HUBUNGAN ANTARA LAMA KERJA DAN PEMAKIAN ALAT PELINDUNG DIRI (MASKER) DENGAN KAPASITAS VITAL PAKSA PARU TENAGA KERJA PADA UNIT SPINNING PT.VONEX INDONESIA Novie E. Mauliku
ABSTRAK Debu kapas yang mencemari lingkungan kerja dapat mempengaruhi harga volume udara ekpirasi pada detik pertama/FEV1 tenaga kerja sehingga menyebabkan gangguan fungsi paru. Salah satu gangguan paru tersebut adalah penyakit byssinosis. Pemaparan debu pada tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor lama kerja dan kebiasaan menggunakan APD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara lama kerja dan pemakaian APD (masker) dengan kapasitas vital paksa paru tenaga kerja pada Unit Weaving V PT. Apac Inti Corpora Semarang. Jenis penelitian yang digunakan adalah expalatory research dengan pendekatan cross sectional. Data penelitian diperoleh dari hasil pengukuran dan wawancara dengan sampel adalah total populasi yaitu seluruh karyawan pada unit spining yang berjumlah 38 orang. Analisis yang digunakan meliputi analisis univariabel dengan proporsi dan bivariabel dengan uji kai kuadrat dengan tingkat kemaknaan P<0.05. Dari hasil pengukuran kapasitas vital paksa paru tenaga kerja rata-rata adalah 78,46% sedangkan lama kerja rata-rata responden adalah 4,3 tahun. Dan berdasarkan hasil analisa dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara lama kerja dengan kapasitas vital paksa paru tenaga kerja. Namun terdapat hubungan antara pemakian APD (masker) dengan kapasitas vital paksa paru tenaga kerja. (Kata Kunci : lama kerja, APD (masker), Kapsitas Vital Paksa paru).
Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM
70
PENDAHULUAN Pembangunan di Indonesia dewasa ini telah mencapai tahap industrialisasi. Pembangunan Industrialisasi ini telah membawa berbagai dampak positif, yaitu terbukanya lapangan pekerjaan, membaiknya sarana transportasi dan komunikasi serta meningkatnya taraf hidup masyarakat. Tetapi selain memberikan dampak positif, pembangunan industrialisasi juga memberikan dampak negatif. Salah satu dampak negatif yang ditimbulkan adalah pencemaran udara dalam bentuk debu yang dihasilkan dari proses pengolahan industri tekstil. Debu kapas tidak hanya dapat mencemari lingkungan umum, tetapi juga mencemari lingkungan kerja sehingga para pekerja dapat terpapar dan menimbulkan gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan yang ditembulkan dari debu kapas adalah gangguan fungsi paru, dimana debu masuk ke organ tubuh melalui saluran nafas dan mulut, sehingga lambat laun debu tersebut akan tertimbun dalam paru-paru dan akan mempengaruhi kapasitas fungsi paru(Suma’mur,1996) Pemafaran debu kapas ini akan mempengaruhi harga volume Udara Ekspirasi pada detik pertama/FEV1 tenaga kerja pada unit spinning dan weaving (pemintalan), sehingga menimbulkan penyakit bysinosis. Ciri khusus dari penyakit bysinosis adalah perasaan hari senin (hari pertama masuk kerja) dengan gejala batuk, sakit dada dan sesak nafas (Suma’mur,1996). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Valic dan Zuskin dapat diketahui bahwa prevalensi tertinggi dari penyakit bysinosis adalah pada unit pemintalan, tetapi tidak ada bukti beratnya penyakit akibat pemaparan debu kapas dengan lamanya pemaparan (Yunus,1997). Pemaparan debu kapas ke tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain; lama kerja, kebiasaan menggunakan alat pelindung diri, kadar debu dalam ruangan, ventilasi dan ruang kerja.
Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM
Di lingkungan kerja seperti unit spinning, tenaga kerja di Unit Weaving V PT. Apac Inti Corpora Semarang akan menghadapi faktor beban kerja, beban tambahan akibat lingkungan kerja dan kapasitas fisik, kimia, biologis dan fisiologis serta mental psikologis, yang dapat berpengaruh terhadap kesehatannya. Berdasarkan hasil pengukuran awal menggunakan personal dust sampler, kadar debu kapas di unit spiining adalah + 2,2 mg/m3, dimana kadar tersebut telah melibihi NAB yang ditentukan yaitu sebasar 0,2 mg/m3 (SE Menaker No.1 / MEN / 1997). Dan menurut data poliklinik perusahaan, dari 10 (sepuluh) besar penyakit menunjukan bahwa 63,34 % karyawan yang berobat men-derita penyakit influensa/ISPA dan 10,12 % menderita penyakit kulit. Penyakit ini mungkin disebabkan oleh adanya paparan debu kapas di lingkungan kerja. Atas dasar fenomena di atas dan dampak yang akan timbul terhadap kesehatan tenaga kerja, maka peneliti meneliti lebih lanjut tentang pengaruh lama kerja dan penggunaan alat pelindung diri (masker) terhadap kondisi fungsi paru, khususnya kapasitas vital paksa paru / FVC tenaga kerja. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui hubungan antara lama kerja dan pemakian alat pelindung diri (masker) dengan kapasitas vital paksa paru tenaga kerja pada bagian Unit Weaving V PT. Apac Inti Corpora Semarang
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini merupakan penelitian explanatory research, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan tentang hubungan lama kerja dan pemakian alat pelindung diri (masker) dengan kapasitas vital paksa paru tenaga kerja pada Unit Weaving V PT. Apac Inti Corpora Semarang. Metode yang digunakan adalah survey dengan pendekatan crosssectional, yaitu mengukur dan
71
mengobservasi variabel-variabel secara serentak pada individu dari populasi tunggal, pada satu saat atau periode tertentu dan tidak diikuti secara terus menerus. (sudigdo, 1995). Kerangka konsep penelitian adalah sebagai berikut :
☼ Pemakaian APD ☼ Lama Kerja
☼ ☼ ☼ ☼ ☼
Kapasitas Vital Paksa Paru
Umur Pendidikan Jenis Kelamin Status Kesehatan Status Gizi
Variabel yang diteliti hanya variabel independen yaitu pemakian APD dan lama kerja, sedangkan variabel pengganggu untuk umur, jenis kelamin, dan status kesehatan merupakan variabel yang dikendalikan. Untuk umur responden dikendalikan dengan memilih batas umur antara 20-24 tahun, karena pada umur diatas 40 fungsi paru seseorang akan terus menurun. Untuk jenis kelamin dikendalikan dengan memilih responden perempuan. Sedangkan status kesehatan, dikendalikan dengan memilih responden yang tidak sakit/sudah sembuh dari sakit, karena kondisi tersebut dapat menurunkan kapsitas paru. Sampel dari penelitian ini adalah total populasi, yaitu seluruh pekerja yang ada di bagian spinning sebanyak 38 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan pengukuran terhadap kadar debu kapas pada tenaga kerja di Unit Weaving V PT. Apac Inti Corpora Semarang dengan menggunakan spirometer dan hasil wawancara langsung dengan responden. Analisa data menggunakan analisis univariat untuk mencari
Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM
distribusi frekuensi dari masingmasing variabel dan analisis bivariat untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antar variabel. Untuk Mengetahui ada tidaknya hubungan antara pemakian alat pelindung diri dengan kapasitas vital paksa paru digunakan uji chi-square, sedangkan untuk mengetahui hubungan antara lama kerja dengan kapasitas vital paksa paru digunakan uji korelasi person. Penelitian dilaksanakan di Perusahaan Tekstil PT. Apac Inti Corpora Semarang HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil wawancara tentang lama kerja, ternyata para pekerja bekerja berkisar antara 1 –
8 tahun, dengan rata-rata lama kerja adalah 4.3 tahun. Sedangkan kebiasaan penggunaan APD pada pekerja dapat dikatakan seimbang, karena dari seluruh responden, 50% pekerja rutin menggunakan APD yang berupa masker dan 50% lagi tidak rutin menggunakan APD. Pengukuran kapasitas vital paksa paru terhadap responden dengan menggunakan Spirometer adalah antara 38.5% - 127%, dengan rata-rata 78.46% dan standart deviasi 19.66% serta nilai minimum 38.5% dan nilai maksimum 127.0% sebagaimana tabel di bawah ini : Dari hasil uji hubungan antara variable lama kerja dengan kapasitas vital paksa paru dengan korelasi 0.081, dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara lama kerja dengan kapasitas vital paksa paru. Hal ini dimungkinkan oleh beberapa faktor antara lain umur tenaga kerja rata-rata masih muda, sehingga kondisi paru relative setara. Dalam penelitian ini responden yang diambil merupakan usia produktif yaitu berkisar antara 20 – 40 tahun. Kondisi ini menunjukkan bahwa di usia yang muda dimana fungsi organ pernafasan masih bekerja dengan baik dan cenderung lebih baik.
