MAKNA KEBAHAGIAAN PADA JAMAAH MAIYAH, KOMUNITAS BANGBANGWETAN SURABAYA Ari Rahmawati (
[email protected]) Ika Herani Lusy Asa Akhrani Universitas Brawijaya Malang ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai makna kebahagiaan pada anggota Komunitas Bangbangwetan berdasarkan nilai-nilai kebajikan yang ada pada komunitas tersebut. Nilai kebajikan dalam Komunitas Bangbangwetam didasarkan pada konsep Maiyah, yang dimaknai sebagai kebersamaan dengan Tuhan, Nabi/ Rasul, dan manusia. Analisis menggunakan konsep Seligman tentang kebahagiaan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif-fenomenologis ini menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi dengan melibatkan tiga subjek penelitian yang telah terlibat secara aktif dalam Jamaah Maiyah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makna kebahagiaan adalah bersyukur. Perasaan syukur ini muncul sebagai reaksi proses pendewasaan pada diri, tentang bagaimana mereka menyikapi hidup dengan nilai-nilai yang dianut. Konsep kebersamaan mendorong munculnya kekuatan-khas dan kebajikan personal dalam bentuk kearifan dan pengetahuan, keberanian, kemanusiaan dan cinta, keadilan, kesederhanaan, serta transendensi. Kata kunci: kebahagiaan, kebersamaan, bersyukur, kekuatan-khas dan kebajikan personal, Jamaah Maiyah.
THE MEANING OF HAPPINESS IN MEMBERS OF BANGBANGWETAN COMMUNITY SURABAYA ABSTRACT This study aimed to provide an overview the meaning of happiness in members of Bangbangwetan Community by virtue of existing in the community. Virtues in the Bangbangwetan Community based on the Maiyah concept which means as togetherness that related to God, Prophet, and human being. The Seligman concept about happiness that used in this study. The technic of collection data in this qualitative-phenomenology study used interviews, observation, and documentation that involved by three active subjects in Jamaah Maiyah). The results showed that the meaning of happiness is to be grateful. The grateful appeared as a reaction of the maturation process itself, about how they react their life with the values based on Bangbangwetan Community. The togetherness concept encouraged the emergency of strength-based character and personal virtue in wisdom and acknowledge, courage, humanity and love, justice, temperance, and transcendence. Keywords: happiness, togetherness, grateful, strengths-based character and personal virtue, Jamaah Maiyah. 1
Latar Belakang Setiap orang pada dasarnya berusaha untuk mencapai kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan merupakan sebuah kebutuhan dan telah menjadi sebuah kewajiban moral. Seligman (2004), menyatakan bahwa biasanya orang akan menunjukkan tingkah laku yang baik jika mereka merasa bahagia. Perilaku yang baik berkaitan dengan kondisi psikis yang sehat yang kemudian juga akan berimplikasi kepada kehidupan yang berkualitas pada diri seseorang. Kebahagiaan yang ingin dicapai oleh seseorang bukanlah kebahagiaan yang bersifat sementara atau berupa kenikmatan saja. Kebahagiaan yang autentik adalah kebahagiaan yang menjadi tujuan seseorang. Menurut Seligman (2005), kebahagiaan autentik meliputi gagasan bahwa kehidupan seseorang sudah autentik, dimana istilah autentisitas menggambarkan tindakan memperoleh gratifikasi dengan jalan mengerahkan salah satu kekuatan-khas seseorang. Gratifikasi adalah suatu kegiatan yang akan menimbulkan kesenangan pada orang yang melakukannya, serta bertahan lebih lama karena berkaitan dengan kekuatan dan kualitas diri seseorang. Gratifikasi dapat diperoleh dan ditingkatkan dengan cara membangun kekuatan dan kebajikan personal (Seligman, 2005). Kekuatan dan kebajikan personal dapat menumbuhkan perasaan positif yang autentik. Kebajikan berkaitan dengan kebudayaan dan religiusitas seseorang. Kebajikan diinternalisasi sebagai pedoman bagi hidup yang diyakini kebenarannya oleh para pemiliknya dalam menghadapi dan memanfaatkan lingkungan beserta isinya untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidupnya (Prihartanti, 2008). Religiusitas berupaya untuk meningkatkan kualitas seseorang sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup. Menurut aliran behaviorisme, mereka kemudian membentuk suatu komunitas perkawanan yang simpatik untuk berkumpul bersama dan perkumpulan itu
2
membuat mereka merasa lebih baik. Maka kemudian banyak bermunculan institusi atau komunitas
religi.
