LAPORAN PENELITIAN PENGARUH BENTUK SEDIAAN TERHADAP KHASIAT DAN KEAMANAN RAMUAN JAMU ANTIHIPERURISEMIA
Oleh : Awal P. Kusumadewi, dkk
BALAI BESAR LITBANG TANAMAN OBAT DAN OBAT TRADISIONAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI 2014
LAPORAN PENELITIAN
PENGARUH BENTUK SEDIAAN TERHADAP KHASIAT DAN KEAMANAN RAMUAN JAMU ANTIHIPERURISEMIA
Oleh : Awal P. Kusumadewi, dkk
BALAI BESAR LITBANG TANAMAN OBAT DAN OBAT TRADISIONAL BADAN LITBANG KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI 2014
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, penulis panjatkan puji syukur kepada Allah SWT atas nikmat kesehatan dan kesempatan yang telah diberikan sehingga penulis dkk dapat menyelesaikan penelitian “Pengaruh bentuk sediaan terhadap khasiat dan keamanan ramuan jamu antihiperurisemia". Penelitian ini merupakan bagian dari serangkaian penelitian yang dilaksanakan dalam rangka penyediaan scientific evidenced based jamu mendukung program Saintifikasi Jamu. Penelitian bentuk sediaan farmasi terhadap ramuan jamu digunakan sebagai dasar untuk selanjutnya dilakukan penelitian pre-post clinical trial di Rumah Riset Jamu Hortus Medicus, dilakukan dengan uji klinik multicenter randomized clinical trial untuk memperoleh Jamu Saintifik melalui rekomendasi pakar dan komnas SJ. Hasil penelitian ini masih jauh dari kriteris sempurna. Namun demikian penulis berharap meskipun kecil, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam rangka penyediaan jamu yang aman, bermanfaat dan berkualitas bagi Masyarakat,
Penulis
i
SUSUNAN TIM PENELITI
No
Nama
1.
ianaan Awal P. Kusuma Dewi, M.Sc., Magister Apt
Keahlian/kesar
Kedudukan dalam
Farmasi
Uraian tugas
tim Ketua
Bertanggung jawab dalam seluruh pelaksanaan
Pelaksana
penelitian
terutama
penyelesaian
protokol
penelitian, laporan triwulan dan laporan akhir (125 jam) 2.
Mery Budiarti, M.Si
Magister
Peneliti
Melaksanakan penelitian terutama dalam hal penyiapan ekstrak air ramuan jamu
Biologi
antihiperurisemia, serta uji stabilitasnya (90 jam)
3.
drti. Galuh Ratnawati
Dokter hewan
Peneliti
Melaksanakan penelitian terutama dalam Uji Toksisitas dan Khasiat bentuk sediaan jamu antihiperurisemia (90 jam)
4.
DR. TN Syaifullah, Apt
Doktor
Peneliti
Farmasi
Melaksanakan penelitian terutama dalam uji pengujian parameter fisik dan khemis ramuan jamu antihiperurisemia (90 jam)
5.
6.
7.
Fitriana, A.Md
Lamidi
Murjayanti
Pembantu
Membantu penelitian dalam penyiapan bahan
Farmasi
Peneliti
dan pemeliharaan sel line (90jam)
SLTA
Pembantu
Ahli Madya
SLTA
ii
Membantu penelitian dalam penyiapan bahan
Peneliti
dan pemeliharaan hewan coba (90jam)
Pembantu
Membantu kegiatan administrasi penelitian (10
Peneliti
bulan)
DAFTAR ISI JUDUL PENELITIAN
...................................................................... i
NAMA PENGUSUL DAN NAMA INSTITUSI ................................................................................................... i SUSUNAN TTM PENELITI
.................................................................... „ii
DAFTAR ISI
.................................................................... iii
RINGKASAN PENELITIAN
.................................................................... iv
I.
LATAR BELAKANG
..................................................................... 1
II.
TUJUAN PENELTTTAN
...................................................................... 6
III.
MANFAAT PENELTTTAN
...................................................................... 7
IV.
METODE PENELTTTAN
...................................................................... 4
V.
HASTL DAN PEMBAHASAN
.................................................................... 22
VI.
KESTMPULAN
.................................................................... 80
VII.
DAFTAR PUSTAKA
.................................................................... 82
VIII.
LAMPIRAN
.................................................................... 84
RINGKASAN Asam urat merupakan penyakit gangguan metabolic/degenerative yang terjadi karena adanya akumulasi asam urat dalam darah. Pengobatan penyakit kelebihan asam urat (gout) dilakukan dengan tujuan: meredakan serangan akut, mencegah periode gout berulang serta mencegah terbentuknya batu urat. Pengobatan ini dapat dilakukan menggunakan ramuan tanaman obat yaitu kayu secang (Caesalpini sappun), daun kepel (Stelechocarpus burahol) dan herba tempuyung (Sonchus arvensis), Temu lawak (Curcuma xanthorrhiza), Kunyit (Curcuma domestica) dan Echinase (Echinasea purpurea). Bentuk sediaan jamu yang praktis dan tidak pahit, akan mempengaruhi kepatuhan pasien dalam meminum jamu. Penyiapan sediaan jamu rebusan yang terkadang kurang praktis, rasa jamu rebusan yang relatif pahit, serta aroma jamu yang menyengat, terkadang menjadi alasan bagi pasien untuk tidak melanjutkan terapi menggunakan jamu. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental di laboratorium yang menggabungkan penelitian tentang bentuk sediaan farmasi yaitu bentuk sediaan tablet, kapsul dan teh jamu antihiperurisemia dilanjutkan dengan uji keamanan dan khasiat produk yang dihasilkan, secara in vivo pada tikus. Sebagai bahan baku pembuatan tablet dan kapsul adalah ekstrak air jamu antihiperurisemia, sedangkan sediaan teh, dibuat dari serbuk simplisia yang diseduh dengan air panas. Dalam penelitian ini digunakan tikus sebagai hewan uji pada penelitian ini, karena tikus mempunyai respon biologik dan adaptasi mendekati manusia, daur hidupnya pendek, keragamannya relatif mudah diminimalisir, mendapatkan informasi lebih mendalam dari penelitian yangdilakukan karena kita dapat membuat sediaan biologi dari organ hewan yang digunakan. Dari hasil penelitian ini diharapkan akan diperoleh bentuk sediaan jamu yang lebih praktis dalam penggunaannya, namun tetap aman dan berkhasiat sebagai jamu antihiperurisemia.
iv
I. LATAR BELAKANG Asam urat merupakan produk akhir dari degradasi nukleotida purin. Pada binatang tingkat rendah, enzim urikase akan merombak asam urat menjadi senyawa allantoin yang lebih mudah larut, sehingga tidak terjadi akumulasi asam urat (Schwinghammer, et al., 2009). Akumulasi asam urat yang berlebihan (hiperurekemia) akan menimbulkan resiko teijadinya penyakit gout (Schwinghammer, et al., 2009). Gout terjadi akibat dari produksi asam urat yang berlebihan, berkurangnya ekskresi asam urat melalui ginjal, serta gabungan dari kedua geja la tersebut. Kondisi ini disebut dengan istilah hiperurisemia. Pada hiperurisemia, kadar asam urat dalam darah lebih tinggi dari 6,8 mg/dL pada laki-laki dan lebih tinggi dari 6,0 mg/dL pada wanita (Schwinghammer, et al., 2009). Pengobatan dan pencegahan penyakit hiperurisemia dilakukan terutama untuk mereduksi asam urat dari dalam tubuh. Hal ini dapat dilaksanakan melalui penghambatan aktifitas enzim xantin oksidase (XO) dan xantin dehidrogenase (XDH). Kedua enzim ini berperan dalam pengubahan xantin menjadi asam urat. Inhibtor XO dan XDH bekerja pada akhir tahap sintesa asam urat, yang berakibat pada penurunan produksi asam urat. Senyawa tersebut umumnya bersifat sebagai antiinflamasi sehigga mengurangi efek peradangan yang timbul. Allopurinol merupakan inhibitor XO yang sering digunakan dalam terapi hiperurisemia secara klinis. Namun, terkadang memberikan efek samping seperti alergi dan hipersensitifitas, nepropati dan pembentukan 6-merkaptopurina yang bersifat racun dalam tubuh (Darminto, 2010), sehingga penggunaan obat ini sering dihindari. Oleh karena itu, beberapa penelitian mencari inhibitor XO, dengan menggunakan tanaman sebagai sumbernya. Tanaman kepel (Stelechocarpus hurahol (BI.) Hook.f.&Th), merupakan salah satu tanaman yang digunakan oleh masyarakat sebagai jamu untuk mengobati asam urat. Hasil pengujian kandungan kimia menunjukkan bahwa ekstrak daun kepel mengandung flavonoid, dengan aglikon kuersetin (Sunami. et al2007). Menurut Cos et al., (1998), aktifitas flavonoid sebagai penurun kadar asam urat melalui penghambatan enzim xantin oksidase dan sebagai antioksidan penangkap radikal superoksid. Tanaman lain yang juga berkhasiat sebagai antioksidan adalah Secang (Caesalpinia sappan Linn) (Wetwitayangklung, et al., 2005). Secang (Caesalpinia sappan Linn), merupakan salah satu tanaman yang berfungsi sebagai pewarna alami. Selain berkhasiat sebagai antioksidan, secang juga berkhasiat sebagai antiinflamasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak methanol kayu secang dosis 5 mg/ml dapat menghambat 50% aktifitas enzim hialuronidase (Badami, et al.,
I
2003), d i mana enzim ini merupakan perantara terjadinya inflamasi. Kandungan kimia pada secang adalah flavonoid, termasuk ombuin, kuersetin, ramnetin, sappan kalkon, sappanol (Badami, et al., 2003). Selain simplisia yang mampu menurunkan kadar asam urat dalam darah, serta mampu mengurangi teijadinya inflamasi, jamu anti asam urat juga memerlukan simplisia yang berfungsi sebagai peluruh batu saluran kemih. Salah satu tanaman yang berkhasiat meluruhkan batu saluran kemih adalah Tempuyung (Sonchus arvensis Linn). Tempuyung (Sonchus arvensis Linn), merupakan salah satu tanaman yang mudah tumbuh ditempat terbuka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun tempuyung dapat meningkatkan kelarutan dan menunda pembent ukan kristal asam urat (Hadisoebroto, 1993). Ekstrak etanol tempuyung yang mengadung luteolin -O-glikosida mempunyai efek antibatu kandung kemih pada tikus (Djunaedi, 2003). Kandungan kimia dalam tanaman tempuyung adalah triterpenoid terdiri dari a-amirin (9%), p-amirin (21%), lupeol (13%), taraksasterol (24%) dan pseudotaraksasterol (12%), alkohol rantai panjang (16%XHopper et al., 1982), kuersetin, kaemferol (Qu, et al., 1996) dan luteolin 7 -Oglikosida (Djunaedi, 2003). Telah dilakukan penelitian pra klinik uji formula jamu antihiperuricemia. Dimana formula jamu yang terdiri dari daun kepel. daun tempuyung dan kayu secang, dosis 540 mg/kg BB tikus, menurunkan asam urat setara dengan Allopurinol 50 mg/kg BB tikus (Triyono, dkk„ 2010). Pada tahun 2010 juga telah dilakukan penelitian klinis dengan 30 orang responden ( 16 laki-laki dan 14 perempuan). Dari 30 pasien tersebut, rata-rata mengalami penurunan asam urat sebesar 15% pada bulan 1, 13% pada bulan kedua dan 15% pada bulan ketiga. Observasi ini memberikan perbaikan gejala nyeri sendi yang dialami oleh pasien. Pada akhir bulan ketiga, dari 30 orang pasien yang mengeluh nyeri sendi, kesulitan bergerak dan kesemutan, berkurang hanya tinggal 4 orang. Demikian juga dengan keluhan bengkak sendi, dari 30 orang pasien berkurang hingga tinggal 5 orang (Ardiyanto, 2010). Pada tahun 2011, telah dilakukan penelitian bentuk sediaan cair jamu antihiperuricemia. Dari penelitian tersebut diperoleh data bahwa ekstraksi optimum menggunakan serbuk ukuran
20
mesh, volume cairan penyari
20 x
berat bahan, serta dikemas
menggunakan gelas plastik warna putih atau botol kaca warna coklat (Kusumadewi, 2011). Pada tahun 2012, ramuan jamu antihiperurisemia dengan menggunakan tanaman sebagai bahan bakunya, telah lolos uji klinis pada Klinik Saintifikasi jamu. Ramuan
7
tersebut terdiri dari kayu secang (Caesalpini sappan) 5 g. daun kepel {Stelechocarpus burahol) 3 g, herba tempuyung (Sonchus arvensis) 2 g, Temu lawak (Curcuma xanthorrhiza) 3g, Kunyit (Curcuma domestica) 3 g dan meniran (Phylanthus niruri) 3 g (Triyono, 2013). Namun meniran sebagai salah satu bahan jamu antihiperurisemia yang berkhasiat sebagai imunomodulator sulit diperoleh, karena tanaman ini belum dibudidayakan oleh masyarakat, melainkan menambang langsung dari alam. Oleh karena itu, di klinik Saintifikasi Jamu (SJ), meniran diganti dengan ekinase (Echinasea purpurea) sejumlah 3 g, yang dibudidayakan di kebun produksi B2P2TOOT. Bentuk sediaan jamu rebusan/godogan. merupakan bentuk sediaan yang selama ini banyak diminati o leh pasien, karena memberikan rasa “jamu” yang khas. Namun, seiring dengan perkembangan jaman, penyiapan rebusan yang relatif lama, dengan menggunakan kuali tanah/wadah menjadi alasan beberapa pasien untuk memilih bentuk sediaan lain yang lebih praktis dalam penyiapannya. Bentuk sediaan yang dipilih adalah kapsul, karena sediaan kapsul praktis, mudah dikonsumsi dan mudah dibawa. Namun sediaan kapsul yang selama ini dibuat, merupakan simplisia yang diserbuk dan dimasukkan dalam kapsul. Untuk meningkatkan keselektifan pengobatan dan memudahkan dalam standardisasi bahan obat maka zat aktif diekstraksi lalu dibuat sediaan fitofarmaka (Yulinah. 2004). Ekstrak sebagai bahan baku obat herbal, sebaiknya berupa ekstrak yang telah dimurnikan, dan sudah dibakukan (standarisasi), sehingga obat yang dihasilkan memenuhi persyaratan keamanan, seperti halnya obat modem yang berasal dari bahan kimia (Agus, 2007). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian formulasi bentuk sediaan jamu yang praktis, mudah diminum dan mudah dibawa oleh pasien, sehingga meningkatkan kepatuhan pasien dalam meminum jamu. Dalam penelitian ini akan diformulasikan tiga bentuk sediaan yaitu bentuk sediaan kapsuJ, tablet dan teh.
II. TUJUAN.
1.1Tujuan Umum : Mendapatkan bentuk sediaan jamu asam urat hasil Saintifikasi Jamu yang dapat diterima oleh pasien. Khusus: 1.
Memperoleh formula bentuk sediaan kapsul, tablet dan seduh yang baik secara farmasetis.
2.
Untuk mengetahui pengaruh bentuk sediaan terhadap khasiat dan keamanan suatu jamu antihiperurisemia.
8
III. MANFAAT Dengan dilakukannya penelitian pengaruh bentuk sediaan terhadap uji parameter fisik - farmasetis, khasiat/keamanan jamu diharapkan dapat memberikan data dukung yang memadai tentang penggunaan jamu antihiperurisemia.
IV. METODE PENELITIAN
a. Kerangka konsep
Penjelasan; Ekstrak air jamu antihiperurisemia. mengandung ekstrak secang. sebagai antiinflamasi, kepel sebagai inhibitor xantin oksidase, tempuyung sebagai diuretik, (cm u lawak sebagai hepatoprotektor, kunyit sebagai antiinflamasi dan echinase sebagai imunomodulator. Ekstrak air ini selanjutnya dibuat tablet dan kapsul. Sedangkan seduhan teh jamu, dibuat dari serbuk simplisia seperti tersebut diatas dengan komposisi yang sama. Disisi lain, tikus sebagai hewan uji, diinduksi asam urat dengan pemberian kofein. Tikus yang telah terinduksi selanjutnya diuji penurunan asam uratnya dengan pemberian tablet atau kapsul atau seduhan teh. dimana ekstrak jamu antihiperurisemia ini mempunyai kemampuan untuk menghambat kerja dari enzim xantin oksidase, sehingga pembentukan asam urat terhambat, dan kadar asam urat dalam darah akan menurun. Pada sediaan tablet, kapsul dan teh, dilakukan uji farmasetis, untuk menjamin mutu sediaan jamu tersebut secara farmasetis.
9
b. Kerangka teori
2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Balai Besar Litbang TO & OT, Tawangmangu pada bulan Maret sampai dengan Desember 2014 3. Desain Penelitian Desain penelitian merupakan penelitian eksperimental di Laboratorium. Sebagai variabel bebas: bentuk sediaan (A) yaitu Tablet (Al), Kapsul (A2) dan Teh (A3). Adapun sebagai variabel terikatnya adalah keamanan (B) dan khasiat jamu antihiperurisemia (C). 4. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental di laboratorium 5. Populasi dan Sampel Populasi: Populasi pada penelitian ini adalah Tikus putih, jantan dan betina galur WISTAR, berat badan 150-300 gram. Sampel: Jumlah sampel yang digunakan ditentukan besarnya dengan rumus Federer yaitu
10
(t-l)(n-l) > 15, dimana t = perlakuan, n = jumlan ulangan. (5-1 )(n-l) > 15; 4 (n-1) > 15; 4n-4 > 15; 4n > 19; n > 4,75. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka jumlah sampel yang diperlukan minimal 5 ekor tikus tiap kelompok perlakuannya. Dalam penelitian ini, digunakan 6 ekor tikus untuk tiap kelompok perlakuan terdiri dari 3 ekor jantan dan 3 ekor betina. Kriteria inklusi: •
Tikus dalam keadaan sehat, aktifi tas dan tingkah laku normal
•
Berat badan 150-300 g
Kriteria eksklusi:
6.
