3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 MODEL PELATIHAN KETRAMPILAN USAHA TERPADU BAGI PETANI PENGGARAP LAHAN PERHUTANIDI DUSUN KAWEDEGAN, DESA BALONGGEBANG, KECAMATAN GONDANG, KABUPATEN NGANJUK SEBAGAI UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Lodovicus Lasdi Widya Mandala Catholic University Surabaya Lena Elitan Widya Mandala Catholic University Surabaya Teodora Winda Mulia Widya Mandala Catholic University Surabaya Abstract. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi kehidupan masyarakat petani penggarap lahan Perhutani di Dusun Kawedegan, Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk yang selain tingkat pendidikannya masih rendah, juga tidak memiliki mata pencaharian tetap. Petani penggarap lahan Perhutani bertani ubi jalar dan palawija. Ubi jalar merupakan makanan sehat bagi penderita Diabetes Melitus (DM). Penelitian ini bertujuan untuk menemukan model pelatihan keterampilan usaha secara terpadu sebagai upaya pemberdayaan masyarakat petani dalam mengembangkan kemampuan berwirausaha. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah Penelitian dan Pengembangan.
Keywords: model pelatihan terpadu, petani, pemberdayaan masyarakat
Pendahuluan Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Sektor ini merupakan sektor yang tidak mendapatkan perhatian secara serius serins dari pemerintah dalam pembangunan bangsa. Mulai dari proteksi, kredit hingga kebijakan lain tidak satu pun yang menguntungkan bagi sektor ini. Program-program pembangunan pertanian yang tidak terarah tujuannya bahkan semakin menjerumuskan sektor ini pada kehancuran. Meski demikian sektor ini merupakan sektor yang sangat banyak menampung luapan tenaga kerja dan sebagian besar penduduk kita tergantung padanya. Sektor pertanian merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja tertinggi, yaitu sebesar 44,5 persen pada tahun 2006 (BPS). Namun demikian, kontribusi sektor pertanian dalam Produk Domestik Bruto (PDB) hanya sebesar 13,3 persen. Dengan tidak seimbangnya kontribusi PDB dan jumlah tenaga kerja yang diserap, maka tingkat produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian adalah yang terendah. Bandingkan dengan sektor industri yang menyumbang 28,9 persen terhadap PDB nasional, namun hanya menyerap tenaga kerja sebesar 12,1 persen. Sebagai akibatnya, kesejahteraan rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian akan lebih rendah dibanding yang bekerja di sektor industri.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
676
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 Pelaku yang menyumbang kontribusi cukup besar bcsar tersebut pada perekonomian nasional adalah 24 juta rumah tangga petani, dari total 52 juta rumah tangga di seluruh Indonesia. Mereka adalah 40 juta pekerja di antara 90 juta pekerja di seluruh Indonesia. Mayoritas dari mereka berlahan sempit dengan rata-rata 0,3 ha. Mereka hanyalah penggarap dari lahan-lahan pertanian yang yang sudah dimiliki orang-orang kota. Tanpa mengetahui dengan baik balk karakteristik karaktcristik dan siapa mereka segala subsidi dan dukungan di sektor pertanian tidak dapat dinikmati. Padahal segala subsidi dan dukungan disediakan untuk mengangkat kesejahteraan mereka. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah menjelaskan dalam arah pembangunan daerah harus selalu memanfaatkan berbagai sumber yang ada. Dalam Ketentuan Umum pasal 2, diantaranya menyatakan bahwa pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya lain dilaksanakan secara adil dan selaras. Hubungan dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya sebagai mana diatur dalam pasal 17 meliputi : (1) kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya, dan pelestarian, (2) bagi basil atas pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya, dan (3) penyerasian lingkungan dan tata ruang serta rehabilitasi lahan. Pelaksanaan pembangunan subsektor tanaman pangan sebagai basil pemanfaatan sumbersumber dalam rangka otonomi daerah harus dapat memperkuat posisi petani, pelaku agribisnis lainnya serta aparatur pertanian. Pada kenyataannya walaupun terdapat keunggulan agroekosistem dari masing-masing daerah kabupaten maupun kota, masih ada sebagian masyarakat yangtidak dapat memanfaatkan sumbersumber tersebut. Seperti yang dialami sebagian masyarakat petani tuna lahan yang bermata pencaharian atau bekerja sebagai penggarap lahan kawasan hutan lindung milik Perhutani. Kebanyakan lahan tersebut dilarang untuk dimanfaatkan dan dijadikan sumber mata pencaharian dengan tanaman tumpang sari. Masyarakat masih diperbolehkan menggunakan lahan Perhutani, tetapi dalam perubahan penggunaan lahan kawasan hutan harus memperhatikan Rencana Kelola Lingkungan (RKL) yang dikeluarkan pemerintah daerah dengan pertujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Alasan larangan ini sejalan dengan isi pasal 19 Undang-Undang No. 19 Tahun 2004 Tentang Kehutanan, yaitu untuk melindungi kawasan hutan atau lahan Perhutani dari pengrusakan seperti penebangan liar liar- atau penyalahgunaan lahan yang dapat menimbulkan erosi. Dalam rangka meningkatkan kinerja sektor pertanian dengan tidak mengorbankan masyarakat, diperlukan reformasi dan revitalisasi berbagai program kegiatan dan kebijakan yang berkaitan dengan pembinaan maupun pengembangan kemampuan dari masyarakat dalam menjalankan aktivitasnya. Pengeluaran kebijakan tentang pengembangan jenis pertanian, perizinan dan ketentuan hukum yang kuat kepada masyarakat penggarap perlu ditegaskan, sebagai pegangan bagi petani dalam mengolah dan menghasilkan produk yang sesuai dengan kebutuhan atau permintaan pasar. Hasil survey BPS 2003 menunjukkan dari 36,3 juta jiwa penduduk miskin lebih banyak tinggal di pelosok pedesaan yang hidup sebagai petani, termasuk masyarakat nelayan dan masyarakat yang tergantung dari mengelola lahan hutan atau masyarakat desa hutan (MDH). Kurang maksimalnya penggunaan sumberdaya di sekitar hutan, seperti pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan bagi kepentingan masyarakat, juga turut mengakibatkan terus bertambahnya jumlah masyarakat miskin. Padahal potensi sumberdaya alam dan lingkungan yang tersedia sangat memungkinkan untuk dikembangkan, hanya saja dikarenakan berbagai keterbatasan kemampuan dari masyarakat dalam mengelolanya maka potensi tersebut tidak dapat digunakan secara maksimal. Walaupun telah Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
677
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 dikeluarkan kebijakan tentang hak untuk mengelola sumberdaya hutan secara mandiri kepada masyarakat sckitar sekitar hutan, yaitu dengan dikcluarkannya dikeluarkannya kebijakan tentang HPHKM (Hak Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan) melalui SK Menhut No 677/1998, namun pengeluaran pcngcluaran kebijakan tersebut dianggap masih relatif baru, sementara kemiskinan masyarakat sekitar sckitar hutan sudah bertambah banyak. Di sisi lain Iain dalam SK tersebut HPHKM hanya diberikan kepada masyarakat sckitar hutan yang terwadahi dalam bentuk koperasi dalam jangka waktu tertentu. Bagi masyarakat sekitar sckitar hutan yang tidak masuk ke dalam anggota koperasi, dirasa kurang mendapat perhatian. sekitar Dengan demikian, kebijakan tentang hak pengelolaan ini belum sepenuhnya dapat dirasakan oleh semua lapisan dan belum memberikan rasa aman kepada masyarakat sckitarsekitar hutan dalam jangka panjang. Keterbatasan kemampuan yang dialami masyarakat sekitar sckitar- hutan adalah akibat sebelumnya kurang diberdayakan dalam pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM), sehingga menjadi penyebab kemiskinan bagi petani di desa hutan. Ketidakmampuan masyarakat pedesaan yang identik dengan kemiskinan selalu relevan dengan tingkat pendidikan, kesehatan, dan gizi sehingga menyebabkan rendahnya produktivitas kerja. Menurut data statistik (Kompas.com), 75 persen tingkat pendidL:an pendidikan petani Indonesia tidak tamat dan tamat SD, 24 persen lulus SMP dan SMA, serta hanya 1 persen lulus perguruan tinggi. Di samping itu, selain rendahnya tingkat pendidikan, ketidakmampuan yang dalami masyarakat juga diakibatkan dari dampak kebijakan pemerintah tentang pembangunan pertanian secara umum dan pembangunan pedesaan yang kurang berpihak pada petani dan komunitas desa. Keadaan semacam ini menyebabkan bertambahnya kantong-kantong kemiskinan di hampir semua daerah atau propinsi di Indonesia, termasuk propinsi Jawa Timur. Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi terbanyakdi Pulau Jawa dan di Indonesia. Data Biro Pusat Statistik menunjukkan selama tiga tahun berturut-turut dari 2007 sampai dengan 2009, provinsi Jawa Timur termasuk dalam lima provinsi dengan penduduk miskin terbanyak di Pulau Jawa. Tabel 1. Jumlah Penduduk Miskin Provinsi di Pulau Jawa (dalam ribuan) PROVINSI
2007
2008
2009
DKI Jakarta
405,7
379,6
323,2
Jawa Barat
5.457,9 5.322,4 4.983,6
Jawa Tengah
6.557,2 6.189,6 5.725,7
DI DIYogyakarta Yogyakarta 886,2
616,3
585,8
Jawa Timur
7.155,3 6.651,3 6.022,6
Banten 886,2
816,7
788,1
Sumber: BPS, SUSENAS, 2009.
BPS (2009) membagi kabupaten di Indonesia berdasar berdasar- kantong-kantong kemiskinan ke dalam tiga kategori, kelompok satu artinya kabupaten dengan keluarga sangat miskin, kelompok dua artinya kabupaten dengan keluargamiskin, dan kelompok tiga artinya kabupaten dengan keluarga miskin. Kabupaten Nganjuk yang merupakan bagian dari Provinsi Jawa Timur, termasuk kelompok dua. Dusun Kawedegan, Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang, merupakan salah satu kantong kemiskinan di Kabupaten Nganjuk. Desa tersebut merupakan sebuah dusun kecil di tepi hutan jati. Kondisi tanahnya kurang subur dan banyak mengandung kapur. Tanah-tanah pertanian sangat mengandalkan hujan. Jika tidak, maka pengairan untuk pertanian dilakukan dengan membeli air pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
678
3rd Economics & Business Hesearoh Research Festival 13 November 2014 pemilik sumur-sumur bor, itu berarti hal ini hanya bisa dilakukan oleh petani-petani yang mempunyai Iain padi, ubi jalar, jagung, cukup modal. Tanaman pertanian yang dikembangkan di sini antara lain lombok, bawang merah, melon dan palawija. karcna biaya, Masyarakat desa tersebut memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Selain karena kesadaran akan pentingnya pendidikan juga masih sangat kurang. Sebagian besar bcsar masyarakat adalah buta huruf, bukan hanya para orang tua, generasi mudanya pun masih ada yang buta huruf. Kalau pun ada yang sekolah, paling tinggi hanya lulus Sekolah Dasar. Kehidupan perekonomian masyarakat berada di bawah garis kemiskinan dan pada umumnya bekerja sebagai buruh tani, pencari pcncari kayu bakar dan daun jati di hutan. Hanya sebagian kecil saja yang memiliki lahan pertanian sendiri, dan itu pun hanya sepetak kecil. Sementara masyarakat yang merantau ke kota, bekerja sebagai buruh pabrik dan pembantu rumah tangga. Kondisi seperti ini tentu disebabkan karena kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, dan tidak adanya keterampilan khusus yang mereka miliki. Dari berbagai keterbatasan sumberdaya sckitar seki ar hutan sebagaimana ungkapkan diatas, globalisasi dalam berbagai aspek sosial ekonomi pada kenyataannya telah menjadi ancaman serius bagi usaha pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat petani. Walaupun disadari pula menjadi peluang jika dapat diwujudkan suatu pembinaan kepada masyarakat seperti melalui pelatihan keterampilan secara terpadu texpadu dari berbagai elemen. Kegiatan pelatihan keterampilan secara texpadu teipadu akan mampu membantu masyarakat dalam menemukan mata pencaharian dan kemampuan berwirausaha sesuai potensi lingkungan untuk meningkatkan pendapatan atau kesejahteraan petani. Penelitian-penelitian terdahulu yang telah melakukan investigasi terkait pelatihan petani dalam upaya pemberdayaan masyarakat menunjukkan perlunya sebuah model pelatihan ketrampilan usaha terpadu berbasis kewirausahaan. Penelitian Sukarta (2010) tentang pengaruh lingkungan, sifat kewirausahaan, dan motivasi wirausaha terhadap pembelajaran wirausaha serta kinerja usaha. Penelitian ini dilakukan pada usaha peternak ayam ay am ras pedaging di Kabupaten Tabanan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pembelajaran wirausaha dan pertumbuhan usaha dipengaruhi secara langsung dan signifikan oleh motivasi usaha, pembelajaran wirausaha memberikan pengaruh secara langsung kepada kinerja usaha. Penelitian Udayani (2010) tentang hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keberhasilan usaha agribisnis (kasus pada usaha peternakan ayam ras pedaging di Bali). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara jiwa kewirausahaan dengan kemampuan penerapan usaha agribisnis. Saputro (2009) meneliti tentang karakteristik wirausaha peternak kambing perah di kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik wirausaha yang paling menonjol adalah keberanian mengambil risiko, mandiri, dan kepemimpinan. Sudirman (2005) dan Anwar (2004) yang meneliti tentang pengaruh ketrampilan usaha terpadu bagi pemberdayaan masyarakat memberikan hasil bahwa pelatihan tersebut mampu memberdayakan masyarakat, meningkatkan penghasilan keluarga, dan mengurangi angka pengangguran.
