LAPORAN PENELITIAN NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN
TENTANG
PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN
TAHUN 2015
KERJASAMA DPRD KABUPATEN TABANAN DENGAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 1
TIM PENELITI
1.
I Ketut Sudiarta.,SH.,MH
2.
Ni Luh Gede Astariyani.,SH.,MH
3.
Anak Agung Istri Ari Atu Dewi.,SH.,MH
4.
Dr Jimy Z Usfunan, SH.,MH
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 2
KATA PENGANTAR
Negara memiliki kewajiban memberikan perlindungan kepada setiap warga negara sesuai dengan pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa perempuan dan anak termasuk kelompok rentan yang cenderung mengalami kekerasan sehingga perlu mendapatkan perlindungan. Kekerasan terhadap perempuan dan anak tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia sehingga perlu dilindungi harga diri dan martabatnya serta dijamin hak hidupnya tanpa adanya diskriminasi.Kekerasan merupakan setiap perbuatan secara melawan hukum dengan atau tanpa menggunakan sarana terhadap fisik dan psikis yang menimbulkan bahaya bagi nyawa, badan atau menimbulkan terampasnya kemerdekaan seseorang. Selanjutnya Kekerasan terhadap perempuan merupakan setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di ranah publik atau dalam kehidupan pribadi. Kekerasan terhadap anak adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, mental, seksual, psikologis, termasuk penelantaran dan perlakuan buruk yang mengancam integritas tubuh dan merendahkan martabat perempuan dan anak. Dalam rangka mencegah dan menanggulangi kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Tabanan agar terhindar dari kekerasan, ancaman kekerasan, penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan, perlu dilakukan perlindungan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan dalam bentuk peraturan daerah.
Denpasar, 2 November 2015 Tim Peneliti Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 3
ABSTRAK
Perempuan dan anak termasuk kelompok rentan yang cenderung mengalami kekerasan sehingga perlu mendapatkan perlindungan. Kekerasan terhadap perempuan dan anak tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia sehingga perlu dilindungi harga diri dan martabatnya serta dijamin hak hidupnya tanpa adanya diskriminasi.Kekerasan merupakan setiap perbuatan secara melawan hukum dengan atau tanpa menggunakan sarana terhadap fisik dan psikis yang menimbulkan bahaya bagi nyawa, badan atau menimbulkan terampasnya kemerdekaan seseorang. Selanjutnya Kekerasan terhadap perempuan merupakan setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di ranah publik atau dalam kehidupan pribadi. Kekerasan terhadap anak adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, mental, seksual, psikologis, termasuk penelantaran dan perlakuan buruk yang mengancam integritas tubuh dan merendahkan martabat perempuan dan anak. Dalam rangka mencegah dan menanggulangi kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Tabanan agar terhindar dari kekerasan, ancaman kekerasan, penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan, perlu dilakukan perlindungan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan dalam bentuk peraturan daerah.
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 4
DAFTAR ISI
Narasi Pengantar ………………………………………………. Daftar Isi ………………………………………………. Daftar Tabel ………………………………………………. Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang ………………………………………………. B Identifikasi Masalah…………………………………………. C. Tujuan dan Kegunaan………………………………………. D. Metode…………………………………………………………..
ii iv
1 5 6 7
Bab II Kajian Teoritis A. Kajian Teoritis ………………………………………………... B. Kajian Terhadap Asas/Prinsip yang Terkait dengan Penyusunan Norma …………………………………………. C. Kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi yang ada, serta permasalahan yang dihadapi masyarakat…………………………………………………….. D. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru yang akan diatur dalam Peraturan Daerah terhadap aspek kehidupan masyarakat dan dampaknya terhadap aspek beban keuangan daerah………………..
9 14
18
19
Bab III Evaluasi Dan Analisis Peraturan Perundangundangan Terkait A. Kondisi Hukum Dan Satus Hukum Yang Ada............. 21 B. Keterkaitan Dengan Peraturan Perundang-Undangan Yang Lain................................................................... 24 Bab IV Landasab Filosofis, Sosiologis dan Yuridis A. Pandangan Ahli..........................................................
28
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 5
Bab V. Jangkauan Arah Pengaturan Dan Ruang Lingkup Materi Muatan Peraturan Daerah A. Ketentuan Umum....................................................... 36 B. Materi Muatan Yang Akan Diatur............................... 37 Bab V Penutup A. Simpulan................................................................... B. Saran .......................................................................
38 39
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN: Racangan Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korba Kekerasan
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 6
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1
: Data jumlah kekerasan terhadap perempuan, laki-laki dan anak………………………………………………………….
Tabel 2
: Asas
Pembentukan
Peraturan
1
Perundang-undangan
Yang Baik, Yang Bersifat Formal (berdasarkan Pasal 5 UU 12/2011 dan Penjelasannya)…………………………… Tabel 3
: Asas
Pembentukan
Peraturan
14
Perundang-undangan
Yang Baik, Yang Bersifat Materiil (berdasarkan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) UU 12/2011 dan Penjelasan)…….. Tabel 4
: Asas-asas
Yang
Melandasi
Penghapusan
Kekerasan
Dalam Rumah Tangga Dalm Pasal 3 UU KDRT……………. Tabel 5
: Jumlah
pelaku
dan
korban
kekerasan
: Keterkaitan
dengan
Peraturan
18 Perundang-undangan
yang lain .................................................................... Tabel 7
24
: Landasan Keabsahan Peraturan Perundang-undangan menurut Para Sarjana Indonesia ………………………….…
Tabel 8
17
terhadap
perempuan, laki-laki dan anak Tabel 6
15
29
: Landasan Keabsahan Peraturan Perundang-undangan Berdasarkan Pandangan Teoritik dan UU No. 12/2011…
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 7
34
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Kabupaten Tabanan sebagai salah satu kabupaten di Provinsi
Bali
belum
memiliki
Peraturan
Daerah
tentang
Perlindungan Perempuan Dan Anak Korban Kekerasan. Segala bentuk kekerasan adalah pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan
terhadap
martabat
kemanusiaan,
serta
bentuk
diskriminasi. Pasal 28 G ayat (1) Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa: setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang berada di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Berdasarkan data jumlah korban kekerasan terhadap perempuan, laki-laki dan anak di Kabupeten Tabanan sebagaimana dalam tabel dibawah ini : Tabel 1 : Data jumlah kekerasan terhadap perempuan, laki-laki dan anak No Kesatuan Tahun Jumlah Korban KET Perempuan Polres Tabanan
Laki-
Anak-
laki
anak
2012
21
2
10
2013
17
3
11
2014
20
6
13
Sumber : Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Bali Resor Tabanan Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 1
Tingginya angka kekerasan tersebut menunjukkan sangat perlu
pengaturan
tentang
Perlindungan
terhadap
korban
kekerasan. Dalam KUHP Bab XIV yaitu Pasal 285,286, 287,288 dan 297
pengaturan tersebut dimaksud lebih untuk mengatur
kesusilaan seseorang bukan melindungi perempuan yang menjadi korban
dari
tindak
pidana
tersebut
dan
hanya
mengatur
kekerasan yang berakibat perlakuan secara fisik.1 Dalam Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita ( CEDAW) pengaturan kekerasan terhadap perempuan tidak saja kekerasan fisik, namun juga kekerasan psikis dan kekerasan seksual.2 Berdasarkan Pasal 20 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak
mengatur
masyarakat,
keluarga,
bahwa
dan
Negara,
pemerintah,
tua
berkewajiban
orang
bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Dalam Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, (UU KDRT) mengatur bahwa negara jaminan untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga. Korban kekerasan
dalam
Perempuan
dan
rumah anak,
tangga,
harus
yang
mendapat
kebanyakan
adalah
perlindungan
agar
terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan. Dalam UU KDRT, Pasal 1 angka 2 mengatur bahwa Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah jaminan 1 Niken Savitri.2008,HAM Perempuan Kritik Teori Hukum Feminis terhadap KUHP, Refika Aditama, hal 10 2 Ibid, hal 4
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 2
yang diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga,
dan
melindungi
korban
kekerasan
tangga.Berdasarkan Pasal 11, Pasal 12 dan
dalam
rumah
Pasal 13 UUKDRT
mengatur bahwa : Pasal 11 Pemerintah bertanggung jawab dalam upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga; Pasal 12 (1) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, pemerintah: a. merumuskan kebijakan tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga; b. menyelenggarakan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang kekerasan dalam rumah tangga; c. menyelenggarakan advokasi dan sosialisasi tentang kekerasan dalam rumah tangga; d. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif gender dan isu kekerasan dalam rumah tangga serta menetapkan standar dan akreditasi pelayanan yang sensitif gender. (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh menteri. (3) Menteri dapat melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam melakukan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Pasal 13 Untuk penyelenggaraan pelayanan terhadap korban, pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan fungsi dan tugas masingmasing dapat melakukan upaya: a. penyediaan ruang pelayanan khusus di kantor kepolisian; b. penyediaan aparat, tenaga kesehatan, pekerja sosial, dan pembimbing rohani; c. pembuatan dan pengembangan sistem dan mekanisme kerja sama programpelayanan yang melibatkan pihak yang mudah diakses oleh korban; dan Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 3
d. memberikan perlindungan bagi pendamping, saksi, keluarga, dan teman korban. Pasal
21
ayat
(3)
UU
No
35
Tahun
2014
tentang
Perlindungan anak mengatur, untuk menjamin pemenuhan Hak Anak
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1),
Pemerintah
berkewajiban dan bertanggung jawab dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang penyelenggaraan Perlindungan Anak. Dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia
Nomor 05 Tahun
2010 Tentang Panduan Pembentukan Dan Pengembangan Pusat Pelayanan Terpadu Pasal 4 (1) Panduan Pembentukan dan Pengembangan PPT memuat tahapan pembentukan dan pengembangan PPT, struktur organisasi, bentuk-bentuk pelayanan, mekanisme pelayanan, penyediaan sarana prasarana, penyediaan petugas pelaksana atau petugas fungsional, materi yang akan diatur dalam Peraturan Daerah tentang Pembentukan dan Pengembangan PPT, pemantauan, evaluasi dan pelaporan (2) Pembentukan dan pengembangan PPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan Panduan Pembentukan dan Pengembangan PPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. Pasal 5 Mengenai struktur organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) yang memuat kedudukan, tugas, fungsi, susunan organisasi, dan tata kerja PPT diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah. Pasal 8 (1) Dalam pembentukan dan pengembangan PPT Gubernur, Bupati dan Walikota bertugas untuk : a. menyusun dan menetapkan peraturan daerah tentang pembentukan dan pengembangan PPT bersama dengan DPRD setempat ; Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 4
b. memfasilitasi pembentukan dan pengembangan PPT; c. menyediakan petugas pelaksana dan petugas fungsional yang diperlukan; d. menyediakan sarana dan prasarana; e. menyediakan anggaran untuk operasional PPT; f. melakukan pembinaan terhadap pembentukan dan pengembangan PPT; dan g.
