MIPA (Biosains)
LAPORAN HASIL PENELITIAN HIBAH KOMPETITIF PENELITIAN SESUAI PRIORITAS NASIONAL
TEMA: Perubahan Iklim, Pelestarian Lingkungan, Keanekaan Hayati (Biodiversity)
BIODIVERSITAS DAN POLA DISTRIBUSI TERITIP INTERTIDAL (CIRRIPEDIA : BALANOMORPHA) DI PANTAI-PANTAI PULAU SUMATRA DAN KEPULAUAN SEKITARNYA
Romanus Edy Prabowo, S.Si, M.Sc, Ph.D Dr.rer.nat. Erwin Riyanto Ardli, S.Si, M.Sc
Departemen Pendidikan Nasional, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional Nomor: 319/SP2H/PP/DP2M/VI/2009 tanggal 16 Juni 2009
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI Maret 2009
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR 1. Judul Penelitian
: BIODIVERSITAS DAN POLA DISTRIBUSI TERITIP INTERTIDAL (CIRRIPEDIA : BALANOMORPHA) DI PANTAI-PANTAI PULAU SUMATRA DAN KEPULAUAN SEKITARNYA
2. Ketua Peneliti a. Nama Lengkap b. Jenis Kelamin c. NIP d. Jabatan Struktural e. Jabatan Fungsional f. Fakultas/Jurusan g. Pusat Penelitian h. Alamat i. Telpon/Faks j. Alamat Rumah k. Telpon/Faks/E-mail
: : : : : : : :
Romanus Edy Prabowo, S.Si, M.Sc, Ph.D L/P 19720228 199903 1 002 Asisten Ahli Biologi/Biologi Fakultas Biologi UNSOED Kampus Grendeng Jalan Dr. Suparno 63 Purwokerto 53123 : 0281-638794/0281-631700 : Bumi Arca Indah Blok X/5B Arcawinangun Purwokerto 53112 : 0281-9149001/-/
[email protected]
3. Jangka Waktu Penelitian : 3 tahun Laporan penelitian ini adalah laporan akhir tahun ke-1 4. Pembiayaan a. Jumlah yang diajukan ke Dikti tahun ke-1 : Rp 99.075.000 Jumlah yang disetujui untuk tahun ke-1 : Rp 95.000.000
Purwokerto, 28 November 2009 Mengetahui: Dekan,
Ketua Proyek
Dra. Purnomowati, SU. NIP. 19531021 198103 2 001
Romanus Edy Prabowo, PhD. NIP. 19720228 199903 1 002
Menyetujui: Ketua Lembaga Penelitian UNSOED
Edy Yuwono, PhD. NIP. 19621208 198601 1 001 i
RINGKASAN DAN SUMMARY Laporan penelitian biodiveritas teritip di Pulau Sumatra dan kepulauan sekitarnya ini adalah pelaksanaan tahun pertama dari tiga tahun yang direncanakan. Pengambilan sampel tahun pertama ini dilakukan di Propinsi Lampung (Bakauhuni, Kalianda, Teluk Siak, Kota Bandar Lampung, dan Selat Semaka), di Propinsi Bengkulu (Kota Bengkulu dan Pelabuhan Pulau Bai), dan di Propinsi Sumatra Barat (Kota Padang, Pelabuhan Teluk Bayur, Pelabuhan Teluk Bungus, dan Pulau Sipora Kepulauan Mentawai). Secara umum ketiga propinsi tersebut mempunyai diversitas teritip yang sangat rendah dibandingkan biodiveritas teritip Indonesia secara umum, dan masuk kedalam regional fauna teritip Indo-Malaya. Hanya Pelabuhan Bakauhuni Lampung yang mempunyai biodiversitas teritip tertinggi yaitu 11 spesies. Kecuali lingkungan pelabuhan yang rata-rata mempunyai diversitas relatif lebih tinggi, keseluruhan pantai ketiga propinsi tersebut mempunyai topologi pantai yang sama yaitu pantai berdasar pasir yang dangkal dengan ombak yang relatif lemah, suatu kondisi yang kurang mendukung settlement larva teritip. Sehingga diversitas rata-rata dari ketiga propinsi tersebut hanya 2 spesies pada tiap lokasinya yang didominasi oleh Chthamalus malayensis. Di Pelabuhan Teluk Bayur ditemukan adanya introduksi spesies asing Striatobalanus taiwanensis yang diduga berasal dari daerah distribusi alamiahnya yaitu Taiwan. Barnacle biodiversity research of Sumatra Island and surrounding islands has been conducted. In this first term of its three years term, barnacle samples have been collected from three provinces. Barnacles have been recorded from several localities, i.e.; Province of Lampung (Bakauhuni, Kalianda, Siak Cove, City of Bandar Lampung, dan Semaka Strait), Province of Bengkulu (City of Bengkulu dan Port of Pulau Bai), and Province of West Sumatra (City of Padang, Port of Teluk Bayur, Port of Teluk Bungus and Sipora Island of Mentawai Isles). All those provinces belong to Indo-Malayan barnacle’s faunal region and having low barnacle diversity compared to global Indonesian barnacle diversity. A relatively high barnacle diversity has been recorded from Port of Bakauhuni comprises of 11 species. With an exception for port and harbour areas, most coastlines having low barnacle diversity due to uniformity in coastal topology, which is shallow sandy beach with low waves action, a condition which is not suitable for new setlement of barnacle larvae. Along the coast of those three provinces mostly occupied by one or two species and dominated by Chthamalus malayensis. In the Port of Teluk Bayur an introduction of allien species, Striatobalanus taiwanesis, has been recorded which likely transfered by ship from Taiwan.
ii
PRAKATA Biodiversitas dan pola distribusi spesies teritip di Pulau Sumatra sangat menarik dan penting untuk dikaji karena sebagian daerah penelitian memiliki pantai dengan sejarah geologis yang relatif ‘baru’ (pantai timur Pulau Sumatra) dan sebagian yang lain adalah pantai ‘lama’ (pantai barat Pulau Sumatra). Pulau Sumatra bersama Semenanjung Malaya, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan dan sebagian kepulauan Filipina, pada era Pleistocene telah beberapa kali terhubung satu sama lain sebagi satu daratan bagian dari benua Asia, sehingga pantai timur Pulau Sumatra sekarang ini adalah relatif ‘baru’ dibandingkan pantai baratnya. Demikian juga dengan fauna yang mendiaminya termasuk teritip. Penelitian ini adalah penelitian bertema Perubahan Iklim, Pelestarian Lingkungan, dan Keanekaan Hayati (Biodiversity) yang dilaksanakan dalam skema Penelitian Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional yang didanai oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DP2M), Departemen Pendidikan Nasional, Republik Indonesia. Oleh karena itu kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Direktur Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional selaku penyedia dana penelitian dan juga kepada Ketua Lembaga Penelitian Universitas Jenderal Soedirman selaku penyelenggara dan pengelola penelitian DP2M di Universitas Jenderal Soedirman. Dengan segala kekurangannya semoga apa yang dihasilkan dari penelitian ini bisa memberikan sumbangan informasi biodiversitas teritip Indonesia secara global dan khususnya Pulau Sumatra. Semoga penelitian ini juga bisa digunakan untuk tujuan-tujuan konservasi lingkungan laut. Purwokerto, November 2009
Tim Peneliti
iii
DAFTAR ISI i LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... RINGKASAN DAN SUMMARY ............................................................................. ii PRAKATA ................................................................................................................. iii DAFTAR ISI .............................................................................................................. iv DAFTAR TABEL ...................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. vii BAB I.
PENDAHULUAN ...................................................................................
BAB II. BAB III. BAB IV. BAB V. BAB VI.
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ........................................... METODE PENELITIAN ........................................................................ HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................
1 3 7 9 19 26
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 27
iv
DAFTAR TABEL Tabel 1. Daftar spesies teritip yang ditemukan di Propinsi Lampung ....................
19
Tabel 2. Daftar spesies teritip yang ditemukan di Propinsi Bengkulu ....................
20
Tabel 3. Daftar spesies teritip yang ditemukan di Propinsi Sumatra Barat ............
20
v
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Peta lokasi penelitian, Pulau Sumatra dan kepulauan sekitarnya, dengan titik-titik pengambilan sampel (Bengkulu + Enggano; Padang + Mentawai; Sibolga + Nias + Simeulue; Aceh + We; Medan; Bagansiapiapi; Tebingtinggi; Jambi; Bangka; Lampung) ...................
12
Gambar 2. Morfologi cangkang teritip (bagian keras): A. Penampang apikal, dan B. Penampang lateral keseluruhan cangkang teritip, (r. rostrum; l. lateral; cl. carinolateral; c. Carina; tr. Tergum; sc. scutum). C&D. Permukaan bagian dalam, dan E&F. Permukaan bagian luar cangkang penutup teritip (opercular plates), (C&F: scutum; D&E: tergum). G. Penampang basal bagian dalam dari cangkang (parietes; rostrum) . F. Struktur skematis cangkang (parietes) ...........................
15
Gambar 3. Gambar skematis karakter morfologi yang digunakan dalam identifikasi spesies teritip: A. Posisi tubuh teritip di dalam cangkang. B. (1-6) Cirri (filter legs) I-VI, dan (7) basal point dari penis. C. Cirrus III (ditunjuk oleh panah pada gambar B), (8) protopodite, (9) article yang ditunjuk pada kedua rami. D. Armatures pada article, (10) setae, (11) simple spinules, (12) multifid spinules, (13) multifid scales, (14) denticles, (15) conical “teeth” ............................................
