Pemetaan Cekungan Airtanah Pekanbaru Menggunakan Data VES (Vertical Electrical Sounding), Provinsi Riau, Indonesia Pekanbaru Groundwater Basin Mapping Using VES (Vertical Electrical Sounding) Data, Riau Province, Indonesia M. Kurniawan Alfadli1, Undang Mardiana1, M. Sapari Dwi Hadian1, Febriwan Mohammad1, Nanda Natasia1, M. Imaduddin1 1
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung – Sumedang Km. 21, Jatinangor, 45363
email :
[email protected]
ABSTRAK Cekungan Airtanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung. Cekungan airtanah pekanbaru berada pada provinsi riau dan berbatasan dengan bagian selatan dari provinsi medan. CAT ini terdiri dari beberapa formasi antara lain : Aluvium tua, Formasi Kerumutan, Formasi Minas, Formasi Totolan, Formasi Telisa. Pengukuran geolistrik dilakukan untuk mengetahui batas dan pesebaran nilai resistivitas. Dari hasil tersebut dapat diperkirakan batas CAT dan zona akifer dan non-akifer. Berdasarkan data regional, CAT pekanbaru mayoritas didominasi oleh akuifer produktif kemenerusan sedang. Hasil geolistrik menunjukkan bahwa CAT pekanbaru didominasi oleh nilai resistivitas rendah yang diinterpretasi sebagai akifer I yang didominasi oleh litologi lempungpasiran atau pasir lempungan, di beberapa area terdapat nilai resistivitas menengah yang diinterpretasi sebagai akifer II dengan litologi pasiran dan sangat sedikit area yang memiliki resistivitas tinggi yang diidentifikasi sebagai soil kering pada permukaan dan batuan masif pada daerah yang dalam. Dari hasil interpretasi diperoleh bahwa tidak semua area pada batas CAT ini merupakan akuifer, namun memang dominasinya adalah akifer. Kata kunci : Cekungan Airtanah, VES, Resistivitas, Pekanbaru ABSTRACT Groundwater Basin is an area that limited by hydrogeological parameters, a place with all hydrogeological phenomena such as : augmentation process, flow, and groundwater discharge. Pekanbaru Groundwater Basin located in Riau province and borders with southern part of the Medan Province. CAT consists of several formations including: Old Alluvium, Kerumutan Formation, Minas Formation, Totolan Formation, Telisa Formation. Electrical measurement is performed to determine the limits and resistivity distribution values. It can be estimated that CAT and aquifer and non-aquifer zone. Based on regional , CAT pekanbaru majority dominated by productive aquifer with medium continuity. Resistivity prospecting results shows that CAT pekanbaru dominated by the low resistivity interpreted as aquifer I that interpretated as calyed sand or sandy clay lithology, medium resistivity being interpreted as an aquifer II with lithology sandy and high resistivity identified as dry soil on the surface and on a massive rock in the area. Interpretation of the results showed that all areas of the CAT divided into aquifer and non-aquifer, but its dominance is aquifer. Keywords : Groundwater Basin, VES, Resistivity, Pekanbaru
PENDAHULUAN (INTRODUCTION) Secara alami, ketersediaan air tawar pada dasarnya tergantung potensi air tanah pada cekungan air tanah. Pada musim penghujan, air permukaan sebagai salah satu komponen air tawar dipasok dari air hujan dan air tanah. Sedangkan pada musim kemarau, air permukaan sebagian besar dipasok dari air tanah bahkan pada kondisi tertentu seluruh air permukaan tersebut dipasok hanya dari air tanah. Dengan demikian, untuk memenuhi kebutuhan air di musim kemarau sangat ditentukan oleh ketersediaan air tanah. Air tanah dapat terbentuk dalam jangka waktu bulanan hingga ribuan tahun, tergantung curah hujan dan kondisi geologi setempat dangan proses pembentukan yang sedemikian rumit dan keberadaannya yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran dan pelepasan air tanah berlangsung serta memiliki satu kesatuan sistem akifer menyebabkan ketersediaan air tanah di alam terbatas,sehingga air tanah merupakan salah satu sumberdaya air yang sangat penting dan strategis. Agar sumberdaya air tanah dapat didayagunakan secara berkelanjutan dan dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat maka sumber air wajib dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial,
lingkungan hidup dan ekonomi secara selaras dan diarahkan untuk mewujudkan sinergi dan keterpaduan yang harmonis antar wilayah, antar sektor dan antar generasi. Mengingat sedemikain pentingnya keberadaan air tanah dalam suatu cekungan air tanah, pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 2011 menetapkan keberadaan cekungancekungan air tanah di seluruh Indonesia baik cekungan air tanah dalam kabupaten/kota, cekungan air tanah lintas kabupaten/kota, cekungan air tanah lintas provinsi maupun Cekungan air tanah lintas negara Pengelolaan air tanah perlu diarahkan tidak semata-mata pada aspek pemanfaatan, tetapi mencakup semua bidang meliputi konservasi, pendayagunaan dan pengendalian daya rusak air tanah dalam satu sistem pengelolaan secara utuh yang mencakup semua proses perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi. LOKASI PENELITIAN (STUDY AREA), Cekungan Air Tanah Pekanbaru berdasarkan Kepres No 26 Tahun 2011 terletak pada 99o48’19.14” BT 102o32’03.58” BT dan -0o43’48.13” LS – 02o43’18.81” LS dengan luas cekungan 21.799 Km2, 82% luas CAT Pekanbaru berada di wilayah Provinsi Riau dan sisanya berada di wilayah Provinsi Sumatera Utara.
