Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2016 Politeknik Negeri Banjarmasin
KONSEP KESEDERHANAAN PEN YAJIAN PAJAK PENGHASILAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH PADA PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN ENTITAS TANPA AKUNTABILITAS PUBLIK (SAK ETAP) Lea Emilia Farida1, Hj. Nurul Mukhlisah2, dan Noor Safrina3 Akuntansi, Politeknik Negeri Banjarmasin1,2,3
[email protected] 3
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat konsep kesederhanaan dalam pembuatan SAK ETAP, sebagai sarana untuk mempermudah UMKM dalam membuat laporan keuangan yang akan selalu berkaitan dengan ketentuan akuntansi yang diterapkan pemerintah berkaitan perhitungan Penghasilan Kena Pajak, dalam hal ini Pajak Penghasilan, atau yang banyak dikenal sebagai akuntansi pajak. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dibedakan menjadi SAK ETAP (SAK untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik) dan SAK EAP (SAK untuk Entitas dengan Akuntabilitas Publik). Penggunaan SAK ETAP maupun SAK EAP akan selalu berkaitan dengan ketentuan akuntansi yang diterapkan oleh pemerintah berkaitan Penghasilan Kena Pajak, atau yang banyak dikenal sebagai Akuntansi Pajak. Keterkaitan tersebut mengakibatkan pengguna SAK ETAP untuk melakukan koreksi fiskal dalam perhitungan pajak. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam kedudukannya sebagai organisasi profesi sekaligus sebagai badan penyusun standar akuntansi keuangan melalui Dewan Standar Akuntansi Keuangan IAI menyusun standar akuntansi yang sesuai dengan karakteristik UMKM. Kata Kunci : SAK ETAP, Pajak Penghasilan, UMKM
ABSTRACT
This study aims to examine the concept of simplicity in manufacturing SAK ETAP, as a means to facilitate SMEs in financial reporting that will always be associated with the accounting rules applied by the government related to the calculation of taxable income, in this case the income tax, or widely known as tax accounting. Financial Accounting Standards (GAAP) divided into SAK ETAP (SAK to Entities Without Public Accountability) and EAP SAK (SAK to Entities with Public Accountability). The use of SAK and SAK ETAP EAP will always be associated with the accounting rules adopted by the government on taxable income, or widely known as Tax Accounting. The linkage resulted SAK ETAP users to perform fiscal correction in the calculation of taxes. Indonesian Institute of Accountants (IAI) in his capacity as a professional organization as well as financial accounting standard setters body through the Financial Accounting Standards Board IAI preparing accounting standards in accordance with the characteristics of SMEs. Keywords: SAK ETAP, Income Taxes, SMEs PENDAHULUAN
Menurut Muljono (2012:1) Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) dimaksudkan untuk digunakan entitas tanpa akuntabilitas publik (Paragraf 1.1). Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dibedakan menjadi SAK ETAP (SAK ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
177
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2016 Politeknik Negeri Banjarmasin
untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik) dan SAK EAP (SAK untuk Entitas dengan Akuntabilitas Publik). Perusahaan pengguna SAK juga akan dibedakan sebagai perusahaan dengan laporan keuangan entitasnya tanpa akuntabilitas publik (ETAP) dan laporan keuangan entitasnya dengan akuntabilitas publik (EAP). Penggunaan EAP diantaranya mencakup perbankan dan perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia. ETAP sendiri lebih diarahkan untuk perusahaan dengan skala kecil dan menengah, atau yang biasa disebut dengan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), yang kesulitan dalam menerapkan SAK secara penuh. Pemisahan antara SAK ETAP dan SAK EAP diharapkan dapat menyegerakan konvergensi IFRS dapat segera diwujudkan secara penuh. Penggunaan SAK ETAP maupun SAK EAP akan selalu berkaitan dengan ketentuan akuntansi yang diterapkan oleh pemerintah berkaitan Penghasilan Kena Pajak, atau yang banyak dikenal sebagai Akuntansi Pajak. Keterkaitan tersebut mengakibatkan pengguna SAK ETAP untuk melakukan koreksi fiskal dalam perhitungan pajak. Sesuai dengan UU KUP, diatur bahwa setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, dan