MADRASAH AL-ZAHRA AS AN IDEAL EDUCATION INSTITUTION
ABSTRACT Bediuzzaman Said Nursi (1877-1960) was born in Nurs eastern part of the Ottoman Empire. He studied religious sciences in childhood is a provision for later life. He was concerned with the state of the backward Muslims at that time. Thus, he proposed a system of education which he described as Madrasah al - Zahra. Thought it was brought for the first time in Istanbul in 1907. In Madrasah al- Zahra will be integrated religious education and modern science within a single system. Modern science and theology will be complementary. This is to achieve happiness and welfare in the Moslem societies. In the Madrasah al - Zahra which he aspired was to gather scholars of religion and science as well as the Sufis. They can engage in dialogue and mutual understanding between each other. The education is a very important thing, to combat the ignorance. Moslems had been kept away from understanding the Qur'an and practice its contents. That is done by the enemies of Islam. Therefore, Madrasah al - Zahra aspired to fully support the teaching of the Qur’an. With the education system Madrasah al - Zahra was going to put together the various tribes and peoples that had been broken to pieces. The thought of Bediuzzaman Said Nursi is still relevant until today. The Islamic higher education in Indonesia today is a rollicking turned into a university, whose goal is to integrate the science of religion and general science or science as conceived by Said Nursi. In a university that will occur dialogue among scholars, intellectuals and the mutashawwif. Hopefully, amen. Surabaya, December 30, 2013. Prof.Dr.Ali Mufrodi, MA. UIN Sunan Ampel Surabaya.
MADRASAH AL-ZAHRA AS AN IDEAL EDUCATION INSTITUTION I Bediuzzaman Said Nursi lahir pada tahun 1877 di Nurs, suatu desa di Anatolia Timur yang masuk kekuasaan Turki Usmani. Nurs terletak di lereng kaki Pegunungan Taurus di selatan Danau Van Propinsi Bitlis. Wilayah tersebut memiliki kekayaan alam yang luar biasa, seperti sayur mayur dan pepohonan hijau. Said Nursi dilahirkan dari seorang ibu bernama Nuriye, Nure atau Nura dan ayah bernama Mirza. Ayahnya juga dipanggil sebagai Sufi Mirza, karena kedekatannya dengan aliran sufi atau tarekat yang berkembang di daerah tersebut. Keluarga ini berdiam di dalam masyarakat Kurdi yang berada di wilayah Turki Usmani, yang disebut sebagai masyarakat Kurdistan. Generasi Mirza merupakan keturunan keempat dari dua bersaudara yang dikirim dari Cizre di Tigris, untuk menyebarkan agama Islam di wilayah itu. Kemungkinan yang membawa ajaran Islam ke wilayah tersebut adalah aliran Khalidiyah dari Tarekat Naqsyabandiyah yang berkembang pesat pada abad ke-19 di wilayah tersebut. Mirza mempunyai beberapa anak, yang tertua adalah Duriye dan Hanim. Hanim memiliki reputasi tinggi di bidang ilmu dan kawin dengan seorang hoca (hoja)/guru agama/ulama yang bernama sama dengan Nursi, yakni Molla Said. Mereka pergi ke Damaskus setelah insiden di Bitlis tahun 1913, dan berhaji ke Makkah, namun Hanim wafat ketika sedang tawaf di Ka’bah tahun 1945. Mirza mempunyai anak lagi yang bernama Abullah, seorang guru pertama bagi Said, dan wafat tahun 1914 di Nurs. Said memiliki adik yang bernama Molla Mehmet, mengajar di medrese/madrasah desa Arvas, yang terletak tidak jauh dari Nurs. Kemudian Abdulmecit/Abdulmajid, belajar kepada kakaknya, Said untuk beberapa tahun. Ia terkenal karena menterjemahkan dua karya Said dari bahasa Arab ke bahasa Turki, dan wafat di Konya tahun 1967. Anak bungsu Mirza kemungkinan besar adalah Mercan atau Marjan. Sedangkan Duriye mempunyai seorang anak, Ubeid, murid Said juga, tenggelam di sungai di Nurs, ketika masih kecil. Mirza sendiri wafat tahun 1920 dan dimakamkan di Nurs. Said Nursi mulai belajar al-Qur’an pada umur 9 tahun. Ia suka berkelai terhadap teman-teman sebayanya dan yang lebih tua. Hal tersebut disebabkan rasa frustasinya karena belum menemukan kesesuaian dengan lingkungan, teman-teman dan gurunya. Yang mendorong Said untuk belajar ialah kakaknya, Molla Abdullah. Ia melihat keberhasilan yang diraih kakaknya karena hasil belajarnya itu, maka ia belajar lebih sungguh-sungguh. Ia bersama-sama dengan kakaknya itu berangkat ke madrasah Molla Mehmet Emin di desa Tag, dekat Isparit, sekitar dua jam perjalanan kaki dari Nurs. Ia berkelai lagi melawan Mehmet, seorang murid di madrasah tersebut, sehingga ia tidak kuat tinggal lama di sana. Said sangat menjaga harga dirinya, sekecil apapun kata yang dilontarkan kepadanya dengan nada memerintah, maka ia tidak dapat menerimanya. Ia kembali ke desanya, dan memberi tahu ayahnya untuk tidak mau belajar di madrasah manapun hingga ia telah besar, karena teman teman yang lain lebih besar. Desa Nurs tidak punya madrasah karena kecilnya desa tersebut. Said akhirnya hanya belajar seminggu sekali, ketika kakaknya pulang dari Tag. Said mengalami hal tersebut selama satu tahun. Kemudian ia berangkat mencari ilmu secara penuh, namun beberapa guru dan madrasah yang ia datangi tidak dapat memenuhi hasratnya. Maka ia pergi ke Pirmis, lalu ke Syekh di Hizan, Seyyid Nur Muhammad, seorang penganut tarekat Naqsyabandiyah. Ia merasa kemerdekaannya terkekang oleh dominasi seniornya,
