PERTANIAN
LAPORAN TAHUNAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI
PENINGKATAN KUALITAS PELEPAH KELAPA SAWIT (OIL PALM FRONDS) MELALUI TEKNIK FERMENTASI SEBAGAI SUMBER PAKAN SAPI ACEH
Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun
TIM PENGUSUL Dr. Ir. Sitti Wajizah, M.Si (Ketua, 0028026902) Dr. Ir. Samadi, M. Sc (Anggota, 0017076802) Ir. Yunasri Usman, M.P (Anggota, 0012055702) Elmi Mariana, S. Pt, M. Si (Anggota, 0009097903)
Dibiayai oleh Universitas Syiah Kuala, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Tahun Anggaran 2014 Nomor: 145/UN 11.2/LT/SP3/2014 TANGGAL 26 Mei 2014.
UNIVERSITAS SYIAH KUALA DARUSSALAM- BANDA ACEH NOVEMBER 2014
1
2
RINGKASAN Dengan ditetapkannya sapi aceh sebagai salah satu rumpun sapi di Indonesia berdasarkan keputusan Menteri Pertanian No. 2907/Kpts/OT.140/6/2011 tgl 17 Juni 2011, maka penelitian yang berkaitan dengan sapi aceh perlu dilakukan secara mendalam dari segala aspek baik dari sudut pakan, genetik, dan juga sistim pemeliharaan. Roadmap penelitian di Jurusan Peternakan telah menempatkan sapi aceh sebagai salah satu prioritas untuk diteliti lebih dalam termasuk dalam penyediaan pakan bagi sapi aceh. Penggunaan low external input agricultural system sebagai pakan ternak ruminansia mendapat perhatian, karena biaya pakan mencapai 70% dari total biaya produksi. Namun bahan pakan yang berasal dari limbah pertanian memiliki kualitas yang rendah. Oleh karena itu, teknologi pengolahan pakan perlu diterapkan untuk meningkatkan bahan pakan yang berkualitas rendah tersebut. Fermentasi merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam meningkatkan kualitas pakan dari limbah pertanian. Tujuan dari penelitian ini untuk meningkatkan kualitas pelepah sawit sebagai bahan pakan ternak sapi melalui proses fermentasi dengan penambahan sumber karbohidrat yang berbeda dan mendapatkan lama pemeraman yang optimal untuk proses fermentasi pelepah kelapa sawit, serta meningkatkan daya cerna pelepah kelapa sawit dengan metode in vitro. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas 5 perlakuan (tanpa sumber karbohidrat, penambahan tepung sagu, jagung giling, bekatul, dan tepung beras) dengan masing-masing 3 ulangan (penelitian peningkatan kualitas pelepah kelapa sawit melalui proses fermentasi dengan penambahan sumber karbohidrat yang berbeda), dan 5 perlakuan (0, 5, 10, 15 dan 20 hari) pemeraman dengan 3 ulangan (penelitian lama pemeraman yang optimal untuk meningkatkan kualitas pelepah kelapa sawit) Apabila terdapat perbedaan antar perlakuan dilakukan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test menurut Steel dan Torrie (1993). Luaran penelitian adalah a) pakan murah dan berkualitas b) seminar dan pertemuan ilmiah nasional c) publikasi ilmiah dalam jurnal nasional terakreditasi dan tidak terakreditasi. Hasil penelitian menunjukkan fermentasi pelepah sawit menggunakan Aspergilus niger dengan berbagai sumber karbohidrat terlarut berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kandungan protein kasar, serat kasar, abu. Secara keseluruhan, penambahan sumber karbohidrat pada media fermentasi mampu meningkatkan kandungan protein kasar substrat, namun belum optimal dalam menurunkan kandungan serat kasar substrat fermentasi. Penambahan dedak halus pada media fermentasi memberikan hasil yang terbaik, ditandai meningkatnya kandungan protein kasar, menurunkan kadar serat kasar, serta memperbaiki nilai KCBK dan KCBO yang tercermin pada konsentrasi VFA yang tinggi. Hasil penelitian juga menunjukkan lama pemeraman berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap semua parameter yang diamati. Terjadi kenaikan kandungan protein substrat hingga hari ke15 fermentasi, namun kemudian menurun pada hari ke-20. Semakin lama pemeraman secara konsisten mengakibatkan turunnya kandungan serat kasar substrat secara nyata (P<0,05). Kata kunci: pelepah sawit, fermentasi, Aspergillus niger, karbohidrat terlarut, nilai nutrisi, kecernaan in vitro.
3
PRAKATA
Syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmatNya kami dapat menyelesaikan penyusunan laporan penelitian unggulan perguruan tinggi (PUPT) yang berjudul “ Peningkatan Kualitas Pelepah Sawit (Oil Palm Fronds) Melalui Teknik Fermentasi sebagai Sumber Pakan Sapi Aceh”. Laporan ini dibuat sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan penelitian PUPT Tahun pelaksanaan 2014. Kami menyadari masih banyak sekali kekurangan dalam penulisan laporan ini. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan demi perbaikan dalam pelaksanaan, capaian dan pelaporan dalam kesempatan mendatang. Kami juga mengucapkan terima kasih pada berbagai pihak yang telah membantu selama penelitian ini berjalan.
Tim Pelaksana Penelitian Ketua,
Sitti Wajizah
4
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………..
1
RINGKASAN…………………………………………………………………
2
PRAKATA……………………………………………………………………
3
DAFTAR ISI………………………………………………………………….
4
DAFTAR TABEL…………………………………………………………….
6
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………….
7
BAB 1. PENDAHULUAN…………………………………………………...
9
Latar Belakang……………………………………………………………..
9
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………….
12
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ………………………
15
Tujuan Penelitian………………………………………………………….
15
Manfaat Penelitian…………………………………………………………
15
BAB 4. METODE PENELITIAN……………………………………………
16
Bagan Alir Peneltian Tahun I………………………………………………
17
Bagan Alir Peneltian Tahun II……………………………………………..
18
Alat dan Bahan…………………………………………………………….
19
Analisis Kimia……………………………………………………………...
21
Teknik in vitro……………………………………………………………..
21
Pengumpulan dan Analisis Data…………………………………………..
23
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………. Kandungan Nutrisi Substrat Pelepah Sawit yang Difermentasi dengan Penambahan Sumber Karbohidrat yang Berbeda …………………………. Kandungan Nutrisi Substrat Pelepah Sawit yang Difermentasi dengan Lama Pemeraman yang Berbeda…………………………………………… Evaluasi Kecernaan Substrat Pelepah Sawit yang Difermentasi Menggunakan Aspergillus niger dengan Penambahan Sumber Karbohidrat yang Berbeda……………………………………………………………….
25 25 27 28
5
BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA…………………………..
31
Pelaksanaan Penelitian…………………………………………………….
31
BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………….
32
Kesimpulan………………………………………………………………...
32
Saran……………………………………………………………………….
32
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………
33
LAMPIRAN …………………………………………………………………..
38
6
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
2.
3.
4.
Teks Rataan Kandungan Bahan Kering (BK), Protein Kasar (PK), Serat Kasar (SK), dan Abu Substrat Fermentasi dengan Penambahan Sumber Karbohidrat Berbeda ……………………..………………. Rataan Kandungan Bahan Kering (BK), Protein Kasar (PK), Serat Kasar (SK), dan Abu Substrat Sebelum dan Sesudah Fermentasi (%)………………………………………………………………….. Rataan Kandungan Bahan Kering (BK), Protein Kasar (PK), Serat Kasar (SK), dan Abu Substrat dengan Lama Pemeraman yang Berbeda……………………………………………………………... Rataan Nilai pH, Kecernaan Bahan Kering (KCBK), Kecernaan Bahan Organik (KCBO), N-NH3, dan VFA Total in vitro…………...
Halaman
25
26
27
29
7
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Teks
Bagan alir proses fermentasi pelepah kelapa sawit ………………...
Halaman 22
8
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Teks
Halaman
1.
Instrumen Penelitian ………………..................................................
38
2.
Personalia Tenaga Peneliti dan Kualifikasinya ……………….........
39
3.
Publikasi ………………....................................................................
57
9
BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Berdasarkan keputusan Menteri Pertanian No. 2907/Kpts/OT.140/6/2011 tgl 17 Juni 2011, sapi aceh telah dimasukan sebagai salah satu rumpun sapi di Indonesia yang mempunyai perbedaan karakteristik (kualitatif dan kuantitif) dengan rumpun sapi lainnya di Indonesia (sapi bali dan sapi madura). Berdasarkan surat keputusan Menteri Pertanian tersebut dikatakan bahwa sapi aceh merupakan salah satu rumpun sapi lokal Indonesia, yang mempunyai keseragaman bentuk fisik dan komposisi genetik serta kemampuan adaptasi dengan baik pada keterbatasan lingkungan. Di samping itu, sapi aceh mempunyai ciri khas yang berbeda dengan rumpun sapi asli atau sapi lokal lainnya dan merupakan kekayaan sumber daya genetik ternak lokal Indonesia yang perlu dilindungi dan dilestarikan. Dengan ditetapkannya sapi aceh sebagai salah satu rumpun sapi di Indonesia tentu sapi aceh dapat berkontribusi dalam mensukseskan program swasembada daging sapi/kerbau (PSDS/K) yang telah dicanangkan oleh pemerintah pancapaiannya di tahun 2014. Hal ini juga sesuai dengan program direktur jendral peternakan yang menempatkan sapi sebagai komoditas strategis Nasional. Sudah umum diketahui bawah pakan merupakan salah satu faktor yang memegang peranan sangat penting dalam meningkatkan produktivitas ternak. Namun dalam pengembangan bisnis peternakan, kualitas pakan bukan satu-satunya faktor yang perlu diperhatikan. Harga dari bahan pakan juga menjadi pertimbangan bagi peternak dalam memformulasi ransum yang akan diberikan kepada ternak. Berdasarkan data, diketahui bahwa biaya produksi sangat dipengaruhi oleh harga bahan baku pakan yang digunakan dalam ransum. Dimana biaya pakan dapat menghabiskan sekitar 70% dari total biaya produksi. Oleh karena itu perlu dicari sumber-sumber pakan ternak dengan harga murah (low external input agricultural system). Kemampuan ternak ruminansia dalam memanfaatkan serat kasar yang berasal dari limbah pertanian dan industri pertanian merupakan salah satu keuntungan yang perlu dioptimalkan. Dengan menggunakan bahan pakan berasal
10
dari limbah pertanian tentu dapat menekan biaya produksi. Namun bahan pakan yang berasal dari limbah pertanian memiliki kualitas yang rendah dengan daya cerna berkisar antara 30-40%. Daya cerna yang rendah dari bahan pakan tersebut dapat ditingkatkan dengan menerapkan teknologi pakan ternak (Bisaria et al., 1997; Tang et al., 2008; Wanapat et al., 2009; Rahman et al., 2011 ; Shrivastava et al., 2011). Sesuai dengan program dari Direktur Jendral Peternakan untuk tahun 20122014 bahwa sistim integrasi antara sapi dan kelapa sawit (SISKA) merupakan salah satu program strategis dalam mensukseskan program PSDS/K. Konsep SISKA mulai diadopsi tahun 2005 berdasakarkan revitalisasi pertanian, peternakan dan kehutanan (RPPK).
Berdasarkan data Dirjen Perkebunan dan Kementrian Pertanian
(Kementan) luas kebun kelapa sawit di Indonesia sampai tahun 2012 adalah sekitar 9,27 jt ha. Dengan lahan yang begitu luas tentu dapat menjadi salah satu sumber biomas berpotensi untuk pengembangan ternak sapi dalam rangkat pencapaian swasembada daging. Berdasarkan informasi dari Departemen Pertanian, setiap pohon kelapa sawit menghasilkan pelepah sebanyak 22 pelepah per tahun. Sementara Devandra (1990) mengatakan bahwa berat 1 pelepah mencapai 10 kg. Satu ha lahan ditanami sekitar 148 pohon sehingga setiap tahun akan dihasilkan 32.560 kg/ha/tahun. Kandungan bahan kering dari pelepah daun sawit sebesar 35% sehingga jumlah bahan kering pelepah 11.396 kg/ha/tahun. Maka 1 ha kebun sawit dapat dipelihara ternak sebanyak 3 satuan ternak (ST). Dengan hanya memanfaatkan 50% saja kebun sawit untuk program SISKA, maka jumlah sapi yang dapat dipelihara adalah sebanyak sekitar 14 juta ST. Besarnya potensi pelepah kelapa sawit tidak diimbangi dengan kualitas yang terkandung pada pelepah kelapa sawit, dimana pelepah kelapa sawit mengandung kadar serat kasar yang tinggi dan protein yang rendah. Menurut Alimon dan HairBejo (1996) kandungan NDF dan ADF kelapa sawit adalah 78,7 dan 55,6%, sementara kandungan protein hanya 3,44%. Sementara Ishida dan Hasan (1992) melaporkan bahwa pelepah kelapa sawit mengandung 70% serat dan 22% karbohidrat terlarut dalam bahan kering. Untuk meningkatkan kualitas pelepah sawit berbagai metode telah dilakukan seperti amoniasi, pemberian alkali, pembuatan silase dan juga dengan proses enzimatis.
11
Berdasarkan roadmap penelitian bidang peternakan Fakultas Pertanian Unsyiah, pengembangan sapi aceh merupakan prioritas untuk diteliti yang mencakup segala aspek baik dari segi genetik, pakan, kesehatan, manajemen pemeliharan dan pemasaran. Sampai sekarang penelitian yang berkaitan dengan teknologi pakan ternak dengan menggunakan sapi aceh masih terbatas. Dengan lahan kelapa sawit yang cukup luas di Provinsi Aceh, sebenarnya menjadi potensi untuk pengembangan ternak sapi potong. Namun penerapan sistim SISKA di Provinsi Aceh masih belum optimal. Disamping itu juga, pelepah sawit yang diberikan ke ternak tanpa adanya proses perbaikan nilai gizi pelepah sawit terlebih dahulu. Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan sumber informasi yang berguna bagi pengembangan sapi aceh ditinjau dari kualitas pakan yang diberikan. Sehingga program pemerintah Aceh untuk menjadikan sapi aceh menjadi salah satu sapi potong unggul bisa terwujud dengan dukungan pakan yang berkualitas. Namun dalam penelitian awal ini, pengukuran kecernaan pelepah sawit fermentasi baru dilakukan secara in vitro. Untuk tahap berikutnya dapat dilakukan secara in vivo sebagai pembanding hasil studi in vitro.
12
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Departemen Pertanian menargetkan swasembada daging sapi secara bertahap pada tahun 2014. Melalui sejumlah program, penyediaan daging sapi dari dalam negeri diproyeksikan meningkat dari 67% pada tahun 2010 menjadi 90% pada 2014 (Sarwindaningrum, 2009). Target ini harus ditindaklanjuti dengan mengoptimalkan nilai guna seluruh sumberdaya lokal agar populasi dan produktivitas sapi potong meningkat secara berkelanjutan. Sapi aceh merupakan jenis sapi potong yang termasuk ke dalam salah satu rumpun sapi lokal Indonesia, yang mempunyai keseragaman bentuk fisik dan komposisi genetik serta kemampuan adaptasi dengan baik pada keterbatasan lingkungan. Sapi aceh relatif tahan terhadap kondisi pakan yang jelek, bahkan dapat merumput dengan baik walaupun keadaan padang rumput dalam keadaan kritis (Basri, 1981). Pakan adalah satu sendi penting proses perbaikan populasi dan produktivitas ternak, dan pemanfaatan limbah pertanian secara optimal sebagai bahan pakan adalah pilihan strategis dan bijak (Anonim, 2006). Hal ini mengingat ketersediaan hijauan sebagai pakan ternak ruminansia sangat dipengaruhi oleh musim dan penggunaan lahan. Pada musim hujan produksi hijauan berlimpah dan sebaliknya pada musim kemarau produksi hijauan sangat berkurang. Selain itu penggunaan lahan juga sangat menentukan ketersediaan hijauan dimana sering terjadi persaingan antara perkebunan, pertanian dan pemukiman penduduk dalam penggunaannya, sehingga lahan untuk pakan ternak semakin menyempit. Melihat kondisi tersebut perlu dicari solusi untuk pengadaan pakan ternak yang mudah diperoleh dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Alternatif yang dapat ditempuh adalah memanfaatkan limbah perkebunan kelapa sawit untuk pakan ternak seperti pelepah sawit (Suryadi et al., 2009). Pelepah sawit merupakan salah satu limbah perkebunan hasil pemangkasan kelapa sawit yang kurang mendapat perhatian oleh petani. Selama ini, pelepah sawit dibiarkan membusuk di antara pohon sawit, terutama untuk konservasi tanah, pengendalian erosi, dan keuntungan jangka panjang dalam daur ulang zat hara tanah. Besarnya jumlah pelepah yang dihasilkan perkebunan setiap tahunnya menjadikan
13
pelepah sawit sebagai sumber pakan serat yang menjanjikan bagi ruminansia (Abu Hassan et al., 2013). Kawamoto et al. (2001) melaporkan, berdasarkan analisis kimia terhadap pelepah sawit didapatkan bahwa kandungan serat kasarnya mencapai 70%, sedangkan kandungan karbohidrat terlarut dan protein kasar masing-masing hanya 20%, dan 7% (Dahlan, 2000). Kandungan lignin pelepah sawit mencapai 20% dari biomassa kering, sehingga merupakan pembatas utama dalam penggunaan pelepah sawit sebagai pakan ternak (Rahman et al., 2011). Pemberian pakan yang berkualitas rendah dengan kandungan lignin yang tinggi, akan menyebabkan kondisi dan fungsi rumen kurang baik . Oleh sebab itu perlu diusahakan teknologi untuk memperbaikinya. Perlakuan biologis menjadi teknologi yang banyak diminati saat ini karena banyak jenis mikroorganisme yang mampu mengurangi kadar lignin, senyawa anti nutrisi dan mampu meningkatkan nilai kecernaan serat dari limbah pertanian tersebut (Wina, 2005). Fermentasi merupakan salah satu teknologi yang dapat digunakan dalam meningkatkan kualitas pakan dari limbah pertanian. Teknologi fermentasi adalah suatu teknik penyimpanan substrat dengan penanaman mikroorganisme dan penambahan mineral dalam substrat, dimana diinkubasi dalam waktu dan suhu tertentu. Penggunaan teknologi fermentasi pada umumnya dilakukan dengan menggunakan substrat padat dalam wadah yang disebut fermentor (Pasaribu, 2007). Aspergillus niger merupakan salah satu spesies kapang dari genus Aspergillus yang tidak menghasilkan mikotoksin sehingga tidak membahayakan. A. niger paling banyak digunakan sebagai starter dalam proses fermentasi bahan pakan limbah, karena disamping tidak membahayakan juga mudah untuk dikembangkan (Gras, 2008). Berbagai enzim dihasilkan oleh kapang A. niger seperti misalnya : enzim mananase, selulase dan enzim-enzim pemecah karbohidrat lainnya sehingga selama fermentasi, kapang ini mampu mendegradasi serat. Kapang ini dapat tumbuh dengan memanfaatkan urea dan campuran mineral lainnya sehingga dapat meningkatkan kadar protein kasar (Kompiang et al.,1994). Lamanya inkubasi fermentasi pada umumnya tergantung pada jenis mikroorganisme dan substrat yang digunakan. Selama proses enzimatis, enzim selulase dan mananase aktif bekerja menurunkan kadar selulosa dan hemiselulosa pada substrat yang difermentasi (Purwadaria et al., 1998).
14
Fermentasi limbah perkebunan sawit berupa lumpur sawit menggunakan A. niger dapat meningkatkan kadar protein substrat dari 11-12% menjadi 23%, sedangkan fermentasi pada substrat bungkil inti sawit, kadar protein meningkat dari 14,19% menjadi 25,06% (Bintang et al., 1999). Pemberian limbah perkebunan sawit yang difermentasi dengan A. niger sebanyak 33-66% pada sapi bali secara in vivo memperlihatkan peningkatan efisiensi pakan paling baik pada tingkat pemberian 33% (Mathius et al., 2005). Sedangkan pemberiannya pada kambing kacang sebanyak 20-42% secara in vivo dapat meningkatkan pertambahan berat badan kambing sebanyak masing-masing 67 dan 77 g/hari, dibandingkan tanpa pemberian limbah perkebunan sawit terfermentasi yang hanya sebesar 30 g/hari (Batubara et al., 2003). Tampoebolon (2009) melaporkan bahwa fermentasi ampas sagu dengan A. niger sebanyak 4% selama 12 hari dapat menurunkan kadar serat kasar dari 16,7% menjadi 9,44% dan meningkatkan kadar protein kasar dari 7,89% menjadi 10,51%. Keberhasilan proses fermentasi dapat berjalan dengan baik bila tersedia karbohidrat terlarut yang cukup. Kandungan gula bahan merupakan faktor penting bagi perkembangan kapang selama proses fermentasi. Pada fase awal, enzim yang bekerja dalam proses respirasi pada bahan mengoksidasi karbohidrat yang terlarut, menghasilkan panas dan menggunakan gula yang siap pakai untuk proses fermentasi. Kehilangan gula pada proses respirasi merupakan hal yang menyulitkan untuk proses fermentasi selanjutnya (Simanihuruk et al., 2008). Mengingat pelepah kelapa sawit hanya mengandung 20% karbohidrat terlarut, perlu penambahan molases dan sumber karbohidrat seperti tepung sagu, jagung giling, dedak halus, dan tepung beras untuk mengoptimalkan pertumbuhan kapang selama proses fermentasi.