1.
Kajian Literatur
A.
Arti, Tujuan dan Manfaat Pelatihan
Banyak ahli berpendapat tentang arti, tujuan dan manfaat pelatihan. Namun dari berbagai pendapat tersebut pada prinsipnya tidak jauh berbeda. Sikula dalam Sumantri (2000:2) mengartikan pelatihan sebagai proses pendidikan j angka pendek yang menggunakan car caraa dan prosedur yang sistematis dan terorganisir. Para peserta pelatihan akan mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang sifatnya praktis untuk tujuan tertentu. Moekijat (1993:3) juga menyatakan bahwa "pelatihan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
679
3rd Economics & Business Hesearoh Research Festival 13 November 2014 adalah suatu bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar bclajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan diluar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relatif singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada teori". tcori". Pemyataan ini didukung Yoder (1962:368) yang mendefinisikan kalau kegiatan pelatihan sebagai upaya mendidik dalam arti sempit, terutama dilakukan dengan cara instruksi, berlatih, dan sikap disiplin. Pada kajian penelitian ini kita akan memfokuskan makna pelatihan. Pelatihan mengandung makna yang lebih khusus (spesifik), dan berhubungan dengan pekerjaan/tugas yang dilakukan seseorang. Sedangkan yang dimaksudkan praktis adalah, bahwa responden yang sudah dilatihkan dapat diaplikasikan dengan segera sehingga harus bersifat praktis (Tjiptono dkk., 1996). Definisi pelatihan menurut Center for Development Management and Productivity adalah belajar bclajar untuk mengubah tingkah laku orang dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Pelatihan pada dasarnya dasamya adalah suatu proses memberikan bantuan bagi para karyawan atau pekerja untuk menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki kekurangan dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Antara pendidikan dengan pelatihan sulit untuk menarik batasan yang tegas, karena baik pendidikan umum maupun pelatihan merupakan suatu proses kegiatan pembelajaran yang mentransfer pengetahuan dan keterampilan dari sumber kepada penerima. Walaupun demikian perbedaan keduanya akan terlihat dari tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan tersebut. Pendidikan umum (formal) menurut Halim dan Ali (1993:3) selalu berkaitan dengan mata pelajaran secara konsep dan sifatnya teoritis dan merupakan pengembangan sikap dan falsafah pribadi seseorang. Bila pelatihan lebih menitik beratkan pada kegiatan yang dirancang untuk memperbaiki kinerja dalam menjalankan tugas, maka pendidikan lebih menitikberatkan pada pengembangan pengetahuan dan pemahaman terhadap keseluruhan lingkungan. Pada bagian lain dijelaskannya bahwa pelatihan lebih dikaitkan dengan kekhususan mengajar, fakta pandangan yang terbatas kepada keterampilan yang bersifat motorik dan mekanistik. Perbedaan yang nyata dengan pendidikan, diketahui bahwa pendidikan pada umumnya bersifat filosofis, teoritis, bersifat umum, dan memiliki rentangan waktu belajar bclajar yang relatif lama dibandingkan dengan suatu pelatihan. Sedangkan yang dimaksudkan dengan pembelajaran, mengandung makna adanya suatu proses belajar bclajar yang melekat terhadap diri seseorang. Pembelajaran terjadi karena adanya orang yang belajar bclajar dan sumber belajar bclajar yang tersedia. Dalam arti pembelajaran merupakan kondisi seseorang atau kelompok yang melakukan proses belajar. bclajar. Dalam suatu organisasi, lembaga atau perusahaan, pelatihan dianggap sebagai suatu terapi yang dapat memecahkan permasalahan, khususnya yang berkaitan dengan peningkatan kinerja dan produktifitas organisasi, lembaga atau perusahaan. Pelatihan dikatakan sebagai terapi, karena melalui kegiatan pelatihan para karyawan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya sehingga dapat memberikan konstribusi yang tinggi terhadap produktivitas organisasi. Dengan meningkatnya pengetahuan dan keterampilan sebagai hasilpelatihan maka karyawan akan semakin matang dalam menghadapi semua perubahan dan perkembangan yang dihadapi organisasi. Dengan demikian, kegiatan pelatihan lebih ditekankan pada peningkatan pengetahuan, keahlian/ keterampilan (skill), pengalaman, dan sikap peserta pelatihan tentang bagaimana melaksanakan aktivitas atau pekerjaan tertentu. Hal ini sejalan dengan pendapat Simamora (1995:287) yang menjelaskan bahwa pelatihan merupakan serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman ataupun perubahan sikap seorang individu atau kelompok dalam menjalankan tugas tertentu.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
680
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 Dalam pengembangan masyarakat, pelatihan diberikan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan dan dari warga masyarakat dalam menghadapi tuntutan maupun perubahan lingkungan sckitarnya. bag! masyarakat bertujuan untuk memberdayakan, sehingga warga sekitamya. Pemberian pelatihan bagi masyarakat menjadi berdaya dan dapat berpartisipasi aktif pada proses perubahan. Pelatihan dapat membantu orang atau masyarakat untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki. Dengan pelatihan juga dapat menimbulkan perubahan dalam kebiasaan-kebiasaan bekerja masyarakat, perubahan sikap terhadap pekerjaan, serta dalam informasi dan pengetahuan yang mereka terapkan dalam pekerjaannya sehari-hari. schari-hari. Kegiatan pelatihan dapat terjadi apabila seseorang atau masyarakat menyadari perlunya mengembangkan potensi dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan maupun kepuasan hidupnya, oleh sebab itu diperlukan kegiatan pemberdayaan. Pemberdayaan dapat dimaknai sebagai upaya melepaskan belenggukemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi dan keterbelakangan melalui pendidikan. Kegiatan pemberdayaan yang dilakukan melalui pelatihan bertujuan untuk memperkuat posisi seseorang melalui penumbuhan kesadaran dan kemampuan individu yang bersangkutan, mengidentifikasi persoalan yang dihadapi dan memikirkan langkah-Iangkah langkah-langkah mengatasinya. Inti dari kegiatan pemberdayaan adalah motivasi untuk memahami kondisidan situasi kerja sehari-hari serta menumbuhkan kemampuan dan keberanian mereka untuk bersikap kritis terhadap kondisi yang mereka hadapi, sehingga kuncinya adalah membangun partisipasi. Jacius (1968) dalam Moekijat (1991), mengemukakan "istilah ""istilah pelatihanmenunjukkan suatu proses peningkatan sikap, kemampuan, dan kecakapan dari para pekerja untuk menyelenggarakan pekeqaan secara khusus". Ungkapan ini menunjukkan kalau kegiatan pelatihan merupakan proses membantu peserta belajar untuk memperoleh keefektifan dalam melakukan pekerjaan mereka baik pada saat sekarang maupun masa yang akan datang melalui pengembangan kebiasaan pikiran dan tindakan-tindakan, kecakapan, pengetahuan, dan sikap-sikap. Kegiatan pelatihan juga dilakukan dalam upaya memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi dalam aktivitas pekerjaan seharihari dan mengantisipasi kemungkinan permasalahan yang terjadi dimasa yang akan datang. Hal ini sejalan dengan pandangan Soenanto dalam Moekijat (1993:4) bahwa pelatihan adalah kegiatan belajar- untuk mengubah rencana orang dalam melakukan pekerjaan. Penyelenggaraan pelatihan yang baik dan optimal akan meningkatkan kemampuan peserta pelatihan untuk mengatasi masalah yang dihadapi dalam menjalankan tugas serta dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja. Memperhatikan pengertian tersebut, ternyata tujuan pelatihan tidak hanya untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap saja, akan tetapi juga untuk mengembangkan bakat seseorang, sehingga dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Moekijat (1993: 2) menjelaskan tujuan umum pelatihan sebagai berikut: berikut : (1) untuk mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif, (2) untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional, dan (3) untuk mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerjasama dengan teman-teman pegawai dan dengan manajemen (pimpinan). Dengan demikian pelatihan dimaksudkan dalam pengertian yang lebih luas, dan tidak terbatas semata-mata hanya untuk mengembangkan keterampilan dan bimbingan saja. Pelatihan diberikan dengan harapan warga masyarakat dapatmelaksanakan pekerjaannya dengan baik. Masyarakat yang telah mengikuti pelatihan dengan baik biasanya akan memberikan basil pekerjaan lebih banyak dan baik pula dari pada masyarakat yang tidak mengikuti pelatihan.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
681
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 Selain pengertian dan tujuan sebagaimana dikemukakan di atas pelatihan juga memiliki sejumlah manfaat, seperti yang dikemukakan Siagian (1985: 183-185) mengemukakan 10 manfaat yang dapat dipetik oleh pegawai atau karyawan dari kegiatan pelatihan sebagai berikut: a. Membantu pegawai membuat keputusan yang lebih baik, b. Meningkatkan kemampuan para pekerja menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya, c. Terjadinya interaksi dan operasionalisasi faktor-faktor motivasional, d. Timbulnya dorongan dalam diri pekerja untuk terus meningkatkan kemampuan kerjanya, e. Peningkatan kemampuan pegawai untuk mengatasi; strees, frustrasi, dan konflik yang pada gilirannya memperbesar rasa percaya diri sendiri f. Tersedianya informasi berbagai program yang dapat dimanfaatkan para pegawai dalam rangka pertumbuhan secara teknikal dan intelektual. g. Meningkatkan kepuasan kerj a h. Semakin besar bcsar pengakuan atas kemampuan seseorang i. Makin besamya besarnya tekad pekerja untuk lebih mandiri j. Mengurangi ketakutan menghadapi tugas-tugas baru di masa depan. Sedangkan bagi kelompok masyarakat kegiatan pelatihan yang diberikan dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya: a. Membantu masyarakat mempercepat pemenuhan kebutuhan sebagai upaya memperbaiki tarap hidup b. Memperbaiki sikap-sikap agar mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan serta dapat membuat keputusan dengan baik dan benar. c. Meningkatkan motivasi untuk belajar, be 1 ajar, dan senantiasa agar bersedia untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuannya d. Menumbuhkan rasa percaya diri dan solidaritas yang tinggi di antara sesama masyarakat. Dalam pengembangan sumberdaya manusia, jelas pelatihan mutlak diperlukan. Kemutlakan itu tergambar pada berbagai jenis manfaat yang dapat diambil dari padanya, baik bagi organisasi, karyawan, individu maupun masyarakat. Manfaat juga akan dirasakan bagi penumbuhan dan pemeliharaan hubungan yang serasi baik dalam kelompok kerj a maupun antara peserta dalam kelompok yang semuanya bermuara pada peningkatan produktifitas. Dengan peningkatan dan berkembangnya kemampuan masyarakat, diharapkan akan dapat memenuhi kepuasan dalam hidupnya.
B.
Pendekatan Pelatihan
Friedman dan Yarbrough (1985) dalam buku "Trainingstratcgics" "Trainingstrategies mengungkapkan bahwa: dalam pelaksanaan pelatihan dapatditelusuri dari dimensi langkah-langkahnya, pelatih dan metodenya. Prosespelatihan secara umum dilakukan melalui dua pendekatan yaitu; pendekatanmenerima (receptive) yang digunakan sebagai sebag ii fase diagnostik atau lebihdikenal dengan sebutan pendekatan "bottom-up", dan pendekatan instmksi(directive) yang digunakan sebagai fase instruksional atau disebut denganpendekatan "top-down", Kedua pendekatan ini mempunyai Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
682
3rd Economics & Business Hesearoh Research Festival 13 November 2014 kepentinganyang sama sesuai dengan fungsinya, serta digunakan untuk saling melengkapi. Dua hal yang perlu diperhatikan dalam menyeimbangkan keduapendekatantersebut dalam suatu pelatihan, yaitu dengan mengetahui situasipenggunaan masing-masingpendekatan dan mengetahui bagaimana mengimplementasikannya. Pada tahap pertama dalam setiap tugas pelatihanadalah diagnosis situasi dengan mencoba merespon pernyataan-pernyataan tentang status quo (keadaan sekarang), perbedaan antara perilaku penlaku seseorangdan prilaku yang diharapkan terjadi pada peserta pelatihan, tujuan-tujuanpelatihanyang bersifat realistik, dan metode yang dipergunakan untukmencapai tujuaninstruksional. Tahapan berikutnya adalah implementasidengan mengunakanpendekatan direktif, yang dalam hal ini programpelatihan diwujudkan dalampraktek. Sekuensi receptive dan directivemerupakan suatu siklus dan dapatberulang dalam suatu progr program am pelatihan. Masyarakat sebagai peserta pelatihan adalah tergolong orang dewasa, oleh sebab itu prinsipprinsip yang diterapkan dalam proses pelatihannya harus mengacu kepada prinsip pembelajaran orang dewasa. Dalam pembelajaran orang dewasa (andragogy) Knowles (1980:41) menjelaskan tentang konsep andragogi dengan "the art and science of helping adults leam", learn", yaitu seni dan ilmu dalam membantu orang dewasa belajar. be 1 ajar. Menurut Knowles (1980:45-54) proses pembelajaran orang dewasa pada dasarnya menggunakan beberapa asumsi: a.
