Pendidikan
LAPORAN PENELITIAN
PENGARUH METODE PEMBELAJARAN TEACHING GAMES FOR UNDERSTANDING DALAM MENINGKATKAN KERJASAMA SISWA DI SMA NEGERI 1 BANDONGAN TAHUN PELEJARAN 2015/2016
Oleh: Ahmad Syarif, M. Or. Arif Wiyat Purnanto, M. Pd. Agrissto Bintang Aji Pradana, M. Pd.
158908155 158808157 158808154
FKIP FKIP FKIP
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG 2016
i
ii
abstrak Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan: (1) pengaruh metode pembelajaran Teaching Games for Understanding dalam meningkatan kerjasama; (2) pengaruh antara modifikasi sarana dan prasarana dan konvensional terhadap peningkatan kerjasama, dan (3) mengetahui interaksi antara metode pembelajaran (TGFU) dan modifikasi sarana dan prasarana konvensional terhadap peningkatan kerjasama. Metode penelitian ini adalah eksperimen dengan rancangan faktorial 2 x 2. Populasi penelitian ini adalah siswa XI IPA SMA Negeri 1 Bandongan. Sampel dalam penelitian ini 32 siswa yang diambil dengan teknik sampel acak. Variabel penelitian ini terdiri dari tiga variabel: variabel independen yakni sarana dan prasarana, variabel atribut yakni metode pembelajaran teaching games for understanding serta variabel dependen yakni kerjasama. Penelitian ini menggunakan lembar observasi kerjasama. Teknik analisis data yang digunakan adalah Anava desain faktorial dengan taraf signifikansi 0,05. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) ada perbedaan pengaruh yang signifikan metode pembelajaran teaching games for understanding terhadap peningkatan kerjasama, adapun dalam meningkatkan kerjasama metode pembelajaran teaching games for understanding memberikan pengaruh dalam meningkatkan kerjasama, (2) ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara sarana dan prasarana (modifikasi dan konvensional) terhadap peningkatan kerjasama, modifikasi sarana dan prasarana lebih efektif dalam meningkatkan kerjasama, dan (3) Ada interaksi antara metode pembelajaran teaching games for understanding dengan modifikasi sarana dan prasarana dan konvensional terhadap peningkatan kerjasama. Teaching games for understanding lebih efektif menggunakan modifikasi sarana dan prasarana. Kata Kunci: teaching games for understanding dan kerjasama.
iii
DAFTAR ISI HALAMAN COVER ...................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ABSTRACT ....................................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR TABEL ........................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................. B. Identifikasi Masalah .................................................................... C. Rumusan Masalah ...................................................................... BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Pendidikan Jasmani .............................................. 1. Hasil belajar pendidikan jasmani .......................................... a. Teori belajar .................................................................... b. Teori belajar motorik ...................................................... c. Hakikat hasil belajar........................................................ d. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar ...................... 2. Hakikat metode pembelajaran pendidikan jasmani............... a. Hakikat Teaching Games for Understanding ................. 3. Karakteristik anak sekolah menengah atas ........................... a. Pertumbuhan fisik ........................................................... b. Kognitif ........................................................................... c. Emosi .............................................................................. d. Sosial .............................................................................. BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN A. Tujuan Penelitian ....................................................................... B. Kontribusi (manfaat) terhadap ilmu pengetahuan ...................... 1. Manfaat Teoritis .................................................................... 2. Manfaat Praktis ..................................................................... C. Luaran Penelitian ........................................................................ BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis atau Desain Penelitian ........................................................ B. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... C. Subyek Penelitian ...................................................................... D. Variabel Penelitian ...................................................................... E. Teknik Pengumpulan Data ..........................................................
i ii iii iv v vi 1 4 4 5 5 5 11 13 17 18 18 25 25 26 26 26
28 28 28 28 29 30 30 31 31 31
iv
F. Instrumen Pengumpulan Data ..................................................... 31 G. Keabsahan Data........................................................................... 32 BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Hasil Pembahasan ...................................................................... B. Pembahasan Hasil Penelitian ..................................................... BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ................................................................................ B. Saran ..........................................................................................
33 35 38 38
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 39 LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................... 41
v
DAFTAR TABEL Table 1. Desain penelitian faktorial 2 X 1 .................. Error! Bookmark not defined. Table 2. Kisi-kisi instrument kerjasama.................................................................... 329 Table 3. Hasil Lembar Observasi Kerjasama Siswa ................................................... 33 Table 4. Hasil uji normalitas variabel kerjasama ...... 3Error! Bookmark not defined. Table 5. Hasil uji homogenitas varians ...................................................................... 32 Table 6. Hasil uji Anava.............................................. Error! Bookmark not defined.
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Observasi Kerjasama Siswa ..................................................... 38
vii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran permainan merupakan salah satu bagian dari pendidikan jasmani di SMA Negeri 1 Bandongan yang berpusat pada tujuan pembelajaran agar siswa memiliki keterampilan gerak yang memadai. Permasalahan yang sering dihadapi oleh guru pendidikan jasmani SMA Negeri 1 Bandongan dengan menciptakan, mendorong, dan mengelola situasi pembelajaran dengan segala kemampuan siswa dalam belajar untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut Suyono (2011: 19) metode pembelajaran adalah seluruh perencanaan dan prosedur maupun langkah-langkah kegiatan pembelajaran termasuk pilihan cara penilaian yang akan dilaksanakan. Jadi perlu dikembangkan modelmodel pembelajaran yang efektif dan efisien, dalam hal ini perlu adanya faktor-faktor pendukung yang meliputi fasilitas, alat, program, dan lingkungan. Pembelajaran pendidikan jasmani yang terjadi, guru masih menggunakan metode pembelajaran konvensional. Pemanfaatan sarana dan prasarana yang belum optimal mengakibatkan pembelajaran pendidikan jasmani menjadi membosankan dan aspek psikomotorik, kognitif, dan afektif tidak tercapai seperti yang diharapkan. Tujuan utama dalam pembelajaran adalah penguasaan psikomotorik, kognitif dan afektif. Pembelajaran seperti ini menjadikan guru pendidikan jasmani di sekolah harus lebih kreatif. Guru menggunakan metode pembelajaran yang baru dan penggunaan sarana dan prasarana yang lebih variatif dengan modifikasi.
1
Dalam hal ini, metode pembelajaran Teaching Games for Understanding (TGFU) sangat tepat apabila digunakan dalam pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah. Teaching Games for Understanding merupakan metode pembelajaran yang mengandung unsur taktik dan teknik dalam permainan. Pendekatan taktik dan teknik sebagai inovasi baru yang dapat menambah pengalaman dalam menggunakan pendekatan pembelajaran gerak yang telah ada serta bermanfaat bagi para guru dalam menyusun suatu model pembelajaran Pendidikan jasmani dalam mengembangkan psikomotorik, kognitif dan afektif serta membentuk karakteristik siswa. TGFU merupakan metode pembelajaran yang mendorong siswa-siswi untuk bekerjasama dalam permainan. Sebagai konsekuensinya setiap siswa harus mempunyai rasa ingin tahu bagaimana cara melakukan permainan dan ingin selalu terlibat dalam permainan tersebut. Memainkan sebuah permainan memberi arti bagi penampilan siswa dan secara aktif melibatkannya dalam aktivitas belajar. Terlibatnya siswa dalam permainan dan proses pengambilan keputusan yang dibutuhkan untuk memainkan sebuah permainan, guru dapat mendorong dengan memberikan apresiasi bermain kepada siswa dan perkembangan kemampuan fisik siswa akan berkembang baik. Ketika siswa memperoleh pengalaman, siswa dapat membuat keputusan yang lebih baik dan bermain lebih kompeten, dan kemudian termotivasi untuk memainkan lebih banyak lagi permainan dan menuai penghargaan atas partisipasinya. Menurut Butler (2005: 1) “Teaching Games for Understanding (TGFU) is a learner and game centered approach to sport-related game learning with strong ties to a constructivist aproach to learning”. Pembelajaran pendekatan taktik adalah 2
sebuah pendekatan yang berpusat pada siswa dan permainan untuk pembelajaran permainan olahraga dan mempunyai hubungan yang kuat dengan sebuah pendekatan konstruktifistik
dalam
pembelajaran.
