MAKALAH BIOSEPARASI PEMBUATAN TEH RENDAH KAFEIN MELALUI PROSES EKSTRAKSI DENGAN PELARUT ETIL ASETAT
Oleh : KELOMPOK 10 1. CITTA DEVI GUNTARI
1006661222
2. IHSAN WIRATAMA 3. LAKSITA UTAMI 4. WIDYA ARDIANI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI BIOPROSES DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2012
Pembuatan The Rendah Kafein Melalui Proses Ekstraksi dengan Pelarut Etil Asetat
2012
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir setiap orang di dunia pasti pernah meminum teh. Minuman yang kaya akan manfaat ini dibuat dengan cara menyeduh daun, pucuk daun, atau tangkai daun yang dikeringkan dari tanaman Camellia sinensis dengan air panas. Teh merupakan sumber alami kafein, teofilin, dan antioksidan dengan kadar lemak, karbohidrat atau protein yang mendekati nol persen. Teh merupakan salah satu minuman terpopuler yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh, diantaranya adalah sebagai antioksidan, memperbaiki sel – sel yang rusak, menghaluskan kulit, mencegah kanker, melangsingkan tubuh, mencegah penyakit jantung, mengurangi kolesterol dalam darah, serta melancarkan sirkulasi dalam darah. Minuman teh memiliki banyak manfaat dikarenakan zat – zat yang terkandung di dalamnya sangat berguna bagi kesehatan tubuh, diantaranya adalah polifenol, theofilin, flavonoid/metilxantin, tannin, vitamin C dan E, catechin, serta sejumlah mineral seperti Zn, Se, Mo, Ge, dan Mg. Namun ternyata teh mengandung zat yang bersifat kurang baik bagi tubuh, yaitu kafein. Meskipun aman dikonsumsi, namun zat kafein dapat menimbulkan reaksi yang tidak dikehendaki seperti insomnia, gelisah, delirium, takikardia, ekstrasistole, pernapasan meningkat, tremor otot, dan diuresis. Untuk mengurangi efek negatif kafein, metode umum yang telah diterapkan untuk mengurangi kadar kafein yaitu ekstraksi dengan menggunakan solven dan ekstraksi dengan CO2. Penelitian ini difokuskan pada pembuatan teh rendah kafein dengan proses ekstraksi menggunakan pelarut etil asetat. Secara spesifik penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu dan waktu operasi terhadap penurunan kadar kafein, memperoleh kondisi optimum pada produksi teh rendah kafein, melakukan uji organoleptis untuk mengetahui aroma teh yang dihasilkan dan menyusun persamaan model matematis ekstraksi kafein dari daun teh. Percobaan dilakukan dengan run sebanyak 10 dengan variabel bebas suhu dan waktu. Analisa kadar kafein dilakukan dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC).
1
Pembuatan The Rendah Kafein Melalui Proses Ekstraksi dengan Pelarut Etil Asetat
2012
Data yang diperoleh kemudian diolah dengan Response Surface Methodology untuk mendapatkan persamaan model matematik dan kondisi operasi optimum. 1.2 Rumusan Masalah Untuk membuat teh yang berkadar kafein rendah perlu dilakukan pengambilan kafein dengan ekstraksi menggunakan pelarut etil asetat. Agar diperoleh hasil kadar kafein dalam teh yang diinginkan, perlu dirancang suatu kondisi pemrosesan yang optimum seperti suhu dan waktu. Selain itu juga perlu diketahui apakah proses pengurangan kadar kafein dalam teh ini dapat mempengaruhi cita rasa dari teh itu sendiri. Diharapkan teh yang dihasilkan merupakan teh yang memiliki kadar kafein serendah mungkin tanpa kehilangan rasa, aroma, serta khasiat asli dari minuman teh.
1.3 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan produk teh rendah kafein. Secara spesifik, tujuan dari penelitian ini adalah :
1) Mengetahui dan mempelajari pengaruh suhu dan waktu terhadap penurunan kadar kafein dalam teh. 2) Mengetahui serta mempelajari operasi optimum (suhu dan waktu) dan melakukan uji coba organoleptis untuk mengetahui aroma dari produk teh rendah kafein.
2
Pembuatan The Rendah Kafein Melalui Proses Ekstraksi dengan Pelarut Etil Asetat
2012
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teh Teh (Camellia sinensis) merupakan tanaman asli Asia Tenggara dan kini telah ditanam di lebih dari 30 negara. Dari 3.000 jenis yang ada, pada prinsipnya teh berasal dari satu jenis tanaman dengan hasil perkawinan silangnya. Teh merupakan salah satu minuman yang paling populer di dunia, dan posisinya berada pada urutan kedua setelah air. Kepopulerannya tersebut dikarenakan teh mempunyai rasa dan aroma yang aktraktif. Berdasarkan proses pengolahannya, teh diklasifikasikan ke dalam tiga jenis yaitu teh fermentasi (teh hitam), teh semi fermentasi (teh oolong), dan teh tanpa fermentasi (teh hijau) ( Rohdiana dkk., 2005). Lebih dari tiga perempat teh dunia diolah menjadi teh hitam, salah satu jenis yang paling digemari di Amerika, Eropa, dan Indonesia. Konsumsi teh di Indonesia sebesar 0,8 kilogram per kapita per tahun masih jauh di bawah negara-negara lain di dunia, walaupun Indonesia merupakan negara penghasil teh terbesar nomor lima di dunia. Cara pengolahannya, daun dirajang dan dijemur dibawah panas