LAPORAN PENELITIAN
IMPLEMENTASI NILAI – NILAI ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI DALAM RUMAH TINGGAL PERKOTAAN ( Kasus Rumah Tinggal Orang Bali di Kupang )
Oleh I Kadek Mardika
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA KUPANG
Page
i
2014
i
KATA PENGANTAR
Disadari atau tidak, selama ini tulisan dalam bidang ilmu arsitektur harus diakui masih relatif kurang jika dibandingkan dengan tulisan-tulisan bidang ilmu lainnya, khususnya yang ada di lingkungan kampus Universitas Widya Mandira Kupang. Hal ini tidak bisa dipungkiri mengingat selama ini ilmu arsitektur lebih dikenal sebagai ilmu mendesain, bukan ilmu meneliti atau ilmu tentang kegiatan tulis-menulis.oleh sebab itu, maka pada kesempatan ini, penulis panjatkan rasa syukur yang begitu besar dengan berhasilnya diselesaikan sebuah penelitian kecil dalam bentuk laporan penelitian. Tulisan ini mengangkat tentang implementasi nilai-nilai arsitektur tradisional dalam rumah tinggal di perkotaan, yang mengambil kasus dalam rumah tinggal orang Bali yang tinggal di Kupang. Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada semua pihak yang sudah mendorong dan membantu dalam menyelesaikan tulisan ini. Harapan penulis dengan diselesaikannya laporan ini adalah agar bisa memberi pengetahuan baru bagi semua kalangan khususnya di lingkungan kampus Universitas Widya Mandira Kupang, dan semoga bisa memberi inspirasi bagi teman-teman lain untuk lebih aktif menulis, khususnya dalam ilmu arsitektur, sebagai penunjang keilmuan dalam dunia kampus. Sebagai akhir kata, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangannya, sehingga penulis sangat mengharapkan masukan dan saran dari berbagai pihak demi peningkatan kualitas tulisan ini, serta peningkatan di masa mendatang.
Kupang, 30 November 2014 Penulis,
Page
ii
I kadek Mardika
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
i
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iii
ABSTRAK
BAB I
BAB II
BAB III
v
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1
1.2. Rumusan Masalah
2
1.3. Tujuan
3
1.4. Manfaat Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Rumah Tinggal
4
2.2. Aktivitas Ritual Adat Bali
5
2.3. Pandangan Tentang Arsitektur Tradisional Bali
6
2.4. Konsep Arsitektur Tradisional Bali
7
EKPLORASI OBJEK PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Sampel Penelitian 3.2. Deskripsi Objek Penelitian
BAB IV
10
PEMBAHASAN TEMUAN 4.1. Temuan Unit Informasi dan Tema
13
4.2. Temuan Konsepsi
15 17
DAFTAR PUSTAKA
18
iii
PENUTUP
Page
BAB V
9
iii
ABSTRAK
Nilai – nilai arsitektur tradisional Bali selama ini sudah banyak dikenal sebagai salah satu arsitektur yang sangat memperhatikan keharmonisan dengan lingkungan (alam ), dan tidak bisa dipisahkan dari keyakinanHindu Bali yang dianut oleh masyarakat Bali. Selain itu, arsitektur tradisional Bali juga diakui memiliki daya adaptasi yang begitu baik dengan lingkungan, tetapi masih bisa menunjukkan identitas kekhasan yang begitu jelas dan kuat. Selama ini arsitektur tradisional Bali dikenal sangat kental terlihat di perumahan di Bali, dan akan timbul permasalahan menarik untuk bisa dilihat adalah bilamana nilai arsitektur tradisional Bali itu bila dibawa oleh masyarakat Bali yang sudah menetap dan membuat rumah tinggal di perkotaan di luar Bali seperti di Kupang. Bergerak dari permasalahan inilah digali berbagai bentuk nilai arsitektur tradisional yang diimplementasikan di dalam rumah tinggal masyarakat Bali di Kupang. Dari penelitian ini didapatkan bahwa nilai – nilai arsitektur tradisional Bali masih mewarnai kehidupan masyarakat Bali yang ada di Kupang, baik dalam bentuk nilai, aktivitas, maupun wujud fisik (artefak). Dalam pendalaman lebih lanjut diketahui beberapa konsep yang tersembunyi di balik implementasi nilai arsitektur tradisional Bali tersebut di dalam rumah tinggal masyarakat Bali, yaitu konsep adaptasi, pembiayaan, dan keyakinan spiritual. tradisional
Bali,
konssep
iv
arsitektur
Page
Kata kunci: nilai-nilai adaptasi,keyakinan spiritual.
iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan Berbicara tentang arsitektur tradisional, maka bayangan pertama yang selalu terlintas dalam pikiran kita adalah sebuah bentuk bangunan tradisional yang kuno, menggunakan bahan-bahan alami lokal setempat, dan menghadirkan suasana kehidupan jaman dulu yang jauh dari kehidupan modern. Pandangan seperti ini tentunya tidak bisa dihindari, karena memang arsitektur tradisional yang lahir sebelum munculnya arsitektur modern adalah arsitektur yang tidak bisa dipisahkan dari alam. Hal ini sesuai dengan pendapat Dawson (1994) yang mengatakan bahwa arsitektur tradisional merupakan produk dari lingkungannya, dimana tiap daerah memiliki bentuk tersendiri sebagai respons terhadap kondisi lingkungannya, baik kondisi iklim maupun fisik. Hal lain yang juga biasa terlintas terkait kata tradisional adalah sebuah kehidupan manusia yang jauh dari kehidupan modern, kehidupan yang dipenuhi dengan
pemikiran-pemikiran
transendental
yang
sangat
ditaati
oleh
masyarakatnya, dan berlangsung dalam jangka waktu cukup lama. Pandangan seperti ini tidak bisa dilepaskan dari pemahaman tentang arti kata tradisi itu sendiri, yang mana menurut Shils dalam Budihardjo (1987) menyatakan bahwa hakekat kata tradisional berasal dari kata traditium, yang mengandung makna pewarisan budaya turun temurun dari generasi ke generasi, baik yang berupa objek fisik budaya, melalui wahana lisan, tulisan maupun tindakan. Jika dikaitkan dengan nilai arsitektur tradisional, maka bisa dikatakan bahwa arsitektur tradisional itu adalah sebuah pewarisan yang berlangsung secara turun-temurun, dan berlansung dalam kurun waktu yang sangat lama. Kemudian yang menjadi pertanyaan besar pada masa sekarang adalah, apakah di kota modern seperti sekarang masih ada masyarakat yang masih mewarisi nilai-nilai arsitektur
arsitektur tradisional Bali bisa dikatakan sebagai salah satu arsitektur tradisional
1
Page
Dari sekian banyak ragam arsitektur tradisional yang ada di Indonesia,
1
tradisional dalam rumah tinggal mereka di perkotaan.
yang cukup banyak dikenal dan banyak menarik perhatian, baik di kalangan akademisi maupun masyarakat umum. Hal ini ini bisa dilihat dari banyaknya tulisan-tulisan yang sudah dibuat terkait arsitektur tradisional Bali tersebut. Satu hal menarik
yang banyak dikaji dalam arsitektur tradisional Bali adalah
kemampuan adaptasinya yang sedemikian tinggi sehingga bisa bertahan dan tetap eksis dalam kehidupan modern. Hal ini salah satunya diakui oleh Budihardjo (1990) yang mengungkapkan bahwa masyarakat Bali memiliki daya adaptasi, kreatifitas, dan gagasan-gagasan inovatif yang cukup tinggi dalam menyesuaikan dengan pengaruh budaya luar. Hal ini karena dikenal konsep yang sangat dinamis, yaitu “Desa, Kala, Patra”, yang artinya menyesuaikan dengan tempat, waktu, dan keadaan, yang memungkinkan arsitektur tradisional Bali beradaptasi tanpa kehilangan jati dirinya.Dalam masyarakat Bali, nilai-nilai arsitektur tradisional ini secara turun temurun telah dijadikan sebagai acuan pertimbangan, pedoman, atau patokan di dalam proses pembangunan rumah tinggal, maupun bangunan fungsi lainnya. Dari uraian tersebut di atas, ada hal menarik yang bisa ditelusuri adalah apakah nilai-nilai arsitektur tradisional Bali juga masih diwariskan oleh masyarakat Bali yang tinggal di luar Bali, seperti masyarakat Bali yang tinggaal di kota Kupang. Pertanyaan ini menjadi topik yang menarik mengingat di Kupang ada banyak orang Bali yang sudah tinggal dan menetap dalam jangka waktu yang cukup lama, dan hingga sekarang jumlahnya juga sudah mencapai ratusan kepala keluarga. Jawaban dari pertanyaan tersebut akan bisa dijawab dari melihat bagaimana orang Bali
yang tinggal di
Kupang menjalani kehidupan
berarsitekturnyalnya, dalam hal ini dalam lingkup lingkungan rumah tinggal.