menanda tangani serta menyampaikan kepada kantor Direktorat Jendral Pajak tempat wajib pajak terdaftar. SPT tahunan Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan wajib melampirkan laporan keuangan masing-masing wajib pajak. Pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim digunakan di Indonesia. Dengan berlakunya SAK ETAP, maka penghitungan penghasilan kena pajak masing-masing wajib pajak yang tidak memiliki akuntabilitas signifikan dihitung dengan memperhatikan ketentuan pada SAK ETAP. Masalah kebijakan perpajakan tumbuh berkembang seiring dengan pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Pajak sebagai sumber penerimaan negara menjadi sangat penting. Mengapa menjadi penting? Kepentingan yang dimaksud adalah kepentingan yang berhubungan dengan pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, aspek perpajakan perlu dikelola dengan baik oleh pemerintah dengan meningkatkan peran serta masyarakat sesuai dengan kemampuannya. Sebagai fungsi reguler, ada dua pendekatan yang dapat dilakukan oleh pemerintah, yaitu ekstensifikasi dan intensifikasi. Langkah ekstensifikasi, dilakukan dengan peningkatan penerimaan pajak dengan cara menggali atau memperluas obyek-obyek pajak baru melalui perubahan perundang-undangan. Sedangkan langkah intensifikasi ditempuh melalui perbaikan kualitas pengumpulan di lapangan tanpa harus merubah Undang-Undang yang berlaku. Dari sudut pandang ini, usaha melalui intensifikasi lebih murah dan efisien dari pada usaha ekstensifikasi. Intensifikasi menjadi solusi yang tepat untuk memperbaiki peranan pajak sebagai sumber penerimaan negara (Munawar Ismail 2005). Perusahaan di Indonesia didasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 46/MDAG/PER/2009, dibagi dalam tiga sektor yaitu sektor usaha kecil, menengah, dan besar. Sektor usaha kecil dan menengah dikenal dengan sebutan UMKM. Dalam aspek perpajakan permasalahan utama yang dihadapi UMKM adalah banyak UMKM yang masih belum memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). UMKM menganggap pajak masih dinilai sebagai hal yang menakutkan dan membahayakan usaha mereka. Permasalahan lain yang dihadapi oleh UMKM di Indonesia adalah ketidaktahuan mereka akan kewajiban pencatatan pembukuan yang sesuai dengan dengan peraturan perpajakan. Hal ini berimbas pada kesulitan dalam menetapkan pajaknya sehingga menyulitkan dalam pemeriksaan pajak. Dengan demikian masih banyak para pelaku UMKM yang belum patuh secara formal terhadap ketentuan pajak. Output dari masalah tersebut bermuara pada sangat sulit diketahui dengan pasti perkembangan usaha yang dilakukan oleh UMKM. Seperti yang dikatakan Alifta (2015) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam kedudukannya sebagai organisasi profesi sekaligus sebagai badan penyusun standar akuntansi keuangan melalui Dewan Standar Akuntansi Keuangan IAI menyusun standar akuntansi yang sesuai dengan karakteristik UMKM. SAK ETAP merupakan standar akuntansi keuangan yang berdiri sendiri dan tidak mengacu pada SAK umum, sebagian besar menggunakan konsep biaya historis, mengatur transaksi yang umum dilakukan oleh UMKM, bentuk pengaturan lebih sederhana dalam hal pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan, juga relatif tidak berubah selama ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
178
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2016 Politeknik Negeri Banjarmasin
beberapa tahun. SAK ETAP merupakan salah satu bentuk kontribusi profesi akuntan untuk mendukung penguatan dan pengembangan ekonomi nasional yang berbasis pada kekuatan usaha kecil, menengah, dan koperasi (SAK ETAP, ix). Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) atau The Indonesian Accounting Standars for NonPublicy-Accountable Entities telah diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada tanggal 17 Juli 2009, dan telah disahkan oleh DSAK IAI pada tanggal 19 Mei 2009. Dengan munculnya standar ini, seperti yang dikemukan Putri (2015), diharapkan kesadaran UMKM akan pentingnya laporan keuangan. Dan membantu UMKM yang seringkali mengalami kesulitan jika harus mengikuti SAK yang berlaku saat ini. SAK ETAP sangat mengutamakan kelegaan atau keluasan dan kesederhanaan dalam menyajikan angka-angka yang ada pada laporan keuangan, termasuk menurut Putri (2015) penyajian dalam laporan perpajakan, khususnya untuk penelitian ini adalah mengenai Pajak Penghasilan. Berpijak pada latar belakang yang telah diuraikan diatas, penulis ini menyampaikan bahwa rumusan masalah pada penelitian ini adalah : bagaimana penerapan SAK ETAP memberikan fasilitas penyajian Pajak Penghasilan untuk laporan keuangan yang harus dibuat oleh para UMKM ? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melihat konsep kesederhanaan yang dibuat dalam penyajian Pajak Penghasilan karena munculnya SAK ETAP, sebagai sarana untuk mempermudah UMKM dalam membuat laporan keuangan yang akan selalu berkaitan dengan ketentuan akuntansi yang diterapkan pemerintah berkaitan perhitungan Penghasilan Kena Pajak, dalam hal ini Pajak Penghasilan, atau yang banyak dikenal sebagai akuntansi pajak. METODOLOGI PENELITIAN
Untuk menganalisis konsep atau fasilitas penyajian Pajak Penghasilan untuk laporan keuangan yang dibuat para UMKM pada penerapan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik digunakan metode kualitatif dengan pendekatan eksploratif deskriptif. Pendekatan eksploratif (Philip, Kotler & Kevin L. Keller, 2006 dalam Ngadimun dan Huslin, 2015) adalah metode penelitian yang bertujuan menghimpun informasi awal yang akan membantu upaya menetapkan masalah. Sedangkan pendekatan deskriptif adalah metode penelitian yang bertujuan memaparkan (mendeskripsikan) sesuatu hal. Jadi pendekatan ini bertujuan untuk mendalami mengenai pengaruh perpajakan pada penerapan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik. KAJIAN TEORI
Pencatatan Akuntansi Sesuai SAK ETAP Menurut Musyafa'ah (2014) siklus akuntansi terdiri dari tahap pencatatan dan tahap pengikhtisaran. Pada tahap pencatatan meliputi : a) pembuatan atau penerimaan bukti transaksi; b) pencatatan dalam jurnal; c) pemindah-bukuan (posting) ke buku besar. Sedangkan pada tahap pengikhtisaran meliputi : a) pembuatan neraca saldo; b) pembuatan neraca lajur dan jurnal penyesuaian; c) penyusunan laporan keuangan; d) pembuatan jurnal penutup; e) pembuatan neraca saldo penutup; f) pembuatan jurnal balik (Soemarso, 2004), dalam Musyafa'ah (2014) Pencatatan adalah pengumpulan data secara teratur tentang peredaran bruto atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan yang dikenakan pajak yang bersifat final. Sedangkan pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak berakhir (Waluyo, 2010), dalam Musyafa'ah (2014). Dengan pencatatan akuntansi yang dihasilkan adalah membentuk sebuah laporan keuangan. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi posisi keuangan, ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
179
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2016 Politeknik Negeri Banjarmasin
kinerja keuangan, dan laporan arus kas suatu entitas yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi bagi siapapun yang tidak dalam posisi dapat meminta laporan keuangan khusus untuk memenuhi kebutuhan informasi tertentu. Dengan adanya laporan keuangan untuk membantu hal-hal yang akan dilakukan oleh manajemen atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepada entitas (Kieso,2002), dalam Musyafa'ah (2014). Dalam menyusun suatu laporan keuangan, terdapat karakteritik kualitatif pada informasi laporan keuangan yaitu: dapat dipahami, relevan, materilitas, keandalan, substansi mengungguli bentuk, pertimbangan sehat, kelengkapan, dapat dibandingkan, tepat waktu, keseimbangan antara biaya dan manfaat. Laporan keuangan tersusun dari posisi keuangan atau neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, dan catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan yang sesuai SAK ETAP meliputi : a) Neraca atau laporan posisi keuangan yang menyajikan asset, kewajiban dan ekuitas suatu entitas pada tanggal tertentu – akhir periode pelaporan, b) Laporan laba-rugi , yaitu entitas menyajikan laporan laba-rugi untuk suatu periode yang merupakan kinerja keuangan selama periode tersebut, informasi yang disajikan pada laporan laba rugi minimal mencakup sebagai berikut : pendapatan, beban keuangan, bagian laba atau rugi dari investasiyang menggunakan ekuitas, beban pajak, dan laba atau rugi neto., c) Laporan perubahan ekuitas yang menunjukkan: seluruh perubahan dalam ekuitas dan