MAHASISWA S2 PADA SISTEM PENDIDIKAN JARAK JAUH: PEMANFAATAN INTERNET DAN BANTUAN BELAJAR MASTER’S DEGREE STUDENTS AT DISTANCE EDUCATION SYSTEMS: UTILZING THE INTERNET AND LEARNING SUPPORTS Durri Andriani During its 20 years of operation, Indonesia Open University (IOU), a higher education institution which fully implements distance education systems, has started to offer graduate programs. By taking intense communication required for the programs into consideration, IOU designs the program of studies by taking advantage of the Internet facilities. Being in its initial step, IOU limits the programs in seven regional offices which perceive to posses reliable access to the Internet and tutors. In addition, IOU requires the students to have access to the Internet. The importance of the Internet for the program is inevitable since supplementary materials and assignments are posted via the Internet weekly. The students have to log in the website regularly in order to follow courses in the program. A descriptive analysis of students registered at the Jakarta regional office provides an initial picture of how students actually utilize the Internet. Key words: graduate program, graduate students, Internet access for distance student, regional office
Salah satu kelemahan penyelenggaraan sistem pendidikan terbuka dan jarak jauh (PTJJ) adalah minimnya umpan balik yang dapat diperoleh peserta didik tentang proses dan hasil belajar yang telah mereka tempuh. Hal ini terjadi karena rendahnya interaksi langsung antar pengajar (dalam PTJJ biasa disebut tutor) dengan peserta didik. Peserta didik tidak dapat mengetahui hasil belajar yang telah mereka tempuh, kesalahan yang mereka lakukan, dan perbaikan yang perlu mereka lakukan dalam proses belajar. Kondisi ini mengakibatkan kurangnya aspek penguatan terhadap keberhasilan belajar peserta didik yang pada akhirnya akan mengakibatkan rendahnya motivasi belajar peserta didik. Kendala kurangnya interaksi ini dapat dijembatani dengan memanfaatan media interaktif yang memungkinkan terjadinya komunikasi dua arah. Sifat interaktif media yang ideal terletak diberinya Durri Andriani adalah dosen pada FKIP Universitas Terbuka 77
Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol. 6, No. 2, September 2005, 77-91
kesempatan kepada peserta didik untuk merespons informasi yang disampaikan serta memperoleh umpan balik terhadap respons tersebut dalam waktu yang relatif cepat. Hannafin & Peck (1998) menyatakan bahwa umpan balik dalam media interaktf dapat berbentuk " providing information to learner about their performance or providing corrective information about unsuccessful performance " (hal. 121). Masalahnya, setiap jenis media punya kelebihan dan kekurangan sehingga pilihan media harus disesuaikan dengan karakteristik dan tujuan pembelajaran. Tabel 1 memperlihatkan ringkasan kekuatan dan kelemahan untuk media tercetak, audio/video, radio & televisi, teleconferencing, dan komputer. Table 1. Perbandingan Kekuatan dan Kelemahan Media untuk Proses Pembelajaran Media Tercetak
Audio/video
• • • • • • • • •
Radio/televisi
• • •
Teleconferencing•
Computer
• • • •
Kekuatan Tidak mahal Dapat dipercaya Sarat informasi Dapat dikontrol pengguna Dinamis Pengalaman langsung Baik untuk Visual/konsep Sarat informasi Dapat dikontrol pengguna Kecepatan belajar dinamis Seketika Distribusi masa Interaktif Seketika Partisipatif Multimedia Dinamis
Kelemahan
• Pasif
• Mahal pada saat pengembangan
• Mahal pada saat pengembangan
• Real time Kompleks Tidak dapat dipercaya Real-time use Membutuhkan peralatan • Mahal pada saat pengembangan
• • • •
Sumber: M.G. Moore & G. Kearsley. 1996. Distance Education: A Systems View. Washington, DC: Wadsworth Publishing Company. Hal. 96.