15
BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: -
Untuk meningkatkan kualitas pelapah sawit sebagai bahan pakan ternak sapi melalui proses fermentasi.
-
Mendapatkan sumber karbohidrat dan lama pemeraman yang optimal untuk proses fermentasi pelepah kelapa sawit.
-
Meningkatkan kecernaan pelepah kelapa sawit dengan metode in vitro.
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: -
Sebagai sumber informasi bagi ahli pakan (nutritionist) dalam penyusunan ransum dengan menggunakan bahan pakan yang berasal dari pelepah kelapa sawit dari proses fermentasi.
-
Mendukung program pemerintah berkaitan dengan swasembada daging sapi dalam hal penyediaan pakan yang berkualitas bagi ternak sapi.
-
Mendukung data roadmap penelitian Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Unsyiah dengan prioritas pegembangan sapi aceh, terutama mendukung data dari aspek penyediaan nutrisi.
16
BAB 4 METODE PENELITIAN Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala selama lebih kurang 8 bulan (Mai-Desember 2014). Penelitian pada tahun I ini terdiri dari 3 bagian penelitian. Penelitian pertama berupa peningkatan kualitas pelepah kepala sawit yang difermentasi dengan penambahan sumber karbohidrat yang berbeda. Sementara penelitian kedua bertujuan mendapatkan optimalisasi lama pemeraman pelepah kelapa sawit dengan metode fermentasi. Penelitian ketiga berupa uji kecernaan in vitro dari pelepah sawit yang difermentasi. Pada tahun selanjutnya, penelitian akan menggunakan sapi aceh untuk mengevaluasi efektivitas pemberian pelepah kelapa sawit fermentasi secara in vivo. Tahapan penelitian dapat dilihat pada bagan alir berikut ini.
17
BAGAN ALIR PENELITIAN TAHUN I Peningkatan Kualitas Pelepah Kelapa Sawit (Oil Palm Fronds) melalui Teknik Fermentasi sebagai Sumber Pakan Sapi Aceh
Penelitian Tahap I
Penelitian Tahap I
Penelitian Tahap III
Fermentasi pelepah kelapa sawit dengan penambahan sumber karbohidrat yang berbeda
Lama fermentasi pelepah kelapa sawit dengan penambahan sumber karbohidrat
Uji kecernaan pelepah kelapa sawit fermentasi dalam system rumen (in vitro)
Variabel Yang Diamati -
Variabel Yang Diamati -
bahan kering serat kasar protein kasar abu
pH KCBK KCBO N-NH3 VFA total VFA parsial
Luaran -
Pubikasi Nasional Seminar dan Pertemuan Ilmiah Nasional Pakan murah dan berkualitas
18
BAGAN ALIR PENELITIAN TAHUN II Uji Substitusi Konsentrat dengan Pelepah Kelapa Sawit Fermentasi dalam Pakan Komplit Berbasis Hijauan pada Sapi Aceh Jantan (in vivo)
Kontrol (A0)
10% (A1)
20% (A2)
30% (A3)
(4 Ulangan)
(4 Ulangan)
(4 Ulangan)
(4 Ulangan)
- Pakan dan minum diberikan ad libitum - Evaluasi konsumsi pakan setiap hari - Koleksi feses diminggu terakhir perlakuan - Penimbangan bobot badan satu minggu sekali Variabel yang Diamati
Fermentasi Rumen
Produktivitas Ternak -
Pertambahan Berat Badan (PPB) Konsumsi bahan kering Konsumsi bahan organik Konversi pakan
-
VFA total VFA parsial N-NH3 KCBK KCBO
Luaran -
Publikasi Nasional Seminar dan Pertemuan Ilmiah Nasional Bahan Ajar Peningkatan Produktivitas Sapi Aceh secara Berkelanjutan
19
Alat dan Bahan a. Fermentasi Pelepah Kelapa Sawit dengan Sumber Karbohidrat yang Berbeda. Materi Penelitian Materi yang digunakan dalam penelitian berupa pelepah kelapa sawit yang berasal dari kebun kelapa sawit Semantok Aceh Timur dengan umur kelapa sawit sekitar lebih kurang 5 tahun. Sedangkan starter Aspergillus niger sebagai inokulum
fermentasi diperoleh dari Laboratorium Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala. Sumber karbohidrat terlarut yang digunakan berupa tepung sagu, jagung giling, tepung beras, dan dedak halus. Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi baskom, timbangan elektrik, gelas ukur, baki plastik, pengaduk, sendok, oven, autoclave, sarung tangan, masker, wrapping plastic, plastik anti panas, dan lumpang porselen (Mortal).
b. Lama Pemeraman Pelepah Kelapa Sawit dengan Metode Fermentasi terhadap Kualitas Pelepah Kelapa Sawit Materi Penelitian Materi yang digunakan dalam penelitian berupa pelepah kelapa sawit yang berasal dari kebun kelapa sawit Semantok Aceh Timur dengan umur kelapa sawit sekitar lebih kurang 5 tahun. Sedangkan starter Aspergillus niger sebagai inokulum
fermentasi diperoleh dari Laboratorium Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala. Sumber karbohidrat yang digunakan adalah sumber karbohidrat yang terbaik dari penelitian pertama. Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi baskom, timbangan elektrik, gelas ukur, baki plastik, pengaduk, sendok, oven, autoclave, sarung tangan, masker, lumpang porselen (Mortal).
wrapping plastic, plastik anti panas,
20
Proses fermentasi pelepah kelapa sawit dapat dilihat pada bagan alir berikut ini.
Pelepah kelapa sawit cincang Air Masukkan dalam plastik Autoclave (121 °C)
Disterilisasi (20 menit)
Disterilisasi (100°C)
Didinginkan Didinginkan Sumber karbohidrat dan urea
Ditempatkan dalam baki plastik
Taburkan Aspergillus niger kedalam media
Aduk hingga homogen
Dibungkus (tutup dengan palastik yg dilubangi )
Fermentasi menurut perlakuan Di oven (70°C)
Dikeringkan
Analisis Proximat Gambar 1. Bagan alir proses fermentasi pelepah kelapa sawit
Larutkan larutan molases
21
Analisis Kimia Semua sampel hasil penelitian berdasarkan lama pemeraman digiling dan melewati ayakan 1 mm. Semua sampel dianalisis bahan kering (AOAC, 1990; metoda 930.15), abu (AOAC, 1990; metoda 942.05), lemak ( AOAC, 1990; metoda 920.39), protein kasar (AOAC, 1990; metoda 984.13; Kjeltec 2400). Protein kasar dihitung dengan mengalikan nilai N dengan 6,25.
c. Daya cerna pelepah kelapa sawit fermentasi pada sapi aceh secara in vitro.
Materi Penelitian Materi yang digunakan dalam penelitian adalah hasil fermentasi pelapah kelapa sawit yang berasal dari penelitian pertama dan kedua. Hasil yang terbaik dari penelitian pertama dan kedua dijadikan sebagai sampel untuk penelitian in vitro dan dibandingkan dengan kontrol (tanpa fermentasi).
Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi termos, tabung fermentasi, pH mater, inkubator, dan shaker waterbath.
Teknik in vitro Cairan rumen diambil di rumah potong hewan Banda Aceh yang berasal dari sapi aceh. Cairan rumen yang diambil langsung dimasukan ke dalam termos untuk menjaga suhu tetap 39°C dan mikroba dalam rumen tidak mati dan kondisi tetap anaerob. Selanjutnya cairan yang ada dalam rumen disaring dengan menggunakan 4 lapisan chesscloth. Selanjutnya larutan Mc Doughalls disiapkan yang berperan sebagai buffer pada proses fermentasi in vitro. Adapun larutan Mc Doughalls terdiri dari (g/liter) ; NaHCO3 (9,3) ; Na2HPO4 (7,0); KCl (0,57); MgSO4.7H20 (0,12) dan NaCL (0,47). Semua bahan tersebut dilarutkan dalam satu liter aquades. Larutan buffer terlebih dahulu disiapkan sehari sebelum fermentasi dilaksanakan. Kemudian bahan yang akan difermentasi diletakkan pada shaker waterbath pada suhu 39°C dan gas CO2 dialirkan selama 30-60 detik untuk menjaga
22
agar kondisi dalam tabung anaerob dan pH dipertahankan agar tetap sekitar 7 dengan menggunakan larutan NaOH 20% atau H3PO4 20%. Percobaan in vitro dilakukan menurut metode Tilley dan Terry (1963) dengan inkubasi selama 24 jam, dan dilanjutkan pencernaan pasca rumen dengan penambahan pepsin selama 24 jam berikutnya, untuk mengetahui kecernaan pasca rumen. Kedua unit percobaan dilakukan secara terpisah. Sampel yang telah disiapkan ditimbang sebanyak 0.5 gram dan dimasukkan ke dalam tabung fermentor berkapasitas 100 ml. Larutan medium buffer yang terdiri dari 2 gram trypticase, 400 ml air, 0.1 ml larutan mikromineral ditempatkan di dalam erlenmeyer dan diaduk hingga larut. Selanjutnya ditambahkan 200 ml larutan buffer, 200 ml larutan mikromineral, dan 1 ml resazurin dan 40 ml larutan pereduksi. Medium lalu ditempatkan ke dalam water bath pada suhu 39° C sambil dialirkan gas CO2 dan diaduk dengan magnetic stirrer, hingga terjadi perubahan warna medium dari biru ke merah muda hingga menjadi bening tidak berwarna yang menandai medium telah tereduksi dengan sempurna. Selanjutnya 1 bagian rumen dicampur dengan 4 bagian medium di bawah aliran gas CO2 di dalam water bath sambil terus diaduk. Sebanyak 50 ml campuran medium diambil dan dimasukkan ke dalam masing-masing tabung fermentor yang telah berisi sampel dan 2 tabung fermentor yang tidak berisi sampel (blanko). Tabung fermentor ditutup dengan tutup karet berventilasi, dan diinkubasi secara anaerob selama 24 jam dalam shaker water bath pada suhu 39° C. Setelah inkubasi tahap I berakhir, tutup karet fermentor dilepaskan dan ditambahkan 2 ml HCl 6 N agar pH mencapai 2. Selanjutnya ditambahkan 0,5 gram pepsin, diaduk sampai tercampur rata dan ditambahkan 1 ml toluen. Tabung fermentor ditempatkan kembali ke dalam shaker water bath, dan diinkubasi secara aerob pada suhu 39° C. Sisa fermentasi (residu dan blanko) diperoleh dengan penyaringan menggunakan kertas saring Whatman no. 41, lalu ditentukan kadar bahan kering, dan bahan organik. Percobaan in vitro dilakukan untuk konsentrasi NNH3, VFA total dan parsial cairan rumen, kecernaan bahan kering (KCBK), dan kecernaan bahan organik (KCBO).
23
Pengukuran pH cairan rumen dilakukan pada setiap akhir inkubasi dengan menggunakan pH meter. Untuk analisis VFA, supernatan diambil sebanyak 2 ml dan dimasukkan ke dalam tabung sampel yang bertutup. Ke dalam tabung tersebut ditambahkan 30 mg 5-sulphosalicylic acid (C6H3(OH)SO3H H2O) lalu dikocok. Kemudian disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit dan disaring dengan milipore hingga diperoleh cairan jernih. Sebanyak 1 µl cairan jernih diinjeksikan ke gas kromatografi (AOAC 1995). Sebelum injeksi sampel, terlebih dahulu diinjeksikan larutan VFA standar. Kadar VFA total ditentukan dengan metode destilasi uap, sedangkan kadar N-NH3 ditentukan dengan teknik Microdifusi Conway (General Laboratory Procedure 1966). Pengumpulan dan Analisis Data Semua data baik dari penelitian pertama dan kedua (analisa proximat) serta penelitian ketiga (KCBK, KCBO, VFA total, VFA parsial, dan N-NH3) dikumpulkan untuk selanjutnya dianalisa secara statistik. Penelitian pertama berupa penggunaan sumber karbohidrat yang berbeda dalam media fermentasi terdiri atas 5 perlakuan (tanpa sumber karbohidrat (kontrol), dengan penambahan tepung sagu, jagung giling, bekatul, dan tepung beras) dengan masing-masing 3 ulangan. Penelitian ke dua berupa lama pemeraman terdiri atas 5 perlakuan (0, 5, 10, 15 dan 20 hari) pemeraman dengan 3 ulangan. Sementara penelitian ketiga berupa uji in vitro terdiri pelepah sawit fermentasi dari tahapan penelitian sebelumnya. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan model matematika sebagai berikut: Yij = µ + Ti + eij dimana : Yij = Repons pengamatan individu yang memperoleh perlakuan i ulangan ke-j µ = Nilai tengah Ti = Pengaruh perlakuan ke-i eij = Sisaan
ke-
24
Semua data disajikan dalam bentuk rata-rata ± standarrd error ratarata (±SEM). Data diolah menggunakan prosedur statistik dengan menggunakan software SPSS (versi 12 for window). Apabila terdapat perbedaan antar perlakuan dilakukan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test menurut Steel dan Torrie (1993).
25
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrisi Substrat Pelepah Sawit yang Difermentasi dengan Penambahan Sumber Karbohidrat yang Berbeda Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05) akibat penambahan penambahan sumber karbohidrat yang berbeda pada media fermentasi terhadap kandungan bahan kering substrat (Tabel 1). Namun demikian, proses fermentasi mengakibatkan peningkatan kadar bahan kering substrat pelepah sawit, berkisar antara 12,84 – 29,42%. Rendahnya kehilangan air pada penambahan dedak halus karena dedak memiliki serat kasar yang lebih tinggi dibandingkan sumber karbohidrat lain yang digunakan pada penelitian ini. Bahan pakan berserat lebih mudah mengikat air, sehingga air bebas berkurang dan mencegah terjadinya evaporasi. (Tabel 2). Peningkatan kadar bahan kering substrat pada fermentasi jenis padat karena A. niger menyerap air untuk pertumbuhannya, sehingga semakin lama waktu fermentasi kondisi substrat semakin kering. Substrat padat bertindak sebagai sumber karbon, nitrogen, mineral, faktor-faktor penunjang pertumbuhan dan memiliki kemampuan untuk menyerap air. Kadar air pada media padat berkisar 12-60% (Tayildizi et al., 2007). Rataan kandungan nutrisi substrat pelepah sawit setelah fermentasi serta serta perbandingannya dengan kandungan nutrisi sebelum fermentasi dapat dilihat masing-masing pada Tabel 1 dan Tabel 2 berikut. Tabel 1. Rataan Kandungan Bahan Kering (BK), Protein Kasar (PK), Serat Kasar (SK), dan Abu Substrat Fermentasi dengan Penambahan Sumber Karbohidrat Berbeda Perlakuan FK FTS FTB FDH FJG
BK (%) 27,46 ±0,98 27,40±0,62 27,71±0,67 26,74±0,17 26,46±0,26
PK (%) 12,03b±0,08 11,16b±0,44 12,72 ab±0,22 13,25 a±010 12,34b±0,03
SK (%) 21,92a±0,44 19,85b±0,86 19,45b±0,51 18,26b±0,24 18,66b±0,18
Abu (%) 14,59a±0,10 13,45b±0,42 13,44b±0,15 14,55a±0,34 14,02 ab±0,15
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) FK (Kontrol); FTS (Tepung sagu); FTB (Tepung beras); FB (Bekatul); FGJ (Jagung giling)
26
Tabel 2. Rataan Kandungan Bahan Kering (BK), Protein Kasar (PK), Serat Kasar (SK), dan Abu Substrat Sebelum dan Sesudah Fermentasi (%). Perlakuan FK FTS FTB FDH FJG
BK SBF 22,11 21,78 21,41 23,70 22,19
PK SSF 27,46 27,40 27,71 26,74 26,46
SBF 5,30 6,62 6,93 6,06 7,67
SK SSF 12,03 11,16 12,72 13,25 12,34
SBF 21,78 18,50 21,39 19,55 20,65
Abu SSF 21,92 19,85 19,45 18,26 18,66
SBF 11,98 11,43 10,87 11,57 11,42
SSF 14,59 13,45 13,44 14,55 14,02
Keterangan: FK (Kontrol); FTS (Tepung sagu); FTB (Tepung beras); FB (Bekatul); FGJ (Jagung giling) SBF (Sebelum fermentasi); SSF (Sesudah fermentasi)
Penambahan sumber karbohidrat terlarut pada media fermentasi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kandungan protein kasar substrat (Tabel 1). Kandungan protein kasar mengalami peningkatan pada semua perlakuan. Kandungan protein kasar tertinggi ditunjukkan pada penambahan dedak halus, yang meningkat hingga 118%. Peningkatan ini ditunjang oleh kandungan protein kasar dedak halus yang cukup baik (10,8%), disamping kaya kandungan vitamin dan mineral yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk tumbuh optimal dan beraktivitas dalam sintesis protein mikroba. Selama proses fermentasi, terjadi pertumbuhan kapang dan pembentukan protein mikrobia hasil metabolism dari kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein substrat (Luh, 1991 dan Sembiring, 2006). Kandungan serat kasar juga berbeda nyata (P<0,05) akibat penambahan sumber karbohidrat pada media fermentasi. Pada penambahan sumber karbohidrat terlarut didapat kandungan serat kasar yang secara nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan perlakuan kontrol. Kecuali pada kontrol dan penambahan tepung sagu, penambahan karbohidrat terlarut dapat menurunkan kandungan serat kasar antara 6,61-9,64%. Tercukupinya sumber energi selama proses fermentasi berlangsung, digunakan mikroba untuk kebutuhan hidupnya sehingga meningkatkan kinerjanya dalam mendegradasi serat kasar substrat (Harry, 2007). Selain pada perlakuan kontrol, Kandungan abu tertinggi terdapat pada penambahan dedak halus, yang berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan penambahan tepung sagu dan tepung beras. Hal ini karena, dedak halus kemungkinan tercampur dengan sekam yang mengandung lignin dan silika. Kadar abu mempunyai
27
hubungan yang positif dengan kadar serat kasar. Tingginya kandungan serat kasar akan berpengaruh positif terhadap besarnya kadar abu. Meskipun dipandang dari segi nutrisi kandunga abu tidak begitu penting, namun dalam analisis proksimat data abu diperlukan untuk menghitung atau mengukur nilai BETN (bahan ekstrak tanpa N)(Pond et al., 1995 dan Wibowo, 2010).