Komunitas
Bangbangwetan
salah
satu
diantaranya.
Komunitas
Bangbangwetan merupakan komunitas pengajian yang rutin diadakan setiap satu bulan sekali di Surabaya. Kemudian anggota dari komunitas ini dinamakan sebagai Jamaah Maiyah, dimana keanggotaannya tidak bersifat mengikat dan tidak identik sebagai sekumpulan orang Islam saja. Setiap orang bebas datang dan ikut. Emha Ainun Najib (Cak Nun) merupakan tokoh yang memediasi para Jamaah Maiyah dalam memaknai nilai-nilai kebajikan yang sedang didiskusikan, oleh karena itu Cak Nun kemudian dianggap sebagai panutan dalam komunitas ini. Terdapat nilai-nilai kebajikan yang disampaikan kepada para anggotanya. Anggota yang menerima nilai-nilai kebajikan yang disampaikan kemudian menginternalisasi nilai-nilai tersebut dan menjadikannya sebagai salah satu rujukan atau pedoman untuk hidup bahagia. Berdasarkan hal tersebut, peneliti kemudian tertarik untuk mengkaji mengenai makna kebahagiaan pada Jamaah Maiyah berdasarkan nilai kebajikan yang didapat dari Komunitas Bangbangwetan oleh Jamaah Maiyah dalam mencapai kebahagiaan yang autentik dan memaknai kehidupan mereka. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah yang diajukan adalah bagaimanakah makna kebahagiaan pada Jamaah Maiyah, Komunitas Bangbangwetan? Tujuan Tujuan penelitian ini adalah mengetahui mengenai makna kebahagiaan pada Jamaah Maiyah, Komunitas Bangbangwetan berdasarkan pada nilai kebajikan yang didapat dari komunitas tersebut.
3
Landasan Teori A. Kebahagiaan Seseorang dapat mencapai kebahagiaan dengan mendukung kebahagiaan orang lain, karena tidak dapat dipungkiri manusia hidup secara berkelompok (Prihartanti, 2008). Prihartanti (2008) kemudian menyatakan bahwa untuk dapat hidup berdampingan secara damai dan bahagia di tengah masyarakat atau kelompok, hal yang pertama kali harus diusahakan adalah mendewasakan diri setiap orang terlebih dahulu (Prihartanti, 2008). Pendewasaan diri seseorang diharapkan nantinya dapat membawa dampak berupa meningkatnya kesejahteraan pribadi, yaitu berupa diperolehnya kebahagiaan. 1. Makna kebahagiaan Seligman (2004), menyatakan bahwa ketika membahas masalah kebahagiaan, maka tidak perlu mencari pengertian yang benar-benar tepat. Kebahagiaan bersifat subjektif, oleh karena itu akan terdapat pemaknaan yang berbeda-beda mengenai kebahagiaan. Secara umum, Veenhoven (Abdel-Khalek, 2006), menyatakan bahwa kebahagiaan berkaitan dengan sejauh mana kualitas hidup seseorang. Pendapat lain mengenai kebahagiaan juga dikemukakan oleh Argyle, Martin, and Lu (Abdel-Khalek, 2006), dinyatakan bahwa kebahagiaan ditandai dengan keberadaan tiga komponen, yaitu emosi positif, kepuasan, dan hilangnya emosi negatif seperti depresi atau kecemasan. 2. Ciri-ciri atau prediktor kebahagiaan Terdapat beberapa prediktor mengenai kebahagiaan seseorang, antara lain rasa syukur. Kashdan (Wirawan, 2010), menyatakan bahwa bersyukur serta berterima kasih merupakan unsur penting untuk hidup yang berkualitas. Rasa syukur atas segala sesuatu yang telah dimiliki menjadikan seseorang tetap dapat menjaga keinginannya sehingga tetap memiliki minat akan suatu hal. Orang yang memiliki minat cenderung lebih berbahagia dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki banyak minat (Wirawan, 2010). Prediktor lain mengenai