TGFU
sebagai
sebuah
alat
untuk
mengkonseptualisasikan pengajaran dan pembelajaran permainan. Pembelajaran pendekatan taktik sangat mengutamakan peran guru sebagai fasilitator dan peran siswa untuk aktif dan terlibat dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, keterampilan dalam permainan adalah suatu fenomena yang komplek. Keterampilan biasanya dipergunakan untuk mendiskripsikan kegiatan yang terjadi secara efektif pada tiap-tiap aspek dari permainan. Keterampilan bisa didiskripsikan pada saat siswa bermain, di mana siswa dihalangi pada saat melakukan tembakan. Siswa akan menunjukkan keterampilan yang dimilikinya untuk melakukan tembakan sedangkan siswa yang melakukan blocking akan melihatkan teknik yang dimilikinya supaya tidak terjadi tembakan. Menurut Launder (2001: 42) “He must consider all these option within an overall framework provided by the strategic game plan thats reflects the coach’s philosophy, the tactical situation at that moment, the score, and the time remaining in the game”. Artinya siswa harus mempertimbangkan segala kemungkinan yang terjadi pada seluruh waktu dalam pertandingan secara keseluruhan dengan merencanakan permainan yang strategis sesuai perintah dari pelatih, kondisi yang terjadi dalam pertandingan, perolehan angka, dan waktu yang tersisa pada permainan tersebut. Pembelajaran TGFU mengutamakan dorongan yang diberikan guru kepada siswa untuk lebih aktif dalam bermain. Siswa harus aktif dalam memberikan 3
kontribusi baik kognitif, psikomotorik dan afektif dari umpan balik antara siswa dan guru, peran guru sebagai fasilitator saat siswa mengerjakan tugas sangat menentukan keberhasilan pembelajaran TGFU yang ditentukan oleh langkah-langkah yang harus dipedomani oleh setiap guru. Modifikasi sarana dan prasarana penjas merupakan salah satu solusi yang dapat dilakukan oleh guru penjas sebagai usaha untuk memperlancar pembelajaran penjas di sekolah dan upaya yang baik membelajarkan gerak dengan tidak meninggalkan esensi dari tujuan pembelajaran tersebut B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diurai tersebut, berbagai masalah yang telah teridentifikasi adalah sebagai berikut, 1. Kurangnya pengetahuan guru pada model-model pembelajaran yang mempermudah siswa dalam penguasaan keterampilan teknik dasar dan kerjasama. 2. Belum diketahuinya perbedaan pengaruh kerjasama dalam pembelajaran. C. Rumusan Masalah Rumusan masalah berdasarkan identifikasi masalah penelitian ini adalah, bagaimana pengaruh metode pembelajaran Teaching Games for Understanding dalam meningkatkan kerjasama siswa di SMA Negeri 1 Bandongan, Kabupaten Magelang?
4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Pendidikan Jasmani 1. Hasil Belajar Pendidikan Jasmani a. Teori belajar Perbedaan antara manusia yang tidak terkelola secara baik dapat menimbulkan ketersinggungan dan kesalahpahaman antara sesamanya. Agar manusia terhindar dari ketersinggungan dan kesalahpahaman antara sesama maka diperlukan interaksi saling tenggang rasa. Pembelajaran merupakan suatu istilah yang memiliki keterkaitan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain dalam proses pendidikan. Pembelajaran sesungguhnya merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan suasana atau memberikan pelayanan agar siswa belajar. Menurut Rahyubi, H. (2012: 3) belajar memiliki pengertian memperoleh pengetahuan atau mengusai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, mengusai pengalaman, dan mendapatkan informasi atau menemukan. Menurut Sadiman (2010: 2) belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi hingga keliang lahat nantinya. Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian (Suyono, 2011: 9). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu
5
usaha yang dilakukan untuk memperoleh pengetahauan melalui pengalaman dalam meningkatkan keterampilan. Menurut Audrey (2002: 52) siswa dalam belajar bisa menyampaikan informasi sederhana dan memahami instruksi yang diberikan guru, yang paling mengesankan yaitu siswa memvariasi pengetahuan
dan
pengalaman
sebagai
hasil
dalam mengembangkan
pemahaman dan gagasan dari belajar tersebut.
Proses belajar
Proses internalisasi
Nilai
Pengalaman
Pengetahuan
Kehidupan yang lebih baik dan berkualitas Gambar 1. Skema proses belajar dan hasil akhir (Rahyubi, H., 2012: 4). Proses
memperoleh
pengetahuan
manurut
pemahaman
sains
konvensional, kontak manusia dengan alam diistilahkan dengan pengalaman. Pengalaman yang terjadi berulang kali melahirkan pengetahuan. Setalah lahir teori kognitivisme, definis pengetahuan mengalami perubahan. Oleh karena
6
fenomena atau fakta alami tertentu, maka pada hakikatnya juga terbangun dari sekumpulan fakta-fakta. Dalam hubungan ini, menurut Suyono (2011: 11) sebagai akibat praktek belajar yang kurang kondusif, tidak demokratis, tidak memberikan kesempatan untuk berkreasi dan belum mengembangkan seluruh potensi siswa secara optimal, telah mengidentifikasi enam mitos tentang belajar. Ke enam mitos itu adalah sebagai berikut: 1) Belajar
itu
membosankan,
merupakan
kegiatan
yang
tidak
menyenangkan; 2) Belajar hanya terkait dengan materi dan keterampilan yang diberikan di sekolah; 3) Pembelajaran harus pasif, menerima dan mengikuti apa yang diberikan oleh guru; 4) Di dalam belajar, siswa di bawah aturan guru; 5) Belajar harus sistematis, logis, dan terencana; 6) Belajar harus mengikuti seluruh program yang sudah ditentukan. Menurut Rahyubi, H. (2012: 9) dalam pembelajaran ada seperangkat peristiwa eksternal yang diciptakan dan dirancang untuk mendorong, menggiatkan, dan mendukung belajar siswa. Penyusunan teori belajar dan konsep mengajar dapat dilakukan dengan enam pendekatan berikut:
7
1) Menghubungkan dan mengintegrasikan hasil-hasil suatu studi dengan hasil studi lainnya yang menggunakan prosedur yang sama. 2) Mensintesiskan penemuan yang saling berhubungan dengan cara mempelajari beberapa model miniatur yang difokuskan pada sub proses belajar. 3) Menghubungkan hasil-hasil penemuan dengan teori-teori yang lebih komprehensif agar diperoleh teori belajar yang komprehensif pula. Teori belajar yang komprehensif minimal mencakup persepsi, kemampuan, dan motivasi. 4) Mewujudkan kesepakatan untuk membangun satu teori yang diterima bersama sebagaai kerangka dasar untuk mengembangkan teori belajar yang komprehensif. 5) Berdasarkan empat pendekatan di atas, muncullah aliran-aliran dan teori belajar dan pembelajaran yang berbeda sehingga terjadi “kompetisi” satu sama lain, menuju teori belajar yang paling relevan, tepat, dan komprehensif. 6) Proses belajar dan pembelajaran seyogyanya terintegrasi dengan teori ilmu perilaku manusia seperti psikologi, sosisologi, antropologi, dan politik; serta melibatkan berbagai ilmu yang relevan dan mendasar seperti sejarah, filsafat, teologi, dan sebagainya. Belajar tidak hanya memperdalam teknik, taktik, dan strategi tetapi juga merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi 8
individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Reber (Sugihartono, 2007: 74) mendefinisikan bahwa belajar dalam 2 pengertian. Pertama, belajar sebagai proses memperoleh pengetahuan dan kedua, belajar sebagai perubahan kemampuan bereaksi yang relatif sebagai hasil latihan yang diperkuat. Menurut Sugihartono (2007: 74-76) tidak semua tingkah laku dikategorikan sebagai aktivitas belajar. Adapun tingkah laku yang dikategorikan sebagai perilaku belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Perubahan tingkah laku terjadi secara sadar Suatu perilaku digolongkan sebagai aktivitas belajar apabila pelaku menyadari terjadinya perubahan tersebut atau sekurang-kurangnya merasakan adanya suatu perubahan dalam dirinya misalnya menyadari pengetahuannya bertambah. Oleh karena itu, perubahan tingkah laku yang terjadi karena mabuk atau dalam keadaan tidak sadar tidak termasuk dalam pengertian belajar. 2) Perubahan bersifat kontinu dan fungsional Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan dan tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan selanjutnya akan berguna bagi kehidupan atau bagi proses belajar berikutnya. Misalnya jika seorang anak belajar membaca, maka akan mengalami perubahan dari tidak
9
dapat membaca menjadi dapat membaca. Perubahan ini akan berlangsung terus menerus sampai kecakapan menjadi cepat dan lancar. Bahkan dapat membaca berbagai bentuk tulisan di beragam media. 3) Perubahan bersifat positif dan aktif Perubahan tingkah laku merupakan hasil dari proses belajar dan apabila perubahan-perubahan itu bersifat positif dan aktif. Dikatakan positif apabila perilaku senantiasa bertambah dan tertuju
untuk
memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Makin banyak usaha belajar dilakukan maka makin baik dan makin banyak perubahan yang diperoleh. Perubahan dalam belajar bersifat aktif bararti bahwa perubahan tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan karena usaha individu sendiri. Oleh karena itu, perubahan tingkah laku karena proses kematangan yang terjadi dengan sendirinya karena dari dalam tidak termasuk perubahan dalam pengertian belajar. 4) Perubahan bersifat permanen Perubahan yang terjadi karena belajar bersifat menetap atau permanen. Misalnya kecakapan seorang anak dalam bermain sepeda setelah belajar tidak akan hilang begitu saja melainkan akan terus dimiliki bahkan akan makin berkembang kalau terus dipergunakan atau dilatih. 5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah Perubahan tingkah laku dalam belajar mensyaratkan adanya tujuan yang akan dicapai oleh pelaku belajar dan terarah kepada perubahan 10
tingkah laku yang benar-benar disadari. Misalnya seseorang yang belajar mengetik, sebelumnya sudah menetapkan apa yang mungkin dapat dicapai dengan belajar mengetik. Dengan demikian perbuatan belajar yang dilakukan senantiasa terarah kepada tingkah laku yang ditetapkannya. 6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku Perubahan yang diperoleh siswa setelah melalui proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya siswa akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan, dan pengetahuan. b. Teori belajar motorik Pembelajaran motorik sering dikaitkan dengan aktivitas olahraga karena hampir semua jenis cabang olahraga terjadi aktivitas gerakan motorik yang aktif dan padat. Namun, banyak aktivitas gerak motorik diluar olahraga. Artinya, pembelajaran motorik dan gerak motorik meliputi banyak bidang dan aktivitas manusia, bukan hanya pada aktivitas olahraga belaka. Menurut Rahyubi, H. (2012: 209) tujuan pembelajaran motorik adalah meningkatkan atau mengembangkan aspek-aspek psikomotor. Pembelajaran motorik adalah upaya mengubah perilaku motorik melalui kondisi dan situasi yang sengaja diciptakan agar proses perubahan menjadi efektif dan efisien. Menurut Hopper (2005: 3) dalam rangka memberikan pembelajaran motorik guru pendidikan jasmani memerlukan keterampilan, pengetahuan dan pemahaman yang diperlukan supaya siswa bekerjasama dan aktif bergerak 11
dengan kesadaran resiko di setiap aktivitas yang dilakukan untuk keselamatan siswa tersebut. Menurut Rahyubi, H. (2012: 207) perilaku gerak dibagi menjadi tiga bagian yaitu: teori gerak, belajar gerak, dan perkembangan gerak. 1) Teori gerak Teori gerak adalah studi mengenai faktor-faktor fungsi syaraf yang mempengaruhi gerak manusia. Sistem saraf merupakan bagian penting dalam memproduksi gerak manusia, sebab sel-sel saraf merangsang otot untuk memproduksi gerak manusia. 2) Belajar gerak Belajar gerak merupakan studi tentang keterampilan untuk memperoleh dan menyempurnakan gerakan. Belajar gerak sangat dipengaruhi oleh berbagai bentuk latihan, pengalaman, dan situasi belajar siswa. Siswa melakukannya dengan adanya kontrol perhatian, dan pemusatan konsentrasi. 3) Perkembangan gerak Perkembangan gerak merupakan sebuah perubahan dalam perilaku gerak yang mampu merefleksikan adanya interaksi antara kematangan organisme siswa dengan lingkungan. Perkembangan gerak akan mengubah kompetensi gerak siswa yang diawali sejak bayi hingga dewasa yang melibatkan berbagai aspek perilaku.
12
Perkembangan sangat bersifat spesifik, setiap individu mempunyai gerak yang berbeda dengan individu lain, karena dipengaruhi oleh kemampuan kognitif dan efektif, faktor lingkungan dan faktor biologis dari individu yang bersangkutan. pengajar
Proses pembelajaran motorik
individu
Mampu atau tidaknya seorang pengajar memandu proses pembelajaran
lingkungan
Kondusif atau tidaknya tempat pembelajaran
Berkaitan dengan potensi, bakat, dan kemauan siswa.
Gambar 2. Faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran motorik (Rahyubi, H., 2012: 210). c. Hakikat hasil belajar 1) Kerjasama Beberapa orang melihat bekerja di sebuah organisasi berbasis tim sebagai bergerak lambat dan tidak efisien. Jika kerjasama tim berarti kolaborasi, apakah ada alternatif? Tentunya tidak tahu kapan harus menggunakan tim untuk membuat keputusan dan ketika desicions harus dilakukan oleh seorang pemimpin penting. Ini akan membantu untuk membangun komitmen bila diperlukan dan mempercepat keputusan bila diperlukan.