berkelailah ia melawan empat murid lainnya. Said mendatangi gurunya, Nur Muhammad mengadukan nasibnya, dan mengatakan kepada gurunya itu bahwa ia berani menghadapi lawannya tersebut asal dua-dua, bukan empat orang sekaligus. Syekh mengapresiasi keberanian seorang anak sepuluh tahun itu dan mengakatan kepadanya: “Kamu adalah muridku, tidak ada yang boleh mengganggumu”. Mulai saat itu Said dikenal sebagai “murid sang Syekh”. Ia belajar agak lama di sini, lantas ia pergi dengan kakaknya, Abdullah ke desa Nursin. Saat itu musim panas telah tiba, maka mereka dan penduduk desa meninggalkan Nursin untuk menuju padang rumput tinggi Seyhan. Ia bertengkar melawan kakaknya, sehingga dimarahi oleh gurunya, kepala madrasah Tag, Mehmet Emin Efendi. Guru itu bertanya kepada Said mengapa melawan kakaknya, tetapi ia tidak mengakui otoritas guru dan mengatakan bahwa madrasah ini milik Syekh Abdurrahman yang masyhur itu, maka sang guru adalah juga murid sebagaimana dirinya dan tidak berhak bertindak sebagai guru. Ia pergi ke Nursin, melintasi hutan lebat yang sulit ditembus bahkan pada siang hari sekalipun, menuju desa Kugak. Said hanya sebentar di Kugak, dan berangkat sendirian menuju ke madrasah Molla Fethullah. Perjalanan menuju ke tempat itu amat berbahaya, lantaran kriminalisnya, namun ia nekat untuk menembusnya. Ia belajar dua bulan kepada sang Syekh yang masyhur itu. Kemudian ia menuju ke Geyda, sebuah desa dekat Hizan, di mana Seyyid Sibghatullah, Ghth-I Hizan dimakamkan. Di sini Said hanya sebentar dan kembali ke kampung halamannya setelah berkelai dengan temannya. Suatu malam ia bermimpin bertemu Rasulullah saw. dan disuruh mempelajari al-Qur’an. Ia juga berguru ke madrasah Mir Hasan Wali di Mukus (Bahceseray) yang dipimpin oleh Molla Abdulkerim. Ia hanya bertahan beberapa hari di sana, dan pergi ke Vastan (Gevas), dekat Van. Satu bulan ia tinggal di sana, lalu pergi dengan seorang taman, Molla Mehmet menuju Beyazid, sebuah kota kecil di kaki gunung Ararat, di sinilah ia belajar yang sebenarnya. Sebelumnya ia telah belajar buku-buku tata bahasa Arab mulai dasar sampai tingkat menengah, seperti buku Hall al-Muaqqad yang setara dengan Izhar al-Asrar yang diajarkan di madrasah-madrasah di Istanbul. Kala itu menunjukkan tahun 1891-1892. Said Nursi belajar di bawah asuhan Syekh Muhammad Celali selama tiga bulan di Beyazid. Walau demikian masa yang singkat itu menjadi dasar pemikiran selanjutnya, dan merasakan ketidakpuasannya terhadap pengajaran yang selama ini didapat, dan perlu adanya perubahan. Di Beyazid inilah ia mendapat diploma/ijazah dari Molla Celali, yang kemudian dikenal dengan Molla Said. Ia kemudian pergi ke Bitlis, berjumpa dan mendengarkan ceramah Syekh Mehmet Emin Efendi. Ia pergi ke Sirvan setelah itu, dan berjumpa dengan kakaknya, Molla Abdullah yang mengajar di madrasahnya. Ia agak lama tinggal bersama kakaknya, dan pergi ke Siirt bertemu dengan Molla Fethullah. Ia mengurungkan niatnya pergi ke Bagdad, dan kembali ke Bitlis. Banyak peristiwa yang dialaminya di Bitlis, antara lain ialah bagaimana ia menghadapi para penganut faham Wahabi dan Syi’ah dari Iran. Dari pengalaman di kota tersebut, menyebabkan reputasi Said menanjak, ia sudah mulai banyak pengikutnya, dan ia melanglang ke kota-kota yang lain. Ia pergi ke Tillo, desa yang berjarak beberapa mil dari Siirt. Ia menerima Konstitusi 1876 dan berpandangan bahwa negara harus konstitusional, maka ia sangat setuju diberlakukannya kembali Konstitusi yang diperjuangkan oleh Turki Muda, dan disetujui oleh Sultan Abdul Hamid tahun 1908. Desakan Turki Muda untuk menurunkan Sultan diawali dengan pemberontakan, yang menyebabkan Said ikut dijebloskan dalam penjara, yang akhirnya dibebaskan. Namun Sultan berhasil dilengserkan tahun 1909, dan digantikan oleh Sultan Mahmud Resyad. Nursi kembali ke negeri asalnya, di Anatolia Timur, dan ingin mendirikan universitas, Medresetuz Zahra. Ia berperan penting dalam Perang Dunia I menghadapi pasukan Rusia yang dibantu oleh tentara Armenia. Wilayah yang dipertahankannya akhirnya jatuh juga ke tangan Rusia, yang menyebabkan ditangkapnya ulama yang populer itu, dan
ditawan di kota Kologrif, dan dipindahkan ke Kosturma. Ia berhasil melarikan diri dari kam penjara, karena terjadi huru-hara di Rusia dengan munculnya revolusi Bolshevik tahun 1918. Ia dapat mencapai Istanbul dengan melalui beberapa negeri dan kota, seperti Pitersberg di Rusia, Berlin di Jerman, Wina dan Sofia. Dalam peperangan Nursi menerapkan moral dan akhlak Islam yang tinggi. Pasukan Usmani yang dipimpinnya tidak diperkenankan untuk membunuh anak-anak dan wanita Armenia, padahal mereka adalah bagian dari musuhnya. Dengan kalahnya Turki dalam perang tersebut, lewat gencatan senjata Mudros, 30 Oktober 1918, maka Sekutu seenaknya saja menerobos Istanbul tanpa perlawanan dari Kesultanan Usmani. Inggris menguasai Dardanelles, dan tempat-tempat strategis lain, Armenia bersiap-siap mendirikan negara di timur laut, dan Perancis mendapat sebagian wilayah Selatan dan Tenggara. Sementara itu di Anatolia berkembang gerakan yang dipelopori oleh para nasionalis yang berpusat di Ankara, dan membentuk Majelis Nasional Agung, 23 April 1920. Nursi yang berada di Istanbul mendukung barisan nasional yang sedang berjuang di Anatolia. Ia juga menjadi anggota Darul Hikmatil Islamiye, yang memiliki tiga komisi; fiqh, akhlak dan kalam, dan di sinilah pemikiran merevitalisasi Islam didiskusikan. Ia menjadi anggota dan pendiri organisasi Bulan Sabit Hijau, yang khusus untuk memberantas penyebaran minuman keras dan zat-zat berbahaya lainnya. Nursi menjadi anggota Himpunan Guru-guru Madrasah, berdiri 15 Pebruari 1919, yang bertujuan antara lain untuk meningkatkan martabat profesi keguruan dan berbakti pada bangsa dan peradaban Islam, mencetak ulama yang mendalami ilmu-ilmu Islam dan ilmu-ilmu modern yang sesuai dengan tuntutan zaman, menanamkan kebenaran