LEX HUMANA Jurnal Hukum dan Humaniora Volume 1, Nomor 1, Oktober 2016; 25-50
p-ISSN: 2460-5689 e-ISSN: 2460-5859
LELANG SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM KEPADA KREDITUR PENERIMA FIDUSIA AUCTION AS A FORM OF LEGAL PROTECTION TO CREDITORS RECEIVERS FIDUCIARY Basuki Rahmat, M. Khoidin dan Ermanto Fahamsyah Program Studi Kenotariatan Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Jember Jl. Kalimantan No.37 Jember 68121 Email :
[email protected] Abstraksi Kredit macet merupakan permasalahan klasik yang selalu ada di setiap bank maupun lembaga pembiayaan. Kredit dengan jaminan barang bergerak memiliki resiko yang lebih besar dibanding jaminan barang tidak bergerak. Undang Undang Jaminan Fidusia dibuat oleh pemerintah untuk menjawab keresahan kreditur tersebut dengan tujuan agar dapat memberikan kepastian hukum dan pelindungan hukum yang pada akhirnya dapat membantu pengembalian kreditnya. Kreditur pemegang jaminan fidusia dalam mensikapi kondisi debitur yang wanprestasi tentu akan melakukan berbagai usaha guna terjaminnya pengembalian kredit tersebut. Undang Undang Jaminan Fidusia memberikan kewenangan kepada kreditur secara parate eksekusi dapat langsung mengajukan jaminan kredit dengan pelelangan oleh Pejabat Lelang yang hasil dari penjualan lelang tersebut dapat digunakan untuk pelunasan utang debitur. Lelang sebagai salah satu mekanisme penjualan terbaik, karena sistem penjualan melalui lelang terlebih dahulu harus melalui pengumuman lelang sebagai pemenuhan azas publisitas yang bermakna memberikan perlindungan terhadap hak kreditur maupun hak debitur. Risalah Lelang sebagai bukti atas terlaksananya lelang dan bukti pembelian yang diberikan kepada pemenang lelang (pembeli), sebagai wujud kepastian atas pelaksanaan tindakan hukum serta bentuk perlindungan hukum kepada kreditur, debitur serta kepada pembeli lelang. Kata Kunci: Kredit Macet, Jaminan Fidusia, Perlindungan Hukum, Lelang
Volume 1, Nomor 1, Oktober 2016
25
Lelang sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Kepada Kreditur Penerima Fidusia
Abstract Bad debt is a classic problem that is always there in any bank or financial institution. Credit bail moving goods have a greater risk than the guarantee of goods not moving. Fiduciary Law made by the government to address the concerns of creditors in order to provide legal certainty and legal protection that can ultimately lead to credit worthiness. Holders of fiduciary creditors in debtor defaults mensikapi conditions will certainly make efforts to ensuring the return of the credit. Fiduciary Law provides authority to be parate execution creditor can immediately apply for credit guarantees by auction by the official auction proceeds of the auction can be used for debt repayment of the debtor. Auction as one of the best selling mechanism, for sale through an auction system first must go through the auction announcement as the fulfillment of the principle of publicity meaningful protection of the rights of the creditor and debtor rights. Minutes of the Auction as evidence of the implementation of the auction and proof of purchase are awarded to the winning bidder (purchaser), as a form of assurance on the implementation of legal action and other forms of legal protection for creditors, debtors and to the auction buyer. Keywords: Bad Debt, Fiduciary, Legal Protection, Auction
Pendahuluan Kredit sebagai salah satu sumber pembiayaan sangatlah penting untuk menunjang, merangsang dan menumbuhkan motivasi masyarakat guna meningkatkan produktifitas. Meningkatnya kegiatan usaha mengakibatkan meningkatnya kebutuhan dana. Dana yang disalurkan ke masyarakat (debitur) dalam bentuk kredit tersebut, harus dikembalikan sesuai dengan jangka waktu yang diperjanjikan, namun adakalanya dalam proses pengembalian mengalami hambatan sehingga terjadi kredit macet. Untuk mengurangi resiko dalam hal pengembalian kredit, Kreditur mensyaratkan adanya jaminan, terutama untuk kredit dalam jumlah besar. Dapat dipahami bahwa arti penting adanya jaminan tersebut dengan maksud sebagai jaminan pelunasan dana yang telah diterima oleh debitur. Dalam rangka mengantisipasi serta menumbuhkembangkan kegiatan perekonomian maka pembangunan bidang hukum juga perlu mendapatkan perhatian secara serius, terutama dalam hal lembaga jaminan. Fiduciare Eigendoms Overdracht (FEO) atau di Indonesia disebut Fidusia atau penyerahan hak milik atas dasar kepercayaan, yang pada awalnya tidak diatur dalam peraturan perundangan undangan melainkan lahir dari yurisprudensi sekarang di Indonesia diatur
26
LEX HUMANA, Jurnal Hukum dan Humaniora
Basuki Rahmat, M. Khoidin dan Ermanto Fahamsyah
dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia1 (selanjutnya disebut dengan Undang Undang Jaminan Fidusia). Berdasarkan perkembangan sejarahnya, Fidusia ini berawal dari suatu perjanjian yang hanya didasarkan pada kepercayaan, namun dalam perkembangan prakteknya diperlukan suatu kepastian hukum yang dapat melindungi kepentingan para pihak. Jaminan fidusia dalam perjanjian utang – piutang merupakan kebijakan yang diambil dalam rangka untuk menyesuaikan dengan perkembangan dunia usaha dan kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks, dimana debitor menjaminkan kendaraan miliknya kepada kreditor namun kendaraan yang dijaminkan tersebut masih bisa digunakan oleh debitor guna mendukung usahanya. Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia, istilah “Fidusia” sudah merupakan istilah resmi dalam dunia hukum di Indonesia. Akan tetapi kadang –kadang dalam bahasa Indonesia untuk fidusia ini disebut juga dengan istilah “penyerahan hak milik secara kepercayaan”. Dalam terminologi Belandanya sering disebut dengan istilah lengkapnya berupa fiduciare Eigendom overdracht, sedangkan dalam bahasa Inggrisnya secara lengkap sering disebut dengan istilah fidusiary transfer of ownership. Namun begitu, kadang – kadang dalam literatur Belanda dijumpai pula pengungkapan jaminan fidusia ini dengan istilah sebagai berikut : a. Zekerheid – Eigendom (Hak Milik Sebagai Jaminan) b. Beztloos Zekerheidsrecht (Jaminan Tanpa Menguasai) c. Venruit Pand Begrip (Gadai yang Diperluas) d. Eigendom Overdracht Tot Zekerheid (Penyerahan Hak Milik Secara Jaminan) e. Een Verkapt Pand Recht (Gadai Berselubung) f. Uitbaouw dari Pand (Gadai yang Diperluas)2 Melihat dan membaca istilah – istilah di atas sebagaimana ada diliteratur –literatur yang ada di Belanda, dimana fidusia itu lahirnya berasal dari Belanda yang kemudian diikuti oleh Indonesia dalam praktek perjanjian hutang – piutang yang kemudian lahirlah Undang Undang Jaminan Fidusia. Hamzah, Senjum Manullang, 1987, Lembaga Fidusia dan Penerapannya di Indonesia, Indhill Co. Jakarta, Halaman 11 2 Munir Fuady,2005, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Globalisasi, Citra Aditya Bakti, Bandung, Halaman 151 1
