Nama Rumpun Ilmu: Farmasi Klinik
LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PRODI
ANALISIS BIAYA PENGOBATAN PENYAKIT DENGAN PREVALENSI TINGGI SEBAGAI PERTIMBANGAN DALAM PENETAPAN PEMBIAYAAN KESEHATAN BERDASAR INA-CBGs DI ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL 2014
TIM PENGUSUL : Ingenida Hadning, M.Sc., Apt.
(19850304201004173122/0504038501)
Bangunawati Rahajeng, M.Si., Apt
(19701105201110173154/0505117002)
Indriastuti Cahyaningsih, M.Sc., Apt
(19850526201004173121/0526058501)
Pinasti Utami, M.Sc., Apt.
(19850318201004173123/0518038501)
HALAMAN PENGESAHAN PRA USULAN PENELITIAN UNGGULAN PRODI
Judul Penelitian
: Analisis BiayaSTUDI Pengobatan Penyakit Dengan Prevalensi PROGRAM FARMASI
Tinggi Sebagai DAN Pertimbangan Dalam Penetapan FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU KESEHATAN Pembiayaan Kesehatan Berdasar INA-CBGs Di Era UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Jaminan Kesehatan Nasional FEBRUARI 2015 2014
1
DAFTAR ISI Hal Halaman Pengesahan ...........................................................................................................
2
Daftar Isi............................................................................................................................
3
Ringkasan..........................................................................................................................
4
Pendahuluan........................................................................................................................
4
Kelayakan Teknis.................................................................................................................
5
Metode dan Mekanisme Alih Teknologi/desiminasi dan atau Intervensi Sosial.................
7
Pemanfaatan Hasil ...............................................................................................................
8
Organisasi dan Personil Pelaksana Kegiatan .....................................................................
9
Pembahasan a. b. c. d.
Hipertensi……………………………………………………………………… Stroke………………………………………………………………………….. Diabetes Melitus………………………………………………………………. Gagal Ginjal Kronik……………………………………………………………
9 13 21 29
Keterbatasan penelitian………………………………………………………………….
49
Kesimpulan…………………………………………………………...............................
50
Saran…………………………………………………………………………………......
51
Jadwal Kegiatan ................................................................................................................
52
Indikator Keberhasilan ........................................................................................................
52
Daftar Pustaka ...................................................................................................................
53
Biodata Ketua dan Anggota ................................................................................................
57
2
RINGKASAN Pemberlakuan INA-CBGs pada pembiayaan rumah sakit bagi pasien dengan penyakit berprevalensi tinggi membutuhkan perencanaan pengobatan dan analisis biaya karena penyakit berprevalensi tinggi memerlukan biaya yang mahal sehingga rumah sakit dapat melakukan penghematan biaya dan tidak merugi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah lama waktu perawatan pasien dengan penyakit berprevalensi tinggi dipengaruhi oleh faktor pasien dan faktor komorbid, serta mengetahui apakah besarnya biaya riil pengobatan telah sesuai dengan pembiayaan kesehatan berdasarkan INA-CBGs. Jenis penelitian observasional dengan rancangan penelitian cross sectional menurut perspektif rumah sakit. Metode pengambilan data secara retrospektif. Subyek penelitian yang digunakan adalah seluruh populasi pasien rawat inap peserta JKN di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogjakarta yang menderita penyakit dengan prevalensi tinggi dari bulan April 2014-September 2014 yang memenuhi kriteria inklusi penelitian dan telah dikelompokkan berdasarkan INACBGs. Variabel penelitian adalah karakteristik pasien (usia dan jenis kelamin), faktor komorbid, intervensi terapi yang diberikan, biaya (direct medical cost dan direct non-medical cost), dan outcome terapi (lama perawatan). Analisis data dilakukan dengan uji statistik chi-square dan MannWhitney. Rata-rata biaya riil terapi hipertensi pada semua kelas terapi lebih kecil dari dari pembiayaan kesehatan berdasarkan Permenkes Nomor 69 Tahun 2013 khususnya sehingga RS mampu mengelola pembiayaan terapi dengan optimal. Rata-rata biaya riil terapi stroke pada semua kelas terapi lebih kecil dari dari pembiayaan kesehatan berdasarkan Permenkes Nomor 69 Tahun 2013 khususnya sehingga RS mampu mengelola pembiayaan terapi dengan optimal. Rata-rata biaya riil terapi Diabetes Mellitus pada semua kelas perawatan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta tidak berbeda secara statistika dengan tarif paket INA CBG’s berdasarkan Permenkes Nomor 69 Tahun 2013. Rata-rata biaya pengobatan gagal ginjal kronis pasien rawat inap kelas terapi I lebih kecil dari pembiayaan kesehatan berdasarkan Permenkes Nomor 69 Tahun 2013 sehingga menggambarkan RS mampu mengelola pembiayaan terapi dengan optimal. Rata-rata biaya pengobatan gagal ginjal kronis pasien rawat inap pada kelas terapi 3 untuk kode N-1-12-I dan N-4-10-III telah sesuai dengan pembiayaan kesehatan berdasarkan Permenkes RI No. 69 Tahun 2013. Kata kunci : stroke, gagal ginjal kronik, hipertensi, diabetes mellitus, analisis biaya, INA-CBGs.
3
PENDAHULUAN Dengan diberlakukannya Peraturan Presiden RI No.12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) dimana mulai 1 Januari 2014 semua penduduk Indonesia akan memperoleh jaminan berupa perlindungan kesehatan berupa manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan, maka untuk pembayaran fasilitas kesehatan bagi pasien rawat inap BPJS Kesehatan melakukan pembayaran berdasarkan Indonesian Case Based Groups (INA-CBG’s). Dalam sistem INA-CBGs komponen biaya yang ditanggung oleh pihak BPJS Kesehatan terdiri atas biaya perawatan, penginapan, tindakan, obat-obatan, penggunaan alat kesehatan, dan jasa yang dihitung terpadu dalam paket. Dengan demikian analisis biaya pengobatan rawat inap sangat dibutuhkan dalam perencanaan pengobatan. Hasil penelitian diharapkan dapat memberi gambaran mengenai kemampuan rumah sakit dalam mengendalikan biaya pengobatan sesuai tarif pelayanan kesehatan yang berlaku dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan 2014 serta dapat dijadikan salah satu evaluasi pelaksanaan program jaminan kesehatan di Indonesia. Rumusan Masalah : Seperti apakah kesesuaian biaya riil pengobatan beberapa penyakit dengan prevalensi tinggi (hipertensi, stroke, diabetes mellitus, dan gagal ginjal kronik) bagi pasien rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta dengan besarnya pembiayaan kesehatan berdasarkan Permenkes RI No 69 Tahun 2013 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Tingkat Lanjutan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan? Tujuan : Mengetahui apakah besarnya biaya riil pengobatan beberapa penyakit dengan prevalensi tinggi (hipertensi, stroke, diabetes mellitus, dan gagal ginjal kronik) bagi pasien rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta telah sesuai dengan pembiayaan kesehatan berdasarkan Permenkes RI No 69 Tahun 2013 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan
4
Tingkat Pertama dan Tingkat Lanjutan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan. Lokasi kegiatan : Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan Program Studi Farmasi FKIK UMY.
KELAYAKAN TEKNIS Beragam guideline pengobatan terutama bagi beberapa penyakit dengan prevalensi tinggi (hipertensi, stroke, diabetes mellitus, dan gagal ginjal kronik) menyebabkan beragam pula jumlah biaya yang harus dibayar oleh penderita atau keluarga penderita atau pihak BPJS Kesehatan. Bila penanganan atau pemilihan obat tidak tepat maka dapat menyebabkan waktu tinggal di rumah sakit menjadi lebih lama atau terjadinya komplikasi yang lain yang pada akhirnya akan terjadi pembengkakan biaya. Besarnya biaya pengobatan selain dipengaruhi oleh jenis terapi obat yang digunakan juga dipengaruhi oleh jenis tindakan yang diberikan tenaga medis, keahlian tim medis dalam mendiagnosis secara cepat dan tepat, serta kepatuhan tenaga medis terhadap clinical pathway yang telah ditetapkan rumah sakit sebelumnya. Dalam sistem INA-CBGs komponen biaya yang ditanggung oleh pihak asuransi kesehatan terdiri atas biaya perawatan, penginapan, tindakan, obat-obatan, penggunaan alat kesehatan, dan jasa yang dihitung terpadu dalam paket. Dengan diberlakukannya INA-CBGs pada pembiayaan rumah sakit, maka analisis biaya pengobatan rawat inap sangat dibutuhkan dalam perencanaan pengobatan sehingga rumah sakit dapat melakukan penghematan biaya agar rumah sakit tidak merugi. Analisis biaya tersebut selain berguna dalam hal mengajukan klaim kepada pihak asuransi kesehatan juga dapat digunakan dalam memberikan pengobatan yang tepat bagi pasien berdasarkan data biaya pengobatan. Penelitian dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Tahap persiapan Tahapan ini meliputi pengurusan ijin serta persiapan lembar pencatatan data pasien dan lembar pencatatan biaya pengobatan pasien stroke perdarahan.
5
2. Tahap pelaksanaan Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam bentuk kegiatan : a. Review rekam medik di rumah sakit untuk mendapatkan data karakteristik demografi yang meliputi nama pasien, nomor rekam medik, usia, jenis kelamin pasien; lama dirawat di rumah sakit (tanggal dan jam masuk-keluar rumah sakit), tanggal dan jam serangan, faktor resiko, catatan penggunaan obat, catatan keperawatan, hasil uji laboratorium yang telah dilakukan, dan hasil terapi yang diukur dari indek barthel. Semua data tersebut dicatat dalam lembar pencatatan data pasien. b. Penelusuran biaya terapi pasien stroke perdarahan berdasarkan data rekam medis pasien. Biaya penggunaan obat dan alat kesehatan ditelusuri dari instalasi farmasi rumah sakit, sedangkan tarif biaya tindakan medis, biaya perawatan, biaya pemeriksaan penunjang (biaya laboratorium, fisioterapi, dan gizi), biaya administrasi, biaya penunggu pasien dan sewa ruangan, biaya kartu berobat, dan biaya karcis ditelusuri dari bagian administrasi keuangan. 3. Tahap pengolahan dan analisis data Data dari rekam medis pasien dan data dari penelusuran biaya pengobatan pasien setelah terkumpul akan dilakukan pengolahan dan analisis data sesuai metode analisis yang digunakan. Penelitian ini akan dilakukan berkesinambungan dengan melibatkan beberapa rumah sakit yang mengikuti program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan meneliti penyakit yang lebih luas. Hasilnya diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu evaluasi pelaksanaan program jaminan kesehatan di Indonesia.
Mitra Industri/lembaga pemerintah/badan litbang : RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan BPJS Kesehatan (PT.Askes Persero).
6
METODE DAN MEKANISME ALIH TEKNOLOGI/DISEMINASI DAN ATAU INTERVENSI SOSIAL Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan penelitian cross sectional menurut perspektif rumah sakit. Metode pengambilan data secara retrospektif. Subyek penelitian yang digunakan adalah seluruh populasi pasien rawat inap peserta JKN di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogjakarta yang menderita penyakit dengan prevalensi tinggi dari bulan April 2014-September 2014 yang memenuhi kriteria inklusi penelitian dan telah dikelompokkan berdasarkan INA-CBGs. Analisis data dilakukan dengan uji statistik chi-square dan MannWhitney. Hasil
penelitian
diharapkan
dapat
memberi
gambaran
mengenai
kemampuan rumah sakit dalam mengendalikan biaya pengobatan sesuai tarif pelayanan kesehatan yang berlaku dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan 2014 serta dapat dijadikan acuan bagi BPJS Kesehatan dalam mengambil kebijakan.
