Kode/Nama Rumpun Ilmu : 191/Budidaya Kehutanan
LAPORAN TAHUNAN PENELITIAN HIBAH BERSAING
RESPON SPESIES TANAMAN TERANCAM PUNAH KALAPI (Kalappia celebica Kosterm) TERHADAP INOKULASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DAN APLIKASI VERMIKOMPOS
Asrianti Arif, SP., M.Si., NIDN 0015117504 Faisal Danu Tuheteru, SP., M.Si., NIDN 0028127805
UNIVERSITAS HALU OLEO DESEMBER 2015
DAFTAR ISI
Uraian
Hal
Ringkasan ………………………………………………………………. BAB 1. Pendahuluan …………………………………………………….
1
BAB 2. Tinjauan Pustaka ………………………………….……………
5
BAB 3. Tujuan dan Manfaat Penelitian.....................................................
12
BAB 4. Metode Penelitian ……………………………….……………
13
BAB 5. Hasil dan Pembahasan.........................................................................
18
BAB 6. Kesimpulan dan Saran..................................................................
34
Daftar Pustaka ………………………………………….………………..
35
Lampiran-Lampiran
DAFTAR GAMBAR Uraian 1. Performa Kalappia celebica Kosterm……………………..…….…………
Hal 6
2. Diagram fishbone penelitian ...................................................................…… 13 3. Jenis-jenis FMA yang ditemukan di areal rhizosfer kalapi hasil kultur trapping 4. Kolonisasi akar oleh FMA pada tanaman inang dari hasil kultur trapping
21 23
5. Rata-rata jumlah spora FMA per 50g tanah menurut lokasi
27
6. Rata-rata jumlah spora FMA per 50g tanah menurut genus
28
7. Struktur spora pada genus Glomus, Gigaspora dan Acaulospora
29
8. Bentuk kolonisasi FMA
31
9. Jenis-jenis FMA
31
DAFTAR TABEL
Uraian
Hal
2. Pengaruh kombinasi perlakuan (AB) terhadap berat kering akar dan rata-rata 19 jumlah spora 3. Pengaruh mandiri inang (A) terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman......…… 19 4. Pengaruh mandiri inang (A) terhadap berat kering pucuk...................................
19
5. Pengaruh mandiri pemberian Hyponex merah (B) terhadap tinggi tanaman
20
6. Pengaruh tunggal hyponex (B) terhadap berat kering pucuk
20
7. Pengaruh perlakuan hyponex (B) terhadap persentase kolonisasi akar
20
8. Jumlah spora menurut spesies FMA
27
9. Index keragaman FMA
29
10. Bentuk dan persentase kolonisasi akar
30
DAFTAR LAMPIRAN
Uraian Hal 1. Artikel ilmiah yang akan diterbitkan pada Jurnal Internasional Applied & 38 Environmental Soil Science........................................................…….………… 2. Dokumentasi Kegiatan Penelitian........................................................................
39
3. Undangan sebagai presenter pada International Conference on Natural, Mathematical and Environmental Sciences 9-11 October 2015, In BanjarbaruSouth Kalimantan-Indonesia......…….................................................................
40
4. Sertifikat Pemakalah............................................................................................ 41 5. Bimbingan Teknis................................................................................................
42
RINGKASAN Kalapi (Kalappia celebica Kosterm) merupakan tumbuhan yang memiliki nilai komersial tinggi sebagai penghasil kusen,meubel dan furniture. Kualitas kayu kalapi menurut sebagian literature termasuk kelas kuat satu dan kelas awet dua. Akan tetapi, kondisinya saat ini sangat memprihatinkan, ancaman kelestarian berasal dari pemanenan berlebihan, tanpa dibarengi dengan penanaman sehingga merupakan salah satu jenis yang mulai terancam punah (IUCN, 1994; UNEP-ECMC, 2007; Permenhut P57/2008). Kalapi merupakan endemik Sulawesi yang termasuk kedalam Famili Fabaceae dengan daerah penyebaran sekitar Malili Sulawesi Selatan dan Kolaka Sulawesi Tenggara Populasi kalapi semakin jarang, karakteristik habitat tempat tumbuh serta penyebarannya juga jarang dipublikasikan. Program pengembangan kalapi perlu dilakukan dengan strategi perlindungan jenis pada habitat alaminya (konservasi in-situ) dan pengembangan di luar habitat tumbuhnya (eks-situ). Peraturan Menteri Kehutanan No P57/Menhut/II/2008 tentang Arahan Strategi Konservasi Spesies Nasional 2008-2018 bahwa arahan penelitian yang harus segera dilakukan dalam penyelamatan jenis terancam punah kalapi adalah kajian aspek ekologi, silvikultur, genetika dan sifat kayu. Penelitian yang telah dilaksanakan adalah mengenai kondisi biofisik habitat dari jenis tersebut serta sebaran dan potensi permudaan di lapangan dan domestikasi jenis (eksplorasi, koleksi dan perbanyakan). Potensi FMA pada areal rhizosfer bekas tambang nikel juga dikaji, sehingga didapatkan informasi mengenai keberadaan dan keragaman FMA pada lahan tambang, dan ini merupakan strategi untuk perbanyakan FMA yang akan diaplikasikan pada lahan tambang. Data yang diperoleh menjadi dasar bagi perbanyakan pada tahun kedua dengan aplikasi FMA dan vermikompos sebagai sumber pupuk hayati bagi semai kalapi. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji potensi FMA pada kedua areal tempat tumbuh kalapi, areal hutan rakyat Tanggetada dan areal bekas tambang nikel, dan respon spesies tanaman terancam punah kalapi terhadap inokulasi fungi mikoriza arbuskula dan pupuk vermikompos dalam mendukung kegiatan konservasi spesies. Metode yang akan digunakan adalah trapping/ kultur spora dan menghitung keragaman dan pada tahun kedua adalah aplikasi fungi mikoriza arbuskula dan vermikompos pada anakan kalapi pada skala pesemaian. Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah kaca dan pesemaian Laboratorium Kehutanan Fakultas Kehutanan UHO. Kata Kunci : Kalapi, spesies terancam, fungi mikoriza arbuskula, vermikompos
BAB 1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Saat ini kondisi hutan sangat mengkhawatirkan, dimana banyak faktor penyebab terjadinya deforestasi dan degradasi hutan yaitu eksploitasi sumberdaya hutan secara berlebihan, alih fungsi lahan hutan menjadi areal pemukiman dan areal pertanian (Dephut, 2006; Houghton, 2005). Aktivitas ini berdampak negatif terhadap banyak jenis-jenis tanaman seperti punahnya spesies tanaman penting (Alamu and Agbeja, 2011). Kondisi yang terlihat cukup signifikan adalah semakin bertambahnya daftar tumbuhan dan hewan-hewan yang masuk dalam daftar jenis yang terancam punah dan perlu upaya konservasi jenis Jenis. Beragam jenis tersebut semakin berkurang yang berakibat pada jenis yang mulanya sering di jumpai sekarang menjadi sulit ditemukan dan sudah menunjukkan kelangkaan. Salah satu jenis tanaman hutan endemik Sulawesi yang membutuhkan perhatian adalah kalapi (Kalappia celebica Kosterm), merupakan tumbuhan yang memiliki nilai komersial tinggi sebagai penghasil kusen, meubel dan furniture. Namun saat ini, kondisinya sangat memprihatinkan, dimana ancaman kelestarian berasal dari pemanenan berlebihan, tanpa dibarengi dengan penanaman sehingga merupakan salah satu jenis yang mulai terancam punah (IUCN, 1994; UNEP-ECMC, 2007; Permenhut P57/2008). Kalapi merupakan endemik Sulawesi yang termasuk kedalam Famili Fabaceae dengan daerah penyebaran sekitar Malili Sulawesi Selatan dan Kolaka Sulawesi Tenggara. Populasi kalapi semakin jarang, karakteristik habitat tempat tumbuh serta penyebarannya juga jarang dipublikasikan Hal ini mengakibatkan informasi tentang kalapi semakin redup dan dikhawatirkan akan menghilang sebelum sempat dikembangkan kembali. Solusi dari permasalahan ini adalah program pengembangan kalapi dengan strategi perlindungan jenis pada habitat alaminya (konservasi in-situ) dan pengembangan di luar habitat tumbuhnya (eks-situ). Peraturan Menteri Kehutanan No P57/Menhut/II/2008 tentang Arahan Strategi Konservasi Spesies Nasional 2008-2018 bahwa arahan penelitian yang harus segera dilakukan dalam penyelamatan jenis terancam punah kalapi adalah kajian aspek ekologi, silvikultur, genetika dan sifat kayu. Untuk menjawab arahan tersebut maka penelitian kondisi biofisik habitat dari jenis tersebut serta sebaran dan potensi permudaan di lapangan dan domestikasi jenis (eksplorasi, koleksi dan perbanyakan), serta sifat dasar kayu kalapi perlu dilakukan.
Perbanyakan tanaman dilakukan baik pada skala rumah kaca, pesemaian dan di lapangan. Untuk mendukung kemampuan tanaman dapat tumbuh dengan baik, maka pada skala pesemaian tanaman perlu dibekali dengan agen hayati penting seperti introduksi Fungi mikoriza arbuskula (FMA) dan pemberian pupuk organic. FMA dilaporkan banyak memberikan keuntungan manfaat baik bagi tanaman dan lingkungan. Beberapa tanaman-tanaman yang terancam punah dilaporkan juga berasosiasi dengan fungi mikoriza arbuskula (Asrianti, 2013; Husna, 2010; Prayudyaningsih, 2007; Tawaraya et al., 2003). Menurut Wang and Qiu (2006), ada sekitar 139 spesies tanaman yang dilaporkan berasosiasi dengan FMA. Selain pemanfaatan FMA, pupuk organic juga diperlukan sebagai sumber hara awal sebelum FMA berperan dengan maksimal. Salah satu alternative pupuk adalah vermikompos yang juga memberikan banyak keuntungan. Salah satunya adalah pemanfaatan limbah-limbah organik sebagai suplai pupuk yang ramah lingkungan dan pemanfaatannya aman bagi manusia (Chanda et al., 2010). Hasil penelitian Abdalla et al., 2012 mendapatkan bahwa vermikompos memberikan pengaruh yang nyata dibanding kompos lain dan berpengaruh positif terhadap sifat kimia tanah seperti kandungan nitrogen, fosfor dan kalium. Mengingat keunggulan dan prospek dari vermikompos, selain sebagai suplai pupuk juga sebagai alternatif solusi dalam menjawab permasalahan limbah organik.