•
Tikus mengalami diare
•
Gerakan tikus tidak aktif
•
Tikus mengalami penurunan berat badan
•
Tikus mati dalam masa penelitian
Cara Pengumpulan data Data rendemen ekstrak diperoleh dengan cara gravimetri. Data kadar kuersetin diperoleh dengan metode K.LT -KT Densitometri Data Kadar sari diperoleh dengan metode gravimetri Data susut kering simplisia diperoleh dengan metode gravimetri Data kadar abu diperoleh dengan metode gravimetri Data kadar flavonoid dilakukan dengan metode spektrofotometri Data toksisitas dilakukan uji pra klinik toksisitas akut dan sub kronis Data khasiat diperoleh dari pengujian serum darah menggunakan reagen kit asam urat
7.
Bahan dan cara kerja. Bahan: •
Herba tempuyung (Sonchus arvensis), kayu secang/ sappan lignum (Caesalpinia sappan), daun kepel (Stelechocarpus hurahof), Alat gelas
•
Zat kimia : Alkohol (teknis), n-Butanol (E.Merck), Metanol (E.Merck),
11
Asam asetat glacial (E. merek), Toluen (E. Merck), Baku quercetin (Sigma). TBHBA (2,4.6tribromo-3-hidroksi benzoat) dari Diagnostic System International (Diasys) Halzheium Germany, Potasium oxonat (Sigma Chemical, St Louis, MO, USA), Allopurinol (PT Kimia Farma. Jakarta), kofein, akuades. •
Hewan uji: Tikus Galur Wistar jantan dan betina, berat badan 150-300 g. Pakan dan minum tikus diberikan ad libitum. Pakan yang diberikan adalah pelet standar BRII.
•
Alat: Panci infusa, rotary evaporator, Spektrofotometri, mesin cetak tablet, mesin pengisi kapsul, mesin blister dan cetak kapsul, disintegration tester, friability tester, hardness tester, kandang timus individual beserta kelengkapannya, timbangan tikus, timbangan analitik.
Cara Kerja. 1.
Pengumpuan Bahan Bahan baku (simplisia) disiapkan oleh Laboratorium Pasca Panen Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT)
2.
Standarisasi Simplisia a. Kadar senyawa yang larut dalam air: maserasi sejumlah 5,0 gram simplisia selama 24 jam dengan 100
ml air kloroform menggunakan labu bersumbat sambil di shaker selama 6 jam pertama kemudian
didiamkan selama 18 jam. Saring, uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan yang telah ditara. panaskan residu pada suhu 105°C hinga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam air, dihitung terhadap simplisia awal (Anonim, 2000). b. Kadar senyawa yang larut dalam etanol: maserasi sejumlah 5,0 gram simplisia selama 24 jam dengan 100 ml etanol 95%, menggunakan labu bersumbat sambil di shaker selama
6
jam pertama
kemudian didiamkan selama 18 jam. Saring, uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan yang telah ditara, panaskan residu pada suhu 105°C hinga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam etanol (95%), dihitung terhadap simplisia awal (Anonim. 2000). c. Rendemen ekstrak. Dilakukan pencampuran serbuk simplisia sesuai formula yaitu: daun kepel
12
(3g), kayu secang (5g), herba tempuyung (2g), rimpang temulawak (3g), rimpang kunyit (3g) dan herba echinacea (3g). Campuran serbuk tersebut di campur homogen dan ditimbang 10 g sebagai sampel. Di buat infusa sejumlah 10
gram ramuan serbuk simplisia, menggunakan air sebagai cairan
penyarinya. Air yang ditambahkan sebesar 20 kali bobot bahan. Ekstrak air yang diperoleh kemudian disaring menggunakan kertas saring, dan diuapkan diatas tangas kering, hingga ekstrak kering. Selanjutnya dihitung rendemen ekstraknya menggunakan formula % Rendemen = bobot ekstrak x 100% bobot bahan d.
Kadar abu Kadar abu total: lebih kurang 2 g sampai 3 g ekstrak ditimbang seksama, dimasukkan kedalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan, timbang. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan. Kadar abu total tidak lebih dari 1,0% ( Anonim, 2009) Kadar abu yang tidak larut asam: Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, dididihkan dengan 25 ml asam sulfat encer selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, saring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu tidak larut asam terhadap bahan yang telah dikeringkan. Kadar abu tidak larut asam tidak lebih dari 0,1% (Anonim, 2009).
3.
Penetapan kesetaraan dosis. a.
Rebusan simplisia menggunakan kuali tanah . Percobaan ini dilakukan untuk memberikan informasi tentang absorbansi ekstrak air simplisia yang disiapkan sesuai dengan petunjuk penyiapan pada kantong jamu antihiperuricemia. Ditimbang simplisia sesuai point 2c. Simplisia tersebut selanjutnya direbus pada kuali tanah dengan 750 ml air. Proses perebusan dilakukan hingga larutan jamu tersisa 250 ml. Sampel dibaca serapannya menggunakan spektrofotometri. Menurut Gandjar (2007), warna suatu zat dapat dihubungkan dengan absorbs’ pada panjang gelombang tertentu. 8
Berdasarkan hasil orientasi yang telah dilakukan, ekstrak air jamu
13
antihiperurisemia berwarna coklat kemerahan dan dapat dibaca serapannya menggunakan spektrofotometri pada panjang gelombang 540 nm. b. Rebusan serbuk simplisia menggunakan panci stainless steel. Percobaan ini dilakukan untuk memberDitimbang serbuk simplisia sesuai point 2c. Simplisia tersebut selanjutnya direbus pada panci stainless stell dengan 750 ml air. Proses perebusan dilakukan hingga larutan jamu tersisa 250 mi. Sampel dibaca serapannya menggunakan pada 540 nm menggunakan spektrofotometri. c. Seduhan serbuk simplisia Ditimbang serbuk simplisia sesuai point 2c. Simplisia tersebut selanjutnya diseduh dengan 250 ml air mendidih. Sampel dibaca serapannya pada 540 nm menggunakan spektrofotometri. Hasil pembacaan absorbansi tahap 3b dan 3c, dibandingkan dengan pembacaan absorbansi tahap 3a. Jumlah sampel yang direbus pada tahap 3b dan yang diseduh pada 3c, diatur sedemikian rupa, sehingga diperoleh absorbansi mendekati pembacaan absorbansi tahap 3a. 4,
Pembuatan Ekstrak air . Ditimbang serbuk simplisia sesuai point 2e sebanyak 100 g. Serbuk simplisia tersebut selanjutnya direbus pada panci stainless stell dengan 5 L air. Proses perebusan dilakukan selama 1 jam, suhu dikendalikan pada 90°C. Rebusan selanjutnya disaring, filtrat diuapkan dengan bantuan Rotary evaporator, selanjutnya di uapkan di atas tangas air hingga kering.
5.
Standarisasi Ekstrak Standarisas ekstrak dilakukan dengan tujuan untuk menentukan nilai parameter mutu ekstrak. Nilai ini akan digunakan sebagai baku mutu uji ekstrak yang selanjutnya akan dihasilkan. Dengan mengikuti baku mutu yang telah ditetapkan, diharapkan ekstrak tersebut akan teijamin keajegan mutunya dari waktu ke waktu.
a. Kadar senyawa yang larut dalam air: maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan ml air kloroform menggunakan labu bersumbat sambil di shaker selama didiamkan selama 18 jam. Saring, uapkan 20 ml filtrat hi
9
jam pertama kemudian
kering dalam cawan yang telah ditara,
panaskan residu pada suhu 105T hinga bobot tetap. Hitung kadar dalam
14
6
100
persen senyawa yang larut dalam air, dihitung terhadap ekstrak awal (Anonim, 2000). b. Kadar senyawa yang larut dalam etanol: maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan 100 ml etanol 95%, menggunakan labu bersumbat sambil di shaker selama
6
jam pertama kemudian
didiamkan selama 18 jam. Saring, uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan yang telah ditara, panaskan residu pada suhu 105°C hinga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam etanol (95%), dihitung terhadap ekstrak awal (Anonim, 2000). c. Kadar abu Kadar abu total: lebih kurang 2 g sampai 3 g ekstrak ditimbang seksama, dimasukkan kedalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan, timbang. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan. Kadar abu total tidak lebih dari 1.0% (Anonim, 2009) Kadar abu yang tidak larut asam: Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, dididihkan dengan 25 ml asam sulfat encer selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, saring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu tidak larut asam terhadap bahan yang telah dikeringkan. Kadar abu tidak larut asam tidak lebih dari 0,1% (Anonim, 2009). d. Susut Pengeringan Penetapan susut pengeringan simplisia dilakukan dengan metode gravimetri menggunakan alat Moisture balance. e. Analisis kadar flavonoid dalam ekstrak secara spetrofotometri Penetapan kadar flavonoid dilakukan berdasarkan dengan menggunakan pereaksi AICI 3 . Pembanding yang dipakai untuk menentukan kandungan flavonoid total adalah kuersetin. Larutan baku kuersetin dibuat dengan cara melarutkan ke dalam labu takar 100 ml metanol sebanyak 25,0 mg kuesetin. Larutan lalu dipipet dan dibuat pengenceran yang berbeda sehingga didapatkan variasi konsentrasi. Pipet larutan 0,5 ml lalu dilarutkan dalam 1,5 ml metanol pada tabung reaksi, kemudian tambahkan pereaksi yang terdiri dari
0,1
ml AICI3 (b/v); 0,1 ml Na asetat 1M; dan 2,8 ml akuades.
Larutan di campur homogen dan didiamkan dalam inkator selama 30 menit.
15
Sampel ditimbang sebanyak kurang lebih 1 g, dihidrolisis menggunakan HC1 4N selama 30 menit kemudian disaring. Ekstrak disari dengan 15 ml etil asetat sebanyak 3 kali, frkasi etil asetat dikumpulkan dan dipekatkan. Hasil ekstrak etil asetat dimasukkan ke dalam labu takar bersumbat 25 ml, dilarutkan dengan metanol dan tambahkan etil asetat hingga garis tanda. Larutan dipakai sebagai larutan uji. Pipet larutan uji 0,5 ml lalu dilarutkan dalam 1,5 ml metanol pada tabung reaksi, kemudian tambahkan pereaksi dari 0,
1 ml AICI3 (b/v); 0,1 ml Na asetat 1M; dan 2,8 ml akuades. Larutan di campur homogen
dan didiamkan dalam inkator selama 30 menit. Pemanding dan sampel diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 415 nm dengan larutan blangko adalah sampel tanpa penambahan AICI3, digunakan air suling biasa. f.
Profiling kromatogram. Profiling kromatogram dilakukan terhadap ekstrak menggunakan plat HPTLC sebagai fase diam dan CHC13: Etyl asetat (7:3) sebagai fase gerak.
g.
Uji Mikrobiologi Uji mikrobiologi dilakukan terhadap ekstrak air, menggunakan 3M petrifilm, Aerobic Count Plate. Disiapkan seri pengenceran sampel. Diinokulasikan pada plate petrifilm. Dengan bantuan rigde. cuplikan sampel di ratakan pada petrifim. Diinkubasi pada suhu 35°C selama 48 jam. Jumlah koloni yang terbentuk, dihitung dengan menggunakan koloni counter.
6.
Pembuatan kapsul ekstrak Serbuk ekstrak air, diisikan ke dalam cangkang kapsul keras dengan cara blocking, dan dimasukkan dalam kapsul dengan bantuan sudip/spatula.
7.
Pembuatan tablet. Pada pembuatan tablet dilakukan optimasi terhadap 2 dua variabel bebas, yaitu Polivinil Pirolidon (PVP) sebagai bahan pengikat tablet, dan Explotab sebagai bahan penghancur tablet. Pembuatan tablet dilakukan dengan teknologi granulasi basah. Ekstrak air di tambah PVP dan separo bagian eksplotab, dibuat granul. Granul selanjutkan dikeringkan menf~j~ kan oven pada suhu 50°C. Granul yang diperoleh kemudian di tambah sisa eksplotab, diaduk homogen. Selanjutnya ditambah dengan campuran Mg Stearat:Talk (1:4), diaduk homogen dan dicetak
8.
Pembuatan Teh
16
9.
Ditimbang serbuk bahan sesuai tahap 2c. Serbuk di masukkan dalam kantung teh dan d \seal Pengujian Sifat fisik kapsul dan Tablet. a.
Uji Keseragaman bobot Tablet Sebanyak 20 tablet ditimbang, lalu dihitung bobot rata-ratanya. Untuk tablet lebih dari 151 mg, jika ditimbang satu persatu, tidak boleh lebih dari satu tablet yang masing-masing bobotnya menyim-pang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan 7,5%, dan tidak lebih 2 tablet yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari harga yang ditetapkan 15%.
b.
Uji keseragaman bobot kapsul. Uji dilakukan dengan penimbangan 20 kapsul sekaligus dan ditimbang lagi satu persatu isi tiap kapsul. Kemudian timbang seluruh cangkang kosong dari 20 kapsul tersebut. Lalu dihitung bobot isi kapsul dan bobot rata-rata tiap isi kapsul. Perbedaan bobot isi tiap kapsul terhadap bobot rata-rata tiap isi kapsul, tidak boleh melebihi dari yang ditetapkan pada kolom A dan untuk setiap 2 kapsul tidak lebih dari yang ditetapkan pada kolom B.
Persyaratan: Bobot rata-rata
c.
120
mg
120
mg atau lebih
Perbedaan bobot isi kapsul (%) A
B
10
20
7,5
15
Uji Kerapuhan Tablet Sejumlah 20 tablet dibebasdebukan de-ngan aspirator, lalu ditimbang seksama pada nera-ca analitik, kemudian dimasukkan dalam abrasive tester. Pengujian dilakukan selama empat menit atau sebanyak 100 putaran. Tablet dikeluarkan dari alat, lalu dibebasdebukan lagi, kemudian ditimbang. Kerapuhan tablet dinyatakan dalam selisih berat tablet sebelum dan sesudah pengujian dibagi berat mula -mula dikalikan 100 %.
d.
Kekerasan Tablet
17
Sebuah tablet diletakkan pada ujung alat dengan posisi vertikal. Pemutaran dihentikan sampai tablet pecah/hancur. Skala yang terbaca pada saat tablet pecah/hancur menunjukkan kekerasan tablet dalam satuan N ("Newton), e.
Waktu hancur Tablet dan kapsul (disintegration test)
Sebanyak lima buah tablet/kapsul dimasukkan ke daJam alat uji waktu hancur (disintegration tester). Setiap tabung diisi satu tablet, kemudian dimasuk-kan ke dalam penangas air dengan temperatur 37°C+2°C. Ketinggian permukaan air penangas sama dengan posisi lubang ayakan pada bagian bawah alat pada saat tabung naik dalam ke-dudukan tertinggi. Alat dijalankan sampai semua fraksi pecahan tablet lewat ayakan yang terletak pada bagian bawah alat, lalu dicatat waktu yang diperlukan sebagai waktu hancur tablet/kapsul.
10. Uji keamanan dan khasiat Kapsul, tablet dan Teh. Perlakuan sebelum uji aktivitas Sebelum penelitian dimulai tikus galur Wistar jantan dan betina dengan bobot badan 180 250 g, diaklimatisasi selama 7 hari, dipelihara di laboratorium farmakologi eksperimental Laboratorium Terpadu B2P2TOOT Tawangmangu pada ruangan berukuran 3x3 m pada temperatur 2I-24°C dan kelembaban ± 70%. Tikus ditempatkan dalam kandang berbahan plastik, berukuran 40x25x15 cm, beralaskan sekam, setiap kandang diisi 3 ekor dengan jenis kelamin yang sama. Tikus diberikan minum secara ad libitum dan diberikan makan berupa pellet sebanyak 35 g/ hari. Sekam diganti setiap hari senin dan kamis. Jumlah sampel yang digunakan ditentukan besarnya dengan rumus Federer yaitu (t-l)(n-l) > 15, dimana t = perlakuan, n = jurnlan ulangan. (5-1 >(n-1) > 15; 4 (n-1) > 1 5 ; 4n-4 > 15; 4n > 19; n > 4,75. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka jumlah sampel yang diperlukan minimal 5 ekor tikus tiap kelompok perlakuannya. Dalam penelitian ini. digunakan
6
ekor tikus untuk tiap kelompok perlakuan
terdiri dari 3 ekor jantan dan 3 ekor betina. Tikus yang dibutuhkan sejumlah 106 ekor dengan penggunaan sebagai berikut; 36 ekor untuk uji aktivitas jamu asam urat. 30 ekor untuk uji toksisitas akut. 30 ekor untuk uji toksisitas subkronis, dan
10
ekor untuk menyediakan tikus pengganti apabila ada kondisi
yang tidak sesuai (sakit, mati), a. Uji Toksisitas akut Uji ini dilakukan pada sediaan kapsul, tablet dan teh. Prinsipnya pemberian suatu bahan uji secara oral dengan berbagai dosis pada hewan coba kemudian
18
diobservasi adanya gejala toksik/keraeunan dan kematian hewan coba. Uji toksisitas akut bertujuan untuk menetapkan nilai LD 50 dan menentukan organ sasaran yang mungkin rusak, efek toksik spesifik dan petunjuk dosis terapi. Sebelum pemberian bahan uji : masing-masing tikus ditimbang kemudian dipuasakan selama s-12 jam. Selanjutnya, 30 ekor tikus dibagi dalam 5 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 3 ekor tikus jantan dan 3 ekor tikus betina Kelompok 1
: kelompok kontrol negatif, diberikan akuades 1 ml
Kelompok 2
:
kelompok kontrol
positif,
diberikan
rebusan
jamu antihiperurisemia, 135 mg/250 BB tikus Kelompok 3
:
kelompok tablet, diberikan tablet jamu antihiperurisemia 135 mg/250 g BB tikus Kelompok 4
:
kelompok
kapsul,diberikan kapsul jamu antihiperurisemia 135 mg/250 g BB tikus Kelompok 5 : Kelompok teh, diberikan seduhan teh jamu antihiperurisemia 135 /250 g BB tikus Bahan uji diberikan secara oral menggunakan spuit peroral (cara WHO) untuk sekali pemberian, bila dosis terlalu besar dapat diberikan beberapa kali namun tetap dalam satu hari. Cara pemberian bahan uji secara peroral: Tikus dangkat pada pangkal ekornya dengan tangan kanan. Lalu diletakkan tangan kiri di belakang punggung kea rah kepala, lalu disisipkan kepala antara jari telunjuk dan jari tengah. Sedangkan jari lain diselipkan di sekitar perut, sehingga kaki depan, kiri dan kanan berselip di antara jari -jari. Tikus juga dapat dipegang dengan cara menjepit kulit kepala pada tengkuknya. Sesuai Gambar (Anonim, 2014)
19
Setelah dipegang tengkuk, mulut dibuka, disekat dengan mouth blok, lalu dimasukkan spuit oral yang berisi tablet, ataupun kapsul jamu antihiperurisemia. Sedangkan untuk pemberian seduhan teh jamu antihiperurisemia, digunakan sonde oral. Pada hari ke-0 dan ke-14 dilakukan pengambilan sampel darah sebanyak 2 cc dari retro orbital plexus menggunakan pipa kapiler. Darah disentrifuse, serum diambil dan diperiksa ureum kreatinin dan SGOT SGPT di laboratorium Rumah Riset Jamu B2P2TOOT. Penentuan LD50: Penentuan LD50 (dosis yang menyebabkan kematian 50% hewan uji) menggunakan analisa probil. Apabila tidak teijadi kematian hewan coba, maka hasil toksisitas akut dapat ditentukan dosis terbesar tersebut sebagai nilai LD 50 semu.