PEMANFAATAN HASIL Strategi Pemanfaatan Hasil Kegiatan : 1. Hasil penelitian akan diterbitkan pada jurnal ilmiah dan dipresentasikan di forum-forum ilmiah. 2. Hasil penelitian akan diberikan kepada rumah sakit terkait dan BPJS kesehatan. Intervensi sosial yang dapat memperbaiki karakter bangsa : Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi rumah sakit dengan memberi gambaran mengenai kemampuan rumah sakit dalam mengendalikan biaya pengobatan sesuai tarif pelayanan kesehatan yang berlaku dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan 2014 serta dapat dijadikan acuan bagi BPJS Kesehatan dalam mengambil kebijakan. Manfaat jangka panjang dapat dirasakan oleh masyarakat : berupa pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas.
7
STRATEGI
PELEMBAGAAN
INDUSTRIALISASI
KE
ARAH
KARAKTER BANGSA (tidak ada)
ORGANISASI DAN PERSONIL PELAKSANA KEGIATAN TABEL 1. Organisasi dan Profil Ingenida
Bangunawati
Indriastuti
Pinasti Utami
Hadning
Rahajeng
Cahyaningsih
Gelar
M.Sc., Apt
M.Si., Apt
M.Sc., Apt
M.Sc., Apt
Jenis Kelamin
Wanita
Wanita
Wanita
Wanita
Unit Kerja
Farmasi
Farmasi
Farmasi
Farmasi
Bidang
Manajemen
Farmasi
Farmasi
Farmasi
Keahlian/Tugas Farmasi/Ketua Klinik/Peneliti Klinik/Peneliti Klinik/Peneliti Peneliti Pendidikan
S2
S2
S2
S2
16 jam/mgg
16 jam/mgg
16 jam/mgg
16 jam/mgg
terakhir Alokasi waktu
PEMBAHASAN A.
HIPERTENSI
Besarnya tarif INA-CBGs yang ditetapkan pemerintah berbeda untuk setiap kode diagnosa dan ditentukan juga oleh keparahan penyakit.ICD 10 adalah kode internasional yang digunakan dalam sistem BPJS Kesehatan untuk diagnosa yang diberikan (Depkes RI, 2014). Kode I adalah kode untuk penyakit sistem kardiovaskuler. Hipertensi mempunyai kode I10. Kode INA-CBGs dari hipertensi adalan I-4-17-I sampai I-4-17-III, dengan penjelasan sebagai berikut : 1.
Digit pertama merupakan CMGs (Casemix Main Groups)
8
CMGs adalah klasifikasi tingkat pertama dan terdapat 31 CMGs dalam United Nation University Grouper (UNU Grouper). Pemberian label huruf disesuaikan dengan yang ada pada ICD 10 untuk setiap sistem organ. Penyakit kardiovaskuler berkode I. 2.
Digit kedua merupakan Case Based Groups (CBGs) Sub Group kedua menunjukkan tipe kasus ada 10 tipe kasus dalam
kodeINA-CBGs. Group tipe kasus dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2. Group Tipe Kasus dalam INA-CBGs Tipe Kasus
Kelompok
Prosedur rawat inap
1
Prosedur besar rawat jalan
2
Prosedur signifikan rawat jalan
3
Rawat inap bukan prosedur
4
Rawat jalan bukan prosedur
5
Rawat inap kebidanan
6
Rawat jalan kebidanan
7
Rawat inap neonatal
8
Rawat jalan neonatal
9
Error
0
(Depkes RI, 2014) 3.
Digit ketiga merupakan kode CBGs Sub-Group ketiga menunjukkan spesifik CBGs yang dilambangkan dengan
numerik mulai dari 01-99. 4.
Digit keempat menunjukkan severity Level Sub-Group
keempat
menunjukkan
tingkat
keparahan
kasus
yang
dipengaruhi adanya komorbiditas ataupun komplikasi dalam masa perawatan. Keparahan kasus dalam INA-CBGs di bagi menjadi 4: a. “0” untuk rawat jalan. b. “I - Ringan” untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 1. c. “II - Sedang” untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 2. 9
d. “III- Berat”untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 3. Kode diagnosa dan tindakan ditetapkan oleh petugas koding rumah sakit, sedangkan kode INA-CBGs beserta tingkat keparahan penyakit ditentukan oleh software INA-CBGs yang dimiliki BPJS Kesehatan. Penetapan kode INA-CBGs tersebut dilakukan berdasarkan data kode diagnosa primer, kode diagnosa sekunder, dan tindakan medis yang diinput oleh petugas koding rumah sakit pada laporan BPJS Kesehatan setiap harinya melalui software INA-CBGs yang dimiliki rumah sakit. Penetapan kode diagnosa oleh petugas koding rumah sakit yang akan menentukan besar tarif INA-CBGs yang akan dibayarkan pemerintah ini menyebabkan ketepatan penulisan diagnosa dan kelengkapan penulisan prosedur medis menjadi faktor utama yang sangat penting untuk diperhatikan oleh semua pihak terkait, terutama oleh dokter penanggung jawab pasien karena terdapat perbedaan tarif INA-CBGS untuk setiap kode dan tingkat keparahan yang ditentukan oleh diagnosa primer dan sekunder serta prosedur medis yang dilakukan.Hal inilah yang menjadi titik utama dalam proses koding. Dokter harus memahami pentingnya penulisan diagnosa yang tepat dan terperinci, agar penetapan kode INA-CBGs menjadi tepat.Sosialisasi tentang pentingnya diagnosa secara tepat dan terperinci merupakan solusi untuk mencegah kerugian yang harus ditanggung rumah sakit. Tabel 3. Kode INA-CBGs pasien hipertensi Kode INACBGs
Jumlah pasien Kelas terapi 1
Kelas terapi 2
Total
Persentase (%)
Kelas terapi 3
I-4-17-I
3
7
12
22
62,9
I-4-17-II
5
1
2
8
22,9
I-4-17-III
4
0
1
5
14,2
12
8
15
35
100
Total
(Sumber: Data rekam medis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Januari-Desember 2014).
1.
Kode I-4-17-I
10
Biaya rata-rata total terapi pasien hipertensi kelas terapi 3 di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta untuk kode I-4-7-I beserta komponen biayanya, tersaji dalam tabel di bawah ini :
Tabel 4. Komponen Biaya Terapi Hipertensi Komponen Biaya
Rata-rata + SD (Rp)
Persentase (%)
Alat Kesehatan
12.017 + 0, 3945
1
Obat
176.155,05+ 134.510,50
14,7
Keperawatan
13.167,04+ 12.275,87
1
Laboratorium Radiologi
273.865,41 + 22,8 188.647,54 80.667,48 + 37.679,89 6,7
UGD
126.415,28+ 63.259,47
10,5
USG
17.050,45+ 5.906,29
1,4
EKG
5000,03+ 1.167,74
0,4
O2
37.500,43 + 9.323,72
3,1
Visite Dokter
186.675,23 + 104.823,5
15,5
63.268,40 + 1558,58
5,3
Kamar
204.175,60 + 87.147,59
17
Biaya Total Hipertensi
1.201.650,76 394.527,55
Direct Medical Cost
Direct Non Cost Administrasi
Medical
+
2. Kode I-4-17-II dan kode I-4-17-III Biaya rata-rata total terapi pasien hipertensi kelas terapi 3 di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta untuk kode I-4-7-II dan kode I-4-17-III beserta komponen biayanya, hanya ada 2 pasien dan 1 pasien, sehingga tidak bisa diuji statistik. Secara umum pada ketiga kelas dengan masing-masing kode, 3
11
besar komponen biaya paling berpengaruh adalah biaya obat, biaya kamar dan biaya laboratorium atau radiologi.
Uji kesesuaian tarif INA-CBGs dengan biaya total yang dikeluarkan rumah sakit dilakukan pada tiap kelas terapi dan kode INA-CBGs :
Tabel 5. Uji Normalitas Kode INA CBG-s Kode I-4-17-I
Nilai p 0,228
Arti Terdistribusi normal
Tabel 10. Hasil Uji paired sample t-test Kode INA CBG-s Nilai p Kode I-4-17-I
0,000
Arti
Berbeda signifikan
Untuk kelas terapi 1 dengan kode I-4-17-III, data tidak terdistribusi normal, sehingga pengujian dilakukan dengan Kruskall-Wallis, didapat nilai p = 0,02 < 0,05, sehingga berbeda signifikan. Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa biaya total yang dikeluarkan pihak Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta untuk pasien hipertensi pada semua kode diagnosa periode Januari 2014-Desember 2014 berbeda secar signifikan dengan biaya yang ditetapkan pemerintah dalam BPJS Kesehatan.
B. STROKE Besarnya tarif INA-CBGs yang ditetapkan pemerintah berbeda untuk setiap kode diagnosa dan ditentukan juga oleh keparahan penyakit. Kode diagnosa ditetapkan oleh petugas koding rumah sakit, sedangkan kode INA-CBGs beserta tingkat keparahan penyakit ditentukan oleh software INA-CBGs yang dimiliki oleh pengelola Jamkesmas pusat. Penetapan kode INA-CBGs tersebut dilakukan berdasarkan data kode diagnosa primer, kode diagnosa sekunder, prosedur medik, dan lama waktu perawatan yang diinput oleh petugas koding rumah sakit pada laporan Jamkesmas setiap harinya melalui software INA-CBGs yang dimiliki oleh
12
rumah sakit. Pasien yang dilakukan analisa dapat dikategorikan ke dalam kode INA-CBGs G-4-13-I, G-4-13-II, dan G-4-13-III untuk kode diagnosa primer I619 (Intracerebral Hemoragik), G-4-14-I, G-4-14-II, dan G-4-14-III untuk kode diagnosa primer I639 (Cerebral Infark), serta G-4-15-I, G-4-15-II, dan G-4-15-III untuk kode diagnosa primer I64 (Stroke Tidak Spesifik). Angka terakhir dari kode INA-CBGs menunjukkan tingkat keparahan dari penyakit. Besarnya biaya riil pengobatan pasien stroke dibandingkan dengan besarnya tarif INA-CBGs dapat dilihat di tabel 6. Hasil uji One Sample t Test digunakan untuk melihat perbedaan yang bermakna antara biaya riil pengobatan pasien stroke dengan besarnya tarif INA-CBGs. Hasil analisa dapat dilihat di tabel 7. Dari tabel terlihat bahwa rata-rata pengobatan pasien stroke lebih rendah daripada tarif INA-CBGs dengan perbedaan yang tidak bermakna.
Tabel 6. Besarnya Biaya Riil Pengobatan Stroke dan Tarif INA-CBGs Kode INAKode Total Biaya RS Tarif INA No. No. RM CBGs Diagnostik (Rp) CBGs (Rp) 1. 605194 G-4-13-I I629 4,074,000.00 2,705,047.00 2. 3.
603709 606652
I639 I639
577910 603352 441958 486827 587058 604903 605254 605894
G-4-14-I G-4-14-I RATA-RATA G-4-14-II G-4-14-II G-4-14-II G-4-14-II G-4-14-II G-4-14-II G-4-14-II G-4-14-II
4. 5. 6. 7. 8. 9.. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
591642 589550 598676 417354 571056
G-4-15-I G-4-15-I G-4-15-I G-4-15-I G-4-15-I
I64 I64 I64 I64 I64
17. 18. 19. 20.