B. Permasalahan Seiring dengan peningkatan penduduk dan kebutuhan masyarakat akan kayu maka pengelolaan dan pengusahaan terhadap pohon-pohon penghasil kayu komersial terus meningkat. Jika pemanfaatan kayu terus terjadi dan tidak dibarengi dengan penanaman dengan jenis yang sama maka berimplikasi negative terhadap keberadaan populasi-populasi jenis local Indonesia. Kalapi termasuk dalam kategori jenis yang perlu dikonservasi karena mulai punah. Ancaman kelestarian berasal dari pemanenan berlebihan, tumbuhan ini dieksploitasi secara berlebihan tanpa dibarengi penanaman kembali. Lebih lanjut, jenis ini belum banyak dibudidayakan oleh masyarakat, dan pembudidayaannya masih terbatas pada memindahkan anakan alam. Hasil survey menunjukkan bahwa jenis kalapi sekarang sudah sangat susah ditemui di bangsalbangsal kayu. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan eksploitasi kayu tidak dibarengi dengan usaha budidaya sehingga berdampak pada semakin sedikitnya populasi kalapi di
Alam. Untuk itu, perlu adanya usaha perbanyakan tanaman dengan teknik perbanyakan tertentu. Kalapi merupakan tumbuhan yang publikasinya masih sulit didapatkan, informasi dan penelitian mengenai perbanyakan Kalapi masih sangat kurang, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai cara perbanyakan jenis tersebut.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Kalapi (Kalappia celebica Kosterm) Kalapi (Kalappia celebica) termasuk anggota Fabaceae dengan klasifikasi sebagai berikut ( http://zipcodezoocom/2011) : Domain : Eukaryota (Whittaker & Margulis 1978) Kingdom : Plantae (Haeckel 1866) Sub Kingdom : Viridaeplantae (Cavalier-Smith 1981) Phylum : Magnoliophyta (Sinnott 1953 Ex Cavalier-Smith 1998, flowering plants) Subphylum : Euphyllophytina Infraphylum : Radiatopses (Kenrick & Crane 1997) Kelas : Magnoliopsida (Brongniart 1843, Dicotyledons) Sub Kelas : Rosidae (Takhtajan 1967) Superorder : Fabanae (R Dahlgren Rx Reveal 1993) Order : Fabales (Bromhead 1838) Family : Fabaceae (Lindley 1836) Genus : Kalappia Specific epithet: celebica – Kosterm Botanical name: Kalappia celebica Kosterm Di Indonesia jenis ini dikenal dengan beberapa nama perdagangan diantaranya kalapi, nanakulahi, palapi (Whitmore et al, 1989) Jenis ini memiliki tinggi mencapai 40 meter dengan garis tengah batang 90 cm dan memiliki banir sampai 3 m. Kulit batang berwarna kecoklatan. Bentuk daunnya lanceolate sampai eliptikal [(2-)5(-6)] dengan susunan alternate serta tidak memiliki stipula. Daun muda chartaceous, eliptikal atau obovate, (6-)11-14(17) dengan (2,5-)4-6(-8,5) cm; apex pendek acuminate; dasar cuneate, jarang obtuse, bulu di bawahnya biasa segera luruh, gundul di atasnya, lateral nerves 5-8 pada setiap sisi, tulang daun reticulate; petolules 5-7 mm, puberulous. Inflorescences kadangkadang bercabang dekat dasar dan muncul fasciculate (2 atau 3 dalam sebuah axil), panjang 5-10(-15) cm, berbulu pendek, glabrescent; bracts and bracteoles ovate, panjang 2-2,5 mm; pedicels 2-6 mm. Bunga (orange-kuning) Calyx lobus 5, eliptis atau oblong, 4-6 dengan 2-3 mm, di luar bulu banyak, di dalam sedikit. Petal 5, obovate atau oblanceolate, 7-11 dengan 26 mm, perlahan-lahan dipersempit dari 1/3 bagian atas menuju dasar seperti cakar. Agak tipis, dengan 1 berbeda pertengahan tulang daun dan 5 atau lebih lateral, tulang daun lurus, semakin ke atas oblique, sedikit atau lebih bentuk kipas, dan bercabang dekat batas. Benang sari: panjang anter subur 1,75 – 2 mm; filamen 4,5-7 mm; staminode mencapai 3(-5) mm. Pistil panjang 5,3-7,5 mm; indung telur panjang sama seperti style atau agak lebih panjang. Buah berbentuk polong, pipih, berwarna coklat kemerahan, dan jika masak akan merekah ( http://booksgooglecoid) Terdapat 1 (-3) biji dalam satu buah
(Sosef et al, 1998) Biji berukuran 10(-11) – 13(-15) mm dan halus Performa pohon disajikan pada Gambar 1
Gambar 1. Performa Kalappia celebica Kosterm a: Flowering branch; b: Flower; c: Floral diagram; d: Flower with calyx lobes (except the adaxial one), petals and some of the stamens and staminodes removed; e: Calyx lobes, the lower one not drawn; f: Petals; g: Apical part of the anther, showing pores and excrescence (connective); h: Pistil; i: Pods. Reproduced from Reinwardtia I. (http://wwwbiodiversitylibraryorg) Jenis kalapi terdiri dari satu tipe genus yang terdapat di Sulawesi Selatan yaitu Kalappia celebica Kosterm. Kayu kalapi digunakan untuk konstruksi ringan (misalnya tiang), lantai, pertukangan, panel, jembatan dan bangunan kapal. Dengan bentuk serat yang indah, digunakan untuk papan cabinet dan furniture. Saat ini suplai kayu tersebut sudah sangat terbatas, tidak ada catatan statistic yang diketahui. Kalapi merupakan kayu sedang sampai berat dengan kerapatan 590-710 kg/m3 pada kadar air 15%. Kayu teras
berwarna coklat, sangat berbeda dengan kayu gubal yang berwarna coklat muda dengan tebal 3-5 cm. Tidak memiliki lingkaran tahun, pori besar dan sedikit, tunggal dan berganda radial 2-4, kadang-kadang terdapat endapan, paratraceal parenkhim berbentuk aliform sampai confluent, apotraceal marginal atau seperti pita marginal, jari-jari sangat kecil sampai sedang, terdapat tanda/gambar. Kayu sangat kuat, teras sangat tahan jika kontak dengan tanah, kayu gubal sangat sedikit. Botani Kalapi dengan nama latin Kalappia celebica Kosterm, termasuk family Fabaceae, kelas Magnoliopsida, ordo Fabales, divisi Magnoliophyta. Pohon ini mencapai tinggi 40 m, mempunyai banir, kulit batang beralur agak kasar dan berwarna kecoklat-coklatan. Daun majemuk menyirip, jumlah anak daun 2-5 dan berseling. Anak daun berbentuk lanset sampai lonjong. Perbungaan berbentuk malai di ketiak atau di dekat ujung ranting. Mahkota bunga berwarna kuning, buah berbentuk polong, pipih berwarna coklat kemerahan dan apabila masak pecah. Berbiji 1-3 dan berbentuk menyerupai cakram (Badan koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional 2001). Pohon besar mencapai tinggi 40 m, batang lurus, tinggi bebas cabang sampai 20 m, diameter sampai 90 cm, dengan banir sampai 3 m, kulit permukaan pecah-pecah sampai agak kasar, mengelupas, berwarna coklat karat, dalam kulit kayu berwarna pink kemerah-merahan, dan di dalam berwarna keputih-putihan. Tajuk tipis pada specimen yang tua, dengan sejumlah cabang tajuk. Daun berseling dengan 2-6 anak daun, lanceolate sampai elips, anak daun bertangkai, areolate jelas, tidak berstipula. Kalapi dilaporkan berbunga tidak teratur/tidak diketahui, dalam setahun kadang tidak berbunga, masuk dalam sub family Caesalpinadeae dan anak suku Cassideae, Kalapi terlihat sangat mirip dengan genus Dialium dan Koompasia.
