Laporan Kasus IKTERUS NEONATORUM
Dwi Febriani H1A004014
Pembimbing dr. Artsini Manfaati, Sp.A
Dalam Rangka Mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya Di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Mataram/RSU Prop. NTB 2010
I.
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien: Nama lengkap
: By. Ny. B
Umur / TTL
: 19 hari / 28 Jan 2010
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Rempek, Gangga- Lombok Utara
Identitas keluarga
: Anak kandung
Identitas Keluarga: Nama Umur Pendidikan/Berapa tahun Pekerjaan Masuk RS tanggal
Ibu Ny. B 25 th SD IRT : 15 Feb 2010
Ayah Tn. M 30 th SD Petani
Diagnosis MRS
: neonatal infection dd icterus neonatorum
ANAMNESIS (Alloanamnesis ibu pasien) Keluhan Utama : kuning pada seluruh badan Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien dikeluhkan kuning pada seluruh badan sejak 5 hari SMRS. Sebelumnya bayi dikeluhkan Panas badan sejak 10 hari, terjadi mendadak, naik turun, sempat di bawa ke mantri tapi tidak ada perubahan. Dan 2 hari yang lalu SMRS bayi sempat kejang setelah panas badan muncul, frekuensi 1 kali, durasi ± 5 menit, setelah kejang pasien tidak sadarkan diri tampak bangun dengan tangisan yang lemah. Dan keluarga tidak pernah membawa bayinya periksa ke PKM. Minum ASI (+) langsung dari ibu, awalnya menghisap kuat tetapi sejak mulai badan kuning, bayi mulai malas menghisap. Sesak (-), muntah (-), perut kembung (-), BAB (+) frek 2x/hari, konsistensi lunak, warna kuning, darah (-), lendir (-). BAK (+) warna kuning seperti kunyit. Riwayat Penyakit Dahulu : tidak pernah menderita seperti ini sebelumnya. Riwayat Kehamilan : •
Kehamilan : 1. Laki-laki, spontan, dukun, 3000 g, 8 tahun 2. ini
•
HPHT lupa
•
Kehamilan aterm (cukup bulan)
•
ANC teratur di Polindes. ANC > 4 kali
•
Ibu mendapatkan imunisasi saat hamil (+)
•
Ibu tidak pernah sakit selama hamil
•
Ibu tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan atau jamu saat hamil
•
Riwayat sakit kuning saat hamil (-).
•
Riwayat Ibu pasien menderita kencing manis (-).
Riwayat Persalinan: •
Lahir spontan, pervaginam di PKM di tolong bidan, Indikasi letak kepala, riwayat KPD (-), ketuban campur mekonium (-).
•
Lahir langsung menangis
•
BBL 3500 gram, panjang badan (-), lingkar kepala (-), lingkar lengan (-), anus (+).
•
Bayi diberikan suntikan vitamin K (+) segera setelah lahir.
•
Riwayat kuning saat lahir (-).
•
Riwayat biru saat lahir (-).
Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada anggota keluarga yang menderita gejala yang serupa/ sering kejang sewaktu kecil. Riwayat nutrisi: Bayi minum ASI langsung dari ibu sejak lahir inisiasi menyusui dini (+), bayi kuat minum namun mulai malas menghisap setelah badan kuning muncul. Frekuensi minum ASI 5-6 kali per hari, ASI ibu keluar banyak. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 16/02/2010) Kesan Umum : sedang Kesadaran : CM BB : 3400 gram Fungsi Vital : HR
= 145 x/mnt, isi dan tegangan cukup.
RR = 59 x/mnt T ax = 39.7 ºC CRT : <3 detik
Pemeriksaan Khusus : 1. Kepala Bentuk : normocephali, tdk ada kelainan. Ubun-ubun besar : terbuka, datar. Mata : Anemis -/-. Ikterik +/+, RP (+), isokor (+). THT: Napas cuping hidung (-) Mulut mencucu (-), bibir sianosis (-), mukosa mulut kuning 2. Leher Kaku kuduk (-). 3. Thoraks Cor
: Irama teratur. S1S2 tunggal, reguler, murmur (-).
