("LliHllll.".l4 nt; fif KELIMPAHAN POPULASI TUNGAU MERAH JERUIi Panonychus citri (McGREGOR) (ACARI: TETRAITI.YCHIDAE,) PADA PERTANAMAN APEL: TUNGAU EKSOTIIL HAMA BARU PADA PERTANAMAN APEL Retno Dyah Fuspitarini, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Jl. Vetsran Malang 65145
Tilp. (03a I )
57 5843,
email :
[email protected]
ABSTRAK Tungau merah jeruk (TMJ), Panonychus
citri (Mc.Gregor) (Acari:
Tetranychidae),
merupakan hama baru pada pertanarnan apel, ditemukan pertama kali tahun 2002 oleh
penulis di Batu. TMJ tidak pemah diberitakan sebagai hmra pada pertanaman apel di luar negeri. Tungau ini merupakan tungau
dan
eksotit masuk ke Indonesia sekitar tahun
1992
menyerang tanaman jeruk. Penelitian bertujuar untuk mengetahui kelimpahan
populasi TIvIJ dan tungau lainnya di lahan p€rtanarnan apel manalagi oontoh secara acak
P}ff
dao non
PHT. Penelitian dilakukan di
di Poncokusumo Malang. Setiap lahan dipilih 25 tanaman
dm sdiap tanaman contoh diambil 3 daun masing-masing di bagian
atas, tengah dan bawah tajuk. Pengambilan daun contoh dilakukan setiap minggu mulai
bulan Juli sampai minggu kedelapan pada Agustus 2007. Setiap daun contoh diarnati semua tahap kehidupan tungau, dihitung, dicatat kemudim
penelitian
ini ditemukan tungau fitofag Tlvtl,
(fetranycfudae), Polyphagotarsanemus
diuji dengan uji T 5%. Dari
Eutetranychus banbi, Allonychus sp.
sp. (Tarsonernidae), Brevipalpus sp.
(Tenuipalpidae), dan tungau predator Amblyseius sp. (Phytoseiidae). Kelimpahan populasi TMJ di lahan PHT dan non PHT adalah tertinggi. Di lahan PF{T populasi TIvIJ
lebih rendalr seoara nyata daripada non PHT. Persentase daun yang dihuni hanya oleh TIvU tertinggi. Hampir setiap daun didapatkan populasi
TMI.
Kata kunci: apel, hama-hmra tungar4 kelimpahan, Panonychus
citri
ABSTRACT Citrus red mite (CRM) Panonychus clrrl (Mc.Gregor)(Acari: Tetranychidae) is new pest in apple orchard. It was found by author for the first time lrr-2002 at Batu. In abroa4 there is no inforrnation that apple is host of CRM. The CRM is exotic mite that enter Indonesia around 1992, and, citrus is the main host. The objective of this research is to observe abundance of CRM and another mites at IPM and non IPM orchad. Each orchad was chosen randomly 25 sample plants, and 3 sanrple leaves per sample plant. The observdion was done every week for 8 weeks, since July up to August 2007. All of stages of mite was observed and counted, then tested by T test 5%. The fitophagous mite
,
found were CRM,
Euteffanychus banlai, Allonychus sp. (Tetranychidae), Polyphagotarsonemus sp. (Tarsonenridae), Brevipolpus sp. (Tenuipalpidae), and predator mite was Amblyseius sp. (Phytoseiidae). The abundance of CRM population at IPM and non IPM orchads was the highest. In IPM orchad the abundance of CRMpopulation was significantly lower than non IPM. The perceirtage of leaves that attacked ouly by CRM
that were
was the highest.
Key words: apple, abundance, mite pest, Panonychus citri
PENDAHULUAI{ Pada tahun 2002
penulis menernukan tungau yang diduga adalah tungau merah
j€ruk (TMJ), Panonychus apel
di
daerah
citi
Batq Malarg
;
(Mc.Gregor) (Acari: Tetranychidae), pada pertananum setelah diidentifikasi secara seksoma tungau
itu adalah
TlvIJ. Pada waktu itu hampir setiap daun apel yang diama{ ditemukan satu atau dua ekor imago betina
TMJ. Hal ini menaudakan
bahwa imago itu merupakan imago
migan
dan baru me,nyerang pertanarnan apel karena gejala serangan belum tampak. Dikatakan
oleh van de Vrie et al. {1972) bahwa perpindahan tetranychid ke tanarnm atau habitat
lain dilalflIkan oleh betin4 khususnya betioa yang baru muncul dan belum berkopulasi. Tanaman inang utarna TMJ adatah tanaman
jeruk (Davidson dm
Peairs 1966, Liang.lan
Huang 1994, Smith et a1.I997, Puspitarini 2005). Tampaknya TMJ yang ditemukan pada tanama apel
itu
merupakan TMJ yang berasal dmi pertanaman jeruk yang berpindah ke
pertanaman apel yang berada di sekiar pertanmm jeruk.