Ekologi Kalappia celebica tumbuh pada hutan hujan tropic basah dari dekat pantai sampai 500 m dpl, tetapi umumnya pada ketinggian dibawah 100 m, biasa hidup pada tanah berbatu, dengan pH sekitar 4 dan CH tahunan kira-kira ± 3000 mm dengan CH minimum sekitar 150 mm pada bulan kering dan maksimum 500 mm dalam bulan basah. Adalah salah satu pohon tertinggi di hutan dimana tumbuh sangat spesifik lokasi dan dapat menjadi spesies yang dominan. Silvikultur Kalapi (Kalappia celebica Kosterm) Kalapi mungkin diperbanyak dengan benih, tapi tidak ada laporan tentang aktivitas penanaman. Regenerasi pada hutan tertutup sangat kurang dan semainya sangat sedikit. Dalam hal ini mengindikasikan bahwa Kalappia celebica membutuhkan cahaya untuk perkecambahan dan perkembangannya. Perbanyakan tumbuhan kalapi seperti tumbuhan Fabaceae lainnya dapat dilakukan baik dengan cara generative maupun vegetative. Pengumpulan benih dapat dilakukan dengan cara memanjat pohon dan memetik beberapa buah yang sudah masak. Untuk pengadaan bibit yang berasal dari benih umumnya diawali dengan pengecambahan benih. Benih kalapi dapat disemai kedalam bedeng tabor, media kecambah pada umumnya menggunakan pasir dan tanah. Pembibitan atau persemaian kalapi sebaiknya diwilayah yang cukup cahaya karena kalapi merupakan tanaman intoleran. Perbanyakan secara vegetative belum dilakukan pada tumbuhan kalapi karena mengingat tumbuhan ini tumbuh secara alami dan saat ini sudah sangat jarang ditemukan. Peran Fungi Mikoriza Arbuscula (FMA) Pengertian dan Klasifikasi, Kata fungi mikoriza berasal dari bahasa Yunani yaitu myces (cendawan) dan rhiza (akar) (Sieverding, 1991), yang tergolong dalam filum Glomeromycota (Schuβler et al, 2001). Jadi mikoriza adalah suatu bentuk hubungan simbiosis mutualisma antara fungi tertentu dan perakaran tumbuhan tingkat tinggi. Simbiosis ini terjadi saling menguntungkan, fungi memperoleh karbohidrat dan unsur pertumbuhan lain (sekitar 10%) dari tanaman inang, sebaliknya fungi memberi keuntungan kepada tanaman inang,
dengan cara membantu tanaman dalam menyerap unsur hara terutama unsur P (Marschener, 1998; Smith dan Read, 2008) dan air (Auge, 2001). Secara umum fungi mikoriza dikelompokan dalam dua golongan besar yakni endomikoriza dan ektomikoriza (Peterson et al 2004; Smith dan Read, 2008). Perbedaan yang mendasar dari kedua kelompok tersebut adalah kemampuan menginfeksi (kolonisasi) pada akar. Hifa Endomikoriza mampu menembus membran sel sedangkan infeksi ektomikoriza di sekitar antar sel korteks. Perbedaan lain, ektomikoriza bersifat fakultatif, membentuk tubuh buah, mantel dan hartig-net dan kisaran inangnya sempit (umumnya berasosiasi dengan famili Dipterocarpaceae, Pinaceae, Fagaceae, Eucalyptus spp, Gnetum gnemon, dll). Sedangkan endomikoriza, bersifat obligat, sporanya tidak dapat dilihat dengan mata telanjang harus dengan bantuan alat pembesar seperti mikroskop, membentuk struktur vesikula dan arbuskula serta memiliki kisaran inang yang cukup luas (Brundrett et al, 1996; Peterson et al 2004; Smith dan Read, 2008). Peran dari FMA adalah membantu penyerapan hara sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Dalam mendapatkan sumber karbohidrat, FMA memberikan keuntungan pada mitranya. Hifanya menyebar dalam tanah menyerap air, fosfor dan hara lainnya (Alexopoulus et al 1996). FMA yang menginfeksi sistem perakaran tanaman inang akan memproduksi hifa secara intensif sehingga tanaman bermikoriza akan mampu meningkatkan kapasitasnya dalam menyerap unsur hara dan air (Brundrett et al 1994). Hal ini juga didukung oleh Smith dan Read (1997), yang menyatakan bahwa mikoriza berpengaruh -
dalam meningkatkan penyerapan P, Zn, Cu, Ni, NH4 kemungkinan NO3 . FMA mampu meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan patogen tanah (Brundrett et al 1994). Peranan FMA dalam menekan perkembangan patogen tanah terutama disebabkan kolonisasi awal pada perakaran tanaman sehingga mampu meningkatkan ketahanan tanaman. Secara normal FMA mampu meningkatkan penyerapan fosfor dan mineral hara lainnya, sehingga peningkatan ketahanan tanaman merupakan efek tidak langsung pada peningkatan ketersediaan hara. Dengan demikian penurunan serangan penyakit diduga terdapat hubungan dengan peningkatan ketersediaan fosfor (Setiadi 2000).
Selanjutnya Alexopoulus et al. (1996) menyatakan bahwa asosiasi mikoriza memberikan kontribusi untuk ketahanan dari serangan patogen akar dan nematoda dengan memproduksi antibiotik. Selaras dengan penelitian Bertha et al. (2005), menemukan bahwa kombinasi G mosseae BEG 12 dan P fluorescens A6RI efisien dalam menekan penyakit busuk akar Rhizoctonia solani yang merupakan penyakit tular tanah. Meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan adalah juga salah satu peran dari FMA (Auge 2001). Penelitian Porcel dan Ruiz-Lozano (2004) menemukan bahwa akar bermikoriza mengakumulasi prolin yang lebih banyak daripada akar tidak bermikoriza, sebaliknya pucuk tanaman bermikoriza mengakumulasi lebih sedikit prolin daripada pucuk tanaman tidak bermikoriza. Diduga simbiosis mikoriza tampaknya terlebih dulu meningkatkan regulasi osmotik di akar-akarnya, hal tersebut membantu mempertahankan landaian (gradient) potensial air yang memungkinkan untuk masuknya air dari tanah ke dalam akar. Kondisi demikian memungkinkan lebih tingginya potensial air daun pada tanaman bermikoriza selama periode kering dan dan melindungi tanaman terhadap cekaman oksidatif, dan pengaruh akumulatif tersebut meningkatkan toleransi tanaman terhadap kekeringan. Vermikompos Vermikompos (vermicompost) dihasilkan dari kemampuan beberapa cacing tanah dalam mengkonsumsi residu organik seperti limbah rumah tangga, limbah industri seperti bubur kayu, residu panen seperti sayuran, daun-daunan, dedak padi, dedak jagung, kotoran ternak, kompos dan sebagainya (Ndegwa et al 1999; Palungkun 1999). Selanjutnya Nuryati (2004) menyatakan bahwa vermikompos berarti campuran kotoran cacing sebagai hasil buangan pencernaan bahan organik yang berwarna kehitam - hitaman berperan sebagai pupuk penyubur tanah. Vermikompos dapat meningkatkan hara dalam tanah karena mengandung nitrogen, fosfor, kalium dan unsur-unsur mikro seperti sulfur, boron, dan zinc, meningkatkan kapasitas tukar kation. Vermikompos juga mengandung berbagai hormon tumbuh bagi tanaman seperti auxin, sitokinin, giberellin (Nuryati 2004),
menyediakan energi untuk aktivitas mikroorganisme, meningkatkan porositas tanah, meningkatkan kemampuan mengikat air, menstabilkan struktur tanah seperti mengurangi pemadatan tanah, meningkatkan infiltrasi, dan menurunkan pengaruh logam-logam berat (Samosir 1994). Selanjutnya dinyatakan juga bahwa +
+
bahan organik mengurangi keracunan kation-kation seperti Al3 dan Fe3 pada +
+
tanah-tanah masam dan bereaksi dengan ion-ion racun seperti Cd2 dan Hg2
serta kation-kation unsur mikro lain yang berada pada konsentrasi tinggi dan mengurangi ketersediaannya, juga menyerap banyak air 70-80%. Ini juga disebabkan karena pori mikro pada agregat-agregat tanah menjadi lebih besar sehingga menambah kemampuan tanah untuk mengikat air dan mendukung pertumbuhan akar tanaman (Samosir 1994) Marinari et al. (1999), menunjukkan bahwa pada tanaman jagung (Zea mays), penambahan vermikompos dapat meningkatkan aktivitas enzim-enzim tanah yang menguntungkan seperti asam fosfatase, dehydrogenase dan protease BAA. Aktivitas enzim tersebut berkorelasi dengan sifat fisik tanah seperti porositas, yaitu meningkatkan pori makro dari 50500 μm dan merangsang aktivitas biologi tanah. Penelitian ini merupakan lanjutan dari tahapan penelitian sebelumnya. Hasil yang didapatkan pada penelitian Asrianti (2013) adalah karakteristik tanah pada areal tegakan kalapi memiliki kandungan hara yang rendah, sehingga peran dari FMA sangat diperlukan. Selanjutnya dari hasil penelitian juga didapatkan bahwa kalapi juga berasosiasi dengan jenis-jenis FMA seperti Glomus sp., Gigaspora sp., dan Acaulospora sp.
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengkaji respon spesies tanaman terancam punah kalapi terhadap inokulasi fungi mikoriza arbuskula dan aplikasi pupuk vermikompos dalam mendukung kegiatan konservasi spesies endemik Sulawesi yang terancam punah.
Manfaat Penelitian Berkaitan dengan semakin menurunnya populasi kalapi di alam dan sangat jarangnya publikasi tentang kalapi, sehingga penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran dalam upaya pembudidayaan dan pengembangan kalapi (khususnya di Sulawesi Tenggara). Penelitian-penelitian yang dilaksanakan merupakan bukti keterlibatan Perguruan Tinggi dalam hal upaya pengembangan dan konservasi jenis-jenis tanaman hutan yang hampir punah dan merupakan pengembangan bidang keilmuan dan kompetensi peneliti.
BAB 4. METODE PENELITIAN Secara garis besar tahapan penelitian disajikan pada gambar Kegiatan Th.I
Isolasi FMA dari Hutan Rakyat Tanggetada dan Tanah bekas tambang nikel
Kegiatan Th.II
Daya adaptabilitas dan pertumbuhan kalapi yang di pengaruhi oleh FMA dan vermikompos pada tanah bekas tambang nikel
Teknologi budidaya kalapi dalam mendukung konservasi jenis di Sulawesi Tenggara
trapping/ kultur spora
Data tentang jenis FMA hasil trapping/ kultur spora Data tentang FMA hasil Isolasi FMA dari Hutan Rakyat Tanggetada dan Tanah bekas tambang nikel
Kegiatan Th.I
Data tentang daya adaptabilitas dan pertumbuhan kalapi yang dipengaruhi oleh FMA dan vermikompos pada tanah bekas tambang nikel
Kegiatan Th.II
Gambar 2. Diagram fishbone penelitian
A. Tempat dan Waktu Pengambilan sampel dilaksanakan di Hutan Rakyat Tanggetada, kultur dilaksanakan di Rumah plastik serta Laboratorium Jurusan Kehutanan Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan Universitas Halu Oleo yang berlangsung selama 4 bulan.
B. Bahan dan Alat 1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah dari area rhizosfer Kalapi, glukosa 50% (w/v), air (aquades), hyponex merah, pot kultur (ukuran 5 x 9), benih Pueraria javanica, jagung (Zea mays L.), kertas label, KOH 10% (w/v), HCl 2 %, larutan melzer, PVLG, gliserol 2% (v/v), asam laktat 2% (v/v), trypan blue 0,05%, (w/v). 2. Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu tabung reaksi, sentrifus, timbangan analitik, timbangan ohause, saringan spora (berukuran 710 µm, 125 µm, 45 µm), pisau, pinset spora, pinset akar, mikroskop dissecting, mikroskop disseting, kaca preparat, cover glass, cawan petri, gunting, pipet, gelas ukur, tabung film (botol vial), kamera digital, gelas kimia, bak kecambah, botol semprot, sendok, plastik creb, rak kultur, thermometer, lux meter, hygrometer.