Gambar 1. Cekungan Air Tanah Pekanbaru
Berdasarkan data geologi, diketahui bahwa pada daerah cekungan airtanah pekanbaru didominasi oleh batuan berumur kuarter, formasi yang terdapat pada cekungan ini antara lain : 1. Formasi Kelumutan (Qpke) 2. Formasi Aluvium tua(Qp) 3. Formasi Aluvium Muda(Qh) 4. Formasi Anggota Atas(Qtpu) Batuan pada wilayah cekungan airtanah pekanbaru ini merupakan endapan plaser tua yang terlihat dari sebaran aluvium tua yang dominan berada disekitar area sungai yang ada dengan kondisi stadium dewasa.
Berdasarkan analisa geomorfologi, wilayah Cekungan Airtanah Tanah Pekanbaru termasuk kedalam 3 satuan geomorfologi : 1. Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial Pantai 2. Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial Sungai 3. Satuan Geomorfologi Dataran Tinggi
Gambar 3. Geologi Daerah Cekungan Air Tanah Pekanbaru
Gambar 2. Analisis Geomorfologi Cekungan Airtanah Pekanbaru
Berdasarkan peta hidrogeologi skala 1:250000 yaitu peta hidrogeologi lembar Lubuksikaping (lembar Peta no 0716), peta hidrogeologi lembar Padang Sidempuan dan Sibolga (Lembar No.0717), Peta Hidrogeologi Lembar Pematangsiantar (Lembar Peta No. 0718), peta hidrogeologi lembar solok (lembar Peta no 0815), peta hidrogeologi lembar Pekanbaru (lembar Peta no 0816), peta hidrogeologi
lembar Dumai (lembar Peta no 0818), peta hidrogeologi lembar Rengat (lembar Peta no 0915), peta hidrogeologi lembar Siak Sriindrapura (lembar Peta no 0916), peta hidrogeologi lembar Bengkalis (lembar Peta no 0917) dan peta hidrogeologi lembar Dabo (lembar Peta no 1015) Secara umum daerah Cekungan Air Tanah Pekanbaru tersusun oleh akifer : Akuifer dengan keterusan sedang, muka airtanah umumnya dalam, debit sumur beragam. Akuifer dengan keterusan sedang, debit beragam, muka airtanah umumnya dalam. Daerah air tanah langka. Akuifer dengan keterusan rendah, setempat ada daerah yang serasi, airtanah dapat diperoleh dengan debit kecil. ;dan Daerah tubuh air dengan produktivitas akuifer yang kecil.
langsung (indirect method) dengan menggunakan metode geolistrik resistivity dengan susunan elektroda menggunakan aturan Schlumberger. Pada metoda Schlumberger, kedalaman lapisan yang teridentifikasi ditentukan oleh jarak elektroda arus, sehingga untuk mendapatkan nilai tahanan jenis pada kedalaman yang bervariasi maka pengukuran dilakukan pada jarak AB yang bervariasi dengan memperbesar interval elektroda arus. Bilamana beda potensial yang terukur sangat kecil sehubungan dengan jarak elektroda arus yang sangat besar, maka jarak elektroda potensial dapat diperbesar. Pengukuran dimaksudkan untuk mengukur nilai hambatan listrik (resistensi) batuan, dimana pada jenis alat tertentu nilai tersebut langsung terbaca, tetapi pada jenis alat lain terbaca nilai kat arus dan beda potensial. Perkalian nilai hambatan listrik dengan faktor geometri menghasilkan nilai tahanan jenis semu (apparent resistivity / pa). Pengukuran geolistrik yang dilakukan menggunakan cara electrical sounding untuk mendapatkan variasi nilai tahanan jenis semu pada kedalaman yang berbeda pada satu letak titik pengamatan/titik pendugaan.