Di beberapa negara tidak pernah dilaporkan tanaman apel sebagai tanaman inang TMJ. Di lum negeri spesies tetranychid yang menyerang tanaman apel adalah tungau merah Eropa (TME), Panonychus ulmiKoch. Oleh karena
pertanaman apel menunjukkan bahwa
TMI
itq
mendapatkan
adanya serangan TMJ pada
inang baru di
Indonesia.
Sampai saat ini TME belum diberitakan menyerang pertanaman apel di Indonesia
TMJ masih merupakan salah satu hama yang meqiadi masalah di pertanaman jeruk di Indonesia saat ini. Kalshoven (1981) tidak menyebut TIvIJ sebagai salah satu hama tanaman pertanian
di Indosesia.
Dengan demikian harna
eksot'rk tan4man pertanim khususnya jeruk
sekitar tahun 1992
di
perkebunan
ini
merupakan hama
di Indonesia. TIvIJ pertama kali ditemukan
jenrk di daerah Malang (Sosromarsono 1997). TMJ
merupakan salah satu harna tungau yang paling merugikan di perkebunm jeruk di Florida dan Catifornia (AS), Taiwan, dan Australia (Davidson dan Peairs
1994, Smith et al.l997}
l966,Liangdan Huang
Migrasi TMJ mendapatkan inang
ke
baru.
pertanaman apel tampaknya merupakan usaha untuk
Umumnya harna eksotik berhasil hidup di daerah baru dan di
tanaman yang bukan inang di daerah asalnya. Karena tanman apel adalah tanaman yang
nilai ekonomis tinggi,
serangan TIvIJ dikawatirkan
bisa menururkan
produksi, meskipua tanaman apel bukan merupakan inang utama TMJ. Karena itu penelitian ini dilakukan untuk melihat sejauh mana perkembargan populasi TMJ dan hmgau fitofag lain serta arthropodapredator. Sebagian petani apel di daerah Malang telah
mengelola kebunnya secara PHT karena itu penelitian
ini dilalarkan di lahan
apel yang
dikelola secara PHT dan non PHT (konvensional). Diharapkan dari penelitian ini juga bisa diketahui apakah perbedaan budidaya itu berpengaruh pada kelimpahan populasi
TMJ dan tungau lainnya. Hasil penelitian ini diharapakan bisa digunakan
untuk
msrancang pengendalian yang tepat agar kelimpahan populasi T\dJ dan tungau fitofag
lainnya selalu berada pada posisi yang tidak merugikan secara ekonomi.
METODOLOGI Lokasi penelitian adalah Kabupaten Malang
dal di
di Desa Poncokusumo Kecamatan Poncokusumo
Laboratorium Entomologi Jurusan Hama dan Penyakit
Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Penelitian dilakukan pada bulan Juli sarnpai Agustus 2007. Penelitian
ini
dilalrukaa
di dua lahan apel yaitu lahan apel yang dikelola
s@ata
PHT dan lahan apel non PHT yang keduanya adalah lahan milik petani. Teknologi PHT
di latran PHT telah diterapkan lebih kurang sebelas tahun. Luas lahan PHT adalah 6500 m2 dengan 575 pohon apel manalagi dan luas lahan non PHT adalah 10. 200
m2
yarlg
ditanami apel manalagi berjumlah lebih kurang 500 pohon.
Tanrnan contoh pada kedua lahan ditentukan secara acak dan setiap lahan ditetapkan 25 tanaman contoh. Pada setiap tanaman contoh ditetapkan tiga daun sectra
acak sebagai daun coutoh, sehingga jumlah daun
contoh pada masing-masing
lahan
adalah 75 helai. Daun contoh yang diambil adalah daun yang terletak pada bagian atas sejauhjangkauan tangan, daun di bagran tengah dar daun yang terdapat di bagian bawah.