C. Rancangan Penelitian Penelitian ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap dalam pola faktorial 2 x 3. Kombinasi perlakuan terdiri dari 6 dan diulang sebanyak 3 kali sehingga didapatkan 18 unit percobaan. Setiap unit terdapat 4 pot kultur sehingga diperoleh 72 unit satuan amatan. Perlakuan yang diujikan yaitu: Faktor A : Inang A1 = Pueraria javanica A2 = Jagung (Zea mays L.) Faktor B : Pupuk Hiponex merah. B0 = Tanpa pupuk hyponex merah B1 = 1 g/l air B2 = 2 g/l air
Model linear : Yij = µ + Ai + Bj + (AB)ij + Gijk (Hanafiah, 1991) dimana :
Yij
= Nilai pengamatan peubah pertumbuhan inang dan sporulasi FMA
µ
= Nilai tengah umum
Ai
= Pengaruh jenis inang ke-i
Bj
= Pengaruh konsentrasi hyponex merah ke-j
(AB)ij = Pengaruh Interaksi jenis inang ke-i dan hyponex merah ke-j Gijk
= Galat dari pengaruh perlakuan jenis inang ke-i dan hyponex merah konsentrasi ke-j pada ulangan ke-k
Prosedur Penelitian a.
Pengambilan Sampel Tanah Sampel tanah yang diambil pada kedalaman 20 cm dengan menggunakan bor
tanah, pada 4 titik pengambilan sampel berdasarkan posisi arah mata angin, sebanyak 500 g setiap titik. Sampel tanah dikering anginkan kemudian dihomogenkan selanjutnya ditimbang sebanyak 50 g/ pot. b. Persiapan Media Kecambah Inang Media tumbuh benih adalah batuan zeolit (ukuran 1-2 mm) dicuci sampai bersih guna menghilangkan serbuk halus zeolit dan kotoran yang ada dan disterilkan. Zeolit steril kemudian ditimbang sebanyak 50 g lalu dimasukan kedalam pot kultur. c. Persiapan Tanaman Inang Benih-benih Pueraria javanica, jagung, yang digunakan sebagai tanaman inang terlebih dahulu disterilkan dengan air 5-10 menit sebagai upaya sterilisasi permukaan. Kemudian direndam dengan air dingin selama ± 24 jam untuk memecahkan dormansi yang mungkin terjadi. Benih-benih tersebut selanjutnya disemaikan dalam bak kecambah selama ± 1 minggu. d. Pembuatan Kultur Trapping Spora dari bawah tegakan kalapi Trapping menggunakan inokulum tanah. Tiap sampel tanah ditrapping menggunakan 4 pot kultur yang diisi zeolit sebagai media kultur. Teknik kultur trapping yang digunakan mengikuti metode Brundrett et al., (1996), dengan menggunakan pot kultur terbuka. Media tanam yang digunakan berupa campuran contoh tanah sebanyak 50 g dan batuan zeolit sebanyak 100 g. Teknik pengisian
media tanam dalam pot kultur adalah pot kultur diisi dengan zeolit sebanyak 50 g yang telah ditimbang kemudian memasukan contoh tanah sebanyak 50 g kemudian memasukan tanaman inang dan terakhir ditutup dengan zeolit sehingga media tanam tersusun atas zeolit-tanah-zeolit.
Variabel Pengamatan 1. Jenis-jenis FMA dan jumlah spora per 50 g kultur. Ekstraksi spora dari tanah mengacu pada metode tuang saring basah Brundrett et al., (1996) sebagai berikut : 50gr tanah dan zeolit hasil trapping dilarutkan kedalam 200-300 ml air, kemudian diaduk hingga homogen. Saring dalam satu set saringan dengan ukuran 710µm, 125µm, dan 45µm secara berurutan. Saringan bagian atas disemprot dengan air mengalir untuk memudahkan bahan saringan lolos, kemudian dilepas dan saringan kedua kembali disemprot air mengalir. Hasil saringan dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan glukosa 60% dengan menggunakan pipet, selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 2500 rpm selama 3 menit. Larutan supernatan dituang kedalam 45µm, dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan glukosa. Bahan yang tersisa dalam saringan diatas dituang kedalam cawan petri untuk memudahkan perhitungan, dan kemudian jumlah spora dihitung dibawah mikroskop dissecting. Untuk pengamatan spora menggunakan mikroskop, perhitungan jumlah dan jenis dilakukan berdasarkan perbedaan ciri morfologi spora. Identifikasi ciri morfologi tersebut meliputi bentuk, warna dan ada tidaknya aksesoris, dimana dicirikan dengan gambar-gambar spora yang ada. Identifikasi spora secara anatomi dilakukan dengan menggunakan bahan pewarna Melzer’s dan PVLG yang diletakan secara terpisah pada satu kaca preparat.
2. Persentase kolonisasi akar, dihitung dengan menggunakan metode panjang slide Giovantti dan Mosse (1980). % Kolonisasi Akar
=
∑Bidang Pandang Bermikoriza ∑Bidang Pandang Keseluruhan
x 100 %
Pengamatan kolonisasi FMA contoh akar tanaman Pueraria javanica, Zea mays L, dilakukan melalui teknik pewarnaan akar (staining) (Brundrett et al., 1996) dengan cara sebagai berikut : Akar-akar tanaman inang dicuci dengan air bersih, kemudian akar mudah dipilih dan dipotong-potong ± 1 cm dan dicuci bersih, lalu direndam dalam larutan KOH 10% sampai 1akar berwarna transparan. Larutan KOH 10% dibuang dan sampel akar dicuci pada air mengalir hingga bersih, kemudian sampel akar direndam dalam larutan HCl 2% selama 30 menit. Larutan HCl 2% dibuang, selanjutnya ditambahkan larutan pewarna (staining). Adanya kolonisasi FMA dilakukan berdasarkan ada tidaknya distribusi FMA meliputi hifa, vesikula, arbuskula, auxilari.
3. Tinggi tanaman pada tanaman jagung dan panjang sulur pada Pueraria javanica pada umur 1, 2, dan 3 bulan setelah tanaman. 4. Jumlah daun pada tanaman jagung, Pueraria javanica pada umur 1, 2 dan 3 bulan setelah tanam. 5. Berat Kering Pucuk dan Berat Kering Akar Parameter berat kering dihitung pada akhir pengamatan, nilai berat kering diperoleh dari hasil penimbangan bagian atas semai (pucuk) dan bagian akar yang telah dioven selama 1 x 24 jam pada suhu 70°C. D. Analisis Data Data hasil pengamatan terlebih dahulu dianalisis dengan uji varian (Uji F). Apabila hasil uji menunjukan pengaruh signifikan maka dilanjutkan dengan uji beda perlakuan menurut Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf kepercayaan 95%. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SAS versi 9.1.
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah mendapatkan inokulum local yang efektif dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman kalapi. Sehingga pada akhirnya diharapkan dapat diperoleh semai kalapi bermikoriza. Penelitian pendahuluan yang telah dilakukan adalah mendapatkan informasi tentang kondisi tempat tumbuh kalapi dan mendapatkan metode perkembangbiakan kalapi. Kemudian tahun yang sedang berjalan adalah mengkulturkan spora yang diisolasi dari areal rhizosfer kalapi dengan menggunakan beberapa inang sehingga diharapkan akan diperoleh inokulum yang akan digunakan sebagai pupuk hayati untuk tanaman kalapi dengan aplikasi vermikompos pada tahun kedua. Adapun prosedur penelitian yang dilakukan adalah trapping inokulum tanah dari areal rhizosfer kalapi. Pengujian dengan menggunakan berbagai tanaman inang, karena karakteristik inang memberikan pengaruh yang berbeda terhadap produksi spora FMA. Mengamati dan menghitung potensi infeksi akar pada perakaran tanaman inang, identifikasi spora yang diperoleh selanjutnya diuji pada semai kalapi hasil stek pucuk.
I.
Uji kombinasi inang dan pemberian pupuk Hyponex merah pada inokulum yang diambil dari areal rhizosfer kalapi Hasil pengamatan menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan inang
dan pupuk hiponex merah berpengaruh nyata terhadap berat kering akar dan jumlah spora. Perlakuan inang secara mandiri berpengaruh nyata terhadap variable jumlah daun, tinggi tanaman dan berat kering pucuk. Sedangkan perlakuan aplikasi hiponex merah secara mandiri berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, berat kering pucuk dan kolonisasi akar. Pengamatan pengaruh inang yang berbeda dan penambahan hyponex merah terhadap variabel berat kering akar, pengaruh kombinasi terbaik diberikan oleh perlakuan pemberian 1 mg/l air dengan inang P.javanica (A1B1) sebesar 0.748 g. Sedangkan pada variabel jumlah spora, perlakuan kombinasi pemberian 1
mg/l air dengan inang P. Javanica memberikan hasil terbaik yaitu sebesar 135 spora.
Tabel 2. Pengaruh kombinasi perlakuan (AB) terhadap berat kering akar dan ratarata jumlah spora Rata-rata Rata-rata Berat BNT BNT Perlakuan Jumlah Kering Akar (g) 0.05 0.05 spora c b P. javanica 0.063 111.333 P. javanica + 1 g Hyponex/l air 0.748a 135.000a b P. javanica + 2 g Hyponex/l air 0.355 109.333b Z. mays 0.075c 0.183 106.000b 14.749 b Z. mays + 1 g Hyponex/l air 0.296 107.333b b Z. mays + 1 g Hyponex/l air 0.338 108.667b Keterangan: Angka- angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom yang sama berarti berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%.
Perlakuan inang memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah daun dengan inang P. javanica (A1) memberikan rerata jumlah daun terbaik yaitu 42 helai seperti yang ditunjukkan pada tabel 2. Tabel 3. Pengaruh mandiri inang (A) terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman Perlakuan P. javanica Z. mays
Rata-rata Jumlah Daun (helai) 42.888a 9.472b
BNT0.05 1.757
Rata-rata tinggi tanaman (cm) 93.194a 37.921b
BNT0.05 2.818
Ket: Angka- angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom yang sama berarti berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%.