matahari sehingga mengalami perubahan kimiawi sebelum dikeringkan. Perlakuan tersebut akan menyebabkan warna daun menjadi coklat dan memberikan cita rasa teh hitam yang khas. Teh hijau memiliki kandungan yang paling baik karena dalam proses pembuatannya, teh jenis ini tidak dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari tetapi menggunakan teknik pengeringan secara khusus. Sedangkan teh jenis lainnya diproses dengan cara fermentasi sehingga memiliki cita rasa dan karakteristik tersendiri. Meskipun demikian, ketiga jenis teh tersebut memiliki khasiat dan potensi kesehatan yang sama. Dengan perkembangannya ke berbagai belahan dunia, teh telah menjadi bagian yang menyatu dengan tradisi setempat. Di Beijing, Cina, para peminum teh lebih menyukai bila diaromai dengan wangi bunga melati yang kuat dengan cara “membakar” daun teh terlebih dahulu dengan uap panas bunga melati segar. Lain halnya dengan di Mongolia dan Inggris, peminum teh lebih menyukai teh yang dicampur dengan susu sewaktu sarapan pagi. Dan bagi sebagian besar orang Indonesia, teh bukanlah minuman yang asing karena telah menjadi bagian dari budayanya. 3
Pembuatan The Rendah Kafein Melalui Proses Ekstraksi dengan Pelarut Etil Asetat
2012
Teh dikelompokan berdasarkan cara pengolahan. Daun teh Camellia sinensis segera layu dan mengalami oksidasi kalau tidak segera dikeringkan setelah dipetik. Proses pengeringan membuat daun menjadi berwarna gelap, karena terjadi pemecahan klorofil dan terlepasnya unsur tanin. Proses selanjutnya berupa pemanasan basah dengan uap panas agar kandungan air pada daun menguap dan proses oksidasi bisa dihentikan pada tahap yang sudah ditentukan. Pengolahan daun teh sering disebut sebagai "fermentasi" walaupun sebenarnya penggunaan istilah ini tidak tepat. Pemrosesan teh tidak menggunakan ragi dan tidak ada etanol yang dihasilkan seperti layaknya proses fermentasi yang sebenarnya. Pengolahan teh yang tidak benar memang bisa menyebabkan teh ditumbuhi jamur yang mengakibatkan terjadinya proses fermentasi. Teh yang sudah mengalami fermentasi dengan jamur harus dibuang, karena mengandung unsur racun dan unsur bersifat karsinogenik. Manfaat teh terhadap kesehatan antara lain menurunkan resiko terjadinya penyakit radiovaskular, menurunkan berat badan dan mencegah osteoporosis. Namun teh mengandung suatu senyawa yang tidak baik bagi tubuh jika dikonsumsi secar terus menerus dan terakumulasi di dalam tubuh. 2.2 Kafein Kafein merupakan senyawa kimia alkaloid terkandung secara alami pada lebih dari 60 jenis tanaman terutama teh (1- 4,8 %), kopi (1-1,5 %), dan biji kola(2,7-3,6 %). Kafein diproduksi secara komersial dengan cara ekstraksi dari tanaman tertentu serta diproduksi secara sintetis. Kebanyakan produksi kafein bertujuan untuk memenuhi kebutuhan industri minuman. Kafein juga digunakan sebagai penguat rasa atau bumbu pada berbagai industri makanan (Misra et al, 2008). Kafein bekerja pada sistem syaraf pusat, otot termasuk otot jantung, dan ginjal. Pengaruh pada sistem syaraf pusat terutama pada pusat-pusat yang lebih tinggi, yang menghasilkan peningkatan aktivitas mental dan tetap terjaga atau bangun. Kafein meningkatkan kinerja dan hasil kerja otot, merangsang pusat pernapasan, meningkatkan kecepatan dan kedalaman napas. Daya kerja sebagai diuretika dari kafein, didapat dengan beberapa cara seperti meningkatkan aliran darah dalam ginjal dan kecepatan filtrasi glomerulus, tapi terutama sebagai akibat pengurangan reabsorpsi tubuler normal. 4
Pembuatan The Rendah Kafein Melalui Proses Ekstraksi dengan Pelarut Etil Asetat
2012
2.3 Metode Dekafeinasi Dekafeinasi adalah suatu proses untuk mengurangi kadar kafein dalam kopi, coklat, teh, serta bahan-bahan lainnya yang juga mengandung kafein. Untuk mengurangi kadar kafein dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu metode langsung (ekstraksi) dan proses CO2.
2.3.1 Metode Langsung (ekstraksi) Metode ini sering digunakan untuk dekafeinasi biji kopi. Biji kopi di-steamterlebih dahulu selama 30 menit kemudian diekstraksi selama 10 jam menggunakan solven. Setelah dipisahkan dari solven, biji kopi di-steamkembali untuk menghilangkan sisa solven. Solven yang dapat digunakan adalah benzena, diklorometana, trikloroetana, dan kloroform. Namun, karena alasan keselamatan, dampak lingkungan, harga, dan rasa, maka solven tersebut dapat digantikan dengan bahan yang lebih tidak berbahaya seperti etanol, etil asetat, dan trigliserida. 2.3.2 Proses CO2 Secara teknis, proses ini dikenal sebagai ekstraksi fluida superkritis. Ekstraksi dilakukan menggunakan karbon dioksida superkritis pada tekanan 73 – 300 atm selama 10 jam. Setelah itu, tekanan diturunkan untuk menguapkan CO2, atau CO2 superkritis tersebut dialirkan ke air atau filter arang untuk menghilangkan kafein. Proses ini memiliki keunggulan yaitu dapat menghindari penggunaan solven yang berbahaya.