Setiry daun contoh ditempatkan dalam satu kantung plastik yang telah diberi label penanda yang kemudiaa ditempatkan di lemari pendingin
di laboratorium unhrk medaga
kesegaran daun dan supaya tungau ddak bergerak aktif sebelum dilakukan penghitungan dan id€,ntifikasi. Pe,ngambilan daun contoh dilakukan seminggu sekali selarna 8 minggu.
Penglritungan populasi tungau dilakukan dengan bantuan miliroskop binokuler dan dihitung berdasarkan tahap telur, larva,
dmfa
dewasa jantan dan dewasa betina.
Guna keperluan identifikasr, setiap jenis tungau
ymg diterrukan diarrbil sekitar 5 ekor
dan dibuat slide preparat dengan menggunakan media larutan Hoyer.
Di
samping
kelimpahan tungau, dihitung pula kelimpahan artropoda predator yang ditemnukan. Identifikasi menggurakan pre,parat tungau yang disiapkan dengan medirun larutan Hoyer untuk diamati di bawah mikroskop kompoun guna menenhrkan jenis tungau fitofag dan tungau lainnya dengan menggunakan kunci identifikasi Muma (1961) ssrta Muma dnn Derunark (1970). Identifikasi Arthropoda predator digunakan kunci identifikasi Borror et al. (1989).
Data kelimpahan populasi tungau dan arthropoda predator diuji de,ngan
Uji t 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAI\{ a.Praktek pemeliharaan taneman apel yang diterapkan pada lahan contoh Praktek agronomi yang diterapkan pada tanamar apel di lahan PHT dan non PHT disajikanpadaTabel Tanaman apel
1.
di lahan PI{T
dengan berbagai perlakuan
s€pfii
tercantum pada
Tabel 1, tampak tidak begitu sehat yang terlihat dari daun yang tidak lebat dan berukurm kecil. Sebaliknya tanaman apel di lahan non
Pfft
tumbuh subur dengan daun yang lebat.
b. Karakteristik populasi tungau yang ditcmukan pada tanaman apel
Jenis tungau. Tungau fitofag yang terdapatpadapertanaman apol yang tergolong famili Tetranychidae adalah
TMJ,
Eutetranychus banksi, Allonychus sp., tungau teh kuning
(TTK) Polyphagotarsonemus sp. (Iarsonemidae), Brevipalpus sp. (Tenuipalpidae), dan tungau predator dari golongan Phytoseiidae, Amblyeius sp.
Kelimpahan populasi. Rata-rata populasi tungau fitofag dan tungau predator di lahan PHT dan non PHT disajikan pada Tabel
2.
Dari Tabel 2 terhhat bahwa kelimpahan
populasi TMJ adalah tertinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa TMJ merupakan tungau
fitofag yang mendominasi tungau fitofag lainnya di pertanamm apel manalagi. Tampak pulabahwa
Tabel 1. Praktek Pemeliharaan yang Diterapkan pada Tanaman Apel di l,ahan NonPHT
PHT
Non PHT
lx"
Fupukkimia Pupukkmdang
l;
Pupuk daun
1xb
6xo
Pestisida
9x"
t2{
Pemangkasan
2x
1x
Penyiangan Pengairan
lx
Tanamanpenutup tanah
kacangp,wr
Pemantauan hama penyakit
5 hmi sekali
Ambang ekonomi (AE) Aplikasi pestisida
1x
lxd
Perangsang bunga dan tunas
-:
dan
Lahan
Pedakuan
Keterangan:
P[{f
4-5 ekor srg dan atau tungau berdasarkau AE
r @adwal per 8 hr sekali
tidak mendapat pedakuan
a: pupuk kimiaZA b: MKP:PzO 5. 52Yo; KzO: 34Yo c: Vitabloom: N: 5oZ, PzAs:Sff/o, K2O, Magnesiunq Iron, Mangan, Cupper, Zing Boroq Molibdenurq Vit Bl d: Gibrazit&dormex
a}}gfi; permetrin: 20,04gll, Heksakonazol 50 grfl Propineb 7CIlo; difenokonazolZl0 gtfi, propineb 70olo, Bubur california" ; Piridaben 150 grl1. f: Polabaq Propineb 70%; difenokonazol250 grl1, Bubur california, Propargit 570 e: Metolkarb:345,5 gll; dimetoat:
gtfi perbedaan perlakuan agronomi berdarnpak pada kelimpahan populasi tungau fitofag dan
predator. Pada lahan non PHT kelimpahan populasi TMJ lebih tinggl secara nyata dibandingkan di lahan PHT. Hal sebaliknya t€dadi pada populasi E. banlci dan tungau pr edator Am
b
lys
e i us
sp.