1.2. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang tersebut di atas, bisa diangkat beberapa permasalahan menarik yang bisa dijadikan sebagai langkah awal penelitian yaitu: Apakah nila-nilai arsitektur tradisional Bali masih ada dalam proses pembangunan rumah tinggal modern orang Bali yang menetap di Kupang,
2
dan bagaimana wujud drimplementasi nilai-nilai tersebut?
Page
2
1.3. Tujuan Bertitik tolak dari uraian latar belakang dan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah:
Melalui cara induktif diharapkan dapat diketahui apakah masyarakat Bali yang tinggal dan menetap di Kupang masih menjaga nilai-nilai arsitektur tradisional dalam rumah tinggal mereka, dan bagaimana wujud nilai-nilai tersebut diterapkan dalam kehidupan mereka.
1.4. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini, yang ditujukan untuk melihat implementasi nilai-nilai arsitektur tradisional dalam rumah tinggal modern di perkotaan (di Kupang), diharapkan bisa bermanfaat dan menambah khazanah budaya khususnya dalam dunia arsitektur, baik bagi masyarakat Bali sendiri maupun bagi masyarakat umum yang tertarik dengan bidang budaya dan arsitektur. Lewat tulisan ini juga diharapkan bisa memberi inspirasi bagi peneliti lain dalam pemilihan topik penelitian, maupun dalam pemilihan paradigma dan metode penelitian. Secara khusus bagi masyrakat Bali yang menetap di luar Pulau Bali, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah masukan bagaimana menjaga nilai-nilai arsitektur tradisional tetap terpelihara dalam rumah tinggal modern di perkotaan, serta menyesuaikan nilai-nilai tersebut dengan kondisi lingkungan sekitarnya, baik terhadap lingkungan fisik, sosial, maupun budaya. Dari sini diharapkan tercipta rumah tinggal modern yang dijiwai nilai-nilai kearipan
Page
3
tradisional sehingga tetap mempunyai ciri identitas yang khas.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini berisi beberapa uraian tentang teori-teori yang berkaitan dengan judul yaitu tentang arsitektur tradisional Bali dan uraian tentang rumah tinggal secara umum. Tinjauan pustaka yang diuraikan dalam bab ini nantinya digunakan untuk membantu dalam memahami pembahasan yang akan dilakukan dalam bab berikutnya.
2.1. Pengertian Rumah Tinggal Rumah tinggal selama ini identik sebagai sebuah tempat bagi manusia tinggal atau menetap, tetapi sebenarnya pemahaman tentang rumah tinggal itu mengandung hal-hal lain yang lebih penting dari sekedar tempat untuk menetap. Hal ini bisa dilihat dari beberapa pandangan yang dikemukakan oleh beberapa tokoh, terutama yang terkait dengan sudut pandang arsitektur. Menurut seorang arsitek Amerika yang banyak menulis, Rapoport (1969) mengemukakan bahwa rumah adalah sebuah fenomena budaya, dimana dikatakan bahwa rumah adalah sebuah institusi, bukan hanya sebuah struktur, yang dibuat untuk satu tujuan yang kompleks, dimana bentuk dan organisasinya sangat dipengaruhi oleh nilai budaya di sekitarnya. Sementara Oliver (1987), dalam bukunya Dwellings, the House Across the World, mengatakan bahwa ada dua hal penting berkaitan dengan sebuah hunian/rumah tinggal, yaitu rumah sebagai sebuah aktifitas tinggal, dan rumah sebagai tempat tinggal. Untuk di Indonesia, pengertian tentang rumah tinggal itu dicantumkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun1992 tentang perumahan dan permukiman, dimana disebutkan bahwa rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan
Page
tempat bernaung, rumah juga menampung berbagai macam kegiatan seperti
4
keluarga. Rumah tinggal adalah bangunan untuk tempat tinggal selain untuk
4
melindungi manusia dari kondisi lingkungan yang tidak diinginkan termasuk kegiatan dan gangguan musuh (Poerwadarminta, 1985). Sementara bila dilihat dari sudut pandang tradisionalnya, rumah tinggal tradisional bisa dikatakan rumah yang memiliki nilai-nilai tertentu yang telah bertahan dan berjalan lama dari beberapa generasi tanpa adanya perubahan atau sedikit perubahan, dan biasanya berlangsung berlandaskan dengan penuh kesadaran untuk menyatu dan menjadi bagian dari lingkungannya. Hal ini mengutip dari pandangan Yudohusodo (1991) yang mengatakan bahwa rumah kalau dilihat dari pandangan arsitektur tradisional, dapat diartikan sebagai rumah yang dibangun dan digunakan dengan cara yang sama sejak beberapa generasi.