Gambar 4. Peta Cekungan Air Tanah Pekanbaru METODE (METHODS) Metoda Penyelidikan Lapangan Metoda penyelidikan geofisika menggunakan metoda pengukuran geofisika dari permukaan (non-destructive test) yang bersifat tidak
Gambar 5. Skema pengukuran geolistrik 1-D dengan menggunakan konfigurasi Schlumberger
Pengukuran geolistrik dilakukan sebanyak 750 titik pengukuran yang tersebar secara random pada wilayah CAT Pekanbaru, beberapa titik pengukuran berada diluar batas CAT untuk melihat batas dari CAT tersebut.
Gambar 6. Sebaran Titik Pengukuran Geolistrik Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan menggunakan perangkat lunak untuk memperoleh nilai true resistivity dari data lapangan. Alur proses pengolahan data geolistrik adalah : Perhitungan Nilai Resistivitas semu berdasarkan data pengukuran Lapangan
Proses Smoothing data untuk memperbaiki pencilan data
Nilai resistivitas semu terhadap panjang bentangan sebagai masukan proses inversi
Proses inversi untuk mendapatkan nilai resistivitas sebenarnya terhadap kedalaman
Gambar 7. Alur pengolahan data geolistrik 1-dimensi (sounding)
Setelah dilakukan proses inversi diperoleh nilai resistivitas sebenarnya terhadap kedalaman yang akan digunakan sebagai acuan pembuatan peta sebaran resistivitas. Penampilan hasil inversi tersebut berupa data log resistivitas Gambar 8.
Gambar 8. Hasil Pengolahan Data Geolistrik HASIL DAN PEMBAHASAN (RESULT AND DISCUSIONS) Hasil dari pengukuran dan pengolahan data tersebut kemudian disajikan dalam bentuk peta yang akan dilakukan interpretasi yang sesuai dengan keadaan geologi di CAT Pekanbaru.
Dari peta isopach diperoleh bahwa nilai resistivitas pada wilayah CAT mulai dari 0,5 ohm.m hingga lebih dari 500 ohm.m. Sebaran ini menunjukkan bahwa nilai pada CAT Pekanbaru sangat bervariatif sekali sehingga dibutuhkan pembagian lagi untuk menentukan daerah yang merupakan wilayah akuifer dan wilayah non-akuifer. Dengan informasi geologi dan hidrogeologi yang telah diperoleh maka dilakukan pembagian rentang nilai resistivitas untuk melihat sebaran zonasi akuifer dan nonakuifer (Tabel 1). Gambar 9. Peta Sebaran nilai resistivity ada CAT Pekanbaru Dari sebaran data yang ada kemudian dibuat sebaran nilai resistivitas perkedalaman yang dibutuhkan mulai dari kedalaman 1,5 meter – 200 meter. Tujuan dilakukan ini adalah untuk melihat semua sebaran nilai resistivitas diberbagai kedalaman dan pola penyebarannya.
Tabel 1. Interpretasi Nilai Resistivitas Berdasarkan Informasi Geologi Rentang Resistivi tas
Nilai Resistivi tas
Klasifik asi
Penyusun
Low Resistivi tas
0 – 100 Ohm.m
Akifer I
lempungpas iran atau pasir lempungan
Medium Resistivi tas
101 – 300 Ohm.m
Akifer II
Pasiran
High Resistivi tas
>300 Ohm.m
Non – Akifer
Aluvium tua dan Batuan Masif
Dari hasil analisis tersebut kemudian dibuatlah peta sebaran interpretasi nilai resistivitas untuk menggambarkan sebaran zonasi untuk akifer dan non – akifer pada CAT Pekanbaru tersebut (Gambar 11).
