PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING (PP) DIPADU PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL THINK PAIR SHARE (TPS) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X IPA 5 SMAN 7 MALANG
Lutfi Nur Zakyah1, Herawati Susilo2, Triastono Imam Prasetyo3 Universitas Negeri Malang E-mail:
[email protected] ABSTRAK: Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang terdiri dari 2 siklus. Tujuan penelitian untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar. Subyek penelitian adalah siswa kelas X IPA 5 SMAN 7 Malang yang berjumlah 34 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan hasil observasi, secara klasikal motivasi dari siklus I sebesar 57,86% ke siklus II sebesar 67,7% mengalami peningkatan sebesar 9,84% dan berdasarkan hasil angket, dari siklus I sebesar 70% ke siklus II sebesar 81,48% mengalami peningkatan sebesar 11,48%. Sedangkan hasil belajar (kognitif) dari siklus I sebesar 55,8% ke siklus II sebesar 82,3% mengalami peningkatan sebesar 26,5%. Kata Kunci: Problem Posing dipadu Think Pair Share, Motivasi dan Hasil Belajar.
Pembelajaran Biologi berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga pembelajaran Biologi bukan hanya penguasaan kumpulan-kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep atau prinsipprinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Dalam pembelajaran Biologi, guru dituntut untuk menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang bermakna sehingga siswa dapat aktif dalam belajar sehingga mampu membangun pengetahuannya sendiri. Melalui observasi pada bulan September 2013 dan ditunjang dengan hasil wawancara dengan salah seorang mahasiswa Biologi yang pada saat itu sedang melaksanakan PPL di SMA Negeri 7 Malang, ditemukan beberapa permasalahan pada proses pembelajaran. Permasalahan tersebut di antaranya adalah ketika pembelajaran berlangsung ada beberapa siswa yang melakukan aktivitas di luar pembelajaran biologi, seperti berbicara sendiri dengan teman, bermain handphone (HP), melamun, dan menggambar. Hal tersebut menunjukkan bahwa motivasi siswa dalam mengikuti pelajaran masih cukup rendah. Motivasi belajar siswa akan berdampak pada hasil belajar siswa. Rendahnya motivasi akan menyebabkan hasil belajar siswa, yaitu nilai yang mereka peroleh rendah atau belum memenuhi kriteria ketuntasan belajar. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran Biologi di SMA Negeri 7 Malang adalah 2,66 dalam rentangan nilai 1-4. Nilai 2,66 ini merupakan nilai yang diberikan untuk siswa dengan rentangan nilai 76-80. Siswa dikatakan mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) apabila mencapai nilai 76. Berdasarkan hasil observasi menunjukkan bahwa hasil belajar siswa kelas XIPA 5 SMA Negeri 7 Malang, dari 34 siswa hanya 14 siswa yang mencapai KKM pada materi Virus. Persentase siswa yang dikategorikan tuntas, yaitu 41,17%. Hal tersebut dapat 1
Lutfi Nur Zakyah adalah mahasiswi Biologi, Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Malang 2014. 2 Herawati Susilo 3Triastono Imam Prasetyo adalah dosen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Malang.
1
2
dimungkinkan karena penggunaan metode pembelajaran selama proses pembelajaran biologi kurang bervariasi sehingga beberapa siswa cenderung kurang bergairah dan kurang termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran. Adanya permasalahan-permasalahan tersebut maka diperlukan suatu upaya untuk mengatasinya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan motivasi siswa di SMA Negeri 7 Malang pada pelajaran Biologi adalah dengan menerapkan model pembelajaran yang menyenangkan dan dapat memotivasi siswa. Salah satu model pembelajaran yang mampu meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa serta sesuai dengan Kurikulum 2013 adalah model pembelajaran Problem Posing (PP) yang dipadu dengan Think Pair Share (TPS). Perpaduan kedua model pembelajaran tersebut diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Model pembelajaran Problem Posing adalah pembelajaran pengajuan masalah dengan cara siswa diarahkan untuk membuat soal sendiri, hal ini dilakukan untuk melatih siswa agar dapat berpikir kritis dan kreatif serta mereka juga memikirkan cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah yg mereka buat tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Chotimah