13
Menurut Charney (2006: 102) pemimpin tim yang efektif tahu bahwa tidak semua keputusan perlu melibatkan tim. Bahkan, tim tidak akan dikonsultasikan ketika: (a) keputusan yang mendasar; (b) salah satu anggota adalah seorang ahli dalam memberi masukan kepada ketua tim dalam mengambil keputusan; dan (c) pemimpin secara khusus bertugas sebagai pembuat keputusan. Keputusan tim idealnya harus dibuat melalui musyawarah di antara anggota tim sehingga kerjasama tim dalam permainan akan menjadi sebuah kebutuhan. Siswa dalam bermain dengan adanya kerjasama akan membuat tim lebih kuat dalam menghadapi masalah dan siswa akan merasa ringan dalam memecahkan masalah itu sendiri untuk memperoleh kemenangan. Menurut Charney (2006: 12) kerjasama merupakan Nothing influences behavior more than your behavior at the top. You are the role model and your action, not the slogans on the wall, will influence how othen behave. A collaborative environment that encourages working together for a common purpose, within and among teams, is important to your oragnization’s succes. Here are some strategis that will make this happen: a) Cultivate a cohesive team b) Minimize the impact of a destructive team member. If you inherit a problematic employee or hire someone who turns out to have
14
negative effects on the team’s morale, find out whar is interfering with that person’s ability to be a positive productive worker. c) Be loyal to your employee. Remember that loyalty is a two-wat street. d) Promote team problem solving. e) Balance peak wor’s periods with some rewards. f) Help your employees to manage and learn from their challenges. g) Hold yourself to the same standards that you expect of others. Few people are inspired by someone who adheres to a double standard. h) Care about your people. You don’t need to (nor should you) be their best friend or their personal counselor. However, getting to know them beyond saying “good morning” will allow you to find out what motivates and spires them to give their all. i) Be willing to roll up your sleeves and work as hard as you expect your employees to work. Artinya, bekerjasama merupakan dampak perilaku yang setiap siswa terhadap suatu permasalahan yang terjadi. Siswa merupakan objek dari suatu tindakan dalam menyelasaikan masalah tersebut. Suatu lingkungan pendidikan akan mempengaruhi pola pikir untuk bekerjasama dalam satu tujuan dengan menghasilkan mufakat. Kesuksesan dalam bekerjasama dapat terwujud melalui: (a) membuat kohesivitas tim; (b) meminimalisir dampak kebosanan terhadap tim; (c) menjalin kesetiaanSelalu memberikan solusi terhadap
15
permasalahan tim; (d) memberikan penghargaan terhadap anggota tim; (e) tim memberikan tujuan yang jelas; (f) memberikan umpan balik terhadap tim; (g) peduli terhadap anggota tim; dan (h) bekerja keras. Bekerjasama dalam sebuah tim itu tidak mudah terwujud dan dalam permainan tidak akan efektif apabila kerjasama itu tidak terlihat pada tim saat bertanding. Siswa harus mempersatukan kepribadian yang berbeda, tujuan dalam bertanding dan motivasi baik dari dalam siswa maupun dari faktor lingkungan. Kemenangan akan mudah tercapai dengan siswa bekerja keras dan bersama-sama menggabungkan bakat keterampilan siswa tersebut. Membangun kekompakkan untuk bersatu dalam sebuah pertandingan akan lebih mudah terlihat dalam permainan apabila setiap siswa menggabungkan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari seringkali berinteraksi kepada semua anggota tim. Lakukan perubahan pola pikir di setiap anggota tim apabila kekompakkan di setiap siswa mulai pudar. Tingkahlaku yang bisa merusak kerjasama tim pada siswa akan berdampak melemahkan kinerja setiap anggota pada saat pertandingan apabila situasi ini dibiarkan dalam waktu yang lama. Seorang pemimpin akan sulit dalam mengubah kinerja setiap anggota tim, karena tindakan yang kurang tegas dari pemimpin akan menghilangkan nilainilai yang tidak sesuai dengan tujuan semula.
16
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar Menurut Sugihartono (2007: 76-78) terdapat dua faktor yang mempengaruhi belajar yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor internal merupakan faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedang faktor eksternal merupakan faktor yang ada pada luar individu. Ditinjau dari faktor pendekatan belajar terdapat tiga bentuk dasar, yaitu: 1) Pendekatan surface (permukaan/bersifat lahiriyah) Kecenderungan belajar siswa karena adanya dorongan dari luar (ekstrinsik), misalnya belajar karena takut tidak lulus ujian sehingga dimarahi orang tua. 2) Pendekatan deep (mendalam) Kecenderungan belajar siswa karena adanya dorongan dari dalam (instrinsik), misalnya belajar yang disebabkan ketertarikan siswa pada materi dan merasa membutuhkan. Gaya belajar sangat serius dengan berusaha memahami materi secara mendalam serta memikirkan cara menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3) Pendekatan achieving (pencapaian prestasi tinggi) Kecenderungan belajar siswa karena adanya dorongan
untuk
mewujudkan ego enhancement yaitu ambisi pribadi yang besar dalam meningkatkan prestasi diri dengan cara meraih cita-cita. Gaya belajar siswa ini lebih serius daripada siswa yang menggunakan pendekatan belajar yang
17
lainnya. Terdapat keterampilan belajar yang baik dalam arti memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengatur ruang kerja, membagi waktu dan menggunakan secara efisisen, serta memiliki keterampilan tinggi dalam keterampilan tinggi dalam memilah-memilah silabus. Di samping itu siswa dengan pendekatan ini juga sangat disiplin, rapi, sistematis, memiliki perencanaan ke depan (plan ehead), dan memiliki dorongan berkompetisi tinggi secara positif. 2. Hakikat Metode Pembelajaran Pendidikan Jasmani a. Hakikat Teaching Games for Understanding Menurut Butler (2005: 1) Teaching Games for Understanding is a learner and game centered approach to sport-related game learning with strong ties to a constructivist aproach to learning. Artinya, pembelajaran pendekatan permainan adalah sebuah pendekatan yang berpusat pada siswa dan permainan untuk pembelajaran permainan olahraga dan mempunyai hubungan yang kuat dengan sebuah pendekatan konstruktifistik dalam pembelajaran. TGFU sebagai sebuah alat untuk mengkonseptualisasikan pengajaran dan pembelajaran permainan. Pembelajaran pendekatan permainan sangat mengutamakan peran guru sebagai fasilitator dan peran siswa untuk aktif dan terlibat dalam proses pembelajaran. Teaching Games for Understanding merupakan metode pembelajaran yang mendorong siswa-siswi untuk bekerjasama dalam permainan. Setiap
18
