LIFE CYCLE ASSESSMENT (LCA) INDUSTRI PENGOLAHAN CRUDE PALM OIL (CPO) (Studi Kasus di PTPN V (Persero) Provinsi Riau)
ANDRE WAHYU NUGROHO
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Life Cycle Assessment (LCA) Industri Pengolahan Crude palm Oil (CPO) (Studi Kasus di PTPN V (Persero) Provinsi Riau) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014 Andre Wahyu Nugroho NIM F34100050
ABSTRAK ANDRE WAHYU NUGROHO. Life Cycle Assessment (LCA) Industri Pengolahan Crude Palm Oil (CPO) (Studi Kasus di PTPN V (Persero) Provinsi Riau). Dibimbing oleh SUPRIHATIN. Life Cycle Assessment (LCA) merupakan sebuah mekanisme untuk menganalisis dan memperhitungkan dampak lingkungan dari suatu produk dalam setiap tahap siklus hidupnya. Munculnya berbagai isu lingkungan terkait industri kelapa sawit melatarbelakangi dilakukannya studi LCA ini. Tujuan studi LCA ini untuk mengidentifikasi dampak lingkungan produksi Crude Palm Oil (CPO) dari aspek efisiensi energi dan emisi gas rumah kaca (GRK) serta menganalisis skenario perbaikannya. Metode LCA terdiri atas 4 tahapan yaitu goal and scope definition, inventory analysis, impact assessment dan interpretation. Berdasarkan hasil penelitian, total penggunaan energi di pabrik kelapa sawit (PKS) Lubuk Dalam sebesar 6330 MJ/ton CPO. Tingkat efisiensi energi produksi 1 ton CPO dinyatakan dalam Net Energy Ratio (NER) sebesar 6,2 dan Net Energy Value (NEV) sebesar 33,03 GJ. Total emisi GRK pada produksi 1 ton CPO sebesar 1462,65 kg CO2 –eq. Penggunaan energi di PKS Tandun sebesar 7276,7 MJ/ton CPO dengan nilai Net Energy Ratio (NER) sebesar 5,4 dan Net Energy Value (NEV) sebesar 32,08 GJ. Total emisi GRK Tandun sebesar 624,26 kg CO2 –eq. Salah satu skenario perbaikan yang signifikan untuk meningkatkan efisiensi energi dan mereduksi emisi adalah pemanfaatan biogas dari limbah cair sebagai pembangkit listrik. Skenario tersebut mampu mereduksi emisi di PKS Tandun sebesar 970,5 kg CO2 –eq/ton CPO, meningkatkan NER menjadi 5,7 dan NEV menjadi 33,08. Kata kunci : Crude Palm Oil, Life Cycle Assessment, Gas Rumah Kaca, Net Energi
ABSTRACT ANDRE WAHYU NUGROHO. Life Cycle Assessment (LCA) of The Production of Crude Palm Oil (Case Studi in PTPN V (Persero) Provinsi Riau). Supervised by SUPRIHATIN. LCA is a mechanism to analyze and identify environmental effect of a product on each life cycle. LCA is used to solve environmental issues related to palm oil industries. This research used LCA to identify environmental issues of CPO production process, especially on efficiency aspect and greenhouse gas emission aspect including it’s improvement scenarios. LCA method include goal and scope definition, inventory analysis, impact assessment, and results interpretation. Based on the measurement in Lubuk Dalam Palm Oil Industry, the result showed that total energy used was 6330 MJ/tonne CPO. Energy production efficiency of 1 tonne CPO expressed in Net Energy Ratio (NER) was 6.2 and Net Energy Value (NEV) was 33.03 GJ. Total GRK emission was1462.65 kg CO2 -eq per 1 tonne CPO production. Energy usage in Tandun Palm Oil Industry was 7276.7 MJ/tonne CPO with Net Energy Ratio (NER) was 5.4 and Net Energy Value (NEV) was 32.08 GJ, and total GHG emmision was 624,26 kg CO2 – eq/tonne CPO. One of significant efforts to improve energy efficiency and reduce emission is utilizing biogas from waste liquid as power plant. That scenario can reduce 970.5 kg CO2 –eq/ton CPO emission at Tandun, increase NER to 57 and NEV to 33.08.
Key words : Crude Palm Oil, Life Cycle Assessment, Greenhouse Gas, Net Energy
LIFE CYCLE ASSESSMENT (LCA) INDUSTRI PENGOLAHAN CRUDE PALM OIL (CPO) (Studi Kasus di PTPN V (Persero) Provinsi Riau)
ANDRE WAHYU NUGROHO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Life Cycle Assessment (LCA) Industri Pengolahan Crude Palm Oil (CPO) (Studi Kasus di PTPN V (Persero) Provinsi Riau) Nama : Andre Wahyu Nugroho NIM : F34100050
Disetujui oleh
Prof. Dr. –Ing. Ir. Suprihatin Pembimbig
Diketahui oleh
Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Life Cycle Assessment (LCA) Industri Pengolahan Crude Palm Oil (CPO) ini dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Maret 2014 di PTPN V (Persero) Provinsi Riau. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. –Ing. Ir. Suprihatin selaku dosen pembimbing dan seluruh civitas Departemen Teknologi Industri Pertanian atas segala ilmu yang diberikan. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada seluruh pegawai PTPN V SBU Lubuk Dalam dan SBU Tandun yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini. Tidak lupa ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, keluarga, serta seluruh sahabat atas segala doa dan dukungannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan memberikan kontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Juni 2014 Andre Wahyu Nugroho
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Pelaksanaan Penelitian
2
Waktu dan Tempat
2
Jenis dan Sumber Data
2
Metode Pengumpulan Data
3
Metode Analisis dan Pengolahan Data
3
Penentuan Goal dan Scope
3
Inventory Analysis
3
Impact Assessment
3
Interpretation dan Process Improvement
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Penentuan Goal dan Scope
6
Inventory Analysis
6
Impact Assessment
9
Net energi
9
Emisi CO2
11
Process Improvement SIMPULAN DAN SARAN
12 18
Simpulan
18
Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
21
RIWAYAT HIDUP
26
vi
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Perbedaan PKS Lubuk Dalam dan PKS Tandun Hasil analisis inventori PKS Lubuk dalam dan PKS Tandun Kebutuhan energi pada produksi 1 ton CPO Total energi masuk, energi keluar, Net Energy Ratio (NER) dan Net Energy Value (NEV) Jumlah emisi pada produksi 1 ton CPO Skenario pengembangan life cycle Karakteristik limbah cair tahun 2013 Komposisi kimia limbah lumpur sawit (sludge) kelapa sawit Kandungan unsur hara pada pupuk kandang yang berasal dari beberapa ternak Komposisi pakan ternak dari limbah padat kelapa sawit Kandungan hara limbah padat kelapa sawit
6 8 9 10 11 13 14 15 16 16 17
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Diagram alir metode penelitian Skema life cycle CPO di Lubuk Dalam dan Tandun Pengolahan anaerob limbah cair Lubuk Dalam Penangkapan Biogas (Methane Capture) limbah cair Tandun
5 6 12 12
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8
Faktor konversi emisi Konversi Energi Peta jalur transportasi TBS Lubuk Dalam Peta jalur transportasi TBS Tandun Cara perhitungan bahan bakar solar transportasi TBS Data inventori tahun 2013 Lubuk Dalam Data inventori tahun 2013 Tandun Data penggunaan pupuk tahun 2013 Lubuk Dalam dan Tandun
21 21 22 22 23 24 25 25