78
Andriani, Mahasiswa S2 pada Sistem Pendidikan Jarak Jauh
Adanya kekuatan dan kelemahan dari tiap-tiap jenis media ini membuat pilihan media yang digunakan sebaiknya memperhatikan apa yang dinyatakan Rowntree (1981), lakukan pilihan sesuai dengan fungsi yang diharapkan akan dijalankan sesuai dengan situsai belajar. Pilihan akan ditentukan oleh apakah pesan yang ingin disampaikan dalam komunikasi ditujukan untuk memotivasi mahasiswa, mengingat kembali pelajaran yang pernah dilakukan, menyediakan stimuli belajar baru, mengaktifkan respons mahasiswa, memberikan umpan balik dengan cepat pada mahasiswa, atau mendorong praktek yang sesuai. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa tidak ada satu media yang mampu menjawab kebutuhan belajar untuk seluruh program atau matakuliah, kebutuhan mahasiswa, atau variasi lingkungan belajar yang ada pada program pendidikan jarak jauh. Situasi ini yang membuat dipilihnya multi media. Multi media digunakan untuk menyediakan pengulangan dan fleksibilitas. Jika ada kesulitan dalam menyampaikan materi ajar dalam satu media tertentu maka media lain diharapkan dapat menutup kekurangan tersebut. Disamping itu, Moore & Kearsley (1996) percaya bahwa penggunaan multi media memungkinkan diakomodasikannya perbedaan gaya belajar dan perbedaan kemampuan peserta didik. Semakin banyak media yang digunakan semakin efektif matakuliah untuk semakin luas mahasiswa. Masalahnya, ada faktor waktu dan biaya yang harus dipertimbankan, disamping kompleksitas pengembangan dan pemanfaatan media bagi pengelola dan juga mahasiswa. Meskipun demikian ada cara untuk mengatasi kesulitan pemilihan media yang digunakan dalam proses pembelajaran. Beberapa pakar (Heinich, Molenda, & Russel, 1985; Lane, 1992; Reiser & Gagne, 1988; Romiszowski, 1974) memberikan prosedur untuk menentukan pilihan media untuk seluruh program maupun untuk matakuliah yang meliputi empat tahap berikut ini. 1. Identifikai atribut media yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan instruksional atau kegiatan belajar 2. Identifikasi karakteristik mahasiswa yang sesuai dengan karakteristik media tertentu 3. Identifikasi karakteristiks lingkungan belajar yang condong pada karakteristik media tertentu 4. Identifikasi faktor ekonomi dan organisasi yang mungkin mempengaruhi kelayakan media tertentu Pertanyaannya kemudian adalah apakah media yang akan digunakan sesuai untuk seluruh matakuliah yang ditawarkan dalam program atau hanya sesuai untuk beberapa matakuliah? Meskipun demikian, kebutuhan satu segmen mahasiswa yang dianggap penting dapat mendasari dipilihnya penggunaan (multi)media meskipun media
79
Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol. 6, No. 2, September 2005, 77-91
tersebut belum pernah digunakan sebelumnya atau hanya dibutuhkan oleh satu aspek dari program atau oleh satu matakuliah. Penentuan pilihan media yang akan digunakan dalam PTJJ menyangkut beragam aspek. Rowntree (1994) mengemukakan sejumlah kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan media, antara lain tujuan belajar yang akan dicapai, kondisi peserta didik yang meliputi aksesibilitas terhadap media, kenyamanan menggunakan media, mampu memotivasi, serta kemampuan institusi dalam mengembangkan dan mengadakan media. Sementara itu, Bates (1995) mengemukakan tujuh faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan pilihan media, yang disingkat menjadi ACTIONS, yaitu access (dilihat dari sisi institusi dan peserta didik), costs, teaching an learning. interactivity, organizational issues, novelty, dan speed. Salah satu media yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas komunikasi adalah komputer karena memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara peserta didik dengan materi pembelajaran, proses belajar dapat berlangsung secara individual sesuai dengan kemampuan peserta didik, mampu menampilkan unsur audio visual untuk meningkatkan minat belajar, mamput memberikan umpan balik terhadap respons peserta didik dengan segera, dan mampu menciptakan proses belajar secara berkesinambungan. Sementara itu, jaringan komputer memungkinkan proses belajar menjadi debih luas, lebih interaktif, dan lebih fleksibel. Salah satu kelebihan jaringan komputer sebagai media pendidikan adalah adanya kemungkinan peserta didik untuk melakukan interaksi dengan sesama peserta didik dan juga dengan tutor. Kemampuan interaktif ini mampu membuat proses belajar menjadi lebih efektif yang memberi memungkinkan kepada tutor untuk memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil belajar peserta didik. Jaringan komputer yang paling umum digunakan adalah Internet. Teknologi Internet telah memungkinkan orang untuk memperoleh akses yang lebih besar terhadap beragam informasi yang tersedia. Zaidin, Firman, & Sigit (2003) menemukan bahwa fasilitas Internet yang disediakan oleh UT menarik perhatian 73,07% mahasiswa UT yang menjadi sampel dalam penelitian mereka. Di sisi lain, Kusmawan (2001) menemukan bahwa meskipun mahasiswa tertarik pada Internet, tingkat pemanfaatannya rendah. Hal yang sama ditemukan pada penelitian Padmo dan Anggoro (2002), dimana hanya 35% mahasiswa UT yang menjadi sampel memanfaatkan kios Internet. Alasan yang sering dikemukan untuk rendahnya pemanfaatan Internet ini adalah kekurangan keterampilan. Perlunya pelatihan untuk meningkatkan keterampilan memanfaatkan Internet ini dinyatakan oleh 65,53% responden dalam penelitian Zaidin, Firman, & Sigit (2003).