Volume 1, Nomor 1, Oktober 2016
27
Lelang sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Kepada Kreditur Penerima Fidusia
Bahwa Fidusia itu sebenarnya adalah Gadai yang diperluas, Gadai yang berselubung, dimana fidusia tersebut dijalankan dalam usaha supaya barangnya tetap bisa digunakan oleh debitor untuk mendukung usahanya. Jaminan Fidusia tersebut merupakan hak jaminan atas benda berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan. Barang yang menjadi obyek jaminan tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia (debitor), sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu. Dalam proses penjaminan ini pendaftaran jaminan ini merupakan hal yang mutlak dilakukan agar pengikatan jaminan memiliki kekuatan dan kepastian hukum, sehingga memberikan kedudukan yang diutamakan (preferen) kepada penerima fidusia (kreditor) terhadap kreditor lainnya. Sempurnanya pengikatan jaminan yang ditandai dengan terbitnya Sertifikat Jaminan Fidusia bukan berarti kredit akan aman dan pasti selesai serta tidak akan ada permasalahan di kemudian hari. Permasalahan terkait utang-piutang dengan jaminan fidusia sering kita ketahui, kita dengar dari pemberitaan media atapun pernah kita lihat secara langsung menimpa teman atau tetangga kita. Kreditur melakukan tindakan penagihan ataupun penarikan jaminan tentu hanya bertujuan untuk melindungi kepentingannya. Berkaca dari kejadian tersebut agar masing masing pihak tidak saling merasa di dzolimi maka memerlukan perlindungan hukum yang dapat melindungi kepentingannya. Soetjipto Rahardjo mengemukakan bahwa perlindungan hukum adalah adanya upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam kepentinganya tersebut. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa salah satu sifat dan sekaligus merupakan tujuan dari hukum adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Oleh karena itu, perlindungan hukum terhadap masyarakat tersebut harus diwujudkan dalam bentuk adanya kepastian hukum.3 Perlindungan Hukum dalam pelaksanaan perjanjian kredit berikut penjanjian penjaminan, diperlukan pada saat terjadinya wanprestasi yang dilakukan oleh debitur. Undang Undang Jaminan Fidusia sebagai sarana perlindungan yang bersifat Preventif maupun Represif telah memberikan perlindungan yang cukup baik untuk Kreditur Penerima Fidusia maupun untuk Debitur Pemberi Fidusia. Rumusan masalah yang dibahas dalam tesis ini sebagai berikut : (1) Apakah penjaminan secara fidusia berakibat pada beralihnya kepemilikan ? (2) Apakah kreditur 3
28
Soetjipto Rahardjo, Permasalahan Hukum di Indonesia, (Bandung: Alumni, 1983), hal 121 LEX HUMANA, Jurnal Hukum dan Humaniora
Basuki Rahmat, M. Khoidin dan Ermanto Fahamsyah
dapat langsung menjual secara lelang atas benda jaminan fidusia milik debitur yang wanprestasi ? (3) Apakah bentuk perlindungan hukum bagi kreditur penerima fidusia dan upaya hukum yang dilakukan jika tidak dapat dilakukan lelang ? Metode Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah Yuridis Normatif yang berarti mengkaji berbagai macam aturan hukum yang bersifat formal seperti undangundang, literatur-literatur yang berisi konsep teoritis yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang menjadi pokok pembahasan, terkait dengan isu hukum yang dihadapi untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang sesuai dengan kebenaran ilmiah dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan objektif.4 Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach) . Penelitian dalam tesis ini menggunakan tiga macam sumber bahan hukum, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non hukum. Analisis bahan hukum dengan pengumpulan bahanbahan hukum dan non hukum sekiranya dipandang mempunyai relevansi, melakukan telaah atas isu hukum yang diajukan berdasarkan bahan-bahan yang telah dikumpulkan, menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi dalam menjawab isu hukum, dan memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun di dalam kesimpulan.5 Pembahasan 1. Dasar Hukum Penjaminan Fidusia Dan Akibat Hukum Pada Status Kepemilikan Obyek Jaminan Fidusia Sebagaimana uraian pada pendahuluan bahwa fidusia itu sebenarnya adalah gadai yang diperluas, gadai yang berselubung, dimana fidusia tersebut dijalankan dalam usaha supaya barangnya tetap bisa digunakan oleh Debitur untuk mendukung usahanya. Fiduciare Eigendoms Overdracht (FEO) atau di Indonesia disebut Fidusia atau penyerahan hak milik atas dasar kepercayaan, yang pada awalnya tidak diatur dalam perundang – undangan melainkan lahir dari yurisprudensi, mengingat semakin dinamisnya kegiatan perekonomian dan perbankan maka perlu dibuat aturan hukum tentang hukum Ibid, Hal. 96. Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hlm.194 4 5
Volume 1, Nomor 1, Oktober 2016
29
Lelang sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Kepada Kreditur Penerima Fidusia
jaminan, maka pada tahun 1999 pemerintah memberlakukan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia6. Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap Kreditur lainnya. Adapun dalam proses penjaminan fidusia tersebut, terdapat syarat – syarat yang harus dipenuhi agar peralihan dalam pembebanan fidusia sah, adapun syarat- syaratnya adalah sebagai berikut : a. Terdapat perjanjian yang bersifat zakelijk (kebendaan). b. Adanya Title untuk suatu peralihan hak. c. Adanya kewenangan untuk menguasai benda dari orang – orang yang menyerahkan benda. d. Cara tertentu untuk menyerahkan, yakni dengan cara constitum possessorium (jaminan yang barang jaminannya masih ada pada pemberi fidusia (Debitur) bagi benda yang bergerak yang berwujud atau dengan cessie untuk piutang.7 Memenuhi syarat pertama tersebut di atas, perjanjian penjaminan harus dibuat dalam bentuk Akta Notarill berupa akta Jaminan Fidusia sebagaimana tersebut dalam Pasal 4 Undang Undang Jaminan Fidusia, sebagai berikut : “Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi “.