Kandungan Nutrisi Substrat Pelepah Sawit yang Difermentasi dengan Lama Pemeraman yang Berbeda Hasil
penelitian
menunjukkan,
fermentasi
substrat
pelepah
sawit
menggunakan A. niger dengan lama pemeraman yang berbeda berpengaruh nyata terhadap bahan kering substrat (Tabel 3). Peningkatan bahan kering mulai terlihat pada hari ke-15 dan meningkat tajam pada hari ke-20. Hal ini karena substrat yang digunakan berupa substrat padat kaya serat, sehingga semakin lama waktu fermentasi kondisi substrat semakin kering, karena A. niger menggunakan air untuk metabolism dan pertumbuhannya selama fermentasi berlangsung. Rataan kandungan nutrisi substrat pelepah sawit dengan lama fermentasi berbeda tersaji pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Rataan Kandungan Bahan Kering (BK), Protein Kasar (PK), Serat Kasar (SK), dan Abu Substrat dengan Lama Pemeraman yang Berbeda Perlakuan F0 F5 F10 F15 F20
BK (%) 20,19c±0,21 20,88c±0,57 22,56c±0,29 28,29b±0,76 42,02a±1,74
PK (%) 9,57b±0,18 11,51a±0,18 11,77a±0,20 12,17a±0,48 11,66b±0,68
SK (%) 20,85a±0,34 21,70a±0,18 21,22a±0,82 20,07 ab±0,14 18,60b±0,61
Abu (%) 11,51c±0,20 12,66b±0,33 13,70a±0,17 13,61a±0,07 14,13a±0,20
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) F0 (0 hari); F1 (5 hari); F2 (10 hari); F3 (15 hari); F4 (20 hari)
Kandungan protein kasar substrat pelepah sawit berbeda nyata (P<0,05) akibat lama pemeraman yang berbeda. Terjadi kenaikan kandungan protein hingga hari ke-15 fermentasi, namun kemudian menurun pada hari ke-20. Pertumbuhan A. niger sangat bergantung pada ketersediaan nutrien dalam substrat, sumber energi dari media yang digunakan, dan sumber mineral yang ditambahkan ke dalam substrat, seperti urea. Penambahan urea sebagai mineral N anorganik pada media akan
28
meningkatkan aktivitas kapang dalam membentuk sel, dan sebagai sumber N yang untuk sintesis protein mikrobia (Lechninger, 1991 dan Sugiyanti et al., 2013). Lama pemeraman yang terlalu panjang dapat menurunkan kandungan protein substrat karena terjadinya kejenuhan, kekurangan oksigen, karbon dan kurangnya substrat sebagai nutrisi bagi A. niger. Kekurangan nutrisi yang diperlukan mengakibatkan A. niger tidak mampu menghasilkan asam sitrat, sehingga fungi ini tidak mampu membentuk koloni dan melakukan fermentasi. Kondisi ini menyebabkan sebagian A. niger akan mati dan menjadi sumber nutrisi bagi yang masih hidup (Sugiono, 2008). Semakin lama pemeraman secara konsisten mengakibatkan turunnya kandungan serat kasar secara nyata (P<0,05). Namun demikian, penurunan kandungan serat kasar masih kurang optimal diduga karena pemberian starter A. niger tidak mencukupi sehingga enzim selulosa yang dihasilkan terbatas. Menurut Iskandar (2009), semakin tinggi starter A. niger yang ditambahkan maka semakin menurun kandungan serat kasar yang dihasilkan. Penurunan ini berkat peran A. niger dalam menghasilkan enzim selulase yang mendegradasi selulosa menjadi selubiosa dan glukosa (Berka et al., 1992). Kandungan abu substrat mengalami peningkatan secara nyata (P,0,05) seiring dengan meningkatnya lama pemeraman. Hasil ini tidak berarti kandungan abu meningkat secara aktual, tetapi diakibatkan hilangnya bahan-bahan organik yang terlarut sehingga terjadi peningkatan proporsi abu.
Evaluasi Kecernaan Substrat Pelepah Sawit yang Difermentasi Menggunakan Aspergillus niger dengan Penambahan Sumber Karbohidrat yang Berbeda Kisaran pH rumen yang optimal untuk proses selulolisis, proteolisis, dan deaminasi berkisar antara 6-7. Degradasi pakan serat berlangsung optimal pada pH 6,5 sampai 6,8, apabila nilai pH turun di bawah 6,2 aktivitas bakteri selulolitik mulai terganggu. Penurunan nilai pH berkorelasi dengan meningkatnya N mikroba, serta meningkatnya konsentrasi VFA total dan parsial (Arora, 1989; Alltech 2012). Status pH rumen in vitro akibat perlakuan berada pada tingkat optimal, berkisar antara 6.80 sampai 6.90 (Tabel 4). Hasil sidik ragam memperlihatkan tidak ada perbedaan nyata (P>0,05) pada nilai pH antar perlakuan. Hal ini menunjukkan
29
bahwa lingkungan rumen berada dalam keadaan seimbang, sehingga proses fermentasi dapat berjalan dengan baik. Rataan nilai pH, N-NH3, VFA Total dan Kecernaan in vitro tersaji pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Rataan Nilai pH, Kecernaan Bahan Kering (KCBK), Kecernaan Bahan Organik (KCBO), N-NH3, dan VFA Total in vitro Perlakuan
pH
KCBK (%)
KCBO (%)
FK FTS FTB FDH FJG
6,80±0,06 6,83±0,03 6,87±0,03 6,87±0,03 6,90±0,00
22,28b±0,05 24,25a±0,47 20,95c±0,44 25,23a±0,17 22,08b±0,45
18,47 b±0,54 21,70 a±0,33 17,21 b±0,54 21,88 a±0,21 18,26 b±0,54
N-NH3 (mM) 4,70±0,23 6,33±0,43 5,94±0,19 5,79±0,85 5,96±0,45
VFA Total (mM) 62,15 b±5,93 96,58 a±9,57 75.25ab±3,66 90,85 a±6,29 77,20ab±7,27
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) FK (Kontrol); FTS (Tepung sagu); FTB (Tepung beras); FB (Bekatul); FGJ (Jagung giling)
Amonia (N-NH3) merupakan produk utama dari proses deaminasi asam amino, dan kecukupannya dalam rumen untuk memasok sebagian besar N untuk pertumbuhan mikroba merupakan prioritas utama dalam mengoptimalkan fermentasi hijauan (Wallace & Cotta 1988; Leng 1990). Tabel 4 memperlihatkan konsentrasi amonia setelah inkubasi 6 jam, yang berbeda tidak nyata (P>0,05) pada semua perlakuan dan berada pada kisaran optimum yaitu 6-30 mg/dL atau 4-21 mM (Yuan et al. 2010). Hal ini menunjukkan, semua perlakuan memberikan efisiensi penggunaan amonia yang sama. Amonia merupakan sumber N bagi pertumbuhan bakteri, bahkan 80% bakteri dapat tumbuh dengan amonia sebagai satu-satunya sumber N. Ketersediaan VFA dan amonia yang cukup dapat meningkatkan sintesis protein mikrobia. Turunnya konsentrasi amonia dalam cairan rumen selain mencerminkan proses fermentasi yang berjalan baik, juga menunjukkan penurunan asupan N atau turunnya degradasi protein (Baldwin 1995; Ramos et al. 2009 ). Fermentasi dalam rumen menghasilkan asam lemak terbang atau volatile fatty acids (VFA) sebagai produk utama untuk menyediakan energi dan karbon untuk pertumbuhan dan mempertahankan kehidupan komunitas mikroba. Jumlah VFA yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh kecernaan serta kualitas ransum yang difermentasi (Hvelplund 1991; Baldwin 1995). Konsentrasi VFA total setelah
30
inkubasi 6 jam berbeda antarperlakuan (P<0,05), berkisar antara 62,15-96,58 mM. VFA yang dihasilkan pada semua perlakuan berada pada kisaran optimum bagi pertumbuhan mikroba dan sistem rumen, yaitu 60-120 mM (Waldron et al., 2002). Persentase VFA memegang peranan penting dalam produksi ternak, dan terkait langsung dengan komposisi pakan. Tingginya produksi VFA yang diikuti rendahnya konsentrasi amonia mencerminkan efisiensi penggunaan amonia oleh bakteri untuk sintesis protein mikroba dan pertumbuhan. Induk semang memanfaatkan VFA sebagai sumber energi, sedangkan bakteri sendiri memanfaatkannya sebagai sumber karbon (Dönmez et al., 2003). Besarnya kecernaan pakan di dalam rumen dipengaruhi oleh komposisi kimia pakan terutama kandungan serat dan protein, dan kondisi fermentasi meliputi pH, NNH3, dan VFA yang mendukung terjadinya kecernaan pakan selama proses fermentasi. Kandungan serat yang lebih rendah menyebabkan kecernaan bahan kering lebih tinggi. Tingkat kecernaan pakan dapat digunakan sebagai indikator kuliatas pakan. Semakin tinggi kecernaan bahan kering dan bahan organik pakan semaikin tinggi nutrient yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak (Syahrir, 2009). Pada penelitian ini, penambahan karbohidrat terlarut berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai KCBK dan KCBO substrat fermentasi. Nilai KCBK dan KCBO tertinggi terdapat pada penambahan tepung sagu dan dedak halus. Hal ini diduga karena terjadinya keseimbangan ketersediaan nutrient dalam media in vitro, khususnya sumber energi, sehingga menghasilkan pertumbuhan dan aktivitas mikroba rumen yang optimum dalam mencerna pakan. Hasil ini didukung oleh tingginya produksi VFA pada kedua perlakuan tersebut, yang mencerminkan proses fermentasi berjalan dengan baik. Parakkasi (1999) menyatakan, nilai KCBO erat kaitannya dengan nilai KCBK, karena sebagian dari bahan kering terdiri atas bahan organik dan anorganik. Penurunan nilai KCBK akan mengakibatkan penurunan nilai KCBO, demikian juga sebaliknya. Turunnya kandungan bahan organic pada proses fermentasi akibat terjadi perombakan bahan organik (terutama karbohidrat) yang dijadikan sebagai sumber energy bagi pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme (Fardiaz, 1992).
31
BAB 6 RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA Rencana pada tahun II akan dilakukan evaluasi kecernaan pelepah sawit fermentasi menggunakan A. niger, dengan penambahan dedak halus pada lama pemeraman 15 hari, melalui uji substitusi konsentrat dengan pelepah sawit fermentasi dalam pakan komplit berbasis hijauan pada Sapi Aceh (in vivo).
Pelaksanaan penelitian Sapi Aceh yang digunakan akan diberi empat (4) perlakuan pakan, yaitu masing-masing perlakuan substitusi konsentrat dengan pelepah sawit fermentasi sebanyak 0% (Kontrol), 10% (A1), 20% (A2), dan 30% (A3). Parameter yang diamati adalah produktivitas ternak meliputi pertambahan bobot badan (PBB), konsumsi bahan kering, konsumsi bahan organik, dan konversi pakan. Parameter fermentasi rumen yang akan diamati meliputi konsentrasi VFA total dan parsial, NNH3, KCBK dan KCBO. Pemberian pakan dan minum dilakukan setiap hari secara ad libitum dan dilakukan evaluasi konsumsi pakan setiap hari untuk mendapatkan data konsumsi bahan kering dan bahan organik. Penimbangan bobot badan dilakukan satu minggu sekali untuk mengetahui pertambahan bobot badan (PBB) dan konversi pakan. Koleksi feses dilakukan diminggu terakhir perlakuan untuk mengetahui kecernaan bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO). Pola fermentasi rumen diketahui dengan mengukur konsentrasi VFA total dan parsial serta konsentrasi N-NH3 cairan rumen yang diambil dengan stomach tube, pada akhir periode penelitian.
32
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Penambahan berbagai sumber karbohidrat terlarut pada substrat pelepah sawit yang difermentasi menggunakan kapang Aspergillus niger dapat meningkatkan kandungan protein kasar pada semua perlakuan, namun belum optimal dalam menurunkan kandungan serat kasar substrat. Pada perlakuan lama pemeraman, didapatkan penurunan serat kasar secara konsisten hingga perlakuan pemeraman terlama (20 hari), sedangkan peningkatan kandungan protein kasar mulai menurun setelah 15 hari pemeraman. Penambahan tepung sagu dan dedak halus dapat meningkatkan nilai KCBK dan KCBO seiring dengan meningkatnya VFA total sebagai indikator kualitas pakan.
Saran Untuk mengoptimalkan perbaikan kualitas nutrisi pelepah sawit sebaiknya dilakukan amoniasi terlebih dahulu sebelum dilakukan fermentasi. Hal ini mengingat kandungan lignin dan serat kasar yang kompak pada pelepah sawit, sehingga menghambat degradasi serat kasar oleh enzim selulolitik.
33
DAFTAR PUSTAKA
Abu Hassan, O., Ishida M, Shukri IM, and Tajuddin ZA. Oil-palm fronds as a roughage feed source for ruminants in Malasyia. http://www.fao.org/prods/gap/database/gap/files/1280 OIL PALM FRONDS RUMINANTS IN MALASYIA.PDF. Diakses tanggal 22 Maret 2013. Alimon, AR and M. Hair-Bejo. 1996. Feeding system based on oil palm by-product in Malaysia. In: Proc. of the First International Symposium on the Integration of Livestock to Oil Palm Production. HO, Y.W., M.K. Vidyadaran I and M.D. Sanchez (Eds.). 25 –27 May 1995, Kuala Lumpur, Malaysia. Alltech. 2012. Asidosis. [Terhubung berkala]. www.alltech.com/animal_nutrition/ beef_cattle/challenges/beef_cattle_acidosis. Diunduh 05/02/2012 Anonim. 2006. Rencana Tindak Lanjut Program Menuju Kecukupan Daging Sapi 2010. Laporan Bulanan Puslitbangnak Mei 2006. AOAC., 1990. Officials Methods of Analysis. 15th ed. Association of Official Analytic Chemists. Arlington, VA. Arora, SP. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Baldwin, RL. 1995. Modelling Ruminant Digestion and Metabolism. Chapman & Hall, London. Basri, H. 1981. Pedoman Pemeliharaan Sapi. Rural Development Centre (RDC), Syiah Kuala University, Banda Aceh. Batubara, L, Ginting SP, Simanihuruk K, Sianipar J, dan Tarigan A. 2003. Pemanfaatan limbah dan hasil ikutan perkebunan kelapa sawit sebagai ransum kambing potong. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 29-30 Sept. 2003. Puslitbang Peternakan, Bogor. Hal. 106109. Berka, RM, Coleman ND, dan Ward M. 1992. Industrial enzym from Aspergillus species. Dalam Bennet JW dan MA Klich (eds). Aspergillus Biology and Industrial Application. Butterworth Hannemann, USA. Bintang, IAK, Sinurat AP, Murtisari T, Pasaribu T, Purwadaria T, dan Haryati T. 1999. Penggunaan bungkil inti sawit dan produk fermentasinya dalam ransum itik sedang bertumbuh. JITV 4:179-184.
34
Bisaria, R., Madan, M. and Vasudevan, P. 1997. Utilisation of agro-residues as animal feed through bioconversion. Bioresource Technology, Volume 59, Issue 1; 5-8. Dahlan, I. 2000. Oil palm frond, a feed for herbivores. Asian-Aus. J. Anim. Sci. Supplement C: 300-303. Devendra,C. 1990. Roughage Resources for Feeding in The Asean Region, The First Asean Workshop on Technology of Animal Feed Production Utility Food Waste Material. Dönmez, N, Karsli MA, Çinar A, Aksu T, dan Baytok E. 2003. The effects of different silage additives on rumen protozoan number and volatile fatty acids concentration in sheep fed corn silage. Small Ruminant Res. 48;227-231. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. General Laboratory Procedures. 1966. Departement of Dairy Science. University of Wisconsin. Madison. Gras.
2008. Aspergillus niger. http://www.cfsan.fda.gov/~rdb/opa-gras.html). Diakses tanggal 15 Februari 2013.
Harry TU. 1999. Peningkatan nilai nutrisi ampas sagu melalui bio fermentasi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, Manokwari. Hvelplund, T. 1991. Volatile fatty acids and protein production in the rumen. Di dalam: Jouany JP, editor. Rumen Microbial Metabolism and Ruminant Digestion. INRA, Paris. Ishida, M. and Abu Hassan O. 1992. Effect Of Urea Treatmeant Level on Nutritive Value of Oil Palm Fronds Silage In Kedah Kelantan Bulls, Animal Science Congress, Bangkok, Thailand. Iskandar, B. 2009. Kajian perbedaan aras dan lama pemeraman fermentasi ampas sagu dengan Aspergillus niger terhadap kandungan protein kasar dan serat kasar. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Kawamoto, H, Mohamed WZ, Shukur NIM, Ali MSM, Ismail Y, and Oshio S. 2001. Palatability, digestibility, and voluntary intake of processed oil palm fronds in cattle. JARQ 35(3); 195-200. Kompiang, IP, Haryati T, dan Darma J. 1994. Nilai gizi dari singkong yang diperkaya protein: Cassapro. Ilmu dan Peternakan 7(2): 22-25. Lechninger, AL. 1991. Dasar-dasar Biokimia. Jilid I, Erlangga. Jakarta.
35
Leng, RA. 1990. Factors affecting the utilization of ‘poor quality’ forages by ruminants particularly under tropical condition. Di dalam: Nutrition Research Reviews. Vol 3. Smith RH, editor. Cambridge University Press, Cambridge. Luh, B. 1991. Rice Utilization Vol II. Van Nostrand Reinhold, New York. Mathius, IW. 2005. Inovasi teknologi pemanfaatan produk samping industri kelapa sawit sebagai pakan ruminansia. Prosiding Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi Banjarbaru, 22-23 Agustus 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. NRC. 2001. Nutrient Requirement of Dairy Cattle. 7th rev. ed., National Research Council, National Academic Press, Washington, DC, USA. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Pasaribu, T. 2007. Produk fermentasi limbah pertanian sebagai bahan pakan unggas di Indonesia. Wartazoa Vol. 17 No. 3. Hal. 109-116. Purwadaria, T, Sinurat AP, Haryati T, Sutikno I, Supriyati, dan Darma J. 1998. Korelasi antara enzim mannose dan selulase terhadap kadar serat lumpur sawit hasil fermentasi dengan Aspergillus niger. JITV 3(4):230-236. Rahman, MM., Lourenco M, Hassim HA, Boars JJP, Sonnenberg ASM, Cone JW, De Boever J, and Fievez V. 2011. Improving ruminal degradability of oil palm fronds using white rot fungi. Anim. Feed. Sci. and Tech. Vol. 169, Issues 3-4. Pages. 157-166. Sarwindaningrum, I. 2009. Swasembada daging sapi 2014. Koran Kompas 9 Nov. 2009. Shrivastava, B., Thakur, S., Pal Khasa, Y., Gupte, A., Puniya, A.K., and Kuhad, R.C. 2011. White-rot fungal conversion of wheat straw to energy rich cattle feed. Biodegradation. Volume 22, Issue 4; 823-831. Simanihuruk, K., Junjungan, dan Ginting SP. 2008. Pemanfaatan silase pelepah kelapa sawit sebagai Pakan Basal Kambing Kacang Fase Pertumbuhan. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Hal. 446-455. Steel, RGD dan Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik.. Terjemahan P.T. Gramedia, Jakarta Sugiyanti, M. 2013. Pengaruh jenis vitamin dan sumber nitrogen dalam peningkatan kandungan protein kulit ubi kayu melalui proses fermentasi. Seminar Tugas Akhir S1 Teknik Kimia, Universitas Diponegoro.
36
Sugiyono. 2008. Kadar protein dan serat kasar ampas sagu (Metroxylon Sp) terfermentasi dengan lama pemeraman yang berbeda. Jurnal Ilmiah Ikoma. UNDARIS, Ungaran. Suryadi, Afdal M, dan Latief A. 2009. Pengaruh penggantian rumput dengan pelepah sawit ditinjau dari segi kecernaan dan fermentabilitas secara in vitro gas. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. Vol. XII. No. 1. Hal. 29-34. Syahrir, S. 2009. Potensi daun murbei dalam meningkatkan nilai guna jerami padi sebagai pakan sapi potong. Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Tampoebolon, BIM. 2009. Kajian perbedaan aras dan lama pemeraman fermentasi ampas sagu dengan Aspergillus niger terhadap kandungan protein kasar dan serat kasar. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan, 20 Mei 2009. Semarang. Hal. 235-243. Tang, S.X, Tayo GO, Tan ZH, Shen LX, Zhou CS, Xiao WJ, Han XF and Shen SB. 2008. Effects of yeast culture and fibrolytic enzyme supplementation on in vitro fermentation characteristics of low-quality cereal straws. J. Anim. Sci. Vol. 86 no. 5; 1164-1172 Tanyildizi, MS, Dursun O, Murat E. 2007. Production of bacterial amylase by B. amyloliquefaciens under solid substrate fermentation. Biochemical Engineering Jurnal. Vol. 37; 294-297. Tilley, JMA and Terry RA. 1963. A two-stage technique for the in vitro digestion of forage crops. J Br Grassl Soc 18:104-109. Waldron, MR et al. 2002. Volatile fatty acids metabolism by epithelial cells isolated from different areas of the ewe rumen. J of Anim Sci. 80: 270-278. Wallace, RJ, Cotta MA. 1988. Metabolism of nitrogen-containing compounds. Di dalam: Hobson PN, editor. The Rumen Microbial Ecosystem . Appl. Sci. London. Wanapat, M., Polyorach S, Boonnop K, Mapato C. and Cherdthong A. 2009. Effects of treating rice straw with urea or urea and calcium hydroxide upon intake, digestibility, rumen fermentation and milk yield of dairy cows. Livestock Sci. Vol. 125, Issue 2; 283-243. Wibowo, AH. 2010. Pendugaan nutrient dedak padi berdasarkan karakteristik sifat fisik. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Wina, E. 2005. Teknologi pemanfaatan mikroorganisme dalam pakan untuk meningkatkan produktivitas ternak ruminansia di Indonesia. Sebuah review. Wartazoa Vol. 15 No. 4. Hal. 173-186.
