MAKALAH SEMINAR UMUM
PEMULIAAN KETAHANAN KENTANG (Solanum tuberosum) TERHADAP NEMATODA (Globodera rostochiensis)
Disusun Oleh : Nama
: Hidayatur Rokhman
NIM
: 09/283160/PN/11615
Doses Pembimbing
: Ir. Toekidjo, M.P.
Hari/Tanggal Presentasi
: Senin, 16 Juni 2013
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013 1
PEMULIAAN KETAHANAN KENTANG (Solanum tuberosum) TERHADAP NEMATODA (Globodera rostochiensis)
INTISARI Produktivitas kentang (Solanum tuberosum L.) di Indonesia terus mengalami penurunan yang disebabkan oleh serangan hama dan penyakit tanaman, salah satunya adalah Globodera rostochiensis. Hama G. rostochiensis merupakan organisme cacing yang memiliki ukuran kecil, dengan panjang kurang dari 1 mm, tinggal di dalam tanah dan menyerang akar tanaman kentang. Serangan tersebut menyebabkan kehilangan hasil kentang sebesar 32-71% atau kerugian ekonomi senilai Rp 2 trilyun. Pengendalian G. rostochiensis dapat dilakuan dengan rotasi tanaman, penggunaan jasad biologi, rotasi tanaman, nematisida, dan varietas tahan. Varietas tahan dapat diperoleh dengan metode backcross (silang balik). Kata kunci: kentang, Globodera rostochiensis, pengendalian, backcross.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman hortikultura yang dimanfaatkan bagian umbinya untuk dikonsumsi manusia. Kentang mengandung nurtrisi seperti protein, vitamin, dan karbohidrat yang cukup tinggi bagi tubuh. Berdasarkan kandungan nutrisi dan kemudahan produksinya, kentang dapat dikembangkan menjadi tanaman yang penting melalui pemuliaan konvensional maupun bioteknologi. Elizabeth et al. (2008) melalui bioteknologi telah berhasil memperbaiki
nutrisi umbi kentang terutama vitamin E yang berfungsi bagi
kesehatan manusia. Produktivitas kentang di Indonesia pada tahun 2009 sebesar 16.51 ton/ha dan pada tahun 2010 menurun menjadi 15.95 ton/ha (BPS, 2011). Produktivitas kentang di Indonesia masih berada dibawah produktivitas kentang di Eropa yang mencapai 25.0 ton/ha (The International Potato Center, 2008).
Rendahnya
produktivitas kentang di Indonesia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah serangan hama dan penyakit tanaman. Salah satunya adalah nematoda sista kuning / golden cyst nematode (Globodera rostochiensis). Penggunaan varietas tahan merupakan salah satu upaya dalam untuk mengendalikan Globodera rostochiensis pada kentang. Pengendalian dengan cara ini mempunyai beberapa keuntungan diantaranya relatif lebih murah bagi petani, 2
dapat memperpendek rotasi pertanaman, dan tidak meninggalkan residu yang bersifat toksik (Duncan and Nooling, 1998 cit. Fitriyani et al., 2009).
B. Tujuan 1. Mengetahui mekanisme ketahanan kentang terhadap serangan nematoda (Globodera rostochiensis). 2. Mengetahui metode pemuliaan ketahanan kentang terhadap nematoda sista kuning (Globodera rostochiensis).
II. PEMBAHASAN 1. Kentang (Solanum tuberosum L.) 1.1.
Arti Penting Kentang
Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas hortikultura penting di Indonesia dan dunia. Sebagai bahan makanan, umbi kentang mengandung nutrisi cukup penting diantaranya protein, asam amino esensial, mineral, dan elemen-elemen mikro. Disamping itu juga merupakan sumber vitamin C (asam askorbat), beberapa vitamin B (tiamin, niasin, vitamin B6), dan mineral P, Mg, dan K (Nurmayulis, 2005).
1.2.
Klasifikasi Kentang Kentang (Solanum tuberosum L) diklasifikasikan sebagai berikut
(Gembong, 1994): Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Tubiflorae (Solanales, Personatae)
Familia
: Solanaceae
Genus
: Solanum
Spesies
: Solanum tuberosum L 3
Kentang (Solanum tuberosum L) merupakan tanaman semusim. Tinggi tanaman mencapai 100 cm dari permukaan tanah. Daun tanaman kentang menyirip majemuk dengan lembar daun bertangkai, dan batang di bawah permukaan tanah (stolon). Stolon tersebut dapat menimbun dan menyimpan produk fotosintesis pada bagian ujungnya sehingga membentuk umbi. Pada umbi terdapat banyak mata yang bersisik yang dapat menjadi tanaman baru. Warna daging umbi biasanya kuning muda atau putih tetapi ada kultivar yang berwarna kuning cerah, jingga, merah atau ungu. Bentuk umbi beragam, ada yang memanjang, kotak, bulat atau pipih (Sunarjono, 2004).