menyampaikan laporan tentang pelaksanaan Pembentukan dan Pengembangan PPT kepada Menteri Dalam Negeri dengan tembusan kepada Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf f meliputi pemberian petunjuk pelaksanaan, bimbingan, supervisi, monitoring dan evaluasi B. IDENTIFIKASI MASALAH Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dapat dilakukan identifikasi masalah, yakni bahwa perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan di Kabupaten Tabanan merupakan suatu hal
yang
mendapat
perhatian
sehingga
perlu
dilakukan
pengaturan, oleh karena itu perlu Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan Berdasarkan
pada
identifikasi
masalah
tersebut
dapat
dirumuskan 3 (tiga) pokok masalah, yaitu sebagai berikut: 1. Permasalahan hukum apakah yang dihadapi sebagai alasan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan
tentang
Perlindungan
Perempuan
dan
Anak
Korban Kekerasan?. 2. Apakah yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, Daerah
yuridis
pembentukan
Kabupaten
Tabanan
Rancangan tentang
Peraturan
Perlindungan
Perempuan dan Anak Korban Kekerasan?.
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 5
3. Apakah sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,
jangkauan,
dan
arah
pengaturan
dalam
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan?. C. TUJUAN
DAN
KEGUNAAN
KEGIATAN
PENYUSUNAN
NASKAH AKADEMIK Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, tujuan penyusunan Naskah Akademik dirumuskan sebagai berikut: 1. Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai alasan
pembentukan
Rancangan
Peraturan
Daerah
Kabupaten Tabanan tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan. 2. Merumuskan sosiologis, Daerah
pertimbangan
yuridis Kabupaten
atau
pembentukan Tabanan
landasan
Rancangan tentang
filosofis, Peraturan
Perlindungan
Perempuan dan Anak Korban Kekerasan. 3. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,
jangkauan,
dan
arah
pengaturan
dalam
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan. Adapun kegunaan penyusunan Naskah Akademik adalah sebagai
acuan
penyusunan
dan
pembahasan
Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan tentang
Rancangan Perlindungan
Perempuan dan Anak Korban Kekerasan.
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 6
D. METODE PENELITIAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK Penyusunan merupakan
Naskah
suatu
Akademik
kegiatan
ini yang
penelitian
pada
dasarnya
penyusunan
Naskah
Akademik - digunakan metode yang berbasiskan metode penelitian hukum.3 Metode penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian penyusunan Naskah Akademik ini melalui cara-cara sebagai berikut: 1. Melakukan studi tekstual, yakni menganalisis teks hukum yaitu pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan dan kebijakan publik (kebijakan negara) secara kritikal dan dijelaskan makna dan implikasinya terhadap subjek hukum (terutama dalam hal ini adalah perempuan dan anak korban kekerasan). 2. Melakukan studi kontekstual, yakni mengaitkan dengan konteks saat peraturan perundang-undangan itu dibuat ataupun ditafsirkan dalam rangka pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan tentang perempuan dan anak korban kekerasan. Intinya, metode penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian penyusunan Naskah Akademik ini berada dalam paradigma interpretivisme terkait dengan hermeneutika hukum4. Hermeneutika hukum pada intinya adalah metode interpretasi atas teks hukum, yang menampilkan segi tersurat yakni bunyi teks hukum dan segi tersirat yang merupakan gagasan yang ada di belakang teks hukum itu. Oleh karena itu untuk mendapatkan pemahaman yang utuh tentang makna teks hukum itu perlu 3 Diadaptasi dari Soelistyowati Irianto, “Memperkenalkan Studi Sosiolegal …”, Ibid., hlm. 177-178. 4 Lihat Soelistyowati Irianto, “Memperkenalkan Studi Sosiolegal …”, Ibid., hlm. 181.
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 7
memahami gagasan yang melatari pembentukan teks hukum dan wawasan konteks kekinian saat teks hukum itu diterapkan atau ditafsirkan. Kebenaran dalam ilmu hukum merupakan kebenaran intersubjektivitas, oleh karena itu penting melakukan konfirmasi dan konfrontasi dengan teori, konsep, serta pemikiran para sarjana
yang
berkenaan
mempunyai
dengan
tematik
otoritas
di
penelitian
bidang
keilmuannya
penyusunan
Naskah
Akademik ini5.
5 Diadaptasi dari Gede Marhaendra Wija Atmaja, “Politik Pluralisme Hukum dalam Pengakuan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dengan Peraturan Daerah”, Disertasi Doktor, Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, 2012, hlm. 17-18
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 8
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
A. KAJIAN TEORITIS Pembaharuan hukum terjadi yang ditandai oleh adanya berbagai instrument hukum yang menjamin kesetaraan dan keadilan bersumber dari beberapa kovensi internasional, hukum positif nasional, termasuk yurisprudensi dimana perempuan mendapatkan keadilan. Namun terdapat jurang yang dalam di antara apa yang seharusnya ( das sollen) dikehendaki terjadi oleh hukum dan implementasinya dalam kehidupan sehari-hari ( das sein) sehingga hukum hanya dipandang sebagai payung fantasi.6 Dari
studi
yang
dilakukan
analisis
gender
banyak
ditemukan ketidakadilan terhadap perempuan, antara lain: 1). terjadi marginalisasi/pemiskinan ekonomi terhadap perempuan; 2). terjadi sub ordinasi terhadap salah satu jenis kelamin, yaitu perempuan; 3) terjadi stereotype jenis kelamin dalam rumah tangga yang mengakibatkan pembatasan terhadap perempuan; 4) terjadi
kekerasan
violence
terhadap jenis
kelamin
tertentu
umumnya perempuan karena perbedaan gender; 5) kerena peran gender perempuan adalah mengelola
pekerjaan domestic lebih
banyak dan lebih lama/burden. Kekerasan
berbasis
gender
seperti
yang
diserukan
Rekomendasi Umum CEDAW merupakan pelanggaran HAM Anak adalah harapan bangsa dimasa mendatang. Perlindungan hukum terhadap anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak 6 Jurnal Perempuan, 2006,Sejauh Mana Komitmen Negara ?,jurnal YJP, No 25 thun 2006, ISSN1410-153X,hal 34-35 FF
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 9
(fundamental rights and freedoms of children) serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. Setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial dan berakhlak mulia, oleh karenanya perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak. Penelantaran anak merupakan salah satu bentuk kekerasan dalam rumah tangga, hal ini diakibatkan dari orang tua yang tidak melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya terhadap anak untuk memberikan jaminan perlindungan bagi anak-anak mereka. Orang tua tidak memperdulikan keselamatan anaknya, sepanjang ia dapat memberikan keuntungan financial bagi keluarga. Di kotakota besar, anak di eksploitasi untuk bekerja menafkahi keluarga. Pelaksanaan perlindungan anak yang baik harus memenuhi persyaratan yang sebagai berikut :7 1. Para partisipan dalam terjadinya dan terlaksananya perlindungan anak harus mempunyai pengertian-pengertian yang tepat berkaitan dengan masalah perlindungan anak agar dapat bersikap dan betindak secara tepat dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan perlindungan anak. 2. Perlindungan anak harus dilakukan bersama antara setiap warganegara, anggota masyarakat secara individual maupun kolektif dan pemerintah demi kepentingan bersama. 3. Kerjasama dan koordinasi diperlukan dalam melancarkan kegiatan perlindungan anak yang rasional, bertanggung jawab dan bermanfaat antar para partisipan yang bersangkutan. Dalam penyusunan Ranperda ini mempergunakan beberapa konsep antara lain: 1). Konsep perlindungan.