Gambar 10. Peta Isopach Resistivitas berbagai kedalaman
Gambar 11. Peta interpretasi zona akifer dan non-akifer CAT Dari peta sebaran akifer dan non – akifer yang dihasilkan, dapat dilihat bahwa pada kedalaman mulai dari 1,5 meter hingga 20 meter zona non-akifer sangat mendominasi di CAT wilayah CAT ini. Zona tersebut menyebar dan menerus mulai dari selatan hingga utara. Apabila dikaitkan dengan geologi dimungkinan bahwa sebaran tersebut disebabkan oleh adanya litologi aluvium tua yang cukup mendominasi wilayah CAT. Aluvium tua ini berada pada keadaan yang kering sehingga menyebabkan nilai resistivitas tinggi. Selain aluvium tua, nilai resistivitas tinggi pada kedalaman lebih dari 50 meter kemungkinan disebabkan oleh keberadaan batuan masif dan memiliki sifat karbonatan, berdasarkan klasifikasi yang dilakukan oleh Telford (1984) nilai batuan karbonatan adalah lebih dari 500 Ohm.m. Sedangkan nilai resistivitas menengah yang diinterpretasi akifer merupakan bagian dari formasi kelumutan, totolan dan minas yang bersifat pasir yang memiliki porositas sehingga dapat berfungsi sebagai
akifer pada wilayah CAT. Telford (1984) mengklasifikasi aluvium dan pasiran memiliki rentang 10 – 800 Ohm.m dan 0,5 – 150 untuk air pada batuan sedimen, sehingga klasifikasi untuk akifer pada rentang nilai resistivitas menengah masih masuk kedalam klasifikasi tersebut. Rentang nilai resistivitas rendah diinterpretasi sebagai akifer namun memiliki porositas dan permeabilitas yang lebih kecil karena diinterpretasikan memiliki komponen gabungan antara pasirlempungan maupun lempungpasiran, dan berdasarkan klasifikasi Telford (1984), clay memiliki rentang resistivitas yang lebih rendah dibandingkan pasir dan juga pengaruh air permukaan juga dapat membuat nilai resistivitas menjadi rendah. Untuk melihat kemenerusan lapisan kemudian dibuatlah penampang resistivitas untuk memperlihatkan kedalaman dan batas dari nilai resistivitas tersebut (Gambar 12)
Gambar 12. Diagram Pagar pada beberapa penampang model pada CAT Dari gambar diatas ditunjukkan bahwa hampir semua nilai resistivitas yang diinterpretasikan sebagai akifer memiliki kemenerusan yang cukup baik sehingga membuktikan bahwa peta hidrogeologi yang digambarkan sudah cukup mewakili penggambaran wilayah CAT. Warna hijau dan biru menunjukkan zona akifer dan warna merah menunjukkan wilayah non –
akifer atau akifer tidak produktif. Namun batasan pada peta hidrogeologi regional dapat lebih diperjelas setelah dihasilkan penampang ini dimana pada bagian tengah CAT juga terdapat beberapa wilayah yang non-produktif yang tidak tergambar pada peta regional. KESIMPULAN (CONCLUSION) Dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa pada CAT Pekanbaru berdasarkan data geolistrik dapat dibagi menjadi 3 paket utama yaitu : Zona akuifer I yang bersifat lempungpasiran atau pasirlempungan, zona akifer II yang bersifat pasiran dan memiliki porositas yang lebih baik, dan zona non akifer. Sebaran zonasi cukup sesuai dengan sebaran peta geologi dan hidrogeologi dan hasil ini dapat memberikan informasi tambahan untuk menyempurnakan peta Cekungan Airtanah yang sudah ada. Pada peta hidrogeologi regional, daerah CAT pada bagian tengah hanya terdapat potensi akifer dengan kemenerusan sedang, tetapi pada hasil geolistrik menunjukkan ternyata pada bagian tengah terdapat area yang memiliki nilai resistivitas tinggi dan masuk kedalam klasifikasi non akifer. Berdasarkan analisis gabungan geologi dan geofisika diperoleh bahwa untuk air permukaan formasi aluvium tua berkemungkinan untuk menjadi akifer dangkal yang unconfined yang dikaikan dengan resistvitas ditunjukkan oleh resistivitas rendah dan masuk kedalam klasifikasi zona akifer I sedangkan aluvium muda, formasi kelumutan dan formasi muara enim yang bersifat lebih pasiran menjadi zona akifer II yang terdapat lebih dalam lagi pada cekungan airtanah.
UCAPAN TERIMAKASIH (ACKNOWLEDGEMENT) Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran Laboratorium Hidrogeologi dan Lingkungan Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran. Laboratorium Geofiska Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran. DAFTAR PUSTAKA (REFERENCES) Cameron, N. R, Ghazali, S. A, Thompson, S. J, 1982, Peta Geologi Lembar Siak Sri Indrapura dan Tg.Pinang, Badan Geologi Bandung. Clarke, M. C. G., et al, 1982, Peta Geologi Lembar Pematang Siantar, Sumatera, Badan Geologi Bandung. Clarke, M. C. G., et al, 1982, Peta Geologi Lembar Pekanbaru, Sumatera, Badan Geologi Bandung. Mohamaden, M.I.I, et al., 2016, Application of electrical resistivity prospecting in waste water management: A case study (Kharga Oasis, Egypt), The Egyptian Journal of Aquatic Research, Volume 42, Issue 1, March 2016, Page 33 – 39 Suwarna, N., et all, 1994, Peta Geologi Lembar Rengat, Badan Geologi Bandung. Telford, M.W., et al, 1976, Applied Geophysic, Cambridge University Press.