Orang dewasa telah memiliki konsep diri, dan tidak mudah untuk menerima konsep yang dating dari luar dirinya, sehingga dalam proses pelatihannya perlu memperhatikan ; (1) iklim belajamya belajarnya perlu diciptakan sesuai dengan keadaan orang dewasa, (2) warga belajar perlu dilibatkan dalam mendiagnosis kebutuhan belajarnya, (3) warga belajar- perlu dilibatkan dalam proses perencanaan belajamya, belajarnya, (4) proses belajarnya merupakan tanggung jawab bersama antara sumber belajar- dengan warga belajar, belajar-, dan (5) evaluasi pembelajarannya ditekankan pada evaluasi diri sendiri.
b.
Orang dewasa telah memiliki pengalaman, dan berbeda-beda sehingga; (1) proses pembelajarannya lebih ditekankan pada teknik yang sifatnya menyadap pengalaman mereka, (2) proses pembelajarannya lebih ditekankan pada aplikasi praktis.
c.
Orang dewasa memiliki masa kesiapan belajar- seirama dengan adanya peran sosial yang mereka tampilkan. Peran ini akan berubah sejalan dengan perubahan usianya sehingga dalam proses pembelajarannya; (1) urutan program belajar- perlu disusun berdasarkan urutan logik mata pelajaran, dan (2) dengan adanya konsep mengenai tugas-tugas pekembangan pada orang dewasa akan memberikan petunjuk dalam belajar- secara kelompok.
d.
Orang dewasa memiliki perspektif waktu dan orientasi belajar, belajar-, sehingga cenderung memiliki perspektif untuk secepatnya untuk mengaplikasikan apa yang mereka pelajari. Sehingga dalam proses pembelajarnnya; pembelajamnya; (1) sumber belajar berperan sebagai pemberi bantuan kepada warga belajar, belajar-, dan (2) kurikulum tidak berorientasi pada mata pelajaran ,tetapi berorientasi pada masalah.
Dari beberapa pendekatan yang ada, penyelenggaraan pelatihan ini lebih mengedepankan untuk menggunakan pendekatan partisipatif, walaupun ada beberapa uraian yang memiliki kesamaan dengan pendekatan yang lain. Dengan pendekatan partisipatif, pendekatan lain juga akan lebih mudah untuk diadaptasikan, karena dengan pendekatan partisipatif masyarakat sebagai peserta pelatihan tidak akan merasa tersinggung atau dipaksa bila diperintah dan akan dengan senang hati untuk menerima. Pendekatan ini akan lebih efektif karena sebagaimana diungkapkan sebelumnya bahwa yang menjadi sasaran utamanya adalah masyarakat orang dewasa yang pada umumnya sudah banyak Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
683
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 memiliki pengalaman. Di samping itu melalui pendekatan partisipatif paitisipatif masyarakat sebagai peserta pelatihan akan ikut berperan lebih banyak dan luas, baik dari dan sejak dilakukannya identifikasi kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan dan sampai kepada menilai basil kegiatan pelatihan. Secara khusus pendekatan ini digunakan untuk melibatkan peserta pelatihan agar dapat berpartisipasi aktif dalam proses pelatihan dan dalam menjalankan usaha. Pengadaptasian dari beberapa pendekatan yang diungkapkan Friedman dan Yarbrough kedalam pendekatan partisipatif seperti pada pendekatan receptive (Bottom-up) dilakukannya lebih menekankan pada partisipasi masyarakat dalam menggali sumber-sumber atau potensi baik dari sisi SDM atau SDA yang ada dan yang mungkin dapat dikembangkan, sedangkan pada pendekatan directive (top-down) merupakan kegiatan atau partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan SDMatau SDA sebagai bukti peran sertanya dalam mensukseskan pelaksanaan program pelatihan yang diberikan penyelenggara maupun dalam bentuk kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Kegiatan Iain lain yang hampir sama dalam bentuk partisipasi juga dari pendekatan yang dikemukakan oleh Halim dan Ali seperti; dalam pendekatan tradisional pelatih memberikan tugas memotivasi dan melakukan evaluasi kepada peserta. Pada pendekatan eksperiensial pelatih juga tidak lupa memperhatikan dan berusaha memadukan pengalaman yang telah dimiliki peserta scbclumny; sebelumnya. Sedangkan pada pendekatan berbasis kinerja tujuan pelatihannya diukur dengan melihat parrtisipasi peserta selama mengikuti pelatihan terutama dalam pencapaian tingkat penguasaan keterampilan yang telah dipelajari. Penggunaan pendekatan partisipatif ini dapat dilakukan secara secar a langsung dan tidak langsung. Secara langsung biasanya dilaksanakan dalam kelompok kecil atau dengan tatap muka, dan ini akan terasa lebih efektif karena akan terjadi hubungan keakraban diantara peserta. Secara tidak langsung biasanya dilakukan dalam kelompok yang lebih besar bcsar yang tidak memungkinkan bagi setiap peserta untuk bertatap muka langsung (Sudjana, 1992:266). Dengan demikian dalam pelatihan ini pelaksanaan pendekatannya didekati dengan pendekatan partisipatf yang dilakukan secara langsung, karena jumlah pesertanya yang relatif kecil. C.
Asas-asas Pelatihan
Dalam penyelenggaraan pelatihan, agaragar dapat bermanfaat bagi peserta dan dapat mencapai tujuan secara optimal, hendaknya penyelenggaraannya mengikuti asas-asas umum pelatihan. Menurut Yoder (1962:235) dalam Sudirman (2005), menyebutkan sembilan asas yang berlaku umum dalam kegiatan pelatihan yaitu (1) individual differences; (2) relation to job analysis; (3) motivation (4) active participation, (5) selection of trainees, (6). Selection of trainers; (7) trainer's of training (8) training method's dan (9) principles of learning (1962:235). Pendapat Yoder (1962) dalam Sudirman (2005) mengisyaratkan bahwa dalam kegiatan pelatihan perbedaan individu peserta pelatihan hams harus mendapat perhatian yang utama. Karakteristik peserta pelatihan akan mewarnai dan menentukan keberhasilan pelaksanaan suatu pelatihan. Pelatihan hams harus juga dihubungkan dengan analisis pekerjaan peserta (calon peserta) pelatihan, sehingga nantinya basil pelatihan bermanfaat dalam melaksanakan tugas pekerjaannya. Selanjutnya, motivasi dan keaktifan peserta kegiatan pelatihan perlu dibangkitkan. Peserta pelatihan akan berusaha dan memberikan perhatian yang lebih besar pada pelatihan yang diikutinya, apabila ada daya perangsang yang dapat menimbulkan motivasinya. Begitu juga dalam fase-fase kegiatan pelatihan,. peserta diupayakan turut aktif mengambil bagian. Dengan demikian peserta pelatihan tumt turut aktif berpikir, berbuat dan mengambil keputusan selama proses pelatihan berlangsung.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
684
3rd Economics & Business Hesearoh Research Festival 13 November 2014 Tidak kalah pentingnya dalam kegiatan pelatihan adalah seleksi peserta dan seleksi pelatih. Sebagaimana diketahui bahwa diantara peserta pelatihan terdapat perbedaan-perbedaan yang sifatnya individual. Untuk menjaOa agar perbedaan tersebut jangan terlalu besar, maka seleksi atau pemilihan calon peserta pelatihan perlu diadakan. Selain seleksi peserta, untuk mendapatkan para pelatih yang berkualitas dan profesional, maka dalam rangkaian penyelenggaraan pelatihan diperlukan juga seleksi pelatih. Harapannya pelatih yang terpilih adalah orang-orang yang cakap dan memiliki kualifikasi sebagai seorang pelatih yang handal. Para pelatih yang telah terpilihpun, masih diperlukan mengikuti pelatihan untuk pelatih. Tujuannya adalah agar para pelatih memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang relatif sama pada jenis pelatihan yang akan dilatihkan. Juga memiliki tingkat kerjasama yang tinggi dengan pelatih lain, Iain, sehingga dalam melatih nanti dapat berbuat total dan seoptimal mungkin. Kemudian untuk keberhasilan pelatihan, metode pelatihan dan prinsip-prinsip pembelajaran yang digunakan harus sesuai dengan jenis metode pelatihan yang diberikan. Meskipun tidak ada metode yang paling sempuma, sempurna, namun dapat dicarikan beberapa alternatif metode yang sesuai dengan karakteristik peserta pelatihan. Dalam hal ini ada persyaratan minimal yang perlu diperhatikan pelatih dalam memilih metode pelatihan yaitu (1) sesuai dengan keadaan dan jumlah sasaran; (2) cukup dalam jumlah dan mutu materi; (3) tepat menuju tujuan pada waktunya; (4) Amanat hendaknya mudah diterima, dipahami dan diterapkan; dan (5) biaya ringan (Depdikbud, 1983 : 97). Dalam pemilihan metode juga dapat mempertimbangkan beberapa faktor sebagai berikut: Tujuan instruksional khusus yang hendakdicapai dalam proses penyampaian pesan atau bahan belajar, be 1 ajar, keadaan warga belajar be 1 ajar yang akan menerima pesan, karakteristik metode yang akan digunakan dan sumber atau fasilitas yang tersedia untuk menunjang penggunaan metode tertentu yang hendak kita pilih (Direktorat Dikmas, 1985 : 18). Sedangkan prinsip-prinsip pembelajaran akan memberikan arah bagi cara-cara seseorang (peserta pelatihan) belajar efektif dalam kegiatan pelatihan. Dan pembelajaran akan lebih efektif, apabila metode pelatihan sesuai dengan gaya belajar peserta dan tipe-tipe pekerjaan yang diperlukan. Menurut William R. Werther Jr. dan Keith Davis, prinsip-prinsip pembelajaran yang efektif sering; direfleksikan dengan participation, repetition, transference, dan feed back.Dengan demikian manakala pelatihan ingin berhasil, bermanfaat dan mencapai tujuan secara optimal, maka asas-asas maupun prinsip dasar penyelenggaraan pelatihan hendaknya dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
D.
Model-Model Pelatihan
Penyelenggaraan pelatihan pada umumnya lebih banyak digunakanoleh lembaga-lembaga atau organisasi baik pemerintah maupun swasta, danjuga perusahaan, dengan menggunakan modelmodel yang berbeda. Modelmodelpelatihan yang ditampilkan tersebut, kesemuanya bertujuan untukmeningkatkan kualitas SDM sebagai tenaga kerja, yang akhirnya dapatmeningkatkan produksi. Pelaksanaan pelatihan juga dapat saja dilakukan dimasyarakat, yang juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas dart dari wargamasyarakat seperti pengetahuan atau bidang keterampilan tertentu. Para pakar pelatihan biasanya melaksanakan pelatihan denganmenggunakan langkah-langkah atau siklus tersendiri berdasarkan dari modelyang mereka kembangkan. Diantara model-model pelatihan yang ada parapakar mengembangkannya bermacam-macam, ada yang menggambarkanhanya melalui siklus yang sederhana, dan ada juga yang digambarkan secaradetail. Walaupun demikian dari beberapa model yang dikembangkanditemukan adanya langkah-langkah atau tahapan yang memiliki mcmilik kesamaan,seperti pada pelaksanaan pelatihan umumnya. Kesamaan itu Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
685
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 seperti sama-samadiawali dengan melakukan identifikasi, dengan tujuan untuk menemukan danmengkaji kebutuhan yang akan diberi pelatihan, serta diakhiri denganpelaksanaan evaluasi. Dari model-model pelatihan yang ada, dapat dilihat diantaranyasebagaimana di ungkapkan Dan Nadler (1982:12), yang dikenal dengan The CriticalEvents model (CEM) atau disebut dengan model terbuka yang langkah- langkahnya terlihat lebih detail dan spesifik. Pada model ini tidak semua variabel vanabel bisa diidentifikasi atau ditetapkan pada saat dilakukan perancangan program pelatihannya, namun pada setiap langkahnya selalu di o evaluasi dan sebagai balikan. Siklus pelatihan pada CEM dapat digambarkan sebagai berikut:
Identify the needs of the organization
Specific job Performance
Conduct Training /\ Evaluation Obtain Instructional Resources
Identify learner needs
and Feedback
t T Select Ins tructional Stra tegis
Determine objectives
Build Curriculum Sumber Sumber;: Nadler (1982:12) Gambar 2.1 Model Critical Event Model yang dikembangkan Nedler ini dimulai dari: dark 1) menentukan kebutuhan organisasi, 2) menentukan spesifikasi pelaksanaan tugas, 3) menentukan kebutuhan pembelajar, 4) merumuskan memmuskan tujuan, 5) menentukan kurikulum, 6) memilih strategi pembelajaran, 7) mendapatkan sumber belajar, dan 8) melaksanakan pelatihan, dan selanjutnya kembali lagi ke menentukan kebutuhan. Perputaran ini bertujuan untuk melihat keunggulan dan kelemahandari pelatihan yang telah dilaksanakan, apakah masih perlu diadakan perbaikan atau memang sudah sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh organisasi. Sedangkan Goad (1982:11) menggambarkan model pelatihan melalui beberapa tahapan yang siklus pelatihannya tcrdi., terdiri dari: 1) Analisis kebutuhan pelatihan (analyze to determine training requirements), 2) Desain pendekatan pelatihan (design the training approach), 3) Pengembangan materi pelatihan (develop the training materials), 4) Pelaksanaan pelatihan (conduct the training), dan, m
feb m
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
-
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 dan 5) Evaluasi dan pemutakhiran pelatihan (evaluate and update the training). Secara Sccara skematis langkah-langkah langkah-Iangkah tersebut digambarkan sebagi berikut:
Analyze
Evaluate
Design
Develop
<Sumber: Goad (1982:11)
Gambar 2.2. Siklus Pelatihan Lima Tahap Dalam siklus pelatihan atau dalam pendidikan yang ditujukan pada orang dewasa sebagai sasaran, Goad (1982:41) mengungkapkan perlunya memperhatikan beberapa aspek sebagai berikut: 1) orang dewasa belajar dengan melakukan; yaitu orang dewasa senantiasa ingin dilibatkan, 2) masalah dan contoh harus realistis dan relevan dengan warga belajar, 3) lingkungan belajar yang terbaik adalah lingkungan informal, 4) keragaman mendorong dan cenderung membuka kelima indra dari peserta belajar, belajar-, 5) dilakukan perubahan kecepatan dan teknik dari waktu ke waktu, 6) tidak menerapkan sistem peringkat apapun, 7) fasilitator berperan sebagai agen pembaharuan, 8) fasilitator bertanggung jawab untuk memfasilitasi pembelajaran, sedangkan pembelajarannya sendiri merupakan tanggung jawab peserta belajar. Mayo & Du Bois, (1987:3) juga mengembangkan model pelatihan melalui lima tahap (fase), yang dikenal dengan Continuous Loop Training Development and Implementation Model atau Closed-loop Continuous System. Kelima fase tersebut adalah : 1) fase analyze operational requirement, 2) fase defining training requirement, 3) fase developing objectives, 4) fase planning, developing, and validating training, dan 5) fase conduct and evaluate the training. Secara skematis kelima fase ini dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut:
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Universitas Kristen Satya Wacana
rfebj
687
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 Analyze operational requirement
Conduct and evaluate the training
Defining training requirement
Planning, developing, oc _ validating
Developing training objectives
Sumber ;: Mayo & Du Bois, (1987:32) Gambar 2.3 Model Siklus Pelatihan Lima Tahap Friedman dan Yarbrough (1985:4), mengemukakan enamtahap dalam proses pelatihan (six stages of the training process). Posisi enamtahap yang digunakan dalam proses pelatihan dimaksud adalah sebagai berikut: 1.