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia dengan memproduksi 27 juta ton CPO pada tahun 2013 (Ditjenbun 2014). Perkembangan industri kelapa sawit akan terus meningkat seiring dengan rencana pemerintah tahun 2020, Indonesia ditargetkan mampu menghasilkan 40 juta ton CPO per tahun. Rencana tersebut didukung dengan adanya Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) tahun 2011-2030, pemerintah akan mengalokasikan kawasan hutan untuk dimanfaatkan menjadi sektor perkebunan (Kemenhut 2011). Perkembangan pesat sektor industri kelapa sawit tersebut ternyata menimbulkan dampak lain. Berbagai persoalan muncul berkaitan dengan isu lingkungan yang disebabkan aktivitas industri kelapa sawit. Permasalahan kerusakan lingkungan ini mendapat perhatian serius dari pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), maupun dunia internasional. Aktivitas industri minyak sawit mulai dari penanaman, pemupukan, penggunaan energi, pengolahan limbah dan lainnya diduga sebagai penyebab peningkatan gas rumah kaca (GRK). GRK merupakan gas-gas yang terdapat di atmosfer, yang menyerap dan memantulkan kembali radiasi inframerah sehingga berakibat pada peningkatan suhu bumi (Cicerone 1987). GRK pada industri kelapa sawit yang berkontribusi terhadap pemanasan global adalah karbondioksida (CO 2), metana (CH4), dinitrogen oksida (N2O). Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), menjelaskan bahwa setiap GRK mempunyai potensi pemanasan global (Global Warming Potential/GWP) yang diukur secara relatif berdasarkan emisi CO 2. Semakin besar nilai GWP maka akan semakin bersifat merusak (IPCC 2007). Environmental Protection Agency (EPA), lembaga pemerintah urusan lingkungan hidup AS menyatakan bahwa sumberdaya energi terbarukan harus bisa mengurangi emisi GRK sebesar 20 % (EPA 2011). Apabila hal tersebut tidak dilakukan maka akan berdampak pada daya beli produk turunan kelapa sawit oleh negara-negara maju. Sebagai langkah solutif meningkatkan daya saing produk sawit Indonesia, pemerintah menerapkan peraturan yang tersusun dalam Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Terdapat 7 prinsip ISPO yang harus dipenuhi perusahaan perkebunan kelapa sawit yaitu sistem perizinan dan manajemen perkebunan, penerapan pedoman teknis budidaya dan pengolahan kelapa sawit, pengelolaan lingkungan, tanggung jawab terhadap pekerja, tanggung jawab sosial dan kominitas, pemberdayaan kegiatan ekonomi masyarakat, dan peningkatan usaha secara berkelanjutan. Salah satu kriteria dalam prinsip pengelolaan lingkungan adalah perusahaan diharuskan melakukan identifikasi sumber emisi GRK (Ditjenbun 2014). Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menganalisis dampak suatu kegiatan terhadap lingkungan antara lain Produksi Bersih (Cleaner Production), Green Supply Chain, Carbon Footprint, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL), dan Life Cycle Assessment (LCA). Masing-masing metode memiliki perbedaan tujuan dan mekanisme perhitungan. Salah satu metode yang sering digunakan adalah LCA. LCA merupakan sebuah mekanisme untuk menganalisis dan memperhitungkan dampak lingkungan total dari suatu
2 produk dalam setiap tahap siklus hidupnya. Dimulai dari persiapan bahan mentah, proses produksi, penjualan dan transportasi, serta pembuangan produk (ISO14040:1997). LCA bertujuan untuk mengidentifikasi dampak lingkungan, sumber polusi dan emisi gas rumah kaca yang kemudian bisa mengetahui potensi dampak pada pemanasan global, perubahan iklim, eutrophication, acidification, dan kesehatan manusia (Pleanjai et al. 2007). Studi LCA pada penelitian ini dilakukan di PTPN V (Persero) yang merupakan salah satu industri kelapa sawit milik pemerintah Indonesia. Penilaian dampak lingkungan dilakukan mulai tahap pembibitan, perkebunan, transportasi, dan pengolahan CPO. Dengan penerapan LCA, diharapkan mampu memberikan informasi dan rekomendasi bagi perusahaan dalam mengambil keputusan terkait permasalahan penggunaan sumberdaya, energi, dan dampaknya terhadap lingkungan.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Menganalisis kebutuhan energi pada life cycle produksi CPO 2. Menganalisis emisi GRK yang dilepaskan pada life cycle produksi CPO 3. Menganalisis dan memberikan informasi terhadap kemungkinan peningkatan efisiensi kebutuhan energi dan pengurangan potensi dampak terhadap lingkungan dengan pengembangan skenario life cycle.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian dapat memberikan informasi terkait kebutuhan energi dan potensi dampak lingkungan produksi CPO, sehingga dapat membantu dalam pengambilan keputusan terkait upaya peningkatan efisiensi energi dan pengurangan potensi dampak lingkungan.
METODE Pelaksanaan Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di PTPN V (Persero) unit bisnis Lubuk Dalam dan Tandun Provinsi Riau. Tempat penelitian merupakan industri kelapa sawit dengan produk utama CPO. Waktu pelaksanaan dilakukan selama dua bulan terhitung mulai bulan Februari-Maret 2014. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan merupakan data sekunder berdasarkan dokumen perusahaan dan publikasi hasil penelitian yang telah dipublikasikan sebelumnya.
3 Sebagian data lainnya didapatkan dari hasil perhitungan sendiri dengan beberapa asumsi dan data primer. Metode Pengumpulan Data a. Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan dan menganalisis data sekunder yang didapatkan dari pihak-pihak terkait, buku-buku acuan, jurnal, dan literatur lainnya. Studi pustaka pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui permodelan perhitungan net energi dan emisi GRK serta mencari skenario perbaikan untuk meningkatkan efisiensi energi dan mereduksi emisi. b. Observasi dan Lapangan Observasi dilakukan untuk mengidentifikasi penggunaan energi dan emisi yang dihasilkan pada setiap tahap life cycle produksi CPO. Observasi dilakukan untuk mendapatkan data primer yang tidak terdapat dalam data sekunder hasil studi pustaka.
Metode Analisis dan Pengolahan Data Penilaian dampak lingkungan produksi CPO dilakukan dengan menggunakan metode LCA. Proses LCA dilakukan dengan melakukan identifikasi kuantitatif dari semua aliran input-output (exchange flow) dari sistem terhadap lingkungan dalam setiap tahap life cycle. Metode LCA dilakukan berdasarkan pedoman pelaksanaan LCA menurut Framework ISO 14040 (1997) yang terdiri atas 4 tahapan yaitu penentuan goal dan scope, inventory analysis, impact assessment, dan interpretation. Penentuan Goal dan Scope Penentuan goal dan scope bertujuan untuk menentukan acuan dan batasan yang jelas dalam pelaksanaan penelitian. Goal dari studi LCA ini sesuai dengan subbab tujuan penelitian. Scope/ruang lingkup studi LCA ini meliputi pembibitan, perkebunan, transportasi TBS dan pengolahan CPO. Inventory Analysis Inventory analysis atau analisis inventori dilakukan dengan menganalisis aliran massa dan energi dari life cycle produksi 1 ton CPO. Data inventori diperoleh dengan menggunakan data sekunder berdasarkan dokumen perusahaan dan publikasi hasil penelitian yang telah dipublikasikan sebelumnya. Sebagian data lainnya didapatkan dari hasil perhitungan sendiri dengan beberapa asumsi dan data primer. Analisis inventori dilakukan sesuai scope LCA. Impact Assessment Impact assessment atau penilaian dampak dilakukan dengan tujuan mengevaluasi dampak yang dihasilkan dari produksi dan penggunaan tiap ton CPO berdasarkan hasil analisis inventori. Dampak yang dievaluasi dalam penelitian ini hanya merujuk indikator lingkungan. Indikator lingkungan yang
4 digunakan disini adalah emisi GRK dan net energi dari proses produksi CPO. Emisi GRK direpresentasikan dalam Global Warming Potential (GWP 100) yakni berupa jumlah output gas CO2 dan input-output energy dalam life cycle CPO. Estimasi jumlah emisi CO2 per-ton CPO mengacu pada persamaan pada panduan IPCC (2006) yakni seperti dijelaskan pada persamaan 1. E = A x EF E A EF
Persamaan 1
= Emisi = Volume inventori = Faktor emisi bahan (kg CO2 –eq/ A)
Metode yang digunakan untuk estimasi net energi adalah dengan konversi penggunaan energi kepada satuan energi standar (Joule). Untuk mendapatkan nilai kebutuhan energi dalam setiap produksi 1 ton CPO digunakan persamaan 2. En = n x CV En n CV
Persamaan 2
= Energi = Volume inventori = Calorific Value (nilai konversi energi)
Efisiensi energi dinyatakan dalam Net Energy Value (NEV) dan Net Energy Ratio (NER). Perhitungan NER dan NEV seperti dalam persamaan 3 dan persamaan 4.