37
Yuan ZQ et al. 2010. Effects of dietary supplementation with alkyl polyglycoside, a non ionic surfactant, on nutrient digestion and ruminal fermentation in goats. J Anim Sci 88:3984-3991.
38
LAMPIRAN
Lampiran 1. Instrumen Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian, Unsyiah. Peralatan di laboratorium ini sebagian besar sudah dapat mendukung kegiatan penelitian ini. Beberapa peralatan utama laboratorium yang digunakan pada penelitian ini, meliputi; 1. Oven 2. Timbangan digital 3. Seperangkat alat untuk analisis proksimat 4. Shaker Waterbath 5. Vortex 6. Sentrifus
39
Lampiran 2. Personalia Tenaga Peneliti dan Kualifikasinya
No 1.
Nama/NIDN Dr. Ir. Sitti Wajizah, M. Si/ 0028026902
Instansi Asal
Bidang Ilmu
Unsyiah
Nutrisi Ternak
Alokasi Waktu (Jam/ Minggu) 8
Uraian Tugas - Mengkoordinasi semua kegiatan penelitian dari awal sampai akhir - Mengawasi jalannya Penelitian - Sebagai penghubung dalam penggunaan laboratorium apabila analisa yang dilakukan tidak tersedia di Jurusan Peternakan Unsyiah. - Bersama-sama dengan anggota mempersiapkan bahan dan alat yang dibutuhkan dalam penelitian - Bersama-sama dengan anggota mengamati penelitian dan mengumpulkan data hasil dari penelitian. - Bersama dengan anggota mengolah data - Berama dengan anggota membuat laporan penelitian. - Memberi presentasi pada seminar baik Nasional maupun Internasional - Bersama-sama dengan anggota membuat artikel untuk dipublikasi ke Jurnal Internasional - Bersama-sama dengan anggota membuat laporan pertanggung jawaban keuangan
40
2.
Dr. Ir. Samadi, M.Sc/ 0017076802
Unsyiah
Nutrisi Ternak
8
- Bersama-sama dengan ketua mengamati penelitian dan pengumpulan data - Bersama dengan ketua mengolah data - Berama dengan ketua membuat laporan penelitian. - Bersama-sama dengan ketua mempersiapkan bahan dan alat yang dibutuhkan dalam penelitian - Memberi presentasi pada seminar baik Nasional maupun Internasional apabila ketua berhalangan. - Bersama-sama dengan ketua membuat artikel untuk dipublikasi ke Jurnal Internasional - Bersama-sama dengan ketua membuat laporan pertanggung jawaban keuangan - Membuat log book kegiatan harian dalam penelitian.
3.
Ir. Yunasri Usman, M.P/ 0012055702
Unsyiah
Nutrisi Ternak
8
- Bersama-sama dengan ketua mengamati penelitian dan pengumpulan data - Bersama dengan ketua mengolah data - Bersama dengan ketua membuat laporan penelitian. - Bersama-sama dengan ketua mempersiapkan bahan dan alat yang dibutuhkan dalam penelitian - Memberi presentasi pada seminar baik
41
Nasional maupun Internasional apabila ketua berhalangan. - Bersama-sama dengan ketua membuat artikel untuk dipublikasi ke Jurnal Internasional - Bersama-sama dengan ketua membuat laporan pertanggung jawaban keuangan - Membuat log book kegiatan harian dalam penelitian. 4.
Elmi Mariana, S. Pt, M. Si/ 0009097903
Unsyiah
Pemuliaan Ternak
8
- Bersama-sama dengan ketua mengamati penelitian dan pengumpulan data - Bersama dengan ketua mengolah data - Bersama dengan ketua membuat laporan penelitian. - Bersama-sama dengan ketua mempersiapkan bahan dan alat yang dibutuhkan dalam penelitian - Memberi presentasi pada seminar baik Nasional maupun Internasional apabila ketua berhalangan. - Bersama-sama dengan ketua membuat artikel untuk dipublikasi ke Jurnal Internasional - Bersama-sama dengan ketua membuat laporan pertanggung jawaban keuangan - Membuat log book kegiatan harian dalam penelitian.
42
Biodata Ketua dan Anggota A. Identitas Diri Anggota Ketua Peneliti 1. Nama Lengkap (dengan gelar) : 2. Jenis Kelamin : 3. Jabatan Fungsional : 4. NIP/NIK/Identitas lainnya : 5. NIDN : 6. Tempat/Tanggal Lahir : 7. Email : 8. Nomor Telepon/HP : 9. Alamat Kantor : 10. Nomor Telepon/Faks : 11. Lulusan yang Telah Dihasilkan : 12. Mata Kuliah yg Diampu 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Dr. Ir. Sitti Wajizah, M.Si. P Lektor 19690228 199303 2001/1171046802690004 0028026902 Banda Aceh/28 Februari 1969
[email protected] 085283475558 Fakultas Pertanian Univ. Syiah Kuala, Banda Aceh S-1= 5 orang; S-2= - Orang; S-3= - Orang Statistika Perancangan Percobaan Biokimia Nutrisi Ternak Dasar Nutrisi Ruminansia Ruminologi Seminar Reguler
B. Riwayat Pendidikan Nama PT Bidang Ilmu Tahun Masuk- Lulus Judul Skripsi/Thesis/Disertasi
Nama Pembimbing/Promotor
S1 Universitas Syiah Kuala Peternakan 1987-1992 Pengaruh Tingkat Penggunaan Dedak Halus sebagai Pengganti Jagung dalam Ransum terhadap Pertambahan Berat Badan Domba Lokal Jantan
S2 Institut Pertanian Bogor Ilmu Ternak 1996-1999 Pengaruh Penambahan Probiotik Leuconostoc citreum TSD-10 pada Substrat yang Berbeda terhadap Kecernaan Serat, Aktivitas Fermentasi, dan Populasi Bakteri Rumen (In Vitro)
S3 Institut Pertanian Bogor Ilmu Ternak 2004-2012 Ketahanan Amida dalam Sistem Rumen dan Efektivitasnya Memodifikasi Komposisi Asam Lemak pada Tikus sebagai Hewan Model Pascarumen
Ir. Hasan Basri, MS
Dr. Ir. H. Suryahadi, DEA
Prof. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan
43
C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi) No
Tahun
1.
-
Pendanaan Sumber Jumlah (Rp) -
Judul Penelitian -
D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat Dalam 5 Tahun Terakhir No
Tahun
1.
2013
Judul
Pendanaan Sumber Jumlah (Rp)
Pengawetan Telur Itik Aneka Rasa sebagai Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga.
Mandiri
2.500.000,-
E. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal Dalam 5 Tahun Terakhir No
1.
Judul Artikel Ilmiah
Vol./ Nomor/ Tahun Penambahan Mikromineral Mn dan Cu dalam Ransum 15/1 terhadap Aktivitas Biofermentasi Rumen Domba secara Hal: 9-15/2010 in vitro. Suplementasi Mineral Fe atau dan Mg dalam Ransum Hal: 726terhadap Konsentrasi Ca, P, Mg, dan Fe Serum Darah, 731/2011 Matriks Tulang, dan Performans Tikus Putih (Rattus sp.) Jantan.
2.
Nama Jurnal Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Pros. Seminar Nasional Berkelanjutan III, Road to Green Farming. Fak. Peternakan Univ. Padjadjaran.
F. Pemakalah Seminar Ilmiah Dalam 5 Tahun Terakhir No 1.
Nama Pertemuan Ilmiah / Seminar -
Judul Artikel Ilmiah
Waktu dan Tempat -
-
G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir No 1.
Judul Buku -
Tahun -
Jumlah Halaman -
Penerbit -
44
45
A. Identitas Diri Anggota Peneliti I 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Nama Lengkap (dengan gelar) Jenis Kelamin Jabatan Fungsional NIP/NIK/Identitas lainnya NIDN Tempat/Tanggal Lahir Email Nomor Telepon/HP Alamat Kantor Nomor Telepon/Faks Lulusan yang Telah Dihasilkan Mata Kuliah yg Diampu
: : : : : : : : : : : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Dr. Ir. Samadi, M.Sc L Lektor Kepala 196807171993031005 091101110074 Manggeng/17 Juli 1968
[email protected] 0813 8373 6633 Fakultas Pertanian Univ. Syiah Kuala, Banda Aceh S-1= 12 orang; S-2= 1 Orang; S-3= - Orang Zoologi Biokimia Dasar Nutrisi Ternak Bahan Pakan dan Formulasi Ransum Metodelogi Penelitian Rancangan Percobaan Pengembangan Ternak Unggas B.Inggris II
B. Riwayat Pendidikan S1 Universitas Syiah Kuala
S2 Melbourne Univ ersity, Australia
Bidang Ilmu Tahun Masuk- Lulus Judul Skripsi/Thesis/Disertasi
Peternakan 1987-1992 Pengaruh umur dan lama pemotongan pupuk NPK terhadap kualitas rumput alam
Nutrisi Ternak 1998-2000 Effect of β-3 agonist (BRR 35135A) on the performance of sheep
Nama Pembimbing/Promotor
Ir. M.Nur Husin, MP
Dr. Bryan Leury
Nama PT
S3 Goettingen University, Germany Nutrisi Ternak 2002-2006 Potential for Protein Deposition of Growing Chickens Depending on Genotype, Age and Sex and Consequences for Amino Acid Requirements Prof. F.Liebert
46
C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi) No
Tahun
Judul Penelitian
1.
2007
2.
2009
3.
2010
Kajian Produksi Dan Kualitas Silase Ransum Komplit Berbahan Pakan Lokal Dalam Upaya Mewujudkan Ketahanan Pakan Sapi Potong Di Nanggroe Aceh Darussalam Evaluasi Kemampuan Adaptasi Genetis Turunan Kambing Persilangan Boer dan Lokal Aceh Terhadap Pakan Konsentrat Asal Limbah Pertanian Protein Molecular Structure of Canola Affected by Heat Processing Method in Relation to Protein Availability: Dry Heating vs Moisture Heating: A Novel Approach
4.
2010
5.
2012
6.
2012
Pendanaan Sumber Jumlah (Rp) BRR 100 Juta
Rusnas
35 Juta
PAR-DIKTI
80 Juta
Heat-Induced Changes of Protein Molecular Structure in Canola Seeds: Comparison of Dry Heating vs Moisture Heating: A Novel Approach
PAR-DIKTI
80 Juta
Assessment of Lysine Requirement Data in Growing Chicken by Simultaneous Application of Supplementation or Diet Dilution Technique Suplementasi Daun Jaloh Dalam Pakan Ikan Sebagai Metode Pengendalian Dampak Stres Peningkatan Suhu Lingkungan
DAAD
72 Juta
Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi APBN-P2T
50 Juta
D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat Dalam 5 Tahun Terakhir No 2.
3.
4.
Tahun 2009
2009
2010
Judul Pemanfaatan Limbah Pertanian dan Industri Pertanian Menjadi Silase Ransumm Komplit Guna Mendukung Ketahanan Pakan Ternak Ruminansia di Desa Ulee Lhat Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar
Pendanaan Sumber Jumlah (Rp) LPM Unsyiah
45 Juta
Aplikasi Pemanfaatan Limbah Peternakan Sebagai Pupuk dan Energi Alternatif di Desa Gla, Kecamatan Krueng Barona Jaya, Kabupaten Aceh Besar
LPM Unsyiah
Budidaya Itik Petelur di Desa Tanjong Aceh
LPM Unsyiah
45 Juta
15 Juta
47
Besar 5.
6.
7.
8.
2010
2010
2011
2012
Iptek Bagi Kewirausahaan (IbK) di Universitas Syiah Kuala
LPM Unsyiah
Iptek Bagi Masyarakat Kelompok Usaha Peternakan Mutiara Tani Agrolestari Meunasah Krueng Kabupaten Aceh Besar Iptek Bagi Kewirausahaan (IbK) di Universitas Syiah Kuala
LPM Unsyiah
Iptek Bagi Kewirausahaan (IbK) di Universitas Syiah Kuala
LPM Unsyiah
100 Juta
35 Juta LPM Unsyiah 100 Juta
100 Juta
E. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal Dalam 5 Tahun Terakhir No
1.
2.
Judul Artikel Ilmiah
Vol./ Nomor/ Tahun Volume 44 No. 1
Lysine requirement of fast growing chickens-Effects of sex, age, level of protein deposition and lysine efficiency. The Journal of Poultry Science. 44:63-72 Threonine Requirement of Slow-Growing Male Chickens 86(6): 1140 Depends on Age and Dietary Efficiency of Threonine 1148. Utilization
Nama Jurnal Journal of Poultry Science Poultry Science
Modelling the optimal lysine to threonine ratio in growing chickens depending on age and efficiency of dietary amino acid utilisation.
Jan;49(1):4554
Vol (8) No. 2: 21-26
Agripet
Vol (10) No. 2: 45-53
Agripet
5.
Kajian Titer Antibodi Pada Yolk dari Ayam yang Diimunisasi Dengan Antigen Ekskretori/Sekretori Stadium L3 Ascaridia galli Kajian Potensi Limbah Pertanian Sebagai Pakan Ternak Ruminansia di Kabupaten Aceh Besar
Purifikasi Imunoglobulin Yolk Pada Ayam yang Divaksin Vol (10) No. terhadap Ekskretori/Sekretori Stadium L3 Ascaridia galli 2: 9-15
Agripet
6
3.
4.
7.
8. 9. 10.
Br Poult Sci.
The 3-adrenergic agonist (BRL 35135a) acutely increases oxygen consumption and plasma intermediate metabolites in sheep
51, 881 –889
Animal Production Science
Dry and moist heating-induced changes in protein molecular structure, protein subfraction, and nutrient profiles in soybeans Response and sensitivity of lipid related molecular structure to wet and dry heating in Canola tissue Pengaruh Level Subtitusi Protein Sel Tunggal (Cj Prosin) Pada Pakan Komersial Terhadap Performan Ayam
94(12): 6092.102
J.Dairy Sc.
90 (2012) 63- Spectrochimica 71 Acta Part A Vol (12) No. Agripet 1: 7-15
48
Broiler
11.
12.
13.
14.
Vibrational Spectroscopic Investigation of Biomolecular Responses of Carbohydrate Structure to Moisture and Dry Heating in Soybean Seed (Glycine Max) Konsep Ideal Protein (Asam amino) Fokus pada Ternak Ayam Pedaging (review article)
14(1):23-30, January 2012
Vol (12) No. 2: 42-48
Journal of Animal Production (JAP): Agripet
Detect the Sensitivity and Response of Protein Molecular Structure of Canola Seed (Yellow and Brown) to Different Heat Processing and Relation to Protein Utilization and Availability Using ATR-FT/IR Molecular Spectroscopy with Chemometrics
105 (2013) 304–313
Spectrochimica Acta Part A: Molecular and Biomolecular Spectroscopy
The β3-adrenergic agonist (BRL35135A) improves feed efficiency and decreases visceral but not subcutaneous fat in lambs
Volume 109, Issue 2 , Pages 128-132, January 2013
Small Ruminant Research
F. Pemakalah Seminar Ilmiah Dalam 5 Tahun Terakhir No
2.
Nama Pertemuan Ilmiah / Seminar Proseding Seminar Nasional “Sains dan Teknologi“ Semirata BKS-PTN Barat.
3.
4.
Judul Artikel Ilmiah Kajian Kualitas Silase Ransum Komplit Berbahan Pakan Lokal Dalam Mewujudkan Ketahanan Pakan di Naggro Aceh Darussalam Threonine Requirement of Slow Growing Male Chicken Genotypes Depending on Age, Protein Deposition and Dietary Threonine Efficiency
Conference On Industrial Enzyme Biotechnology 2010.
Potential for Protein Deposition in Different Broiler Genotypes Depending on Age
Semirata BKS-PTN Barat.
Potensi deposisi protein ayam pedaging pada tingkatan umur dan Jenis kelamin berbeda
Seminar ANI
Protein molecular structure of canola seed affected by heat processing method in relation to protein availability: autoclaved heating vs. dry heating: a novel approach
Prosiding BKS-PTN Barat.
Evaluasi Kebutuhan Lisin pada Ayam Broiler (1-21 hari) Berdasarkan Teknik Suplementasi
5.
6.
7.
Waktu dan Tempat Banda Aceh, 2008 Bengkulu, Provinsi Bengkulu, 2325 Mai 2010 Serpong-3 Agustus 2010. Universitas Sriwijaya, Provinsi Sumsel, 24-25 Mai 2011 Universitas Pajajaran (UnpadBandung), 6-7 Juli 2011 Universitas Tanjung Pura, PontianakKalimantan Barat. 19-20 Maret 2013
49
50
A. Identitas Diri Anggota Peneliti II 1
Nama Lengkap (dengan gelar)
2 3
Jenis Kelamin Jabatan Fungsional
4 5
NIP/NIK/Identitas lainnya NIDN
6 7
Tempat dan Tanggal Lahir E-mail
8 9
Nomor Telepon/HP Alamat Kantor
Hp081360325005 Fakultas Pertanian UNSYIAH
10 11
Nomor Telepon/Faks Lulusan yang Telah Dihasilkan
S-1 =…40.orang; S-2 =…...orang; S-3 =…… orang
12
Mata Kuliah yang Diampu
A. Riwayat Pendidikan S-1 Nama Perguruan FKHPTinggi UNSYIAH Bidang Ilmu Peternakan Tahun MasukLulus Judul Skripsi/Tesis/ Disertasi Nama Pembimbing/ Promotor
Ir. Yunasri Usman, M.P. Perempuan Lektor 195705121982032001 0012055702 Sigli / 12 Mei 1957
[email protected]
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Dasar Ilmu Nutrisi Ternak Ruminologi Seminar Reguler Bahan Pakan dan Formulasi RansumDst Nutrisi Ruminansia Nutrisi Unggas
S-2
UNIVERSITAS GAJAH MADA(UGM) Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak
1976 - 1983
1994 - 1998
Pengaruh Pakan terhadap Karakteristik Wool Domba Lokal Drh. Amir Hasan Lubis, M.Si dan Drs. Tagor Siregar
Evaluasi Degradasi Dan Laju Aliran Partikel Pakan Berserat Sisa Tanaman Pertanian (Jerami Kacang Tanah, Jerami Jagung Dan Pucuk Tebu) Di Dalam Rumen Sapai. Dr. Ir. Hari Hartadi, M.Sc.dan Dr. Ir. Kustantinah, DEA.
S-3
51
B. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi) No.
Tahun
1
2010
2
2009
3
2009
4
2009
5
2008
Judul Penelitian Kualitas kulit Jagung Yang di Fermentasi dengan Dosis Aspergillus sp Yang Berberbeda. Kajian Potensi Limbah Pertanian Sebagai Pakan Ternak Ruminansia di Kabupaten Aceh Besar. Kecernaan Dinding Sel NDF dan ADF Domba Lokal Jantan Yang Diberi Ransum Amoniasi Ampas Tebu. Kecernaan Invivo Domba Lokal Jantan yang Diberikan Ransum Amoniasi Ampas Tebu. Kualitas Jerami Padi (Oriza Sativa) yang di Fermentasi Dengan EM – 4 dan Sumber Energi Yang Berbeda.
Pendanaan Sumber* Jml (Juta Rp) Mandiri Dana Hibah APBA UNSYIAH
4000000
15000000
Mandiri
5000000
Mandiri
5000000
Mandiri
4000000
Dst
C. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat Dalam 5 Tahun Terakhir No.
Tahun
1
2012
2
2012
3
2012
Dst
Judul Pengabdian Kepada Masyarakat IbM Kekompok Tani TernakKerbau Beuna Syedara Dalam Pembuatan Biogas Sebagai Bahan Bakar Untuk Memasak Di Kecamatan Meureubo Aceh Barat Pembuatab Jerami Amoniasi dan Silase Rumput Gajah Di Gampong Seubun Ketapang Pemateri Pada Pelatihan Pembuatan Produk Ternak Oleh Kelompok KKN Empe Ara 2012 Kabupaten Aceh Besar
Pendanaan Sumber* Jml (Juta Rp) APBNP (BOPT)
20000000
Mandiri
500000
Dana KKN
500000
52
D. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal dalam 5 tahun terkhir No.
Judul Artikel Ilmiah
Nama Jurnal
1
Kajian Potensi Limbah Pertanian Sebagai Pakan Ternak Ruminansia Di Kabupaten Aceh Besar
Agripet
2
Perubahan Protein Kasar dan Serat Kasar pada Jerami Padi (Oriza sativa)Yang Mendapat Perlakuan Urea dan Gula Merah Analisis Proksimat Amoniasi Jerami Padi Dengan Penambahan Isi Rumen Kecernaan In- Vivo Domba Lokal jantan yang Diberikan Pakan Amoniasi Ampas Tebu
Sains Pertanian Almuslim
3 4
Agripet Sains Pertanian Almuslim
Volume/ Nomor/Tahun Volume10, No2,Oktober 2010 Vol.No.1, Februari 2011 Vol 11, No. 1, April 2011 Vol 2 No, 2 Agustus 2012
E. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation dalam 5 Tahun Terakhir No.