Tahap pertama, menyadari kebutuhan (awereness of need). Kesenjangan antara keadaan sekarang dengan keadaan yang diharapkanbiasanya disebabkan oleh dua sifat yang melekat dalam fungsi manusia, yaitu pembahan dan inspirasi. Perubahan adalah merupakan "dorongan" ""dorongan" dan aspirasiadalah ""tarikan" "tarikan" yang menimbulkan kebutuhan pada pelatihan.Perubahan-perubahanmenciptakan masalah yang harus segera dipecahkan, sedangkanaspirasi cenderung kepada tahap pertumbuhan untuk adanya nilai tambah.
2.
Tahap kedua, menganalisis masalah (analyzing the problems). Apabila kebutuhan itu dirasakan masih bersifat umum, maka perlu dianalisis secermatmungkin, sehingga rumusannya tidak terlalu umum atau tidak terlalu khusus.Jika menganalisis setiap perfomans maka sebaiknya dilakukan denganmenjawab lebih dahulu pertanyaan-pertanyaan: apakah yang menjadi perbedaan antara perfomans sekarang dan yang diharapkan? Apakahperfomans tersebut berguna untuk mengatasi perbedaan? Dan Apakahperfomans itu dapat meningkatkan keterampilan?
3.
Tahap ketiga, menentukan pilihan (knowing options). Ketikamempersiapkan pilihan-pilihan, perlu dimasukkan keuntungan-keuntungan dan kelemahan-kelemahannya, serta
suatu
penjelasan
tujuantentang
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
688
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 pengalaman yang dapat membantu peserta pelatihan mengembangkanpedoman-pedoman untuk menentukan pilihan-pilihan yang terbaik. 4.
Tahap keempat, menyadan menyadari suatu pemecahan (adopting asolution). Dalam menghadapi suatu solusi pertama-tama adalah dengan memberikanpenjelasan membenkanpenjelasan tentang prosedur sehingga menjadi jelas dan dapat dipahami olehmereka yang akan menentukan prosedur tersebut. Dan selanjutnya adalahpemberian dukungan dimana prosedur tersebut harus dijalankan mengenai keuntungan-keuntungan dan kelemahan-kelemahannya. Dalam hal ini perananpelatihan adalah mempersempit pilihan-pilihan peserta pelatihan yangmenyalurkan usaha-usaha peserta pelatihan pada cara atau jalur khusus.
5.
Tahap kelima, mengajarkan suatu keterampilan (teaching a skill). Apabila pelatihan diharapkan untuk mampu mempengaruhi cara berpikirpeserta pelatihan, sikapnya atau pengetahuannya, maka peranan pelatihanadalah membantu peserta dalam mempelajari suatu keterampilan. Kemudianmemberikan umpan balik pada pekerjaan peserta pelatihan sesuai langkah-Iangkahyang langkah-langkahyang ditempuh sampai kepada penilaian hasil basil kerja/hasil belajamya. belajarnya.
6.
Tahap keenam, integrasi dalam sistem (integration in the system). Apabila dalam prosedur belajar peserta pelatihan tidak menimbulkan pengaruh kerjasama dalam situasi belajarnya, maka dalam tindak lanjutnya perlu membantu para peserta pelatihan untuk melakukan prosedur kerjasama tersebut dalam sistem yang membutuhkan kerjasama, misalnya dalam "team keija". kcrja". Pengintegrasian ini sangat diperlukan karena pada tahap akhir pelatihan selalu muncul masalah-masalah yang dihadapi para pelatih dalam mengintegrasikan hasil-hasil belajarnya yang baru kedalam konteks pekerjaanya. Tipe lain dari "integrasi dalam sistem" ini adalah dengan memusatkan pengembangan interaksi "team" yang lebih baik dalam suatu kelompok kerja yang utuh.
Keenam tahapan dalam proses pelatihan tersebut dapat dilihat duihat pada gambar 2.4. berikut:
Sumber : Friedman & Yarbrough (1985:4) Gambar 2.4 Six Stages of the Training Process
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
689
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 Secara umum model-model sistem pelatihan dalam siklusnya terbagi ke dalam tiga tahapan yaitu ; tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi. Dari ketiga siklus sMus tersebut, dalam pelaksanaannya rata-rata setiap model selalu diawali dengan analisis kebutuhan, baru kemudian disusun desain pelatihan yang dilanjutkan dengan pengembangan bahan pelatihan, penyelenggaraan pelatihan dan diakhiri dengan evaluasi. Kegiatan ataupelaksanaan model-model semacam ini dapat dikatakan sebagai langkah standar dalam setiap penyelenggaraan pelatihan. Perbedaan antara satu pelatihan dengan pelatihan yang lain Iain lebih terletak pada sisi pendekatan pembelajaran dan pengorganisasian pelatihannya, namun pada prrinsipnya pmnsipnya kesemuanya mempunyai tujuan yang sama yaitu meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap dari para peserta pelatihan. Sebagai sebuah proses, pelatihan bukanlah suatu program yang telah lengkap dan dapat dibuat seketika. la memerlukan waktu, serta meliputi intensitas, frekwensi, dan durasi waktu tertentu, serta bersifat continous dan melibatkan berbagai elemen yang harus dikelola secara benar. Pendekatan sistem menghendaki pengelolaan pelatihan secara sistematis dan berorientasi kepada basil. Masing-masing komponen memiliki keterkaitan dengan komponen Iain, lain, sehingga semakin sempuma sempurna setiap proses yang dilakukan, maka akan semakin baik balk basil yang didapatkan. Dari model-model yang digambarkan dan diuraikan tersebut, serta sehubungan dengan topik penelitian ini, peneliti tidak mengadaptasi satu model secara utuh, akan tetapi melakukan kolaborasi dari beberapa model yang dianggap memiliki kesesuaian dengan jenis dan kelompok sasaran penelitian. Seperti dalam penyusunan model lebih cenderung ke model pelatihan yang dikembangkan Nadler (1982:12), Alasan pengadaptasian model ini karena setiap langkah yang dilakukan selalu dievaluasi untuk memberikan umpan balik. Sedangkan dalam langkah-langkahnya akan lebih disederhanakan dan lebih mirip seperti yang diungkapkan Goad (1982:11). Untuk model Friedman dan Yarbrough (1985:4), karena melihat tentang adanya kesadaraan akan kebutuhan sebagai langkah awal untuk memecahkan permasahan yang sedang dihadapi, serta menekankan akan pentingnya kerja tim atau secara terpadu. Keterpaduan dalam bentuk tim atau kelompok kerja dirasa lebih efektif, terutama dalam upaya menerapkan basil belajar peserta kedalam pekerjaannya.
E.
Konsep Pelatihan Keterampilan Usaha Terpadu
Pelatihan keterampilan usaha terpadu adalah serangkaian kegiatanyang dirancang untuk membekali pengetahuan, keterampilan dan perubahansikap baik bagi individu maupun kelompok dengan beberapa jenisketerampilan, untuk dapat dijadikan sebagai sumber usaha dalam upayamemenuhi kebutuhan hidup. Pelatihan keterampilan usaha terpadumerupakan proses pembelajaran yang beranjak dari suatu tema sebagai pusatperhatian, yang digunakan untuk memahami gejala-gejala darn dari konsep lain,baik pada konsep jenis keterampilan yang sedang dipelajari maupun padakonsep jenis keterampilan lain. Sebagai suatu konsep, pelatihan keterampilan usaha terpadu dapat dikatakan sebagai suatu pendekatan dalam belajar belajar- mengajar denganmelibatkan beberapa kajian materi tentang keterampilan yang bertujuan untuk memberikan pengalaman yang berarti kepada warga belajar. Dikatakanberarti karena dalam pelatihan keterampilan usaha terpadu, warga belajarakan belajar belajar- memahami konsep-konsep yang mereka pelajari pel ajar i dan praktekkanmelalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lainyang telah mereka pahami dan kuasai sebelumnya. Pelatihan ataupembelajaran keterampilan ini sebagaimana diungkapkan (Gilkey, 1985:195)adalah merupakan suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengajadikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dankondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon-respon terhadap situasitertentu. Proses pengelolaan lingkungan yang menjadikan sebuah formasi dandiikuti penyesuaian unsur-unsur yang ada untuk mencapai tujuan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
690
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 pelatihan inidisebut integration. Proses integrasi merupakan perkembangan progresifdalam mewujudkan pesesuaian yang sempurna antara beberapa unsur secarabersama atau saling mendukung untuk mewujudkan budaya sempurna (totalculture). Sebagai contoh Linton (1984:267) menunjukkan tentang terjadinyaperubahan dalam kehidupan masyarakat suku Tanala di Madagaskar sebagaiakibat dari masuknya sistem teknologi bersawah, yang akhirnya masyarakatmenjadi ikut beralih sedang sebelumnya mereka hanya mengenal systempenanaman padi ladang. Dari Darn pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh masyarakat sccaralangsung secaralangsung sebagai basil dari proses pembelajaran tersebut dapat dikatakansebagai proses pembelajaran dalam bentuk difusi. Proses pembelajaran dalambentuk diffusi meliputi langkah-langkah langkah-Iangkah sebagai berikut : 1) penghidangan. atau masuknya unsur-unsur budaya baru kepada kelompok sasaran, (2) penerimaan unsur barm baru tersebut oleh masyarakat, dan (3) terjadinya pengintegrasian dari unsur-unsur yang telah diterima ini ke dalam kebudayaan yang telah ada (Linton, 1984:258). Pelatihan keterampilan usaha terpadu yang dalam pembelajarannya lebih berorientasi pada praktek atau aplikasi praktis, memiliki kecenderungan yang sesuai dengan kebutuhan warga belajar. be 1 ajar. Apalagi dalam pelatihan keterampilan usaha terpadu yang menekankan keteriibatan keterlibatan peserta belajar bclajar dalam belajamya, belajarnya, maka akan membuat warga belajar bclajar secara sccara aktif terlibat teriibat dalam proses pembelajaran dan dalam pengambilan keputusan. Keterlibatan Keteriibatan warga belajar bclajar dalam setiap proses kegiatan belajar bclajar sesuai dengan ungkapan Knowles (1980), bahwa peserta belajar bclajar terutama bagi orang dewasa, proses belajarnya hams harus dilaksanakan dengan melibatkan partisipasi pariisipasi aktif dari warga belajarnya. Pendekatan belajamya semacam ini akan menjadikan suatu pengalaman yang berarti bagi peserta atau warga belajar itu sendiri. Sebagaimana dikemukakan John Dewey dengan konsep "Learning by doing-nya" yang dalam salah satu isi pembelajarannya mengutamakan bidang keterampilan yang dirasa berguna dalam kehidupan dan langsung dapat dirasakan oleh masyarakat. Pelatihan keterampilan usaha terpadu dapat dipandang sebagai upaya memperbaiki kualitas atau meningkatkan kemampuan warga masyarakat dalam bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, temtama terutama dalam rangka mengimbangi dampak sosial akibat berbagai kebijakan yang mempersempit lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Pada dasarnya pelatihan keterampilan usaha terpadu merupakan suatu sistem pelatihan yang memungkinkan warga belajar, baik sccara secara individualmaupun kelompok, untuk aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan otentik. Aktif maksudnya pelatihan keterampilan usaha terpadu pada dasarnya dikembangkan selain bcrdasar kepada pendekatan diskoveri inkuiri, juga dengan mempertimbangkan hasrat, minat, dan berdasar kemampuan dari warga belajarnya. Warga belajar belajar- perlu periu terlibat teriibat secara aktif dalam proses pelatihan dari mulai perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasinya. Keteriibatan Keterlibatan warga belajar belajar- dalam penyusunan rencana, pelaksanaan, dan proses evaluasi akan mampu mewadahi pertimbanganpertimbangan diatas. Dengan demikian menjadikan warga belajar belajar- termotivasi secara terus menerus untuk belajar. belajar-. Holistik artinya suatu gejala atau peristiwa yang menjadi pusat perhatian dalam pelatihan keterampilan usaha terpadu diamati dan dikaji dari berbagai bidang ilmu sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak. Pelatihan keterampilan usaha terpadu memungkinkan warga belajar untuk memahami suatu fenomena dari segala sisi. Sehingga pada akhirnya akan menjadikan warga belajar belajar- lebih arif dan bijak di dalam menyikapi atau menghadapi berbagai kejadian. Bermakna berarti pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam aspek sebagaimana diterangkan diatas, memungkinkan terbentuknya semacamjalinan antar skematis yang dimiliki warga belajar. belajar-. Sehingga pada akhirnya akan berdampak kepada kebermaknaan dari materi yang dipelajari. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
691
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 Rujukan yang nyata dari segala konsep yang diperoleh, dan keterkaitannya dengan konsep-konsep lainnya akan menambah kebermaknaan konsep yang sedang dipelajari. Keterkaitan antar konsep ini akan mengakibatkan kegiatan belajar bclajar menjadi lebih fungsional, sehingga warga belajar bclajar mampu menerapkan perolehan basil belajamyauntuk belajarnyauntuk memecahkan masalah-masalah yang nyata di dalam kehidupannya. Otentik maksudnya pelatihan keterampilan usaha terpadu juga memungkinkan warga belajar bclajar memahami secara sccara langsung konsep dan prinsip yang akan dipelajari, karena di dalam proses belajar bclajar mengajarnya mengajamya mereka melakukan kegiatan secara sccara langsung. Warga belajar bclajar memahami dari basil belajamya belajarnya sendiri, basil dari interaksinya fakta dan peristiwa, bukan sekedar sckcdar basil pemberitahuan dari tutor. Informasi dan pengetahuan yang diperoleh sifatnya menjadi lebih otentik. Tutor lebih banyak bersifat sebagai fasilitator dan katalisator, sedang warga belajarnya bertindak sebagai aktor pencari informasi dan pengetahuannya. Tutor memberikan bimbingan kemana arah yang dilalui dan memberikan fasilitas seoptimal mungkin demi tercapainya tujuan tersebut. Dengan demikian, pelatihan keterampilan usaha terpadu bukan semata-mata merancang aktivitas-aktivitas dari masing-masing bidang kajian yang ada kaitannya. Kegiatan merancang aktivitas bisa saja dilakukan, namunbisa saja tidak sesuai dengan landasan filosofis, psikologis, dan yuridis dari pelatihan keterampilan usaha terpadu. Pelatihan keterampilan usaha terpadu bisa saja dikembangkan dari darn suatu tema yang disepakati bersama dengan melirik aspek-aspek materi dalam kurikulum yang bisa dipelajari melalui pengembangan tema tersebut.