perubahan ekuitas selain perubahan yang timbul dari transaksi dengan pemilik kapasitasnya sebagai pemilik; d) Laporan arus kas, menyajikan informasi perubahan historis atas kas dan setara kas entitas yang menunjukkan secara terpisah perubahan yang terjadi selama satu periode dari aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan. Informasi yang disajikan dalam laporan arus kas terdiri dari aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan. e) Catatan atas laporan keuangan yang berisi ringkasan kebijakan akuntansi yang signifikan dan informasi penjelasan lainnya. Catatan atas laporan keuangan memberikan penjelasan naratif atau rincian jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan dan informasi pos-pos yang tidak memenuhi kriteria pengakuan dalam laporan keuangan. Catatan atas laporan keuangan harus : a) menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi tertentu; b) mengungkapkan informasi yang disyaratkan dalam SAK ETAP tetapi tidak disajikan dalam laporan keuangan; c) memberikan informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan, tetapi relevan untuk memahami laporan keuangan. Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Dalam Perspektif Perpajakan Menurut Hardiningsih, Oktaviani (2014) wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha adalah mereka yang menyelenggarakan kegiatan usaha di berbagai bidang, baik pertanian, industri, perdagangan, maupun lainnya dan tidak terikat oleh suatu ikatan dengan pemberi kerja. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan yang berlaku saat memasukkan dan melaporkan pada waktu informasi yang diperlukan, mengisi secara benar jumlah pajak yang terutang, dan membayar pajak tepat pada waktunya, tanpa ada tindakan pemaksaan. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,-. Usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau besar, memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.50.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,- tidak ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
180
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2016 Politeknik Negeri Banjarmasin
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,- sampai dengan 2.500.000.000,- .Usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil dan besar memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,sampai dengan Rp. 10.000.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,- sampai dengan Rp. 50.000.000.000,-. UMKM dapat berbentuk badan usaha dan perorangan, sehingga ada kewajiban perpajakan bagi UMKM yang berbentuk badan usaha dan yang berbentuk perseorangan. Kewajiban perpajakan UMKM dalam bentuk badan dan perorangan memiliki perbedaan. Kewajiban perpajakan yang harus dilakukan antara lain sebagai berikut: Secara umum kewajiban perpajakan bagi UMKM sebagai badan adalah sebagai berikut : 1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dan atau PKP; 2. Melakukan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan (PPh 21, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25, PPh Pasal 26); 3. Menyetorkan dan melaporkan Pajak Penghasilan baik dari Pemotongan/ Pemungutan yang dilakukan maupun atas PPh badan (koperasi) maupun pajak lainnya; 4. Melakukan pemungutan, menyetorkan, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jika ditunjuk sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Secara umum kewajiban perpajakan bagi UMKM perorangan adalah: 1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dan atau PKP; 2. Menyetorkan dan melaporkan Pajak Penghasilan Orang Pribadi dan pajak lainnya; 3. Melakukan pemungutan, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (jika ditunjuk sebagai Pengusaha Kena Pajak). Kewajiban Pembukuan Dalam Perpajakan Wajib pajak yang melakukan usaha harus mengadakan pembukuan yang dapat menyajikan keterangan keterangan yang cukup untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak atau harga perolehan atau penyerahan barang-barang atau jasa, guna penghitungan jumlah pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Bagi wajib pajak yang karena kemampuannya belum memadai, dimungkinkan untuk dibebaskan dari kewajiban mengadakan pembukuan. Dalam arti bahwa sepanjang kemampuan untuk mengadakan pembukuan sederhana