590561 596739 599668 600078
G-4-15-II G-4-15-II G-4-15-II G-4-15-II
I64 I64 I64 I64
I639 I639 I639 I639 I639 I639 I639 I639
2,203,300.00 1,559,900.00 1,881,600.00 1,429,000.00 1,052,000.00 2,848,500.00 1,176,500.00 1,220,500.00 920,100.00 2,182,500.00 1,917,000.00 1,696,062.50 2,032,300.00 4,949,000.00 2,233,200.00 2,866,200.00 2,008,700.00 2,817,880.00 4,575,600.00 754,300.00 1,387,200.00 2,245,600.00
3,684,853.00
6,663,579.00
2,872,209.00
3,427,995.00
13
21. 22. 23. 24.
600079 600901 602085 601805
G-4-15-II G-4-15-II G-4-15-II G-4-15-II
I64 I64 I64 I64
1,350,900.00 1,742,400.00 2,381,700.00 3,254,300.00 2,269,625.00
1. Kode G-4-14-I
Gambar 1. Hasil uji non parametric One-Sample Test kode G-4-14-I
2. Kode G-4-14-II
Gambar 2. Hasil uji One-Sample t Test kode G-4-14-II 3. Kode G-4-15-I
Gambar 3. Hasil uji non parametric one sample test kode G-4-15
14
4. Kode G-4-15-II
Gambar 4. Hasil uji One-Sample t Test kode G-4-15-II Berdasarkan tabel 6 diketahui bahwa besarnya biaya riil pengobatan stroke untuk semua kode diagnosa rata-rata per pasien lebih rendah dibandingkan dengan besarnya tarif INA-CBGs. Analisis uji One Sample t Test diketahui bahwa p> 0,05, hal itu berarti terdapat perbedaan yang tidak bermakna antara tarif riil pengobatan stroke di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta bila dibandingkan dengan tarif INA-CBGs untuk semua kode diagnosa. Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa rumah sakit telah cukup berhasil melakukan manajemen tarif yang telah ditetapkan oleh INACBGs. Kode INA-CBGs yang ditetapkan oleh pemerintah sangat tergantung pada kode diagnosa yang dilaporkan oleh petugas koding rumah sakit, sehingga ketepatan penulisan diagnosa dan kelengkapan penulisan prosedur medik menjadi faktor utama karena terdapat perbedaan tarif INA-CBGs untuk setiap kode dan tingkat keparahan yang ditentukan oleh diagnosa primer dan sekunder serta prosedur medik yang dilakukan. Perincian rata-rata biaya pengobatan pasien stroke yang terdiri dari direct medical cost dan direct non medical cost dapat dilihat pada tabel 7. Perbedaan biaya paling besar pada terapi stroke antara pasien dengan perbedaan LOS terlihat pada komponen biaya visite, biaya pelayanan O2, biaya keperawatan, biaya obat dan alat kesehatan, serta biaya rawat inap. Semakin lama pasien dirawat di rumah sakit, maka semakin besar pula komponen biaya tersebut di atas.
15
Tabel 7. Rata-rata Biaya Pengobatan Pasien Stroke di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Biaya Riil (Rp) No.
Visite Dokter
Kepera watan
Kons ultasi Gizi
Biaya TRS
Laborat orium
Radiolog i& Elektro medis
Obat & Alkes
Kamar
Administ rasi &Pendaft aran
Biaya Komplikas i
Total Biaya
240.000
825.000
77.000
-
4.074.000
Rehabili tasi Medis
Kode Diagnosa I629 31.936,38
1.
755.000
110.000
-
193.000
465.000
1.377.063,62
Kode Diagnosa I639
2.
455.000
31.000
-
13.981,25
129.000
561.800
410.518,75
-
525.000
77.000
-
2.203.300
3.
315.000
41.000
-
7.912,50
73.000
465.000
275.987,50
80.000
225.000
77.000
-
1.559.900
4.
455.000
61.500
-
14.000
73.000
-
288.500
160.000
300.000
77.000
-
1.429.000
5.
140.000
-
-
6.000
73.000
561.800
59.700
-
`150.000
61.500
-
1.052.000
6.
735.000
65.000
-
9.898,72
123.000
591.800
676.801,28
120.000
450.000
77.000
-
2.848.500
7.
210.000
-
-
3.993,75
73.000
561.800
175.706,25
-
75.000
77.000
-
1.176.500
8.
175.000
15.000
-
4.000
77.000
561.800
160.700
-
150.000
77.000
-
1.220.500
9.
50.000
26.000
-
2.000
73.000
465.000
155.100
-
75.000
74.000
-
920.100
1
10.
385.000
78.000
-
12.000
350.000
126.800
658.700
120.000
375.000
77.000
-
2.182.500
11.
245.000
31.000
-
9.981,25
193.000
591.800
469.218,75
-
300.000
77.000
-
1.917.000
Kode Diagnosa !64
12.
350.000
44.000
-
13.968,72
498.000
561.800
120.031,28
80.000
300.000
64.500
-
2.032.300
13.
945.000
143.000
-
15.867,75
334.600
495.000
2.338.532,25
-
600.000
77.000
-
4.949.000
14.
545.000
63.000
-
7.993,75
278.600
465.000
226.606,25
120.000
450.000
77.000
-
2.233.200
15.
855.500
88.000
-
12.000
341.000
465.000
417.600
160.000
450.000
77.100
-
2.866.200
16.
405.000
49.000
-
11.902,50
147.000
465.000
588.697,50
40.000
225.000
77.100
-
2.008.700
17.
1.115.000
91.000
-
19.906,47
454.400
889.800
1.243.493.53
160.000
525.000
77.000
-
4.575.600
18.
175.000
15.000
-
2.000
55.000
96.800
111.500
-
225.000
74.000
-
754.300
19.
265.000
15.000
-
6.000
193.000
495.000
186.200
-
150.000
77.000
-
1.387.200
20.
405.000
67.500
-
9.987,50
73.000
591.800
721.312,50
-
300.000
77.000
-
2.245.600
21.
245.000
23.000
-
5.987,50
217.000
465.000
167.912,50
-
150.000
77.000
-
1.350.900
22.
460.000
39.000
15.993,75
73.000
-
507,306.25
120.000
450.000
77.100
-
1.742.400
23.
685.000
55.000
-
11.918,80
326.500
465.000
386.281,20
-
375.000
77.000
-
2.381.700
24.
965.000
42.000
-
19.854,26
15.000
-
1.645.345,74
40.000
450.000
77.100
-
3.254.300
2
C. DIABETES MELITUS Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biaya pengobatan diabetes mellitus pasien rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta membandingkan biaya riil dan tarif paket INA-CBG’s pada pasien rawat inap dengan diagnosis dibetes mellitus. Kode yang digunakan pada tarif INA CBG’s adalah E-4-10 I/II/III. Perbedaan I/II/III adalah pada tingkat keparahan yang dialami, dimana I didefinisikan sebagai Diabetes Mellitus dengan gangguan nutrisi/metabolik ringan , II adalah DM dengan gangguan nutrisi/metabolik sedang dan III adalah gangguan nutrisi dengan/ metabolik berat. Setiap kelas perawatan juga dibedakan dalam tarif paket INA-CBG’s. Tarif paket INA CBG’s berdasarkan kode untuk diagnosis DM ditunjukkan pada Tabel 8 Tabel 8. Tarif Paket INA-CBG’s berdasarkan Permenkes RI No 69 Tahun 2013 Kode
Uraian
E-4-10-I
Penyakit kencing manis & gangguan nutrisi/metabolik ringan Penyakit kencing manis & gangguan nutrisi/metabolic sedang Penyakit kencing manis & gangguan nutrisi/metabolik berat
E-4-10II
E-4-10III
Kelas Perawatan III 3.059.460
Kelas Perawatan II 3.671.353
Kelas Perawatan I 4.283.245
4.235.205
5.082.246
5.929.287
6.461.474
7.753.768
9.046.063
Analisis deskriptif meliputi penyajian data berupa gambaran biaya riil pasien yang diperoleh dari form rincian biaya tagihan pasien dan gambaran selisih antara biaya riil dengan tarif INA-CBG’s. Pengolahan data dengan
19
menggunakan one sample t test. Analisis data dikelompokkan menurut kelas perawatan yakni kelas I,II dan III dkemudian dihubungkan dengan tingkat keparahan.
A. Karakteristik Subyek Penelitian Karakteristik subyek penelitian dibedakan berdasarkan kelas perawatan adalah sebagai berikut : 1. Karakeritik Responden pada Perawatan Kelas I Jumlah pasien pada perawatan kelas I berjumlah 16 orang. Analisis deskriptif berdasarkan karakteristik demografinya ditunjukkan pada Tabel 9. Tabel 9. Deskripsi Karakteristik Responden Pada Perawatan Kelas I
Karakteristik
Jumlah Pasien Persentase
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
3 13 16
18,75% 81,25% 100,00%
45-54 tahun >54-65 tahun >65 tahun total
0 12 4 16
0,00% 75,00% 25,00% 100,00%
0 9 2 5 16
0,00% 56,25% 12,50% 31,25% 100,00%
8 5 3 16
50,00% 31,25% 18,75% 100,00%
Usia
Jumlah diagnosis sekunder tanpa komorbid 1 komorbid 2 komorbid >2 komorbid Total Tingkat Keparahan E-4-10-I E-4-10-II E-4-10-III total
20
2. Karakeritik Responden pada Perawatan Kelas II Jumlah pasien pada perawatan kelas II berjumlah 4 orang. Analisis deskriptif berdasarkan karakteristik demografinya ditunjukkan pada Tabel 10. Tabel 10. Deskripsi Karakteristik Responden Pada Perawatan Kelas II
Karakteristik
Jumlah Pasien Persentase
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
0 4 4
0 100% 100,00%
45-54 tahun >54-65 tahun >65 tahun total Jumlah diagnosis sekunder tanpa komorbid 1 komorbid 2 komorbid >2 komorbid Total Tingkat Keparahan E-4-10-I E-4-10-II E-4-10-III total
1 2 1 4
25 % 50 % 25 % 100,00%
0 2 2 4
0,00% 50% 50% 0% 100,00%
2 2 0 4
50,00% 50,00% 0% 100,00%
Usia
3. Karakeritik Responden pada Perawatan Kelas III Jumlah pasien pada perawatan kelas III berjumlah 21 orang. Analisis deskriptif berdasarkan karakteristik demografinya ditunjukkan pada Tabel 11.
