1
MAHABHARATA DAN RAMAYANA VERSI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN HAK MORAL PENCIPTA TAVINAYATI)1
[email protected] Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin ABSTRAK Kisah Mahabharata dan Ramayana versi Indonesia berbeda dari versi aslinya yang berasal dari India.
Para Mpu menggubah ulang kedua epos kepahlawanan tersebut untuk
menyesuaikannya dengan budaya Indonesia. Akibatnya
terjadi mutilasi dan modifikasi
terhadap ciptaan. Dalam perspektif perlindungan terhadap Hak Moral Pencipta perbuatan mengubah, mengurangi, menambah ataupun menghilangkan sebagian ciptaan dianggap sebagai sebuah pelanggaran. Secara teoritis maupun normatif, perbuatan
tersebut
bertentangan dengan ketentuan Pasal 5 ayat 1 huruf(e) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Hak Moral merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri Pencipta berlaku tanpa batas waktu. Tidak adanya batas waktu dalam perlindungan hak moral sehingga ciptaan yang dihasilkan puluhan abad yang silam seperti kisah Mahabharata dan Ramayana tetaplah dilindungi untuk menjaga reputasi dan integritas Pencipta. Kata Kunci : Mahabharata dan Ramayana, versi Indonesia, Hak Moral, Pencipta A. PENDAHULUAN Salah satu stasiun televisi swasta menayangkan serial drama kolosal yang berasal dari India. Serial yang
mendapat sambutan luas
tersebut diangkat dari
kisah epos
kepahlawananan Mahabharata dan Ramayana. Kedua epos tersebut sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Wayang yang merupakan budaya asli Indonesia dalam setiap pementasannya mengambil cerita dari Mahabharata dan Ramayana. Yang menarik dari serial drama kolosal yang ditayangkan oleh stasiun televisi swasta ANTV tersebut ternyata isi ceritanya berbeda dengan cerita yang selama ini kita kenal. Dengan kata lain Mahabharata dan Ramayana versi Indonesia ternyata berbeda dengan Mahabharata dan Ramayana versi aslinya dari India. Perbedaan utama di
Mahabharata
adalah terletak pada tokoh ceritanya. Mahabharata versi Indonesia terdapat tokoh punakawan yang terdiri dari Semar, Petruk , Gareng dan Bagong yang merupakan pengasuh dan 1
Staf Pengajar Fakultas Hukum dan Program Magister Ilmu Hukum Unlam
2
penasehat para Pandawa. Tokoh punakawan ini justru tidak ada/tidak dikenal dalam Mahabharata versi India. Demikian juga dengan kisah Ramayana terdapat perbedaan antara kedua versi terutama menyangkut bagian akhir cerita . Pertanyaan yang timbul adalah mengapa sampai terjadi perbedaan padahal sumbernya sama ? Ada 3 (tiga) kemungkinan mengapa terjadi perbedaan : Pertama apakah para Begawan/Mpu pada masa itu sengaja menggubah ulang kedua kisah epos tersebut dan menyesuaikannya dengan kondisi sosial budaya setempat? Kedua, telah terjadi kerancuan dalam memahami konteks. Hal yang umum terjadi dalam naskah-naskah yang berasal dari luar (saduran/ terjemahan). Bagaimanapun juga sebuah cerita tentu dipengaruhi oleh latar belakang sosial budaya setempat yang tentunya agak sulit untuk dipahami oleh pihak luar. Ketiga, ada kemungkinan isi cerita memang sengaja diubah untuk tujuan-tujuan tertentu . Secara umum perbedaan versi dalam sebuah cerita mungkin merupakan hal yang biasa atau bahkan dipandang sebagai sebuah kreativitas yang harus dihargai. Akan tetapi persoalannya menjadi berbeda kalau masalah ini dilihat dari konteks perlindungan hak cipta. Pengaturan tentang hak cipta ditujukan untuk melindungi Pencipta yang sudah dengan susah payah dalam melahirkan suatu ciptaan. Pencipta memiliki hak yang disebut dengan hak eksklusif yakni sebuah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi si Pencipta untuk mengambil
manfaat
ekonomi
atas
ciptaannya
sekaligus
hak
untuk
melindungi
integritas/reputasi atas ciptaannya. Hak eksklusif untuk mengambil manfaat ekonomi atas ciptaannya disebut dengan Hak Ekonomi dan hak untuk melindungi integritas pencipta disebut dengan Hak Moral. Hak Ekonomi memiliki masa berlakunya yakni selama hidup pencipta ditambah 70 (tujuh puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia (Pasal 58 UU No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta). Sedangkan untuk Hak Moral masa berlakunya tidak ada batas waktunya (Pasal 57 UU No.28 /2014). Dengan tidak adanya pembatasan jangka waktu dalam perlindungan hak moral maka karya-karya cipta yang dihasilkan puluhan abad yang silam seperti kisah Mahabharata dan Ramayana tetaplah dilindungi oleh hukum meskipun hak ekonominya sudah lama berakhir.Isi ceritanya haruslah tetap terjaga sebagaimana aslinya. Pertanyaan yang muncul kemudian apakah kisah Mahabharata dan Ramayana versi Indonesia telah melanggar hak moral dari pencipta yakni Begawan Vyasa (Byasa) penulis cerita Mahabharata dan Valmiki (Walmiki) untuk Ramayana mengingat tidak ada batas waktu untuk perlindungan hak moral dari pencipta.
