cara-cara penjadwalan yang seksama bersama dengan para siswa. Beberapa dokumentasi foto juga menunjukkan sikap profesionalitas mereka dalam cara menangani dan mengembangkan potensi siswa berkebutuhan khusus dengan penuh kasih sayang dan kepedulian. 86
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
Keterhubungan APA (adaptive Physical Activities), APE (Adaptive Physical Education) dan PMT (Psiko-Motorik Therapy) Ada keterkaitan erat antara tiga komponen istilah tersebut di atas, APA adalah segala aktivitas jasmani yang disesuaikan dengan tingkatan kemampuan dan keterampilan siswa berkebutuhan khusus. Aktivitas jasmani yang umumnya dilakukan pada siswa yang normal disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan keterampilan siswa disabilitas. APE adalah pendidikan jasmani adaptif, suatu bentuk dari adegan mendidik melalui aktivitas jasmani. Aktivitas jasmani dijadikan media atau alat (instrument) untuk pemenuhan siswa berkebutuhan khusus. Dalam kaitan ini agak sukar dibedakan antara “partisipasi” dalam APA dan “pembelajaran” dalam APE. Batas-batas yang membedakan diantara kedua istilah ini seakan-akan melumat menjadi satu, yang kemudian terangkum dalam PMT (Psycho-Motoric-Therapy). Psycho-Motoric-Therapy memanfaatkan dua metode pokok, yaitu (1) Movement-Oriented-Method dan (2) Body-OrientedMethod. Movement-oriented-method adalah terapi yang memanfaat gerak sebagai alat terapi, gerakan dijadikan orientasi dalam setiap upaya terapi. Sebagai contoh keberhasilan siswa dalam melakukan tugas gerak yang diberikan dapat dijadikan terapi untuk mengatasi kelemahan tingkat percaya diri siswa. Tugas gerak yang berhasil dilakukan siswa juga perlu menyebabkan siswa merasa “senang” atau enjoy atas gerak yang dilakukannya, sehingga dapat pula menimbulkan efek psikologis. Dalam kaitan ini perlu pula dipelajari hal-hal yang terkait dengan Psikiatri, lebih umumnya lagi terkait dengan Psycho-Pathology. Body-Oriented-Method adalah terapi yang memanfaatkan tubuh sebagai alat terapi, unsur dalam tubuh dimanfaatkan sebagai upaya intervensi terapi. Sebagai contoh, relaksasi dalam pelatihan mental, atau pengaturan pernafasan dalam upaya menenangkan dan meregulasi tubuh. Contoh lain, ketika seseorang meniti titian-miring kesetimbangan, dapat ditanyakan kepada orang itu: (1) Apa yang diperlukan untuk berhasil melakukan titian? (2) Perasaan apa yang muncul? (3) Bagaimana mengatasi rasa kecemasan sesaat akan melakukan? Semua jawaban atas tiga pertanyaan itu, seperti ketelitian, kecermatan, ketenangan, konsentrasi (pikiran terpusat pada apa yang harus dilakukan) atau rasa cemas, takut, atau perlu penguasaan diri dijadikan alat terapi, yang terangkum dalam tiga kategori, yaitu (1) pemikiran (thinking), perasaan (feeling), dan perilaku (behavior/acting). Ketiga kategori itu menjadi objek observasi dari segala intervensi guru pendidikan jasmani adaptif terhadap para siswanya. Observasi dan intervensi ini menjadi 2 (dua) kompetensi dari 8 kompetensi yang dibutuhkan, yaitu (1) observasi dan analisis, (2) merancang dan mengelola 87
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
aktivitas jasmani, (3) memberi perlakuan dan memandu, (4) evaluasi dan laporan, (5) diskusi dan kerjasama, (6) refleksi dan posisi, (7) konseptual dan perlakuan normatif, dan (8) regulasi dan inovasi. PMT adalah juga metode untuk memperbaiki kelainan psikologis, sebagai akibat dari perkembangan terapi yang diberikan oleh para ahli psikiatri di sekitar tahun 1960-an di Negeri Belanda. Meski pada era ini penanganan masalahmasalah psikiatri tertumpu penangan secara klinikal, tetapi beranjak para guru pendidikan jasmani melibatkan diri dan mencoba melihat kemungkinan penanganan masalah melalui mediasi gerak (movement). Pada tahun itu banyak para pendidik jasmani menangani kesehatan pada para kliennya. Para pendidikan jasmani saat itu berpikir ketika banyak pasien hanya terbaring tidur sepanjang hari, maka gerak dapat menjadi media atau alat untuk meningkatkan kemampuan geraknya. Para pendidik jasmani berasumsi jika para penderita psikiatri mendapat perlakuan dalam bentuk gerak, maka kondisi psikologisnya akan menjadi lebih baik. Perlakuan