// *** Restrict Access To Page: Grant or deny access to this page function isAuthorized($strUsers, $strGroups, $UserName, $UserGroup) { // For security, start by assuming the visitor is NOT authorized. $isValid = False; // When a visitor has logged into this site, the Session variable MM_Username set equal to their username. // Therefore, we know that a user is NOT logged in if that Session variable is blank. if (!empty($UserName)) { // Besides being logged in, you may restrict access to only certain users based on an ID established when they login. // Parse the strings into arrays. $arrUsers = Explode(",", $strUsers); $arrGroups = Explode(",", $strGroups); if (in_array($UserName, $arrUsers)) { $isValid = true; } // Or, you may restrict access to only certain users based on their username. if (in_array($UserGroup, $arrGroups)) { $isValid = true; } if (($strUsers == "") && true) { $isValid = true; } } return $isValid; } $MM_restrictGoTo = "home.html"; if(!((isset($_SESSION['MM_Username']))&& (isAuthorized("",$MM_authorizedUsers,$_SESSION['MM_Username'], $_SESSION['MM_UserGroup'])))) { $MM_qsChar = "?"; $MM_referrer = $_SERVER['PHP_SELF']; if (strpos($MM_restrictGoTo, "?")) $MM_qsChar = "&"; if (isset($QUERY_STRING) && strlen($QUERY_STRING) > 0) $MM_referrer .= "?" . $QUERY_STRING; $MM_restrictGoTo = $MM_restrictGoTo. $MM_qsChar . "accesscheck=" . urlencode($MM_referrer); header("Location: ". $MM_restrictGoTo); exit; } ?> Halaman admin <script language="javascript" type="text/javascript"> function clearText(field) { if (field.defaultValue == field.value) field.value = ''; else if (field.value == '') field.value = field.defaultValue; }
Ulos adalah kain tenun khas Batak berbentuk selendang. Benda sakral ini merupakan simbol restu, kasih sayang dan persatuan, sesuai dengan pepatah Batak yang berbunyi: “Ijuk pangihot ni hodong, Ulos pangihot ni holong", yang artinya kira-kira "Jika ijuk adalah pengikat pelepah pada batangnya, maka ulos adalah pengikat kasih sayang antara sesama."
Menenun Ulos
Secara harfiah, ulos berarti selimut yang menghangatkan tubuh dan melindunginya dari terpaan udara dingin. Menurut kepercayaan
Universitas Sumatera Utara
leluhur suku Batak ada tiga sumber yang memberi panas kepada manusia, yaitu matahari, api dan ulos. Dari ketiga sumber kehangatan tersebut ulos dianggap paling nyaman dan akrab dengan kehidupan sehari-hari.
Pada awalnya nenek moyang mereka mengandalkan sinar matahari dan api sebagai tameng melawan rasa dingin. Masalah kecil timbul ketika mereka menyadari bahwa matahari tidak bisa diperintah sesuai dengan keinginan manusia. Pada siang hari awan dan mendung sering kali bersikap tidak bersahabat. Sedang pada malam hari rasa dingin semakin menjadi-jadi dan api sebagai pilihan kedua ternyata tidak begitu praktis digunakan waktu tidur karena resikonya tinggi. Al hajatu ummul ikhtira'at, karena dipaksa oleh kebutuhan yang mendesak akhirnya nenek moyang mereka berpikir keras mencari alternatif lain yang lebih praktis. Maka lahirlah ulos sebagai produk budaya asli suku Batak.
Tentunya ulos tidak langsung menjadi sakral di masa-masa awal kemunculannya. Sesuai dengan hukum alam ulos juga telah melalui proses yang cukup panjang yang memakan waktu cukup lama, sebelum akhirnya menjadi salah satu simbol adat suku Batak seperti sekarang. Berbeda dengan ulos yang disakralkan yang kita kenal, dulu ulos malah dijadikan selimut atau alas tidur oleh nenek moyang suku Batak. Tetapi ulos yang mereka gunakan kualitasnya jauh lebih tinggi, lebih tebal, lebih lembut dan dengan motif yang sangat artistik.
Kini ulos memiliki fungsi simbolik untuk berbagai hal dalam segala aspek kehidupan orang Batak. Ulos menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan adat suku Batak.
Mangulosi, adalah salah satu hal yang teramat penting dalam adat Batak. Mangulosi secara harfiah berarti memberikan ulos. Mangulosi bukan sekadar pemberian hadiah biasa, karena ritual ini mengandung arti yang cukup dalam. Mangulosi melambangkan pemberian restu, curahan kasih sayang, harapan dan kebaikan-kebaikan lainnya.