Analisis dan Pembahasan 4.1. Profil Partisipan Sembilan betas belas orang telah berpartisipasi dalam Focus Group Discussion, Bidang Usaha: ternak (sapi, kambing, itik, mentog), makanan dan minuman, Petani Toga, Petani Brambang, eceran dan pedagang keliling. Petani tidak memiliki akses pasar yang baik. Tabel 4.1 Cakupan Pemasaran Strategi Pemasaran
a. Melakukan riset kecil-kecilan b. Membuat rencana pemasaran c. Pengembangan produk untuk menarik pelanggan yang belum digarap d. Membuat barga kompetitif e. Meminta pendapat pelanggan ata produk tersebut f. Mengundang orang untuk datang ke tempat usaha g. Membuat produk yang unik h. Membuat pesan dan materi pemasaran i. Lain-lain
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Universitas Kristen Satya Wacana
rfebj
692
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 4.2 Hasil Sharing Umum Pengalaman Pelaku UMKM Tidak jarang pelaku UMKM mengalami kerugian usaha. Untuk produk pertanian harga yang diberikan oleh tengkulak sangat rendah, terbelit hutang di KUD sehingga keuntungan yang diharapkan tidak diperoleh. Untuk usaha yang lain Iain sulitnya memasarkan produk karena tidak mengetahui akses pasar.. Ketakutan kegagalam selalu menghatui pelaku usaha. Resistensi zona nyaman antara bruh tani juga menghambat peluang bertumbuhnya usaha pemberdayaan masyaeakat di dusun kawedegan.
4.3. Permasalahan dan Hambatan Berwirausaha Peran pemerintah daerah agar UMKM dapat lebih berkembang berbagai bidang nampaknya belum menunjukkan basil hasil yang cukup menggembirakan, program-program yang dibuat kurang menyentuh sasaran bagi bag! pelaku usahanya, selain itu kebijakan yang dibuat juga banyak yang tidak dilanjuti dalam tindakan yang nyata, sehingga terkesan hanya bisa membuat tetapi sulit dalam implentasinya. Selain itu, fenomena kurang berkembangnya wirausaha di kawedegan pada umumnya juga tidak terlepas dari permasalahan yang berasal dari faktor internal perusahaan maupun eksternal lingkungan usaha, sehingga akibatnya pembenahan menjadi semakin kompleks dan menuntut kita semua untuk mengelola kompleksitas tersebut secara bersama-sama. Masalahnya kemudian, bagaimana agar kita dapat mendorong supaya pelaku usaha dan calon wirausaha UMKM tidak kehilangan arah, memiliki motivasi dan keuletan yang tinggi. Mengingat pembinaan dan pengembangan UMKM merupakan salah satu kegiatan di bidang ekonomi yang memiliki arti stratcgis strategis dalam rangka untuk memberdayakan masyarakat dusun kawedegan tanpa menghilangkan kearifan dan potensi local. Hal ini dapat memberikan sumbangan yang cukup berarti dalam penciptaan lapangan usaha, perluasan kesempatan kerja serta penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan yang pada akhirnya dapat memberikan kesejahtraan masyarakat. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut memang tidak mudah, diperlukan pembinaan dan pengembangan UMKM secara terus menerus dan berkesinambungan dengan kebijakan yang dinamis serta sesuai kondisi serta aspirasi pelaku usahanya. Hal ini dikarenakan bukan menjadi rahasia bahwa para pelaku usaha di daerah, utamanya kelompok UMKM tidak mempunyai suara, dan jarang yang dapat memperjuangkan kepentingannya secara profesional. Permasalahan dan hambatan wirausaha dan penggalian potensi usaha dusun Kawedegan yang dilakukan dengan membentuk Focus Group ditabulasikan dalam Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Permasalan dan Hambatan UKMK Permasalahan dan Hambatan 1
Uemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar Usaha kecil
2
Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
3
Sebagian besar bcsar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik karaktcristik sebagai pertanian, petemakan, peternakan, dan makanan minuman dengan jangka ketahanan yang relatif pendek
4
Terbatasnya Akses Pasar Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak udak dapat dipasarkan secara kompetitif namun terikat pada tengkulak Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Universitas Kristen Satya Wacana
rfeb
693
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 (untuk produk pertanian) 5
Terbatasnya Akses Informasi Selain akses pembiayaan, UKM juga menemui kesulitan dalam hal akses terhadap informasi.
6
Kekurangan modal mengakibatkan UKM tidak bisa bertahan hidup
u7
Terbatasnya ketersediaan bahan baku (pupuk dengan harga mahal)
8
Terbatasnya pengetahuan mendapatkan tambahan modal.
4.4.
Peluang Usaha dan Wirausaha Petani Dusun Kawedegan Nganjuk
Secara ringkas peluang UMKK di Kawedegan dan dari hasil diskusi yang dilakukan dengan membentuk Focus Group ditabulasikan dalam Tabel 4.3. Tabel 4.3 Peluang UKMK Peluang UMKM 1
Penerimaan masyarakat terhadap produk UMKM secara umum
2
Peluang inovasi
3
Mendapatkan pelatihan dari lembaga pengembangan UMKM
4
Peluang usaha terbuka luas melihat potensi usaha dan potensi pasar.
5
Bantuan kredit bagi UMKM
6
Membuka peluang untuk diversifikasi usaha dan pengolahan produk pertanian lokal.
7
Wadah organisasi-organisasi UMKM memberikan peluang sharing pengalaman dan ajang saling belajar.
8
Banyak program-program radio atau televisi yang memberikan wawasan dan ide untuk pengembangan UMKM.
9
Pembentukan koperasi dan pembinaan wirausaha secara berkesinambungan
4.5. Analisis SWOT Wirausaha di Kawedegan Salah satu hal yangmembuat suatu bisnis Usaha kecil maju dan menuai hasil yang baik balk adalah padaperencanaan usaha yang matang. Salah satu kiat sukses bisnis berada pada perencanaan usaha yang didasarkan pada analisa terhadap beberapa faktor yang akan berpengaruh pada kelangsungan usaha bisnis yang dijalani. Analisa bisnis ini memegang peranan yang cukup penting bagi usaha kecil. Biasanya analisis terhadap faktor-faktor tersebut diabaikan oleh pelaku usaha kecil. Bisa dimaklumi bisnis usaha kecil biasanya dijalankan menurut "naluri", ""naluri". meski banyak yang sukses berbisnis dengan cara tersebut namun alangkah baiknya jika dilandasi oleh analisa dan perencanaan yang matang, evaluasi perkembangan bisnis, perbaikan, inovasi, analisa persaingan usaha dan lainlain. Dalam kelangsungan usaha bisnis, ada dua hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan usaha. Pertama Faktor Internal dan Kedua Faktor eksternal. Analisa SWOT dipergunakan untuk
m
febj m
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang penting dalam mencapai tujuan. Faktor Internal ; kekuatan dan kelemahan internal organisasi bisnis . Faktor eksternal ; ancaman dan peluang yang ada pada lingkungan eksternal organisasi bisnis. Dengan mengetahui kelemahan-kelemahan yang dimiliki perusahaan, segera melakukan antisipasi agar kelemahan tersebut tidak menimbulkan kegagalan suatu usaha. Setelah dianalisa kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh bisnis, sedapat mungkin segera mengambil langkah-langkah langkah-Iangkah untuk menanggulangi kelemahan tersebut. Contoh sederhana, jika kelemahan adalah pada faktor produksi yang lamban karena alat produksi yang sudah cukup udzur tentu harus diatasai dengan mengganti alat produksi yang lebih baru. Atau melakukan modifikasi alat yang lebih efisien dan efektif. Kekuatan yang dimiliki adalah potensi yang perlu ditonjolkan dan dijadikan modal mencapai keberhasilan. Misalnya kita memiliki produk yang memiliki kualitas di atas rata-rata produk sejenis, ini b'sa bisa dipergunakan sebagai bahan dalam pendekatan promosi. Peluang sama halnya dengan Kekuatan merupakan hal positif dari dan sisi luar yang perlu ditangkap dan dijadikan landasan untuk menjalankan roda bisnis. Salah satu contoh, misalkan ada peluang pasar permintaan terhadap suatu produk sangat besar. bcsar. Ini adalah peluang yang perlu segera ditangkap untuk dijadikan ladang bisnis. Banyaknya peluang suatu usaha sudah pasti akan diikuti dengan banyaknya pesaing yang bergerak dalam bisnis yang sama. Hal ini memunculkan ancaman bagi usaha kita. Ancaman pesaing semacam ini perlu diantisipasi dengan beberapa langkah. Misalnya dengan meningkatkan mutu produk, variasi produk atau metode pemasaran yang lebih baik. Sedapat mungkin meminimalkan kelemahan dan ancaman tetapi memperkuat kekuatan dan potensi. Pendekatan analisis SWOT membantu UMKM mengetahui potensi diri, kekuatan, kelemahan sekaligus peluang dan ancaman yang ada di sekeliling bisnis. Dengan begitu kita bisa melakukan rencana strategis terhadap bisnis. Melakukan analisis SWOT merupakan salah satu Kiat Sukses Bisnis yang bisa ditempuh.
Tabel 4.4 SWOT UMKM Dusun Kawedegan Nganjuk Kekuatan
Kelemahan
•
Pemberdayaan ekonomi kemasyarakatan
•
Harga yang kompetitif
•
Ketersediaan pangsa pasar pasar- sehingga potensi produk untuk diterima pasar masih tinggi
•
Tenaga kerja kejujuran
yang
motivasi
dan
Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar- Usaha kecil Terbatasnya Usaha
Sarana
dan
Prasarana
Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, Terbatasnya Akses Informasi Selain akses pembiayaan, Kekurangan modal mengakibatkan UKM tidak bisa bertahan hidup Terbatasnya ketersediaan bahan baku pupuk bagi petani
febj m tab
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
695
3rd Economics & Business Hesearoh Research Festival 13 November 2014 • Peluang
Terbatasnya pengetahuan mendapatkan tambahan modal.