21
Tabel 11. Deskripsi Karakteristik Responden Pada Perawatan Kelas III Jumlah Pasien Persentase Karakteristik Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
9 12 21
42,86% 57,14% 100,00%
45-54 tahun >54-65 tahun >65 tahun total Jumlah diagnosis sekunder tanpa komorbid 1 komorbid 2 komorbid >2 komorbid Total Tingkat Keparahan E-4-10-I E-4-10-II E-4-10-III total
4 15 2 21
19,05% 71,43% 9,52% 100,00%
8 5 7 3 21
34,78% 21,74% 30,43% 13,04% 100,00%
12 7 2 21
60,87% 30,43% 8,70% 100,00%
Usia
B. Komponen Biaya Rawat Inap Pasien Diabetes Mellitus Penelitian ini menganalisis biaya dari perspektif rumah sakit. Hal ini menggambarkan bahwa biaya yang dikalkulasi adalah biaya yang dikeluarkan rumah sakit dalam terapi pasien yang terdiri dari biaya medik langsung dan non medok langsung. Berikut ini disajikan komponen biaya pasien DM : 1. Komponen Biaya Pada Ruang Perawatan Kelas I Tabel 12. Analisis Signifikansi kesesuaian tariff Riil dan Tarif Paket INA CBG’s
I
Tingkat signifikansi (p value) selisih biaya riil dan tariff dasar INA CBG’s 0,110
II
0,705
III
0,547
Tingkat Keparahan
22
2.Komponen Biaya Pada Ruang Perawatan Kelas II a. Tingkat keparahan I Tabel 13 menjelaskan komponen biaya dan persentasenya dalam pembiayaan terapi Diabetes Mellitus pada perawatan kelas II dengan tingkat keparahan I. Tabel 13. Komponen Biaya Pada Perawatan Kelas II dengan Tingkat Keparahan I
Komponen Biaya
Mean
obat dan alkes
1667200,00
kamar
Std. Deviation 1062781,492
pesentase 34,16%
1105000,0000 466690,47558
22,64%
laboratorium
772900,0000
269124,84092
15,84%
visite dokter
450000,0000
70710,67812
9,22%
UGD
400600,0000
95883,67953
8,21%
tranfusi
142500,0000
201525,43264
2,92%
terapi inhlasi
139250,0000
196929,23856
2,85%
perawat
87500,0000
16263,45597
1,79%
administrasi ekg pendaftaran konsultazi gizi Total
71750,0000 25000,0000 12500,0000 6250,0000 4880450,00
10253,04833 35355,33906 0,00000 8838,83476
1,47% 0,51% 0,26% 0,13% 100%
Tabel 13 menunjukkan bahwa rerata total biaya untuk kelas perawatan 2 dengan tingkat keparahan I sebesar Rp 4.880.450,- dimana persentase paling tinggi adalah pada komponen biaya obat dan alat kesehatan yakni sebesar 34,16% dilanjutkan dengan biaya kamar yakni sebesar 22,64%. Berdasarkan analisis didapatkan hasil bahwa dibandingkan dengan tarif dasar INA CBG’s yakni sebesar Rp 3.671.353,- didapatkan selisih negative sebesar Rp 1.209.097,-.
23
b. Tingkat Keparahan II Tabel 14. Komponen Biaya Pada Perawatan Kelas II dengan Tingkat Keparahan II
Komponen biaya
Mean
Std. Deviation persentase
obat dan alkes
2046150,00
123390,133
32,78%
kamar
900000,00
424264,06871
14,42%
visite dokter
775000,00
190918,83092
12,42%
laboratorium
725950,00
349098,61787
11,63%
hemodialisa
635000,00
898025,61211
10,17%
tranfusi
360000,00
509116,88245
5,77%
radiologi terapi inhalasi
265000,00 225000,00
374766,59403 106066,01718
4,25% 3,60%
perawat
103000,00
41012,19331
1,65%
konsultasi dr ahli
75000,00
7071,06781
1,20%
administrasi
71750,00
10253,04833
1,15%
fisioterapi total
60000,00 6241850,00
84852,81374
0,96% 100%
Tabel 14 menunjukkan bahwa rerata total biaya untuk perawatan kelas 2 dengan tingkat keparahan II sebesar Rp 6.241.850,- dimana persentase paling tinggi adalah pada komponen biaya obat dan alat kesehatan yakni dengan rerata sebesar 32,78% dilanjutkan dengan biaya kamar yakni dengan persentase 14,42%. Berdasarkan analisis didapatkan hasil bahwa dibandingkan dengan tarif dasar INA CBG’s yakni sebesar Rp 6.241.850,- didapatkan selisih negative sebesar Rp 5.082.246,-. didapatkan selisih negative sebesar Rp 1.159.604,-.
24
3. Komponen Biaya Pada Ruang Perawatan Kelas III a. Tingkat keparahan I Tabel 15. Komponen Biaya Pada Perawatan Kelas III dengan Tingkat Keparahan I
Komponen Biaya
Mean
Std. Deviation
Persentase
laboratorium
619735,71
289674,05
23,72%
obat dan alkes
595800,00
407598,67
22,80%
visite dokter
300000,00
121021,30
11,48%
akomodasi
300000,00
124807,54
11,48%
albumin UGD operasi
294000,00 130135,71 103392,86
1100047,27 124257,90 386860,65
11,25% 4,98% 3,96%
administrasi
64300,00
806,70
2,46%
radiologi
59569,23
49016,59
2,28%
pelayanan oksigen
57571,43
72977,04
2,20%
perawat
38642,86
16527,87
1,48%
elektromedik
25571,43
79153,90
0,98%
22428,57
39167,71
0,86%
1785,71 2612934
6681,53
0,07%
pemeriksaan dan konsultasi dr ahli terapi inhalasi Total
Tabel 15 menunjukkan bahwa rerata total biaya untuk perawatan kelas 3 dengan tingkat keparahan I sebesar Rp 2.612.934,- dimana persentase paling tinggi pada komponen biaya laboratorium dengan rerata sebesar 23,72% dilanjutkan dengan biaya obat alat kesehatan dengan persentase 22,80%. Berdasarkan analisis didapatkan hasil bahwa dibandingkan dengan tarif dasar INA CBG’s yakni memiliki perbedaak dengan nilai
25
signifikansi sebesar 0,56. Yang menyatakan selisih antara keduanya adalah tidak berbeda secara statistika. b. Tingkat keparahan II Tabel 16. Komponen Biaya Pada Perawatan Kelas III dengan Tingkat Keparahan II
Komponen Biaya obat dan alkes
Mean
Std. Deviation
Persentase
491425,00
310851,99
19,71%
laboratorium
820150,00
603481,77
32,90%
radiologi visite dokter
48400,00 402500,00
55887,51 270354,71
1,94%
pemeriksaan dan konsultasi dr ahli
35000,00
40414,52
UGD perawat terapi inhalasi
98950,00 60000,00 3125,00
116940,03 36331,80 6250,00
3,97% 2,41%
administrasi
64525,00
50,00
2,59%
akomodasi
468750,00
320400,14
18,80%
Total
16,15% 1,40%
0,13%
2492825
Berdasarkan analisis didapatkan hasil bahwa dibandingkan dengan tarif dasar INA CBG’s yakni memiliki perbedaak dengan nilai signifikansi sebesar 0,086 yang menunjukkan bahwa selisih antara keduanya adalah tidak berbeda secara statistika.
26
c. Tingkat keparahan III Tabel 17. Komponen Biaya Pada Perawatan Kelas III dengan Tingkat Keparahan III
967100,00 700700,00 595000,00 500000,00 465000,00 329200,00 197500,00 100000,00
Std. persentase Deviation 907076,579 23,96% 379999,18421 17,36% 445477,27215 14,74% 35355,33906 12,39% 0,00000 11,52% 244800,36765 8,16% 144956,89014 4,89% 141421,35624 2,48%
70000,00
98994,94937
1,73%
64550,00 47000,00 4036050,00
70,71068 43840,62043
1,60% 1,16%
komponen biaya obat dan alkes laboratorium visite dokter akomodasi radiologi UGD pelayanan oksigen operasi pemeriksaan dan konsultasi dr ahli administrasi perawat Total
Mean
Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa komponen biaya yang memiliki persentase tertinggi dalam pembiayaan terapi Diabetes Mellitus di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta adalah biaya obat dan alat kesehatan. Besarnya pembiayaan meningkat dengan meningkatkannya tingkat keparahan. Hal ini terjadi karena semakin tinggi tingkat keparahan, maka obat yang digunakan akan semakin banyak tergantung dari banyaknya penyakit komorbid yang diderita pasien.
D. GAGAL GINJAL KRONIK Dalam penelitian tentang analisis biaya pengobatan gagal ginjal kronis sebagai pertimbangan dalam penetapan pembiayaan kesehatan berdasarkan INACBGs di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta kelas terapi 1 dan kelas terapi 3 diperoleh pasien sebanyak 43 pasien, yang terdiri dari 19 pasien kelas terpi 1 dan 24 pasien kelas terapi 1. Berikut karakteristik subyek penelitian yang dibagi berdasarkan kelas terapi:
27
Tabel 18. Karakteristik Pasien KELAS TERAPI 1 Karakteristik Jumlah Persentasi Pasien (pasien) (%)
KELAS TERAPI 3 Jumlah Persentasi (pasien) (%)
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
12 7
63,2 36,8
19 5
79,2 20,8
Total
19
100.0
24
100
Total
6 9 4 19
31,6 47,4 21,1 100.0
15 7 2 24
62,5 29,2 8,3 100
Total
16 4 19
84,2 15,8 100.0
14 10 24
58,3 41,7 100
Usia 40-54 55-64 ≥65 LOS <5 hari >5 hari
a. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin Berdasarkan distribusi jenis kelamin tabel, kelompok pasien laki-laki adalah kelompok pasien terbanyak yang mengalami gagal ginjal kronis. Penelitian Neugarten (1999) menyebutkan bahwa penyakit ginjal pada laki-laki lebih progresif daripada perempuan. Keterkaitan hal ini dipengaruh oleh hormonal.
b. Karakteristik berdasarkan lenght of stay (LOS) Lenght of stay (LOS) pada penelitian ini dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kurang dari atau sama dengan 5 hari dan lebih dari 5 hari. Pembagian kelas LOS didasarkan pada rata-rata waktu inap pasien GGK di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta yaitu 5 hari. Lama waktu perawatan di rumah sakit mempengaruhi
28
biaya terapi pasien GGK. Jika waktu tinggal pasien semakin lama maka biaya yang dikeluarkan pasien juga meningkat. c. Karakteristik berdasarkan usia Penyakit gagal ginjal kronis paling banyak diderita oleh pasien berusia 4054 tahun. Semakin tua usia pasien akan mempengaruhi kejadian gagal ginjal kronis karena faktor Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) menurun dalam proses penuaan. Penurun LFG menyebabkan semakin sedikit neuron ginjal yang berfungsi, termasuk fungsi dalam produksi hormon eritropoetin yang berakibat pada terjadinya anemia (Pali et.al., 2013). A. Komponen Biaya Terapi Gagal Ginjal Kronis (GGK) Biaya yang dikeluarkan RS diklasifikasikan dalam 2 kelompok yaitu biaya medis langsung dan biaya non medis langsung. Biaya medis langsung adalah biaya yang dikeluarkan untuk visite dokter, keperawatan, pelayanan oksigen, pemeriksaan laboratorium, kamar operasi, radiologi, hemodialisis, obat, alat kesehatan dan pelayanan gawat darurat. Biaya non medis langsung adalah biaya administrasi dan kamar rawat inap. 1. Kelas Terapi 1 Terdiri dari 3 kode N-1-12-I (13 pasien), N-1-12-II, dan N-1-12-III. Berikut pembahasannya: a. Biaya Pasien GGK Kode N-1-12-I Kode N-1-12-I merupakan prosedur membuat baru, merevisi dan memindahkan alat dialisis dengan tingkat keparahan ringan.