2.4 Ekstraksi 2.4.1 Definisi Ekstraksi Terdapat banyak cara yang dapat dilakukan dalam pemisahan bahan kimia, salah satu dari cara tersebut adalah dengan menggunakan ekstraksi. Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan kelarutan dari zat dalam dua pelarut yang tidak dapat bercampur. Menurut Ketaren (1998), ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan zat dari bahan yang diduga mengandung zat tersebut. Selain itu, menurut Xuejun Pan et. al. (2003), ekstraksi adalah proses pemisahan yang melibatkan pemisahan suatu substansi dari sebuah matriks. Matriks, dalam analisis kimia, adalah komponen dari sampel selain analit. Dari sini dapat disimpulkan bahwa secara sederhana ekstraksi dapat didefinisikan sebagai proses pemindahan satu atau lebih komponen dari satu fase ke fase lainnya 5
Pembuatan The Rendah Kafein Melalui Proses Ekstraksi dengan Pelarut Etil Asetat
2012
Dalam melakukan ekstraksi, terdapat beberapa cara, contohnya yakni ektraksi cair-cair dan padat-cair. Keduanya memiliki metode yang cukup berbeda yang mana akan dibahas pada makalah ini juga. 2.4.2 Prinsip Dasar Ekstraksi Prinsip dasar ekstraksi ialah pemisahan suatu zat berdasarkan perbandingan distribusi zat yang terlarut dalam dua pelarut yang tidak saling melarutkan. Perbandingan distribusi ini disebut koefisien distribusi (K), yang memiliki hubungan:
Faktor-faktor utama yg perlu dpertimbangkan dalam ekstraksi, khususnya ekstraksi caircair adalah: A. Polaritas Senyawa dan Pelarut Organik. Dalam ekstraksi cair-cair, umumnya digunakan pelarut organik polar dan non polar, sesuai hukum like disolve like karena senyawa yang bersifat polar hanya akan larut dalam pelarut yang juga bersifat polar serta demikian sebaliknya pada senyawa non polar. Dengan adanya perbedaan polaritas dari pelarut yang digunakan, diharapkan terjadi distribusi senyawa dari zat terlarut ke dalam masing-masing pelarut yang sesuai dengan tingkat kepolarannya (terjadi pemisahan yg selektif)hingga mencapai kesetimbangan. B. Volatilitas (tingkat penguapan) Senyawa Faktor ini dapat digunakan apabila senyawa yang akan diekstraksi diketahui dengan jelas. Faktor ini penting untuk menentukan pelarut dengan titik didih yang sesuai, dan mengatur suhu ekstraksi seandainya dilakukan proses pemanasan atau pemekatan sehingga dapat diantisipasi terjadinya penguapan berlebih atau rusaknya senyawa. 2.4.3 Faktor yang Mempengaruhi Ekstraksi Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ekstraksi, diantaranya (Kirk-Othmer, 1998):
6
Pembuatan The Rendah Kafein Melalui Proses Ekstraksi dengan Pelarut Etil Asetat i.
2012
Suhu Kelarutan bahan yang diekstraksi dan difusivitas biasanya akan meningkat dengan
meningkatnya suhu, sehingga diperoleh laju ekstraksi yang tinggi. Suhu ekstraksi yang tinggi menyebabkan peningkatan energi kinetik larutan sehingga efektifitas pelarut akibat difusi pelarut ke dalam zat yang akan diekstraksi, akan semakin meningkat juga. Pada beberapa kasus, batas atas untuk suhu operasi ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah perlunya menghindari reaksi samping yang tidak diinginkan. ii.
Ukuran partikel Semakin kecil ukuran partikel, semakin besar luas bidang kontak antara padatan
dan solven, serta semakin pendek jalur difusinya, yang menjadikan laju transfer massa semakin tinggi. Hal ini jelas akan memudahkan pelarut dalam melarutkan zat yang akan diektraksi. Hubungan antara ukuran partikel dengan berat solute adalah dalam hubungan yang mendekati linear. Namun apabila ukuran partikel semakin kecil, dalam beberapa kasus justru akan mempersulit ekstraksi, oleh karena itu penting untuk diketahui ukuran partikel optimum untuk ekstraksi suatu zat. iii.
Faktor solven Kafein biasanya diisolasi dengan ekstraksi menggunakan solven organik, dan
kondisi ekstraksi (solven, suhu, waktu, pH, dan rasio komposisi solven dengan bahan) dapat mempengaruhi efisiensi ekstraksi kafein (Perva U et al., 2006) Solven harus memenuhi kriteria seperti daya larut terhadap solute cukup besar, dapat diregenerasi, memiliki koefisien distribusi solute yang tinggi, dapat memuat solute dalam jumlah yang besar, sama sekali tidak melarutkan diluen atau hanya sedikit melarutkan diluen, memiliki kecocokan dengan solute yang akan diekstraksi, viskositas rendah, antara solven dengan diluen harus mempunyai perbedaan densitas yang cukup besar, memiliki tegangan antarmuka yang cukup, dapat mengurangi potensi terbentuknya fase ketiga, tidak korosif, tidak mudah terbakar, tidak beracun, tidak berbahaya bagi lingkungan, serta murah dan mudah didapat.
7
Pembuatan The Rendah Kafein Melalui Proses Ekstraksi dengan Pelarut Etil Asetat iv.
2012
Waktu Semakin lama waktu yang dilakukan dalam ekstraksi, maka produk yang didapat
juga akan semakin banyak. Namun faktor waktu tidak terlalu mempengaruhi hasil ekstraksi sebanyak faktor-faktor lainnya 2.4.4 Proses Pemisahan Secara Umum Menggunakan Ekstraksi Secara garis besar, proses pemisahan secara ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar, yaitu: 1. Penambahan sejumlah massa solven untuk dikontakkan dengan sampel, biasanya melalui proses difusi. 2. Solute akan terpisah dari sampel dan larut oleh solven membentuk fase ekstrak. 3. Pemisahan fase ekstrak dengan sampel. 2.4.5 Jenis Ekstraksi Berdasarkan fase yang terlibat, terdapat dua jenis ekstraksi, yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi padat-cair. i. Ekstraksi Cair-cair Ekstraksi cair-cair , yang mana juga diketahui sebagai ekstraksi solven dan partitioning, adalah metode untuk memisahkan campuran berdasarkan solubilitas relatif dalam dua larutan yang tidak saling bercampur. Ekstraksi cair-cair merupakan jenis ekstraksi sebuah zat dari suatu fasa cair ke fasa cair lainnya. Ekstraksi jenis ini adalah merupakan teknik dasar dalam laboratorium kimia. Ekstraksi cair-cair melibatkan penggunaan pelarut cair untuk menghilangkan sebuah komponen cair dari campuran cair. Komponen akan larut terutama dalam pelarut. Aplikasi dari proses ini termasuk didalamnya penghilangan vitamin dari larutan dan senyawa aromatik dari fraksi minyak mentah. Dalam kasus paling sederhana terdapat tiga komponen yang harus terlibat: 1. Komponen transmisi (A) 2. Pelarut (B) 3. Cairan pembawa (C) 8
Pembuatan The Rendah Kafein Melalui Proses Ekstraksi dengan Pelarut Etil Asetat
2012
Gambar 1. Ekstraksi Cair-cair Komponen transmisi A dan C dicampur dengan cairan pembawa C sebagai campuran awal (feed). Jika campuran awal dan pelarut B dicampur bersama, komponen transisi dari komponen A akan pindah ke pelarut B. Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan ekstraksi ini adalah kelarutan dari komponen transisi A dalam pelarut B yang kan lebih tinggi dibandingkan dengan cairan pembawa C. Dalam hal ini, maka cairan pembawa C seharusnya tidak dapat larut di pelarut B. Hal ini menyebabkan dalam proses pemisahan sebenarnya, terdapat hasil dalam dua fasa , yang satu berisikan A dan B dengan residu C (fasa ekstrak) dan yang satu berisikan C dengan residu A dan B (fasa raffinate). Ekstraksi cair-cair dapat dilakukan dalam sistem non-larutan. Dalam sebuah sistem yang terdiri dari logam cair yang melekat dengan garam cair, logam dapat diekstraksi dari satu fasa ke fasa lainnya. Contohnya adalah kation natrium yang dapat diekstraksi menjadi amalgam. ii. Ekstraksi Padat Cair Ekstraksi pada cair memungkinkan komponen dapat larut untuk dihilangkan dari padatan menggunakan pelarut. Penggunaan dari unit operasi ini sangat luas. Sebuah contoh sehari-hari adalah penyiapan kopi. Disini, air sebagai pelarut digunakan untuk menghilangkan rasa kopi (komponen transisi) dari bubuk kopi (material ekstraksi, yang terbentuk dari fasa pembawa pada dan komponen transisi). Secara ideal, ini akan memberikan hasil kopi yang dapat diminum (pelarut dengan rasa yang terlarutkan), dengan serbuk kopi yang benar-benar telah habis rasa kopinya (fasa pembawa padat) yang mana tetap berada pada filter kopi.