NEV NER ∑Eno ∑Eni
NEV = ∑Eno – ∑Eni
Persamaan 3
NER = ∑Eno/ ∑Eni
Persamaan 4
= Net Energy Value = Net Energy Ratio = Total energi keluar = Total energi masuk
Performa net energi yang baik dari life cycle ditunjukkan oleh nilai NEV yang positif dan NER diatas 1. Interpretation dan Process Improvement Setiap dampak yang telah dianalisis, dilakukan validasi kemudian diinterpretasi untuk mengetahui dampak yang dihasilkan. Hasil interpretasi dikembangkan untuk melakukan process improvement atau skenario proses untuk mendapatkan life cycle terbaik. Life cycle yang baik akan memberikan dampak positif berupa efisiensi energi dan reduksi emisi GRK.
5
Life cycle produksi CPO
Identifikasi masalah lingkungani
Pengumpulan data
Analisis data LCA method
Net energi
Emisi GRK
Skenario perbaikan
Life cycle baru Gambar 1 Diagram alir metode penelitian
6 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Goal dan Scope Penelitian LCA ini dilakukan di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Lubuk Dalam dan Tandun yang menghasilkan CPO sebagai produk utama. Pemilihan kedua tempat tersebut karena keduanya memiliki karakteristik yang berbeda meskipun sama-sama merupakan unit dari PTPN V (Persero) Provinsi Riau. Gambar 2 dan Tabel 1 menunjukkan perbedaan life cycle kedua PKS dan juga menunjukkan ruang lingkup penelitian LCA ini. Lubuk Dalam
Tandun
Gambar 2 Skema life cycle CPO di Lubuk Dalam dan Tandun Tabel 1 Perbedaan PKS Lubuk Dalam dan PKS Tandun Perbedaan Lubuk Dalam Tandun Lokasi Luas kebun Kapasitas produksi Produk Sertifikasi ISPO PLT Biogas
Kab. Siak
Kab. Kampar
5870 ha
7667 ha
40 ton TBS/jam
40 ton TBS/jam
CPO & PK
CPO & PKO
Belum
Sudah
Tidak ada
Ada
Inventory Analysis Tahap awal dalam life cycle industri kelapa sawit adalah pembibitan dan perkebunan. Pada tahap pembibitan dan perkebunan, utilitas yang memberikan
7 dampak terhadap lingkungan antara lain penggunaan pupuk, pestisida, herbisida, dan solar (RSPO 2012). Semakin besar penggunaan utilitas tersebut maka akan semakin besar dampak yang diberikan terhadap lingkungan. Pupuk merupakan salah satu penyumbang emisi yang besar dalam pertanian sehingga penggunaannya harus mendapat perhatian yang khusus (Vijaya et al. 2008b). Terdapat dua jenis pupuk yang biasa digunakan dalam pertanian yakni pupuk sintetik dan pupuk organik. Pupuk yang sering digunakan dalam perkebunan sawit adalah urea, pupuk NPK, kieserit, MOP, dolomit, RP, dan TSP. Pupuk sintetik dapat menimbulkan emisi yang berasal dari produksi pupuk itu sendiri (penggunaan energi fosil selama produksi), transportasi pupuk ke lapangan, emisi langsung di lapangan baik secara fisik maupun mikroba tanah, dan emisi tidak langsung akibat re-deposisi (RSPO 2012). Pada penelitian ini, emisi pupuk yang diperhitungkan hanya pada emisi langsung saat aplikasi dilapangan. Emisi dari pupuk organik juga tidak diperhitungkan dalam penelitian ini karena jumlahnya yang relatif sedikit sehingga tidak akan berpengaruh banyak. Pada perkebunan kelapa sawit sendiri pupuk organik yang digunakan berasal dari limbah padat pabrik seperti tandan kosong dan lumpur limbah cair. Pestisida dan herbisida juga memberikan dampak terhadap lingkungan karena dapat menghasilkan emisi. Pestisida dan herbisida memiliki konversi emisi yang cukup besar (ISCC 2011). Inventori lain di perkebunan yang memberikan dampak lingkungan adalah penggunaan bahan bakar fosil seperti solar (IPCC 2006). Solar biasanya digunakan untuk menjalankan mesin pertanian atau transportasi selama di kebun. Dari hasil studi kasus di Lubuk dalam dan Tandun menunjukkan kedua kebun tidak menggunakan peralatan yang menggunakan solar untuk perkebunan. Pestisida dan herbisida digunakan pada waktu tertentu saja dalam artian tidak rutin digunakan. Penggunaan pestisida hanya jika kebun terserang hama seperti ulat api dan kumbang tanduk. Herbisida digunakan jika kondisi sekitar tanaman sawit terdapat banyak gulma sehingga perlu dibasmi agar tidak mengganggu pertumbuhan sawit. Analisis inventori selanjutnya adalah tahap transportasi tandan buah begar (TBS) dari kebun ke pabrik. Transportasi TBS dilakukan dengan menggunakan truk berbahan bakar solar. Kebutuhan solar inilah yang nantinya diperhitungkan penggunaannya karena penggunaan solar sebagai bahan bakar memberikan dampak langsung kepada lingkungan (IPCC 2006). TBS yang diolah oleh PKS berasal dari kebun sendiri dan kebun pihak luar. Pada penelitian ini diasumsikan bahwa semua TBS yang diterima pabrik kelapa sawit berasal dari kebun sendiri. TBS diangkut dari kebun ke PKS dengan menggunakan truk berkapasitas rata-rata 9 ton. Jumlah pengangkutan dapat diperkirakan yakni dengan membagi total TBS diterima dengan kapasitas angkut truk. Kebutuhan solar yang sebenarnya tidak tercatat karena truk yang digunakan merupakan truk pihak luar yang disewa berdasarkan jumlah TBS yang diangkut. Oleh karena itu, kebutuhan solar diestimasi berdasarkan konsumsi solar truk per km jarak yang ditempuh. Truk kosong membutuhkan solar 0,25 liter/km sedangkan truk bermuatan (10 ton) membutuhkan solar 0,49 liter/km (ISCC 2011). Peta area kebun digunakan untuk memperkirakan jarak yang ditempuh truk. Cara estimasi penggunaan solar transportasi secara lengkap seperti pada Lampiran 4. Tahapan terakhir life cycle dalam ruang lingkup penelitian adalah pengolahan CPO. Pada tahap ini, TBS akan melalui serangkaian proses mulai dari
8 penimbangan, sortasi, perebusan, pengepresan, dan pemurnian minyak. Inventori pada tahap pengolahan yang memberikan dampak antara lain listrik, solar, dan steam (ISCC 2011, RSPO 2012). Listrik yang diperoleh dari pembangkit turbin yang memanfaatkan uap dari bolier digunakan untuk menjalankan berbagai mesin pengolahan. Solar digunakan sebagai bahan bakar genset untuk menghasilkan listrik apabila kebutuhan listrik belum cukup terpenuhi oleh boiler. Steam digunakan pada proses perebusan TBS yang diperoleh dari pembakaran fiber pada boiler. Tabel 2 menunjukkan hasil analisis inventori selama tahun 2013. Tabel 2 Hasil analisis inventori PKS Lubuk dalam dan PKS Tandun Jumlah (per ton CPO) Inventori Satuan Lubuk Dalam Tandun Pembibitan dan Perkebunan Tandan Buah ton 4,83 4,26 Segar (TBS) Pupuk N kg 2,57 0,33 Pupuk P kg 4,80 10,71 Pupuk K kg 8,96 31,47 Urea kg 11,29 23,04 Kieserit kg 0,26 0,66 Dolomit kg 26,29 28,03 Herbisida liter 0,05 0,27 Pestisida liter 0,02 Transportasi TBS Solar
liter
3,25
3,76
Pengolahan Listrik Solar Uap Air
kwh liter kg m3
58,35 0,79 2360,49 2,19
67,60 0,91 2360,01 4,96
Output CPO Palm Kernel Mesocarp Fiber Shell Tandan Kosong Limbah Cair
ton ton ton ton ton m3
1,00 0,27 0,65 0,32 0,95 2,90
1,00 0,24 0,59 0,36 1,26 3,14
9 Hasil analisis inventori menunjukkan penggunaan inventori pada tahap pembibitan dan perkebunan di Tandun lebih besar dibandingkan Lubuk Dalam dikarenakan luas area perkebunan dan pembibitan di Tandun lebih besar. Meskipun demikian, TBS yang dihasilkan Tandun lebih rendah dibandingkan Lubuk Dalam. Hal tersebut dikarenakan pada perkebunan Tandun, jumlah tanaman yang menghasilkan lebih sedikit dibandingkan dengan Lubuk Dalam. Perkebunan Tandun banyak mengalami peremajaan tanaman sehingga banyak area kebun yang tidak menghasilkan TBS, sedangkan penggunaan utilitas seperti pupuk tetap digunakan pada tanaman muda tersebut.