tidak hanya gerakan, tetapi dapat juga berupa permainan atau olahraga sebagai alat untuk dapat merasakan tubuhnya lagi, karena banyak para pasien psikiatri tidak dapat merasakan keberadaan kedua tungkainya atau kedua lengannya atau berbagai anggota tubuh lainnya. PMT mencoba memberikan perlakuan melalui perasaan, pemikiran, dan perilaku yang diperlihatkan sebagai alat terapi. Karena itu pula muncul ada dua orientasi terapi, yaitu: (1) gerak (movement) dan (2) tubuh (body). Jadi dapat dinyatakan bahwa PMT menggunakan movement dan body sebagai alat untuk mengatasi masalah-masalah psikoatri, seperti psikosis, depresi, atau miss-behavior. PMT mencoba menunjukkan kepedulian (Care not Cure) terhadap masalahmasalah psikoatri melalui terapi gerak, karena gerakan bukan hanya berurusan dengan sistem otot, tulang, atau persyarafan saja, tetapi juga terkait dengan perilaku (behavior) dari para penderita psiko-pathosis. PMT menggabungkan dua hal utama yaitu pembelajaran dan partisipasi dalam konteks kepedulian dan koreksi terhadap masalah-masalah yang terkait dengan psikiatri. PMT sangat mengutamakan pada upaya koreksi atas masalah psikiatri pasien melalui aktivitas jasmani/gerak atau olahraga, baik melalui partisipasi atau pembelajaran. Sedangkan dalam pendidikan jasmani pada umumnya sangat mengutamakan pada keterjadian proses bahtera belajar-mengajar sehingga siswa mendapatkan sekumpulan pengetahuan atau perbendaharaan keterampilan gerak atau nilai pedagogis yang didapat secara bermakna. Pembedaan pendidikan jasmani dengan pendidikan jasmani adaptif terletak pada tujuan dan setting proses belajar mengajar yang terjadi.
Kemungkinan Pengembangan Pendidikan Jasmani Adaptif Di Indonesia 88
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
Pendidikan jasmani dan olahraga sangat dipengaruhi oleh sistem budaya lokal yang berlaku. Unsur budaya instrinsik seperti keyakinan, norma, dan nilainilai, dan bahkan mitos-mitos yang ada sangat mempengaruhi keberadaan dan perkembangan pendidikan jasmani dan olahraga. Lebih lanjut, pendidikan jasmani dan olahraga sebagai produk sosial dipengaruhi pula oleh tatanan sosialinfrastruktur, demografi, sistem ekonomi-politik dan bahkan anthropologi sosial. Hal ini terlihat dari cara pelaksanaan pendidikan jasmani dan olahraga yang ada di Indonesia dan Belanda. Perkembangan pendidikan jasmani dan olahraga di Indonesia berbasis pada tatanan yang diyakini masyarakat sebagai bentuk olahraga prestasi dan kecabangan olahraga, sementara di Belanda berbasis pada fenomena penjas dan olahraga sebagai bentukan gerak insani (human movement). Di Indonesia, penjas dan olahraga dikembangkan dari titik olahraga, seperti terlihat dalam kurikulum yang ada di bangku pendidikan STO, SMOA, ataupun SGO. Nama Olahraga selalu menyertai masyarakat sebagai kecabangan dan prestasi yang harus dihasilkan. Sementara di Belanda, justru fenomena gerak insani (human movement) dijadikan obyek studi dan ditelaah dalam berbagai bentuk untuk merayakan kepemilikan individu terhadap tubuhnya. Sebagai contoh bukti adalah, di saat kunjungan kami ke negeri Belanda, terdapat kegiatan bersama antara orangtua mahasiswa dengan mahasiswa itu sendiri di sekolah CALO berolahraga dalam berbagai kegiatan, baik itu senam, voli, atau bentuk olahraga lainnya. Demikian juga saat kami mengikuti penyegaran guru-guru pendidikan jasmani setempat, justru yang ditelaah adalah fenomena proses pembelajaran aktivitas jasmani dalam dinamika kepribadian dan motivasi siswa, lingkungan pembelajaran yang terbentuk, dan orientasi tujuan yang ingin dicapai dari keterlaksanaan pendidikan melalui aktivitas jasmani. Dari sisi kajian ini terdapat perbedaan yang sangat nyata dan besar dalam konteks perkembangan pendidikan jasmani dan olahraga. Kami melihat, bahwa perkembangan yang terjadi di Belanda telah semakin meluas baik dalam konteks pendidikan jasmani sebagai bentukan pendidikan melalui aktivitas jasmani atau pendidikan tentang aktivitas jasmani, dan bahkan sekarang ini dikembangkan pendidikan dan terapi (meski batas-batasnya belum jelas) sebagai instrumen dan goals bagi masyarakat atau individu berkebutuhan khusus. Hal yang harus dipelajari