9
Pembuatan The Rendah Kafein Melalui Proses Ekstraksi dengan Pelarut Etil Asetat
2012
Gambar 2. Ekstraksi Padat-cair Namun dalam kenyataannya fasa pembawa akan tetap mengandung beberapa komponen transisi setelah ekstraksi selesai, dan sebagai tambahan, beberapa pelarut akan secara adsorbtif terikat pada fasa pembawa padat. Daun teh merupakan fase padat, sednagkan kafein merupakan fase cair sehingga pemisahan kafein dari daun teh dapat menggunakan metode ekstraksi padat cair. Kelebihan: 1. Tidak mempengaruhi aroma teh 2. Terdapat solven yang sangat cocok untuk mengekstrak kafein dari daun teh jika menggunakan ekstraksi padat cair, yaitu etil asetat. Hal ini dikarenakan etil asetat memiliki daya larut yang cukup besar terhadap solut, dan memiliki koefisien distribusi solut yang tinggi. Kelemahan: Tidak dapat menggunakan suhu yang tinggi karena pada suhu tinggi, tidak hanya kafein yang terekstrak, tetapi senyawa lain seperti polifenol ikut terekstrak sehingga porsi solven untuk mengektak kafein menjadi berkurang
2.5 Pelarut Etil Asetat Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus CH3CH2OC(O)CH3. Senyawa ini merupakan ester dari etanol dan asam asetat. Senyawa ini berwujud cairan tak berwarna, memiliki aroma khas. Senyawa ini sering disingkat EtOAc, dengan Et mewakili gugus etil dan OAc mewakili asetat. Etil asetat diproduksi dalam skala besar sebagai pelarut. 10
Pembuatan The Rendah Kafein Melalui Proses Ekstraksi dengan Pelarut Etil Asetat
2012
Etil asetat adalah pelarut polar menengah yang volatil (mudah menguap), tidak beracun, dan tidak higroskopis. Etil asetat merupakan penerima ikatan hidrogen yang lemah, dan bukan suatu donor ikatan hidrogen karena tidak adanya proton yang bersifat asam (yaitu hidrogen yang terikat pada atom elektronegatif seperti flor, oksigen, dan nitrogen. Etil asetat dapat melarutkan air hingga 3%, dan larut dalam air hingga kelarutan 8% pada suhu kamar. Kelarutannya meningkat pada suhu yang lebih tinggi. Namun demikian, senyawa ini tidak stabil dalam air yang mengandung basa atau asam. Etil asetat disintesis melalui reaksi esterifikasi Fischer dari asam asetat dan etanol dan hasilnya beraroma jeruk (perisa sintesis), biasanya dalam sintesis disertai katalis asam seperti asam sulfat. CH3CH2OH + CH3COOH → CH3COOCH2CH3 + H2O
Etil asetat dapat dihidrolisis pada keadaan asam atau basa menghasilkan asam asetat dan etanol kembali. Katalis asam seperti asam sulfat dapat menghambat hidrolisis karena berlangsungnya reaksi kebalikan hidrolisis yaitu esterifikasi Fischer. Untuk memperoleh rasio hasil yang tinggi, biasanya digunakan basa kuat dengan proporsi stoikiometris, misalnya natrium hidroksida. Reaksi ini menghasilkan etanol dan natrium asetat, yang tidak dapat bereaksi lagi dengan etanol: CH3CO2C2H5 + NaOH → C2H5OH + CH3CO2Na Dengan menggunakan pelarut ini, maka kafein dalam teh dapat dihilangkan dengan proses separasi menggunakan teknik ekstraksi. 2.6 Perbandingan dengan Metode Pemisahan Lain Metode lain yang umum digunakan untuk memisahkan suatu senyawa dari senyawa lainnya adalah metode distilasi, berikut uraian tentang metode distilasi.
11
Pembuatan The Rendah Kafein Melalui Proses Ekstraksi dengan Pelarut Etil Asetat
2012
2.6.1 Metode Distilasi Tujuan dari distilasi adalah memisahkan cairan yang lebih mudah menguap (volatil) dari zat-zat yang sukar menguap (non volatil) atau yang lebih umum adalah untuk memisahkan dua atau lebih cairan yang mempunyai titik didih berbeda dan dinyatakan sebagai distilasi fraksionasi. Pendekatan teoritis mengenai distilasi fraksionasi memerlukan pengetahuan mengenai hubungan antara titik didih atau tekanan uap campuran zat dan komposisinya. Dengan mengetahui kurva distilasi dapat diperkirakan apakah pemisahan memungkinkan dan dapat dilakukan dengan mudah atau sukar. Jenis-jenis distilasi : i. Distilasi sederhana (Non-Fraksionasi) Distilasi ini digunakan bila sampel dikatakan hanya mengandung satu komponen yang mudah menguap atau mempunyai perbedaan titik didih yang tinggi. Pemurnian dengan distilasi sederhana dapat dilakukan dengan distilasi yang berulang-ulang (redistilasi) ii.
