LAPORAN FIELDTRIP GEOLOGI STRUKTUR DAN WELL LOGGING
Disusun oleh :
Wulan Puji Rahayu
1107045024
JURUSAN FISIKA KBK GEOFISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2014
1
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan restunyalah maka kami dapat menyelesaikan berbentuk laporan data hasil pengamatan yang telah dilakukan pada saat praktikum lapangan. Dari data hasil pengamatan bisa kita kembangkan dengan banyak pemanfaatan yang bisa digunakan dalam penelitian selanjutnya yang mana bisa sebagai pelengkap data maupun sebagai acuan dalam pengamatan selanjutnya. Ucapan terima kasih tak lupa kami hanturkan kepada dosen Pembimbing yang telah memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk belajar dengan memberikan ilmunya demi kemajuan kami. Penyusunan laporan data pengamatan ini tentunya tidak luput dari kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja oleh karenanya diharapkan adanya saran dari pembaca untuk perbaikan laporan ke arah yang lebih baik lagi. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.
Samarinda, 13 Maret 2014
Penulis,
2
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR…………………………………………......................
2
DAFTAR ISI………………………………………………………………….
3
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang……………………………………………..........
4
1.2
Tujuan Percobaan………………………………………….........
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Batuan……………………………………………………..........
6
2.2
Jenis Batuan……………………………………………….........
6
2.3
Struktur Batuan Sedimen…………………………………..........
7
2.3.1 Struktur Sedimen Pengendapan……………………........
7
2.3.2 Struktur Sedimen Erosional…………………………......
8
2.3.3 Struktur Sedimen Pasca Pengendapan..............................
9
2.3.4 Struktur Sedimen Biogenik………………………….......
10
Pengertian Well Logging..............................................................
11
2.4.1 Pengertian Log dan Well Logging....................................
1
2.4.2 Macam – macam metode yang digunakan untuk
11
2.4
2.5
memperoleh data log...............................................................
12
Macam-Macam Log......................................................................
16
2.5.1 Log Natural Gamma Ray..................................................
16
2.5.2 Karakteristik Gamma Ray................................................
16
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN 3.1 Waktu dan Tempat………………………………………...............
18
3.2 Alat………………………………………………………...............
18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Foto Pengamatan dan Pendiskkripsian………………………..............
19
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan………………………………………………..............
25
5.2 Saran………………………………………………………............
25
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Secara umum geologi merupakan ilmu yang mempelajari bumi, komposisi bumi, struktur bumi, sifat-sifat fisik bumi, sejarahnya dan proses pembentukannya. Ilmu geologi sangatlah penting dalam kehidupan. Hal ini dikarenakan ilmu geologi biasa digunakan untuk mengidentifikasi keadaan dibawah bumi. Kalimantan merupakan daerah yang memiliki tektonik yang kompleks. Adanya interaksi konvergen atau kolisi antara 3 lempeng utama, yakni lempeng IndoAustralia, Lempeng Pasifik dan Lempeng Asia yang membentuk daerah timur Kalimantan (Hamilton, 1979). Evolusi tektonik dari Asia Tenggara dan sebagian Kalimantan yang aktif menjadi bahan perbincangan antara ahli-ahli ilmu kebumian. Pada jaman Kapur Bawah, bagian dari continental passive margin di daerah Barat daya Kalimantan, yang terbentuk sebagai bagian dari lempeng Asia Tenggara yang dikenal sebagai Paparan Sunda. Struktur geologi di wilayah Kota Samarinda telah mengalami perubahan yang ditandai dengan adanya patahan. Formasi ini terdiri dari grewake, batu pasir kwarsa, batu gamping, batu lempeng, dan tufa dasistik dengan sisipan batu bara. Batuan adalah semua bahan yang menyusun kerak bumi dan merupakan suatu agregat (kumpulan) mineral mineral yang telah menghablur. Tanah dan bahan lepas lainnya yang merupakan hasil pelapukan kimia maupun mekanis serta proses erosi tidak termasuk batuan, tetapi disebut dengan “Aluvial deposit”. Batuan umumnya diklasifikasikan berdasarkan komposisi mineral dan kimia, dengan tekstur partikel unsur dan oleh proses yang membentuk mereka. Ciri - ciri ini mengklasifikasikan batuan menjadi beku, sedimen, dan metamorf. Salah satu jenis batuan yang kita kenal adalah batuan sedimen dan termasuk batuan yang paling banyak ditemui dikota samarinda. Pada praktikum kuliah lapangan kita mengidentifikasi singkapan yang berada di samarinda khususnya di daerah lempake dan ringroed serta mengetahui interpretasi dimasa lalu dan dampak positif dan negatifnya.
4
1.2
Tujuan
1.
Mengetahui jenis-jenis batuan dan mengklasifikasikan batuan-batuan di daerah tersebut.
2.
Mengetahui interpretasi yang terjadi di masa lalu dan sekarang.
3.
Mengetahui dampak positif dan negatif pada daerah tersebut.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Batuan Dalam geologi, batu adalah benda padat yang tebuat secara alami
dari mineral dan atau mineraloid. Lapisan luar padat Bumi, litosfer, terbuat dari batu. Dalam batuan umumnya adalah tiga jenis, yaitu batuan beku, sedimen, dan metamorf. Penelitian ilmiah batuan disebut petrologi, dan petrologi merupakan komponen penting dari geologi. Dalam bangunan batu biasanya dipakai pada pondasi bangunan untuk bangunan dengan ketinggian kurang dari 10 meter, Batu juga dipakai untuk memperindah fasade bangunan dengan memberikan warna dan tekstur unik dari batu alam.
Gambar 2.1 Bebatuan disepanjang sungai di dekat Orosí, Kosta Rika.
2.2
Jenis Batuan
Batuan umumnya diklasifikasikan berdasarkan komposisi mineral dan kimia, dengan tekstur partikel unsur dan oleh proses yang membentuk mereka. Ciri - ciri ini mengklasifikasikan batuan menjadi beku, sedimen, dan metamorf. Mereka lebih diklasifikasikan berdasarkan ukuran partikel yang membentuk mereka. Transformasi dari satu jenis batuan yang lain digambarkan oleh model geologi. Pengkelasan ini dibuat dengan berdasarkan: 1.
kandungan mineral yaitu jenis-jenis mineral yang terdapat di dalam batu ini.
2.
tekstur batu, yaitu ukuran dan bentuk hablur-hablur mineral di dalam batu
3.
struktur batu, yaitu susunan hablur mineral di dalam batu.
4.
proses pembentukan
6
Gambar 2.2 Batu Koral yang dapat kita temui di pinggir sungai.
2.3
Struktur Batuan Sedimen
Struktur sedimen termasuk ke dalam struktur primer yaitu struktur yang terbentuk pada saat pembentukan batuan (pada saat sedimentasi). Pembagian struktur sedimen : 2.3.1
Struktur Sedimen Pengendapan
Adalah struktur sedimen yang terjadi pada saat pengendapan batuan sedimen. Perlapisan merupakan suatu bidang kesamaan waktu yang dapat ditunjukan oleh perbedaan besar butir atau warna dari bahan penyusunnya. Dikatakan perlapisan bila tebalnya > 1 cm dan dikatakan sebagai laminasi bila tebalnya < 1 cm. Perlapisan dapat dibagi menjadi 4 macam : 1)
2)
3)
4)
Perlapisan/laminasi sejajar (Paralel Bedding/Lamination) : Bentuk lapisan/ laminasi batuan yang tersusun secara horisontal dan saling sejajar satu dengan yang lainnya. Perlapisan/laminasi silang siur (Cross Bedding/Lamination) : Bentuk lapisan/ laminasi yang terpotong pada bagian atasnya oleh lapisan/laminasi berikutnya dengan sudut yang berlainan dalam satu satuan perlapisan. Perlapisan bersusun (Graded Bedding) : Perlapisan batuan yang dibentuk oleh gradasi butir yang makin halus ke arah atas (normal graded bedding) atau gradasi butir yang makin kasar ke arah atas (reverse graded bedding). Normal graded bedding dapat dipakai untuk menentukan top atau bottom lapisan batuan. Gelembur gelombang (current ripple) : Bentuk permukaan perlapisan bergelombang karena adanya arus sedimentasi.
7
2.3.2
Struktur Sedimen Erosional
Adalah struktur sedimen yang terjadi akibat proses erosi pada saat pengendapan batuan sedimenDapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu: 1)
Flute cast : struktur sedimen berbentuk seruling dan terdapat pada dasar suatu lapisan, dapat dipakai untuk menentukan arus purba.
Gambar 2.6 Flute casts, in the Jurassic Fernie Formation
2)
Groove Marks, Gutter Cast, Impack Marks, Channels and Scours, dll
8
Casts pada bagian bawah lapisan :
Pointed Flute Cast
Bulbous Flute Cast
Grove Cast
Flute Mark
Impact Mark
2.3.3
Struktur Sedimen Pasca Pengendapan
Merupakan struktur sedimen yang terjadi setelah pengendapan batuan sedimen.
Load cast : struktur sedimen terbentuk pada permukaan lapisan akibat pengaruh beban sedimen di atasnya.
Convolute Bedding: bentuk liukan pada batuan sedimen akibat proses deformasi.
Sandstone dike : lapisan pasir yang terinjeksikan pada lapisan sedimen di atasnya akibat proses deformasi. Contoh lain : Ball-and-Pillow Structures, Dish-and-Pillar Structure, Stylolites, dll.
Gambar 2.7 Convulte laminations on salts spring island
9
Gambar 2.8 Convolute bedding appears as highly contorted folded and disrupted layers
Gambar 2.9 Load casts in Creston Formation, B.C
2.3.4 Struktur Sedimen Biogenik Merupakan struktur sedimen yang terjadi akibat proses biogenik/organisme. Fosil Jejak (Trace Fossils) : 1.
Tracks (jejak berupa tapak organisme)
2.
Trails (jejak berupa seretan bagian tubuh organisme)
3.
Burrows (lubang atau bahan galian hasil aktivitas organisme)
4.
Mold (cetakan bagian tubuh organisme)
5.
Cast (cetakan dari mold)
6.
Resting, Crawling and Grazing Traces Dwelling, Feeding and Escape Burrows
10
Boring adalah lubang akibat aktivitas pengeboran organisme pada lapisan batuan (batuan relatif lebih keras dibandingkan pada burrows). 2.4 Pengertian Well Logging 2.4.1 Pengertian Log dan Well Logging Log adalah suatu grafik kedalaman (bisa juga waktu), dari satu set data yang menunjukkan parameter yang diukur secara berkesinambungan di dalam sebuah sumur (Harsono, 1997). Kegiatan untuk mendapatkan data log disebut „logging‟ Logging memberikan data yang diperlukan untuk mengevaluasi secara kuantitatif banyaknya hidrokarbon di lapisan pada situasi dan kondisi sesungguhnya. Kurva log memberikan informasi yang dibutuhkan untuk mengetahui sifat – sifat batuan dan cairan. Well logging dalam bahasa Prancis disebut carrotage electrique yang berarti “electrical coring”, hal itu merupakan definisi awal dari well logging ketika pertama kali ditemukan pada tahun 1927. Saat ini well logging diartikan sebagai “perekaman karakteristik dari suatu formasi batuan yang diperoleh melalui pengukuran pada sumur bor” (Ellis & Singer,2008). Well logging mempunyai makna yang berbeda untuk setiap orang bor (Ellis & Singer,2008). Bagi seorang geolog, well logging merupakan teknik pemetaan untuk kepentingan eksplorasi bawah permukaan. Bagi seorang petrofisisis, well logging digunakan untuk mengevaluasi potensi produksi hidrokarbon dari suatu reservoar. Bagi seorang geofisisis, well logging digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh melalui seismik. Seorang reservoir enginer menggunakan well log sebagai data pelengkap untuk membuat simulator. Kegunaan utama dari well logging adalah untuk mengkorelasikan pola – pola electrical conductivity yang sama dari satu sumur ke sumur lain kadang – kadang untuk area yang sangat luas bor (Ellis & Singer,2008). Saat ini teknologi well logging terus berkembang sehingga dapat digunakan untuk menghitung potensi hidrokarbon yang terdapat di dalam suatu formasi batuan. Log adalah suatu grafik kedalaman (bisa juga waktu), dari satu set data yang menunjukkan parameter yang diukur secara berkesinambungan di dalam
11
sebuah sumur (Harsono, 1997). Log elektrik pertama kali digunakan pada 5 September 1927 oleh H. Doll dan Schlumberger bersaudara pada lapangan minyak kecil di Pechelbronn, Alsace, sebuah propinsi di timur laut Prancis (Ellis & Singer,2008). Log terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Pada tahun 1929 log resistivitas mulai digunakan, disusul dengan kehadiran log SP tiga tahun kemudian, selanjutnya log neutron digunakan pada tahun 1941 disusul oleh kehadiran
mikrolog,laterolog,
dan
log
sonic
pada
tahun
1950-an
(Schlumberger,1989). 2.4.2 Macam – macam metode yang digunakan untuk memperoleh data log Ellis & Singer (2008) membagi metode yang digunakan untuk memperoleh data log menjadi dua macam, yaitu : a.
Wireline Logging
Pada wireline logging, hasil pengukuran akan dikirim ke permukaan melalui kabel (wire).Instrumen – instrumen yang terdapat pada alat ini adalah (Ellis & Singer,2008) : 1.
Mobile laboratory
2.
Borehole
3.
Wireline
4.
Sonde Untuk menjalankan wireline logging, lubang bor harus dibersihkan dan
distabilkan terlebih dahulu sebelum peralatan logging dipasang (Bateman,1985). Hal yang pertama kali dilakukan adalah mengulurkan kabel ke dalam lubang bor hingga kedalaman maksimum lubang bor tersebut (Bateman,1985). Sebagian besar log bekerja ketika kabel tersebut ditarik dari bawah ke atas lubang bor. Kabel tersebut berfungsi sebagai transmiter data sekaligus sebagai penjaga agar alat logging berada pada posisi yang diinginkan (Bateman,1985). Bagian luar kabel tersusun atas galvanized steel sedangkan bagian dalamnya diisi oleh konduktor listrik (Ellis & Singer,2008). Kabel tersebut digulung dengan menggunakan motorized drum yang digerakkan secara manual selama logging berlangsung (Ellis & Singer,2008).
12
Drum tersebut menggulung kabel dengan kecepatan antara 300 m/jam (1000 ft/jam) hingga 1800 m/jam (6000 ft/jam) tergantung pada jenis alat yang digunakan (Ellis & Singer,2008). Kabel logging mempunyai penanda kedalaman (misalnya tiap 25 m) yang dicek secara mekanik namun koreksi kedalaman harus dilakukan akibat tegangan kabel dan pengaruh listrik (Bateman,1985). Biaya sewa rig yang mahal dan logging pada sumur bor yang harus dilakukan dengan seketika membuat alat logging modern saat ini dirancang agar bisa menjalankan beberapa fungsi sekaligus. Rangkaian triple-combo yang dimiliki oleh Schlumberger misalnya dapat mengukur resistivitas, densitas, mikroresistivitas, neutron, dan gamma ray sekaligus (Harsono,1997). Apabila rangkaian tersebut ditambahi dengan alat Sonik maka rangkaian yang dihasilkan disebut
rangkaian super-combo (Harsono,1997).
Kedua
rangkaian
tersebut
mampu bekerja dengan kecepatan 1800 ft/jam (Harsono,1997). Data yang didapat melalui berbagai alat logging yang berbeda tersebut kemudian diolah oleh CSU (Cyber service unit). CSU merupakan sistem logging komputer terpadu di lapangan yang dibuat untuk kepentingan logging dengan menggunakan program komputer yang dinamakan cyberpack (Harsono,1997). Sistem komputer CSU merekam, memproses dan menyimpan data logging dalam bentuk digital dengan format LIS (Log Information Standard), DLIS (Digital Log-Interchange Standard) atau ACSII (Harsono,1997). CSU juga berfungsi menampilkan data log dalam bentuk grafik (Harsono,1997). Sistem komputer terbaru yang digunakan oleh Schlumberger adalah MAXIS (Multiasking Acquisition and Imaging System). Sistem ini mampu mentransmisikan
data
lebih
cepat
dari
sistem
CSU.
Tidak
seperti
sistem logging lainnya, sistem MAXIS mempunyai kemampuan menampilkan gambar atau citra berwarna dari data-data yang diukur dengan alatalat logging generasi
baru (Harsono,1997).
Gambar
atau
citra data ini
mempermudah karakterisasi reservoar dan interpretasi data di lapangan. Dari kiri ke kanan, dipmeter, alat sonik, alat densitas, dan dipmeter dengan banyak elektroda (Ellis & Singer,2008). Darling (2005) menyebutkan sejumlah kelebihan wireline logging sebagai berikut:
13
Mampu melakukan pengukuran terhadap kedalaman logging secara otomatis
Kecepatan transmisi datanya lebih cepat daripada LWD, mampu mencapai 3 Mb/detik.
Wireline logging juga mempunyai sejumlah kekurangan (Darling,2005) yaitu:
Sulit digunakan pada horizontal & high deviated well karena menggunakan kabel
Informasi yang didapat bukan merupakan real-time data
b.
Logging While Drilling Logging while drilling (LWD) merupakan suatu metode pengambilan data
log dimanalogging dilakukan bersamaan dengan pemboran (Harsono,1997). Hal ini dikarenakan alatlogging tersebut ditempatkan di dalam drill collar. Pada LWD,
pengukuran
dilakukan
secara real
time oleh measurement
while
drilling (Harsono,1997).. Alat LWD terdiri dari tiga bagian yaitu: sensor logging bawah lubang bor, sebuah sistem transmisi data, dan sebuah penghubung permukaan (lihat gambar 3.3). Sensor loggingditempatkan di belakang drill bit, tepatnya pada drill collars (lengan yang berfungsi memperkuat drill string) dan aktif selama pemboran dilakukan (Bateman,1985). Sinyal kemudian dikirim ke permukaan dalam format digital melalui pulse telemetry melewati lumpur pemboran dan kemudian ditangkap oleh receiver yang ada di permukaan (Harsono,1997). Sinyal tersebut lalu dikonversi dan log tetap bergerak dengan pelan selama proses pemboran. Logging berlangsung sangat lama sesudah pemboran dari beberapa menit hingga beberapa jam tergantung pada kecepatan pemboran dan jarak antara bit dengan sensor di bawah lubang bor (Harsono,1997). Layanan yang saat ini disediakan oleh perusahaan penyedia jasa LWD meliputi gamma ray, resistivity, densitas, neutron, survei lanjutan (misalnya sonik). Tipe log tersebut sama (tapi tidak identik) dengan log sejenis yang digunakan pada wireline logging. Secara umum, log LWD dapat digunakan sama baiknya dengan log wireline logging dan dapat diinterpretasikan dengan cara yang
14
sama pula (Darling,2005). Meskipun demikian, karakteristik pembacaan dan kualitas data kedua log tersebut sedikit berbeda. Menurut Darling (2005), alat LWD mempunyai sejumlah keunggulan dibandingkan denganwireline logging yaitu:
Data yang didapat berupa real-time information Informasi tersebut dibutuhkan untuk membuat keputusan penting selama pemboran dilakukan seperti menentukan arah dari mata bor atau mengatur casing.
Informasi yang didapat tersimpan lebih aman Hal ini karena informasi tersebut disimpan di dalam sebuah memori khusus yang tetap dapat tetap diakses walaupun terjadi gangguan pada sumur.
Dapat digunakan untuk melintas lintasan yang sulit LWD tidak menggunakan kabel sehingga dapat digunakan untuk menempuh lintasan yang sulit dijangkau oleh wireline logging seperti pada sumur horizontal atau sumur bercabang banyak (high deviated well).
Menyediakan data awal apabila terjadi hole washing-out atau invasi
Data LWD dapat disimpan dengan menggunakan memori yang ada pada alat dan baru dilepas ketika telah sampai ke permukaan atau ditransmisikan sebagai pulsa pada mud
column secara real-time pada
saat
pemboran
berlangsung
(Harsono,1997). Berkaitan dengan hal tersebut terdapat Darling (2005) menyebutkan sejumlah kelemahan dari LWD yang membuat penggunaannya menjadi terbatas yaitu:
Mode pemboran: Data hanya bisa ditransmisikan apabila ada lumpur yang dipompa melewati drillstring.
Daya tahan baterai: tergantung pada alat yang digunakan pada string, biasanya hanya dapat bekerja antara 40-90 jam
Ukuran memori: Sebagian besar LWD mempunyai ukuran memori yang terbatas hingga beberapa megabit. Apabila memorinya penuh maka data akan mulai direkam di atas data yang sudah ada sebelumnya. Berdasarkan sejumlah parameter yang direkam, memori tersebut penuh antara 20-120 jam
15
Kesalahan alat: Hal ini bisa menyebabkan data tidak dapat direkam atau data tidak dapat ditransmisikan.
Kecepatan data: Data ditransmisikan tanpa kabel, hal ini membuat kecepatannya menjadi sangat lambat yaitu berkisar antara 0,5-12 bit/s jauh dibawah wireline logging yang bisa mencapai 3 Mb/s.
2.5. MACAM – MACAM LOG 2.5.1 Log Natural Gamma Ray Sesuai dengan namanya, Log Gamma Ray merespon radiasi gamma alami pada suatu formasi batuan (Ellis & Singer,2008). Pada formasi batuan sedimen, log ini biasanya mencerminkan kandungan unsur radioaktif di dalam formasi. Hal ini dikarenakan elemen radioaktif cenderung untuk terkonsentrasi di dalam lempung dan serpih. Formasi bersih biasanya mempunyai tingkat radioaktif yang sangat rendah, kecuali apabila formasi tersebut terkena kontaminasi radioaktif misalnya dari debu volkanik atau granit (Schlumberger,1989). Log
GR
dapat
digunakan
pada
sumur
yang
telah
di-
casing (Schlumberger,1989). Log GR juga sering digunakan bersama-sama dengan log SP (lihat gambar 4.1) atau dapat juga digunakan sebagai pengganti log SP pada sumur yang dibor dengan menggunakan salt mud, udara, atau oil-base mud (Schlumberger,1989).
2.5.2 Karakteristik Gamma Ray Gamma ray dihasilkan oleh gelombang elektromagnetik berenergi tinggi yang dikeluarkan secara spontan oleh elemen radioaktif (Schlumberger,1989). Hampir semua radiasi gamma yang ditemukan di bumi berasal dari isotop potassium yang mempunyai berat atom 40 (K40) serta unsur radioaktif uranium dan thorium (Schlumberger,1989). Setiap unsur tersebut menghasilkan gamma rays dengan jumlah dan energi yang berbeda untuk masing – masing unsur. Potassium (K40) mengeluarkan
16
gamma ray sebagai energi tunggal pada 1,46 MeV, sedangkan uranium dan thorium mengeluarkan berbagai variasi gamma ray (Ellis & Singer,2008) . Untuk melewati suatu materi, gamma ray bertumbukan dengan atom dari zat penyusun formasi (Ellis & Singer,2008). Gamma ray akan kehilangan energinya setiap kali mengalami tumbukan, Setelah energinya hilang, gamma ray diabsorbsi oleh atom formasi melalui suatu proses yang disebut efek fotoelektrik (Ellis & Singer,2008). Jadi gamma ray diabsorbsi secara gradual dan energinya mengalami reduksi setiap kali melewati formasi. Laju absorbsi berbeda sesuai dengan densitas formasi (Schlumberger,1989). Formasi dengan jumlah unsur radioktif yang sama per unit volum tapi mempunyai densitas yang berbeda akan menunjukkan perbedaan tingkat radioaktivitas Formasi yang densitasnya lebih rendah akan terlihat sedikit lebih radioaktif. Respon GR log setelah dilakukan koreksi terhadap lubang bor dan sebagainya sebanding dengan berat konsentrasi unsur radioaktif yang ada di dalam formasi (Schlumberger,1989).
17
BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Kuliah lapangan dilakukan pada hari Sabtu, tanggal 8 Maret 2014. Kuliah lapangan ini di mulai pukul 08.00 WITA – selesai dan bertempat di Jl. Perjuangan, seberang toko Shendy, depan tempat pembuatan batako dan singkapannya terbuka ke arah jalan ± 200 m dan berada di kaki bukit.
3.2 Alat 2. GPS 3. Palu Geologi 4. Kompas Geologi 5. Alat Tulis 6. Clip Board 7. Camera 8. Meteran
18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Geologi Struktur
Gambar 4.1 Singkapan Galian Quary
19
Gambar 4.2 Sketsa Singkapan Batuan
Pengamatan singkapan dilakukan pada hari Sabtu, tanggal 8 Maret 2014. Singkapan yang berada di Jl. Perjuangan di seberang toko Shendy, didepan tempat pembuatan batako, penggalian quary. Singkapan ini di dominasi oleh Batu Pasir. Susunannya terdiri atasBatu Pasir Kasar, Batu Pasir Halus, Batu Lempung, dan
20
ditemukan oksidasi besi yang melapisi batuan dengan strike dan dip N700 E290 Pada singkapan batuan, juga ditemukan rekahan-rekah Dampak negatif pada singkapan yang ditemukan merupakan galian batuan yang berpotensi longsor karena pembukaan singkapan bukit yang tegak dan searah dengan badan jalan yang mengakibatkan batuan-batuan yang tersusun kehilangan keseimbangan serta struktur batuan yang berlapis-lapis terutama pada lapisan batu lempung sewaktuwaktu dapat bergeser. Kondisi di lapangan, banyak sebagian pasir-pasir yang larut yang berada dibawah permukaan bukit. Interpretasi pada masa lampau adalah dahulunya lokasi ini aalah rawa. Ini tampak pada daerah sekitarnya ditumbuhi oleh jenis vegetasivegetasi tumbuhan yang umumnya hidup dan tumbuh di rawa. Dampak positif pada singkapan yang berada di Jl. Perjuangan adalah batuan-batuan ini dapat dijadikan pondasi bangunan. Sedangkan pasir yang hanyut ke bawah bukit dapat dijadikan sebagai bahan dasar dari pembuatan batako. Batu yang berada pada bukit tersebut, mengalami kompaksi selama berjutajuta tahun. Sehingga menjadi keras atau membatu. Dari kondisi di lapangan ditemukan batu pasir yang berwarna abu-abu. Hal ini menunjukkan bahwa batu pasir tersebut dalam keadaan segar. Sedangkan batu pasir yang berwarna kecoklatan menandakan bahwa batuan tersebut lapuk. Pada sdingkapan batuan ditemukan serpihan-serpihan tumbuhan berwarna hitam yang membatu. Serpihan tersebut biasa disebut carbonaceous laminated.
21
4.2 Pengamatan Well Logging
Gambar 4.3 Core yang diamati
22
Gambar 4.4 Singkapan Core
Pengamatan pada contoh singkapan diatas, merupakan pendeskripsian well logging. Pada set 1 panjangnya adalah 35 cm sedangkan pada set kedua adalah 66 23
cm. Pada set pertama, menurut pendiskripsian litologi, terdiri dari kira-kira 98% batu pasir dan 2% adalah carbonaceous laminated. Litologi qualifiernya adalah MC yaitu dari butiran sedang sampai butiran kasar. Corak dari set pertama adalah terang, berwarna abu-abu dan strukturnya berlapis-lapis. Singkapannya dalam keadaan segar. Ditemukan rekahan-rekahan pada singkapan tersebut. Dengan kemiringan 500. Tingkat kekerasannya adalah keras (solid). Sedimentology dari singkapannya ada 2 yaitu gradded bedding dan fining upwards. Pada singkapan di set 2, sama halnya dengan set pertama. Tetapi pada set kedua batu pasir hanya 80% sedangkan 20% terdiri dari carbonaceous laminated dan kerikil. Corak dari set pertama adalah terang, berwarna abu-abu dan strukturnya berlapis-lapis. Singkapannya dalam keadaan segar. Ditemukan rekahan-rekahan pada singkapan tersebut. Dengan kemiringan 400. Tingkat kekerasannya adalah keras (solid). Sedimentology dari singkapannya ada 2 yaitu gradded bedding dan fining upwards dengan kemiringan 100.
24
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan 1. Jenis batuan yang tersingkap di Jalan Perjuangan depan toko Shendy, tempat pembuatan batako sebagian besar merupakan batuan sedimen klastik karena dapat mengenal ukuran butir yang diantaranya adalah batu lempung, Batu Pasir yang terdiri dari pasir kasar dan pasir halus, serta laminasi carbonaceous laminated. 2. Interpretasi pada masa lalu dengan keadaan singkapan yang telah diidentifikasi adalah dahulunya merupakan rawa. Karena diliat dari keadaan sekitar banyak ditumbuhi vegetasi-vegetasi tumbuhan yang umumnya hidup di rawa. Sedangkan pada masa sekarang adalah pemukiman dan tempat penggalian batuan yang digunakan untuk bahan konstruksi bangunan, 3. Dampak positif dari singkapan adalah dapat digunakan sebagai campuran untuk pembuatan batako, dan juga dapat dijadikan sebagai pondasi bangunan sedangkan dampak negatifnya adalah dapat terjadi longsor karena pembukaan singkapan yang terlalu tegak dan dilapisannya terdapat batu lempung yang sewaktu-waktu-waktu dapat bergeser dan menyebabkan longsor.
5.2 Saran Sebaiknya pada kuliah lapangan selanjutnya tidak hanya didaerah samarinda saja tetapi juga di daerah Balikpapan, Badak yang daerahnya dekat dengan pantai sehingga dapat membedakan jenis-jenis batuan yang tersingkap di kedua daerah tersebut. Diharapkan pada praktikum selanjutnya dapat menggunakan alat-alat well logging agar pengamat dapat lebih mengerti lagi dalam hal penggunaan alatnya.
25
DAFTAR PUSTAKA Sapiie, Benyamin, dkk. 2009. GEOLOGI DASAR. Bandung: ITB. http://id.wikipedia.org/wiki/Batu (diakses pada tanggal 13 Januari 2014 pukul 19.59) http://id.wikipedia.org/wiki/Batuan_sedimen (diakses pada tanggal 13 Januari 2014 pukul 19.59) http://barkun.wordpress.com/2012/03/30/aplikasi-well-logging-dalam-evaluasiformasi-3/ (diakses pada tanggal 12 Maret 2014 pukul 11.57) Bateman, R.M., 1985, Open-hole Log Analysis & Formation Evaluation, International Human Resources Development Corporation, Boston. Darling, T, 2005, Well Logging and Formation Evaluation, Gulf Freeway, Texas. Ellis, D. V. & Singer, J. M., 2008, Well Logging for Earth Scientist 2nd Edition, Springer, Netherlands. Harsono, A, 1997, Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log, Schlumberger Oilfield Services, Jakarta. Rider, M, 1996, The Geological Interpretation of Well Logs 2nd Edition, Interprint Ltd, Malta. Schlumberger, 1989, Log Interpretation Principles/Aplication, Schlumberger Educational Services, Texas.
26