4
kebahagiaan adalah perasaan optimistis dan harapan akan masa depan, keinginan untuk berada di dekat orang lain (kehidupan sosial), pernikahan, religiusitas, serta sehat secara fisik dan psikologis. 3. Kebahagiaan yang autentik Pada dasarnya setiap orang memiliki tujuan dalam hidup untuk mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan yang dicapai tidak hanya berupa keadaan subjektif yang bersifat sementara. Kebahagiaan juga meliputi gagasan bahwa kehidupan seseorang sudah autentik, dimana istilah autentisitas menggambarkan tindakan memperoleh gratifikasi dan emosi positif dengan jalan mengerahkan salah satu kekuatan-khas seseorang (Seligman, 2005). Perasaan positif yang tumbuh dari penumbuhkembangan kekuatan dan kebajikan adalah perasaan positif yang autentik. a. Gratifikasi Kebahagiaan yang autentik berkaitan dengan tindakan memperoleh gratifikasi. Gratifikasi merupakan emosi positif pada masa sekarang yang berkaitan dengan kekuatan dan kualitas, serta datang dari kegiatan-kegiatan yang disukai. Gratifikasi membuat seseorang terlibat sepenuhnya sehingga dia merasa terserap di dalam kegiatan yang tengah dia lakukan (Seligman, 2005). Gratifikasi mendorong kita untuk dapat bersentuhan langsung dengan kekuatan diri sendiri. Gratifikasi dapat bertahan lebih lama daripada kenikmatan dan melibatkan lebih banyak pemikiran serta interpretasi, serta dapat diperoleh dan ditingkatkan dengan cara membangun kekuatan dan kebajikan personal (Seligman, 2005). b. Kekuatan dan kebajikan personal
Pada dasarnya terdapat 6 kebajikan yang hampir ada pada setiap kebudayaan, antara lain kearifan dan pengetahuan, keberanian, cinta dan kemanusiaan, keadilan, kesederhanaan, spiritualitas dan transendensi (Seligman, 2005). Kebajikan tersebut dapat mendorong berkembangnya suatu kekuatan-khas seseorang. Kekuatan berkaitan dengan moral, dapat
5
dibangun (berkembang), melibatkan pilihan untuk berusaha mendapatkannya atau tidak, serta melibatkan kemauan dan tanggung jawab pribadi (Seligman, 2005).
B. Kebudayaan dan Religiusitas Nilai-nilai kebajikan dekat dengan sistem kebudayaan dan religi (agama) seseorang. Kebudayaan dan sistem religi berisi tentang pedoman hidup yang mengandung nilai-nilai kebajikan dan berupaya untuk meningkatkan kualitas hidup penganutnya sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup (Seligman, 2005). 1. Definisi kebudayaan Kebudayaan adalah suatu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan, seperangkat nilai dan norma, yang kemudian dijadikan pedoman hidup oleh warga yang mendukung kebudayaan tersebut dan untuk membantu mereka dalam pemecahan masalah. 2. Religiusitas Dister (Ismail, 2009), mengartikan religiusitas sebagai keberagaman karena adanya internalisasi kepercayaan dalam diri seseorang. Religiusitas berkaitan dengan internalisasi suatu kepercayaan yang dianut oleh seseorang ke dalam dirinya sehingga kemudian mempengaruhi perilaku dan pandangan hidupnya. Secara garis besar terdapat dua faktor yang mempengaruhi perkembangan religiusitas seseorang (Rahman, 2009), antara lain faktor intern (hereditas, tingkat usia, kepribadian, dan kondisi kejiwaan) serta faktor ekstern (lingkungan keluarga, lingkungan institusional dan lingkungan masyarakat).