FPOK adalah bagaimana penerapannya, langkah-langkahnya, dengan berbantuan pada disiplin ilmu dan pengetahuan Psycho-Motoric, Psycho-Pathology, Psychology-Personality, Psychology of Mental Health, dan Humanistic. Sekali lagi perlu ada sesuatu yang dikerjakan di Indonesia? Mungkinkah pelaksanaan pendidikan jasmani adapatif di tanah air menyeimbangkan orientasi kepada pendidikan melalui atau tentang aktivitas jasmani dengan pendidikan kedalam dan melalui olahraga? Perlu ditelusuri bukti bukti dan kemungkinan dampak yang akan terjadi dari suatu pendekatan pelaksanaan pendidikan jasmani yang diterapkan di sekolah-sekolah. Sebagai contoh: apa dampak dan keuntungan pelaksanaan pendidikan jasmani berorientasi penampilan dan penguasaan teknik 89
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
berolahraga? Adakah sisi-sisi peluang yang menguntungkan? Apa yang akan dihasilkan dari pelaksanaan pendekatan olahraga yang diterapkan? Adakah hikmah bagi pengembangan kualitas dan keinginan untuk senantiasa terlibat dalam aktivitas jasmani sepanjang hayat, sehingga meningkatkan kualitas hidup? Dan sejumlah pertanyaan lain perlu diajukan dan dijawab berdasar pada perkembangan yang terjadi. Pendidikan jasmani adaptif yang berkembang saat ini di tanah air perlu dikaji dan dianalisis secara seksama melalui berbagai rangkaian diskusi dan seminar serta dialog dengan semua unsur penting yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan jasmani adaptif di sekolah serta di masyarakat. Perlu ada penelaahan terhadap segi-segi keuntungan dan kerugian atau kekekuatan dan kelemahan pelaksanaan pendidikan jasmani adaptif yang berbasis Olahraga dengan pelaksanaan pendidikan jasmani yang berbasis pada psikomotorik terapi, sebagai penjabaran pentingnya studi Human Movement di tanah air. Sisi lain juga telah menunjukkan bahwa selama ini pendidikan jasmani adaptif kurang memberikan kontribusi bagi pendidikan siswa, sebaliknya terjadi kecenderungan bahwa pendidikan jasmani yang berbasis pada olahraga memberikan risiko-risiko yang lebih berat bagi pendidikan siswa. Siswa yang terlibat aktif dalam kegiatan olahraga sebagai atlet nasional ditengarai berdampak negatif bagi pendidikan siswa saat itu, atau dapat disimulasikan ketika olahraga dikembangkan melalui pendidikan jasmani proses-belajar mengajar yang terjadi berupa pelatihan teknik agar dapat dikuasai siswa, menyebabkan proses belajar mengajar tidak terjadi. Dampak lebih lanjut bila satu sekolah memiliki 180 orang siswa, dan sebanyak 15 orang siswa trampil dan mahir menjadi tim Bola Basket Sekolah, maka bagaimana dengan nasib 165 orang siswa lainnya? Sungguh sangat ironi ketika tujuan ideal pendidikan jasmani ingin menyehatkan seluruh dimensi utuh manusia baik secara fisik, sosial, mental, dan bahkan spiritual menjadi hanya angan-angan belaka. Pelaksanaan pendidikan jasmani adaptif di sekolah perlu kembali kedasarnya yaitu, pendidikan melalui atau tentang aktivitas jasmani. Jika mau dimaknai sebagai bentukan pendidikan kedalam olahraga, maka seyogyanya selain harus berada di wilayah ekstrakurikuler sekolah, perlu pula dilaksanakan secara utuh yang mencerminkan adanya musim-musim latihan dan pertandingan, ada pertandingan puncak, ada pelatih, manajer, pemandu sorak, panitia pertandingan, sehingga mengarah pada bentuk kegiatan olahraga sebagai makna sport education. Pendidikan jasmani berbasis olahraga perlu dilaksanakan secara utuh bukan hanya semata pelatihan keterampilan teknik kecabangan olahraga. Namun demikian, perlu dilakukan suatu studi atau penelaahan secara seksama tentang kedua paradigma ini, disertai dengan kajian kontekstual dengan perkembangan dan kemajuan masyarakat di tanah air. Perlu studi yang dilandaskan pada situasi dan keadaan di tanah air, dan tidak perlu menduplikasi apa yang terjadi dengan perkembangan dan kemajuan pendidikan jasmani di luar negeri. 90
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