Tabel 2. Rata - rata Kelimpahan Populasi Tungau Hama dan Tungau Predator per 1000 Daun Apel di Lahan PHT dan Non PHT Lahan
Jenis tungau Panonychus
citri
Eutetranychus banksi
Pr{T
non PHT
4010 a
14400 b
2680 a
1920b
Allonychus sp.
642 a
138 a
P o$phagotarsonemus sp. Brevipalpus sp.
893 a
793 a
Amblyseius sp..
2a
15a
6375 a
1000 b
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji T 5%.
* Tungau Predator
Aplikasi insektisida yang dilakukan secara terjadwal di lahan non PHT terr:lyata
tidak bisa mencegah perkembangan populasi TIvIJ. Dengan demikian
perlakuan
agronomi yaitu pemupukan dan aplikasi pestisida te{adwal dapat memicu pertumbuhan
populasi TI\[J. Watson (1964) menyatakan bahwa pemupukan dapat mengubah milaohabitat yang dapat menguntungkan pertumbuhan tungau fitof4g. Di samping
itq
pemberian pupuk juga dapat meningkatkan kualitas nutrisi bagi tungau fitofag sehingga meningkatkan keperidiannya.
Di samping pemupukan yang intensi{ pengendalian kimia
TMJ secara terjadwal pada lahan non Plm tampaknya telah menyebabkan TMJ resisten terhadap pestisida. Hal yang sama dijumpai ileh Fuspitarini (2005) pada pertanamanjeruk
yang mendapat perlakuan secara intensif. Di Jepang TMJ menjadi masalah besar di perkebunan jeruk karena perkembangan resistensi yang sangat cepat terhadap akarisida
(Yamanroto et
al.
1995 dalam Osakabe dan Komazaki
1999). Aplikasi pestisida secara
terjadwal berdarnpak negatif pula pada populasi tungau predator Amblyseius sp. Kelimpahan populasi itu di lahan non PHT lebih rendah secara nyata dibandingkan di lahan PHT (Tabel2).
Persentase daun apel yang dihuni oleh tungau fitofag. Persentase daun apel di lahan
PHT dan non PHT yang dihuni oleh tungau hama disajikan pada Tabel
3. Dari Tabel 3
terlihat bahwa persentase daun yang dihuni oleh tungau fitofag lebih tinggi daripada daun yang tidak dihuni.
Tabel 4. Persentase Daun Apel di Lahan PHT dan Non PHT yang Dihuni oleh Tungau Fitofag Lahan
No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Jenis tungau
P. citri E. banhi Polyphagotarsonemus sp. P. citri + E. banksi P. citri + E. banksi +
NonPHT
16.00a
30.s0b
15.00a
tl.r7a
3.167a 22.00a
4.667a 21.00a 5.33b
L2.83a
P olyphagotars onemus sp.
6.667a I.167a 0.667a
2.833a
P. citri + Polyphagotarsonemus sp. P. citri + E. banksi + Allonychus sp. P. citri + E. banksi + Allonychus sp. +
2.000a L.167a
P o lwho go tars on emus sp. P. citri + E. banksi + Brevipalpus sp. P. citri + Alorrychus sp. P. citri + Alonychus sp. + P olypha go tars on emus
12.
PHT
0.t67a
0.500a 0.000a
0.L67a 0.000a
0.167a
sF,.
Daun yang dihuni oleh E. banksi, Allonychus sp, Brevipalpus sp.
7.333a
3.500a
17.33a
15.50a
dan P olyphagotdrs onemus sp.
13.
Daun vans tidak dihuni tungau hama Jumlah (%)
100.00 100.00 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda ny ata pada uii T 5%.