29
Tabel 19. Komponen Biaya Terapi GGK Kode N-1-12-I Komponen Biaya Rata-rata ± SD (Rp) Persentase (%) Direct Medical Cost Operasi 75,5 3.367.238,5 ± 769.489,0 Visit dokter 220.769,2 ± 116.150,9 5,0 Keperawatan 4.038,5 ± 10.182,6 0,1 Pelayanan O2 0 0 Laboratorium 3,9 174.492,3 ± 147.064,8 Radiologi 15.353,8 ± 37.478,3 0,3 Hemodialisis 195.384,6 ± 305.044,1 4,4 obat dan alkes 95.161,5 ± 212.499,3 2,1 UGD 35.892,3 ± 31.713,4 0,8 Direct Non Medical Cost Administrasi 82.738,5± 16.769,4 1,9 Kamar 267.307,7± 118.894,5 6,0 Biaya total GGK 4.458.376,9± 1.057.293,1 Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa biaya rata-rata total pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK) kode N-1-12-I di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta adalah Rp 4.458.376,9± 1.057.293,1. Pada biaya medis langsung yang memegang kontribusi terbesar dalam komponen biaya yang dikeluarkan pasien adalah biaya operasi dengan persentase 75,5 %.
30
b. Biaya Pasien GGK Kode N-1-12-II Kode N-1-12-II adalah prosedur membuat baru, merevisi dan memindahkan alat dialisis dengan tingkat keparahan sedang. Tabel 20. Komponen Biaya Terapi GGK Kode N-1-12-II Komponen Biaya
Rata-rata ± SD (Rp)
Persentase (%)
3.312.125,0 ± 357.969,6
61,0
Visit dokter
385.000,0 ± 354.542,0
7,1
Keperawatan
21.500,0 ± 33.201,4
0,4
Pelayanan O2
23.750,0 ± 47.500,0
0,4
537.250,0 ± 595.491,0
9,9
29.750,0 ± 59.500,0
0,5
Hemodialisis
476.250,0 ± 607.966,2
8,8
obat dan alkes
56.775,0 ± 46.875,2
1,0
UGD
38.625,0 ± 26.364,0
0,7
75.375,0 ± 7.250,0
1,4
476.250,0 ± 264.114,1
8,8
Direct Medical Cost Operasi
Laboratorium Radiologi
Direct Non Medical Cost Administrasi Kamar Biaya total GGK
5.432.650,0 ± 2.194.824,5
(Sumber: Data keuangan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta kelas I Januari-Juni 2014)
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa biaya rata-rata total pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK) kode N-1-12-II di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta adalah Rp 5.432.650,0 ± 2.194.824,5. Pada biaya medis langsung yang memegang kontribusi terbesar dalam komponen biaya yang dikeluarkan pasien adalah biaya operasi dengan persentase 61 %.
31
c. Biaya Pasien GGK Kode N-1-12-III Kode N-1-12-III merupakan prosedur membuat baru, merevisi dan memindahkan alat dialisis dengan tingkat keparahan berat. Tabel 21. Komponen Biaya Terapi GGK Kode N-1-12-III Komponen Biaya Direct Medical Cost Operasi Visit dokter Keperawatan Pelayanan O2 Laboratorium Radiologi Hemodialisis obat dan alkes UGD Direct Non Medical Cost Administrasi Kamar Biaya total GGK
Rata-rata ± SD (Rp)
Persentase (%)
7.477.350,0±4.337.180,9 1.650.000,0± 296.984,8 439.250,0±535.633,4 378.000,0±394.565,6
30,6 6,7 1,8 1,5
5.164.150,0±4.816.457,8 174.900,0± 106.207,4 3.175.000,0±898.025,6 2.787.350,0± 2.159.716,2 128.350,0±181.514,3 71.800,0± 10.182,3 3.025.000,0±141.421,4
21,1 0,7 13,0 11,4 0,5 0,3 12,4
24.471.150,0±4.345.241,9
(Sumber: Data keuangan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta kelas I Januari-Juni 2014)
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa biaya rata-rata total pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK) kode N-1-12-III di RS Muhammadiyah Yogyakarta adalah Rp 24.471.150,0± 4.345.241,9. Pada biaya medis langsung yang memegang kontribusi terbesar dalam komponen biaya yang dikeluarkan pasien adalah biaya operasi dengan persentase 30,6 %.
2. Kelas Terapi 3 Dalam penelitian ini diperoleh 24 pasien dengan 6 kode INA-CBGs yaitu N1-12-I, N-1-12-II, N-1-20-I, N-4-10-I, N-4-10-II dan N-4-10-III. Komponen biaya terapi pasien GGK dibagi berdasarkan kode INA-CBGs yang diperoleh pasien.
32
a. Biaya Pasien GGK Kode N-1-12-I Kode yang digunakan untuk pasien GGK yang memiliki prosedur membuat baru, merevisi dan memindahkan alat dialisis kategori ringan serta menjalani rawat inap. Data komponen biaya yang dikeluarkan pasien GGK dengan kode N-1-12-I dapat dilihat pada table 5. Tabel 22. Komponen biaya untuk kode N-1-12-I Komponen Biaya
Biaya ratarata (Rp)
Minimal (Rp)
Maksimal (Rp)
%
Visite Dokter
204.615
70.000
490.000
5,5
Keperawatan
9.769
-
67.500
0,3
Kamar Operasi
2.595.253
2.469.000
2.713.700
69,5
Pelayanan O2
-
-
-
-
Laboratorium
180.230
-
1.184.000
4,8
Radiologi
14.892
-
96.800
0,4
Hemodialisis
341.923
-
1.270.000
9,2
Obat dan Alkes
46.753
8.900
185.200
1,3
Gawat darurat
32.123
-
68.600
0,9
Administrasi
64.523
64.500
64.600
1,7
Kamar
184.615
75.000
375.000
4,9
Total
3.731.507 ± 769.003
Biaya rata-rata yang dikeluarkan pasien GGK dengan kode N-1-12-I adalah Rp 3.731.507 ± 769.003. Paket INA-CBGs yang ditawarkan pemerintah adalah Rp 3.733.007. Komponen biaya pasien GGK terbesar adalah biaya kamar operasi dengan persentase sebesar 69,5 %.
33
b. Biaya Pasien GGK Kode N-1-12-II Untuk pasien GGK yang melakukan prosedur membuat baru, merevisi atau memindahkan alat dialisis kategori sedang. Komponen biaya yang dikeluarkan pasien GGK dengan kode N-1-12-II dapat dilihat pada tabel 23 Tabel 23. Komponen biaya untuk kode N-1-12-II Komponen
Biaya rata-rata Minimal (Rp)
Maksimal
%
Biaya
(Rp)
(Rp)
Visite Dokter
560.000
350.000
770.000
5,9
Keperawatan
54.250
12.500
96.000
0,6
Kamar Operasi
4.371.350
2.665.200
6.077.500
46,4
Pelayanan O2
126.500
-
253.000
1,3
Laboratorium
1.727.100
1.427.900
2.026.300
18,3
Radiologi
48.400
-
96.800.00
0,5
Hemodialisis
1.270.000
1.270.000
1.270.000
13,5
Obat dan Alkes 577.300
319.400
835.200
6,1
Gawat darurat
24.300
-
48.600
0,3
Administrasi
64.600
64.600
64.600
0,7
Kamar
562.500
525.000
600.000
6.0
Total
9.429.750 ± 2.435.912
Biaya rata-rata pasien GGK dengan kode N-1-12-II adalah Rp 9.429.750 ± 2.435.912. Paket INA-CBGs yang ditawarkan pemerintah adalah Rp 12.387.359.
34
Komponen biaya pasien GGK terbesar adalah biaya kamar operasi dengan persentase sebesar 46,4 %. b. Biaya Pasien GGK Kode N-1-20-I Pasien GGK yang membutuhkan prosedur urin atas dan menjalani rawat inap. Komponen biaya yang dikeluarkan untuk kode ini dapat dilihat pada table 7. Tabel 24. Komponen biaya kode N-1-20-I Komponen
Biaya
rata- Minimal (Rp)
Maksimal
%
Biaya
rata (Rp)
Visite Dokter
840.000
350.000
1.330.000
14,0
Keperawatan
159.000
-
318.000
2,6
Kamar Operasi
1.829.500
1.780.100
1.878.900
30,4
Pelayanan O2
-
-
-
-
Laboratorium
1.036.000
78.000
1.994.000
17,2
Radiologi
469.100
279.800
658.400
7,8
Hemodialisis
635.000
635.000
635.000
10,6
Obat dan Alkes 252.300
10.700
493.900
4,2
Gawat darurat
56.200
-
112.400
0,9
Administrasi
64.500
64.500
64.500
1,1
Kamar
637.500
375.000
900.000
10,6
Total
6.012.850 ± 2.679.722
(Rp)
35
Berdasarkan data pada tabel 9 diketahui bahwa biaya rata-rata yang dikeluarkan pasien GGK untuk kode N-1-20-I adalah
6.012.850 ±
2.679.722. Biaya paket INA-CBGs yang telah ditetapkan sebesar Rp 11.211.720. Persentase terbesar dalam komponen biaya pasien GGK dalam kelompok ini adalah biaya kamar operasi sebesar 30,4%. c. Biaya Pasien GGK Kode N-4-10-I Jumlah pasien dengan kode ini berjumlah 1 pasien sehingga tidak bias dibuat rata-rata. Pada tabel 10 diperlihatkan jumlah biaya yang dikeluarkan pasien GGK untuk kode N-4-10-I. Biaya penggantian oleh BPJS Kesehatan untuk kode N-4-10-I adalah Rp 3.001.693.
Tabel 25. Komponen biaya kode N-4-10-I Komponen Biaya Biaya rata-rata (Rp) Visite Dokter
350.000
Keperawatan
24.000
Kamar Operasi
-
Pelayanan O2
150.000
Laboratorium
193.000
Radiologi
96.800
Hemodialisis
635.000
Obat dan Alkes
161.600
Gawat darurat
144.500
Administrasi
64.500
Kamar
300.000
Total
Rp 2.119.400
36
d. Biaya Pasien GGK Kode N-4-10-II Pasien yang menjalani rawat inap tanpa tindakan/prosedur. Selain itu, kode N-4-10-I merupakan kode untuk pasien yang mengalami tumor ginjal, saluran urin dan gagal ginjal pada kategori keparahan sedang. Komponen biaya untuk kode N-4-10-I dapat dilihat pada tabel 26.
Tabel 26. Komponen biaya kode N-4-10-II Komponen
Biaya
Biaya
rata (Rp)
Visite Dokter
350.000
350.000
350.000
6,6
Keperawatan
47.000
8.000
86.000
0,9
Kamar Operasi
-
-
-
-
Pelayanan O2
132.500
-
265.000
2,5
Laboratorium
1.353.000
380.000
2.326.000
25,5
Radiologi
-
-
-
-
Hemodialisis
1.587.500
1.270.000
1.905.000
29,9
Obat dan Alkes
756.350
263.800
1.248.900
14,2
Gawat darurat
106.500
96.200
116.800
2,0
Administrasi
64.550
64.500
64.600
1,2
Kamar
600.000
450.000
750.000
11,3
Total
rata- Minimal (Rp)
Maksimal (Rp) %
1.527.600± 3.365.969
37
Berdasarkan data yang ditunjukkan pada tabel 26, diperoleh biaya rata-rata untuk pasien GGK dengan kode N-4-10-II adalah Rp 5.527.600 ± 3.365.969. Biaya paket INA-CBGs untuk kode N-4-10-II adalah Rp 4.045.357. Dalam kode ini tidak ada pasien yang memperoleh pelayanan di kamar operasi. Komponen biaya terbesar untuk kode ini adalah hemodialisis sebesar 29,9 %. Laboratorium berada pada komponen biaya terbesar kedua dengan persentase 25,5 %. e. Biaya Pasien GGK Kode N-4-10-III adalah kode yang digunakan untuk pasien rawat inap yang mengalami tumor ginjal, saluran urin dan gagal ginjal pada keparahan berat. Tabel 27 adalah komponen biaya yang dikeluarkan pasien GGK dengan kode N-4-10-III. Tabel 27. Komponen biaya kode N-4-10-III Komponen Biaya rata- Minimal (Rp) Biaya rata (Rp)
Maksimal (Rp)
%
Visite Dokter
497.500
140.000
700.000
7,7
Keperawatan
105.875
18.000
273.000
1,6
Kamar Operasi
900.500
-
3.602.000
13,9
Pelayanan O2
401.500
-
1.156.000
6,2
Laboratorium
853.200
405.400
1.320.000
13,2
Radiologi
96.800
96.800
96.800
1,5
Hemodialisis
1.587.500
-
2.540.000
24,5
Obat dan Alkes
925.725
291.100
2.138.100
14,3
Gawat darurat
202.275
124.700
381.400
3,1
Administrasi
64.525
64.500
64.600
1,0
Kamar
806.250
300.000
1.500.000
12,5
Total
6.466.600 ± 3.261.495
38
Pada tabel 27 diketahui bahwa komponen biaya terbesar adalah hemodialisis dengan persentase sebesar 24,5 %. Biaya rata-rata yang dikeluarkan pasien GGK dengan kode N-4-10-III adalah Rp 6.466.600 ± 3.261.495. Biaya INA-CBGs yang telah ditentukan adalah Rp 7.077.431.