7 Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, Akademika Pressindo, Jakarta 1989.h. 19
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 10
Perlindungan adalah segala tindakan pelayanan untuk menjamin
dan
melindungi
hak-hak
korban
tindak
kekerasan yang diselenggarakan oleh Pusat Pelayanan Terpadu; 2) Konsep kekerasan, Kekerasan adalah setiap perbuatan yang berakibat atau yang mengakibatkan kesengsaraan dan penderitaan baik fisik,
seksual,
psikologis
termasuk
penelantaran,
ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi; 3) Konsep perempuan, perempuan adalah manusia dewasa berjenis kelamin perempuan dan orang yang oleh hukum diakui sebagai perempuan; 4) Konsep anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang ada dalam kandungan.Menurut Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 Pasal 1 ayat (1) Tentang Perlindungan Anak sebagi berikut: “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Pelaksanaan perlindungan anak yang baik harus memenuhi persyaratan yang sebagai berikut :8 1. Para partisipan dalam terjadinya dan terlaksananya perlindungan pengertian
anak
yang
harus
tepat
mempunyai
berkaitan
pengertian-
dengan
masalah
perlindungan anak agar dapat bersikap dan betindak secara
8
tepat
dalam
menghadapi
dan
mengatasi
Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, Akademika Pressindo, Jakarta
1989.hal. 19
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 11
permasalahan
yang
berkaitan
dengan
pelaksanaan
perlindungan anak. 2. Perlindungan anak harus dilakukan bersama antara setiap
warganegara,
individual
maupun
anggota kolektif
masyarakat
dan
secara
pemerintah
demi
kepentingan bersama. 3. Kerjasama dan koordinasi diperlukan dalam melancarkan kegiatan perlindungan anak yang rasional, bertanggung jawab dan bermanfaat antar
para
partisipan yang
bersangkutan. 4. Dalam membuat kebijakan dan rencana kerja perlu diusahakan inventarisasi faktor-faktor yang menghambat dan mendukung kegiatan perlindungan anak. 5. Perlu
adanya
kepastian
hukum
dalam
upaya
perlindungan anak dengan mengutamakan perspektif yang diatur dan bukan yang mengatur. 6. Perlindungan anak harus tercermin dan diwujudkan dalam
berbagai
bidang
kehidupan
bernegara
dan
bermasyarakat. 7. Mengupayakan pemberian kemampuan dan kesempatan pada anak unuk ikut serta melindungi diri sendiri. 8. Perlindungan anak yang baik harus mempunyai dasardasar filosofi, etis dan yuridis. 9. Pelaksanaan kegiatan perlindungan anak tidak boleh menimbulkan bersangkutan,
rasa oleh
tidak karena
dilindungi adanya
pada
yang
penimbulan
penderitaan, kerugian oleh partisipan tertentu. 10.
perlindungan anak harus didasarkan antara lain atas
pengembangan hak dan kewajiban asasinya. Prinsip-prinsip Perlindungan Anak Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 12
a. Anak tidak dapat berjuang sendiri Salah satu prinsip yang digunakan dalam perlindungan anak adalah anak itu modal utama kelangsungan hidup manusia, bangsa, dan keluarga, untuk itu hak-haknya harus dilindungi. Anak tidak dapat melindungi sendiri hak-haknya, banyak pihak yang mempengaruhi kehidupannya. Negara dan masyarakat
berkepentingan
untuk
mengusahakan
perlindungan hak-hak anak.9 b. Kepentingan terbaik anak (the best interest of the child) Agar perlindungan anak diselenggarakan dengan baik dianut prinsip yang menyatakan bahwa kepentingan terbaik anak harus dipandang sebagai of paramount importence (memperoleh prioritas tertinggi) dalam setiap keputusan yang menyangkut anak. Tanpa prinsip ini perjuangan untuk melindungi anak akan mengalami banyak batu sandungan. Prinsip the best interest of the child digunakan karena dalam banyak hal anak “korban”, disebabkan
ketidaktahuan
(ignorance)
karena
usia
perkembangannya. Jika prinsip ini diabaikan, maka masyarakat menciptakan monster-monster yang lebih buruk dikemudian hari. c. Ancangan
daur
10
kehidupan
(life
circle
approach)
Perlindungan anak mengacu pada pemahaman bahwa perlindungan
harus
dimulai
sejak
dini
dan
terus
menerus. Janin yang berada dalam kandungan perlu diindungi dengan gizi, termasuk yodium dan kalsium yang baik melalui ibunya. Jika ia telah lahir, maka diperlukan air susu ibu dan pelayanan kesehatan primer 9 Maidin Gultom, 2008, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, hal 39 10 Ibid, hal 39
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 13
dengan memberikan pelayanan imunisasi dan lain-lain, sehingga anak terbebas dari berbagai kemungkinan cacat dan penyakit.11 B. KAJIAN
TERHADAP
ASAS/PRINSIP
YANG
TERKAIT
DENGAN PENYUSUNAN NORMA Asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, sebagaimana yang dikehendaki oleh tujuan hukum, yakni adanya keadilan dan kepastian hokum, adalah telah dipositipkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Dalam undang-undang sebagaimana dimaksud, asas yang bersifat formal diatur dalam Pasal 5 dan asas yang bersifat materiil diatur dalam Pasal 6. Pengertian penjelasan
masing-masing pasal
asas
dimaksud.
perundang-undangan
yang
ini
Dalam
baik,
dikemukakan
pembentukan
asas
yang
dalam
peraturan
bersifat
formal
pengertiannya dapat dikemukakan dalam tabel berikut. Tabel 2 : Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik, Yang Bersifat Formal (berdasarkan Pasal 5 UU 12/2011 dan Penjelasannya) Pasal 5 UU 12/2011 Dalam membentuk Peraturan Perundangundangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundangundangan yang baik, yang meliputi: a. kejelasan tujuan b.
kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat
c.
kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan
11
Penjelasan Pasal 5 UU 12/2011
bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPu) harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai. bahwa setiap jenis PPu harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat Pembentuk PPu yang berwenang. PPu tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang. bahwa dalam Pembentukan PPu harus benarbenar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki PPu.
Ibid hal 40
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 14
d.
dapat dilaksanakan
bahwa setiap Pembentukan PPu harus memperhitungkan efektivitas PPu tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis. e. kedayagunaan dan bahwa setiap PPu dibuat karena memang kehasilgunaan benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. f. kejelasan rumusan bahwa setiap PPu harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan PPu, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya. g. Keterbukaan bahwa dalam Pembentukan PPu mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam Pembentukan PPu. Sumber: Diolah dari Pasal 5 UU 12/2011 dan Penjelasan
Adapun asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang
baik,
yang
bersifat
materiil
berikut
pengertiannya,
sebagaimana tampak dalam tabel berikut. Tabel 3 : Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik, Yang Bersifat Materiil (berdasarkan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) UU 12/2011 dan Penjelasan) PASAL 6 UU 12/2011
PENJELASAN PASAL 6 UU 12/2011
Ayat (1) Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas: a.
Pengayoman
bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan (PPu) harus berfungsi memberikan pelindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat.
b.
Kemanusiaan
bahwa setiap Materi Muatan PPu harus mencerminkan pelindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 15
dan penduduk Indonesia secara proporsional. c.
Kebangsaan
bahwa setiap Materi Muatan PPu harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d.
Kekeluargaan
bahwa setiap Materi Muatan PPu harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
e.
Kenusantaraan
bahwa setiap Materi Muatan PPu senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan Materi Muatan PPu yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
f.
Bhinneka Tunggal Ika
bahwa Materi Muatan PPu harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
g.
Keadilan
bahwa setiap Materi Muatan PPu harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.
h.
Kesamaan Kedudukan
bahwa setiap Materi Muatan PPu tidak
dalam Hukum dan
boleh memuat hal yang bersifat
Pemerintahan
membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
i.