Selanjutnya pada Pasal 5 Undang – Undang Jaminan Fidusia (1) Pembebanan benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan Akta Jaminan Fidusia. (2) Terhadap pembuatan akta Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dikenakan biaya yang besarnya diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Hamzah, Senjum Manullang, 1987, Lembaga Fidusia dan Penerapannya di Indonesia, Indhill Co. Jakarta, Halaman 11 7 Munir Fuady, 2005, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Globalisasi, Citra Aditya Bakti, Bandung, Halaman 152 6
30
LEX HUMANA, Jurnal Hukum dan Humaniora
Basuki Rahmat, M. Khoidin dan Ermanto Fahamsyah
Proses berikutnya adalah mendaftarkan jaminan fidusia tersebut, dimana hal ini merupakan syarat mutlak supaya akta Jaminan Fidusia mempunyai kepastian hukum seperti yang diamanatkan Undang – Undang Jaminan Fidusia. Selanjutnya terkait tata cara pendaftaran jaminan fidusia diatur dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Pertimbangan penerbitan peraturan diatas antara lain untuk memberikan kepastian hukum bagi perusahaan pembiayaan dan konsumen sehubungan dengan penyerahan hak milik atas kendaraan bermotor dari konsumen secara kepercayaan (fidusia) kepada perusahaan pembiayaan.8 Maksud dari pendaftaran Jaminan Fidusia tersebut agar Kreditur terlindungi dari Debitur yang nakal atau wanprestasi dan dengan pendaftaran tersebut agar setiap pengikatan jaminan memiliki kekuatan dan kepastian hukum. Selesainya proses pendaftaran jaminan adalah dengan terbitnya sertifikat jaminan fidusia, sehingga pengikatan jaminan menjadi sempurna dan bisa memberikan kedudukan yang diutamakan (preferen) untuk jaminan pelunasan utang tertentu kepada penerima fidusia (Kreditur) terhadap Kreditur lainnya. Jaminan fidusia merupakan hak jaminan atas benda berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan. Dalam jaminan fidusia ini barang/benda yang menjadi obyek jaminan tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia (Debitur), sehingga dalam penjaminan fidusia ini yang berpindah adalah hak kebendaaan atas obyek jaminan. Berpindahnya hak ini maka pemberi fidusia (debitur) tidak lagi berhak untuk memindahtangankan, dalam bentuk menjual, menyewakan, menggadaikan, menukarkan, atau pemindahtangan dalam bentuk apapun yang berakibat berubahnya status kepemilikan atas suatu benda. Terbitnya sertifikat jaminan fidusia menandai beralihya hak kebendaan tersebut dari Pemberi Fidusia (Debitur) kepada Penerima Jaminan Fidusia (Kreditur), sehingga Pemberi Fidusia (Debitur) dalam hal ini hanya sebagai pihak yang menguasai obyek jaminan dengan berstatus sebagai pengguna/pemakai obyek jaminan yang dibebani kewajiban kewajiban tertentu, diantaranya kewajiban untuk menjaga, memelihara dan memperbaiki http://www.beritasatu.com/ekonomi/69754-menteri-keuangan-tetapkan-aturan-fidusiamultifinance.html diunduh tanggal 12 Mei 2016 8
Volume 1, Nomor 1, Oktober 2016
31
Lelang sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Kepada Kreditur Penerima Fidusia
obyek jaminan jika terdapat kerusakan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Undang Undang Jaminan Fidusia hadir untuk menjawab keresahan kreditur tersebut dengan tujuan agar dapat memberikan kepastian hukum serta sebagai sarana perlindungan hukum yang bersifat Preventif maupun Represif. 2. Kewenangan Kreditur Untuk Menjual Lelang Atas Jaminan Milik Debitur Wanprestasi. Bahwa asas perjanjian “pacta sun servanda” yang menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak yang bersepakat, menjadi undang-undang bagi para pihak tersebut, yang tetap berlaku dan menjadi asas utama dalam hukum perjanjian sebagaimana ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata. Dalam kaitan dengan suatu perjanjian, pastilah terdapat suatu hak dan kewajiban atau di sebut prestasi dari para pihak, dalam perjalanannya tidak semua perjanjian berjalan sesuai yang diperjanjikan, sehingga memunculkan istilah wanprestasi. Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang berarti prestasi buruk di dalam suatu perjanjian. Salah satu pihak dapat dianggap melakukan wanprestasi jika: 1. 2. 3. 4.
Tidak melakukan apa yang telah disanggupi atau dilaksanakan atau, Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana mestinya. Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi terlambat. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Berdasarkan pada ketentuan pasal 1238 KUH Perdata, yang berbunyi: “Si berhutang adalah lalai apabila dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai atau demi perikatannya sendiri ialah jika ini menetapkan, bahwa si berhutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”
Dari pasal diatas dapat diartikan bahwa dalam hal kaitannya antara Kreditur dan Debitur dalam hal terdapat kelalaian atau kesengajaan tidak dipenuhinya prestasi oleh Debitur, Kreditur diharuskan untuk memperingatkan debitur supaya ia memenuhi prestasinya dilaksanakan dengan memberi peringatan tertulis yang isinya mengatakan bahwa debitur wajib memenuhi prestasi dalam waktu yang telah ditentukan.9 Apabila pihak debitur dalam hal telah melakukan wanprestasi maka kreditur dapat menuntutnya untuk melakukan: Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Internasional, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, hlm 204-205 9
32
LEX HUMANA, Jurnal Hukum dan Humaniora
Basuki Rahmat, M. Khoidin dan Ermanto Fahamsyah
1. Meminta pelaksanaan perjanjian meskipun terlambat 2. Meminta penggantian kerugian saja, yaitu kerugian yang diderita olehnya karena perjanjian tidak atau terlambat dilaksanakan 3. Menuntut pelaksanaan perjanjian, atau 4. Suatu perjanjian yang melibatkan kewajiban timbal balik atau kelalaian dari satu pihak memberikan hak kepada pihak yang lain untuk meminta kepada hakim agar perjanjian dibatalkan. Eksekusi jaminan fidusia diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang menentukan, bahwa apabila debitur atau pemberi fidusia cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara : a. Pelaksanaan titel eksekutorial, yang mempunyai kekuatan sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. b. Penjualan benda yang menjadi jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri meliputi pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan. c. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak. Ketiga eksekusi jaminan fidusia tersebut di atas masing-masing memiliki perbedaan dalam prosedur pelaksanaannya. Untuk eksekusi yang menggunakan titel eksekutorial berdasarkan sertifikat jaminan fidusia pelaksanaan penjualan benda jaminan tunduk dan patuh pada Hukum Acara Perdata sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 224 H.I.R/258 RBG, yang prosedur pelaksanaannya memerlukan waktu yang lama.10 Berbeda dengan penjualan di bawah tangan pelaksanaanya harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain adanya kesepakatan antara pemberi fidusia (debitur) dan penerima fidusia (kreditur) dengan alasan untuk memperoleh nilai penjualan yang lebih baik untuk memperoleh harga tertinggi.11 Pelaksanaan parate eksekusi merupakan cara termudah dan sederhana bagi kreditur untuk memperoleh kembali piutangnya, manakala debitur cidera janji dibandingkan dengan eksekusi yang melalui bantuan atau campur tangan Pengadilan Negeri. Munir Fuady, 1995, Jaminan Fidusia, PT. Citra Aditya Bakti Bandung , hlm 58 Netty SR Naibohu, Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Berdasarkan Parate Eksekusi oleh Kreditur, Jurnal wawasan Hukum, Vol. 14 No. 8, Juni 2006,hlm 164. 10 11
Volume 1, Nomor 1, Oktober 2016
33
Lelang sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Kepada Kreditur Penerima Fidusia
Kreditur secara parate eksekusi dapat langsung mengajukan penyitaan/penarikan harta kekayaan debitur yang dijadikan jaminan kredit dengan pelelangan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang yang hasil dari penjualan lelang tersebut dapat digunakan untuk pelunasan utang debitur. Undang Undang Jaminan Fidusia dalam hal ini menjelaskan perlindungan hukum bagi para pihak yang berkepentingan dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia, dengan kata lain Undang Undang yang secara khusus mengatur tentang jaminan fidusia, pasal 11, pasal 14, dan pasal 15 Undang Undang Jaminan Fidusia pada intinya menyebutkan bahwa benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan kemudian diterbitkan sertifikat jaminan fidusia yang mencantumkan irah-irah “DEMI KEADILAN DAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, sehingga sertifikat jaminan fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.12 Sehingga dengan terbitnya sertifikat jaminan fidusia tersebut kreditur penerima fidusia di berikan kewenangan untuk melakukan eksekusi jaminan secara parate eksekusi, inilah salah satu perlindungan hukum yang di berikan oleh Undang Undang terhadap Kreditur Penerima Jaminan Fidusia. Sebelum melakukan eksekusi atau penjualan terhadap obyek jaminan fidusia, terdapat tahapan yang harus dilakukan oleh Kreditur, yaitu berupa penarikan kendaraan, dalam pelaksanaan tahapan ini Kreditur harus melaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku dengan tujuan untuk menyelenggarakan pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia secara aman, tertib, lancar, dan dapat dipertanggungjawabkan serta melindungi keselamatan Penerima Jaminan Fidusia, Pemberi Jaminan Fidusia, dan/atau masyarakat dari perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian harta benda dan/atau keselamatan jiwa. Dalam rangka mengamankan pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia tersebut, Kepolisian Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2011 yang berlaku sejak 22 Juni 2011.13 Adapun objek pengamanan jaminan fidusia meliputi benda bergerak yang berwujud, benda bergerak yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan.