Nama Pertemuan Ilmiah/ Seminar
Waktu dan Tempat
Judul Artikel Ilmiah
1 2 3 Dst F. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir No.
Judul Buku
Tahun
Jumlah Halaman
Penerbit
1 2 3 Dst
G. Perolehan HKI dalam 5-10 Tahun Terakhir No. 1 2 3 Dst
Judul/Tema HKI
Tahun
Jenis
Nomor P/ID
53
54
A. Identitas Diri Anggota Peneliti III 1. 2. 3. 4. 5.
Nama Lengkap (dengan gelar) Jabatan Fungsional NIP/NIK/No.identitas lainnya Tempat dan Tanggal Lahir Alamat Rumah
6. 7. 8.
Nomor Telefon/ Fax Nomor HP Alamat Kantor
9. 10. 11. 12.
Nomor Telefon/ Fax Alamat Email Lulusan yang telah dihasilkan Mata Kuliah yang diampu
Elmy Mariana, S.Pt, M.Si Asisten Ahli 19790909 200604 2 001 Tulungagung, 9 September 1979 Perum Pepabri, Ds Blangkrueng, Baitussalam, Aceh Besar, NAD 085260524076 Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala
[email protected] S1 = 4 orang 1. Genetika (S1) 2. Ilmu reproduksi Ternak (S1) 3. Dasar Ilmu Pemuliaan Ternak (S1) 4. Ilmu Pemuliaan Ternak (S1)
B. Riwayat Pendidikan 1. Program 2. Nama PT 3. Bidang Ilmu 4.Tahun Masuk 5. Tahun Lulus 6. Judul Skripsi/ Tesis/Disertasi
7. Nama Pembimbing/ Promotor
S1 UGM Teknologi Hasil Ternak 1998 2003 Kinerja pertumbuhan probiotik L. acidophilus dalam medium susu dengan suplementasi tepung terigu dan pollard. Prof. Dr. Ir. Soeparno Ir. Widodo Hadi Saputo, M. Sc
S2 IPB Ilmu Ternak 2008 2011 Polimorfisme Gen β-casein dan Laktoferin dan hubungannya dengan protein dan kualitas susu pada sapi perah Friesian-Holstein. Prof. Dr.Ir. Cece Sumantri, M. Agri. Sc Ir. Anneke Anggraeni, M.Si, Ph.D Dr. Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA
C. Pengalaman Penelitian (Bukan Skripsi, Tesis Maupun Disertasi) No. -
Tahun -
Judul Penelitian -
Sumber -
pendanaan Jumlah (Juta Rp) -
55
D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat (Bukan Skripsi, Tesis Maupun Disertasi) No.
Tahun
1
2006
2
2008
3
2008
Judul Pengabdian kepada Masyarakat Penggunaan Suplemen Viterna untuk Peningkatan Bobot Badan Sapi Kampanye Kesadaran Gizi. Gizi seimbang bagi remaja : kontribusi protein hewani dalam gizi remaja Upaya diversifikasi pangan di desa Ule Lhat Kecamatan Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar melalui pembuatan chicken nugget dengan menggunakan daging ayam dan tempe.
Sumber Mandiri
pendanaan Jumlah (Juta Rp) -
BAMPI
-
DIPA
3
E. Pengalaman Penulisan Artikel Dalam Jurnal No.
Tahun
1
2011
2
2011
Judul Artikel Ilmiah Analisis keragaman gen laktoferin pada sapi Friesian-Holstein dengan metode PCRRFLP. Hubungan Polimorfisme Gen Laktoferin dengan Kualitas Susu pada Sapi Perah Friesian-Holstein
Volume/ Nomor -
Nama Jurnal Agripet
-
Agripet
F. Pemakalah Seminar Ilmiah Dalam 5 Tahun Terakhir No 1.
Nama Pertemuan Ilmiah / Seminar -
Judul Artikel Ilmiah
Waktu dan Tempat -
-
G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir No
Judul Buku
Tahun
Penerbit
-
Jumlah Halaman -
1.
-
-
H. Perolehan HKI Dalam 5 – 10 Tahun Terakhir No
Judul/Tema HKI
Tahun
Jenis
Nomor P/ID
1.
-
-
-
-
56
57
Lampiran 3.
PUBLIKASI Artikel pada Seminar Nasional Peternakan
58
Artikel pada Seminar Nasional Peternakan Tanggal 26 September 2014 Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala di Banda Aceh. EVALUASI NILAI NUTRISI DAN KECERNAAN IN VITRO DAUN DAN PELEPAH SAWIT YANG DIAMONIASI DAN DIFERMENTASI MENGGUNAKAN EFEKTIF MIKROORGANISME (EM4) Sitti Wajizah, Yunasri Usman, Eka Dewi Murni , dan Hariswan Sujana 2) Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Darussalam-Banda Aceh Telp. 0651- 7555269
[email protected]
ABSTRAK Daun dan pelepah sawit merupakan salah satu hasil ikutan perkebunan kelapa sawit, yang berpotensi sebagai pakan basal ternak ruminansia. Berbagai teknologi diperlukan untuk meningkatkan kualitas nutrisi daun dan pelepah sawit, salah satunya dengan teknologi amoniasi dan fermentasi menggunakan mikroorganisme. Tujuan penelitian yaitu mengevaluasi nilai nutrisi dan kecernaan in vitro campuran daun dan pelepah sawit yang diolah dengan cara amoniasi dan fermentasi menggunakan urea dan efektif mikroorganisme (EM4). Hasil penelitian menunjukkan interaksi (P<0,05) antara perlakuan amoniasi dan fermentasi menggunakan EM4 pada campuran daun dan pelepah sawit hanya terjadi pada kadar bahan kering substrat, namun tidak terdapat pada peubah lainnya. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan, peningkatan dosis urea dan EM4 pada pengolahan daun dan pelepah sawit secara amoniasi dan fermentasi belum mampu menurunkan kadar serat kasar dan meningkatkan kadar protein kasar substrat sebagai indikator peningkatan kualitas bahan pakan. Namun demikian, pemberian urea 5% mampu meningkatkan nilai koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO) secara nyata (P<0,05), tetapi hal ini tidak ditunjukkan dengan peningkatan dosis EM4. Kata kunci : Daun dan pelepah sawit, Amoniasi, Fermentasi, EM4, Nilai nutrisi, Kecernaan in vitro
PENDAHULUAN Target swasembada daging yang dicanangkan Departemen Pertanian secara bertahap pada tahun 2014, dengan proyeksi 90% penyediaan daging dari dalam negeri tampaknya gagal terpenuhi karena produksi ternak yang masih rendah. Keberlangsungan usaha peternakan khususnya ruminansia sangat bergantung pada ketersediaan pakan secara berkesinambungan, baik kualitas maupun kuantitasnya. Di
59
sisi lain, ketersediaan hijauan sebagai pakan utama ruminansia terkendala oleh terbatasnya lahan sebagai basis pengembangan hijauan pakan ternak. Kendala tersebut harus diatasi melalui pengkajian sumberdaya pakan baru yang potensial sebagai pakan alternatif pengganti hijauan, yang ketersediaannya terjamin sepanjang tahun (Sianipar et al., 2004). Daun dan pelepah sawit merupakan salah satu bahan pakan ternak alternatif yang potensial, mengingat luasnya lahan kelapa sawit di Indonesia. Khususnya di daerah Aceh, Ditjenbun (2012) melaporkan luas perkebunan kelapa sawit pada tahun 2012 sekitar 358.224 ha dengan tingkat pertumbuhan 1,02%. Dari luasan tersebut, perkebunan kelapa sawit di Aceh dapat menghasilkan sekitar 11 ribu ton berat kering pelepah sawit per tahun, yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan ruminansia sehingga dapat membantu penyediaan pakan secara berkesinambungan. Pelepah sawit secara keseluruhan mengandung protein kasar yang rendah hanya 4,7%, dan serat kasar yang tinggi yaitu 38,5% dengan kandungan lignin yang mencapai 20% dari biomassa kering. Kondisi ini merupakan faktor pembatas utama penggunaan pelepah sawit sebagai pakan ternak (Rahman et al., 2011 dan Abu Hassan et al., 2013). Pemanfaatan yang optimal dari daun dan pelepah sawit memerlukan teknologi yang bertujuan meningkatkan nilai nutrisi dan kecernaan pakan. Kombinasi teknologi amoniasi dan fermentasi merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan kualitas bahan pakan asal limbah yang mempunyai kadar serat kasar tinggi. Proses amoniasi menyebabkan pemutusan jembatan hidrogen antara senyawa lignin dengan selulosa dan hemiselulosa, sehingga struktur serat menjadi lemah. Struktur serat yang lemah memudahkan penetrasi enzim selulolitik yang dihasilkan oleh
mikroorganisme selama proses fermentasi ke dalam bahan pakan serat,
sehingga dapat menurunkan serat kasar dan meningkatkan kecernaan pakan (Hastuti et al., 2011). Berdasarkan uraian di atas, dilakukan penelitian pengolahan substrat daun dan pelepah sawit dengan proses amoniasi dan fermentasi yang bertujuan memperbaiki kualitas nutrisi dan kecernaannya.
60
MATERI DAN METODE Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun dan pelepah sawit, urea sebagai sumber ammonia, dan EM4 sebagai starter pada proses fermentasi, dedak dan molases sebagai sumber nutrisi mikroba pada proses fermentasi. Untuk uji kecernaan secara in vitro, donor mikroba diperoleh dari cairan rumen sapi Aceh. Daun dan pelepah sawit segar dengan perbandingan berat 1:1 dicincang 2-3 cm dan diangin-anginkan selama 1-2 hari untuk mengurangi kadar airnya. Kemudian dilakukan amoniasi dengan penambahan urea selama 10 hari secara anaerob. Setelah proses amoniasi berakhir, substrat diangin-anginkan dan dilanjutkan dengan proses fermentasi. Proses fermentasi menggunakan starter EM4 dengan tambahan dedak dan molases sebagai sumber nutrisi mikroba. Proses fermentasi dilakukan secara anaerob selama 21 hari pada suhu kamar. Setelah proses fermentasi berakhir, substrat dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 65°C selama 2-3 hari untuk selanjutnya diukur kandungan bahan kering (BK), protein kasar (PK), serat kasar (SK) dan abu melalui analisis proksimat (AOAC, 1990) Sebagian sampel digunakan untuk uji kecernaan secara in vitro yang dilakukan menurut metode Tilley dan Terry (1963) dengan inkubasi selama 24 jam, dan dilanjutkan pencernaan pasca rumen dengan penambahan pepsin selama 24 jam berikutnya. Percobaan in vitro dilakukan untuk mengukur koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO)(Soejono, 1991). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Pola Faktorial 3 x 2 dengan 3 perlakuan penambahan urea yaitu 3%, 4%, dan 5%, dan 2 perlakuan penambahan EM4, yaitu 2% dan 4%. Setiap kombinasi perlakuan terdiri atas 3 ulangan sehingga diperoleh 18 unit perlakuan. Data yang diperoleh dinalisis menggunakan analisis varian, sedangkan perbedaan antar perlakuan diuji dengan uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1993).
61
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Bahan Kering Hasil pengamatan menunjukkan, terdapat interaksi antara perlakuan amoniasi dengan penambahan urea dan fermentasi dengan penambahan EM4
terhadap
kandungan bahan kering substrat. Rataan kandungan bahan kering daun dan pelepah sawit yang diamoniasi dan difermentasi menggunakan EM4 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rataan kandungan bahan kering daun dan pelepah sawit yang diamoniasi dan difermentasi menggunakan EM4. Urea (A) EM4(B)
Rataan 3% (1)
4% (2)
5% (3)
2%(1)
21.96cd
23.54 ab
20.83d
22.11
4% (2)
22.82bc
23.81 ab
24.89a
23.84
Rataan
22.39
23.68
22.86
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjuk berbeda nyata (P<0,05)
Dari Tabel di atas terlihat bahwa kandungan bahan kering tertinggi terdapat pada dosis penambahan urea 5% dan EM4 4%, sedangkan kandungan bahan kering terendah terdapat pada dosis penambahan urea 5% dan EM4 2%. Pada penambahan urea 3% dan 4%, peningkatan dosis penambahan EM4 tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kandungan bahan kering substrat, namun peningkatan dosis EM4 pada tingkat pemberian urea 5% secara nyata (P<0,05) dapat mempertahankan kandungan bahan kering substrat. Peningkatan level penggunan urea selama proses amoniasi menyebabkan terlarutnya bahan-bahan organik yang merupakan bagian dari bahan kering substrat, sehingga terjadi penurunan persentase bahan kering daun dan pelepah sawit. Penurunan bahan kering juga disebabkan adanya penambahan air pada proses pelarutan urea dan sifat urea yang higroskopis (Jackson, 1977, Fardiaz, 1983 dan Imsya, 2006). Nurhaita dan Ruswendi (2012) melaporkan, perlakuan amoniasi dan silase secara nyata menurunkan kandungan bahan kering sebesar 13%, karena
62
terlarutnya sebagian fraksi yang soluble akibat terjadinya reaksi kimia pada proses amoniasi dan terjadinya effluent lose pada metabolisme sel selama proses ensilase.
Kandungan Protein Kasar Kandungan protein kasar substrat menurun nyata (P<0,05) seiring dengan peningkatan dosis urea pada proses amoniasi, namun penambahan dosis EM4 tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kandungan protein kasar substrat (Tabel 2). Rataan kandungan protein kasar daun dan pelepah sawit yang diamoniasi dan difermentasi menggunakan EM4 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rataan kandungan protein kasar daun dan pelepah sawit yang diamoniasi dan difermentasi menggunakan EM4. Urea (A) EM4 (B)
Rataan 3% (1)
4% (2)
5% (3)
2%(1)
18.12
15.10
8.00
13.74
4% (2)
18.39
15.07
9.88
14.45
Rataan
18.26a
15.09b
8.94c
Keterangan : Superskrip yang berbeda dalam baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
Hasil pengamatan di atas menunjukkan bahwa pemberian urea mengikuti pola kuadratik, dengan penambahan urea optimal 3%. Pemberian urea melebihi 3% mulai menurunkan kandungan protein, diduga karena kemampuan fiksasi N ke dalam jaringan tanaman mulai menurun karena terjadi kejenuhan. Tingginya penggunaan urea juga dapat menjadi racun bagi mikroba selama proses fermentasi berlangsung. Hal ini mengakibatkan turunnya populasi dan aktivitas mikroba yang berdampak pada turunnya kandungan protein mikroba dan aktivitas degradasi substrat (Imsya, 2006 dan Nurhaita dan Ruswendi, 2012).
Kandungan Serat Kasar Hasil pengamatan menunjukkan, peningkatan dosis urea dan EM4 pada daun dan pelepah sawit belum mampu menurunkan kandungan serat kasar secara nyata (P<0,05). Namun demikian, penambahan urea 4% (A2) pada substrat memberikan
63
hasil terbaik terhadap degradasi serat kasar (Tabel 3). Rataan kandungan serat kasar daun dan pelepah sawit yang diamoniasi dan difermentasi menggunakan EM4 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan kandungan serat kasar daun dan pelepah sawit yang diamoniasi dan difermentasi menggunakan EM4. Urea (A) EM4 (B)
Rataan 3% (1)
4% (2)
5% (3)
2%(1)
20.50
17.41
19.94
19.29
4% (2)
18.42
17.94
18.71
18.36
Rataan
19.46
17.68
19.33
Penurunan kandungan serat kasar pada perlakuan A2 kemungkinan disebabkan struktur serat kasar substrat yang telah relatif renggang, sehingga memudahkan penetrasi enzim selulase ke dalam substrat. Proses amoniasi berfungsi untuk merenggangkan ikatan serat dan memutuskan ikatan selulosa dengan lignin kemudian dapat didegradasi lebih lanjut dengan fermentasi (Komar, 1984). Namun demikian, peningkatan dosis urea hingga 5% justru menurunkan kemampuan degradasi serat kasar, diduga karena peningkatan dosis urea tidak seimbang dengan tersedianya sumber energi terlarut bagi mikroba sehingga populasi mikroba turun akibat keracunan amonia yang berdampak pada menurunnya aktivitas enzim selulase (Imsya, 2006).
Kandungan Abu Wibowo (2010) menyatakan, kandungan abu umumnya berbanding lurus dengan kadar serat kasar suatu bahan pakan, karena dinding sel tanaman tersusun oleh sejumlah mineral, yang dalam analisis proksimat dibaca sebagai kadar abu. Rataan kandungan serat kasar daun dan pelepah sawit yang diamoniasi dan difermentasi menggunakan EM4 dapat dilihat pada Tabel 4.
64
Tabel 4. Rataan kandungan abu daun dan pelepah sawit yang diamoniasi dan difermentasi menggunakan EM4. Urea (A) EM4 (B)
Rataan 3% (1)
4% (2)
5% (3)
2%(1)
11.94
14.72
12.73
13.13
4% (2)
12.45
12.66
12.91
12.69
Rataan
12.19
13.69
12.82
Dari segi nutrisi kandungan abu tidak begitu penting, namun dalam analisis proksimat data abu diperlukan untuk menghitung atau mengukur nilai BETN (bahan ekstrak tanpa N)( Pond et al., 1995).
Koefisien Cerna In Vitro Hasil pengamatan memperlihatkan, penambahan dosis urea hingga 5% secara nyata (P<0,05) meningkatkan koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO) substrat daun dan pelepah sawit (Tabel 5). Rataan kofisien cerna in vitro bahan kering dan bahan organik daun dan pelepah sawit yang diamoniasi dan difermentasi menggunakan EM4 dapat dilihat pada Tabel 5.
65
Tabel 5. Rataan KCBK dan KCBO in vitro daun dan pelepah sawit yang diamoniasi dan difermentasi menggunakan EM4. Koefisien Cerna Bahan Kering Urea (A) EM(B)
Rataan 3% (1)
4% (2)
5% (3)
2%(1)
30.54
27.84
33.94
30.78
4%(2)
33.64
27.26
36.71
32.64
Rataan
32.11a
27.55 b
35.46 a
Koefisien Cerna Bahan Organik Urea (A) EM4 (B)
Rataan 3% (1)
4% (2)
5% (3)
2%(1)
38.74
34.00
40.65
37.79
4% (2)
40.34
33.39
45.01
39.58
Rataan
39.54ab
33.70 b
42.83 a
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).
Peningkatan KCBK dan KCBO pada penambahan urea 5% diduga karena pemberian urea dalam dosis yang lebih tinggi mempercepat pemecahan dinding sel, sehingga akses mikroba dari EM4 terhadap bahan organik lebih mudah. Selain itu urea yang tersisa pada proses amoniasi campuran daun dan pelepah sawit menjadi sumber N yang diperlukan untuk pertumbuhan dan aktivitas mikroba rumen secara in vitro. Kondisi ini sesuai dengan pendapat Ismartoyo et al. (2011), yang menyatakan sumber energi untuk pertumbuhan mikroba pada saat fermentasi dapat berupa sumber karbon, nitrogen, mineral, protein, dan air. Sedangkan rendahnya KCBK dan KCBO pada perlakuan A2 kemungkinan berkaitan erat dengan masih tingginya kandungan serat kasar substrat akibat proses fermentasi yang kurang efektif. Pada penelitian ini, nilai KCBO berbanding lurus dengan nilai KCBK karena bahan organik merupakan bagian dari bahan kering, sehingga meningkatnya nilai KCBO juga berkonstribusi terhadap peningkatan nilai KCBK. Hal ini sesuai dengan pendapat Parakkasi (1995) yang menyatakan, kecernaan bahan organik erat
66
kaitannya dengan kecernaan bahan kering, karena sebagian dari bahan kering terdiri atas bahan organik dan anorganik. Penurunan kecernaan bahan kering akan mengakibatkan
menurunnya
kecernaan
bahan
organik,
demikian
juga
sebaliknya.Turunnya kandungan bahan organik pada proses fermentasi akibat terjadi perombakan bahan organik (terutama karbohidrat) yang dijadikan sebagai sumber energi bagi pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme (Fardiaz, 1992).