Ketertiban dan Kepastian Hukum
bahwa setiap Materi Muatan PPu harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 16
j.
Keseimbangan, Keserasian, dan Keselarasan
Ayat (2) PPu tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundangundangan yang bersangkutan.
bahwa setiap Materi Muatan PPu harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara. antara lain: a. dalam Hukum Pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah; b. dalam Hukum Perdata, misalnya, dalam hukum perjanjian, antara lain, asas kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan itikad baik.
Sumber: Diolah dari Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) UU 12/2011 dan Penjelasan Asas-asas tersebut kemudian membimbing para legislator dalam perumusan norma hukum ke dalam aturan hukum, yang berlangsung dengan cara menjadikan dirinya sebagai titik tolak bagi permusan norma hukum dalam aturan hukum. Tabel 4 : Asas-asas Yang Melandasi Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalm Pasal 3 UU KDRT Pasal 3 UU 23/2004 Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dilaksanakan berdasarkan asas: a. penghormatan hak asasi manusia; b. keadilan dan kesetaraan gender; c. nondiskriminasi; dan d. perlindungan korban
Penyusunan Raperda Kabupaten Tabanan didasarkan pada asas-asas tersebut di atas, baik asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik yang formal dan materiil, maupun asas yang termuat dalam UU KDRT. Ada tiga asas yang relevan untuk diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah tentang Perlindungan Perempuan Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 17
dan Anak Korban Kekerasan. Asas tersebut
adalah sebagai
berikut: asas kemanusiaan, asas keadilan, dan asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan. Ketiga asas ini pada dasarnya merupakan hakekat dari hak asasi manusia, yakni asas yang
utama
dalam
paham
hak
asasi
manusia
yaitu
non
diskriminasi. Sedangkan asas keterbukaan, selain menjadi landasan dalam pembentukan Perda adalah juga sebagai asas yang melandasi pokok pengaturan di dalam Peraturan daerah yang sedang dirancang ini.
C. KAJIAN KONDISI
TERHADAP
PRAKTIK
YANG
SERTA
ADA,
PENYELENGGARAAN, PERMASALAHAN
YANG
DIHADAPI MASYARAKAT Dalam pratik penyelengaraan perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan di Kabupaten Tabanan, terdapat beberapa jenis tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan dan anak .Adapun data tindakan kekerasan tersebut terdapat dalam tabel berikut : Berdasarkan data dari BP3A & KB Kabupaten Tabanan jumlah pelaku dan korban kekerasan terhadap perempuan, lakilaki dan anak tahun 2012,2013,2014 sebagaimana dalam table dibawah ini. Tabel 5 : Jumlah pelaku dan korban kekerasan terhadap perempuan, laki-laki dan anak No Pelaku dan Korban Tahun Tahun Tahun Kekerasan
2012
2013
2014
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 18
1
2
Jumlah Pelaku Kekerasan a. Perempuan b. Laki-laki c. Anak-anak
6 25 6
6 23 4
6 30 10
Jumlah Korban Kekerasan d. Perempuan e. Laki-laki f. Anak-anak
21 2 10
17 3 11
20 6 13
Sumber : BP3A & KB dan data yang ada di P2TP2A Kabupaten Tabanan Tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Tabanan menunjukkan perlunya perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan. Perlunya pengaturan ini diharapkan
mampu
menanggulangi
dan
menangani
korban
kekerasan terhadap perempuan dan anak sehingga, kewajiban pemerintah
daerah
dalam
pemenuhan
hak
asasi
manusia
terpenuhi. D. KAJIAN TERHADAP IMPLIKASI PADA ASPEK KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN DAMPAKNYA PADA ASPEK BEBAN KEUANGAN DAERAH. Pembentukan
Peraturan
Daerah
Kabupaten
Tabanan
tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan akan membawa implikasi pada aspek kehidupan masyarakat, yakni: 1. Adanya
pembatasan
terhadap
perilaku
masyarakat,
terutama perlakuan kekerasan terhadap perempuan dan anak,
berupa
kewajiban-kewajiban
yang
dibebankan
kepadanya. 2. Adanya tuntutan kesadaran hukum masyarakat, untuk memahami
jalur
hukum
yang
disediakan
untuk
menyelesaikan masalah hukum berkenaan perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan. Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 19
3. Adanya tuntutan sikap profesional kepada pemerintah dan masyarakat yang mengemban tugas pengawasan
bagi
Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan. 4. Adanya tuntutan bagi Pemerintah yang mengemban tugas dan ngawasan terhadap untuk mengadakan sosialisasi dan konsultasi publik untuk meningkatkan kesadaran hukum berkaitan dengan melakukan perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan. Pembentukan
Peraturan
Daerah
Kabupaten
Tabanan
tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan akan membawa implikasi pada aspek keuangan daerah, sehingga sangat
diperlukan
adanya
pengaturan
sebagai
dasar
penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan
di
Kabupaten
Tabanan
oleh
Pemerintah
Daerah
Kabupaten Tabanan..
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 20
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENJADI DASAR HUKUM DAN YANG TERKAIT
A. KONDISI HUKUM DAN SATUS HUKUM YANG ADA Peraturan
Perundang-undangan
yang
menjadi
dasar
hukum pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan adalah: 1. Pasal Pasal 28 G ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Indonesia Tahun 1945. 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia 3. Undang-Undang Perlindungan
Nomor Anak
23
Tahun
(Lembaran
2002
Negara
tentang Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 10 ). 4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2004
Tentang
Kekerasan
Dalam
23 Tahun
Rumah
Tangga
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
95,
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Nomor 4419). 5. Undang-Undang Pembentukan
Nomor
12
Peraturan
Tahun
2011
tentang
Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor
82,
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Nomor 5234).
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 21
6. Undang-Undang
Nomor
35
Tahun
2014
tentang
Pelindungan Anak ( Lembaran Negara Tahun 2014 No 297 dan Tambahan lembaran Negara Nomor 5606 ). 7. Undang-Undang Pemerintahan
Nomor Daerah
23
tahun
(Lembaran
2014 Negara
tentang Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 44 37) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas tentang
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014
Pemerintahan
Daerah
(Lembaran
Negara
Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2008, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan
Daerah
Provinsi,
dan
Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 473 ). 9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 4
Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan Dan Kerja Sama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga. 10.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 4
Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan Dan Kerja Sama Tentang Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga 11.
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Perempuan
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 22
12.
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak. 13.
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Layanan Terpadu Bagi Perempuan Dan Anak Korban Kekerasan 14.
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 Tentang ` Panduan
Pembentukan
Dan
Pengembangan
Pusat
Pelayanan Terpadu. 15.
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberdayaan Perempuan Korban Kekerasan 16.
Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan Nomor
2
Tahun 2008 tentang Penetapan Urusan Pemerintahan Kabupaten
Tabanan
(Lembaran
Daerah
Kabupaten
Tabanan Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Tabanan Nomor 2); Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 menentukan pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturanperaturan
lain
untuk
pembantuan.
Ketentuan
konstitusional
bagi
Pemerintahan
daerah
melaksanakan ini
otonomi
merupakan
pembentukan provinsi,
dan
tugas
landasan
hukum
Peraturan
Daerah.
pemerintah
daerah
kabupaten/kota adalah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan (Pasal 18 ayat (2) UUD 1945). Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 23
undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat (Pasal 18 ayat (5) UUD 1945). Ketentuan tersebut menjadi politik hukum pembentukan peraturan daerah tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan. Sebagai dasar hukum formal pembentukan perda ini adalah Pasal 18 ayat (6) UUD 1945, sebagaimana juga ditentukan pada Pedoman 39 Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan
(TP3U)
Lampiran
UU
12/2011,
yang
menyatakan bahwa dasar hukum pembentukan Peraturan Daerah adalah Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.. B. KETERKAITAN
DENGAN
PERATURAN
PERUNDANG-
UNDANGAN YANG LAIN Materi
pokok
yang
diatur
mengenai
Perlindungan
Perempuan dan Anak Korban Kekerasan yang akan diatur dalam Peraturan Daerah yang sedang disusun Naskah Akademisnya ini mempunyai keterkaitan dengan sejumlah peraturan perundangundangan. Tabel 6 : Keterkaitan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lain Materi Muatan
KETERKAITAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANAN YANG LAIN UU No. 39 UU No. 7 Tahun PP No. 38 Peraturan Tahun 1999 1984 Tentang Tahun 2007 Daerah Tentang HAM Penghapusan Tentang Kabupaten Segala Bentuk Pembagian Tabanan No. 4 Diskriminasi Urusan Tahun 2008 Terhadap Wanita Pemerintah tentang ( CEDAW) an Urusan Antara Pemerintah Pemerintah, Kabupaten
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 24
Pemerintah Tabanan an Daerah Provinsi, Dan Pemerintah an Daerah Kabupaten/ Kota Mengen Pasal 49 ai Wanita struktu (1) Wanita r berhak organis untuk asi memilih, kedudu dipilih, kan, diangkat tugas, dalam fungsi, pekerjaan susuna , jabatan, n dan organis profesi asi, sesuai dan dengan tata persyarat kerja an dan PPT peraturan perundan gundanga n. (2) Wanita berhak untuk mendapat kan perlindun gan khusus dalam pelaksan aan pekerjaan atau profesiny
Pasal 12 Negara wajib menghapus diskriminasi terhadap perempuan di bidang pemeliharaan dan pelayanan kesehatanreprod uksi
Pasal 2
Pasal 2 Dalam (1) ….. menjalankan (2) …… otonomi (3) Urusan daerah pemerin pemerintah tahan daerah yang melaksanakan dibagi urusan bersam pemerintah a antar yang menjadi tingkata kewenangan n daerah dan/ata u Pasal 3 susuna Urusan n pemerintah pemerin sebagimana tahan dimaksud sebagai dalam Pasal 2 mana terdiri atas 31 dimaksu bidang urusan d pada pemerintah : ayat (1) a. ... adalah b. ... semua c. ... urusan d. ... pemerint e. ... ahan di f. .. luar g. ... urusan h. ... sebagai i. ... mana j. ... dimaks k. pemberd ud ayaan pada perempu ayat (2).