12
Munir Fuady, 1995, Hukum Perkreditan Kontemporer, Citra Aditya Bakti, Bandung, ,
hlm 59. http://irmadevita.com/2013/eksekusi-jaminan-fidusia-berdasarkan-peraturan-kapolrino-8-tahun-2011 di unduh tanggal 4 Juni 2016 13
34
LEX HUMANA, Jurnal Hukum dan Humaniora
Basuki Rahmat, M. Khoidin dan Ermanto Fahamsyah
Persyaratan untuk dapat dilaksanakannya eksekusi terhadap objek jaminan fidusia, dalam Peraturan Kapolri dimaksud harus memenuhi persyaratan tertentu, yaitu: (1) Ada permintaan dari pemohon; (2) Objek tersebut memiliki akta jaminan fidusia; (3) Objek jaminan fidusia terdaftar pada kantor pendaftaran fidusia; (4) Objek jaminan fidusia memiliki setifikat jaminan fidusia; (5) Jaminan fidusia berada di wilayah negara Indonesia. Tata cara pengajuan permohonan pengamanan eksekusi atas jaminan fidusia ini tercantum dalam pasal 7 Peraturan Kapolri No. 8 tahun 2011, dimana permohonan pengamanan eksekusi tersebut harus diajukan secara tertulis oleh penerima jaminan fidusia atau kuasa hukumnya kepada Kapolda atau Kapolres tempat eksekusi dilaksanakan. Pemohon wajib melampirkan surat kuasa dari penerima jaminan fidusia bila permohonan diajukan oleh kuasa hukum penerima jaminan fidusia. Dokumen/berkas apa saja yang harus dilampirkan dalam mengajukan permohonan pengamanan eksekusi. (1) Salinan akta jaminan fidusia; (2) Salinan sertifikat jaminan fidusia; (3) Surat peringatan kepada Debitur untuk memenuhi kewajibannya, dalam hal ini telah diberikan pada Debitur sebanyak 2 kali dibuktikan dengan tanda terima; (4) Identitas pelaksana eksekusi; (5) Surat tugas pelaksanaan eksekusi. Setelah tahapan penarikan obyek jaminan fidusia terselesaikan dan obyek tentunya sudah dalam penguasaan Kreditur, Kreditur mempunyai hak untuk melaksanakan title eksekutorial sebagaimana tercantum dalam sertifikat jaminan fidusia, apabila debitur wanprestasi. Kreditur juga mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia melalui pelelangan umum serta pelunasan piutang dari hasil penjualan atau penjualan dibawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antara kreditur dan debitur.
Volume 1, Nomor 1, Oktober 2016
35
Lelang sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Kepada Kreditur Penerima Fidusia
Proses Penjualan Jaminan Fidusia Melalui Lelang Istilah “lelang” berasal dari bahasa latin “auctio” yang berarti peningkatan harga secara bertahap. lelang telah dikenal sejak 450 tahun sebelum masehi. Beberapa jenis lelang yang populer pada saat itu antara lain; lelang karya seni, lelang tembakau, kuda dan lain-lain.14 Di Indonesia lelang secara resmi dikenal pada tahun 1908 dengan berlakunya Vendu Reglement Staatsblad 1908 Nomor 189 juncto Vendu Instructie Staatsblad 1908 Nomor 190 (peraturan lelang). Pengertian lelang menurut Vendu Reglement Staatsblad Tahun 1908 Nomor 189 diubah dengan Staatsblad 1940 Nomor 56 “ Openbare Verkoopingen ” verstaan veilingen en verkoopingen van zaken,walke in het openbaar bij opbod, afslag of inschrijving worden met de veilingof verkooping in kennis gesteloe, dan wel tot die veilingen of verkoopingentoegelaten personen gelegenheid wordt gegeven om te bieden, te mijnen of inte scrijven.
Terjemahannya dalam Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut : Penjualan Umum adalah : Pelelangan atau penjualan barang-barang yang dilakukan kepada umum dengan harga penawaran yang meningkat atau menurun atau dengan pemasukan harga dalam sampul tertutup, atau kepada orang-orang yang diundang atau sebelumnya diberitahu mengenai pelelangan atau penjualan itu, atau diijinkan untuk ikut serta dan diberi kesempatan untuk menawar harga, menyetujui harga yang ditawarkan atau memasukkan harga dalam sampul tertutup.
Sedangkan Pengertian Lelang sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Pasal 1 ayat (1) bahwa Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/ atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan Pengumuman Lelang. Dalam sistem perundang-undangan indonesia, lelang digolongkan sebagai suatu cara penjualan khusus yang prosedurnya berbeda dengan jual beli pada umumnya. Dalam pelaksanaanya lelang merupakan kegiatan penjualan barang yang dipimpin oleh seorang Pejabat Lelang, dilaksanakan secara terbuka untuk umum baik secara langsung maupun melalui media elektronik (lelang elektronik) dengan cara penawaran harga http://hasyimsoska.blogspot.co.id/2011/06/ pengertian-sifat-asas-tahapan-lelang.html diunduh tanggal 4 Juni 2016 14
36
LEX HUMANA, Jurnal Hukum dan Humaniora
Basuki Rahmat, M. Khoidin dan Ermanto Fahamsyah
secara lisan atau tertulis yang didahului dengan Pengumuman dengan maksud untuk menghimpun peminat lelang dan pemberitahuan kepada pihak yang berkepentingan (debitur, pemilik barang, pihak ketiga ataupun instansi yang berkepentingan). Sifat Kekhususan Lelang Lelang adalah perjanjian jual beli yang bersifat lex specialist. Unsur-unsur lex specialist : a. Lelang adalah suatu cara penjualan barang; b. Didahului oleh upaya mengumpulkan peminat/peserta lelang; c. Dilaksanakan dengan cara penawaran atau pembentukan harga yang khusus, yaitu cara penawaran harga secara lisan atau tertulis yang bersifat kompetitif. Lelang berbeda dengan jual beli biasa, dalam hal : a. Dalam pelaksanaannya campur tangan pemerintah sangat besar. b. Segala sesuatunya diatur dalam ketentuan khusus, jika dilanggar maka diancam dengan sanksi administratif dan sanksi pidana. Azas Azas Lelang A. Asas Publisitas : 1. Setiap pelelangan harus didahului dengan pengumuman lelang, baik dalam bentuk iklan, brosur atau undangan. 2. Untuk menarik peserta lelang sebanyak mungkin, 3. Sebagai kontrol sosial dan perlindungan publik. B. Asas Persaingan; 1. Setiap peserta lelang bersaing dalam proses penawaran harga lelang. 2. Peserta dengan penawaran tertinggi dan telah melewati harga limit dinyatakan sebagai pemenang. C. Asas Kepastian : 1. Pejabat lelang harus mampu membuat kepastian bahwa penawar tertinggi dinyatakan sebagai pemenang. 2. Pemenang lelang yang telah melunasi kewajibannya akan memperoleh barang beserta dokumen kepemilikannya.