siswa mempunyai rasa ingin tahu bagaimana cara melakukan permainan dan ingin selalu terlibat dalam permainan tersebut. Memainkan sebuah permainan memberi arti bagi penampilan siswa dan secara aktif melibatkannya dalam aktivitas belajar. Terlibatnya siswa dalam permainan dan proses pengambilan keputusan yang dibutuhkan untuk memainkan sebuah permainan, guru dapat mendorong dengan memberikan apresiasi bermain kepada siswa dan perkembangan kemampuan fisik siswa akan berkembang baik. Ketika siswa memperoleh pengalaman, siswa menjadi membuat keputusan yang lebih baik dan bermain lebih kompeten, dan kemudian termotivasi untuk memainkan lebih banyak lagi permainan dan menuai penghargaan atas partisipasinya. Dalam memahami hakikat pembelajaran diperlukan beberapa definisi yang berhubungan atau mengarah kepada pengertian model pembelajaran. Terdapat kata “pembelajaran” yang memiliki arti sangat luas sehingga diperlukan definisi-definisi terpisah untuk menguraikan makna pembelajaran terutama pembelajaran menggunakan Teaching Games for Understanding. Menurut Sugihartono (2007: 81) pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasikan dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode pembelajaran yang dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil yang optimal. Menurut Sadiman (2010: 2) belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang
19
dan berlangsung seumur hidup, sejak manusia masih bayi hingga ke liang lahat nanti. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif). Menurut Suyono (2011: 9) belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian. Sedangkan menurut Rahyubi, H. (2012: 3) belajar adalah proses transformasi ilmu guna memperoleh kompetensi, keterampilan, dan sikap untuk membawa perubahan. Model pembelajaran pendekatan permainan ini meliputi perkenalan tentang model orisinil, diskusi tentang prinsip-prinsip pemandu, dan eksplorasi dari berbagai macam kegiatan dan ide yang membentuk perkembangan model. Model pembelajaran pendekatan permainan menggeser pengajaran permainan sebuah pendekatan yang berbasis perkembangan teknik atau konten dengan pelajaran yang sangat terstruktur ke pendekatan yang lebih berbasis pada siswa yang berhubungan dengan taktik dan kemampuan dalam konteks permainan (Butler, 2005: 2). 1) Model Pembelajaran Pendekatan Taktik Orisinil Model Pembelajaran Pendekatan Taktik orisinil yang pertama kali dipresentasikan oleh Bunker dan Thorpe pada tahun 1982 (dalam Butler,
20
2005: 2) adalah sebuah model prosedural langkah demi langkah (step-by step) untuk guru agar siswa atau pemain dapat menjadi pemain yang terampil. Aspek kunci dari model ini terletak pada disain permainan yang terstruktur dengan baik (terkondisikan) di mana siswa perlu membuat keputusan untuk mendapatkan pemahaman siswa tentang permainan. Menurut Butler (2005: 3) model pendekatan taktik terdapat enam langkah yaitu: Langkah 1 – permainan. Permainan diperkenalkan; permainan sebaiknya dimodifikasi agar sesuai dengan bentuk permainan yang lebih maju dan memenuhi level perkembangan siswa. Langkah 2 – apresiasi permainan. Siswa diharapkan mengerti tentang peraturan-peraturan permainan yang dimainkan. Langkah 3 – pertimbangan taktik. Siswa harus menyadari taktiktaktik permainan untuk membantu siswa bermain dengan prinsip-prinsip permainan, kemudian meningkatkan pertimbangan taktik siswa. Langkah 4 – membuat keputusan yang tepat. Siswa harus fokus pada proses pengambilan keputusan dalam permainan. Siswa dituntut untuk melakukan apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya (seleksi respon dan eksekusi keterampilan yang tepat) untuk membantu siswa membuat keputusan permainan yang tepat. Pembelajaran pendekatan
21
taktik adalah sebuah pendekatan yang berpusat pada siswa dan permainan untuk pembelajaran permainan yang berkaitan dengan olahraga yang kuat hubungannya dengan pendekatan konstruktivisme pada pembelajaran membuat keputusan yang tepat. Langkah 5 – Eksekusi keterampilan. Pada langkah ini, fokusnya adalah pada bagaimana caranya mengeksekusi keterampilan dan gerakan yang spesifik. Mengetahui bagaimana cara mengeksekusi tindakan tersebut berbeda dengan penampilan di mana fokusnya dibatasi pada keterampilan dan gerakan yang lebih spesifik. Langkah 6 – Penampilan. Terakhir, penampilan didasarkan pada kriteria tertentu tergantung pada tujuan permainan, pelajaran, atau unit. Pada akhirnya, kriteria penampilan yang spesifik ini memunculkan pemain yang kompeten dan mahir.
Permainan Apresiasi permainan
Penampilan
Siswa
Kesadaran taktik
Ekseskusi keterampilan Membuat keputusan yang tepat
Gambar 3. Model pendekatan taktik (Butler, 2005: 3)
22
2) Prinsip pedagogik Menurut Butler (2005: 3) juga memperkenalkan empat prinsip pedagogik (sampling, representasi, eksagerasi, dan kompleksitas taktik) yang berhubungan dengan pembelajaran pendekatan taktik. a) Memberikan kepada siswa untuk memberikan kesempatan dalam mengeksplor persamaan dan perbedaan di antara berbagai permainan (Bunker & Thorpe dalam Butler, 2005: 3). Ekspos pada berbagai bentuk permainan membantu siswa belajar mentransfer pembelajaran siswa dari satu permainan ke permainan yang lain. b) Representasi meliputi pengembangan permainan yang dipadatkan yang mengandung struktur taktikal yang sama dari bentuk yang lebih maju dari
permainan
tersebut.
Sistem
klasifikasi
permainan
dapat
memfasilitasi proses representasi dengan adanya seleksi berbagai macam permainan dengan masalah taktikal yang serupa dengan seleksi tradisional pengajaran satu olahraga sebagai sebuah pembelajaran. c) Eksagerasi meliputi perubahan aturan sekunder permainan menjadi lebih menekankan masalah taktik yang spesifik. d) Kompleksitas taktik meliputi kesesuaian permainan terhadap level perkembangan siswa. Beberapa masalah taktik terlalu kompleks untuk dipahami pemain-pemain pemula, tetapi ketika siswa mengembangkan pemahaman mengenai masalah taktik dan solusi yang sesuai,
23
kompleksitas permainan dapat bertambah. Permainan dan bentuk permainan didisain untuk sesuai dengan perkembangan siswa. 3) Kelebihan dan kekurangan dari metode TGFU a) Kelebihan Menurut Butler (2005: 5) tujuan dari pembelajaran TGFU ada empat yaitu (1) menguji cara pikir para guru tentang pengajaran permainan, (2) melakukan studi kasus tentang pengajaran permainan, (3) menguji penggunaan studi kasus sebagai sebuah alat dalam pengembangan kurikulum permainan, dan (4) mengidentifikasi isu-isu yang terkait dengan penyelidikan guru. b) Kekurangan Pembelajaran TGFU lebih mengedepankan taktik daripada teknik, taktik sebagai unsur yang lebih penting dalam mengembangkan permainan. TGFU lebih fokus bagaimana siswa bisa bermain dan tertarik terhadap cabang olahraga dengan memodifikasi lapangan dan aturan permainan yang dimainkan dalam pertandingan tetapi kurang mendalami bahwa jika permainan sesungguhnya siswa harus mengedepankan teknik tidak hanya taktik semata. Menurut Butler (2005: 6) siswa kurang tertarik pada teknik atau keterampilan, tetapi siswa hanya tertarik pada tuntutan taktik dari permainan tersebut.
24
3. Karakteristik Anak Sekolah Menengah Atas Anak pada masa Sekolah Menengah Atas pada umumnya sedang berada dalam pertumbuhan. Rata-rata Anak Sekolah Menengah Atas berumur 15-18 tahun dapat dikatakan juga dalam masa remaja. Menurut Weinberg, G. (2006: 28) kepribadian adalah karakteristik siswa yang membuat siswa tersebut menjadi unik. Cara terbaik dalam memahami kepribadian siswa dengan mengenal psikologis siswa, bagaimana menyelesaikan masalah, dan tingkah laku sehari-hari. Menurut Syamsu Yusuf (2011: 184) masa remaja meliputi (a) remaja awal: 12-15 tahun, (b) remaja madya: 15-18 tahun, dan (c) remaja akhir: 19-22 tahun. Menurut Zulkifli (2005: 65-67) ciri-ciri remaja adalah sebagai berikut: a.
