Laserpunktur, Harapan untuk Kedaulatan Bibit Ternak Indonesia UNAIR NEWS – Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, Prof. Dr. R. Tatang Santanu Adikara, MS, drh., yang baru dikukuhkan Rabu (24/5) lalu memiliki gagasan tentang pengembangan soft laser untuk titik-titik akupunktur pada hewan. Guru Besar FKH aktif ke-26 itu menyebutnya laserpunktur. Laserpunktur temuan Prof Tatang ini berfungsi menentukan titik akupunktur yang bisa diterapkan pada makhluk hidup, utamanya hewan. Menurutnya, titik akupunktur bisa dilacak dengan listrik sekecil apapun. Jika ditekankan pada permukaan tubuh, saat laserpunktur berbunyi, maka disitulah letak titik akupunktur. “Dengan catatan, seluruh permukaan (tubuh) harus kering ketika laserpunktur difungsikan,” ujar Tatang dalam konferensi pers pengukuhan guru besar Selasa (23/5). Penemuan Tatang dan tim membuktikan, titik akupunktur itu jika dirangsang dengan energi antara 0,1-0,5 Joule akan menyebabkan terjadinya stimulasi. Sedangkan, jika rangsangan energi lebih besar dari stimulasi kepentingan peningkatan
0,5 Joule, akan menyebabkan sedasi. Permainan dan sedasi itulah yang dimanfaatkan untuk pengobatan hewan atau perawatan kesehatan dan produktivitas.
Selain di bidang kesehatan, laserpunktur dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan atau penggemukan ternak. “Kami sudah mendapatkan titik akupunktur yang berhubungan dengan organ. Misalkan pada meridian atau pada titik organ paru-paru, jantung, dan lambung atau pencernaan, kita lakukan
stimulasi, ternyata terjadi peningkatan berat badan,” ujar Prof Tatang. Pada hewan, peningkatan tersebut cukup signifikan, yakni antara 0.9-1.00 kg per hari. Hal itu menunjukkan bahwa rangsangan atau stimulasi pada titik-titik akupunktur bisa meningkatkan pertumbuhan. Sedangkan untuk reproduksi, ternyata rangsangan pada titik akupunktur bisa meningkatkan hormon reproduksi, dan hal itu terjadi peningkatan yang signifikan. Prof Tatang memaparkan, ia dan tim telah mendirikan grup bernama Kelompok IPTEK Akupunktur Veteriner. Kegiatan yang dilakukan antara lain membantu pemerintah dalam upaya membesarkan dan menyehatkan ternak. “Kita bisa bikin berahi massal, bunting massal, dan hamil massal. Karena kalau kita lakukan itu bisa juga diikuti dengan inseminasi dengan mengambil bahan sperma segar. Dibandingkan kawin secara alami, itu bisa untuk betina berahi sampai 500 ekor. Ini sesuatu yang efisien, walaupun kelihatannya masih belum dikembangkan secara formal,” tandasnya. Terakhir, Prof Tatang dan melakukan tim dengar pendapat dengan komisi B DPRD Surabaya dan Dinas Peternakan Provinsi Jatim. Ia mengusulkan gagasan kedaulatan bibit. Sebab selama ini menurutnya, Indonesia belum memiliki kedaulatan teknologi. “Kita hanya sebagai perakit industri. Kita hanya sebagai peracik. Tidak ada pabrik yang betul-betul milik Indonesia yang menghasilkan produk Indonesia. Mungkin dulu pernah di zaman Pak Habibie, tapi tidak sempurna. Itu merupakan sesuatu bisa dilanjutkan,” tegasnya. “Kita ingin ilmuwan dan mahasiswa kita di masa mendatang, bisa menciptakan kedaulatan dengan produk teknologinya,” tambah Prof Tatang. Prof Tatang meyakini, teknik akupunktur bisa menghasilkan bibit yang bagus dan unggul. Sekaligus, bisa dikembangkan pada
ternak lokal di Indonesia. Yang digunakan Prof Tatang terutama adalah ternak sapi Madura. Ia sudah melakukan prototipe. Hasilnya, berat badan sapi cukup bagus. “Tinggal kita butuh provider DNA supaya nanti menjadi suatu produk kedaulatan bibit ternak Indonesia dengan fenotip dan genotip unggulan. Suatu saat kita nanti bisa menjadi eksportir ternak unggulan,” ungkap Prof Tatang mantap. (*) Penulis: Binti Q. Masruroh Editor: Defrina Sukma S