Volume 1, Nomor 1, Oktober 2016
37
Lelang sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Kepada Kreditur Penerima Fidusia
D. Asas Pertanggungjawaban; 1. Pelaksanaan lelang dapat dipertanggungjawabkan karena lelang dipimpin oleh pejabat lelang yang diangkat oleh pemerintah dan dasar hukum pelaksanaan lelang ditetapkan serta pelaksanaannya di awasi oleh pemerintah; 2. Membuat akta otentik yang disebut risalah lelang. E. Asas Efisiensi : 1. Lelang dilakukan pada suatu saat dan tempat yang ditentukan dan transaksi terjadi pada saat itu juga maka diperoleh efisiensi biaya dan waktu; 2. Barang secara cepat dapat dikonversi menjadi uang; 3. Tidak menggunakan perantara. Prinsip dan Jenis Lelang Prinsip Lelang berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 27/ PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, bahwa setiap pelaksanaan lelang harus dilakukan oleh dan/atau dihadapan Pejabat Lelang kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah, sebagaimana ketentuan pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan tersebut diatas. Prinsip berikutnya adalah lelang yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tidak dapat dibatalkan sebagaimana ketentuan Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan tersebut diatas. Jenis Lelang Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 27/ PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Pasal 5, Jenis Lelang terdiri dari: a. Lelang Eksekusi; b. Lelang Noneksekusi Wajib; dan c. Lelang Noneksekusi Sukarela. Sesuai ketentuan Pasal 6 huruf (h) Peraturan Menteri Keuangan tersebut Lelang Eksekusi Jaminan Fidusia termasuk dalam kategori Lelang Eksekusi.
38
LEX HUMANA, Jurnal Hukum dan Humaniora
Basuki Rahmat, M. Khoidin dan Ermanto Fahamsyah
Tahapan Pelaksanaan Lelang Tahapan Pralelang/Persiapan Lelang Tahapan awal dari proses ini adalah Pengajuan permohonan lelang oleh Kreditur Penerima Fidusia yang dalam hal ini disebut Penjual, sesuai ketentuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Pasal 11 ayat (1) Penjual yang akan melakukan penjualan barang secara lelang melalui KPKNL, harus mengajukan surat permohonan lelang dengan disertai dokumen persyaratan lelang kepada Kepala KPKNL untuk meminta jadwal pelaksanaan lelang. Surat permohonan lelang berikut dokumen persyaratannya sebagaimana disampaikan oleh Penjual kepada Kepala KPKNL. Dalam pengajuan permohonan lelang terdapat syarat syarat yang harus dipenuhi oleh Pemohon Lelang, dalam kaitan lelang objek jaminan fidusia Pemohon Lelang adalah Penerima Fidusia. Terdapat 2 (dua) syarat, yaitu syarat umum dan syarat khusus, syarat umum ditentukan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang dengan mengacu pada peraturan lelang yang berlaku, sedangkan syarat khusus dapat ditentukan oleh Pemohon Lelang, syarat khusus tersebut diantaranya Pemohon Lelang dapat meminta tata cara penawaran, waktu pembayaran hasil lelang. Syarat syarat tersebut harus diumumkan di pengumuman lelang serta diberitahukan pada Peserta Lelang sebelum pelaksanaan lelang. Pada tahap ini Penjual atau disebut juga Pemohon Lelang atau disebut juga Penerima Fidusia, harus bertanggung jawab terhadap legalitas obyek lelang, sebagaimana ketentuan Pasal 17 ayat (1) Penjual bertanggung jawab terhadap :
a. keabsahan kepemilikan barang; b. keabsahan dokumen persyaratan lelang; c. penyerahan barang bergerak dan/ atau barang tidak bergerak; d. penyerahan dokumen kepemilikan kepada Pembeli; dan e. penetapan Nilai Limit.
Setiap pelaksanaan lelang Penjual atau disebut juga Pemohon Lelang atau disebut juga Penerima Fidusia diharuskan menetapkan nilai limit yang nantinya akan digunakan oleh Pejabat Lelang sebagai acuan untuk menentukan harga lelang. Pasal 44 (1) Penjual menetapkan Nilai Limit, berdasarkan: a. penilaian oleh Penilai; atau b. penaksiran oleh Penaksir. (2) Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan pihak yang melakukan penilaian secara independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya.
Volume 1, Nomor 1, Oktober 2016
39
Lelang sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Kepada Kreditur Penerima Fidusia
Pasal 49 Dalam pelaksanaan Lelang Eksekusi Pasal 6 UUHT, Lelang Eksekusi Fidusia, dan Lelang Eksekusi Harta Pailit, Nilai Limit ditetapkan paling sedikit sama dengan Nilai Likuidasi. Setiap pelaksanaan lelang harus didahului pengumuman lelang sesuai ketentuan Pasal 51 (1) Pelaksanaan lelang wajib didahului dengan Pengumuman Lelang yang dilakukan oleh Penjual. (2) Penjual harus menyerahkan bukti Pengumuman Lelang sesuai ketentuan kepada Pejabat Lelang. Lelang yang telah ditetapkan pelaksanaannya dapat ditunda atau dibatalkan pelaksanaannya, karena : a. Dengan putusan dan atau penetapan pengadilan. b. Atas permintaan penjual, diajukan secara tertulis kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang dahulu Kantor Lelang Negara paling lambat sebelum tanggal lelang. c. Terselesaikannya kewajiban debitur kepada kreditur. Tahap Pelaksanaan Lelang Pada tahap ini dimulai dengan pembacaan Kepala Risalah Lelang yang dibacakan oleh Pejabat Lelang, setelah pembacaan Kepala Risalah Lelang tersebut kepada para pihak terutama kepada Peserta Lelang diberikan waktu untuk bertanya terkait obyek lelang, tahap berikutnya adalah masuk ke bagian pengajuan penawaran. Penentuan Cara penawaran ditetapkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang dahulu Kantor Lelang Negara dengan memperhatikan usulan penjual. Cara penawaran harus diumumkan di pengumuman lelang (baik pengumuman yang dilakukan melalui media cetak, selebaran, internet) serta diberitahukan kepada calon pembeli (Peserta Lelang). Penawaran terakhir yang diajukan oleh Peserta Lelang tidak dapat diubah atau dibatalkan oleh peserta lelang, penawaran yang diajukan hanya satu kali untuk cara penawaran secara tertulis, harga penawaran dapat dilakukan berkali kali untuk cara penawaran melalui lisan. Pada tahap ini Pejabat Lelang menetapkan penawaran tertinggi dari Peserta Lelang sebagai harga lelang, serta mengesahkan peserta lelang yang mengajukan penawaran tertinggi sebagai Pembeli.