Pertumbuhan fisik Masa remaja merupakan salah satu di antara dua masa rentangan kehidupan individu di mana terjadi pertumbuhan fisik yang sangat pesat. Pertumbuhan fisik mengalami perubahan dengan cepat, lebih cepat dibandingkan dengan masa anak-anak dan dewasa. Perkembangan fisik akan terlihat pada tungkai dan tangan, tulang kaki dan tangan, otot-otot tubuh berkembang pesat, sehingga anak kelihatan bertubuh tinggi, tetapi kepala masih mirip dengan anak-anak.
25
b.
Kognitif Cara berpikir remaja adalah kausalitas, yaitu menyangkut hubungan sebab dan akibat. Remaja sudah berpikir kritis sehingga akan melawan jika orang tua, guru, lingkungan, masih menganggap sebagai anak kecil. Remaja secara mental telah dapat berpikir logis tentang berbagai gagasan yang abstrak. Dengan kata lain berpikir operasi formal dan lebih bersifat hipotesis dan abstrak, serta sistematis dan ilmiah dalam memecahkan masalah (Syamsu Yusuf, 2011: 195).
c.
Emosi Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang tinggi. Dapat dikatakan emosi remaja masih labil dikarenakan erat hubungannya dengan keadaan hormon. Pertumbuhan fisik, terutama organ-organ seksual mempengaruhi berkembangnya emosi atau perasaan dan dorongan-dorongan yang baru seperti perasaan cinta, rindu, dan keinginan untuk berkenalan lebih intim dengan lawan jenis. Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri sendiri daripada pikiran yang realistis.
d.
Sosial Dalam kehidupan sosial, remaja sangat tertarik pada kelompok sebaya
sehingga remaja sering menomorsatukan kepentingan kelompok dibandingkan kepentingan dengan keluarga. Remaja merasa yang dapat mengerti dengan dirinya adalah teman sebayanya. Remaja memahami orang lain sebagai
26
individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat nilai-nilai maupun perasaannya. Perasaan ini yang mendasari remaja menjalin hubungan yang lebih akrab dengan teman sebaya. Dalam memilih teman, remaja akan memilih teman yang memiliki kualitas psikologis yang hampir sama baik menyangkut interes, sikap, nilai, dan kepribadian. Dengan itu maka remaja sering menyebut kelompok siswa dengan istilah gang sebenarnya tidak berbahaya jika orang tua guru dan lingkungan dapat mengarahkan. Sebab dalam kelompok tersebut remaja dapat memenuhi kebutuhan yang belum tentu dapat diperoleh di rumah maupun sekolah.
27
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh metode pembelajaran Teaching Games for Understanding dalam meningkatkan kerjasama siswa di SMA Negeri 1 Bandongan, Kabupaten Magelang.
B. Kontribusi (Manfaat) terhadap ilmu pengetahuan 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan untuk kegiatan-kegiatan penelitian yang berkaitan dengan metode pembelajaran dapat meningkatkan kerjasama siswa dalam mata pelajaran pendidikan jasmani. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa Dapat menumbuhkan motivasi siswa dalam meningkatkan kerjasama dalam pembelajaran pendidikan jasmani. b. Bagi Guru Meningkatkan
kemampuan
guru
dalam
menggunakan
metode
pembelajaran. c. Bagi Sekolah Meningkatkan kualitas pendidikan bagi sekolah. Dapat memberikan bantuan yang bermanfaat pada sekolah khususnya dalam pembelajaran pendidikan jasmani.
28
C. Luaran Penelitian Target luaran yang dicapai melalui kegiatan penelitian ini antara lain, 1. Publikasi Ilmiah 2. Pengayaan variasi penggunaan metode pembelajaran dalam pembelajaran di sekolah.
29
BAB IV. METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakukan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendali (Sugiyono, 2010: 107). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan desain faktorial 2 X 1. Berdasarkan jumlah variabel yang ada, yaitu: (1) variabel bebas aktif/independen yaitu teaching games for understanding (2) variabel bebas pasif/moderator yaitu kerjasama. Menurut Sudjana (2002: 148) eksperimen faktorial adalah eksperimen yang hampir semua faktor dikombinasikan atau disilangkan dengan tiap faktor lainnya yang ada dalam eksperimen. Desain penelitian faktorial 2 x 1, dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Kerjasama (B)
Tabel 1. Desain penelitian faktorial 2 X 1 Metode Pembelajaran (A) Teaching Games for Understanding (A1) (A1 B1) (A1 B2)
Tinggi (B1) Rendah (B2) Keterangan: A1B1 : Kelompok metode Teaching Games for Understanding dengan Kerjasama tinggi. A1B2 : Kelompok metode Teaching Games for Understanding dengan Kerjasama rendah. B. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, yaitu dari bulan Mei sampai dengan Agustus 2016.
30
2. Tempat Penelitian ini dilaksanakn di SMA Negeri 1 Bandongan, Kabupaten Magelang. C. Subjek Penelitian 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 1 di SMA Negeri 1 Bandongan. 2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 1 di SMA Negeri 1 Bandongan. 3. Teknik Sampling Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dengan tujuan tertentu.
D. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis variabel, yaitu variable bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dala penelitian ini adalah teaching games for understanding. Sedangkan variable terikat dalam penelitan ini adalah kerjasama siswa.
E. Teknik Pengumpulan Data Di dalam penelitian ini, teknik pengmpulan data yang digunakan adalah lembar observasi. Lembar observasi tersebut digunakan untuk memperoleh informasi mengenai sejauh mana kerjasama siswa melalui metode pembelajaran teaching games for understanding.