80
Andriani, Mahasiswa S2 pada Sistem Pendidikan Jarak Jauh
Sementara itu, penyediaan media untuk menyampaikan materi tidak akan memberikan hasil yang optimal jika tidak dibarengi dengan pemberian layanan bantuan belajar. Pendidikan merupakan sebuah proses rencana belajar yang dibantu oleh guru atau institusi yang berperan sebagai guru. Setiap mahasiswa harus membentuk pengetahuan melalui proses akomodasi informasi personal menjadi suatu struktur kognitif. Interaksi dengan materilah yang membuat perubahan pemahaman mahasiswa, apa yang sering kita sebut sebagai perspektif, ketika mahasiswa membentuk pengetahuan mereka. Salah satu tujuan utama pendidikan jarak jauh adalah menyajikan materi yang dibutuhkan dalam proses ini. Ini apa yang oleh Moore & Kearsley (1996) disebut interaksi peserta didik dengan materi. Jenis interaksi yang lain adalah interaksi antara peserta didik dengan instruktur. Pada interaksi yang dianggap penting oleh sebagian besar peserta didik dan diinginkan oleh pendidik ini, pengajar menstimuli atau paling tidak mempertahankan perhatian peserta didik terhadap subjek dan motivasi untuk belajar; mengorganisasikan aplikasi yang dilakukan peserta didik terhadap materi yang diberikan, baik melalui praktek maupiun manipulasi ide dan informasi yang sudah dipelajari; serta menyedikan konsultasi dan dorongan pada peserta didik. Sementara itu, interaksi antar peserta didik dilakukan antara satu peserta didik dengan satu peserta didik lainnya, dalam kelompok, dengan maupun tanpa kehadiran pengajar. Dari sudut pedagogi, interaksi antar peserta didik ini diinginkan. Philips, Santoro, & Kuehn (1989) bahkan menggunakan computer teleconferencing dan recorder video technology untuk melatih peserta didik agar dapat berfungsi efektif dalam kelompok. Kebutuhan interaksi antar peserta didik tergantung pada situasi peserta didik, umur, pengalaman, dan tingkat otonomi peserta didik. Peserta didik usia muda menyukai interaksi kelompok karena alasan mampu menstimuli dan memotivasi, yang mungkin tidak begitu penting untuk peserta didik dewasa dan peserta didik tingkat lanjut yang cenderung untuk lebih mandiri. Sementara itu, untuk sebagian besar pengajar, mengajar di PTJJ membutuhkan keterampilan yang berbeda dengan yang digunakan di kelas tatap muka. Peran mereka sebagai guru berubah drastic, khususnya dalam menyeimbangkan penyampaian informasi materi dan mengorganisasikan interaksi peserta didik dengan informasi tersebut. Di institusi PTJJ, materi ajar disiapkan, diorganisasikan, dan disajikan oleh orang yang belum tentu sama dengan guru (tutor) yang akan berinteraksi langsung dengan peserta didik. Pekerjaan tutor adalah berinteraksi dengan peserta didik berdasarkan materi yang disiapkan orang lain. Meskipun tutor juga merupakan orang yang menyiapkan dan mengembangkan materi ajar, titik berat peran tutor adalah pada intaraksi
81
Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol. 6, No. 2, September 2005, 77-91
tutor dengan peserta didik. Mayoritas materi seharusnya sudah disajikan melalui media sementara tutor berperan sebagai fasilitator yang tugas utamanya adalah membantu peserta didik berinteraksi dengan materi dan, jika memungkinkan, dengan sesama peserta didik. Dengan demikian, keterampilan utama yang penting dikembangkan pendidik jarak jauh adalah membuat peserta didik berpartisipasi aktif dalam program pendidikan. Menyajikan materi secara jarak jauh tidak sesulit membuat peserta didik aktif berpartisipasi apalagi membuat pembelajaran aktif. Teknik spesial yang dapat dilakukan adalah dengan bertanya, menyajikan masalah untuk dianalisis, meminta mahasiswa untuk berbagi pengalaman, diskusi kelompok, dan evaluasi diri (Moore & Kearsley, 1996). Di UT, peran tutor mencakup mendiskusikan materi, memberikan umpan balik, memberi nilai, motivasi mahasiswa, membantu merencanakan pembelajaran, membantu merencanakan pembelajaran, menjawab pertanyaan administrasi, mensupervisi projek, mengajar tatap muka, memelihara data mahasiswa, berhubungan dengan administrator atas nama mahasiswa, dan mengevaluasi efektivitas matakuliah (Puspitasari, 2002). Dalam kaitannya dengan bantuan belajar, tutorial tatap muka dipilih sebagai bantuan belajar terfavorit (Noviyanti, 2002; Sunarjo & Kamsir, 2004). Meskipun sistem PTJJ membatasi kontak langsung antara mahasiswa dengan dosen, hasil penelitian di UT menunjukkan bahwa mahasiswa merasakan perlunya tutorial tatap muka untuk membantu mereka memahami materi kuliah. Berkaitan dengan kecenderungan peserta didik pada institusi PTJJ untuk berusia dewasa, Knowles (1978), sesuai dengan teori Androgini, menyebutkan enam karakteristik orang dewasa yaitu: 1. Menentukan sendiri materi yang perlu dipelajari 2. Memiliki rasa self-direction dan tanggung jawab pribadi 3. Memiliki beragam pengalaman yang akan dihargai sebagai sumber belajar dan akan tersingung jika pengalamn tersebut diabaikan atau dinihilkan dengan pengalaman orang lain 4. Memutuskan sendiri apa yang dipelajar, kapan, dimana, dan bagaiamana belajar atau paling tidak ditnya mengenai hal ini 5. Masa depan adalah hari ini, mereka telah memiliki banyak infoarmasi dan melihat pentingnya belajar untuk menyelesikan masalah hari ini 6. Dengan sukarela belajar karena motivasi intrinsik Sementara itu, salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan peserta didik dalam institusi PTJJ adalah sifat media yang digunakan dalam menyampaian materi dan interaksinya, jumlah dan sifat umpan balik dari tutor terhadap tugas dan kemajuan program, serta jumlah dan sifat interaksi dengan tutor dan mahasiswa lain.
