Aumaniora
LAPORAN BASIL PENELJTIAN DISERTASI DOKTOR
PERLTNDUNGAN HUKUM FOLKLOR BATAK KARO DITINJAU DARl HUKUM HAK CIPTA [NDONESI A DAN KONVENSl INTERNASlONAL
REll BUNG ANA PA, SH., M.HUM NIP: 19801015 200801 2 010
Dibiayai Oleh : DIPA UN IM"ED T .A. 2012 Nomor: 0649/023-04.2.01/0212012, Tanggal 09 Desember 2.011
FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSJT AS NEGERI MEDAN November 2012
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN DISERTASI DOKTOR
Judul Penelitian Hibah: Perlindungan Bukum Folklor Batak Karo Ditinjau Dari Bukum Bak Cipta Indonesia Dan Konvensi lntemasional Bidang rtmu (penelitian)•: Humaniora Ketua Peneliti a. Nama Lengkap : Reh Bungana PA, SH., M.Hum b. NIP : 19801015 200801 2010 c. NIDN d. Pangkat I Golongan : Penata Tingkat II Ill b c. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli f. Fakultas I Jurusan : FIS/ PPKn g. Pusat Penelitian : Lemlit Unimed : Jl. Willem Iskandar Pasar V Medan Estate h. Alamat lnstitusi : rei
[email protected] i. Telponlfaksle-mail Jumlah lim Peneliti : 1 orang : 11 bulan Lama kegiatan Biaya Penclitian : Rp. 45.000.000,Medan, 14 November 2012
PD~~1,
~A,
Rd> SH., M.H•m NIP 198010152008012010 Mengetahui : KetuaJ
PPKn
Ora usna Melianti, M.H. NIP.195910081986112001 etujui: elitian Unimed
orang, M.Sc, Ph.D 1986011001
2
PERLINDUNGAN HUKUM FOLKLOR BATAK KARO DITINJAU DARI H UKUM HAK CIPTA INDONESIA DAN KONVENSI INTERNASIONAL
Reb Bungana PA , SH.,M.Hum Ringkasan Hasil Pcnelitian
•
Fok'lls masalah penelitian ini adalah : apakah syarat-syarat dan bagaimana earn perl indungan folklor dilihat dari Konvensi·konvensi Intemasional temang Hak Kekayaan b'te lektual, bagaimanakah perlindungan folklor Batak Karo ditinjau dari Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002, bagaimanakah perlindungan folklor Batak Karo dalarn praktik sekarang dan bagaimanakah prospek pengaturan perlindungan folklor di Indonesia.· Tujuan renelitian ini adalah untuk mengetahui syarat-syarat dan cara pcrlindungan folklor dilihat dari Konvcnsi-konvensi lntemasional tentang Hak Kekayaan lntelektual, untuk meugetahui pcrlindungan folldor Barak Karo ditinjau dari Undang-Undang Hak Cipta No. I9 TaiJUn 2002, untuk mengctabui perlinduogan folklor Batak Karo dalam praktik sekarang dan untuk meogctahui prospek pengaturan perlindungan folklor di indonesia. Target peneli tian yang sudah tercapai adalah syarat-syarat dan cara perlindungan folklor dilihat dari Konvensi-koovensi lntemasional tentang Hak Kekay:::!n Intelcktual, pedindungan folklor Batak Karo ditinjau dari Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002, perlindungan folk lor Batak Karo dalam praktik sekarang dan prospek pengaturan perlinduogan folklor di Indonesia. Metodc yang digunakan dalam penelitian ini adalah mctode penelitian hukum normatif empiris yaim penelitiru~ di bidang hukum yang benujuan mencari kaedah hukum, norma atau das. So/len, dan dilengkapi dengan penelitian terhadap nilai-nilai huk'llm yang tu mbu h dan berkembang cialarn mnsyarakat. Pcnelitian nonuatif-empiris ini bersifat deskriptif-analitis. Kesimpulan dalam penelitian adalah (l) syarat- syarat dan cara pcrliodungan folklor tidak ada yang sama atau scragam mcnurut konver.si internasional. Masing·masing konvensi mcruberikan definisi dan/syarat yang berbeda . Ada beberapa konvensi yang rneogatur ten tang pcrlindungan folldor diantaranya ; Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR) 1948 dan Kovenan lnternasional tentang Hak Ekonorni, Sosial, dan Budaya (ICESCR) 1966, Beme .-orlrfl'IJ~n"trv·ention For The Protection of Literary And Artistic Work, The TLmis Model Law On Copyright (UNESCOIWIPO, 1976), Model Provisions For National Laws on The Protection of Folklore Againts Illicit Exploitation and Other Prejudicial Actions (UNESCO/WIPO, 1982), Com·emion On Biological Diversity (CBD,UN, 1992), WlPO Copyright Treaty dan WI PO Performances and Phonograms Treaty ( 1996), World Trade Orga~~ization (2001 ). TRIPs (Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights), Convention For The Safeguarding ofThe lmangible Cultural Heritage (2003 ), The United Nations Declaration on The Rights of Indigenous People, (2) Saat ini pcngaturan tentang folldor di Indonesia dimasukan kedalam UU Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002. Walaupuo sebagai sam-satunya hukum nasionn l yang mengatur temang folk lor, di dalam UUHC 2002 hanya tcrdapat 2 pasal
•