C. Komunitas Bangbangwetan Kelompok atau komunitas adalah sekumpulan orang yang saling peduli satu sama lain lebih dari yang seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi yang erat antar para anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan minat atau nilai (Hermawan,
6
2008). Salah satu diantaranya adalah Komunitas Bangbangwetan. Komunitas Bangbangwetan merupakan komunitas pengajian yang rutin diadakan setiap satu bulan sekali di Surabaya, bersama Emha Ainun Nadjib (Cak Nun). Pengajian di sini lebih bersifat diskusi atau sharing tentang topik-topik kemanusiaan, mengajarkan semangat hidup, sikap toleran dan hidup bersama dalam kontribusi kebaikan. Kemudian anggota dari komunitas ini dinamakan sebagai Jamaah Maiyah, dimana keanggotaannya tidak bersifat mengikat dan tidak identik sebagai sekumpulan orang Islam saja. Setiap orang bebas datang dan ikut. 1. Profil Jamaah Maiyah Jamaah Maiyah adalah orang-orang yang menghadiri pengajian Maiyah, namun terdapat beberapa orang yang tidak pernah menghadiri pengajian Maiyah merasa dirinya menjadi Jamaah Maiyah hanya karena merasa pemikiran dan pandangan-pandangannya serasi dengan cara pandang Maiyah. Terdapat juga orang yang sering hadir dalam pengajian Maiyah, tetapi meletakkan dirinya hanya sebagai pengunjung. Sebenarnya, rahasianya adalah kesamaan frekuensi (Saputra, 2012). 2. Makna Maiyah Saputra dalam bukunya yang berjudul “Spiritual Journey” (2012), menyatakan bahwa setiap orang yang mengikuti Maiyahan (istilah ketika mengikuti kegiatan di Maiyah) akan memiliki pemaknaan masing-masing mengenai Maiyah. Secara umum, untuk mendekati penjelasan mengenai Maiyah terdapat tulisan-tulisan kecil yang banyak beredar di kalangan komunitas Maiyah. Kata Maiyah sendiri dalam bahasa Arab berarti dalam keadaan bersama atau kebersamaan yang tidak terlepaskan. Konsep Maiyah juga sering diistilahkan oleh Cak Nun dengan “Segitiga Cinta”, bersama dengan Tuhan, Rasul, dan manusia.
7
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Fenomenologi merupakan suatu pendekatan yang lebih memfokuskan diri pada konsep suatu fenomena tertentu dan bentuk dari studinya adalah untuk melihat dan memahami arti dari suatu pengalaman yang berkaitan dengan suatu fenomena tertentu (Herdiansyah, 2010). Subjek yang terlibat dalam penelitian ini sebanyak tiga subjek dengan kriteria: terlibat secara langsung dengan fenomena yang diteliti (dalam penelitian ini adalah Jamaah Maiyah), mengetahui dengan baik mengenai kebudayaan dalam Komunitas Bangbangwetan (dilakukan dengan cara observasi dan wawancara awal), aktif dalam mengikuti pengajian Maiyah di Komunitas Bangbangwetan, dan terhitung sudah satu tahun atau lebih mengikuti pengajian Maiyah, untuk seks dan gender laki-laki dan perempuan. Lokasi penelitian dilakukan di Surabaya, Jawa Timur, tempat Komunitas Bangbangwetan mengadakan kegiatannya. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa wawancara semi terstruktur, observasi partisipan, dan dokumentasi, yang diperoleh langsung dari subjek dan informan pendukung. Teknik analisa data menggunakan fenomenologi Moustakas (1994), yaitu: horisonalisasi, thematic portrayal, individual textural-structural description, composite textural-structural description, dan sintesis. Reliabilitas dan validitas dalam penelitian ini adalah credibility, transferability, dan confirmability.
