MAKALAH SEMINAR UMUM PENGARUH PENGGUNAAN BEBERAPA JARINGAN ANGGREK (Dendrobium candidum) SEBAGAI BENIH SINTETIK TERHADAP PERTUMBUHANNYA DALAM KONDISI IN VITRO
Disusun oleh :
Nama
: Agustinus Wahyu Krisnanta
NIM
: 10/300490/PN/12045
Dosen pembimbing
: Rani Agustina Wulandari, S.P., M.P., Ph.D
Hari dan Tanggal Presentasi
: Jumat, 20 Desember 2013
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013
HALAMAN PENGESAHAN
PERTUMBUHAN BENIH SINETETIK DARI BEBERAPA JARINGAN ANGGREK (Dendrobium candidum) DALAM KONDISI IN VITRO
Nama
: Agustinus Wahyu Krisnanta
NIM
: 10/300490/PN/12045
Jurusan
: Budidaya Pertanian
Program Studi
: Pemuliaan Tanaman
Diajukan untuk memenuhi kelengakapan persyaratan mata kuliah Seminar Umum (PNB 4085).
Dosen Pembimbing
Komisi Seminar Umum Program Studi Pemuliaan Tanaman
Rani Agustina Wulandari, S.P., M.P., Ph.D.
Dr. Rudi Hari Murti, S.P., M.P.
Ketua Jurusan Budidaya Pertanian
Dr. Ir. Taryono, M.Sc.
i
DAFTAR ISI Halaman Judul Halaman Pengesahan…………………………………………………………………………….. i Daftar Isi…………………………………………………………………………………………….
ii
Daftar Tabel………………………………………………………………………….....................
iii
Daftar Gambar……………………………………………………………………………………... iv Intisari……………………………………………………………………………………………….
1
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang…………………………………………………………………..............
1
B. Tujuan……………………………………………………………………………………..
2
C. Kegunaan…………………………………………………………………………………
2
II. ISI A. Tanaman Anggrek……………………………………………………………...............
3
B. Benih sintetik………………………….………………................................................
4
C. Keragaan asal jaringan anggrek sebagai bahan benih sintetik…………………….
7
III. PENUTUP A. Kesimpulan……………………………………………………………………………….
16
B. Saran……………………………………………………………………………..............
16
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………….
17
ii
DAFTAR TABEL Tabel 1. Produksi tanaman anggrek Indonesia (tangkai)……………………………………..
3
Tabel 2. Tabel 2. Presentase hidup benih sintetik Dendrobium Candidum dari 3 jaringan tanaman
anggrek
setelah
60
hari
ditanam
dalam
kondisi
in
vitro
……………………………........................................................................................
13
Tabel 3. Kebocoran maltosa pada benih sintetik Dendrobium candidum…………………...
14
Tabel 4. Perubahan pH pada benih sintetik dengan menggunakan eksplan jaringan Dendrobium candidum……………………………………………..............................
14
0
Tabel 5. Rata-rata perkecambahan benih sintetik setelah disimpan pada suhu 4 C pada Dendrobium candidum………………………………………………………................
15
Tabel 6. Persentase perkecambahan benih sintetik Parkia speciosa pada media MS setelah disimpan pada suhu 4oC pada interval waktu yang berbeda……………...
iii
15
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Mekanisme pembuatan benih sintetik dari tanaman wotel……………...............
6
Gambar 2. A. protocorm like bodies yang dinduksi dari biji Dendrobium candidum; B. tudung pillopodium yang berkembang dari kotiledon; C. benih sintetik; D. perkecambahan dari benih sintetik…………………………………………………
8
Gambar 3. (f) PLB yang kotiledonnya sudah tumbuh. (g) PLB yang kotiledon dan daun pertama telah tumbuh………………………………………………………………..
9
Gambar 4. Perkembangan PLB tanaman anggrek Encyclia mariae pada kondisi in vitro...
10
Gambar 5. Axillary bud (Anonim, 2013a)………………………………………………………..
11
Gambar 6. Perkembangan tunas axiler Corymbia torelliana x C. citriodora yang dikapsulasi dan dikecambahkan dalam kondisi in vitro………………….
11
Gambar 7. Adventitious shoot dari eksplan daun tanaman Almond kultivar Ne Plus Ultra..
12
Gambar 8. Perkembangan adventitious shoot dari eksplan daun almond…………………..
