PENGUATAN KAPASITAS HAKIM DALAM PEMENUHAN HAK ATAS PERADILAN YANG FAIR BAGI PENYANDANG DISABILITAS DI INDONESIA Jogjakarta Plaza Hotel, 14 - 17 April 2014
MAKALAH
PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS KATEGORI KOMUNIKASI Oleh:
Dr. G. Sri Nurhartanto, S.H., LL.M
Oleh: Gregorius Sri Nurhartanto
G.Sri Nurhartanto, Plaza Hotel 14-17/4/2014
1
Jenis-jenis Disabilitas 1. Gangguan Wicara: Disaudia, Dislalia, Disglosia, Disartria , Dislogia 2. Gangguan Pendengaran 3. Autis 4. Tuna Grahita Berat 5. ADHD
G.Sri Nurhartanto, Plaza Hotel 14-17/4/2014
2
Hambatan Akses Peradilan 1. Tidak Mampu Komunikasi Lisan 2. Bahasa yang Susah Dipahami 3. Ketidakmampuan Mendengar
G.Sri Nurhartanto, Plaza Hotel 14-17/4/2014
3
Kebutuhan Dasar Pada Akses Peradilan Penerjemah Bahasa Isyarat Pendamping Ahli Media Komunikasi yang Aksesibel Pemeriksaan yang Lebih Fleksibel
G.Sri Nurhartanto, Plaza Hotel 14-17/4/2014
4
Konstruksi Hukum Hak Atas Peradilan yang Fair Tahap Penyidikan: 1. Proses pemeriksaan wajib dilakukan oleh penyidik yang memiliki pengetahuan dan kemampuan di bidang disabilitas; 2. Proses pemeriksaan pembuatan Berita Acara Penyidikan (BAP) wajib didampingi oleh penasihat hukum yang memahami isu disabilitas;
G.Sri Nurhartanto, Plaza Hotel 14-17/4/2014
5
3. Ruang pemeriksaan didukung oleh perangkat komunikasi yang aksesibel adanya bahasa isyarat (bisindo) dalam bentuk bergambar atau running text yang memberikan petunjuk pemeriksaan dan membantu memudahkan komunikasi; 4. Wajib adanya pendamping yang bisa dipercaya oleh saksi korban/tersangka. Sebisa mungkin pendamping adalah orang yang sudah terbiasa berkomunikasi dan berinteraksi dengan saksi korban/tersangka sehingga mereka merasa nyaman selama menjalani pemeriksaan; G.Sri Nurhartanto, Plaza Hotel 14-17/4/2014
6
5. Wajib adanya penerjemah yang mahir menggunakan bisindo. Penerjemah tidak harus memiliki sertifikasi resmi, yang terpenting dia dapat menterjemahkan bahasa saksi korban/tersangka. Dengan demikian saksi korban/tersangka merasa tenang mengungkapkan apa yang dia alami, dengar dan lihat. Selain itu apabila kesulitan mendapatkan penerjemah, maka dapat menggunakan penejermah yang ada hubungan kekeluargaan dengan saksi korban/tersangka yang mahir menggunakan bisindo. Hal ini juga memudahkan bagi penyidik untuk memahami hal-hal yang diungkapkan saksi korban/tersangka; 6. Wajib adanya ahli yang memahami kondisi disabilitas saksi korban/tersangka dan kebutuhan mereka selama pemeriksaan; G.Sri Nurhartanto, Plaza Hotel 14-17/4/2014
7
7. Proses pemeriksaan sedapat mungkin dilakukan oleh penyidik yang memiliki tingkat emosi dan kesabaran yang baik; 8. Cara bertanya dilakukan dengan bahasa lisan dan bahasa isyarat (dengan memanfaatkan penerjemah yang mahir menggunakan bisindo) yang mudah dipahami saksi korban/tersangka dan tidak dilakukan dalam bentuk interogasi, selama pemeriksaan/ bertanya penyidik selalu menghadap pada saksi korban/tersangka agar mereka tidak merasa tersinggung dan dilecehkan sehingga menjadi emosi; G.Sri Nurhartanto, Plaza Hotel 14-17/4/2014
8
9. Proses pemeriksaan tidak kaku dan disesuaikan dengan kondisi saksi korban/tersangka dan dilaksanakan dalam suasana kekeluargaan; 10. Proses pemeriksaan sebaiknya interaktif dan reiteratif, dalam arti antara penyidik dan penuntut umum harus senantiasa berkoordinasi tanpa harus memposisikan diri sebagai sub sistem peradilan pidana yang terpisah. Implikasinya, BAP yang dibuat penyidik secara otomatis disetujui oleh penuntut umum.