Pulmo : Pernapasan tidak teratur, retraksi subcosta (+). Vesikuler +/+, Wheezing -/-, Rhonki -/-. 4. Abdomen Distensi (-), Bising usus (+) normal, organomegali (-), H/L tidak teraba. Umbilikus: bersih, merah (-), pus(-), berbau (-). 5. Extremitas
Deformitas Tonus otot Edema Refleks Babinsky 6. Kulit
Tungkai Atas Kanan Kiri normal -
Tungkai bawah Kanan Kiri normal +
Ikterus (+) seluruh badan, Kelainan kulit lainnya (-). 7. Urogenital Kelainan bawaan (-) RESUME Pasien, By. W, laki-laki, 19 hari, BBL 3500 gram, BBS 3400 gram, alamat GanggaTanjung- Lombok Utara, MRS dengan keluhan utama seluruh badan kuning sejak 5 hari SMRS, Panas badan(+) 10 hari SMRS terjadi mendadak, disertai kejang 2 hari SMRS, frekuensi 1 kali, durasi ±5 menit, setelah kejang pasien tidak sadarkan diri tampak
bangun tangisan lemah. Minum ASI (+) awalnya menghisap kuat dan mulai malas menghisap setelah badan kuning. Muntah (-). Mencret (-). Pemeriksaan fisik: Kesan Umum : sedang
Kesadaran : CM
Fungsi Vital : HR
= 145 x/mnt
RR = 59 x/mnt
T ax = 39.7 ºC CRT : <3 detik
Merintih (+), Kejang (-). Mata : Anemis -/-. Ikterik +/+, RP (+), isokor (+). THT: Napas cuping hidung (-) Mulut mencucu (-), bibir sianosis (-) Thorax : retraksi subcosta (+) C: S1S2 tunggal, reguler, murmur (-). P: Vesikuler +/+, Wheezing -/-, Rhonki -/Abdomen : Distensi (-), Bising usus (+) normal, organomegali (-), H/L tidak teraba. Umbilikus: dalam batas normal Extremitas: dalam batas normal Kulit : icterus di seluruh badan PEMERIKSAAN LABORATORIUM 1. Darah Lengkap (15 Feb 2010) Hb
: 13.9 gr%3
Leukosit
: 21.700
Trombosit : 231.000 HCT
: 38.0%
2. GDS : 128 mg% DIAGNOSIS KERJA: Susp. Neonatal infection DIAGNOSIS BANDING: Icterus Neonatorum
Rencana Awal ; •
Planning diagnosis: o cek bilirubin total&bilirubin direct o golongan darah dan rhesus
•
Planning teraphy : o O2 1 liter/menit o Infus micro D10% 12 tpm o Ampicillin 2 x 150 mg /IV o Gentamicin = 15 mg/IV
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi kurang bulan. Di RSU Dr. Soetomo Surabaya ikterus patologis 9,8% (tahun 2002) dan 15,66% (tahun 2003). RSAB Harapan Kita Jakarta melakukan transfusi tukar 14 kali/bulan (tahun 2002). Di Hospital Bersalin Kualalumpur dengan ‘tripple phototherapy’ tidak ada lagi kasus yang memerlukan tindakan transfusi tukar (tahun 2004), demikian pula di Vrije Universitiet Medisch Centrum Amsterdam dengan ’double phototherapy’ (tahun 2003). Ikterus ini pada sebagian penderita dapat bersifat fisiologis dan pada sebagian lagi mungkin bersifat patologis yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian. Oleh karena itu, setiap bayi dengan ikterus harus mendapatkan perhatian, terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin meningkat > 5 mg/dL (> 86µmol/L) dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk >1 mg/dL juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologis. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan. Walaupun pada tahun 1970-an kasus kernikterus sudah tidak ditemukan lagi di Washington, namun pada tahun 1990-an ditemukan 31 kasus kernikterus (data Georgetown University Medical Centre Washington D.C. tahun 2002). Definisi Ikterus (‘jaundice’) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah, sehingga kulit (terutama) dan atau sklera bayi (neonatus) tampak kekuningan. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 µmol/L), sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin > 5 mg/dL ( >86µmol/L). Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin. Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap tergolong non patologis sehingga disebut ‘Excessive Physiological Jaundice’. Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia patologis (‘Non