2.2. Aktivitas Ritual Adat Bali Masyarakat Bali tidak bisa dipisahkan dari agama Hindu yang menjadi kepercayaan dan menjiwai segala sendi kehidupannya, sehingga rumah tinggal orang Bali juga tidak bisa dilepaskan dari berbagai macam aktivitas yang berkaitan dengan ritual-ritual adat agama Hindu Bali. Demikian juga halnya dengan nilai-nilai arsitektur tradisional Bali yang tidak bisa lepas dari kepercayaan Hindu yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Bali. Berkaitan dengan hal tersebut, Budihardjo (1990) menyebutkan bahwa ruang-ruang yang ada dalam sebuah rumah tinggal masyarakat Bali juga sangat erat berkaitan dengan kegiatan-kegiatan adat agama Hindu, yang dikenal dengan Panca Yadnya, yaitu :
Dewa Yadnya, upacara persembahan untuk Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa)
Rsi Yadnya, upacara untuk para pendeta dan maha guru
Manusa Yadnya, upacara untuk manusia
Pitra Yadnya, yaitu upacara untuk orang yang sudah meninggal
Bhuta Yadnya, yaitu upacara untuk alam Kegiatan-kegiatan adat ini akan melahirkan adanya tempat-tempat
khusus untuk melakukan ritual upacara sesuai yang kondisi masing-masing rumah Page
5
tinggal.
5
2.3. Pandangan Tentang Arsitektur Tradisional Bali Pemahaman mengenai arsitektur tradisional Bali yang dikenal sekarang adalah arsitektur yang sudah ada dan berkembang di Bali yang telah mengalami pengulangan bentuk, konsepsi, dan tata cara dari generasi ke generasi berikutnya tanpa atau dengan sedikit perubahan. Arsitektur tradisional ini lahir sebagai bagian dari kebudayaan yang dijiwai oleh kearifan lokal, norma-norma agama, adat kebiasaan setempat, dan sebagai cerminan kondisi alam setempat. Menurut Gelebet (1982), arsitektur tradisional Bali umumnya lebih mengutamakan perlindungan kejiwaan, sehingga dalam sebuah rumah tradisional Bali diperlukan sebuah tempat suci, sanggah, dan parahyangan untuk kepentingan perlindungan rohaniah tersebut. Salah satu nilai lebih dari arsitektur tradisional Bali yang cukup menonjol adalah berkaitan dengan ketahanan budaya tradisional Bali terhadap pengaruh kondisi lingkungannya. Hal ini diungkapkan oleh seorang Budihardjo (1990) yang menyatakan bahwa masyarakat Bali memiliki daya adaptasi, kreatifitas, dan gagasan-gagasan inovatif yang cukup tinggi dalam menyesuaikan dengan pengaruh budaya luar. Hal ini karena dikenal konsep yang sangat dinamis, yaitu konsep “Desa, Kala, Patra”, yang artinya menyesuaikan dengan tempat, waktu, dan keadaan. Dengan konsep ini memungkinkan arsitektur tradisional Bali beradaptasi tanpa kehilangan jati dirinya. Dalam tulisannya Budihardjo juga mengungkapkan bahwa masyarakat Bali mempunyai keyakinan konsep keseimbangan dan keharmonisan antara dua hal/ kekuatan yang saling bertentangan, yang terjemahannya diwujudkan dalam konsep “Rwa Bhineda”, yaitu konsep pemikiran tentang keseimbangan dua hal/ kutub yang bertentangan baik berupa elemen, norma atau nilai-nilai, atau keseimbangan Bhuwana Alit (micro-cosmos/ manusia) dengan Bhuwana Agung (macro-cosmos / dunia). Sementara terkait hubungan
rumah tinggal dengan penghuninya
diungkapkan oleh Windhu (1977) dalam sebuah buku berjudul “ Bangunan Adat
dunia buatan /rumah dengan penghuninya, yang salah satunya diterapkan dalam
6
Page
tradisional Bali ditekankan mengenai konsep keseimbangan dan keterkaitan antara
6
Bali dan Fungsinya”, dalam buku itu disebutkan bahwa dalam arsitektur
pengambilan ukuran dimensi sebuah rumah tinggal akan memakai ukuran orang penghuninya/ pemilik rumah tersebut.