Tantangan
•
Pasar masih terbuka
•
Penerimaan masyarakat produk UKM
•
Mendapatkan pelatihan dari lembaga pengembangan UKMK
•
Peluang usaha terbuka luas.
•
Bantuan kredit bagi UKMK
•
Kemungkinan efisiensi produksi.
•
Membuka peluang untuk diversifikasi.
•
Sebagian besar- produk industri kecil memiliki ciri atau karaktcristik karakteristik sebagai produk-produk dan pertanian dengan ketahanan yang pendek.
•
Terbatasnya Akses Pasar Pasar- Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif
•
Ketatnya persaingan usaha dengan pelaku di luar dusun Kawedegan.
terhadap
4.7. Strategi Pengembangan UMKM Value chain didefinisikan sebagai aktifitas-aktifitas yang diperlukan untuk membawa produk atau jasa dari mulai konsep, proses produksi, sampai pengiriman barang/jasa ke konsumen. UMKM bisa berperan sebagai partner perusahaan besar dalam rantai ini. Hubungan ini dapat sangat menguntungkan kedua belah pihak karena karakteristik karaktcristik UMKM yang lebih fleksibel dan biaya transaksi yang murah karena lebih dekat dengan konsumen dan keputusan yang lebih cepat sementara perusahaan besar memanfaatkan ukurannya yang besar (economic of scale). Misalnya para petani sebaiknya tidak tergantung pada tengkulak dalam menjual produk pertaniannya.
Mengembangkan Niche Market Mengembangkan niche market merupakan salah satu strategi penting bagi UKM. Dalam strategi ini UMKM memilih untuk menjadi pemain dalam produk yang sangat spesifik. Dengan menerapkan strategi ini, UMKM bukan saja dapat berkompetisi dengan perusahaan besar besar- tapi juga dapat meraih pasar. Dalam suatu industri dengan diferensiasi produk, pertumbuhan UMKM sangat tergantung pada kemampuan menciptakan niche market dan menghindari head-on competition Networking Networking adalah link, baik formal maupun informal. Dalam era global, network antar perusahaan dapat membantu UMKM untuk berkompetisi sccara secara sejajar dengan perusahaan besar. Network juga dapat mempercepat proses pembelajaran. Mereka dapat memfasilitasi konfigurasi hubungan dengan supplier yang memungkinkan perusahaan-perusahaan berinovasi dan meningkatkan efisiensi dengan kegiatan kolaborasi. Fakta membuktikan bahwa hubungan komunitas memainkan peranan penting di dalam network bisnis. Kesamaan latar belakang budaya, kepercayaan dan prilaku memudahkan para anggota dari kelompok etnis memprediksi dan memahami tingkah laku dan kebutuhan anggota lainnya.
m
febj m
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 Network berbasis sosial memberikan jalan bagi perusahaan-perusahaan untuk mencari partner bisnis, termasuk di dalamnya dalairmya asosiasi dagang dan industri yang dapat memberikan keuntungan yang tidak dapat diperoleh UMKM secara sendiri-sendiri. Kolaborasi UMKM dalam sebuah netwok dapat memudahkan kesempatan, misalnya untuk keikutsertaan dalam pameran, mengadakan kontak dengan produsen atau konsumen, upgrade teknologi, pengembangan produk baru, peningkatan standar produk dan untuk menangkis ancaman pasar global.
Akses Pendanaan bagi Petani Penggarap Lahan PERHUTANI Dusun Kawedegan, Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk Salah satu output dari dart kegiatan ini adalah pembentukan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) untuk memperkuat akses pendanaan bagi petani penggarap lahan PERHUTANI Dusun Kawedegan, Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk. Para petani penggarap lahan PERHUTANI ini berupaya mendapat dukungan dana untuk mulai mengembangkan usaha secara mandiri. Pada 1 September 2013 LKM berbentuk credit union (CU) di Dusun Kawedegan, Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk terbentuk. Credit union adalah salah satu metodologi penguatan ekonomi rakyat yang efektif untuk membangun kepercayaan dan memobilisasi basis akar rumput untuk mendukung progr program am pembangunan pedesaan. Mengapa harus CU menjadi pilihan pengelolaan keuangan masyarakat desa, bukan bank komersial? Persoalannya bukan semata-mata rakyat sulit mendapatkan akses kredit k red it di bank disebabkan birokrasi dan persyaratan yang rumit, tapi karena di dalam kegiatan CU terdapat semangat ikatan pemersatu. Prinsip-prinsip yang harus dibangun dalam CU adalah keterbukaan, kepercayaan dan kebersamaan. Dengan keterbukaan pada semua hal mengenai keuangan di CU diharapkan muncul kepercayaan yang pada akhirnya akhimya bisa membangun dan memperkuat kebersamaan. Kegiatan CU dilaksananakan dalam upaya untuk melakukan penguatan modal sosial dan keuangan di masyarakat dengan harapan dapat mendukung penerapan kegiatan wirausaha masyarakat petani penggarap. Secara spesifik dalam konteks pembangunan ekonomi pedesaan yang masih didominasi oleh sektor pertanian, potensi yang dapat diperankan LKM dalam memacu pertumbuhan ekonomi sangat besar. Setidaknya ada lima alasan untuk mendukung argumen tersebut. Pertama, LKM umumnya berada atau minimal dekat dengan kawasan pedesaan sehingga dapat dengan mudah diakses oleh petani/pelaku ekonomi di desa. Kedua, Petani/masyarakat desa lebih menyukai proses yang singkat dan tanpa banyak prosedur. Ketiga, Karakteristik usaha tani umumnya membutuhkan platfond kredit yang tidak terlalu besar besar- sehingga sesuai dengan kemampuan finansial LKM. Keempat, dekatnya lokasi LKM dan petani memungkinkan pengelola LKM memahami betul karakteristik usaha tani sehingga dapat mengucurkan kredit secara tepat waktu dan jumlah; dan Kelima , Adanya keterkaitan socio-cultural serta hubungan yang bersifat personal-emosional diharapkan dapat mengurangi sifat moral hazard dalam pengembalian kredit. Harapan atau keinginan masyarakat desa di Dusun Kawedegan, Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk, fungsi dan peranan lembaga keuangan mikro adalah sebagai penyedia modal usaha. Selain sebagai penyedia modal usaha, sekitar 59,65% responden menyebutkan bahwa LKM dapat difungsikan sebagai lembaga penyedia jasa simpan pinjam, dan hanya sekitar 29,82% yang menyebutkan LKM sebagai lembaga yang mengumpulkan dana dari masyarakat. Dalam implementasinya LKM dianggap lebih efisien dari lembaga keuangan Iain lain karena kedekatannya kepada masyarakat yang dilayani. Kedekatan ini akan mengurangi biaya-biaya transaksi. LKM dalam operasional juga memberikan fasilitas bantuan non keuangan. Misalnya bantuan untuk untul membuat rencana usaha, pencatatan dan pembukuan keuangan kelompok. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
697
3rd Economics & Business Hesearoh Research Festival 13 November 2014 Tabel 4.5 Fungsi dan Peranan Lembaga Keuangan Mikro Menurut Sektor Pekerjaan Masyarakat No.
Pekerjaan
Mengumpulkan Dana Masyarakat
Menyediakan Modal Usaha
Jasa pinjam
1
Petani
12
34
31
2
Pedagang
17
34
28
3
Pegawai/Guru/Pensiuna n
2
6 5.77
2Jumlah 34 81 68
4
Industri
3
7
7
Jumlah lumlah
34
81
68
29, 82 % 29,82
71, 05 % 71,05
59,65%
simpan
Peranan LKM menurut sebagian besar bcsar masyarakat yang bekerja di sektor industri, lebih penting sebagai penyedia modal jasa simpan pinjam, sedangkan sebagai lembaga pengumpul dana masyarakat hanya sebagian kecil yang menyebutkan. Di satu sisi LKM memiliki keunggulan yang relatif tidak dimiliki oleh bank umum, yaitu: lokasinya yang dapat dijangkau nasabah pengusaha kecil dan mikro, memiliki fleksibelitas/keluwesan dalam melakukan transaksi dengan nasabah yang oleh masyarakat dianggap tidak bankable, dan lebih memahami budaya masyarakat setempat karena keberadaannya secara sccara psikologis/kekeluargaan ps i kolog i s/kckc 1 uargaan antara pengelola LKM dengan anggotanya. Analisis kebutuban model pelatiban keterampilan Setelah diketahui kondisi masyarakat petani penggarap lahan Perhutani dan lingkungan pertanian di desa Kawedegan, langkah selanjutnya dilakukan pemberdayaan kepada masyarakat petani melalui pelatiban. Kegiatan pelatiban diperlukan karena kemampuan yang dimiliki petani saat ini terutama untuk menemukan dan menjalankan usaha belum berkembang. Keterampilan yang dimiliki hanya pada bertani jenis sayur-sayuran dan belum mampu beralih ke jenis komoditas Iain. lain. Setelah keterampilan bertani sayur-sayuran yang dijadikan sebagai sumber usaha masyarakat dilarang, kini masyarakat penggarap lahan Perhutani lebih banyak menganggur. Berdasarkan basil ekplorasi, juga ditemukan kalau model pelatiban yang selama ini dilaksanakan oleh berbagai instansi pemerintahan atau lembaga kemasyarakatan belum mampu menyentuh keseluruh kcscluruh lapisan masyarakat. Sebagaimana yang dialami masyarakat Kawedegan, Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk, yang belum pernah menerima pelatiban Iain. lain. Dapat kita maklumi bersama kalau permasalahan pemberdayaan masyarakat terutama yang berhubungan dengan kemiskinan menjadi sangat kompleks, karena tidak cukup hanya ditangani oleh satu instansi atau lembaga saja. Untuk itu diperlukan kerjasama dari berbagai pihak seperti lembaga pemerintah, swasta, tokoh masyarakat, serta dari masyarakat tani itu sendiri, khususnya individu atau kelompok masyarakat yang menjadi sasaran program pelatiban. Keberadaan program pelatiban sebagai pemberdayaan masyarakat, terutama yang bertujuan untuk memperbaiki penghasilan menjadi sangat penting. Program pelatiban atau melalui pembelajaran keterampilan yang diberikan, merupakan salah satu bentuk tindakan yang dapat memberdayakan masyarakat dalam mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi. Pernyataan ini menjadi salah satu alasan pertimbangan tentang perlunya periunya keteriibatan keterlibatan dari berbagai pihak dalam pelaksanaan program pelatiban. m
feb m
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
CQO
3rd Economics & Business Hesearoh Research Festival 13 November 2014 Dari Dan hasil analisis kebutuhan pelatihan keterampilan bagi petani penggarap lahan Perhutani di Kawedegan, Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk, selanjutnya akan dikemukakan rancangan model pelatihan keterampilanusaha terpadu teipadu sebagai upaya alih komoditas. Melalui pelatihan keterampilan usaha terpadu, teipadu, masyarakat petani penggarap akan memiliki peluang untuk mengembangkan kemampuan keterampilannya sehingga dapat dijadikan sebagai sumber usaha baru. Di samping adanya dukungan dari sumberdaya yang ada, juga jenis keterampilan yang dikembangkan masih memiliki peluang pasar yang luas. Arab yang dituju dalam perencanaan dan pelaksanaan pelatihan keterampilan usaha terpadu teipadu adalah untuk mendorong dan menciptakan suatu situasi yang memungkinkan bagi masyarakat untuk berkembang. Kesempatan berkembang yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap masyarakat dalam menjalankan usaha, yaitu dari mulai mengolah, memelihara, memanen dan memasarkan basil. hasil.
Pengembangan Model Pelatihan Keterampilan Usaha Terpadu. 1. Penyusunan model konseptual ,: Bogdonis dan Sa Salisburry sburry dalam Hidayanto (1998:105) mengungkapkan; model pengembangan dalam pembelajaran dan pelatihan terdiri dari tiga model :1). Model prosedural, yaitu disebut juga dengan model yang bersifat deskriptif, dengan menampilkan langkah-langkah yang harus diikuti dalam menghasilkan sebuah produk. 2) Model konseptual, yaitu model yang bersifat analisis terhadap komponen-komponen produk yang akan dikembangkan serta keterkaitan antar an tar komponen. 3) Model teoretik, yaitu model yang menunjukan hubungan perubahan antar peristiwa.