Distilasi Vakum Distilasi Vakum disebut juga distilasi dengan tekanan rendah. Untuk mencegah penguraian senyawa-senyawa organik dianjurkan melakukan distilasi dengan metode ini. Distilasi ini terutama digunakan untuk sampel-sampel dengan titik didih diatas 180oc. Dengan bantuan aspirator air, tekanan dapat diturunkan sampai 12-15 mmHg. Sedangkan dengan bantuan pompa vakum tekanan dapat diturunkan sampai 0.01 mmHg. Untuk terakhir ini diperlukan cold trap untuk keamanan dan jangan sekali-kali melepaskan keadaan vakum dengan melepaskan labu atau termometer. Sampel dimasukkan ke dalam labu distilasi, selanjutnya masukkan batu didih agar pendidihan berlangsung halus dan teratur. Pengontrolan suhu labu distilasi diperlukan supaya pendidihan berlangsung dengan baik.
iii.
Distilasi Fraksionasi 12
Pembuatan The Rendah Kafein Melalui Proses Ekstraksi dengan Pelarut Etil Asetat
2012
Distilasi fraksionasi diperlukan untuk pemisahan dua atau lebih komponen yang mudah menguap atau yang mempunyai perbedaan titik didih yang rendah. Kolom fraksionasi memungkinkan adanya kesetimbangan antara turunnya cairan yang mengkondensasi dan naiknya uap, sehingga menghasilkan siklus penguapan kondensasi dalam jumlah banyak. Panjang dan jenis kolom fraksionasi yang diperlukan bergantung pada titik didih komponen-komponen yang akan dipisahkan. Pemisahan yang sesuai untuk komponenkomponen dengan perbedaan titik didih 15-20oc adalah dengan menggunakan vigorous. Untuk komponen-komponen dengan titik didih yang lebih dekat diperlukan “packed column” atau “Spinning Band Column”. Kondisi kesetimbangan harus dijaga dalam kolom fraksionasi pada setiap saat untuk memperoleh pemisahan yang baik. Istilah reflux digunakan untuk cairan yang menguap dan kembali ke labu semula sebagai kondensat. Perbandingan distilat dengan jumlah kondensat yang kembali ke labu distilasi (disebut refluks ratio) biasanya harus lebih besar dari satu dan umumnya antara 5-10 untuk komponen yang relatif mudah dipisahkan. Untuk menjaga refluks ratio dalam daerah ini diperlukan pengontrolan pemanasan labu distilasi. iv.
Distilasi Uap Distilasi ini digunakan untuk cairan-cairan yang sama sekali tidak mau bercampur (immiscible) atau cairan yang bercampur (miscible) sangat terbatas. Campuran heterogen dari dua cairan ini (A dan B) tidak mengikuti hokum Raoult, tetapi masing-masing komponen mempunyai tekanan uap parsial (POB atau POA) yang sama dengan tekanan uap zat murni pada suhu tertentu. Dengan kata lain, tekanan uap parsial masing-masing komponen dalam campuran heterogen hanya bergantung pada suhu. Bila P OB + POA sama dengan tekanan atmosfer, campuran mendidih. Karena POB dan POA aditif, titik didih campuran selalu dibawah titik didih dari komponen yang lebih mudah menguap. Titik didih campuran dan komposisi distilat akan tetap konstan sampai salah satu komponen hampir sempurna dikeluarkan. Oleh karena salah satu komponen air, distilasi uap pada 13
Pembuatan The Rendah Kafein Melalui Proses Ekstraksi dengan Pelarut Etil Asetat
2012
tekanan atmosfer akan menghasilkan pemisahan komponen-komponen dengan titik didih yang cukup tinggi pada suhu di bawah 100oc. Dari penjelasan diatas, proses pemisahan kafein dari daun teh tidak dapat menggunakan metode destilasi dikarenakan metode destilasi digunakan untuk memisahkan dua atau lebih cairan yang mempunyai titik didih berbeda. Dalam kasus ini, daun teh merupakan padatan dan kafein merupakan suatu senyawa yang ada di dalam padatan tersebut (fasenya padat dan cair) sehingga metode destilasi tidak dapat diaplikasikan.
14
Pembuatan The Rendah Kafein Melalui Proses Ekstraksi dengan Pelarut Etil Asetat
2012
BAB III PEMBAHASAN 3.1 Metodologi Penelitian Pada penelitian ini pembuatan teh rendah kafein melalui proses ekstraksi dengan pelarut etil asetat dilakukan dalam beberapa tahap yaitu, tahap penyiapan bahan, ekstraksi dan analisa kadar kafein.
3.2 Alat dan Bahan Bahan yang digunakan dalam percobaan ekstraksi kafein pada daun teh ini adalah : -
Pucuk daun teh
-
Sebagai pelarutnya digunakan etil asetat
Alat yang digunakan antara lain : -
Magnetic stirrer
- Termometer
-
Heater
- Termokopel
-
Labu leher tiga
- Statif
-
Pendingin balik
- Klem
-
Water bath
Semua alat tersebut dirangkai seperti yang terlihat pada gambar berikut :
Gambar 3 . Rangakaian Alat Ekstraksi 15
Pembuatan The Rendah Kafein Melalui Proses Ekstraksi dengan Pelarut Etil Asetat
2012
Keterangan gambar : (1) Pendingin balik, (2) Labu leher tiga, (3) Termometer, (4) Water bath, (5) heater, (6) Termokopel, (7) Magnetik stirrer, (8) Termokontrol, (9) Statif, (10) Klem. 3.3 Variabel Percobaan
i.
Variabel Tetap Berikut adalah variabel – variabel tetap yang digunakan dalam percobaan serta takaran
yang digunakan pada setiap variabelnya.
ii.
