BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Program Keluarga Berencana (KB) dibentuk dengan tujuan untuk mengendalikan jumlah penduduk sehingga dapat mewujudkan penduduk tanpa pertumbuhan atau Zero Population Growth (ZPG). Ketika ZPG telah dicapai, maka negara tidak akan lagi memerlukan usaha untuk menangani jumlah penduduk, dan dapat lebih fokus pada peningkatan kualitas penduduk dan pembangunan negara (Suryadhi, 2005). Keberadaan program KB sebenarnya dapat membantu pasangan suami istri atau pasangan usia subur (PUS) untuk memperoleh jumlah anak yang dikehendaki, mengatur jarak dan waktu kelahiran serta mengantisipasi
kehamilan
yang tidak
diinginkan (KTD), dengan
memanfaatkan alat, obat dan metode kontrasepsi (WHO, 2015a). Indonesia merupakan negara di posisi keempat dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia (PRB, 2015). Pada tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia mencapai 237.641.326, dan diproyeksikan akan meningkat mencapai sekitar 255 juta di tahun 2015 dan 306 juta di tahun 2035 (BPS, 2015d). Terdapat tren peningkatan jumlah penduduk dari tahun 1971 (BPS, 2015c), dengan laju pertumbuhan penduduk mencapai 1,49% per tahun (BPS, 2015b). Angka fertilitas total per wanita usia subur (WUS) yang berusia 15-49 tahun atau Total Fertility Rate (TFR) di Indonesia mengalami penurunan secara bertahap dari tahun 1994 yaitu 2,85 menjadi 2,78 di tahun 2003. Akan tetapi selama 10 tahun setelah tahun 2003, TFR tidak mengalami penurunan dan tetap pada angka 2,6 (BPS, 2015a, BKKBN, 2012). Data tahun 2015 menunjukkan TFR Indonesia telah mencapai 2,3 (PMA2020, 2015c), akan tetapi untuk mencapai penduduk tumbuh seimbang dan penduduk tanpa pertumbuhan, Indonesia harus mencapai TFR sebesar 2,1 atau 2,2. Secara umum TFR berhubungan erat dengan proporsi WUS yang pernah kawin, Contraceptive Prevalence Rate (CPR), penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP), usia pertama kali kawin serta proporsi perkawinan dan melahirkan
pada
usia
remaja
(BKKBN,
2012,
BKKBN,
2007).
1
2
Laporan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 dan Laporan Performance Monitoring and Accountability 2020 (PMA2020) gelombang pertama tahun 2015 menunjukkan bahwa terjadi penurunan CPR yaitu dari 62% menjadi 61,1% (BKKBN, 2012, PMA2020, 2015c). Walaupun CPR untuk pemakaian metode KB modern dan MKJP mengalami peningkatan, namun total CPR belum memenuhi target CPR nasional yaitu 66%, yang tertera dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 (BPPN, 2015), dan hal tersebut diperparah dengan adanya peningkatan kebutuhan kontrasepsi yang tidak terlayani atau unmet need dan angka putus KB (PMA2020, 2015c). Peningkatan penggunaan MKJP merupakan salah satu solusi percepatan peningkatan CPR sehingga berdampak pada penurunan TFR. MKJP merupakan metode kontrasepsi yang paling efektif untuk mencegah kehamilan, karena dapat mengurangi angka putus pakai metode kontrasepsi jangka pendek seperti pil, suntik dan kondom (WHO, 2015b). Laporan PMA2020 (2015a), menunjukkan bahwa dari seluruh penggunaan kontrasepsi modern (97,4%), hanya 21,6% yang menggunakan MKJP yang terdiri dari 7,2% penggunaan implan, 7,9% penggunaan IUD, serta 6,3% dan 0,2% penggunaan tubektomi dan vasektomi secara berurutan. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan MKJP masih terbilang rendah, atau belum mencapai target RPJMN 2015-2019. Terdapat
berbagai
faktor
yang
mempengaruhi
WUS
memilih
menggunakan suatu metode kontrasepsi termasuk menggunakan MKJP baik faktor yang berasal dari eksternal maupun internal WUS tersebut. Faktor internal meliputi karakteristik demografi, pengetahuan, sikap, persepsi serta status kesehatannya. Sementara itu, yang tergolong faktor eksternal meliputi sosiokultural, kebijakan pemerintah, layanan kesehatan atau KB, komunitas, dan keluarga WUS tersebut (Cleland et al., 2014). Faktor-faktor tersebut merupakan faktor yang bersifat distal (Jain, 1989), sedangkan faktor proksimal pemilihan MKJP oleh WUS adalah pengaruh orang yang terlibat pada saat pengambilan keputusan akhir. Dalam pengambilan keputusan tersebut, terdapat kemungkinan bahwa keputusan tersebut dipengaruhi oleh orang terdekat, seperti suami, mertua, saudara ipar, dan juga teman di sesama komunitas (Agha, 2010).