Dalam ritual mangulosi ada beberapa aturan yang harus dipatuhi, antara lain bahwa seseorang hanya boleh mangulosi mereka yang menurut tutur atau silsilah keturunan berada di bawah, misalnya orang tua boleh mengulosi anaknya, tetapi anak tidak boleh mangulosi orang tuanya. Disamping itu, jenis ulos yang diberikan harus sesuai dengan ketentuan adat. Karena setiap ulos memiliki makna tersendiri, kapan digunakan, disampaikan kepada siapa, dan dalam upacara adat yang bagaimana, sehingga fungsinya tidak bisa saling ditukar.
Dalam perkembangannya, ulos juga diberikan kepada orang nonBatak. Pemberian ini bisa diartikan sebagai penghormatan dan kasih sayang kepada penerima ulos.
Beberapa jenis ulos yang dikenal dalam adat Batak adalah sebagai berikut :
1. Ulos Ragidup
Ragi berarti corak, dan Ragidup berarti lambang kehidupan. Dinamakan demikian karena warna, lukisan serta coraknya memberi kesan seolah-olah ulos ini benar-benar hidup. Ulos jenis ini adalah yang tertinggi kelasnya dan sangat sulit pembuatannya. Ulos ini terdiri atas tiga bagian; dua sisi yang ditenun sekaligus, dan satu bagian tengah yang ditenun tersendiri dengan sangat rumit. Ulos Rangidup bisa ditemukan di setiap rumah tangga suku batak di daerahdaerah yang masih kental adat bataknya. Karena dalam upacara adat perkawinan, ulos ini diberikan oleh orang tua pengantin perempuan kepada ibu pengantin lelaki.
2. Ulos Ragihotang
Universitas Sumatera Utara
Hotang berarti rotan, ulos jenis ini juga termasuk berkelas tinggi, namun cara pembuatannya tidak serumit ulos Ragidup. Dalam upacara kematian, ulos ini dipakai untuk mengafani jenazah atau untuk membungkus tulang belulang dalam upacara penguburan kedua kalinya.
3. Ulos Sibolang
Disebut Sibolang sebab diberikan kepada orang yang berjasa dalam mabolang-bolangi (menghormati) orang tua pengantin perempuan untuk mangulosi ayah pengantin laki-laki pada upacara pernikahan adat batak. Dalam upacara ini biasanya orang tua pengantin perempuan memberikan Ulos Bela yang berarti ulos menantu kepada pengantin laki-laki.
Mengulosi menantu lelaki bermakna nasehat agar ia selalu berhati-hati dengan teman-teman satu marga, dan paham siapa yang harus dihormati; memberi hormat kepada semua kerabat pihak istri dan bersikap lemah lembut terhadap keluarganya. Selain itu, ulos ini juga diberikan kepada wanita yang ditinggal mati suaminya sebagai tanda penghormatan atas jasanya selama menjadi istri almarhum. Pemberian ulos tersebut biasanya dilakukan pada waktu upacara berkabung, dan dengan demikian juga dijadikan tanda bagi wanita tersebut bahwa ia telah menjadi seorang janda. Ulos lain yang digunakan dalam upacara adat adalah Ulos Maratur dengan motif garisgaris yang menggambarkan burung atau banyak bintang tersusun teratur. Motif ini melambangkan harapan agar setelah anak pertama lahir akan menyusul kelahiran anak-anak lain sebanyak burung atau bintang yang terlukis dalam ulos tersebut.
Dari besar kecil biaya pembuatannya, ulos dapat dibedakan menjadi dua bagian:
Pertama, Ulos Na Met-met; ukuran panjang dan lebarnya jauh lebih kecil daripada ulos jenis kedua. Tidak digunakan dalam upacara adat, hanya untuk dipakai sehari-hari.
Kedua, Ulos Na Balga; adalah ulos kelas atas. Jenis ulos ini pada umumnya digunakan dalam upacara adat sebagai pakaian resmi atau sebagai ulos yang diserahkan atau diterima.