Impact Assessment Net energi Net energi menunjukkan seberapa besar energi yang dibutuhkan dan yang dihasilkan dari life cycle yang dinyatakan dalam MJ/ton CPO. Setiap inventori memiliki konversi energi (calorific value) masing-masing seperti pada Lampiran 2 yang menunjukkan jumlah energi (MJ) dari setiap volume. Tabel 3 merupakan hasil perhitungan energi sesuai dengan persamaan 2. Tabel 4 menunjukkan nilai NEV dan NER berdasarkan perhitungan persamaan 3 dan persamaan 4. Tabel 3 Kebutuhan energi pada produksi 1 ton CPO Jumlah energi (MJ/ton CPO) Inventori Lubuk Dalam Tandun Input Pembibitan dan Perkebunan Pupuk N 360,86 1086,72 Pupuk P 51,79 115,57 Pupuk K 44,80 157,34 Herbisida 12,88 6,99 Pestisida 4,56 Transportasi TBS Solar Pengolahan Listrik Solar Uap Output CPO
116,86
135,32
210,06 28,31 5499,94
243,35 32,60 5498,83
39360
39360
10 Tabel 4 Total energi masuk, energi keluar, Net Energy Ratio (NER) dan Net Energy Value (NEV) Lubuk Dalam Tandun Energi masuk (MJ) 6330 7276,73 Energi keluar (MJ) 39360 39360 Net Energy Ratio 6,2 5,4 Net Energy Value (GJ) 33,03 32,08 Tabel 3 dan 4 menunjukkan bahwa kebutuhan energi di Lubuk Dalam dan Tandun relatif sama. Efisiensi energi yang ditunjukkan kedua perusahaan berdasarkan nilai NER dan NEV menunjukkan hasil yang baik dimana nilai NER positif dan NEV lebih dari 1. Meskipun NER Tandun lebih kecil dibandingkan dengan Lubuk Dalam, bukan berarti efisiensi energi Tandun mutlak lebih rendah dari Lubuk Dalam. NER dan NEV Tandun lebih kecil karena penggunaan inventori seperti pupuk dan solar transportasi di Tandun lebih besar akibat dari area kebun Tandun yang lebih luas. Dari sisi lain efisiensi Tandun lebih baik dibandingkan Lubuk Dalam. Rendemen CPO Tandun sebesar 23,46 % (1 ton CPO/4,26 ton TBS), lebih tinggi jika dibandingkan dengan Lubuk Dalam yang rendemennya 20,71 % (1 ton CPO/4,83 ton TBS). Rendemen yang tinggi menunjukkan teknologi pegolahan Tandun lebih efisien, yang berarti penggunaan energi juga lebih efisien. Peningkatkan efisiensi energi dapat dilakukan dengan beberapa upaya/ skenario misalnya dengan meningkatkan rendemen CPO, meningkatkan kinerja boiler, dan pemanfaatan gas metana sebagai pembangkit listrik. Peningkatan rendemen CPO akan meningkatkan NER dan NEV. Setiap 1 % peningkatan rendemen akan meningkatkan 4 % NER dan 5 % NEV. Teknologi proses yang diterapkan seperti kondisi mesin dan teknik pengolahan sangat menentukan hasil rendemen. Faktor penting lain yang cukup berpengaruh terhadap rendemen adalah kematangan TBS yang diolah dan lama waktu tunggu TBS sejak pemetikan hingga diproses. Peningkatan efisiensi boiler juga dapat meningkatkan efisiensi energi. Selain menjaga kondisi boiler agar kinerja tetap optimal, efisiensi boiler dapat ditingkatkan dengan mengatur rasio umpan serabut dan cangkang sebagai bahan bakar boiler. Penggunaan serabut dan cangkang dengan komposisi yang tepat akan meningkatkan efisiensi termis boiler. Efisiensi termis boiler merupakan persentase energi (panas) masuk terhadap uap yang dihasilkan. Rasio bahan bakar yang ideal digunakan sebagai bahan bakar boiler adalah 25% cangkang dan 75% serabut. Pada umumnya efisensi termis boiler industri sawit sebesar 73%, namun dengan kompisisi tersebut diperoleh efisiensi termis boiler hingga 84% (Patisarana dan Hazwi 2012). Pemanfatan gas metana sebagai pembangkit listrik akan meningkatkan efisiensi energi berupa kenaikan NER dan NEV. Gas metana yang dihasilkan limbah cair cukup besar. Pada pengolahan limbah cair kolam terbuka, akan dihasilkan sekitar 12,36 kg CH4/ton POME (Yacob et al. 2006). Setiap kg gas metana setara dengan 45,1 MJ (JRC 2011). Di Tandun sendiri sudah terdapat instalasi pembangkit listrik tenaga biogas yang merupakan hasil kerjasama dengan pihak ketiga. Berdasarkan perhitungan teoritis, pemanfaatan gas metana dari limbah cair di Tandunmenghasilkan energi listrik 1750 MJ/ton CPO. Apabila listrik tersebut dihitung sebagai output energi dari life cycle, maka nilai NER dan NEV di Tandun menjadi 5,7 dan 33,83 GJ.
11 Emisi CO2 Dalam penilaian dampak emisi GRK, hasil perhitungan merepresentasikan jumlah gas CO2 yang diemisikan selama proses produksi CPO. Model perhitungan emisi gas CO2 yang digunakan merupakan model yang telah dikembangkan oleh IPCC (2006). Emisi gas rumah kaca dinyatakan dalam kilogram CO2-eq/ton CPO. Emisi CO2 dipengarui oleh faktor emisi CO2 yang berasal dari penggunaan dan produksi utilitas maupun energi pada life cycle. Faktor emisi berbagai utilitas tersebut tersaji pada Lampiran 1. Tabel 5 merupakan hasil perhitungan emisi dengan menggunakan persamaan 1. Tabel 5 Jumlah emisi pada produksi 1 ton CPO Jumlah Emisi (kg CO2 –eq/ ton CPO) Inventori Lubuk Dalam Tandun Pembibitan dan Perkebunan Pupuk N 15,11 1,92 Pupuk P 4,85 10,82 Pupuk K 5,11 17,94 Urea 37,35 76,28 Kieserit 0,05 0,13 Dolomit 3,42 3,64 Herbisida 0,54 2,93 Pestisida 0,16 0,00 Transportasi TBS Solar Pengolahan Listrik Solar Uap Limbah Cair Total
8,67
10,04
52,51 2,1 437,39 895,38 1462,65
60,84 2,42 437,31 624,26
Dari tabel diatas terlihat bahwa emisi terbesar berasal dari proses pengolahan. Total emisi yang dikeluarkan kedua industri berbeda jauh. Perbedaan tersebut disebabkan emisi dari limbah cair industri dimana Tandun terdapat aplikasi penangkapan biogas (methane capture) yang tidak terdapat pada Lubuk Dalam sehingga Tandun mampu mereduksi emisi CO2. Lubuk Dalam menerapkan pengolahan limbah cair sistem anaerobik sehingga dihasilkan gas methane yang tinggi. Menurut Yacob et al. (2006), limbah cair dapat menghasilkan 12,36 kg CH4/ton POME. Gas metan (CH4) merupakan salah satu gas rumah kaca yang membahayakan. 1 kg CH4 setara dengan 25 kg CO2 (IPCC 2007). Dengan adanya methane capture, TAN mampu mereduksi emisi sebesar 970 CO2 –eq/ton CPO
12 atau sekitar 61% dengan asumsi semua gas metan tertangkap oleh sistem. Gambar 5 dan 6 menunjukkan perbedaan sistem pengolahan limbah cair di Lubuk dalam dan Tandun.