40
LEX HUMANA, Jurnal Hukum dan Humaniora
Basuki Rahmat, M. Khoidin dan Ermanto Fahamsyah
Dalam pelaksanaan lelang terdapat larangan yang ditujukan kepada perseorangan, yang dilarang mengikuti atau bertindak selaku pembeli lelang, sebagaimana ketentuan Pasal 77 (1) Pihak-pihak yang dilarang menjadi Peserta Lelang adalah:
a. Pejabat Lelang dan keluarga sedarah dalam gans lurus ke atas dan ke bawah derajat pertama; b. Suami atau istri serta saudara sekandung Pejabat Lelang; c. Pejabat Penjual; d. Pemandu Lelang; e. Hakim; f. Jaksa; g. Panitera; h. Juru Sita; i. Pengacara atau Advokat; j. Notaris; k. Pejabat Pembuat Akta Tanah; i. Penilai; k. Pegawai DJKN; n. Pegawai Balai Lelang; dan o. Pegawai Kantor Pejabat Lelang Kelas II, yang terkait langsung dengan proses lelang. (2) Selain pihak-pihak yang dimaksud pada ayat (1), pada pelaksanaan Lelang Eksekusi, pihak tereksekusi/debitor/tergugat/terpidana yang terkait dengan lelang dilarang menjadi Peserta Lelang.
Tahapan Pascalelang Setelah ditetapkannya peserta lelang sebagai pembeli maka tahap berikutnya adalah pembayaran atau pelunasan harga lelang dan penyetoran hasil lelang kepada Penjual atau disebut juga Pemohon Lelang atau disebut juga Penerima Fidusia. Setelah pembeli melunasi harga lelang berikut kewajiban lainnya, diantaranya Bea Lelang Pembeli, dan pajak pajak jika ada, maka tahap berikutnya adalah menjadi kewajiban dari Penjual atau disebut juga Pemohon Lelang atau disebut juga Penerima Fidusia untuk menyerahkan dokumen kepemilikan barang, sesuai ketentuan Pasal 84 ( 1) Dalam hal Penjual menyerahkan asli dokumen kepemilikan kepada Pejabat Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), Pejabat Lelang harus menyerahkan asli dokumen kepemilikan dan/atau barang yang dilelang kepada Pembeli, paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah Pembeli menunjukkan kuitansi atau tanda bukti pelunasan pembayaran, dan menyerahkan bukti setor Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) jika barang yang dilelang berupa tanah dan atau bangunan. Dalam pelaksanaan lelang eksekusi fidusia dokumen yang harus diserahkan oleh Penjual atau disebut juga Pemohon Lelang atau disebut juga Penerima Fidusia berupa asli Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) beserta dokumen lainnya, asli Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNKB), faktur pembelian, buku KIR untuk kendaraan angkutan umum dan/atau kendaraan angkutan barang. Pembeli yang telah melunasi kewajibannya berhak untuk mendapatkan Risalah Lelang sebagai bukti pembelian, dan sebagai wujud kepastian atas pelaksanaan tindakan hukum berupa lelang, dengan demikian lelang merupakan bentuk tindakan perlindungan Volume 1, Nomor 1, Oktober 2016
41
Lelang sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Kepada Kreditur Penerima Fidusia
hukum kepada kreditur, debitur serta kepada pembeli lelang. Dengan demikian, dalam konteks pelaksanaan lelang eksekusi fidusia bahwa Pejabat Lelang adalah Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh Pemerintah cq. Menteri Keuangan, yang diberikan kewenangan untuk menjalankan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk kepentingan dan fungsi tertentu. 3. Perlindungan Hukum Kepada Pemegang Jaminan/Penerima Fidusia Jika Tidak Dapat Dilakukan Lelang. Salah satu bentuk lain perlindungan hukum kepada Kreditur Penerima fidusia, adalah perlindungan yang diberikan Undang Undang Jaminan Fidusia. Pasal 36 Undang Undang Jaminan Fidusia mengatur mengenai ketentuan pidana bagi pemberi fidusia atau debitur yang mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima fidusia atau kreditur dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Dalam beberapa kasus, obyek jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor, walaupun telah sempurna penjaminan fidusia nya, namun seringkali obyek jaminan tidak berhasil ditarik/dikuasai oleh kreditur, hal ini terjadi karena beberapa kondisi, diantaranya karena tindakan sepihak debitur yang mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Dalam kasus seperti ini, Kreditur Penerima Fidusia harus melalui proses eksekusi yang dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri melalui proses hukum acara yang normal hingga turunnya putusan. Selain melalui gugatan perdata, debitur yang dengan sengaja mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dimintai pertanggung jawaban pidana. Perlindungan hukum bagi pihak kreditur penerima fidusia dengan jaminan fidusia sangat diperlukan, mengingat benda yang menjadi objek jaminan fidusia berada pada penguasaan pihak debitur. Dalam model penjaminan seperti ini sejatinya Kreditur berada dalam posisi yang tidak di untungkan, karena Kreditur hanya menguasai bukti kepemilikannya saja. Perlindungan hukum terhadap Kreditur Penerima Fidusia ini diatur secara umum dalam KUH Perdata Pasal 1131 dan 1132.
42
LEX HUMANA, Jurnal Hukum dan Humaniora
Basuki Rahmat, M. Khoidin dan Ermanto Fahamsyah
Pasal 1131 KUH Perdata menyebutkan : “Segala kebendaan, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.”
Pasal diatas dapat diartikan, sejak seseorang mengikatkan diri pada suatu perjanjian maka sejak itu semua harta kekayaan baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatannya. Pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan : “kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan kepadanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah didahulukan.”