agama, memperkuat persaudaraan, dan melindungi hak-hak guru. Nursi bertentangan dengan keompok yang ia berasal dari lingkungan tersebut. Seperti penentangannya terhadap pendirian Kurdistan yang merdeka atas dukungan Inggris, demi untuk persatuan agama dan bangsa. Ia pun pergi ke Ankara untuk mendukung para nasionalis yang sedang bersidang. Namun hatinya gundah, bahwa yang dilihatnya kurang sesuai dengan pemikirannya. Mulanya ia berharap, melalui kemerdekaan Turki atas tentara pendudukan, ia dapat menerapkan landasan Islam bagi negara, tetapi banyak yang menginginkan westernisasi dan mengesampingkan agama. Maka, ia pun berpisah, tidak dapat bekerja sama dengan Mustafa Kemal, walaupun ia ditawari jabatan di wilayah timur dengan berbagai fasilitas, seperti gaji yang besar dan tempat tinggal, namun tawaran tersebut ditolaknya, dan ia pun pergi menuju Van. Di kota Van inilah ia banyak bermunajat kepada Allah dengan khusyuk di berbagai tempat, ke puncak benteng, atau ke gunung Erek, sambil masih tetap membimbing para muridnya. Nursi masih tetap memberi pengarahan kepada umatnya yang datang kepadanya, termasuk kepada kepala suku yang mengharapkan ikut memberontak terhadap Mustafa Kemal. Nursi menasehati untuk tidak saling membunuh sesama warga negara, karena pasukan Mustafa adalah anak negeri sendiri pula, namun akhirnya pemberontakan terjadi pula di bawah pimpinan Syekh Said. Akibatnya, tentara Mustafa menangkap para pemberontak, ulama dan tak luput Nursi yang tidak ikut memberontak juga ditahan. Ia diasingkan ke Anatolia Barat, walau dalam pengasingan ia tetap memberi semangat dan memandang bahwa bencana semacam ini hanya sementara, dan menyuruh anak-anak tetap belajar. Sampailah Nursi ke Istanbul, dan tinggal berpindah-pindah, antara lain di Suleimaniye. Nursi dinyatakan tidak bersalah, tidak ada hubungannya dengan pemberontak, sehingga ia dipindahkan ke kota lain. Awalnya ia berlayar menuju Antalya, Izmir, dan di
pedalaman Burdur, yang masih terus diawasi oleh rezim Kemal. Dalam keadaan bagaimanapun ia tetap mengajarkan kebenaran, terutama dilaksanakan setelah salat asar. Republik Turki yang dulu Nursi ikut mendukungnya, mengarah ke sekuler, tidak mengindahkan agama. Hal tersebut diantisipasi Nursi lewat tulisan-tulisan yang menyebar di masyarakat, yang nantinya menjadi sebuah ajaran yang tertuang dalam Risalah Nur. Hampir seluruh hidup Nursi dijalani dalam satu penjara ke penjara yang lain, tuduhan ke dirinya dilontarkan sebagai orang yang menyebarkan ketidaktenteraman, mengganggu keamanan. Namun tuduhan-tuduhan itu tidak terbukti, ia dikeluarkan dari penjara, tapi dijerat lagi dengan tuduhan yang lain sehingga masuk penjara lagi. Murid-muridnya tidak juga dapat bebas, mereka ikut dipenjara, lembaran-lembaran Risalah Nur disita dari mereka. Partai pemerintah, Partai Rakyat Republik, yang didirikan oleh Mustafa tahun 1931 yang selalu menang dalam pemilihan umum, tidak jera-jeranya mengawasi kehidupan Nursi. Partai tersebut baru kalah dalam pemilihan tahun 1950 ketika dilawan oleh Partai Demokrat, di bawah pimpinan Adnan Menderes, yang didukung oleh para pengikut Nursi, dan ia sendiri bersimpati kepada partai tersebut. Dalam pemerintahan partai yang baru menang tersebut Risalah Nur dinyatakan tidak dilarang, dan boleh dicetak dan diterbitkan. Pemerintahan tersebut juga menentang berkembangnya faham komunis yang merajalela dalam masa pemerintahan Partai Rakyat Republik. Nursi dengan terang-terangan mendukung partai tersebut dalam pemilihan umum tahun 1957 dengan tujuan agar Partai Rakyat tidak berkuasa lagi. Di akhir-akhir umurnya, Nursi masih sempat mengunjungi kota-kota penting di negerinya, seperti Isparta, Barla, Istanbul, Ekishehir, Konya dan lain-lain. Nursi meninggal hari Rabu, 23 Maret 1960, dan dimakamkan di Derdah. Sepeninggal Nursi terjadi kudeta militer yang menahan Presiden Menderes beserta pejabat tingginya, 27 Mei 1960. Negara diperintah oleh Komite Pertahanan Nasional, yang berakibat murid-murid dan pengikut Nursi diburu pasukan keamanan lagi, Risalah Nur disita lagi. Pemerintah yang baru memindahkan makam Nursi ke tempat yang tidak diketahui. Nursi telah tiada, namun ajarannya masih tetap dipelajari oleh generasi berikutnya.
II Melihat tahun lahirnya Said Nursi tersebut menandakan bahwa Turki Usmani baru saja dipimpin oleh seorang Khalifah besar terakhir, yakni Sultan Abdul Hamid II (18761908). Konstitusi Turki Usmani juga baru ditandatangani oleh Sultan Abdul Hamid, Desember 1876. Dalam masa transisi kebesaran seorang Sultan terakhir Kesultanan Usmani dan masa kemerdekaan Turki sejak 1923 itulah Nursi hidup dan memainkan perannya yang penting dalam kehidupan masyarakat dan negaranya. Keadaan Kesultaan Usmani sudah sangat melemah dalam akhir abad ke-19. Untuk mengatasi hal tersebut masyarakat Usmani yang dipelopori oleh para tokohnya yang disambut baik oleh Sultan mengadakan pembaruanpembaruan di segala di bidang, terutama di bidang politik. Sultan Mahmud II (1808-1839) mulai mengadakan pembaruan di tahun 1826, yang bertujuan untuk memperbaiki keadaan dalam jangka waktu 80 tahun mendatang. Ia memperbarui bidang militer, dengan membubarkan pasukan khusus yang lama yang dulu berjasa memperluas wilayah Usmani, yakni Yeniseri, dan membangun pasukan khusus yang baru. Ia memperbarui bidang keuangan dan pendidikan. Didirikan sekolah pengobatan militer tahun 1827, di mana pengobatan modern diajarkan. Didirikan pula kantor pusat terjemah, untuk menterjemahkan ilmu pengetahuan dari Barat. Ekonomi Turki Usmani sudah meningkat signifikan mulai tahun 1820-an.