dan Dwitasari (2009:115) bahwasanya, Problem Posing merupakan salah satu strategi pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa, mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif yang diharapkan dapat membangun sikap positif. Dalam penerapannya model pembelajaran Problem Posing (PP) dapat digabungkan dengan model pembelajaran kooperatif yang lain. Pentingnya model pembelajaran ini dipadukan dengan model pembelajaran kooperatif dapat memacu motivasi siswa, keterampilan menyelesaikan masalah, dan meningkatkan penguasaan siswa akan materi pelajaran. Salah satu model pembelajaran yang digunakan adalah Think Pair Share (TPS). TPS merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa (Trianto, 2007:61). TPS memiliki tiga tahapan utama, yaitu thinking, pairing, dan sharing. Prosedur yang digunakan dalam TPS dapat mengatur pola diskusi kelas dan memberikan lebih banyak waktu siswa untuk berpikir secara individu maupun kelompok. METODE Penelitian ini dilaksanakan selama dua siklus dan setiap siklus terdiri dari 4 tahap, yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 7 Malang dengan subjek penelitian adalah siswa kelas X IPA 5 yang berjumlah 34 siswa. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan termasuk ke dalam jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang mengkaji tentang penerapan model pembelajaran Problem Posing dipadu pembelajaran kooperatif model Think Pair Share. Siklus I terdiri dari 4 pertemuan dan siklus II terdiri dari 2 pertemuan. Materi yang dibelajarkan pada siklus I adalah Archaebacteria dan Eubacteria. Sedangkan materi yang dibelajarkan pada siklus II adalah Protista. HASIL A. Motivasi Belajar Instrumen yang digunakan untuk merekam motivasi siswa berupa lembar observasi dan angket motivasi belajar siswa. Perbandingan IMBK (Indikator
3
Motivasi Berdasarkan Kriteria) menurut lembar observasi dan angket dari siklus ke-I dan ke-II dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2 dibawah ini. Tabel 1 Perbandingan IMBK (Indikator Motivasi Berdasarkan Kriteria) Menurut Lembar Observasi dari Siklus ke-I dan ke-II No Indikator Motivasi MBKI 1. Attention (perhatian) 71,52% 2. Relevance (keterkaitan) 58,09% 3. Confidence (kepercayaan diri) 36,91% 4. Satisfaction (kepuasan) 64,93% MBK 57,86% Catatan: MBKI = Motivasi Belajar Klasikal Siklus I MBKII = Motivasi Belajar Klasikal Siklus II
MBKII 79,65% 68,93% 50,54% 71,68% 67,7%
Selisih 8,13% 10,84% 13,63% 6,75% 9,84%
Kategori Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat
Tabel 2 Perbandingan IMBK (Indikator Motivasi Berdasarkan Kriteria) Menurut Angket dari Siklus ke-I dan ke-II No Indikator Motivasi MBKI MBKII Selisih Kategori 1. Attention (perhatian) 65,02% 80,02% 15% Meningkat 2. Relevance (keterkaitan) 74,02% 82,12% 8,1% Meningkat 3. Confidence (kepercayaan diri) 65,84% 81,94% 16,1% Meningkat 4. Satisfaction (kepuasan) 74,75% 81,86% 7,11% Meningkat MBK 70% 81,48% 11,48% Meningkat
Berdasarkan Tabel 1 dan 2 semua indikator motivasi siswa mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Keseluruhan aspek mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 9,84% berdasarkan hasil observasi dan mengalami peningkatan sebesar 11,48% berdasarkan angket. B. Hasil Belajar Peningkatan motivasi belajar diikuti dengan peningkatan hasil belajar siswa. Perbandingan hasil belajar siswa secara klasikal disajikan pada Tabel 3 berikut. Tabel 3 Perbandingan Hasil Belajar Klasikal Siklus I dan Siklus II Hasil Belajar Siswa HBKI (%) Kognitif 55,8% Ketuntasan Klasikal Tidak Tuntas Catatan : HBKI = Hasil Belajar Klasikal Siklus I HBKII = Hasil Belajar Klasikal Siklus II
HBKII (%) 82,3% Tuntas
Peningkatan (%) 26,5%
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 26,5%. PEMBAHASAN A. Motivasi Belajar Motivasi belajar merupakan suatu keadaan atau kondisi yang mendorong, merangsang atau menggerakkan seseorang untuk belajar sesuatu atau melakukan kegiatan untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Sanjaya (2008:250) motivasi adalah dorongan yang dapat menimbulkan perilaku tertentu yang terarah kepada pencapaian suatu tujuan tertentu. Motivasi belajar yang dimaksud dalam penelitian ini keseluruhan tindakan guna mendorong siswa untuk melakukan kegiatan belajar. Motivasi siswa yang diukur pada penelitian meliputi 4 komponen ARCS (Keller, 2010:47).