2.4. Konsep Arsitektur Tradisional Bali Arsitektur tradisional Bali dikenal sebagai arsitektur yang dijiwai oleh keyakinan Hindu Bali, sehingga konsep-konsep yang terkandung dalam arsitektur tradisional Bali juga tidak bisa dilepaskan dari ajaran Hindu Bali. Konsep-konsep arsitektur tradisional Bali sudah ada sejak ajaran Hindu itu sendiri berkembang di Bali yang dibawa oleh para ahli bangunan dari kerajaan Majapahit di Jawa. Ada beberapa konsep penting yang ada dalam arsitektur tradisional Bali yang sampai saat ini masih dianggap relevan dengan perkembangan arsitektur masa kini. Sebuah konsep yang disebut Tri Hita Karana selalu menjadi acuan penting dalam arsitektur Bali yaitu konsep yang mengajarkan adanya keseimbangan dalam kehidupan manusia dan arsitektur. Menurut Dwijendra (2008), konsep ini diwujudkan dengan menjaga hubungan yang baik antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan dengan alam. Onsep inilah yang kemudian diwujudkan ke dalam hunian manusia. Dwijendra (2008) juga mengungkapkan, sebagai turunan dari konsep Tri Hita Karana ini dikenal adanya konsep dalam arsitektur yang disebut Tri Angga, yang berarti tiga badan, konsep yang lebih menekankan kepada aspek fisik bangunan/ ruang yaitu unsur kepala, badan dan kaki. Konsep ini diiplementasikan kedalam fisik bangunan dalam bentuk unsur atap, badan, dan kaki bangunan. Konsep yang juga sangat penting dalam arsitektur tradisional Bali adalah konsep arah orientasi. Dwijendra (2008) menulis bahwa dalam arsitektur tradisional Bali berpedoman kepada orientasi sumbu bumi utara- selatan (gununglaut), sumbu ritual timur- barat. Konsep orientasi melahirkan sebuah konsep tata nilai zoning yang disebut sanga mandala, dari yang bernilai utama sampai ke yang bernilai nista. Konsep ini juga digunakan dalam menentukan tata nilai tradisional dalam kaitannya dengan penzoningan area pekarangan rumah tinggal,
Selain konsep-konsep tersebut di atas, arsitektur tradisional Bali juga
7
Page
tertentu.
7
yang juga berkaitan dengan nilai kegiatan yang akan ditampung dalam area
dikenal dengan keindahan ragam hiasnya yang sangat khas. Ragam hias Bali ini bisa dikatakan sudah menjadi ciri khas penting yang bisa memberi identitas bangunan bergaya arsitektur Bali. Dalam masyarakat Bali, ragam hias ini disamping sebagai elemen keindahan juga kaya akan makna atau ungkapan simbolis yang mengakar pada kepercayaan Hindu. Bentuk ragam hias arsitektur tradisional Bali dijiwai oleh konsep keselarasan dengan alam, sehingga
Page
8
kebanyakan mengambil bentuk unsur alam seperti binatang dan tumbuhan.
8
BAB III EKSPLORASI OBJEK PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Sampel Penelitian Lokasi yang dipilih sebagai objek penelitian adalah meliputi rumah-rumah orang Bali yang ada di wilayah administrasi kota Kupang. Wilayahnya berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kupang dan pantai Teluk Kupang. Kota Kupang sendiri adalah ibukota Propinsi Nusa Tenggara Timur, merupakan kota terbesar yang ada di Pulau Timor, lokasinya tepat berada di sebuah teluk (Teluk Kupang) di ujung barat pulau Timor. Wilayah kota Kupang ini terdiri dari 6 kecamatan yaitu : Kecamatan Alak, Kelapa Lima, Kota Raja, Kota Lama, Maulafa, dan Oebobo. Sementara keberadaan orang Bali di wilayah kota Kupang ini tersebar tidak terpusat atau membentuk kelompok wilayah tertentu, sehingga rumah yang dijadikan sampel juga dipilih menyebar secara acak.
Page
9
Gambar 3.1. Wilayah Kota Kupang Sumber : BPS Provinsi NTT
9
3.2. Deskripsi Objek Penelitian Deskripsi objek penelitian ini berisi uraian, gambaran, informasi yang berhasil dikumpulkan dari lapangan mengenai kehidupan arsitektur tradisional yang bisa dilihat dalam rumah tinggal orang Bali di Kupang. Uraian ini melingkupi informasi-informasi yang bersifat fisik maupun non-fisik yang berhasil digali selama penelitian lapangan. Secara umum, gambaran ini bisa diuraikan berdasarkan beberapa tinjauan yaitu: kondisi fisik rumah tinggal dan lingkungan sekitarnya, aspek tampilan fisik, fungsi ruang, dan penataan ruang, proses pembangunan rumah tinggal tersebut, uraian kegiatan yang bisa ditampung di dalamnya, serta uraian fenomena-fenomena lain yang ditemukan berkaitan dengan keberadaan rumah tinggal tersebut. Hal pertama yang bisa dilihat dalam tata ruang rumah tinggal orang Bali (di Kupang) adalah adanya bangunan/ zone tempat suci keluarga di dalam setiap rumah, yang biasa disebut sanggah atau merajan. Bangunan tempat suci ini bentuknya beragam, dan tata letaknya juga beragam berdasarkan berbagai pertimbangan masing-masing pemilik rumah.