1.3.
Syarat Tumbuh Kentang
Menurut Williams et al. (1993) kentang merupakan tanaman daerah beriklim sedang (subtropis) dan dataran tinggi (1000-3000 meter). Suhu yang optimum untuk tanaman kentang sekitar 16-21 0C dengan kelembaban udara 80-90%. Nonnecke (1989) menyatakan bahwa pembentukan umbi yang optimum dapat terbentuk pada suhu 16 0C, berkurang pada 210C dan berhenti pada suhu 290C. Tanaman kentang sensitif terhadap kondisi lingkungan yang terlalu dingin. Kentang dapat tumbuh baik pada tanah dengan pH 5,0-5,5.
1.4.
Kendala dalam Budidaya Kentang Produksi kentang di Indonesia mengalami penurunan dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2011, Indonesia mengalami penurunan produksi yang mencapai 9,93 %. Penurunan produksi ini dapat disebabkan oleh meningkatnya serangan hama dan penyakit tanaman, satunya adalah hama nematode sista kuning. Di luar negeri petani mengenalnya sebagai golden cyst nematode (Globodera rostochiensis). Menurut Mustika (2005) pada saat ini nematoda telah menyebar di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur. Serangan G.rostochiensis menyebabkan kehilangan hasil kentang sebesar 32-71% atau kerugian ekonomi senilai Rp 2 trilyun.
4
Gambar 2.1. Produksi Kentang Menurut Provinsi di Indonesia (BPS dan Hortikultura, 2012).
2. Nematoda Sista Kuning (Globodera rostochiensis) 2.1 Deskripsi Umum G.rostochiensis Nematoda sista kuning atau G. rostochiensis merupakan organisme berupa cacing berukuran kecil, dengan panjang kurang dari 1 mm, yang tinggal di dalam tanah dan menyerang akar tanaman (Knoxfield, 2006). Nematoda parasit tersebut mampu membentuk sista untuk melindungi telur-telur yang ada di dalam tubuhnya sehingga dapat bertahan pada kondisi lingkungan ekstrim dalam kurun waktu yang lama. Keadaaan ini menyebabkan nematoda sulit dikendalikan. 5
Menurut Hadisoeganda (2006) klasifikasi hama ini adalah sebagai berikut, Filum
:
Nematoda
Kelas
:
Secernentea
Ordo
:
Tylenchida
Superfamili
:
Heteroderoidea
Famili
:
Heteroderidae
Subfamili
:
Heteroderinae
Genus
:
Globodera
Spesies
:
G. rostochiensis
2.2.
Siklus Hidup G.rostochiensis Telur Globodera spp. akan tetap mampu hidup dalam kondisi awet
(dorman) di dalam sista (tubuh induk yang sudah mati) sampai lebih dari 30 tahun meskipun dalam kondisi lingkungan yang sub optimal (Winslow dan Willis, 1972 cit Hadisoeganda, 2006). Dalam situasi dorman tersebut nematoda tahan terhadap bahan aktif nematisida, suhu ekstrim (-35 oC) maupun kekeringan (Spears,1968 cit Hadisoeganda, 2006), sehingga mudah tersebar luas, secara pasif baik terikut oleh benih kentang, bahan perbanyakan tanaman lainnya, tanah, dan peralatan pertanian. Telur tersebut baru akan menetas menjadi larva stadium kedua yang infektif apabila terangsang oleh eksudat akar inang, khususnya eksudat akar kentang (PRD / potato root diffusate) dan suhu tanah yang menghangat (di atas 10 o
C) (Clarks dan Hennessy, 1984 cit. Hadisoeganda, 2006).
Gambar 2.2. Siklus Hidup Nematoda Sista Kentang (Hadisoeganda, 2006) 6
2.3.