Gambar 3
Pengolahan anaerob limbah cair Lubuk Dalam
Gambar 4 Penangkapan Biogas (Methane Capture) limbah cair Tandun
Process Improvement Pada industri kelapa sawit terdapat peluang pengembangan proses (skenario) untuk meningkatkan efisiensi energi dan mereduksi emisi GRK. Tabel 6 menunjukkan beberapa skenario yang dapat memberikan dampak positif pada life cycle industri kelapa sawit.
13 Tabel 6 Skenario pengembangan life cycle Rencana Potensi Kendala/ Kegiatan Penerapan penurunan Manfaat lain kekurangan CO2 Penangkapan - Lubuk Mampu - Pembangkit listrik Biaya biogas Dalam mereduksi - Sisa sludge sebagai investasi (Methane hingga 895 pupuk organik tinggi Captures) kg CO2 eq/ton CPOatau 61% dari total emisi Integrasi sawit - sapi
-
Pengomposan limbah padat (Tandan Kosong)
Lubuk Dalam Tandun
- Menambah pendapatan - Penghasil biogas dari kotoran sapi - Penghasil pupuk organik - Pemanfaatan limbah padat PKS sebagai pakan ternak
Lubuk 75 ton CO2 – - Mengurangi Dalam eq per tahun penumpukan limbah Tandun atau sekitar padat 0,3% total - Mengurangi emisi penggunaan pupuk kimia
Kurangnya informasi teknologi pakan limbah sawit
Perlu biaya tambahan dan proses yang lebih lama
1. Penangkapan Biogas limbah Cair (Methane Capture) Limbah cair industri kelapa sawit masih banyak mengandung bahan organik dalam jumlah besar. Pengolahan limbah cair biasanya dilakukan dengan sistem kolam terbuka karena lebih sederhana dalam operasional dan mudah dalam konstruksinya. Sistem ini memiliki beberapa kelemahan seperti memerlukan lahan yang luas, efisiensi eliminasi bahan organik rendah (60-70%), biogas tidak dapat ditampung dan dimanfaatkan, menimbulkan bau busuk dan membutuhkan pengambilan sludge/endapan secara reguler (Suprihatin 2009). Pada pengolahan limbah cair akan dihasilkan biogas yang merupakan hasil degradasi bahan organik oleh bakteri anaerobik. Dalam biogas terkandung gas metana, gas karbon dioksida, dan sedikit H2S. Dengan sistem kolam terbuka, produksi biogas secara teknis sulit dikumpulkan dan dimanfaatkan, sehingga terbuang ke atmosfir dan berkontribusi terhadap masalah lingkungan global (efek rumah kaca). Setiap 1 kg gas metana setara dengan 25 kg gas CO2 (IPCC 2007). Jumlah gas metana yang dihasilkan dari limbah cair cukup besar. Limbah cair sendiri dihasilkan oleh industri sebanyak 0,5-0,7 ton limbah cair/ ton TBS
14 yang diolah. Pada pengolahan limbah cair kolam terbuka, akan dihasilkan sekitar 12,36 kg CH4/ ton POME (Yacob et al. 2006). Jumlah biogas yang dihasilkan juga dapat diestimasi secara teoritis dan empiris berdasarkan nilai COD limbah cair dan tingkat degradasinya. Setiap kg COD yang terdegradasi pada kondisi anaerobik dapat dihasilkan sekitar 0,4 m3 CH4 (USDA dan NSCS 2007). Tabel 7 berikut merupakan karakteristik limbah cair yang dihasilkan Lubuk Dalam dan Tandun. Tabel 7 Karakteristik limbah cair tahun 2013 Parameter satuan Lubuk Dalam BOD mg/liter 13162 COD mg/liter 48950 TSS mg/liter 17433 Oil & grease mg/liter 3002 Pb mg/liter 0,09 Cu mg/liter 0,45 Cd mg/liter 0,003 Zn mg/liter 0,99 pH mg/liter 4,003
Tandun 9263 34140 11100 916 0,12 0,68 0,01 0,51 4,788
Berdasarkan studi kasus yang dilakukan di Lubuk Dalam dan Tandun, terdapat perbedaan dalam sistem pengolahan limbah cair. Di Lubuk Dalam pengolahan limbah cair dilakukan pada kolam terbuka tanpa ada pemanfaatan biogas. Selama tahun 2013, Lubuk Dalam menghasilkan 157 ribu m3 limbah cair/tahun yang setara dengan 895 kg CO2 –eq/ ton CPO. Berbeda dengan yang ada di Tandun, pengolahan limbah cair sudah dilengkapi dengan methane capture yakni penangkapan metana sebagai pembangkit listrik. Dengan sistem tersebut Tandun mampu mengurangi emisi dari limbah cair sebesar 61 % dari total emisi. Dengan menerapkan perangkap gas metana tersebut, LDA akan dapat mereduksi emisi sebesar 61% dari total emisi yang dihasilkan. Melihat besarnya reduksi emisi GRK yang besar pada tahap ini, pemanfaatan biogas tersebut sangat disarankan. Dengan menggunakan teknologi yang sesuai, misalnya UASB (Upflow Anaerobic Sludge Blanket) dan AFBR (Anaerobic Fluidized Bed React), bahan organik dalam limbah cair minyak kelapa sawit dapat dikonversi menjadi energi terbarukan berupa biogas pada kondisi yang lebih terkendali, dan biogas yang diproduksi dengan mudah dapat dikumpulkan ditampung untuk dimanfaatkan (Suprihatin 2009). Selain dapat mengurangi emisi, biogas yang ditangkap dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain. Seperti yang dilakukan di Tandun, biogas diperangkap untuk digunakan sebagai pembangkit listrik. Menurut Hutzler (2004), satu kg COD dapat dikonversi menjadi 0,6 m3 biogas yaitu gas campuran dengan kandungan utama metana (50-70%vol.), karbon diokasida (30-40%vol.) serta sejumlah kecil gas kelumit seperti H2•H2S, uap H2O, dan nitrogen. Nilai kalor biogas adalah sekitar 6 kWh/m3, setara dengan 0,5 Liter solar. Menurut JRC (2011), setiap kg CH4 yang dihasilkan setara dengan 45,1 MJ. Di Tandun terdapat PLT Biogas dengan kapasitas 1 MWh. Listrik yang dihasilkan digunakan kembali untuk keperluan pabrik (dalam kasus PKS ini, listrik yang dihasilkan digunakan
15 untuk pabrik PKO). Rata-rata listrik dihasilkan di PLT Biogas Tandun adalah 900 kWh yang setara dengan penggunaan solar sekitar 70 liter per jam. Sludge dari pengolahan limbah cair dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Lumpur sawit merupakan larutan buangan yang dihasilkan selama proses pemerasan dan ekstraksi minyak. Kandungan lemak dan protein yang relatif tinggi tersebut menjadikan limbah lumpur sawit dan serat merupakan substrat yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Limbah lumpur kering kelapa sawit yang terdiri dari sludge dan serat cukup potensial untuk diolah lebih lanjut. Salah satu pemanfaatannya adalah sebagai pakan ternak. Dalzell (1978) setelah melakukan penelitian dengan menambahkan limbah kelapa sawit pada makanan sapi, akhirnya menyimpulkan bahwa limbah kelapa sawit merupakan bahan pakan yang potensial, selain itu juga dapat mengatasi masalah polusi dan memberi nilai tambah pada pabrik pengolahan kelapa sawit. Tabel 8 berikut menunjukkan kompisisi kimia lumpur limbah cair. Tabel 8 Komposisi kimia limbah lumpur sawit (sludge) kelapa sawit % berat kering Analisi Proksimat (Davendra 1977) (Sutardi 1991) Bahan kering 90,0 93,1 Abu 11,1 12,0 Protein kasar 9,6 13,3 Lemak 21,3 18,9 Serat kasar 11,5 16,3 2. Integrasi Sawit – Sapi Salah satu skenario yang akhir-akhir ini banyak dibahas dalam pengembangan daur hidup perkebunan sawit yakni integrasi antara pengelolaan perkebunan sawit dengan usaha peternakan sapi. Di beberapa lokasi perkebunan telah melaksanakan program integrasi tersebut. Sebagai bentuk integrasi, sapi memperoleh makanan berupa dari hijauan perkebunan dan limbah pabrik sawit. Kotoran sapi digunakan sebagi pupuk kompos dan dapat juga sebagai penghasil biogas. Perkebunan sawit berpotensi besar dalam pola pengembangan daur hidup ini karena banyak manfaat yang diperoleh antara lain: a. Pupuk organik kotoran sapi Penggunaan hijauan antar tanaman sebagai pakan sapi akan mengurangi penggunaan herbisida sebagai pembasmi hama. Selain itu sapi juga menghasilkan kotoran yang dapat digunakan sebagai pupuk kompos. Satu ekor sapi dewasa menghasilkan 4 ton pupuk kandang dalam setahun. Dengan demikian pemeliharaan 2-3 ekor sapi akan dapat menghemat pemakaian pupuk anorganik minimal 50%/kavling/ tahun (Disnak Jambi 2003).