82
Andriani, Mahasiswa S2 pada Sistem Pendidikan Jarak Jauh
Dengan latar belakang pemahaman peran media dan layanan bantuan belajar demikian, UT menawarkan program Magister (S2). Surat Keputusan Dikti Nomor 267/J31/KEP/2004, tanggal 12 Oktober 2004, telah mensyahkan program Magister (S2) UT. Hal ini memberi kesempatan kepada lulusan S1 dari berbagai bidang ilmu untuk mengikuti kuliah pada Program Pascasarjana UT. Untuk dapat mengikuti program Magister (S2) S2 di UT, disamping persyaratan akademik yang lazim diminta (berijasah S1, lulus tes substansi yang diadakan), UT juga mensyaratkan mahasiswa untuk memiliki akses ke Internet. Pembatasan tidak hanya dikenakan pada mahasiswa tetapi juga pada UPBJJ (Unit Pelaksana Belajar Jarak Jauh yang merupakan kantor cabang UT di daerah). UPBJJ-UT yang menyelenggarakan program Magister (S2) adalah UPBJJ yang telah mampu menyediakan kebutuhan tutor dan akses Internet. Persyaratan ini diminta untuk menunjang proses belajar pada program Magister (S2) UT yang sarat menggunakan Internet dalam penyampaian materi dan layanan bantuan belajar (dalam bentuk tutorial elektronik). Kebutuhan untuk memiliki akses dan aktif menggunakan Internet ini dicerminkan juga dari biaya yang harus dikeluarkan oleh mahasiswa program S2 UT. UT menetapkan bahwa biaya yang dikeluarkan mahasiswa (Rp.4.950.000,- per semester untuk tiga semester pertama) sudah termasuk bahan ajar (cetak dan melalui Internet), semua kegiatan belajar mengajar (termasuk tutorial elektronik dan tutorial tatap muka), serta ujian. Program magister (S2) UT ini diselenggarakan dengan PTJJ sehingga dapat diikuti oleh mahasiswa dimanapun berada dan kapanpun waktu yang tersedia. Untuk mendapatkan hasil pembelajaran yang optimal, mahasiswa akan menerima paket bahan ajar yang terdiri atas katalog, buku panduan mahasiswa, buku materi pokok/modul (bahan ajar cetak), dan bahan ajar multi media (non cetak) lainnya berupa kaset, CD- Rom, atau VCD. Dalam satu semester (14 minggu), mahasiswa mempelajari materi utama secara mandiri, dan wajib mengikuti tutorial elektronik (via internet) setiap saat sepanjang semester dengan bantuan 8 kali materi inisiasi dan mengerjakan 3 tugas yang diberikan. Di samping itu, mahasiswa wajib mengikuti tutorial tatap muka sebanyak 4 kali. Pada tutorial tatap muka mahasiswa wajib mengerjakan 3 tugas yang ditentukan. Tuntutan untuk aktif dalam proses tutorial (baik tutorial elektronik maupun tutorial tatap muka) ini di perhitungkan dalam perolehan nilai akhir mahasiswa pada setiap semester. Nilai akhir mahasiswa diperoleh dari dua faktor. Faktor pertama adalah aktivitas selama proses pembelajaran yang terdiri atas aktivitas diskusi di Internet dan kegiatan mengikuti tutorial tatap muka yang terdiri atas tingkat
83
Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol. 6, No. 2, September 2005, 77-91
kehadiran, diskusi kelas, dan kualitas penyelesaian tugas. Kegiatan ini mempunyai nilai sebesar 60% terhadap penentuan nilai akhir. Faktor ke dua adalah Ujian Akhir Semester (UAS) dengan bobot 40% terhadap nilai akhir. Dengan latar belakang pentingnya jaringan (dalam hal ini Internet) dan layanan bantuan belajar bagi mahasiswa program Magister (S2) UT, dilakukan penelitian untuk melihat bagaimana pengenalan dan pemanfaatan mahasiswa pasaca sarjana pada sistem PJJ dengan Internet dan interaksi mereka dengan tutor. Untuk itu dilakukan satu penelitian angkatan yang dilakukan dalam satu masa studi (mulai mahasiswa registrasi sampai mahasiswa lulus) untuk melihat perkembangan interaksi mahasiswa dengan media pembelajaran (dalam hal ini Internet) dan layanan bantuan belajar (tutorial elektronik dan tutorial tatap muka) yang diberikan kepada mahasiswa Program Magister Manajemen (MM) UT. Penelitian utuh ini diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih utuh tentang sikap dan aktivitas mahasiswa berkaitan dengan pemanfaatan Internet