Perlakuan inang P. javanica (A1) memberikan tinggi tanaman tertinggi sebesar 93.194 cm.
Pada variabel berat kering pucuk, perlakuan mandiri inang jagung memberikan nilai terbaik yaitu 1.319 g. Tabel 4. Pengaruh mandiri inang (A) terhadap berat kering pucuk. Perlakuan Rata-rata Berat Kering Pucuk (g) BNT0.05 P. javanica 1.059b Z. mays 1.319a 0.111 Keterangan: Angka- angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom yang sama berarti berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%.
Tabel 5. Pengaruh mandiri pemberian Hyponex merah (B) terhadap tinggi tanaman Perlakuan Rata-rata tinggi tanaman (cm) BNT0.05 Kontrol 64.067b a 1 g Hyponex/l air 70.375 2 g Hyponex/l air 62.232b 3.4507 Keterangan: Angka- angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom yang sama berarti berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%
Berdasarkan Tabel 5 menunjukan bahwa perlakuan mandiri hyponex 1 g/l air (B1) memberikan nilai tertinggi terhadap tinggi tanaman sebesar 70.375 cm. Pada perlakuan mandiri hyponex merah (B), perlakuan 1 mg/l air memberikan berat kering pucuk terbaik yaitu 1.535 g. Tabel 6. Pengaruh tunggal hyponex (B) terhadap berat kering pucuk Perlakuan Rata-rata Berat Kering Pucuk (g) BNT0.05 c Kontrol 0.672 1 g Hyponex/l air 1.535a 0.136 b 2 g Hyponex/l air 1.360 Keterangan: Angka- angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom yang sama berarti berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%.
Sedangkan pada tabel 7 menunjukkan variabel kolonisasi akar pada perlakuan Hyponex (B), pemberian 1 mg/l air memberikan hasil terbaik sebesar 8.44 %. Tabel 7. Pengaruh perlakuan hyponex (B) terhadap persentase kolonisasi akar Perlakuan Rata-rata Persentase Kolonisasi Akar BNT0.05 b Kontrol 6.303 a 1 g Hyponex/l air 8.438 2.228 2 g Hyponex/l air 6.350b Keterangan: Angka- angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom yang sama berarti berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%.
2. Perhitungan Jumlah Spora dan Kolonisasi Akar oleh FMA
3. Identifikasi Spora Jenis-jenis spora FMA yang ditemukan pada kultur spora menggunakan inokulum tanah dari areal rhizosfer pohon kalapi yaitu terdapat 11 tipe dari genus Glomus, 1 tipe dari genus Gigaspora dan 1 tipe dari genus Acaulospora seperti yang ditunjukkan pada gambar 3 sebagai berikut :
Jenis Spora
Deskripsi Spora berbentuk bulat, berwarna coklat dengan ukurannya 125 µm permukaan alus dan berdinding tebal tidak bereaksi dengan larutan melzer’s. Glomus sp 1 ditemukan pada kombinasi perlakuan (A1B2) dengan inang pueraria javanica dengan takaran hyponex merah 2 g/ liter air.
Glomus sp.1 Spora berbentuk bulat, warna hitam dengan ukurannya 45 µm permukan halus dan berdinding tebal tidak bereaksi dengan larutan melzer’s serta memiliki hifa attachment. Glomus sp 2 ditemukan pada kombinasi perlakuan (A2B1) yaitu inang jagung dengan takaran hyponex merah 1 g / liter air. Glomus sp.2 Spora berbentuk bulat, berwarna coklat muda permukaan halus dan berdinding tebal tidak bereaksi dengan larutan melzer’s dan ukurannya 125 µm. Glomus sp 3 ditemukan pada kombinasi perlakuan (A1B0) dengan inang Pueraria javanica dengan tanpa hyponex merah (B0) Glomus sp.3
Glomus sp.4
Glomus sp.5
Spora berbentuk bulat , berwarna coklat tua dengan ukurannya 45 µm, permukaan halus dan berdinding tebal, tidak bereaksi dengan larutan melzer’s memiliki hifa attachment. Glomus sp 4 ditemukan pada kombinasi perlakuan (A1B1) dengan inang Pueraria javanica dengan takaran hyponex 1 g/ liter air. Spora berbentuk bulat berwarna coklat tua dengan ukurannya 45 µm, permukaan halus dan berdinding tebal tidak bereaksi dengan larutan melzer’s dan memiliki hifa attachment. Glomus sp 5 ditemukan pada kombinasi perlakuan (A1B1) dengan inang Pueraria javanica dengan takaran hyponex 1 g/ liter air. Spora berbentuk bulat berwarna coklat muda, berukuran 45µm permukaan halus berdinding tebal tidak bereaksi dengan larutan melzer’s. Glomus sp 6 ditemukan pada kombinasi perlakuan (A1B1) dengan inang Pueraria javanica dengan takaran hyponex 1 g/ liter air.
Glomus sp.6 Spora berbentuk bulat, berwarna coklat muda permukaan halus berdinding tebal berukuran 45 µm, tidak berubah warna pada larutan melzer’s. Glomus sp 7 ditemukan pada kombinasi perlakuan (A2B1) dengan inang jagung dan takaran hyponex merah 1 g/ liter air.
Glomus sp.7 Spora berbentuk bulat, berwarna coklat tua permukaan halus berdinding tebal, lolos pada saringan 45 µm tidak berubah warna pada larutan melzer’s. Glomus sp 8 ditemukan pada kombinasi perlakuan (A2B0) dengan inang jagung dengan tanpa hyponex merah. Glomus sp.8 Spora berbentuk bulat, berwarna coklat muda berukuran 124 µm permukaan kasar berdinding tebal, tidak bereaksi dengan larutan melzer’s. Glomus sp 9 ditemukan pada kombinasi perlakuan (A2B1) dengan inang jagung dan takaran hyponex merah 1 g/ liter air. Glomus sp.9
Glomus sp.10
Spora berbentuk lonjong, berwarna coklat tua permukaan kasar berukuran 125 µm permukaan kasar, berdinding tebal tidak bereaksi dengan larutan melzer’s. Glomus sp 10 ditemukan pada kombinasi perlakuan (A1B1) dengan inang Pueraria javanica dengan takaran hyponex 1 g/ liter air. Spora berbentuk bulat, berwarna coklat tua permukaan kasar berdinding tebal , berukuran 45 µm tidak bereaksi dengan larutan melzer’s. Glomus sp 11 ditemukan pada kombinasi perlakuan (A1B0) dengan inang Pueraria javanica dengan tanpa hyponex merah (B0).
Glomus sp.11
Gigaspora sp.1
Spora berbentuk bulat, berwarna kuning kecoklatan, berdinding tebal berukuran 125 µm. Berubah warna dengan larutan melzer’s hifa membentuk bulbous suspensor. Gigaspora sp 1 ditemukan pada kombinasi perlakuan (A1B2) dengan inang Pueraria javanica dan takaran hyponex merah 2 g/ liter air. Spora berbentuk bulat, berwarna kuning kecoklatan permukaan halus berdinding tebal, spora berukuran 125 µm berubah warna dengan larutan melzer’s lapisan dalam bereaksi dengan melzer’s. Acaulospora sp 1 ditemukan pada kombinasi perlakuan (A1B1) dengan inang Pueraria javanica dengan takaran hyponex merah 1 g/ liter air.