Arti Penting Nematoda Sista Kuning (G.rostochiensis)
Globodera rostochiensis dengan nama umum nematoda sista kentang (the potato cyst nematode). Nematoda sista kuning (Golden nematode) merupakan nematoda paling penting pada produksi kentang yang menyebabkan kerusakan parah. G. rostochiensis terdapat di Inggris, Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa, Rusia, Jepang, Afrika Selatan (Singh, 1994). Akhir-akhir ini G. rostochiensis telah ditemukan di Indonesia dan menjadi masalah nasional pada tanaman kentang. Nematoda ini dapat menekan pertumbuhan tanaman kentang, layu pada siang hari, menghambat perkembangan sistem akar, menurunkan ukuran ubi, bahkan dapat menimbulkan kematian tanaman.
Gambar 2.3. Areal Tanaman Kentang yang terserang Nematoda Sista Kuning di Batur, Dieng (Hudayya, 2009). 2.4.
Gejala Serangan Nematoda Sista Kuning (G.rostochiensis) Gejala serangan awal yang ditimbulkan sulit diketahui karena menyerang
pada bagian akar tanaman. Tanaman yang terserang pada perakarannya akan terlihat benjolan yang berwarna putih kekuningan atau coklat kekuningan karena telah terbentuk sista. Pada tingkat serangan sedang maka tanaman akan terlihat layu, menguning, dan tumbuh tidak normal. Pada serangan yang sangat parah dapat menyebabkan tanaman mengering dan akhirnya mati.
7
Gambar 2.4. Sista Nematoda pada Akar Tanaman Kentang (Purnamasari, 2012). 3. Usaha Pengendalian Nematoda Sista Kuning (G.rostochiensis) Pengendalian hama merupakan sebuah usaha untuk menekan laju pertumbuhan populasi hama sehingga tidak berdampak pada kerusakan yang parah pada suatu areal pertanain. Beberapa usaha pengendalian terhadap pertumbuhan G. rostochiensis dapat dilakukan antara lain penggunaan nematisida, varietas tahan, dan teknik budidaya.
3.1.
Penggunaan Bahan Kimia Beberapa jenis nematisida sistemik organo karbamat telah dievaluasi daya
pengendaliannya terhadap nematode sista kuning pada tanaman kentang. Hasilnya menunjukkan bahwa beberapa nematisida tersebut seperti Curater 36, Furadan 3 G, Petrofer 3 G, Rugby 10G dan Truper 3G menunjukkan gejala mampu menekan populasi nematode sista kuning dan mempertahankan pertumbuhan tanaman kentang dari kerusakan (Asandhi 2005). Namun penggunanan nematisida dapat meninggalkan residu dan bersifat toksik
3.2.
Penggunaan Varietas Tahan Penggunaan varietas tahan merupakan salah satu upaya pengendalian
G.rostochiensis karena lebih murah, memperpendek rotasi tanaman, dan tidak meninggalkan residu nematisida yang bersifat toksik.
Tanaman didefinisikan
tahan ketika mampu mengurangi tingkat reproduksi nematoda. Gen resisten 8
terhadap nematoda yang terdapat pada beberapa spesies tanaman merupakan komponen penting dalam program pemuliaan, termasuk untuk tomat, kedelai, kentang, dan sereal (Williamsona & Husseyb, 1996). Menurut Mulyadi (2005) mekanisme ketahanan tanaman terhadap nematoda terbagi menjadi dua yaitu ketahanan sebelum terjadinya infeksi nematode (pre-infectional resistance) dan ketahanan setelah terjadinya infeksi nematode (post-infectional resistance). Pre-infectional resistance merupakan ketahanan alami yang terjadi sebelum tanaman terserang nematoda. Mekanisme ketahanan berupa adanya ketahanan morfologis dan adanya kandungan senyawa tertentu yang bersifat melindungi tanaman dari infeksi nematoda. Selain itu mekanisme ketahanan juga terjadi karena tanaman memproduksi eksudat akar yang bersifat menolak kehadiran nematoda (repellent) atau bahkan mematikan nematoda. Post-infectional resistance disebut juga ketahanan aktif. Mekanisme ketahanan ini merupakan hubungan timbal balik atau interaksi antara tanaman dengan nematoda. Mekanisme ketahanan aktif ini juga dapat berupa produksi senyawa yang bersifat racun terhadap nematoda. Minggu I
Minggu II
Minggu III
Minggu IV
Minggu V
Minggu VI
Sampel Hertha inokulasi + + + Hertha kontrol + + Granola inokulasi + Granola kontrol + + + Tabel 2.1. Deteksi Asam Klorogenat Setelah Inokulasi G.rostochiensis (Fitriyanti et al., 2009) Keterangan : + = terdeteksi, - = tidak terdeteksi, hertha = varietas tahan, Granola = varietas rentan Menurut Fitriyanti et al. (2009) kandungan asam klorogenat pada varietas hertha memiliki kandungan lebih banyak dibandingkan dengan varietas Granola setelah diinfeksi G.rostochiensis. Asam klorogenat memberikan ketahanan yang lebih tinggi pada varietas Hertha melalui terbentuknya lignin. Lignin adalah salah 9
satu komponen dinding sel yang yang penting untuk memberikan ketahanan pada tanaman. Asam klorogenat dibutuhkan dalam proses lignifikasi (Vance et al., 1980).