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 25
a terhadap hal-hal yang dapat menganc am keselamat an dan atau kesehata nnya berkenaa n dengan fungsi reproduk si wanita. (3) Hak khusus yang melekat pada diri wanita dikarenak an fungsi reproduk sinya, dijamin dan dilindung i oleh hukum. Pasal 52
(4)
Urusan pemerint ahan sebagai mana dimaksu d pada ayat (3) terdiri atas 31 (tiga puluh satu) bidang urusan pemerint ahan meliputi :
……. k. pemberdaya an perempuan dan perlindunga n anak;
an dan perlindu ngan anak. Pasal 5 (1). Urusan wajib meliputi : a. ... b. ... c. .. d. ... e. ... f. ... g. ... h. ... i. ... j. ... k. ... l. ... m. ... l. pemberd ayaan perempu an dan perlindu ngan anak.
…..
Anak (1) Setiap anak berhak atas perlindun gan oleh orang tua, keluarga, Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 26
masyarak at, dan negara. (2) Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepenting annya hak anak itu diakui dandilind ungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandunga n. Sumber : Diolah dari UU Ham, UU Perlindungan Anak, Konvensi hak-hak anak.
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 27
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS A. PANDANGAN AKHLI DAN UU 12/2011 Validitas hukum sebagaimana dimaksudkan oleh Hans Kelsen, adalah eksistensi spesifik
dari norma-norma. Dikatakan bahwa
suatu norma adalah valid adalah sama halnya dengan mengakui eksistensinya
atau
menganggap
norma
itu
mengandung
“kekuatan mengikat” bagi mereka yang perbuatannya diatur oleh peraturan tersebut12. Validitas
hukum
adalah
suatu
kualitas
hukum
yang
menyatakan bahwa norma-norma hukum itu mengikat dan mengharuskan
orang
untuk
berbuat
sesuai
dengan
yang
diharuskan oleh norma-norma hukum tersebut. Suatu norma hanya dianggap
valid apabila didasarkan kondisi bahwa norma
tersebut termasuk ke dalam suatu sistem norma. Berkenaan dengan validitas hukum ini, Satjipto Rahardjo dengan
mendasarkan
pada
pandangan
Gustav
Radbruch
mengungkapkan, bahwa validitas adalah kesahan berlakunya suatu hukum serta kaitannya dengan nilai-nilai dasar dari hukum tersebut. Bahwasanya hukum itu dituntut
untuk memenuhi
berbagai karya dan oleh Radbruch disebut sebagai nilai-nilai dasar dari hukum, yakni keadilan, kegunaan, dan kepastian hukum13. Uraian tersebut menunjukkan keterhubungan antara validitas hukum dengan nilai-nilai dasar hukum, bahwasanya hukum
Hans Kelsen, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, terjemahan Raisul Muttaqien dari judul asli: General Theory of Law and State, (Bandung: Penerbit Nusamedia dan Penerbit Nuansa, 2006), hlm. 40 13 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Penerbit PT Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 19 12
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 28
didasarkan
pada
keberlakuan
filsafati
supaya
hukum
mencerminkan nilai keadilan, didasarkan pada keberlakuan sosiologis supaya hukum mencerminkan nilai kegunaan, dan didasarkan
pada
keberlakuan
yuridis
agar
hukum
itu
mencerminkan nilai kepastian hukum. Uraian tentang validitas hukum atau landasan keabsahan hukum dalam kaitannya dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia dapat ditemukan dalam sejumlah buku yang ditulis oleh sarjana Indonesia, antara lain Jimly Assiddiqie14, Bagir Manan15, dan Solly Lubis16.. Pandangan ketiga sarjana itu dapat disajikan dalam tabel berikut. Tabel 7: Landasan Keabsahan Peraturan Perundang-undangan menurut Para Sarjana Indonesia17 Landasan Filosofis
Jimly Asshiddiqie Bersesuaian dengan nilainilai filosofis yang dianut oleh suatu Negara. Contoh, nilainilai filosofis Negara Republik Indonesia terkandung dalam Pancasila
Bagir Manan
M. Solly Lubis
Mencerminkan nilai yang terdapat dalam cita hukum (rechtsidee), baik sebagai sarana yang melindungi nilai-nilai maupun sarana mewujudkannya dalam tingkah
Dasar filsafat atau pandangan, atau ide yang menjadi dasar cita-cita sewaktu menuangkan hasrat dan kebijaksanaan (pemerintahan
Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, (Jakarta: Konstitusi Press, 2006), hlm. 169-174, 240-244 15 Bagir Manan, Dasar-Dasar Perundang-undangan Indonesia, (Jakarta: Penerbit Ind-Hill.Co, 1992), hlm. 14-17. 16 M. Solly Lubis, Landasan dan Teknik Perundang-undangan, (Bandung: Penerbit CV Mandar Maju, 1989), hlm. 6-9. 17 Gede Marhaendra Wija Atmaja, “Politik Pluralisme Hukum ….”, Op. Cit., hlm. 38. 14
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 29
sebagai “staatsfundamentalnorm”.
laku masyarakat.
) ke dalam suatu rencana atau draft peraturan Negara.
Sosiologis
Mencerminkan tuntutan kebutuhan masyarakat sendiri akan norma hukum. [Juga dikatakan, keberlakuan sosiologis berkenaan dengan (1) kriteria pengakuan terhadap daya ikat norma hukum; (2) kriteria penerimaan terhadap daya ikat norma hukum; dan (3) kriteria faktisitas menyangkut norma hukum secara faktual memang berlaku efektif dalam masyarakat].
Mencerminkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Kenyataan itu dapat berupa kebutuhan atau tuntutan atau masalahmasalah yang dihadapi yang memerlukan penyelesaian.
-
Yuridis
Norma hukum itu sendiri memang ditetapkan (1)
Keharusan (1) adanya kewenangan dari pembuat
Ketentuan hukum yang menjadi dasar hukum bagi
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 30
sebagai norma hukum berdasarkan norma hukum yang lebih tinggi; (2) menunjukkan hubungan keharusan antara suatu kondisi dengan akibatnya; (3) menurut prosedur pembentukan hukum yang berlaku; dan (4) oleh lembaga yang memang berwenang untuk itu.
Politis
Harus tergambar adanya cita-cita dan norma dasar yang terkandung dalam UUD NRI 1945 sebagai politik hukum yang melandasi pembentukan undang-undang [juga dikatakan, pemberlakuanny a itu memang didukung oleh faktor-faktor
peraturan perundangundangan; (2) adanya kesesuaian bentuk atau jenis peraturan perundangundangan dengan materi yang diatur; (3) tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi; dan (4) mengikuti tata cara tertentu dalam pembentukanny a.
pembuatan suatu peraturan, yaitu: (1) segi formal, yakni landasan yuridis yang memberi kewenangan untuk membuat peraturan tertentu; dan (2) segi materiil, yaitu landasan yuridis untuk mengatur halhal tertentu.
Garis kebijaksanaan politik yang menjadi dasar bagi kebijaksanaan kebijaksanaan dan pengarahan ketatalaksana an pemerintahan. Misalnya, garis politik
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 31
kekuatan politik yang nyata dan yang mencukupi di parlemen].
otonomi dalam GBHN (Tap MPR No. IV Tahun 1973) memberi pengarahan dalam pembuatan UU Nomor 5 Tahun 1974.