Pasal ini menjelaskan bahwa harta kekayaan debitur yang ada saat ini maupun yang akan ada dikemudian hari menjadi jaminan umum atas suatu atau beberapa hutang, Kreditur dapat melakukan upaya yang dipandang perlu guna menyelamatkan piutangnya tersebut. Hasil penjualan atas harta kekayaan debitur tersebut di bagi menurut imbangan masing-masing (pro rata, proporsional) kecuali ada hak untuk didahulukan (hak preferen). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hukum sebagai perangkat aturan harus pasti karena dengan hal yang bersifat pasti dapat dijadikan ukuran kebenaran demi tercapainya tujuan hukum yaitu keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan. Hukum dapat menjadi sarana untuk mewujudkan kedamaian, ketentraman, kesejahteraan dan ketertiban dalam masyarakat. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan diatas dapat diperoleh kesimpulan, sebagai berikut : Fidusiaire Eigendoms Overdracht (FEO) atau di Indonesia disebut Fidusia atau penyerahan hak milik atas dasar kepercayaan, yang pada awalnya tidak diatur dalam perundang – undangan melainkan lahir dari yurisprudensi, mengingat semakin dinamisnya kegiatan perekonomian dan perbankan maka perlu dibuat aturan hukum tentang hukum jaminan, maka pada tahun 1999 pemerintah memberlakukan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia15. 15
Hamzah, Senjum Manullang, 1987, Lembaga Fidusia dan Penerapannya di Indonesia,
Volume 1, Nomor 1, Oktober 2016
43
Lelang sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Kepada Kreditur Penerima Fidusia
Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap Kreditur lainnya. Perjanjian penjaminan harus dibuat dalam bentuk Akta Notarill berupa akta Jaminan Fidusia sebagaimana tersebut dalam Pasal 4 Undang – Undang Jaminan Fidusia, sebagai berikut : “Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi “.
Selanjutnya pada Pasal 5 Undang – Undang Jaminan Fidusia (1) Pembebanan benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan Akta Jaminan Fidusia. (2) Terhadap pembuatan akta Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dikenakan biaya yang besarnya diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Proses berikutnya adalah mendaftarkan jaminan fidusia tersebut, dimana hal ini merupakan syarat mutlak supaya akta Jaminan Fidusia mempunyai kepastian hukum seperti yang diamanatkan Undang – Undang Jaminan Fidusia. Selanjutnya terkait tata cara pendaftaran jaminan fidusia diatur dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Pertimbangan penerbitan peraturan diatas antara lain untuk memberikan kepastian hukum bagi perusahaan pembiayaan dan konsumen sehubungan dengan penyerahan hak milik atas kendaraan bermotor dari konsumen secara kepercayaan (fidusia) kepada perusahaan pembiayaan.16 Maksud dari pendaftaran Jaminan Fidusia tersebut agar Kreditur terlindungi dari Debitur yang nakal atau wanprestasi dan dengan pendaftaran tersebut agar setiap pengikatan jaminan memiliki kekuatan dan kepastian hukum. Indhill Co. Jakarta, Halaman 11 16 http://www.beritasatu.com/ekonomi/69754-menteri-keuangan-tetapkan-aturan-fidusiamultifinance.html diunduh tanggal 12 Mei 2016 44
LEX HUMANA, Jurnal Hukum dan Humaniora
Basuki Rahmat, M. Khoidin dan Ermanto Fahamsyah
Selesainya proses pendaftaran jaminan adalah dengan terbitnya sertifikat jaminan fidusia, sehingga pengikatan jaminan menjadi sempurna dan bisa memberikan kedudukan yang diutamakan (preferen) untuk jaminan pelunasan utang tertentu kepada penerima fidusia (Kreditur) terhadap Kreditur lainnya. Jaminan fidusia merupakan hak jaminan atas benda berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan. Dalam jaminan fidusia ini barang/benda yang menjadi obyek jaminan tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia (Debitur), sehingga dalam penjaminan fidusia ini yang berpindah adalah hak kebendaaan atas obyek jaminan. Berpindahnya hak ini maka pemberi fidusia (debitur) tidak lagi berhak untuk memindahtangankan, dalam bentuk menjual, menyewakan, menggadaikan, menukarkan, atau pemindahtangan dalam bentuk apapun yang berakibat berubahnya status kepemilikan atas suatu benda. Terbitnya sertifikat jaminan fidusia menandai beralihya hak kebendaan tersebut dari Pemberi Fidusia (Debitur) kepada Penerima Jaminan Fidusia (Kreditur), sehingga Pemberi Fidusia (Debitur) dalam hal ini hanya sebagai pihak yang menguasai obyek jaminan dengan berstatus sebagai pengguna/pemakai obyek jaminan yang dibebani kewajiban kewajiban tertentu, diantaranya kewajiban untuk menjaga, memelihara dan memperbaiki obyek jaminan jika terdapat kerusakan. Bahwa asas perjanjian “pacta sun servanda” yang menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak yang bersepakat, menjadi undang-undang bagi para pihak tersebut, yang tetap berlaku dan menjadi asas utama dalam hukum perjanjian sebagaimana ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata. Dalam kaitan dengan suatu perjanjian, pastilah terdapat suatu hak dan kewajiban atau di sebut prestasi dari para pihak, dalam perjalanannya tidak semua perjanjian berjalan sesuai yang diperjanjikan, sehingga memunculkan istilah wanprestasi. Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang berarti prestasi buruk di dalam suatu perjanjian. Eksekusi jaminan fidusia diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang menentukan, bahwa apabila debitur atau pemberi fidusia cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara : a. Pelaksanaan titel eksekutorial, yang mempunyai kekuatan sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. b. Penjualan benda yang menjadi jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia Volume 1, Nomor 1, Oktober 2016
45
Lelang sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Kepada Kreditur Penerima Fidusia
sendiri meliputi pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan. c. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak. Pelaksanaan parate eksekusi merupakan cara termudah dan sederhana bagi kreditur untuk memperoleh kembali piutangnya, manakala debitur cidera janji dibandingkan dengan eksekusi yang melalui bantuan atau campur tangan Pengadilan Negeri. Kreditur secara parate eksekusi dapat langsung mengajukan penyitaan/penarikan harta kekayaan debitur yang dijadikan jaminan kredit dengan pelelangan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang yang hasil dari penjualan lelang tersebut dapat digunakan untuk pelunasan utang debitur. Undang Undang Jaminan Fidusia dalam hal ini menjelaskan perlindungan hukum bagi para pihak yang berkepentingan dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia, dengan kata lain Undang Undang yang secara khusus mengatur tentang jaminan fidusia, pasal 11, pasal 14, dan pasal 15 Undang Undang Jaminan Fidusia pada intinya menyebutkan bahwa benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan kemudian diterbitkan sertifikat jaminan fidusia yang mencantumkan irah-irah “DEMI KEADILAN DAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, sehingga sertifikat jaminan fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.17 Sehingga dengan terbitnya sertifikat jaminan fidusia tersebut kreditur penerima fidusia di berikan kewenangan untuk melakukan eksekusi jaminan secara parate eksekusi, inilah salah satu perlindungan hukum yang di berikan oleh Undang Undang terhadap Kreditur Penerima Jaminan Fidusia. Di Indonesia lelang secara resmi dikenal pada tahun 1908 dengan berlakunya Vendu Reglement Staatsblad 1908 Nomor 189 juncto Vendu Instructie Staatsblad 1908 Nomor 190 (peraturan lelang). Dalam sistem perundang-undangan indonesia, lelang digolongkan sebagai suatu cara penjualan khusus yang prosedurnya berbeda dengan jual beli pada umumnya. Dalam pelaksanaanya lelang merupakan kegiatan penjualan barang yang dipimpin oleh seorang Pejabat Lelang, dilaksanakan secara terbuka untuk umum baik secara langsung maupun melalui media elektronik (lelang elektronik) dengan cara penawaran harga 17