Gambar 2.5. Pengaruh inokulasi awal telur G.rostochiensis (Purnamasari, 2012). Berdasarkan penelitian Purnamasari (2012) antara varietas kentang yang tahan (Andigena) dan varietas kentang yang rentan (Granola) menunjukkan bahwa rerata jumlah sista tiap 20 gram tanah dan rerata sista yang menempel pada di akar menunjukkan beda nyata. Andigena sebagai varietas kentang yang tahan mengandung rerata jumlah sista yang lebih sedikit dibandingkan dengan varietas Granola. Hal tersebut disebabkan karena larva yang telah menginfeksi akar pada kultivar tahan tidak berkembang menjadi G. rostochiensis betina. Larva mati pada tingkat awal perkembangan, sehingga larva yang berhasil menjadi G. rostochiensis betina sedikit. Starr & Roberts (2004) menemukan bahwa Solanum tuberosum varietas Andigena tahan terhadap G. rostochiensis patotipe satu (Ro1) karena mengandung gen H1. Lokus gen H1 dipetakan pada posisi distal kromosom 5 menyebabkan resistensi terhadap G. rostochiensis partotipe Ro1 dan Ro4. Kromosom 5 (lokus Grp1) ini adalah lokus dengan sifat kuantitatif (QTL) dan memiliki tingkat resistensi yang tinggi terhadap G. rostochiensis patotipe Ro5 (Nunziata et al., 2010).
10
3.3.
Penggunaan Jasad Biologi Dalam bidang nematologi khususnya untuk G. rostochiensis, kemampuan
musuh – musuh alami nematoda untuk digunakan dalam pengendalian hayati masih sangat terbatas. Meskipun begitu, beberapa musuh alami nematoda sista kuning telah dikenali, khususnya cendawan yang mampu memarasit telur dan induk seperti Verticillium chlamydosporum, Cylindrocarpon destructans, Acremonium strictum, Fusarium oxysporum, Catenaria auxiliaris, Dactillela oviparasitica dan yang diteliti oleh Jatala et al. (1979) yaitu cendawan Paecilomyces lilacinus. Banyak dilaporkan bahwa musuh – musuh alami nematoda banyak terdapat dalam bahan organik yang telah terdekomposisi. Sehingga manipulasi musuh alami tersebut untuk mengendalikan nematoda dapat dilakukan dengan memberikan pupuk organik yang telah terdekomposisi sempurna dalam jumlah dan waktu yang tepat
3.4.
Rotasi Tanaman Rotasi tanaman merupakan menanam jenis tanaman utama digilirkan
dengan tanaman yang tidak sejenis, sehingga diharapkan jumlah populasi awal nematode sista kuning sedemikian rupa rendah pada waktu tanaman kentang ditanam. Tanaman anggota rotasi harus diusahakan yang memiliki manfaat, baik langsung ataupun tidak langsung. Berdasarkan hasil penelitian oleh Sethi dan Gaur (1990) di USA, rotasi dengan kentang varietas tahan dan gandum (oats) selama 2 tahun dapat menekan populasi nematoda sista kuning sangat rendah.
4. Metode Pemuliaan Ketahanan Kentang Tahan G.rostochiensis Metode pemuliaan yang digunakan dalam menghasilkan kentang tahan nematode sista kuning adalah dengan cara back cross. Back cross merupakan persilangan antara F1 dengan salah satu tetuanya. Metode persilangan ini digunakan dalam rangka usaha memperbaiki varietas-varietas unggul yang telah ada, namun masih memiliki kelemahan sifat. Kelemahan sifat tersebut diperbaiki dengan memasukkan sifat baik dari varietas lain.