dan interaksi dengan tutor (elektronik dan tatap muka) untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan Program MM. Artikel ini yang ditulis berdasarkan penggal pertama dari penelitian utuh dengan tujuan menganalisa kesiapan mahasiswa menggunakan dan memanfaatkan Internet serta aksesibilitas mahasiswa terhadap Internet yang merupakan persyaratan wajib untuk dapat mengikuti Program MM pada semester pertama bergabungnya mereka dalam Program MM UT. Di samping itu, dilihat juga pengalaman dan kualitas interaksi mahasiswa dengan tutor, baik tutor elektronik maupun tutur tatap muka untuk matakuliah Metodologi Penelitian Bisnis (MPB). Sebagai sampel, dengan sengaja dipilih mahasiswa MM UT yang melakukan registrasi di UPBJJ-UT Jakarta. Data diperoleh dengan meminta responden mengisi kuesioner yang dikembangkan untuk menjaring data mengenai perkenalan dan interaksi responden dengan Internet, pemanfaatan Internet dalam matakuliah MPB, serta interaksi responden dengan tutor elektronik dan tutor tatap muka dalam matakuliah MPB. Responden diminta mengisi kuesioner pada paruh pertama semester pertama. HASIL & PEMBAHASAN Sejumlah delapan mahasiswa yang merupakan angkatan pertama program Magister Manajemen UT yang melakukan registrasi di UPBJJ- UT Jakarta dilibatkan sebagai responden dalam penelitian ini. Tabel 2 memperlihatkan karakteristik responden dilihat dari aspek usia, latar belakang prndidikan S1, tipe institusi tempat mahasiswa lulus dari program S1 (jarak jauh dan tatap muka), serta tahun tamat dari program
84
Andriani, Mahasiswa S2 pada Sistem Pendidikan Jarak Jauh
S1. Dari aspek usia, seluruh responden berumur di atas 30, dengan 31 tahun merupakan usia termuda dan 52 tahun merupakan usia tertua. Tingginya rata-rata usia responden ini sejalan dengan kecenderungan yang terjadi pada sistem PJJ dimana usia peserta didik lebih tinggi daripada usia peserta didik pada sistem tatap muka. Sementara itu, dari aspek kesesuaian bidang studi, menarik untuk dilihat bahwa ada dua responden yang tidak berasal dari latar belakang ilmu ekonomi/manajemen. Ke dua responden tersebut berlatar belakang bahasa Inggris dan pendidikan. Data yang juga menarik untuk diperhatikan adalah bahwa mayoritas peserta Program (75%) adalah mereka yang lulus dari UT. Dengan kata lain mereka sudah pernah mengalami (dan sukses) proses pembelajaran dengan sistem PJJ. Tabel 2. Karakteristik Mahasiswa UPBJJ-UT Program MM Universitas Terbuka, Registrasi Pertama Tahun 2004.1 Variabel Usia Latar belakang S1 Tipe Institusi Tahun tamat S1
Kategori 30-39 > 40 Ekonomi/Manajemen Non Ekonomi/Manajemen Jarak jauh (UT) Tatap muka (Non UT) Sebelum 2000 Sesudah 2000
3 5 6 2 6 2 4 4
% 37,5 62,5 75,0 25,0 75,0 25,0 50,0 50,0
Berkaitan dengan waktu belajar, seluruh responden (100%) menyatakan mereka tidak punya waktu khusus untuk belajar meskipun mereka mengusahakan untuk paling sedikit menghabiskan waktu minimal 2 jam seminggu untuk mempelajari materi dan mengerjakan tugas yang diberikan. Sulitnya meluangkan waktu untuk belajar ini tidak menyurutkan harapan mereka untuk bergabung dalam program MM. Harapan responden dengan mengambil Program MM meliputi didapatnya kemampuan untuk mengimplementasikan pengetahuan yang didapat (62,5%), memahami materi yang dipelajari (50%), menambah pengetahuan secara umum (25%), dan menambah wawasan (12,5%). Sementara itu, setelah mengikuti Program selama 6 minggu, 37,5% responden merasa sudah lebih dari cukup mendapatkan apa yang diharapkannya, 62,5% menganggap apa yang didapat belum memadai, dan 12,5% merasa masih bingung. Pencapaian harapan tersebut, sebagian ditunjang oleh fasilitas yang diberikan oleh Program. Fasilitas yang oleh responden dirasakan paling bermanfaat adalah penyediaan tutorial (tatap muka dan 85
Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol. 6, No. 2, September 2005, 77-91