Acaulospora sp.1
Gambar 4. Kolonisasi akar oleh FMA pada tanaman inang dari hasil kultur trapping
Pembahasan Pada dasarnya pertumbuhan merupakan pertambahan secara kuantitatif yang bersifat tidak dapat kembali (irreversible) akibat pertambahan jumlah sel yang membentuk struktur pada makhluk hidup khusunya pada tanaman. Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh dua factor yaitu genetic dan lingkungannya. Factor lingkungan antara lain adalah kondisi tanah, temperature, kelembaban, konsentrasi karbondioksida, oksigen dll. Parameter pertumbuhan yang dapat dilihat diantaranya pertambahan tinggi, jumlah daun, serta volume akar tanaman. Status hara merupakan salah satu factor yang memperngaruhi pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman yang optimal merupakan indikasi dari aktivitas fortosintesis yang berlangsung baik. Perbaikan status hara dapat dipenuhi dengan adanya suplai hara seperti penambahan hiponex merah. Selain itu, introduksi agen hayati seperti FMA dapat memberikan banyak keuntungan. Hasil penelitian menunjukan bahwa FMA dan aplikasi hyponex merah berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman inang. Secara statistik pengaruh tunggal Hyponex merah (B) tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah daun akan tetapi terdapat kecenderungan persentase nilai rata-rata tertinggi yaitu pada perlakuan 1 g/ liter air (B1) sebesar 275 helai. Hasil interaksi inang (A) dan nutrisi tambahan Hyponex merah dengan takaran 1 g/ liter air (B1) memberikan respon yang baik terhadap pertumbuhan
tanaman Zea mays dan Pueraria javanica. Hyponex merah dapat memberikan sumbangan hara yang cukup karena terdiri dari N sebesar 25 %, P 5 %. Pertumbuhan tanaman inang yang baik akan mengakibatkan peningkatan laju proses fotosintesis. Kondisi ini akan merangsang pertumbuhan FMA yang lebih baik karena disebabkan tercukupinya suplai karbon yang disalurkan melalui akar dan dikeluarkan oleh tanaman dalam bentuk eksudat akar. Simbiosis antara tanaman dan FMA akan membantu tanaman pada saat di tanam di lapangan. Peran tersebut terjadi melalui penyerapan unsur hara dan air oleh hifa eksternal (Smith and Read, 2008) dan fiksasi N2 yang akan meningkat oleh bakteri rhizobium disebabkan oleh peningkatan penyerapan unsur hara makro P. Karbohidrat diproduksi melalui fotosintesis yang bergerak dari tanaman inang ke FMA (Goltapeh et al, 2008). FMA juga mampu meningkatkan hormon pertumbuhan tanaman seperti sitokinin dan giberelin yang berperan dalam proses pembelahan sel, pertumbuhan batang dan fungsi lainnya. Penambahan hyponex merah pada tanaman inang mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hyponex merah merupakan pupuk daun, dimana kandungan N didalam hyponex merah 25 %. Unsur Nitrogen membantu dalam pembentukan daun. Semakin banyak jumlah daun yang terbentuk, memungkinkan aktivitas metabolisme tanaman seperti fotosintesis dapat berjalan dengan baik, dengan demikian suplai fotosintat (sumber nutrisi) bagi pertumbuhan tanaman dapat tercukupi (Husna, 2010). Sehingga tersedia banyak eksudat akar dalam menstimulasi perkecambahan spora dan pertumbuhan hifa serta kolonisasi FMA (Pearson et al., 2009). Berdasarkan hasil pengamatan pada setiap perlakuan menunjukan bahwa jumlah spora terbanyak pada kombinasi perlakuan A1B1 yaitu 135 spora/50 g tanah. Perbedaan jumlah spora dipengaruhi oleh perlakuan inokulasi FMA. Delvian (2003) menyatakan bahwa adanya perubahan kepadatan spora dalam setiap pengamatan menunjukkan bahwa setiap jenis FMA membentuk spora pada saat yang berbeda, tergantung fenologi dan responnya terhadap tanaman inang. Rengganis (2013) yang menyatakan bahwa spesies inang dan sumber nutrisi mempengaruhi jumlah spora. Selain itu, pemupukan P dengan takaran dan
kelarutan tinggi dilaporkan mengubah produksi kelimpahan,daya mengkolonisasi dan efektivitas propagul FMA (Bhadalung et al., 2005). Menurut Delvian, (2008) pupuk hyponex merah memiliki kandungan N 25%, P 5% dan K 20 %. FMA cenderung berasosiasi pada kandungan hara yang rendah khusunya kandungan hara P (Smith and Read, 2008). Tuheteru (2003) menyatakan bahwa sporulasi FMA tergantung pada ketersediaan fosfat, dimana semakin tinggi kandungan fosfor (P) sporulasi menurun atau sebaliknya. Secara umum ditemukan tiga genus FMA pada sumber inokulum tanah dengan inang yang berbeda serta penambahan pupuk anorganik hyponex merah. Tipe spora yang ditemukan adalah spora yang berasal dari jenis Glomus merupakan marga yang paling dominan. Glomus merupakan jenis yang memiliki spora berbentuk glomoid, direduksi pada permukaan tanah, biasanya berdiri sendiri maupun bertandan pada substrat tanah (INVAM, 2013). Jenis lain yang ditemukan diantaranya Gigaspora (2 jenis), dan Acaulospora (2 jenis). Karakteristik masing-masing jenis disajikan pada (Lampiran 4). Umumnya spora pada jenis Glomus berbentuk bulat dan lonjong dengan warna coklat-hitam serta memiliki hifa attachment (INVAM, 2013). Sedangkan Gigaspora berbentuk bulat dan berwarna putih kekuning-kuningan dan Acaulospora berbentuk bulat, berwarna kuning kecoklatan, berubah warna merah dengan larutan melzer, dan tampak lapisan luar berwarna transparan. Genus Glomus merupakan genus yang memiliki jenis terbanyak. Hal ini diduga karena kemampuan Glomus untuk dapat tumbuh pada kisaran lingkungan yang lebih luas. Sedangkan pH optimum untuk Glomus sp. antara 5,5-9,5 dan Gigaspora sp berkisar antara 4-6 (Tuheteru, 2003). Hasil analisis tanah tanaman Kalapi (Kalappia celebica Kosterm) Carbon organik 0- 20 3,4 % (Tinggi), N total 0,27% (Sedang), P tersedia 7,28 ppm (Sangat rendah), pH 5,02 (Masam) (Asrianti, 2013).
b. Kolonisasi Akar Infeksi akar dicirikan oleh adanya asosiasi antara FMA dengan akar yang membentuk struktur-struktur yang dihasilkan oleh FMA seperti hifa, vesikula, arbuskula maupun spora. Kolonisasi akar dihitung berdasarkan jumlah bidang
pandang terinfeksi terhadap total bidang pandang yang diamati. Tingkat infeksi pada akar diklasifikasikan menurut The Instate of Mycorrhizal Research and Development, USDA Forest Service, Athena Georgia (Setiadi 1992) sebagai berikut : Kelas 1, bila infeksinya 0% - 5%, sangat rendah kelas 2, bila infeksinya 6% - 25%, rendah, kelas 3, bila infeksinya 26% - 50%, sedang, kelas 4, bila infeksinya 51% - 75%, tinggi, kelas 5, bila infeksinya 76% - 100%, sangat tinggi Hasil pengamatan menunjukkan bahwa telah terjadi asosiasi antara FMA dengan akar tanaman inang. Namun persentase infeksi akar pada tiap tanaman inang berbeda-beda. Berdasarkan persentase kolonisasi akar secara tunggal pemberian nutrisi tambahan Hyponex merah (B1) 1g/ liter air memiliki persentase tertinggi sebesar 84.38% (Tabel 10). Berdasarkan kriteria kelas infeksinya menunjukan bahwa
infeksi FMA terhadap kolonisasi akar sangat tinggi.
Persentase kolonisasi akar tidak berhubungan erat dengan laju pertumbuhan tanaman. Hal ini terlihat pada infeksi akar yang meningkat tidak selalu diikuti dengan meningkatnya pertumbuhan tanaman Tuheteru (2003). Lebih lanjut menurut Gunawan (1993), konsentrasi P yang rendah mengontrol tingkat kolonisasi dalam hubungannya dengan eksudat akar, dimana semakin rendah P semakin tinggi eksudat akar dan permeabilitas akar akibatnya semakin tinggi kolonisasi akar yang terbentuk.
2. Analisis keragaman FMA pada areal rhizosfer hutan rakyat Tanggetada dan areal bekas tambang nikel PT Vale. 1. Jumlah Spora Hasil pengamatan spora pada sampel tanah yang diambil dari areal rhizosfer tanaman kalapi pada lahan tambang PT Vale Indonesia dan hutan rakyat disajikan pada gambar 2 dan jumlah spora menurut spesies disajikan pada tabel 2 dan gambar 3.
a. Jumlah Spora Menurut Lokasi Hasil pengamatan jumlah spora menurut lokasi pengamatan yang dilakukan di lahan tambang PT Vale Indonesia tbk Pomalaa dan lahan hutan rakyat kecamatan Tanggetada disajikan pada gambar 2 di bawah ini :
Gambar 2. Rata-rata Jumlah Spora FMA per 50 gram tanah menurut lokasi Pada gambar histogram menunjukan bahwa jumlah spora terbanyak terdapat pada lahan hutan rakyat Tanggetada dengan rata-rata jumlah spora terbanyak 84 spora/50 gram tanah, sedangkan jumlah spora yang ditemukan di lahan tambang sekitar 32 spora/50 gram tanah. b. Jumlah Spora Menurut Spesies FMA Berdasarkan bentuk dan karakteristik mofologi dan anatomi spora FMA yang ditemukan di lahan tambang dan lahan hutan menurut jenis FMA dapat dilihat pada tabel 2. dibawah ini :
Tabel 2. Jumlah Spora menurut Spesies FMA Tipe Lokasi
Spesies
Jumlah Spora
Total Spora
Lahan Hutan
Glomus sp.1 Glomus sp.2 Glomus sp.3 Glomus sp.4 Glomus sp.5 Glomus sp.6 Glomus sp.7
19 17 8 9 4 9 9
84
Lahan Tambang
Glomus sp.8 Glomus sp.9 Acaulospora Gigaspora Glomus sp.1 Glomus sp.2 Glomus sp.4 Glomus sp.6 Glomus sp.8 Glomus sp.9 Acaulospora Gigaspora
5 10 2 1 11 5 2 4 3 5 1 1
32
Berdasarkan tabel 3 diatas, maka dapat diketahui bahwa jumlah spora menurut spesies FMA yang ditemukan berkisar antara 1-19 spora/50 gram tanah, yang terdiri dari 9 jenis Glomus dan 1 jenis Acaulospora
dan Gigaspora,
Sedangkan pada lahan tambang berkisar antara 1-11 spora/50 gram tanah yang terdiri dari 6 jenis glomus dan 1 jenis Acaulospora dan Gigaspora. Berdasarkan ukuran, warna, bentuk dan morfologi spora maka secara umum ditemukan 11 tipe spora pada lahan hutan rakyat dan lahan tambang PT Vale Kabupaten Kolaka. Dari 11 tipe spora tersebut masing-masing, 11 tipe spora ditemukan di lahan hutan dan 8 tipe spora ditemukan di lahan tambang. Semua tipe tersebut digolongkan dalam 3 (tiga) genus yaitu Glomus, Acaulospora dan Gigaspora.
Gambar 3. Rata-rata Jumlah Spora FMA per 50 gram tanah menurut genus FMA
Berdasarkan pada gambar 3. diatas menunjukan bahwa pada kedua lokasi ditemukan rata-rata spora Glomus lebih tinggi dibandingkan dengan genus lainnya. Pengamatan ini jika ditinjau dari lokasi penelitian maka Glomus ditemukan lebih dominan pada lahan hutan. Diversitas FMA di lahan hutan lebih banyak ditemukan spora FMA dibandingkan dengan FMA yang ditemukan di lahan tambang, yang ditandai dengan jumlah FMA yang banyak. 2. Keanekaragaman FMA Hasil pengamatan indeks keanekaragaman spora FMA pada kedua lokasi pengamatan disajikan pada tabel 4, sedangkan cirri dan morfologi spora disajikan pada gambar 4, sedangkan deskripsi secara umum disajikan pada lampiran 3. a. Indeks Keanekaragaman FMA menurut lokasi Hasil pengamatan indeks keanekaragaman spora FMA pada kedua lokasi disajikan pada tabel 4. dibawah ini :
Tabel 4. Indeks Keragaman FMA Menurut Lokasi No. 1. 2.