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan, peningkatan dosis urea dan EM4 pada pengolahan daun dan pelepah sawit secara amoniasi dan fermentasi belum mampu menurunkan kadar serat kasar dan meningkatkan kadar protein kasar substrat sebagai indikator peningkatan kualitas bahan pakan. Peningkatan dosis urea bahkan menurunkan kandungan protein kasar secara nyata (P<0,05) akibat penurunan populasi dan aktivitas mikroba karena terjadinya keracunan amonia. Sebaliknya, pemberian urea 5% pada perlakuan amoniasi campuran daun dan pelepah sawit mampu meningkatkan nilai KCBK dan KCBO, meskipun peningkatan dosis EM4 pada fermentasi campuran daun dan pelepah sawit amoniasi belum mampu meningkatkan nilai KCBK dan KCBO secara signifikan.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Hassan, O, Ishida M, Shukri IM, and Tajuddin ZA. Oil-palm fronds as a roughage feed source for ruminants in Malasyia. 2013. http://www.fao.org/prods/gap/database/gap/files/1280 OIL PALM FRONDS RUMINANTS IN MALASYIA.PDF. Diakses tanggal 22 Maret 2013. Pages. 1-8. AOAC, 1990. Officials Methods of Analysis. 15th ed. Association of Official Analytic Chemists. Arlington, VA. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2012. Luas areal kelapa sawit menurut Provinsi di Indonesia.http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/bun/BUNasem2012/Areal Kelapa Sawit.pdf. Diakses tanggal 6 Februari 2014.
67
Fardiaz S. 1992. Analisa Mikrobiologi Pangan. PT. Raja Grafindo Persada. Kerjasama dengan Pusat Antar Universitas. Pangan dan Gizi IPB. Bogor. Fardiaz, S. 1983. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas. Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. Hastuti D, Shofia NA, dan Baginda IM. 2011. Pengaruh perlakuan teknologi amofer (amoniasi fermentasi) pada limbah tongkol jagung sebagai alternative pakan berkualitas ternak ruminansia. Jurnal Mediagro. Vol.7.No. 1: Hal 55-65. Imsya A. 2006. Level penggunaan urea dalam amoniasi pelepah sawit terhadap kandungan bahan kering, protein kasar, neutral detergent fiber (NDF) dan Acid Detergent Fiber (ADF). Prosiding Seminar Hasil-hasil Penelitian Fakultas Pertanian Unsri, Indralaya. Hal: 226-234. Ismartoyo, Syahriani S, Asmuddin N. 2011. Ilmu Nutrisi Ruminansia. Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Jackson MG. 1977. Rice straw as livestock feed. In: The World Animal Nutrition. Selected articles from anim. Review. Food Agricultural Organization of the United Nation. Rome. Komar. 1984. Teknologi Pengolahan Jerami Sebagai Makanan Ternak. Yayasan Dian Grahita, Bandung. Nurhaita dan Ruswendi. 2012. Efek beberapa metoda pengolahan limbah dan kelapa sawit terhadap kandungan gizi dan kecernaan in vitro. Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Mendukung Empat Sukses Kementrian Pertanian Prov. Bengkulu, Bengkulu. Balitbang Pertanian Kementrian Pertanian. Parakkasi A. 1995. Ilmu Makanan dan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia, Jakarta. Pond WG, Church DC, and Pond KR. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. 4th ed. John Willey and Sons, Canada. Rahman MM, Lourenco M, Hassim HA, Boars JJP, Sonnenberg ASM, Cone JW, De Boever J, and Fievez V. 2011. Improving ruminal degradability of oil palm fronds using white rot fungi. Anim. Feed. Sci. and Tech. Vol. 169, Issues 3-4. Pages. 157-166.
68
Sianipar J, Batubara LP dan Tarigan A. 2004. Analisa potensi ekonomi limbah dan hasil ikutan perkebunan kelapa sawit sebagai pakan kambing potong. Prosiding Lokakarya Nasional Kambing Potong. Puslitbang Peternakan. Hal: 201-207. Soejono M. 1996. Analisis dn Evaluasi Pakan. Petunjuk Laboratorium. Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta. Steel RGD dan Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan PT. Gramedia, Jakarta. Tilley JMA and Terry RA. 1963. A two-stage technique for the in vitro digestion of forage crops. Volume 18, Issue 2;79-175. Wibowo AH. 2010. Pendugaan nutrient dedak padi berdasarkan karakteristik sifat fisik. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Fakultas Pertanian IPB, Bogor.
69
70
Draft artikel jurnal EVALUASI NILAI NUTRISI DAN KECERNAAN IN VITRO PELEPAH KELAPA SAWIT (OIL PALM FRONDS) YANG DIFERMENTASI MENGGUNAKAN Aspergillus niger DENGAN PENAMBAHAN SUMBER KARBOHIDRAT YANG BERBEDA The Evaluation of Nutritive Value and In Vitro Digestibility of Oil Palm Fronds Through Fermentation By Using Aspergillus Niger With Different Soluble Carbohydrate Sources
Sitti Wajizah1, Samadi,1 Yunasri Usman1, dan Elmi Mariana2 1
2
Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh Laboratorium Ilmu Reproduksi dan Pemuliaan Ternak Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh Email:
[email protected]
ABSTRAK Pelepah sawit sangat potensial sebagai sumber pakan alternatif, namun terkendala kandungan serat kasar yang tinggi dan kandungan protein yang rendah. Fermentasi merupakan salah satu upaya yang telah banyak dilakukan untuk meningkatkan kualitas bahan pakan. Tujuan penelitian yaitu untuk meningkatkan nilai nutrisi pelepah sawit fermentasi dengan penambahan sumber karbohidrat berbeda ke dalam media fermentasi. Hasil penelitian menunjukkan fermentasi pelepah sawit menggunakan Aspergilus niger dengan berbagai sumber karbohidrat terlarut berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kandungan protein kasar, serat kasar, abu. Secara kesuluruhan, penambahan sumber karbohidrat pada media fermentasi mampu meningkatkan kandungan protein kasar substrat, namun belum optimal dalam menurunkan kandungan serat kasar substrat fermentasi. Penambahan dedak halus pada media fermentasi memberikan hasil yang terbaik, ditandai meningkatnya kandungan protein kasar, menurunkan kadar serat kasar, serta memperbaiki nilai KCBK dan KCBO yang tercermin pada konsentrasi VFA yang tinggi. Kata kunci: pelepah sawit, fermentasi, Aspergillus niger, karbohidrat terlarut, nilai nutrisi, kecernaan in vitro
71
ABSTRACT Oil palm frond (OPF) is one of potential sources of alternative feed, but has limited use by high crude fiber and low crude protein contents. Fermentation is one of the methods widely applied to improve nutritive value of animal feed. The purpose of this research is to increase nutritive value of fermented oil palm fronds by adding different soluble carbohydrate source in to fermentation media. The results of the experiments indicated that fermented oil palm fronds with Aspergillus niger had a significant effect (P<0,05) on the content of crude protein, crude fiber, and ash. Generally, fermented oil palm fronds with different soluble carbohydrate was able to increase the content of crude protein of oil palm fronds, but not optimal yet in reducing the crude fiber content of fermented substrate. However, the addition of rice bran on the fermentation medium showed the best results, characterized by increasing crude protein and decreasing crude fiber contents as well as improved dry matter and organic matter digestibility, reflected in high concentration of VFA. Keywords: oil palm fronds, fermentation, Aspergillus niger, soluble carbohydrate, nutritive value, in vitro digestibility
PENDAHULUAN Pakan adalah suatu sendi penting proses perbaikan populasi dan produktivitas ternak, dan pemanfaatan limbah pertanian secara optimal sebagai bahan pakan adalah pilihan strategis dan bijak (Anonim, 2006). Pelepah sawit merupakan salah satu limbah perkebunan hasil pemangkasan kelapa sawit yang kurang mendapat perhatian oleh petani. Besarnya jumlah pelepah yang dihasilkan perkebunan setiap tahunnya menjadikan pelepah sawit sebagai sumber pakan berserat yang menjanjikan bagi ruminansia (Abu Hassan et al., 2013). Kawamoto et al. (2001) melaporkan, kandungan serat kasar pelepah sawit mencapai 70%, sedangkan kandungan karbohidrat terlarut dan protein kasar masingmasing hanya 20% dan 7% (Dahlan, 2000). Kandungan lignin pelepah sawit mencapai 20% dari biomassa kering, sehingga merupakan pembatas utama dalam penggunaan pelepah sawit sebagai pakan ternak (Rahman et al., 2011). Pemberian pakan yang berkualitas rendah dengan kandungan lignin yang tinggi, akan menyebabkan kondisi dan fungsi rumen kurang baik, sehingga diperlukan teknologi untuk memperbaikinya. Fermentasi merupakan salah satu teknologi untuk meningkatkan kualitas pakan asal limbah, karena keterlibatan mikroorganisme dalam mendegradasi serat kasar, mengurangi kadar lignin dan
72
senyawa anti nutrisi, sehingga nilai kecernaan pakan asal limbah dapat meningkat (Wina, 2005). Aspergillus niger merupakan salah satu spesies kapang dari genus Aspergillus yang tidak menghasilkan mikotoksin sehingga tidak membahayakan. A. niger paling banyak digunakan sebagai starter dalam proses fermentasi bahan pakan limbah, karena di samping tidak membahayakan juga mudah dikembangkan (Gras, 2008). Berbagai enzim dihasilkan oleh kapang A. niger seperti: enzim mannase, selulase dan enzim-enzim pemecah karbohidrat lainnya sehingga selama fermentasi, kapang ini mampu mendegradasi serat. Kapang ini dapat tumbuh dengan memanfaatkan urea dan campuran mineral lainnya sehingga dapat meningkatkan kadar protein kasar (Kompiang et al., 1994). Simanihuruk et al. (2008) menyatakan, keberhasilan proses fermentasi dapat berjalan dengan baik bila tersedia karbohidrat terlarut yang cukup. Kandungan gula bahan merupakan energi penting bagi pengembangan kapang selama proses fermentasi. Pada fase awal, enzim yang bekerja dalam proses respirasi pada bahan mengoksidasi karbohidrat yang terlarut, menghasilkan panas dan menggunakan gula yang siap pakai untuk proses fermentasi. Kehilangan gula pada proses respirasi merupakan hal yang menyulitkan untuk proses fermentasi selanjutnya. Penelitian ini bertujuan memperoleh informasi tentang penambahan sumber karbohidrat terlarut yang paling sesuai pada media fermentasi menggunakan A. niger, untuk meningkatkan kualitas nutrisi substrat pelepah sawit.
MATERI DAN METODE Materi utama yang digunakan adalah pelepah kelapa sawit sebagai substrat, starter Aspergillus niger, sumber karbohidrat terlarut yaitu tepung sagu, tepung beras, bekatul, dan jagung giling. Bahan tambahan yang digunakan adalah urea dan molases. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 ulangan sehingga diperoleh 15 unit perlakuan. Fermentasi substrat pelepah sawit dengan A. niger mendapat perlakuan penambahan sumber karbohidrat terlarut yang terdiri atas: F K (kontrol, tanpa penambahan karbohidrat terlarut); FTS (penambahan
73
tepung sagu); FTB (penambahan tepung beras); FDH (penambahan dedak halus); FGJ (penambahan jagung giling).
Prosedur penelitian Pelepah sawit yang telah dicacah dan dikeringkan hingga kadar air 10% ditimbang sebanyak 40 gr/sampel, dan dimasukkan ke dalam plastik tahan panas. Selanjutnya kantong plastik yang berisi sampel diikat dan disterilisasi menggunakan autoclave dengan suhu 121°C selama 20 menit. Setelah sterilisasi sampel diangkat dan didinginkan, selanjutnya dipindahkan ke masing-masing baki plastik. Dilakukan penambahan 10% sumber karbohidrat terlarut dan 2% urea ke masing-masing baki menurut perlakuan, dan diaduk kembali sampai homogen. Kemudian ditambahkan starter A. niger sebanyak 3% dari bahan kering substrat dan diaduk sampai homogen. Selanjutnya ditambahkan air steril bersama 5% molases dari bahan kering substrat hingga kadar air substrat mencapai 80%, dan diaduk lagi sampai homogen. Baki kemudian ditutup menggunakan wrapping plastic yang dilubangi untuk sirkulasi udara, selanjutnya difermentasi selama 15 hari. Setelah fermentasi berakhir, sampel dikeringkan dalam oven dengan suhu 70°C. Selanjutnya sampel dianalisis kandungan protein kasar, serat kasar, bahan kering, dan abu (AOAC, 1990). Sebagian sampel digunakan untuk uji kecernaan secara in vitro yang dilakukan menurut metode Tilley dan Terry (1963) dengan inkubasi selama 24 jam, dan dilanjutkan pencernaan pasca rumen dengan penambahan pepsin selama 24 jam berikutnya. Percobaan in vitro dilakukan untuk mengukur pH cairan rumen, konsentrasi N-NH3, VFA total dan parsial cairan rumen, kecernaan bahan kering (KCBK), dan kecernaan bahan organik (KCBO)(Soejono, 1991). Pengukuran pH cairan rumen dilakukan pada setiap akhir inkubasi dengan menggunakan pH meter. Konsentrasi VFA total ditentukan dengan metode destilasi uap, sedangkan konsentrasi N-NH3 ditentukan dengan teknik Microdifusi Conway (General Laboratory Procedure 1966).
74
Analisis data Data dianalisis menggunakan ANOVA dan dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan atau Duncan’s Multiple Range Test (DMRT).
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrisi Substrat Pelepah Sawit Fermentasi Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05) akibat penambahan penambahan sumber karbohidrat yang berbeda pada media fermentasi terhadap kandungan bahan kering substrat (Tabel 1). Namun demikian, proses fermentasi mengakibatkan peningkatan kadar bahan kering substrat pelepah sawit, berkisar antara 12,84 – 29,42%. Rendahnya kehilangan air pada penambahan dedak halus karena dedak memiliki serat kasar yang lebih tinggi dibandingkan sumber karbohidrat lain yang digunakan pada penelitian ini. Bahan pakan berserat lebih mudah mengikat air, sehingga air bebas berkurang dan mencegah terjadinya evaporasi. (Tabel 2). Peningkatan kadar bahan kering substrat pada fermentasi jenis padat karena A. niger menyerap air untuk pertumbuhannya, sehingga semakin lama waktu fermentasi kondisi substrat semakin kering. Substrat padat bertindak sebagai sumber karbon, nitrogen, mineral, faktor-faktor penunjang pertumbuhan dan memiliki kemampuan untuk menyerap air. Kadar air pada media padat berkisar 12-60% (Tayildizi et al., 2007). Rataan kandungan nutrisi substrat pelepah sawit setelah fermentasi serta serta perbandingannya dengan kandungan nutrisi sebelum fermentasi dapat dilihat masing-masing pada Tabel 1 dan Tabel 2 berikut.
75
Tabel 1. Rataan Kandungan Bahan Kering (BK), Protein Kasar (PK), Serat Kasar (SK), dan Abu Substrat Fermentasi dengan Penambahan Sumber Karbohidrat Berbeda Perlakuan FK FTS FTB FDH FJG
BK (%) 27,46 ±0,98 27,40±0,62 27,71±0,67 26,74±0,17 26,46±0,26
PK (%) 12,03b±0,08 11,16b±0,44 12,72 ab±0,22 13,25 a±010 12,34b±0,03
SK (%) 21,92a±0,44 19,85b±0,86 19,45b±0,51 18,26b±0,24 18,66b±0,18
Abu (%) 14,59a±0,10 13,45b±0,42 13,44b±0,15 14,55a±0,34 14,02 ab±0,15
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) FK (Kontrol); FTS (Tepung sagu); FTB (Tepung beras); FB (Bekatul); FGJ (Jagung giling)
Tabel 2. Rataan Kandungan Bahan Kering (BK), Protein Kasar (PK), Serat Kasar (SK), dan Abu Substrat Sebelum dan Sesudah Fermentasi (%). Perlakuan FK FTS FTB FDH FJG
BK SBF 22,11 21,78 21,41 23,70 22,19
PK SSF 27,46 27,40 27,71 26,74 26,46
SBF 5,30 6,62 6,93 6,06 7,67
SK SSF 12,03 11,16 12,72 13,25 12,34
SBF 21,78 18,50 21,39 19,55 20,65
Abu SSF 21,92 19,85 19,45 18,26 18,66
SBF 11,98 11,43 10,87 11,57 11,42
SSF 14,59 13,45 13,44 14,55 14,02
Keterangan: FK (Kontrol); FTS (Tepung sagu); FTB (Tepung beras); FB (Bekatul); FGJ (Jagung giling) SBF (Sebelum fermentasi); SSF (Sesudah fermentasi)
Penambahan sumber karbohidrat terlarut pada media fermentasi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kandungan protein kasar substrat (Tabel 1). Kandungan protein kasar mengalami peningkatan pada semua perlakuan. Kandungan protein kasar tertinggi ditunjukkan pada penambahan dedak halus, yang meningkat hingga 118%. Peningkatan ini ditunjang oleh kandungan protein kasar dedak halus yang cukup baik (10,8%), disamping kaya kandungan vitamin dan mineral yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk tumbuh optimal dan beraktivitas dalam sintesis protein mikroba. Selama proses fermentasi, terjadi pertumbuhan kapang dan pembentukan protein mikrobia hasil metabolism dari kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein substrat (Luh, 1991 dan Sembiring, 2006). Kandungan serat kasar juga berbeda nyata (P<0,05) akibat penambahan sumber karbohidrat pada media fermentasi. Pada penambahan sumber karbohidrat
76
terlarut didapat kandungan serat kasar yang secara nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan perlakuan kontrol. Kecuali pada kontrol dan penambahan tepung sagu, penambahan karbohidrat terlarut dapat menurunkan kandungan serat kasar antara 6,61-9,64%. Tercukupinya sumber energi selama proses fermentasi berlangsung, digunakan mikroba untuk kebutuhan hidupnya sehingga meningkatkan kinerjanya dalam mendegradasi serat kasar substrat (Harry, 2007). Selain pada perlakuan kontrol, kandungan abu tertinggi terdapat pada penambahan dedak halus, yang berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan penambahan tepung sagu dan tepung beras. Hal ini karena, dedak halus kemungkinan tercampur dengan sekam yang mengandung lignin dan silika. Kadar abu mempunyai hubungan yang positif dengan kadar serat kasar. Tingginya kandungan serat kasar akan berpengaruh positif terhadap besarnya kadar abu. Meskipun dipandang dari segi nutrisi kandunga abu tidak begitu penting, namun dalam analisis proksimat data abu diperlukan untuk menghitung atau mengukur nilai BETN (bahan ekstrak tanpa N)(Pond et al., 1995 dan Wibowo, 2010). Evaluasi Kecernaan In Vitro Substrat Pelepah Sawit Fermentasi Kisaran pH rumen yang optimal untuk proses selulolisis, proteolisis, dan deaminasi berkisar antara 6-7. Degradasi pakan serat berlangsung optimal pada pH 6,5 sampai 6,8, apabila nilai pH turun di bawah 6,2 aktivitas bakteri selulolitik mulai terganggu. Penurunan nilai pH berkorelasi dengan meningkatnya N mikroba, serta meningkatnya konsentrasi VFA total dan parsial (Arora, 1989; Alltech 2012). Status pH rumen in vitro akibat perlakuan berada pada tingkat optimal, berkisar antara 6.80 sampai 6.90 (Tabel 3). Hasil sidik ragam memperlihatkan tidak ada perbedaan nyata (P>0,05) pada nilai pH antar perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan rumen berada dalam keadaan seimbang, sehingga proses fermentasi dapat berjalan dengan baik. Rataan nilai pH, N-NH3, VFA Total dan Kecernaan in vitro tersaji pada Tabel 3 berikut.