Gambar 3.2. Bentuk sanggah dalam rumah tinggal Sumber : dokumen penulis
Dalam penetapan zoning rumah tinggal sebagian besar masyarakat Bali masih mempertimbangkan tata nilai tradisional yang berdasarkan arah orientasi
Page
tata nilai tradisional ini terutama dipakai dalam penentuan tempat suci (sanggah )
10
timur-barat, utara-selatan yang merupakan simbol nilai nista-utama. Pertimbangan
10
yang ada di setiap rumah tinggal. Nilai utama ditempatkan di arah utara dan timur, sedangkan nilai nista di arah selatan dan barat.
Utamaning nista
Utamaning madya
Utamaning utama
Madyaning nista
Madyaning madya
Madyaning utama
Nistaning nista
Nistaning madya
Nistaning utama
Tabel 3.3. 3.1. Konsep tata nilai tradisional Bali Sumber : Konstruksi penulis
Terkait ritual dalam proses pembangunannya, masyarakat Bali di Kupang masih melaksanakan ritual yang biasa dilaksanakan masyarakat di Bali, yaitu dari proses awal pembuatan pondasi ( ritual nasarin) sampai dengan upacara melaspas sebagai pertanda bangunan siap ditempati yang dilaksanakan pada saat proses pembangunan sudah selesai dilaksanakan. Kegiatan ritual seperti ini biasanya dipimpin oleh seorang pemimpin adat yang disebut pemangku. Disamping pelaksanaan ritual terkait proses pembangunan rumahnya, dalam rumah tinggal orang Bali juga biasa dilaksanakan kegiatan upacara adat terkait kemanusiaan, persembahyangan, ataupun ritual buat keseimbangan alam. Kegiatan upacara adat seperti ini bisa yang sifatnya rutin maupun insidental. Salah satu ciri khas yang bisa dilihat dari arsitektur Bali adalah kekhasan ragam hiasnya. Dari pengamatan terhadap rumah tinggal masyarakat Bali yang ada di Kupang, ada beberapa rumah juga berusaha menampilkan ornamen khas arsitektur Bali, baik dalam ornamen rumah maupun pagar rumahnya. Kebanyakan ornamen ini berupa ukiran cetak yang dibuat dari bahan semen dan pasir halus yang dicampur sedemikian rupa sehingga bisa menghasilkan hasil cetak dengan
Page
11
kualitas cetakan ukiran yang cukup baik.
11
Page
12
Gambar 3.3. Ornamen pagar rumah tinggal di Kupang Sumber : Dokumen penulis
12
BAB IV PEMBAHASAN TEMUAN
Bab ini berisi pembahasan yang berupa proses analisis dari temuan-temuan informasi di lapangan, yang pada akhirnya dapat dihasilkan sebuah kesimpulan yang berupa temuan konsep. 4.1. Temuan Unit Informasi dan Tema Dari deskripsi objek penelitian yang sudah diuraikan di atas, maka dapat ditarik sekumpulan informasi penting yang kemudian disusun dalam temuan unit – unit informasi. Unit informasi ini nantinay digunakan sebagai bahan acuan dalam proses analisis berikutnya menjadi temuan tema – tema. Berikut ini kumpulan unit informasi yg berhasil digali dari lapangan yang disusun dalam tabel.