Tipe Lokasi Lahan tambang Lahan hutan
Indeks Keanekaragaman 1,547 1,967
Berdasarkan tabel 4. di atas menunjukan bahwa dari kedua lokasi pengamatan, tingkat keragaman spora pada lahan hutan lebih tinggi dibandingkan pada lahan tambang. b. Ciri morfologi dan anatomi spora FMA Menurut Genus Berdasarkan cirri dan karakteristik morfologi serta anatomi spora FMA yang ditemukan di lahan hutan dan lahan tambang, maka keanekaragaman spora FMA menurut genus dapat dilihat pada gambar 4. di bawah ini :
(A)
(B)
(C)
Keterangan : A. Glomus, B. Gigaspora, C. Acaulospora Gambar 4. Struktur anatomi spora pada genus Glomus, Gigaspora dan Acaulospora Tampak pada gambar tersebut di atas bahwa, dalam pengamatan ini ditemukan beberapa jenis FMA diantaranya adalah Glomus, dengan karakteristik semua secara umum memiliki ukuran >125 - <45, dengan dinding spora tebal dan halus, memiliki bentuk bulat, lonjong kemudian Morton dan Benny (1990) menyatakan bahwa spora Glomus berwarna kuning, kuning kecoklatan sampai coklat. Spora Glomus berwarna hyaline dan pada waktu matang menjadi berwarna putih atau kuning kecoklatan sampai berwarna hitam. Dinding spora memiliki hifa attachment. Spora Glomus tidak bereaksi dengan pewarna melzer, selain itu terbentuk pada hifa-hifa eksternal didekat perakaran. Gigaspora berukuran >125 <45, dengan bentuk bulat memiliki Bulbous suspensor serta permukaan spora licin dan memiliki warna gelap sampai coklat. Acaulospora, berbentuk bulat, dengan ukuran >125 - <45, berwarna transparan sampai dengan coklat dan memiliki sporiferous saculle (SS). 3.
Kolonisasi FMA Pada Tanaman Inang Bentuk dan persentase kolonisasi FMA pada tanaman Kalapi pada dua
lokasi penelitian disajikan pada tabel 5. Sedangkan cirri kolonisasi akar disajikan pada gamabar 5. Tabel 5. Bentuk dan persentase Kolonisasi FMA No.
Tipe Lokasi
Bentuk Struktur FMA Ve
Hi
He
Ar
Kolonisasi Hc
FMA (%)
1.
Tambang
+
+
-
-
-
43,33
2.
Hutan
+
+
-
-
-
26,67
Keterangan : Ve = Vesikula, Hi = Hifa internal, He = Hifa eksternal, Ar = Arbuskula dan Hc = Hifa coil, + = terdapat struktur FMA, - = tidak terdapat struktur FMA.
Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa kalapi didua lokasi penelitian dikolonisasi oleh FMA dengan bentuk kolonisasi yang banyak dijumpai adalah hifa internal dan vesikula, sedangkan hifa coil, hifa eksternal dan arbuskula tidak ditemukan. Persentase pada lahan hutan 26,67 % sedangkan lahan tambang 43,33%. Ciri dan kolonisasi FMA yang ditemukan pada sel korteks akar tanaman kalapi adalah hifa internal dan vesikula yang disajikan pada gambaar 5 di bawah ini.
(A)
(B)
Gambar 6. Bentuk kolonisasi FMA didalam sel-sel korteks tanaman inang, hifa internal (A), vesikula (B)
Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa hifa internal berfungsi sebagai alat translokasi unsur hara dari fungi ketanaman dan sebalikya, sedangkan vesikula berfungsi sebagai tempat cadangan makanan terutama lipid. Pendapat lain menganggap vesikula sebagai tempat organ istrahat, karena jumlahnya akan meningkat pada saat tanaman tua atau tanaman akan mati.
Jenis-jenis FMA Jenis Spora
Karakteristik tipe spora Spora bulat, berwarna coklat dan permukaan spora halus berdinding tebal. hifa attachman Spora lolos saringan berukuran 45µm dan tidak bereaksi dengan larutan melzer’s.
Glomus sp.1 Spora lonjong, berwarna coklat, permukaan spora halus berdinding tebal, lolos saringan berukuran 45 µm dan tidak bereaksi dengan larutan melzer’s.
Glomus sp.2 Spora lonjong, berwarna kuning, permukaan spora halus berdinding tebal, lolos saringan berukuran 45 µm dan tidak bereaksi dengan larutan melzer’s
Glomus sp.3 Spora bulat , berwarna kuning dan permukaan spora halus. Spora lolos saringan berukuran 45µm dan tidak bereaksi dengan larutan melzer’s. Glomus sp.4 Spora bulat , berwarna Kuning dan permukaan spora halus. Terdapat hifa attachman. Spora lolos saringan berukuran 45µm dan tidak bereaksi dengan larutan melzer’s.
Glomus sp.5 Spora bulat , berwarna coklat kemerahan dan permukaan spora halus berdinding tebal. Spora lolos saringan berukuran 45µm dan tidak bereaksi dengan larutan melzer’s.
Glomus sp.6 Spora bulat , berwarna coklat kehitaman dan permukaan spora halus berdinding tebal memiliki hifa attachman. Spora lolos saringan berukuran 45µm dan tidak bereaksi dengan larutan melzer’s. Glomus sp.7 Spora bulat berwarna bening dan permukaan spora halus berdinding tebal. Spora lolos saringan berukuran 45µm dan tidak bereaksi dengan larutan melzer’s.
Glomus sp.8 Spora bulat, warna coklat.permukaan spora halus berdinding tebal. Spora lolos pada saringan 45µm dan tidak bereaksi dengan larutan melzer’s. Glomus sp.9 Spora bulat, berwarna kuning kecoklatan dan berdinding tebal. Permukaan spora halus dan membentuk ornament seperti kulit jeruk. Spora lolos saringan berukuran 45 μm dan bereaksi dengan larutan melzer. Acaulospora sp.1 Spora bulat, berwarna coklat, permukaan halus berdinding tebal, terdapat Bulbous suspensor lolos saringan 45 µm bereaksi dengan larutan melzer.
Gigaspora sp.1
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa 1.
perlakuan pupuk Hyponex merah 1 g/l air (B1) berpengaruh nyata terhadap peubah tinggi tanaman, berat kering akar, berat kering pucuk, jumlah spora dan kolonisasi akar. Perlakuan inang Peuraria javanica (A1) dan takaran Hyponex merah 1/l air (B1) memberikan persentase rata-rata jumlah spora terbanyak yaitu sebesar 118.556 spora/50 g tanah, dan ditemukan 13 spesies spora Glomus yang berasal dari areal rhizosfer kalapi, 1 spesies Gigaspora dan 1 spesies Acaulospora pada areal rhizosfer kalapi.
2.
Indeks keragaman jenis fungi mikoriza arbuskula pada areal rhizosfer hutan rakyat Tanggetada lebih tinggi dibanding areal pasca tambang nikel. Persentase kolonisasi pada areal tambang lebih tinggi dibanding pada areal hutan rakyat, namun jumlah spora menunjukkan hasil yang lebih besar pada hutan rakyat (84 spora) dibanding pada areal tambang (32 spora).
Saran Perbanyakan inokulum FMA dari bawah tegakan kalapi dapat menggunakan inang
P.
Javanica
dan
aplikasi
1
mg
hiponex
merah/
l
air.
DAFTAR PUSTAKA
Abdalla EM., Nasser Ali SH., Saad SAM., Ibrahim IS. 2012. The chemical characteristics of composted and vermicomposted cotton residues case study in Sudan. Journal of Science, Technology and Sustainable Development. 9(4) 325 – 336 Alamu, L.O., Agbeja, B.O. 2011. Deforestation and Endangered Native Trees Species in South-West Nigeria. International Journal of Biodiversity and Conservation. 3(7): 291-297. Alexopoulos CJ, Mims CW, Blackwell M 1996 Introductory mycology Fourth Edition United States of America John Wiley & Sons Inc Asrianti A. 2013. Konservasi Jenis Terancam Punah Kalapi (Kalappia celebica Kosterm) di Kecamatan Tanggetada Kabupaten Kolaka. Laporan Hibah Bersaing. Kendari. Augẻ RM 2001 Water relation, drought and vesicular-arbuscular mycorrhizal symbiosis Journal of Mycorrhiza 11:3-42 BAKOSURTANAL, 2001 Atlas Flora dan Fauna Indonesia PT Grasindo Jakarta Brundrett M, Boucher N, Dell NB, Gove T, Malajczuk N 1994 Working with Mycorrhizas in Forestry and Agiculture Kaiping Cina dalam: International Mycorrhizal Workshop Chanda GK., Bhunia G., Chakraborty SK. (2010). Evaluation of nutrient status of different organic wastes along with environmental quality in the different phases of vermicomposting byPerionyx excavatus Perrier. Journal of Management of Environmental Quality. 21(3) 368 – 378. Dephut, 2006. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kehutanan Tahun 2006-2025. (In Indonesian) Fitriaji NH, 2009. Harmonik (Hormon Tumbuh/ ZPT) Http//wwwhijauqoe Wordpress com. Husna. 2010. Pertumbuhan Bibit Kayu Kuku (Pericopsis mooniana THW) Melalui Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan Ampas Sagu pada Media Tanah Bekas Tambang Nikel [Tesis]. Pascasarjana Unhalu. Kendari. (In Indonesian) IUCN 1994. IUCN Red List Categories. Prepared by the IUCN Species Survival Commission. IUCN, Gland Switzerland. Houghton, R.A. 2005. Tropical Deforestation as a Source of Greenhouse Gas Emission. In Moutinho, P., Schwartzman, S. (Editor). Tropical Deforestation and Climate Change. Amazon Institute for Environmental Research. PP.13-22 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.57/Menhut-II/2008 Tentang Arahan Strategi Konservasi Spesies Nasional 2008-2018.