Di dalam model pelatihan keterampilan usaha terpadu ini menggunakan model pengembangan pembelajaran yang mengikuti model konseptual, yaitu dengan melakukan analisis deskripsi terhadap komponen-komponen yang dijadikan sebagai komponen model pembelajaran. Rancangan model konseptual merupakan kerangka atau dasar-dasar dari sebuah bangun model yang hendak disusun ke dalam model yang lebih operasional untuk di ujicobakan. Pada satu pihak pelaksanaan ujicoba dimaksud berupa pengelolaan program pelatihan keterampilan usaha terpadu bagi petani hortikultura sebagai upaya alih komoditas di Kawedegan, Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk. Sedang di pihak lain berguna untuk memperoleh temuan akademik bagi pengembangan keilmuan pendidikan luar sekolah. Masyarakat desa Kawedegan sebagai kelompok sasaran ujicoba, selama menjadi petani penggarap lahan Perhutani baru sekali menerima pelatihan, yaitu pelatihan membuat brambang goreng yang diselenggarakan oleh pihak Balai Latihan Kerja Pertanian (BLKP) Nganjuk, tepatnya di tahun 2011. Kegiatan inipun baru menyentuh sebagian kecil ibu-ibu rumah tangga, sedangkan bagi para kepala keluarga sebagai petani sayur belum pernah pemah menerima bantuan dalam bentuk apapun. Sampai akhirnya mereka dilarang untuk menggarap lahan dengan komoditas tersebut. Pelatihan keterampilan usaha terpadu yang di rancang terdiri dari empat jenis keterampilan ini merupakan upaya untuk menjawab permasalahan, dan sebagai upaya memenuhi kebutuhan masyarakat. Keempat jenisnya dikemas ke dalam suatu program pelatihan yang hasilnya untuk dijadikan usaha bersama atau kelompok. Tiap jenis keterampilan biasanya dilatihkan secara sccara terpisah, namun pada penelitian ini dilaksanakan dalam satu paket pelatihan. Kegiatan ini dimaksudkan, selain melihat adanya keterhubungan dari masing-masing jenis keterampilan tersebut, juga bertujuan untuk memenuhi kebutuhan petani dari mulai yang dirasa sangat mendesak atau dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Dengan demikian secara berkesinambungan hasil pelatihan yang Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
699
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 diberikan akan dapat dinikmati, dan petani hortikultura yang saat ini tidak memiliki mata pencaharian tetap lagi akan segera mendapatkan kembali pekerjaannya. Dalam pelaksanaan pelatihan keterampilan usaha terpadu selain diperlukan pengelolaan yang baik, juga perlu didukung berbagai factor seperti; kemampuan tenaga pengajar, kurikulum yang tepat, sumbersumber (alam, manusia, dan organisasi/budaya), sarana/prasarana, peluang pasar, dan sumber biaya (permodalan). Keberhasilan dari model pelatihan keterampilan usaha terpadu tidak saja hanya pada meningkatnya kemampuan peserta dan memiliki usaha baru, akan tetapi meiaiui melalui keterlibatan peserta dalam setiap aktivitas di pelatihan dapat membantu peserta untuk; (1) menilai sikap dan perilaku diri sendiri, (2) memecahkan masalah masaiah yang dihadapi, serta (3) mampu merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain. (Joice, 1992 : 70). Rancangan model pelatihan yang dikembangkan dan dilatihkan kepada masyarakat petani penggarap mencakup beberapa hal; Pertama, deskripsi model pelatihan, menggambarkan konsep, tujuan, ciri-ciri pelatihan keterampilan usaha terpadu, model beroperasi dan yang menjadi perbedaan dengan model lainnya terutama sebagai satuan PLS. Kedua, memaparkan kondisi objektif masyarakat Kawedegan dan potensi sumberdaya yang ada sebagai pendukung terselenggaranya pelatihan. Ketiga, dalam upaya menemukan kemanfaatan dari model pelatihan yang dikembangkan, perlu dipilih jenis keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat sebagai warga belajar. Dalam hal ini ditemukan empat jenis keterampilan, yaitu pembudidayaan bawang, betemak beternak ay ayam, am, membuat krupuk bawang dan kegiatan berjual beli. Keempat, perancangan program dan bahan belajar- serta langkahlangkah yang dilakukan dalam pelatihan, seperti; proses, metode pembelajaran dalam pelatihan, iklim belajamya, belajarnya, dan lain-lain dikembangkan dengan memperhatikan kelompok sasar sasaran. an. Kelima, proses pembelajaran dalam pelatihan menggambarkan bagaimana memproses antara input dan instrumental input dalam pelatihan untuk menghasilkan output yang disepakati bersama. Peran dan tugastugas fasilitator, kelompok sasaran, dan nara sumber teknis dikembangkan ke dalam akti vitas pelatihan. Pengorganisasian peserta dan bahan belajar, belajar-, penggunaan metode dalam pembelajaran dan pelatihan serta pembimbingan, semuanya digambarkan menjadi bagian yang terintegrasi. Keenam, pemantauan dan penilaian basil dari pembelajaran dan pelatihan, dilakukan untuk melihat perkembangan kemajuan kelompok sasaran sebagai warga belajar- dalam menguasai pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang telah dibelajarkan. Dari rancangan model yang diuraikan tersebut, langkah selanjutnya peneliti menyusun model konseptual. Dalam melakukan penyusunan model konseptual, tetap akan memperhatikan beberapa hal yang tercakup dalam rancangan model. Secara garis gads besar- model konseptual pelatihan keterampilan usaha terpadu yang disusun menganut model tiga langkah, yaitu : 1.
Perencanaan, selain merencanakan sumber belajar, belajar-, kurikulum, materi, mated, sarana dan prasarana pelatihan, sebelum pelaksanaan pelatihan juga perlu diperhatikan persiapan pembelajaran, seperti: a) tujuan apa yang ingin dicapai dari penyelenggaraan pelatihan setelah diketahui kondisi dan permasalahan yang dihadapi masyarakat, b) menentukan mata pelajaran sesuai dengan jenis keterampilan yang akan dikembangkan, c) menentukan kelompok sasaran pelatihan yang beranggotakan sejumlah peserta sesuai persyaratan yang telah ditetapkan, d) merumuskan tujuan pelatihan sesuai dengan Tujuan Instruksional Umum maupun Khusus yang ingin dicapai.
2.
Pelaksanaan, dalam tahap pelaksanaan dan observasi, yang juga perlu diperhatikan sesuai perencanaan, adalah: a) melaksanakan tes awal, yaitu dengan memberikan sejumlah pertanyaan melalui lembaran tertulis dan melalui pengamatan, b) pengembangan mated materi pelajaran dan praktek, kegiatan ini dilakukan setelah memperoleh basil tes awal dan setelah mengetahuai basil dari ujicoba yang udakukan dilakukan pada tahap pertama. Kegiatan ini bertujuan untuk memperbaiki Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
700
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 model konseptual awal, terutama bila dianggap masih memiliki kekurangan, c) Pengembangan strategi pembelajaran adalah suatu strategi untuk menentukan langkah-langkah langkah-Iangkah penyampaian materi sesuai jenis usaha yang akan dikembangkan. 3.
Evaluasi, tahap evaluasi dilakukan sesuai rancangan dan persiapan model yang ditetapkan. Kegiatan evaluasi bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses dan basil dan dari kegiatan pelatihan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dilakukan melalui tes secara sccara tertulis dan melalui kegiatan pengamatan.
2. Validasi model konseptual Dalam melakukan validasi model konseptual, selain kepada promotor, ko-promotor dan anggota, juga kepada nara sumber dan praktisi pelatihan. Aspek-aspek yang divalidasi oleh para ahli tersebut meliputi: a.
Validasi isi (content validity), seperti : (1) penetapan fokus model pelatihan keterampilan usaha terpadu, (2) penetapan metode dan teknik, (3) penetapan isntrumen.
b.
Validasi struktur (construct validity), seperti: (1) penetapan alur proses pelatihan, (2) penyajian bagan dan gambar.
Kegiatan validasi dilakukan pada dua tahapan, yaitu teoritik dan empirik yang dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Validasi teoritik ; dapat ditempuh dengan beberapa cara, seperti: a.
Berdiskusi dengan ahli pada bidang yang dikaji yang berasal dari PT. Perhutani Jawa Timur, yang dilanjutkan ke Dinas Pertanian Kabupaten Nganjuk, dan Balai Besar Diktat Diklat Agrobisnis Hortikultura (BBDAH) dan Balai Latihan Kereja Pertanian (BLKP) Nganjuk.
b.
Berdiskusi dan berkonsultasi dengan ahli pendidikan luar sekolah, terutama pada model pelatihan dan pembelajaran dengan para pembimbing dan lembaga/instansi terkait.
c.
Berdiskusi dengan para praktisi pelatihan, seperti; Para Pamong Belajar Instruktur Balai Latihan Kerja, dan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Kabupaten Nganjuk, serta tanggapan dari para peserta pelatihan mengenai konsep yang ditawarkan.
2. Validasi empirik ; dilakukan melalui kegiatan ujicoba model dalam kancah lapangan. Selain kegiatan validasi teoritik dan empirik, peneliti juga melakukan penelaahan kembali teori-teori, konsep-konsep yang relevan dengan model pelatihan keterampilan usaha terpadu dan modelmodel pelatihan yang telah dilakukan. 3. Revisi model konseptual. Sebelum model konseptual yang divalidasi diimplementasikan, terlebih dahulu dilakukan revisi model. Revisi dilakukan berdasarkan intepretasi dan penilaian para ahli dan praktisi, serta tanggapan dari peserta pelatihan. Hasil analisis dari para ahli dan praktisi ada beberapa hal yang periu perlu direvisi dalam model konseptual, yaitu : a.
Dari pembimbing yang dilakukan pada saat-saat bimbingan disarankan agar : (1) selain model perlu periu dibuat dalam bentuk gambar, gambar-, juga fokus penelitian model pelatihan keterampilan usaha terpadu harus jelas, (2) penetapan dan penggunaan metode serta langkahlangkah dalam penelitiannya harus sistematis, (3) Penggunaan bahasa dan pembuatan instrumen diupayakan sesederhana mungkin sesuai target kelompok sasaran.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
701
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 b.
Dan Dari para ahli yaitu oleh Dr. Hermeindito (dosen dan trainer dari dan Universitas Ciputra) secara umum disarankan; agar model yang dirancang selain mudah untuk dilaksanakan dan dipahami peserta, juga hams harus mampu memberikan motivasi kepada peserta untuk menjalankan usaha. Di samping itu selain perlu diusahakan adanya keterlibatan orang Iain lain yang berperan sebagai pendamping, baik yang berasal dari masyarakat setempat maupun dan dari luar, juga perlu dicarikan mitra usaha.
Revisi dari para ahli dan praktisi terhadap model konseptual secara garis gains besar memberikan penekanan kepada empat hal, yaitu ;: a.
Isi model, khususnya relevansinya dengan kebutuhan masyarakat.
b.
Kejelasan kerangka berpikir atau alur penelitian (isi dan sistematika)
c. e.
Metode yang digunakan, dan
d.
Proses pengelolaan pelatihan dan pembelajaran.
Sementara dari warga belajar, menganggap positif karena konsep yang ditawarkan sangat sesuai dengan kebutuhan mereka. Di samping itu komponen-komponen dari model pembelajaran yang ditawarkan dalam pelatihan yang menganut model pembelajaran partisipatif, juga dianggap sangat sesuai dan diperlukan dalam upaya memberdayakan petani. Sungguhpun demikian, berdasarkan wawancara wawaneara dengan warga belajar- diperlukan penambahan waktu untuk kegiatan diskusi dalam kelompok dengan sumber belajar.
Simpulan Secara umum penelitian ini telah sesuai dengan tujuan yang diharapkan yaitu mengembangkan sebuah model pelatihan yang mampu memberdayakan masyarakat petani penggarap lahan Perhutani dalam beralih komoditas. Model ini dikembangkan berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat petani penggarap sebenarnya masih memiliki potensi untuk maju dan berkembang sepanjang diberikan peluang dan kesempatan. Berdasarkan permasalahan dan tujuan yang dipaparkan dalam penelitian ini, kemudian dikaitkan dengan basil temuan penelitian dan pembahasannya, maka secara garis gains besar dapat di buat beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Kondisi masyarakat petani penggarap di desa Kawedegan Dari basil identifikasi terhadap kondisi masyarakat petani penggarap di kampung Pasir Angling desa Suntenjaya, peneliti menemukan: a.
Ketidak mampuan masyarakat petani penggarap untuk menjalankan usaha dengan beralih komoditas lebih disebabkan oleh tingkat pengetahuan dan pendapatan yang masih rendah. Kondisi demikian, membuat masyarakat petani penggarap sulit untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Terlebih-Iebih Terlebih-lebih pasca diberlakukannya larangan mengolah lahan perhutani dengan tanaman hortikultura, yang semakin membuat para petani menjadi serba kekurangan dan tidak berdaya. Tingkat pendapatan para petani yang Penghasilan seperti ini dirasakan masyarakat sangat jauh dari cukup, dan membuat kehidupan masyarakat petani penggarap semakin dalam kesulitan dan terus masuk ke dalam lingkaran kemiskinan. Alasan dikeluarkannya larangan bagi petani penggarap, karena lahan yang mereka garap selama ini merupakan hutan lindung atau daerah resapan air yang bila terus digarap atau dicangkul selain akan mengurangi sumber air yang banyak dibutuhkan masyarakat juga akan menimbulkan erosi.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
702
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 b.
Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat lebih banyak dipengaruhi oleh sumber penghasilan yang rendah. Rata-rata tingkat pendidikan masyarakat di kampung Kawedegan hanya tamat SD atau putus SLTP. Di samping sarana pendidikan yang jauh dari tempat tinggal masyarakat, kondisi jalan sebagai penghubung juga sangat sulit untuk dilalui dengan kendaraan atau hanya lebih nyaman dengan berjalan kaki. Dengan kondisi seperti ini membuat masyarakat petani menjadi sulit untuk dapat meningkatkan kemampuan dalam upaya memenuhi kebutuhan ekonomi, tanpa adanyabantuan pihak lain. Iain.
c.