12
iv
PERTUMBUHAN BENIH SINTETIK DARI BEBERAPA JARINGAN ANGGREK (Dendrobium candidum) DALAM KONDISI IN VITRO INTISARI Usaha tanaman anggrek di Indonesia cukup pesat dan menguntungkan. Anggrek sebagai sebuah bunga yang indah digunakan untuk menghias ruangan, sebagai hadiah, dan dapat dikembangkan sebagai nursery (sumber penghasilan). Kekurangan dari tanaman bunga anggrek ini adalah proses perbanyakan tanaman yang membutuhkan perlakuan khusus dan agak rumit. Perlakuan secara vegetatif, hanya dapat dilakukan setelah menunggu waktu cukup lama dan hasil anakan yang didapat sedikit karena keterbatasan bahan tanam. Penggunaan prosedur generatif (biji) juga memiliki kekurangan yaitu biji bunga anggrek tidak dapat berkembang dalam kondisi ex vivo. Jalan terbaik adalah dengan menggunakan metode secara in vitro. Keuntungan dari perlakuan in vitro adalah bahan untuk perbanyakan tanaman dapat menggunakan bagian tanaman generatif maupun bagian tanaman vegetatif, cepat menghasilkan anakan, dan anakan yang didapatkan akan meningkat dalam jumlah (kuantitas) meski berasal dari bahan tanam yang terbatas. Teknik in vitro yang digunakan adalah mengkapsulasi bahan tanam dengan nutrisi yang dikenal dengan nama benih sintetik. Pada karya tulis ini dikaji tentang 3 sumber jaringan tanaman anggrek yang akan digunakan untuk benih sintetik dalam kondisi in vitro. Ketiga sumber jaringan tersebut adalah auxiliary buds, potocorm like bodies, dan adventitious shoots. Dari penelitian Zhang et al. pada tahun 2011, protocorm like bodies adalah bahan yang paling efektif dan efisien untuk digunakan sebagai eksplan benih sintetik karena memiliki keragaan daya tumbuh yang tinggi, penyerapan nutrisi yang lebih optimal dibandingkan auxiliary bud dan adventitious shoots, dan viabel meski disimpan dalam keadaan dingin. Kata kunci : benih sintetik, anggrek Dendrobium, protocorm like bodies, in vitro
I.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Anggrek di Indonesia sudah dikenal sejak zaman kolonial. Anggrek Phaphiopedilum dayanum dari Kalimantan pada tahun 1869 telah dikenal oleh orang-orang Eropa. Namun pada saat itu masyarakat pribumi Indonesia belum begitu berminat terhadap tanaman anggrek yang tersebar di hutan-hutan Indonesia. Setelah kedatangan Belanda dan juga Inggris di Indonesia, barulah anggrek mulai mendapat perhatian khusus dan mulai dibudidayakan. Menurut Jumani (2010) pada tahun 1930 penduduk pribumi Indonesia mengusahakan dan melakukan pemeliharaan terhadap tanaman anggrek. Anggrek Indonesia diekspor untuk bidang ilmu pengetahuan bagi peneliti dunia pada masa itu. Perbanyakan anggrek dapat dilakukan secara vegetatif dan generatif. Cara generatif dengan menggunakan biji, biasanya dilakukan dalam kondisi in vitro. Kondisi in vitro memungkinkan biji anggrek yang tidak memiliki endosperm untuk tumbuh menjadi tanaman anggrek dewasa. Biji tanaman anggrek yang kecil dan halus akan membentuk tanaman dewasa setelah beberapa minggu ditanam didalam kultur jaringan (in vitro). Selain untuk menumbuhkan biji, kultur jaringan atau kondisi in vitro dapat digunakan untuk memperbanyak tanaman secara vegetatif (menggunakan bagian tubuh tanaman). Pada tanaman anggrek proses ini menguntungkan karena pada anggrek-anggrek langka dan sulit untuk menumbuhkan biji, perbanyakan vegetatif menggunakan jaringan muda masih mungkin untuk dilakukan membentuk tanaman baru.
1
Perbanyakan anggrek pada fase vegetatif tidak hanya dapat dilakukan dengan kultur jaringan (in vitro), tetapi juga dapat dilakukan dengan pemisahan rimpang anggrek atau badan anggrek yang telah besar. Kekurangan dari cara pemisahan rimpang anggrek adalah dibutuhkan waktu yang lama dan anakan yang dihasilkan hanya sedikit. Diperlukan cara yang cepat dan mudah untuk dapat memperbanyak anggrek. Kultur jaringan tanaman anggrek merupakan cara perbanyakan yang menghasilkan tanaman anggrek dengan jumlah banyak meski berasal dari tanaman induk yang sedikit. Namun, kultur jaringan tidak dapat dilakukan oleh banyak orang dikarenakan fasilitas yang diperlukan harus memadai agar tidak terjadi kontaminasi. Kontaminasi terjadi karena kultur jaringan menggunakan media agar bernutrisi yang dapat menjadi media tumbuh jamur dan bakteri (kontaminan). Selain itu pertumbuhan eksplan (bahan tanam) yang digunakan untuk dikulturkan dalam kondisi in vitro memiliki respon pertumbuhan yang berbeda-beda. Oleh karena itu diperlukan tinjauan lebih jauh mengenai respon berbagai asal jaringan anggrek yang digunakan sebagai bahan benih sintetik dalam kondisi in vitro. 2. Tujuan Mengetahui pengaruh penggunaan beberapa jaringan anggrek sebagai benih sintetik terhadap pertumbuhannya pada kondisi in vitro. 3. Kegunaan Memberikan pengetahuan tentang bagian jaringan anggrek yang efisien dan efektif untuk digunakan sebagai bahan benih sintetik.
2
II.