RSUA Telemedicine, Inovasi Terbaru dari RS UNAIR UNAIR NEWS – Rumah Sakit Pendidikan Universitas Airlangga mengembangkan teknologi terbaru untuk memudahkan pelayanan rujukan pasien. Teknologi terbaru itu bernama “RSUA Telemedicine”. Kini, aplikasi tersebut sudah bisa diunduh oleh pengguna sistem operasi Android. Aplikasi tersebut diluncurkan pada acara “Symposium Telemedicine: Inovasi Pelayanan Kesehatan melalui Pengembangan Health Science Institute”, di Aula Dharmawangsa RS UNAIR, Rabu (8/2). Peluncuran aplikasi disaksikan oleh Direktur RS UNAIR Prof. Dr. Nasronudin, dr., Sp.PD., K-PTI, beserta jajaran pimpinan, dan para perwakilan rumah sakit serta puskesmas di Surabaya dan sekitarnya. Dalam aplikasi RSUA Telemedicine, pengguna akun adalah para tenaga medis di bagian Instalasi Gawat Darurat fasilitas kesehatan terkait. Untuk bergabung dengan RSUA Telemedicine,
para tenaga medis di IGD harus memiliki akun pengguna. Caranya, adalah perwakilan fasilitas kesehatan melakukan pendaftaran ke pihak RS UNAIR. Setelah itu, pihak RS UNAIR akan melakukan survei ke fasilitas kesehatan yang bersangkutan. Setelah dilakukan survei, maka pihak fasilitas kesehatan tersebut akan menandatangani nota kesepahaman. Nantinya, setiap fasilitas kesehatan akan mendapatkan satu akun pengguna beserta kata sandi. Setelah berhasil mendaftar, maka tim IGD dari fasilitas kesehatan terkait bisa berkomunikasi dengan tim pengembang aplikasi RSUA Telemedicine, Tedy Apriawan, dr., Sp.BS., menuturkan bahwa mereka nantinya akan berkomunikasi dengan tim medis di bagian IGD RS UNAIR. Dalam proses komunikasi itu, tim IGD dari fasilitas kesehatan terkait hendaknya memberikan informasi mengenai kondisi lengkap pasien. “RSUA Telemedicine kita gunakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan, khususnya untuk sistem rujukan utama. Harapannya, kita dalam merujuk harus sudah mulai lengkap baik dari datanya, pemeriksaan fisiknya, diagnosis, dan terapinya. Satu-satunya jalan untuk hanya menggunakan telemedicine. Kita bisa ngasih foto, informasi lengkap baik terapi maupun diagnosa,” tutur Tedy. Usai data pasien diterima, tim IGD RS UNAIR akan berdiskusi, menentukan tindakan perawatan yang tepat untuk pasien, dan mempersiapkan peralatan medis penunjang. Harapannya, pasien bisa segera diselamatkan. “Dengan adanya rekam medis tersebut atau data yang diberikan kepada kami sudah lengkap, kami pasti akan segera menyiapkan alat-alat apa saja yang kami butuhkan di sini. Misal, penderita tersebut adalah penderita multitrauma, dari kepala sampai kaki kena semua, saat mereka merujuk ke kita, kita sudah siap langsung bergerak sesuai dengan penyakit yang diderita pasien tersebut,” terang dokter bedah RS UNAIR itu.
Saat ini, aplikasi tersebut sudah dapat digunakan. Dalam waktu dekat, pihak RS UNAIR akan melakukan sosialisasi terkait aplikasi RSUA Telemedicine. Rencana selanjutnya, tim RS UNAIR akan mengembangkan aplikasi dengan teknologi yang lebih canggih, seperti panggilan video. Pengembangan sistem akan dilakukan pada beberapa bulan ke depan. Untuk mendukung kelancaran penggunaan aplikasi RSUA Telemedicine, pihak RS UNAIR akan menggandeng pihak RS St. Mary, Jepang. Mereka akan mengikuti pelatihan dan mempelajari tentang sistem informasi aplikasi telemedicine. Direktur RS UNAIR ketika diwawancarai mengatakan, inovasi RSUA Telemedicine merupakan langkah untuk mengatasi kesenjangan antara fasilitas kesehatan. Dengan adanya aplikasi tersebut, diharapkan pasien mendapatkan perawatan yang tepat dan berkualitas. Ditambah pula dengan keberadaan tim dokter berkapasitas unggul dan fasilitas yang dimiliki RS UNAIR, diharapkan inovasi tersebut dapat membantu visi sebagai rumah sakit pendidikan terbaik segera tercapai. Penulis: Defrina Sukma S. Editor: Nuri Hermawan
Ahli Bedah Plastik Ciptakan Krim Atasi Keloid UNAIR NEWS – Latar belakangnya sebagai dokter bedah plastik membuat Prof. Dr. David Sontani Perdanakusumah, dr., Sp.BP-RE (K) banyak bergelut dengan rekonstruksi dan perbaikan cacat tubuh manusia. Dari sederet tindakan operasi yang pernah ia lakukan membuatnya penasaran dengan jenis luka tubuh yang berserat, tebal dan berwarna kontras dengan kulit sekitarnya.