16
Gambar 4. Foto beberapa spesies teritip yang ditemukan pada penelitian tahun pertama ini ...........................................................................................
22
Gambar 5. Lokasi pengambilan sampel Padang (In01) dan Bengkulu (In25) bergabung dengan regional fauna teritip Indo-Malaya ........................
24
Gambar 6. Pengelompokkan daerah pengambilan sampel Padang (8) dan Bengkulu (7) dengan regional fauna teritip Indo-Malaya ditunjukan dengan lingkaran hitam. Horizontal bar menunjukan biodiversitas tertitip secara umum berdasarkan garis lintangnya ..............................
vi
25
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Personalia tim peneliti ........................................................................
30
Lampiran 2. Curriculum vitae tim peneliti ..............................................................
31
vii
I. PENDAHULUAN
Teritip adalah kelompok hewan Infra-Classis Cirripedia Burmeister, 1834; Sub-Ordo Balanomorpha Pilsbry, 1916. Teritip ditemukan hampir di seluruh laut dunia pada semua kedalaman. Biodiversitas tertinggi teritip ada di daerah intertidal, dan dari seluruh pantai-pantai dunia, Indonesia termasuk dalam wilayah dengan biodiversitas tertinggi, yaitu East Indies Triangle, daerah segitiga imajiner yang menghubungkan Pulau Sumatra dan Semenanjung Malaya, kepulauan Filipina dan Papua Nugini (Briggs, 1999; 2000). Penelitian terkait teritip Pulau Sumatra belum banyak dilakukan, sehingga informasi sejarah biodiversitas dan distribusi spesies teritip Pulau Sumatra saat ini sangat susah diperoleh. Biodiversitas teritip intertidal di Sumatra, pulau besar yang melintang garis katulistiwa dengan garis pantai yang sangat panjang dan variasi ekosistem yang kompleks, sangat menarik untuk diteliti. Ekosistem pantai yang sangat komplek salah satunya dibentuk oleh kejadian geologis berupa naik dan turunnya permukaan laut selama era Pleistocene. Pada era itu Pulau Sumatra bersama Semenanjung Malaya, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan dan sebagian kepulauan Filipina telah beberapa kali terhubung satu sama lain sebagi satu daratan bagian dari benua Asia, sehingga pantai timur Pulau Sumatra sekarang ini adalah relatif ‘baru’ dibandingkan dengan pantai baratnya yang sudah ada sejak sebelum era Pleistocene. Pantai-pantai Pulau Sumatra dan kepulauan sekitarnya juga merupakan suatu perairan dengan ekosistem yang komplek, diantaranya adalah; pantai yang menghadap laut lepas dan berombak kuat; pantai yang terlindung dalam teluk dan kepulauan dengan ombak yang relatif tenang; dan pantai mangrove dengan variasi salinitas yang lebar serta arus pasang surut yang relatif kuat tanpa pengaruh ombak.
1
Ekosistem perairan pantai Pulau Sumatra dan kepulauan sekitarnya yang bervariasi tentunya mempunyai biodiversitas dan pola distribusi spesies teritip yang bervariasi pula. Meskipun sistematika dan kekerabatan evolusi teritip sudah banyak diketahui, namun demikian masih sedikit yang diketahui mengenai sejarah biodiversitas dan penentu pola distribusi geografisnya. Oleh karena itu hasil dari penelitian ini bisa sangat membantu untuk memahami biodiversias dan pola distribusi spesies teritip secara global khususnya di pantai-pantai Pulau Sumatra dan kepulauan sekitarnya. Selain pengkajian teritip tersebut di atas kegiatan penting lain yang dilakukan adalah pengiriman (deposisi) sampel yang digunakan dalam penelitian ini untuk diregistrasi sebagai koleksi Museum Zoologi Bogor (MZB), selain sebagai koleksi Laboratorium Biologi Akuatik Fakultas Biologi UNSOED. Deposisi sampel sebagai koleksi sebuah museum adalah penting dalam penelitian biodiversitas. Penelitian ini ditujukan untuk memberi kontribusi pada penelitian biodiversitas teritip serta pola distribusi spesies teritip Indonesia, khususnya pada skala spasial pulau besar yaitu pada pantai-pantai Pulau Sumatra dan kepulauan sekitarnya.
2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Teritip adalah satu-satunya kelompok Crustacea yang hidupnya sessilis dan berbeda secara morfologis dengan kebanyakan Crustacea lainnya. Kelompok hewan ini kosmopolit dan hidup menempel pada berbagai substrat keras yang cocok dan hidup pada semua kedalaman laut. Teritip hanya hidup di perairan asin dan sebagian besar hidup di daerah intertidal, terendam pada saat pasang dan terpapar kering pada saat surut. Teritip beradaptasi dengan tekanan pasang surut pada berbagai topologi pantai. Oleh karena itu teritip sangat bervariasi dalam hal karakter morfologinya sebagai hasil adaptasi terhadap tekanan lingkungan (Puspasari et.al, 2000). Bila dibandingkan dengan ekosistem darat yang tersusun atas benua dan pulau-pulau, laut dunia secara harafiah dapat dilihat sebagai satu kesatuan dan bisa dikatakan sebagi ekosistem yang ‘terbuka’ karena terhubung satu sama lain tanpa pembatas. Oleh karena itu hewan bentik yang hidup di dalamnya termasuk teritip dapat tersebar keseluruh laut dunia secara bebas. Namun demikian kondisi alamiah distribusi hewan bentik termasuk teritip adalah diskontinyu, tidak tersebar merata di seluruh lautan dunia (Myers, 1997). Penelitian biodiversitas selalu dikaitkan dengan pola distribusi spesies penyusunnya dan jangakauan sebaran geografisnya baik secara spasial maupun temporal. Oleh karena itu penelitian biodiversitas pada suatu daerah juga merupakan penelitian sejarah biodiversitas pada lokasi tersebut. Endemisme dan diskontinyuitas distribusi teritip intertidal di Indo-West Pacific juga banyak ditemukan (Newman and Foster, 1987; Newman 1991). Endemisme dan diskontinyuitas menunjukkan adanya keterbatasan jangakuan ekspansi distribusi dari teritip intertidal yang secara umum dibatasi oleh suatu penghalang yaitu penghalang geografis. Oleh karena itu perairan
3
laut bukanlah suatu ekosistem yang ‘terbuka’. Seperti yang dijelaksan oleh Myers (1997) bahwa crustacea yang mempunyai fase hidup larva plantonik, secara teoritis bisa menembus penghalang geografis, namun demikian kenyataan yang ada adalah adanya keterbatasan penyebaran geografis bagi hampir semua crustacea. Penelitian terkait biodiversitas teritip di Indonesia dan juga pola distribusinya masih sangat sedikit jumlahnya dan kebanyakan hanya terbatas pada lokasi tertentu. Kurangnya jumlah area yang diteliti telah menyebabkan resolusi biodiversitas teritip di Indonesia sangatlah kecil, sehingga batas dan pola distribusinya sangatlah sulit untuk diketahui. Penelitian teritip yang melibatkan wilayah Indonesia masihlah sangat sedikit. Berikut ini disarikan dari berbagai sumber penelitian-penelitian terkait teritip yang melibatkan wilayah Indonesia, khususnya Pulau Sumatra. Darwin (1854) membagi fauna teritip dunia menjadi empat propinsi. Kepulauan India Timut (East Indian Archipelago) atau lebih dikenal sebagai Segitiga India Timur (East Indies Triangle) adalah propinsi fauna teritip ke-3, meliputi Philippines, Borneo, New Guinea, Sumatra, Jawa, Maluku and pantai timur India. Darwin menemukan 37 spesies dimana 24 spesies diantaranya hanya ada di propinsi fauna teritip ini, dan propinsi fauna teritip ini merupakan propinsi dengan jumlah spesies teritip tertinggi. Namun demikian Darwin (1854) menilai bahwa biodiversitas dan distribusi teritip tidaklah menarik, selain karena biodiversitas yang rendah, tidak ada perbedaan yang nyata secara global pada distribusi genera teritip. Namun demikian Darwin tidak pernah benar-benar berkunjung dan mengambil sampel teritip di wilayah Indonesia. Hoek (1883) dalam ekspedisi “Siboga” melaporkan biodiversitas teritip Indonesia dari berbagai daerah. Dalam ekspedisi tersebut Hoek membagi fauna teritip dunia menjadi 8 propinsi. Wilayah Indonesia masuk ke dalam propinsi fauna 4
teritip ke-6 yaitu Indian Archipelago (termasuk Philippines, Semenanjung Malacca, Borneo, Sumatra, Jawa, and New Guinea), serta pantai timur India yang tersusun atas 53 spesies. Dari Pulau Sumatra Hoek hanya mendapatkan sampel teritip dari pelabuhan Bengkulu dan Pulau Belitung saja. Pilsbry (1916) juga meneliti kawasan East Indies Triangle dengan beberapa temuan spesies baru, namun demikian Pilsbry tidak pernah melawat wilayah Indonesia. Adalah Nillson-Cantell (1921) yang banyak meneliti teritip intertidal kawasan ini, termasuk Sumatra, Jawa, Belitung, Timor, Kupang, Philippine, Semenajung Malaya dan Japan. Nillson-Cantell (1921) melaporkan 42 spesies dari Semenanjung Malaya, namun hanya satu lokasi yang diambil dari Pulau Sumatra. Henry dan McLaughlin (1975) banyak menjelaskan taksonomi dan distribusi teritip yang paling umum di daerah intertidal yaitu Balanus amphitrite complex yang sangat melimpah di East Indies Triangle. Namun demikian Henry dan McLaughlin tidak melaporkan biodiversitas dan pola distribusi teritip taxa lain. Selain itu sampel dari Pulau Sumatra merupakan koleksi yang diperoleh hanya dari Bengkulu. Pope (1965) fokus membahas Chthamalidae, kelompok teritip intertidal yang umum dijumpai di daerah pasang surut perairan Australia and Indomalaya dari segi taksonomis maupun jangkauan distribusinya. Namun demikian bahasan jangakauan distribusinya sedikit sekali dibahas dan untuk wilayah Indonesia hanya sebatas asumsi. Southward dan Newman (2003) juga fokus membahas spesies-spesies teritip genus Chthamalus dari daerah Indo-Malaya dan Pacific yang membahas secara detail biogeografi kelompok taxa tersebut. Namun sama dengan Pope (1965) untuk wilayah Indonesia tinjauannya masih sebatas asumsi dari catatan peneliti lain. Poltarukha (1997, 2001) yang banyak membahas teritip dari subfamilia Euraphiinae Asia Tenggara telah banyak melaporkan catatan biodiversitas dan pola 5
distribusi taxa ini berdasarkan sample dari Vietnam dan beberapa wilayah Indonesia lain meskipun dengan resolusi daerah penelitian rendah. Para peneliti tersebut di atas, meskipun hanya meneliti secara parsial wilayah Indonesia dan pada kelompok taxa tertentu saja, telah memberikan sumbangan informasi yang sangat berharga dalam hal biodiversitas dan pola distribusinya secara global. Kajian biodiversitas dan pola distribusi yang lebih baik telah dilakukan oleh Prabowo (2005, 2008) untuk wilayah East Indies Triangle, dengan resolusi daerah peneitian yang lebih baik. Prabowo membagi wilayah Indonesia menjadi dua daerah fauna teritip yaitu Indonesia barat dan Indonesia timur dimana batas faunanya segaris dengan batas fauna Wallace yang dimodifikasi oleh Thomas Henry Huxley. Prabowo melaporkan tidak kurang dari 66 spesies dari East Indies Triangle. Meskipun secara global untuk daerah Central Indo-West Pacific (dari Jepang hingga Australia, dan dari Semenanjung Malaya hingga Papua New Guinea) resolusi daerah penelitiannya sudah memadai, Prabowo hanya memberikan perhatian yang rendah untuk pulau-pulau besar Indonesia (Sumatra 2 lokasi, Kalimantan 4 lokasi dan Sulawesi 3 lokasi), sehingga biodiversitas teritip Indonesia dan pola distribusinya masih samar untuk diketahui. Oleh karena itu penelitian penting untuk mendapatkan data biodiversitas yang lebih baik dengan resolusi daerah pengambilan yang lebih banyak serta untuk medapatkan batas fauna teritip yang lebih jelas.