Berat sampel
: 10 gram
Volume total
: 500 ml
Ukuran sampel
: 1,14 atm
Tekanan operasi
: 1 atm
Variabel Bebas Sedangkan variabel bebas yang digunakan adalah suhu operasi dan waktu operasi. Setiap
variabel bebas tersebut mempunyai 3 level. Rancangan percobaan ini menggunakan metode RSM (Response Surface Methodology). RSM merupakan metode gabungan antara teknik matematika dan teknik statistik yang digunakan untuk membuat model dan menganalisa suatu respon y yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas/ faktor x guna mengoptimalkan respon tersebut. Hubungan antara respon y dan variabel x adalah : Y = f(X1, X2,...., Xk) + ε Tabel 2. Variabel bebas percobaan dengan metode RSM (Response Surface Methodology)
Harga Level Variabel
Bawah
Tengah
atas
Suhu (oC)
50
60
70
Waktu (menit)
80
120
160
16
Pembuatan The Rendah Kafein Melalui Proses Ekstraksi dengan Pelarut Etil Asetat
2012
Jumlah percobaan yang dilakukan adalah sebanyak 10 run. Tabel 3. Run Percobaan dengan bantuan program 6 statistica Run
Suhu
Waktu
1
50
80
2
50
160
3
70
80
4
70
160
5
74.1
120
6
60
120
7
60
63.4
8
60
176.6
9
60
120.0
10
60
120.0
Dengan respon pengamatan yang diukur adalah persentase penurunan kafein terhadap variabel bebas (suhu dan waktu) yang ditentukan diatas. 3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Penyiapan Bahan Pada awal percobaan dilakukan pengeringan daun teh yang akan digunakan. Tujuan dari pengeringan ini adalah untuk mengurangi kadar air dalam daun teh sekaligus untuk mengawetkan. Selain pengeringan bahan, juga dilakukan penggilingan bahan dengan maksud memperbesar bidang kontak dengan pelarut
3.4.2 Tahap Ekstraksi Berikut ini adalah tahapan – tahapan ekstraksi kafein dari daun the yang menggunakan pelarut etil asetat sehingga diperoleh padatan teh yang telah mengalami dekafeinasi yang akan digunakan untuk tahap analisis selanjutnya.
17
Pembuatan The Rendah Kafein Melalui Proses Ekstraksi dengan Pelarut Etil Asetat
2012
i. Sampel yang telah digiling ditimbang sebanyak 10 gram, kemudian diayak dengan ayakan 1,14 mm. kemudian dimasukkan ke dalam labu leher tiga. ii. Kedalam labu leher tiga tersebut kemudian ditambahkan etil asetat hingga mencapai volume total 500 ml iii. Ekstraksi dilakukan dengan mendidihkan larutan teh tersebut tersebut yang ditutup dengan pendingin balik disertai pengadukan menggunakan magnetikc stirrer. Waktu yang diperlukan telah diplot dalam bentuk tabel dalam 10 percobaan. Pada tahap ini akan dihasilkan padatan teh hasil dekafeinasi. iv. Hasil ekstraksi diletakan dalam labu ukur, disaring dan dipisahkan dengan ampasnya. v. Setelah ekstraksi selesai, sampel diambil untuk kemudian dihilangkan sisa pelarutnya dengan dikeringkan menggunakan oven 80oC
3.4.3 Analisa Kadar Kafein Analisa kadar kafein sebelum dan setelah diekstraksi dengan menggunakan mesin High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Analisa kadar kafein dilakukan dengan menggunakan HPLC Simadzu LC-6 dengan kolom Shim-pack CLC-C18. Kecepatan injeksi sebesar 1 ml/menit dengan fase gerak menggunakan methanol dan air dengan perbandingan 1 : 1,5. Volume yang diinjeksikan sebesar 10 µl. Panjang gelombang UV detector sebesar 254 nm. Kandungan kafein dalam sampel diperoleh dengan membandingkan antara konsentrasi sampel terhadap luas area sampel dengan konsentrasi standar kafein terhadap luas area standar. Harga penurunan kadar kafein diperoleh dengan mengurangi kadar kafein mula – mula dengan kadar kafein yang masih terkandung dalam sampel. 3.5 Analisa Data Hasil yang diperoleh dan faktor – faktor yang berpengaruh dioptimasi serta dibuat model matematika dengan menggunakan Central Composite Design pada metode RSM (Response Surface Methodology) yang dibantu dengan program komputer STATISTICA versi 6. Metode RSM adalah teknik statistika yang meliputi : i. Perancangan percobaan yang menyediakan perhitungan yang akurang ii. Pembuatan model matematika 18
Pembuatan The Rendah Kafein Melalui Proses Ekstraksi dengan Pelarut Etil Asetat
2012
iii. Penentuan nilai optimum dan nilai variabel bebas RSM merupakan metode gabungan antara teknik matematika dan teknik statistik yang digunakan untuk membuat model dan menganalisa suatu respon y yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas/ faktor x guna mengoptimalkan respon tersebut. Model persamaan diuji dengan analisa ANOVA denga derajat kepercayaan 99%. Keluaran RSM memberikan kondisi operasi optimum dan variabel yang paling berpengaruh. Kurva tiga dimensi ( Three dimensional response surface and contour plot) digunakan untuk menguji kebenaran pengaruh variabel percobaan pada hasil yang diperoleh. Respon yang diamati adalah presentase penurunan kadar kafein. Kadar kafein dianalisa dengan menggunakan HPLC ( High Performance Liquid Chromatography ). Data – data yang diperoleh selanjutnya diolah dengan program perangkat lunak statistica 6. 3.6 Hasil dan Pembahasan Analisa HPLC senyawa kafein memiliki waktu retensi sebesar 3,373 menit sebagaimana ditunjukkan oleh kurva standar kafein pada gambar. Senyawa kafein dalam sampel dapat diketahui dari waktu retensinya. Waktu retensi yang berkisar diantara waktu retensi standar kafein dinyatakan sebagai senyawa kafein. Hasil analisa kafein dengan menggunakan HPLC sebagai berikut :
Gambar 4. Kurva standar kafein
Gambar 5. Analisa kafein untuk teh sebelum diektraksi 19
Pembuatan The Rendah Kafein Melalui Proses Ekstraksi dengan Pelarut Etil Asetat
2012