Jenis luka ini disebut keloid. Dalam mengatasi keloid, pada umumnya dokter menggunakan berbagai cara, seperti operasi, suntikan kortison, cryotherapy, dan cara-cara lainnya. Namun, metode-metode itu tak dapat menghilangkan keloid. Bahkan, tindakan operasi justru memperbesar keloid. Tak jarang, keloid menjadi mimpi buruk bagi pasien ataupun dokter. Keloid tumbuh akibat aktivitas kolagen yang berlebih. Pertumbuhan kolagen dipengaruhi enzim kolagenase yang kurang terkontrol. Enzim kolagenase adalah enzim yang mengatalisis hidrolisis kolagen. “Versi saya, kolagen itu nggak akan berlebih kalau ada kolagenase. Jadi, saya bilang, kalau kolagenase berfungsi dengan bagus, mungkin tidak akan ada keloid. Karena semua yang berlebih dihancurkan. Jadi, (kolagenase berfungsi) seperti mandor,” imbuhnya. Dokter kelahiran Singkawang itu lantas kembali melanjutkan risetnya yang ia mulai sejak melakukan penelitian disertasi. Melanin, pewarna pada kulit, memiliki sifat kimia asam. Agar kolagenase berfungsi, maka enzim tersebut harus bersifat basa. Pada orang yang tidak berkulit putih, banyaknya melanin membuat suasana kulit bersifat asam. Akhirnya, David merumuskan cara agar melanin itu turun dengan pemutih yang menggunakan pelarut basa. Agar keadaan asam dan basa tak membuat kulit kian sensitif, ia mengombinasikan pemutih dengan liposom sehingga sifat basa baru keluar ketika sudah memasuki lapisan dermis. Pemutih yang ia gunakan adalah Hydroquinone dengan kadar empat persen. “Jadi, ide saya yang dipatenkan adalah pemutih dalam suasana basa untuk keloid. Karena dengan dikasih pemutih ke keloid, suasananya basa, kolagenasenya aktif, melaninnya turun sehingga suasana di dalam akan basa, kolagenasenya muncul (aktif) dan kolagen semua yang berlebih akan dipapas sehingga
turun,” tutur David.
Prof. Dr. David Sontani Perdanakusumah, dr., Sp.BP-RE (K) (Foto: Defrina Sukma S) Pemikirannya itu ia tuangkan dalam paten berjudul “Penggunaan Hidrokuinon untuk Mencegah dan Mengobati Keloid”. Pemutih keloid dalam suasana basa akhirnya berhasil dipatenkan pada tanggal 17 Oktober 2012 dengan nomor paten ID P0031959. Pendaftaran produknya menuju paten sempat melewati jalan berliku. Selain karena rutinitas, ide penggunaan pemutih untuk menyamarkan warna kulit dianggap bukan barang baru. “Saya mengurus paten sekitar tahun 2004, tetapi baru keluar tahun 2012. Delapan tahun. Karena hydroquinone bukan barang baru. Itu sudah lama dipakai untuk pemutih, tapi hydroquinone untuk keloid tidak pernah ada di dunia. Itu riset saya. Original,” tegas Wakil Dekan I FK UNAIR. Ia praktikkan itu ke pasien-pasiennya yang telah melalui tindakan operasi. Hasilnya, keloid jadi mengecil dan lebih cerah. Untuk keloid yang bentuknya besar, pemberian krim perlu dikombinasikan dengan tindakan bedah. “Krim itu bisa mengecilkan. Sedikit dipangkas. Tapi untuk mendapatkan hasil yang dramatis, perlu dikombinasi dengan
tindakan bedah,” imbuh David. Selain pasien dengan keloid, dokter berusia 56 tahun itu pernah memberikan krim pemutihnya pada pasien dengan bekas cacar dan luka bakar. “Bekas luka bakar di tangan, saya kasih terus mulus. Ada luka trauma, bekas operasi, saya kasih kemudian memudar dan halus,” terang peraih penghargaan Science Achievement Award 2015 dari media Republika. Pemutih yang David gunakan saat ini mengandung empat persen hydroquinnon dalam suasana basa dengan derajat keasaman atau pH 7,5. Ia saat ini tengah mengembangkan krim dengan derajat keasaman 7,6 sebab angka ini merupakan angka yang ideal untuk kolagenase. Saat ini, oleh Institute of Tropical Disease UNAIR, krim pemutih milik David tengah dihilirisasi oleh salah satu industri farmasi di Indonesia. Uji produk krim pemutih milik Guru Besar bidang Ilmu Bedah Plastik ini dalam tahap uji stabilitas. Setelah uji stabilitas, tahap berikutnya adalah uji klinik di berbagai pusat kesehatan. Ia berharap, krim pemutihnya bisa memberi harapan baru bagi pasien dan tenaga medis dalam mengatasi keloid pada tubuh. (*) Penulis: Defrina Sukma S Editor
: Faridah hari
Pasca Juara di Pimnas, PKM Anti Kantong Panda Semakin
Laris UNAIR NEWS – Persoalan lingkaran hitam di sekitar mata seseorang, merupakan masalah yang sering ditemukan di masyarakat seiring dengan bertambah padatnya aktivitas seharihari yang mengurangi waktu untuk istirahat. Selama ini memang dikenal ada beberapa solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Mulai dari penggunaan bahan alami seperti irisan kentang atau mentimun, hingga perawatan wajah di klinik-klinik kecantikan. Karena itulah, Losepocket Company yang beranggotakan lima mahasiswi Fakultas Farmasi Universitas Airlangga menghadirkan inovasi “Penutup Kompres Mata (PKM) Anti Kantong Panda”. Inovasi itu kemudian dituangkan dalam Program Kreativitas mahasiswa (PKM) dan berhasil menjadi Juara I presentasi Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) 2016 di nomor PKM Kewirausahaan kelas Presentasi-4. Pimnas ke-29 ini berlangsung di IPB, 8-11 Agustus 2016. Kelima mahasiswa Fakultas Farmasi UNAIR tersebut adalah Ulima Hapsari (Ketua kelompok) dengan anggota Dhiah Ayu Febriani, Afifatun Nisa, Husniatul Fitriah, dan Hogi Rutheda Diana. Mereka berinovasi dibawah bimbingan dosen Azza Faturrohmah, S.Si., M.Si., Apt. Menurut Ulima Hapsari, anti kantong panda dengan nama produk Losepocket ini merupakan penutup mata yang dilengkapi dengan ice gel. Alat ini dapat memberikan sensasi dingin pada mata serta terdapat wadah lubang yang dapat diisi dengan bahan alami yang berkhasiat untuk mengurangi lingkaran hitam di sekitar mata. ”Produk ini dibuat dari bahan kain parasut yang lembut, sehingga nyaman untuk dipakai dalam segala posisi, baik pada saat tidur dan sifatnya tahan air, sehingga mudah dibersihkan dari sisa potongan bahan alami,” kata Ulima, usai menerima
Medali Emas Pimnas Ke-29 di gedung Graha Widya Wisuda (GWW) IPB. Seperti diketahui, raihan medali emas dari Ulima Dkk ini merupakan satu dari 8 medali emas, 3 perak, dan 2 perunggu yang diraih Tim Pimnas UNAIR, yang sekaligus memastikan tampil sebagai Juara III Pimnas 2016. Ditambahkan oleh Ulima, bahwa Losepocket ini juga tersedia dalam variasi warna yang menarik. Selain itu juga terdapat sensasi aroma terapi dari rempah-rempah pilihan yang berkhasiat sebagai sedative yang dapat memberikan efek relaksasi bagi para pengguna Losepocket.