ISI
A. Tanaman anggrek Anggrek merupakan tanaman hias yang sangat populer karena memiliki jenis yang beragam dan biasanya digunakan untuk berbagai keperluan seperti upacara keagamaan, hiasan, dekorasi ruangan, ucapan selamat serta ungkapan sukacita maupun dukacita. Negaranegara maju seperti Hongkong, Singapura dan Amerika merupakan negara yang cukup banyak mengimpor bunga anggrek dari Indonesia karena anggrek Indonesia memiliki keragaman serta ciri khas tersendiri sebagai bunga tropis. Selain laku di pasaran internasional, bunga anggrek yang indah banyak digunakan sebagai penghias rumah dan hal ini merupakan hal yang mendorong perdagangan bunga anggrek di Indonesia. Peningkatan panen dan produksi komoditas tanaman bunga anggrek meningkat pada beberapa provinsi di Indonesia. Menurut direktorat jenderal pengolahan dan pemasaran hasil pertanian pada tahun 2011 produksi anggrek pertangkai mengalami kenaikan setelah pada tahun 2010 mengalami penurunan. Produksi bunga anggrek tertinggi dicapai pada tahun 2012 (tabel 1). Tabel 1. Produksi tanaman anggrek Indonesia (tangkai) Tahun
2012
2011
2010
2009
Produksi
20.727.891
15.490.256
14.050.445
16.205.949
Sumber : BPS 2013
Tanaman anggrek dapat diperbanyak secara generatif maupun secara vegetatif. Perbanyakan tanaman anggrek secara generatif dimulai ketika bunga anggrek terjadi penyerbukan. Setelah terjadi penyerbukan biji anggrek akan terbentuk didalam buah anggrek yang biasanya berbentuk lonjong. Biji tanaman anggrek dapat dikecambahkan pada media yang terdiri dari kalsium nitrat 1 gram, monobasicpotasium fosfat 0,25 gram, mangnesium sulfat 0,25 gram, amonium sulfat 0,5 gram, sukrosa 20 gram, ferro sulfat 0,025 gram, mangan sulfat 0,0075 gram, agar-agar 10-20 gram serta air kelapa 100-150 cc. Biji tanaman anggrek kemudian disebar diatas media dan dijaga agar selalu pada pH optimal yaitu 5-5,2. Jika perkecambahan berjalan normal maka 3 minggu setelah disebar akan muncul kecambah anggrek dan ditunggu sampai anggrek siap untuk pindah tanam (Kurnianti, 2013). Bibit anggrek Dendrobium menurut Standar Prosedur Operasional (SOP) dari direktorat budidaya tanaman hias dapat berasal dari benih yang dikembangkan dalam botol, pemilihan bibit dari copotan, bibit dari seedling, pemilihan bibit dari tanaman remaja. Namun jika dikaji lebih jauh lagi perbanyakan tanaman anggrek dari bahan vegetatif tanaman seperti copotan dan pemilihan bibit remaja hanya menghasilkan anakan yang sedikit dari satu indukan tanaman anggrek. Terlebih lagi tanaman induk dapat terluka dan organisme pengganggu tanaman dapat 3
masuk kedalam tanaman induk. Namun keuntungan dari perbanyakan secara vegetatif adalah anakan anggrek yang didapatkan memiliki sifat yang sama dengan induknya (sifat genetisnya sama dengan induk). Jika induk tanaman anggrek memiliki bunga yang cerah maka anakan yang didapatkan secara vegetatif akan memiliki bunga yang cerah pula. Cara perbanyakan tanaman anggrek dengan generatif atau dengan biji keuntungannya adalah didapatkan hasil anakan yang banyak dan keragaman genetik yang tinggi sehingga dimungkinkan mendapatkan tanaman anggrek berkuaitas unggul. Namun kekurangan dari perbanyakan generatif tanaman anggrek adalah biji anggek yang tidak memiliki cadangan makanan dan endosperm. Hal ini dapat diatasi dengan teknik in vitro. Seperti diungkap pada pendahuluan, teknik in vitro memungkinkan tanaman anggrek diperbanyak secara massal meski berasal dari indukan yang sedikit. Namun tidak semua masyarakat paham bagaimana memperbanyak tanaman dengan teknik in vitro, oleh karena itu diperlukan teknik in vitro yang dapat dilakukan oleh masyarakat dengan mudah. Hal yang mungkin dilakukan adalah dengan menggunakan benih sintetik. Uraian tentang benih sintetik akan dijelasakan dibawah ini.
B. Benih Sintetik Teknik in vitro dapat digunakan untuk perbanyakan tanaman. Setelah tanaman menjadi banyak, maka tanaman ini dapat dikapsulasi untuk menjadi benih sintetik. Benih sintetik dibuat secara in vitro. Kondisi in vitro adalah kondisi dimana lingkungan terkontrol atau dapat dikatakan sebagai lingkungan buatan. Benih sintetik didefinisikan sebagai pengkapsulan buatan pada embrio somatik, tunas muda, agregat sel, atau dari berbagai jaringan yang memiliki kemampuan untuk membentuk tanaman secara utuh dalam kondisi in vitro ataupun kondisi ex vivo (Uppangala, 2010). Pengkapsulan buatan berfungsi sebagai lapisan pelindung dan berperan sebagai endosperm (cadangan makanan) buatan. Bahan untuk pengkapsulan terdiri dari nutrisi sebagai sumber karbon, nutrisi, zat pengatur tumbuh, dan agen anti mikrobia. Bahan untuk pengkapsulan buatan pada benih sintetik tidak boleh merusak embrio, dapat menjaga embrio dari kerusakan mekanis selama pengepakan, penyimpanan, pengiriman dan penanaman (Redenbaugh, 1992 cit. Arisanti, 2013). Pada tahun 1984 Redenbaugh mengembangkan tehnik untuk menyelimuti atau mengkapsulasi dari embrio somatik alfalfa melalui kondisi in vitro. Dalam memproduksi benih sintetik banyak digunakan Ca-alginate. Sekarang cara ini dikenal luas dalam pembuatan benih sintetik pada bidang ilmu kultur jaringan tanaman. Pada percobaan Redenbaugh embrio somatik dari alfalfa dicampur dengan 2% (berat/volume) Na-alginat dan dijatuhkan menggunakan pipet kaca kedalam 100 mM larutan Ca(NO3)2. Reaksi ionik akan terjadi dan ion Na akan terganti oleh ion Ca membentuk Ca-alginate. Proses ini membutuhkan waktu berkisar 30 menit. Besarnya 4