77
Tabel 3. Rataan Nilai pH, Kecernaan Bahan Kering (KCBK), Kecernaan Bahan Organik (KCBO), N-NH3, dan VFA Total in vitro Perlakuan
pH
KCBK (%)
KCBO (%)
FK FTS FTB FDH FJG
6,80±0,06 6,83±0,03 6,87±0,03 6,87±0,03 6,90±0,00
22,28b±0,05 24,25a±0,47 20,95c±0,44 25,23a±0,17 22,08b±0,45
18,47 b±0,54 21,70 a±0,33 17,21 b±0,54 21,88 a±0,21 18,26 b±0,54
N-NH3 (mM) 4,70±0,23 6,33±0,43 5,94±0,19 5,79±0,85 5,96±0,45
VFA Total (mM) 62,15 b±5,93 96,58 a±9,57 75.25ab±3,66 90,85 a±6,29 77,20ab±7,27
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) FK (Kontrol); FTS (Tepung sagu); FTB (Tepung beras); FB (Bekatul); FGJ (Jagung giling)
Amonia (N-NH3) merupakan produk utama dari proses deaminasi asam amino, dan kecukupannya dalam rumen untuk memasok sebagian besar N untuk pertumbuhan mikroba merupakan prioritas utama dalam mengoptimalkan fermentasi hijauan (Wallace & Cotta 1988; Leng 1990). Tabel 3 memperlihatkan konsentrasi amonia setelah inkubasi 6 jam, yang berbeda tidak nyata (P>0,05) pada semua perlakuan dan berada pada kisaran optimum yaitu 6-30 mg/dL atau 4-21 mM (Yuan et al. 2010). Hal ini menunjukkan, semua perlakuan memberikan efisiensi penggunaan amonia yang sama. Amonia merupakan sumber N bagi pertumbuhan bakteri, bahkan 80% bakteri dapat tumbuh dengan amonia sebagai satu-satunya sumber N. Ketersediaan VFA dan amonia yang cukup dapat meningkatkan sintesis protein mikrobia. Turunnya konsentrasi amonia dalam cairan rumen selain mencerminkan proses fermentasi yang berjalan baik, juga menunjukkan penurunan asupan N atau turunnya degradasi protein (Baldwin 1995; Ramos et al. 2009 ). Fermentasi dalam rumen menghasilkan asam lemak terbang atau volatile fatty acids (VFA) sebagai produk utama untuk menyediakan energi dan karbon untuk pertumbuhan dan mempertahankan kehidupan komunitas mikroba. Jumlah VFA yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh kecernaan serta kualitas ransum yang difermentasi (Hvelplund 1991; Baldwin 1995). Konsentrasi VFA total setelah inkubasi 6 jam berbeda antarperlakuan (P<0,05), berkisar antara 62,15-96,58 mM. VFA yang dihasilkan pada semua perlakuan berada pada kisaran optimum bagi pertumbuhan mikroba dan sistem rumen, yaitu 60-120 mM (Waldron et al., 2002).
78
Persentase VFA memegang peranan penting dalam produksi ternak, dan terkait langsung dengan komposisi pakan. Tingginya produksi VFA yang diikuti rendahnya konsentrasi amonia mencerminkan efisiensi penggunaan amonia oleh bakteri untuk sintesis protein mikroba dan pertumbuhan. Induk semang memanfaatkan VFA sebagai sumber energi, sedangkan bakteri sendiri memanfaatkannya sebagai sumber karbon (Dönmez et al., 2003). Besarnya kecernaan pakan di dalam rumen dipengaruhi oleh komposisi kimia pakan terutama kandungan serat dan protein, dan kondisi fermentasi meliputi pH, NNH3, dan VFA yang mendukung terjadinya kecernaan pakan selama proses fermentasi. Kandungan serat yang lebih rendah menyebabkan kecernaan bahan kering lebih tinggi. Tingkat kecernaan pakan dapat digunakan sebagai indikator kuliatas pakan. Semakin tinggi kecernaan bahan kering dan bahan organik pakan semaikin tinggi nutrient yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak (Syahrir, 2009). Pada penelitian ini, penambahan karbohidrat terlarut berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai KCBK dan KCBO substrat fermentasi. Nilai KCBK dan KCBO tertinggi terdapat pada penambahan tepung sagu dan dedak halus. Hal ini diduga karena terjadinya keseimbangan ketersediaan nutrient dalam media in vitro, khususnya sumber energi, sehingga menghasilkan pertumbuhan dan aktivitas mikroba rumen yang optimum dalam mencerna pakan. Hasil ini didukung oleh tingginya produksi VFA pada kedua perlakuan tersebut, yang mencerminkan proses fermentasi berjalan dengan baik. Parakkasi (1999) menyatakan, nilai KCBO erat kaitannya dengan nilai KCBK, karena sebagian dari bahan kering terdiri atas bahan organik dan anorganik. Penurunan nilai KCBK akan mengakibatkan penurunan nilai KCBO, demikian juga sebaliknya. Turunnya kandungan bahan organic pada proses fermentasi akibat terjadi perombakan bahan organik (terutama karbohidrat) yang dijadikan sebagai sumber energi bagi pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme (Fardiaz, 1992).
79
Kesimpulan Penambahan berbagai sumber karbohidrat terlarut pada substrat pelepah sawit yang difermentasi menggunakan kapang Aspergillus niger dapat meningkatkan kandungan protein kasar pada semua perlakuan, namun belum optimal dalam menurunkan kandungan serat kasar substrat. Penambahan tepung sagu dan dedak halus dapat meningkatkan nilai KCBK dan KCBO seiring dengan meningkatnya VFA total sebagai indikator kualitas pakan.
80
DAFTAR PUSTAKA
Abu Hassan, O., Ishida M, Shukri IM, and Tajuddin ZA. Oil-palm fronds as a roughage feed source for ruminants in Malasyia. http://www.fao.org/prods/gap/database/gap/files/1280 OIL PALM FRONDS RUMINANTS IN MALASYIA.PDF. Diakses tanggal 22 Maret 2013. Alltech. 2012. Asidosis. [Terhubung berkala]. www.alltech.com/animal_nutrition/ beef_cattle/challenges/beef_cattle_acidosis. Diunduh 05/02/2012 Anonim. 2006. Rencana Tindak Lanjut Program Menuju Kecukupan Daging Sapi 2010. Laporan Bulanan Puslitbangnak Mei 2006. AOAC., 1990. Officials Methods of Analysis. 15th ed. Association of Official Analytic Chemists. Arlington, VA. Arora, SP. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Baldwin, RL. 1995. Modelling Ruminant Digestion and Metabolism. Chapman & Hall, London. Berka, RM, Coleman ND, dan Ward M. 1992. Industrial enzym from Aspergillus species. Dalam Bennet JW dan MA Klich (eds). Aspergillus Biology and Industrial Application. Butterworth Hannemann, USA. Dahlan, I. 2000. Oil palm frond, a feed for herbivores. Asian-Aus. J. Anim. Sci. Supplement C: 300-303. Dönmez, N, Karsli MA, Çinar A, Aksu T, dan Baytok E. 2003. The effects of different silage additives on rumen protozoan number and volatile fatty acids concentration in sheep fed corn silage. Small Ruminant Res. 48;227-231. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. General Laboratory Procedures. 1966. Departement of Dairy Science. University of Wisconsin. Madison. Gras.
2008. Aspergillus niger. http://www.cfsan.fda.gov/~rdb/opa-gras.html). Diakses tanggal 15 Februari 2013.
Harry, T. U. 2007. Peningkatan Nilai Nutrisi Ampas Sagu (Metroxylon Sp.) Melalui Bio Fermentasi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, Manokwari
81
Hvelplund, T. 1991. Volatile fatty acids and protein production in the rumen. Di dalam: Jouany JP, editor. Rumen Microbial Metabolism and Ruminant Digestion. INRA, Paris. Iskandar, B. 2009. Kajian perbedaan aras dan lama pemeraman fermentasi ampas sagu dengan Aspergillus niger terhadap kandungan protein kasar dan serat kasar. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Kawamoto, H, Mohamed WZ, Shukur NIM, Ali MSM, Ismail Y, and Oshio S. 2001. Palatability, digestibility, and voluntary intake of processed oil palm fronds in cattle. JARQ 35(3); 195-200. Kompiang, IP, Haryati T, dan Darma J. 1994. Nilai gizi dari singkong yang diperkaya protein: Cassapro. Ilmu dan Peternakan 7(2): 22-25. Lechninger, AL. 1991. Dasar-dasar Biokimia. Jilid I, Erlangga. Jakarta. Leng, RA. 1990. Factors affecting the utilization of ‘poor quality’ forages by ruminants particularly under tropical condition. Di dalam: Nutrition Research Reviews. Vol 3. Smith RH, editor. Cambridge University Press, Cambridge. Luh, B. 1991. Rice Utilization Vol II. Van Nostrand Reinhold, New York. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Pond, WG, Church DC, and Pond KR. 1995. Basic animal nutrition and feeding. 4th ed. John Willey and Sons, Canada. Rahman, MM., Lourenco M, Hassim HA, Boars JJP, Sonnenberg ASM, Cone JW, De Boever J, and Fievez V. 2011. Improving ruminal degradability of oil palm fronds using white rot fungi. Anim. Feed. Sci. and Tech. Vol. 169, Issues 3-4. Pages. 157-166. Sembiring, P. 2006. Biokonversi limbah pabrik minyak inti sawit dengan Phanerochaetae chrysosporium dan implikasinya terhadap performans ayam broiler. Disertasi. Universitas Padjadjaran, Bandung. Simanihuruk, K., Junjungan, dan Ginting SP. 2008. Pemanfaatan silase pelepah kelapa sawit sebagai Pakan Basal Kambing Kacang Fase Pertumbuhan. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Hal. 446-455.
82
Sugiyanti, M. 2013. Pengaruh jenis vitamin dan sumber nitrogen dalam peningkatan kandungan protein kulit ubi kayu melalui proses fermentasi. Seminar Tugas Akhir S1 Teknik Kimia, Universitas Diponegoro. Sugiyono. 2008. Kadar protein dan serat kasar ampas sagu (Metroxylon Sp) terfermentasi dengan lama pemeraman yang berbeda. Jurnal Ilmiah Ikoma. UNDARIS, Ungaran. Syahrir, S. 2009. Potensi daun murbei dalam meningkatkan nilai guna jerami padi sebagai pakan sapi potong. Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Waldron, MR et al. 2002. Volatile fatty acids metabolism by epithelial cells isolated from different areas of the ewe rumen. J of Anim Sci. 80: 270-278. Wallace, RJ, Cotta MA. 1988. Metabolism of nitrogen-containing compounds. Di dalam: Hobson PN, editor. The Rumen Microbial Ecosystem . Appl. Sci. London. Wibowo, A. H. 2010. Pendugaan Nutrient Dedak Padi Berdasarkan Karakteristik Sifat Fisik. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana IPB, Bogor.
Wina, E. 2005. Teknologi pemanfaatan mikroorganisme dalam pakan untuk meningkatkan produktivitas ternak ruminansia di Indonesia. Sebuah review. Wartazoa Vol. 15 No. 4. Hal. 173-186. Yuan ZQ et al. 2010. Effects of dietary supplementation with alkyl polyglycoside, a non ionic surfactant, on nutrient digestion and ruminal fermentation in goats. J Anim Sci 88:3984-3991.
83
84
Artikel Penelitian
PENINGKATAN KUALITAS PELEPAH KELAPA SAWIT (OIL PALM FRONDS) MELALUI TEKNIK FERMENTASI SEBAGAI SUMBER PAKAN SAPI ACEH Sitti Wajizah1), Samadi2), Yunasri Usman3) dan Elmi Mariana4) 1 Laboratorium Ilmu Makanan Ternak FP Unsyiah email:
[email protected] 2 Laboratorium Ilmu Makanan Ternak FP Unsyiah email:
[email protected] 3 Laboratorium Ilmu Makanan Ternak FP Unsyiah email:
[email protected] 4 Laboratorium Ilmu Reproduksi dan Pemuliaan Ternak FP Unsyiah email:
[email protected]
Abstract Oil palm frond (OPF) is one of potential sources of alternative feed, but has limited use by high crude fiber and low crude protein contents. Fermentation is one of the methods widely applied to improve nutritive value of animal feed. The purpose of this research is to increase nutritive value of fermented oil palm fronds by adding different soluble carbohydrate source in to fermentation media. The results of the experiments indicated that fermented oil palm fronds with Aspergillus niger had a significant effect (P<0,05) on the content of crude protein, crude fiber, and ash. Generally, fermented oil palm fronds with different soluble carbohydrate was able to increase the content of crude protein of oil palm fronds, but not optimal yet in reducing the crude fiber content of fermented substrate. However, the addition of rice bran on the fermentation medium showed the best results, characterized by increasing crude protein and decreasing crude fiber contents as well as improved dry matter and organic matter digestibility, reflected in high concentration of VFA. The fermentation duration also had a significant effect (P<0,05) on all parameters measured. There was increasing substrate crude protein content until day 15 of fermentation, but then decreased on day 20 of fermentation. The longer fermentation consistently declined substrate crude fiber content significantly (P<0,05). Keywords: oil palm fronds, fermentation, Aspergillus niger, soluble carbohydrate, nutritive value, in vitro digestibility
1. PENDAHULUAN Departemen Pertanian menargetkan swasembada daging sapi secara bertahap pada tahun 2014. Melalui sejumlah program, penyediaan daging sapi dari dalam negeri diproyeksikan meningkat dari 67% pada tahun 2010 menjadi 90% pada 2014 (Sarwindaningrum, 2009). Target ini harus ditindaklanjuti dengan mengoptimalkan nilai guna seluruh sumberdaya lokal agar populasi dan produktivitas sapi potong meningkat
85
secara berkelanjutan. Sapi aceh merupakan jenis sapi potong yang termasuk ke dalam salah satu rumpun sapi lokal Indonesia, yang mempunyai keseragaman bentuk fisik dan komposisi genetik serta kemampuan adaptasi dengan baik pada keterbatasan lingkungan. Sapi aceh relatif tahan terhadap kondisi pakan yang jelek, bahkan dapat merumput dengan baik walaupun keadaan padang rumput dalam keadaan kritis (Basri, 1981). Pakan adalah suatu sendi penting proses perbaikan populasi dan produktivitas ternak, dan pemanfaatan limbah pertanian secara optimal sebagai bahan pakan adalah pilihan strategis dan bijak (Anonim, 2006). Pelepah sawit merupakan salah satu limbah perkebunan hasil pemangkasan kelapa sawit yang kurang mendapat perhatian oleh petani. Besarnya jumlah pelepah yang dihasilkan perkebunan setiap tahunnya menjadikan pelepah sawit sebagai sumber pakan berserat yang menjanjikan bagi ruminansia (Abu Hassan et al., 2013). Kawamoto et al. (2001) melaporkan, kandungan serat kasar pelepah sawit mencapai 70%, sedangkan kandungan karbohidrat terlarut dan protein kasar masing-masing hanya 20% dan 7% (Dahlan, 2000). Kandungan lignin pelepah sawit mencapai 20% dari biomassa kering, sehingga merupakan pembatas utama dalam penggunaan pelepah sawit sebagai pakan ternak (Rahman et al., 2011). Pemberian pakan yang berkualitas rendah dengan kandungan lignin yang tinggi, akan menyebabkan kondisi dan fungsi rumen kurang baik, sehingga diperlukan teknologi untuk memperbaikinya. Fermentasi merupakan salah satu teknologi untuk meningkatkan kualitas pakan asal limbah, karena keterlibatan mikroorganisme dalam mendegradasi serat kasar, mengurangi kadar lignin dan senyawa anti nutrisi, sehingga nilai kecernaan pakan asal limbah dapat meningkat (Wina, 2005). Aspergillus niger merupakan salah satu spesies kapang dari genus Aspergillus yang tidak menghasilkan mikotoksin sehingga tidak membahayakan. A. niger paling banyak digunakan sebagai starter dalam proses fermentasi bahan pakan limbah, karena di samping tidak membahayakan juga mudah dikembangkan (Gras, 2008). Berbagai enzim dihasilkan oleh kapang A. niger seperti: enzim mannase, selulase dan enzim-enzim pemecah karbohidrat lainnya sehingga selama fermentasi, kapang ini mampu mendegradasi serat. Kapang ini dapat tumbuh dengan memanfaatkan urea dan campuran mineral lainnya sehingga dapat meningkatkan kadar protein kasar (Kompiang et al., 1994). Simanihuruk et al. (2008) menyatakan, keberhasilan proses fermentasi dapat berjalan dengan baik bila tersedia karbohidrat terlarut yang cukup. Kandungan gula bahan merupakan energi penting bagi pengembangan kapang selama proses fermentasi. Pada fase awal, enzim yang bekerja dalam proses respirasi pada bahan mengoksidasi karbohidrat yang
86
terlarut, menghasilkan panas dan menggunakan gula yang siap pakai untuk proses fermentasi. Kehilangan gula pada proses respirasi merupakan hal yang menyulitkan untuk proses fermentasi selanjutnya. Penelitian ini bertujuan memperoleh informasi tentang penambahan sumber karbohidrat terlarut serta lama pemeraman yang paling sesuai pada media fermentasi menggunakan A. niger, untuk meningkatkan kualitas nutrisi substrat pelepah sawit.
2. METODE PENELITIAN Materi utama yang digunakan adalah pelepah kelapa sawit sebagai substrat, starter Aspergillus niger, sumber karbohidrat terlarut yaitu tepung sagu, tepung beras, bekatul, dan jagung giling. Bahan tambahan yang digunakan adalah urea dan molases. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 ulangan sehingga diperoleh 15 unit perlakuan. Fermentasi substrat pelepah sawit dengan A. niger mendapat perlakuan penambahan sumber karbohidrat terlarut yang terdiri atas: FK (kontrol, tanpa penambahan karbohidrat terlarut); FTS (penambahan tepung sagu); FTB (penambahan tepung beras); FDH (penambahan dedak halus); FGJ (penambahan jagung giling). Setelah diperoleh karbohidrat yang terbaik dalam memperbaiki kualitas substrat pelepah sawit, kemudian diberi perlakuan lama fermentasi yang terdiri atas F0 (tanpa fermentasi); F5 (fermentasi 5 hari); F10 (fermentasi 10 hari); F15 (fermentasi 15 hari), dan F20 (fermentasi 20 hari)
Prosedur penelitian Pelepah sawit yang telah dicacah dan dikeringkan hingga kadar air 10% ditimbang sebanyak 40 gr/sampel, dan dimasukkan ke dalam plastik tahan panas. Selanjutnya kantong plastik yang berisi sampel diikat dan disterilisasi menggunakan autoclave dengan suhu 121°C selama 20 menit. Setelah sterilisasi sampel diangkat dan didinginkan, selanjutnya dipindahkan ke masing-masing baki plastik. Dilakukan penambahan 10% sumber karbohidrat terlarut dan 2% urea ke masing-masing baki menurut perlakuan, dan diaduk kembali sampai homogen. Kemudian ditambahkan starter A. niger sebanyak 3% dari bahan kering substrat dan diaduk sampai homogen. Selanjutnya ditambahkan air steril bersama 5% molases dari bahan kering substrat hingga kadar air substrat mencapai 80%, dan diaduk lagi sampai homogen. Baki kemudian
87
ditutup menggunakan wrapping plastic yang dilubangi untuk sirkulasi udara, selanjutnya difermentasi selama 15 hari, atau menurut lama perlakuan. Setelah fermentasi berakhir, sampel dikeringkan dalam oven dengan suhu 70°C. Selanjutnya sampel dianalisis kandungan protein kasar, serat kasar, bahan kering, dan abu (AOAC, 1990). Sebagian sampel digunakan untuk uji kecernaan secara in vitro yang dilakukan menurut metode Tilley dan Terry (1963) dengan inkubasi selama 24 jam, dan dilanjutkan pencernaan pasca rumen dengan penambahan pepsin selama 24 jam berikutnya. Percobaan in vitro dilakukan untuk mengukur pH cairan rumen, konsentrasi N-NH3, VFA total dan parsial cairan rumen, kecernaan bahan kering (KCBK), dan kecernaan bahan organik (KCBO)(Soejono, 1991). Pengukuran pH cairan rumen dilakukan pada setiap akhir inkubasi dengan menggunakan pH meter. Konsentrasi VFA total ditentukan dengan metode destilasi uap, konsentrasi VFA parsial diukur menggunakan gas chromatography (GC), sedangkan konsentrasi N-NH3 ditentukan dengan teknik Microdifusi Conway (General Laboratory Procedure 1966).
Analisis data Data dianalisis menggunakan ANOVA dan dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan atau Duncan’s Multiple Range Test (DMRT).