Pandangan teoritik tentang landasan keabsahan peraturan perundang-undangan tersebut menunjukan: 1. Pemahaman
keabsahan
peraturan
perundang-undangan
pada ranah (1) normatif; dan (2) sosiologis. Pemahaman dalam ranah sosiologis tampak pada pandangan Jimly Asshiddiqie tentang landasan sosiologis dan politis yang terdapat
dalam
tanda
kurung
([…]).
Dalam
konteks
landasan keabsahan peraturan perundang-undangan yang menyangkut
pembentukan
peraturan
perundang-
undangan, lebih tepat memahami landasan keabsahan peraturan perundang-undangan dalam ranah normatif. 2. Landasan keabsahan politis pada ranah normatif dari Jimly Asshiddiqie, mengambarkan politik hukum, yakni adanya cita-cita dan norma dasar yang terkandung dalam UUD NRI 1945
(Pembukaan
dan
pasal-pasalnya),
yang
dapat
diakomodasi dalam landasan filosofis dan yuridis. 3. Landasan keabsahan politis dari M. Solly Lubis yang menggambarkan garis politik hukum dalam Ketetapan MPR, yang dapat diakomodasi dalam landasan yuridis Berdasarkan pandangan para sarjana tersebut tentang landasan
keabsahan
atau
dasar
keberlakuan
peraturan
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 32
perundang-undangan,
maka
landasan
keabsahan
filosofis,
sosiologis, dan yuridis dapat dirangkum sebagai berikut: Tabel 8: Pandangan teoritik tentang landasan 18 peraturan perundang-undangan LANDASAN URAIAN Filosofis
keabsahan
Mencerminkan nilai-nilai filosofis atau nilai yang terdapat dalam cita hukum (rechtsidee). Diperlukan sebagai sarana menjamin keadilan.
Sosiologis
Mencerminkan tuntutan atau kebutuhan masyarakat yang memerlukan penyelesaian. Diperlukan sebagai sarana menjamin kemanfaatan.
Yuridis
Konsistensi ketentuan hukum, baik menyangkut dasar kewenangan dan prosedur pembentukan, maupun jenis dan materi muatan, serta tidak adanya kontradiksi antar-ketentuan hukum yang sederajat dan dengan yang lebih tinggi. Diperlukan sebagai sarana menjamin kepastian hukum.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan
(UU
12/2011)
mengadopsi
validitas tersebut sebagai (1) muatan menimbang yang memuat uraian
singkat
mengenai
pokok
pikiran
yang
menjadi
pertimbangan dan alasan pembentukan Peraturan Perundang– undangan, ditempatkan secara berurutan dari filosofis, sosiologis, dan yuridis; dan (2) harus juga ada dalam naskah akademis rancangan peraturan perundang-undangan. Merujuk pada pandangan teoritik dari para sarjana yang telah dikemukakan di atas, dikaitkan dengan ketentuan tentang teknik
18
Gede Marhaendra Wija Atmaja, “Politik Pluralisme Hukum ….”, Ibid., hlm. 29.
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 33
penyusunan
peraturan
perundang-undangan19
penyusunan naskah akademik20
dan
teknik
yang diadopsi Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011, ketiga aspek dari validitas tersebut dapat disajikan dalam tabel berikut: Tabel 8 Landasan Keabsahan Peraturan Perundang-undangan Berdasarkan Pandangan Teoritik dan UU No. 12/2011 LANDASAN Filosofis
URAIAN Menggambarkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum itu, pada dasarnya berkenaan dengan keadilan yang mesti
dijamin
dengan
adanya
peraturan
perundang-undangan. Sosiologis
Menggambarkan
kebutuhan
masyarakat
dalam
berbagai aspek yang memerlukan penyelesaian, yang sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara. Kebutuhan masyarakat pada dasarnya berkenaan dengan kemanfaatan adanya peraturan perundangundangan. Yuridis
Menggambarkan permasalahan hukum yang akan diatasi, yang sesungghunya menyangkut persoalan
Angka 18 dan 19 TP3 (vide Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011). 20 Pasal 57 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 19
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 34
hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur. Permasalahan hukum yang akan diatasi itu pada dasarnya berkenaan dengan kepastian hukum yang mesti dijamin dengan adanya peraturan perundang-undangan, oleh karena itu harus ada konsistensi ketentuan hukum, menyangkut dasar kewenangan dan prosedur pembentukan, jenis dan materi muatan, dan tidak adanya kontradiksi antar-ketentuan hukum yang sederajat dan dengan yang lebih tinggi. Sumber: Diolah dari berbagai sumber Tanggung jawab Negara diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 alenia ke 4 anatara lain adalah ; 1) melindungi segenap bangsa
Indonesia
dan
tumpah
darah
Indonesia
;
dan
2)
memajukan kesejahteraan umum. Perlindungan yang menjadi tanggung jawab Negara itu tidak saja terhadap setiap orang baik dari arti individual dan kelompok berikut identitas budaya yang melekat padanya, tetapi juga perlindungan terhadap tanah air, yang tercakup di dalamnya sumber daya alam dan lingkungan hidup. Perlindungan tersebut diarahkan dalam rangka memajukan kesejahteraan umum yang juga merupakan tanggung jawab Negara.
Berdasarkan
pertimbangan
tersebut,
Pemerintahan
Kabupaten Tabanan perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan. Materi yang diatur dalam Peraturan Daerah ini meliputi antara lain kewajiban dan tanggung jawab, layanan pengaduan, layanan rehabilitasi bantuan
kesehatan,
hokum,
layanan
pemulangan,
rehabilitasi
social,
layanan
pemantauan
dan
evaluasi,
pelaporan, pendanaan, pembinaan dan pengawasan Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 35
BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH A. KETENTUAN UMUM Pedoman 98 TP3U menentukan,
ketentuan umum berisi:
a.batasan pengertian atau definisi; b.
singkatan atau akronim
yang
dituangkan
dalam
batasan
pengertian
atau
definisi;
dan/atau c. hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal atau beberapa pasal berikutnya antara lain ketentuan yang mencerminkan asas, maksud, dan tujuan tanpa dirumuskan tersendiri dalam pasal atau bab. Pedoman 109 TP3U menentukan, urutan penempatan kata atau istilah dalam ketentuan umum mengikuti ketentuan sebagai berikut: a. pengertian yang mengatur tentang lingkup umum ditempatkan lebih dahulu dari yang berlingkup khusus; b. pengertian yang terdapat lebih dahulu di dalam materi pokok yang diatur ditempatkan dalam urutan yang lebih dahulu; dan c.
pengertian yang mempunyai kaitan dengan pengertian
di atasnya yang diletakkan berdekatan secara berurutan. Beberapa hal yang relevan dicantumkan sebagai ketentuan umum
dalam
Perlindungan
pembentukan Perempuan
dan
Peraturan Anak
Daerah Korban
tentang Kekerasan
diantaranya adalah: 1. Perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan, dilaksanakan berdasarkan asas: b. keadilan dan kesetaraan gender; c. nondiskriminasi; dan 2. Hak-hak Korban 3. Tanggung Jawaban Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 36
4. Layanan Pengaduan dan Rehabilitasi 5. Layanan Pemulihan 6. Pemantauan 7. Evaluasi 8. Pembinaan 9. Pendanaan 10. Pengawasan B. MATERI YANG AKAN DIATUR Materi Pokok Yang Diatur adalah Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan Pembagian materi pokok ke dalam kelompok yang lebih kecil dilakukan menurut kriteria yang dijadikan dasar pembagian (Pedoman 111 TP3U), yakni: 1. Bab I : Ketentuan Umum 2. Bab II : Asas dan Tujuan 3. Bab III : Hak Korban. 4. Bab IV : Kewenangan dan Tanggung Jawab 5. Bab V : Kelembagaan 6. Bab VI : Standar Pelayanan Minimal 7. BabVII : Rumah Perlindungan Sosial 8. Bab VIII : Pemantauan dan Evaluasi 9. Bab IX : Pelaporan 10. Bab X : Pembinaan dan Pengawasan 11. Bab XI : Peran Serta Masyarakat 12. Bab XII : Pendanaan 13. Bab XIII : Ketentuan Penutup
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 37
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan kajian yang telah di lakukan di BAB terdahulu, dapat ditarik konklusi bahwa Pemerintah Tabanan
belum
Perlindungan
mempunyai
Perempuan
Daerah Kabupaten
Peraturan
dan
Anak
Daerah
Korban
tentang
Kekerasan.