Tabel Transformasi dari Persen ke Angka Probit %
0
I
2
3
4
5
0
7
8
0
30 40 60 60 70 80 00 —
3.72 4.10 4.48 4.76 6.00 5.26 6.62 5.84 0.28 0.0'
2.07 3.77 4.10 4.50 4.77 6.03 6.28 5.55 6.88 0.34 0.1
2.06 3.82 4.23 4.53 4.80 6.06 6.31 5.68 6.02 0.41 0,2
3.12 3.87 4.20 4.50 4.82 5.08 5.33 5.61 5.05 0.48 0.3
3.25 3.02 4.20 4.50 4.86 6.10 6.30 6.04 6.00 0.55 0.4
3.30 3.00 4.33 4.01 4.87 5.13 6.30 6.07 0.04 0.04 0.6
3.45 4.01 4.30 '4.04 4.00 5.16 6.41 5.71 0.08 0.75 0,0
3.52 4.05 4.30 4.07 4.02 6.18 5.44 6.74 0.13 0.88 0.7
3.59 4.08 4.42 4.00 4.05 6.20 6.47 5.77 0.18 7.06 0.8
3.66 4.12 4.45 4.72 4.07 6.23 5.50 5.81 0.23 7.33 0.0
00
7.33
7.37
7.41
7.40
7.01
7.58
7.05
7.76
7.88
8.00
0 10 20
b. Uji Toksisitas Subkronis Uji dilakukan pada sediaan tablet, kapsul dan teh jamu antihiperurisemia. Tujuan dari uji ini adalah melihat efek toksik bahan uji yang diberikan sekali setiap hari selama 3 bulan, untuk melihat perubahan karena akumulasi, toleransi, metabolisme dan kelainan khusus pada organ tertentu. 30 ekor tikus dibagi dalam 5 keloir A, etiap kelompok terdiri dari 3 ekor tikus jantan dan 3 ekor tikus betina Kelompok 1
: kelompok kontrol negatif, diberikan akuades 1 ml
Kelompok 2
: kelompokkontrolpositif, diberikan rebusan jamu antihiperurisemia. 135 mg/250 BB tikus
20
Kelompok 3
: kelompok tablet,
diberikan tablet jamu
antihiperurisemia
135 mg/250 g BB tikus Kelompok 4
: kelompok kapsul, diberikan kapsul jamu antihiperurisemia 135 mg/250 g BB tikus
Kelompok 5
: Kelompok teh, diberikan seduhan teh jamu antihiperurisemia 135 mg/250 g BB tikus
Bahan uji diberikan secara oral menggunakan spuit peroral (cara WHO) untuk sekali pemberian, bila dosis terlalu besar dapat diberikan beberapa kali namun tetap dalam satu hari. Cara pembe rian bahan uji secara peroral: Tikus dangkat pada pangkal ekornya dengan tangan kanan. Lalu diletakkan tangan kiri di belakang punggung kea rah kepala, lalu disisipkan kepala antara jari telunjuk dan jari tengah. Sedangkan jari lain diselipkan di sekitar perut, sehingga kaki depan, kiri dan kanan berse lip di antara jari-jari. Tikus juga dapat dipegang dengan cara menjepit kulit kepala pada tengkuknya. Sesuai Gambar (Anonim, 2014)
Setelah dipegang tengkuk, mulut dibuka, disekat dengan mouth blok, lalu dimasukkan spuit oral yang berisi tablet, ataupun kapsul jamu antihiperurisemia. Sedangkan untuk pemberian seduhan teh jamu antihiperurisemia, digunakan sonde oral. Pada hari ke-45 dan ke-90 dilakukan pengambilan sampel darah sebanyak 2 cc dari retro orbital plexus menggunakan pipa kapiler. Darah disentrifuse, serum diambil dan diperiksa ureum kreatinin dan SGOT SGPT di lab. Rumah Riset Jamu B2P2TOOT. Perlakuan setelah uji aktivitas dan toksisitas Setelah selesai masa percobaan, tikus dikorbankan dengan cara inhalasi menggunakan kloroform (CHCh). Toples kaca bertutup rapat disiapkan, kemudian masukkan kapas dan tuang kloroform sampai seluruh
21
kapas terbasahi, tutup toples rapat-rapat. Tikus ditempatkan kedaJam toples sampai mati. Periksa denyut jantung, apabila tidak teraba berarti tikus telah mati. Semua organ meliputi jantung, ginjal, liver, paru paru, diamati secara makroskopis. Sedangkan untuk jaringan liver dibuat preparat mikroskopis. Sebagian hewan coba dibiarkan hidup selama 2 minggu untuk mengetahui apakah sifat toksik bahan uji bersifat reversibel. Hewan uji yang dibiarkan hidup tersebut adalah yang diberi dosis terbesar dan kontrol. Ti kus yang telah mati selanjutnya di bakar d i dalam incenerator c.
Uji Khasiat antihiperuricemia 42 ekor tikus putih dibagi menjadi 7 kelompok (masing-masing 3 ekor tikus jantan dan 3 ekor tikus betina).
Kelompok
Perlakuan
.Jumah tikus (ekor)
Normal
Diberi akuades
6
Kontrol (-)
Diberi kafein 140 mg/kg BB
6 6
Kontrol (+) Diberi kafein 140 mg/kg BB Rebusan jamu antihiperurisemia 135 mg/ 250 g BB
6
Tablet Diberi kafein 140 mg/kg BB Tablet jamu antihiperurisemia 135 mg/ 250 g BB
6
Kapsul Diberi kafein 140 mg/kg BB Kapsul jamu antihiperurisemia 135 mg/250 g BB
6
Teh Diberi kafein 140 mg/kg BB Seduhan Teh jamu antihiperurisemia 135 mg/ 250 g BB
6
Allopurinol Diberi kafein 140 mg/kg BB dan allopurinol Pengukuran Asam Urat
Bahan uji diberikan secara oral menggunakan spuit peroral (cara WHO) untuk sekali pemberian, bila dosis terlalu besar dapat diberikan beberapa kali namun 22
tetap dalam satu hari. Cara pemberian bahan uji secara peroral: Tikus dangkat pada pangkal ekornya dengan tangan kanan. Lalu diletakkan tangan kiri di belakang punggung kea rah kepala, lalu disisipkan kepala antara jari telunjuk dan jari tengah. Sedangkan jari lain diselipkan di sekitar perut, sehingga kaki depan, kiri dan kanan berselip di antara jari-jari. Tikus juga dapat dipegang dengan cara menjepit kulit kepala pada tengkuknya. Sesuai Gambar (Anonim, 2014)
Setelah dipegang tengkuk, mulut dibuka, disekat dengan mouth blok, lalu dimasukkan spuit oral yang berisi tablet, ataupun kapsul jamu antihiperurisemia. Sedangkan untuk pemberian seduhan teh jamu antihiperurisemia, digunakan sonde oral. Tikus diambil sampel darah pada hari 1. 7,14,21,28 dan 56 untuk pengujian asam urat. Darah diambil dari bagian plexus retroarbital tikus sebanyak 1,5 ml. Darah dimasukkan dalam tabung hematokrit, disentrifuse selama 10 menit, hingga serum terpisah. Serum diambil diperiksa kadar asam uratnya menngunakan reagen kit asam urat. Semua data kadar asam urat total serum darah sebelum dan sesudah perlakuan yang diperoleh, dibandingkan dengan penurunan kadar asam urat kelompok tablet, kapsul dan teh, selanjutnya dibuat rata-rata dan dianalisa. d. Histologi Tikus dieutanasia menggunakan CHC13. Pada hari ke 90, setelah tikus di euthanasia, selanjuntnya tikus diambil jaringan liver dimasukkan dalam formalin bufTer fosfat 10% dan dilakukan decalsifikasi menggunakan asam format 5% selama 72 jam. irisan frontal diproses menggunakan hemocilin-eosin slides dan diuji dibawah mikroskop. Setelah selesai percobaan, tikus selanjurnya di bakar didalam incenerator. Analisis Data 1) . Data kuantitatif yang diperoleh dari uji aktivitas gastroprotektor dan toksisitas subkronis dianalisa secara statistik : uji kenormalan menggunakan metode
23
distribusi frekuensi. Apabila data yang diperoleh terdistribusi normal, dan variasi homogen dilakukan analisa sidik ragam (ANOVA). Apabila data yang diperoleh tidak normal dan atau varian tidak homogen, maka data dianalisa secara statistik non parametrik yaitu dengan metode Friedman dan dilanjutkan dengan uji berganda Friedman. 2) . Penentuan LD50 (dosis yang menyebabkan kematian 50% hewan uji) menggunakan probit. Apabila tidak teijadi kematian hewan coba, maka hasil toksisitas akut dapat ditentukan dosis terbesar tersebut sebagai nilai LD50 semu.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Standarisasi Simplisia Simplisia yang menjadi bahan baku jamu antihiperurisemia, diperoleh dari Laboratorium Pasca panen B2P2TOOT. Adapun data kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol, ditampilkan pada gambar 1.
Gambar 1 Kadar Sari Larut Etanol dan Kadar Sari Larut Air Simplisia Jamu Antihiperurisemia Simplisia sebagai suatu bahan yang akan mengalami proses lanjutan atau langsung dikonsumsi harus memiliki standarisasi. Hal ini penting sebagai acuan mengenai segala sesuatu mengenai cara penggunaan simplisia. Karena simplisia yang berasal dari bahan alam biasanya memiliki keragaman, terutama dalam kandungan zat aktifnya. Sehingga agar didapatkan mutu dan kualitas yang sama pada semua konsumen, standar penggunaan simplisia sangat diperlukan. Standarisasi merupakan hal yang penting untuk simplisia dan ekstrak yang akan digunakan atau dikonsumsi. Parameter standar merupakan suatu metode standarisasi untuk menjaga kualitas dari suatu simplisia maupun ekstrak. Parameter
24
standar meliputi parameter standar spesifik dan parameter standar non spesifik, yang diujikan terhadap simplisia dan ekstrak. Salah satu parameter standar spesifik untuk pengujian standar simplisia adalah penetapan kadar sari pada pelarut tertentu Kadar sari larut air dan etanol merupakan pengujian untuk penetapan jumlah kandungan senyawa yang dapat terlarut dalam air (kadar sari larut air) dan kandungan senyawa yang dapat terlarut dalam etanol (kadar sari larut etanol). (Ditjen POM, 2000). Pada penentuan kadar sari larut air, simplisia terlebih dahulu dimaserasi selama ± 24 jam dengan air. Sedangkan pada penentuan kadar sari larut etanol, simplisia terlebih dahulu dimaserasi selama ± 24 jam dengan etanol (95 %), Hal ini bertujuan agar zat aktif yang ada pada simplisia dapat terekstraksi dan tertarik oleh pelarut tersebut. Ketika penentuan kadar sari larut air, simplisia ditambahkan kloroform terlebih dahulu, penambahan kloroform tersebut bertujuan sebagai zat antimikroba atau sebagai pengawet. Karena apabila pada saat masrasi hanya air saja, mungkin ekstraknya akan rusak karena air merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba atau dikhawatirkan terjadi proses hidrolisis yang akan merusak ekstrak sehingga menurunkan mutu dan kualitas dari ekstrak tersebut. Sementara pada penentuan kadar sari larut etanol tidak ditambahkan kloroform, karena etanol sudah memiliki sifat antibakteri jadi tidak perlu ditambahkan kloroform. Dari Gambar 1. Terlihat bahwa sebagian besar simplisia memiliki nilai kadar sari larut air lebih besar dibandingkan nilai kadar sari larut dalam etanol. Fenomena ini menguntungkan, mengingat prose ekstraksi yang nantinya akan dilakukan adalah ekstraksi dengan penyari air. Parameter kadar abu merupakan pernyataan dari jumlah abu fisiologik bila simplisia dipijar hingga seluruh unsur organik hilang. Abu fisiologik adalah abu yang diperoleh dari sisa pemijaran (Depkes RI, 2000). Abu adalah residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari bahan menunjukkan : kadar mineral, kemurnian dan kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Prinsip dari penetuan kadar abu ialah ditetapkan dengan menimbang sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu sekitar 550°C. Penetapan fisis dari sediaan jamu (simplisia) dilakukan berupa penetapan kadar abu sisa pemijaran (kadar abu total) dan kadar abu yang tidak larut dalam asam (Anonim, 2007). Kadar abu diperiksa untuk menetapkan tingkat pengotoran oleh logam-logam dan silikat
25
(Anonim, 2007). Kadar abu total (sisa pemijaran) dan abu yang tidak dapat larut dalam asam dapat ditetapkan melalui metode yang resmi. Dalam hal ini terjadi pemijaran dan penimbangan, total abu kemudian dididihkan dengan asam klorida, disaring, dipijarkan dan ditimbang abu yang tidak larut dalam asam dimaksudkan untuk melarutkan kalsium karbonat, alkali klorida sedangkan yang tidak larut dalam asam biasanya mengandung silikat yang berasal dari tanah atau pasir. Jumlah kotoran, tanah, tanah liat dan lain-lain yang terdapat dalam sample uji disebut sebagai zat anorganik asing yang terbentuk dalam bahan obat atau melekat pada bahan obat pada saat pencampuran (Anonim, 2007).
Gambar 2 . Kadar Abu Total dan Kadar Abu Tak Larut Asam Simplisia Jamu Antihiperurisemia Dari gambar 2 terlihat bahwa nilai kadar abu total simplisia, lebih tinggi dari nilai kadar abu tak larut asam, meskipun terdapat dua simplisia dengan kadar abu tak larut asam relatif tinggi yaitu tempuyung (6,13%) dan daun kepel (4,09%).
3. Standarisasi Ekstrak Rendemen ekstrak. Rendemen ekstrak diperoleh dari perbandingan antara ekstrak kering yang diperoleh dibandingkan dengan bahan bakunya di kalikan 100%. Rendemen ekstrak air ramuan jamu antihiperurisemia ditunjukkan pada gambar 3.
26
Gambar 3 Rendemen ekstrak air jamu antihiperurisemia Dari gambar 3 terlihat bahwa, rendemen ekstrak air jamu antihiperurisemia adalah 21,83%. Hal ini berarti bahwa 1 g serbuk ramuan jamu ~ 0,218 g ekstrak air.
Kadar Sari Larut air dan Kadar Sari Larut Etanol Ekstrak air jamu antihiperurisemia. Parameter ini perlakuannya sama seperti perlakuan penetapan kadar sari pada simplisia. Adapun hasilnya, ditampilkan pada gambar 4.
Gambar 4 Kadar Sari Lart Air dan Etanol Ramuan Teh dan Ekstrak air Jau Antihiperurisemia
Dari gambar 4 terlihat bahwa kadar sari larut air ekstrak jamu antihiperurisemia relatif tinggi (57,05%) dibandingkan ramuan tehnya (13,38%). Hal ini menunjukkan kelarutan ekstrak air jamu antihiperurisemia relatif besar dalam air.
27
Kadar Abu Total dan Kadar Abu Tak Larut Asam. Penetapan parameter ini. sama seperti penetapan parameter kadar abu pada simplisia. Adapun hasilnya, ditampilkan pada gambar 5.
Gambar 5 Kadar Abu Total dan Kadar Abu Tak Larut Asam Ramuan teh dan Ekstrak Air Jamu antihiperurisemia
Dari gambar 5, terlihat bahwa nilai kadar abu total dan kadar abu tak larut asam ekstrak air lebih tinggi jika dibandingkan dengan ramuan tehnya. Hal ini dikarenakan ekstrak berisi sari simplisia. sehingga kandungan zat dalam ekstrak relatif tinggi, jika dibandingkan dengan simplisia sebagai bahan ba kunya, sehingga berimbas pada kadar abunya.
4. Penentuan kesetaraan dosis secara spektrofotometri
Gambar 6 Absorbansi rebusan jamu menggunakan panci stainless stell, kuali tanah, seduhan ekstrak air, dan seduhan simplisia jamu antihiperurisemia pada 540 nm.