Dari tabel di atas bahwa persentase daun yang torserrng hanya oleh TIWI dan E. banksi lebih tinggi dibandingkar daun yang diserang tungau lainnya dan persentase daun
terserang TMJ pada lahan non PHT tertinggi secara nyata. Selain hampir semua daun yang
dimati
terdapat populasi
itu tampak
bahwa
TMJ. Fenomena ini perlu diwaspadai
karena tidak tertutup kemungkinan apabila kondisi lingkungan menunjang kehidupan
TMJ, peningkatan populasi bisa terjadi. Apabila populasi TI\{J meningkat secara cepat dan nnrsuh alami tidak bisa mengendalikarU kerugian secara ekonomi tentu akan menimpa petani
apel. Kondisi
seperti munculnya tunas muda (flush) pada tmaman apel
yang tedadi setelah perompesan daun, memungkinkan
meningkat terutama kare,na tersedianya
di
populasi Tlvu bisa
dengan cepat
lahan non PHT. Populasi TMJ dapat meningkat dengan cepat
nutrisi oleh tanaman inang. Jeppson (1957, dalom van de
Yie
et al.
1972) mengemukakan bahwa ketika terjadiflush populasi TMJ dapat meningkat dengan cepat karena kondisi pakan yang mendukung untuk perkembangannya. Hasil penelitian
Puspitarini (2005) menunjukkan bahwa kehidupan TIvIJ pada daun muda lebih baik dibanding daun tua yang ditunjukkan dengan lebih singkatnya siklus hidup, lebih
tingginya keperidian, dan lebih lamanya lama hidup betina pada TMJ yang hidup pada darm muda.
Struktur populasi tungau. Stuktur populasi TMI E. banksi, Allonychus Polyphagotarsonemus sp. dan Amblyseius sp bawah
ini. Seluruh tahap hidup tetranychid
sp.
di lahan PHT dan non PHT diuraikan di
yang terdiri dari telur, larva, nimfq jantan
dan betina dapat dijumpai selama penelitian
ini.
Sedangkan struktur populasi
Brevipalpus sp. tidak diuraikan, karena selama penelitian hanya ditenrukan 10 nimfa dan satu dewasa betina. Garnbar 7 menunjuk*an proporsi tatrap hidup tetranychid. trTeir &NiEfa &Jete
OBetina
m @
Yso t
E
,lo
€30
.E
3,n e
l0 o
Panonychu citri
Eutetranychus bsahs,
Allonychu
sp.
Jais hrngau
Garnbar I
Struldur Populasi Tefianychid pada Tanaman Apel Manalagyang Dikelola secara PIfl dan Non PHT
Dari grafik tersebut terlihat batrwa kelimpahan tatrap telur adalah tefiinggi.. Tingginya jumlah telur yang diletakkarU kemungkinan untuk menghadapi banyaknya telur yang dimangsa predator (Huffaker et al. 1969). Tungau predator A. longispinosus
lebih banyak mernangsa telur TMJ daripada tahap lainnya (Puspitarird, 2005). Keperidian yang tinggl merupakan suatu strategl untok mempertahankan diri terhadap pengaruh kondisi lingkungan yang tidak m€nguntungkan kehidupan tungau fitofag. Tahap telur adatah tahap yang paling tahan terhadap kondisi cuaca yang panas dar angin
kering (Kranzt 1978, Jeppson 1963). Gambm 2 di bawah ini menyajikan proporsi tahap hidup Polyphagotarsonenus sp. dan tungau predator Amblyseias sp.
tr
Tehrr ENimg
tr
Jute
El Bctioa
60
o50
$*
8:o s
4n t(
S,o 0
Amblysiwsp.
PolypdthotaMnems q). Ienir tuaga
Garnbar 2. Struktu Populasi Polyphagotarsonemus sp. danAmblyseius sp. pada Tanaman Apel manalagi yang Dikelola secara PIIT dan Non PHT
Dmi Gambw 2 terbhat bahwa proporsi betina kedua spesies tungau itu adalah tertinggi. Proporsi betina yang tinggr padaAmblyseius
sp. tampaknya
karena singkatnya
stadia pradewasa. Menurut Huffaker et al. (1969) siklus hrdap Amblyseius spp. bervariasi
tergantung dari suhu, umunnya cukup singkat yaitu antara 4 sampail0 hari. Pada spesies
2 hari dan dmfa 2.5 har: (Puspitarini 2005). Dengan singkatrya stadium pradewasa dibandingkan lama hidup imago betina
A.
longispinosus sp. stadia telur sekitar
Amblyseius spp, unumnya 15- 30 hari, maka semakin cepat waktu yang dibuhrhkan oleh tahap pradewasa menjadi
Keadaan
i1i
i*ugo,
karena itu proprosi imago dalam poppulasi lebih tinggi.