46
Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hlm 59. LEX HUMANA, Jurnal Hukum dan Humaniora
Basuki Rahmat, M. Khoidin dan Ermanto Fahamsyah
secara lisan atau tertulis yang didahului dengan Pengumuman dengan maksud untuk menghimpun peminat lelang dan pemberitahuan kepada pihak yang berkepentingan (debitur, pemilik barang, pihak ketiga ataupun instansi yang berkepentingan). Selain kewenangan untuk mengeksekusi jaminan, salah satu bentuk lain perlindungan hukum kepada Kreditur Penerima fidusia, adalah perlindungan yang diberikan Undang Undang Jaminan Fidusia pasal 36, yang mengatur mengenai ketentuan pidana bagi pemberi fidusia atau debitur yang mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima fidusia atau kreditur dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Dalam beberapa kasus, obyek jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor, walaupun telah sempurna penjaminan fidusia nya, namun seringkali obyek jaminan tidak berhasil ditarik/dikuasai oleh kreditur, hal ini terjadi karena beberapa kondisi, diantaranya karena tindakan sepihak debitur yang mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Dalam kasus seperti ini, Kreditur Penerima Fidusia harus melalui proses eksekusi yang dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri melalui proses hukum acara yang normal hingga turunnya putusan. Selain melalui gugatan perdata, debitur yang dengan sengaja mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dimintai pertanggung jawaban pidana. Perlindungan hukum bagi pihak kreditur penerima fidusia dengan jaminan fidusia sangat diperlukan, mengingat benda yang menjadi objek jaminan fidusia berada pada penguasaan pihak debitur. Dalam model penjaminan seperti ini sejatinya Kreditur berada dalam posisi yang tidak di untungkan, karena Kreditur hanya menguasai bukti kepemilikannya saja. Saran Mekanisme perlindungan hukum akan berjalan jika penjaminan fidusia dijalankan sesuai ketentuan yang berlaku, pemenuhan ketentuan tersebut untuk memberikan kepastian hukum bagi perusahaan pembiayaan dan konsumen sehubungan dengan penyerahan hak milik atas kendaraan bermotor dari konsumen secara kepercayaan (fidusia) kepada perusahaan pembiayaan.18 http://www.beritasatu.com/ekonomi/69754-menteri-keuangan-tetapkan-aturan-fidusiamultifinance.html diunduh tanggal 12 Mei 2016 18
Volume 1, Nomor 1, Oktober 2016
47
Lelang sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Kepada Kreditur Penerima Fidusia
Adanya pelangaran hukum baik yang dilakukan oleh kreditur maupun yang dilakukan oleh debitur, salah satunya mengindikasikan masih rendahnya kesadaran hukum serta rendahnya pemahaman hukum para pihak tersebut. Agar perlindungan hukum bisa maksimal dan terasa manfaatnya maka hukum harus pasti karena dengan hal yang bersifat pasti dapat dijadikan ukuran kebenaran dan demi tercapainya tujuan hukum yaitu keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan agar, untuk mencapai tujuan tersebut hal yang perlu dilakukan, antara lain : 1. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia diharapkan melakukan pengawasan terhadap perjanjian penjaminan fidusia yang dilakukan oleh Kreditur, guna memastikan perjanjian penjaminan fidusia dilaksanakan sesuatu ketentuan yang berlaku. Sebagaimana ketentuan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 juncto Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia bahwa benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan. 2. Notaris pada saat penandatanganan perjanjian kredit dan perjanjian penjaminan fidusia, hendaknya memberikan pemahaman yang cukup kepada para pihak terutama pihak debitur pemberi jaminan, mengingat setiap debitur memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda, sehingga pada debitur tertentu perlu diberikan pengetahuan dan pemahaman yang lebih terperinci akibat hukum dari penjaminan fidusia tersebut. 3. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Kepolisian Republik Indonesia, agar lebih aktif memberikan pengawasan dan pembinaan kepada Kreditur, mengingat kreditur dalam hal pelaksanaan eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia sering menggunakan jasa pihak ketiga (debt collector) yang secara sepihak mendatangi atau menarik obyek jaminan di tengah jalan, penarikan/penyitaan obyek jaminan fidusia yang dilakukan dengan cara tersebut tidak sesuai ketentuan Undang-Undang Jaminan Fidusia juncto Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia. 4. Lelang sebagai salah satu mekanisme penjualan terbaik, perlu untuk di sosialisasikan lebih gencar dan sebarluaskan kepada masyarakat dan kepada bank maupun lembaga pembiayaan, karena dengan menggunakan sistem penjualan melalui lelang hak
48
LEX HUMANA, Jurnal Hukum dan Humaniora
Basuki Rahmat, M. Khoidin dan Ermanto Fahamsyah
kreditur maupun debitur terpenuhi, Negara juga mendapatkan keuntungan berupa penerimaan dari pembayaran bea lelang serta pajak. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing Utama Prof. Dr. M. Khoidin, S.H., M.H. C.N., dan Dosen Pembimbing Anggota Dr. Ermanto Fahamsyah., S.H., M.H., yang telah memberikan semangat, arahan, nasehat dan kritik demi kesempurnaan tulisan ini. Ucapan yang sama penulis sampaikan kepada orang tua, mertua, istri, anak serta sahabat yang telah memberikan dukungan baik moril dan spirituil yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu. Selanjutnya kritik, saran dan masukan yang membangun senantiasa penulis nantikan untuk kesempurnaan tulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA BUKU TEKS Hamzah, Senjum Manullang, 1987, Lembaga Fidusia dan Penerapannya di Indonesia, Indhill Co. Jakarta. Munir Fuady, 2005, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Globalisasi, Citra Aditya Bakti, Bandung. Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. Salim HS., 2005, Perkembangan Hukum Jaminan di Soetjipto Rahardjo, 1983, Permasalahan Hukum Di Indonesia, Bandung, Alumni. Munir Fuady, 1995, Hukum Perkreditan Kontemporer, Bandung, Citra Aditya Bakti. Munir Fuady, 1995, Jaminan Fidusia, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti. Abdul Kadir Muhammad, 1990, Hukum Perdata Internasional, Bandung, Citra Aditya Bakti,. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Volume 1, Nomor 1, Oktober 2016
49
Lelang sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Kepada Kreditur Penerima Fidusia
Vendu Reglement Staatsblad 1908 Nomor 189 juncto Vendu Instructie Staatsblad 1908 Nomor 190 diubah dengan Staatsblad 1940 Nomor 56 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 270 DIKTAT/JURNAL/KARYA ILMIAH Netty SR Naibohu, 2006, Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Berdasarkan Parate Eksekusi oleh Kreditur, Jurnal wawasan Hukum, Vol. 14 No. 8, Juni INTERNET http://www.beritasatu.com/ekonomi/69754-menteri-keuangan-tetapkan-aturan-fidusiamultifinance.html diunduh tanggal 12 Mei 2016 http://irmadevita.com/2013/eksekusi-jaminan-fidusia-berdasarkan-peraturan-kapolri-no8-tahun-2011 di unduh tanggal 4 Juni 2016 http://hasyimsoska.blogspot.co.id/2011/06/ pengertian-sifat-asas-tahapan-lelang.html diunduh tanggal 4 Juni 2016
50
LEX HUMANA, Jurnal Hukum dan Humaniora