elektronik), tutorial tatap muka, ruang tutorial masing-masing sebesar 25% serta modul, CD, Internet, alat bantu presentasi, dan diskusi kelompok masing-masing 12,5%. PENGENALAN DAN PEMANFAATAN INTERNET Berkaitan dengan prasyarat bagi mahasiswa Program MM untuk memiliki akses ke Internet, ditemukan bahwa mayoritas mahasiswa (87,5%) telah kenal Internet sejak sebelum tahun 2000, jauh sebelum menjadi mahasiswa Program MM UT. Pengenalan ini terjadi karena pekerjaan di kantor menuntut pemanfatan Internet. Sampai saat ini, 25% diantara responden masih menggunakan Internet secara intensif untuk keperluan pekerjaan. Temuan ini tidak dapat digeneralisasi untuk semua daerah karena penelitian dilakukan dengan mengambil sampel di Jakarta yang dalam penyediaan sarana dan prasarana, termasuk Internet, jauh lebih maju dibanding daerah-daerah lain. Untuk itu perlu dilihat pengenalan mahasiswa di daerah lain terhadap Internet dan pengaruhnya terhadap keinginan mereka untuk bergabung dalam program magister (S2) MM. Untuk keperluan matakuliah MPB, responden rata-rata melakukan log in 2 kali per minggu dengan 1-2 jam per tiap kali log in. Alasan mahasiswa melakukan log in adalah untuk melihat materi (75%), melihat tugas (75%), dan up load tugas (12,5%). Pada kenyataannya, pada saat log in, responden melakukan aktivitas yang lebih beragam (Rincian lihat Tabel 3) Tabel 3. Rincian Aktivitas yang Dilakukan Responden pada Saat Log In Aktivitas Membaca (materi dan tugas) Down load (materi & tugas) Diskusi Mencari literatur tambahan Merangkum materi Mengerjakan tugas
6 3 3 1 1 1
% 75,0 37,5 37,5 12,5 12,5 12,5
Pada saat log in untuk matakuliah MPB, 50% responden tidak mengalami hambatan (log in lancar, materi dan tugas mudah di down load) sementara 50% responden mengalami hambatan (proses tampil lama, moderator tidak tanggap, sulit log in, sulit kirim tugas, materi tidak lengkap). Temuan ini sejalan dengan pendapat Hannafin & Peck (1998) yang menyebutkan bahwa Internet merupakan sumber informasi. Dari sudut lain, tingginya responden (75%) yang menyatakan bahwa mereka log in untuk membaca materi dan tugas yang diberikan menunjukkan
86
Andriani, Mahasiswa S2 pada Sistem Pendidikan Jarak Jauh
masih kurangnya pemahaman responden terhadap cara pemanfaatan Internet. Hal ini sejalan dengan temuan Zaidin, Firman, & Sigit (2003) dimana responden menyatakan bahwa mereka mengalami kesulitan dalam memanfaatkan Internet. Jalan keluar yang ditawarkan responden pada penelitian Zaidin, Firman, & Sigit, memberikan pelatihan pemanfaatan Internet, mungkin akan juga bermanfaat bagi mahasiswa program magister (S2) MM UT. TUTORIAL Meskipun sebagian responden (50%) mengalami kesulitan pada saat berinteraksi melalui Internet untuk matakuliah MPB, seluruh responden menyatakan merasakan manfaat fasilitas tutorial elektronik (tutel). Dari Tabel 4 dapat dilihat pendapat responden tentang enam aspek yang berkaitan dengan tutel. Tabel 4. Pendapat Responden tentang Tutorial Elektronik Aspek Pelaksanaan Tutel
Suplemen Tutel Manfaat Tutel
Komunikasi Tugas Fasilitas
Kategori Belum baik Baik Sangat baik Belum baik Baik Sedang Baik Sangat baik Tinggi (2X seminggu) Rendah (< 1 X seminggu) Baik Perlu ditambah Lamban Baik
Nominal
%
6 75,0 1 12,5 1 12,5 1 12,5 4 50,0 2 25,0 2 25,0 2 25,0 2 25,0 6 75,0 4 50,0 2 25,0 2 25,0 6 75,0 Responden
Keluhan 75% responden mengenai pelaksaan tutel berkaitan dengan kurang komunikatif, kurang berperan, kurang proaktif, dan kurang responsifnya tutor dalam berkomunikasi dengan responden. Kejadian ini mengakibatkan responden menyatakan bahwa tutel belum menunjukkan gregetnya sebagai sarana yang idealnya dapat dimanfaatkan untuk melakukan komunikasi dua arah yang lebih efektif. Pada kenyataannya, kendala teknis mempengaruhi efektivitas naan tutel. Lambannya sistem dalam merespon responden pada gilirannya memunculkan keterlambatan tersebut. Meskipun demikian, 75% 87
Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol. 6, No. 2, September 2005, 77-91