yang memuat data-data pokok yang dapat dipakai untuk melakukan perhitungan pajak yang terutang bagi wajib pajak yang bersangkutan (Proyek Pengembangan Akuntansi 1991). Pedoman pembukuan diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dimaksudkan untuk digunakan oleh entitas kecil dan menengah. yang memenuhi kriteria: 1. tidak memiliki akuntabilitas publik yang signifikan; atau 2. berdasarkan peraturan perundang-undangan digolongkan sebagai entitas kecil dan menengah; dan, 3. menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statement) kepada pengguna eksternal. Pajak Penghasilan bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Permasalahan pajak yang dihadapi oleh UMKM di Indonesia,seperti yang dikemukanan Ayu (2014) adalah masih sedikit diantara mereka yang ”Melek Pajak”. Hal ini karena ketidaktahuan mereka dan pencatatan pembukuan/ keuangan yang tidak rapi sehingga menyulitkan dalam memenuhi kewajiban perpajakan yang ada. Memang kita sadari bahwa disiplin melakukan pembukuan belum membudaya di Indonesia. Akibatnya, terkadang sangat sulit diketahui dengan pasti perkembangan usahanya. Hanya perusahaan besar, atau yang telah masuk ke bursa efek (go public) umumnya secara kontinyu melakukan pembukuan dengan baik. Bahkan laporan keuangannya disusun oleh akuntan publik. Dengan melakukan pembukuan yang baik dan benar maka akan memiliki laporan keuangan (neraca dan laba-rugi) yang baik pula, ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
181
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2016 Politeknik Negeri Banjarmasin
sehingga dengan mudah diketahui posisi penghasilan neto. Dan setelah dilakukan rekonsiliasi fiskal, dapat pula menghitung penghasilan kena pajaknya. Usaha kecil menengah (UKM), pada umumnya masih banyak hanya melakukan pencatatan atas transaksi yang dilakukan. Biasanya yang dicatat, hanya menyangkut jumlah barang yang masuk (dibeli) dan yang keluar (dijual). Dengan kondisi ini, sulit diketahui dengan pasti besarnya penghasilan neto. Sehingga butuh waktu yang tidak sebentar, belum lagi keakuratannya. Beberapa alasan UKM yang sering kita dengar adalah masih enggan melaksanakan pembukuan. Pertama, penyediaan sarana dan prasarana pembukuan. Kedua, harus menyiapkan tenaga khusus pelaksananya. Ketiga, penggunaan uang yang tidak terstruktur antara untuk kegiatan usaha dengan keperluan pribadi. Keempat, tidak mau terlalu repot-repot dengan disiplin pembukuan. Dan kelima, adanya tambahan dana yang harus dikeluarkan. Peranan Pencatatan Akuntansi Sesuai SAK ETAP Pada UMKM Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik merupakan standar yang ditetapkan oleh ikatan akuntansi Indonesia untuk perusahaan kecil dan menengah. SAK ETAP dibuat agar semua unit usaha menyusun laporan keuangan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Sehingga dengan adanya SAK ETAP diharapkan laporan yang dimiliki oleh setiap unit usaha memiliki laporan keuangan yang sama dan berguna untuk pihak eksternal perusahaan. Manfaat penerapan SAK ETAP pada usaha kecil dan menengah adalah untuk mengembangkan usaha dalam upaya meyakinkan publik bahwa usaha yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan. Salah satu cara dalam mempertanggungjawabkan perusahaan yaitu melakukan penyajian laporan keuangan sesuai standar yang telah ditentukan. Karena dalam penyajian laporan keuangan yang sesuai standar akan membantu manajemen perusahaan untuk memperoleh berbagai kemudahan, misalnya untuk menentukan kebijakan perusahaan di masa yang akan datang., serta untuk memperoleh pinjaman dana dari pihak ketiga. Model Perpajakan UMKM Secara umum, model perpajakan UMKM dapat dibagi dalam dua kelompok besar, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1, Kelompok pertama adalah sistem standard regime dan kedua sistem presumptive regime. Dalam standard regime, UMKM tidak dibedakan perlakuan perpajakannya. Namun demikian terdapat beberapa negara yang menerapkan standard regime dengan penyederhanaan formulir perpajakan, tata cara pembayaran, atau dengan pengurangan tarif. Negara-negara yang menerapkan standard regime untuk UMKM pada umumnya adalah negara-negara maju, yang komunitas UMKM nya telah memiliki efisiensi administrasi tinggi dan mempunyai kemampuan book-keeping yang memadai.
ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
182
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2016 Politeknik Negeri Banjarmasin
Sebelum berlakunya PP 46 Tahun 2013, Indonesia menerapkan model standard regime dengan kemudahan dan fasilitas tertentu (standard regime-simplified/reduced rate). Kemudahan diberikan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP), sebagaimana di atur dalam Pasal 14 ayat (2) UU PPh, yaitu WP OP yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp4,8 miliar, diperkenankan untuk menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) dalam penghitungan penghasilan kena pajaknya. Sedangkan reduced rate diberlakukan untuk Wajib Pajak Badan, sebagaimana diatur dalam Pasal 31E UU PPh, bahwa WP Badan dalam negeri dengan peredaran bruto satu tahun sampai dengan Rp50 miliar, mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif normal PPh yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp. 4,8 miliar. Sementara itu, dalam model presumptive regime, PPh dikenakan berdasarkan pada presumsi kondisi tertentu dari Wajib Pajak. Presumtive regime biasa digunakan terutama di negara di mana mayoritas pembayar pajaknya adalah kelompok yang susah untuk dipajaki (“hard to tax”), dan sumber daya adminstrasinya yang tidak memadai. Di negara tersebut sebagian besar wajib pajaknya tidak memiliki transparansi keuangan yang memungkinkan untuk pengenaan pajak secara efektif oleh pemerintah. Oleh karenanya, pemerintah perlu membuat perkiraan atau presumsi atas batasan pendapatan yang tepat untuk dikenai pajak. Kebijakan PPh UMKM Penerapan standard regime-simplified/reduced rate di Indonesia menurut Syarif (2013) terlihat belum mampu mendorong voluntary compliance (kepatuhan pajak secara sukarela) UMKM. Hal ini dapat dilihat dari indikasi adanya miss-match antara kontribusi UMKM pada PDB dengan kontribusi UMKM pada penerimaan pajak. Dengan memperhatikan karakteristik dari UMKM sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka perlu disusun stategi untuk meningkatkan compliance dari UMKM. Strategi peningkatan compliance Wajib Pajak, adalah sebagaimana ditunjukkan oleh piramida attitude to compliance pada gambar 2.
Di puncak piramida, dengan jumlah populasi yang paling kecil, adalah mereka yang memutuskan untuk tidak taat pada ketentuan (disengaged). Strategi yang harus diterapkan untuk kelompok ini adalah melalui pengegakan hukum secara penuh, untuk memberi efek jera. Kelompok kedua dari puncak piramida adalah mereka yang tidak mau taat tetapi akan taat apabila Pemerintah memberikan perhatian kepada mereka (Resisters). Untuk kelompok ini strategi yang dapat dilakukan adalah pencegahan melalui deteksi awal atas kecenderungan penghindaran pajak. Untuk kelompok ke dua dari dasar piramida, adalah kelompok yang mencoba untuk taat tetapi mengalami kesulitan untuk memenuhi ketentuan yang berlaku (Tries). Strategi yang dapat dilakukan untuk kelompok ini adalah pemberian asistensi dan kemudahan agar dapat mentaati ketentuan. Di dasar piramida adalah kelompok yang bersedia untuk memenuhi ketentuan yang ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
183
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2016 Politeknik Negeri Banjarmasin
berlaku (Supporters). Untuk kelompok terakhir ini, upaya pengingkatan compliance dilakukan dengan memberikan kemudahan, karena dengan kemudahan yang diberikan akan menimbulkan ketaatan sukarela. Merujuk pada definisi UMKM di Indonesia, menurut Syarif (2013) ada ciri khas masih belum mengerti pencatatan atau akuntansi, dan masih mengalami masalah dalam penyusunan laporan keuangan. Di sisi lain, dengan model standard regime yang berlaku diterapkan, dituntut bagi UMKM untuk menyediakan laporan keuangan yang memadai sebagai dasar menentukan PPh terutangnya. Dengan kondisi tersebut menyebabkan UMKM akan mengalami kesulitan untuk menaati ketentuan perpajakan, dan berdampak pada rendahnya tingkat compliance. Hal ini menimbulkan tingginya cost of compliance bagi Wajib Pajak. UMKM yang mempunyai niat untuk taat pada peraturan, menjadi terhambat karena untuk dapat mentaati ketentuan perpajakan ada adalah di atas kemampuan mereka. Dampak dari pengenaan pajak ini adalah munculnya kelompok yang memilih