3
B. PEMBAHASAN 1. Ruang lingkup Hak Cipta Pada dasarnya, hak cipta adalah sejenis kepemilikan pribadi atas suatu ciptaan yang berupa perwujudan dari suatu ide pencipta dibidang seni, sastera dan ilmu pengetahuan )2. Kepemilikan pribadi atas suatu ciptaan diwujudkan dalam suatu hak yang disebut dengan hak eksklusif. Hak eksklusif mengandung makna
sebagai hak khusus yang semata-mata
diperuntukan bagi pemegangnya sehingga pemegang hak dapat mencegah orang lain untuk meniru atau memperbanyak karyanya)3. Dengan pemberian hak eksklusif bagi pencipta Ia bukan saja merasa aman dari gangguan pihak lain ketika mengambil manfaat dari ciptaannya tetapi Ia juga diberi hak untuk mencegah pihak lain menggunakan ciptaannya tanpa izin darinya. Pasal 1 angka (1) UU Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (UUHC) memberikan definisi Hak Cipta adalah hak eksklusif Pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan . Dari rumusan Pasal 1 angka (1) tersebut ada beberapa hal yang dapat disimpulkan : a. Hak eksklusif adalah hak yang hanya diperuntukan bagi Pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat memanfaatkan hak tersebut tanpa izin dari Pencipta (Penjelasan Pasal 4 UUHC); b. Timbul secara otomatis artinya hak cipta itu lahir bukan karena pendaftaran. Ini yang membedakan hak cipta dengan Hak Kekayaan Intelektual lainnya seperti paten dan merek; c. berdasar prinsip deklaratif : Fungsi pendaftaran dalam hak cipta lebih ditujukan untuk memudahkan pembuktian di pengadilan apabila dikemudian ada pihak lain yang mengakui ciptaan tersebut. Dengan mendaftarkan ciptaannya Pencipta telah mencatatkan/mendeklarasikan/menyatakan bahwa Ia adalah Pencipta dari suatu karya cipta ; d. Ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk nyata maksudnya ide atau gagasan dari Pencipta itu sudah diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Dengan adanya wujud 2
Tim Lindsey et al.2006.Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar.Cet.5. Bandung : Alumni,hlm.96 Otto Hasibuan.2008. Hak Cipta Di Indonesia Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rights, dan Collecting Society. Bandung : Alumni,hlm.63 3
4
dari suatu ide, suatu ciptaan lahir )4 Dengan prinsip yang demikian maka hak cipta itu lahir secara otomatis tidak memerlukan pendaftaran untuk mendapatkannya. Oleh karena itulah maka fungsi pendaftaran hak cipta bersifat deklaratif saja. Orang yang menghasilkan hak cipta dan diberikan hak eksklusif disebut dengan Pencipta. Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi (Pasal 1 angka (2) UUHC). Ciptaan yang bersifat khas dan pribadi maksudnya ciptaan itu memiliki ciri khas yang terkait dengan pribadi penciptanya. Dari kekhasan itu orang dapat mengenali siapa Pencipta dari karya tersebut. Kekhasan itu bisa dilihat dari gaya bahasa/ gaya bertutur yang digunakan atau tema cerita yang diangkat apabila itu menyangkut karya tulis. Adapun ciptaan-ciptaan yang dilindungi oleh hak cipta adalah ciptaan sebagai hasil karya cipta dibidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata (Pasal 1 angka ( 3) UUHC). Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastera tersebut haruslah sudah dalam bentuk yang nyata artinya kalau baru sekedar ide atau gagasan yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata belum dilindungi oleh hak cipta sebagai sebuah ciptaan. Ciptaan-ciptaan apa saja yang dilindungi oleh hak cipta perinciannya terdapat dalam Pasal 40 UU HC yakni sebagai berikut : a. Buku,pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya; b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya; c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; d. Lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks; e. Drama, drama musikal, tari, koreografi,pewayangan, dan pantonim; f. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase; g. Karya seni terapan; h. Karya arsitektur; i. Peta; 4