F. Instrumen Pengumpulan Data Instrumen yang digunakan dalam penelitan ini berupa lembar observasi kerjasama. Draf pertanyaan dalam angket tersebut adalah sebagai berikut: 31
Table 1. Kisi-kisi instrument kerjasama Variabel Faktor Indikator Kerjasa 1. Membuat kohesivitas - Merencanakan strategi bermain tim dalam memperoleh kemenangan ma 2. Meminimalisir - Saling menjaga komunikasi dampak kebosanan antara pemain terhadap tim 3. Menjalin kesetiaan - Menumbuhkan rasa kebersamaan 4. Selalu memberikan - Adanya interaksi yang baik solusi terhadap sesama pemain permasalahan tim 5. Memberikan - Memberikan apresiasi sesama penghargaan terhadap pemain anggota tim 6. Tim memberikan - Koordinasi yang baik dalam tujuan yang jelas bermain bola voli 7. Memberikan umpan - Simpati terhadap teman balik terhadap tim 8. Peduli terhadap - Memberikan motivasi sesama anggota tim pemain 9. Bekerja keras - Pantang menyerah dan berusaha mengatasi permasalahan (bertanggung jawab terhadap posisinya) G. Keabsahan Data Analisis data merupakan salah satu langkah penting dalam rangka meperoleh temuan-temuan hasil penelitian. Langkah selanjutnya adalah mebuat gambaran hasil penelitian yang dilakukan dengan cara , 1. Reduksi Yaitu penyederhanaan data 2. Paparan Yaitu menyajikan segala data yang diperoleh selama penelitian 3. Penarikan kesimpulan Yaitu pengambilan keputusan dan interpretasi dari hasil temuan selama melakukan proses penelitian
32
BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pembahasan Penelitian dilakukan pada 32 siswa kelas XI IPA 1 di SMA N 1 Bandongan, Kabupaten Magelang. Masing-masing siswa diberikan lembar observasi kerjasama melalui 9 pernyataan. Hasil dari perolehan data kerjasama siswa adalah sebagai berikut. Table 2. Hasil Lembar Observasi Kerjasama Siswa No
Nama
Pre-test
Post-test
1
Barokah
4
4
2
Della Lavenia
3
3
3
Devi Windayani
4
3
4
Fazanah
3
4
5
Intan Pratiwi
6
8
6
Iva Handayani
5
8
7
Lailia Arafatul M
3
3
8
Luqman Khaqim
5
7
9
Maya Ika Y. A
3
3
10
Mutia Wulandari
5
4
11
M. Ivan K
4
6
12
Ririn Hanifah
4
4
13
Rofiqoh
2
3
14
Satria Yoga S
4
6
15
Titis Saputri
3
4
16
Ulfa Baroroh
3
3
33
No
Nama
Pre-test
Post-test
17
Adika Budi S
5
9
18
Ahmad Nasirudin
4
8
19
Anisa’us S
4
7
20
Anitasari
6
9
21
Choirin Niswati
5
6
22
Desti Hikmasari
5
7
23
Lulut Fadhilah
4
5
24
Lusi Febriarti P
5
6
25
M. Munir
4
7
26
M Fahad A
5
6
27
Mustaniroh
5
5
28
M Ridho Sigit W
6
8
29
Novia Dwi
4
5
30
Siti Anisatul
6
5
31
Tantri Lumungga
6
8
32
Wiwin Haryanti
4
6
Berdasarkan lembar observasi kerjasama siswa tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa siswa merasa senang dan metode pembelajaran Teaching games for understanding dapat meningkatkan kerjasama. Setiap siswa memiliki kesan yang berbeda-beda saat melakukan pendidikan jasmani, ada yang terkesan karena nilai dapat muncul sendiri, siswa terkesan dalam kegiatan pendidikan jasmani terdapat siswa yang mengalami peningkatan hasil belajar dan penurunan hasil belajar. Secara garis besar siswa banyak mengalami peningkatan dibandingkan penurunan hasil belajar. Secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa melalui hasil lembar observasi kerjasama siswa, penggunaan metode pembelajaran Teaching games for understanding dapat meningkatkan kerjasama siswa di SMA Negeri 1 Bandongan. 34
B. Pembahasan Hasil Penelitian Untuk memenuhi persyaratan analisis statistik terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan terhadap data penelitian. Uji persyaratan yang dimaksud meliputi uji normalitas frekuensi data dan uji homogenitas varians. 1) Uji Normalitas data Pengujian normalitas data dilakukan untuk mengetahui normal tidaknya distribusi data atau dengan kata lain untuk mengetahui kepastian sebaran data yang diperoleh normal atau tidak. Pengujian normalitas data menggunakan uji kolmogorov-Smirnov. Jika diperoleh nilai probalitas lebih besar dari α = 0,05 (p > 0,05), maka data yang diuji berdistribusi normal. Artinya, Hasil uji normalitas data variabel kerjasama apabila nilai p lebih besar dari 0,05 maka data yang diperoleh adalah normal. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4. Hasil uji normalitas variabel kerjasama.
Variabel Kerjasama
Test of Normality Kolmogorov-Smirnova Post-test Post-test Keterangan 0,051 0,055 P>0,05
Status Normal
Dari hasil uji normalitas data menggunakan Kolmogorov-Smirnov Test dapat diketahui seluruh nilai variabel terikat yaitu kerjasama 0,051 lebih besar dari 0,05. Dapat disimpulkan bahwa dari data kelompok perlakuan terhadap hasil pengukuran kerjasama berdistribusi normal.
35
Artinya
analisis
selanjutnya
dapat
dilakukan
dengan
statistika
parametrics. 2) Uji Homogenitas Untuk menyakinkan bahwa sampel dalam penelitian ini berada dalam kondisi yang sama (homogen), maka perlu dilakukan pengujian terhadap metode pembelajaran dan sarana dan prasarana. Upaya untuk memprediksi kesamaan dari kelompok sangat diperlukan dalam penelitian eksperimen guna mempertinggi validitas internal. Uji homogenitas varians dilakukan untuk mengetahui homogen atau tidaknya kelompok yang dibandingkan. Hasil uji homogenitas varians dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 5. Hasil uji homogenitas varians
Variabel Pre-test Post-test
Box's Test of Equality of Covariance Matricesa Signifikansi Keterangan Status 0,506 Sig>0,05 Homogen 0,866 Sig>0,05 Homogen
Untuk memenuhi asumsi homogenitas data multivariat. Nilai dari P value harus lebih besar dari nilai α, sig BOX’S M>0,05. Hasil dari perhitungan didapat nilai sig > 0,05 atau 0,866 > 0,05. Artinya, bahwa data dari masing-masing kelompok perlakuan terhadap hasil pengukuran kerjasama dan strategi bermain untuk pre-test 0,506 dan post-test 0,866 lebih besar dari 0,05 sehingga penelitian ini adalah homogen.
36
Hasil analisis anava terhadap hasil tes kerjasama berdasarkan metode pembelajaran teaching games for understanding ditunjukkan pada tabel di bawah ini: Tabel 6. Hasil uji Anava Dependent Variable Hasil belajar siswa
Belajar siswa Kerjasama
Metode pembelajaran TGFU
Mean Difference 2,1250
Sig. 0,03
Pada variabel hasil belajar siswa antara kerjasama dan TGFU diperoleh P= 0,03 dengan Mean difference= 2,1250, oleh karena P < 0,05, maka ada perbedaan yang bermakna. Dapat disimpulkan dari data diatas bahwa metode pembelajaran teaching games for understanding dapat meningkatkan kerjasama siswa di SMA Negeri 1 Bandongan.
37
BAB. VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Hasil penelitian ini dapat diperoleh kesimpulan bahwa pengaruh metode pembelajaran Teaching games for understanding terbukti efektif dalam meningkatkan kerjasama di SMA N 1 Bandongan, Kabupaten Magelang.
B. Saran Berdasarkan penelitian, saran yang diajukan oleh peneliti adalah sebagai berikut, 1. Bagi Siswa, diharapkan selalu memiliki kerjasama yang tinggi dalam belajar, khususnya dalam pendidikan jasmani. 2. Bagi guru, hendaknya selalu menerapkan inovasi dan metode baru dalam menyiapkan pembelajaran. 3. Bagi Kepala Sekolah, hendaknya selalu mendukung segala inovasi dan informasi baru terhadap metode pembelajaran yang dilakukan guru dalam meningkatkan kerjasama siswa.