5nngat menguntungkan kehidupan predator, karena dalarn waktu singkat
menjadi dewasa dan berkembang biak.
KESIMPULAI{ Tungau fitofag yang terdapat pada pertanaillar apel di Poncokusumo adalah TMJ,
E. banlrsi, Allonychus sp. yang tergolong Famili Tetranychidae, Tarsonemidae, Polyphagotarsonemus
sp.,
anggota Famili
Brevipalpus sp. yang termasuk Famili
Tenuipalpidae dan tungau predator Amblyseius sp. dari Famili Phytoseiidae.
Kehadiran TMJ pada pertanaman apel perlu diwaspadai karena kelimpahan
di lahan PHT maupun non PHT. Di
samping itu
di serang oleh TMJ juga tertinggi dan hampir
semua daun
populasi TMJ adalah tertinggi baik persentase daun yang hanya
contoh terdapat populasi TMJ. Budidaya tanaman apel secara PHT menguntungkan secara ekologis yang tampak
dmi kelimpahan populasi TMJ di lahan PHT lebih rendah secara nyata dmipada di lahan
non
Pfm.
Demikian juga populasi tungau predator Amblyseius sp. lebih tinggi secara
nyatadi lahan PHT. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Aci Widyana, SP dan Dr. Aminudin A,
MS yang berperan dalam penelitian ini.
DATTAR PUSTAKA Borror DJ, Triphlehorn CA, Jobnson NF. 1989. An introduction to the study of insects. Sixth editions. Sanders College Fublishing. Davidson RH, Peairs LM. 1966. Insect pests of farm, garden, and orchad. Sixth edition. John Willey dan Sons Inc. Huffaker CB, van de Vrie M , McMurtry JA. 1969. The ecology of tetranychid mites and their natural control. Ann Rev Entomol 14 125-174. Jeppson LR. 1963. lnterrelationships of weather and acaricides with citrus mite infestations. Dalam Naegele JA (ed.). Advances in acarology. Vol I. Ithac4 New York : Comstock Publishing Associates. Hal. 9-13. Krantz GW. 1978. A manual of acarology. Second edition. Oregon State University Book Storeg Inc., Corvalis. USA. Liang W, Huang M. 1994. Influence of citrus orchards ground cover plants on arthropod communities in China: a review. Agric Ecosys Environ. 50 (199a): 29-37. Muma MH. 1961. Mites associated with citrus in Florida. University of Florida. Agriculture experiment stations. Gainesville Florida. Bulletin 640. Muma MH, Denmark HA. 1970. Phytoseiidae of Florida. Arthropod of Florida and neighboring land areas. Vol6. Osakabe MH, Komazaki S. 1999. Laboratory experiments on change of genetic structure with an increase of population densry in the citrus red mite population Panonycus clrri (McGregor) (Acari: Tetranychidae). App Entomol Zool34(4):413420.
Puspitarini RD. 2005. Biologi dan ekologi tungau merah jerulq Panonychus citri (Mc.Gregor)(Acari: Tetranychidae). Disertasi. Institut Pertranian Bogor. Smitft D, Beattie GAC, Broadly R (ed.). 1997. Citrus pests and their natural enemies. Integrated pest management in Ausffalia HDRC.DPI Queensland, Australia. Sosromarsono S. 1997. Tungau merah jentk Panonychus c#ri (McGregor): pendatang baru di Indonesia. Komrurikasi singkat. BuI HPT 9(2): 38-39. van de Vrie M, McMurtry JA, Hu{faker CB.. 1972. Biology, ecology, pest status, and host plant relations of tetranychids. Hilgardia I 4( I 3): 3 43 -432. Watson TF. 1964. Influence of host plant condition on population increase of Tetranychus telarius (Liruraeus) (Acarina: Tefianychidae). Hilgardia35(ll): 273320.
/.i i"!ri r'a
r
I*
" r.?{,I}rr-1,
(w'