Biasanya ulos dipakai dengan cara dihadanghon; dikenakan di bahu seperti selendang kebaya, atau diabithon; dikenakan seperti kain sarung, atau juga dengan cara dililithon; dililitkan dikepala atau di pinggang.
href="me.php"
title="Lidia
9.karo.php Halaman Ulos Karo <script language="javascript" type="text/javascript"> function clearText(field) { if (field.defaultValue == field.value) field.value = ''; else if (field.value == '') field.value = field.defaultValue; }
MENENUN: Sorliwati Sijabat serius membuat tenunan ulos Karo, di Ball Room Hotel JW Marriott, Kamis (28/1) lalu. <strong>Sorliwati Sijabat, Penenun Ulos asal Medan <em>Sumut memiliki keragaman budaya termasuk keragaman kain ulos dari masing-masing daerah. Kain ulos yang ditenun ini tentunya memiliki makna dari setiap pemilihan benang hingga corak dan warna. <strong>Julika Hasanah- Medan Bagaimana seorang penenun ulos mampu mempadupadankan keseluruhan hal tersebut. Berikut kisah Sorliwati Sijabat (46), penenun ulos di Medan. Ketika ditemui di Pameran Citra Tenun Sumut Medan Fashion Tren 2010, di Ballrom Hotel JW Marriott, Kamis (28/1), Sorliwati tengah memintal benang dan menenun helai demi helai benang menjadi satu ulos khas daerah Karo. “Saya sudah mulai menenun ulos sejak 12 tahun. Dimulai saat saya masih duduk di bangku SD. Jika dulu saya menenun ulos di kampung, begitu menikah saya pun pindah ke Medan dan tetap menenun ulos,” ujar ibu dari lima orang anak ini. Warga Jalan Duku 1 Padang Bulan ini, menyatakan menenun ulos tidaklah segampang mengatakannya. Sebab, penenun akan berhadapan dengan ribuan benang. Untuk menghasilkan 1,5 meter ulos dirinya harus menggunakan 3000 helai benang sesuai dengan warna yang digunakan. “Kalau ulos Karo ini, identik dengan warna merah, jadi lebih banyak menggunakan dasar warna merah,” katanya. Sorliwati mengaku menenun ulos masih dengan menggunakan alat tenun manual bernama Gedogan. “Memang harus serius dan konsentrasi dalam melakukan tenunan ini, karena satu saja benang yang tidak menyatu bisa merusak hasilnya,” katanya lagi. Gedogan adalah alat tenun manual yang terdiri dari beberapa kayu, dan setiap kayu memiliki nama dan fungsinya
Universitas Sumatera Utara
masing-masing dalam proses tenun. Beberapa di antaranya ada rol yang berfungsi sebagai pelurus dari benag-benang motif, agar tidak mereng. Lidi motif, yang berfungsi untuk meletakkan benag-benang yang akan dijadikan motif dari ulos, dan jumlahnya sesuai dengan banyaknya motif yang akan diberikan. Kemudian ada juga Pagabe, tuddalan kayu yang berfungsi untuk menopang badan, Panggiunan, lalu ada Pamapan yang merupakan kayu besar utama dengan dua buah kayu penopang di kanan dan di bagian kirinya. Ada juga Baliga, berupa kayu rol dua buah yang berfungsi untuk memadatkan atau mengetatkan benang-benang yang sudah menyatu. Hatonungan adalah alat untuk memasang benang sebelum ditenun, Turak adalah seperti corong yang diisi benang, yang juga bagian dari Gedogan. Lalu, nama benang nilon yang digunakan adalah Giun. Dalam menenun satu ulos, Sorliwati memulainya dari pukul 09.00 WIB hingga 07.00 WIB, dan membutuhkan waktu 5 hari. “Yang paling sulit adalah menenun ulos Karo,” katanya lagi. Selama menenun ulos wanita asal Samosir, Lumban Susui ini juga sering merasa sakit di bagian pinggunlya ketika pertama menenun. “Dulu ketika pertama-tama memang terasa sakit pada bagian pinggul. Namun, setelah sudah terbiasa sekarang tidak lagi,” bilangnya. Sorliwati juga mengatakan kalau untuk tenunan ini belum ada menggunakan alat mesin, semua dilakukan dengan manual. Sampai sekarang yang baru saja ada adalah ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin), dimana dengan alat ini menenun lebih cepat dibandingkan dengan manual. “Tapi, kalau untuk ulos karo, tidak bisa memakai ATBM, harus manual,” sambungnya lagi. Begitupun, Sorliwati mengakui kalau penenun ulos ini masih minim penerus. “Anak saya hanya satu perempuan, dan seperti yang kita tahu anak sekarang ini jarang ada yang mau melakukan ini. Tapi saya berniat akan membujuknya dengan pelan-pelan agar dia mau belajar menenun, dan bisa menjadi penerus saya. Karena saya juga mengenal tenunan ini karena turun temurun dari keluarga saya,” katanya.(*) Binding of Motif Structuring of Motif Weaving
Universitas Sumatera Utara
10.lihat_bukutamu.php Halaman Lihat Buku Tamu <script language="javascript" type="text/javascript"> function clearText(field) { if (field.defaultValue == field.value) field.value = ''; else if (field.value == '') field.value = field.defaultValue; } hf