Pembaruan di Turki berlanjut dengan memasuki era Tanzimat setelah wafatnya Sultan Mahmud II tahun 1839. Era tersebut berjalan hingga tahun 1871. Tanzimat dimulai dengan adanya Piagam Gulhane atau Hatt-i Syarif Gulhane, yang berisi jaminan keamanan hidup, pengaturan pajak, sistem wajib militer dan persamaan hak di hadapan hukum. Dalam masa Tanzimat ini diperbarui kedudukan penganut agama Kristen, yang di masa Usmani klasik menduduki warga negara kelas dua. Mereka yang minoritas itu tersebar di seantero wilayah Usmani, disamakan kedudukannya dengan mayoritas penduduk Kesultanan itu yang Muslim. Sistem hukum juga diperbarui pada masa tersebut. Kecenderungan pembaruan yang mengiblat itu ke Barat mendapat kritik tajam dari kaum Muslimin yang menghendaki pembaruan masih bertumpu pada nilai-nilai Usmani. Krisis politik terjadi di Turki tahun 1873 hingga tahun 1878. Keadaan itu teratasi dengan ditandatanganinya Konstitusi 1876. Sultan Abdul Hamid II yang dilantik sebagai penguasa Usmani tanggal 1 September atau 31 Agustus 1876 itu mengesahkan Konstitusi pada 23 Desember tahun itu juga. Masa pemerintahannya termasuk masa-masa yang sulit bagi Usmani dikarenakan banyak penentangnya. Sultan dapat menghadapinya dengan seksama pada awalnya, namun iapun tak kuat lagi menghadapi tuntutan para lawannya. Dengan berdasar Konstitusi itu pula Sultan membubarkan parlemen tahun 1878 karena dinilai negara dalam keadaan darurat. Maka Konstitusi tidak berjalan, dan para penentangnya banyak yang dipenjarakan atau melarikan diri ke Eropa Barat, yang berpusat di Paris dan Jenewa. Mereka mendirikan organisasi al-Ittihad ve Terekki/ Union and Progress/ Persatuan dan Kemajuan, dan anggotanya ada juga di kalangan militer dan menyebar di kota-kota besar Usmani, dan yang paling berpengaruh ialah cabang Salonika dan Macedonia. Mereka juga mendirikan Vatan ve Hurriyet (Tanah Air dan Kemerdekaan) di Syria, dan bahu membahu dengan al-Ittihad ve Terekki. Mereka inilah yang disebut dengan kelompok Turki Muda yang ingin memberlakukan kembali Konstitusi. Mereka bersepakat untuk menjatuhkan Sultan dengan mengerahkan pasukan ke Istanbul, dan mengancam akan menggulingkannya bila tidak mau memberlakukan Konstitusi. Maka, Sultan pun memaklumkan berlakunya Konstitusi 1876 lagi pada 24 Juli 1908. Setahun kemudian Sultan diturunkan karena dianggap terlibat pemberontakan untuk menjatuhkan parlemen, dan diasingkan ke Salonika. Ia berjasa dalam ikut serta memperbarui negara. Ia memasukkan barang-barang yang berguna bagi negara dan rakyatnya, termasuk peralatan perang dari negara Barat. Ia memasang jaringan telegrap ke seluruh negeri, yang berjumlah lebih dari 30.000 saluran. Ia bangun jalan kereta api hingga ke Hijaz, Arabia, jalan-jalan, saluran irigasi, jembatan, pelabuhan dan perbankan. Ia dirikan universitas-universitas untuk mengembangkan sains dan teknologi, menerbitkan jurnal, dan buku-buku dengan sensor yang ketat. Kelompok Turki Muda memegang peranan yang penting setelah tidak berkuasanya Sultan Abdul Hamid II. Ia diganti oleh Sultan Mahmud Resyad. Al-Ittihad ve Terekki menang dalam pemilihan umum tahun 1912. Kepemimpinan Turki Muda yang didominasi militer pimpinan Talat, Cemal dan Enver, menjerumuskanTurki ke kancah Perang Dunia I (19141918). Turki berpihak ke Jerman melawan tentara Sekutu yang beranggotakan Inggris, Prancis dan Rusia. Jerman dan Turki kalah dalam perang tersebut, yang akibatnya tiga pimpinan militer tadi mundur dari panggung perpolitikan dan melarikan diri ke Jerman. Mustafa Kemal Pasha ganti mengendalikan situasi di Turki. Ia ditempatkan di Samsun, dan menolak untuk kembali ke Istanbul. Ia bersama Kazim Karabekir, Ali Fuad Pasha, dan Husein Rauf, memperjuangkan kemerdekaan. Diselenggarakan Kongres di Erzurum yang dihadiri oleh delegasi propinsi-propinsi wilayah Timur, 23 Juli – 19 Agustus 1919, yang hasilnya antara lain menuntut kemerdekaan dan terciptanya persatuan rakyat
Turki. Hasil Kongres tersebut dikuatkan dalam Kongres di Sivas, 4 September 1919, yang dihadiri oleh perwakilan-perwakilan dari seluruh wilayah Kesultanan Turki Usmani. Resolusi yang dihasilkan Kongres tersebut diajukan ke Parlemen di Istanbul, 28 Januari 1920, dan disahkan bulan Pebruari. Sekutu mengawasi Istanbul secara ketat. Tanggal 16 Maret 1920 pasukan Inggris menangkap 150 kaum nasionalis, dan beberapa anggota parlemen, yang didiamkan oleh Sultan. Parlemen bersidang 18 Maret, dan memprotes aksi yang dilakukan Inggris tersebut. Sementara itu Mustafa Kamal mengadakan pemungutan suara untuk membentuk majelis darurat yang akan bersidang di Ankara. Tanggal 11 April 1920 Sultan membubarkan parlemen dan Syekhul Islam memberi fatwa bahwa para nasionalis tersebut adalah pemberontak yang wajib dibunuh atas perintah Khalifah, maka laskar Khalifah dibentuk untuk melawan kaum nasionalis tersebut. Majelis Agung bersidang di Ankara, 23 April 1920, yang berpegang pada fatwa mufti Ankara dan 152 mufti seluruh Anatolia, yang menetapkan Mustafa Kemal sebagai Presiden Majelis Agung Nasional, yang memiliki kekuasaan legislatif dan ekskutif dengan sebuah Dewan yang beranggota 11 menteri. Mustafa masih menyatakan setia pada Khalifah, namun perlawanan