Eddy Damian.1999. Hukum Hak Cipta Menurut Beberapa Konvensi Internasional, Undang-undang Hak Cipta 1997 dan Perlindungannya Terhadap Buku Serta Perjanjian Penerbitannya. Bandung : Alumni,hlm.103
5
j. Karya seni batik atau seni motif lain; k. Karya fotografi; l. Potret; m. Karya sinematografi; n. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi; o. Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional; p. Kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan program komputer maupun media lainnya; q. Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli; r. Permainan video, dan s. Program komputer 2. Hak Moral Pencipta Hak eksklusif yang dimiliki Pencipta terdiri atas Hak Moral dan Hak Ekonomi. Hak Moral adalah hak-hak yang melindungi kepentingan pribadi si Pencipta. Konsep Hak Moral ini berasal dari sistem hukum kontinental, yaitu dari Prancis. Menurut konsep hukum kontinental, hak pengarang (droit d’auteur,author rights) terbagi menjadi Hak Ekonomi untuk mendapatkan keuntungan yang bernilai ekonomi seperti uang, dan Hak Moral yang menyangkut perlindungan atas reputasi si pencipta)5. Pemilikan atas Hak Cipta dapat dipindahkan kepada pihak lain, tetapi Hak Moralnya tetap tidak terpisahkan dari penciptanya. Hak Moral merupakan hak yang khusus serta kekal yang dimiliki si pencipta atas ciptaannya, dan hak itu tidak dipisahkan dari penciptanya)6. Dalam konfigurasi hukum, hak moral mencakup dua hal besar, yaitu hak paterniti atau right of paternity yang esensinya mewajibkan nama pencipta disebut atau dicantumkan dalam ciptaan. Hak lainnya dikenal dengan right of integrity , yang jabarannya menyangkut segala bentuk sikap dan perlakuan yang terkait dengan integritas atau martabat pencipta. Dalam pelaksanaannya, hak tersebut diekspresikan dalam bentuk larangan untuk
5
mengubah,
Muhamad Djumhana dan R.Djubaedillah.2003. Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia. Cet.3. Bandung : Citra Aditya Bakti,hlm.74 6 ibid
6
mengurangi, atau merusak ciptaan yang dapat menghancurkan integritas penciptanya. Prinsipnya, ciptaan harus tetap utuh sesuai dengan ciptaan aslinya)7 Dalam UUHC, ketentuan tentang Hak Moral terdapat dalam Pasal 5 yakni sebagai berikut : (1) Hak Moral sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4 merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri Pencipta untuk : a. Tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya untuk umum; b. Menggunakan nama aliasnya atau samarannya; c. Mengubah Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat; d. Mengubah judul dan anak judul Ciptaan;dan e. Mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan, modifikasi Ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya. (2) Hak Moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dialihkan selama Pencipta masih hidup, tetapi pelaksanaan hak tersebut dapat dialihkan dengan wasiat atau sebab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah Pencipta meninggal dunia. (3) Dalam hal terjadi pengalihan pelaksanaan hak moral sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penerima dapat melepaskan atau menolak pelaksanaan haknya dengan syarat pelepasan atau penolakan pelaksanaan hak tersebut dinyatakan secara tertulis. 3. Hak Ekonomi Pencipta/Pemegang Hak Cipta Ketentuan mengenai Hak Ekonomi terdapat dalam Pasal 8 dan 9 UUHC. Pasal 8 UUHC menyatakan Hak ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengambil manfaat ekonomi atas Ciptaannya. Dari rumusan Pasal 8, terlihat bahwa hak ekonomi dapat dipegang oleh Pencipta atau Pemegang Hak Cipta. Pencipta pastilah pemegang hak cipta tetapi pemegang hak cipta belum tentu pencipta. Pemegang Hak Cipta menurut Pasal 1 angka (4) UUHC adalah Pencipta sebagai pemilik hak cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.