28
Penentuan kesetaraan dosis secara spektrofotometri, merupakan langkah terobosan untuk menjembatani ketiadaan beberapa marker simplisia. Penentuan kesetaraan dosis dengan metode ini di dasarkan pada absorbansi sampel pada panjang gelombang 540 nm. Dari percobaan ini diketahui bahwa, perbedaan alat perebus, memberikan perbedaan absorbansi. Absorbansi tertinggi diperoleh dari jamu yang direbus menggunakan panci stainless stell. Sedangkan absorbansi jamu yang direbus dengan kuali tanah relatif lebih rendah. Hal ini teijadi karena, panci stainless stell memilik ketebalan dinding yang relatif seragam, sehingga distribusi panas lebih merata. Adapun kuali tanah, memiliki ketebalan dinsing yang bervariasi, sehingga distribusi panas kurang merata, yng mengakibatkan proses ekstraksi menjadi kurang maksimal. Berdasarkan hal tersebut, selanjutnya dibuat kisaran dosis jamu, dimana jamu yang direbus deng an panci stainless stell merupakan dosis tertinggi, sedangkan jamu yang direbus dengan kuali tanah adalah dosis terendah. 5.
Kromatografi lapis tipis. Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit-analit dalam sampel terdistribusi
antara 2 fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metode krimatografi planar, dengan fase diam berupa lapisan yang seragam pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium atau plat plastik. Fase gerak sebagai pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending) atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descensing). Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 |ojn. Semakin kecil ukuran partikel fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam ha efisiensi dan resolusinya. Kromatografi Lapis Tipis Kineija Tinggi (KLT-KT), dimaksudkan untuk mendapatkan pemisahan hasil analisis yang lebih baik dibandingkan KLT biasa. Hasil orientasi KLT Kuersetin. menggunakan plat Silikagel KLT -KT, fase gerak Toluen:Etil asetat (70:30) ditampilkan pada gambar 7.
29
Gambar 7 Orientasi Kromatogram Kuercetin secara KLT Silikagel GF 254, fase gerak Toluen:EtiI asetat (70:30) Dari gambar 7 terlihat bahwa, kuercetin sebagai larutn baku pembanding, tidak menampilkan noda pada plat kromatografi. Hal ini berarti bahwa, kuersetin, tidak bisa dideteksi secara kromatografi menggunakan plat silikagel KLT-KT, fase gerak Toluen:Etil asetat (70:30). Hal ini dikarenakan kueretin sebagai senyawa flavonoid, memerlukan AlCb, sebagai senyawa komplek berwarna kuning, yang selanjutnya ibaca absorbansinya pada 430 nm. Sehingga, untuk selanjutnya penetapan kadar flavonoid total yang dihitung sebagai kuersetin, dilakukan secara spektrofotometri. Adapun penetapan kadar kurkuminoid pada sampel uji. dapat dilakukan secara KLT-KT. menggunakan fase diam dan fase gerak yang sama. Kromatogram ditampilkan pada gambar 8 .
30
m
Gambar 8 Kromatogram Kurkuminoid secara KLT Silikagel GF 254, fase gerak Toluen:EtiI asetat (70:30)
Dari gambar 8 terlihat bahwa kurkuminoid sebagai standar muncul sebagai bercak berwarna gelap pada UV 245 nm dan berwarna kuning berpendar pada UV 366 nm. Sehingga untuk selanjutnya, penetapan kadar kurkuminoid dilakukan dengan KLT-KT. Dari gambar
8
terlihat bahwa bercak noda kuning berpendar
identik dengan kurkuminoid muncul pada sampel temulawak, kunyit dan ramuan jamu. Adapun esktrak jamu, bercaknya relatif tipis, sehingga tidak terbaca pada scanner KLT.
6. Penetapan Kadar Total Flavonoid secara spektrofotometri. Penetapan kadar total flavonoid yang dihitung sebagai kuersetin, dilakukan secera spektrofotometri. Adapun kurva baku kuersetin ditampilkan pada gambar 9.
31
Gambar 9 Kurva Baku Kuersetin Dari kurva baku tersebut, diperoleh persaman garis linier Y=0,0715x + 0,0231, dengan nilai r= 0,9962. Dari persamaan garis tersebut, dihitung kadar flavonoid total simplisia dan ekstrak. Hasil pembacaan, ditampilkan pada gambar 10 dan 11.
Gambar 10 Kadar Flavonoid Total Simplisia, dihitung sebagai Kuersetin
32
Gambar 11 Kadar Flavonoid total ekstrak air dan ramuan jamu dihitung sebagai Kuersetin
7. Penetapan Kadar Kurkuminoid secara KLT-KT Profil kromatogram kurkuminoid pada panjang gelombang 425 nm terlihat pada gambar gambar 12
Gambar 12 Profil Scan absorbansi Kurkuminoid secara KLT pada A. 425 nm Adapun kurva baku kurkuminoid ditampilkan pada Gambari3. Dari kurva baku tersebut diperoleh persamaan garis Y= 4199x + 380,51 dengan r = 0,9677.
33
Gambar 13 Kurva baku kurkuminoid secara KLT
Dari persamaan garis tersebut, selanjutnya dihitung kadar kurkuminoid sampel. Adapaun hasil penetapan kadar kurkuminoid terlihat pada gambari 4. Grafik pada gambar 14 memperlihatkan kunyit memiliki kandungan kurkuminoid lebih tinggi dibandingkan temu lawak, sehingga kandungan kurkuminoid pada serbuk ramuan jamu juga ikut meningkat. Laporan dari Kertia mengatakan kurkumin memiliki kemampuan melindungi fungsi hati, saluran cerna, ginjal serta menurunkan profil lipid dan radikal bebas (Kertia dkk, 2000). Secara in vivo pemberian kurkumin mampu memelihara integritas jaringan dengan menurunkan kerusakan tubuler dan inflamasi interstisiil ginjal akibat aklusi arteri dan perbaikan kreatinin serum pada kelompok terapi secara bermakna dibanding dengan kontrol (Santoso, 2000).
Gambar 14 Kadar kurkuminoid serbuk Temulawak, Kunyit dan Serbuk Ramuan Jamu (Teh)
34
8. Pembuatan Tablet, Teh dan Kapsul Jamu antihiperurisemia. Berdasarkan ramuan jamu antihiperurisemia yang telah lolos uji klinis, disusun ramuan seperti ter tera pada tabel 1 , Tabel 1 Komposisi Ramuan Jamu Antihiperurisemia
Simplisia
Bobot (g)
Secang Kepel
3 5
Tempuyung
2
Temu lawak
3
Kunyit
3
Echinacea
3
TOTAL BOBOT
19
Dari ramuan tersebut pada tabel 1, dibuat rebusan dengan menggunakan panci stainless stell, kuali tanah dan seduhan. Ekstrak air yang diperoleh dibaca serapannya dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 540 nm, sehingga diperoleh kesetaraan dosis, seperti tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Dosis Tablet, Kapsul dan teh Jamu, satu kali minum, berdasarkan kesetaraan dosis secara spektrofotometri
Bentuk Sediaan
Dosis pada manusia
Tablet Kapsul
1200 1200
Teh
Dosis pada tikus
mg mg
21.6 21,6
4000 mg
mg mg
72 mg
Dari kesetaraan dosis tersebut, dibuat tablet, teh dan kapsul. Adapun komposisi tablet yang dibuat, seperti tertera pada Tabel 3.
Tabel 3 Komposisi Tablet Jamu antihiperurisemia
Komposisi
Bobot (mg)
Ekstrak Air Jamu antihiperurisemia Explotab
518,4 51,84
PVP
25.92
Mg Stearat
1,14
Talk
4,56 601,86
Bobot total/tablet 35
Tablet yang dibuat selanjutnya diuji secara fisika. Adapun hasil ujinya tertera pada Tabel 4.
Tabel 4 Parameter Fisika Tablet Jamu Asam Urat Pengujian Organoleptis • Bentuk • Wama
Hasil Tablet Coklat tua
• Bau
Khas
• Rasa
Pahit
Kekerasan Tablet
6,92±0,34
Kerapuhan Tablet
0,89±0,1
Bobot tablet rata-rata Waktu hancur
594,2±26,4 12,89±Q,49
Keseragaman Bobot
Tidak satu tablet pun yang bobotnya kurang dari 534,8 mg dan tidak datu tabletpun yang bobotnya melebihi 653,6 mg
9. Pengujian Toksisitas Akut Bentuk sediaan tablet, teh dan kapsul selanjutnya diuji toksisitas akut pada tikus Wistar jantan dan betina. Pengamatan uji toksisitas akut dilakukan selama 14 hari pengamatan. Adapun hasil pengamatan Uji Toksisitas akut tertera pada tabel 5.
Tabel 5 Pengamatan Uji Toksisitas Akut Bentuk Sediaan
Dosis sehari
I Tikus yang diuji
S Tikus mati dalam 14 hari
(mg/ekor) Kontrol Tablet DI
129,6
6 6
ekor ekor
0 0
Tablet D2
194,4
6
ekor
0
Tablet D3
259,2
6
ekor
0
Teh DI
432
6
ekor
0
Teh D2
648
6
ekor
0 0
864
6
ekor
Kapsul DI
129,6
6
ekor
l
Kapsul D2
194,4
6
ekor
-
Kapsul D3
259,2
6
ekor
-
Teh D3
• LD» semu untuk tablet jamu antihiperurisemia adalah 1296 mg/kg BB • LD50 semu untuk teh jamu antihiperurisemia adalah 4320 mg/kg BB
36
Pada uji toksisitas akut bentuk sediaan kapsul, tikus yang diberi kapsul dosis terendah mati, karena sulit menelan kapsul, sehingga percobaan menggunakan kapsul tidak dilanjutkan. Pengamatan berat badan tikus selama pengujian ditampilkan pada gambar 12. Dari gambar tersebut terlihat bahwa pertambahan berat badan tikus teijadi di semua perlakuan. Hal ini berarti bahwa, pemberian tablet dan teh jamu antihiperurisemia tidak mempemgaruhi pertumbuhan tikus.
Gambar 12 Grafik petumbuhan tikus selama pengujian toksisitas akut
Uji kadar Ureum & Kreatinin plasma. Selain parameter pertumbuhan tikus, dilakukan juga pengujian terhadap biokimia darah. Pengujian tersebut meliputi kreatinin, ureum. SGOT dan SGPT. Pengujian dilakukan sebelum pemberian tablet dan teh jamu antihiperurisemia, serta 14 hari setelah pemberian jamu antihiperurisemia. Konsentrasi kreatinin dalam plasma pada individu sehat pa umumnya konstan, tidak terpengaruh oleh jumlah air yang diminum, beban keija dan kecepatan produksi urin. Oleh karena itu, kenaikan kadar kreatinin dalam plasma selalu mengindikasikan adanya penurunan eksresi yang disebabkan oleh adanya gangguan fungsi ginjal (Anonim, 2006 a). Prinsip kedua adalah bahwa urea merupakan produk akhir proses katabolisme asam amino. Pada proses pemecahan asam amino akan terbentuk senyawa amoniak yang toksis. Selanjurnya senyawa amonia ini akan diubah menjadi senyawa yang tidak toksik, yaitu dalam bentuk urea melalui siklus pembentukan urea. Urea dalam darah akan di reabsorbsi ke dalam medula ginjal dan akan segera
37
dieksresikan melalui urin. Keberadaan urea dalam darah, dan urea dalam urin dapat digunakan untuk mengetahui efektifitas fungsi ginjal. Pada kondisi gangguan fungsi ginjal, konsentrasi urea plasma akan meningkat karena adanya penurunan filtrasi glomerulus (Anonim, 2006b). Perubahan kadar kreatinin plasma ditampilkan pada tabel 6 . Tabel 6 Rata-rata perubahan kadar Kreatinin pada uji Toksisitas akut
Kelompok Perlakuan
Mean ± SD*
Kontrol Tablet DI Tablet D2
0,4650 0,5083 0,4433
P 95%
± 0,998 ± 0,063 ± 0,097
0,603 0,658
Tablet D3
0,4267
±0 , 1 1 7
Teh DI
0,3433
± 0,071
Teh D2
0,3667
± 0,064
Teh D3
0,5550 ± 0,094
0,385
0,100 0,900 0,213
* Jumlah Tikus Uji: 6 ekor (3 jantan & 3 betina)
Dari tabel 5 terlihat bahwa, tetjadi perubahan kadar kreatinin pada sebelum dan setelah uji toksisitas akut pada 14 hari pengamatan. Namun perubahan tersebut tidak bermakna jika dibandingkan dengan perubahan kadar kreatinin tikus kontrol P 95%. Hal ini dikuatkan dengan hasil anova pada tabel 7, yang menunjukkan tidak ada pengaruh yang bermakna antara kelompok bentuk sediaan dan dosis terhadap perubahan kadar kreatinin darah tikus, dengan nilai signifikansi > 0,05.
Tabel 7 Anova Perubahan Nilai Kreatinin pada Toksisitas Akut
Tests of Batwaen-Subiacts Effects Dependent Vanabfe.delta Kraatnin Source Corroded Model Intercept ' Kelompok dosis Kelompok ' dosis Error Total Corrected Total
T>pe IN Squares
Sum
of
Mean Square
At
F
Slg.
.088* 1.238
8 1
1,238
.011
.695 75.750
.855 ,000
,003 .003
1 2
.003 ,002
,196 .094
.860 .910
.061
2
,031
1.B79
,168
.018
£72
35
1.980
42
.640
41
a. R Squared = ,108 'Adjusted R Squared = -,047)
38
Kadar Ureum plasma ditunjukkan pada Tabel 8. Dari tabel 8 terlihat bahwa terdapat perubahan kadar ureum pada kelompok tikus yang diberi tablet dosis 1 -3 serta teh dosis 1-3, namun perubahan tersebut tidak bermakna jika dibandingkan dengan perubahan yang terjadi pada kelompok kontrol, karena nila p> 0,05 dengan taraf kepercayaan 95%.
Tabel 8 Rata-rata perubahan kadar Ureum pada uji Toksisitas akut P 95%
Kelompok Perlakuan
Mean ± SD*
Kontrol
0,4650 ± 0,998
Tablet DI
0,5083 ± 0,063
0,385
Tablet D2
0,4433 ± 0,097
0,603
Tablet D3
0,4267 ± 0 , 1 1 7
0,658
Teh DI
0,3433 ±0,071
0,100
Teh D2
0,3667 ± 0,064
0,900
Teh D3
0,5550 ± 0,094
0,213
* Jumlah Tikus Uji: 6 ekor (3 jantan & 3 betina)
Data tersebut dikuatkan dengan anova pada tabel 9, yang memperlihatkan tidak ada pengaruh bermakna bentuk sediaan tablet ataupun teh, serta dosis pemberian terhadap perubahan kadar ureum dalam plasma, ditunjukkan dengan nilai signifikansi > 0,05 dan taraf kepercayaan 95%.
Table 9 Anova Perubahan Kadar Ureum pada Toksisitas Akut Ttsts of
Dependent Variable delta Ureum
Source
Type III Sum of Squares
Mean Square
239,571* 2815,350
6
84 028 16,187
1
2
105,056
Error Total Corrected Total
Corrected Model Intercept Bentuksediaan dosis Bentuksediaan * dosis
Sig,
1,590
.179
112,102
.000
84,028 8.083
3,346 ,322
,076 .727
2
52,528
2,092
,139
879,000 4002,000
35 42
25,114
1118,571
41
1
a. R Squared * ,214 (Adjusted R Squared * ,079} 39
39.929 2815,350
F
Uji kadar SGOT dan SGPT. Transaminase adalah sekelompok enzim yang bekerja sebagai biokatalisator dalam proses pemindahan gugus amino antarasuatu asam alfa amino dengan asam alfa keto (Husadha, 1991). Alanin amino transferase (ALT) atau Serum GItamic Pyruvic Transaminase (SGPT) dan Aspartat amino transferase (AST) atau Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) terdapat dalam jumlah besar di hepatosit (Latu, 1991). Serum transaminase adalah indikator yang peka pada kerusakan sel-sel hati. SGOT atau AST adalah enzim sitosolik, sedangkan SGPT atau ALT adalah enzim mikrosomal. Kenaikan enzim-enzim tersebut meliputi kerusakan sel-sel hati oleh virus, obat-obatan atau toksin yang menyebabkan hepatitis, karsinoma metastatik, kegagalan jantung, dan penyakit hati granulomatus dan yang disebabkan oleh alkohol. Rata-rata perubahan kadar SGOT pada uji toksisitas akut ditunjukkan pada tabel 10. Dari tabel 10 terlihat adanya perubahan nilai SGOT antara hari ke-0 dan hari ke-14 paska uji toksisitas akut. Perubahan tertinggi teijadi pada kelompok kontrol yang hanya menerima akuades selama 14 hari pengujian. Sedangkan kelompok tablet dosis 1-3 dan teh dosis 1-3 juga terjadi perubahan, namun perubahan tersebut tidak bermakna jika dibandingkan dengan perubahan pada tikus kontrol denga signifikansi a > 0.05, taraf kepercayaan 95%. Hasil penelitian Goenarwo, dkk (2009), dijelaskan bahwa air perasan kunyit (Curcuma domestica Val) mampu melindungi sel-sel hati dari zat toksik yang ditandai dengan menurunnya kadar SGOT. SGPT dan bilirubin total pada tikus yang diinduksi parasetamol.
Tabel 10 Rata-rata perubahan kadar SGOT pada uji Toksisitas akut Kelompok Perlakuan
Mean ± SD*
Kontrol Tablet DI
45,83 29,33
± 23,79 ± 27,96
0,336
Tablet D2
25,50
±20,13
0,092
Tablet D3
37,00
± 19,30
0,502
Teh DI
23.83
± 11,36
0,056
Teh D2
17,33
±20,78
0,123
Teh D3
25,33
± 23,62
0,300
* Jumlah Tikus Uji: 6 ekor (3 jantan & 3 betina)
40
P 95%
Hasil uji Anova dengan tingkat kepercayaan 95% (a > 0,05) menunjukkan kelompok bentuk sediaan tablet dan teh serta dosis pemberian tidak memberikan beda yang bermakna terhadap perubahan nilai SGOT plasma (Tabel 11).