11
Misalnya varietas A (rr) merupakan kentang dengan sifat tidak tahan , sedangkan varietas B (RR) merupakan kentang dengan sifat tahan terhadap G.rostochiensis. Jika sifat tahan yang dimiliki oleh varietas B ingin dimasukkan kedalam varietas A tanpa mengurangi kelebihan sifatnya, maka kedua varietas tersebut dapat disilangkan sehingga menghasilkan keturunan (F1). Keturunan (F1) tersebut memiliki komposisi gen dari kedua orang tuanya. Apabila F1 (Rr) disilangkan dengan varietas A (rr) secara berulang-ulang maka sifat baik dari varietas B akan masuk kedalam varietas A. Varietas disebut sebagai recurrent parent dan varietas B disebut donor parent. Sifat atau gen yang dimasukkan ke dalam varietas A disebut gen under transfer.
Gambar 2.6. Bagan Metode Persilangan Balik (Back Cross) Agar metode persilangan balik dapat memberikan hasil yang baik, terdapat tiga hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu (Mangoendidjojo, 2003): 1) Mempunyai recurrent parent yang baik. 2) Dalam beberapa kali backcross sifat baik dari donor parent dapat terakumulasi dengan baik. 3) Selama proses gen under transfer dengan beberapa kali backcross, sifatsifat baik yang dimiliki oleh recurrent parent tetap terakumulasi pada keturunannya. 12
III. PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Penurunan produksi kentang di Indonesia salah satunya diakibatkan oleh serangan hama nematode sista kuning (G. rostochiensis). 2. Pengendalian Nematoda dapat dilakukan dengan cara pemberian bahan kimia(nematisida), penggunaan varietas tahan, dan rotasi tanaman. 3. Kentang memproduksi asam klorogenat yang memacu produksi fenol sebagai mekanisme ketahanannya terhadap G.rostochiensis. 4. Penggunaan varietas tahan lebih diminati karena tidak meninggalkan residu dan dapat memperpendek rotasi tanaman. 5. Pemuliaan kentang tahan G.rostochiensis dapat dilakukan dengan metode back cross (silang balik).
B. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian dan pengkajian lebih lanjut untuk menghasilkan varietas kentang yang tahan nematode sista kuning (Globodera rostochiensis) karena hama tersebut juga mengalami peningkatan resistensi sepanjang waktu.
13
DAFTAR PUSTAKA Agrios, G. N. 1996. Plant Pathology (Ilmu Penyakit Tumbuhan, alih bahasa: Munir Busnia). Edisi ke-3. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Asandhi, A.A. 2005. Beberapa hasil penelitian upaya pengendlaian nematoda sista kuning (Globodera rostochiensis) pada kentang (Solanum tuberosum L.). Makalah. Badan Pusat Statistik, 2011. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kentang 2009-2010. . Diakses pada 4 Mei 2013. Ditlin. 2008. Pengenalan dan Pengendalian NSK (Nematoda Sista Kuning). . Diakses pada 4 Mei 2013. Elizabeth. F., J.Crowel, M. Mc Grath and D.S. Doutches. 2008. Accumulation of Vitamin E in Potato (Solanum tuberosum). Transgenic Res 17: 205-217. Fitriyanti, D., Mulyadi dan C. Sumardiyono. Mekanisme ketahanan kentang (Solanum tuberosum) terhadap nematode sista kuning (Globodera rostochiensis). Jurnal HPT Tropika 9(1): 46-53. Hadisoeganda, A.W.J. 2006. Nematoda Sista Kentang : Kerugian, Deteksi, Biogeografi, dan Pengendalian Nematoda Terpadu. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang. Hudayya, Abdi. 2009. Identifikasi Spesies Nematoda Sista Kentang (Globodera spp.) Asal Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo. Fakultas Pertanian UGM. Skripsi. Knoxfield, Berg Gordon. 2006. Potato Cyst Nematode. . Diakses pada 4 Mei 2013. Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Mulyadi. 2009. Nematologi Pertanian. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Mustika, Ika. 2005. Konsepsi dan Strategi Pengendalian Nematoda Parasit Tanaman Perkebunan di Indonesia.http://perkebunan.litbang.deptan.go.id. Diakses 7 Juli 2009. Nonnecke, I. L. 1989. Vegetable Production. AVI Book, New York.