6
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian : Tujuan dari penelitian tahun pertama ini adalah sebagai berikut: a. Mengetahui biodiversitas teritip di pantai-pantai Propinsi Lampung, Propinsi Bengkulu, dan Propinsi Sumatra Barat. b. Mengetahui pola distribusi spesies teritip di pantai-pantai Propinsi Lampung, Propinsi Bengkulu, dan Propinsi Sumatra Barat. c. Mengetahui pengelompokan lokasi penelitian berdasarkan biodiversitas dan pola distribusi spesies teritip terkait dengan tipe habitatnya. d. Mengetahui kemungkinan adanya uplifted tanah pantai Propinsi Lampung, Propinsi Bengkulu, dan Propinsi Sumatra Barat., akibat gerakan tektonik (subduction) berdasarkan perubahan pola distribusi vertikal teritip. e. Mengetahui kemungkinan adanya spesies invasive di pelabuhan-pelabuhan sepanjang pantai Propinsi Lampung, Propinsi Bengkulu, dan Propinsi Sumatra Barat. 2. Manfaat Penelitian : Meskipun sistematika dan kekerabatan evolusi teritip sudah banyak diketahui, namun demikian masih sedikit yang diketahui mengenai sejarah biodiversitas dan penentu pola distribusi geografisnya. Oleh karena itu, hasil dari rencana penelitian ini akan sangat membantu untuk memahami biodiversias dan pola distribusi spesies teritip secara global khususnya di pantai-pantai Pulau Sumatra dan kepulauan sekitarnya. Global warming yang menjadi topik sentral global terkait pengaruh buruknya pada kelestarian biodiversitas laut, menjadikan penelitian ini penting
7
dan sangat berguna untuk dilakukan, karena sejarah biodiversitas teritip pantai-pantai Pulau Sumatra dan kepulauan sekitarnya belum pernah tercatat sebelumnya. Spesies laut invasive yang juga menjadi menjadi salah satu topik global terkait pengaruh buruknya pada kelestarian biodiversitas laut lokal. Perairan pantai Pulau Sumatra dan kepulauan sekitarnya mempunyai beberapa pelabuhan yang terbuka untuk jalur pelayaran internasional, dan juga dekat dengan pelabuhan internasional Singapura yang sangat sibuk, pintu masuk hewan laut invasive dari luar yang terbawa bersama kapal rute internasional. Seperti diketahui hewan laut invasive yang paling dominan adalah teritip, yang kehadirannya bisa mengganggu keseimbangan ekosistem laut lokal. Resiko yang ditimbulkan oleh hewan laut invasive bisa sangat menelan biaya dan menimbulkan kerugian yang tidak sedikit serta susah sekali untuk diperbaiki (Wolff, 2005). Secara ekologis teritip sangat penting untuk ekosistem daerah pantai, namun demikian teritip secara umum mempunyai nilai negatif yang lebih besar buat manusia, yaitu sebagai biofouling pada struktur buatan manusia yang ada di laut. Selain itu teritip juga mempunyai pengaruh buruk pada tunas pohon mangrove muda, dimana tunas pohon mangrove muda yang penuh ditumbuhi teritip akan mati dan tidak bisa tumbuh menjadi mangrove dewasa, oleh karena itu kehadiran teritip jenis tertentu pada daerah mangrove bisa juga menghambat upaya konservasi mangrove di pesisir Pulau Sumatra dan kepulauan sekitarnya. Oleh karena itu data biodiversitas dan pola distribusi teritip juga menjadi sangat penting dalam konservasi mangrove.
8
BAB IV. METODE PENELITIAN
1. Tahapan Penelitian : Penelitian ini adalah tahun pertama dari 3 tahun yang direncanakan. Kegiatan dalam masing-masing tahapan adalah sama, dengan perincian sebagai berikut: 1)
Kegiatan lapangan meliputi; pengambilan sampel, pencatatan habitat sampel, dan kajian ekologi teritip di lokasi pengambilan sampel.
2)
Kegiatan laboratorium meliputi; identifikasi sampel (dengan pembuatan preparat mikroskopis bagian lunak, opercular plates dan parietal plates teritip) dan pengamatan karakter morfologi teritip, pendeskripsian semua jenis teritip yang ditemukan dan pemetaan pola sebaran tiap jenis teritip, serta analisa data (biodiversitas dan ekologi teritip).
3)
Kegiatan lain meliputi; deposisi dan registrasi koleksi sampel teritip di Laboratorium Biologi Akuatik Fakultas Biologi UNSOED dan Museum Zoologi Bogor (MZB). Pewaktuan dan pembagian lokasi pengambilan sampel pada tiap tahapan
dilakukan dengan pertimbangan keterwakilan lokasi penelitian dan resolusi lokasi pengambilan sampel yang memadai untuk ukuran daerah penelitian yang besar (sepanjang pantai Pulau Sumatra dan kepulauan sekitarnya), serta waktu tempuh dan aksesibilitas lokasi penelitian. Tahapan pegambilan sampel dibagi dengan urutan seperti Tabel 1. 2. Materi dan Alat Penelitian : Material utama yang dipakai dalam penelitian ini adalah Teritip yang hidup menempel pada substrat alami maupun buatan pada daerah kisaran pasang surut
9
(intertidal) di pantai-pantai Pulau Sumatra dan kepulauan sekitarnya. Bahan kimia yang digunakan adalah ethanol 96% yang berfungsi untuk fiksasi (mengeluarkan kandungan air) teritip dengan cara merendamnya dalam kantung plastik dalam kontainer sampel plastik. Ethanol 96% rendaman sampel diganti setiap hari selama 3 hari berturut-turut. Ethanol 96% juga berfungsi sebagai media rendaman untuk penyimpanan koleksi utuh sampel teritip. Ethanol 99,9% PA digunakan untuk media penyimpanan jaringan otot teritip yang didiseksi dalam tabung plastik 1,5ml. Penelitian ini juga mengunakan Entellan sebagai media untuk pembuatan preparat awetan bagian lunak teritip yaitu trophi (bagian-bagian mulut) dan cirri (kaki-kaki filter) yang karakteristik morfologinya sangat penting dalam identifikasi spesies teritip. Tabel 1. Lokasi pengambilan sample per tahapan penelitian. Tahap Tahap I sudah dilakukan Tahap II
Tahap III
-
Lokasi pengambilan sampel Pesisir Lampung dan sekitarnya, Pesisir Bengkulu dan sekitarnya (+ P. Enggano), Pesisir Padang dan sekitarnya (+ P. Mentawai). Pesisir Sibolga dan sekitarnya (+ P. Nias & P. Simeulue), Pesisir Medan dan sekitarnya, Pesisir Aceh dan sekitarnya (+ Pulau We). Pesisir P. Bangka, Pesisir Jambi dan sekitarnya, Pesisir Tebingtinggi dan sekitarnya, Pesisir Bagansiapiapi dan sekitarnya.