Marinari S, Masciandaro G, Ceccanti B, Gego S 1999 Influence of organic and mineral fertilizers on soil biological and physical properties Bioresource of Technology 72(2000) 9-17 Marschner. 1992. Nutrient dynamics at the soil-root interface (Rhizosphere); In. Read DJ, Lewis DH, Fitter AH, Alexander IJ. 1992. Editor. Mycorrhizas in ecosystems. Singapore. CAB International. Ndegwa PM, Thompson SA, Das KC 1999 Effects of stocking density and feeding rate on vermicompost of biosolid Bioresource Technology 7(2000):5-12 Nuryati S 2004 Memanfaatkan cacing tanah untuk http//wwwberitabumiorid/berita 3php?id berita=29
hasilkan
pupuk
organik
Palungkun R 1999 Sukses beternak cacing tanah Jakarta Penerbit Penebar Swadaya Porcel R, Ruiz-Lozano JM 2004 Arbuscular mycorrhizal influence on leaf water potential, solute accumulation, and oxidative stress in soybean plants subjected to drought stress Journal of Experimental Botany 55(403):1743-1750 Schubler A, Schwarzott D, Walker C. 2001. A new fungal phylum, the glomeromycota: phylogeny and evolution. Journal of Resources Mycol. 105 (12) 1413-1421. Setiadi Y 2000 Mengenal mikoriza & prospek pengembangannya sebagai pupuk biologis dalam bidang kehutanan Kendari. Makalah disampaikan dalam Seminar sehari hasil penelitian progam Pasca Sarjana Fakultas Pertanian UNHALU 22-23 September 2000. Smith SE, Read DJ 1997 Mycorrhizal symbiosis Two edition Harcourt brace and company publisher San Diego London New York Boston Sidney Tokyo Toronto Academic press. Sieverding E 1991 Vesicular-arbuscular mycorrhiza management in tropical agosystem Eschborne Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH. Tawaraya K, Y. Takaya, M. Turjaman, S.J. Tuah, S.H. Limin, Y. Tamai, J.Y. Cha, T. Wagatsuma and M. Osaki. 2003. Arbuscular Mycorrhizal Colonization of Tree Species Grown in Peat Swamp Forests of Central Kalimantan, Indonesia. Journal of Forest Ecology and Management 182: 381–386. UNEP-WCMC. 2007. Strategies for The Sustainable Use and Management of Timber Tree Species Subject to International Trade: South East Asia. Cambridge, UK. Wang, B., Qiu, Y.L. 2006. Phylogenetic Distribution and Evolution of Mycorrhizas in Land Plants. Journal of Mycorrhiza 16: 299-363 Whitmore, T.C., Tantra, I.G.M and Sutisna, U. 1989. Tree Flora of Indonesia Check List for Sulawesi. Forest Research and Development Centre, Forestry of Departemen. Bogor.
Internet :
http://books.google.co.id/books?id=ZWlws4KqGJ0C&pg=PA70&dq=kalappia+celebica&hl= id&ei=KTu5. Diakses 8 November 20011 jam 21.00 wib.
http://www.biodiversitylibrary.org/OLBookReader/Viewer/print.aspx?id=91239&file... Diakses 10 November 2011. http://www.catalogueoflife.org/annual-checklist/2009/show species details.php?recor... Diakses 10 November 2011. http://zipcodezoo.com/Plants/K/Kalappia celebica/Default.asp. Diakses 13 November 2011
LAMPIRAN 1.
Abstrak artikel ilmiah yang telah dipresentasikan pada International Conference on Natural, Mathematical and Environmental Sciences 9-11 October 2015, In Banjarbaru-South Kalimantan-Indonesia.
Arbuscular Mycorrhizal Fungi (AMF) culture taken from rhizosphere of Kalappia celebica Kosterm used The Differences of Host Plant and Hyponex Fertilizer application Asrianti Arif, Faisal Danu Tuheteru, La Ode Alimuddin, Sri Indah Sari Mekuo Asrianti Arif (Corresponding author) Forestry Department, Faculty of Forestry and Environmental Science, Universitas Halu Oleo, Kendari, 93121, Southeast Sulawesi, Indonesia HP. +6285242993075 E-mail :
[email protected]
ABSTRACT
Soil microorganism activity is reflecting the health of forest environment. One of which is the arbuscular mycorrhizal fungi (AMF) activities that assist plant for nutrients and water absorption, protect plants from roots pathogens and heavy metals etc. We could know it from test of AMF population through spore production and root colonization test. This study aimed to obtain the type of host and appropriate hyponex doses to increase the AMF formation from soil inoculums of Kalappia celebica Kosterm. Soil samples were taken from Kalappia celebica rhizosphere at Tanggetada Village, Kolaka District. The tests of mycorrhizal respons on several host plant and Hyponex fertilizers was conducted at Screen House of Forestry Department, Faculty of Forestry and Environmental Science, Halu Oleo University for 4 months. Trapping of AMF spores used pots culture methods and they were arranged in a factorial completely design. There were two factors: host plants (Pueraria javanica (A1) and Zea mays L (A2) as first factor and doses of Hyponex as second factor. The results showed that the differences of host (A) and Hyponex (B) give the significant effect. Pueraria javanica is the best host plant which gave the higher number of AMF spores and percentage of root colonization. The application of Hyponex (1 ml/l of water) provides the best result on number of spores and percentage of root colonization. The combinations of treatment (A1B1) give also the best result for AMF spores production. Based on spore identification, there were found 11 species of Glomus genera, 1 type of Gigaspora and Acaulospora. Keywords: Arbuscular mycorrhizal fungi, Kalappia celebica Rhizosphere, host plant, hyponex fertilizer
a.
Dokumentasi Kegiatan Penelitian
Kultur trapping
Ekstraksi akar
Penyaringan spora
Pengovenan akar
Pengamatan Kolonisasi akar
Pewarnaan akar
Gambar 4. Kultur trapping, ekstraksi akar dan pewarnaan akar
b. Undangan sebagai presenter pada Seminar Internasional
c.
Sertifikat Pemakalah
BIMBINGAN TEKNIS APLIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA PADA SEMAI KALAPI (Kalappia celebica Kosterm)
PENDAHULUAN Salah satu jenis tanaman hutan endemik Sulawesi yang membutuhkan perhatian adalah kalapi (Kalappia celebica Kosterm), merupakan tumbuhan yang memiliki nilai komersial tinggi sebagai penghasil kusen, meubel dan furniture. Perbanyakan tanaman dilakukan baik pada skala rumah kaca, pesemaian dan di lapangan. Untuk mendukung kemampuan tanaman dapat tumbuh dengan baik, maka pada skala pesemaian tanaman perlu dibekali dengan agen hayati penting seperti introduksi Fungi mikoriza arbuskula (FMA) dan pemberian pupuk organic. FMA dilaporkan banyak memberikan keuntungan manfaat baik bagi tanaman dan lingkungan. KLASIFIKASI
Sub Kelas : Rosidae (Takhtajan 1967) Superorder : Fabanae (R Dahlgren Rx Reveal 1993) Order : Fabales (Bromhead 1838) Family : Fabaceae (Lindley 1836) Genus : Kalappia Specific epithet: celebica – Kosterm Botanical name: Kalappia celebica Kosterm
SILVIKULTUR KALAPI Perbanyakan tumbuhan kalapi seperti tumbuhan Fabaceae lainnya dapat dilakukan baik dengan cara
generative
maupun
vegetative.
Pengumpulan benih dapat dilakukan dengan cara memanjat pohon dan memetik beberapa buah yang sudah masak. Untuk pengadaan bibit yang berasal dari benih umumnya diawali dengan pengecambahan benih. Benih kalapi dapat disemai kedalam bedeng tabor, media kecambah pada umumnya menggunakan pasir
Kalapi (Kalappia celebica) termasuk anggota Fabaceae dengan klasifikasi sebagai berikut ( http://zipcodezoocom/2011) : ASRIANTI ARIF
JURUSAN KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
Domain : Eukaryota (Whittaker & Margulis 1978) Kingdom : Plantae (Haeckel 1866) Sub Kingdom : Viridaeplantae (Cavalier-Smith 1981) : Magnoliophyta (Sinnott 1953 Ex Phylum Cavalier-Smith 1998, Subphylum : Euphyllophytina Infraphylum : Radiatopses (Kenrick & Crane 1997) : Magnoliopsida (Brongniart 1843, Kelas Dicotyledons)
dan tanah. Pembibitan atau persemaian kalapi sebaiknya diwilayah yang cukup cahaya karena kalapi merupakan tanaman intoleran. TEKNIK INOKULASI FMA Teknik inokulasi yang sering dilakukan adalah teknik pra inokulasi dan inokulum layering Teknik. Teknik pra inokulasi diterapkan jika inokulum yang dipakai masih baru dan biji
yang akan diinokulasi relatif kecil. Sedangkan
Tutup lubang dengan media tanam dan
cara layering dipakai jika inokulum FMA telah
tekan daerah disekitar akar.
mengalami penyimpanan selama 3-6 bulan dan biji yang diinokulasi relatif besar. Teknik
Strategi inokulasi FMA
inokulasi dengan cara pra-inokulasi lebih efektif
1. Meletakkan inokulum sedekat mungkin
dan sangat hemat inokulan FMA.
dengan ujung akar
1. Teknik Pra-inokulasi
2. Inokulum dapat berupa “crude
Menyiapkan bak kecambah yang bagian bawahnya dilubangi seperti
tanah
dengan
ketebalan kurang lebih 3 cm. Penebaran
inokulum
FMA
ketebalan 1 – 2 cm di atas media tanah. Kemudian
ditutupi
kembali
dengan
media Taburkan
Menyiapkan kantong – kantong plastik (polibag) atau bedengan sesuai dengan Kantong plastik tersebut diisi dengan media Kemudian dibuat koakan (lubang tanam) pada media tanam selebar 3 dan dalam
biji/benih
dikecambahkan,
yang
disebarkan
siap diatas
media tersebut. Benih dibiarkan 14 – 21 hari baru dipindahkan ke tempat penanaman (polibag atau lapangan).
5 cm dan atau sistem tugal pada bedengan. Isi
Inokulum
FMA
sesuai
dengan
kebutuhan (5 – 10 gram) pada koakan yang telah dibuat. Letakan biji atau benih (atau semai / kecambah tanaman) diatas inokulum yang
dimasukan
tersebut.
yang terinfeksi FMA 3. “Crude inoculum” tergantung kepadatan sporanya diberikan langsung di lubang
kebutuhan. dengan
inokulum”, spora tunggal, beberapa spora sejenis, potongan hifa atau potongan akar
Tanam)
Bak kecambah diisi dengan media kecambah
2. Teknik Inokulum Layering (Teknik Lubang
kedalam
koakan
tanam