untuk menghindar dari kewajiban, dan memilih menjalankan usaha di jalur informal. Keputusan untuk keluar dari jalur formal ekonomi, memang tidak selalu terkait dengan perpajakan, akan tetapi mayoritas penelitian empiris menunjukkan bahwa perpajakan merupakan salah satu faktor kuat yang menghalangi UMKM untuk melakukan usaha di jalur formal. Berdasarkan hal tersebut, strategi yang tepat untuk meningkatkan compliance adalah pemberian asistensi dan kemudahan/kesederhanaan bagi UMKM dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Kebijakan yang lainnya yang terkait adalah pada penentuan beban pajak. Tarif Pajak yang ditetapkan harus merupakan tarif yang sesuai dengan kemampuan UMKM dan tidak menjadikan beban berlebihan bagi UMKM. Hal ini diperlukan agar UMKM tetap bisa lebih berkembang. SAK ETAP Tentang Pajak Penghasilan (PPh) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada tanggal 17 Juli 2009, telah menerbitkan Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP), dan telah disahkan oleh DSAK IAI pada tanggal 19 Mei 2009. Alasan IAI menerbitkan standar ini, menurut Putri (2015) adalah untuk mempermudah Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang jumlahnya (data per tahun 2013) sebanyak 55,2 juta atau 99,98% dari total unit usaha di Indonesia, ketika menyusun laporan keuangan. Jika standar ini tidak diterbitkan, menurut Putri (2015), UMKM akan diharuskan mengikuti SAK baru (yaitu SAK yang sedang dalam tahap pengapdosian IFRS) untuk menyusun laporan keuangan mereka. Di dalam beberapa hal SAK ETAP memberikan banyak kemudahan untuk UMKM dibandingkan dengan PSAK dengan ketentuan pelaporan yang lebih kompleks. Tahun pajak 2011 adalah tahun pajak pertama kali bagi mayoritas Wajib Pajak untuk membuat Laporan Keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) yang mulai berlaku efektif per 1 Januari 2010. Mayoritas Wajib Pajak di Indonesia adalah entitas yang masuk dalam kategori ETAP ini, yaitu entitas tanpa akuntabilitas publik yang signifikan. Menurut SAK ETAP ini entitas dikategorikan memiliki akuntabilitas publik signifikan jika: 1. Entitas telah mengajukan pernyataan pendaftaran, atau dalam proses pengajuan pernyataan pendaftaran, pada otoritas pasar modal atau regulator lain untuk tujuan penerbitan efek di pasar modal; atau 2. Entitas menguasai aset dalam kapasitas sebagai fidusia untuk sekelompok besar masyarakat, seperti bank, entitas asuransi, pialang dan atau pedagang efek, dana pensiun, reksa dana dan bank investasi. Sedangkan ETAP adalah entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan dan menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum bagi pengguna eksternal. Contoh pengguna eksternal dalam SAK ETAP ini adalah pemilik yang tidak terlibat langsung dalam pengelolaan usaha, kreditur dan lembaga pemeringkat kredit. Meskipun Otoritas Pajak (Direktorat Jenderal Pajak, Kemeterian Keuangan RI) tidak disebutkan dalam SAK ini sebagai pengguna eksternal Laporan Keuangan, namun sejatinya DJP merupakan pengguna ekternal juga dari Laporan Keuangan ini karena seperti dijelaskan di atas, bahwa Laporan Keuangan merupakan dasar ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
184
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2016 Politeknik Negeri Banjarmasin
pembuatan SPT, dan membuat serta melaporkan SPT merupakan kewajiban bagi setiap Wajib Pajak. SAK ETAP merupakan SAK versi mudah yang ditujukan khusus untuk perusahaan kecil dan menengah (UKM) yang diadopsi dari IFRS for SME. Dengan adanya SAK ETAP ini maka di Indonesia terdapat tiga pilar Standar Akuntansi yaitu SAK Syariah untuk usaha yang menggunakan metode syariah, SAK ETAP untuk UKM dan SAK Non ETAP yang dalam tahap konvergensi dengan IFRS. Dengan adanya tiga pilar Standar Akuntansi ini maka lengkaplah sudah Standar Akuntansi yang ada untuk seluruh kebutuhan pelaku usaha. Berikut perbedaan Pajak Penghasilan berdasarkan SAK umum dengan SAK ETAP: Tabel 1 Perbedaan SAK Umum dengan SAK ETAP atas Penyajian Pajak Penghasilan Elemen SAK Umum SAK ETAP Pajak Penghasilan Menggunakan Menggunakan tax deferred tax concept payable concepts Pengakuan dan Tidak ada pengakuan pengukuran pajak dan pengukuran pajak kini tangguhan Pengakuan dan pengukuran pajak tangguhan