terhadap kaum nasionalis tetap berlanjut. Khalifah mengadakan perjanjian dengan Sekutu di Serves, Paris, 20 Agustus 1920, yang membatasi kedaulatanTurki. Rakyat sangat menentang pemerintahan Sultan yang dianggap sebagai boneka Sekutu. Mustafa memperkuat dirinya lewat Majelis Agung Nasional, yang memberi mandat untuk membuat kebijakan politik luar negeri atas nama Turki. Konstitusi yang disetujui 20 Januari 1921 menetapkan bahwa Majelis Agung Nasional adalah satu-satunya wakil rakyat yang sah, pemegang kekuasaan legislatif dan ekskutif. Mustafa mengadakan perjanjian dengan Italia agar negara tersebut meninggalkan Anatolia, 13 Maret 1921. Ia juga mengadakan perjanjian dengan Rusia tentang perbatasan dan kerjasama militer, 16 Maret 1921, dan dengan Perancis tentang perbatasan antara Turki dan Syria, 20 Oktober 1920. Yunani dapat diusir ke Laut Mediteranian, 11 September 1922, dan Samyra direbut kembali dalam pertempuran dua minggu sejak akhir Agustus 1922. Kemenangan demi kemenangan yang diraih kaum nasionalis itu, mendorong Sekutu untuk berunding dengan mereka. Perjanjian Lausanne diadakan unuk merundingkan perdamaian menyeluruh, yang merupakan kemenangan kaum nasionalis Turki atas Eropa. Mustafa melempangkan jalan untuk menjadikan Turki modern, dan yang pertama kali dilakukan ialah menghapuskan kesultanan, 1 Nopember 1922. Dengan demikian maka Sultan Usmani sudah tidak berkuasa lagi. Sedangkan gelar Khalifah masih dipertahankan, dan yang diangkat sebagai Khalifah ialah Abdul Majid. Selanjutnya Mustafa melangkah untuk mengamandemen Konsitusi, yang berhasil mengubah bentuk pemerintahan Turki sebagai Republik, 23 Oktober 1923, sedangkan kemerdekaannya diproklamasikan 29 Oktober. Tinggal satu lagi masalah yang ingin diselesaikan Mustafa, yakni kekhalifahan, dan akhirnya hal tersebut terlaksana dengan dihapuskannya, 3 Maret 1924. Abdul Majid sebagai Khalifah Usmani harus angkat kaki dari negara Republik Turki. Mustafa Kemal digelari Attaturk, bapak Turki, melaju dengan ide-ide sekuler. Ia menghilangkan tradisi-tradisi yang telah berjalan lama di masyarakat Turki. Tarekat dilarang, 1925, hukum syari’ah dihapus, 1926, tulisan Arab diganti dengan tulisan Latin, 1926, Islam dihapus dari Konstitusi, 1928, azan dan khutah diubah dengan bahasa Turki, 1932, penanggalan hijriyah diganti dengan sistem gregorian, hari libur Jum’at diganti dengan Minggu, pemakaian torbus dilarang, dan diganti dengan topi ala Barat, serta sebagai puncaknya, sekularisme dicantumkan dalam Konstitusi tahun 1937. Mustafa yang telah meletakkan Turki modern wafat setahun kemudian.
Zaman bergerak terus, paska pemerintahan Mustafa Turki masih terasa kehidupan dalam masyarakat berubah sebagai negara sekuler. Namun perlahan-lahan masyarakat menginginkan kembali ke tradisi lama yang telah berkembang ratusan tahun bagi masyarakat Turki. Militer menjaga sekularisme sebagaimana yang tercantum dalam Konstitusi. Sistem satu partai masih bertahan beberapa tahun sepeninggal Mustafa. Hingga tahun 1945 tetap saja Turki dalam keadaan memprihatinkan, tidak beradab dan suka begitu saja meniru, maka mereka menjadi mangsa keraguan dan kecurigaan bangsa asing. Tahun 1950 ditandai dengan masa transisi ke sistem demokrasi, dan tahun 1950-1960 merupakan masa kekacauan demokrasi. Dalam masa yang silih bergantinya zaman itulah Molla Bediuzzaman Said Nursi berperan menerangi masyarakat dan negaranya. III Said Nursi memiliki pandangan jauh ke depan dalam hal pendidikan. Hal tersebut terbesit dalam benak Nursi setelah melihat keadaan Turki Usmani yang sedang dalam keadaan merosot tajam, dari segi politik, ekonomi, pendidikan dan moral bangsa. Terjadi kemunduran pendidikan di madrasah-madrasah yang mempelajari ilmu agama. Kurikulum madrasah tidak pernah diubah sejak abad ke-15, bangunan-bangunan madrasah sudah sangat menyedihkan. Di samping itu muncul pendidikan yang menganut sistem Barat, yang disebut mekteb. Untuk memperbaiki keadaan seperti itu maka ia mencetuskan gagasannya lewat pendidikan, dengan mendirikan sekolah yang disebut “Madrasah al-Zahra”/”Medresetuz Zehra”. Pendidikan tinggi yang ia cita-citakan diperlukan khususnya di wilayah timur Anatolia. Ia mengeluarkan peta yang ditunjukkan kepada Hasan Fethi Basoglu di Istanbul dan menerangkan perlunya universitas didirikan di propins-propinsi sebelah timur. Di bulan Mei 1908 Nursi mengusulkan gagasannya tentang pembaruan pendidikan ke istana Sultan di Istanbul. Gagasannya itu dicetak dalam Syark ve Kurdistan Gezetesi (Surat Kabar Kurdistan dan Timur), 19 Nopember 1908. Teks ide Nursi itu antara lain sebagai berikut: “Dalam rangka menyelaraskan dengan perkembangan saudara-saudara kami di dunia yang beradab dan zaman yang maju serta penuh kompetisi ini, maka diperintahkanlah pendirian dan pembangunan sekolahsekolah di kota-kota dan desa-desa Kurdistan-hal ini disambut dengan rasa syukur. Tetapi hanya anak-anak yang bisa berbahasa Turki saja yang dapat memetik keuntungan dari sekolah-sekolah itu. Karena anak-anak Kurdi yang belum mengerti bahasa Turki menganggap satu-satunya sumber menimba pengetahuan adalah madrasahmadrasah, dan para guru di mekteb-mekteb (sekolah-sekolah sekuler yang baru) tidak