7
Henry Soelistyo.2011. Hak Cipta Tanpa Hak Moral. Jakarta : Rajawali Pers,hlm.16
7
Dengan demikian, Pemegang Hak Cipta bisa Pencipta atau pihak lain yang menerima hak tersebut. Hal ini menunjukan bahwa hak ekonomi dapat dialihkan kepada pihak lain sebagai pemegang hak cipta. Ini yang membedakan hak ekonomi dengan hak moral, kalau hak ekonomi dapat dialihkan kepada pihak lain, tetapi hak moral tidak dapat dialihkan karena melekat pada pencipta. Hak Ekonomi Pencipta/Pemegang Hak Cipta adalah hak untuk melakukan : a. Penerbitan Ciptaan; b. Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya; Penerjemahan Ciptaan; c. Pengadaptasian,pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan; d. Pendistribusian Ciptaan atau salinannya; e. Pertunjukan Ciptaan; f. Pengumuman Ciptaan; g. Komunikasi Ciptaan;dan h. Penyewaan Ciptaan (Pasal 9 UU Hak Cipta) 4. Jangka Waktu Perlindungan Hak Moral Jangka waktu perlindungan atau masa berlaku hak moral dibagi kedalam dua kategori (Pasal 57 UUHC). Kategori Pertama :
Hak Moral untuk tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya untuk umum;
Menggunakan nama aliasnya atau samarannya;
Mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan, modifikasi Ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.
Untuk kategori Pertama ini masa berlaku untuk hak moral adalah tanpa batas waktu artinya melekat abadi pada Pencipta Kategori Kedua :
Mengubah Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;
8
Mengubah judul dan anak judul Ciptaan
Untuk kategori kedua ini masa berlakunya selama berlangsungnya jangka waktu Hak Cipta atas ciptaan yang bersangkutan. Berbeda dengan Kategori Pertama maka pada Kategori Kedua perlindungan Hak Moral tidaklah abadi tetapi hanya berlangsung selama selama hidup Pencipta ditambah 70 (tujuh puluh) tahun setelah Ia meninggal dunia. Artinya Pencipta dapat mengubah ciptaannya apabila isinya dipandang tidak sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat. Hal yang sama berlaku juga untuk judul dan anak judul ciptaan. Seandainya Pencipta sudah meninggal dunia maka ahli warisnya dapat memberi izin terhadap perubahan isi dan judul ciptaan. 5. Jangka Waktu Perlindungan Hak Ekonomi Jangka waktu perlindungan atau masa berlaku untuk hak ekonomi juga dibagi kedalam dua kategori (Pasal 58 dan 59 UUHC). Kategori pertama : untuk ciptaan yang masa berlakunya adalah selama hidup Pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya . Ciptaan-ciptaan tersebut adalah : a. Buku,pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya; b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya; c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; d. Lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks; e. Drama, drama musikal, tari, koreografi,pewayangan, dan pantonim; f. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase; g. Karya arsitektur; h. Peta; i. Karya seni batik atau seni motif lain. Kategori kedua masa berlaku hak ekonominya adalah selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan. Ciptaan-ciptaan tersebut adalah : a. Karya fotografi b. Potret;
9
c. Karya sinematografi; d. Permainan video; e. Program Komputer; f. Perwajahan karya tulis; g. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi; h. Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional; i. Kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan program komputer maupun media lainnya; j. Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli; Khusus untuk karya seni terapan masa berlakunya selama 25 (dua lima) tahun sejak pertama kali diumumkan. Setelah jangka waktu perlindungan Hak Ekonomi berakhir maka ciptaan tersebut menjadi milik publik (public domain). Dengan demikian, siapa saja boleh menggunakan ciptaan tersebut tanpa perlu minta izin kepada Pencipta/Pemegang Hak Cipta. Dengan tidak adanya izin berarti tidak ada kewajiban untuk membayar royalty kepada yang berhak. Pembatasan jangka waktu perlindungan untuk Hak Ekonomi didasari pada pertimbangan bahwa selama masa berlakunya hak cipta, Pencipta/Pemegang Hak Cipta dipandang sudah cukup untuk memetik manfaat ekonomi atas ciptaannya. Kalau tidak ada pembatasan berarti melegalkan monopoli atas sebuah karya cipta untuk selamanya. Sementara pada sisi lain ada kepentingan umum yang juga harus dilindungi. Pembatasan dalam jangka waktu perlindungan tidak berlaku untuk Hak Moral karena menyangkut hak paterniti dan hak integritas Pencipta. Sampai kapanpun meski hak ekonomi sudah berakhir atau sudah dialihkan kepada pihak lain,
nama Pencipta tetap wajib
dicantumkan dalam ciptaan dan tidak boleh mengubah, mengurangi atau merusak ciptaan yang akan menghancurkan integritas Pencipta. Jangka waktu perlindungan untuk hak moral abadi tidak ada batas waktunya, oleh karena itu meski jangka waktu perlindungannya telah jauh terlewati, pengakuan dan penghargaan kepada diri Pencipta tetap harus dilakukan. Misalnya pengakuan kepada
10
Wolfgang Amadeus Mozart, Frederic Chopin, Ludwig van Beethoven dan Johann Sebastian Bach sebagai pencipta lagu-lagu klasik legendaris. Meski pencipta sudah meninggal dunia berabad-abad lamanya, tidak satu orang pun mengabaikan kewajiban untuk mengakui dan menghargai hak moralnya. Hal itu dilakukan diantaranya dengan tetap menyebut atau mencantumkan namanya pada ciptaan komposisi musiknya)8 6. Mahabrata dan Ramayana versi Indonesia dan India
Mahabharata
Ada 5 (lima) perbedaan kisah Mahabharata versi Indonesia (Jawa) dan versi India)9 yaitu sebagai berikut: 1. Tokoh Drupadi : dalam versi India Drupadi adalah isteri kelima Pandawa sedangkan versi Indonesia, Drupadi adalah isteri Yudhistira yang merupakan kakak tertua dari Pandawa. 2. Srikandi baik versi Indonesia maupun versi India Srikandi adalah tokoh yang membantu Arjuna membunuh Bhisma. Yang membedakan versi Indonesia Srikandi adalah isteri Arjuna sedangkan versi India Srikandi merupakan kakak dari Drupadi. 3. Gandari isteri Raja Destrarasta ibunya para Kurawa. Dalam versi India, Ia digambarkan tetap sayang pada para Pandawa. Dalam versi Indonesia Ia digambarkan sangat membenci Pandawa karena itu Ia mendidik anaknya untuk membenci Pandawa. 4. Gatotkaca putra Bima: versi Indonesia ia digambarkan bisa terbang mempunyai otot kawat, tulang besi. Versi India Gatotkaca tidak bisa terbang, yang bisa terbang adalah adalah Tiwikarma. 5. Punakawan yang maknanya pengasuh/pendamping para kesatria yang terdiri dari Semar, Petruk, Gareng dan Bagong hanya dikenal dalam Mahabrata versi Indonesia. Terkait dengan penggambaran tokoh Drupadi yang berbeda dengan versi aslinya dapat dipahami karena budaya masyarakat Indonesia tidak dapat menerima seorang wanita memiliki suami lebih dari satu apalagi lima orang sekaligus dalam waktu bersamaan. Sungguh tidak dapat diterima dan tidak masuk akal dan akan merusak tatanan masyarakat. Mungkin dengan alasan ini maka tokoh Drupadi digambarkan sebagai isteri Yudhistira saja. 8 9
Ibid WWW.Lihat Co id. Lima perbedaan Kisah cinta Mahabharata Jawa dan India
11
Sedangkan untuk tokoh Srikandi, Gandari dan Gatotkaca perbedaan terjadi mungkin dikarenakan kesalahan/kerancuan dalam memahami konteks, hal yang sering terjadi dalam menyadurkan/mengadaptasi cerita asing. Dari kelima perbedaan diatas yang paling mencolok adalah terkait tokoh punakawan yang dalam versi aslinya tidak dikenal tokoh ini. Artinya tokoh ini dimasukan belakangan, pertanyaan yang timbul kemudian adalah dengan maksud atau tujuan apa ? Apakah tokoh punakawan ini sengaja ditambahkah supaya lebih mudah dipahami atau diterima masyarakat pada saat itu. Mengingat para kesatria dalam tradisi dulu selalu memiliki penasehat/pengasuh yang selalu mendampinginya.