16 Tabel 9 Kandungan unsur hara pada pupuk kandang yang berasal daribeberapa ternak Unsur hara (kg/ton) Jenis ternak N P K Sapi perah 22,0 2,6 13,7 Sapi potong 26,2 4,5 13,0 Sumber : Disnak, 2014 b. Memanfaatkan limbah pelepah dan hijauan antar tanaman Perkebunan kelapa sawit berpotensi memenuhi kebutuhan pakan ternak sapi. Sumber pakan sapi berasal dari pelepah pohon, rumput, dan limbah padat PKS. Hasil penelitian Dinas Peternakan Jambi (2003) menerangkan setiap pohon sawit besar (TM) menghasilkan sekitar 22 pelepah/tahun. Rata-rata bobot pelepah (setelah dikupas untuk pakan ternak) mencapai 2,2 kg/pelepah. Kebun sawit terdapat sekitar 130 pohon/ha sehingga pakan yang dihasilkan sekitar 22 (pelepah/tahun) x 2,2 (kg/pelepah) x 130 pohon = 6.292 kg/ha/tahun. Pelepah pohon sawit mampu menghasilkan sekitar 0,5 kg dauntanpa lidi sehingga pakan yang dihasilkan sekitar 22 x 0,5 kg x 130 pohon =1.430 kg/ha/tahun. Jika diasumsikan 1 ekor sapi (Bali) membutuhkan pakan dalam 1 tahun adalah 25 kg/hari x 365 hari = 9.125 kg, maka setiap ha kebun sawit dapat memenuhi 80% kebutuhan pakan satu ekor sapi. Hijauan antar tanaman (HAT) dapat dimanfaatkan untuk pakan hijauan ternaknya. Namun sampai sekarang belum terdata potensi nyata dari HAT ini. Potensi ini dapat ditingkatkan dengan menanam rumput yang tahan naungan dan pada lahan yang kosong karena pohon sawitnya mati. Berdasarkan pengamatan Dinas Peternakan Jambi (2003), HAT dapat memenuhi kebutuhan minimal 1 ekor sapi/ha. Banyaknya sumber limbah padat di perkebunan kelapa sawit berpotensi sebagai sumber pakan ternak. Pakan tersebut dapat diberikan secara tunggal (misal rumput saja) atau dengan mencampur beberapa bahan agar nutrisinya merata. Tabel 10 merupakan komposisi pakan ternak yang dikembangkan PTPN VI Jambi. Tabel 10 Komposisi pakan ternak dari limbah padat kelapa sawit No Jenis bahan pakan Komposisi (%) Sumber Bahan 1 Pelepah sawit 70 Pengolahan sendiri 2 Cangkang kelapa sawit 20 PKS 3 Sludge 8 Pembelian 4 Mineral 1 Pembelian 5 Garam 1 Pembelian Jumlah 100 Sumber: PTPN VI c. Penghasil Biogas Pemanfaatan kotoran sapi sebagai penghasil biogas banyak dilakukan di sejumah tempat karena menghasilkan gas metan yang cukup tinggi. Dalam kotoran sapi terkandung berbagai bahan yang dapat menghasilkan biogas melalui reaksi anaerobik. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa kotoran sapi
17 mengandung 22,59% sellulosa; 18,32% hemiselulosa; 10,20% lignin; 34,72% total karbon organik; 1,26% total nitrogen; 27,56:1 rasio C:N; 0,73% P, dan 0,68% K (Lingaiah dan Rajasekaran 1986). Produksi biogas/gas metana dipengaruhi oleh C/N rasio input (kotoran ternak), residence time, pH, suhu dan toksisitas. Menurut Sutarno dan Firdaus (2007), kotoran sapi seberat 25 kg setara dengan 1 m3 biogas. 3. Pemanfaatan limbah Padat Setiap indutri kelapa sawit akan menghasilkan limbah padat berupa tandan kosong, pelepah, cangkang, dan serabut. Pengelolaan limbah padat dalam masih belum optimal. Padahal limbah padat tersebut berpotensi sebagai sumber hara yang mampu menggantikan pupuk sintetis (Urea, TSP, dan lain-lain). Namun pemanfaatan TKKS sampai saat ini masih terbatas. Selama ini limbah dibakar dan sebagian ditebarkan di lapangan sebagai mulsa. Tabel 11 Kandungan hara limbah padat kelapa sawit Kandungan hara atas dasar % berat kering No Limbah kelapa sawit N P K Mg Ca 1 Batang pohon 0,488 0,047 0,699 0,117 0,194 2 Pelepah 2,38 0,157 1,116 0,287 0,568 Daun 0,373 0,066 0,873 0,161 0,295 3 Tandan kosong 0,35 0,028 2,285 0,175 0,149 4 Serat buah 0,32 0,08 0,47 0,02 0,11 5 Cangkang 0,33 0,01 0,09 0,02 0,02 Sumber: Deptan, 2006 Salah satu pemanfaatan limbah padat yang sudah lama dikenal adalah pengomposan. Setiap limbah padat yang dibuang ke tanah akan mengalami pembusukan oleh mikroorganisme baik mikroba dari tanah atau mikroba dari limbah itu sendiri. Faktor penting dalam proses pengomposan adalah kebutuhan nitrogen untuk pertumbuhan mikroba yang dinyatakan dalam nisbah C/N. Jika nisbah C/N dalam limbah terlalu besar berarti N tidak mencukupi sehingga akan menggunakan cadangan N dalam tanah. Nisbah C/N yang optimal untuk pengomposan adalah antara 15-20. Sebelum melakukan pengomposan, tankos dirajang untuk memperkecil ukuran agar dekomposisi dapat dipercepat atau bisa juga pengomposan dilakukan tanpa perajangan. Meskipun biaya lebih tinggi, pengomposan dengan dirajang struktur yang dihasilkan lebih homogen, mudah dalam distribusi, dan memungkinkan produk kompos dapat dijual. Pengomposan tanpa dirajang memerlukan biaya lebih rendah namun kompos yang dihasilkan tidak homogen dan sulit dalam pendistribusian (Deptan 2006). Limbah padat Tandan Kosong (Tankos) merupakan limbah padat yang jumlahnya cukup besar yakni sekitar 5 ribu ton yang tercatat pada tahun 2013 (Lubuk Dalam dan Tandun). Setiap ton Tankos mengandung unsur hara N, P, K dan Mg berturut-turut setara dengan 3 kg Urea; 0,6 kg CIRP; 12 kg MOP; dan 2 kg Kieserit (Lubis dan Tobing, 1989). Apabila semua tankos yang dihasilkan dimanfaatkan sebagai pupuk organik dengan demikian akan dihasilkan pupuk organik setara dengan 15 ton Urea; 3 ton CIRP; 60 ton MOP; dan 10 ton Kieserit.