Tabel 11 Anova Perubahan SGOT pada Uji Toksisitas Akut Ttstj of
Dependent Vanable delta SGOT Source Corrected Model Intercept Kelompok dosis
df
T®« IB Sum of Squares
Mean Square 6
3214,667* 37500.000
1 1
F
Sifl.
535.778 37500,000
1,156 80,923
.000
,352
641,778 571.056
2
641,778 265.528
1,385 .616
,247 .546
57,389
2
28,694
,062
.940
Error Total
16219,167 55163,000
35 42
463,405
Corrected Total
19433833
41
Kelompok * dosis
>
a. R Squared s .165 (Adjusted R Squared B ,022)
Perubahan nilai SGPT plasma hewan uji sebelum dan sesudah uji toksisitas akut, ditampilkan pada tabel 12. Pada tabel 12. adanya perubahan kadar SGPT kelompok tablet 1-3 dan kelompok teh 1-3, namun perubahan tersebut tidak berbeda bermakna dibandingkan dengan perubahan pada kelompok kontrol (a > 0,05), taraf kepercayaan 95%.
Tabel 12 Rata-rata perubahan kadar SGPT pada uji Toksisitas akut Kelompok Perlakuan
Mean ± SD*
P 95%
Kontrol Tablet DI
20,50 ± 12,5 21,83 ± 14,55
0,876
Tablet D2
20,50 ± 11,50
Tablet D3
16,00 ± 8.53
0,566
Teh DI
8,83 ± 6.62
0,092
Teh D2
12,50 ± 10,48
0,161
Teh D3
14,00 ± 11,51
* Jumlah Tikus Uji: 6 ekor (3 jantan & 3 betina) 41
1,000
0,1
37
Hasil uji anova dengan tingkat kepercayaan 95% (a < 0,05) menunjukkan perbedaan ben tuk sediaan tablet ataupun teh memberikan perbedaan bermakna thd kadar SGPT. Sedangkan perbedaan dosis (rendah, sedang, tinggi), tidak memberikan perbedaan bermakna terhadap kadar SGPT plasma (a > 0,05; p:95%), seperti terlihat pada tabel 13. Tabel 13.
Anova perubahan kadar SGPT pada Toksisitas akut. Tests of Between Subjects Effects
Dependent Variable delta SGPT Source
Type III Sum of Squares
Corrected Model
848
Intercept Bentuksediaan
10881,067 529,000
dosis
df
810*
14 889 182,000
Bentuksediaan' dosis
Mean Square
F
6
141,468
1,153
,354
1
10881.067
88,646
,000
1
529,000
4,310
,045
2
7,444
,061
,941
2
91.000
,741
484
Error
4296,167
35
Total
16317,000
42
Stg.
122,748
Corrected Total 5144,976 41 a. R Squared ■ ,165 (Adjusted R Squared = , 022 )
10. Pengujian Toksisitas Subkronis. Pasca dilakukan uji toksisitas akut, untuk menetapkan nilai LD 50 , penelitian dilanjutan dengan pengujian toksisitas subkronis, selama 90 hari pengamatan. Dosis iamu yang diberikan nerhari. ditampilkan pada Tabel 14.
Tabel 14 Dosis Jamu pada Uji Toksisitas Subkronis
Bentuk Sediaan
Dosis sehari
Kontrol Tablet dosis rendah (1/2 x dosis)
(mg/ekor) Akuades 32,8
I Tikus yang diuji 6 ekor 6 ekor
Tablet dosis sedang (1 x dosis)
64,8
6
ekor
Tablet dosis tinggi (2 x dosis)
129,6
6
ekor
Teh dosis rendah (1/2 x dosis)
108
6
ekor
Teh dosis sedang (1 x dosis)
216
6
ekor
Teh dosis tinggi (2 x dosis)
432
6
ekor
42
Pada pengujian toksisitas subkronis, dilakukan juga pengamatan pertumbuhan tikus selama masa adaptasi hingga 90 hari pengujian. Grafik pertumbuhan tikus, ditampilkan pada gambar 13.
Gambar 13 Grafik pertumbuhan Tikus, selama pengujian Toksisitas subkronis Dari gambar 13 terlihat bahwa, kelompok tikus yang diinduksi menggunakan kofein, mengalami pertumbuhan yang stagnan, sementara kelompok lain, memiliki pertumbuhan yang terus meningkat seiring dengan pertambahan umur.
Pengujian Kreatinin dan Ureum. Pengujian terhadap kadar Ureum dan kreatinin dalam plasma dilakukan pada hari ke-0, 45 dan 90. Berdasarkan analisis repeated anova, diketahui bahwa kadar kretinin plasma tikus, tidak mengalami perubahan bermakna pada hewan kelompok kontrol, selama 90 hari pengujian, dengan nilai a > 0,05, taraf kepercayaan 95%, seperti ditampilkan pada Tabel 15. Berdasarkan data pada tabel 15, terlihat bahwa pemberian tablet jamu antihiperurisemia, dosis rendah, sedang dan tinggi, tidak menyebabkan perubahan bermakna pada kadar kreatinin plasma, dibandingkan dengan kelompok kontrol (a > 0,05; p = 95%).
43
Tabel 15. Rata-rata nilai Kreatinin hari ke-0. 45 dan 90 bentuk sediaan tablet Kelompok Hari ke-0 Kontrol Tablet dosis rendah
±0,053 0 ,487 ±0,056 0,41
Kreatinin n ± SD* Hari ke-45
P (95%) Hari ke-90
0,43±0,069 0 ,360 ±0 ,I01
0.35±0,071 0,437±0,015
0
vs 45
45
vs 90
1
vs 90
0,606
0,156
0,053
0,025
0,431
0,459 0,322 0,467
Tablet dosis sedang
0 ,472 ±0.088
0 ,415 ±0,108
0 ,420 ±0,058
0,373
0,916
Tablet dosis tinggi
0 ,42 ±0,064
0 ,507 ±0 ,I83
0 ,388 ±0.068
0,196
0,216
* Jumlah Tikus Uji: 6 ekor (3 jantan & 3 betina)
Berdasarkan data pada tabel 16. terlihat bahwa pemberian teh dosis mengakibatkan peningkatan kadar kreatinin hingga 0,488 mg/dL pada hari ke 45 (a<0,05; p = 95%), namun turun tajam ke angka normal 0.270 mg/dL pada hari ke 90 (a<0.05; p = 95%). Tren serupa teijadi juga pada kelompok tikus yang diberi teh dosis sedang dan teh dosis tinggi, seperti terlihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Rata-rata nilai Kreatinin hari ke-0, 45 dan 90 bentuk sediaan teh
Kelompok
Kreatinin |i ± SD* Hari ke-0
P (95%)
Hari ke-45
Hari ke-90
0
vs 45
45
vs 90
Kontrol Teh dosis rendah
±0,053 0,452±0,054
0,43±0,069 0 ,488 ±0,053
0,35±0,071 0 ,270 ±0,087
0,606 0,025
0,001
Teht dosis sedang
0 ,448 ±0,069
0 ,480 ±0,07
0 ,307 ±0,116
0,432
0,033
0,437±0,055
0,495±0,078
0,373±0,I07
0,015
Teh dosis tinggi
0,41
0,156
0,005
1
vs 90 0,053
0,03 0,061 0,128
* Jumlah Tikus Uji: 6 ekor (3 jantan & 3 betina)
Berdasarkan analisia anova, diketahui bahwa lama waktu pemberian jamu mempengaruhi kadar kreatinin plasma (a<0,05; p = 95%), seperti terlihat pada tabel 17. Disamping itu terdapat interaksi antara lama waktu pemberian dan bentuk sediaan yang digunakan.
44
Table 17 Anova nilai Kreatinin bentuk sediaan Tablet dan Teh pada uji toksisitas subkronis Tests of 8atween~5ubj«cts Effects
Dependant Venable Nilai KREATININ Source
Tjax ill Squares
Corrected Model Intercept
Sum
df
of
MBan Square
404' 20 00»
20
Waktu
189
Sediaan
005
Dosis
F
Sig
025 20.008
3 008 2436 906
2
084
10 278
000
1
.005
.638
.426
.012
2
.006
.744
.478
Waktu * Sediaan
128
2
064
7 817
001
Waktu * Dosis S«di«en ' Dost*
054 002
4 2
.014 001
1.8S6 116
.166 890
Waktu ' Sediaan ' Dosis
2 4«3
048
1
082
4
.020
Error
JB82
105
008
Total
23 990
128
1366
125
Corrected Tola)
000 .ooo
a R Squared - 364 (Adjusted R Squared - .243)
Berdasarkan analisis repeated anova, diketahui bahwa kadar urcaum plasma tikus, tidak mengalami perubahan bermakna pada hewan kelompok kontrol, selama 90 hari pengujian, dengan nilai a > 0,05, taraf kepercayaan 95%, seperti ditampilkanpada Tabel 18. Data pada tabel 18 memperlihatkan pemberian tablet dosis rendah.sedang dan tinggi, mampu menurunkan kadar ureum pada hari-90 secara bermakna (a<0,05; p = 95%), lebih rendah dibandingan kadar ureum pada hari ke-0 .
Tabel 18 Rata-rata nilai Ureum hari ke-0,45 dan 90 bentuk sediaan tablet
Kelompok
Ureum \i * SD*
P (95%)
Hari ke-0
Hari ke-45
Hari ke-90
± 10,43
0
vs 45
45
vs 90
1
vs 90
Kontrol Tablet dosis rendah
45,33*7.42 42 *8,58
36,17*5,53 29 *6,99
0,481
0.109
0,269
43 ,83 *6,24
0,755
0.012
0,026
Tablet dosis sedang
46 ,67 *8,04
49 ,83 *6,68
39,33*3,61
0,605
0,029
0,031
Tablet dosis tinggi
44,33*2,34
48*5,33
36,33*3.98
0,19
40
* Jumlah Tikus Uji: 6 ekor (3 jantan & 3 betina)
45
0,007
0,013
Berdasarkan analisis repeated anova, diketahui bahwa kadar ureaum plasma tikus, tidak mengalami perubahan bermakna pada hewan kelompok kontrol, selama 90 hari pengujian, dengan nilai a > 0,05, taraf kepercayaan 95%, seperti ditampilkanpada Tabel 19. Berdasarkan data pada Tabel 19, terlihat bahwa bentuk sediaan teh dosis sedang, mampu menurunkan kadar ureum secara bermakna pada hari ke 90 pengujian (a<0.05: p = 95%). Fenomena ini tidak teijadi pada tikus yang diberi teh dosis rendah dan dosis tinggi.
Tabel 19 Rata-rata nilai Ureum hari ke-0. 45 dan 90 bentuk sediaan teh Kelompok
Ureum \i ± SD*
P (95%)
Hari ke-0
Hari ke-45
Hari ke-90
0 vs 45
45 vs 90
1 vs 90
Kontrol Teh dosis rendah
40 ± 10,43 42,83±8,08
45,33±7,42 38,5±6,63
36,l7±5,53 36,33±3,98
0,481 0,351
0,109 0,337
0,269 0,209
Teh dosis sedang
44±6,13
46±7,48
29,33±7,17
0,690
0,008
0 ,0 ! 8
Teh dosis tinggi
38.83±6,88
43,67±8,26
34,5±9,22
0,399
0,008
0,474
* Jumlah Tikus Uji: 6 ekor (3 jantan & 3 betina)
Table 20 Anova nilai Ureum bentuk sediaan Tablet dan Teh pada uji toksisitas subkronis Tests of Between Subjects Effects
Dependent Vanable: Nilai UREUM Source Corrected Model Intercept Waktu Sediaan Dosis Waktu ' Sediaan
Type III Squares
Sum
of
Df
Mean Square
F
Stfl
4450.825* 188115.339
20 1
222 541 188115.339
4691 3965.226
000 .000
2590.144
2
1295 072
27 298
000
337.787 442.574
1 2
337.787 221.287
7.120 4 664
009 .011
3.352
2
1 676
035
.985
Waktu * Dosis
264.481
4
68 120
1.394
.241
Sediaan ' Dosis
84 019
2
42 009
886
.418
.734
.571
Waktu * Sediaan * Dosis
136 259
4
34.815
Error
4981.333
105
47.441
Total
215052 000
128
9432.159
125
Corrected Total
a. R Squared = .472 {Adjusted R Squared = .371)
Berdasarkan analisis anova terlihat bahwa bentuk sediaan dan dosis pemberian memberikan pengaruh bermakna terhadap kadar ureum pada pengujian toksisitas subkronis (a<0,05; p = 95%), seperti terlihat pada tabel 20 .
Pengujian SGOT dan SGPT. Pengujian terhadap kadar SGOT dan SGPT dalam plasma dilakukan pada hari ke-0, 45 dan 90. Berdasarkan analisis repeated anova, diketahui bahwa kadar SGOT plasma tikus, tidak mengalami perubahan bermakna pada hewan kelompok kontrol, selama 90 hari pengujian, dengan nilai a > 0,05. taraf kepercayaan 95%, seperti ditampilkan pada Tabel 21. Berdasarkan data pada tabel 21 terlihat adanya tren peningkatan kadar SGOT pada hari 45 pengujian pada tablet dosis rendang sedang dan tinggi (a<0,05; p = 95%), namun, kadar SGOT akan turun kembali secara bermakna pada hari ke 90 pada pemberian tablet dosis rendah dan tinggi fa<0,05; p - 95%), sedang pada pemberian tablet dosis sedang, penurunan tersebut tidak bermakna (a >0,05; p = 95%).
Tabel 21 Rata-rata nilai SGOT hari ke-0, 45 dan 90 bentuk sediaan tablet Kelompok
SGOT n ± SD*
P (95%)
Hari ke-0
Hari ke-45
Hari ke-90
0 vs 45
45 vs 90
Kontrol Tablet dosis rendah
105,67 ± 13,09 139,33± 17,78
116,50± 10,33 229,17±25,96
117,00± 12,96 162,00±22,79
0,99 0,01
0,94 0,08
0,96 0,158
Tablet dosis sedang
125,5±29,0
I89.00±33,64
I52,83± 18,53
0,01
0,41
0,66
Tablet dosis tinggi
119,5±13,19
154,00±27,33
113,00± 10,26
0,01
0,08
0,158
* Jumlah Tikus Uji: 6 ekor (3 jantan & 3 betina)
Berdasarkan data pada tabel 22, terlihat bahwa pemberian teh dosis rendah, memberikan penurunan yang bermakna kadar SGOT pada hari ke-90 (a<0,05; p = 95%), namun pemberian teh dosis tinggi justru menaikkan kadar SGOT secara bermakna pada hari ke 90 (a<0,05; p = 95%). Sedangkan pemberian teh dosis sedang, menurunkan kadar SGOT pada hari ke-90, namun penurunan tersebut tidak bermakna (a >0,05: p = 95%).
47
1 vs 90
Tabel 22 Rata-rata nilai SGOT hari ke-0,45 dan 90 bentuk sediaan teh SGOT fi ± SD* P (95%) Kelompok --------------------------------------------------------------------------------------------------------------Hari ke-0 Hari ke-45 Hari ke-90 Kontrol Teh dosis rendah Teh dosis sedang Teh dosis tinggi
45 vs 90
099
0A4
1 vs 90 0,96
105,67 ± 13,09
116,50* 10,33
144,17±19,67
I76,33±33,85
104,0±8,56
0,071
0,04
0,06
163,00±42,I9
I14,33±26,4!
0,029
0,107
0,94
161,00±33,86
136,83±20,71
0,011
0,109
0,014
!I5,I7±17,I7 I05,33±10,66
I17,00±12,96
0 vs 45
* Jumlah Tikus Uji: 6 ekor (3 jantan & 3 betina)
Berdasarkan anova pada tabel 22, terlihat bahwa lama waktu pemberian, bentuk sediaan dan dosis, memberikan pengaruh bermakna terhadap kadar SGOT (a<0,05; p = 95%). Dari tabel 22 juga terlihat adanya interaksi antara bentuk sediaan dan dosis serta lama waktu pemberian terhadap kadar SGOT (a<0,05; p = 95%).
Tablel 22 Anova nilai SGOT bentuk sediaan Tablet dan Teh pada uji toksisitas subkronis Tests of Between Subjects Effects
Dependent Vanabla.Niiai SGOT
Type III Sum or Squares
Source Corrected Model Intercept
df
Mean Square
F
Slfl.
11,467 3935,331
,000 ,000
125634.762* 2155838,672
20 1
6281.738 2155836,672
41201,211 9020.083 13766.241
2 1 2
20600.606 9020.083 6863.120
37,805 16466 12,565
000 ) ,000 ,000
Waktu * Sediaan Waktu ' Dosia
1855,167 4734,815
2 4
927,583 1183,704
1,893 2,161
,189 ,078
Sediaan * Dosis Waktu ' Sediaan * Oosis
8143.722 6817.778
2 4
4071.861 2204.444
7,433 4,024
OOI 004
Error
57520.667
105
547,816
Total
2659480.000
126
183155,429
125
Waktu Sediaan Oosis
Corrected Total
a. R Squared - ,686 (Adjusted R Squared - ,826)
Baerdasarkan data pada Tabel 23, terlihat bahwa pemberian tablet dosis rendah meningkatkan kadar SGPT pada hari ke 45 secara bermakna (a<0,05; p = 95°b). Kadar SGPT selanjutnya turun pada hari ke 90, tetapi penurunannya tidak bermakna.
48
Pemberian tablet dosis sedang juga menaikkan kadar SGPT hingga hari ke 90 secara bermakna (α<0.05; p = 95%).