Physiological Jaundice’) apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus > 95 0/00 menurut Normogram Bhutani. Metabolisme Bilirubin Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX α (Gbr. 2). Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hepar dan masuk ke dalam hepar. Segera setelah ada dalam sel hepar terjadi persenyawaan ligandin (protein Y), protein Z dan glutation hepar lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hepar, tempat terjadinya konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim glukoronil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urubilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus, sebagian di absorpsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorpsi entero hepatik. Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologis tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar. Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2 – 3 dan mencapai puncaknya pada hari ke 5 – 7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10 – 14. Kadar bilirubinpun biasanya tidak > 10 mg/dL (171 µmol/L) pada bayi kurang bulan dan < 12 mg/dL (205 µmol/L) pada bayi cukup bulan. 5,6,7 Masalah timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjungasi hepar menurun sehingga terjadi kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh tertentu, misalnya kerusakan sel otak yang akan
mengakibatkan gejala sisa dikemudian hari, bahkan terjadinya kematian. Karena itu bayi ikterus sebaiknya baru dianggap fisiologis apabila telah dibuktikan bukan suatu keadaan patologis. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada hiperbilirubinemia, pemeriksaan lengkap harus dilakukan untuk mengetahui penyebabnya, sehingga pengobatanpun dapat dilaksanakan dini. Tingginya kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologis tersebut tidak selalu sama pada tiap bayi. Di RS Dr. Soetomo Surabaya, bayi dinyatakan menderita bilirubinemia apabila kadar bilirubin total > 12 mg/dL (> 205 µmol/L) pada bayi cukup bulan, sedangkan pada bayi kurang bulan bila kadarnya > 10 mg/dL (>171 µmol/L).
Etiologi Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh berbagai keadaan: A. Penyebab yang sering: 1. Hiperbilirubinemia fisiologis 2. Inkompatibilitas golongan darah ABO 3. ‘Breast Milk Jaundice’ 4. Inkompatibilitas golongan darah rhesus 5. Infeksi 6. Hematoma sefal, hematoma subdural, ‘excessive bruising’ 7. IDM (‘Infant of Diabetic Mother’) 8. Polisitemia / hiperviskositas 9. Prematuritas / BBLR 10. Asfiksia (hipoksia, anoksia), dehidrasi – asidosis, hipoglikemia 11. Lain-lain
B. Penyebab yang jarang: 1. Defisiensi G6PD (Glucose 6 – Phosphat Dehydrogenase) 2. Defisiensi piruvat kinase 3. Sferositosis kongenital 4. Lucey – Driscoll syndrome (ikterus neonatorum familial) 5. Hipotiroidism 6. Hemoglobinopathy Diagnosis Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium terdapat beberapa faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia berat. 11. Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama (usia bayi < 24 jam) 22. Inkompatibilitas golongan darah (dengan ‘Coombs test’ positip) 33. Usia kehamilan < 38 minggu 44. Penyakit-penyakit hemolitik (G6PD, ‘end tidal’ CO � ) 55. Ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya 66. Hematoma sefal, ‘bruising’ 77. ASI eksklusif (bila berat badan turun > 12 % BB lahir) 18. Ras Asia Timur, jenis kelamin laki-laki, usia ibu < 25 tahun 29. Ikterus sebelum bayi dipulangkan 310. ‘Infant Diabetic Mother’, makrosomia 411. Polisitemia Anamnesis 11. Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat janin, malnutrisi intra uterin, infeksi intranatal) 22. Riwayat persalinan dengan tindakan / komplikasi 33. Riwayat ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya 44. Riwayat inkompatibilitas darah 55. Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa. Pemeriksaan Fisik Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang kulitnya gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar.
Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna kulit dan jaringan subkutan. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut. Tabel 1. Perkiraan klinis derajat ikterus Usia Hari 1
Ikterus terlihat pada Klasifikasi Setiap ikterus yang terlihat Ikterus berat
Hari 2
Lengan dan tungkai
Hari 3 dst. Tangan dan kaki (Dikutip dari Peter Cooper, A.Suryono, Indarso F, et al. Jaundice. In : Managing Newborn Problems : a guide for doctor, nurses and midwives, WHO, 2003 : F-77-F-89) Tabel 2. Klasifikasi Ikterus Tanya dan Lihat Mulai kapan ikterus ?
Tanda / Gejala Ikterus segera setelah lahir
Klasifikasi Ikterus patologis
Daerah mana yang ikterus ? Ikterus pada 2 hari pertama Bayinya kurang bulan ?
Ikterus pada usia > 14 hari
Warna tinja ?
Ikterus lutut/ siku/ lebih Bayi kurang bulan Tinja pucat
Ikterus usia 3-13 hari
Ikterus fisiologis
Tanda patologis (-) (Dikutip dari Depkes RI. Klasifikasi Ikterus Fisiologis dan Ikterus Patologis. Dalam : Buku Bagan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda Sakit). Metode Tepat Guna untuk Paramedis, Bidan dan Dokter. Depkes RI, 2001) Gejala dan tanda klinis Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala: 1. Dehidrasi o
2. Pucat
Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)
o
Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.
3. Trauma lahir o
Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya.
4. Pletorik (penumpukan darah) o
Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK
5. Letargik dan gejala sepsis lainnya 6. Petekiae (bintik merah di kulit) o
Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis
7. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) o
Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati
8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa) 9. Omfalitis (peradangan umbilikus) 10. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid) 11. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus) 12. Feses dempul disertai urin warna coklat o
Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi.
Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan serumbilirubin (bilirubin total dan direk) harus dilakukan pada neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi yang tergolong risiko tinggi terserang hiperbilirubinemia berat. Namun pada bayi yang mengalami ikterus berat, lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan menunda terapi sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar serumbilirubin. ‘Transcutaneous bilirubin (TcB)’ dapat digunakan untuk menentukan kadar serum bilirubin total, tanpa harus mengambil sampel darah. Namun alat ini hanya valid untuk kadar bilirubin total < 15 mg/dL (<257 µmol/L), dan tidak ‘reliable’ pada kasus ikterus yang sedang mendapat terapi sinar.
Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan penyebab ikterus antara lain : 1• Golongan darah dan ‘Coombs test’ 2• Darah lengkap dan hapusan darah 3• Hitung retikulosit, skrining G6PD atau ETCOc 4• Bilirubin direk Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga perlu diukur untuk menentukan pilihan terapi sinar ataukah tranfusi tukar. Penatalaksanaan Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menbimbulkan kern-ikterus/ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab langsung ikterus tadi. Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukoronil transferase dengan pemberian obatobatan (luminal). Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi sinar atau transfusi tukar, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin. Dikemukakan pula bahwa obat-obatan (IVIG : Intra Venous Immuno Globulin dan Metalloporphyrins) dipakai dengan maksud menghambat hemolisis, meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin.
Tabel 3. Penanganan ikterus berdasarkan kadar serum bilirubin Terapi sinar Usia
Transfusi tukar
Bayi sehat Faktor Risiko* Bayi sehat Faktor Risiko* mg/dL µmol/L mg/dL µmol/L mg/dL µmol/L mg/dL µmol/L
Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 dst
Setiap ikterus yang terlihat 15 260 13 220 18 310 16 270 20 340 17 290
15 25 30 30
260 425 510 510
13 15 20 20
220 260 340 340