4
Pada indikator perhatian mengalami peningkatan. Peningkatan perhatian siswa dari siklus I ke siklus II karena pada siklus II guru memberikan motivasi diawal pembelajaran yang lebih menarik sehingga akan menimbulkan perhatian siswa untuk mengikuti proses pem-belajaran yang berlangsung. Peningkatan perhatian siswa ditandai dengan meningkatnya jumlah siswa yang menunjukkan rasa ingin tahu dengan meng-ajukan pertanyaan kepada guru. Hal tersebut berpengaruh terhadap proses belajar. Hal ini sejalan dengan pernyataan Keller (2010:47) bahwasanya perhatian dapat pula menunjukkan pada rasa tertarik pada suatu masalah yang sedang dipelajari. Peningkatan tersebut karena guru dapat memotivasi siswa untuk memperhatikan materi pelajaran yang penting serta bertindak tegas terhadap siswa yang suka membuat gaduh, sehingga perhatian siswa tertuju pada instruksi yang diberikan oleh guru. Slameto (2010:105) menyatakan bahwa untuk mendapatkan hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbullah kebosanan sehingga ia tidak suka lagi belajar. Melalui penggunaan model pembelajaran PP dipadu dengan TPS yang menggunakan masalah yang sebagai suatu konteks belajar bagi siswa untuk memperoleh pengetahuan dari materi pelajaran yang telah disampaikan, maka dapat meningkatkan perhatian siswa terhadap pembelajaran. Peningkatan indikator keterkaitan siswa dari siklus I ke siklus II karena pada siklus II guru memberikan motivasi pada siswa dengan cara memberikan pengarahan kepada siswa selama proses pembelajaran yang berlangsung. Peningkatan keterkaitan siswa ditandai dengan meningkatnya jumlah siswa yang menunjukkan rasa ingin tahu dengan membuat pertanyaan dari permasalahan di LKS dan mencari solusi dari pertanyaan yang mereka buat. Hal tersebut berpengaruh terhadap proses belajar, karena siswa dituntut untuk bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan guru, dan memotivasi siswa untuk berpikir untuk mencari solusi atas permaslahan dengan mengaitkan permasalahan tersebut dengan kehidupan sehari-hari. Menurut Keller (2010:47) keterkaitan atau kesesuaian otomatis dapat menimbulkan motivasi belajar di dalam diri siswa karena siswa merasa bahwa materi pelajaran yang disajikan mempunyai manfaat langsung secara pribadi dalam kehidupan sehari-hari siswa. Peningkatan indikator rasa percaya diri siswa dari siklus I ke siklus II karena pada siklus II guru memberikan motivasi pada siswa dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa selama proses pembelajaran dengan cara menampilkan materi pada LCD dan memotivasi siswa untuk berani mengemukakan pendapatnya terhadap permasalahan yang ditampilkan melalui LCD. Peningkatan rasa percaya diri siswa ditandai dengan meningkatnya jumlah siswa yang berani menyampaikan pendapatnya dan dengan percaya diri menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru. Rasa percaya diri tentunya berpengaruh terhadap proses belajar, karena siswa dituntut untuk berani berpendapat dan menjawab terhadap pernyataan maupun pertanyaan diberikan guru. Sejalan dengan pendapat Keller (2010:47) bahwasanya, Siswa yang memiliki sikap percaya diri memiliki penilaian positif tentang dirinya cenderung menampilkan prestasi yang baik secara terus menerus. Peningkatan kepuasan siswa dari siklus I ke siklus II karena pada siklus II guru memberikan motivasi pada siswa dengan memberikan pujian kepada siswa sehingga siswa terlihat gembira selama proses pembelajaran karena merasa dihargai usahanya oleh guru.