Anggota Losepocket Company dari Fakultas Farmasi UNAIR. Inovasi mereka meraih medali emas pada Pimnas ke-29/2016, di IPB. Pasca juara ini, Lospocket semakin laris. (foto: Istimewa) Kelebihan lain produk mahasiswa UNAIR ini adalah, pengguna tidak perlu mengeluarkan biaya mahal untuk mengatasi permasalahan lingkaran hitam di sekitar mata. Untuk ini cukup dengan Rp 25.000,- untuk satu kemasan Losepocket yang terdiri atas satu penutup kompres mata, satu ice gel, satu pack aroma
terapi, serta Losepocket.
petunjuk
cara
penggunaan
dan
penyimpanan
Penjualan dan promosi produk ini sudah merambah beberapa wilayah di Indonesia. Antara lain Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Tulungagung, Trenggalek, Blitar, Banyuwangi, Denpasar, Mataram, dan beberapa kota lain. Penjualan Losepocket ini dilakukan melalui sistem Pre-Order yang sebagian besar dilakukan melalui Official Account Instagram: @losepocket dan LINE: @owm1807o. ”Hingga bulan ke-4 (April 2016) penjualan Losepocket sudah mencapai 200 produk. Penjualan ini langsung meningkat drastis setelah produk kami mendapat Juara I (satu – red) pada Pimnas 2016 di Institut Pertanian Bogor,” tambah Ulima. Kedepan, Losepocket Company berharap bahwa produk Losepocket ini dapat memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi masyarakat dalam mengatasi persoalan lingkaran hitam di sekitar mata. (*) Penulis: Bambang Bes
Peneliti UNAIR Buat Formula Pencegahan Radang Gusi UNAIR NEWS – Sejumlah akademisi UNAIR yang dikomandani oleh Dr. Ernie Maduratna, drg., M.Kes., Sp.Perio (K)., sukses membuat formula untuk pencegahan radang gusi. Tim tersebut juga membuat beberapa alat khusus yang digunakan untuk melakukan tindakan preventif terhadap penyakit tersebut. Ditemui setelah menerima visitasi dari Kementerian Riset dan PendidikanTinggi, Ernie menjelaskan, salah satu alat yang
dimaksud terhadap berdarah. digunakan
adalah sikat gigi yang dapat radang gusi. Sekaligus terapi Sikat gigi yang diformulasikan dengan teknik berputar dan teknik
menjadi indikator awal problem gusi oleh tim tersebut tusuk gigi.