(Dikutip dari American Academy of Pediatrics. Subcommittee on Hyperbilirubinemia. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics 2004 ; 114 : 294) Terapi Sinar Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer sejak 1958. Banyak teori yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar tersebut. Teori terbaru mengemukakan bahwa terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin. Energi sinar mengubah senyawa yang berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi senyawa berbentuk 4Z, 15E-bilirubin yang merupakan bentuk isomernya. Bentuk isomer ini mudah larut dalam plasma dan lebih mudah diekskresi oleh hepar ke dalam saluran empedu. Peningkatan bilirubin isomer dalam empedu menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus, sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus halus. Di RSU Dr. Soetomo Surabaya terapi sinar dilakukan pada semua penderita dengan kadar bilirubin indirek >12 mg/dL dan pada bayi-bayi dengan proses hemolisis yang ditandai dengan adanya ikterus pada hari pertama kelahiran. Pada penderita yang direncanakan transfusi tukar, terapi sinar dilakukan pula sebelum dan sesudah transfusi dikerjakan. Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari beberapa buah lampu neon yang diletakkan secara pararel dan dipasang dalam kotak yang berfentilasi. Agar bayi mendapatkan energi cahaya yang optimal (380-470 nm) lampu diletakkan pada jarak tertentu dan bagian bawah kotak lampu dipasang pleksiglass biru yang berfungsi untuk menahan sinar ultraviolet yang tidak bermanfaat untuk penyinaran. Gantilah lampu setiap 2000 jam atau setelah penggunaan 3 bulan walau lampu masih menyala. Gunakan kain pada boks bayi atau inkubator dan pasang tirai mengelilingi area sekeliling alat tersebut berada untuk memantulkan kembali sinar sebanyak mungkin ke arah bayi. Pada saat penyinaran diusahakan agar bagian tubuh yang terpapar dapat seluas-luasnya, yaitu dengan membuka pakaian bayi. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 6-8 jam agar bagian tubuh yang terkena cahaya dapat menyeluruh. Kedua mata ditutup namun gonad tidak perlu ditutup lagi, selama penyinaran kadar bilirubin dan hemoglobin bayi di pantau secara berkala dan
terapi dihentikan apabila kadar bilirubin <10 mg/dL (<171 µmol/L). Lamanya penyinaran biasanya tidak melebihi 100 jam. Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan efek samping terapi sinar. Beberapa efek samping yang perlu diperhatikan antara lain : enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit, gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek samping ini biasanya bersifat sementara dan kadang-kadang penyinaran dapat diteruskan sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki.
Transfusi Tukar Transfusi tukar merupakan tindakan utama yang dapat menurunkan dengan cepat bilirubin indirek dalam tubuh selain itu juga bermanfaat dalam mengganti eritrosit yang telah terhemolisis dan membuang pula antibodi yang menimbulkan hemolisis. Walaupun transfusi tukar ini sangat bermanfaat, tetapi efek samping dan komplikasinya yang mungkin timbul perlu di perhatikan dan karenanya tindakan hanya dilakukan bila ada indikasi (lihat tabel 3). Kriteria melakukan
transfusi tukar selain melihat kadar bilirubin, juga dapat memakai rasio bilirubin terhadap albumin (Tabel 4) Tabel 4. Kriteria Transfusi Tukar Berdasarkan Berat Bayi dan Komplikasi Berat
Bayi Tidak
(gram) < 1250 1250 – 1499 1500 – 1999 2000 – 2499 ≥ 2500
Komplikasi Rasio
(mg/dL) 13 15 17 18 20
Bili/Alb 5.2 6 6.8 7.2 8
Ada (mg/dL) 10 13 15 17 18
Komplikasi Rasio Bili/Alb 4 5.2 6 6.8 7.2
Konversi mg/dL menjadi mmol/L dengan mengalikan 17.1 (Dikutip dari American Academy of Pediatrics. Subcommittee on Hyperbilirubinemia. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics 2004 ; 114 : 294) Yang dimaksud ada komplikasi apabila : 11. Nilai APGAR < 3 pada menit ke 5 22. PaO2 < 40 torr selama 1 jam 33. pH < 7,15 selama 1 jam 44. Suhu rektal ≤ 35 O C 55. Serum Albumin < 2,5 g/dL 66. Gejala neurologis yang memburuk terbukti 77. Terbukti sepsis atau terbukti meningitis 88. Anemia hemolitik 99. Berat bayi ≤1000 g 12,15 Dalam melakukan transfusi tukar perlu pula diperhatikan macam darah yang akan diberikan dan teknik serta penatalaksanaan pemberian. Apabila hiperbilirubinemia yang terjadi disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ABO, darah yang dipakai adalah darah golongan O rhesus positip. Pada keadaan lain yang tidak berkaitan dengan proses aloimunisasi, sebaiknya digunakan darah yang bergolongan sama dengan bayi. Bila keadaan ini tidak memungkinkan, dapat dipakai darah golongan O yang kompatibel dengan serum ibu. Apabila hal inipun tidak