Banyaknya masyarakat petani yang menganggur lebih disebabkan karena selain tidak dimilikinya lahan pertanian sendiri, juga belum mampunya melakukan pengembangan ke usaha jenis Iain. lain. Dengan pemberian pendidikan, khususnya melalui pelatihan akan dapat memberikan pengetahuan dan keterampilan baru untuk dijadikan sebagai mata pencaharian, yang akhirnya dapat meningkatkan penghasilan masyarakat petani dan mengurangi kemiskinan. Pernyataan ini cukup beralasan, karena pada prinsipnya pemerintah daerah masih memperbolehkan masyarakat untuk menggarap atau mengolah lahan tersebut, dengan catatan mereka harus mau merubah jenis komoditasnya atau dari darn jenis tanaman semusim menjadi tanaman yang berjangka panjang seperti; pisang. Selain bertani mereka juga diperkenankan untuk betemak beternak seperti: sapi, domba, ayam, dan lain-lain, Iain-Iain, hanya saja harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada.
d.
Belum adanya lembaga atau instansi terkait yang melakukan pembinaan kepada masyarakat terutama untuk melakukan aktivitas-aktivitas lain Iain pasca diberlakukannya larangan. Pembinaan yang mereka terima sebelumnya hanya dari darn perorangan atau pemilik modal usaha yang sekaligus sebagai pembeli dari darn produk yang sedang mereka jalankan. Peran masyarakat petani penggarap sendiri lebih banyak hanya sekedar sckcdar sebagai buruh tani, walaupun ada sebagian yang memberikan modal dengan cara bagi basil. Setelah diberlakukannya larangan untuk bertani jenis sayursayuran, para pemilik modal belum mau bersepekulasi untuk menggantikan dengan jenis komoditas Iain. lain. Situasi seperti ini dirasa sangat menyulitkan bagi petani, karena selain kemampuan yang sangat terbatas, juga terbentur pada masalah biaya atau modal usaha.
2. Temuan model pelatihan keterampilan usaha terpadu Dari basil ekplorasi di Kawedegan dalam upaya memberdayakan masyarakat untuk dapat Darn mengembangkan kemampuan berusaha, maka langkah yang dirasa tepat adalah melalui pemberian pelatihan keterampilan. Model pelatihan keterampilan yang dikembangkan diarahkan pada pengembangan usaha produktif yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan, serta dilakukan secara sccara terpadu. Berdasarkan temuan basil uji coba model konseptual pelatihan yang dikembangkan dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Konseptualisasi model pelatihan Pertama : Berangkat nilai-nilai budaya gotong royong yang ada di masyarakat, ternyata mampu memberikan inspirasi yang kuat dalam melandasi kerangka kerja model konseptual pelatihan keterampilan usaha terpadu. Kerangka kerja ini dimulai sejak mengidentifikasi masalah dan kebutuhan, serta potensi sumberdaya lokal yang dibutuhkan mulai dari menyusun perencanaan sampai mengevaluasi program. Langkah kegiatan yang disusun dalam penyelenggaraan program ini yaitu; (1) dari mulai perencanaan sampai evaluasi program pelatihan dilakukan bersama oleh masyarakat petani dengan fasilitator, (2) rancangan model dan program pelatihan yang dikembangkan disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan disepakati oleh calon peserta, serta melibatkan berbagai pihak seperti lembaga/instansi terkait, tokoh masyarakat dan petani sendiri. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
703
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 Kedua: Peserta pelatihan menganggap kalau model konseptual dan jenis keterampilan yang dikembangkan telah sesuai dengan kebutuhan mereka. Model ini basil dari perencanakan dan kesepakatan bersama dengan melibatkan fasilitator dan instansi terkait seperti Pemerintah Daerah, Dinas Pertanian, Perhutani, BRI dan tokoh masyarakat setempat. Ketiga: Model konseptual pelatihan keterampilan yang dikembangkan terdiri dari dua tahapan: 1) Uji coba terbatas atau tahap pertama, yaitu bertujuan untuk melihat sejauh mana kemampuan awal yang dimiliki peserta pelatihan. Pada ujicoba terbatas difokuskan pada asfek-asfek pengembangan model pelatihan seperti, dalam pengelolaan pelatihan masyarakat petani mengharapkan selain adanya pendamping dari luar juga ada yang dari masyarakat setempat. Untuk mempermudah pertanggungjawaban dalam melakukan pekerjaan, kelompok dibagi menjadi dua. PBM dilakukan secara tutorial, lebih banyak praktek, tidak terikat pada jadwal dan evaluasinya melibatkan peserta. Kajian uji coba selain melakukan pengujian teknis dan non teknis tehadap jenis keterampilan yang akan dikembangkan, juga membahas penggunaan bahan belajar atau modul seperti membahas tentang isi, bentuk, kalimat, tata bahasa dan pemahaman peserta. Kegiatan ini dilakukan dengan melibatkan peserta secara langsung dan didampingi sumber belajar/fasilitator. 2) Uji coba tahap kedua, yaitu bertujuan untuk lebih memantapkan lagi dari basil uji coba sebelumnya yang dianggap masih kurang. Dengan demikian masyarakat petani menjadi lebih berdaya dalam mengembangkan kemampuan berusahanya untuk beralih komoditas. Dalam uji coba tahap kedua yang sama dengan sebelumnya, yang dibagi ke dalam tiga langkah utama dan beberapa uraian, seperti ; a) Perencanaan pelatihan, seperti (1) penyiapan tenaga pengajar, (2) penyiapan kurikulum, (3) penyusunan jadwal dan materi kegiatan, (4) penyiapan fasilitator proses belajar- mengajar. Dalam perencanaan juga perlu dipersiapkan langkah-langkah langkah-Iangkah yang akan dilakukan di lakukan dalam proses pembelajaran, seperti (1) menentukan tujuan pelatihan, (2) penentuan mata pelajaran, (3) menentukan target tar-get kelompok calon peserta, (4) merumuskan tujuan/tingkat keberhasilan, b) Pelaksanaan pelatihan, seperti : (1) pelaksanaan tes awal, (2) pengembangan materi pelajaran dan praktek, (3) pengembangan strategi pembelajaran, c) Pelaksanaan evaluasi pelatihan, seperti : melakukan tes secara tertulis yang dibantu dengan pengamatan, dan melakukan pengembangan alat revisi program berdasarkan basil.
b. Validasi Yalidasi dan implementasi model konseptual Validasi: Model pelatihan keterampilan usaha terpadu yang ditawarkan bertujuan sebagai program pemberdayaan masyarakat petani penggarap dalam upaya alih komoditas. Untuk mendapatkan keyakinan kesesuaian dari rancangan model yang disusun dengan kebutuhan peserta pelatihan, dilakukan validasi model kepada berbagai pihak atau para ahli. Dengan demikian model konseptual yang dihasilkan akan memadai sebagai model pelatihan. Implementasi: Berdasarkan basil implementasi atau uji coba yang dilakukan, model pelatihan keterampilan usaha terpadu telah dianggap sesuai untuk memberdayakan masyarakat. Dalam pelaksanaan dan basil penilaian dari model yang diujicobakan pada tahap pertama dan kedua, secara nyata mampu memberikan kontribusi yang positif dalam kehidupan warga belajar. Kontribusi tersebut telah sesuai dengan kebutuhan warga belajar belajar- atau peserta pelatihan dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan kemampuan mereka seperti: dari sisi pengetahuan, keterampilan dan sikap, maupun aspirasi untuk melakukan perubahan kondisi kehidupan sesuai yang diharapkan. dihar apkan.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
704
3rd Economics & Business Hesearch Research Festival 13 November 2014 3. Keefektifan model pelatihan keterampilan usaha terpadu Keefektifan model pelatihan yang dikembangkan dalam mengembangkan kemampuan berusaha, dikaji berdasarkan bcrdasarkan sejauh mana tingkat keberdayaan peserta setelah mengikuti proses pelatihan. Hasil pelatihan dilakukan analisis secara kualitatif dan kuantitatif. Temuan dari basil analisis secara kualitatif, dapat dikatakan bahwa setelah selesai mengikuti pelatihan para peserta mampu diberdayakan dalam kelompok kerja untuk mengembangkan kemampuan dalam berusaha dengan jenis komoditas yang baru. Di samping itu setelah selesai pelatihan para peserta dapat mengidentifikasi sumber daya yang ada untuk dikembangkan. Pemahaman peserta terhadap konsep dasar dalam berusaha juga baik. Jadi seaeara seacara deskriptif tujuan instruksional telah tercapai. tereapai. Hasil analisis secara kualitatif tersebut diperkuat oleh hasil analisis kuantitatif. Secara kuantitatif pengujian dilakukan dengan membandingkan antara hasil pre-test dengan hasil post-test pada ketiga aspek yang diuji, yaitu aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap. Dari basil hasil pengujian tersebut, menunjukkan basil hasil yang signifikan, artinya terdapat perubahan atau peningkatan kemampuan peserta setelah dilakukan perlakuan. Penganalisisan secara kuantitatif dilakukan dengan membandingkan dua kelompok subjek penelitian yang beipasangan anatara sebelum dan sesudah. Hasilnya diketahui bahwa telah terjadi perbedaan secara nyata antara peserta sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pelatihan keterampilan usaha terpadu efektif untuk memberdayakan warga belajar dalam berusaha dengan jenis komoditas baru. Selain itu dari basil hasil analisis juga menunjukkan kalau kegiatan pelatihan keterampilan usaha terpadu membawa dampak secara nyata dalam merubah persepsi maupun sikap warga belajar dalam menjalan usaha.
DAFTAR PUSTAKA
Adimihardja, K., dan H. Hikmat. 2001. Participatory Research Appraisal: Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora Utama Press, Bandung. Anwar.-. (2004). Pengembangan Model Pengelolaan Pembelajaran Keterampilan Berbasis Sosial Anwar Budaya bagi Perempuan Nelayan. (Studi Perubahan Sosial Melalui Introduksi Teknologi pada Kebrarga Keluarga Nelayan Suku Bajo di Kabupaten Kendari). Disertasi. UPI Bandung. Fiedman, P.G and Yarbrough, E.A. 1985. Training Strategis From Start to Finish. Prentice-Hall., Englewood Cliffs, Nes Jersey. Gilkey, R. et al. (1985). Definisi Teknologi Pendidikan. Diterjemahkan oleh Yusufhadi Miarso dkk. Jakarta: Rajawali. Goad, T. W.(1982). Delivering Effective Training. San Diego. California, Inc.: University Associates. Halim, A., dan M. M. Ali. 1993. Training and Profesional line] :http://www.fao.org/docrep/W5830E/w5830e0h.htm. (12 Juni 2004).
Development. [On-
Jhingan, M. L. 1999. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Rajawali Pers: Jakarta. Knowles, M.S. (1986). The Adult Learner A Neglected Species. Third Edition. Houston: Gulf Publishing Company. Linton, R. (1984). The Study of Man (Antropology Suatau Penyeldikan Manusia). Diterjemahkan oleh Firmansyah. Bandung: Jemmars. Mayo, P and Du Bois, PH. (1987). The Complete Book of Training. California University, CSU. Moebyarto. 1985. Peluang Kerja dan Berusaha di Pedesaan. BPEE. Yogyakarta. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
705
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 Moekijat. 1993. Evaluasi Pelatihan dalam rangka Peningkatan Produktivitas. Bandung: Mandar Maju. Nadler, L. (1982). Designing Training Programs: The Critical Events Model, London: Addison Wesley Publishing Company. Perum Perhutani, 2001, Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat, Jakarta. Prasetijo, A. 2003. Akses Peran Serta Komuniti Lokal dan Pengeloaan Sumber Daya Alam dalam Akses perta Masyarakat. Penerbit ICD: Jakarta. Prijono dan Pranarka. 1996. Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta. Santoso, P 2002. Merubah Watak Negara. LAPPERA. Pustaka Utama, Yogyakarta. Saputro, Dani Sudibyo. 2009. Analisis Karakteristik Wirausaha Peternak Kambing Perah di Kabupaten Bogor Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Ekonomi Manajemen Institut Pertanian Bogor. Siagian, S. P. 1998. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. Simamora,H. 1995. Manajemen Sumberdaya Manusia. Jakarta. Soemahamijaya,S.(1997).Membina Sikap Mental Wiraswasta.Jakarta:Gunung Jati. Sudirman. 2005. Model Pelatihan Keterampilan Usaha Terpadu Bagi Petani Sebagai Upaya Alih Abb Komoditas". (Studi Terhadap Petani Penggarap Lahan Perhutani di Desa Suntenjaya Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung). Disertasi. UPI Bandung. Sudjana, H.D. 1996. Pendidikan Luar Sekolah, Wawasan Sejarah Perkembangan Falsafah & Teori Pendukung Azas. Bandung: Nusantara Press. Sukarta. 2010. Pengaruh lingkungan, sifat kewirausahaan, dan motivasi wirausaha terhadap pembelajaran wirausaha serta kinerja usaha. Tesis. Unud: Denpasar Sumantri, S. 2000. Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Fakultas Psikologi Unpad: Bandung. Sumodiningrat, G. 1997. Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat. PT. Bina Rena Pariwara, Jakarta. Teguh, A. S. 2004. Kemitraan dan Model-model Pemberdayaan. Penerbit Gaya Media, Yogyakarta. Tjiptono, F. dan Diana, A. 1998. Total Quality Management. Yogyakarta: Andi offset. Udayani, R. 2010. Hubungan Antara Jiwa Kewirausahaan dengan Keberhasilan Usaha Agrtbisnis Agribisnis (Kasus pada Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging di Bali). Tesis. Unud: Denpasar. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2004. Tentang Kehutanan. Bandung: Fokusmedia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999. Tentang Kehutanan. Jakarta: PT. Mitra Info. Yoder, D. (1962). Personal Principles and Policies, Printice Hall Inc, Maruzen Company Ltd, Second Edition.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
706