G.Sri Nurhartanto, Plaza Hotel 14-17/4/2014
9
Tahap Penuntutan 1. Penuntut umum wajib terlibat sejak dalam proses pemeriksaan terhadap saksi korban/tersangka pada tahap penyidikan; 2. Proses penyidikan dan penuntutan sebaiknya bersifat interaktif dan reiteratif; 3. Penuntut umum wajib memiliki pengetahuan dan pengalaman tentang isu disabilitas; G.Sri Nurhartanto, Plaza Hotel 14-17/4/2014
10
4. Ruang persidangan didukung oleh perangkat komunikasi yang aksesibel yaitu adanya bahasa isyarat (bisindo)dalam bentuk bergambar atau running text yang memberikan petunjuk pemeriksaan dan membantu memudahkan komunikasi; 5. Wajib adanya pendamping yang bisa dipercaya oleh saksi korban/terdakwa selama pemeriksaan; 6. Wajib adanya penerjemah (bahasa isyarat) yang mahir menggunakan bisindo). Penerjemah tidak harus memiliki sertifikasi resmi, yang terpenting dia dapat menterjemahkan bahasa saksi korban/terdakwa; G.Sri Nurhartanto, Plaza Hotel 14-17/4/2014
11
7. Wajib adanya ahli yang memahami kondisi disabilitas saksi korban/terdakwa dan segala kebutuhannya selama pemeriksaan; 8. Penuntut umum di dalam pemeriksaan wajib menggunakan bahasa lisan (dan bahasa isyarat dengan memanfaatkan penerjemah yang mahir menggunakan bisindo) yang mudah dipahami saksi korban/terdakwa dan tidak dilakukan dalam bentuk interogasi;
G.Sri Nurhartanto, Plaza Hotel 14-17/4/2014
12
9. Cara bertanya selalu
menghadap saksi korban/terdakwa agar tidak merasa tersinggung dan emosi; 10. Proses pemeriksaan tidak kaku dan disesuaikan dengan kondisi saksi korban/terdakwa dan dilaksanakan dalam suasana kekeluargaan. G.Sri Nurhartanto, Plaza Hotel 14-17/4/2014
13
Tahap Persidangan 1. Proses pemeriksaan di persidangan wajib dilakukan oleh hakim yang memiliki pengetahuan dan pengalaman tentang isu disabilitas; 2. Ruang persidangan didukung oleh perangkat komunikasi yang aksesibel yaitu adanya bahasa isyarat (bisindo)dalam bentuk bergambar atau running text yang memberikan petunjuk pemeriksaan dan membantu memudahkan komunikasi; G.Sri Nurhartanto, Plaza Hotel 14-17/4/2014
14
3. Wajib adanya pendamping yang bisa dipercaya oleh saksi korban/tersangka; 4. Wajib adanya penerjemah yang mahir menggunakan bisindo. Penerjemah tidak harus memiliki sertifikasi resmi, yang terpenting dia dapat menterjemahkan bahasa saksi korban/tersangka; 5. Wajib adanya ahli yang memahami kondisi disabilitas saksi korban/tersangka selama pemeriksaan di persidangan; G.Sri Nurhartanto, Plaza Hotel 14-17/4/2014
15
6. Hakim di dalam pemeriksaan persidangan wajib menggunakan bahasa lisan (dan bahasa isyarat dengan memanfaatkan penerjemah yang mahir menggunakan bisindo) yang mudah dipahami saksi korban/terdakwa dan tidak dilakukan dalam bentuk interogasi; 7. Cara bertanya selalu menghadap saksi korban/terdakwa agar tidak merasa tersinggung dan emosi; 8. Proses pemeriksaan tidak kaku dan disesuaikan dengan kondisi saksi korban/terdakwa dan dilaksanakan dalam suasana kekeluargaan. G.Sri Nurhartanto, Plaza Hotel 14-17/4/2014
16