kapsul dapat dikontrol dengan menggunakan diameter ujung pipet yang digunakan. Proses pengkerasan Ca-alginat dapat dipengaruhi oleh konsentrasi Na-alginate dan ion Ca2+ dan waktu yang tersedia untuk menunggu benih sintetik menjadi keras (Bhojwani dan Razdan, 1996). Keuntungan dari benih sintetik adalah dapat menyelamatkan tanaman yang tidak sempurna pembentukan bijinya. Benih sintetik juga dapat digunakan untuk mengembangkan tanaman jantan atau betina steril untuk kegunaan memproduksi benih hibrida. Kelebihan dari benih sintetik ini adalah lebih efektif dan efisien dalam menggunakan berbagai sumber daya yang ada. Sumber daya yang dimaksud yaitu waktu, energi, dan nutrisi bagi benih. Selain itu benih sintetik bebas patogen karena dikerjakan pada kultur jaringan (in vitro) yang steril (Saiprasad, 2001). Fungsi dari benih sintetik yang utama adalah menyelamatkan embrio pada biji yang tidak sempurna pembentukan cadangan makanan dan atau yang tidak lengkap bagianbagian biji untuk mendukung kehidupan embrio yang dimaksud. Semua jaringan tanaman mempunyai kelebihan yaitu mampu membentuk tanaman utuh yang dikenal dengan nama totipotensi. Jaringan tanaman akan mampu membentuk suatu tanaman baru jika dikerjakan pada kultur jaringan (in vitro). Diduga teknik perbanyakan tanaman secara in vitro adalah teknik perbanyakan tanaman yang paling ekonomis dalam perbanyakan suatu tanaman. Tetapi hal itu membutuhkan teknik tersendiri dan tidak banyak orang mengetahui syarat dan kebutuhan yang digunakan dalam perbanyakan tanaman secara in vitro. Beberapa kemungkinan yang dapat dilakukan adalah membuat jaringan tanaman yang memiliki totipotensi tersebut terselimuti dengan menggunakan material nutrisi. Hal ini dikenal dengan proses pembuatan benih sintetik. Menurut Bhojwani dan Razdan (1996) bahan nutrisi untuk menyelimuti embrio harus mempunyai syarat yaitu : 1) Bahan yang tidak merusak embrio 2) Bahan harus mencukupi untuk melindungi embrio dan cukup untuk berkecambahnya benih,
tetapi harus tahan terhadap keadaan selama
perjalanan,
pembuatan,
penyimpanan, dan masa penanaman 3) Bahan nutrisi tidak hanya berisi nutrisi tetapi juga zat pengatur tumbuh (ZPT) dan bahanbahan lain yang penting dalam perkecambahan benih. 4) Benih sintetik yang terbentuk harus tahan terhadap proses-proses penanaman menggunakan mesin yang keras di lahan. Benih sintetik pertama kali di produksi oleh Kitto dan Janick pada tahun 1982. Percobaan ini dengan mengkapsulasi atau menyelimuti embrio somaklonal dari tanaman wortel. Pertama kali Kitto dan Janick ini menggunakan polyoxyethylene atau dikenal dengan nama Polyox yang dapat larut dalam air dan kering pada permukaan kertas tipis. Kelebihan dari Polyox adalah tidak memberikan kesempatan pada mikroorganisme untuk tumbuh dan tidak meracun bagi 5
embrio (Janick et al., 1993 cit. Bhojwani dan Razdan, 1996). Polyoxyethylene adalah senyawa aditif pada makanan. Senyawa polyoxyethylene dibuat dengan mereaksikan 7,4 molekul ethylene oxide pada setiap mol asam stearic yang mengandung polyoxyethylene glikol yang belum teresterifikasi dan polyoxyethylene glikol monostearate yang terdispersi dalam proporsi molar dan nantinya akan teresterifikasi menjadi polyethylene glikol yang mempunyai polimer sama (Brikmeier dan Brandner, 1958). Pada prosedur kapsulasi atau penyelimutan embrio somatik wortel menggunakan polyox, dilakukan dengan penambahan polyox sebanyak volume suspensi embrio dan ditambahkan 5% (berat/volume) polyox. Hasil akhir akan memberikan konsentrasi akhir 2,5% polyox. Suspensi embrio bersama polyox ini disebar pada sebuah lembaran Teflon kemudian dikeringkan. Proses pengeringan ini membutuhkan waktu 5 jam pada suhu ruangan. Benih sintetik dari alfalfa dengan konsentrasi 10-15% polyox dapat disimpan pada suhu ruang selama satu tahun tanpa penurunan daya berkecambahnya (Janick et al., 1989 cit. Bhojwani dan Razdan, 1996).
Gambar 1. Mekanisme pembuatan benih sintetik dari tanaman wotel (Bhojwani dan Razdan, 1996). Proses pembuatan benih sintetik dengan bahan protocorm like bodies, auxiliary bud, dan adventitious shoots menurut Zhang et al. (2011) adalah dengan membersihkan auxilliary bud, protocorm like bodies, dan adventitious shoots dengan cairan media MS (Murashige Skoog). Setelah dibersihkan tiriskan bahan-bahan tersebut dalam kondisi steril. Sodium (natrium) alginat 6
ditambahkan maltosa, 6-BA, NAA, karbon aktif kemudian disterilkan menggunakan autoklaf. Bahan tanam kemudian dimasukan kedalam Na aginat yang telah dicampur dengan maltosa,6BA, NAA, dan karbonaktif yang telah disterilkan dalam autoclaf. Bahan tanam diambil menggunakan pipet dan dicelupkan dalam kalsium klorida (CaCl2.2H2O). Na (natirum) alginat tersebut akan terganti dengan ion Ca dari kalsium klorida sehingga alginat yang berisi bahan tanam (eksplan) tersebut akan mengeras karena ion kalsium ikut menyusun struktur kapsul benih. Setelah benih menjadi keras didalam larutan kalsium klorida, benih tersebut disterilkan menggunakan aquades dan dikeringkan diatas kertas blotter yang steril. C. Keragaan Benih Sintetik dari Bermacam-macam Jaringan Anggrek Setelah proses kapsulasi selesai dilakukan kemudian penanaman benih sintetik pada media MS dimulai. Percobaan penanaman benih sintetik ini dengan menggunakan media MS dengan penambahan 6 Butiric Acid (BA) 2 mg/L ditambah NAA 0,4 mg/L ditambahkan agar 1% dan sukrosa 2% dalam kondisi in vitro. Jaringan anggrek yang digunakan sebagai eksplan akan mengeluarkan semacam tunas yang menembus kapsul atau lapisan nutrisi tanda benih sintetik mulai berkecambah. Namun menurut Zhang et al., (2011) beberapa tunas dari anggrek akan mati setelah beberapa hari disebar pada keadaan in vitro. Beberapa uraian tentang kematian benih sintetik akan dibahas lebih lanjut pada bagian selanjutnya. Asal jaringan anggrek yang digunakan telah disinggun diatas yaitu protocorm like bodies (PLB), auxiliary buds, dan adventitious shoots (gambar 2).