“Sikat gigi ini bisa memberi terapi khusus, sehingga gusi menjadi lebih kuat,” ungkap dia saat diwawancara di Kampus C, Rabu (24/8). Tak hanya itu, dengan cara ini, bakteri dan racun bisa ditahan agar tidak masuk kedalam tubuh. Sebab, bila sampai masuk kebadan, ada potensi melakukan pengrusakan pada organ dalam. Agar efeknya lebih optimal, perlu dilengkapi pula dengan obat kumur khusus yang terbuat dari Nigella Sativa. Larutan ini bisa menjadi penguat bagi sel gusi. Tentu, komposisinya berbeda dengan larutan yang beredar di pasaran. Sebab, bahan yang digunakan memang khusus untuk pembenahan sel gusi. Bagaimana bila kondisi radang gusi sudah cukup parah? Tim tersebut juga sudah meramu formula khusus. Radang gusi biasanya berimplikasi pada persoalan tulang gigi yang berdampak pada gigi keropos. Untuk yang satu ini, sudah ada pula penemuan tetrasiklin gel. Gel ini dimasukkan kesela-sela gigi dan gusi yang bermasalah. Sifatnya, anti-mikroba lokal, anti-inflamasi, dan anti-kolagenase. Selain dibaluri gel, pasien tersebut juga mesti minum obat anti-kolagenase. “Tapi, untuk pelaksanaan ini, harus dilakukan di dokter gigi. Tidak bisa dilakukan sendiri. Kalau menyikat gigi dan kumurkumur kan dapat dilakukan secara mandiri,” ujar Ernie. (*) Penulis: Rio F. Rachman Editor : Dilan Salsabila
MEDSCUPE, Mesin Ergonomis Pencegah Sampel Tertukar di Rumah Sakit UNAIR
NEWS
–
Sering
mendengar
kasus
tertukarnya
hasil
laboratorium, sampel darah, sampel jaringan, urin, fases, dsb di rumah sakit? Berangkat dari kasus yang Merugikan pasien itulah lima mahasiswa Universitas Airlangga membuat karsa cipta alat “MEDSCUPE” sebuah mesin ergonomis yang mampu mencegah tertukarnya sampel di rumah sakit. Itulah karya tim Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) Karsa Cipta (PKM-KC) mahasiswa UNAIR yang dipimpin Mokhammad Dedy Batomi (Otomasi Sistem Instrumentasi 2013), dengan anggota Mokhammad Deny Basri (Otomasi Sistem Instrumentasi 2013), Masunatul Ubudiyah (Keperawatan 2013), Pratama Bagus Baharsyah (Otomasi Sistem Instrumentasi 2013), dan Sucowati Dwi Jatis (Keperawatan 2014). Mereka bersyukur dengan menjadi salah satu penerima dana hibah PKM dari Kemenristek DIKTI tahun 2016, merupakan kebanggaan tersendiri sebagai wujud kontribusi untuk almamaternya. Apalagi jika kelak mendapat kesempatan berlaga di PIMNAS ke-29 di IPB Bogor. “Mau tidak mau, suka tidak suka ini merupakan prinsip dalam hidup kami sebelum masuk UNAIR. Jadi berkontribusi itu wajib hukumnya, apalagi kami kuliah dibiayai oleh negara,” ujar Dedy. Sependapat dengan Dedy, Masunatul juga punya alasan kenapa ia mengikuti kompetisi ini. “Sebenarnya kami semua tidak hanya melulu ingin masuk nominasi PKM, namun lebih dari itu kami ingin meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit Indonesia melalui inovasi yang kita ciptakan ini,” tambah
Masunatul. Menurut penelitian tim dengan judul “MEDSCUPE: (Medical Specimens Cube Shipper) Alat Ergonomis Pengirim Dan Direct Labelling Spesimen Pasien Berbasis Pengolahan Citra Solusi Kasus Malpraktek Sampel Tertukar Di Laboratorium Medis”, diterangkan bahwa saat ini mungkin masyarakat sudah tidak asing lagi dengan kasus malpraktik, sampel uji tertukar, tidak valid, dan hasil uji lab yang lama tersampaikan, bahkan hilang.
ALAT MEDSCUPE yang dibuat untuk memisah-misah hasil lab: sampel darah, fases, urin, dsb di rumah sakit agar tidak tertukar. (Foto: Dok Tim) Sebenarnnya semua itu disebabkan banyak faktor, bisa dikarenakan tenaga kerjanya atau alat yang digunakan, namun melihat semua itu pihak rumah sakit tak hanya tinggal diam. Kini di sejumlah rumah sakit sudah mulai dibangun mesin pipa penghantar specimen uji ke laboratorium. Mengapa ini penting? Karena pada dasarnya specimen harus cepat diuji agar komponen di dalamnya tidak berubah. Selain itu juga menghindari peluang sampel tertukar saat semua dikerjakan
secara manual. Sayangnya, mesin ini belum secara penuh mengontrol otomatis pengiriman sampel. Sesampainya sampel di ruang laboratorium, petugas masih harus memilah-milah sampel sesuai jenis untuk diantarkan ke tempat uji masiing-masing. Banyak sekali jenisnya, ada darah, urin, feses, jaringan, sputum dan lain-lain. Darah sendiri masih banyak jenis pemeriksaannya, terdiri dari uji plasma, eritrosit, leukosit, dan lain-lain. “Hal ini membuka peluang tertukarnya sampel dan memakan waktu yang lebih lama. Itulah yang mengilhami tim PKM kami membuat sebuah terobosan baru dengan judul seperti diatas,” tambah Dedy. Medscupe (Medical Specimens Cube Shipper) merupakan alat yang mempunyai sistem kendali dan kontrol spesimen berbasis pengolahan citra warna. Alat ini mampu meningkatkan efisiensi proses pelabelan maupun pengiriman spesimen pasien ke laboratorium, sehingga diharapkan dapat meminimalisir terjadinya kasus malpraktik sampel tertukar di laboratorium medis. Efisiensi Medscupe terletak pada bagian pipa terakhir yang berhenti di ruang Lab medis rumah sakit. Medscupe memberikan percabangan otomatis yang memiliki kamera scanning citra solusi dan slot khusus pemisah sesuai warna yang dideteksi. Dengan begitu, specimen dengan cepat akan terklasifikasi dan sampai di tempat analisis jenis specimen masing-masing dengan tepat. Berbicara kendala, Deny mengatakan sejak awal dalam proses pembuatan prototype alat ini memang sering ditemukan banyak kendala, mulai dari pembelian komponen sampai tahapan akhir yaitu programming dan scanning. “Kita sekelompok tidak dari satu fakultas, yaitu dari dua fakultas: Voaksi dan Keperawatan, sehingga bisa dipastikan jam kuliah kami juga berbeda. Dampaknya, waktu untuk berkumpul
untuk sekadar diskusi atau menyelesaikan alat ini juga susah, sehingga waktu ba’da salat maghrib sampai jam 22.00 malam selalu kami sisihkan untuk membuat alat ini setiap minggunya,” tambahnya. Saat ditanya harapan kedepannya tentang prototype ini, Deny mempunyai harapan besar untuk bisa menjalin mitra dan alatnya bisa diterapkan mengingat urgency kebutuhan di pelayanan kesehatan. “Saya berharap alat ini nanti bisa dipatenkan dan terlebih bisa digunakan di pelayanan kesehatan, dan juga semoga PKM KC ini mempu menembus PIMNAS dan pulang membawa juara untuk Universitas Airlangga,” katanya berharap. (*) Penulis : Sucowati Dwi Jatis. Editor : Bambang Bes.