Tabel 23 Rata-rata nilai SGPT hari ke-0, 45 dan 90 bentuk sediaan tablet SGPT A ± SD*
Kelompok
P (95S <
Hari ke-0
Hari ke-45
Hari ke-90
0 vs 45
45 vs 90
I«
Kontrol Tablet dosis rendah
41,00 ±5,44 46,00±8,10
43,67±3,2 61,50±3,21
41,00± 10,12 49,00±21,6
0,062 0,003
0.56 0229
LOT
Tablet dosis sedang
41.00±4.52
4I,00±3,16
58.67± 10.69
1.000
0.019
0(7
Tablet dosis tinggi
42,17±6,76
40,83±6,97
45,I7±24,33
0,801
0.601
* Jumlah Tikus Uji: 6 ekor (3 jantan & 3 betina) Berdasarkan data pada tabel 24. terlihat adanya tren penurunan kadar S ?7 pada pemberian teh dosis rendah, sedang dan tinggi, namun penurunan tersebu: toja bermakna secara statstik (a > 0,05; p = 95%).
Tabel 24 Rata-rata nilai SGPT hari ke-0, 45 dan 90 bentuk sediaan teh Kelompok
SGPT n ± SD*
P (95S
Hari ke-0
Hari ke-45
Hari ke-90
0 vs 45
45 vs 90
Kontrol Teh dosis rendah
41,00 ±5,44 47,33±4,46
43,67±3,2 43,67±3,2
41,00±10,12 41,00± 10,12
0,062 0,062
0.56 0,56
Teh dosis sedang
44.50±5,43
5I,50±6,16
32,5± 11,88
0,157
0,022
OC
Teh dosis tinggi
39,33±5,13
54,33±5,94
43,67± 13,62
0,002
0,124
«153
* Jumlah Tikus Uji: 6 ekor (3 jantan & 3 betina) Berdasarkan anova pada tabel 25, terlihat bahwa lama waktu pemSr-JE. bentuk sediaan dan dosis jamu yang diberikan tidak memberikan perubahan >aac bermakna terhadap kadar SGPT. Namun terdapat interaksi antara lama pemberian dan bentuk sediaan terhadap kadar SGPT (α<0,05; p = 95%)
«OT :OT»
LOT
Tabel 25 Anova nilai SGPT bentuk sediaan Tablet dan Teh pada uji toksisitas subkronis
Tests c»f Between- Subject s Effects Dependent Variable Nila i SC3PT Soiiroci
Type III Squares
Corroctort Mortal Intercept Waktu
Sum
df
ol
Mean Square
F
8110H35' 228908.672
20 1
305.532 228908.672
2 792 2091.460
SiQ. ooo •OOO
812 878
2
309.439
2.800
3++.898
1
344.898
3.151
188.222
2
94.111
Wtiktu * S**diuafi
1568 907
2
784.454
7 167
Waktu ' Dosis
533.+++
4
133.361
1.210
.307 .038
Sortiaan Dosis
Sediaan * Dosis Waktu * Sediaan * Dosis Error Total
737.852
2
368.926
3.371
17+8 259
4
4 37.065
3 993
11+92.167-
105
109.449
272303.000
Corrected Total
.860
065 079 .426 001
005
126
17602 802
125
11. Histologi Pada hari ke 90 pengujian toksisitas subkronis, tikus dikorbankan. Selanjutnya organ ginjal, hepar, lambung, jantung, paru dan limfa diambil untuk dibuat preparat histologinya.
50
51
Keterangan: ___________________________________________________________________________________ Panah biru
—
Panah kuning
:
sel normal
Panah
merah
:
kariolisis
: piknosis
Panah hijau
:glomerulus
Panah ungu
: karioreksis Gambar 14 n
Dari gambar 14 terlihat gambaran histologis ginjal, terutama pada bagian korteks dimana terdapat banyak glomerulus. Diamati sel-sel epitel tubulus ginjal yang rusak dan sel yang normal. Sel normal menunjukkan inti sel yang masih bulat dengan membran inti yang utuh. Sedangkan, sel rusak dapat terlihat beberapa tahap, seperti piknosis, karioreksis, dan kariolisis. Pada piknosis, inti sel memadat, terlihat lebih gelap, dan mengkerut. Pada karioreksis, membran inti sudah tidak utuh, sehingga inti se\ terpecah menjadi fragmen- fragmen. Pada karioYisis, inti se\ sudah hi\ang, setangga hanya tampak se\ ep\te\ tanpa adanya inti. Dari gambar 15 terlihat bahwa bentuk sediaan tablet dosis 3 menyebabkan proserz» kerusakan ginjal tertinggi pada tikus jantan dan betina, diikuti oleh bentuk sediaan teh dosis 3.
52
Gambar 15 Prosentase kerusakan sel pada pengamatan histologi ginjal.
53
54
Keterangan: Panah biru
—►
: sel normalPanah merah
—►
kariolisis Panah kuning Panah unsu
: piknosis —►
: karioreksis Gambar 16
15-28 Histologi Sel Hepar Pada Uji Toksisitas Subkronis
Dari gambar 16 terlihat gambaran histologis liver. Sel normal ditandai dengan inti sel yang masih bulat dengan membran inti yang utuh. Sedangkan, sel rusak dapat terlihat beberapa tahap, seperti piknosis, karioreksis, dan kariolisis. Pada piknosis, inti sel memadat, terlihat lebih gelap, dan mengkerut. Pada karioreksis, membran inti sudah tidak utuh, sehingga inti sel terpecah menjadi fragmen-fragmen. Pada kariolisis. inti sel sudah hilang, sehingga hanya tampak sel epitel tanpa adanya inti.
Gambar 17 Prosentase kerusakan sel pada pengamatan histologi hepar
55
Dari gambar 17 terlihat bahwa bentuk sediaan tablet dosis 3 menyebabkan prosentase kerusakan hepar tertinggi pada tikus jantan dan betina, diikuti oleh bentuk sediaan tablet dosis 2, teh dosis 3
56
57
Keterangan: _________________________________________________________ Panah biru
Panah merah—► : Rusak
: sel normal
Gambar 18 29-42 Histologi Sel Jantung Pada Uji Toksisitas Subkronis
Gambar 19 Prosentase kerusakan sel pada pengamatan histologi Jantung
Berdasarkan grafik pada gambar 19, terlihat bahwa hampir semua bentuk sediaan tablet, berkontribusi terhadap kerusakan sel jantung. Namun, hal tersebut bisa dikoreksi karena tikus kontrol yang tanpa perlakuan apapun, memiliki kerusakan jantung sekitar 30%.
58
59
; sel normalPanah merah —
Keterangan: Panah biru A ___________ —»•______ ► : Rusak
Gambar 20 43-56 Histologi Jaringan Lambung Pada Uji Toksisitas Subkronis
60
Cr&vat>at T\ Prosentase kerusakan sel pada pengamatan histologi Lambung
Berdasarkan gambar 20 terlihat bahwa sel normal menunjukkan inti sel yang masih bulat dengan membran inti yang utuh. Sedangkan, sel rusak dapat terlihat beberapa tahap, seperti piknosis, karioreksis. dan kariolisis. Pada piknosis, inti sel memadat terlihat lebih gelap, dan mengkerut. Pada karioreksis, membran inti sudah tidak utuh, sehingga inti sel terpecah menjadi fragmen-fragmen. Pada kariolisis. inti sel sudah hilang, sehingga hanya tampak sel epitel tanpa adanya inti. Berdasarkan hasil pada gambar 21 terlihat tren bahwa hampir semua bentuk sediaan tablet berkontribusi pada kerusakan sel-sel lambung, sementara bentuk sediaan teh, angka kerusakannya relatif tidak tinggi.
61
62
Keterangan: ____________________________________________________________________ Panah biru
: sel normal
Panah kuning
: karioreksis
Panah ungu
: piknosis
Gambar 22 57-70 Histologi Jaringan Limfa Pada Uji Toksisitas Subkronis
Panah putih : kariolisis
Keterangan: _ —► putih
Panah biru
: sel normalPanah t=>:
Panah kuning
:
Panah ungu
karioreksis • piknosis
Gambar 22 57-70 Histologi Jaringan Limfa Pada Uji Toksisitas Subkronis
63
kariolisis
Gambar 23 Prosentase kerusakan sel pada pengamatan histologi Limfa
Gambar 23 memperlihatkan hasil bahwa, sebagian besar bentuk sediaan teh mengakibatkan kerusakan limfa diatas 50%. sementara sediaan tablet tidak setinggi nilai tersebut.
64
65
Keterangan: : Destruksi septum alveolar : Edema 3
: Infiltrasi sel radang Gambar 24 71-84 Histologi Jaringan Paru Pada Uji Toksisitas Subkronis
Gambar 25 Prosentase kerusakan sel pada pengamatan histologi Paru
Dari grafik pada gambar 25 terlihat bahwa bentuk sediaan teh dosis sedang dapat meningkatkan prosentase sel paru normal pada tikus.
66
12. Pengujian Khasiat. Uji khasiat dilakukan dengan setelah tikus diinduksi kofein untuk meningkatkan asanm urat dalam darah. Adapun data uji khasiat ditampilkan pada tabel 26.
Tabel 26 Penurunan asam urat paska induksi
Perlakuan
Kadar Asam Urat Akuades
Kofein
Kofein + rebusan jamu
Kofein + Tablet
Kofein + Teh
Kofein + Allopurinol
Sebelum terapi
2,9
3,1
2,9
2,7
2,9
2,9
Terapi 1
3,1
4,0
3,2
3,0
3,1
2,8
Terapi 2
3,3
2,9
3,1
3,2
3,1
3,0
Terapi 3
3,8
3,5
4,0
3,6
4,1
3,
Terapi 4
3,0
3,1
2,6
2,5
2,4
2,4
%
0,0
0,0
11,34
8,12
19,11
19,11
Penurunan Asam urat Dari data pada tabel 26 terlihat adanya penurunan asam urat dalam plasma darah. Kelompok hewan yang menerima kofein dan rebusan jamu asam urat mengalami penurunan kadar asam urat 11,34% setelah 4 kali terapi. Dalam penelitian ini digunakan pembanding positif selain dengan senyawa allopurinol sebagai “golden standar" terapi, juga digunakan pembanding positif rebusan jamu, karena rebusan jamu ini sudah rutin dipakai oleh masyarakat yang berobat ke Rumah Riset Jamu “hortus medicus”. Kelompok hewan yang menerima kofein dan tablet jamu asam urat, mengalami penurunan asam urat 8,12% setelah 4 kali terapi, sedangkan kelompok hewan yang menerima kofein dan teh jamu asam urat mengalami penurunan asam urat sebesar 19,11% setara dengan allopurinol sebagai obat standar. Dari data pada tabel 27 terlihat bahwa, terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar asam urat sebelum dan sesudah terapi ke-4, demikian juga kelompok perlakuan terapi memberikan perbedaan bermakna terhadap kadar asam urat (a < 0,05, p: 95%). Dari tabel 27 juga terlihat adanya interaksi antara waktu terapi dan kelompok perlakuan terhadap kadar asam urat (a < 0,05, p: 95%).
67
Tabel 27 Anova Uji Khasiat Asam Urat
Tests of Between-Subjects Effects
Source Corrected Model Intercept
I
Type III Sum of Squares
Dependent Variable:Asam urat
df
Mean Square
F
Sig.
37,3901729,242
29 1
1,289 1729,242
4.642 6226.091
,000 ,000
Terapi Kelompok
22,659 3,731
4 5
5,665 ,746
20.396 2,687
,000 ,023
Terapi * Kelompok
11,000
20
,550
1,980
,011
41,661 1808,293
150 180
,278
79,051
179
Error Total Corrected Total
a. R Squared = ,473 (>Vljusted R Squared = ,371) 13. Histologi paska uji khasiat.
68
69
Keterangan: —A : sel normal
Panah biru
Panah merah:
kariolisis Panah kuning
: piknosis
Panah hijau:
Gambar 26 1-12 Histologi Jaringan Ginjal pada uji Khasiat
Gambar 27 Prosentase kerusakan sel dari jaringan ginjal pada uji hasiat
Dari grafik pada gambar 27 terlihat bahwa kelompok hewan uji yang diberi kofein dan teh, memiliki prosentase kerusakan sel lebih rendah jika dibandingkan kelompok lain.
70
71
Keterangan: Panah merah: kariolisis
Panah biru : sel normal Panah kuning : pikonis Panah Ungu : Karioreksis• Gambar 28 13-24 Histologi Jaringan Hepar pada uji Khasiat
72
Gambar 29 Prosentase kerusakan sel hepar pada uji khasiat Dari gambar 29 terlihat bahwa kelompok hewan yang diberi kofein dan tablet jamu antihiperurisemia, menunjukkan prosentase kerusakan sel hepar paling tinggi, sementara kelompok hewan uji yang diberi kofein dan teh jamu teh jamu antihiperurisemia. menunjukkan kerusaan sel hepar relatif lebih rendah.
73
74
Keterangan: Panah biru : Sel Normal Panah Merah : Rusak Gambar 30 25-32 Histologi Sel Jantung Pada Uji Khasiat
Gambar 31 Prosentase kerusakan sel jantung pada Uji Khasiat
Berdasarkan data pada gambar 31, terlihat bahwa kelompok hewan yang meneriman bentuk sediaan teh memberikan angka prosentase kerusaan sel lebih rendah, dibandingkan kelompok lainnya.
75
76
Keterangan: Panah biru
—►
Panah merah—► : Rusak
: sel normal
Gambar 32 33-44 Histologi Jaringan Lambung Pada Uji Khasiat
Gambar 33 Prosentase kerusakan sel lambung pada uji khasiat
77
78
80
Gambar 36 57-68 Histologi Jaringan Paru pada Uji Khasiat
Gambar 37 Prosentase Kerusakan sel Paru pada uji Khasiat
81
Berdasarkan Grafik pada gambar 37, terlihat bahwa kelompok hewan uji yang diberi kofein dan teh jamu antihiperursemia menunjukkan kerusakan sel paru relatif rendah hampir sama dengan kelompok yang menerima kofein dan rebusan jamu serta kelompok yang menerima kofein dan allopurinol.
V. KESIMPULAN Berdasarkan data-data diatas disimpulkan bahwa: 1. LD50 semu bentuk sediaan tablet jamu antihiperurisemia dengan bahan ekstrak air per oral pada tikus adalah: 1296 mg/kg B B. 2. LD50 semu bentuk sediaan teh jamu antihiperurisemia dengan bahan serbuk simplisia 20 mesh pada tikus per oral adalah: 4320 mg/kg BB 3. Bentuk sediaan Tablet menurunkan asam urat dengan prosentase lebih kecil dibandingkan sediaan rebusan yang digunakan masyarakat. 4. Sediaan Teh menurunkan asam urat dengan prosentase lebih tinggi dibandingkan sediaan rebusan yang digunakan di masyarakat. Adapun prosentase penurunan asam uratnya setara dengan allopurinol sebagai obat standar. 5. Sediaan Teh dosis 2 (216 mg/200 g BB) aman terhadap fungsi hepar dan ginjal hewan uji pada penggunaan selama 3 bulan
VI. PUSTAKA Agoes, G., 2007, Teknologi Bahan Alam, ITB Press, 10a, 10- 20, 4, 16. 49-51 Anonim, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Depkes Republik Indonesia. Anonim, 2014, Pedoman Toksisitas Uji Non Klinik secara in vivo, BPOM RI. Anonim3, 2006, Creatinin FS, Diagnostic reagent for quantitative invitro determination of creatinine in serum, plasma or urine on photometric systems (brocure).DiaSys, 2006. Anonimb, 2006. Urea FS, Diagnostic reagent for quantitative invitro determination of creatinine in serum, plasma or urine on photometric systems ( brocure).DiaSys, 2006. Ardiyanto, 2012, laporan Penelitian Pre Pos Formula Jamu antihiperurisemia, B2P2TOOT
82
Badami. S., Moorkoth. S., Rai, S. R., Kannan, E., & Bhojraj, S. (2003). Antioxidant activity of Caesalpinia sappan heartwood. Biological & Pharmaceutical Bulletin, 26, 1534-1537. Retrieved February 10, 2004, from http://www.sciencedirect.com. Cos ,P., Ying, L., Calomme, M., Hu, J.P., Cimanga. K., Poel, B.V., Pieters, L., Vlietinck, A.J., and Berghe, D.V., 1998, Structure-Activity Relationship and Classification of Flavonoids as Inhibitors of Xanthine Oxidase and Superoxide Scavengers,J.Nat. Prod, 61 : 71-76. Danang, Sunu., 2010., Laporan Kegiatan Observasi Klinik Ramuan Antihiperurikemia. B2P2T02T Darminto, B., 2010, Khasiat antihiperurisemia ekstrak kulit batang mahoni (Swietenia macrophylla king) pada tikus putih galur sprague dawley. Skripsi, IPB Gandjar I.G., Rohman,A., 2007, Kimia Farmasi Analisi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Goenarwo, E., Chodijah, Muhamad S.A., Wigia P., Agus. M., 2009. Pengaruh Air Perasan Kunyit terhadap Kadar Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT), Serum Glutamic Pyruvic Transaminese (SGPT), dan Bilirubin Total Serum, Studi Eskperimental pad Tikus yang diinsuksi Paracetamol, Sains Medika, Vol.l, No.l., Januari-Juni. Kertia, N., Danang.. Broto,R., Rahardjo,P., Asdie, A., 2000. Increase Quality of Service for Patiens with Osteosrthritis by using the Combination of Curcumminoid and Curcumin’s Atsiri Oil in Abstract of 9th Asia Pasific League of Associations for Rheumatology Congress, pp 273. Beijing. Santoso, Ali., 2000. Pengaruh Ekstrak kunyit & Temulawak dibanding piroksikam pada penurunan Kadar Proteoglikan dan KepadatanSerabut Kolagen Cairan sendi penderita Osteoartritis Lutut. KTI Farmasi UGM Yogyakarta. Schwinghammer, T.L., Di Piro, J.T., Wells, B.G., Di Piro, C.V.,
2009,
Pharmacotheraphy Handbook 7th Ed, Me G raw Hill Medical, USA, Sunami. T., Pramono, S., Asmah, R.. 2007. Flavonoid antioksidan penangkap radikal dari daun kepel (Stelechocarpus hurahol (Bl.)Hook f. & Th.), Majalah Farmasi Indonesia, 18(3), 111 - 116, 2007 Triyono, 2013, Laporan RCT Formula jamu antihipeurisemia. B2P2TOOT Wetwitayaklung, P., Phaechamud, T., Keokitichai, S., 2005, The Antioxidant Activity of Caesalpinia sappan L. Heartwoodin Various Ages, Naresuan University Journal 2005; 13(2): 43-52.