72
Lama kerja responden relative masih pendek dibandingkan dengan masa inkubasi penyakit paru (byssinosis) yaitu rata-rata adalah 4.3 tahun. Menurut Suma’mur efek debu kapas khususnya byssinosis akan muncul pada lama kerja lebih dari 5 tahun, tetapi hal ini tergantung dari dosis paparan dan sifat debu yang terhirup tiap harinya. Santoso juga mengatakan bahwa pada byssinosis sering terjadi pada pekerjaan yang berhubungan dengan proses menenun. Masa inkubasi penyakit Byssinosis adalah 5 tahun yaitu pada pekerjaan Blowing dan Carding. Dan bagi tenaga kerja dibagian lainnya (Spinning & Weaving) lebih dari 5 tahun. Hasil wawancara melalui kuesioner didapatkan bahwa terdapat 5 (13.2%) responden yang menyatakan pernah bekerja di lingkungan berdebu. Selain itu status gizi responden juga mempengaruhi daya tahan responden dimana ratarata status gizi responden adalah normal. Dikatakan oleh Setyakusuma bahwa secara teoritis status gizi dapat mempengaruhi daya tahan responden terhadap efek debu, sehingga pada seseorang dengan status gizi baik kemungkinan menderita penyakit pernafasan lebih kecil dari pada seorang yang mempunyai status gizi kurang. (Setyakusuma,1997). Postur tubuh yang normal juga mendukung kondisi fungsi paru yang baik. Dari hasil pengukuran rata-rata berat badan responden 51.55 kg dengan interval antara 39 - 60 kg. Sedangkan pengukuran tinggi badan berkisar antara 150-163 cm dengan rata-rata tinggi badan 157.08 cm. Apabila dibandingkan dengan rata-rata berat badan dengan tinggi badan maka didapatkan status gizi baik (postur tubuh normal). Hal ini sesuai dengan nilai BMI (Body Mass Index) rata-rata 20.7. Dari hasil pengukuran yang telah dilakukan rata-rata nilai kapasitas vital paksa paru menunjukkan bahwa nilai rata-rata berada dalam kondisi normal sehingga dalam penelitian ini lama kerja belum mempengaruhi turunnya nilai kapasitas vital paksa paru.
Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM
Sedangkan dari hasil uji hubungan antara pemakaian masker dengan kapasitas vital paksa paru didapatkan korelasi 0,020, sehingga dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara pemakaian masker dengan kapasitas vitak paksa paru tenaga kerja. Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan kuesioner dapat diketahui bahwa 50% tenaga kerja teratur dalam pemakaian masker pada saat bekerja. Walaupun tenaga kerja sebagian besar sudah menggunakan masker secara teratur, namun dimungkinkan karena jenis masker yang dipakai tidak memenuhi syarat (terbuat dari kain) sehingga debu kapas masih bisa terhirup oleh pekerja. Dalam mengendalikan kadar debu di lingkungan kerja bagian Unit Weaving V PT. Apac Inti Corpora Semarang meng-gunakan sistim ventilasi dan AC control untuk pengaturan kelembaban. Sistim ventilasi yang digunakan adalah ventilasi keluar setempat yaitu ventilasi diantara mesin-mesin kerja dan untuk membersihkan debu yang menempel pada mesin-mesin, Perusahaan menggunakan kompresor yaitu udara disemprotkan kebagian mesin-mesin yang kotor oleh debu sehingga debu akan berterbangan di ruangan tersebut dan secara langsung udara tersebut akan terihirup oleh pekerja. Secara teoritis timbulnya efek dari paparan debu dipengaruhi oleh ukuran partikel, konsentrasi dan lamanya kontak serta sifat dari debu (Sylvia dan Lorraine, 1984). Sehingga semakin besar kadar debu kemungkinan untuk menimbulkan gangguan fungsi paru semakin besar, apalagi didukung oleh kadar debu yang melebihi NAB. Debu yang masuk ke Alveoli dan tertimbun akan menyebabkan pengerasan jaringan yang disebut fibrosis (Ahmad,1990). Diketahui bahwa proses fibrosis paru merupakan salah satu penyebab utama berkurangnya compliance, yaitu
73
menyebabkan bertambahnya kekakuan paru dan rongga dada serta membatasi rongga paru (Sylvia dan Lorraince,1984) yang dapat ditunjukkan dengan penurunan KVP dan FEV1. Nilai KVP/FVC merupakan refleksi dari kemampuan elastisitas jaringan paru atau kekakuan pergerakan dinding thoraks (Alssagaf, 1993). Selain itu debu organic dapat menimbulkan asma yang bersifat obstruktif (Speizer,1986) atau terjadi penyempitan pada jalan nafas seperti pada asma bronchitis yaitu penyempitan bronchus.