5
Sardiman (2011:94) menyatakan bahwa salah satu cara menumbuhkan motivasi belajar siswa adalah dengan pujian. Apabila ada siswa yang sukses yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, perlu diberikan pujian. Pujian ini adalah bentuk hal positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik supaya siswa merasa bergembira selama proses pembelajaran. Melalui pujian siswa akan merasa dihargai, senang, dan puas dengan pembelajaran yang sedang berlangsung. Secara keseluruhan motivasi siswa mengalami peningkatan melalui penerapan model pembelajaran PP dipadu model pembelajaran TPS. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Suparmi (2013:112-113) yang menyimpulkan bahwa motivasi siswa semakin meningkat dengan penerapan pendekatan CTL dengan model PP dalam pembelajaran. Selain karena suasana pembelajaran yang menarik, hal tersebut efektif untuk memotivasi siswa karena merupakan hal baru sehingga menarik partisipasi siswa dalam pembelajaran. B. Hasil Belajar Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa dari ranah kognitif. Menurut Sudjana (2009:22) ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual. Hasil belajar kognitif siswa didapatkan dari hasil test siswa pada akhir siklus. Pada siklus I hasil belajar kognitif siswa sebesar 55,8% yang mencapai kriteria Tuntas. Pada siklus II hasil belajar kognitif siswa sebesar 82,3% yang mencapai kriteria Tuntas. Karena itu, penelitian ini dikatakan berhasil meskipun belum mencapai ketuntasan belajar klasikal yang diinginkan (85%) karena sudah terjadi peningkatan ketuntasan hasil belajar sebesar 26,5% dari siklus I ke siklus II. Peningkatan yang terjadi pada siklus II karena banyak siswa yang sudah paham tentang materi yang diajarkan. Hal ini dibuktikan ketika guru memberikan pertanyaan kepada siswa, beberapa siswa sudah dapat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru dengan tepat. Selain itu ketika diskusi kelas berlangsung, terdapat beberapa siswa yang mengutarakan pendapatnya dengan baik. Hal tersebut menandakan bahwa pemahaman siswa pada siklus II lebih baik dibanding pada siklus I. Apabila pemahaman siswa terhadap materi pelajaran baik, maka hasil belajar kognitif siswa juga baik. Hal ini sesuai dengan penelitian Sunarto, Sumarni, dan Suci (2008:247) yang menyatakan bahwa pembelajaran dengan model TPS dapat meningkatan pemahaman siswa yang terjadi karena kegiatan berbagi (sharing) sehingga hasil belajar siswa baik. Pada siklus II siswa sudah mulai terbiasa dengan menggunakan model pembelajaran PP dipadu dengan pembelajaran kooperatif model TPS sehingga hasil belajar siswa meningkat. Penelitian senada juga dilakukan oleh Surayya (2014:9) yang menyimpulkan bahwa meningkatnya hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran TPS karena siswa sudah mulai terbiasa untuk berkolaborasi antar anggota kelompok, masing-masing siswa merasa ikut bertanggung jawab atas hasil yang diperoleh, dan siswa termotivasi untuk mencapai hasil yang terbaik. Hasil ini juga sesuai dengan hasil penelitian Pittallis (2004) yang menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa pada pembelajaran PP setting kooperatif lebih baik daripada hasil belajar siswa pada pembelajaran PP tanpa setting kooperatif. Lebih baiknya hasil belajar karena pembelajaran PP seting kooperatif lebih menuntut tanggung jawab setiap siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya melalui diskusi kelompok terutama dalam
6
menyusun soal baru dan menyelesaikan soal tersebut. Motivasi siswa dimulai dengan cara siswa membuat masalah hingga mencari solusi dari masalah yang mereka buat secara individu, yang kemudian mereka kolaborasikan dengan teman dalam kelompok belajarnya mampu memberikan saling ketergantungan yang positif antar siswa. Pada kegiatan kelompok ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi, bertukar ide dan saling berbagi pengetahuan. Menurut Trianto (2011:41) tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar. Peningkatan yang terjadi pada siklus II juga karena meningkatnya motivasi belajar siswa. Hal ini ditandai dengan adanya sikap gembira siswa ketika mengikuti kegiatan pembelajaran. Pada proses pembelajaran siklus II siswa menjadi aktif saat mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran PP dipadu dengan TPS. Apabila motivasi siswa meningkat maka hasil belajar siswa juga meningkat. Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Rosmaini (2004:11) yang menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa meningkat karena siswa sudah paham dan mengerti serta termotivasi untuk belajar dengan menggunakan pendekatan struktural TPS. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan dapat diketahui bahwa motivasi belajar berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Apabila siswa memiliki motivasi belajar yang tinggi maka hasil belajar siswa juga tinggi begitu pula sebaliknya, apabila motivasi siswa rendah maka hasil belajar siswa juga rendah. Seseorang akan melakukan usaha belajar karena adanya motivasi. Sedangkan adanya motivasi yang tinggi dalam belajar menyebabkan hasil belajar yang tinggi pula. Menurut Dimyati & Mudjiono (2009:85) menyatakan bahwa salah satu pentingnya motivasi belajar bagi siswa adalah menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar dan membangkitkan semangat belajar. Jika usaha belajar bisa belum memadai maka ia berusaha agar lebih tekun belajar dan berhasil. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan paparan data dan pembahasan tentang penerapan model pembelajaran Problem Posing (PP) dipadu dengan pembelajaran kooperatif model Think Pair Share (TPS) dapat disimpulkan: 1) keterlaksanaan penerapan model pembelajaran Problem Posing dipadu dengan pembelajaran kooperatif model Think Pair Share mengalami peningkatan 6,83% yakni dari 93,17% pada siklus I menjadi 100% pada siklus II, 2) penerapan model pembelajaran Problem Posing dipadu dengan pembelajaran kooperatif model Think Pair Share dapat meningkatkan motivasi belajar Biologi siswa kelas X IPA SMA Negeri 7 Malang. Peningkatan motivasi belajar siswa berdasarkan observasi adalah sebesar 9,84% yakni dari 57,86% pada siklus I menjadi 67,70% pada siklus II. Sementara itu peningkatan motivasi belajar siswa berdasarkan angket adalah sebesar 11,48% yakni dari 70% pada siklus I menjadi 81,48% pada siklus II, 3) penerapan model pembelajaran Problem Posing dipadu dengan pembelajaran kooperatif model Think Pair Share dapat meningkatkan hasil belajar Biologi siswa kelas X IPA SMA Negeri 7 Malang. Peningkatan hasil belajar siswa adalah sebesar 26,5% yakni dari 55,8% pada siklus I menjadi 82,3% pada siklus II.
7
Saran Berdasarkan hasil pembahasan dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: 1) penerapan model pembelajaran Problem Posing dipadu dengan pembelajaran kooperatif model Think Pair Share dapat menjadi alternatif dalam pembelajaran di sekolah karena dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa, 2) perlu adanya pengelolaan kelas yang lebih baik agar setiap siswa dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran, lebih komunikatif, dan mengatasi siswa yang membuat gaduh sehingga hasil belajar siswa lebih baik, 3) perlu adanya perhatian kepada siswa secara menyeluruh ketika proses pembelajaran berlangsung sehingga siswa yang kurang mengerti terhadap materi pelajaran dapat memahami dan mengerti materi yang diajarkan, 4) perlu adanya pengaturan alokasi waktu ketika pembelajaran berlangsung sehingga pembelajaraan dapat berlangsung dengan optimal. Ketegasan guru untuk mengatur waktu juga sangat diperlukan sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai dengan baik. DAFTAR RUJUKAN Chotimah, H., dan Dwitasari, Y. 2009. Strategi-strategi Pembelajaran untuk Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Surya Pena Gemilang. Dimyati, M., dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Keller, J. M. 2010. Motivation Design for Learning and Performance The ARCS models Approach. USA: Florida State University. Pittallis, M. 2004. A Structural Model for Problem Posing. Proceding of the 28th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education, (Online), 4 (pp): 49-56, (http://www.emis.de/proceedings/PME28), diakses tanggal 12 Agustus 2014. Rosmaini. 2004. Penerapan Pendekatan Struktural Think Pair Share (TPS) untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Aktivitas Siswa Kelas I.7 SLTPN 20 Pekanbaru pada Pokok Bahasan Keanekaragaman Hewan TA. 2003/2004. Jurnal Biogenesis. (Online), 1 (1): 9-14, (http://download.portalgaruda.org), diakses tanggal 12 Agustus 2014. Sardiman, 2011. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sunarto, W., Sumarni, W., & Suci, E. 2008. Hasil Belajar Siswa dengan Model Pembelajaran Metode Think Pair Share dan Metode Ekspositori. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia. (Online), 2 (1): 244-249, (http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php), diakses tanggal 12 Agustus 2014. Suparmi. 2013. Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan Model Pembelajaran Problem Posing untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Biologi Siswa Kelas X.2 SMA Negeri 2 Karanganyar. Jurnal Pendidikan Biologi, (Online), 5: 104-114,
8
(http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/bio/article/view/1443), diakses tanggal 12 Agustus 2014. Surayya, L. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Think Pair Share terhadap Hasil Belajar IPA Ditinjau dari Keterampilan Berpikir Kritis Siswa. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha. (Online), 4: 111, (http://pasca.undiksha.ac.id), diakses tanggal 12 Agustus 2014. Susilo, H., Chotimah, H., & Sari Y.D. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Bayumedia Publishing. Trianto. 2011. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.