83
PERSETUJUAN ETIK (ETHICAL APPROVAL) Nomor: LB.02.01/5.2/A<£ VS72014
Yang bertanda tangan di bawah ini, Ketua Komisi Etik Penelitian Kesehatan Badan Litbang Kesehatan, setelah dilaksanakan pembahasan dan penilaian, dengan ini memutuskan protokol penelitian yang berjudul:
"Pengaruh Bentuk Sediaan Jamu Terhadap Khasiat dan Keamanan Jamu Antihiperurisemia"
yang mengikutsertakan hewan percobaan sebagai subyek penelitian, dengan Ketua Pelaksana / Peneliti Utama :
Awal P. Kusumadewi, M.Sc., Apt. dapat disetujui pelaksanaannya. Persetujuan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan sampai dengan batas waktu pelaksanaan penelitian seperti tertera dalam protokol dengan masa berlaku maksimum selama 1 (satu) tahun. Selama penelitian berlangsung, laporan kemajuan (setelah 50% penelitian terlaksana) harus diserahkan kepada KEPK-BPPK. Pada akhir penelitian, laporan pelaksanaan penelitian harus diserahkan kepada KEPK-BPPK. Jika ada perubahan protokol dan / atau perpanjangan penelitian, harus mengajukan kembali permohonan kajian etik penelitian (amandemen protokol).
LAMPIRAN Lampiran 1
Kadar sari Larut Air dan Kadar Sari Larut Etanol
Nama bahan
W, (
Penyari
_C
Cawan kosong <&> <;
Berat bahan Berat (g) Cawan
1
31,6372
5,0001
31,7056
0,0684
6,B4
2
32,9581
5,0005
33,0249
0,0668
6,68
1
26,359
5,0004
26,4052
0,0462
4,62
2
31,5315
5,0003
31,5774
0,0459
4,59
1
27,2461
5,0002
27,2966
0,0505
5,05
2
31,3856
5,0003
31,4395
0,0539
5,39
1
28,0805
5,0006
28,2695
0,181
18,10
2
36,0185
5,0001
36,2103
0,1918
15,18
1
32,4372
5,0003
32,5036
0,0664
6,64
2
37,4412
5,0005
37,5175
0,0763
7,63
1
35,0502
5,0001
35,2S88
0,2086
20,86
2
33,2655
5,0001
33,4789
0,2134
21,34
1
35,4472
5,0001
35,532
0,0848
8,48
2
32,8967
5,0008
32,9825
0,0858
8,58
1
31,5529
5,0006
31,6787
0,1258
12,58
2
36,5128
5,0000
36,6414
0,1286
12,86
1
27,8901
5,0009
28,1035
0,2134
21,34
2
35,7407
5,0008
35,9525
0,2118
21,18
1
31,4935
5,0000
31,6647
0,1712
17,12
2
30,342
5,0008
30,5179
0,1759
17,59
1
25,6186
5,0006
25,7048
0,0862
8,62
2
34,8958
5,0008
34,9815
0,0857
8,57
1
34,0738
5,0005
34,2965
0,2227
22,27
2
33,4456
5,0002
33,6662
0,2206
22,06
1
30,6404
5,0004
30,7329
0,0925
9,25
2
30,3392
5,0004
30,423
0,0838
8,38
1
30,4412
5,0008
30,5765
0,1353
13,53
2
31,8217
5,0006
31,954
0,1323
13,23
1
30,1649
5,0004
30,3213
0,1564
15,64
2
35,7026
5,0009
35,8543
0,1517
15,17
1
34,2679
5,0004
34,8422
0,5745
57,45
2
24,9058
5,0002
25,4723
0,5665
56,65
_c
Berat ekstrak
& <; +
1
Etanol Air
2 Herba Echinacea
Etanol Air
3
Rimpang temu lawak
Etanol Air
4 Daun Kepel
Etanol Air
5 Rimpang Kunyit
Etanol
Air 6 Daun Tempuyung
Etanol Air
7 Ramuan Teh
Etanol Air
8 Ekstrak
Etanol Air
84
Rata-rata
SD
(
(%)b/b
_C
Ekstrak
\%S ( Batang secang
Kadar
6,76
0,11
4,60
0,02
5,22
0,24
18,64
0,76
7,13
0,70
21,10
0,34
8,53
0.07
12,72
0,20
21,26
0,11
17,35
0,33
8,59
0,04
22,16
0,15
8,81
0,62
13,38
0,21
15,40
0,33
57,05
0,56
Lampiran 2
Kadar Abu Total dan Kadar Abu Tak Larut Asam
No
SAMPEL
Berat Cawan Kosong
1 Rimpang kunyit
Berat
KADAR ABU
Sampel
TOTAL
10,4761
2,0046
10,5859
5,48
10,4895
0,67
9,0780
2,0065
9,1854
5,35
9,1449
3,33
9,0379
2,0001
9,1446
5,33
9,0742
1,81
10,2744
2,0014
10,4854
10,54
10,3730
4,93
10,6790
2,0030
10,8866
10,36
10,7856
5,32
9,5774
2,0006
9,7874
10,50
9,6665
4,45
8,7932
2,0015
9,1062
15,64
8,9334
7,00
9,4776
2,0031
9,7913
15,66
9,6090
6,56
9,0237
2,0006
9,3321
15,42
9,1204
4,83
Rata-rata 2 Etinaceae
5,39
Rata-rata 3 Daun tempuyung
Rimpang temulawak
2,0014
9,3422
0,86
9,3381
0,65
9,7693
2,0012
9,7874
0,90
9,7791
0,49
10,1684
2,0003
10,1862
0,89
10,1740
0,28
0,88
7
Ramuan teh
2,0056
9,1647
13,35
8,9708
3,68
9,2525
2,0035
9,5254
13,62
9,3624
5,49
8,6682
2,0012
8,9432
13,74
8,7305
3,11
9,0434
2,0014
9,1459
5,12
9,0886
2,26
10,1693
2,0026
10,2697
5,01
10,2145
2,26
9,8113
2,0036
9,9159
5,22
9,8611
2,49
9,6873
2,0012
9,7384
2.55
9,7066
0,%
10,2973
2,0038
10,4333
6,79
10,3035
0,31
9,5912
2,0024
9,7207
6,47
9,5944
0,16
9,5971
2,0016
9,7452
7,40
9,7020
5,24
9,3971
2,0008
9,5165
5,97
9,5049
5,39
10,3089
2,0032
10,4430
6,69
10,4231
5,70
13,57
8 Ekstrak
4,09
5,12
Rata-rata r
0,47
8,8969
Rata-rata Y
6,13
9,3250
Rata-rata 6
4,90
15,57
Rata-rata 5 Daun kepel
1,94
10,47
Rata-rata ' 4 Kayu secang
TAK LARUT ASAM
2,33
5,27
Rata-rata
6,69
85
0,48
5,44
Lampiran 3
Rendemen Ekstrak
Replikasi
Bobot
Bobot Ekstrak Rendemen ekstrak ramuan (g)
Rata-rata
SD
(%) b/b
jamu (g) 1
95,19
21,21
22,28
2
95,16
20,13
21,15
3
95,11
19,44
20,44
4
95,14
21,63
22,73
5
95,07
21,43
22,54
86
21,83
0,99
Lampiran 4 Pertumbuhan berat badat tikus pada uji toksisitas akut
TABLET DOSIS 1
rata-rata SD Selisih bobot
a 0
3 §
213 194 204 170 157 172 185,00 21,93
226 201 218 188 169 204 201,00 20,57 16,00
234 211 241 197 178 207 211,33 23,36 10,33
243 240 261 202 188 206 224,33 29,51 13,00
258 255 279 213 191 210 234,33 34,37 10,00
1 2 3 4 5 6
215 198 188 211 180 186 196,33 14,21
206 195 188 233 175 182 196,50 20,83 0.17
236 210 205 215 187 197 208,50 16,86 12,00
213 235 212 254 218 219 225,17 16,36 16,67
262 243 236 216 228 225 235.00 16,15 9,83
1 2 3
172 176 147 211 218 216 190,00 29,22
196 161 153 211 218 223 193,67 29,93 3.67
221 177 181 232 246 243 216,67 30,51 23.00
215 166 174 240 266 255 219,33 41,94 2,67
232
232 235 245 138 192 154 209,33 34,45
221 225 243 232
245 244 248 210
264 265 285 213 212 189 238,00 38,25 17,00
TABLET DOSIS 3
rata-rata SD Selisih bobot
4
S 6
rata-rata SD Selisih bobot
THE DOSIS 1
1
2 3 4
S 6 Rata-rata SD Selisih bobot
THE DOSIS 2
1 2 3 4
5 6
Rata-rata SD Selisih bobot
18-9- 25-09-2014 1-10-2014 8-10-2014 2014 167 174 188 198 147 176 191 195 137 148 156 158 226 245 257 262 221 245 256 256 201 219 230 259 183,17 201,17 213,00 221,33 38,17 40,89 41,07 43,64 2,00 18,00 11,83 8,33
1 2 3 4 5 6 rata-rata SD Selisih bobot
(N S
10-09-2014 152 14S 14S 222 227 196 181,17 38,61
234 200 212 202 222 198 211,33 14,29
193
209
161 212,50 30,24 3,17
170 221,00 30,66 8,50
244 188 230 217 229 220 221,33
257 210 248 275
8, 8 6
KONTROL
1 2 3 4 S 6
10,00
235
223 241,33 23,59 20,00 11
87
276 246 245 276 238 225 251,00 77
9,67
ioa 179
263 277
261 220,00 65,04 6,00 283 271 300
211 211 191
244,50 45,54 6,50 273 288 266 280 240 235 263,67 21,60 12,67
Lampiran 5 Pertumbuhan Berat Badan Tikus pada uii Toksisitas subkronis.
KM» 18-9- 25-09- 1-10- Mi- IV1020 22^ 10/ 14« 169 201 in 2014 186 10201 187 191 198 201 2014 14 2015 H 171 171 192 1944 196 197 1*4 176 L83 188; 195 197 206 n*i 228 250 279 28S 3© 308 229 210 221 223 2391 240 245 2O 217 227 B2 243. 250 2641 rn.tr tax»UI MM* 207,83 219,5 225.0 23333 s 3*a 2*40 3L0H 373*0 3*310 «v* 45,19 tM 15S l S 120 159 ie 1851 »6 i 2 158 164 186 167 17G1 187 190 Z» 22> 213 207 2> 277 275 295 2> 298 305 3C6 281 5 265, Z76 3KB 299 300 304 22» 296 *5 270 280 294 298 toe 20*50 21*. 31.67 23*17 23*00 244,83 2513» mnanB 63.65l 5*17 6*171 6*» 61,69 5*82 0( H l i 144 191 202 205 199 13B 180 2 1S9 175 157 I99i 200 201 2© ? 177 3 18D 186 193 201 20429 207 296 4 A» 250 275 282 285 5 2KM Z74 305 37 318 323, 330 S 221 258 280| 292 250 282 305 (Ut 18*/ 22133 mn 247,0 2«*37 25083 253.6 sentl 3131 M.C0 5332 56.120 55.1* 63.60 152 a m M 1 153 162 164 175 172 1 2 ia! 1B6 1781 182 1891 181 371 i ZS1 3 141 234 225j 229 235 239 4 227 239 249 26 24B 255 2> 5 227 236 253j 254 248! 251 255j 2M 6 233 244 257 255 271 270 ftat*p aw 212 22016 ZZ3.5 TTA 22*3» 9 43,49 DC 4ia 4U17 «Mi0 4*71 >ta H 40,40 «*97 I 229 1 150 198 277 206 2CB 210 2 155 196 348 216 199 213 24 s 3 160 173 197 2CD 121 196 180 4 22*1zn 264 255 295 296 316 314 5 251 292 303 307 315 331 E 244 267 301 312 3M 328 338' •to»20167 224.® 260, 267,3 <5217 261,83 26*50 s 1_ 4*58 4243 ©/5 70,62 rata S3 3 5*CB SMP M 1 144 IB 236 210 202 174 186 2 148 173 184 180 181 194 189 3 142 174 182 200 196 190 196; ? 4i 238 277 321 325 336 347 3» 2* 276 »7 311 317! 328 3S21 B 241 279 313 315 315 338 333 191*5 23*33 257,17 25*83 257,3 261,» 262,00 71,73 m» 9 5US0 54,07 65,00 6*77 3 M
Mk J ftms ratB
1 J 3 4 S 6
29/
*00 25,67 2983 A81 H72 5* 69 5*79 5*87 57,05 6136 226 194 195 197TH 201 205 212 234 2997 2997 190 207 278 302 330 234 211 2201 225 226l 225 235 338 311 317 320 320 327 3» 333 340 3m 314 300 314 315 30» 323 3Z 300 301 3201 322 326 326, 32» 3291 251.67 257,50 2723 *7.60 274,00 2H40| 291,00 «7,80 «M 5*03 5*73 54« 53, CR 5436 sAo 185 189 BB 200 201 204 195, 195 205 176 216 219 225 230 222 220 222 2A 206 24 214 222 227 230 308 305 300 305 307 309 38 325 335 338 321 340 336 3371 345 350 312 322 309 321 332 3331 338 338 JMvS 25 U3 259,17 267,83 27030 27*17 27*00 27*33 123» 6*61 5*56 60,© 61,® 59,68 6738 8*61 O 176 170 177 175 179 182 187 187 18C 195 199 202 203 196 234 215 198 205 188 182 179 B0 196 196 260 242 20 234 07 222 173 175 261 280 268, 231 301 300 259 280( 299] 2B2 291 » 282 309 308 285 227,67 225.67 229. GO H13B 21830 21*»! «31 <*97 «W* 53*84 »3 5*51 «04 43A 2l 208 206 233 200 2Q9i 208j 216 181 182 181 1E 330 3291 3ae 336i SIS 332 338 344 343 343 344 347 26*67 267,33 26*83 27*50 7*67 H* 77.88 ?**■ 147 183 197 «5 342 347 28*50 97,89
223 219 214 214 224 225 223 22 132 195 199 300 338 39B 396 398 363 379 383 385 s 349 336 338 20,50 29*17 291,83 ?9*(fi 7*33 87.66 9*03 9*89
1X7 195 190 354 343 348
199 211 217 238 200 202 208 210 181 186 197 19 366 373 384 384 342 350 162 360 3*7 350 352 350 272,89 77*67 28*83 287,50 ■*« 87,03 8731 OTJ 8*97
2» 191 294 267 209 212 213 1» 210 207 213 221 223 203 181 174 246 211 176 190 218 190 201 199 204 139, 190 15773 165 171 155 2® 212 186 185 191 192 193 199» 263 304 W? 303 331 332 1« 334 350 365 mx 286 329 288 296 329 3» 328 3481 351 356 353 356 2(6 277 315 315 313 327 330 343 350 354 361 365 372 226,6 232,6 36283 25*00 25*0 25*17 26*67 26U 7 28*1? 273,00 27*50 283.50 285,83 4232? «l®7 &5i; >,«l 5X8» «S C 67,06 68, ce 74,46 8191 8*78
88
255 257 216 216 200 220 387 388 177 378 362 an 2*30 30*17 m'm 234 205 193 375 356 372 2*50 8735
226 »7X 375I 360' 370 .1*00
Lampiran 6. Pertambahan Berat Badan Tikus nada Uii Khasiat IV10201 22/102014129/1020 05/11/20 1211/201 19/11/20 2611/201 DV1220 UV 14 14 14 14 122014 1«!4 386194 195 1964 202 2104 224 228 2 185 BH 2C8 204 204 230 220 229 21 3 160 isaisi 1» 195 200 202 229 «i 272 2711 279 276 279 286 285 290 292 5 261 265 275 276 278 274 278 281 286 6227 232235 242 245 245 265 276 289 Rata-rataj J14.33 222,67 229,» 231,00 232,83 23647 24267 252,00 258,83 SD 46,02 39,03 39.99 39,09 35,85 37,82 3734 B. 56 3330
J
C «i a
c o ac
S I c 9
■S
+ -i ’S 32
—Ofa t m ■ £A 1
2 3 4 5 6 RataSOrata
l! 214 216 200 260 270 260 236,67 29^
1 2 B 4 5 6 RataSOrata 1 2 3 4 5 6 RataSDrata
731
220 278 270 282 247,00 32,81
220 236 230 241 232789 288 288 29lj 302 256.33 262,67 33,52 34.30
223 240 248 2S 250 309 267,17 34,63
226 2*2 254 296 232 313 270,50 34,59
255 257 265 297 2S3 320 281,17 26,19
245 249 262 302 287 306 275,17 26.751
156 157 170 223 228 230 194,00 36,56
169 151 166 258 235 253 20533 48,47
173 162 1® 262 255 266 214.33 5336
179 155 171 273 266 276 220(00 57.22
163 152 173 282 268 279 221.17 60.73
180 162 234 285 270 277 234.67 52,62
167 164 236 288 272 289 236,00 57,89
176 169 241 289 280] 293 56,46
ISO 186 197 231 232 240 212,67 24,2d
m
188 200 247 «8 Z7S 2201 70
200 201 20» 252 264 285 234.33 36.86
205 198j 2US 252 265 287 2333 3M8
207 201 20S 263 267 2M •U, t»
207 2X3 207 264 2Bi 302 245,6< 4232
207 212 230 264 285 3121 iA.33 45,04
213] 222 2071 269 28J1, 321 233 46,44
1 198 2 187 m 3 4 244 5 231 & 235 Rata- 210,6555 SDrata 30243 57
187 176 257 248 247 223.67 34.279
235 186 1® 271 263 254 232,83 37.478
239 184 190 274 271 263 236,83 40.553
241 196 192 276 280 269 24233 39,863
246 397 198 277 287 271 246,00 39.930
256 196 201 283 293 276 250,83 42339
261 205 203 287 298 279 255,50 4L 683
267 220 206 295 300 282 261,67 39,642
215 197 205 262 254 236 228.17 26.66
224 173 194 265 264 239 22630 3733
231 236 172 ISI 190 133 257 273 263 268 279 282 23200 23S.S3 4280 __ 43,32
232 ISO 189 275 276
241 176 190 275 277 2S2j 238 2«X67[ 24333 47-93! 49.39
244 173 198 275 289 302 246*83 5L88
249 165 203 277 292 309 24950 54,65
1 2 3 4 S 6 Rata-rata SD
201 197 205 259 253 236 225.17 27,64
213 218 219) 232
221
23930
89
24133
243 261 237 224 287 26550 23.91
IV 24/1220 122014 14 238 240 230 233 _ »9 242 297 300 290 3® » 302 265,50 27(100 32,97 34,83 235 242 257 289 268 21.72
178 161 255 233 284 2* 244,83 60,46
298 247,33 0,99
217
219
27Q
178 165 255
2«
322
230 240 253 275 254 273 26233) 254,17 17.751 182 171 2501 301 294 303 250,17 222
241 23sl 27H 332
«*G4
45.CB
232 228
42386
234 231 221 306 310 301 267,00 4230B
258 170 216 277 297 311 254,83 53,38
2S5 177 234 242 308 315 255,17 53.39
304 291
Lampiran 7. Pengukuran kadar Ureum, kreatinin, SGOT dan SGPT pada uji toksisitas akut 0 hari
P2*B V A
pengamatan.