ada, maka dapat dimintakan darah O dengan titer anti A atau anti B yang rendah. Jumlah darah yang dipakai untuk transfusi tukar berkisar antara 140-180 cc/kgBB. Macam Transfusi Tukar: 11. ‘Double Volume’ artinya dibutuhkan dua kali volume darah, diharapkan dapat mengganti kurang lebih 90 % dari sirkulasi darah bayi dan 88 % mengganti Hb bayi. 22. ‘Iso Volume’ artinya hanya dibutuhkan sebanyak volume darah bayi, dapat mengganti 65 % Hb bayi. 33. ‘Partial Exchange’ artinya memberikan cairan koloid atau kristaloid pada kasus polisitemia atau darah pada anemia. Tabel 5. Volume Darah pada Transfusi Tukar Kebutuhan ‘Double
Rumus* BB x volume darah x 2
Volume’ ‘Single Volume’ Polisitemia
BB x volume darah BB x volume darah x (Hct sekarang –Hct yang diinginkan)
Anemia
Hct sekarang BB x volume darah x (Hb yang diinginkan – Hb sekarang) (Hb donor – Hb sekarang) BB x volume darah x (PCV yang diinginkan – PCV sekarang) (PCV donor)
* Volume darah bayi cukup bulan 85 cc / kg BB * Volume darah bayi kurang bulan 100 cc /kg BB Dalam melaksanakan transfusi tukar tempat dan peralatan yang diperlukan harus dipersiapkan dengan teliti. Sebaiknya transfusi dilakukan di ruangan yang aseptik yang dilengkapi peralatan yang dapat memantau tanda vital bayi disertai dengan alat yang dapat mengatur suhu lingkungan. Perlu diperhatikan pula kemungkinan terjadinya komplikasi transfusi tukar seperti asidosis, bradikardia, aritmia, ataupun henti jantung. Untuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia berat dimana fasilitas sarana dan tenaga tidak memungkinkan dilakukan terapi sinar atau transfusi tukar, penderita dapat dirujuk ke pusat rujukan neonatal setelah kondisi bayi stabil (‘transportable’) dengan memperhatikan syaratsyarat rujukan bayi baru lahir risiko tinggi.
III.
PEMBAHASAN
Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek. Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 g atau usia gestasi <37 minggu) mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupannya. Data epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa lebih 50% bayi baru lahir menderita ikterus yang dapat dideteksi secara klinis dalam minggu pertama kehidupannya. Pada kebanyakan kasus ikterus neonatorum,
kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak memerlukan pengobatan. Sebagian besar tidak memiliki penyebab dasar atau disebut ikterus fisiologis yang akan menghilang pada akhir minggu pertama kehidupan pada bayi cukup bulan. Sebagian kecil memiliki penyebab seperti hemolisis, septikemi, penyakit metabolik (ikterus non-fisiologis). Pada kasus ini, didapatkan adanya keluhan ibu pasien pada bayinya yang berumur 18 hari, seluruh tubuh bayinya kuning sejak 5 hari SMRS yang didahului dengan demam 10 hari SMRS dan sempat kejang 1x. Pada pemeriksaan fisik didapatkan sklera icterus, mukosa mulut kuning, dan kulit seluruh tubuh kuning. Dari hasil laboratorium didapatkan adanya leukositosis (21.700), kemudian kada bilirubin total dan direk meningkat di atas normal (18,61mg% dan 5,05mg%). Berdasarkan data tersebut maka By.Ny.B didiagnosis dengan ikterus neonatorum. Rencana tindakan pada kasus diatas adalah pemberian antibiotic dan fototerapi serial, dengan pemantauan bilirubin total dan direk.
DAFTAR PUSTAKA Etika Risa, dkk. 2007. Hiperbilirubinemia pada Neonatus. Divisi Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak. FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo-Surabaya Kosim, M. Sholeh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi. Ed.I. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. Tim Paket Pelatihan Klinik PONED. 2008. Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Jakarta.