Ramayana
Dari segi alur cerita dan tokoh-tokohnya Ramayana versi Indonesia tidak jauh berbeda dengan versi aslinya, yang berbeda adalah pada bagian akhirnya . Versi Indonesia kisah Ramayana berakhir bahagia yakni dengan bersatunya Rama dan Dewi Sinta setelah Sinta berhasil dibebaskan dari tawanan Rahwana. Sedangkan pada versi aslinya berakhir tragis mereka berpisah setelah Sinta diusir karena
kesuciannya diragukan )10. Ada
kemungkinan perbedaan ini dikarenakan masyarakat kita menyukai hal-hal yang melankolis sehingga tidak dapat menerima kalau Sinta yang sudah menderita harus menderita lagi. Bukankah seharusnya orang harus bahagia setelah mengalami penderitaan. Barangkali itulah sebabnya maka cerita Ramayana versi Indonesia berakhir pada bagian itu. Dalam versi aslinya cerita Rama dan Sinta belum berakhir dengan kembalinya mereka ke Ayodhia. Sinta yang dalam keadaan hamil kemudian diusir dari istana karena rakyat Ayodhia meragukan kesucian Ratu mereka dan Rama kemudian ikut terpengaruh. Setelah berpisah mereka kemudian bertemu kembali untuk kemudian berpisah untuk selamanya)11. . Perbedaan versi cerita Ramayana juga semakin menarik karena ternyata Ramayana versi Sri Lanka berbeda dengan Ramayana versi India. Sri Rama dalam Ramayana versi India dan versi Indonesia adalah tokoh baik (protogonis) dan Rahwana adalah tokoh jahat (antagonis) karena telah menculik Dewi Sinta isteri Rama. Sebaliknya Ramayana versi Sri Lanka justru Rahwana sang raja Alengka adalah tokoh baik, dan yang yang jahat adalah Sri 10 11
WWW. Binasyipa.com. Perbedaan Alur Dalam Kompendium Cerita Ramayana WWW.karatonsurakarta.com/ramayana html
12
Rama. Sinta tidak diculik tapi ia sendiri meminta Rahwana menculiknya, Rama sangat licik ia memperalat Wibisana adik Rahwana agar bisa menguasai kerajaan Alengka. Perbedaan versi antara India dan Sri Langka masih dapat dipahami karena Sri Lanka kuno adalah Alengka (konon). Ada perbedaan sudut pandang. Sama dengan Indonesia, bagi kita Pangeran Diponegoro adalah pahlawan sebaliknya bagi Belanda Pangeran Diponegoro tidak lebih dari seorang pemberontak. 7. Apakah Telah Terjadi Pelanggaran Hak Moral Pencipta Dalam Kisah Mahabharata dan Ramayana. Perbedaan versi Mahabharata dan Ramayana dari versi aslinya menyisakan persoalan apabila dilihat dari perlindungan terhadap hak eksklusif pencipta khususnya hak moral pencipta. Masalah moral muncul disebabkan pada dasarnya setiap orang mempunyai keharusan untuk menghormati atau menghargai karya cipta orang lain. Orang lain tidak dapat dengan sesuka hatinya mengambil maupun mengubah karya cipta seseorang menjadi atas namanya)12 Epos Ramayana ditulis oleh begawan Valmiki sekitar abad ke-2 SM dan epos Mahabharata yang ditulis oleh begawan Vyasa sekitar abad ke-4 SM. Kedua cerita ini masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya pengaruh Hindu (India) ke Indonesia