responden tetap merasakan manfaat tutel. Sementara itu, 50% responden menyatakan bahwa materi yang diberikan dalam tutel sudah baik terutama karena kesederhaannya (mudah dipahami) dan informatif. Fasilitas tutel, dianggap oleh 25% responden sangat baik karena membantu responden dengan tambahan materi (suplemen dari modul) meskipun 25% responden yang lain menyatakan bahwa manfaat tutel belum terlalu terasa karena arah tutel tidak jelas. Mereka menyatakan bahwa materi dan tugas yang diberikan dalam tutel tidak jelas tujuannya. Pendapat responden di lima aspek yang berkaitan dengan tutorial tatap muka matakuliah MPB dapat dilihat pada Tabel 5. Mayoritas responden (62,5%) menyatakan bahwa pelaksanaan tutorial tatap muka sangat baik karena tutor membawakannya dengan hidup, menarik, menjembati, aktif, energik. Meskipun di satu sisi pendapat responden ini merupakan penghargaan terhadap tutor tatap muka tetapi di sisi lain dapat dikatakan bahwa proses tutorial belum dilakukan sesuai dengan tujuan diadakannya tutorial. Moore (1996) menyatakan bahwa peran tutor dalam sistem PJJ lebih diarahkan untuk memfasilitasi interaksi peserta didik dengan materi ajar. Sementara itu, responden lebih merujuk pada tingkah laku tutor. Tabel 5. Pendapat Responden tentang Tutorial Tatap Muka Variabel Pelaksanaan
Manfaat
Komunikasi Tugas Fasilitas
Kategori Belum baik Baik Sangat baik Sedang Tinggi Sangat tinggi Cukup Perlu ditambah Belum optimal Sangat bermanfaat Menjembatani komunikasi Membantu pemahaman Sangat bermanfaat Sangat bagus
Nominal
%
1 12,5 1 12,5 5 62,5 1 12,5 1 12,5 5 62,5 2 25,0 5 62,5 1 12,5 6 75,0 2 25,0 2 25,0 2 25,0 2 25,0 Responden
Dari aspek manfaat, 62,5% responden menyatakan mendapat manfaat yang tinggi dari tutorial tatap muka. Hal ini erat kaitannya dengan kendala yang dihadapi responden pada tutel. Kelambatan sistem pada saat responden log in, serta kurang aktifnya moderator menyebabkan respoden banyak tergantung pada tutor tatap muka. Hal
88
Andriani, Mahasiswa S2 pada Sistem Pendidikan Jarak Jauh
ini tercermin juga dari jawaban 25% responden yang menyatakan bahwa mereka memanfaatkan fasilitas tutorial tatap muka ini untuk menjembati komunikasi. Aspek yang juga menarik untuk dilihat adalah pernyataan 62,5% responden bahwa frekuensi pertemuan tutorial tatap muka perlu ditambah. Kesulitan yang responden alami pada saat berinteraksi melalui tutel ingin dikompensasi melalui pertemuan langsung dalam hal ini melalui tutorial tatap muka). Sementara itu, di sisi lain, waktu untuk melakukan tutorial tatap muka tidak mudah disediakan karena faktor kesibukan responden di tempat kerja. KESIMPULAN DAN SARAN Seluruh responden yang merupakan mahasiswa program magister (S2) MM UT telah mengenal Internet sebelum bergabung dalam program Magister (S2) MM UT. Meskipun temuan ini tidak dapat digeneralisasikan untuk daerah lain yang fasilitas sarana dan prasarananya tidak semaju Jakarta, menarik untuk dilihat bagaimana pengaruh pengenalan mahasiswa ke Internet mempengaruhi keinginan mereka untuk mengikuti program Magister (S2) MM. Mayoritas responden memanfaatkan Internet dalam kegiatan sehari-hari, terutama kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaannya. Sementara untuk keperluan matakuliah MPB mayoritas responden menggunakan Internet untuk membaca materi dan tugas yang diberikan melalui tutel. Kecenderungan untuk membaca langsung tanpa terlebih dulu melakukan down load (materi dan tugas) menunjukkan masih kurang terampilnya responden dalam memanfaatkan fungsi Internet. Pelatihan pemanfaatan Internet dapat dilakukan untuk meningkatkan keterampilan dengan tujuan akhir meningkatkan kualitas proses belajar mahasiswa. Kendala yang sering ditemui responden pada saat berinteraksi dalam tutel adalah lambannya sistem dan kurang aktifnya tutor. Kejadian ini mungkin disebabkan karena program Magister (S2) MM