Alat yang digunakan dalam penelitian lapangan adalah: perahu untuk mengakses lokasi sampling; alat sampling teritip berupa pahat, palu dan tang untuk teritip besar yang menempel kuat pada batu atau substrat keras lainnya, pisau cutter untuk teritip yang menempel pada batang atau daun mangrove; GPS untuk penentuan koordinat lokasi sampling; digital camera dalam water-resist
10
casing yang dimodifikasi dengan kaki penambat berupa plot frame (plot kuadrat) sebagi digital recorder petak kuadrat di lokasi sampling. Alat yang digunakan dalam penelitian laboratorium adalah: alat diseksi untuk diseksi bagian lunak teritip dan untuk pembuatan preparat mikroskopis; mikroskop stereo untuk pengamatan bentuk dan struktur cangkang (parietes) dan plat penutup cangkang (opercular plates) teritip; mikroskop cahaya untuk pengamatan preparat bagian lunak yaitu trophi dan cirri; komputer dengan software SigmaScan dan PRIMER-E untuk analisa data. 3. Lokasi Penelitian : Penelitian dilaksanakan di pantai-pantai Pulau Sumatra dan kepulauan sekitarnya. Lokasi pengambilan sampel dilakukan pada daerah-daerah seperti yang ditunjukan pada Gambar 1 berikut ini. Pada pelaksanaannya pengambilan sampel disesuaikan dengan aksesibilitas lokasi penelitian dan keberadaan teritip. Penyesuaian diusahakan sebisa mungkin untuk mendapatkan resolusi titik sampling yang mewakili kondisi alamiah dari biodiversitas dan pola distribusi teritip. Gambar 2:A menunjukan lokasi pengambilan sampel penelitian tahun I. 4. Waktu Penelitian : Penelitian tahun pertama dilakukan selama 6 bulan dari bulan Juli hingga November 2009. 5. Metode Penelitian : Penelitian ini dirancang menggunakan metode survei yang merupakan penelitian deskriptif, guna membuat gambaran biodiversitas dan pola distribusi teritip secara sistematis, faktual dan akurat serta menunjukan hubungannya dengan kondisi lingkungannya.
11
Gambar 1. Peta lokasi penelitian, Pulau Sumatra dan kepulauan sekitarnya, dengan rencana titik-titik pengambilan sampel (Bengkulu + Enggano; Padang + Mentawai; Sibolga + Nias + Simeulue; Aceh + We; Medan; Bagansiapiapi; Tebingtinggi; Jambi; Bangka; Lampung). A. Tahun I, B. Tahun II, dan C. Tahun III.
Metoda penelitian ini disusun dengan penahapan sesuai dengan urutan kegiatan penelitian dan masing-masing tahapan mempunyai kegiatan sebagai berikut : a. Prosedur Sampling : Pengambilan sampel dilakukan pada surut terendah. Tanggal dan jam pengambilan sampel pada tiap trip ditentukan menggunakan software prediksi pasang-surut WXTide32. Koordinat geografis lokasi pengambilan sampel dicatat dan ditentukan dengan menggunakan GPS.
12
Bila teritip ditemukan pada lokasi pengambilan sampel, maka lokasi substrat ditemukannya teritip difoto menggunakan digital camera yang sudah dimodifikasi dengan plot frame. Digital camera dimodifikasi dengan menambahkan penyangga berbentuk plot frame (sampling plot / plot kuadrat) dengan ukuran 44,7 x 44,7 cm (±0,5 m2). Kamera yang dihadapkan kebawah akan mempunyai bidang pandang berupa plot kuadrat penyangga dengan skala ukur pada setiap sisinya. Setiap individu yang ada dalam kuadrat, diambil dengan menggunakan pahat dan palu untuk teritip besar yang menempel kuat pada substrat keras, dan menggunakan pisau (cutter) untuk teritip kecil yang menempel pada batang mangrove atau substrat lunak. Setiap individu teritip diambil dan dimasukan dalam kantung plastik terpisah beserta dengan stiker label bernomornya sebagai identitas sampel. Tiap kantung sampel diisi ethanol 96% sebagai fiksatif dan dimasukan dalam kontainer plastik untuk sementara. Ethanol perendam diganti keesokan harinya dengan ethanol 96% baru. Penggantian ethanol rendalam 96% diulang hingga 3 kali untuk keawetan penyimpanan jangka panjang (deposisi koleksi sampel) dalam kontainer beling. Penyimpanan dalam ethanol juga untuk menjaga availabilitas sampel untuk analisa molekular bila diperlukan di kemudian hari. Pendataan kondisi lingkungan lokasi pengambilan sampel teritip dilakukan dengan mencatat parameter kualitatif seperti jenis substrat tempat melekatnya teritip dan kondisi habitat secara umum (misalnya; mangrove, pantai berbatu, pantai karang, pelabuhan kayu, pelabuhan cor-semen, dll).
13
b. Identifikasi Taksonomis : Determinasi
dilakukan
hingga
tingkatan
spesies
berdasarkan
karakteristik morfologi teritip bagian keras (struktur cangkang kapur) (Gambar 2) dan bagian lunak (tubuh teritip yang ada di dalam cangkang) (Gambar 3). Oleh karena itu identifikasi taksonomis sampel teritip didahului dengan pembuatan preparat awetan baik bagian keras berupa cangkang (parietes) dan plat penutup cangkang (opercular plates) maupun bagian lunak yaitu trophi dan cirri. Pembuatan preparat awetan bagian keras dilakukan dengan cara sebagai berikut. Sampel teritip yang sudah disimpan dalam ethanol 96% dipisahkan bagian lunaknya dari cangkang keras menggunakan pisau diseksi. Parieta, tergum dan scutum dibersihkan dengan ultrasound cleaner selama beberapa menit. Kemudian preparat direndam dalam larutan ’pemutih’ (bleach) untuk menghilangkan bahan organik yang menempel selama 12 jam. Setelah dibilas dengan air tawar dan dikeringkan, preparat siap untuk ditempelkan pada slide khusus (opercular plates mounting slide) untuk diamati karakteristik morfologinya menggunakan mikroskop stereo. Preparat awetan bagian lunak dibuat dengan cara sebagai berikut. Sampel teritip dalam ethanol 96% yang sudah dilepas dari cangkang kerasnya dipisahkan bagian lunaknya yaitu trophi (bagian-bagian mulut) dan cirri (kaki-kaki filter) menggunakan gunting-mikro dan pinset. Setiap bagian trophi (labrum, palpus, maxilla, dan maxillula) dan cirri (pasangan cirrus I-VI dan penis) dari satu individu ditempelkan pada object glass
dalam
media Entellan microscopy mounting media, kemudian ditutup dengan cover
14
Gambar 2. Morfologi cangkang teritip (bagian keras): A. Penampang apikal, dan B. Penampang lateral keseluruhan cangkang teritip, (r. rostrum; l. lateral; cl. carinolateral; c. Carina; tr. Tergum; sc. scutum). C&D. Permukaan bagian dalam, dan E&F. Permukaan bagian luar cangkang penutup teritip (opercular plates), (C&F: scutum; D&E: tergum). G. Penampang basal bagian dalam dari cangkang (parietes; rostrum) . F. Struktur skematis cangkang (parietes).
Setelah mengeras preparat siap diamati karakteristik morfologinya menggunakan mikroskop cahaya. Jaringan otot disimpan dalam tabung plastik 1,5ml dalam ethanol 99,9% untuk sediaan analisa molekuler bila diperlukan. Terminologi morfolologi teritip yang digunakan mengacu pada Darwin (1854) and Newman et.al. (1969) (Gambar 2 & 3). Determinasi spesies mengacu pada klasifikasi dan deksripsi spesies oleh beberapa author berikut; 15
Darwin (1854, 1968), Pilsbryi (1916), Nilsson-Cantell (1921, 1925, 1932), Pope (1945, 1965), Utinomi (1962, 1967), Newman (1967, 1982, 1996),
Gambar 3. Gambar skematis karakter morfologi yang digunakan dalam identifikasi spesies teritip: A. Posisi tubuh teritip di dalam cangkang. B. (1-6) Cirri (filter legs) I-VI, dan (7) basal point dari penis. C. Cirrus III (ditunjuk oleh panah pada gambar B), (8) protopodite, (9) article yang ditunjuk pada kedua rami. D. Armatures pada article, (10) setae, (11) simple spinules, (12) multifid spinules, (13) multifid scales, (14) denticles, (15) conical “teeth”.