B. Analisis Biaya Berdasarkan Biaya RS dengan Biaya INA-CBGs 1. Analisis Kesesuaian Biaya Terapi kelas 1 GGK Untuk kelas terapi 1 Kode N-1-12-I dan kode N-1-12-II dipilih sebagai standar tarif INA-CBGs untuk diuji kesesuaiannya dengan biaya total yang dikeluarkan rumah sakit karena jumlah sampel memenuhi syarat uji normalitas dan t-test. b. Kesesuaian Kode N-1-12-I dengan Biaya Rumah Sakit Hasil uji normalitas untuk kode N-1-12-I dengan biaya yang dibutuhkan rumah sakit menunjukkan data terdistribusi normal. Data dianalisis normalitasnya menggunakan uji Shapiro-Wilk karena data berjumlah 13 pasien (< 50 pasien). Nilai signifikansi atau probabilitas untuk biaya RS sebesar 0,608 (p > 0,05), maka data terdistribusi normal, sedangkan biaya INA-CBGs dengan kode N-1-12-I memiliki besar yang sama sehingga dikatakan tetap. Hasil paired sample t-test digunakan untuk mengetahui adanya kesesuaian bermakna dari biaya yang dikeluarkan rumah sakit dengan biaya INA-CBGs yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Uji ini dipilih karena data terdistribusi normal. Hasil analisa dapat dilihat pada tabel 28. Tabel 28. Hasil Uji Parametrik Variabel Biaya INA-CBGs Kode N-1-12-I
P 0,022
dengan Biaya Rumah Sakit (Sumber: Data biaya pasien RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta kelas I Januari-Juni 2014)
39
Hasil paired sample t-test didapat p-value 0,022 (p < 0,05), artinya terdapat perbedaan secara statistik, hal ini menunjukan ketidaksesuaian antara biaya yang dikeluarkan rumah sakit dengan biaya yang telah ditetapkan pemerintah dalam anggaran BPJS Kesehatan berdasarkan INA-CBGs. Biaya rata-rata total yang dikeluarkan untuk kode N-1-12-I periode Januari 2014 sampai Juni 2014 di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta sebesar Rp 4.458.377 ± 1.057.293, sedangkan biaya kode N-1-12-I menurut INA-CBGs adalah Rp 5.226.209 ± 0,00, sehingga selisih biaya antara biaya RS untuk kode N1-12-I dengan INA-CBGs kode N-1-12-I sebesar Rp 767.832. Biaya rata-rata rumah sakit memiliki standar deviasi yang cukup besar yaitu ± 1.057.293 , hal ini disebabkan karena perbedaan biaya yang dibutuhkan setiap pasien berbeda, contohnya biaya kamar operasi yang dibutuhkan oleh pasien kode N-1-12-I untuk pasien nomor 1 membutuhkan biaya Rp 5.017.200,00, biaya ini merupakan biaya yang paling besar diantara biaya rill pasien yang lain. Berdasarkan rekam medis, pasien tersebut menjalani operasi AV Shunt, perbedaan biaya yang dikeluarkan oleh pasien yang menjalani operasi AV Shunt bergantung pada tingkat kesulitan tindakan operasi dan kondisi pasien. Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk kode N-1-12I, rumah sakit telah berhasil melakukan manajemen tarif yang ditetapkan oleh INA-CBGs sehingga rumah sakit tidak merugi.
c. Kesesuaian Kode N-1-12-II dengan Biaya Rumah Sakit Hasil uji normalitas untuk kode N-1-12-II dengan biaya yang dibutuhkan rumah sakit menunjukkan data terdistribusi normal. Data dianalisis normalitasnya menggunakan uji Shapiro-Wilk karena data <50 pasien. Nilai signifikansi atau probabilitas untuk biaya RS sebesar 0,051 (p > 0,05), maka data terdistribusi normal, sedangkan biaya INA-CBGs dengan kode N-1-12-I memiliki besar yang sama sehingga dikatakan tetap.
40
Paired sample t-test digunakan untuk mengetahui adanya kesesuaian bermakna dari biaya yang dikeluarkan rumah sakit dengan biaya INA-CBGs kode N-1-12-II yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Uji ini dipilih karena data terdistribusi normal. Hasil analisa dapat dilihat pada tabel 29. Tabel 29. Hasil Uji Parametrik Variabel
P
Biaya INA-CBGs Kode N-1-12-II
0,002
dengan Biaya Rumah Sakit (Sumber: Data biaya pasien RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta kelas terapi I Januari-Juni 2014)
Hasil paired sample t-tes didapat p-value 0,002 (p < 0,05), artinya terdapat perbedaan secara statistik, hal ini menunjukan ketidaksesuaian antara biaya yang dikeluarkan rumah sakit dengan biaya yang telah ditetapkan pemerintah dalam anggaran BPJS Kesehatan berdasarkan INA-CBGs. Biaya total yang dikeluarkan untuk kode N-1-12-II periode Januari 2014 sampai Juni 2014 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta sebesar Rp 5.432.650 ± 2.194.824,5, sedangkan biaya kode N-1-12-II menurut INA-CBGs adalah Rp 17.342.303 ± 0,00, sehingga selisih biaya antara biaya RS untuk kode N-1-12-II dengan INA-CBGs kode N-1-12-II sebesar Rp 11.909.653. Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk kode N-1-12II, rumah sakit telah berhasil melakukan manajemen tarif yang ditetapkan oleh INA-CBGs sehingga rumah sakit tidak merugi. 1. Analisis Kesesuaian Biaya Terapi kelas 3 GGK a. Kesesuaian Biaya Rumah Sakit dengan Kode N-1-12-I Data pasien dengan kode N-1-12-I berjumlah 13 pasien. Data biaya yang dikeluarkan oleh rumah sakit dan biaya INA-CBGs dikumpulkan dan dianalisis normalitasnya menggunakan uji Shapiro-Wilk. Nilai signifikansi atau probabilitas untuk biaya rumah sakit untuk kode N-1-12-I adalah 0,037 (p <0,05) maka dapat dikatakan data tidak terdistribusi normal. Hasil analisis
41
normalitas biaya INA-CBGs kode N-1-12-I dapat dilihat pada lampiran 6. Biaya INA-CBGs memiliki besaran yang tetap sehingga tidak dapat dilakukan pengujian normalitas sampel. Hasil menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi normal sehingga digunakan analisis non parametrik yaitu Wilcoxon test. Berdasarkan Wilcoxon test diperoleh p-value 0,861 (p > 0,05) yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik antara biaya yang dikeluarkan oleh rumah sakit dengan biaya INA-CBGs. Hasil uji statistik biaya INA-CBGs kode N-1-12-I dapat dilihat pada lampiran 6. Ratarata biaya yang dikeluarkan oleh rumah sakit untuk kode N-1-12-I adalah Rp 3.731.507 ± 769.003 dan biaya INA-CBGs adalah Rp 3.733.007 ± 0. Pada tabel 13 diperlihatkan hasil uji statistik kode INA-CBGs N-1-12-I. Tabel 30. Hasil Uji Statistik N-1-12-I Variabel
p-value
Biaya INA-CBGs N-1-12-I dengan 0,861 biaya total RS
Biaya rata-rata yang dikeluarkan oleh rumah sakit untuk kode N-1-12I adalah Rp 3.731.507 ± 769.003 dengan biaya INA-CBGs Rp 3.733.007. Hasil analisis menghasilkan p-value 0,861 ( p > 0,05) sehingga tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik dengan selisih biaya rumah sakit dan biaya INA-CBGs sebesar Rp 1.500. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat kesesuaian biaya RS dengan biaya INA-CBGs untuk kode N1-12-I. b. Kesesuaian Biaya Rumah Sakit dengan Kode N-4-10-III Kode INA-CBGs lainnya yang akan dilihat kesesuaian dengan biaya rumah sakit adalah N-4-10-III. Pasien yang memiliki kode INA-CBGs N-410-III berjumlah 4 pasien. Data tersebut kemudian dianalisis normalitasnya
42
menggunakan uji Shapiro-Wilk. Nilai signifikansi atau probabilitas biaya rumah sakit adalah 0,209 (p > 0,05) sehingga data dikatakan terdistribusi normal. Hasil analisis normalitas biaya INA-CBGs kode N-4-10-III dapat dilihat pada lampiran 6. Analisis yang digunakan adalah paired sample t-test. Berdasarkan hasil paired sample t-test diperoleh p-value 0,733 (p > 0,05) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik antara biaya rumah sakit dengan biaya INA-CBGs pada kode N-410-III. Hasil analisis normalitas biaya INA-CBGs kode N-4-10-III dapat dilihat pada lampiran 6. Rata-rata biaya rumah sakit dengan kode N-4-10-III adalah Rp 6.466.600 ± 3.261.495 dan biaya INA-CBGs untuk kode tersebut adalah Rp 7.077.431 ± 0. Hasil uji parametrik kode N-4-10-III dapat dilihat pada tabel 31. Tabel 31. Hasil Uji Parametrik N-4-10-III Variabel
p-value
Biaya INA-CBGs N-4-10-III dengan 0,733 biaya total RS
Biaya rata-rata rumah sakit dengan kode N-4-10-III adalah Rp 6.466.600 ± 3.261.495 dengan biaya INA-CBGs Rp 7.077.431. Hasil penelitian ini menghasilkan p-value 0,733 (p > 0,05) sehingga tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik. Selisih biaya rumah sakit dan biaya INA-CBGs sebesar Rp 610.831. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat kesesuaian biaya RS dengan biaya INA-CBGs untuk kode N4-10-III. C. Pembahasan Gagal Ginjal Kronik Jumlah pasien yang digunakan dalam penelitian ini adalah 55 orang yang memenuhi kriteria inklusi. Ada 12 pasien yang memenuhi kriteria eksklusi sehingga tidak diikutsertakan dalam penelitian. Hal yang menyebabkan pasien
43