baru diluncurkan sehingga belum berjalan lancar sesuai dengan diharapkan pengelola dan mahasiswa. Menarik untuk melihat bagaimana proses tutel dilaksanakan pada semester selanjutnya. Sementara itu, tutorial tatap muka oleh sebagian besar responden dipandang sangat penting karena fungsinya sebagai jembatan penghubung dengan pengelola dan perannya dalam membantu pemahaman mahasiswa. Meskipun demikian, kesan responden terhadap tutor tatap muka cenderung difokuskan pada cara berkomunikasi tutor dengan mahasiswa bukan pada efektivitas fasilitasi tutor dalam membantu mahasiswa memahami materi. Kondisi ini terjadi meskipun
89
Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol. 6, No. 2, September 2005, 77-91
75% dari responden adalah lulusan UT yang artinya mereka sudah pernah mengalami tutorial tatap muka sebelumnya. Untuk mengatasi hal ini, disarankan untuk memberikan pembekalan yang intensif kepada tutor tatap muka mengenai peran mereka dalam tutorial. Disamping itu, perlu juga dilakukan pembekalan kepada mahasiswa untuk memberikan pemahaman apa dan bagaimana cara belajar yang efektif dalam konteks PTJJ. REFERENSI Bates, T. (1995). Technology, open learning and distance education. New York: Routledge. Gagne, R. Briggs, L., & Wagner, W. (1988). Principle of instructional design. Holtt: Ribnehart and Winston Hannafin, M.J., & Peck, K.L. (1998). The design, development and evaluation of instructionsl software. New York: McMillan Publishing Co. Heinich, R.M., Molenda, M., & Russel, J.R. (1985). Instructional media and the new technologies. New York : Macmillan. Knowles, M. (1978). The adult learner. Houston, TX: Gulf Publishing. Kusmawan, U. (2001). Studi eksploratif tentang bimbingan akademik mahasiswa Jurusan Pendidikan MIPA FKIP UT. Jakarta: Pusat Studi Indonesia, Lembaga Penelitian, Universitas Terbuka. Lane, C. (1992). The IBM approach to training through distance learning: A global education network by the yaer 2000. Ed, 6(1), 1011. Moore, M.G. & Kearsley, G. (1996). Distance education. A system view. Washinton, DC: Wadsworth Publishing Company Noviyanti, R. (2002). Studi tentang kendala yang dihadapi oleh mahasiswa subsidi D-III Penyuluhan Pertanian dalam sistem belajar jarak jauh di UPBJJ-UT Bogor masa registrasi 2001.1. Jakarta: Pusat Penelitian Kelembagaan, Lembaga Penelitian, Universitas Terbuka. Padmo, D. & Anggoro, M.T. (2002). Persepsi & kesediaan mahasiswa dan calon mahasiswa potensial PTJJ dalam pemanfaatan media dan sumber belajar. Jakarta: Pusat Studi Indonesia, Lembaga Penelitian, Universitas Terbuka. Philips, G.M., Santoro, G.M., & Kuehn, S.A. (1989). The use of computer mediated communication in training students in group problem-solving and decision-making techniques. Dalam M.G. Moore (Ed.), Readings in distance education, 2, University Park, PA: ACSDE.
90
Andriani, Mahasiswa S2 pada Sistem Pendidikan Jarak Jauh
Puspitasari, K.A. (2002). Layanan bantuan bagi mahasiswa Universitas Terbuka. Dalam T. Belawati dkk (eds.) Pendidikan terbuka dan jarak jauh. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka. Hal. 315337. Reiser, R.A. & Gagne, R.M. (1988). Selecting media for instruction. Englewood Cliffs, NJ: Educational Technology Publication. Romiszowski, A.J. (1974). The selection and use of of instructional media. New York: Wiley. Rowntree, D. (1981). Developing courses for students. London: McGraw-Hill. Rowntree, D. (1994). Exploring open and distance learning. London: Kogan page. Sunarjo, J. & Kamsir. (2004). Motivasi mahasiswa masuk program S1 PGSD UT di wilayah kerja UPBJJ UT Purwokerto. Jakarta: Pusat Penelitian Kelembagaan, Lembaga Penelitian, Universitas Terbuka. Zaidin, M.A., Firman, H., & Sigit, A. (2003). Studi tentang persepsi mahasiswa UT terhadap pelayanan bahan ajar, tugas mandiri, dan Internet di UPBJJ-UT Makassar. Jakarta: Pusat Penelitian kelembagaan, lembaga Penelitian, Universitas Terbuka.
91