16
Newman & Ross (1976, 1977), Newman et.al. (1976), Yamaguchi (1973, 1977, 1980, 1987), Henry and McLaughlin (1975, 1986), Southward (1976), Southward & Newman (2003), Poltarukha (1996), Dando and Southward (1980), Buckeridge (1983), Zullo (1984), Foster & Newman (1987), Puspasari (2001), Puspasari et.al. (2000, 2001, 2002), Ren (1989), Ren et.al. (1978), Ross (1969, 1970, 1971), Ross et.al. (1999), Pitombo (2004), dll. c. Analisa Data : Bodiversitas teritip di lokasi penelitian dinilai dengan cara menghitung indeks keanekaragaman jenisnya secara univariate. Setiap spesies yang ditemukan kemudian dipetakan pola distribusinya. Atribut yang ditambahkan pada biodiversitas spesies selain rata-rata jumlah individu adalah juga rata-rata ukuran individu. Komposisi spesies teritip dan kondisi lingkungan dianalisa dengan mutivariate analysis, hingga bisa digambarkan secara jelas keterkaitan biodiversitas dan pola distribusi spesies teritip intertidal dengan kondisi lingkungan lokasi penelitian. Mutivariate analysis yang digunakan adalah non-metric Multi Dimensional Scaling (MDS). Analisa non-metric MDS diawali dengan cara menghitung tingkat kesamaan antar lokasi pengambilan sample yang hasilnya berupa matrik kesamaan antar seluruh lokasi pengambilan sample. Tingkat kesamaan antar lokasi pengambilan sample dihitung menggunakan indek kesamaan Bray-Curtis (Clarke dan Warwick, 2001). Indek kesamaan untuk komponen teritip dihitung berdasarkan komposisi spesies (jumlah individu per spesies), sedangkan untuk komponen faktor lingkungan berdasarkan parameter kualitatif lingkungan berupa tipe habitat (mangrove, pantai berbatu, pantai karang, pelabuhan kayu, pelabuhan cor-semen, dll). Dari tiap matrik 17
indek kesamaan untuk komponen teritip dan komponen faktor lingkungan kemudian dilakukan analisa MDS yang hasilnya berupa plot ordinasi lokasi pengambilan sampel. Plot ordinasi menggambarkan pola pengelompokan dari masing-masing komponen (teritip dan faktor lingkungan) antar seluruh lokasi pengambilan sampel. Kemudian dua plot ordinasi tersebut dibandingkan (superimpose) untuk mengetahui kesamaan pola pengelompokannya yang bisa diasumsikan sebagai hubungan preferensi (habitat spesifik). Pengelompokan yang muncul pada tiap plot ordinasi teritip dan faktor lingkungan dianalisa lebih lanjut dengan Similarity Percentages (SIMPER). SIMPER digunakan untuk mengidentifikasi tingkat kontribusi setiap spesies dan setiap faktor lingkungan pada tingkat ketidaksamaan antar pengelompokan lokasi pengambilan sampel yang muncul dari hasil analisa MDS. MDS dan SIMPER dianalisis dengan menggunakan program komputer PRIMER-E v.5 (Clarke dan Warwick, 2001).
18
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
Bidodiversitas Teritip yang dikaji dalam penelitian ini adalah seluruh jenis teritip yang hidup menempel pada substrat alami maupun buatan pada daerah kisaran pasang surut (intertidal). Pada penelitian ini sebagaimana teritip intertidal pada umumnya didominasi oleh Balanomorpha Pilsbry, 1916; Ordo Sessilia Lamarck, 1818; Super Ordo Thoracica Darwin, 1854. Berikut adalah daftar spesies yang ditemukan pada penelitian tahun pertama di tiga Propinsi yaitu; Lampung, Bengkulu, dan Sumatera Barat, dari bulan Juli hingga November 2009 (Tabel 1 hingga Tabel 3). Table 1. Daftar spesies teritip yang ditemukan di Propinsi Lampung No. 1.
Lokasi Pelabuhan penyeberangan Bakauhuni
Habitat Pantai berbatu, terbuka ke laut lepas dengan ombak besar
2.
Kalianda
3.
Teluk Suak
4.
Pantai Panjang
5.
Teluk Semaka
Pelabuhan ikan dari beton, berair dangkal dengan dasar pasir dan berombak kecil Pantai berbatu dengan dasar pasir, berair dangkal dan berombak besar Embayment, berair dangkal dengan dasar pasir, dan berombak kecil Berair dangkal dengan dasar pasir dan berombak kecil
19
Spesies Amphibalanus amphitrite Caudoeuraphia caudata Chthamalus malayensis Euraphia hembelli Ibla cumingi Microeuraphia withersi Newmanella radiata Octomeris brunea Tetraclita squamosa Tetraclitella multicostata Yamaguchiella coerulescens Capitulum mitella Chthamalus malayensis Amphibalanus reticulatus Chthamalus malayensis Lepas anserifera Amphibalanus reticulatus Amphibalanus amphitrite Chthamalus malayensis Chthamalus malayensis
Table 2. Daftar spesies teritip yang ditemukan di Propinsi Bengkulu No. 1.
Lokasi Pelabuhan Padang Bai
2.
Kota Bengkulu
Habitat Pantai berbantu dan pelabuhan beton, berair dalam dan berombak kecil Pantai berbatu dan struktur dari beton, berair dangkal dengan dasar pasir dan berombak kecil
Spesies Amphibalanus amphitrite Chthamalus malayensis Amphibalanus amphitrite Amphibalanus reticulatus Amphibalanus variegatus Chthamalus malayensis
Table 3. Daftar spesies teritip yang ditemukan di Propinsi Sumatra Barat No. 1.
Lokasi Muara sungai banjir kanal selatang Padang Pelabuhan Teluk Bayur
Habitat Pantai berbatu dengan dasar pasir dan berombak besar, outlet dari air tawar Pantai berbatu dan beton pelabuhan, berair dalam dan jernih dengan ombak besar
3.
Pelabuhan Teluk Bungus
4.
Pulau Sipora Kepulauan Mentawai
Pantai berbatu dan pelabuhan dari beton, berair dalam dengan dasar pasir dan berombak kecil Pantai terumbu karang dengan dasar pasir, berair dangkal dan berombak besar
2.
Spesies Chthamalus malayensis Fistulobalanus rhizophorae Amphibalanus amphitrite Chthamalus malayensis Ibla cumingi Octomeris brunea Tetraclitella multicostata Striatonalanus taiwanensis Chthamalus malayensis Microeuraphia withersi Amphibalanus amphitrite Chthamalus malayensis Caudoeuraphia caudata Lepas anatifera Microeuraphia withersi
Keseluruhan jenis yang ditemukan adalah 19 spesies dari 11 lokasi. Tingkat kehadiran spesies pada keseluruhan lokasi diurutkan dari yang paling banyak adalah sebagai berikut; Chthamalus malayensis (11 lokasi), Amphibalanus amphitrite (6 lokasi), Microeuraphia withersi (3 lokasi), Tetraclitella multicostata (2 lokasi), Octomeris brunea (2 lokasi), Lepas anatifera (2 lokasi), Ibla cumingi (2 lokasi), Caudoeuraphia caudata (2 lokasi), Yamaguchiella coerulescens (1 lokasi), Tetraclita squamosa (1 lokasi), Striatonalanus taiwanensis (1 lokasi), Newmanella radiata (1 lokasi),
20
Fistulobalanus rhizophorae (1 lokasi), Euraphia hembelli (1 lokasi), dan Capitulum mitella (1 lokasi). Keseluruhan lokasi penelitian didominasi oleh Subfamilia Chthamalinae dan Amphibalaninae, kelompok yang sangat dominan diseluruh pantai-pantai dunia utamanya Indo-West Pacific. Secara umum ketiga propinsi tersebut mempunyai diversitas teritip yang sangat rendah dibandingkan biodiveritas teritip intertidal Indonesia secara umum (yaitu tidak kurang dari 76 spesies). Hanya Pelabuhan Bakauhuni Lampung yang mempunyai biodiversitas teritip tertinggi yaitu 11 spesies. Hal ini karena Palabuhan Bakauhuni ada pada daerah pertemuan antara arus Samudera Hindia dan sebagian outlet dari arus Samudra Pacific, sehingga daerah ini mempunyai suplai larva dari kedua lautan tersebut. Namun demikian meskipun daerah ini menerima outlet arus Samudera Pacific yang tidak terlalu besar, spesies-spesies Pacific mendominasi daerah ini seperti; genera Newmanella, Yamaguchiella, dan Eurpahia. Kecuali lingkungan pelabuhan yang rata-rata mempunyai diversitas lebih tinggi, keseluruhan pantai ketiga propinsi tersebut mempunyai topologi pantai yang sama yaitu pantai dangkal dengan dasar pasir dan berombak relatif kecil, suatu kondisi yang kurang mendukung settlement larva teritip, karena larva teritip yang baru menempel akan secara kontinyu tercuci oleh pasir. Sehingga diversitas teritip rata-rata dari ketiga propinsi tersebut adalah 2 spesies pada tiap lokasinya yang didominasi oleh Chthamalus malayensis, yang hadir di semua lokasi pengambilan sampel dan Amphibalanus amphitrite yang hadir pada lebih dari setengah jumlah lokasi pengambilan sampel. Pada daerah-daerah dengan substrat keras dan relatif cocok untuk teritip sekalipun, diversitas teritip di sepanjang pantai ketiga propinsi tersebut rendah. 21
Hal ini diduga selain topologi pantai yang kurang mendukung, suplai larva yang datang bersama arus Samudra Hindia tidak begitu banyak.
Chthamalus malayensis
Caudoeuraphia caudata
Microeuraphia withersi
Amphibalanus amphitrite
Amphibalanus reticulatus
Amphibalanus variegatus
Fistulobalanus rhizophorae
Octomeris brunea
Euraphia hembeli
Yamaguchiella coerulescens
Tetraclita japonica
Tetraclitella karandei
Gambar 4. Foto beberapa spesies teritip yang ditemukan pada penelitian tahun pertama ini..
22
Tidak ada temuan spesies baru pada penelitian biodiversitas teritip kali ini, tapi beberapa spesies menunjukkan suatu derajat variasi morfologis yang cukup nyata dibanding dengan populasi daerah lain. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian lebih lanjut dengan molekuler untuk menentukan identitas taksonomi dari populasi daerah penelitian. Berdasarkan pengamatan zonasi distribusi vertikal teritip, tidak ditemukan adanya indikasi perubahan tidal mark, untuk genus Chthamalus maupun genus Amphibalanus. Perubahan tidal mark mengindikasikan adanya uplifted daratan pantai karena aktivitas tektonik. Di pesisir pantai Bengkulu dan Padang yang kebetulan diambil paska gempa bumi September 2009, tidak ditemukan adanya indikasi tersebut, demikian juga di kepulauna Mentawai. Dari keseluruhan daerah pengambilan sampel, hanya Bengkulu dan Padang saja yang pernah diambil sampelnya pada penelitian sebelumnya, sehingga data yang diperoleh adalah catatan distribusi baru (new distribution record) untuk semua spesies yang ditemukan. Di Padang ada satu spesies yang baru yang tercatat dalam penelitian ini yaitu Fistulobalanus rhizophorae. Sebelumnya spesies ini hanya tercatat di bagian dalam kepulauan Indonesia. Sedangkan untuk daerah pengambilan sampel Bengkulu terdapat penurunan jumlah spesies yang tercatat pada penelitian kali ini dibanding dengan sebelumnya. Tiga spesies yaitu; Ibla cumingi, Fistulobalanus rhizophorae, dan Caudoeuraphia caudata tidak ditemukan dari lokasi yang sama, yang ditemukan pada penelitian sebelumnya. Temuan penting lainnya adalah adanya introduksi spesies asing yaitu Striatobalanus taiwanensis di Pelabuhan Teluk Bayur Padang. Distribusi alamiah spesies ini adalah di pesisir Taiwan dan sebagian China daratan. Dari penelusuran data lalu-lintas kapal di Adminstrator Pelabuhan Teluk Bayur diketahui bahwa kapal 23
dari Taiwan dan China termasuk yang paling sering datang ke Pelabuhan Teluk Bayur. Status introduksi spesies ini adalah established, yaitu status introduksi dimana individu-individu yang terintroduksi mampu membentuk populasi yang lestari dan berketurunan, yang ditandai dengan adanya cohort populasi yang berbeda untuk jenis ini di Pelabuhan Teluk Bayur. Perlu dilakukan kajian molekuler untuk menentukan asal-usul populasi jenis ini, sehingga kajian ekologis dampak dari introduksi spesies ini bisa dilakukan dengan tepat dan terarah.
Gambar 5. Lokasi pengambilan sampel Padang (In01) dan Bengkulu (In25) bergabung dengan regional fauna teritip Indo-Malaya. Untuk menentukan daerah zoogeografis teritip dari lokasi-lokasi pengambilan sampel kali ini, perlu dilakukan multivariate analysis berdasarkan komposisi spesiesnya, dengan menggambungkan data penelitian kali ini dengan data global teritip Indo-West Pacific khususnya Indonesia. Hasil analisa multivariat menunjukan bahwa sesuai dengan posisi geografisnya Padang dan Bengkulu masuk kedalam
24
regional fauna teritip Indo-Malaya. Karena kompoisi spesiesnya sesuai dengan fauna teritip Indo-Malaya pada umumnya. Hasil analisa mutivariate tersebut kemudian dikonversikan kedalam peta zoogeografis fauna teritip Indo-West Pacific, yang hasilnya ditunjukan pada Gambar 6, dimana terlihat jelas bahwa lokasi pengambilan sampel Padang dan Bengkulu masuk kedalam regional fauna teritip Indo-Malaya.
Gambar 6. Pengelompokkan daerah pengambilan sampel Padang (8) dan Bengkulu (7) dengan regional fauna teritip Indo-Malaya ditunjukan dengan lingkaran hitam. Horizontal bar menunjukan biodiversitas tertitip secara umum berdasarkan garis lintangnya.
25
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang bisa diambil dari penelitian ini adalah: a. Biodiversitas teritip di pantai-pantai Propinsi Lampung, Propinsi Bengkulu, dan Propinsi Sumatra Barat tersusun atas 17 spesies, dengan diversitas tertinggi ada pada lokasi sampling Pelabuhan Bakauhuni. b. Pola distribusi spesies teritip di pantai-pantai Propinsi Lampung, Propinsi Bengkulu, dan Propinsi Sumatra Barat sesuai dengan distribusi globalnya di daerah Indo-West Pacific, dimana P. Sumatra termasuk dalam wilayah Indo-Malayan.. c. Pola pengelompokan diversitas berdasarkan habitatnya terbagi menjadi 2 yaitu lokasi pengambilan sampel di pelabuhan dan sisanya merupakan pantai berbatu dengan dasar pasir yang didominasi oleh Chthamalus malayensis. d. Tidak ada indikasi perubahan vertikal garis pantai dilihat dari fauna teritip intertidal. e. Ditemukan spesies invasive di Pelabuhan Teluk Bayur, Padang, Sumatra Barat, dengan dugaan sementara spesies Striatobalanus taiwanesis berasal dari Taiwan atau China daratan..
26
DAFTAR PUSTAKA Briggs JC. 1999. Extinction and replacement in the Indo-West Pacific oceans. Journal of Biogeography, 26, 777-783 Briggs JC. 2000. Centrifugal speciation and centres of origin. Journal of Biogeography, 27, 1183-1188 Bruguière M. 1789−1791. Encyclopédie Méthodique. Histoire naturelle des Vers, 60−67, 158−173. Brünnich MT. 1772. Zoologiae fundamenta praelectionibus academicis accomodata. Grunde i Dyrelaeren. Hafniae et Lipsiae [ Copenhagen and Leipzig ] : Apud Frider. Christ. Pelt., 254 pp. [ dalam Martin JW and Davis GE, 2001]. Buckeridge JS. 1983. Fossil barnacle (Cirripedia: Thoracica) of New Zealand and Australia. New Zealand Geological Survey Paleontological Bulletin, 50. Wellington Burnmeister M. 1834. Beitrage zur naturgeschichte der Rankenfusser (Cirripedia). pp. 60. Berlin : G. Reimer. Clarke KR and RM Warwick. 2001. Change in Marine Communities: an approach to statistical analysis and interpretation, 2nd edition. Primer-E Limited: Plymouth. Dando PR and Southward AJ. 1980. A new species of Chthamalus (Crustacea: Cirripedia) characterized by enzyme electrophoresis and shell morphology: with a revision of other species of Chthamalus from western shores of the Atlantic ocean. Journal of Marine Biological Asscociation of the United Kingdom, 60: 787-831 Darwin CW. 1854. A monograph on the subclass Cirripedia, with figures of all species. The Balanidae, (or sessile cirripedes), the Verrucidae, etc., pp. 30-300. London : Ray Society. Darwin CW. 1968. A Monograph II, On The Sub-Class Cirripedia. Ray Society. p:446 Foster BA and WA Newman. 1987. Chthamalid Barnacle of Easter Island; Peripheral Pacific isolation of Notochthamalinae New Subfamily and Hembeli-Group of Euraphiinae (Cirripedia: Chthamaloidea). Bulletin of Marine Science, 41(2):322-336 Henry DP and PA McLaughlin. 1975. The barnacles of the Balanus amphitrite complex (Cirripedia, Thoracica), Leiden: E.J. Brill. Henry DP and PA McLaughlin. 1986. The recent species of Megabalanus (Cirripedia: Balanomorpha) with special emphasis in Balanus tintinnabulum (Linnaeus) sensu lato, Leiden: Meppel. Hoek PPC. 1883. Report on The Cirripedia Collected by HMS Challenger in The Report on The Scientific Result of The Voyage of HMS Challenger, Zoology VIII Hoek PPC. 1913. The Cirripedia of the Siboga Expedition. B. Cirripedia Sessilia. Siboga-Expeditie Monogr. XXXIb, i-xxv, 129-275 Lamarck, J.B.P.A. de M. de, 1818. Historie naturelle des animaux sans vertèbres. 5, 612. Paris. Martin JW and Davis GE. 2001. An Updated Classification of the Recent Crustacea. Science Series 39, Los Angeles County : Natural History Museum.
27
Myers AA. 1997. Biogeographic barriers and the development of marine biodiversity. Estuarine, Coastal and Shelf Science, 44, 241-248 Newman WA and A Ross. 1976. Memoir 9, Revision of The Balanomorph Barnacles; including a catalog of the species. San Diego Society of Natural History. P:36 Newman WA and A Ross. 1977. A living Tesseropora (Cirripedia: Balanomorpha) from Bermuda and the Azores: first records from the Atlantic since the Oligocene. Trans. San Deigo Soc. Nat. Hist., 18(12):207-216 Newman WA, VA Zullo and TH Withers. 1969. Cirripedia. In, Moore, R.C. (ed.), Treatise on Invertebrate Paleontology Part R. Arthropoda 4. (1):R206-295, Geol.Soc.Am., Univ.Kansas. Newman WA. 1967. A new genus of Chthamalidae (Cirripedia, Balanomorpha) from Red Sea and Indian Ocean. J. Zool. London. 153, 432−435 Newman WA. 1982. A review of extant taxa of the “Group of Balanus concavus” (Cirripedia, Thoracica) and a proposal for genus-group ranks. Crustaceana, 43, 25−36. Newman WA. 1996. Cirripedia; Suborder Thoracica and Acrothoraica. In, J. Forest (ed.), Traite de Zoologie, Tome Vii, Crustacea, Fascicule 2:453-540, Paris: Masson. Nillson-Cantell CA. 1921. Cirripeden-Studien. Zur Kenntnis der Biologie, Anatomie und Systematik dieser Gruppe. Zool. Bidrag. 7:75-395 Nillson-Cantell CA. 1925. Nueu und wenig bekannte Cirripeden aus Museen zu Stockholm und zu Upsala. Ark. Zool. 18A(3):1-46 Nillson-Cantell CA. 1932. Cirripedien aus Japan. Ark. Zool. 24A(4):1-29 Pilsbry HA. 1916. The sessile barnacles (Cirripedia) contained in the collections of the U.S. National Museum; including a monograph of the American species. Bulletin of The United States National Museum, 93, 47−366. Pitombo FB. 2004. Phylogenetic analysis of the Balanidae (Cirripedia, Balanomorpa). The Zoologica Scripta, 33, 261−276. Poltarukha OP. 1997. Composition, phylogeny, and the position of the subfamily Euraphiinae (Crustacea, Chthamalidae) in the system of Cirripedia. Russian Journal of Zoology, 1(4): 463-470. Pope EC. 1945. A simplified key to the sessile barnacles found on the rocks, boats, wharf piles and other installations in Port Jackson and adjacent waters. Rec. Australian Mus. 21(6):351-372 Pope EC. 1965. A review of Australian and some Indomalayan Chthamalidae (Crustacea: Cirripedia). Proc. Linn. Soc. New South Wales. 21(6):351-372 Prabowo RE. 2005. Biogeography of intertidal barnacle in Indonesian and surrounding seas. Master Thesis, Chiba Univ. Prabowo RE. 2008. Phylogeography study of two sister species, Balanus variegatus and Balanus kondakovi (Cirripedia: Balanomorpha: Balaninae) using mtCOI gene; with special reference on the phylogenetic and taxonomic revision of the Balanus amphitrite complex. Doctoral Dissertation, Chiba Univ. Puspasari IA, T Yamaguchi and A Ross. 2002. New record of Balanus zhujiangensis (Cirripedia, Balanidae) from Okinawa. J. Crust. Biol. 22(2):235-240
28
Puspasari IA, T Yamaguchi and S Angsupanich, 2000. Reexamination of a little-known mangrove Barnacle, Balanus patelliformis Bruguière (Cirripedia, Thoracica) from the Indo-West Pacific. Sessile Organisms, 16, 1−13. Puspasari IA, T Yamaguchi and S Angsupanich, 2001. Balanus thailandicus sp. nov., a new mangrove barnacle of the Balanus amphitrite complex (Cirripedia, Thoracica) from Satun, Southwest Thailand. Sessile Organisms, 18, 27−33. Puspasari IA. 2001. Phylogeny of the Balanus amphitrite complex (Cirripedia, Balanidae). PhD thesis, Chiba University, Chiba, Japan. Ren X and JY Liu, 1978. Studies on Chinese Cirripedia (Crustacea). Studia Marina Sinica, 13, 121−196. Ren X. 1989. Two new species and one new record of Cirripedia Thoracica from South China Sea. Oceanologia et limnologia Sinica. 20(5):466-473 Ross A and RT Perreault. 1999. Revision of the Tetraclitellinae and description of a new species of Newmanella Ross from the tropical western-Atlantic Ocean (Cirripedia: Tetraclitoidea). Sess. Org. 15(2):1-8 Ross A. 1969. Studies on the Tetraclitidae (Cirripedia: Thoracica): revision of Tetraclita. Trans. San Deigo Soc. Nat. Hist., 15(15):237-251 Ross A. 1970. Studies on the Tetraclitidae (Cirripedia: Thoracica): a proposed new genus for the Austral species Tetraclita purpurascens breviscutum. Trans. San Deigo Soc. Nat. Hist., 16(01):1-12 Ross A. 1971. Studies on the Tetraclitidae (Cirripedia: Thoracica): a new Tetraclitellan from India. Trans. San Deigo Soc. Nat. Hist., 16(8):216-224 Southward AJ and WA Newman. 2003. A review of some common Indo-Malayan and western Pacific species of Chthamalus barnacles. J. Mar. Biol. Ass. U.K.. 83, 797-812 Southward AJ. 1976. On the distribution of Chthamalus stellatus (Cirripedia) in the north-east Atlantic region: with a key to common intertidal barnacles of Britain. J. Mar. Biol. Ass. U.K.. 56, 1007-1028 Utinomi H. 1962. Studies on the cirripedian fauna of Japan VIII. Thoracic cirripeds from western Kyusyu. Publication of the Seto Marine Biological Laboratory, 10(2), 211−239. Utinomi H. 1967. Comment on some new and already known cirripeds with emended taxa, with special reference to the parietal structure. Publication of the Seto Marine Biological Laboratory, 15(3), 216−222. Wolff WJ. 2005. Non-indigenous marine and estuarine species in the Netherlands. Zool. Med. Leiden 79 (1) : 1-116 Yamaguchi T. 1973. On Megabalanus (Cirripedia, Thoracica) of Japan. Publ. Seto Mar. Biol. Lab. 21(2):115-10 Yamaguchi T. 1977. Taxonomic studies on some fossil and recent Japanese Balanoidea. In Transaction and Proceeding of Palaentological Society of Japan, N.S., 107, 135−160. Yamaguchi T. 1987. Changes in the barnacle fauna since the Miocene and the intraspecific structure of Tetraclita in Japan. Bul. Mar. Sci. 41(2):337-350 Zullo VA. 1984. New genera and species of Balanoid barnacles from the Oligocene and Miocene of North Carolina. Journal of Paleontology, 58, 1312−1338.
29
Lampiran 1. Personalia Tim Peneliti 1) Ketua Peneliti a. Nama b. NIP c. Pangkat/Gol/Jabatan d. Fakultas/Jurusan e. Bidang Keahlian f.
Waktu yang disediakan
2) Anggota Peneliti a. Nama b. NIP c. Pangkat/Gol/Jabatan d. Fakultas/Jurusan e. Bidang Keahlian f. Waktu yang disediakan
: : : : :
Romanus Edy Prabowo, SSi. MSc. PhD 19720228 199903 1 002 Penata Muda Tk.I/IIIb/Asisten Ahli Biologi/Biologi Biologi Laut / Biosistematika Cirripedia
: 18 jam/minggu : Dr.rer.nat. Erwin R. Ardli, S.Si., M.Sc., : 19730722 199702 1 001 : Penata Muda Tk.I/IIIb/Asisten Ahli : Biologi/Biologi : Biologi Laut / GIS / Dinamika Trofik : 2 jam/minggu
30
Lampiran 2. Curriculum Vitae Tim Peneliti CURRICULUM VITAE KETUA PENELITI a. Data Diri : Nama Lengkap Jabatan Fungsional NIP Bidang Keahlian Tempat dan Tanggal Lahir Alamat Rumah Nomor Telepon/Fax Alamat Kantor Nomor Telepon/Fax Alamat e-mail
Romanus Edy Prabowo, SSi. MSc. PhD (L/P) Asisten Ahli 19720228 199903 1 002 Biologi Laut / Biosistematika Cirripedia Cilacap, 28 Februari 1972 Bumi Arca Indah X/5B Arcawinangun Purwokerto 0281-9149001 ; HP 085227001920 Fakultas Biologi UNSOED Jl. Dr. Soeparno 63 Purwokerto 53122 0281-638794 / 0281-631700
[email protected] ;
[email protected]
b. Pendidikan : PT
S1 FMIPA UNDIP Semarang
Bidang Ilmu
Biologi Laut
Tahun Judul Skripsi / Tesis/Disertasi
1990 - 1995 Struktur komunitas makrofouna bentik di hutan mangrove Segara Anakan Cilacap
Nama Pembimbing/ Promotor
1. Drs. Hendarko Sugondo, SU. 2. Dr. Boedi Hedrarto
S2 Life and Earth Sciences, Graduate School of Science and Technology, Chiba University Biologi Laut / Biosistematika / Biogeografi Teritip 2002 - 2005 Biogeography of intertidal barnacle in Indonesian and surrounding seas
1. Prof. Dr. Toshiyuki Yamaguchi 2. Prof. Dr. Watano
31
S3 Geosystem and Biosystem, Graduate School of Science and Technology, Chiba University Biologi Laut / Biosistematika / Filogeografi Teritip 2005 - 2008 Phylogeography study of two sister species, Balanus variegatus and Balanus kondakovi (Cirripedia: Balanomorpha: Balaninae) using mtCOI gene; with special reference on the phylogenetic and taxonomic revision of the Balanus amphitrite complex 1. Prof. Dr. Toshiyuki Yamaguchi 2. Prof. Dr. Kotake
c. Riwayat Pengajaran : No. 1. 2. 3.
Mata Kuliah yang diampu Biologi Laut (S1) tahun ini Evolusi (S1) tahun ini Biosistematika (S2) tahun ini
d. Pengalaman Penelitian (yang belum dipublikasikan dan dipresentasikan) : No. 1.
2. 3.
4. 5. 6. 7.
8.
Judul Penelitian Deep Sea barnacles (Cirripedia, Thoracica) collected from the TAIWAN expeditions, with descriptions of a new species of Altiverruca. Anggota Peneliti. The barnacle fouling community on fish cage off eastern Taiwan. Anggota Peneliti. Revision on the taxonomic identity of a tetraclitid species from southern coast of Java Is. known as Tetraclita squmosa based on molecular and morphology. Ketua Peneliti. The barnacle diversity of NT and WA, Australia. Anggota Peneliti. The barnacle diversity of NSW and Victoria, Australia. Anggota Peneliti. The barnacle diversity of Davao Is., Philippines. Anggota Peneliti. Review on taxonomy of the Genus Chthamalus (Cirripedia: Balanomorpha): Two new species from Borneo and New Caledonia. Ketua Peneliti. The barnacle diversity of Sabah and Sarawak, Malaysia. Anggota Peneliti.
Tahun 2008
2008 2008
2008 2007 2007 2006
2003
e. Publikasi Ilmiah : No. 1.
2.
3.
4.
Publikasi Benny K.K. Chan, Prabowo RE, Kwen-Shen Lee Barnacles. 2009. Volume I – Cirripedia: Thoracica Excluding The Pyrgomatidae and Acastinae. National Taiwan Ocean University, Keelung Yamaguchi T, Prabowo RE, Ohshiro Y, Shimono T Jones, Kawai H, Otani M, Oshino A, Inagawa S, Akaya T, Tamura I. 2009. The introduction to Japan of the Titan barnacle, Megabalanus coccopoma (Darwin, 1854) (Cirripedia: Balanomorpha) and the role of shipping in its translocation. Biofouling: The Journal of Bioadhesion and Biofilm Research, Volume 25, Issue 4, Pages 325-333 Otani M, Oumi T, Uwai S, Hanyuda T, Prabowo RE, Yamaguchi T, Kawai H. 2007. Occurrence and diversity of barnacles on international ships visiting Osaka Bay, Japan, and the risk of their introduction. Biofouling: The Journal of Bioadhesion and Biofilm Research, Volume 23, Issue 4, Pages 277-286 Prabowo RE and Yamaguchi T. 2005. A new mangrove barnacle of the genus Fistulobalanus (Cirripedia: Amphibalaninae) from Sumbawa Island, Indonesia. Journal of the Marine Biological Association of the UK, Volume 85, Issue 4, Pages 929-936
32
f. Keanggotaan : No. 1.
Judul Member of The Crustacean Society
Tahun 2009
g. Pelatihan / Short Course / Workshop : No. 1.
Judul Pengolahan Data Penelitian Ekologi Menggunakan Software PRIMER v5. Pelatih.
Tahun 2008
h. Seminar : No. 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Judul Prabowo RE and Yamaguchi T. Oral Presentation (main invited speaker) : Indo-West Pacific biogeographic research and speciation among Amphibalaninae. The Crustacean Society Summer Meeting 2009, Tokyo, Japan, 20 - 23 September 2009 Yamaguchi T, Prabowo RE, Ohshiro Y, Shimono T, Jones D, Kawai H, Otani M, Ueda I, Nogata Y. Are the widely separated populations with geographical isolation differentiated genetically? An instance of the introduction of the Titan barnacle Megabalanus coccopoma (Darwin, 1854) to Japan. The Crustacean Society Summer Meeting 2009, Tokyo, Japan, 20 - 23 September 2009 Prabowo RE and Yamaguchi T. Presentasi Oral (keynote speaker): Phylogeography of two closely related species of Balanus amphitrite complex, Balanus variegatus and Balanus kondakovi; resolving the morphological similarity. 14th International Congress on Marine Corrosion and Fouling (ICMCF) Satellite Symposium: Current Topics on Barnacle Biology, Kobe, Jepang, 27 Juli-1 Agustus Yamaguchi T, Prabowo RE, Oushiro Y, Shimono T, Jones D, Kawai H, Outani M, Oshino A, Inagawa S, Akaya T, and Tamura I. Presentasi Oral (keynote speech): The introduction to Japan of the titan barnacle, Megabalanus coccopoma (Darwin 1854) (Cirripedia:Balanomorpha) and the role of shipping in its translocation. 14th International Congress on Marine Corrosion and Fouling (ICMCF) Satellite Symposium: Current Topics on Barnacle Biology, Kobe, Jepang, 27 Juli-1 Agustus Hisatsune Y, Prabowo RE, and Yamaguchi T. Presentasi Poster: Biogeography of littoral Chthamalids in southwest islands of Japan. 14th International Congress on Marine Corrosion and Fouling (ICMCF) Satellite Symposium: Current Topics on Barnacle Biology, Kobe, Jepang, 27 Juli-1 Agustus Prabowo RE, Yamaguchi T, and Inagawa S. Presentasi Oral: Phylogeography and genetic divergence of Balanus kondakovi between two antiequatorial populations; Southern Australian and Asian. Annual Meeting of Sessile Organism Society of Japan, Tokyo, Jepang, 31 March
33
Tahun 2009
2009
2008
2008
2008
2007
No. 7.
8.
9.
Judul Yamaguchi T, Prabowo RE, Sagae M, Kamioka M, Gohdo Y, Peak-Hoon L, and Senda M. Presentasi Poster: Phylogeny of neolepadines (Cirripedia: Thoracica: Scalpellomorpha) based on specimens from the Lau Expedition. Third International Symposium on Hydrothermal Vent and Seep Biology, San Diego, CA, USA, 12-16 September Prabowo RE and Yamaguchi T, Presentasi Poster (the best poster presentation): Biogeography of intertidal barnacle in Indonesian and surrounding seas. XIXth International Congress of Zoology (ICZ), Beijing, China, 23-27 Agustus Prabowo RE. Presentasi Oral: Morphological phylogeny of the Genus Chthamalus (Cirripedia: Balanomorpha). Mini-Symposium of Sessile Organism Society of Japan, Enoshima, Japan, 11 November
Tahun 2005
2004
2004
Purwokerto, 28 November 2009
Romanus Edy Prabowo, S.Si., M.Sc., Ph.D. NIP. 19720228 199903 1 002
34
CURRICULUM VITAE ANGGOTA PENELITI a. Data Diri : Nama Lengkap Tempat/Tanggal Lahir NIP Pangkat / Golongan Jabatan Bidang Keahlian Alamat Kantor Nomor Telepon Nomor Fax E-mail
Dr.rer.nat. Erwin Riyanto Ardli, S.Si, M.Sc Banjarnegara, 22 Juli 1973 19730722 199702 1 001 Penata Muda Tk. I / IIIb Asisten Ahli Biologi Laut / GIS / Dinamika Trofik Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman Jalan Dr. Suparno 63 Purwokerto 53123 0281-638794 0281-631700
[email protected]
b. Pendidikan : Nama PT Bidang Ilmu Tahun Lulus Judul Skripsi / Tesis/Disertasi
S1 UNSOED Purwokerto Biologi Lingkungan 1996 Uji Toksisitas Pestisi-da Dursban 20EC pada Ikan Mas (Cyprinus carpio L.)
S2 IPB Bogor Ekologi Laut 2000 Land Suitability Analysis for Brackish-water Pond by using RS, GIS and expert system. Case study: Segara Anakan, Cilacap District, Central Java
S3 Bremen University Ekologi Laut 2008 A trophic flow model of the Segara Anakan lagoon, Cilacap, Indonesia
c. Pengajaran : No. 1. 2. 3. 4.
Mata Kuliah yang diampu Ekologi Mangrove (S1) Biologi Laut (S1) Biologi (S1) Monotoring Kerusakan Sumberdaya Hayati (S2)
d. Pengalaman Penelitian (yang belum dipublikasikan dan dipresentasikan) : No. 1. 2. 3.
Judul Penelitian Assessment of changes in trophic flow structure of Segara Anakan Lagoon ecosystem between 1980’s and 2000’s Spatial and temporal dynamics of mangrove conversion at Segara Anakan Cilacap, Indonesia Land use and land cover change affecting habitat distribution in the Segara Anakan lagoon, Java, Indonesia
35
Tahun 2005 2004 2006
No. 4. 5.
Judul Penelitian Studi keberadaan dan pendugaan umur larva ikan teri (Stolephorus sp.) di Segara Anakan Cilacap Variasi temporal dan spasial klorofil Phytoplankton di Segara Anakan Cilacap Jawa Tengah
Tahun 2003 2004
e. Publikasi Ilmiah : No. 1.
2.
3.
Judul Artikel Ilmiah Erwin R. Ardli and Matthias Wolff. 2008. Quantifying habitat and resource use changes in the Segara Anakan lagoon (Cilacap, Indonesia) over the past 25 years (1978 – 2004), Asian Journal of Water, Environ-ment and Pollution, 5(4): Erwin R. Ardli and Matthias Wolff. 2008. Land use and land cover change affecting habitat distribution in the Segara Anakan lagoon, Java, Indonesia, Regional Environmental Change, DOI:10.1007/ s10113-008-0072-6 Edy Yuwono, Tim J., Inga N., Ewrin R. Ardli, M.H. Sastranegara and R. Pribadi. 2007. Ecological status of Segara Anakan, Java, Indonesia, a mangrove-fringed lagoon affected by human activities, Asian Journal of Water, Environ-ment and Pollution, 4(1):
f. Penulisan Buku : No. 1.
Judul Buku Ewrin R. Ardli . 2007. Synopsis of Ecological and Sosio-Economic Aspects of Tropical Coastal Ecosystem with Special Reference to Segara Anakan. Research Institute, Jenderal Soedir-man University. ISBN: 978-979-16877-0-6
g. Pengabdian Masyarakat : No. 1. 2. 3. 4.
Judul Pengabdian Kepada Masyarakat Studi Budidaya Perairan Sungai Donan, Segara Anakan di Area rip-rap UP IV Pertamina Cilacap Pembicara Pelatihan : Metoda sampling dan analisis kualitas perairan yang terkena limbah organik. Unit Penelitian Ilmiah Fakultas Biologi UNSOED 9 September 2008 Juri lomba Karya Tulis Ilmiah Remaja se-Jawa Tengah. Unit Penelitian Ilmiah Fakultas Biologi UNSOED 2-3 Agustus 2008 Pembicara Seminar Lokal : Model Aliran Energi Ekosistem Mangrove Segara Anakan, Cilacap, Indonesia. Unit Penelitian Ilmiah Fakultas Biologi UNSOED 21 Desember 2008
Tahun 2003 2008 2008 2008
Purwokerto, 28 November 2009
Dr.rer.nat. Erwin Riyanto Ardli, MSc. NIP 19730NIP 132163742
36