14
Nunziata, A., R. Valentino, G. Nicola, F. Luigi, and A. Barone. 2010. Genetic Diversity within Wild Potato Species (Solanum spp.) Revealed by AFLP and SCAR Markers. American Journal of Plant Sciences 1: 95-103. Nurmayulis. 2005. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) yang Diberi Pupuk Organik Difermentasi, Azospirillum sp. dan Pupuk Nitrogen di Pangalengan dan Cisarua. Magister Ilmu Pertanian Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Disertasi. Purnamasari, I. 2012. Peran Asam Klorogenat pada Ketahanan Kentang Varietas Andigena dan Granola terhadap Serangan Nematoda Sista Kentang (Globodera rostochiensis). Universitas Gadjah Mada. Tesis. Starr, J. L. and P. A. Roberts. 2004. Resistance Plant Parasitic Nematodes. In Nematology-Advances an Perspectives. Vol. II. Nematode Management and Utilization. CABI Publish. Cambridge. Semangun, H. 2006. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Sunarjono, H. 2007. Petunjuk Praktis Budidaya Kentang. Agromedia, Jakarta. Sethi, C.L. and H.S. Gaur. 1990. Population dynamics of plant parasitic nematodes in relation to cropping systems. p. 223 – 262. In S.K. Saxena, M.W. Khan. A Rashid, R.M. Khan (ed.). Progress in plant nematology. CBS Publishers and Distribution Pvt, Ltd. Singh, R. S., dan K. Sitaramaiah. 1994. Plant Pathogen. The Nematodes. International Science Publisher. New York The International Potato Center . 2008. Facts and Figures: 2008 – The International Year of the Potato. CIP. . Diakses pada 4 Mei 2013. Vance, C.P., T.K., Kirk, & R.T. Sherwood. 1980. Lignification as a mechanism of disease resistcance. Annual Review Phytopathology. Williams, C.N., J.O. Uzo, and W.T.H Peregrine. 1993. Vegetable production in the tropics. Longman group UK limited, London. Williamsona, V. M. & Husseyb, R. S. 1996. Nematode Pathogenesis and Resistance in Plants. The Plant Cell. American Society of Plant Physiologists 8: 1735-1745.
15
LAMPIRAN DAFTAR PERTANYAAN 1. Wahyu : a. Apakah sudah ditemukan nematisida hayati untuk mengendalikan nematode pada kentang? b. Rotasi tanaman seperti apa yang dapat mengendalikan perkembangan nematode? Jawab : Sampai saat ini belum ditemukan jenis nematisida hayati. Untuk mengendalikan perkembangan nematode dapat dilakuan dengan cara penggunaan jasad biologi sejenis jamur yang dapat memparasit sista nematode, penggunaan varietas tahan, nematisida non hayati, dan rotasi tanaman. Rotasi tanaman merupakan menggilirkan tanaman dengan tanaman tidak sejenis, sehingga pada saat tanam kentang populasi nematode sudah menurun. Berdasarkan hasil penelitian oleh Sethi dan Gaur (1990) di USA, rotasi dengan kentang varietas tahan dan gandum (oats) selama 2 tahun dapat menekan populasi nematoda sista kuning sangat rendah. 2. Fajar : a. Bagaimana perkembangan nematoda sista kuning di Indoensia? b. Apa yang menyebabkan perkembangan nematode sista kuning terus meningkat? Jawab : Nematoda sista kuning pertama kali dilaporkan di daerah Malang, Jawa Timur pada tahun 2003. Kemudian menyebar ke wilayah Jawa Tengah, Jawa Barat. Kerugian yang diakibatkannya sangat besar yaitu dari luas areal 1,5 hektar yang biasanya dapat meproduksi kentang 24 ton, turun menjadi 14 ton, bahkan ada yang mencapai 7 ton. Penyebaran nematode tersebut dapat disebabkan oleh benih, alat pertanian, dan air. Penyebab dari perkembanga nematode di Indonesia yang terus meningkat adalah pola tanam petani yang terus menanam kentang. Sehingga populasi
16
nematode semakin meningkat pada areal tersebut. Petani memilih kentang karena hasil yang didapatkan memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. 3. Putri : Sista Nematoda dapat bertahan sampai 30 tahun, apakah sistem rotasi cukup efektif menghilangkan sista dalam tanah tersebut? Jawab : Pengunaan rotasi tanaman hanya menekan populasi nematode di lahan pertanian kentang agar perkembangannya semakin menurun. Selain rotasi tanaman, penggunaan varietas tahan juga penting karena tanaman menghasilkan eksudat akar
dapat yang mematikan larva nematode,
sehingga populasi nematode berada di bawah ambang ekonomi. Di Jepang amabang ekonomi nematoda sista kuning yaitu 31 sista hidup per 100 g tanah (Inagaki et al. 1973 dalam Barker dan Olshof 1976).
17