Mahasiswa FST Bentuk Kader Lingkungan di MAN Surabaya UNAIR NEWS – Suasana sekolah yang rindang dan nyaman tentunya dibutuhkan untuk mendukung sarana belajar-mengajar yang kondusif di sekolah. Letak sekolah yang berada dekat dengan area mangrove dengan pengaruh cuaca yang panas, dibutuhkan adanya penghijauan agar lahan yang gersang bisa berubah rindang. Permasalahan itulah yang melatarbelakangi mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST) UNAIR melakukan pengabdian masyarakat di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Surabaya, sekolah yang terletak di Jalan Wonorejo Timur No.14, Surabaya. Pengabdian masyarakat tersebut merupakan implementasi dari
Program Kreatifitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKM-M) dengan judul “ENVISCHO (Environmental School) Pemanfaatan Lahan Kosong Sebagai Integrasi Kepedulian Lingkungan dan Pendidikan Karakter Siswa-siswi MAN Surabaya”. “Sekolah ini memiliki lahan baru yang masih gersang, sehingga membutuhkan penghijauan supaya menjadi sekolah yang rindang dan nyaman bagi siswa-siswinya. Sekolah ini berada di dekat area mangrove Wonorejo, sehingga tak heran bila cuacanya panas, terlebih didukung oleh minimnya penghijauan di sekolah ini,” ujar Muhammad Yufansyah Purnama selaku ketua tim PKM-M. Yufansyah tidak sendirian dalam menjalankan program tersebut. Ia bersama keempat rekannya yakni Pradika Annas Kuswanto, Triadna Febriani Abdiah, Aulia Sukma Hafidzah, dan Shifa Fauziyah. Diantara mereka ada yang mengambil program studi Ilmu dan Teknologi Lingkungan (ITL) dan Biologi. Solusi minimnya lahan untuk penghijauan yang ditawarkan Yufansyah dan tim yaitu dengan menerapkan urban farming, pertanian khas perkotaan dengan memanfaatkan lahan sempit. Tanaman yang ditanam adalah tanaman lokal, seperti sayursayuran, obat-obatan, atau tanaman lain berbatang herba sehingga bisa dipanen dalam satu waktu. “Tanaman yang dapat ditanam dengan metode hidroponik ini antara lain bayam, selada, dan kangkung. Tanaman tersebut bernilai jual tinggi, karena merupakan sayuran yang sering dikonsumsi oleh masyarakat,” ujar Yufansyah.
Tim PKM dari kiri ke kanan M Yufansyah, Triadna Febriani, Shifa Fauziyah, Aulia Sukma, Pradika Annas. (Foto: Istimewa) Membentuk kader lingkungan yang berkomitmen dalam menjaga kelestarian lingkungan adalah misi besar tim PKM-M ini. Pembentukan kader tersebut tentunya terdiri atas berbagai tahap, terdiri dari brainstorming, pembekalan urban farming, pembekalan manajemen organisasi, serta pembekalan cara memasarkan produk dari urban farming. Sehingga program ini bukan hanya mengajak siswa untuk peduli lingkungan, namun juga melatih jiwa kewirausahaan mereka. “Mereka juga diberi pembekalan cara memasarkan produk dari urban farming sehingga bernilai ekonomi. Tim Envischo memberikan pelatihan untuk memanfaatkan produk daun kaca piring. Pelatihan enterpreneurship ini diberikan dengan tujuan membentuk kader lingkungan yang mandiri dan pandai memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia,” lanjut Yufansyah. Meskipun pengkaderan dilakukan di hari Sabtu, namun antusiasme siswa MAN Surabaya untuk bergabung dengan program ini sangat
tinggi. Terbukti dengan jumlah kehadiran mereka yang memenuhi ruang kelas saat pengkaderan. Hal ini juga karena sekolah dan para guru, utamanya guru mata pelajaran Biologi, mendukung penuh kegiatan ini. “Program ini sangat bermanfaat untuk menambah wawasan tentang lingkungan, tentang memanajemen organisasi, dan wawasan baru yang tidak kami dapat di kelas. Harapannya, program ini berlanjut hingga beberapa tahun ke depan, sehingga permasalahan lingkungan di sekolah bisa teratasi,” ujar Mawardi, siswa kelas XI MAN Surabaya yang menjadi anggota kader lingkungan dari Program Envischo. Yufansyah selaku ketua PKM berharap, kader lingkungan yang ia bentuk bersama tim bisa berkontribusi untuk masyarakat secara luas, tidak hanya di MAN Surabaya. Selain itu, ia juga berharap kader yang telah terbentuk bisa terus berjalan hingga tahun-tahun kedepan. (*) Penulis : Binti Q. Masruroh Editor
: Nuri Hermawan
Tanamkan Karater, Cinta Tanah Air, dan Etika untuk Lahirkan Generasi Emas UNAIR NEWS – Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Apalagi bila ia juga menjunjung tinggi nilai dan harkat martabat bangsanya secara turun temurun yang telah diperjuangkan oleh para leluhur bangsa. Demikian pula dengan bangsa Indonesia yang begitu kaya akan nilai-nilai luhur dan kearifan lokal ini, seharusnya memiliki karakter dan