18 Penggunaan pupuk organik akan mengurangi penggunaan pupuk sintetik sehingga akan dapat mengurangi dampak emisi CO2. Berdasarkan ekivalen masing-masing pupuk maka penggunaan pupuk organik sebagai subtitusai pupuk sintetik akan mengurangi emisi sebesar 75 ton CO2 –eq/tahun atau sekitar 1,5 kg CO2 –eq/ton CPO/tahun.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Total penggunaan energi pada produksi 1 ton CPO di pabrik kelapa sawit (PKS) Lubuk Dalam adalah 6330 MJ. Penggunaan energi terbesar terjadi pada proses pengolahan sebesar 5738,3 MJ. Penggunaan energi pada perkebunan dan transportasi sebesar 474,89 MJ dan 116,86 MJ. Tingkat efisiensi energi produksi 1 ton CPO cukup tinggi yakni Net Energy Ratio (NER) sebesar 6,2 dan nilai Net Energy Value (NEV) sebesar 33,03 GJ. Di PKS Tandun penggunaan energi sebesar 7276,7 MJ. Penggunaan energi terbesar terjadi pada proses pengolahan sebesar 5774,8 MJ. Penggunaan energi pada perkebunan dan transportasi sebesar 1366,63 MJ dan 135,32 MJ. Tingkat efisiensi energi Net Energy Ratio (NER) sebesar 5,4 dan nilai Net Energy Value (NEV) sebesar 32,08 GJ. Peningkatan efisiensi energi dapat dilakukan dengan meningkatkan rendemen CPO, meningkatkan efisiensi termis boiler, dan pemanfaatan gas metana sebagai pembangkit listrik Total emisi GRK pada produksi 1 ton CPO di PKS Lubuk Dalam dan Tandun masing-masing sebesar 1462,65 kg CO2 –eq dan 624,26 kg CO2 –eq. Sumber penyebab emisi terbesar terletak pada pengolahan limbah cair. Dengan memanfaatan biogas, PKS Tandun mereduksi emisi GRK sebesar 970,5 kg CO2 – eq/ton CPO atau 61% dari total emisi dan mampu menghasilkan listrik berkapasitas 1 MWh per jam. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengembangkan life cycle adalah integrasi sawit-sapi dan pengomposan limbah padat PKS.
Saran Perlu dilakukan perhitungan dengan ruang lingkup yang luas dengan mempertimbangkan faktor ketidaktentuan (uncertainty). Selain itu juga perlu dilakukan studi kelayakan dalam pelaksanaan setiap skenario perbaikan proses.
19
DAFTAR PUSTAKA Cicerone R J. 1987. Changes in Stratospheric Ozone. J. Science 237: 35-42. Dai D et al. 2006. Energy Efficiency and Potentials of Cassava Fuel Ethanol in Guangxi Region of China. Energy Convers. Manage 47: 1686-1699 Dalzell R. 1978. A case Study on The Utilization of Effluent and by Products of Oil Palm by cattle and Buffaloes on an Oil Palm Estate. Malaysian Agriculture Research and Development Institute. Serdang-Selangor. Davendra C. 1977. Utilization of Feeding Stuffs from The Oil Palm Feeding Stuffs for Livestock in south East Asia. Malaysian Agriculture Research and Development Institute. Serdang-Selangor. [Deptan] Departemen Pertanian. 2006. Pedoman Pengelolaan Limbah Industri kelapa Sawit. Jakarta [Disnak] Dinas Peternakan Provinsi Jambi. 2003. Potensi Dan Peluang Pengembangan Sistem Integrasi Sawit-Sapi Di Provinsi Jambi. Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi [Disnak] Dinas Peternakan provinsi Jawa barat. Kandungan Unsur Hara pada Pupuk Kandang yang Berasal dari Beberapa Ternak. www.disnak.jabarprov.go.id. [Diakses 22 April 2014] [Ditjenbun] Direktorat Jendral Perkebunan, 2014. “Peran Strategis ISPO Dalam Bisnis Produk Kelapa Sawit”. http://ditjenbun.pertanian.go.id. [Diakses 20 April 2014] [EPA] Environmental Protection Agency. 2011. Regulatory Announcement: EPA Issues Notice of Data Availability Concerning Renewable Fuels Produced from Palm Oil Under the RFS Program. Environmental Protection Agency. United States. Honsono N. 2012. Analisis Life Cycle Bioetanol Berbasis Singkong Dan Tandan Kosong Kelapa Sawit Di Indonesia. Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas Indonesia Hutzler N. 2004. Solid Waste Management. Lecture Note online. www.cee.mtu.edu/~hutzler/ce3503/Solid Waste Managementnjh.ppt. [Diunduh 22 April 2014] [ISO] International Organization for Standardization. 1997. Environmental Management – Life Cycle Assessment: Principles and framework (ISO 14040:1997). Switzerland [Kemenhut] Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. 2011. Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) 2011-2030. http://www.dephut.go.id. [Diakses 20 April 2014] Lingaiah V dan Rajasekaran P. 1986. Biodigestion of Cowdung and Organic Wastes Mixed with Oil Cake in Relation to Energy in Agricultural Wastes 17 (1986): 161-173. [IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2006. IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories Volume 2: Energy. www.ipcc.ch. [Diunduh 23 Maret 2014] [IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2007. IPCC Fourth Assessment Report: Climate Change 2007. www.ipcc.ch. [Diakses 23 Maret 2014]
20 [ISCC] International Sustainability and Carbon Certification. 2011. GHG Emissions Calculation Methodology and GHG Audit. www.iscc-system.org [Diunduh 20 April 2014] [JRC] Joint Research Center of the EU Commission, [EUCAR] European Council for Automotive Research and Development, [CONCAWE] Oil companies’ European association for environment, health and safety in refining and distribution. 2011. Well-to-wheels analysis of future automotive fuels and powertrains in the European context. http://ies.jrc.ec.europa.eu/WTW Lubis dan Tobing. 1994. Penggunaan Betagen-Rispa Untuk Pengendalian Limbah Kelapa Sawit. Berita PPKS. 2 (3) 221-230 Patisarana G dan Hazwi M. 2002. Optimalisasi Efisiensi Termis Boiler Menggunakan Serabut Dan Cangkang Sawit Sebagai Bahan Bakar. Departemen Teknik Mesin. Fakultas Teknik. Universitas Sumatera Utara. Pleanjai S H, Gheewala S, Garivait. 2007. Environmental Evaluation of Biodiesel Production from Palm Oil in a Life Cycle Perspective, Asian J. Energy Environ, Vol. 8, Issue 1 and 2, (2007), pp. 15-32 Copyright. [RSPO] Roundtable on Sustainable Palm Oil. 2012. A Greenhouse Gas Accounting Tool for Palm Products. Malaysia. www.rspo.org [Diunduh 20 April 2014] Sheehan J, Camobreco J, Duffield M, Graboski dan Shapouri. 1998. Life Cycle Inventory Of Biodiesel And Petroleum Diesel For Use In An Urban Bus. NREL/SR-580-24089 Golden, Colo.: National Renewable Energy Laboratory Suprihatin. 2009. Manfaat Ekologis Dan Finansial Pemanfaatan Limbah Cair Agroindustri Sebagai Bahan Baku Dalam Produksi Biogas Untuk Mereduksi Emisi Gas Rumah Kaca. Departemen Teknologi Industri Pertnaian. Institut Pertanian Bogor. Sutardi T. 1991. Pemanfaatan Limbah Tanaman Perkebunan Sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Prosiding, Seminar Pameran Produksi dan Teknologi Peternakan. Bogor. Sutarno dan Firdaus. 2007. Analisis Prestasi Produksi Biogas (CH4) dari Polyethilene Biodigester Berbahan Baku Limbah Ternak Sapi. Teknik Kimia FTI UII USDA dan NSCS. 2007. An Analysis of Energy Production Costs from Anaerobic Digestion Systems on U.S. Livestock Production Facilities. Technical Note No. 1, Issued October 2007 Wijbrans et al. 2011. LCA GHG emissions in production and combustion of Malaysian palm oil biodiesel. Journal of Oil Palm & The Environment. Malaysia Vijaya et al. 2008b. Life cycle inventory of the production of crude palm oil - A gate to gate case study of 12 palm oil mills. Journal Of Oil Palm 30 Research 20:484-494. Yacob S, Hassan M A, Shirai Y, Wakisaka M, Subash S. 2006. Baseline Study of Methane Emission from Anaerobic Ponds of Palm Oil Mill Effluent Treatment. Science of the Total Environment 366: 187-196
21
LAMPIRAN Lampiran 1 Faktor konversi emisi Inventory Pupuk N Pupuk P Pupuk K Urea Kieserit Dolomit (Ca) Pestisida/Herbisida Listrik solar Uap/steam* limbah cair Gas Metana (CH4)
Faktor Konversi
Satuan
Sumber
5,88 1,01 0,57 3,31 0,2 0,13 10,97 0,9 2,67 0,1853 12,6 25
kg CO2 eq/kg N kg CO2 eq/kg kg CO2 eq/kg kg CO2 eq/kg kg CO2 eq/kg kg CO2 eq/kg kg CO2 eq/kg kg CO2 eq/kWhel kg CO2 eq/liter kg CO2 eq/kg kg CH4 eq/m3 kg CO2 eq/kg CH4
ISCC 2011 ISCC 2011 ISCC 2011 ISCC 2011 RSPO 2012 ISCC 2011 ISCC 2011 ISCC 2011 IPCC 2006 Horsono 2012 Yacob et al. 2006 IPCC 2007
*)
Steam dihasilkan dari pembakaran fiber pada boiler. Itulah mengapa faktor emisi fiber digunakan untuk mempresentasikan emisi yang dihasilkan steam. Faktor emisi steam menurut R Pardo (2006) sebesar 94,114 kg CO2/MJ dimana 1 ton fiber akan menghasilkan 5,49 tons steam pada tekanan 10 bar. Menurut UPME (2006) dibutuhkan 0,5 ton serat untuk menghasilkan steam yang dibutuhkan, nilai kalor fiber sebesar 22,02 MJ/kg.