Pada gambar diperoleh waktu retensi sebesar 3,133 menit yang menunjukkan kadar senyawa kafein. Hasil percobaan menunjukkan kadar kafein dalam teh sebelum diektraksi sebesar 27,336 mg/g (2,7336%). 3.6.1 Pengaruh Suhu dan Waktu Optimum Terhadap Penurunan Kadar Kafein Leaching atau ekstraksi padat cair adalah proses perpindahan solute dari padatan ke pelarut karena adanaya driving force berupa perbedaan konsentrasi solute dan kelarutan solute antara padatan dengan pelarut (Brown, 1950). Interakasi diantara zat terlarut dari suatu padatan ini sangat berpengaruh pada proses ekstraksi. Pada proses ini, kafein yang terperangkap dalam padatan daun teh bergerak melalui pori – pori padatan karena proses fisika maupun kimia yakni dalam mekanisme pelarutan desorpsi. Beberapa faktor yang berpengaruh pada keberhasilan dalam ekstraksi padat cair diantaranya adalah persiapan bahan padatan, suhu operasi, metode, dan tahap operasi, perbandingan fed terhadap solven, dan jenis solven. Dari tabel diperoleh bahwa pada suhu 60oC terdapat penurunan kadar kafein yang paling besar yaitu 40,098%. Hal ini disebabkan semakin tinggi suhu maka kerapatan massa baik etil asetat sebagai solven maupun padatan daun the semakin renggang sehingga memiliki ruang kosong antar molekul yang lebih besar. Untuk solven etil asetat yang bersifat cair, semakin tinggi suhu akan menurunkan viskositasnya sehingga difusivitas akan naik (Foust, 1959) Sedangkan untuk padatan daun the, semakin tinggi suhu akan memperlebar jarak antar molekul dalam padatan. Dengan semakin tingginya difusivitas etil asetat dan renggannya molekul dalam padatan daun teh maka etil asetat akan lebih mudah untuk menembus padatan daun the sehingga kafein yang terdapat dalam padatan terekstrak (Foust, 1959). Akan tetapi setelah melewati suhu 60oC jumlah kafein yang terekstrak semakin menurun. Pada suhu tinggi (70 dan 74,1oC ) warna teh berubah menjadi sedikit keputih – putihan. Hal ini dimungkinkan karena pada suhu yang tinggi tersebut sejumlah pelarut yang tadinya hanya mengekstrak senyawa kafein juga ikut mengekstrak senyawa lain selain kafein. Salah satu senyawa yang mungkin ikut terekstrak oleh solven adalah polifenol, oleh karena itu porsi pelarut untuk mengekstrak kafein menjadi berkurang dan menyebabkan penurunan kafein yang terkestrak. 20
Pembuatan The Rendah Kafein Melalui Proses Ekstraksi dengan Pelarut Etil Asetat
2012
Pengaruh waktu tidak terlalu signifikan terhadap proses ekstraksi. Secara umum semakin lama waktu ekstraksi, maka kafein yang terekstrak semakin banyak. Tetapi, pada rentang waktu 63.5 – 176.6 menit tidak menunjukkan pola kenaikan kadar kafein yang terekstrak secara signifikan. Namun demikian, jika dilihat dari data hasil percobaan maka waktu yang terbaik adalah 120 menit dan setelah waktu tersebut kafein yang terekstrak menurun. Untuk mengetahui suhu dan waktu operasi yang optimum pada pembuatan teh rendah kafein perlu digunakan Response Surface Methodology 3.6.2 Optimasi Waktu dan Suhu dengan Response Surfacae Methodology Data suhu, waktu dan penurunan kadar kafein yang diperoleh diolah dengan RSM untuk mendapatkan harga estimasi efek utama dan interaksi serta persamaan model matematik. Selanjutnya dilakukan uji model persamaan matematik dan membandingkan hasil percobaan dengan prediksi menggunakan persamaan model matematik serta penentuan kondisi optimum. Harga efek estimasi utama, interaksi dan koefisien regresi dilihat pada tabel berikut : Tabel.4 Harga estimasi efek utama, interaksi dan koefisien regresi
No.
Faktor
Efek estimasi
Koefisien Regresi
1.
Rata – rata
39.6086
39.6086
2.
Suhu (linear)
-0.5638
-0.2819
3.
Suhu (kuadrat)
-28.3685
-14.1842
4.
Waktu (linear)
-5.1179
-2.5589
5.
Waktu (kuadrat)
-6.6646
-3.3323
6.
1L by 2L
14.1804
7.0902
Harga estimasi efek pada tabel diatas menunjukkan besarnya pengaruh masing – masing variabel terhadap penurunan kadar kafein. Semakin besar harga efek estimasi suatu variabel menunjukkan semakin besar pengaruh variabel tersebut terhadap penurunan kadar kafein. Variabel linear suhu, variabel linear waktu, kuadrat suhu dan kuadrat waktu memberikan efek negatif terhadap penurunan kadar kafein. Sedangkan variabel interaksi antara suhu linear dan 21
Pembuatan The Rendah Kafein Melalui Proses Ekstraksi dengan Pelarut Etil Asetat
2012
waktu linear memberikan efek positif terhadap penurunan kadar kafein. Dengan demikian variabel linear suhu, kuadrat suhu, linear waktu dan kuadrat waktu akan memberikan pengaruh terhadap berkurangnya jumlah kafein yang terekstrak pada hasil prediksi. Sedangkan variabel interaksi akan memberikan pengaruh terhadap bertambahnya jumlah kafein yang terhadap bertambahnya jumlah kafein yang terkestrak pada hasil prediksi. Persamaan model matematika yang menghubungkan antara penurunan kadar kafein dengan variabel suhu dan variabel waktu adalah sebagai berikut :
Selanjutnya persamaan tersebut digunakan untuk memprediksi penurunan kadar kafein dengan suhu dan waktu tertentu. Perbandingan antara hasil percobaan dengan hasil prediksi ditampilkan dalam tabel berikut : Run
X1
X2
Yo
Yp
Residual
1
50.0
80.0
30.401
32.0231
-1.6221
2
50.0
160.0
14.563
12.7249
1.8381
3
70.0
80.0
15.921
17.2789
-1.3579
4
70.0
160.0
28.444
26.3415
2.1025
5
45.8
120.0
11.586
11.40788
0.178123
6
74.1
120.0
10.414
11.01151
-0.59751
7
60.0
63.4
38.769
36.55743
2.211571
8
60.0
176.6
26.638
29.31574
-2.67774
9
60.0
120.0
40.098
39.6086
0.4894
10
60.0
120.0
39.119
39.6086
-0.4896
X1 = Variabel suhu (oC) X2 = Variabel waktu (menit) Yo = penurunan kadar kafein hasil percobaan (%) Yp = penurunan kadar kafein hasil prediksi (%)
22
Pembuatan The Rendah Kafein Melalui Proses Ekstraksi dengan Pelarut Etil Asetat
2012
Grafik yang menyatakan perbandingan harga yang teramati dengan harga prediksi dapat dilihat dalam gambar berikut :
Gambar 6. Perbandingan hasil prediksi dengan hasil percobaan penurunan kadar kafein
Simbol lingkaran pada gambar diatas menunjukkan harga persentase penurunan kadar kafein didasarkan pada hasil yang teramati pada percobaan. Sedangkan garis merah menunjukkan harga persentase penurunan kadar kafein hasil prediksi dari persamaan model matematik yang didapat dari metode RSM. Untuk mengukur pengaruh variabel suhu, waktu serta variabel interaksi dapat dilihat dalam grafik berikut yang menggambarkan hubungan antara efek estimasi dengan variabel.