Sumber : Hafis Muaddab, 2011, dalam Putri (2015), Perbandingan Antara PSAK dengan SAKETAP Alasan mengapa dalam SAK ETAP tidak perlu menyajikan pajak tangguhan, yaitu prinsip dari SAK ETAP sendiri yang bertujuan ingin memberikan kemudahan bagi UMKM dalam membuat laporan keuangan. Bagaimana dengan penerapan akuntansi pajak tangguhan yang selama ini dalam PSAK umum diwajibkan untuk diakui, apakah pada entitas yang akan menerapkan PSAK ETAP nanti termasuk perubahan yang berdampak restropektif atau prospektif? Pada PSAK ETAP menurut Rian Ardhi dan Tim (2010) dinyatakan bahwa pajak terutang harus diakui atas seluruh pajak penghasilan periode berjalan dan periode sebelumnya yang belum dibayar. Jika pembayarannya melebihi yang tercatatnya, maka kelebihan tersebut diakui sebagai aset. Dalam PSAK ETAP tidak menyebutkan adanya pengaruh atau efek dari perbedaan temporer antara komersial dengan fiskal yang menyebabkan adanya aset/kewajiban pajak tangguhan. Oleh karena itu, pada penerapan PSAK ETAP 1 Januari 2011, suatu entitas tidak lagi diperkenankan mengakui adanya aset/ kewajiban pajak tangguhan. KESIMPULAN
Studi telaah pustaka yang dilakukan penulis menunjukkan bahwa jumlah UMKM memainkan peranan yang signifikan bagi perekonomian Indonesia yakni berkontribusi sekitar 60,34 persen terhadap Produk Domestik Bruto serta menampung 55,2 juta atau 99,98 persen dari total unit usaha di Indonesia. Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia UMKM selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan penting, karena sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik di sektor tradisional maupun modern. UMKM hadir sebagai suatu solusi dari sistem perekonomian yang sehat. UMKM merupakan salah satu sektor industri yang sedikit bahkan tidak sama sekali terkena dampak krisis global yang melanda dunia. Dengan bukti ini, jelas bahwa Peran UMKM Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dapat diperhitungkan. Berkaitan dengan pemberlakuan SAK ETAP dan program pemungutan pajak untuk UMKM, didukung pula oleh IAI dengan menerbitkan SAK ETAP yang membantu UMKM untuk mempermudah dalam membuat laporan ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
185
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2016 Politeknik Negeri Banjarmasin
keuangan. Perbedaan SAK ETAP dan Umum salah satunya terletak pada elemen Pajak Penghasilan. Dalam SAK ETAP hanya perlu menyajikan pajak kini saja. Karena dirasa untuk menghitung pajak kini saja pihak UMKM sudah kerepotan, apalagi harus ditambah menghitung pajak tangguhan yang cukup rumit dan sulit untuk dipelajari dan dipraktekkan. Dengan segala kemudahan yang ada saat ini, diharapkan para UMKM minimal dapat menumbuhkan akan perlunya pembukuan. Karena dengan membuat laporan keuangan, para UMKM dapat menilai dan mengevaluasi kinerja keuangan mereka dan menghindari sanksi atas ketidakpatuhan terhadap peraturan perpajakan. DAFTAR PUSTAKA
Alifta Lutfiaazahra, Implementasi SAK ETAP Pada UMKM Pengrajin Batik di Kampoeng Batik Laweyan Surakarta, Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Ekonomi Bisnis FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta, 7 November 2015 Andreas Siswanto dan Arja Sadjiarto, Penyusunan Laporan Keuangan dan Penghitungan Pajak Penghasilan Pada UMKM Industri Kulit di Surabaya, Program Akuntansi Pajak Program Studi Akuntansi Universitas Kristen Petra, 2014 Ayu Puji Lestari, SAK ETAP Bagi Perpajakan, Jurnal Ayu, 12 September 2014.
Djoko Muljono, Pengaruh Perpajakan pada Penerapan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik, Penerbit Andi Jogjakarta, 2012 Musyafa'ah, Studi Komparatif Pencatatan Akuntansi Sesuai SAK ETAP dengan Pencatatan UMKM di Sidoarjo, Universitas Negeri Surabaya, 2014
Pancawati Hadiningsih dan Rachmawati Meita Oktaviani, Implementasi Pajak Penghasilan UMKM (Studi Kasus UMKM Wilayah Semarang), Fakultas Ekonomi Universitas STIKUBANK Semarang, 2014 Putri Wulanditya, Kemudahan Penyajian Pajak Penghasilan Bagi Pengusaha UMKM dengan SAK ETAP, STIE PERBANAS Surabaya, 2015
Rian Ardhi Redhite dan Tim, Penyajian Pajak Tangguhan pada Penerapan Pertama Kali SAK ETAP, Newletters KAP Syarief Basir, Edisi Juni 2010
ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
186