7
Gambar 2. A. protocorm like bodies yang dinduksi dari biji Dendrobium candidum; B. tudung pillopodium yang berkembang dari kotiledon; C. benih sintetik; D. perkecambahan dari benih sinteik dalam kondisi in vitro (Zhang et al., 2011).
Protocorm dideskripsikan sebagai sebuah embrio kecil yang kira-kira besarnya 0,1 mm tanpa endosperm yang juga berada didalam biji anggrek. Pada saat berkecambah, embrio yang kecil tersebut membesar dari bentuknya yang kecil dan membesar membentuk struktur corm yang dikenal dengan nama protocorm. Pada keadaan di alam, protocorm ini menjadi hijau dan mengakumulasi karbohidrat melalui fotosintesis. Ketika protocorm tersebut tumbuh dan cukup mendapat bahan organik protocorm akan memunculkan tunas dan akar. Dikenal dengan nama protocorm like bodies karena protocorm tersebut tumbuh memunculkan tunas dan akar sehingga mirip mempunyai badan (bodies) (George, 2008).
8
Gambar 3. (f) PLB yang kotiledonnya sudah tumbuh. (g) PLB yang kotiledon dan daun pertama telah tumbuh (Zhao et al., 2008).
Dalam kondisi in vitro protocorm like bodies ini tumbuh dari kalus atau kumpulan sel yang belum terdifferensiasi. PLB kemudian tumbuh dengan sendirinya membentuk tunas dan kemudian menjadi sebuah tanaman. PLB ini banyak muncul pada pengkulturan biji anggrek dikarenakan protocorm berada didalam biji anggrek. Berikut adalah tahapan perkembangan PLB dalam kondisi in vitro pada tanaman anggerk kultivar Encyclia mariae dimulai dari munculnya PLB.
9
Gambar 4. Perkembangan PLB tanaman anggrek Encyclia mariae pada kondisi in vitro (Diaz dan Alvarez, 2009).
Auxiliary bud adalah tunas yang berkembang pada ketiak daun atau dari tunas lateral. Auxiliary bud berkembang dari node (tunas) yang akan menjadi batang yang baru. Terkadang dari auxiliary bud justru tumbuh cabang yang akan memunculkan bunga (Anonim, 2013a).
10
Gambar 5. Axillary bud (Anonim, 2013a) Dalam kondisi in vitro auxilliary bud akan mengalami perkembangan seberti gambar 6. Tunas axilar tersebut dikapsulkan kemudian beberapa saat kemudian tumbuh bagian-bagian tanaman penting sepeti tunas dan akar. Membutuhkan waktu yang cukup lama bagi tunas axilar ini untuk menumbuhkan tunas dan akar. Waktu yang dibutuhkan berkisar 4 sampai 5 minggu.
Gambar 6. Perkembangan tunas axiler Corymbia torelliana x C. citriodora yang dikapsulasi dan dikecambahkan dalam kondisi in vitro (Hung dan Trueman, 2012).
11
Adventitious shoots adalah tunas yang muncul bukan dari bagian yang biasa tumbuh (unusual point). Hal ini dimungkinkan didapatkan dari jaringan tanaman yang dikembangkan dalam kondisi in vitro. Setiap sel dari jaringan tanaman mempunyai potensi membentuk tumbuhan secara utuh yang dikenal dengan nama totipotensi. Jaringan tanaman yang dikembangkan dalam kondisi in vitro akan memicu sel pada jaringan tersebut yang bersentuhan (kontak) dengan media in vitro. Nantinya akan tumbuh tunas dari bagian yang kontak terhadap media. Tunas ini yang kemudian dikenal dengan nama adventitious shoot atau tunas adventif.
Gambar 7. Adventitious shoot dari eksplan daun tanaman Almond kultivar Ne Plus Ultra (Ainsley et al., 2000). Adventitious shoot atau tunas adventif adalah tunas yang muncul pada jaringan yang tidak seharusnya. Tunas adventif pada keadaan alami di alam contohnya adalah cocor bebek dimana tunas cocor bebek tumbuh melalui daun. Tunas adventif banyak tumbuh pada bagian bahan tanam yang kontak dengan media kultur jaringan yang berisi nutrisi. Dapat dilihat pada gambar 8 bahwa tunas adventif ini tumbuh dari sekumpulan kalus atau sel yang belum terdifferensiasi.