2
3
4
5
6
7
8
Dalam setiap rumah tinggal orang Bali di Kupang ada ruang/ tempat sebagai tempat sembahyang keluarga yang disebut sanggah / merajan Posisi sanggah mengikuti arah gunung-laut dan timurbarat, dimana gunung dan timur dipercaya sebagai arah utama, sedangkan laut dan barat sebagai posisi nista Posisi sanggah mengikuti posisi jalan dengan pertimbangan posisinya menjadi berada di bagian depan pekarangan dan memudahkan penataan rumah keseluruhan di kemudian hari. Posisi sanggah sesuai sanggah di rumah asal di Bali, dimana ada ketakutan bisa kena musibah bila tidak mengikuti tradisi yang sudah dijalankan di rumah asalnya. Penataan zoning rumah tinggal secara global mempertimbangkan tata nilai tradisional yang di kenal di daerah asal pemilik rumah Penetapan tata letak dalam rumah tinggal juga mempertimbangkan petunjuk dari orang yang dianggap tahu tentang tata aturan dalam rumah tinggal di Bali. Orang Bali masih mempertimbangkan posisi arah tidur dalam penataan rumah tinggal, dimana arah kepala ditempatkan ke arah utama yaitu arah utara dan timur. Dalam proses pembangunan masih dilaksanakan kegiatan ritual sesuai dengan tata ritual di Bali, seperti pada saat peletakan pondasi dan pada saat rumah mau
Tema
Faktor adaptasi lingkungan
Faktor daerah asal
Faktor keyakinan spiritual
13
1
Unit informasi
Page
No.
13
9
10
11
12
13
14
15
titempati. Rumah tinggal juga disiapkan untuk bisa menampung kegiatan ritual adat yang biasa dilaksanakan masyarakat di Bali, baik yang sifatnya rutin maupun insidental. Dalam pelaksanaanya, tata ritual masyarakat Bali di Kupang ada mengalami penyesuaian dengan kondisi lingkungan setempat. Terkait identitas visual secara fisik, rumah tinggal orang Bali di Kupang banyak yang menggunakan ornamen berupa pagar beton cetak yang bermotif hiasan khas arsitektur Bali. Jika dikaitkan dengan ornamen, penampilan fisik rumah tinggal orang Bali sangat dipengaruhi juga kemampuan ekonomi pemilik rumah, mengingat pemakaian ornamen Bali juga perlu biaya yang relatif lebih mahal. Ada beberapa penataan dalam rumah tinggal orang Bali ditentukan berdasarkan petunjuk spiritual, dimana hal seperti ini bersifat transendental yang sangat pribadi yang tidak bisa diperdebatkan. Pemakaian ornamen Bali juga dipengaruhi dimana lokasi rumahnya, masyarakat Bali yang rumahnya berkumpul lebih banyak menunjukkan ciri kahs keBali-annya. Bentuk bangunan tempat sembahyang keluarga (sanggah) yang ada dalam rumah tinggal orang Bali sebagai ciri khas yang kuat bagi identitas pemilik rumah yang beragama Hindu Bali.
Faktor pembiayaan
Tabel 4.1. Temuan unit Informasi Sumber : Konstruksi penulis
4.2. Temuan Konsepsi
1
Tema Faktor adaptasi lingkungan
Uraian
Kesimpulan konsepsi
Penentuan tata zoning dalam rumah tinggal orang Bali dengan mempertimbangkan kondisi alam di mana rumah itu berada yaitu menyangkut keberadaan gunung –laut ,timur-barat, dan posisi jalan sebagai arah orientasi Pemakaian ornamen yang mencerminkan ciri khas Bali disesuaikan dengan bahan yang tersedia di lingkkungan Kupang, dalam hal ini menggunakan bahan semen dan pasir. (tidak menggunakan batu alam
Dari uraian tematema maka dapat disipulkan bahwa implementasi nilai – nilai arsitektur tradisional Bali dalam sebuah rumah tinggal orang Bali (di Kupang) sangat menyesuaikan dengan kondisi
14
Page
No
14
Dari temuan tema-tema yang sudah disampaikan di atas, maka selanjutnya bisa dilihat keterkaitan substansi antar tema tersebut sehingga bisa ditarik kesimpulan akhir. Uraiannya bisa jelaskan dalam tabel berikut:
sebagaimana di Bali ) Tata cara ritual dan sarana upacara yang biasa dilaksanakan dalam proses pembangunan juga disesuaikan dengan kondisi setempat, dengan catatan tetap memiliki makna seperti yang dilaksanakan di Bali.
2
Faktor daerah asal
Tata nilai arsitektur, tata cara ritual, dan sarana ritual yang dilaksanakan dalam rumah tinggal di Kupang tidak lepas dari apa yang ada di masing – masing rumah asal pemilik rumah, jadi ada keragaman sesuai dengan daerah asalnya. Pembuatan hiasan, ornamen yang berkarakter ciri khas arsitektur Bali sebagai usaha menciptakan rumah tinggal yang berkesan seperti rumah asal di Bali.
