Logic for Lawyers By: Stefanus Haryanto ADNAN KELANA HARYANTO & HERMANTO
[email protected]
DEFINISI LOGIKA • Ilmu dan kecakapan menalar, berpikir dengan tepat (Poespoprodjo). • Suatu pertimbangan akal atau pikiran yang diatur lewat kata dan dinyatakan dalam Bahasa (Jan Hendrik Rapar).
• Suatu metode atau teknik yang diciptakan untuk meneliti ketepatan menalar (Soekadijo).
BERPIKIR VS MENALAR • Berpikir adalah proses dalam akal manusia yang kerangkanya adalah bertanya. • Menalar adalah proses akal manusia yang terstruktur, menghubungkan satu pikiran dengan pikiran yang lain guna menarik kesimpulan.
• Dalam logika, pikiran yang digunakan untuk menarik kesimpulan secara teknis disebut sebagai PREMIS.
Jenis Penalaran (reasoning) • Penalaran deduktif, adalah suatu penalaran yang dilakukan dimana dari suatu premis yang sifatnya umum, ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.
• • • • •
Contoh dari penalaran deduktif adalah yang disebut dengan silogisme, seperti: Semua manusia pasti akan mati. Cak lontong adalah manusia. Kesimpulan: cak lontong pasti akan mati. Dalam penalaran deduktif, sepanjang premis-premisnya benar, kesimpulannya pasti benar.
Penalaran Induktif • Penalaran induktif adalah penalaran dengan menghubungkan premis-premis yang bersifat khusus guna menarik kesimpulan yang bersifat lebih umum.
• • • • • •
Contoh: Waljinah, puteri dari Solo pandai bernyanyi. Tukiyem, puteri dari Solo pandai bernyanyi. Saryati, puteri dari Solo pandai bernyanyi. Kesimpulan: semua puteri dari Solo pandai bernyanyi. Dalam penalaran induktif, meskipun semua premisnya benar, kebenaran konklusinya hanya bersifat probabilitas.
Penerapan Logika dalam Hukum • Negara yang menganut sistem common law dimana hukum tercipta lewat court precedents, para lawyer akan terbiasa melakukan penalaran induktif (inductive reasoning). Maka dari itu, lawyer common law akan biasa mengutip precedent seperti misalnya Ryland vs. Fletcher ketika akan mengajukan argument yang berkaitan dengan penerapan strict liability dalam suatu kasus perbuatan melawan hukum.
• Negara yang menganut sistem civil law seperti Indonesia, lawyer terbiasa merujuk kepada produk legislasi seperti undang-undang, sehingga mereka terbiasa melakukan penalaran deduktif (deductive reasoning).
Pola Berpikir • Kegiatan berpikir manusia yang sifatnya deduktif, biasanya memiliki pola yang disebut dengan silogisme, yaitu mengandung:
• Premis Mayor, Premis Minor, dan Kesimpulan. • Kegiatan berpikir yang sifatnya induktif, memiliki pola mencari kesamaankesamaan dalam setiap fakta yang diamatinya (analogi) guna menarik suatu kesimpulan.
Validitas dan Kebenaran • Dalam logika, Validitas berbicara soal bentuk-bentuk berpikir (pattern of thinking). Misalnya saja, jika dalam silogisme premis mayornya benar, premis minornya benar, maka kesimpulan yang ditariknya pasti benar.
• • • •
Contoh: Semua Advokat adalah sarjana hukum. Joni adalah seorang advokat. Kesimpulan: Joni adalah sarjana hukum.
Kebenaran (truth) • Kebenaran dalam logika diukur lewat kesesuaian antara pernyataan atau premis dengan FAKTA.
• Suatu pernyataan adalah benar jika pernyataan itu sesuai dengan fakta. • Dalam silogisme mengenai advokat adalah sarjana hukum, jika faktanya Joni adalah advokat, maka premis ini adalah benar. Jika faktanya Joni adalah akuntan, maka premis itu adalah salah.