sekitar abad ke- 4 M. Kisah Mahabhrata dan Ramayana sepertinya digubah ulang oleh para Begawan/Mpu pada masa itu. Kuat dugaan bahwa itu dilakukan dengan tujuan : Pertama : kedua epos tersebut sarat dengan ajaran-ajaran kebaikan yang sangat berguna dalam kehidupan sehingga perlu disampaikan melalui sebuah kisah yang sangat menarik. Kedua : perubahan itu diperlukan untuk menyesuaikan dengan budaya masyarakat pada waktu itu. Sehingga ada tafsir ulang terhadap tokoh Drupadi dan penambahan tokoh baru yakni para punakawan dalam kisah Mahabharata. Para Punakawan terutama tokoh Semar yang arif dan bijaksana berperan penting karena Ia berperan sebagai penasehat bagi raja Yudhistira. Demikian pula halnya dengan kisah Ramayana, ajaran yang yang mau disampaikan disini adalah
12
setiap keangkaramurkaan akan kalah dengan kebaikan. Oleh
Gatot Supramono. 2010. Hak Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya. Jakarta : Rineka Cipta,hlm.46
13
karena itu, barangkali bagi para Mpu pada masa itu tidak penting bagaimana akhir dari kisah. Apakah berakhir bahagia atau tragis. Meskipun demikian, apapun yang melatarbelakanginya kita disajikan pada kenyataan bahwa terjadi perbedaan versi dari kedua kisah tersebut. Persoalannya sekarang apakah tindakan para Begawan/Mpu yang menggubah ulang kedua kisah tersebut sehingga menyimpang dari kisah aslinya merupakan pelanggaran terhadap Hak Moral Pencipta ?. Untuk menjawab hal tersebut akan
dilihat bagaimana ketentuan dari Pasal 5 UUHC
khususnya ayat 1 huruf (e) UUHC yang menyatakan : Pencipta memiliki Hak Moral untuk mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan, modifikasi Ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya. Dalam Penjelasan disebutkan yang dimaksud dengan :
Distorsi ciptaan adalah tindakan pemutarbalikan suatu fakta atau indentitas Ciptaan.
Mutilasi ciptaan adalah proses atau tindakan menghilangkan sebagian ciptaan.
Modifikasi ciptaan adalah pengubahan atas ciptaan
Distorsi Ciptaan : Apakah dengan mengubah isi cerita telah terjadi tindakan yang dapat digolongkan sebagai distorsi ciptaan ? Apakah telah terjadi pemutarbalikan fakta atau pengaburan terhadap indentitas ciptaan. Sepanjang yang penulis khetahui dari literatur-literatur yang ada tidak ada tidak terjadi hal yang dimaksud. Para Mpu memang menggubah ulang tetapi tidak mengakui itu sebagai karyanya sehingga indentitas ciptaan tetap sebagai sebuah epos yang berasal dari India. Alur utama cerita dan lokasinya tetap tidak berubah. Mutilasi Ciptaan : Mahabharata : telah terjadi penghilangan bagian dari ciptaan dengan memasukkan tokoh Semar maka secara tidak langsung menghilangkan peran dari Sri Krisna. Dalam versi aslinya Sri Krisna lah yang berperan sebagai penasehat bagi para Pandawa. Perannya sangat penting karena dengan mengikuti sarannya lah maka Pandawa dapat memenangkan perang melawan Kurawa.