KESIMPULAN Pengajaran pendidikan jasmani adaptif perlu mengalihkan diri dari pelaksanaan yang berbasis olahraga menjadi pengajaran yang berbasis “psiko-motor terapi.” Pelaksanaannya mengorientasikan pada dua konsep metode, yaitu terapi berorientasi gerak dan terapi beroreintasi tubuh, melalui hubungan intervensi dan respon antara guru dan siswa pada cara siswa berpikir, merasakan dan melakukan aktivitas jasmani yang dirancang guru pendidikan jasmani adaptif. Pelaksanaan pendidikan jasmani adaptif berbasis psikomotorik terapi perlu didukung oleh pengetahuan psikopathologi, psikologi kesehatan mental, psiko motorik, dan humanistik. Di tingkat Perguruan Tinggi perlu ada rintisan untuk membuka program studi penjas adaptif untuk mengisi kekosongan pekerjaan sebagai guru penjas adaptif di sekolah-sekolah luar biasa terutama yang ada di kota Bandung, dan umumnya di seluruh Indonesia. Langkah-langkah pengembangan perlu kehatihatian dan kecermatan dalam pelaksanaanya, mungkin langkah kecil lebih baik daripada langsung menjadi besar. Dengan dasar pertimbangan keterbatasan sumber daya, terutama sumber daya manusia dan keungan, maka diperlukan pembekalan yang terus-menerus disertai keinginan yang sungguh-sungguh dalam pembekalan pengetahuan gurunya. Diperlukan pengetahuan tentang karakteristik pembelajaran dan belajar penjas adaptif, pedagogik yang spesifik disertai dengan teknik pengajaran dan sistem evaluasi atau assessment yang mencirikan kebutuhan para siswa disabilitas. Selain itu, perlu didapatkan kunci pengembangan lebih lanjut, dengan diawali pengamatan terhadap kebutuhan guru penjas adaptif di sekolah-sekolah SLB beserta dengan keadaan aktivitas jasmani adaptif yang ada di masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Abernethy, B. et.al. (1997). The Biophysical foundation of human movement. Champaign, Illinois: Human Kinetics. Acevedo, E.O., dan Ekkekakis, P. (2006). Psychology of physical activity. Hampaign Illinois: Human Kinetics. Arnheim Daniel, D., dan Sinclair William, A., (1985). Physical education for special populations. New Jersey, Prentice-Hall, Inc. Cheatum B.A. dan Hammond A.A. (2000). Physical activities for improving children’s learning and behavior. a guide to sensory motor development. Champaign IL: Human Kinetics. Cohen, R.J., dan Swerdik, M.E. (2005). Psychological testing and assessment. Boston: Mc Graw Hill Higher Education. Ellias, L.J., dan Saucier, S.M. (2006). Neuropsychology clinical and experimental foundations. Boston: Pearson Education, Inc. 91
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1
Freberg, L.A. (2006). Discovering biological psychology. Boston: Houghton Mifflin Company. Johnson, Sharon L., (2009). Therapist’s guide to posttraumatic stress disorder intervention. London. Elseiver Inc. Kretchmer, R.S. (2005). Practical philosophy of sport and physical activity. Champaign Illinois: Human Kinetics. Lane, Andrew M., (2008). Sport and exercise psychology (topics in applied psychology). London. Hodder Education. Lang, H.R., dan Evans D.N. (2006). Models, strategies, and methods for effective teaching. Boston: Pearson Education, Inc. Magill, R.A. (1988). Motor learning concepts and applications. Singapore: McGraw Hill Company. Rose, D.J. (1997). A multilevel approach to the study of motor control and learning. Boston: Allyn and Bacon. Schmidt R.A. dan Wrisberg C.A. (2004). Motor learning and performance. a problem-based learning approach. Edisi Ketiga. Champaign Illinois: Human Kinetics. Schmidt, R.A. dan Timothy D.L. (1999). Motor control and learning. Edisi Ketiga. A Behavioral Emphasis. Champaign Illinois: Human Kinetics. Stein, D.J. dan Young, J.E. (1992). Cognitive science and clinical disorders. California: Academic Press, Inc. Wuest, D.A. dan Bucher, C.A. (1995). Foundations of physical education and sport. St Louis, Missouri : Mosby-Year Book, Inc.
Korespondensi untuk artikel ini dapat dialamatkan ke Sekretariat Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Jurusan Pendidikan Olahraga FPOK UPI. Jln. Dr. Setiabudi Nomor 229 Bandung. Phone: (022) 70902870 / (022) 70902867; 081321994631; 081395402906. E-mail:
[email protected] atau ke B. Abdul Jabar. Dr. M.Pd. Mobile. 081394064448. E-mail.
[email protected]
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Jurusan Pendidikan Olahraga Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Indonesia ISSN: ISSN: 2085-6180
92