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan Nutrisi Substrat Pelepah Sawit yang Difermentasi dengan Penambahan Sumber Karbohidrat yang Berbeda Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05) akibat penambahan penambahan sumber karbohidrat yang berbeda pada media fermentasi terhadap kandungan bahan kering substrat (Tabel 1). Namun demikian, proses fermentasi mengakibatkan peningkatan kadar bahan kering substrat pelepah sawit, berkisar antara 12,84 – 29,42%. Rendahnya kehilangan air pada penambahan dedak halus karena dedak memiliki serat kasar yang lebih tinggi dibandingkan sumber karbohidrat lain yang digunakan pada penelitian ini. Bahan pakan berserat lebih mudah mengikat air, sehingga air bebas berkurang dan mencegah terjadinya evaporasi (Tabel 2). Peningkatan kadar bahan kering substrat pada fermentasi jenis padat karena A. niger menyerap air untuk pertumbuhannya, sehingga semakin lama waktu fermentasi kondisi
88
substrat semakin kering. Substrat padat bertindak sebagai sumber karbon, nitrogen, mineral, faktor-faktor penunjang pertumbuhan dan memiliki kemampuan untuk menyerap air. Kadar air pada media padat berkisar 12-60% (Tayildizi et al., 2007). Rataan kandungan nutrisi substrat pelepah sawit setelah fermentasi serta serta perbandingannya dengan kandungan nutrisi sebelum fermentasi dapat dilihat masing-masing pada Tabel 1 dan Tabel 2 berikut. Tabel 1. Rataan Kandungan Bahan Kering (BK), Protein Kasar (PK), Serat Kasar (SK), dan Abu Substrat Fermentasi dengan Penambahan Sumber Karbohidrat Berbeda Perlakuan FK FTS FTB FDH FJG
BK (%) 27,46 ±0,98 27,40±0,62 27,71±0,67 26,74±0,17 26,46±0,26
PK (%) 12,03b±0,08 11,16b±0,44 12,72ab±0,22 13,25a±010 12,34b±0,03
SK (%) 21,92a±0,44 19,85b±0,86 19,45b±0,51 18,26b±0,24 18,66b±0,18
Abu (%) 14,59a±0,10 13,45b±0,42 13,44b±0,15 14,55a±0,34 14,02ab±0,15
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) FK (Kontrol); FTS (Tepung sagu); FTB (Tepung beras); FB (Bekatul); FGJ (Jagung giling)
Tabel 2. Rataan Kandungan Bahan Kering (BK), Protein Kasar (PK), Serat Kasar (SK), dan Abu Substrat Sebelum dan Sesudah Fermentasi (%). Perlakuan FK FTS FTB FDH FJG
BK SBF 22,11 21,78 21,41 23,70 22,19
PK SSF 27,46 27,40 27,71 26,74 26,46
SBF 5,30 6,62 6,93 6,06 7,67
SK SSF 12,03 11,16 12,72 13,25 12,34
SBF 21,78 18,50 21,39 19,55 20,65
Abu SSF 21,92 19,85 19,45 18,26 18,66
SBF 11,98 11,43 10,87 11,57 11,42
SSF 14,59 13,45 13,44 14,55 14,02
Keterangan: FK (Kontrol); FTS (Tepung sagu); FTB (Tepung beras); FB (Bekatul); FGJ (Jagung giling) SBF (Sebelum fermentasi); SSF (Sesudah fermentasi)
Penambahan sumber karbohidrat terlarut pada media fermentasi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kandungan protein kasar substrat (Tabel 1). Kandungan protein kasar mengalami peningkatan pada semua perlakuan. Kandungan protein kasar tertinggi ditunjukkan pada penambahan dedak halus, yang meningkat hingga 118%. Peningkatan ini ditunjang oleh kandungan protein kasar dedak halus yang cukup baik (10,8%), disamping kaya kandungan vitamin dan mineral yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk tumbuh optimal dan beraktivitas dalam sintesis protein mikroba. Selama proses fermentasi, terjadi
89
pertumbuhan kapang dan pembentukan protein mikrobia hasil metabolism dari kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein substrat (Luh, 1991 dan Sembiring, 2006). Kandungan serat kasar juga berbeda nyata (P<0,05) akibat penambahan sumber karbohidrat pada media fermentasi. Pada penambahan sumber karbohidrat terlarut didapat kandungan serat kasar yang secara nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan perlakuan kontrol. Kecuali pada kontrol dan penambahan tepung sagu, penambahan karbohidrat terlarut dapat menurunkan kandungan serat kasar antara 6,61-9,64%. Tercukupinya sumber energi selama proses fermentasi berlangsung, digunakan mikroba untuk kebutuhan hidupnya sehingga meningkatkan kinerjanya dalam mendegradasi serat kasar substrat (Harry, 2007). Selain pada perlakuan kontrol, kandungan abu tertinggi terdapat pada penambahan dedak halus, yang berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan penambahan tepung sagu dan tepung beras. Hal ini karena, dedak halus kemungkinan tercampur dengan sekam yang mengandung lignin dan silika. Kadar abu mempunyai hubungan yang positif dengan kadar serat kasar. Tingginya kandungan serat kasar akan berpengaruh positif terhadap besarnya kadar abu. Meskipun dipandang dari segi nutrisi kandunga abu tidak begitu penting, namun dalam analisis proksimat data abu diperlukan untuk menghitung atau mengukur nilai BETN (bahan ekstrak tanpa N)(Pond et al., 1995 dan Wibowo, 2010). Kandungan Nutrisi Substrat Pelepah Sawit yang Difermentasi dengan Lama Pemeraman yang Berbeda Hasil penelitian menunjukkan, fermentasi substrat pelepah sawit menggunakan A. niger dengan lama pemeraman yang berbeda berpengaruh nyata terhadap bahan kering substrat (Tabel 3). Peningkatan bahan kering mulai terlihat pada hari ke-15 dan meningkat tajam pada hari ke-20. Hal ini karena substrat yang digunakan berupa substrat padat kaya serat, sehingga semakin lama waktu fermentasi kondisi substrat semakin kering, karena A. niger menggunakan air untuk metabolism dan pertumbuhannya selama fermentasi berlangsung. Rataan kandungan nutrisi substrat pelepah sawit dengan lama fermentasi berbeda tersaji pada Tabel 3 berikut.
90
Tabel 3. Rataan Kandungan Bahan Kering (BK), Protein Kasar (PK), Serat Kasar (SK), dan Abu Substrat dengan Lama Pemeraman yang Berbeda Perlakuan F0 F5 F10 F15 F20
BK (%) 20,19c±0,21 20,88c±0,57 22,56c±0,29 28,29b±0,76 42,02a±1,74
PK (%) 9,57b±0,18 11,51a±0,18 11,77a±0,20 12,17a±0,48 11,66b±0,68
SK (%) 20,85a±0,34 21,70a±0,18 21,22a±0,82 20,07ab±0,14 18,60b±0,61
Abu (%) 11,51c±0,20 12,66b±0,33 13,70a±0,17 13,61a±0,07 14,13a±0,20
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) F0 (0 hari); F1 (5 hari); F2 (10 hari); F3 (15 hari); F4 (20 hari)
Kandungan protein kasar substrat pelepah sawit berbeda nyata (P<0,05) akibat lama pemeraman yang berbeda. Terjadi kenaikan kandungan protein hingga hari ke-15 fermentasi, namun kemudian menurun pada hari ke-20. Pertumbuhan A. niger sangat bergantung pada ketersediaan nutrien dalam substrat, sumber energi dari media yang digunakan, dan sumber mineral yang ditambahkan ke dalam substrat, seperti urea. Penambahan urea sebagai mineral N anorganik pada media akan meningkatkan aktivitas kapang dalam membentuk sel, dan sebagai sumber N yang untuk sintesis protein mikrobia (Lechninger, 1991 dan Sugiyanti et al., 2013). Lama pemeraman yang terlalu panjang dapat menurunkan kandungan protein substrat karena terjadinya kejenuhan, kekurangan oksigen, karbon dan kurangnya substrat sebagai nutrisi bagi A. niger. Kekurangan nutrisi yang diperlukan mengakibatkan A. niger tidak mampu menghasilkan asam sitrat, sehingga fungi ini tidak mampu membentuk koloni dan melakukan fermentasi. Kondisi ini menyebabkan sebagian A. niger akan mati dan menjadi sumber nutrisi bagi yang masih hidup (Sugiono, 2008). Semakin lama pemeraman secara konsisten mengakibatkan turunnya kandungan serat kasar secara nyata (P<0,05). Namun demikian, penurunan kandungan serat kasar masih kurang optimal diduga karena pemberian starter A. niger tidak mencukupi sehingga enzim selulosa yang dihasilkan terbatas. Menurut Iskandar (2009), semakin tinggi starter A. niger yang ditambahkan maka semakin menurun kandungan serat kasar yang dihasilkan. Penurunan ini berkat peran A. niger dalam menghasilkan enzim selulase yang mendegradasi selulosa menjadi selubiosa dan glukosa (Berka et al., 1992). Kandungan abu substrat mengalami peningkatan secara nyata (P,0,05) seiring dengan meningkatnya lama pemeraman. Hasil ini tidak berarti kandungan abu meningkat secara aktual, tetapi diakibatkan hilangnya bahan-bahan organik yang terlarut sehingga terjadi peningkatan proporsi abu.
91
Evaluasi Kecernaan In Vitro Substrat Pelepah Sawit Fermentasi Kisaran pH rumen yang optimal untuk proses selulolisis, proteolisis, dan deaminasi berkisar antara 6-7. Degradasi pakan serat berlangsung optimal pada pH 6,5 sampai 6,8, apabila nilai pH turun di bawah 6,2 aktivitas bakteri selulolitik mulai terganggu. Penurunan nilai pH berkorelasi dengan meningkatnya N mikroba, serta meningkatnya konsentrasi VFA total dan parsial (Arora, 1989; Alltech 2012). Status pH rumen in vitro akibat perlakuan berada pada tingkat optimal, berkisar antara 6.80 sampai 6.90 (Tabel 4). Hasil sidik ragam memperlihatkan tidak ada perbedaan nyata (P>0,05) pada nilai pH antar perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan rumen berada dalam keadaan seimbang, sehingga proses fermentasi dapat berjalan dengan baik. Rataan nilai pH, N-NH3, VFA Total dan Kecernaan in vitro tersaji pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Rataan Nilai pH, Kecernaan Bahan Kering (KCBK), Kecernaan Bahan Organik (KCBO), N-NH3, dan VFA Total in vitro Perlakuan
pH
KCBK (%)
KCBO (%)
FK FTS FTB FDH FJG
6,80±0,06 6,83±0,03 6,87±0,03 6,87±0,03 6,90±0,00
22,28b±0,05 24,25a±0,47 20,95c±0,44 25,23a±0,17 22,08b±0,45
18,47b±0,54 21,70a±0,33 17,21b±0,54 21,88a±0,21 18,26b±0,54
N-NH3 (mM) 4,70±0,23 6,33±0,43 5,94±0,19 5,79±0,85 5,96±0,45
VFA Total (mM) 62,15b±5,93 96,58a±9,57 75.25ab±3,66 90,85a±6,29 77,20ab±7,27
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) FK (Kontrol); FTS (Tepung sagu); FTB (Tepung beras); FB (Bekatul); FGJ (Jagung giling)
Amonia (N-NH3) merupakan produk utama dari proses deaminasi asam amino, dan kecukupannya dalam rumen untuk memasok sebagian besar N untuk pertumbuhan mikroba merupakan prioritas utama dalam mengoptimalkan fermentasi hijauan (Wallace & Cotta 1988; Leng 1990). Tabel 4 memperlihatkan konsentrasi amonia setelah inkubasi 6 jam, yang berbeda tidak nyata (P>0,05) pada semua perlakuan dan berada pada kisaran optimum yaitu 6-30 mg/dL atau 4-21 mM (Yuan et al. 2010). Hal ini menunjukkan, semua perlakuan memberikan efisiensi penggunaan amonia yang sama. Amonia merupakan sumber N bagi pertumbuhan bakteri, bahkan 80% bakteri dapat tumbuh dengan amonia sebagai satu-satunya sumber N. Ketersediaan VFA dan amonia yang cukup dapat meningkatkan sintesis protein mikrobia. Turunnya konsentrasi amonia dalam
92
cairan rumen selain mencerminkan proses fermentasi yang berjalan baik, juga menunjukkan penurunan asupan N atau turunnya degradasi protein (Baldwin 1995; Ramos et al. 2009 ). Fermentasi dalam rumen menghasilkan asam lemak terbang atau volatile fatty acids (VFA) sebagai produk utama untuk menyediakan energi dan karbon untuk pertumbuhan dan mempertahankan kehidupan komunitas mikroba. Jumlah VFA yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh kecernaan serta kualitas ransum yang difermentasi (Hvelplund 1991; Baldwin 1995). Konsentrasi VFA total setelah inkubasi 6 jam berbeda antarperlakuan (P<0,05), berkisar antara 62,15-96,58 mM. VFA yang dihasilkan pada semua perlakuan berada pada kisaran optimum bagi pertumbuhan mikroba dan sistem rumen, yaitu 60-120 mM (Waldron et al., 2002). Persentase VFA memegang peranan penting dalam produksi ternak, dan terkait langsung dengan komposisi pakan. Tingginya produksi VFA yang diikuti rendahnya konsentrasi amonia mencerminkan efisiensi penggunaan amonia oleh bakteri untuk sintesis protein mikroba dan pertumbuhan. Induk semang memanfaatkan VFA sebagai sumber energi, sedangkan bakteri sendiri memanfaatkannya sebagai sumber karbon (Dönmez et al., 2003). Besarnya kecernaan pakan di dalam rumen dipengaruhi oleh komposisi kimia pakan terutama kandungan serat dan protein, dan kondisi fermentasi meliputi pH, N-NH3, dan VFA yang mendukung terjadinya kecernaan pakan selama proses fermentasi. Kandungan serat yang lebih rendah menyebabkan kecernaan bahan kering lebih tinggi. Tingkat kecernaan pakan dapat digunakan sebagai indikator kuliatas pakan. Semakin tinggi kecernaan bahan kering dan bahan organik pakan semaikin tinggi nutrient yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak (Syahrir, 2009). Pada penelitian ini, penambahan karbohidrat terlarut berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai KCBK dan KCBO substrat fermentasi. Nilai KCBK dan KCBO tertinggi terdapat pada penambahan tepung sagu dan dedak halus. Hal ini diduga karena terjadinya keseimbangan ketersediaan nutrient dalam media in vitro, khususnya sumber energi, sehingga menghasilkan pertumbuhan dan aktivitas mikroba rumen yang optimum dalam mencerna pakan. Hasil ini didukung oleh tingginya produksi VFA pada kedua perlakuan tersebut, yang mencerminkan proses fermentasi berjalan dengan baik. Parakkasi (1999) menyatakan, nilai KCBO erat kaitannya dengan nilai KCBK, karena sebagian dari bahan kering terdiri atas bahan organik dan anorganik. Penurunan nilai KCBK akan mengakibatkan penurunan nilai KCBO, demikian juga sebaliknya. Turunnya kandungan bahan organic pada proses fermentasi akibat terjadi perombakan bahan organik
93
(terutama karbohidrat) yang dijadikan sebagai sumber energi bagi pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme (Fardiaz, 1992).
5. KESIMPULAN Penambahan berbagai sumber karbohidrat terlarut pada substrat pelepah sawit yang difermentasi menggunakan kapang Aspergillus niger dapat meningkatkan kandungan protein kasar pada semua perlakuan, namun belum optimal dalam menurunkan kandungan serat kasar substrat. Pada perlakuan lama pemeraman, didapatkan penurunan serat kasar secara konsisten hingga perlakuan pemeraman terlama (20 hari), sedangkan peningkatan kandungan protein kasar mulai menurun setelah 15 hari pemeraman. Penambahan tepung sagu dan dedak halus dapat meningkatkan nilai KCBK dan KCBO seiring dengan meningkatnya VFA total sebagai indikator kualitas pakan.
6. REFERENSI Abu Hassan, O., Ishida M, Shukri IM, and Tajuddin ZA. Oil-palm fronds as a roughage feed source for ruminants in Malasyia. http://www.fao.org/prods/gap/database/gap/files/1280 OIL PALM FRONDS RUMINANTS IN MALASYIA.PDF. Diakses tanggal 22 Maret 2013. Alltech. 2012. Asidosis. [Terhubung berkala]. www.alltech.com/animal_nutrition/ beef_cattle/challenges/beef_cattle_acidosis. Diunduh 05/02/2012 Anonim. 2006. Rencana Tindak Lanjut Program Menuju Kecukupan Daging Sapi 2010. Laporan Bulanan Puslitbangnak Mei 2006. AOAC., 1990. Officials Methods of Analysis. 15th ed. Association of Official Analytic Chemists. Arlington, VA. Arora, SP. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Baldwin, RL. 1995. Modelling Ruminant Digestion and Metabolism. Chapman & Hall, London. Basri, H. 1981. Pedoman Pemeliharaan Sapi. Rural Development Centre (RDC), Syiah Kuala University, Banda Aceh.
94
Berka, RM, Coleman ND, dan Ward M. 1992. Industrial enzym from Aspergillus species. Dalam Bennet JW dan MA Klich (eds). Aspergillus Biology and Industrial Application. Butterworth Hannemann, USA. Dahlan, I. 2000. Oil palm frond, a feed for herbivores. Asian-Aus. J. Anim. Sci. Supplement C: 300-303. Dönmez, N, Karsli MA, Çinar A, Aksu T, dan Baytok E. 2003. The effects of different silage additives on rumen protozoan number and volatile fatty acids concentration in sheep fed corn silage. Small Ruminant Res. 48;227-231. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. General Laboratory Procedures. 1966. Departement of Dairy Science. University of Wisconsin. Madison. Gras. 2008. Aspergillus niger. http://www.cfsan.fda.gov/~rdb/opa-gras.html). Diakses tanggal 15 Februari 2013. Harry, T. U. 2007. Peningkatan Nilai Nutrisi Ampas Sagu (Metroxylon Sp.) Melalui Bio Fermentasi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, Manokwari
Hvelplund, T. 1991. Volatile fatty acids and protein production in the rumen. Di dalam: Jouany JP, editor. Rumen Microbial Metabolism and Ruminant Digestion. INRA, Paris. Iskandar, B. 2009. Kajian perbedaan aras dan lama pemeraman fermentasi ampas sagu dengan Aspergillus niger terhadap kandungan protein kasar dan serat kasar. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Kawamoto, H, Mohamed WZ, Shukur NIM, Ali MSM, Ismail Y, and Oshio S. 2001. Palatability, digestibility, and voluntary intake of processed oil palm fronds in cattle. JARQ 35(3); 195-200. Kompiang, IP, Haryati T, dan Darma J. 1994. Nilai gizi dari singkong yang diperkaya protein: Cassapro. Ilmu dan Peternakan 7(2): 22-25. Lechninger, AL. 1991. Dasar-dasar Biokimia. Jilid I, Erlangga. Jakarta. Leng, RA. 1990. Factors affecting the utilization of ‘poor quality’ forages by ruminants particularly under tropical condition. Di dalam: Nutrition Research Reviews. Vol 3. Smith RH, editor. Cambridge University Press, Cambridge. Luh, B. 1991. Rice Utilization Vol II. Van Nostrand Reinhold, New York. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
95
Pond, WG, Church DC, and Pond KR. 1995. Basic animal nutrition and feeding. 4th ed. John Willey and Sons, Canada. Rahman, MM., Lourenco M, Hassim HA, Boars JJP, Sonnenberg ASM, Cone JW, De Boever J, and Fievez V. 2011. Improving ruminal degradability of oil palm fronds using white rot fungi. Anim. Feed. Sci. and Tech. Vol. 169, Issues 3-4. Pages. 157166. Sembiring, P. 2006. Biokonversi limbah pabrik minyak inti sawit dengan Phanerochaetae chrysosporium dan implikasinya terhadap performans ayam broiler. Disertasi. Universitas Padjadjaran, Bandung. Simanihuruk, K., Junjungan, dan Ginting SP. 2008. Pemanfaatan silase pelepah kelapa sawit sebagai Pakan Basal Kambing Kacang Fase Pertumbuhan. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Hal. 446-455. Sarwindaningrum, I. 2009. Swasembada daging sapi 2014. Koran Kompas 9 Nov. 2009. Sugiyanti, M. 2013. Pengaruh jenis vitamin dan sumber nitrogen dalam peningkatan kandungan protein kulit ubi kayu melalui proses fermentasi. Seminar Tugas Akhir S1 Teknik Kimia, Universitas Diponegoro. Sugiyono. 2008. Kadar protein dan serat kasar ampas sagu (Metroxylon Sp) terfermentasi dengan lama pemeraman yang berbeda. Jurnal Ilmiah Ikoma. UNDARIS, Ungaran. Syahrir, S. 2009. Potensi daun murbei dalam meningkatkan nilai guna jerami padi sebagai pakan sapi potong. Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Waldron, MR et al. 2002. Volatile fatty acids metabolism by epithelial cells isolated from different areas of the ewe rumen. J of Anim Sci. 80: 270-278. Wallace, RJ, Cotta MA. 1988. Metabolism of nitrogen-containing compounds. Di dalam: Hobson PN, editor. The Rumen Microbial Ecosystem . Appl. Sci. London. Wibowo, A. H. 2010. Pendugaan Nutrient Dedak Padi Berdasarkan Karakteristik Sifat Fisik. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana IPB, Bogor.
Wina, E. 2005. Teknologi pemanfaatan mikroorganisme dalam pakan untuk meningkatkan produktivitas ternak ruminansia di Indonesia. Sebuah review. Wartazoa Vol. 15 No. 4. Hal. 173-186. Yuan ZQ et al. 2010. Effects of dietary supplementation with alkyl polyglycoside, a non ionic surfactant, on nutrient digestion and ruminal fermentation in goats. J Anim Sci 88:3984-3991.
96