Berdasarkan keseluruhan tersebut di atas dirumuskan simpulan yaitu : Kabupaten Tabanan mempunyai kewenangan membentuk Peraturan Daerah tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan. Berdasarkan Pasal 20 UU Nomor 23 Tahun 2002
tentang
Perlindungan
Anak
mengatur
bahwa
Negara,
pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Selanjutnya dalam. Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, (UU KDRT) mengatur bahwa negara menjamin untuk melakukan pencegahan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan
dalam
rumah
tangga,
dan
melindungi
korban
kekerasan dalam rumah tangga. Korban kekerasan dalam rumah tangga, yang kebanyakan adalah Perempuan dan anak, harus mendapat
perlindungan
agar
terhindar
dan
terbebas
dari
kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan. UU KDRT, Pasal 1 angka 2 mengatur bahwa Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah jaminan yang diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 38
tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga. Dalam Pasal 5 Peraturan
Menteri
Negara
Pemberdayaan
Perlindungan Anak Republik Indonesia Tentang
Perempuan
Dan
Nomor 05 Tahun 2010
Panduan Pembentukan Dan Pengembangan Pusat
Pelayanan Terpadu, Mengenai struktur organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) yang memuat kedudukan, tugas, fungsi, susunan organisasi, dan tata kerja PPT diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah. B. Saran 1. Menyiapkan
segera
Peraturan
Bupati
tentang
pembentukan, tugas pokok, fungsi, dan mekanisme kerja PPT untuk melaksanakan Peraturan Daerah 2. Agar diselenggarakan proses konsultasi publik sehingga masyarakat dapat memberikan masukan dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan sesuai dengan asas keterbukaan dan ketentuan tentang partisipasi masyarakat dalam Pasal 96 UU P3 2011 dan Pasal 139 ayat (1) UU Pemerintahan Daerah 2004.
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 39
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU Arif Gosita, Masalah Akademika Pressindo, 1989).
Perlindungan
Anak,
(Jakarta:
Bagir Manan, Dasar-Dasar Perundang-undangan Indonesia, (Jakarta: Penerbit Ind-Hill.Co, 1992). Gede Marhaendra Wija Atmaja, “Politik Pluralisme Hukum dalam Pengakuan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dengan Peraturan Daerah”, Disertasi Doktor, (Malang: Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2012). Gultom, Maidin Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung Hans Kelsen, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, terjemahan Raisul Muttaqien dari judul asli: General Theory of Law and State, (Bandung: Penerbit Nusamedia dan Penerbit Nuansa, 2006),. Jimly Asshiddiqie, Konstitusi Press, 2006).
Perihal
Undang-Undang,
Mansour Fakih, Analisis Gender Sosial,(Jakarta: Pustaka Pelajar, 2004).
&
(Jakarta:
Transformasi
M. Solly Lubis, Landasan dan Teknik Perundang-undangan, (Bandung: Penerbit CV Mandar Maju, 1989). Niken Savitri.,HAM Perempuan Kritik Teori Hukum Feminis terhadap KUHP, Refika Aditama, 2008. Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Penerbit PT Citra Aditya Bakti, 2000).
B. JURNAL
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 40
Jurnal Perempuan ( Untuk Pencerahan dan Kesetaraan ), Sejauh Mana Komitmen Negara ? Diskriminasi Terhadap Perempuan, ISSN : 1410-153X,2006.
C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109 ). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 44 37) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 41
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2008, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Ri Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737 ). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan Dan Kerja Sama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan Dan Kerja Sama Tentang Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesianomor 2 Tahun 2008tentang Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Perempuan. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesianomor 3 Tahun 2008tentang Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesianomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Layanan Terpadu Bagi Perempuan Dan Anak Korban Kekerasan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesianomor 5 Tahun 2010 Tentang ` Panduan Pembentukan Dan Pengembangan Pusat Pelayanan Terpadu. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesianomor 19 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberdayaan Perempuan Korban Kekerasan Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 42
Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan Nomor 2 Tahun 2008 tentang Penetapan Urusan Pemerintahan Kabupaten Tabanan (Lembaran Daerah Kabupaten Tabanan Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Tabanan Nomor 2);
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 43
PERATURAN DAERAH NOMOR … TAHUN … TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN, DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang
:
a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan ; b. bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan tindakan yang melanggar hak asasi manusia yang harus mendapat perlindungan hukum; c. bahwa penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan di Kabupaten Tabanan belum memiliki dasar pengaturan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 44
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan; Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II Dalam Wilayah Daerah-Daerah Tingkat I Bali Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1555); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Negara Nomor 4419); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 45
6. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Perlindungan Perempuan; 7. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak; 8. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Layanan Terpadu Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan; 9. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 5 Tahun 2010 tentang Panduan Pembentukan dan Pengembangan Pusat Pelayanan Terpadu; 10. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 02 Tahun 2011 tentang Pedoman penanganan anak Korban Kekerasan; 11. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberdayaan Perempuan Korban Kekerasan; 12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737 ); 13. Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan Nomor 4 tahun 2008 tentang urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten Tabanan Nomor…, Tambahan Lembaran Daerah Nomor …..);
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 46
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TABANAN dan BUPATI BADUNG, MEMUTUSKAN : Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Kabupaten adalah Kabupaten Tabanan. 2. Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Tabanan. 3. Bupati dalah Bupati Badung. 4. Perlindungan adalah segala tindakan pelayanan untuk menjamin dan melindungi hak-hak korban tindak kekerasan yang diselenggarakan oleh Pusat Pelayanan Terpadu. 5. Perempuan adalah manusia dewasa berjenis kelamin perempuan dan orang yang oleh hukum diakui sebagai perempuan. 6. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang ada dalam kandungan. 7. Kekerasan adalah setiap perbuatan yang berakibat atau yang mengakibatkan kesengsaraan dan penderitaan baik fisik, seksual, psikologis termasuk penelantaran, ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenangwenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi. 8. Kekerasan terhadap anak adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, mental, seksual, psikologis, termasuk penelantaran dan perlakuan buruk yang mengancam integritas tubuh dan merendahkan martabat anak yang dilakukan oleh pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas anak tersebut atau mereka yang memiliki kuasa atas anak tersebut. 9. Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 47
sewenang-wenang, baik yang terjadi di ranah publik atau dalam kehidupan pribadi. 10. Korban adalah perempuan dan anak yang mengalami tindak kekerasan. 11. Korban tindak kekerasan adalah perseorangan atau kelompok orang yang mengalami penderitaan baik fisik, mental maupun emosional, kerugian ekonomi, atau mengalami pengabaian, pengurangan atau perampasan hak-hak dasarnya, sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia (HAM), atau tindak pidana serta tindak kekerasan yang dilakukan baik oleh aparat negara atau oleh negara atau aparat pemerintah daerah atau oleh orang perorangan. 12. Pusat Pelayanan Terpadu yang selanjutnya disingkat PPT, adalah lembaga penyedia pelayanan terhadap korban kekerasan, yang berbasis rumah sakit, dikelola secara bersama-sama dalam bentuk pelayanan medis, psikososial dan pelayanan hukum. 13. Rumah Aman adalah tempat tinggal sementara, yang diberikan untuk memberikan perlindungan terhadap korban sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2
Perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan, dilaksanakan berdasarkan asas:
a. keadilan dan kesetaraan gender; b. nondiskriminasi; dan c. Kepastian hukum.
Pasal 3 Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 48
Perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan bertujuan : a. melindungi perempuan dan anak korban kekerasan; b. menindak pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak; c. memberikan pelayanan kepada perempuan dan anak korban tindak kekerasan;dan d. Pemberdayaan Perempuan dan anak korban kekerasan. BAB III HAK –HAK KORBAN Pasal 4
Korban berhak mendapat : a. perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan; b. pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis; c. penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban; d. pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perun-dang-undangan; dan e. pelayanan bimbingan rohani.
BAB IV KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB Pasal 5
(1) Pemerintah Kabupaten berkewajiban dan bertanggungjawab untuk melaksanakan upaya perlindungan korban kekerasan, dalam bentuk: a. mengumpulkan data dan informasi tentang korban; Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 49
b. melakukan pendidikan tentang terhadap perempuan dan anak;
nilai-nilai
anti
kekerasan
c. melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan berkaitan dengan perlindungan korban kekerasan;
yang
d. melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap korban; dan e. melakukan pemberdayaan terhadap korban. (2)
Pemerintah Kabupaten berkewajiban untuk menyediakan menyelenggarakan layanan bagi korban dalam bentuk: a. mendirikan PPT masyarakat;
untuk
korban
dengan
melibatkan
dan unsur
b. memfasilitasi terbentuknya pusat-pusat layanan terpadu lainnya; dan c. mendorong kepedulian masyarakat perlindungan terhadap korban.