Logical thinking vs. Lateral thinking • Logical thinking adalah pola berpikir yang cenderung sistematik, teratur, dan
menuruti suatu pola tertentu (silogisme, deduktif, induktif, dsb). • Lateral thinking adalah pola berpikir yang sifatnya “out of the box” dan cenderung tidak mengikuti suatu pola atau sistem berpikir tertentu. • Contoh: • Di suatu malam dimana terjadi badai salju yang hebat dan anda ada dalam satu mobil yang hanya bisa memuat satu orang saja, dan di bus stop anda melihat: (i) nenek tua yang keliatannya akan meninggal karena asthma jika tidak segera masuk mobil anda; (ii) teman lama yang pernah menolong hidup anda; (iii) gadis cantik yang anda impikan untuk dapat menjadi pacar. Siapakah yang bakal anda tolong??
Logika dan Profesi Hukum • Dalam menjalankan profesi hukum, ketrampilan menggunakan argumentasi yang berkaitan dengan validitas dan kebenaran, serta kemampuan berpikir lateral adalah sangat penting. Setidaknya, lawyers harus dapat mengidentifikasi:
• • • • •
Argumentasi yang valid dan benar; Argumentasi yang valid tapi tidak benar; Argumentasi yang benar, tapi tidak valid; Argumentasi yang tidak valid dan tidak benar; Argumentasi yang “out of the box” .
Agar dapat meyakinkan Hakim/Arbiter/Klien atau menunjukkan kepada Hakim/Arbiter/Klien akan kerancuan logika dari pihak lawan kita.
Material Fallacies (Kesesatan Berpikir Material) • Dalam logika, dikenal juga adanya material fallacies atau kesesatan berpikir material, dimana argumentasi yang diajukan memiliki cacat logika yang berkaitan dengan isi argumentasinya.
• Dalam
melaksanakan profesi hukum, perlu ketrampilan untuk mengidentifikasi material fallacies, karena material fallacies ini kadangkadang sengaja dilakukan guna meyakinkan lawan bicara kita.
Argumentum ad Hominem • Kerancuan berpikir material jenis ini terjadi ketika orang berargumentasi dan cenderung tidak “menyerang” substansi masalah yang dibicarakan tapi justru cenderung menyerang kondisi personal lawan bicaranya.
• Contoh: • Bapak sebaiknya berdamai saja dengan klien saya, karena kalau tidak berdamai berapa banyak bapak harus bayar fee lawyer bapak yang law firm nya berkantor di jalan sudirman dan terkenal mahal itu?
Irrelevant Conclusion (Red Herring) • Kesesatan berpikir material jenis ini terjadi jika orang menampilkan argumentasi yang terlihat meyakinkan untuk memaksakan diterimanya suatu kesimpulan tertentu, padahal argumentasi itu sama sekali tidak berkaitan dengan kesimpulan yang dihasilkan.
• Contoh: • Yang mulia, mohon dicatat bahwa korban sebelum dibunuh telah diperkosa terlebih dahulu sebanyak lima kali, dan jahatnya lagi, setelah matipun korban masih diperkosa dan dimutilasi tubuhnya. Oleh karena itu, mohon agar terdakwa dijatuhi hukuman mati untuk pembunuhan sadis ini.
Argumentum ad Misericordiam Argumentasi ini dalam Bahasa Inggris disebut “appeal to pity”. Pada pokoknya, kesesatan berpikir material argumentum ad misericordiam terjadi jika untuk meyakinkan lawan bicara, kita tidak berargumentasi mengenai pokok masalah, tapi semata-mata meminta simpati atau belas kasihan. Contoh: Saya mohon dibebaskan dari hukuman penjara, karena saya seorang yatim piatu yang harus mengurus istri dan anak yang masih kecil-kecil. Jika saya dipenjara maka mereka semua akan terlantar dan akan menjadi pengemis.