jiwa nasionalisme yang mengakar kuat dalam jati diri setiap rakyatnya. Namun pada kenyataanya, generasi bangsa ini seakan melupakan jati diri bangsanya. Berangkat keprihatinan itulah, lima mahasiswa FISIP UNAIR menggagas progam mengenai pembekalan nilai-nilai karakter, rasa cinta tanah air, dan etika generasi muda saat ini melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Tim yang diketuai Awatar Wisya Fatwa dengan anggota Iga Ayu, Harijanti Puspa, Amrina Rosyada, dan Regita Yessy, ini menuangkan gagasannya dalam cabang PKM-Pengabdian Masyarakat(PKM-M) dengan judul “KARTIKA : Karater, Cinta Tanah Air dan Etika”. Proposal PKMM yang diajukan tahun 2015 ini akhirnya lolos dan mendapat pendanaan dari Dikti pada Kemenristek Dikti tahun 2016. Bentuk Kegiatan Menurut Awatar, KARTIKA merupakan kegiatan pembekalan karakter bagi generasi muda. Dikemas dalam bentuk bimbingan belajar dengan sasaran anak-anak usia Sekolah Dasar di daerah Bogen, Kelurahan Ploso, Kecamatan Tambaksari, Kota Surabaya. Tim KARTIKA kemudian rutin dalam satu minggu sekali memberikan kegiatan yang berseling. Dimulai dari pemberian wawasan Karakter Kebangsaan, Jalan-jalan (study tour) hingga pembekalan nilai-nilai moralitas, keagamaan, dan pendidikan etika bagi generasi muda. Dijelaskan, tim sengaja mencari sasaran pada anak-anak usia sekolah dari kalangan menengah kebawah, karena menurutnya, anak usia sekolah sudah mampu mengolah pikir dan menerima materi yang disampaikan, kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama untuk hidup bermasyarakat. ”Anak usia sekolah sebagai generasi muda penerus bangsa ini harus dibekali pengetahuan tentang karakter kebangsaan supaya mereka tidak jadi generasi yang tak bermoral dan lupa akan
jati dirinya,” katanya. Hal lain, penanaman rasa cinta terhadap tanah air juga penting mengingat kita sedang berpusar dalam arus globalisasi. Sedangkan etika harus diajarkan agar generasi muda tidak tumbuh menjadi generasi sembarangan, mengingat kayanya kearifan lokal dari kebudayaan kita yang menjunjung tinggi etika yang baik,” kata Awatar dan Harijanti, selaku pelaksana acara. Kegiatan KARTIKA ini telah berjalan sepuluh minggu, dan mampu menyadarkan serta menanamkan nilai-nilai karakter, cinta tanah air dan pentingnya etika bagi generasi anak-anak di daerah itu. Selain juga merangkul pemuda di daerah itu untuk dapat dikader agar meneruskan kegiatan ini selepas masa kerja anggota Tim KARTIKA usai. Ditanya tentang harapan dari kegiatan ini? Seluruh anggota Tim KARTIKA sepakat, “Kami mendambakan generasi muda Indonesia menjadi generasi emas yang mampu menjawab semua permasalahan negeri ini, serta mampu memajukan Indonesia yang diawali dengan hal-hal mendasar dan sederhana seperti ini. Apalagi setelah ini kita akan mendapatkan bonus demografi.” (*) Editor: Bambang Edy S
Dikembangkan, Bantalan Tulang Rawan untuk Penderita Degenerasi Diskus
Intervertebralis UNAIR NEWS – Chronic Low Back Pain (CLBP) merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering dijumpai di masyarakat. Sekitar 60-80% dari penduduk dunia selama hidupnya pernah mengalami paling tidak nyeri pungung bawah. Penyebabnya bermacam-macam, salah satunya adalah degenerasi diskus invertebralis, yaitu bantalan tulang rawan pada tulang belakang yang berfungsi sebagai penyangga beban tubuh dan body shock absorber. Pasien dapat merasakan nyeri, mati rasa, bahkan kelemahan pada anggota tubuh yang disebabkan oleh saraf yang tertekan. Berbagai cara untuk penyembuhan nyeri punggung bawah ini diantaranya adalah tindakan konservatif dan pembedahan. Tetapi tindakan konservatif dan pembedahan ini bisa menimbulkan komplikasi serta infeksi. Berawal dari kasus diatas, maka lima mahasiswa Prodi Teknobiomedik Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga yaitu Cityta Putri Kwarta (2012), Miftakhul Jannah (2012), Dina Kartika Putri (2012), Evlyn Anggraini Santoso (2013), dan Wilda Kholida Annaqiyah (2013), berhasil membuat injectable hydrogel berbasis polimer untuk terapi degenerasi diskus intervertebralis. Dibawah bimbingan dosen Dr. Prihartini Widiyanti, drg.,M.Kes., mereka menjadikan inovasi temuan itu sebagai Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian Eksakta (PKM-PE) dengan judul “Paduan Hyaluronic Acid (HA) – Polyethylene Glycol (PEG) sebagai Injectable Hydrogel untuk Terapi Penderita Degenerasi Diskus Intervertebralis”. Proposal ini memperoleh pembiayaan dari Dirjen Dikti Kemenristek dalam Program PKM-PE 2016.