menguasai bahasa daerah, maka anak-anak itu tetap tidak mendapatkan pendidikan. Perilaku tidak beradab serta ketidakteraturan mereka karena kurangnya pendidikan itu membuat bangsa Barat bergembira melihat kemalangan kita. Terlebih lagi, karena orang-orang itu tetap dalam keadaan primitif, tidak beradab dan suka begitu saja meniru, maka mereka menjadi mangsa keraguan dan kecurigaan. Seakan-akan, ketiga hal ini sedang mempersiapkan pukulan telak kepada bangsa Kurdi di masa yang akan datang. Hal ini menjadi sumber kecemasan bagi mereka yang berwawasan.” “Untuk menanggulanginya: harus dibangun tiga lembaga pendidikan di tiga tempat di Kurdistan untuk dijadikan contoh yang harus ditiru, dan juga sebagai penyemangat serta perangsang. Satu di Beitussebab, yang berada di tengah-tengah suku-suku Ertusi; satu lagi di tengah-tengah suku Muktan, Belkan, dan Sasun; satu di Van sendiri, yang berada di tengah-tengah suku Haydar dan Sipkan. Sekolah-sekolah ini harus diperkenalkan dengan istilah yang sudah akrab, yaitu madrasah, dan harus mengajarkan ilmu-ilmu agama sekaligus ilmu-ilmu modern. Masing-masing sekolah harus memiliki paling sedikit 50 murid, dan sarana pendukungnya harus disediakan oleh pemerintah yang mulia. Dan juga, revitalisasi sejumlah madrasah lain akan menjadi cara yang efektif untuk menyelamatkan masa depan Kurdistan-baik secara material, moral, maupun spiritual. Dengan begitu, akan terbangun landasan pendidikan, dan dengan menyerahkan pembaruan kekuatan besar yang sedang diguncang konflik ini kepada pemerintah, maka dari luar akan terlihat bahwa kekuatan ini telah berkembang. Hal ini juga akan menunjukkan bahwa mereka (bangsa Kurdi) benar-benar layak mendapatkan keadilan dan mampu dijadikan bangsa beradab, selain juga mampu menunjukkan kecakapan alami mereka.”
Gagasan pembaruan pendidikan tersebut mendapat tantangan yang berat setelah turunnya Sultan Abdul Hamid II, 1909. Ide-ide serupa pernah muncul sebelumnya, namun belum sampai terealisir, seperti pemikiran Ali Suawi dan Hoca Muhyiddin. Ide Nursi mirip dengan gagasan Hoca Muhyiddin, tentang pengenalan ilmu-ilmu modern ke dalam madrasah,
tentang kurikulum yang sudah usang, dan pemberian status yang sama antara madrasah yang telah diperbarui dan sekolah sejenis yang sekuler. Ide-ide Nursi memang berbeda, karena mengacu pada keadaan dan masalah-masalah yang dihadapi secara khusus di wilayah timur. Ide-ide Said Nursi tentang pendidikan terfokus pada penyatuan tiga cabang utama sistem pendidikan – madrasah atau sekolah agama tradisional, mekteb atau sekolah sekuler baru, dan tekke atau lembaga-lembaga sufi – serta disiplin ilmu yang mereka wakili. Ia berpendapat bahwa agama mewakili hati dan nurani, dan ilmu pengetahuan mewakili akal budi. Kedua-duanya sangat penting untuk mencapai kemajuan yang sejati. Ia mencita-citakan terwujudnya Madrasah al-Zahra yang menyatukan tiga tradisi pendidikan itu. Mekteb, melambangkan akal budi paling unggul, madrasah sebagai lambang paling baik bagi hati, dan zawiye melambangkan nurani yang paling suci. Restrukturisasi pendidikan madrasah secara menyeluruh juga diusulkan oleh Nursi. Pembaruan pendidikan para khatib yang membimbing masyarakat secara umum juga direkomendasikan untuk dilaksanakan oleh Nursi. Walaupun ide Nursi tersebut adalah untuk memperbaiki keadaan di wilayah timur Turki, namun prinsip-prinsip umum pembaruan itu dapat diterapkan di semua madrasah. Dalam madrasah tersebut harus diajarkan tiga bahasa, yakni bahasa Arab yang sifatnya wajib, bahasa Turki yang perlu sifatnya, dan bahasa Kurdi bersifat boleh. Sebagai pengajar di madrasah tersebut adalah mereka yang dipercaya oleh suku Kurdi dan bangsa Turki. Nursi menggabungkan pengajaran ilmu-ilmu keagamaan dan ilmu-ilmu modern. Madrasah al-Zahra yang ia tawarkan akan memiliki banyak keuntungan. Antara lain adalah menjamin masa depan para ulama di wilayah timur, dan menjadi langkah maju menuju penyatuan dan pembaruan secara umum. Ia akan mengentaskan Islam dari fanatisme, takhayul, dan keyakinan-keyakinan yang tidak benar yang berkerak pada bagian-bagian Islam itu berabadabad lamanya. Sistem dalam Madrasah al-Zahra itu juga akan mengenalkan pengetahuan modern ke madrasah-madrasah yang akan menghilangkan kecurigaan para ulama terhadap ilmu modern. Ia juga menginginkan perubahan madrasah dari lembaga yang mempelajari satu keahlian ke lembaga yang multi keahlian, dan menerapkan prinsip pembagian tugas. Kegagalan menerapkan hal tersebut berabad-abad lamanya menyebabkan terjadinya kedhaliman, dan pemaksaan pendidikan hanya di madrasah serta pengajaran dilakukan oleh orang-orang yang tidak memiliki kompetensi. Inilah yang menyebabkan hancurnya madrasah. Ide pendidikan Nursi yang lain ialah bahwa pendapat umum harus dipertimbangkan di kalangan ulama dan siswa. Kedhaliman akademik merupakan bibit terjadinya kedhaliman politik, yang memberi jalan berlakunya peniruan tanpa pikir panjang dan menghalangi pencarian kebenaran. Konstutalisme di kalangan para ulama harus dibangun untuk memperjuangkan dan menjaga kemajuan di negeri ulama ini. Gagasan yang didiskusikan di antara siswa dari berbagai disiplin juga harus didengar, karena hal