Lampiran 2 Konversi Energi Inventory Pupuk N Pupuk P Pupuk K Herbisida Pestisida Listrik Solar Uap CPO Gas Metana (CH4)
Konversi Energi 46,5 10,79 5 262,11 310,35 3,6 35,99 2,33 39,36 45,1
Satuan MJ/ kg MJ/ kg MJ/ kg MJ/ liter MJ/ liter MJ/ kwh MJ/ liter MJ/ kg MJ/ kg MJ/ kg
Sumber Dai et al. 2006 Dai et al. 2006 Dai et al. 2006 Dai et al. 2006 Sheehan et al. 1998 IPCC 2006 Horsono 2012 Wijbrans et al. 2011 JRC 2011
22
Lampiran 3 Peta Jalur Transportasi TBS Lubuk Dalam
Lampiran 4 Peta Jalur Transportasi TBS Tandun
23 Lampiran 5 Cara perhitungan bahan bakar solar transportasi TBS Kondisi Kebun Kebun Lubuk Dalam memiliki 7 bagian kebun yang disebut Afdeling. Tandun memiliki 8 afdeling yang lebih luas dan lebih jauh lokasinya dibandingkan Lubuk Dalam. Diasumsikan TBS diperoleh dari Afdeling dengan jumlah yang sama sehingga jumlah perjalanan truk di masing-masing Afdeling juga sama. Dari setiap jalur perjalanan yang dipilih dianggap sudah mewakili keseluruhan lokasi Afdeling sehingga TBS terangkut dalam sekali perjalanan. Truk berangkat dari PKS ke kebun dalam kondisi kosong (tanpa muatan) dan kembali dari kebun ke PKS dengan muatan TBS. Berdasarkan perkiraan dengan peta, di Lubuk Dalam jarak rata-rata dari kebun ke PKS adalah 8 km sedangkan di Tandun jarak rata-rata dari kebun ke PKS adalah 11 km. Diketahui : 1. Konsumsi solar truk bermuatan = 0,49 liter/ km (ISCC 2011) 2. Konsumsi solar truk kosong = 0,25 liter/ km (ISCC 2011) Asumsi : 1. TBS yang diolah selama tahun 2013 berasal dari kebun sendiri 2. Kondisi jalan yang dilalui Lubuk Dalam dan Tandun sama 3. Truk yang digunakan untuk mengangkut berkapasitas 9 ton 4. Pengangkutan beralngsung 2 kali (bernagkat dengan truk kosong dan kembali ke PKS truk bermuatan) 5. Estimasi jarak kebun dengan PKS di peta mendekati sebenarnya Lubuk Dalam Jumlah TBS = 262.926 ton Jumlah pengangkutan = 262.926 ton/ 9 ton = 29.214 kali Jarak rata-rata kebun ke PKS = 8 km Konsumsi bahan bakar = 8 * [(29.214 x 0,49) + (29.214 x 0,25)] = 176.776 liter Tandun Jumlah TBS = 175.471 ton Jumlah pengangkutan = 175.471 ton/ 9 ton = 19.497 kali Jarak rata-rata kebun ke PKS berdasarkan peta = 11 km Konsumsi bahan bakar = 11 * [(19.497 x 0,49) + (19.497 x 0,25)] = 294.477 liter
24
Lampiran 6 Data Inventori tahun 2013 Lubuk Dalam Inventori TBS olah CPO diperoleh Kernel Inti Jam Kerja Listrik Solar/Diesel Uap Air Pengolahan Limbah Cair Tandan Kosong Fiber/Serabut Cangkang
Satuan Jan Feb Mar Apr Mei ton 21744 19008 17264 21438 21017 ton 4659 4082 3732 4632 4362 ton 1199 1157 1136 1207 1266 jam 517 445 404 503 515 kWh 283846 247091 234895 278695 287 liter 6216 5198 4734 2466 2564 ton 12028 9934 9299 11127 12118 m3 10983 9060 8062 8129 9565 m3 13046 11404 10358 12863 12610 ton 5109 4371 3611 4425 4375 ton 2938 2568 2332 2896 2839 ton 1411 1234 1120 1391 1364
Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des Total 20814 23000 20509 24513 24382 24598 24639 262926 4206 4617 4053 5056 4989 4995 5058 54441 1128 1180 1081 1338 1371 1082 1456 14602 566 658 555 621 591 544 547 6464 293618 309162 278341 313631 309044 315745 312257 3176612 4652 2926 5701 3326 1875 1672 1500 42830 10648 11027 9584 11103 10699 10325 10615 128507 8472 9336 8889 10423 11847 12068 12361 119195 12488 13800 12305 14707 14629 14758 14783 157751 4217 4654 1161 4964 4933 4980 4989 51789 2812 3107 2771 3312 3294 3323 3329 35521 1351 1493 1331 1591 1626 1641 1650 17203
Lampiran 7 Data Inventori tahun 2013 Tandun Inventori TBS olah CPO diperoleh Kernel Inti Jam Kerja Listrik Solar/Diesel Uap Air Pengolahan Limbah Cair Tandan Kosong Fiber/Serabut Cangkang
Satuan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agut Sept Okt Nov Des Total ton 20020 16582 16582 19167 20751 16130 `17606 18840 18021 17039 17001 14504 175471 ton 4626 3724 3702 4282 458 3467 3585 3426 3553 3652 3652 3030 41158 ton 1008 876 836 1016 988 634 719 719 790 844 644 734 9808 jam 484 415 410 475 508 402 483 440 463 436 436 381 5333 kWh 327390 231000 232148 266000 282 226601 248200 252003 253400 273602 273602 197925 2782153 liter 1000 1596 8000 5500 1570 1570 7350 1700 3000 3000 3000 37286 ton 6103 6647 6949 5900 7516 9678 10680 8800 9360 8500 8500 8500 97133 m3 15867 17867 17973 18400 17070 12809 17728 17488 19150 17010 17010 15750 204122 m3 19646 17784 9234 10685 11347 8993 9254 10025 10033 9158 5052 8057 129268 ton 4707 3897 3898 4504 4863 3806 3606 4698 4495 5951 3626 3626 51677 ton 2402 1190 1990 2300 2490 1936 1936 2160 2163 2040 1740 1740 24087 ton 1441 1194 1194 1382 1494 1161 1161 1296 1298 1224 1044 1044 14933
Lampiran 8 Data penggunaan pupuk tahun 2013 Lubuk Dalam dan Tandun Pemakaian pupuk (Kg) Lubuk dalam Tandun
NPK NPK dolomit PHE Urea TSP MOP Borate NPK NPK kieserit RP briket Granular (15.15.6.4) (12.12.17.2) 576614 306000 1431056 803 614387 259735 501167 19892 27852 50032 14176 164303 1153555 2061834 5000 2131900 19570 87463 27157 1518359
25
26
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Magetan pada tanggal 8 Juli 1992 dari ayah Kamiran dan ibu Suminem. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Magetan dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan ditterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama menjalani perkuliahan, penulis menjadi ketua Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Magetan pada tahun 2012-2013. Penulis juga pernah meraih Juara 3 Lomba Karya Tulis Ilmiah Tingkat Nasional yang diselenggarakan Himalogin IPB pada tahun 2012.