Gambar 8. Perkembangan adventitious shoot dari eksplan daun almond (Ainslay et al., 2000). 12
PLB menunjukkan presentase hidup yang lebih lama dibandingkan dengan auxiliary buds dan adventitious shoot (tabel 2). Hal ini dikarenakan protocorm like bodies diindikasikan sebagai sebuah jaringan muda yang sudah siap menjadi tanaman dewasa dan mempunyai banyak hormon untuk pertumbuhannya seperti giberelin dan auksin. PLB masih membutuhkan nutrisi dan metode yang tepat agar PLB dapat menjadi tanaman seutuhnya. Sedangkan pada auxiliary buds dan adventitious shoots merupakan bagian-bagian tumbuhan yang tidak banyak terdapat hormon-hormon pertumbuhan seperti auksin dan giberelin sehingga pada kedua eksplan terjadi kegagalan. Tabel 2. Presentase hidup benih sintetik Dendrobium Candidum dari 3 jaringan tanaman anggrek setelah 60 hari ditanam dalam kondisi in vitro Presentase hidup (%) Auxiliary buds
21±0,93b
Protocorm like bodies
82,35±6,27a
Adventitious shoots
24±1,04b
Keterangan : data rata-rata yang didapatkan ± standar erornya dan notasi huruf yang sama pada kolom tidak berbeda nyata dengan (P≤0,05) menggunakan uji SNK (Zhang et al., 2011).
Benih sintetik terbuat dari coating atau lapisan nutrisi. Salah satu nutrisi dalam benih sintetik adalah maltosa yang akan diserap oleh bahan tanam dalam perkembangannya. Kebocoran maltosa ini dapat dijadikan indikator bagi kualitas suatu benih sintetik. Pada tabel 3 dapat diketahui pada hari pertama kehilangan maltosa pada protocorm like bodies 29% hari kedua meningkat 3% menjadi 32% dan pada hari ketiga meningkat 5% menjadi 37%. Pada hari keempat sampai kelima kebocoran tidak terjadi lagi sehingga total kebocoran dalam masa penyimpanan awal sampai hari kelima adalah 37%. Terlihat bahwa kebocoran maltosa tersebut sampai hari ketiga namun setelah itu tidak terjadi kebocoran pada hari keempat dan seterusnya. Kebocoran total selama masa penyimpanan benih sintetik berkisar 50% oleh karena itu konsentrasi maltosa pada produksi benih sintetik anggrek harus tinggi. Hal ini dikarenakan jika ada maltosa yang bocor dari biji, sisa maltosa pada selimut nutrisi masih mencukupi eksplan tumbuh menjadi tanaman.
13
Tabel 3. Kebocoran maltosa pada benih sintetik Dendrobium candidum Presentase kehilangan maltosa Hari 1
Hari 2
Hari 3
Hari 4
Hari 5
Auxiliary buds
29%
7%
13%
0%
0%
Protocorm
29%
3%
5%
0%
0%
28%
7%
13%
0%
0%
like bodies Adventitious shoots Keterangan : data sumber (Zhang et al., 2011).
Menurut penelitian Zhang et al. (2011), pH benih sintetik berubah pada saat ditumbuhkan dalam media in vitro. Setelah 60 hari ditanam dalam kondisi in vitro, pH menurun dari 5,72 menjadi 4,52 dan dari 5,76 menjadi 4,53 (tabel 4). pH yang terlalu asam dapat menyebabkan eksplan yang digunakan sebagai bahan sintetik tidak dapat tumbuh. Hal ini menjadi sebuah masukan untuk dapat membuat benih sintetik untuk tetap viabel. Penambahan buffer (penyangga) pH seperti KH2PO4 atau CaCO3 pada sodium alginat dapat mencegah tunas mati karena pH yang terlalu rendah menghalangi pertumbuhan tunas bagi benih sintetik yang akan berkecambah. Tabel 4. Perubahan pH pada benih sintetik dengan menggunakan eksplan jaringan Dendrobium candidum Perubahan nilai pH
Auxiliary
Hari ke-0
Hari ke-10
Hari ke-20
Hari ke-30
Hari ke-40
Hari ke-50
Hari ke-60
5,72±0,02a
5,53±0,02a
5,19±0,02a
5,07±0,02a
4,84±0,02a
4,62±0,02a
4,53±0,02a
5,72±0,02a
5,46±0,02a
5,15±0,02a
4,92±0,02a
4,85±0,02a
4,81±0,02b
4,76±0,02b
5,72±0,02a
5,52±0,02a
5,20±0,02a
5,05±0,02a
4,88±0,02a
4,72±0,02a
4,52±0,02a
buds Protocorm like bodies Adventitious shoots Keterangan : data rata-rata yang didapatkan ± standar erornya dan notasi huruf yang sama pada kolom tidak berbeda nyata dengan (P≤0,05) menggunakan uji SNK (Zhang et al., 2011).
Percobaan penyimpanan benih sintetik Dendrobium candidum dilakukan dengan menyimpan benih didalam lemari pendingin pada suhu 4oC. Pada tabel 5 terlihat bahwa perkecambahan benih menurun seiring lamanya benih disimpan didalam lemari pendingin dengan interval 5 hari selang penyimpanan. Semakin lama benih sintetik disimpan pada suhu dingin maka kemampuan berkecambah benih sintetik akan menurun. Penyimpanan benih sintetik anggrek pada suhu 4oC dalam parafin steril dan diletakkan pada lemari pendingin selama 5 hari penyimpanan membuat benih sintetik dari auxiliary buds berkecambah sebesar 63,5%, protocorm like bodies sebesar sebesar 87%, dan adventitious shoots sebesar 73%. 14
Pada masa penyimpanan pada suhu ruang dalam waktu lama yaitu 20 hari presentase perkecambahan benih sintetik protocorm like bodies lebih tinggi dibandingkan dengan auxilliary bud dan adventitious shoots Tabel 5. Presentase perkecambahan benih sintetik Dendrobium candidum disimpan dalam suhu 4oC Presentase perkecambahan dalam (%) Hari ke-5
Hari ke-10
Hari ke-15
Hari ke-20
Auxiliary buds
63,5%
51,4%
11,27%
3,7%
Protocorm like
87,7%
68,4%
23,6%
14,87%
73,53%
56,5%
15,93%
4,8%
bodies Adventitious shoots Sumber : (Zhang et al., 2011).