tersebut akan mendorong terwujudnya kemajuan. Suara atau pendapat masyarakat, demikian pula pendapat para ulama harus dijadikan fatwa, dan pendapat para siswa harus dijadikan pelajaran. Lantaran ide-idenya itu Nursi dianggap seorang yang gila yang harus diasingkan ke rumah sakit jiwa. Berapa lama ia berdiam di rumah sakit tersebut tidak diketahui dengan pasti, namun akhirnya dikeluarkan karena laporan seorang dokter. Kepada dokter itu Nursi menerangkan bahwa tujuannya adalah untuk memperkuat dan memajukan Kesultanan Usmani melalui perkembangan akademik, material dan kultural. Apa yang dilakukan dengan perdebatan di antara ulama ialah untuk memberikan contoh praktis sebagai solusi kemandekan madrasah. Ia menganjurkan pada para siswa agar berpantisipasi aktif dalam belajar. Keterbelakangan madrasah ialah karena madrasah lebih mementingkan ilmu instrumental, seperti tata bahasa, sintaksis dan logika dari pada ilmu suci, seperti tafsir, hadis dan teologi. Ia juga mementingkan perlunya spesialisasi, dengan memilih satu ilmu
pengatahuan saja sebagai dasar, dan hanya mempelajari subyek-subyek yang lain yang relevan untuk melengkapi subyek yang utama. Sebab utama kemunduran peradaban Islam adalah karena adanya penyimpangan di antara sistem pendidikan. Orang-orang dari madrasah menuduh yang dari mekteb lemah imannya. Sementara yang dari mekteb mengatakan bahwa keluaran madrasah sebagai orang yang dungu dan tidak memiliki ilmu modern. Para alumni madrasaj juga menganggap bahwa para pengikut tekke adalah ahli bid’ah. Rintangan yang ada pada mereka yang saling tuduh itu harus dihapuskan. Caranya, ilmu modern harus diajarkan di madrasah, dan ilmu agama harus diajarkan sepenuhnya di sekolah-sekolah sekuler, serta tekke harus juga diikuti oleh para sarjana dari madrasah dan para ulama yang pandai. Dari laporan dokter itu Nursi dikeluarkan dari rumah sakit dan dipulangkan ke wilayah timur. Ia ingin diberikan gaji dan hadiah yang besar dari Kesultanan, namun ia menolaknya. Ia datang ke Istanbul bukan untuk mencari gaji, tetapi untuk kepentingan bangsa. Ia tidak peduli akan resiko penolakan itu, walau akan dibuang di laut sekalipun. Ia berbakti kepada bangsa dengan cara memberi nasehat dan memperingatkan dengan memberikan pengaruh yang baik, tanpa mengharapkan imbalan apapun. Nursi masih berada di Istanbul sehingga ia bebas dari penjara militer, Mei 1909. Ia berencana membangun madrasah di wilayah timur, Van Propinsi Bitlis. Said Nursi datang lagi ke Istanbul setelah mengadakan perjalanan ke Damaskus. Ia menuju Bairut, dengan menaiki kapal ia ke Izmir kemudian Istanbul. Ia ingin mengusahakan sekali lagi untuk merealisasikan idenya tentang pendirian Madrasah al-Zahra. Sultan Mehmet Resad mengadakan perjalanan ke Rumelia pada 5 Juni 1911. Perjalanan tersebut diikuti oleh banyak rombongan, termasuk 2 pangeran, perdana menteri, Hakki Pasya dan sejumlah pejabat tinggi. Ini merupakan perjalanan terakhir seorang Sultan Usmani ke wilayah Eropa yang sedang bergolak dengan rombongan yang besar. Nursi diikutsertakan dalam perjalanan itu sebagai wakil dari wilayah timur Kekhalifahan/Kesultanan Turki Usmani. Perjalanan laut ditempuh untuk mencapai Salonika, lantas diteruskan dengan naik kereta api menuju ke Skopje. Nursi duduk di samping guru mekteb/sekolah baru dan berdiskusi antara keduanya tentang pendidikan. Tanggal 16 Juni 1911 tibalah rombongan Sultan di Kosovo dari Pristina. Sultan dan rombongan juga membicarakan didirikannya universitas di Kosovo untuk meredam kemarahan warga Albania yang berdiam di kota itu. Dalam kesempatan tersebut Nursi mengemukakan pentingnya pendirian universitas di wilayah timur yang sangat membutuhkan, dan wilayah tersebut terletak di pusat dunia Islam. Sultan Mehmet Resad dapat menerima usulan Nursi dan berjanji untuk membuka universitas di wilayah timur tersebut. Nursi mengusulkan dana sebesar 19.000 lira emas untuk membangun universitas di wilayah timur. Permohonannya dikabulkan, dan ia diberi 1.000 lira sebagai uang muka. Ia ingin membangun Medrese al-Zahra itu di desa Coravanis, akan tetapi tidak diberi ijin oleh Gubernur Van, Tahsin Pasya. Ia memilih tempat di tepi Danau Van di Edremit, sebelah selatan Van, dan ia meletakkan batu pertama untuk fondasi Medresetuz Zehra. Namun, universitas yang dicita-citakan tersebut tidak pernah terwujud, lantaran pecah Perang Dunia I. Dalam perang tersebut Turki mendukung Jerman, Hungaria dan Austria. Walau pendirian universitas tidak dapat terlaksana, akan tetapi pengajaran tetap dilaksanakan oleh Nursi. Ia kemudian diberi Horhor Medrese (Madrasah Horhor) di kaki sebuah benteng di Van, milik Kementerian Yayasan dan Wakaf (evkaf). Madrasah Horhor menjadi terkenal, dan muridnya banyak, mencapai duaratusan siswa. Madrasah Horhor sangat luas, memiliki menara dan kolam renang. Horhor sendiri merupakan sebuah nama yang diambil dari suara yang muncul di musim semi di sekitar daerah tersebut. Ia mengajarkan nilai-nilai yang penting tentang kesederhanaan dan kemandirian. Di musim panas mereka pergi menuju Gunung Basid, tenggara Van, belajar di sana selama satu atau dua bulan yang berada di antara puncak-puncak gunung dengan pemandangan yang indah.