38
DAFTAR PUSTAKA
Audrey, C. (2002). A curriculum for the pre-school child learning to learn. Canada: Rouledge. Butler, J.I. (2005). Teaching for game understanding theory, research, and practice. Canada: Human Kinetics. Charney, C.Y. (2006). The leader’s tool kit. Canada: Human Kinetics. Hopper, B. (2005). Teaching physical education in the primary school. London: Rouledge Falmer. Launder, A.G. (2001). Play practice: the games approach to teaching and coaching sports. Canada: Human Kinetics. Rahyubi. H. (2012). Teori-teori belajar dan aplikasi pembelajaran motorik. Bandung: Nusa Media. Sadiman, et al. (2010). Media pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers. Sudjana. (2002). Metoda statistika. Bandung: Tarsito. Sugihartono. (2007). Psikologi pendidikan. Yogyakarta: UNY. Suyono. (2011). Belajar dan pembelajaran teori dan konsep dasar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Weinberg, R. (2006). Foundations of sport and exercise psycology. Canada: Human Kinetics. Yusuf, Syamsu. (2011). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Zulkifli. (2005). Psikologi perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
39
LAMPIRAN
Instrumen kerjasama A. Teori kerjasama Beberapa orang melihat bekerja di sebuah organisasi berbasis tim sebagai bergerak lambat dan tidak efisien. ika kerja sama tim berarti kolaborasi, apakah ada alternatif? Tentunya tidak tahu kapan harus menggunakan tim untuk membuat keputusan dan ketika desicions harus dilakukan oleh seorang pemimpin penting. Ini akan membantu untuk membangun komitmen bila diperlukan dan mempercepat keputusan bila diperlukan. Menurut CY Charney (2005: 102) pemimpin tim yang efektif tahu bahwa tidak semua keputusan perlu melibatkan tim. Bahkan, tim tidak akan dikonsultasikan ketika: a. Keputusan yang mendasar. b. Salah satu anggota adalah seorang ahli dalam memberi masukan kepada ketua team dalam mengambil keputusan. c. Pemimpin secara khusus bertugas sebagai pembuat keputusan. Keputusan tim idealnya harus dibuat melalui musyawarah di antara anggota tim sehingga kerjasama tim dalam permainan akan menjadi sebuah kebutuhan. Siswa dalam bermain dengan adanya kerjasama akan membuat tim lebih kuat dalam menghadapi masalah dan siswa akan merasa ringan dalam memecahkan masalah itu sendiri untuk memperoleh kemenangan dalam bermain. Menurut CY Charney (2006: 12) kerjasama merupakan Nothing influences behavior more than your behavior at the top. You are the role model
40
and your action, not the slogans on the wall, will influence how othen behave. A collaborative environment that encourages working together for a common purpose, within and among teams, is important to your oragnization’s succes. Here are some strategis that will make this happen: j)
Cultivate a cohesive team
k) Minimize the impact of a destructive team member. If you inherit. l)
problematic employee or hire someone who turns out to have negative effects on the team’s morale, find out whar is interfering with that person’s ability to be a positive productive worker.
m) Be loyal to your employee. Remember that loyalty is a two-wat street. n) Promote team problem solvong. o) Balance peak wor’s periods with some rewards. p) Help your employees to manage and learn from their challenges. q) Hold yourself to the same standards that you expect of others. Few people are inspired by someone who adheres to a double standard. r)
Care about your people. You don’t need to (nor should you) be their best friend or their personal counselor. However, getting to know them beyond saying “good morning” will allow you to find out what motivates and spires them to give their all.
s)
Be willing to roll up your sleeves and work as hard as you expect your employees to work.
41
Artinya, bekerjasama merupakan dampak tingkah laku yang setiap siswa terhadap suatu permasalahan yang terjadi. Siswa merupakan objek dari suatu tindakan dalam menyelasaikan masalah tersebut. Suatu lingkungan pendidikan akan mempengaruhi pola pikir untuk bekerjasama dalam satu tujuan dengan menghasilkan mufakat. Kesuksesan dalam bekerjasama dapat terwujud melalui: a.
Membuat kohesivitas team
b.
Meminimalisir dampak kebosanan terhadap tim
c.
Menjalin kesetiaan
d.
Selalu memberikan solusi terhadap permasalahan tim
e.
Memberikan penghargaan terhadap anggota tim
f.
Tim memberikan tujuan yang jelas
g.
Memberikan umpan balik terhadap tim
h.
Peduli terhadap anggota tim
i.
Bekerja keras
Bekerjasama dalam sebuah tim itu tidak mudah terwujud dan dalam permainan tidak akan efektif apabila kerjasama itu tidak terlihat pada tim saat bertanding. Siswa harus mempersatukan kepribadian yang berbeda, tujuan dalam bertanding dan motivasi baik dari dalam siswa maupun dari faktor lingkungan. Kemenangan akan mudah tercapai dengan siswa bekerja keras dan bersama-sama menggabungkan bakat keterampilan siswa tersebut. Membangun kekompakkan untuk bersatu dalam sebuah pertandingan akan lebih mudah terlihat dalam
42
permainan apabila setiap siswa menggabungkan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari seringkali berinteraksi kepada semua anggota tim. Lakukan perubahan pola pikir disetiap anggota tim apabila kekompakkan disetiap siswa mulai pudar. Tingkah laku yang bisa merusak kerjasama tim pada siswa akan berdampak melemahkan kinerja setiap anggota pada saat pertandingan apabila situasi ini dibiarkan dalam waktu yang lama. Seorang pemimpin akan sulit dalam mengubah kinerja setiap anggota tim, karena tindakan yang kurang tegas dari pemimpin akan menghilangkan nilai-nilai yang tidak sesuai dengan tujuan semula. B. Definisi operasional Berdasarkan pada beberapa pendapat diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan bekerjasama dalam penelitian ini adalah tindakan satu orang atau satu pihak dengan orang atau pihak lain yang tercermin dalam kegiatan bermain yang menguntungkan semua pihak dengan prinsip saling percaya, menghargai, dan adanya norma yang mengatur. Bekerjasama dalam sebuah tim itu tidak mudah terwujud dan dalam permainan tidak akan efektif apabila kerjasama itu tidak terlihat pada tim saat bertanding. Siswa harus mempersatukan kepribadian yang berbeda, tujuan dalam bertanding dan motivasi baik dari dalam siswa maupun dari faktor lingkungan. Kemenangan akan mudah tercapai dengan siswa bekerja keras dan bersama-sama menggabungkan bakat keterampilan siswa tersebut.
Membangun kekompakkan untuk bersatu dalam sebuah pertandingan akan lebih
43
mudah terlihat dalam permainan apabila setiap siswa menggabungkan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari seringkali berinteraksi kepada semua anggota tim. C. Kisi-kisi instrumen Kisi-kisi instrumen variabel kerjasama
Variable Faktor Kerjasa 1. Membuat ma kohesivitas tim 2. Meminimalisir dampak kebosanan terhadap tim 3. Menjalin kesetiaan 4. Selalu memberikan solusi terhadap permasalahan tim 5. Memberikan penghargaan terhadap anggota tim 6. Tim memberikan tujuan yang jelas 7. Memberikan umpan balik terhadap tim 8. Peduli terhadap anggota tim 9. Bekerja keras
Indikator - Merencanakan strategi bermain dalam memperoleh kemenangan - Saling menjaga komunikasi antara pemain -
Menumbuhkan rasa kebersamaan Selalu memberikan pendapat dan solusi dalam bermain bola voli
-
Memberikan apresiasi sesama pemain
-
Koordinasi yang baik dalam bermain bola voli Simpati terhadap teman
-
Memberikan motivasi sesama pemain
-
Selalu berusaha keras
44