Hasil Hasil penelitian ini diperoleh dari tiga orang subjek, informan pendukung (IN), serta data sekunder berupa dokumentasi. Adapun profil dari ketiga subjek adalah sebagai berikut:
8
Subjek DJ CM
TF
Tabel 1 Profil Subjek Penelitian Seks dan gender Usia Perempuan 24 Laki-laki 26 23 Laki-laki
Pendidikan S1 SMA D3
Data yang diperoleh menggambarkan mengenai makna kebahagiaan pada Jamaah Maiyah yang didasarkan pada nilai kebajikan yang terdapat dalam Komunitas Bangbagwetan, tentang bagaimana anggota komunitas tersebut menginternalisasi nilai kebajikan yang ada untuk memaknai kehidupan dan mencapai kebahagiaan yang autentik. Ketiga subjek (DJ, CM dan TF) yang merupakan Jamaah Maiyah, menyatakan bahwa makna kebahagiaan adalah bersyukur. Kashdan (Wirawan, 2010), menyatakan bahwa bersyukur serta berterima kasih merupakan unsur penting untuk hidup yang berkualitas. Rasa syukur atas segala sesuatu yang telah dimiliki menjadikan seseorang tetap dapat menjaga keinginannya sehingga tetap memiliki minat akan suatu hal. Orang yang memiliki minat cenderung lebih berbahagia dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki banyak minat (Wirawan, 2010). Perasaan syukur ini muncul sebagai reaksi proses pendewasaan pada diri, tentang bagaimana mereka menyikapi hidup dengan nilai-nilai yang dianut, yang juga dipengaruhi oleh pemaknaan akan konsep Maiyah yang ada pada komunitas Bangbangwetan. DJ, CM, dan TF memiliki pemaknaan masing-masing akan konsep Maiyah. Bagi DJ, Maiyah adalah suatu prinsip hidup (hidup bersama Tuhan, Rasul, dan sesama manusia), sementara CM memaknai Maiyah sebagai ketulusan untuk bermanfaat bagi orang lain. Berbeda dengan keduanya, menurut TF, Maiyah merupakan sebuah forum tempat berkumpul bersama, yang tidak bertendensi apapun, tempat belajar bagaimana hidup dengan baik, beribadah dengan benar kepada Allah, untuk bekal dan diaplikasikan di kehidupan seharihari.
9
Konsep Maiyah mempengaruhi cara Jamaah Maiyah dalam menyikapi hidup, dan hal inilah yang menjadi sebuah kekuatan-khas dan kebajikan personal pada diri Jamaah Maiyah. Pada DJ, kekuatan-khas dan kebajikan personal lebih kepada transendensi. CM lebih kepada semangat kebersamaan dan ketulusan untuk bermanfaat bagi orang lain (kemanusiaan dan cinta). TF sendiri lebih kepada kearifan dan pengetahuan. Ketiga subjek juga memiliki kekuatan-khas dan kebajikan personal yang lain, misalnya saja kesederhanaan, keadilan, dan keberanian, selain transendensi, kemanusiaan dan cinta, serta kearifan dan pengetahuan. Kekuatan-khas dan kebajikan personal kemudian mendorong mereka untuk meningkatkan kualitas hidupnya, dan biasanya nampak ketika mereka melakukan kegiatan yang disukai. Hal ini sering disebut sebagai gratifikasi. Gratifikasi pada TF berupa perasaan puas karena dapat belajar ilmu tasawuf melalui Maiyah. CM sendiri merasa puas ketika dapat melakukan syiar dengan media teater. Suatu tindakan memperoleh gratifikasi dengan jalan mengerahkan kekuatan-khas individu menggambarkan autensitas kehidupan seseorang (Seligman, 2005). Kehidupan yang autentik menggambarkan kebahagiaan seseorang.
Diskusi Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa makna kebahagiaan pada Jamaah Maiyah juga didasarkan pada internalisasi dari nilai kebajikan yang ada pada Komunitas Bangbangwetan, yaitu berupa konsep Maiyah yang sering diistilahkan oleh Cak Nun sebagai “Segitiga Cinta”, kebersamaan dengan Tuhan, Nabi/ Rasul, dan manusia. Konsep Maiyah mempengaruhi cara Jamaah Maiyah dalam menyikapi hidup, dan hal inilah yang menjadi sebuah kekuatan-khas dan kebajikan personal pada diri Jamaah Maiyah. Kekuatan-khas dan kebajikan personal dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup Jamaah Maiyah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan dalam hidup.
10
Proses internalisasi sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pengalaman dan kecenderungan-kecenderungan yang telah dimiliki sebelum mengikuti Maiyahan (DJ dan TF yang suka menganalisa suatu hal), keadaan keluarga (misalnya CM yang menyatakan tidak mempunyai sosok pemimpin di keluarga), serta Cak Nun yang merupakan panutan atau orang yang memediasi Jamaah Maiyah berpengaruh kepada Jamaah Maiyah dalam memaknai konsep Maiyah. Shalawat dan diskusi multi arah yang menjadi salah satu bagian dari rangkaian pengajian Maiyah juga menjadi salah satu stimulus dalam proses internalisasi konsep Maiyah pada diri Jamaah Maiyah. Shalawat dan diskusi multi arah menjadi salah satu media yang memungkinkan Jamaah Maiyah menangkap beberapa nilai yang tersampaikan di dalamnya, terlebih melalui topik bahasan yang sedang dibicarakan dalam diskusi multi arah tersebut. Mengingat proses internalisasi kebajikan pada diri seseorang bersifat abstrak, serta kebahagiaan sendiri yang bersifat subjektif, maka dalam penelitian ini perlu diperhatikan beberapa hal. Bagi peneliti yang akan melakukan penelitian mengenai makna kebahagiaan yang melibatkan proses internalisasi suatu nilai kebajikan, perlu memperhatikan faktor-faktor yang mendukung dari proses internalisasi itu sendiri, baik internal maupun eksternal. Setiap orang akan memiliki pemaknaan masing-masing tentang kebahagiaan, oleh karena itu pendekatan yang digunakan akan dirasa efektif
jika dilakukan secara personal dan
mendalam. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan mengenai wujud aplikasi dari nilai kebajikan dalam mencapai kebahagiaan dan memaknai kehidupan, baik bagi Jamaah Maiyah maupun masyarakat pada umumnya
11
Daftar Pustaka Abdel-Khalek, A. M. 2006. Happiness, Health, and Religiosity: Significant Relations. Journal of Mental Health, Religion, and Culture. No. 9 (1), 85-97. Diakses dari http://commonsenseatheism.com/wp-content/uploads/2011/01/Abdel-KhalekHappiness-health-and-religiosity-Significant-relations.pdf tanggal 14 Maret 2012 Herdiansyah, H. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika Hermawan, K. 2008. Arti Komunitas. Artikel. Diakses dari http://djepok.blogspot.com tanggal 14 Maret 2012 Ismail, W. 2009. Analisis Komparatif Perbedaan Tingkat Religiusitas Siswa di Lembaga Pendidikan Pesantren, MAN, dan SMUN. Lentera Pendidikan. Vol. 12, No. 1 Juni 2009: 87-102 Moustakas, C. 1994. Phenomenological Research Methods. California: Sage Publications Prihartanti, N. 2008. Mencapai Kebahagiaan Bersama dalam Masyarakat Majemuk (Sharing Happiness in a Plural Society). Jurnal Psikologi Indonesia. No. 1, 73-79, ISSN. 08533098 Rahman, U. 2009. Perilaku Religiusitas dalam Kaitannya dengan Kecerdasan Emosi Remaja. Jurnal Al-Qalam. Volume 15 Nomor 23 Januari- Juni 2009. Diakses dari http://isjd.pdii.lipi.go.id tanggal 14 Maret 2012 Saputra, P. R. 2012. Spiritual Journey: Pemikiran dan Permenungan Emha Ainun Nadjib. Jakarta: Kompas Seligman, M. E. P. 2004. Bahagia Sejati. (diterjemahkan oleh: Rekha Trimaryoan). Jakarta: Pustakaraya Seligman, M. E. P. 2005. Authentic Happiness. (diterjemahkan oleh: Eva Yulia Nukman). Bandung: Mizan Media Utama Wirawan, H. E. 2010. Kebahagiaan Menurut Dewasa Muda Indonesia. Universitas Tarumanagara, Jakarta. Penelitian. Diakses dari http://www.psikologi.tarumanagara.ac.id tanggal 14 Maret 2012
12