Hasil Uji In Vitro Injection Model Hidrogel ke Agarose. (Foto: Dok Tim) Cityta Putri Kwarta, ketua Tim ini menjelaskan, dalam prosesnya kelompok penelitiannya ini menggunakan polimer alam yakni Hyaluronic Acid dan polimer sintetik Polyethylene Glycol serta menambahkan Enzim Horse Radish Peroxide sebagai bahan utama pembuatan hidrogel. Ketiga material ini dipilih karena memiliki sifat biokompatibel, biodegradable, dan nontoksik. Untuk memenuhi kriteria sifat tersebut, hidrogel melewati beberapa uji, yakni uji swelling untuk melihat kemampuan mengembang, uji degradasi untuk melihat seberapa lama sampel bertahan dalam tubuh, uji sitotoksisitas untuk menguji sifat toksik sampel, uji in vitro injection model untuk mengetahui proses gelasi hidrogel, dan uji Fourier Transform Infra Red (FTIR) untuk meggambarkan ikatan kimiawi pada bahan. ”Jadi injectable hydrogel ini sudah lolos uji coba dan memenuhi syarat sebagai hidrogel untuk bantalan tulang rawan. Harapan kami hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan injectable hydrogel dalam bidang medis di masa yang akan datang,” pungkasnya. (*) Editor : Bambang Bes
Peduli Lingkungan Madura, Mahasiswa UNAIR Canangkan Program Bank Sampah UNAIR NEWS – Desa Dharma Tanjung, Sampang Madura, seringkali dikenal dengan ciri khasnya sebagai penghasil petis yang merupakan hasil daur ulang dari limbah pengasapan ikan dendeng. Namun disisi lain, desa tersebut juga kental dengan penumpukan sampah yang dibuang sembarangan. Padahal dari segi ekonomi, sampah-sampah tersebut masih dapat dikelola dengan baik dengan metode bank sampah, sehingga berpeluang menjadi lahan usaha bagi warga desa. Dari latar belakang itulah lima mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UNAIR mengangkat sebuah Program Karya Mahasiswa (PKM) dengan judul “The Sanitation And Hygene, Sebagai Upaya Meningkatkan Kepedulian Lingkungan Warga Desa Dharma Tanjung Kecamatan Camplong”. Kelima mahasiswa tersebut yaitu Lailatul Fitriya, Nensi Kristin Ningsih, Mayam Tami, Himaya, dan Khusnatul Mar’atik. Program mereka telah disetujui dan diberikan pendanaan oleh Dikti. Mereka memilih Dusun Idaman sebagai lokasi penerapan program. Maya –sapaan akrab Himaya- mengungkapkan, salah satu kendala terkait lokasi adalah letaknya yang jauh dari Kota Surabaya. “Kita harus sabar dan butuh perjuangan untuk menuju lokasi tersebut. Untuk naik bus kita butuh waktu selama tiga jam,” ungkap Maya. Selain kendala lokasi, Maya juga menceritakan mengenai kesulitan yang dihadapi oleh kelompoknya terkait bahasa percakapan yang digunakan sehari-hari. Pasalnya, sebagian besar anggota kelompok PKM yang diketuai oleh Lailatul Fitriya tersebut bukan merupakan warga asli Madura, sedangkan penduduk sekitar Dusun Idaman kental dengan penggunaan bahasa khas
Madura dalam percakapan sehari-harinya. “Awalnya sempet plonga-plongo (bingung, red) dengan apa yang mereka katakan, sampai-sampai sering terjadi misscommunication,” kenang Maya. Walaupun demikian, halangan tersebut tidak menyurutkan semangat kelompok tersebut untuk Dusun Idaman yang peduli lingkungan. “Akan tetapi, dengan seiringnya waktu kita mulai akrab dengan mereka. Masyarakat Dusun Idaman juga sangat ramah dan bersemangat untuk diperdayakan,” imbuhnya. Dalam pengaplikasian programnya, beragam kegiatan telah dijalankan oleh kelompok tersebut, meliputi pemilihan kader lingkungan, pengadaan sosialisasi terkait bank sampah, daur ulang sampah non-organik, dan pembuatan pupuk kompos. “Selain itu, kita juga mengadakan lomba kreatif yang melibatkan anak SD di dusun tersebut sebagai peningkatan kreatif dalam membuat kerajinan dari sampah non-organik,” terang Maya. Kelompok PKM ini berharap, dengan adanya program yang mereka canangkan, masyarakat di Dusun Idaman memiliki kepedulian lebih terhadap lingkungan, khususnya dalam pengelolaan sampah. “Selain itu, kita juga berharap Dusun Idaman dapat menjadi percontohan untuk dusun-dusun yang lainnya,” pungkas Maya. Editor : Dilan Salsabila