E
i
3 4 60 50 3a 32 38 4 • 44 8/ 57 30 i «3 347 743 5 5 3 a5 i 4 9M 43 499 35 47 30 46 31 47 S 3 « 4 5S N s 46 41 32 38 S 8 ■ 4 40 54 32 R1 7 45 m K2 to PU K5 [W Al A2 A3 A4 AS A» 131 62 83 &4 95 S« C1 C C 23 C4 CS C 01 G D2 03 04 OS oa n E2 S E4 B E6 n Fa F3 F4
? I
42 ®
41 30
W
£ 1
U »anU SD M 51,00 n Betin SD a 34, W 3.0 6 6,4 «,00 SD 1
Qettf SD M* « 3*00 4V *0 tama SD .Si 0 n *4? EArtf 50 H® rv 45 *5 Jant SD ^5 0 an 289 0 50.67 Betm SD a 39 25 (anta SD 2.S 33 » n Q.00 S Betin 50 3.0 a 6 4* 6,7 Jant SD t.n 33 4 an Bailn SD a 3*30 42 *1 JtIHt 50 17 8 an 3*® Btdi SD no
J^ *4 5 0,4 2*4 *6 3 1 *4 *5 9 *n 1of a 3* L, 0,6 4<* *5 4l J! M. *7 t* a:. 3J 7_ 3* *4 *4 1 *3 8 *4 2 cA 7 ** i A6 * *4 3 03 1 *5 9 *6 3 *7 7 0* 4 *5 73 05 7 f® 3 *4 *5 9 *4 1 *3 5 9
5 S O
O f SD g i
i
* S 3
pnt *42 sn Bet rna *64 Jan tan
S D *0 S B D ot 50 a
13 171, 19 4 » 13 2 14 1 18 3 26 3 O * 15 1 28 fft 1 5 21 6 4 2 071 5 2JO D 21 18 ? * f
90
£ mn S 5m
56. (ant S 8 ® an D 51 3* 3*3 Batt S D 7 71 S na 39 1 S D 202 ,0 0 463 jant S 53 » 66 6 an O 85 ,7 35 Bai. 5 28 fu D 23 2*il 201. (ant a» S 3 67 an D m498 6 14* Betr 3 2 ® na D 49 1 13* S O 2*4 jant C D S 0; 25 1 an J7 . m 1S.0 Beti M 50 63 0na 142, a»4 2 67 343 jant 50 49 5B 3 an 57 1A= 187. S 42 « 00 D 84 37 42. jant S 4 6 76 an D 65 80 Beti S 40 na D 14 1* 43 IU 15* 50 15 304 1 ® 1* * 50 71 Bet 50 43 m* 1 6 0
s 3 E i
SD
47 11 Jan .® 34 t*n Bat ina 44. <1 I*» Jan 67 37 tan Bat in* U» 30» (an tan **» iatif w 17. ®3 43 3 Bet ina 47 7.f jan 33 fl tan 5W Bet 45. tna 00 51 1* U.6 ,5 76 7 Bet ina S4 .S
yar 57. aa ® m Bet su fna ®
f
50
S S z» 23 * 12 O 2.3 2 Q 3« 231 2 S 2 D 214 03 22 S 2.3 24 02 D 254 4 2 3 225 S 2G D 22 237 73 S 225 02 7D 242 4 7,8 24? 50 2.T 1 2JB 1* I 63 207 S 21 D 215 248 9 *1 50 1.9 3 2 lac B 237 S 208 20 02 D 254 6 6 S3 203 S 1 1.7 D 9IS 19* O 50 222 22 *1 247 0 6 226 50 1.9 215 9 S ’.09 2 01 l* D v> © 3 U4 2 ca 7.3 193 3 20 228 8
Ja SD ma *05 n Bet 50 ina *09 212 >a* SD n Ha os 238 •ett SD na 032 246 Jan SD tan ►t 0* ol 2.4 m jan 5 SD tan 0 22 234 Bet SD ina 2» SD Brf 50 na Oio jan 50 tan Bet SO ina *08 ja SD L ma 1 ** W n Bet SD ina *»7
Lampiran 8 Pengukuran kadar Ureum, kreatinin, SGOT dan SGPT pada uji toksisitas akut, hari ke-14 pengamatan. 3 K t tz 9 iX s
J *— s g s
*= 1
s * — § O £ P4 SQ 5 «n S
s
1A
SD n «B o 45 n SO w S3 K 46 tt S 41 Al 43 A 44 A 2 41 A ? 47 A 4 *0 A S 48 6R 54 ni I 49 m «J R 50 R5 4 45 B «1 6Cl 43 C 43 C 2 49 C 3 56 4C 57 C 5 55 D 6 50 ID 43 D 2 50 D 3 49 D 4 52 D 5 45 El *4 B a 45 E 44 F 3 47 £5 4 52 K 43 F 44 F 1 40 F 2M 42 3 54 F 42 F 5 44 6
4 4. janA 7. C *a tan 33 3 B Bet 46. ina 133 4 33 jam 5. S1 42. an »7 5 Bet 483 ma 33 48 <4 jan 50, 72 tan 667 Be 45, nn* 333 5 6.6 Jan 44. 0 83 tan 667 3 Bet 56 in*
50 238 68 SD 5.50 76 5D 132 75 SD 132 75 5D 2,8 KB 50 430 92 50 3.78 59 SD 1
4 3,4 jan SD 47. 4.04 8 3 tan 667 15 2 Bet 50 48, 3 ina 667 M 4f 3.0 jan SO W c. 17 443 tan 057 33 74 SO ■*• ;j»a £.€ 4 49 jan so 42 2 4. 6/ tan 3 Bet so ma 6.42 31
Or K a rf a0.4 04 r ae6 65 05 037 C5 24 X 0,4 O as1 S 0.5 O C9 03 V 0.41 048 0,4 03!4 43 0f5 4« 03 a47 02 04 a9 27 03 59 051 044 056 047 03 031 43 0,2 025 049 041 04 03 031 67 042 032 025 *47 a.3 05 05 55 057 065 06* 051 4
50 V jam 054 an 33 Bet 038 m* 67 00 as 0 Bet 051 tn* 6? O jant C 0,49 an 67 B Bet 039 m* 01 jant 17
SD 167 00 154 74 IS SD 107 O 100 O 115 S 166 B 0. O 119 ® 134 50 VB 00 117 4 109 50 140 00 162 51 129 SD 109 m 176 232 50 113 0.0 m 53 130 50 107 H0 US 57 122 SD 114 0.0 125 82 121 SD 120 00 131 67 105 SD 146 0,0 IS 55 W SD M2 C Ui 127 * 109 SD 125 oo 161 » 101 50 134 00 160 © 152
1 3 2 3
283 jant SD 81 157 an 838 819 Beti 50 107 na 730 33 555 1 23.0 jant SO [J3 2 022 an 74.0 9,67 069 4 Brti SD 3 ira n» 730 655 1 17,5 jam SD 3 013 143. an 1& 67 KJ2 3 Beti SD * 122 na 113 33 30« 1 7.97 jam SD 1 496 119 an *29 33 157 7 Beti SD 114, na 7.5 67 C& 1 9.Q J*11 SD & 1 CS 1W " 5,56 9 7 Beti 776 SD 3 ua.6 na 13,0 7 512 1 3u-rm jant SD 132 2 an 27.7 849 9 Beti 5D 126 na 16.5 227 1 234 jant SD 129 3 ®7 an 301 993 8. Beti SD 148. na 133 67 167
91
R at a90 raM 643 86 €s 48 39 S 64 61 59 80 11 «7 62 93 67 6815 .1 49 67 57 61 62 50 S 33 49S 3 45 5» 50 65 53,5 51 57 «6 62 40 52 52 S 49 51 a 41 70 57 63 41 50 61 57
50 207 jant 15 n.6 an 7 Brt 47. ma 30 113 jant 606 15 an 7 Brti S, fw 33 15L jant n.
10 s IV SD oaa oa SD 103 99 SD 7.3 675 SD ]12, 897 IS 631 O 01 SD 630 64 50 /,»4 6 SO 7,0 238 SD 113 72 SD 4.1 633 SD atn ss SD lUil
As a ral k< 13 2,7 2.0 2 1«93 V 179 1» 2ta 2,0 23 7 V* 2.0 « UIA 23
S D 2JB3
2. C E 1. 86 2
V
14 1.4 B 2.0 8 27A B 2.4 1941 189 1« 179 2JB
2. 0 B 19 23
jant - V. an B* 2.06 tin* 67 03 jant 135 IB an 33 pn A 2 m»s n (1 ian 12 143 an 33 3 Beti 229 na 03 jant 95 i,si an Beti 236 na 33 01 18 189
Beti 197 na 67 *»« 23 04 206 1,95 ■ *6 53 188 67 23» V" V* ?.« 193 & 2. 01 ■■ >m< 06 76 2.01.r 33 i Beti SD 2.2 Be 56, 2.08 na 5,5 237 tin* 678 179 67 | Betma
Z®
Betma
S 05 D 48 S < 01 O 76. S 01 D 3? S 03 D IS 01 O 56 S O D 5D 0,3 01 S cu D e 50 00 5 S ai6 D 3 S 00 D 93 50 02 1 S 00 D 9 S 02 D 59
Lampiran 9 Pengukuran kadar Ureum, Kreatinin. SGOT dan SGPT pada hari ke-0, 45 dan 90, pengujian toksisitas subkronis
PERLAK UAN
i P Z —
«— t g t co H
T 1 *3 T 1-3 T 3-3 T 4-3 TS-3 TS-3 Ratarata SD
»H t/i O 6 £
Te 1-1 Te 2-1 Te 3-1 Te 4-1 Te 5 1Te 6 1 Ratarata SD
IVi i-O O ui ►-
Te 1 2Te 2-2 Te 3-3 Te 4-2 Te 5-2 Te 6-2 Ratarata SD
m i/i Q £
Te 1-3 Te 2-3 Te 3-3 Te 4-3 Te 6-3 Te 6-3 Ratarata SD
i
i
3
i
1
T C S O' 127 122 44 47 43 125 116 46 45 55 122 12S 36 42 49 106 134 34 39 39 39 102 98 42 29 117 107 47 «7 31 115, 117 41 44 41 5103 12,9 5,4 3,2 10. 6 4 04 1 220 150 42 56 41 225 138 47 62 38 278 59 65 200 188 51 62 34 228 143 37 64 40 223 m 40 60 92 229, 162 46 “r5 49 17 25,9 25,4 8.0 3,2 24, 57 9 9 09 19 136 161 40 37 79 160 125 35 45 50 211 170 49 38 50 198 137 41 O 56 220 153 41 40 58 211 171 40 43 59 189 152, 41 41 58 33 8 S,64 18,5 4,5 3,1 10, 3 3 1 62 69 146 37 38 142 121 34 44 80 140 107 39 51 67 137 129 43 44 38 150 106 51 37 21 209 102 49 31 20 154 113 42. 40. 45, 1 83 2 27,3 11,4 6,7 6,9 27, 28 7 6 69 2 162 94 48 48 20 143 99 55 52 23 201 118 48 57 53 203 106 47 40 37 218 99 42 33 41 131 108 44 37 29 176, 104 47, 46, 33, 33 35,8 8,55 3345 16 12, 83 12, 53 6 38 34 211 103 47 56 38 212 99 51 47 21 175 106 37 54 24 134 87 45 S n 125 159 48 41 45 121 132 39 56 46 163 114, 44, 51, 325 3 5 5 42,1 26,4 5,4 6,1 11, 8 1 31 56 88 146 99 38 57 30 214 149 38 59 69 142 145 33 51 47 ua 128 37 44 41 183 144 42 60 36 163 156 48 SS 39 161 136, 39, 54, 43, 3358 613, 33,8 820,7 35, 59 12 89 62 5
94 110 126 106 89 1C S HJ 5,7 13,0 9 156 161 133 119 121 146 133, 317,7 8 99 92 111 136 155 160 125, 5 29 140 39 116 118 121 1Z3 119, 5 13,1 9 160 107 141 160 147 150 144, 219,6 7 127 130 99 10 135 100 11V 17,1 7 99 98 92 U0 120 n3 105, 310,6 5
1
SGPT
w
1
I
S
<=
S
i
s
Ur eu m T V. S
Creatinin o m i
0
o
o
i
1
u re 55 s 44 0,38 43 38 38 0.44 42 40 34 0,43 33 51 40 0.47 33 56 29 0.32 29 48 32 0.40 40 «53 363 0,40 M 37,4 753 80,05 21 2 9 45 35 sa 0,41 50 44 21 0,51 52 29 0,56 38 ST 30 0,51 37 43 32 0,43 41 50 40 0,5 43, 42 29 0.49 23 6X 837 7,8 2 9 1 91 44 45 0,34 44 31 41 0,39 53 41 39 0,49 42 52 35 0.51 41 51 36 0,56 40 60 40 0,54 406 49, 393 0,472 7 33 3,6 3 3,0 6,6 0,08 42 76 15 8 47 40 0,35 45 SO 37 0,38 42 45 31 Of3 6 42 46 42 03 43 54 39 0,47 47 53 33 0,46 44, 48 3*4 0.42 33 5,3 4,4 0.06 233 8 29 5 4 34 34 32 0,41 38 40 31 0,47 54 34 27 033 43 51 34 0,42 37 34 31 039 ST 38 34 0,« 42, 3* 29, 0,45 83 8,0 S6 83 3.S 20,05 35 26 S6 4 47 35 27 055 30 ST 26 0,49 49 38 31 0,47 35 49 23 0A3 6 45 51 36 0,42 38 53 43 0,4 44 46 293 0,45 3 6,1 7,4 7,1 0,06 32 83 74 9 43 43 33 036 47 33 34 0,42 41 37 31 Or3 29 43 29 ® 0,47 32 51 50 0,49 41 SS 40 0.49 38, 43, 34 0,43 83 6,8 67 3,2 39,2 70,05 82 52 25 5
5
v/j S fc 03 K
T 1 -2 T 2-2 T 3-3 T 4-2 T 5-2 T e-2 Rata rata SD
o
0
CO K
T 1 -1 T 2-1 T 3-1 T 4-1 T 6-1 T 6-1 Ratarata SD
g
,
O
Cl C2 C3 C4 cs C6 Ratarata SD
SG01 «O
o
3 w m
i
0,3 70,4 1 0.4 10,3 8 0,4 40,5 6 0,4 30,0 7 0,2 4 0,3 1 0.5 4 0,3 2 0,2 9 0,2 8 0,3 30.1 1 0,3 3 0.5 10,3 7 0,5 9 0,3 4 1X 3 0.4 2 0,1 1 0.2 2 0,4 003 1 0,6 0,5 5 0,7 6 0.5 3 0,2
0,29 0,31 0,41 047 0,31 0,33 0353 30,07 09 0,26 0,32
JZ
0,3 9 0.4 8 Q5 4 03 20,4 90,5 1 0,4 90,0 5 0,4 0.5 8 0.5 20,4 1 05 1 0,4 6 0,4 8 0,0 7 03 7 0,4 4 0^ 50.5 2 0,5 80,5 6 0.5 0,0 8
jt w 0
0,44 0,51 0,69 0,44 40,16 89 0,38 032 0,4 0,38 038 0,46 0,42 0,05 8 0,48 033 0,42 029 0,41 0,38 6 0,07 57 0.18 0.24 0.28 0,32 0,19 0,41 0,27 0,08 67 0,29 0.24 0.32 0,24 0,22 0.53 0,31 0,11 55 0.28 0.22 0,42 037 0,44 0,51 0373 30107 3
1
PERSETUJUAN ATASAN
Tawangmangu. Januari 2015
DTSETUJUI
Ketua Pelaksana. Panitia Pembina Tlmiah KETUA,
Mengetahui/Menyetujui, Kepala Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional,