LAPORAN HASIL PENELITIAN DOSEN PEMULA
EFEKTIFITAS PERASAN BUAH KEPEL (Stelechocarpus burahol (Blume) Hook.& Thomson) SEBAGAI ANTISEPTIK LUKA
Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun
TIM PENGUSUL
1. Prasojo Pribadi., M.Sc. Apt (Ketua, NIDN: 0607038301) 2. Elmiawati Latifah, M.Sc., Apt (Anggota, NIDN: 0614058401) 3. Rohmayanti, S.Kep. Ns (Anggota, NIDN : 0610098002)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG NOVEMBER 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala kenikmatan dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan proposal penelitian ini, penulis banyak mendapat arahan dari pembimbing dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dwi Sulistyono,BN selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Magelang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian. 2. Dr. Suliswiyadi, M.Ag selaku Kepala LP3M yang telah membantu kelancaran penulisan Proposal laporan penelitian ini. 3. Semua pihak yang telah berperan dalam proses penyusunan Proposal penelitian ini dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik sangat peneliti harapkan demi kesempurnnya penelitian ini.
Ketua Peneliti
Prasojo Pribadi., M.Sc. Apt NIK. 118306080
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL
i
HALAMAN PENGESAHAN
ii
KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR ISI
iv
RINGKASAN
v
BAB I PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
2
C. Tujuan Penelitian
2
D. Manfaat Penelitian
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
4
A. Buah Kepel
4
B. Luka
7
C. Kerangka Teori
15
D. Kerangka Konsep
16
E. Hipotesis Penelitian
16
BAB III METODE PENELITIAN
17
A. Jenis Penelitian
17
B. Waktu dan Tempat Penelitian
17
C. Bahan dan Alat
17
D. Variabel Penelitian
18
E. Prosedur Penelitian
19
F. Penentuan Persentase Efek Penyembuhan Luka
20
G. Analisis Data
22
BAB IV MANAJEMEN PENELITIAN
23
A. Sumber Daya Manusia
23
B. Jadwal kegiatan Penelitian
23
C. Pendanaan
24
BAB V HASIL YANG DICAPAI DAN PEMBAHASAN A. Organoleptis Perasan Buah Kepel B. Hasil Pengukuran Persentase Penyembuhan Luka C. Pembahasan BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
25 25
28 28 28
A. Kesimpulan 36 B. Saran
36
DAFTAR PUSTAKA
29
LAMPIRAN
30
RINGKASAN Buah kepel diketahui mengandung senyawa saponin dan flavonoid, buah kepel merupakan tanaman yang memiliki aktivitas antibakteri dan antiinflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk membuat perasan buah kepel dan menguji aktivitas penyembuhan pada luka terbuka. Perasan buah kepel dibuat dengan variasi konsentrasi perasan yaitu 20%, 40%, 60%, dan 80%. Untuk kontrol negatif digunakan aquades dan kontrol positif digunakan Betadine® (Povidon Iodine). Desain penelitian ini adalah penelitian eksperimental. Prosedur penelitian dimulai dari penyiapan bahan uji, pertama dengan melakukan identifikasi tanaman dari perasan buah kepel, kemudian membuat sediaan perasan buah kepel dan membagi perasan buah kepel tersebut menjadi beberapa konsentrasi, dilanjutkan dengan mengelompokan hewan uji menjadi 6 kelompok. Semua data kuantitatif diuji secara statistik menggunakan Anova dan dilanjutkan dengan Tukey Test. Aktivitas terendah terjadi pada kelompok kontrol negatif, meningkat pada kelompok perasan 20%, 40%, 80%, dan 60%, sedangkan yang tertinggi terjadi pada kelompok kontrol positif. Hasil uji statistik dengan parameter persentase luas penyembuhan luka, pada kelompok perasan konsentrasi 60% dan 80% menunjukkan hasil yang berbeda bermakna dengan kelompok kontrol negatif (p<0.05), sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa perasan buah kepel konsentrasi 60% dan 80% mempunyai aktivitas penyembuhan luka. Kata kunci : buah kepel, perasan, penyembuhan luka terbuka
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan iklim tropis yang cocok degan berbagai jenis tanaman, bahkan tanaman yang berhasiat sebagai pengobatan dapat hidup di Indonesia, salah satunya adalah buah kepel (Stelechocarpus
burahol (Blume) Hook.&
Thomson)
yang
hanya
ditemukan di pulau jawa salah satu terdapat di kota Magelang, kepel merupakan tanaman fenomena keraton serta memiliki manfaat yang cukup banyak, namun saat ini sudah cukup sulit ditemukan. Tanaman kepel lebih banyak dijumpai di tempat-tempat tertentu misalnya disekitar kraton Yogyakarta. (Siswanto dkk. 2012). Walaupun buah kepel diketahui memiliki manfaat sebagai obat namun masyarakat enggan menanam tanman ini karena adanya mitos bahwa buah kepel hanya diperuntukkan bagi kaum bangsawan (keraton). Buah kepel mengandung saponin dan flavonoid, senyawa tersebut diketahui memiliki aktivitas sebagai antimikroba, antiinflamasi, antivirus dan antioksidan (Lenny, 2006). Luka merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter, jenis yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibanding dengan cedera oleh sebab lain, biaya yang dibutuhkan dalam penanganannya pun tinggi. Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal
pada kulit (Taylor, 1997 dalam Kusmiati, 2006) Luka dapat digambarkan sebagai gangguan dalam kontinuitas selsel, kemudian diikuti dengan penyembuhan luka yang merupakan pemulihan kontinuitas tersebut, beragam efek dapat terjadi pada luka tersebut apabila tidak dirawat dengan baik, diantaranya, kehilangan semua atau sebagian fungsi organ, respon stress simpatis, hemoragi dan
pembekuan darah, kontaminasi bakteri dan kematian sel (Brunner & Suddarth. 2002). Pada luka kronis seperti ulkus yang berhubungan dengan iskemia, diabetes mellitus dan penyakit stasis vena. Luka yang tidak sembuh mempengaruhi sekitar 3 sampai 6 juta masyarakat di Amerika Serikat, dimana 85% dijumpai pada usia diatas 65 tahun. Luka yang tidak sembuh mengakibatkan tingginya biaya kesehatan yang dikeluarkan sekitar 3 milyar USD per tahun (Masir, 2012). Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merasa tertarik untuk meneliti mengenai efektifitas perasan buah kepel (Stelechocarpus burahol (Blume) Hook.& Thomson) sebagai antiseptik luka pada tikus betina galur Sprague Dawley.
B. Rumusan masalah Luka merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter, jenis yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibanding dengan cedera oleh sebab lain, biaya yang dibutuhkan dalam penanganannya pun tinggi. Buah kepel mengandung saponin dan flavonoid,
senyawa tersebut diketahui memiliki aktivitas sebagai antimikroba, antiinflamasi, antivirus dan antioksidan sehingga perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah pemberian perasan buah kepel (Stelechocarpus burahol (Blume) Hook.& Thomson)
efektif sebagai
antiseptik luka pada tikus betina galur Sprague Dawley”. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui “efektifitas pemberian perasan buah kepel (Stelechocarpus burahol (Blume) Hook.& Thomson) sebagai antiseptik luka pada tikus betina galur Sprague Dawley”
D. Target Luaran 1. Publikasi ilmiah di jurnal ilmiah lokal ber ISSN 2. Pengayaan bahan ajar mata kuliah farmakognosi. Target luaran yang diharapkan dalam penelitian ini adalah modul pembelajaran, prosiding/oral presentasi dan publikasi hasil penelitian dalam jurnal nasional maupun internasional. E. Kontribusi Terhadap Ilmu Pengetahuan 1. Akan didapatkan hasil berupa prosentase efek penyembuhan luka 2. Akan didapatkan informasi mengenai kandungan tanaman obat, khususnya kandungan dalam perasan buah kepel untuk antiseptik luka sehingga dapat dimanfaatkan sebagai produk obat herbal.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Buah Kepel Tumbuhan kepel atau (Stelechocarpus burahol (Blume) Hook & Thomson)
adalah pohon penghasil buah
hidangan
meja
yang
menjadi flora identitas daerah Istimewa Yogyakarta. Buah kepel dipercaya menyebabkan keringat beraroma wangi dan membuat air seni tidak berbau tajam.
Daging
buah
kepel
ini
mengandung saponin,
flavonoida
dan polifenol yang berfungsi dapat meluruhkan air seni serta menjadikan keringat tidak berbau. Selain itu, buah kepel juga digunakan sebagai alat kontasepsi alamiah sebab dapat mengurangi kesuburan sementara pada perempuan (Wikipedia. 2012). Tabel 2.1 Klasifikasi ilmiah buah kepel Klasifikasi ilmiah Kerajaan:
Plantae
Filum:
Magnoliophyta
Kelas:
Magnoliopsida
Ordo:
Fabales
Famili:
Annonaceae
Genus:
Stelechocarpus Spesies
Stelechocarpus burahol (Blume) Hook.& Thomson Sumber. Wikipedia 2012
Daging buah kepel atau burahol ini mengandung saponin, dan flavonoida. Zat-zat tersebut dapat memberikan manfaat bagi kesehatan jika digunakan dengan benar dan tepat. a. Saponin Saponin
merupakan
senyawa
metabolit
sekunder
yang
dihasilkan spesies tanaman yang berbeda, terutama tanaman dikotil dan berperan
sebagai
bagian
dari
sistem
pertahanan
tanaman
tersebut.Golongan senyawa ini tersebar luas dalam tumbuhan tinggi. Saponin seperti sabun membentuk lautan koloidal dalam air dan membentuk busa bila digojog, berasa pahit bila digigit. Saponin diketahui mempunyai efek sebagai antimikroba (Morrissey, J.P. and A.E. Osbourn. 1999). Saponin mempunyai tingkat toksisitas yang tinggi melawan fungi. Aktivitas fungisida terhadap Trichoderma viride telah digunakan sebagai metode untuk mengindtifikasikan saponin. Mekanisme kerja saponin sebagai antifungi berhubungan dengan interaksi saponin dengan sterol membran. Bebarapa saponin dan sapogenin menunjukan kemampuan menonaktifkan virus. Sapogenin triterpenoid asam oleanolic menghambat penggandaan virus HIV-1 dengan menghambat aktivitas protase HIV-1. Kelompok saponin yang dihasilkan legum, terutama kelompok B soyasaponin, mengandung gugus antioksidan yang melekat pada atom C23 Residu gula khas ini memungkinkan saponin untuk mengacaukan
superoksida
melalui
pembentukan
intermediate
hidroperoksida, sehingga mencegah kerusakan biomolekul oleh radikal bebas (Francis, G., Z. Kerem, H.P.S. Makkar and K. Becker. 2002).
b. Flavonoida Senyawa flavonoida adalah senyawa-senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon, terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon. Senyawa-senyawa flavonoida adalah senyawa 1,3 diaril propana, senyawa isoflavonoida adalah senyawa 1,2 diaril propana, sedangkan senyawa-senyawa neoflavonoida adalah 1,1 diaril propana. Flavonoid dalam tubuh manusia berfungsi sebagai antioksidan sehingga sangat baik untuk mencegah kanker. Manfaat flavonoid antara lain adalah untuk melindungi struktur sel, meningkatkan efektivitas vitamin C, anti inflamasi, mencegah keropos tulang, dan sebagai antibiotik. Flavonoid dapat berperan secara langsung sebagai antibiotik dengan menggangu fungsi dari mikroorganisme seperti bakteri dan virus (Lenny, 2006). Tisnadjaja dkk. 2006. Melakukan penelitian tentang Pengkajian Burahol (Stelechocarpus burahol (Blume) Hook &Thomson) sebagai Buah yang Memiliki Kandungan Senyawa Antioksidan. Dari hasil Uji aktivitas sebagai antioksidan uji DPPH terhadap ekstrak etanol dari beberapa bagian tanaman terlihat bahwa aktivitas antioksidan tertinggi diperoleh dari ekstrak bagian bunga (94,6%) dan buah (96,6%). Hasil yang serupa juga ditunjukkan oleh ekstrak etilasetat dan ekstrak nbutanol. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan gabungan dari semua senyawa, yang terlihat pada ekstrak etanol, masih sama dengan senyawa polar (ekstrak etilasetat) dan non-polar (ekstrak nbutanol) yang dimiliki oleh bagian tanaman burahol tersebut. Dengan nilai inhibisi yang hampir sama antara kulit batang dan bunga/buah dapat diduga bahwa sintesis senyawa-senyawa tersebut terjadi di bagian kulit batang tanaman dan ditransportasikan ke bunga. Akumulasi senyawa-senyawa tersebut kemungkinan terjadi pada bagian buah, ini
juga terlihat dengan rendahnya tingkat inhibisi dari ekstrak daun. Aktivitas antioksidan yang ditunjukkan oleh ekstrak buah burahol ini kemungkinan berasal dari kandungan flavonoid dan vitamin C. B. Luka Luka adalah keadaan hilang/terputusnya kontinuitas jaringan (Mansjoer, 2000). Menurut InETNA (2004), luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang mengganggu proses selular normal, luka dapat juga dijabarkan dengan adanya kerusakan pada kuntinuitas/kesatuan jaringan tubuh yang biasanya disertai dengan kehilangan substansi jaringan. 1. Klasifikasi Luka Luka dibedakan berdasarkan beberapa aspek dibawah ini: a. Berdasarkan penyebab 1) Ekskoriasi atau luka lecet 2) Vulnus scisum atau luka sayat 3) Vulnus laseratum atau luka robek 4) Vulnus punctum atau luka tusuk 5) Vulnus morsum atau luka karena gigitan binatang 6) Vulnus combotio atau luka bakar b. Berdasarkan ada/tidaknya kehilangan jaringan 1) Ekskoriasi 2) Skin avulsion 3) Skin loss c. Berdasarkan derajat kontaminasi 1) Luka bersih a) Luka sayat elektif b) Steril, potensial terinfeksi c) Tidak ada kontak dengan orofaring, traktus respiratorius,traktus elimentarius, traktus genitourinarius.
2) Luka bersih tercemar a) Luka sayat elektif b) Potensi terinfeksi : spillage minimal, flora normal c) Kontak dengan orofaring, respiratorius, elimentarius dan genitourinarius d) Proses penyembuhan lebih lama 3) Luka tercemar a) Potensi terinfeksi: spillage dari traktus elimentarius, kandung empedu, traktus genito urinarius, urine b) Luka trauma baru : laserasi, fraktur terbuka, luka penetrasi. 4) Luka kotor a) Akibat proses pembedahan yang sangat terkontaminasi b) Perforasi visera, abses, trauma lama. 2. Bentuk - Bentuk Penyembuhan Luka Terdapat tiga macam bentuk penyembuhan luka, dimana pembagian ini dikarakteristikkan dengan jumlah jaringan yang hilang. a. Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) yaitu penyembuhan yang terjadi segera setelah diusahakan bertautnya tepi luka biasanya dengan jahitan. b. Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka
yang tidak
mengalami penyembuhan primer. Tipe
ini
dikarakteristikkan oleh adanya luka yang luas dan hilangnya jaringan dalam jumlah besar. Proses penyembuhan terjadi lebih kompleks dan lebih lama. Luka jenis ini biasanya tetap terbuka. c. Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka yang dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridement. Setelah diyakini bersih, tepi luka dipertautkan (4-7 hari). Luka ini merupakan tipe penyembuhan luka yang terakhir (Mansjoer,2000:397)
Intensitas Primer
Intensitas Sekunder
Intensitas Tersier
Gambar 2.1 Jenis Penyembuhan Luka Sumber: Brunner&Suddarth. 2002. Hal 481 3. Fase Penyembuhan Luka Menurut Brunner & Suddarth (2002), terdapat 3 (tiga) fase dalam proses penyembuhan luka yaitu fase inflamasi, proliferasi dan maturasi. Antara
satu
fase
dengan
fase
yang
lain
merupakan
suatu
kesinambungan yang tidak dapat dipisahkan. a. Fase Inflamasi Respon vaskuler dan seluler terjadi ketika jaringan terpotong atu mengalami cidera. Vasokonstriksi pembuluh terjadi dan bekuan fibrinoplatelet terbentuk dalam upaya untuk mengontrol perdarahan. Upaya ini berlangsung antara 5–10 menit. Ketika mikrosirkulasi mengalami kerusakan, elemen darah seperti anti bodi, plasma, protein, elektrolit, komplemen, dan air menembus spasium vaskuler selama 2-3 hari, menyebabkan edema, teraba hangat, kemerahan dan nyeri. Dengan terjadinya aktifitas vaskuler serta reaksi antigen-antibodi, maka enzim proteolitik disekresikan dan menghancurkan bagian dasar bekuan darah. Celah antar kedua sisi luka secara progresif terisi dan sisinya pada akhirnya saling bertemu dalam 24 jam sampai 48 jam pada saat ini, migrasi sel ditingkatkan oleh aktivitas sumsum tulang hiperplastik
b. Fase Proliferasi Tahap ini fibroblas memperbanyak diri dan membentuk jaringan–jaringan untuk sel-sel yang
bermigrasi. Sel epitel
membentuk kuncup pada pinggiran luka, kuncup ini berkembang menjadi kapiler yang merupakan sumber nutrisi bagi jaringan granulasi yang baru. Kolagen adalah komponen utama dari jaringan ikat yang digantikan,
fibroblas
melakukan
sintesis
kolagen
dan
mukopolisakarida. Dalam priode 2-4 minggu rantai asam amino membentuk serat-serat
dengan panjang dan diameter
yang
meningkat, serat ini menjadi kumpulan bundel dengan pola yang tersusun baik, sintesis kolagen menyebabkan kapiler untuk menurun jumlahnya. Setelah itu sintesis kolagen menurun dalam upaya untuk menyeimbangkan jumlah kolagen yang rusak. Sintesis dan lisis seperti ini menyebabkan peningkatan kekuatan. Setelah 2 minggu luka hanya memiliki 3 % sampai 5 % dari kekuatan kulit aslinya. c. Fase Maturasi Sekitar 3 (tiga) minggu setelah terjadi luka, fibroblas mulai meninggalkan luka. Jaringan parut tampak besar, sampai fibril kolagen menyusun kedalam posisi yang lebih padat. Hal ini sejalan dengan dehidrasi mengurangi jaringan parut, tetapi meningkatkan kekuatannya. Maturasi jaringan seperti ini terus berlanjut dan mencapai kekuatan maksimal dalam 10 atau 12 minggu tetapi tidak pernah mencapai kekuatan asalnya dari jaringan sebelum luka.
Tabel 2.2 Fase Penyembuhan Luka Fase Waktu Inflamatori (juga 1-4 Hari disebut fase lage atau eksudatif)
Peristiwa Terbentuk bekuan darah Luka menjadi edema Debris dari jaringan yang rusak dan bekuan darah difagosit Proliferatif (juga 5-20 ari 1. Terbentuk kolagen disebut fase 2. Terbentuk jaringan fibroblastik atau granulasi jaringan ikat) 3. Kekuatan tangan luka meningkat Maturasi (juga 21 hari – 1 1. Fibroblas meninggalkan disebut fase bulan atau luka diferensiasi, bahkan 2. Kekuatan tangan luka resorptif, tahunan meningkat remodeling atau 3. Serat-serat kolagen pleteau) disusun kembali & dikuatkan untuk mengurangi ukuran jaringan parut Sumber: Brunner & Suddarth. 2002. Hal 490. 1. 2. 3.
4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling berkesinambungan. Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal saja pada luka, namun dipengaruhi pula oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik (InETNA, 2004). a. Faktor Instrinsik Faktor dari penderita yang dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan meliputi: usia, status nutrisi dan hidrasi, oksigenasi dan perfusi jaringan, status imunologi, dan penyakit penyerta (hipertensi, DM, arthereosclerosis).
b. Faktor Ekstrinsik Faktor yang didapat dari luar penderita yang dapat berpengaruh
dalam
proses
penyembuhan
luka,
meliputi
:
pengobatan, radiasi, stres psikologis, infeksi, iskemia dan trauma jaringan 5. Komplikasi Penyembuhan Luka Komplikasi dan penyembuhan luka timbul dalam manifestasi yang berbeda-beda. Komplikasi yang luas timbul dari pembersihan luka yang tidak adekuat, keterlambatan pembentukan jaringan granulasi, tidak adanya reepitalisasi dan juga akibat komplikasi post operatif dan adanya infeksi. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah : hematoma, nekrosis jaringan lunak, dehiscence, keloids, formasi hipertropik scar dan juga infeksi luka (InETNA, 2004). 6. Penatalaksanaan/Perawatan Luka Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan. a. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi) b. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Untuk melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik seperti: 1) Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2 menit). 2) Halogen dan senyawanya a) Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas dan dalam konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam
b) Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine), merupakan kompleks
yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak
merangsang, mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil karena tidak menguap. c) Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk antiseptik borok. d) Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan senyawa biguanid dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna, mudah larut dalam air, tidak merangsang kulit dam mukosa, dan baunya tidak menusuk hidung. 3) Oksidansia a) Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak lemah berdasarkan sifat oksidator. b) Perhidrol
(Peroksida
air,
H2O2),
berkhasiat
untuk
mengeluarkan kotoran dari dalam luka dan membunuh kuman anaerob. 4) Logam berat dan garamnya a) Merkuri
klorida
(sublimat),
berkhasiat
menghambat
pertumbuhan bakteri dan jamur. b) Merkurokrom (obat merah)dalam larutan 5-10%. Sifatnya bakteriostatik lemah, mempercepat keringnya luka dengan cara merangsang timbulnya kerak (korts) 5) Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%). 6) Derivat fenol a) Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik wajah dan genitalia eksterna sebelum operasi dan luka bakar. b) Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan. c) Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptik borok
bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoer, 2000:390). Dalam
proses
pencucian/pembersihan
luka
yang
perlu
diperhatikan adalah pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan pencuci yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu rawat dan meningkatkan biaya perawatan. Pemelihan cairan dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka. 7. Pembersihan Luka Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi; membuang jaringan nekrosis dan debris (InETNA, 2004:16).
Beberapa
langkah
yang
harus
diperhatikan
dalam
pembersihan luka yaitu : a. Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan mati dan benda asing. b. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati. c. Berikan antiseptik d. Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi lokal e. Bila perlu lakukan penutupan luka (Mansjoer. 2000) 8. Penjahitan luka Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau per tertiam.
9. Penutupan Luka Mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal. a. Pembalutan Dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom. b. Pemberian Antibiotik Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
B. Kerangka Konsep
Perasan Buah Kepel
Proses Penyembuhan Luka
variabel bebas variabel terikat
Gambar. 2.3. Kerangka konsep
C. Pertanyaan Penelitian Bagaimana efektifitas pemberian perasan buah kepel (Stelechocarpus burahol (Blume) Hook.& Thomson) sebagai antiseptik luka pada tikus betina galur Sprague Dawley ?
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tahapan Penelitian 1. Bahan Uji a. Identifikasi Tanaman Buah Kepel Buah kepel diidentifikasi secara organoleptis dan mikroskopik dengan kepel yang telah diidentifikasi sebelumnya di laboratorium Biologi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Kepel dicocokkan secara mikroskopis dengan pedoman buku Powdered Vegetable Drugs “An Atlas of Microscopy For Use in the Identification and Authentication of Some Plant Materials Employed As Medicinal Agents” (Jackson dan Snowdon, 1968) untuk mengetahui kebenaran tanaman buah kepel tersebut. b. Pembuatan Perasan Buah Kepel Penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Berbagai macam metode penyarian yang di gunakan tergantung dari wujud dan kandungan zat dari bahan yang akan disari dan analisa fitokimia idealnya di gunakan tumbuhan segar, salah satunya adalah dengan cara perasan. Proses pembuatan perasan dilakukan dengan cara 100 gram buah kepel dicuci hingga bersih dan dihaluskan kemudian dibungkus dengan kasa steril, diperas dan cairan perasan buah kepel yang dihasilkan ditampung dalam beker gelas. Cairan perasan yang dihasilkan sebanyak lebih kurang 100 ml dan dianggap mempunyai konsentrasi 100%. Cairan perasan tersebut kemudian dibagi menjadi beberapa konsentrasi, yaitu: Tabung 1 : konsentrasi 20% (2 ml perasan + 8 ml akuades) Tabung 2 : konsentrasi 40% (4 ml perasan + 6 ml akuades)
Tabung 3 : konsentrasi 60% (6 ml perasan + 4 ml akuades) Tabung 4 : konsentrasi 80% (8 ml perasan + 2 ml akuades) 2. Pengelompokkan dan Perlakuan Hewan Uji Masing-masing tikus dikandangkan secara individual untuk menghindari perkelahian antar tikus. Jalannya penelitian dapat dilihat pada diagram berikut: 30 ekor tikus Pada hari ke-0 tikus dilukai dengan efek luka terbuka luas 4 cm2
Dibagi menjadi 6 kelompok
Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV Kelompok V Kelompok VI
: Diberi aquadest : Diolesi larutan Povidon Iodine : Diolesi larutan perasan buah kepel konsentrasi 20% : Diolesi larutan perasan buah kepel konsentrasi 40% : Diolesi larutan perasan buah kepel konsentrasi 60% : Diolesi larutan perasan buah kepel konsentrasi 80%
Perlakuan dilakukan dengan cara meneteskan secara merata atau dioleskan dibagian luka pada tikus, perlakuan dilakukan setiap hari (pagi dan sore), dari hari ke-1 sampai hari ke-21 setelah perlukaan. Diukur dan diamati perkembangan proses penyembuhan luka terbuka dari tikus betina galur Sprague Dawley. Gambar 3.1. Skema Kerja Pengelompokkan dan Perlakuan Hewan Uji 3. Penentuan Persentase Efek Penyembuhan Luka Penentuan efek penyembuhan luka dilakukan menurut metode Morton yang telah dimodifikasi. Pada hari ke-0 tikus dibius dengan eter kemudian diletakkan diatas papan bedah dengan posisi terlungkup dan keempat kaki diikat. Rambut disekitar punggung dicukur kemudian dibersihkan dengan
kapas yang dibasahi alkohol 70%. Pola luka dibuat berbentuk persegi dengan panjang sisi-sisi 2 cm2 dan kulit didaerah tersebut diangkat dengan pinset dan digunting sampai bagian dermis beserta jaringan yang terikat dibawahnya sehingga terjadi perdarahan pada bagian tertentu. Luka dianggap berbentuk lingkaran (Kusmiati, 2006).
Gambar 3.2. Tikus yang dilukai Persentase penyembuhan luka diukur berdasarkan luas daerah luka, dan diukur menggunakan jangka sorong sampai 0,1 mm terdekat. Pengukuran dilakukan pada hewan uji pada semua ulangan dan semua kelompok yaitu dengan arah melintang, membujur dan kedua diagonal mulai hari ke-2 sampai hari ke-21. Perlakuan pemberian larutan dilakukan setiap hari. Diameter ratarata dari pengukuran digunakan sebagai data (Kusmiati, 2006). Luas dianggap berbentuk lingkaran sehingga luas luka dihitung sebagai berikut: L = ¼ x π x D2 L = 0,7854 x D2 Sedangkan persentase penyembuhan luka diperhitungkan dengan rumus berikut:
L
D12 D2 2 x100% D12
Dimana D1= diameter luka sehari setelah luka dibuat, dan D2= diameter luka pada hari pengamatan (Kusmiati dkk. 2006).
B. Lokasi penelitian Laboratorium
Farmasi
Fakultas
Ilmu
Kesehatan
Universitas
Muhammadiyah Magelang. C. Perubahan yang diamati Pada penelitian ini perubahan yang diamati atau diukur oleh peneliti adalah proses percepatan penyembuhan luka terbuka pada tikus betina galur Sprague Dawley D. Model Penelitian Model penelitian ini adalah penelitian eksperimental yaitu suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat (hubungan kausal) antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan mengeliminasi atau mengurangi faktor-faktor lain yang mengganggu. Eksperimen selalu dilakukan dengan maksud untuk melihat akibat suatu perlakuan (Arikunto, 2010). E. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental. Langkah
pertama
yang
dilakukan
adalah
dengan
mengidentifikasi,
mengekstrak dan membagi perasan buah kepel dengan berbagai konsentrasi. Dilanjutkan dengan mengelompokkan 30 sampel hewan uji menjadi 6 kelompok perlakuan dan dilakukan perhitungan percepatan prosentase penyembuhan luka.
F. Analisis Data Dengan bantuan program SPSS 16 For Windows dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov untuk membuktikan bahwa data terdistribusi normal, dan homogenitas varian menurut uji Levene. Kemudian analisis dilanjutkan dengan uji BNT untuk mengetahui perbedaan antar kelompok.
BAB IV MANAJEMEN PENELITIAN
A. Sumber Daya Manusia Tabel. 4.1. Sumber Daya Peneliti No
Nama
Instansi Asal
1
Prasojo Pribadi., M.Sc. Apt
Universitas Ketua Muhammadiyah peneliti Magelang
2
Elmiawati Latifah, M.Sc.,Apt Rohmayan ti S.Kep.,Ns
Universitas Muhammadiyah Magelang Universitas Muhammadiyah Magelang
3
Peneliti
Anggota peneliti Anggota peneliti
Alokasi Waktu (jam/min ggu) 3 x / mg (5 jam)
Uraian Tugas/peran
Mngkoordinasi, mengevalusi serta melakukan penelitian 2 x / mg Melakukan (5 jam) penelitian 2 x / mg Melakukan (5 jam) penelitian
B. Jadual Kegiatan Penelitian Tabel 4.2. Jadual Penelitian
Uraian Kegiatan Pengurusan persetujuan dan perijinan tempat Perencanaan penelitian Pelaksanaan penelitian Pengolahan data dan analisa data Pelaporan hasil penelitian
Bulan 1
2
3
4
5
6
C. Pendanaan Tabel 4.3. Pendanaan NO
URAIAN
BESAR ANGGARAN (RP) 5.000.000
1
HONORARIUM:
a
(Peneliti, pengumpulan data, analisa data )
2
BELANJA BARANG :
a
Belanja ATK
b
Belanja benda – benda Pos dan Materai
c
Dokumentasi
1.000.000
d
Belanja peralatan
2.000.000
e
Belanja bahan material (belanja bahan
2.500.000
10.000.000 1.000.000 100.000
laboratorium) f
Belanja cetak dan penggandaan (foto copy)
1.000.000
g
Belanja sewa laboratorium
500.000
h
Belanja sewa komputer
500.000
i
Belanja makan dan minum
400.000
j
Belanja perjalanan dinas
1.000.000
BAB V HASIL YANG DICAPAI DAN PEMBAHASAN
A. Organoleptis Perasan Buah Kepel 1.
Warna
: kulit buah berwarna coklat hingga ke abu abuan, sedangkan daging buah berwarna kuning hingga kecoklatan. Warna perasan buah kepel mengikuti warna daging buah.
2.
Rasa
: manis.
3.
Bentuk
: cairan atau larutan kental dan tergantung tingkat konsentrasi, semakin besar konsentrasi maka larutan uji semakin kental.
B. Hasil Pengukuran Persentase Penyembuhan Luka
Tabel 5.1. Persentase penyembuhan luka (%) Kontrol
Kontrol
Perasan
Perasan
Perasan
Perasan
Negatif
Positif
Konsentrasi 20%
Konsentrasi 40%
Konsentrasi 60%
Konsentrasi 80%
32.52
61.78
32.52
36.61
66.28
41.22
32.45
69.75
34.76
48.04
63.26
57.75
34.76
60.94
41.22
37.76
53.95
51.42
24.38
70.84
40.06
58.34
48.98
55.87
43.75
62.79
39.5
40.83
66.71
53.76
C. Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas perasan buah kepel terhadap penyembuhan luka terbuka pada hewan coba tikus putih betina galur Sprague Dawley yang dibuat luka terbuka. Produksi perasan buah kepel dilakukan dengan cara buah dimasukan dalam mesin juicer sehingga diperoleh sari perasan, setelah itu dilakukan penyaringan dan dilanjutkan dengan pengenceran untuk menyesuaikan konsentrasi yang diinginkan dari penelitian ini. Percobaan uji aktivitas dibagi menjadi enam kelompok perlakuan yaitu kontrol negatif dengan aquadest, kontrol positif dengan Povidon Iodium (Betadine), dan empat kelompok dari empat produk perasan buah kepel dengan konsentrasi masing-masing 20%, 40%, 60%, dan 80%.
Gambar 5.1. Perasan buah kepel dengan konsentrasi 20%, 40%, 60% dan 80%
Percobaan uji aktivitas menggunakan konsentrasi uji terkecil yaitu 20%/4 cm2, kemudian konsentrasi ditingkatkan menjadi 40%/4 cm2, 60%/4 cm2, dan 80%/4 cm2 seperti terlihat pada Gambar 5.1. Variasi ini dibuat untuk menentukan konsentrasi berapa yang paling efektif dalam proses penyembuhan terhadap luka terbuka.
Berikut adalah gambar tikus yang sudah diberikan perlakuan sampai dengan hari ke-7 dengan perasan buah kepel :
Gambar 5.2. Luka tikus pada hari ke-7 Pada Gambar 5.2. luka tikus terlihat masih basah dan belum kering. Proses penyembuhan luka secara fisiologis terbagi dalam 4 tahap, yaitu fase inflamasi akut, destruksi, proliferasi dan maturasi. Respon jaringan yang rusak terhadap luka, jaringan yang rusak dan sel mast melepaskan histamin dan
mediator lain, sehingga menyebabkan
vasodilatasi dari pembuluh darah sekeliling yang masih
utuh serta
meningkatnya penyediaan darah ke daerah tersebut, sehingga menjadi merah dan hangat. Permeabilitas kapiler-kaliper darah meningkat dan cairan yang kaya akan protein mengalir kedalam spasium intersisial, menyebabkan edema lokal dan mungkin hilangnya fungsi di tempat tersebut. Leukosit, PMN dan makrofag mengadakan migrasi keluar dari kapiler dan masuk ke dalam daerah yang rusak sebagai reaksi terhadap agen kemotaktik yang dipacu oleh adanya cedera (Morisson, 2003). Pada tahap ini terjadi vasodilatasi dari pembuluh darah sekeliling yang masih utuh sehingga luka terlihat merah dan apabila dipegang terasa hangat.
Gambar 5.3. Luka tikus pada hari ke-14. Gambar luka tikus pada hari ke-14 seperti terlihat pada Gambar 5.3. Pada gambar tersebut terlihat bahwa luka sudah mulai mengering dan tidak basah. Luka tidak terlihat begitu merah dan apabila dipegang tidak terasa hangat. Pada fase ini fibroblas membentuk kolagen dan jaringan ikat. Di sini juga terjadi pembentukan kapiler baru yang dimulai saat terjadi peradangan (Harvey, 2005; Schultz, dkk., 2005). Tanda-tanda yang dapat diamati dengan jelas pada fase ini adalah masih terjadi warna merah (velvety) dan adanya jaringan granulasi. Proses ini menandakan terjadinya kesembuhan yang dimulai dari adanya pertumbuhan kapiler dan pertumbuhan jaringan granula yang dimulai dari dasar luka. Proses granulasi berjalan seiring dengan proses reepitelisasi. Sampai pada tahap akhir proses ini akan terjadi proses epitelisasi pada permukaan luka. Luka akan berkembang menjadi keropeng yang terdiri dari plasma dan prodeni yang bercampur dengan sel-sel mati.
Gambar 5.4. Luka tikus pada hari ke -21 Fase selanjutnya adalah fase pematangan atau fase diferensiasi atau fase resoptif atau fase remodeling yang dapat berlangsung pada hari ke 21 hari sampai lebih dari 2 bulan bahkan beberapa tahun setelah luka. Pada fase ini terjadi ikatan kolagen yang mengawetkan jaringan bekas luka dan proses epitelisasi yang melapisi kulit. Terkadang terjadi penonjolan jaringan pada bekas luka akibat Jar Scarr (keloid) yang berupa jaringan kuat dan tidak elastis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak buah kepel secara topikal pada luka tikus dapat memperpendek ketiga tahapan kesembuhan luka yang diuraikan diatas. Pada fase ini, kesembuhan luka paling baik terjadi pada kelompok tikus yang diberikan perasan buah kepel 60%. Tabel 5.2. Pengukuran diameter luka Kelompok Kontrol Negatif Kontrol Positif Perasan 20% Perasan 40% Perasan 60% Perasan 80%
Hari ke- 0 Hari ke- 1 2 2.58 2 2.42 2 2.84 2 2.5 2 2.92 2 2.72
Hari ke-7
Hari ke-14
Hari ke-21
2.42 2.18 2.63 2.36 2.59 2.56
2.23 1.82 2.50 2.17 2.28 2.21
2.10 1.42 2.24 1.87 1.84 1.89
Dari hari ke-1 sampai ke-7, hasil dari pengamatan luka menunjukkan tidak ada perbedaan antara kelompok kontrol dan perlakuan. Pada kelompok kontrol negatif dengan kelompok kontrol positif perbedaan mulai terlihat pada pengamatan hari ke-14 sampai hari ke-21, sedangkan pada kelompok kontrol negatif dengan kelompok perlakuan perasan buah kepel konsentrasi 40%, 60%, dan 80% perbedaan mulai terlihat pada pengamatan hari ke-21. Proses penyembuhan mulai terjadi dari hari kedua sampai hari kelima tetapi dengan tingkat penyembuhan yang berbeda-beda. Pada hari keenam sampai hari kedua belas terjadi pembentukan jaringan yang pesat dengan tingkat penyembuhan yang berbeda-beda. Persentase penyembuhan luka diamati dari luas daerah luka. Diameter awal yang menjadi dasar perhitungan persentase penyembuhan luka adalah diameter satu hari setelah tikus dilukai, bukan pada saat hari tikus dilukai. Hal ini disebabkan ketidakstabilan luka hingga 24 jam setelah tikus dilukai. Setelah 24 jam perlukaan terjadi perubahan sedikit dan selanjutnya stabil. Aktivitas penyembuhan luka terbuka terendah dari perasan buah kepel pada konsentrasi 20%/4 cm2. Hal ini diduga karena tingkat kemurnian produk masih rendah dan masih mengandung air dalam prosentase yang cukup besar. Produk yang kurang murni masih mengandung senyawa-senyawa lain yang dapat menjadi pengganggu aktivitasnya. Disamping itu dengan adanya kandungan senyawa lain dan air yang masih tinggi, konsentrasi zat aktif menjadi lebih rendah dari perhitungan. Oleh karena itu perlu dilakukan proses pemurnian tingkat berikutnya seperti penggunaan ekstraksi atau fraksi. Penelitian ini diamati bahwa perasan buah kepel konsentrasi 20%, 40%, dan 60%, dan 80% memperlihatkan adanya kemampuan epitelisasi. Data dari Tabel 1 kemudian dihitung persen penurunan diameter luka pada kulit punggung tikus dapat dilihat pada Tabel 2. Adanya penurunan luka pada kelompok perlakuan karena kandungan kimia dari buah kepel seperti
flavanoid, saponin, dan sterol yang sudah terbukti dapat mempercepat proses penyembuhan luka. Tabel 5.3. Persentase penyembuhan luka (%) Kontrol
Kontrol
Perasan
Perasan
Perasan
Perasan
Negatif
Positif
Konsentrasi 20%
Konsentrasi 40%
Konsentrasi 60%
Konsentrasi 80%
32.52
61.78
32.52
36.61
66.28
41.22
32.45
69.75
34.76
48.04
63.26
57.75
34.76
60.94
41.22
37.76
53.95
51.42
24.38
70.84
40.06
58.34
48.98
55.87
43.75
62.79
39.5
40.83
66.71
53.76
Hasil perhitungan persentase penyembuhan luka seperti dilihat pada Tabel 5.3. Persentase penyembuhan luka diamati dari luas daerah luka, ukuran luas luka yang dibuat adalah 4 cm2. Diameter awal yang menjadi dasar perhitungan persentase penyembuhan luka adalah diameter satu hari setelah tikus dilukai, bukan pada saat hari tikus dilukai. Hal ini disebabkan ketidakstabilan luka hingga 24 jam setelah tikus dilukai. Setelah 24 jam perlukaan terjadi perubahan sedikit dan selanjutnya stabil.
Gambar 5.5. Persentase penyembuhan luka (%)
Tabel 5.4. Rerata persentase penyembuhan luka tiap kelompok (%) Kontrol Kontrol Perasan Negatif Positif Konsentrasi 20% 33.57±6.92 65.22±4.69 37.61±3.76
Perasan Konsentrasi 40% 44.31±9.01
Perasan Konsentrasi 60% 59.84±7.95
Perasan Konsentrasi 80% 52±6.47
Gambar 5.6. Rerata persentase penyembuhan luka (%)
Berikut hasil pengujian kenormalan dan homogenitas berdasarkan Kolmogrov-Smirnov dan uji Levene Statistic seperti yang dtercantum pada Tabel. 5.5 dibawah ini : Tabel 5.5. Hasil Uji Distribusi Normal dengan Kolmogrov Smirnov Persen Penyembuhan Luka N a Normal Parameters Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
30 48.7600 13.09985 .151 .151 -.090 .826 .502
Ho pada uji Kolmogrov ini adalah: Kelima data berdistribusi normal dan Ha: Kelima data tidak berdistribusi normal. Berdasarkan output diatas pada semua kelompok perlakuan baik pada kontrol negatif, kontrol positif, konsentrasi 20%, konsentrasi 40%, konsentrasi 60%, dan konsentrasi 80% mempunyai nilai Sig. sebesar 0.502 artinya Ho diterima dan Ha ditolak, hal ini menunjukkan keseluruhan data terdistribusi normal. Tabel 5.6. Hasil Uji Homogenitas Levene Statistic
df1
df2
Sig.
1.071
5
24
.401
Analisis dilanjutkan dengan uji homogenitas, untuk menguji apakah ada kesamaan varian persentase penyembuhan luka antara keenam kelompok perlakuan. Pengujian asumsi kesamaan varian dilakukan lewat uji F atau signifikansi. Ho: Tidak ada perbedaan varian persentase penyembuhan luka antara keenam kelompok perlakuan, Ha: Ada perbedaan varian persentase penyembuhan luka antara keenam kelompok perlakuan. Pengambilan keputusan, jika Sig < 0,05, maka Ho ditolak, jika Sig > 0,05, maka Ho diterima. Pada Tabel 5.6 terlihat nilai Sig. 0.401 > 0.05, hal ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan varian persentase penyembuhan luka antara keenam kelompok perlakuan maka dapat disimpulkan bahwa data penelitian homogen. Berdasarkan uji kenormalan dan kehomogenan diketahui data persentase penyembuhan tersebut terdistribusi normal dan homogen, maka telah memenuhi syarat untuk dilakukan uji menggunakan Anova. Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan Analysis of Variance (Anova). Anova merupakan lanjutan dari uji-t independen dimana kita memiliki dua kelompok percobaan atau lebih, yang digunakan untuk membandingkan mean dari dua kelompok atau lebih sampel independen
(bebas). Berikut hasil output uji Anova sepertti yang tercantum pada Tabel 4.4 dibawah ini : Tabel 5.7. Hasil Uji Anova
Between Groups
Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
3894.176
5
778.835
17.269
.000
Hipotesis pada penelitian ini sebagai berikut Ho: Tidak ada perbedaan signifikan rata-rata prosentase penyembuhan luka antar semua kelompok perlakuan, dan Ha: Ada perbedaan signifikan rata-rata prosentase penyembuhan luka antar semua kelompok perlakuan. Statistik uji-F yang digunakan dalam One Way ANOVA dihitung dengan rumus (k1), uji F dilakukan dengan membandingkan nilai Fhitung (hasil output) dengan nilai Ftabel. Sedangkan derajat bebas yang digunakan dihitung dengan rumus (n-k), dimana k adalah jumlah kelompok sampel, dan n adalah jumlah sampel. F tabel (5,26) adalah 2.59 Hasil uji One Way ANOVA yang telah dilakukan mengindikasikan bahwa uji-F signifikan pada kelompok uji, ini ditunjukkan oleh nilai Fhitung sebesar 17.269 yang lebih besar daripada F(5.26) sebesar 2.59 (Fhitung > Ftabel), kemudian diperkuat dengan nilai Sig. 0.000 lebih kecil daripada nilai kritik α=0,05. Berdasarkan uji ANOVA diatas, dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak dimana terdapat perbedaan signifikan rata-rata prosentase penyembuhan luka antar semua kelompok perlakuan. Setelah Uji ANOVA dilakukan, dilanjutkan dengan uji
Post Hoc Tukey HSD
dengan hasil output seperti tercantum pada Tabel 5.8
Tabel 5.8. Hasil Uji Post Hoc Tukey HSD
Perlakuan
Perlakuan
Sig.
Hipotesis
Kesimpulan
kontrol positif
kontrol negatif
.000
p < 0.05
Berbeda bermakna
konsentrasi 20%
.000
p < 0.05
Berbeda bermakna
konsentrasi 40%
.001
p < 0.05
Berbeda bermakna
konsentrasi 60%
.799
p > 0.05
Tidak berbeda bermakna
konsentrasi 80%
.048
p < 0.05
Berbeda bermakna
kontrol positif
.000
p < 0.05
Berbeda bermakna
konsentrasi 20%
.929
p > 0.05
Tidak berbeda bermakna
konsentrasi 40%
.155
p > 0.05
Tidak berbeda bermakna
konsentrasi 60%
.000
p < 0.05
Berbeda bermakna
konsentrasi 80%
.003
p < 0.05
Berbeda bermakna
kontrol negatif
Tukey HSD digunakan untuk mengetahui perbedaan antar kelompok. Hasil uji Tukey HSD pada taraf kepercayaan 95% menunjukkan perbedaan nyata pada kelompok kontrol negatif bila dibandingkan dengan kelompok kontrol positif dan kelompok perlakuan perasan buah kepel konsentrasi 60% dan 80%. Adanya perbedaan bermakna tersebut menunjukkan bahwa povidon iodum (kontrol positif) dan perasan buah kepel konsentrasi 60% dan 80% mempunyai efek penyembuhan luka. Dengan menggunakan parameter persen penyembuhan luka efektifitas perasan buah kepel konsentrasi 60% lebih baik bila dibandingkan dengan konsentrasi 80%. Berdasarkan Uji Post Hoc Tukey HSD diatas juga terlihat bahwa pada kelompok kontrol positif bila dibandingkan dengan kelompok perlakuan perasan buah kepel konsentrasi 60% mempunyai nilai Sig. > 0.05, hal ini menunjukan tidak ada perbedaan yang bermakna efektifitas penyembuhan luka antara perasan buah kepel konsentrasi 60% dengan
Betadine® (Povidon Iodine), maka dapat disimpulkan bahwa perasan buah kepel konsentrasi 60% mempunyai efektifitas yang sebanding dengan Betadine® (Povidon Iodine). Adanya kandungan kimia seperti flavanoid dan saponin diduga dapat memberikan efek penyembuhan luka. Adapun mekanisme kerja dari flavonoid yaitu melancarkan peredaran darah ke seluruh tubuh dan mencegah terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah, mengandung antiinflamasi,
juga berfungsi sebagai antioksidan, dan membantu
mengurangi rasa sakit jika terjadi pendarahan atau pembengkakan (Wahyuningsih,S., dkk, 2006). Saponin merupakan senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan spesies tanaman yang berbeda, terutama tanaman dikotil dan berperan sebagai bagian dari sistem pertahanan tanaman tersebut.Golongan senyawa ini tersebar luas dalam tumbuhan tinggi. Saponin seperti sabun membentuk lautan koloidal dalam air dan membentuk busa bila digojog, berasa pahit bila digigit. Saponin diketahui mempunyai efek sebagai antimikroba (Morrissey, J.P. and A.E. Osbourn. 1999). Manfaat flavonoid antara lain adalah untuk melindungi struktur sel, anti inflamasi, dan sebagai antibiotik. Flavonoid dapat berperan secara langsung sebagai antibiotik dengan menggangu fungsi dari mikroorganisme seperti bakteri dan virus (Lenny, 2006). Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba (sumber anti-bakteri dan anti virus), meningkatkan sistem kekebalan tubuh, meningkatkan vitalitas, kadar gula dalam darah, mengurangi penggumpalan darah, dan saponin juga mempengaruhi kolagen (tahap awal perbaikan jaringan) yaitu dengan menghambat produksi jaringan luka yang berlebihan. Saponin triterpenoid merupakan saponin yang mempunyai efek penyembuh luka. Berfungsi meningkatkan perbaikan dan penguatan sel-sel kulit, stimulasi pertumbuhan kuku, rambut dan jaringan ikat (Kurniati. 2008). Kandungan tersebut yang menyebabkan
buah kepel memiliki kemampuan untuk mengurangi proses inflamasi dan mempercepat penyembuhan luka dibandingkan kelompok kontrol negatif. Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba (sumber antibakteri
dan
anti
virus),
meningkatkan
sistem
kekebalan
tubuh,
meningkatkan vitalitas, kadar gula dalam darah, mengurangi penggumpalan darah, dan saponin juga mempengaruhi kolagen (tahap awal perbaikan jaringan) yaitu dengan menghambat produksi jaringan luka yang berlebihan. Saponin triterpenoid merupakan saponin yang mempunyai efek penyembuh luka. Berfungsi meningkatkan perbaikan dan penguatan sel-sel kulit, stimulasi pertumbuhan kuku, rambut dan jaringan ikat (Kurniati. 2008). Kandungan tersebut yang menyebabkan buah kepel memiliki kemampuan untuk mengurangi proses inflamasi dan mempercepat penyembuhan luka dibandingkan kelompok kontrol negatif, dimana inflamasi adalah sebuah tahap awal dari respon normal untuk luka atau adanya infeksi, akan tetapi ketika inflamasi menjadi lebih luas dan lama hal itu dapat memperlambat proses penyembuhan atau bisa menyebabkan luka yang lebih berbahaya (Setyoadi & Sartika, 2010). Pada perasan buah kepel konsentrasi 80% terjadi penurunan efektifitas bila dibandingkan dengan perasan buah kepel konsentrasi 60% hal ini terjadi karena kenaikan konsentrasi berdampak pada semakin pekatnya larutan disisi lain kemampuan absorpsi dari kulit terbatas, sehingga tidak semua senyawa yang terdapat dalam larutan bisa terabsorpsi secara optimal walaupun dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Peningkatan konsentrasi seharusnya meningkatkan respon sebanding dengan konsentrasi yang ditingkatkan, akan tetapi dipenelitian ini justru mengalami penurunan diantara konsentrasi 60% sampai 80%, hal ini bisa diakibatkan karena telah tercapainya konsentrasi dan respon optimal dimana dengan peningkatan dosis sudah tidak dapat lagi meningkatkan respon. Senyawa dalam bahan alam tidak tunggal tetapi masih berupa kumpulan senyawa hal ini bisa menyebabkan interaksi antar senyawa sehingga bisa menurunkan aktivitas.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Perasan buah kepel konsentrasi 60% dan 80% memiliki aktivitas sebagai antiseptik luka. 2. Perasan buah kepel konsentrasi 60% memiliki aktivitas sebagai antiseptik luka paling efektif. B.
Saran 1. Perlu dilakukan uji aktivitas menggunakan ekstrak etanol. 2. Perlu dilakukan modifikasi bentuk sediaan menggunakan cream atau salep.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta. Buku Pegangan Kuliah (BPK). 1999. Anatomi Tumbuhan dan Botani Umum. Fakultas Pertanian Universitas Negeri Solo. Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. EGC. Jakarta. Francis, G., Z. Kerem, H.P.S. Makkar and K. Becker. 2002. The Biological Action Of Saponins In Animal System. British Journal Of Nutrition. 88:587-605. Harvey, C.2005.Wound Healing.Orthopaedic Nursing.24(2): 143-159. Hasbi. 2012. Uji Sensitivitas Perasan Daun Alpokat (Persea americana Miller) Terhadap Pseudomonas Sp Metode Invitro. Akademi Analis Ksehatan Banda Aceh. Indonesia Enterostomal Therapy Nurse Association (Inetna) & Tim Perawatan Luka Dan Stoma Rumah Sakit Dharmais. 2004. Perawatan Luka. Makalah Mandiri. Jakarta. Ismail.
2000. Luka Dan Perawatannya. Available at www.mailmkes.multiply.multiplycontent.com. Diakses 25 Maret 2013. 20.00 WIB.
Jackson, B.P., Snowdon, D.W. 1968. Powdered Vegetable Drugs “An Atlas Of Microscopy For Use In The Identification And Authentication Of Some Plant Materials Employed As Medicinal Agents”. J & A Churchill Ltd, Gloucester Place. London. Kurniati. 2008. Efek Ekstrak Etanol Daun Flamboyan (Delonix regia Raf.) Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Pada Kelinci (Oryctolagus cuniculus). Makassar: Universitas Hasanuddin. Kusmiati. 2006. “Produksi Beta 1,3 Glukan Dari Agrobacterium Dan Aktivitas Penyembuhan Luka Terbuka Pada Tikus Putih”. Makara Sains. Vol. 10. No. 1. April.
Lenny, Sofia. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenilpropanoida, dan Alkaloida. Karya Ilmiah. Departemen Kimia. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Mansjoer, Arif., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Media Aesculapius. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Morrissey, J.P. and A.E. Osbourn. 1999. Fungal Resistance to Plant Antibiotics as Mechanism of Pathogenesis, Microbiological and Molecular Biology Review. 63: 708-724 Morisson. M. J. 1992. A Colour Guide to The Nursing Management of Wound. Florida (EDS). Managemen Luka. Alih Bahasa: Tyasmono A.F. 2003. Jakarta: EGC. Hal. 3-4, Harvey, C.2005.Wound Healing.Orthopaedic Nursing.24(2): 143-159. Siswanto, dkk. 2012. Manfaat Plasma Nutfah Kepel (Stelechocarpus Burahol) Sebagai Tanaman Langka Dan Potensial. BPTP Yogyakarta. Available at http://yogya.litbang.deptan.go.id. Diakses tanggal 25 Maret 2013. Tisnadjaja, Djadjat., dkk. 2006. Pengkajian Burahol (Stelechocarpus Burahol (Blume) Hook & Thomson) Sebagai Buah Yang Memiliki Kandungan Senyawa Antioksidan. B i o d i v e r s i t a s. Vol 7. No 2. Jurusan Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Surakarta. Wahyuningsih, S. Soemardji, A.A. & Febiyanti, D. 2006.Efek Gel Lidah Buaya (Aloe barbadensis Mill )Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Eksperimen Pada Tikus Wistar Betina. Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXIX. 73-81. Walton,Robert L. 1990. Perawatan Luka Dan Penderita Perlukaan Ganda, Alih Bahasa. Sonny Samsudin. Cetakan I. EGC. Jakarta. Widodo, Nanang. 2007. Isolasi Dan Karakterisasi Senyawa Alkaloid Yang Terkandung Dalam Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus). Jurusan Kimia. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Semarang. Wikipedia. 2012. Kepel. Available at http://id.wikipedia.org/wiki/kepel. Diakses tanggal 25 Maret 2013
Masir, Oky. 2012. Pengaruh Cairan Cultur Filtrate Fibroblast (CFF) Terhadap Penyembuhan Luka; Penelitian Eksperimental Pada Rattus Norvegicus Galur Wistar. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol 1 (3). Morrissey, J.P. and A.E. Osbourn. 1999. Fungal Resistance to Plant Antibiotics as Mechanism of Pathogenesis, Microbiological and Molecular Biology Review. 63: 708-724
Lampiran I. Penggunaan Dana
Lampiran II. Hasil Pengukuran Diameter Luka KONTROL NEGATIF HARI HARI HARI HARI 0 KE-1 KE-7 KE-14 Tikus 1 2 2.8 2.7 2.5
HARI KE21 2.3
% PENYEMBUHAN LUKA 32.52
Tikus 2
2
3.2
2.92
2.8
2.63
32.45
Tikus 3
2
2.6
2.5
2.2
2.1
34.76
Tikus 4
2
2.3
2.16
2
2
24.38
Tikus 5
2
2
1.86
1.67
1.5
43.75
HARI KE21 1.36
% PENYEMBUHAN LUKA 61.78
KONTROL POSITIF HARI HARI HARI KE-1 KE-7 KE-14 2.2 1.87 1.6
Tikus 1
HARI 0 2
Tikus 2
2
2
1.84
1.5
1.1
69.75
Tikus 3
2
2.4
2.23
1.8
1.5
60.94
Tikus 4
2
2.5
2.3
1.84
1.35
70.84
Tikus 5
2
3
2.68
2.37
1.83
62.79
PERASAN 20% HARI HARI KE-1 KE-7 2.8 2.66
HARI KE-14 2.5
HARI KE21 2.3
% PENYEMBUHAN LUKA 32.52
Tikus 1
HARI 0 2
Tikus 2
2
2.6
2.4
2.3
2.1
34.76
Tikus 3
2
3
2.8
2.7
2.3
41.22
Tikus 4
2
3.1
2.8
2.63
2.4
40.06
Tikus 5
2
2.7
2.5
2.4
2.1
39.5
HARI KE-14 2.36
HARI KE21 2.07
% PENYEMBUHAN LUKA 36.61
PERASAN 40% HARI HARI KE-1 KE-7 2.6 2.5
Tikus 1
HARI 0 2
Tikus 2
2
2.4
2.2
1.9
1.73
48.04
Tikus 3
2
2.7
2.59
2.45
2.13
37.76
Tikus 4
2
2.2
2.05
1.87
1.42
58.34
Tikus 5
2
2.6
2.47
2.3
2
40.83
PERASAN 60% HARI HARI KE-1 KE-7 3.1 2.7
HARI KE-14 2.3
HARI KE21 1.8
% PENYEMBUHAN LUKA 66.28
Tikus 1
HARI 0 2
Tikus 2
2
3.3
2.9
2.5
2
63.26
Tikus 3
2
2.8
2.5
2.34
1.9
53.95
Tikus 4
2
2.8
2.52
2.3
2
48.98
Tikus 5
2
2.6
2.36
2
1.5
66.71
HARI KE-14 2.6
HARI KE21 2.3
% PENYEMBUHAN LUKA 41.22
PERASAN 80% HARI HARI KE-1 KE-7 3 2.83
Tikus 1
HARI 0 2
Tikus 2
2
2
1.86
1.54
1.3
57.75
Tikus 3
2
3.3
3.07
2.68
2.3
51.42
Tikus 4
2
2.8
2.66
2.2
1.86
55.87
Tikus 5
2
2.5
2.4
2.04
1.7
53.76
Lampiran III. Hasil Output data SPPS Tabel 1. Uji Distribusi Normal dengan Kolmogrov Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test PersenPenyemb uhanLuka N
30 a
Normal Parameters
Mean
48.7600
Std. Deviation Most Extreme Differences
13.09985
Absolute
.151
Positive
.151
Negative
-.090
Kolmogorov-Smirnov Z
.826
Asymp. Sig. (2-tailed)
.502
a. Test distribution is Normal.
Tabel 2. Rerata dan Standar Deviasi Descriptives PersenPenyembuhanLuka 95% Confidence Interval for Mean Std. N
Mean
Deviation Std. Error
Lower
Upper
Bound
Bound
Minimum Maximum
Aquadest
5
33.5720
6.92570
3.09727
24.9726
42.1714
24.38
43.75
Betadine
5
65.2200
4.69474
2.09955
59.3907
71.0493
60.94
70.84
Perasan 20%
5
37.6120
3.76289
1.68281
32.9398
42.2842
32.52
41.22
Perasan 40%
5
44.3160
9.01466
4.03148
33.1228
55.5092
36.61
58.34
Perasan 60%
5
59.8360
7.95296
3.55667
49.9611
69.7109
48.98
66.71
Perasan 80%
5
52.0040
6.47460
2.89553
43.9647
60.0433
41.22
57.75
30
48.7600
13.09985
2.39169
43.8684
53.6516
24.38
70.84
Total
Tabel 3. Uji Homogenitas Test of Homogeneity of Variances PersenPenyembuhanLuka Levene Statistic
df1
1.071
df2 5
Sig. 24
.401
Tabel 4. Uji ANOVA ANOVA PersenPenyembuhanLuka Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
3894.176
5
778.835
Within Groups
1082.398
24
45.100
Total
4976.574
29
F 17.269
Sig. .000
Tabel 5. Uji Post Hoc Multiple Comparisons PersenPenyembuhanLuka Tukey HSD (I)
(J)
95% Confidence Interval
KelompokPerlak KelompokPerlak Mean Difference uan
uan
(I-J)
Aquadest
Betadine
-31.64800
*
4.24735
.000
-44.7805
-18.5155
Perasan 20%
-4.04000
4.24735
.929
-17.1725
9.0925
Perasan 40%
-10.74400
4.24735
.155
-23.8765
2.3885
Perasan 60%
-26.26400
*
4.24735
.000
-39.3965
-13.1315
Perasan 80%
-18.43200
*
4.24735
.003
-31.5645
-5.2995
*
4.24735
.000
18.5155
44.7805
*
4.24735
.000
14.4755
40.7405
Betadine
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
Aquadest
31.64800
Perasan 20%
27.60800
Perasan 40%
20.90400
*
4.24735
.001
7.7715
34.0365
Perasan 60%
5.38400
4.24735
.799
-7.7485
18.5165
Perasan 80%
13.21600
*
4.24735
.048
.0835
26.3485
Perasan 20%
Perasan 40%
Perasan 60%
Perasan 80%
Aquadest
4.04000
4.24735
.929
-9.0925
17.1725
Betadine
-27.60800
*
4.24735
.000
-40.7405
-14.4755
Perasan 40%
-6.70400
4.24735
.620
-19.8365
6.4285
Perasan 60%
-22.22400
*
4.24735
.000
-35.3565
-9.0915
Perasan 80%
-14.39200
*
4.24735
.026
-27.5245
-1.2595
Aquadest
10.74400
4.24735
.155
-2.3885
23.8765
Betadine
-20.90400
*
4.24735
.001
-34.0365
-7.7715
Perasan 20%
6.70400
4.24735
.620
-6.4285
19.8365
Perasan 60%
-15.52000
*
4.24735
.014
-28.6525
-2.3875
Perasan 80%
-7.68800
4.24735
.478
-20.8205
5.4445
Aquadest
26.26400
*
4.24735
.000
13.1315
39.3965
Betadine
-5.38400
4.24735
.799
-18.5165
7.7485
*
4.24735
.000
9.0915
35.3565
Perasan 20%
22.22400
Perasan 40%
15.52000
*
4.24735
.014
2.3875
28.6525
Perasan 80%
7.83200
4.24735
.458
-5.3005
20.9645
*
4.24735
.003
5.2995
31.5645
*
4.24735
.048
-26.3485
-.0835
Aquadest
18.43200
Betadine
-13.21600
Perasan 20%
14.39200
*
4.24735
.026
1.2595
27.5245
Perasan 40%
7.68800
4.24735
.478
-5.4445
20.8205
Perasan 60%
-7.83200
4.24735
.458
-20.9645
5.3005
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran IV. Foto Kegiatan Penelitian
Lampiran IV. Surat Keterangan Publikasi di Seminar Nasional