tereksklusi adalah pasien yang pulang meninggal, pulang paksa serta data rekam medis yang tidak lengkap. Total akhir pasien yang digunakan dalam penelitian ini adalah 19 pasien untuk kelas terapi 1 dan 24 pasien untuk kelas terapi 3. Penelitian ini dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta menggunakan data rekam medis pasien yang bertujuan untuk melihat karakteristik pasien, catatan perawatan, tindakan yang diberikan obat, diagnosa dan status pulang pasien dari rumah sakit. Sampel diambil data catatan keuangannya dari bagian keuangan rumah sakit. Data yang terkumpul, diolah dan dianalisis untuk melihat kesesuaian antara biaya rumah sakit dengan biaya paket yang telah ditetapkan pemerintah dalam kode INA-CBGs. Proses perolehan penggantian dana RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dari BPJS melalui beberapa tahapan. Pertama, rumah sakit akan melakukan perhitungan terhadap biaya perawatan pasien. Kemudian data yang ada dimasukkan kedalam sistem BPJS dalam bentuk kode-kode. Setelah itu akan muncul sejumlah angka dan kode INA-CBGs yang merupakan klaim penggantian untuk rumah sakit. Data tersebut kemudian diverifikasi oleh verifikator BPJS di rumah sakit tersebut dengan melihat kesesuaian kode diagnosa utama, diagnosa sekunder dan tindakan yang diberikan. Klaim yang telah mendapatkan persetujuan dari verifikator dikumpulkan oleh bagian keuangan rumah sakit untuk diajukan kepada BPJS sebagai penggantian atas pengeluaran rumah sakit selama 1 bulan. Kode ICD 9 CM dan ICD 10 adalah kode diagnosa dan kode tindakan yang mendasari kode INA-CBGs dalam sistem BPJS. ICD 9 CM adalah kode Internasional yang digunakan dalam sistem BPJS yang menunjukkan kode tindakan yang dilakukan terhadap pasien (Permenkes, 2014). ICD 9 CM yang banyak ditemukan pada pasien gagal ginjal kronis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta adalah 39.27. Kode 39.27 adalah kode tindakan untuk operasi AV Shunt. AV Shunt merupakan tindakan bedah yang dilakukan untuk memudahkan akses hemodialisa dengan tujuan meningkatkan aliran vena sehingga dapat dilakukan kanulasi aliran darah ke mesin. AV Shunt biasanya dilakukan pada
44
pasien sebelum menjalani hemodialisa agar mempermudah pemilihan arteri dan vena yang sesuai (Sukentro, 2009). ICD 10 adalah kode internasional yang digunakan dalam sistem BPJS untuk diagnosa yang diberikan (Permenkes, 2014). Gagal ginjal kronis memiliki kode ICD 10 N.18. Kode N 00-99 menunjukkan kode penyakit Nephrourinary. N 17-19 adalah kode untuk gangguan ginjal akut dan kronis. Gagal ginjal kronis yaitu N18. Gagal ginjal kronis dibagi lagi kedalam kode N18.1 sampai N18.9. Kode yang digunakan dalam penelitian ini adalah N18.9 yaitu gagal ginjal kronis yang tidak terspesifikasi (CDC, 2014). Kode diagnosa pasien menggunakan kode ICD 10. Pasien GGK memiliki kode ICD 10 N.189. Permenkes RI No. 69 Tahun 2013 menggunakan kode INACBGs sebagai kode paket pengobatan di rumah sakit. Pengelompokkan kode INA-CBGs menggunakan ICD 10 untuk diagnosa dan ICD 9 CM untuk tindakan. Penelitian ini menggunakan 43 pasien sebagai sampel dengan kode diagnosa utama adalah gagal ginjal kronis (N.189). Dari 19 pasien terdapat 4 kode INACBGs yaitu N-1-12-I, N-1-12-II, N-1-12-III, dan N-4-10-I dan 24 pasien terdapat 6 kode INA-CBGs yaitu N-1-12-I, N-1-12-II, N-1-20-I, N-4-10-I, N-4-10-II dan N-4-10-III. Kode INA-CBGs terdiri dari 4 digit (Depkesh, 2014). Struktur kode INACBGs terdiri dari : 1. Digit ke 1 merupakan Casemix Main Groups yang dikodekan dengan huruf Alphabet A sampai Z berdasarkan sistem organ tubuh. Kode ini sesuai dengan kode ICD 10 sehingga untuk sistem Nephrourinary diberi kode N. 2. Digit ke 2 merupakan tipe kasus yang terdiri dari a. group 1 (prosedur rawat inap) b. group 2 (prosedur besar rawat jalan) c. group 3 (prosedur signifikan rawat jalan) d. group 4 (rawat inap bukan prosedur) e. group 5 (rawat jalan bukan prosedur) f. group 6 (rawat inap kebidanan)
45
g. group 7 (rawat jalan kebidanan) h. group 8 (rawat inap neonatal) i. group 9 (rawat jalan neonatal). 2. Digit ke 3 merupakan spesifikasi Case Based Groups kasus yang dilambangkan dengan angka dari 01 sampai 99. 3. Digit ke 4 berupa angka romawi merupakan tingkat severity yang menunjukkan tingkat keparahan kasus berdasarkan diagnosa sekunder dalam masa perawatan. Keparahan ini terdiri dari a. “0” = rawat jalan b. “I” = ringan untuk rawat inap c. “II” = sedang untuk rawat inap d. “III” = berat untuk rawat inap Tabel 15 memperlihatkan distribusi frekuensi kode INA-CBGs yang diperoleh 43 pasien GGK di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tabel 32. Distribusi Frekuensi kode INA-CBGs Kode Pasien No. N % INA(pasien) CBGs 1,3,4,5,6,8,9,10,11,13,14,15,19 13 68,4 N-1-12-I 2,12,17,18 4 21 Kelas N-1-12-II 7,16 2 10,6 terapi 1 N-1-12-III 19 100 N-1-12-I 3, 4, 5, 7, 8, 9, 11, 12, 19, 20, 13 54,2 21, 23, 24 N-1-12-II N-1-20-I N-4-10-I Kelas N-4-10-II terapi 3 N-4-10-III
16, 17 10, 15 2 1, 14 6, 13, 18, 22
2 2 1 2 4 24
8,3 8,3 4,2 8,3 16,7 100
46
Dalam pengajuan klaim terhadap terapi GGK di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, data yang digunakan adalah data resume pasien setelah diperbolehkan pulang. Dalam proses pengajuan klaim BPJS, setiap diagnosa pasien akan di input ke dalam sistem BPJS dan setiap diagnosa sekunder akan mempengaruhi biaya penggantian. Jumlah dan jenis diagnosa sekunder akan sangat mempengaruhi biaya yang di klaim rumah sakit kepada BPJS. Selain itu, diagnosa sekunder juga sangat mempengaruhi tingkat severity dari terapi yang akan diklaimkan. Biaya penggantian atas klaim yang diajukan harus melihat juga tindakan yang diberikan dalam terapi tersebut. Hal inilah yang mendasari perbedaan kode INA-CBGs dan biaya penggantian atas biaya rumah sakit. Evaluasi dalam penetapan tarif INA-CBGs perlu dilakukan untuk melihat perbedaan antara biaya rata-rata total riil yang dikeluarkan rumah sakit dengan biaya yang ditetapkan oleh pemerintah. Evaluasi ini berguna untuk pemerintah dan rumah sakit, agar pemerintah dapat menetapkan biaya yang sesuai dengan kebutuhan RS dan RS tidak mengalami kerugian.
KETERBATASAN PENELITIAN Keterbatasan dari penelitian ini adalah a. Penelitian ini dilakukan secara restrospektif menggunakan data rekam medis pasien sehingga tidak diketahui secara pasti keadaan pasien yang sebenarnya dan hanya bisa melihat dari data yang tertulis dalam rekam medis. b. Klasifikasi severity dan biaya penggantian dari 4 Penyakit (Hipertensi, Stroke, Diabetes Melitus, Gagal Ginjal Kronik) dalam sistem komputasi BPJS yang belum diketahui secara pasti.
47
KESIMPULAN DAN SARAN 1.
Kesimpulan a. HIPERTENSI
1) Biaya rata-rata pasien hipertensi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari-Desember 2014 adalah sebagai berikut : a. kode I-4-17-I sebesar 1.201.650,76 + 394.527,55 b. kode I-4-17-II sebesar Rp 1.489.500,00 dan Rp 2.456.600,00 c. kode I-4-17-III sebesar Rp 3.079.200,00. 2) Rata-rata biaya riil terapi hipertensi pada semua kelas terapi lebih kecil dari dari pembiayaan kesehatan berdasarkan Permenkes Nomor 69 Tahun 2013 khususnya sehingga RS mampu mengelola pembiayaan terapi dengan optimal. b. STROKE 1) Biaya rata-rata pasien stroke di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode JanuariDesember 2014 adalah sebagai berikut : a. kode G-4-13-I sebesar Rp 4,074,000,b. kode G-4-14-II sebesar Rp 1,881,600,c. kode G-4-14-II sebesar Rp 1,696,062,50 d. kode G-4-15-I sebesar Rp 2,817,880,e. kode G-4-15-II sebesar Rp 2,269,625,-. 2) Rata-rata biaya riil terapi stroke pada semua kelas terapi lebih kecil dari dari pembiayaan kesehatan berdasarkan Permenkes Nomor 69 Tahun 2013 khususnya sehingga RS mampu mengelola pembiayaan terapi dengan optimal. c. DIABETES MELITUS 1) Rata-rata biaya pengobatan diabetes mellitus periode Januari-November 2015 pada pasien rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta a. Kode E-4-10-I untuk kelas perawatan II sebesar Rp 4.880.450,00, kelas perawatan III sebesar Rp 2.612.934,b. Kode E-4-10-II untuk kelas perawatab II sebesar Rp 6.241.850,-
kelas
perawatan III sebesar Rp 2.492.825,c. Kode E-4-10-III untuk kelas perawatan III sebesar Rp 4.036.050,2) Rata-rata biaya riil terapi Diabetes Mellitus pada semua kelas perawatan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta tidak berbeda secara statistika dengan tarif paket INA CBG’s berdasarkan Permenkes Nomor 69 Tahun 2013.
50
d. GAGAL GINJAL KRONIK 1) Biaya rata-rata total pasien GGK di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta sebagai berikuy a. kelas terapi I periode Januari sampai dengan Juni 2014 1. kode N-1-12-I sebesar Rp 4.458.376,9 ± 1.057.293,1 2. kode N-1-12-II sebesar Rp 5.432.650,0 ± 2.194.824,5 3. kode N-1-12-III sebesar Rp 24.471.150,0 ± 4.345.241,9, b. kelas terapi 3 periode Januari sampai dengan Juni 2014 1. kode N-1-12-I sebesar Rp 3.731.507 ± 769.003 2. kode N-1-12-II sebesar Rp 9.429.750 ± 2.435.912 3. kode N-1-20-I sebesar Rp 6.012.850 ± 2.679.722 4. kode N-4-10-II sebesar Rp 6.527.600 ± 3.365.969 5. kode N-4-10-III sebesar Rp 6.466.600 ± 3.261.495 2) Rata-rata biaya riil pengobatan GGK pasien rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta sebagai berikut: a. Rata-rata biaya pengobatan gagal ginjal kronis pasien rawat inap kelas terapi I lebih kecil dari pembiayaan kesehatan berdasarkan Permenkes Nomor 69 Tahun 2013 sehingga menggambarkan RS mampu mengelola pembiayaan terapi dengan optimal b. Rata-rata biaya pengobatan gagal ginjal kronis pasien rawat inap pada kelas terapi 3 untuk kode N-1-12-I dan N-4-10-III telah sesuai dengan pembiayaan kesehatan berdasarkan Permenkes RI No. 69 Tahun 2013 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Tingkat Lanjutan Dalam Program Jaminan Kesehatan.
2. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lama untuk mendapatkan jumlah sampel yang lebih banyak sehingga data yang diuji dapat lebih valid. 1. Penelitian lanjutan untuk penyakit lainnya pada kelas terapi 3 di RS PKU Muhammadiyah
masih
harus
dilakukan
untuk
membantu
rumah
sakit
mengevaluasi kesesuaian biaya. 2. Penelitian ini perlu dilakukan juga terhadap rumah sakit lain sehingga data yang didapatkan akan berguna bagi pemerintah sebagai bahan evaluasi terhadap kebijakan BPJS Kesehatan. 51
JADWAL KEGIATAN No
Kegiatan
Bulan I
1
II
III
IV
V
VI
√
√
√
√
√
√
√
√
VII
VII
Tahap Persiapan a. Pengurusan ijin
√
b. Persiapan lembar pencatatan
√
biaya pengobatan pasien 2
Tahap Pelaksanaan a. Penelusuran biaya penggunaan obat dan alat kesehatan dari instalasi farmasi rumah sakit b. Penelusuran
biaya
tindakan
√
medis, perawatan, pemeriksaan penunjang, administrasidan sewa ruangan dari bagian administrasi keuangan 3
Tahap Penyelesaian a. Rekapitulasi data penelitian
√
b. Pengolahan data
√
c. Analisis data
√
d. Penyusunan laporan akhir
√
e. Pengumpulan laporan akhir
√
INDIKATOR KEBERHASILAN Tuliskan indikator keberhasilan penelitian mengikuti tabel sebagai berikut : Capaian yang Ditargetkan* No.
Jenis Luaran
1
Pelayanan jasa (status: pengembangan, uji coba, penerapan, evaluasi)
2
Kerja sama (status: penjajakan, pelaksanaan, evaluasi kerja sama)
Tahun I
Tahun II
Tahun III
Analisis data
Evaluasi hasil penelitian
RS terkait & BPJS
RS terkait & BPJS
Masukan bagi rumah sakit dan BPJS RS terkait & BPJS 51
DAFTAR PUSTAKA Adams H.P, Jr, delZoppo G.J, vonKummer R, 2000, Management of Stroke: A Practical Guide for the Prevention, Evaluation and Treatment of Acute Stroke, 1st ed, Caddo US: Professional Communications Inc. Adams H.P, Jr, Adams R.J, Brott T, delZoppo G.J, Furlan A, Goldstein L.B, Grubb R.L, Higashida R, Kidwell C, Kwiatkwoski T.G, Marler J.R, Hademenos J, 2003, Guideline for the Early Management of Patient With Ischemic Stroke, Stroke 34:1056. Alam & Hadibroto. (2008). Gagal Ginjal Jakarta : PT Gramedia Anonim, 2007, Surat Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor
989/Menkes/SK/IX/2007tentang Pemberlakuan INA-DRG, Depkes RI, Jakarta. Anonim,
2011,
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
903/Menkes/PER/V/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat, Depkes RI, Jakarta. Anonim, 2013, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 tahun 2013 tentang Tarif Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan, Depkes RI, Jakarta Anonim, 2013a, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomonr 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, Presiden RI, Lembaran Negara RI tahun 2013 nomor 29. Anonim, 2001, Analisis Biaya Rumah Sakit, Modul 1 Seri Latihan Analisis Biaya Rumah Sakit, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Anonim, 2011d, Pengenalan INA-CBGs Oleh Tim Centre for Casemix, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.. Arikunto, S., 2005, Manajemen Penelitian, edisi VII, 234-262, Rineka Cipta, Jakarta. Armilawaty, Amalia, H., Amiruddin, R., 2007, Hipertensi dan Faktor Risikonya dalam Kajian Epidemiologi, [Online], Artikel Ilmiah, Bagian Epidemiologi FKM UNHAS, www.jurnalpembahasan/hipertensi
dan
faktor
risikonya
dalam
kajian
epidemiologi”New Paradigm for Public Health”.htm, [2012, Desember 20]. Bootman, J.L., Towsend, R.J., and McGhan, W.F., 2005, Principles of Pharmacoeconomics, 3rd edition, Harvey Whitney Books Company : USA, 315-327.
51
Broderick J.P, Adams H.P, Adams Jr, Barsan W, Feinberg W, Feldmann E, Grotta J, Kase C, Kreiger D, Mayberg M, Tilley B, Zabramski J.M, Zuccarello M, 1999, Guidelines for Management of Spontaneous Intracerebral Hemorrhage, Stroke; 30:905-915. Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC Chobanian, A.V., Bakris, G. L., Black, H. R., Cushman, W. C., 2003, The Seventh Report of The Joint National Commitee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure, JAMA; 289: 2560. Claesson, L., Gosman-Hedstrom, G., Johannesson, M., Fagerberg, B., Blomstrand, C., 2000, Resource Utilization and Costs of Stroke Unit Care Integrated in a Care Continuum: A 1-Year Controlled, Prospective, Randomized Study in Elderly Patients, American Heart Association, Inc, [Online], http://www.strokeaha.org, [2012, April 19]. Damayanti, T., 2010, Analisis Biaya Terapi Pasien Stroke Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2007, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Dean, W., Margenthaler, J., 1990, Piracetam (Nootropyl), Smart Drug & Nutrient, [Online], http://piracetam&citicoline/CERI_PiracetamChaper from_i_ smart drug & nutrients, {2013, Januari 5]. Deutsch, A., Granger, C. V., Heinemann, A. W., Fiedler, R. C., DeJong, G., Kane, R. L., Ottenbacher, K. J., Naughton, J. P., Trevisan, M., 2006, Poststroke Rehabilitation: Outcomes and Reimbursement of Inpatient Rehabilitation Facilities and Subacute Rehabilitation
Programs,
American
Heart
Association,
Inc,
[Online],
http://www.strokeaha.org, [2012, April 19]. DiPiro, J.T, Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Well, B.G., Posey, L.M., 2005. Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition, 415-425, The McGraw-Hill Companies, Inc, New York. Gupta, S. K., Gupta, A., Gondhotra, D., Gupta, A., Gupta, S., 2008, Role of Citicoline in Ishaemic Stroke, Department of Neurology and G Medicine, Govt, Medical College Jammu-J&K, India, Vol 10 no 4, Otober-December 2008, 160-162. Harsono, E.D., 2000, Kapita Selekta Neurologi, Ed.2, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 81. Hendratini, 2007, Alternatif Pembayaran Provider dalam Asuransi Kesehatan, [Online], http://www.aihhw.gov.au, [2012, April 19].
51
Hill M.D, Yiannakoulias N, Jeerakathil T, Tu J.V, Svenson L.W, Schopflocher D.P, The high risk of stroke immediately after transient ischemic attack, 2004, Neurology, 62:20152020, American Academy of Neurology. Karatepe A.G, Gunaydin R, Kaya T, Turkmen G, 2008, Comorbidity in Patients After Stroke : Impact on Functional Outcome,J Rehabil Med, 40: 831–835. Kasper D.L, Braunwald E, Fauci A.S, Hauser S.L, Longo D.L, Jameson J.L, 2005, Harrison’s Manual of Medicine, 16th ed, McGraw-Hill, Medical Publishing Division, New York. Koda-Kimble M.A., Young L.Y., Kradjan W.A., Guglielmo B.J., 2005, Applied Therapeutics : The Clinical Use of Drugs, 8th ed, Lippincott Williams and Wilkin, Philadelphia. Kristensen, B., Malm, J., Nilsson, T. K., Huitdin, J., Carlberg, B., Dahlen, G., Olsson, T., 1999, Hyperhomocysteinemia and Hypofibrinolysis in Young Adults with Ischemic Stroke, Stroke. 30: 974-980. Laksmiasanti L, Harsono, Sugianto, Widyo K, Kumpulan Makalah Seminar Stroke IVIII, Mei 2003, RS Bethesda, Yogyakarta. Lumbantobing SM, 2003, Stroke Bencana Peredaran Darah di Otak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Mayberg MR, Chair; H, Batjer H, Dacey R, Diringer M, Haley E.C, Heros R.C, Sternau L.L, Torner J, Adams H.P.Jr, Feinberg W, Thies W; 1994, Guidelines for the Management of Aneurysmal Subarachnoid Hemorrhage, Americans Heart Association, 71-0060. Misbach J, Tobing S.M.L., Ranakusuma T.A.S., Suryamiharja A, Harris S, Bustami M, 2007, Guideline Stroke 2007 (Edisi Revisi), Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, PERDOSSI, Jakarta Mulyadi, 2005, Akuntansi Biaya, edisi V, UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Phillips, C., [2001], What is cost effectiveness?, [Online], http://www.evidence based medicine.co.uk, [2012, April 19]. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), 2003. Penyakit Ginjal Kronik dan Glomerulopati: Aspek Klinik dan Patologi Ginjal.PERNEFRI,Jakarta Reeder, C. E., 1995, Overview of Pharmacoeconomics and Pharmaceutical Outcomes Evaluations, American Journal of Health-System Pharmacy, ASHP, 330(3): 679-686. Scottish Intercollegiate Guidelines Network, 1997, Management of Patients with Stroke, A National Clinical Guidelines Recommended for use in Scotland 51
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV 2006, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Sugiyanto, K.C., 2009, Analisis Biaya Pengobatan Stroke Iskemik Sebagai Pertimbangan Dalam Penetapan Pembiayaan Kesehatan Berdasar INA-DRGs di RSUP Dr. Sardjito, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sulastomo, 2007, Manajemen Kesehatan, 21-24, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Suwitra. K. (2006). Penyakit Ginjal Kronik. Dalam Sudoyo, A.W., dkk., Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi keempat. Penerbit Depertemen Ilmu Penyakit Dalam FK-UI. Jakarta. Hal. 570-572 Tan, N. C., Venketasubramanian, N., Saw, S. M., Tjia, H. T., 2002, Hyperhomocysteinemia and Risk of Ischemic Stroke Among Young Asian Adults, Stroke. 33: 1956-1962. The European Stroke Initiative Executive Commitee and the EUSI Writing Commitee, 2003, European Stroke Initiative Recommendations for Stroke Management-Update 2003, Cerebrovasc. Dis., 16:311-337. Tjokropawiro, A., 1994, LIPID TRIAD : GIGULOCHIPS – SAF3ARIL, Dislipidemia – Diabetes Mellitus – Atherosklerosis, Naskah Lengkap Simposium Nasional Diabetes dan Lipid, Pusat Diabetes dan Nutrisi RSUP Dr. Sutomo FK Unair, Surabaya. Vinks T.H., deKoning F.H., deLange T.M., Egberts T.C., Identification of Potential Drugrelated Problems in the Elderly : The Role of the Community Pharmacists, 2006, Pharm World. Sci, 28(1):33-38. Vogenberg, F.R., 2001, Introduction to Applied Pharmacoeconomics, McGraw-Hill, New York. Walley, T., 2004, Pharmacoeconomics, Churchill Livingstone Press, Philadelphia, 102-125. Wilson, J. P., dan Rascati, K. L., 2001, Pharmacoeconomics, In Malone, P, M., Mosdell, K.M., Kier, K.L., Stanovich, J.E., Drug Information : A Guide for Pharmacists, 2nd edition, McGraw-Hill, Medical Publishing Div. United State, New York, 209-229.
51