3
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pasangan atau suami WUS termasuk juga keterampilan petugas kesehatan dalam melaksanakan konseling, dapat berperan sebagai pendukung maupun penghalang dalam pembuatan keputusan untuk memilih suatu metode kontrasepsi termasuk MKJP (Bogale et al., 2011, Hodgson et al., 2013, Lewis et al., 2012, Mutombo and Bakibinga, 2014, Dehlendorf et al., 2013). Pada dasarnya, akses untuk pelayanan KB yang aman dan sukarela merupakan bagian dari hak asasi manusia, dan dalam pengambilan keputusan pennggunaannya harus memperhatikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan (UNFPA, 2015). Berdasarkan hal tersebut, muncul kebutuhan untuk menganalisis hubungan pengambilan keputusan oleh WUS, suami dan petugas kesehatan dalam pemilihan suatu metode kontrasepsi di Indonesia dengan mempertimbangkan
ketersediaan MKJP di pelayanan
kesehatan, proporsi tenaga terlatih dan status daerah (tertinggal, terdepan dan terluar) serta regional provinsi, dengan memanfaatkan data PMA2020. B. Perumusan Masalah
bersama yang melibatkan WUS, pasangannya dan atau petugas kesehatan, berpengaruh pada pemilihan MKJP di Indonesia C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji peran pengambil keputusan (WUS sendiri; suami dan tenaga kesehatan tanpa melibatkan WUS; dan WUS bersama suami atau tenaga kesehatan) terhadap pemilihan penggunaan MKJP di Indonesia. 2. Tujuan khusus Tujuan khusus dalam penelitian ini yaitu: a. Menganalisis hubungan antara pengambil keputusan dalam memilih suatu metode kontrasepsi dan pemakaian MKJP, dengan mempertimbangkan variabel lainnya seperti karakteristik demografi, pengetahuan WUS tentang KB, keinginan WUS memiliki keturunan, dan konseling KB.
4
b. Mengindentifikasi variabel-variabel luar dan variabel kontekstual level wilayah seperti ketersedian pelayaan MKJP di rumah sakit, proporsi tenaga terlatih dan status daerah (tertinggal, terluar dan terdepan) serta regional provinsi (JawaBali dan luar Jawa-Bali), yang berhubungan dengan pengambil keputusan dan pemakaian MKJP. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis a. Pengembangan ilmu pengetahuan yang berguna untuk merancang kerangka teori atau kerangka konsep dalam hal pengambilan keputusan memakai kontrasepsi terutama MKJP. b. Sebagai pembanding dalam upaya penelitian yang serupa ataupun sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya. 2. Manfaat praktis a. Bagi para pembuat keputusan terkait dalam program KB, penelitian ini dapat menjadi dasar dalam membuat kebijakan untuk menentukan sasaran intervensi yang lebih sesuai terutama dalam pengambilan keputusan ber-KB, sehingga dapat
meningkatkan
cakupan
penggunaan
MKJP
dan
mempercepat
peningkatan CPR di Indonesia. b. Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat bagi petugas penyedia layanan kontrasepsi, sehingga dapat meningkatkan pelayanan konseling untuk meningkatkan promosi penggunaan MKJP. E. Keaslian Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang menganalisis hubungan pengambil keputusan dalam memilih suatu metode kontrasepsi dengan jenis kontrasepsi yang digunakan. Terdapat beberapa penelitian yang hampir serupa dengan penelitian ini, yaitu: 1. Penelitian yang dilakukan oleh OlaOlorun dan kawan-kawan (2014), yang Having a Say Matters: Influence of Decision-Making Power on Contraceptive Use among Nigerian Women Ages 35 49 Years bahwa wanita yang memiliki kuasa untuk membuat keputusan di rumah tangga
5
berhubungan secara signifikan dengan penggunaan kontrasepsi modern, bahkan setelah di bandingkan dengan variabel lainnya seperti usia, pendidikan, agama, poligini, paritas, kesejahteraan dan domisili (OR=1,70; 95% CI= 1,312,21; p<0,001). Perbedaan penelitian ini terletak pada variabel bebas, dimana pada penelitian telah dilaksanakan yang menjadi variabel bebasnya adalah pengambil keputusan, dan variabel terikatnya adalah pemakian MKJP. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Lewis dan kawan-kawan (2012), yang berjudul Partner Roles in Contraceptive Use: What Do Adolescent Mothers Say bertujuan untuk mengkaji peran pasangan seksual dari ibu yang masih remaja terhadap Non-coital dependent contraceptive (seperti contohnya oral contraceptives, intrauterine contraception, dan depot medroxyprogesterone acetate), selama masa paskasalin. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menyimpulkan bahwa pasangan seksual dapat berperan untuk mendukung wanita untuk menggunakan kontrasepsi termasuk memfasilitasi kontinuitas dari pemakaian kontrasepsi tersebut. Namun pasangan seksual juga dapat berperan sebagai orang yang tidak mendukung pemakaian kontrasepsi, terutama karena alasan keamanan dan efek samping pemakaian kontrasepsi, termasuk juga terdapat keinginan untuk memiliki anak lagi di masa depan. Perbedaan mendasar penelitian ini dengan penelitian yang telah dilaksanakan adalah pada jenis penelilitan, dimana penelitian ini adalah penelitian kualitatif, sedangkan penelitian yang telah dilaksanakan adalah penelitian kuantitaif yang menggunakan analisis statistik untuk menarik suatu kesimpulan. 3. Penelitian yang dilaksanakan oleh Bogale dan kawan-kawan (2011), berjudul urban and rural southern Ethiopia kontrasepsi dengan kuasa pengambilan keputusan pada wanita menikah di Ethiopia Selatan dengan membandingkan wanita yang tinggal di kota dan di desa. Faktor yang berhubungan dengan kuasa pengambilan keputusan untuk menggunakan kontrasepsi modern pada wanita di daerah kota yaitu pengetahuan yang lebih baik tentang kontrasepsi modern, sikap tentang kesetaraan gender, keterlibatan yang baik dalam pengembilan keputusan terkait anak, sosio-kultural, dan relasi keluarga. Selain itu, pengetahuan yang lebih
6
baik, ketakutan akan perlawanan dan kelalaian pasangan, keterlibatan dalam pengambilan keputusan tentang anak dan keadaan ekonomi menjadi faktor yang berhubungan secara signifikan dengan kuasa pengambilan keputusan untuk pemakaian kontrasepsi modern pada wanita di daerah pedesaan. Pada penelitian yang telah dilakukan diuji juga mengenai keterlibatan wanita dalam pengambilan keputusan, serta peran pasangan dalam pengambilan keputusan. Akan tetapi variabel terikat dalam penelitian ini adalah pengguaan kontrasepsi modern, sedangkan penelitian yang telah dilaksanakan adalah penggunaan MKJP. 4.
The effect of joint contraceptive decisions on the use of Injectables, Long-Acting and Permanent Methods (ILAPMs) among married female (15 49) contraceptive users in Zambia: a cross-sectional study dilakukan oleh Mutombo dan Bakibinga (2014), bertujuan untuk mengkaji hubungan
antara
pembuatan
keputusan
untuk
berkontrasepsi
dengan
penggunanan ILAPM dikalangan wanita yang menikah di Zambia. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa wanita yang membuat keputusan bersama dengan pasangannya memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk memakai kontrasepsi ILAPM daripada wanita yang tidak melibatkan suaminya dalam pengambilan keputusan. Selain itu, tingkat kesejahteraan merupakan faktor yang paling signifikan, dimana wanita yang kaya memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk memakai kontrasepsi ILAPM daripada wanita yang menengah dan miskin. Kesamaan dengan penelitian yang telah dilaksanakan adalah
sama-sama
meneliti
tentang
keterlibatan
suatu
pihak
dalam
pengambilan keputusan terhadap pemakaian suatu jenis kontrasepsi. Namun perbedaannya adalah variabel terikat dari penelitian ini adalah ILAMP sedangkan pada penelitian yang telah dilaksanakan adalah LAPM tanpa menganalisis kontrasepsi suntik. 5. and decision making
-kawan (2013)
bertujuan untuk mengetahui interaksi antara wanita dan petugas KB dalam pengambilan keputusan berkontrasepsi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang hasilnya menyebutkan bahwa wanita ingin untuk mendapatkan
7
informasi ketika mereka memilih suatu metode kontrasepsi yang akan digunakan, petugas KB juga berpartisipasi dalam pembuatan keputusan tersebut terutama dalam penekanan pada nilai dan keinginan dari wanita tersebut. Para wanita tersebut juga menginginkan komunikasi yang dekat, ramah termasuk mendapatkan infromasi yang komprehensif dari petugas KB, terutama mengenai efek samping kontrasepsi. Pada penelitian yang telah dilaksanakan, peran petugas KB juga diteliti, namun dilakukan secara kuantitaif untuk melihat hubungan secara statistik, berbeda dengan yang dilakukan pada penelitian ini.