3
Faktor keyakinan spiritual
Penentuan tata letak tempat suci (sanggah) , tata zoning dalam rumah tinggal tidak lepas dari adanya ikatan dengan keyakinan spiritual yang telah ada secara turun temurun yang didasari keyakinan Hindu Bali. Adanya ritual adat dalam proses pembangunan rumah dan selama kehidupan tinggal menempati rumah sebagai cara mendapatkan ketenangan spiritual .
4
Faktor pembiayaan
Faktor pembiayan ini terkait dengan kemampuan finansial pemilik rumah dalam menciptakan rumahnya yang sedemikian rupa sehingga bisa mendekati rumahnya yang ada di Bali, seperti pemakaian ornamen khas Bali. Dalam tata letak zoning dan ritual adat dan yang dilaksanakan juga disesuaikan dengan kemampuan pembiayaan pemilik, yang penting maknanya tercapai.
lingkungan, dan tetap dijiwai adanya keyakinan transendental untuk ketenangan spiritual.
15
Page
Dari uraian di atas bisa dilihat bahwa implementasi nilai – nilai arsitektur tradisional dalam rumah tinggal masyarakat Bali yang menetap di Kupang tidak bisa dilepaskan dari faktor keyakinan yang dianut yaitu keyakinan Hindu Bali.
15
Tabel 4.2. Temuan konsepsi Sumber : Konstruksi penulis
Page
16
nilai – nilai ini masih tetap dibawa walaupun mereka telah menetap di luar Bali, dan dalam implementasinya sangat fleksibel menyesuaikan dengan kondisi lingkungan setempat, baik secara fisik maupun non-fisik. Hal ini menunjukkan bahwa arsitektur tradisional Bali mempunyai daya adaptasi yang sangat kuat, dengan tetap mempunyai ciri karakter, identitas yang khas dan kuat sebagai jati diri pemilik rumah.
16
BAB V PENUTUP
Dari uraian analisis yang telah dibahas dalam bab pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai – nilai arsitektur tradisional Bali sudah begitu melekat dalam diri masyarakat Bali walaupun mereka sudah menetap dan tinggal di luar Bali. Implementasi nilai - nilai tersebut bisa dilihat dalam bentuk tata nilai, aktivitas adat, dan fisik. Hal ini juga sebagai bukti dan menguatkan pandangan yang sudah ada sebelumnya bahwa masyarakat Bali secara umum dan arsitektur Bali khususnya mempunyai daya adaptasi yang begitu tinggi dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya, sebagai salah satu wujud nyata bahwa arsitektur Bali selalu menekankan keharmonisan dengan lingkungan (alam). Dalam implementasi nilai – nilai ini, ditemukan beberapa konsep yang melatari yaitu, konsep adaptasi, konsep pembiayaan, dan konsep keyakinan spiritual. Ketiga konsep inilah yang selalu menjadi pertimbangan masyarakat Bali yang ada di Kupang dalam menjalankan kehidupan berumah tinggal. Pesan akhir yang bisa diambil dari hasil kesimpulan penelitian ini adalah bagaimana kita hendaknya bisa menjaga dan mempertahankan nilai – nilai luhur khusunya dalam arsitektur tradisional yang sudah diwariskan oleh pendahulu kita agar tetap eksis, tanpa menutup adanya adpatasi dengan lingkungan sekitarnya,
Page
17
namun tetap bisa menunjukkan ciri khasnya.
17
DAFTAR PUSTAKA
Budihardjo, Eko, 1990, Architectural Conservation in Bali, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Dawson, Barry dan Gillow, John, 1994, The Traditional Architecture of Indonesia, Thames & Hudson Ltd., London. Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin, 2008, Arsitektur Rumah Tradisional Bali, Udayana University Press., Denpasar. Gelebet, I N., 1978, Pokok- Pokok Pengarahan Arsitektur Tradisional Bali, Pemerintah Daerah Propinsi Bali, Denpasar. Oliver, Paul, 1987, Dwellings The House across the World, Phaidon Press Limited, Oxford. Parwata, I Wayan, 2009, Humanisasi Kearifan dan Harmoni Ruang Masyarakat Bali, Yayasan Tri Hita Karana, Denpasar. Poerwadarminta, 1985, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. Rapoport, Amos, 1969, House, Form and Culture, University of Wisconsin, Milwaukee Windhu, I. B., 1977, Bangunan Adat Bali serta Fungsinya, Sasana Budaya Bali, Denpasar. Yudohusodo, Siswono, dkk., 1991, Rumah untuk Seluruh Rakyat, INKOPPOL,
Page
18
Unit Percetakan Bharakerta, Jakarta.
18