Gambar 7. Grafik efek estimasi dari penurunan kadar kafein 23
Pembuatan The Rendah Kafein Melalui Proses Ekstraksi dengan Pelarut Etil Asetat
2012
Harga efek dari variabel yang melewati garis p = 0.05 merupakan variabel yang paling berpengaruh yaitu suhu (Q), interaksi, waktu (L) dan waktu (Q). harga efek dari variabel yang tidak melewati garis p = 0.05 bukan merupakan variabel yang berpengaruh sehingga bisa diabaikan yaitu suhu (L). Kemudian gambar berikut menunjukkan kurva 3 dimensi yang merupakan grafik hubungan suhu dan waktu terhadap penurunan kadar kafein. Grafik tersebut berbentuk saddle/hyperbolic paraboloid dan mempunyai titik optimum di saddle point.
Gambar grafik 8. dimensi suhu dan waktu operasi vs penurunan kadar kafein
Gambar grafik 9. kontur permukaan suhu dan waktu operasi vs penurunan kadar kafein.
24
Pembuatan The Rendah Kafein Melalui Proses Ekstraksi dengan Pelarut Etil Asetat
2012
Dari gambar diatas diketahui bahwa hasil optimum penurunan kadar kafein sebesar 40.3% atau kafein yang dapat termabil sebesar 11.016 mg/g diperoleh pada suhu 58.5oC dan waktu 98.5 menit. Kedua gambar tersebut memperlihatkan hubungan optimum antara suhu dan waktu terhadap penurunan kadar kafein. 1.1 Uji Organoleptik Terhadap Aroma Teh Uji organoleptic adalah cara menilai mutu suatu produk dengan menggunakan kepekaan alat indra manusia seperti penglihatan dengan mata, penciuman dengan hidung dan pencicipan dengan lidah. Aroma atau bau suatu makanan menentukan kelezatan makanan tersebut. Aroma dan rasa khas pada the disebabkan karena adanya oksidasi senyawa polifenol pada proses pemanggangan. Polifenol sangat menentukan mutu the. Senyawa polifenol akan berubah menjadi senyawa yang menghasilkan warna, rasa dan aroma yang dikehendaki. Hasil utama oksidasi polifenol akan memberikan warna yang khas pada seduhan the. Polifenol akan teroksidasi menjadi tehaflavin dan tearubigin. Hasil oksidasi ini mempengaruhi karakteristik seduhan the meliputi rasa dan aroma. Dalam jurnal penelitian ini, uji organoleptic terhadap produk teh rendah kafein melibatkan 10 responden. Uji organoleptic dilakukan dengan membandingkan aroma the sebelum diektraksi dengan the hasil ekstraksi. Adapun hasil ujinya adalah sebagai berikut :
Dengan kriteria aroma : 1= kurang 2= cukup 3= baik Berdasarkan hasil uji organoleptic, dapat disimpulkan bahwa teh hasil ekstraksi mempunyai aroma yang cukup. Hal ini menunjukkan bahwa pembuatan the rendah kafein dengan proses ekstraksi menggunakan pelarut etil asetat tidak begitu mempengaruhi cita rasa teh itu sendiri
25
Pembuatan The Rendah Kafein Melalui Proses Ekstraksi dengan Pelarut Etil Asetat
2012
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Pembuatan teh rendah kafein dilakukan dengan proses ekstraksi menggunakan etil asetat. Analisa HPLC pada produk teh rendah kafein menunjukkan percobaan tersebut berhasil menurunkan kadar kafein dalam teh sebesar 10.414 – 40.098% dan menghasilkan the dengan kadar kafein 1,637 – 2,449%. Hasil percobaan menunjukkan semakin tinggi suhu dan waktu operasi akan meningkatkan jumlah kafein yang terekstrak. Namun variabel suhu memberikan pengaruh yang lebih signifikan daripada variabel waktu. Optimasi dengan Response Surface Methodology (RSM) menghasilkan data kondisi optimum untuk percobaan ini yaitu suhu operasi 58.5oC dan waktu operasi 98,5 menit dengan penurunan kadar kafein sebesar 40.3%. hasil uji organoleptis memperlihatkan bahwa proses ekstraksi menggunakan pelarut etil asetat tidak begitu mempengaruhi cita rasa dari the rendah kafein yang dihasilkan.
26
Pembuatan The Rendah Kafein Melalui Proses Ekstraksi dengan Pelarut Etil Asetat
2012
DAFTAR ISI Masjid, Thariq Nugraha. Nurkholis. Production of Low Caffeine Content Tea Using Extraction with Ethyl Acetate as Solvent. Fakultas Tenik, Universitas Diponegoro. Misra H, D. Mehta, B. K. Mehta, M. Soni, D.C. Jain. 2008. Study of Extraction and HPTLC Method for Estimation of Caffein in Marketed Tea (Camellia sinensis) Granules. International Journal of Green Pharmacy : 47 – 51 Perva-Uzunalic, A., Skerget, Z. Knez, B. Weinreich, F. Otto, and S. Gruner 2006. Extraction of active ingredients from green tea (Camellia sinensis) : Extraction efficiency of major catechins and caffeine. Foof Chem. 96 : 597-605
27