Pada penelitian Ummi et al. (2011) benih sintetik Parkia speciosa menunjukkan perkecambahan yang tinggi setelah 7 hari dikulturkan. Benih sintetik yang disimpan pada suhu 4oC akan tetap viabel sampai hari ke-14 namun pada hari ke-30 penyimpanan perkecambahan buruk atau tidak dapat berkecambah (tabel 6) Tabel 6. Persentase perkecambahan benih sintetik Parkia speciosa pada media MS setelah disimpan pada suhu 4oC pada interval waktu yang berbeda. Lama hari penyimpanan (hari)
Waktu untuk berkecambah
Presentase perkecambahan
(hari)
(%)
0
3,7
80
1
5,5
75
7
5,9
60
14
6,5
40
30
-
0
Suatu pertumbuhan bahan tanam dalam kultur jaringan dapat diturunkan kecepatan tumbuhnya atau pertumbuhannya dapat diperlambat dengan menggunakan kontrol osmotik. Bahan utama untuk menciptakan lingkungan osmotik ini adalah mannitol dan sukrose yang dikombinasikan dalam suhu rendah (dibawah 0oC), sedikit cahaya atau gelap dan dalam wadah yang kedap udara (Benson, 1999 cit. Akdemir et al., 2010). Benih sintetik sebagai bagian dalam kultur jaringan dapat diperpanjang masa simpan dengan keadaan yang bersuhu rendah dengan keseimbangan osmotik.
15
III.
PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Kondisi in vitro bermanfaat untuk memperbanyak tanaman anggrek melalui organ-organ generatif dan vegetatifnya dalam kondisi in vitro. Bahan tanam dari kondisi in vitro dapat dikapsulasi untuk menjadi benih sintetik. 2. Salah satu indikator benih sintetik anggrek yang baik adalah tidak terjadi banyak kebocoran maltosa pada selimut nutrisi. 3. Protocorm like bodies adalah bahan yang paling efektif dan efisien untuk dikapsulasi menjadi benih sintetik karena daya tumbuhnya yang tinggi, mampu bertahan lama disimpan pada ruang penyimpanan yang bersuhu rendah. 4. Salah satu hal yang dapat menghambat perkecambahan benih sintetik adalah pH yang terlalu asam pada selimut nutrisi yang diberikan.
B. Saran Penelitian tentang benih sintetik tanaman anggrek perlu dilakukan untuk mempermudah perbanyakan tanaman anggrek yang memiliki banyak potensi sebagai tanaman yang memiliki nilai ekonomi.
16
DAFTAR PUSTAKA Ainsley, P.T., G.G. Collins, M. Sedgley. 2000. Adventitious shoot regeneration from leaf explants of almond (prunus dulcis Mill.). in vitro cellular & developmental biology plant 36. Akdemir, H., E. Kaya, Y. Ozden. 2010. In vitro proliferation and minimum growth storage of fraser photinia: Influences f different medium, sugar combinations and culture vessels. Scientia Horticulturae 126:268-275. Anonim. 2013a. axillary bud. http://www.cactus-art.biz/notebook/Dictionary/Dictionary_A/dictionary_axillary_bud.htm. Diakses tanggal 5 Desember 2013. Arisanti, Y. 2013. Technology and Artificial Seed Production. http://ditjenbun.deptan.go.id/tanhun/berita-191-teknologi-dan-produksi-benihsintetik.html. Diakses tanggal 25 November 2013. Bhojwani, S. S. dan M. K. Razdan. 1996. Plant tissue culture : theory and practice, a revised edition. Elsevier science B. V, Amsterdam, The Netherlands. Birkmeiner, R. L. dan J. D. Brandner. 1958. Composition of polyoxyethylene. Atlas powder Co., Wilmington. Diaz, M. dan C. Alvarez. 2009. plant regenration through direct shoot formation from leaf cultures and from protocorm like bodies derived from callus of Encyclia mariae (Orchidaceae), a threatened mexican orchid. In vitro cell development biology plant 45:162-170. George, E. F. 2008. Plant Propagation by Tissue Culture 3rd Edition. Springer Hung, C.D. dan S.J. Trueman. 2012. alginate encapsulation of shoot tips and nodal segments for short term stirage and distribution of the eucalypt corymbia torelliana x C. citriodora. Acta Physiol Plant 34:117-128. Jumani, M. 2010. Sejarah Anggrek Indonesia. http://indonesianorchids.wordpress.com/2010/01/24/sejarah-anggrek-indonesia/. Diakses tanggal 22 November 2013. Kurnianti, N. 2013. Cara budidaya tanaman http://www.tanijogonegoro.com/2013/06/tanaman-anggrek.html. Diakses November 2013.
anggrek. tanggal 25
Saiprasad, G. V. S. 2001. Artificial seed and their application. Resonance, India. Ummi, K.H. A.D. Dayana, A.R. Norahimah, A.R.N. Nur, A. Firdaus. 2011. Effect of different storage duration on encapsulated Parkia speciosa zygotic embryo germination. UMTAS 2011. Uppangala, N. 2010. Synthetic seed production and aplication. http://www.biotecharticles.com/Agriculture-Article/Synthetic-Seed-Production-andApplication-104.html. Diakses tanggal 5 Desember 2013.