Silabus madrasah Horhor terlihat, antara lain komentar dan uraian Nursi tentang logika berjudul Burhan-i Gelen bevi. Ia juga mengarang kitab logika yang lain dengan judul Qizil Ijaz ala Sullam. Ia juga menulis tafsir al-Qur’an dengan judul Isara-ul I’caz (Keajaiban alQur’an). Metode tafsir al-Qur’an harus ditulis di masa modern ini. Tafsir al-Qur’an harus ditulis mengikuti langkah-langkah besar penemuan ilmu dan sains. Kejadian-kejadian tersebut kemungkinan besar berada pada tahun 1912-1913. Peletakan batu pertama Madrasah al-Zahra telah dilaksanakan dengan jamuan makan dan upacara disertai sambutan-sambutan, yang salah satunya adalah dari teman lama Nursi, Tahir Pasya. Pengganti Tahir, yakni Tahsin Pasya mengambil alih masalah pembanguan Madrasah tersebut pada bulan Juni dan Juli 1913. Ia mengirim sejumlah telegraf ke kantor Perdana Menteri dan Kementerian Dalam Negeri untuk membayar dana yang dijanjikan. Gubernur menulis surat ke Perdana Menteri pada 17 Juni 1913, mengatakan bahwa semua ulama, tokoh masyarakat dan pemimpin suku di daerah timur Usmani memohon agar uang yang cukup segera dibayarkan dari anggaran Kesultanan. Dana tersebut akan digunakan untuk meneruskan pembangunan Madrasah yang telah memiliki 80 mahasiswa yang telah dimulai pengerjaan fondasinya di Van. Dana dari pemerintah itu baru sedikit yang dapat dicairkan karena kesulitan keuangan pemerintah. Diharapkan pula agar biaya penyelenggaraan pendidikan didanai oleh kas negara. Gubernur itu juga menulis bahwa universitas itu akan menjamin keberadaan Islam dan kekuasaan Usmani di wilayah tersebut, di tengah-tengah semakin meningkatnya propaganda Syi’ah dan ketertinggalan kaum Kurdi. Jawaban positif diterima dari Kantor Perdana Menteri dan Kementerian Dalam Negeri, yang akhirnya datanglah telegraf dari Kementerian Yayasan dan Wakaf, tanggal 2 Agustus 1913, yang memberitahukan kepada Gubernur bahwa Kementerian tidak memiliki dana untuk membiayai universitas tersebut. Perang Dunia I memorakporandakan madrasah Horhor, Nursi dan para muridnya ikut berperang mempertahankan negara Usmani. Nursi segera mendaftar sebagai sukarelawan untuk petugas keagamaan/mufti bersama Molla Habib. Mereka ditempatkan di Divisi Van dan dikirim ke Erzurum. Ditandatangani kesepakatan antara Jerman dan Turki pada 2 Agustus 1914, maka Turki bergabung dengan Hongaria, Austria dan Jerman melawan Sekutu, yakni Inggris, Prancis dan Rusia. Pertempuran pertama terjadi pada 21-22 September antara pasukan Usmani dan Rusia. Pada 29 Oktober 1914 perang kecil-kecil mulai, dan pada 14 Nopember Usmani menyatakan perang jihad. Awal Maret 1915 pasukan Rusia mulai maju ke selatan dengan keinginan menguasai Van, yang akhirnya Van jatuh ke tangan musuh pada 17 Mei 1915. Serangan besar-besaran terjadi pada 10 Januari 1916, pasukan Usmani kalah besar jumlah pasukannya, akhirnya musuh dapat merebut Erzurum pada 16 Pebruari 1916. Bitlis pun jatuh ke tangan Rusia pada 3 Maret 1916. Dalam peperangan tersebut Nursi menunjukkan keberaniannya, walau akhirnya tertangkap oleh pasukan Rusia , dan ditawan di Propinsi Kosturma, Rusia barat daya. Dalam musim gugur 1918 ada kesempatan untuk melarikan diri bagi Nursi karena kekacauan, dengan pecahnya revolusi Bolshevik. Bulan Juni 1918 ia sudah tiba di Istanbul dengan naik kereta api, setelah melewati Wina dan Sofia. Apa yang diperjuangkan oleh Bediuzzaman Said Nursi di awal abad yang lalu masih relevan dengan situasi kita di Indonesia sekarang ini. Awal abad keduapuluh satu ini telah terjadi perubahan besar dalam sistem pendidikan tinggi agama Islam. Dalam dekade pertama abad ini berubahlah enam IAIN (Institut Agama Islam Negeri) menjadi UIN (Universitas Islam Negeri). yakni UIN Syarif Qasim Pekanbaru, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, dan UIN Alauddin Makassar. Sedangkan dalam dekade kedua ini telah berubah pula dua lembaga pendidikan tinggi tersebut, yakni UIN Arraniri Banda Aceh, dan UIN Sunan Ampel Surabaya. Artinya bahwa pengajaran ilmu pengetahuan umum atau modern telah disandingkan dengan ilmu pengatahun agama, dengan model pendekatan masing-masing. Hal
tersebut telah lama terjadi pula di Turki, seperti terlihat di Universitas Istanbul, Universitas Fatih, Universitas Marmara dan lain-lain. Sistem pendidikan gagasan Said Nursi tersebut membawa kemajuan negara yang terletak di bagian barat Asia dan tenggara Eropa yang dipisahkan dengan selat Bosphorus itu.
Daftar Bacaan: Mango, Andrew, The Turks Today, London: John Murray, 2004. Merdin, Serif, Religion and Social Change in Modern Turkey, New York: State University of New York Press, 1989. Mufrodi, Ali, Pengamatan di Istanbul Turki, Desember 2013. Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1986. Toprak, Binnaz, Islam dan Perkembangan Politik di Turki, Yogyakarta: P.T.Tiara Wacana, 1999. Turner, Colin dan Hasan Horkuc, Said Nursi, London: I.B.Tauris, 2009. Vahide, Sukran, Biografi Intelektual Bediuzzaman Said Nursi, Jakarta: Anatolia Predana Grup, 2007. ------------, The Autor of the Risale-i Nur Bediuzzaman Said Nursi, Istanbul: Sozler Nesriyat Ticaret ve Sanayi A.S., 2000. ------------, Islam in Modern Turkey, New York: State University of New York Press, 2005. Zurcher, Erik J., Turkey A Modern History, London: I.B.Tauris, 2009.
Surabaya, 27 Pebruari 2014.
Prof.Dr.Ali Mufrodi, MA.