3. Adanya pengawasan terhadap penggunaan alat pelindung diri (masker) oleh pekerja saat bekerja. 4. Peningkatan gizi kerja bagi tenaga kerja untuk mencegah terjadinya penyakit yang ditimbulkan.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kapasitas Vital paksa Pru responden rata-rata adalh 78,46%. 2. Kadar debu di lingkungan kerja telah melebihi NAB adalah 1,399 mg/m3. 3. Tidak ada hubungan antara lama kerja dengan kapasitas vital paksa paru tenaga kerja di unit weaving V PT, Apac Inti Corpora Semarang, karena rata-rata lama kerja tenaga kerja adalah 4,3 tahun sedangkan efek debu akan terlihat setelah lama kerja diatas 5 tahun. 4. Ada hubungan antara pemakaian APD (masker) dengan kapasitas vital paksa paru pada tenaga kerja di unit spinning dengan korelasi Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan,peneliti ingin memberikan saran sebagai berikut : 1. Perlu adanya pemeriksaan awal fungsi paru tenaga kerja, sehingga dapat diketahui apakah calon tenaga kerja sudah menderita gangguan fungsi paru atau belum dan dilakukan pula pemeriksaan berkala bagi pekerja untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja sedini mungkin, minimal 1 tahun sekali. 2. Pemberian penyuluhan dan promosi K3 tentang pentingnya alat pelindung diri saat bekerja.
Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM
74
DAFTAR PUSTAKA 1.
Heryuni, Pemeriksaan Kadar Debu Di Dalam Udara Lingkungan Kerja dan Spirometri paru-paru tenaga kerja, Majalah Hiperkes, Vol.XXIV, No. 2 Jakarta, Depnaker RI. 2. Santoso.1983, Pengaruh Pemaparan Debu Kapas Terhadap FEV Pada Tenaga Kerja Di Perusahaan Tekstil, Thesis FK UI, Jakarta 3. Ahmadi, 1993. Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal di Indonesia, Jakarta, DEPKES RI. 4. Anderson, Kim, dan Ronald Scott, 1982, Fundamentals of Industri Toxicology. England. Ann Arbor Science. 5. Suma’mur. PK, 1973. Bisionosis Di Indoonesia, Majalah Hiegiene Perusahaan, Kesehatan dan Keselamatan dan Jaminan Sosial, Edisi VI No. 1, Depnaker Ri, Jakarta. 6. Mottet, N, 1985. Environment Pathology, New York. Oxford University Press. 7. Achmadi, 1990, Kesehatan Lingkungan Kerja Lingkungan Fisik. Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal di Indonesia. Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat, Depkes RI, Jakarta. 8. Soeripto, 1992, Majalah Hiperkes Vo.XXIV, No. 2 hal 31. Jakarta 9. Yunus F. Dampak debu industri pada paru dan pengendaliannya, Jurnal Respirologi Indonesia, Januari 1997, Vol.17, o.1, Hal 4-7. 10. Ismail Taufik. 2001, Hubungan Antara Lama Kerja Dan Pemakaian Alat Pelindung Diri (Masker) Dengan Kapasitas Vital Paksa Paru Tenaga Kerja Pada Unit Weaving V PT. Apac Inti Corpora Semarang.Semarang
Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM
75