akan
pentingnya
(3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk menjamin terselenggaranya perlindungan untuk korban kekerasan dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, suami atau orang lain secara hukum bertanggungjawab terhadap korban. (4) Pemerintah Kabupaten berkewajiban dan bertanggungjawab untuk mengawasi penyelenggaraan pelayanan terhadap korban, dengan standar pelayanan yang melibatkan masyarakat. (5) Bupati menunjuk pejabat untuk melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab penyelenggaraan perlindungan terhadap Perempuan dan anak korban kekerasan. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, tugas pokok, fungsi, dan mekanisme kerja PPT, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB IV LAYANAN PENGADUAN Pasal 6 (1) Penanganan pengaduan merupakan serangkaian tindakan yang Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 50
dilakukan
oleh penyelenggara
menindaklanjuti
laporan
layanan
adanya
perempuan dan anak yang
terpadu
tindak kekerasan
untuk terhadap
diajukan korban, keluarga atau
masyarakat. (2) Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : a. Melakukan wawancara dan observasi keadaan korban; b. Membuat rekomendasi layanan lanjutan; c. Melakukan koordinasi dan rujukan ke layanan lanjutan dan pihak terkait; d. Melakukan administrasi proses pengaduan. BAB V LAYANAN REHABILITASI KESEHATAN Pasal 7
(1) Pelayanan kesehatan merupakan upaya yang promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
meliputi
aspek
(2) Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. Melakukan pemeriksaan; b. Pengobatan; c. perawatan lanjutan terhadap korban; d. Melakukan koordinasi pelaksanaan rehabilitasi kesehatan; e. Melakukan pemeriksaan mediko-legal meliputi pengumpulan barang bukti pada korban dan pembuatan visum et repertum. f. Melakukan pemeriksaan terhadap barang bukti.
penunjang
dan
laboratorium
g. Melakukan konsultasi kepada dokter ahli atau melakukan rujukan. h. Membuat laporan kasus Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 51
BAB VI Pasal 8 LAYANAN REHABILTASI SOSIAL
(1) Rehabilitasi sosial merupakan pelayanan yang ditujukan untuk memulihkan
dan mengembangkan kemampuan seseorang yang
mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. (2) Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. Melakukan pendampingan selama proses penanganan kasus; b. Melakukan konseling.
BAB VII Pasal 9 LAYANAN BANTUAN HUKUM (1) Bantuan hukum merupakan jasa hukum yang diberikan oleh pendamping hukum dan advokat untuk melakukan proses pendampingan saksi dan/atau korban kekerasan terhadap perempuan dan anak. (2) Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. Mendampingidan/atau membela setiap proses penanganan hukum. b. Membuat laporan perkembangan penanganan hukum. BAB VIII Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 52
PEMULANGAN Pasal 10 (1) Pemulangan merupakan upaya mengembalikan perempuan dan anak korban kekerasan dari daerah kabupaten ke daerah asal. (2) Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. Melakukan Koordinasi dengan instansi terkait untuk pemulangan korban. b. Membuat laporan pemulangan korban;
perkembangan
proses
pendampingan
c. Melakukan pemantauan sekurang-kurangnya tiga bulan setelah korban dipulangkan kekeluarganya. BAB IX REINTEGRASI SOSIAL Pasal 11 (1) Reintegrasi sosial merupakan upaya penyatuan kembali korban dengan pihak keluarga, keluarga pengganti, atau masyarakat yang dapat memberikan perlindungan dan pemenuhan kebutuhan bagi korban. (2) Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. Pemberdayaan ekonomi dan sosial; b. Pendidikan; dan c. Monitoring dan/atau bimbingan lanjut. BAB X PEMANTAUAN DAN EVALUASI Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 53
Pasal 12 (1) Untuk menjamin sinergi, kesinambungan, dan efektivitas langkahlangkah secara terpadu dalam pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan, pemerintahan daerah kabupaten melakukan pemantauan. (2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk mengetahui perkembangan dan hambatan dalam pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan di daerah Kabupaten Tabanan. (3) Pemantauan dilakukan secara berkala melalui koordinasi dan pemantauan langsung terhadap SKPD yang melaksanakan kebijakan, program, dan kegiatan perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan. (4) Pemantauan dilakukan mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan untuk tahun berjalan.
Pasal 13 (1) Evaluasi pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan perlindungan perempuan dan anak dilakukan setiap berakhirnya tahun anggaran atau jika diperlukan sesuai kebutuhan. (2) Hasil evaluasi pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan perlindungan perempuan dan anak digunakan sebagai bahan masukan bagi penyusunan kebijakan, program, dan kegiatan perlindungan perempuan dan anak untuk tahun berikutnya. (3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XI PELAPORAN Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 54
Pasal 14
(1) Bupati bertanggung jawab untuk membuat laporan pelaksanaan SPM Bidang Layanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan dan disampaikan kepada Gubernur dengan tembusan disampaikan kepada Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Menteri Dalam Negeri. (2) Pelaporan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setiap tahun. . (3) Bentuk pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan BAB XII PENDANAAN Pasal 15
Dana untuk penyelenggaraan perlindungan terhadap perempuan dan anak dari tindak kekerasan, bersumber dari: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan b. sumber lain yang sah . Pasal XIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 16 Bupati melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan SPM Bidang Layanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan di wilayahnya.
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 55
BAB XIV PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 17 (1) Dalam menyelenggarakan perlindungan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan, masyarakat dapat: a. membentuk mitra keluarga di tingkat kelurahan/desa oleh masyarakat; b. membentuk unit perlindungan perempuan dan anak di dalam organisasi kemasyarakatan; c. melakukan sosialisasi hak perempuan dan anak secara mandiri; d. melakukan pertolongan pertama kepada korban; dan e. melaporkan kepada instansi yang berwenang lingkungannya terjadi kekerasan terhadap korban.
apabila
di
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh perorangan, lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, swasta, dan media massa.
BAB XV KETENTUAN PENUTUP Pasal 18 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan ini diundangkan dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 56
. Ditetapkan di Badung Pada tanggal ........................... BUPATI BADUNG ANAK AGUNG GDE AGUNG Diundangkan di Badung Pada tanggal ..................... SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN TABANAN, KOMPYANG R. SWANDIKA, SH, MH. ............................. ......... LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABANAN TAHUN 2012 NOMOR ...
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 57
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR ............ TAHUN............ TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN
I. UMUM Negara memiliki kewajiban memberikan perlindungan kepada setiap warga negara sesuai dengan pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa perempuan dan anak termasuk kelompok rentan yang cenderung mengalami kekerasan sehingga perlu mendapatkan perlindungan. Kekerasan terhadap perempuan dan anak tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia sehingga perlu dilindungi harga diri dan Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 58
martabatnya diskriminasi.
serta
dijamin
hak
hidupnya
tanpa
adanya
Kekerasan merupakan setiap perbuatan secara melawan hukum dengan atau tanpa menggunakan sarana terhadap fisik dan psikis yang menimbulkan bahaya bagi nyawa, badan atau menimbulkan terampasnya kemerdekaan seseorang. Selanjutnya Kekerasan terhadap perempuan merupakan setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di ranah publik atau dalam kehidupan pribadi. Kekerasan terhadap anak adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, mental, seksual, psikologis, termasuk penelantaran dan perlakuan buruk yang mengancam integritas tubuh dan merendahkan martabat anak. Keberadaan perempuan dan anak korban kekerasan belum mendapatkan pelayanan yang memadai sehingga diperlukan pelayanan minimal untuk korban kekerasan. Dalam rangka mencegah dan menanggulangi kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Tabanan agar terhindar dari kekerasan, ancaman kekerasan, penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan, perlu dilakukan perlindungan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan dalam bentuk peraturanDaerah. Peraturan Daerah ini mengatur upaya perlindungan bagi perempuan dan anak korban kekerasan khususnya dalam hal pelayanan, pemantauan dan evaluasi, pelaporan, pendanaan, pembinaan dan pengawasan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan di Kabupaten Tabanan.
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 59
Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Huruf a Yang dimaksud dengan “lembaga sosial” adalah lembaga atau organisasi sosial yang peduli terhadap masalah kekerasan dalam rumah tangga, misalnya lembaga-lembaga bantuan hukum. Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Yang dimaksud dengan “pekerja sosial” adalah seseorang yang mempunyai kompetensi profesional dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan formal atau pengalaman praktik di bidang pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial yang diakui secara resmi oleh pemerintah dan melaksanakan tugas profesional pekerjaan sosial.
Huruf e Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 60
Pasal 6 Ayat (1 ) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Yang dimaksud dengan rekomendasi layanaan lanjutan adalah petugas PPT memberikan rekomendasi intervensi layanan dengan tujuan untuk menetapkan langkah-langkah tindak lanjut yang terbaik dalam pemenuhan hak korban. Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas
Pasal 7 Ayat (1) Yang dimaksud dengan Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan.
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 61
Yang dimaksud dengan Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit. Yang dimaksud dengan Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin. Yang dimaksud dengan Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas
Pasal 9 Cukup jelas
Pasal 10 Cukup jelas
Pasal 11 Cukup jelas Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 62
Pasal 12 Cukup jelas
Pasal 13 Cukup jelas
Pasal 14 Cukup jelas
Pasal 15 Cukup jelas
Pasal 16 Cukup jelas
Pasal 17 Cukup jelas
Pasal 18 Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABANAN TAHUN 2012 NOMOR ….. Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 63
Naskah Akademik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 64