17
Zhang, Y. F., S. Yan, Y. Zhang. 2011. Factors affecting germination and propagators of artificial seed of Dendrobium candidum. Advances in biomedical enginerring vol 1-2. Zhao, P., F. Wu, F.S. Feng, W.J. Wang. 2008. Protocorm like body (PLB) formation and plant regeneration from the callus culture of dendrobium candidum wall ex lindl. In vitro cellular & develompental biology plant 44:178-185.
18
Lampiran Daftar pertanyaan 1. Mahfud (11918) “3 sumber jaringan anggrek yang digunakan apakah diperlakukan terlebih dahulu” dan “teknik penyimpanan benih sintetik bagaimana?” 3 sumber jaringan tanaman anggrek yang digunakan tidak mendapat perlakuan khusus. Namun mendapat perlakuan dalam memulai dalam kultur jaringan yaitu proses sterilisasi. Pada auxiliary bud sterilisasi diperlukan dikarenakan asal jaringan berasal dari kondisi yang berada di luar kondisi in vitro. Pada adventitious shoots dan PLB tidak memerlukan sterilisasi karena berasal dari kondisi in vitro. Adventitious shoots dan PLB adalah produk dari kontak bahan tanam dengan media nutrisi pada kondisi in vitro, sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk adventitious shootss dan PLB telah steril sehingga tidak perlu diterilkan kembali. Tehnik penyimpanan benih sintetik dapat disimpan pada suhu yang rendah dengan kondisi keseimbangan osmotik yang seimbang sehingga nutrisi pada selimut benih tidak hilang dan benih sintetik dapat viabel. Disimpan pada suhu yang rendah agar menekan kondisi respirasi bahan tanam agar tidak terlalu cepat tumbuh. 2. Devi Alvioliana (12183) “Senyawa dengan unsur P dan F akan membentuk endapan, bagaimana hal itu diatasi pada pembuatan gel nutrisi?” Unsur garam makro dan unsur garam mikro dalam membuat gel selimut nutrisi tidak menggumpal dan mengendap dikarenakan dalam pembuatan gel nutrisi tersebut garam makro dilarutkan tersendiri, garam mikro di larutkan tersendiri sehingga senyawa yang dapat menggumpal jika berreaksi tidak akan terbentuk. Setelah senyawa-senyawa yang tidak menggumpal dan mengendap itu menyatu menjadi homogen, kemudian baru dicampurkan bersama dengan gula dan alginat. 3. Resti (12075) “Penyebab kebocoran maltosa dan cara mengatasi kebocoran maltosa tersebut” Kebocoran maltosa kemungkinan disebabkan oleh proses penyimpanan. Maltosa dapat berreaksi dengan senyawa nutrisi pada selimut nutrisi tersebut atau dapat pula hilang dikarena diserap oleh tanaman untuk mendapatkan energi. Benih sintetik dapat kehilangan maltosa selain karena maltosa berreaksi dengan senyawa nutrisi lain, dapat juga dikarenakan hilang menguap diudara dalam ruang penyimpanan. Belum diteliti lebih jauh bagaimana maltosa pada selimut nutrisi benih sintetik ini dapat hilang.
19
4. Halim Wicaksono “Bagaimana metabolisme pertumbuhan bahan tanam dalam benih sintetik?” Metabolisme bahan tanam dalam benih sintetik sama seperti bahan tanam yang berada pada kondisi in vitro. Hal ini dikarenakan benih sintetik terdiri dari nutrisi-nutrisi yang sama dengan media tanam pada kondisi in vitro. Namun pada suhu yang rendah metabolisme bahan tanam yang diselimuti dengan selimut nutrisi ini dapat ditekan karena metabolisme pertumbuhan tanaman adalah reaksi enzimatis dimana pada suhu rendah (dingin) kerja enzim akan menurun. 5. Meilan Situmeang “Apa yang menyebabkan pH selimut nutrisi menjadi asam?” Kemungkinan yang dapat menyebabkan pH selimut nutrisi menjadi asam dikarenakan senyawa-senyawa nutrisi pada benih sintetik membentuk senyawa lain yang menghasilkan produk sampingan ion H+ yang menyebabkan pH selimut nutrisi menjadi asam. Ion H+ ini jika terakumulasi terus menerus akan menurunkan keasaman benih sintetik tersebut. 6. Septian Nur Caroko “Bagaimana benih sintetik dapat digunakan untuk membuat benih hibrida?” Jadi benih sintetik bersifat vegetatif jika bahan tanam yang digunakan adalah bahan tanam vegetatif (bukan embrio atau polen atau organ generatif). Seperti yang diketahui, bahwa perbanyakan secara vegetatif akan menghasilkan anakan yang memiliki sifat genetis sama dengan induknua. Ketika telah di temukan tanaman yang steril untuk membuat benih hibrida maka tanaman yang steril ini dikonservasi bahan tanam vegetatifnya menggunakan benih sintetik sehingga sifat steril ini akan tetap bertahan pada hasil anakannya. Gen steril ini pada tanaman jagung di ekspresikan oleh gen rf sedangkan Rf adalah gen fertil. Jika tanaman telah mempunyai gen rfrf maka dapat dikonservasi dengan kondisi in vitro untuk mempertahankan gen rfrf ini (menggunakan bagian vegetatifnya). Ketika dibutuhkan hasil perbanyakan secara in vitro ini yang telah dalam bentuk benih sintetik dapat langsung ditanam pada lahan.
20