Argumentum ad Baculum • Dalam Bahasa Inggris disebut “appeal to force”. Kesesatan berpikir material ini terjadi ketika orang meyakinkan pihak lain agar bersedia menerima argumennya dengan mengancam pihak lawan berargumentasinya.
• Contoh: • Sebaiknya hutang bapak dibayar saja, karena jika bapak tetap ngotot merasa tidak punya hutang, besok-besok yang akan nagih hutang bukan saya lagi tapi ormas X .
Argumentum ad Antiquitatem • Kesesatan berpikir material jenis ini terjadi jika untuk meyakinkan lawan bicara bahwa argumennya adalah argument yang benar, orang mendasarkan dirinya pada senioritas atau tradisi yang berlaku di masa lalu.
• Contoh: • Sudahlah. Percaya saja pada apa yang aku bilang. Kamu masih pakai popok aku sudah jadi pengacara.
• Aku sudah jadi lawyer selama 40 tahun, kau paling baru lulus ujian peradi. Ngerti apa kau itu.
Complex Question • Kesesatan berpikir material jenis ini terjadi ketika orang mengajukan pertanyaan dengan asumsi suatu hal sudah pasti benar, sehingga apapun jawaban terhadap pertanyaan itu akan memojokkan pihak yang ditanya.
• Contoh: • Ayo kamu ngaku saja. Sekarang ini apakah kamu masih suka korupsi? • Apakah kamu sudah berhenti memukuli istrimu?
Petitio Principii (Circular Argument) • Kesesatan berpikir material jenis ini terjadi ketika orang mengajukan jawaban atas suatu pertanyaan dengan hal yang justru sedang dipersoalkan.
• • • • •
Contoh: Manager: kenapa saudara kemarin tidak masuk kerja ? Karyawan: soalnya saya sakit pak. Manager: apa buktinya saudara sakit? Karyawan: Buktinya khan kemarin saya tidak masuk kerja pak.
Argumentum ad Populum • Kesesatan berpikir material jenis ini terjadi ketika untuk meyakinkan orang lain bahwa argumentasinya adalah benar, dengan mendalilkan bahwa banyak orang lain juga memiliki pendapat yang sama (appeal to the public).
• Contoh: • Sembilan dari sepuluh artis Indonesia mandi dengan sabun mandi merek X. • Mayoritas perusahaan fortune 500 menggunakan jasa law firm kami, karena itu tidak usah kuatir dengan kualitas jasa hukum yang kami berikan.
Argumentum ad Verecundiam (appeal to authority) • Kesesatan berpikir material jenis ini terjadi ketika untuk meyakinkan orang lain akan kebenaran argumennya, orang mendasarkan diri pada wibawa (authority) orang lain, meskipun authority orang lain itu sebetulnya tidak relevan dengan masalah yang diperdebatkan.
• Contoh: • Rasanya kamu harus percaya bahwa dalam politik itu tidak ada hal yang mustahil, karena seperti Einstein bilang everything is possible.
Non Sequitur (it doesn’t follow) • Kesesatan berpikir material jenis ini terjadi ketika orang mengajukan argumentasi dengan menyajikan pernyataan-pernyataan tertentu tetapi kesimpulan yang diambilnya sama sekali “tidak nyambung”.
• Contoh: • Ahok itu orang yang kasar, tidak beretika, kafir, dan orangnya tidak konsisten. Oleh karena itu tidak mungkin dia mampu memenuhi harapan Jokowi untuk membangun Jakarta baru yang bersih, manusiawi, dan beriman.
PENUTUP • Ketrampilan berpikir logis diperlukan dalam menjalankan profesi hukum. • Klien/Bos memerlukan lawyer yang mampu memberikan solusi, dan bukan sekedar menjawab “menurut hukum, hal itu tidak boleh dilakukan”.
• Kemampuan berpikir lateral (out of the box) diperlukan, tetapi sebaiknya tetap dalam batas-batas kepatutan dan norma-norma yang umum dianut oleh masyarakat.