14
Ramayana : mutilasi ciptaan juga terjadi pada kisah Ramayana, penghilangan bagian akhir dari cerita membuat isi cerita menjadi tidak utuh. Pesan moral yang ingin disampaikan oleh penulis cerita menjadi tidak tuntas. Modifikasi Ciptaan : Baik kisah Mahabharata maupun Ramayana telah dimodifikasi oleh para Mpu pada masa itu sehingga terdapat perbedaan dengan versi aslinya. Penghilangan salah satu tokoh cerita dan menggantinya dengan tokoh baru pada kisah Mahabharata atau penghilangan bagian akhir dalam cerita Ramayana membuat isi cerita berubah meskipun alur utama cerita tetap sama. Dari paparan fakta-fakta yang ada dapat dikatakan bahwa secara teoristis maupun normatif dapat dikatakan memang telah terjadi pelanggaran Hak Moral Pencipta dalam kasus Mahabharata dan Ramayana. Dari sisi UUHC dapat dikatakan bahwa tindakan para Mpu telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf (e) karena telah melakukan mutilasi dan modifikasi atas ciptaan tanpa izin dari Pencipta. Meskipun peristiwa tersebut terjadi puluhan abad yang lalu tetapi mengingat perlindungan terhadap Hak Moral Pencipta sifatnya abadi tanpa ada batas waktu maka tindakan demikian tetaplah merupakan pelanggaran. Secara teoritis, mengubah,mengurangi atau meniadakan bagian dari ciptaan tanpa persetujuan penciptanya dapat dianggap sebagai pelanggaran)13. Dalam UUHC, pelanggaran terhadap Hak Moral dapat dituntut berdasarkan Pasal 98 ayat (1), yang menyatakan : Pengalihan Hak Cipta atas seluruh Ciptaan kepada lain tidak mengurangi Hak Pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak dan tanpa persetujuan Pencipta yang melanggar hak moral Pencipta sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1). Ketentuan Pasal 98 ayat (1) diatas dapat dijadikan dasar untuk menggugat pihakpihak yang telah melanggar hak moral pencipta. Rumusan Pasal 98 ayat (1) tersebut tidak secara tegas menyatakan apakah Pencipta atau ahli warisnya dapat menuntut ganti rugi akibat pelanggaran tersebut. Apakah gugatannya hanya terbatas pada pemulihan ciptaan saja disertai permintaan maaf ?. Hal ini berbeda dengan rumusan Pasal 96 ayat (1) yang secara tegas menyatakan : Pencipta, pemegang hak cipta dan/atau pemegang hak terkait atau ahli warisnya yang mengalami kerugian hak ekonomi berhak memperoeh ganti rugi.
13
Henry Soelistyo.Op Cit ,hlm.17
15
Meskipun tidak ada ketegasan apakah Pencipta atau ahli warisnya dapat menggugat ganti rugi terhadap pelanggaran hak moral pencipta, menurut penulis hal itu dimungkinkan saja apabila pelaku pelanggaran terhadap hak moral mendapatkan keuntungan ekonomi dari pelanggaran yang dilakukannya. Memang tidak adil atau kurang tepat kalau kita menilai peristiwa masa lalu dengan kacamata sekarang apalagi kita percaya tidak ada niat dari para Mpu untuk melakukan hal itu. Bukan saja karena hak cipta belum dikenal pada waktu itu tetapi tujuan sesungguhnya adalah menyampaikan pesan moral dari kedua kisah tersebut sesuai dengan budaya setempat. C. PENUTUP SIMPULAN: 1. Perlindungan terhadap hak moral pencipta tidak ada batas waktunya, ia melekat secara abadi pada diri pencipta. 2. Secara teoritis dan normatif Mahabharata dan Ramayana versi Indonesia telah melanggar hak moral pencipta. 3. Bentuk
pelanggaran
yang
dilakukan
adalah
dengan
memutilasi
ciptaan
(menghilangkan sebagian ciptaan) dan memodifikasi ciptaan (mengubah ciptaan). SARAN : 1. Mengingat sekarang ini banyak film, sinetron ataupun lagu-lagu kita yang menjiplak atau memplagiat karya-karya asing maka sebaiknya hal itu tidak dilakukan karena dalam Undang-undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 memberikan pengaturan yang lebih tegas dan terperinci dalam memberikan perlindungan kepada Hak Ekonomi dan Hak Moral Pencipta.
DAFTAR PUSTAKA Damian, Eddy.1999.Hukum Hak Cipta Menurut Beberapa Konvensi Internasional, Undangundang Hak Cipta 1997 dan Perlindungannya Terhadap Buku serta Perjanjian Penerbitannya.Bandung : Alumni. Djumhana, Muhamad dan R.Djubaedillah.2003.Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori Dan Prakteknya di Indonesia.Bandung : Citra Aditya Bakti Hasibuan,Otto.2008. Hak Cipta Di Indonesia Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rights, dan Collecting Society. Bandung : Alumni
16
Lindsey, Tim et al.2006. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar. Bandung : Alumni Supramono, Gatot. 2010 .Hak Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya. Jakarta : Rineka Cipta Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. LN Tahun 2014 Nomor 266 WWW. Binasyipa.com. Perbedaan alur dalam Kompendium Cerita Ramayana WWW.karatonsurakarta com/ramayana html WWW.lihat coid.Lima Perbedaan Kisah Cinta Mahabharata Jawa dan India