yang menyebut folklor yakni Pasal l angka 10 dan Pasal 10 Ayat (2). UUHC 2002 kurang memadai dalam melindungi folklor, sclain sangat sedikit sekali mengatur tentang folklor juga disebabkan karena sifat hak cipta banyak bertentangan dcngan folklore, (3) Folklor Karo yang mcrupakan kekayaan budaya bagi masyarakat Karo tidal< seluruhnya dipelihara dan dikembangkan oleh masyarakat Karo sendiri. Pelestarian folklor Karo saat ini sudah masuk dalam taraf memprihatinkan. Hal ini disebabkan di satu sisi masyarakat Karo sudah mulai tidal< lagi menggunakan folklor Karo dalam kehidupan sehari-hari karena kcbanyakan folklor yang berasal dari masa lalu tcrscbut sudah tidak sesuai lagi dengan keburuhan saat ini bagi mereka dan juga disebabkan pengaruh dari tek:nologi yang ada saat ini. Pengguna folklor Barak Karo sekarang ini tidal< hanya terbatas pada masyarakat Batak Karo sendiri tetapi juga warga Negara Indonesia lainnya dan juga warga Negara Asing. Meskipun demikian menurut UUHC 2002, scpanjang penggunaan folklor tersebut digunakan dan dikomersialisasikan oleh warga Negara Indonesia maka hal tersebut tidak perlu mendapat izin dari Negara. Berbeda halnya jika pihak yang hendak mengkomersilkan folklor tersebut adalah wama Negara asing maka waj ib lebih dahulu meminta ijin kepada Negara Indonesia, (4) Ada beberapa hal yang pcrlu diperhatikan dalam pcngaturan perlindungan folklor di masa yang akan datang yaitu antara lain pengertian konsepsional dan ruang li ngup folklor, jangka waktu perlindungan folklor, siapa yang memiliki foLkJor, dokumentasi folklor, pembagian basil (benefit sharing) atas pemanfaatan foLklor, penyelesaian sengketa, dan kctentuan pidana serta sanksi arlat. Key word : Folklor, Hak Cipta, Konvensi Internasional.
OAFfARISI
•
Lembar lndentitaS dan Pengesahan Ringkasan Hasil Penelitian Daftar lsi Pendahuluan Bab I
•
Bab l1
Bab III
Bab IV
11 Ul
l
A. Latar Belakang
l
B. Pennasalahan
10
c.
10
Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
ll
Kajian Pustaka
12
A. Pengertian Folklor
12
B. Jangka Waktu Perlindungan Folklor
18
c.
19
lzin Pemanfaatan FolkJor
Metode Penelitian
23
A. Sifat dan Jenis Pencli tian
23
B. Lokasi Penelitian
23
c.
24
Cara Pengumpulan Data
D. Anal isis Data
24
Hasil Peneiitian dan Pcmbahasan
26
A. Perlindunzan Hukum Folk lor Batak Karo Menurut Konvensi IntemasionaJ
26
B. Perlindungan Folklor 13atak Karo Menurut Undang-undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 C. Perlindu ngan Folklor Batak Karo Dalam Praktik Sekarang
51 53
D. Prospek Pengaturan P~rlindt•ngan Folklor di Indonesia Sui Generis Dalam Undang-undang Tentang Folklor
•
Bab V
59
Simpulan dan Saran A. Kesimpulan
69
B. Saran
71
Daftar Pustaka
72
Fotocopy kontrak penelitian
78
BABI PENDAHULUAN A. La tar Belakang Masa la h Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keanekaragaman ser.i dan budaya tradisional. Hal itu sejalan dengan keanekaragaman etnik, suku bangsa, dan agama yang secara keseluruhan merupakan potensi nasional yang c
perlu dilindungi. Memberikan perlindungan terhadap seni tradisional secara maksimal menjadi penting adanya, karena
identi!JI~
suatu bangsa pada satu sisi
sangat lekat dengan karya seni tradision::! yang diproduksi oleh bangsa tersebut. 1 Seni tradisional merupakan bag ian dari folklor. 2 Secara sederhana, folklor adalah ciptaan tradisional yang diwariskan secara turun temurun dan menj adi idcntitas kultural masyarakat tertentu. Folklor adalah sesuatu yang dianggap sebagai milik bersama.1 Dalam Penjelasan Undang-undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 dinyatakan : Folklo~
dimaksudkan sebagai sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kclompok maupun perorangan dalam masyarakat, yang menunjukkan idcntitas sosial dan budayanya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun tcmurun, t'lrmasuk: a/J cerita rakyat, puisi rakyat; b/J lagu-lagu ral'Yal dan musik instrumen tradisionai; cb. tari-tarian rakyat, pcrmaioan tradisional; 1 Soni Maulana, 19 Agustus 2007, "S!andardjsasj Seni Tradisional", ~c~dia di website llllp" 'tmymok multiply com, diakses tnnggal 15 Mei 2011. 2 Folklor (dalam 811i yang lebih luas, budaya ra!.:yat yang aadisional dan popular) adalah kreasi yang berorieolasi pada kelompok dao bcrlaodaskao aadisi dari kelompok atau individu yaog meocenninl
..
dl> hasil se::i antara lain berupa: lukisan, gambar, ukiran-ukiran, pahatan, mosaik, perhiasan, kerajinan tangan, pakaian, instrumen musik dan tenun tradisionat.•
Folklor dalam bentuk aslinya maupun reproduksinya, saat ini telah menjadi salah satu objek komcrsial dalam konteks industri maupun perdagangan. s Ada
•
yang
mengkhawatirkan
hal
tcrsebut
penyalahgunaan (misappropriation)6 ,
dapat
perusakan
mendorong nilai
terjadinya
kebudayaan
serta
menyebabkar. terjadinya eksploitasi oleh orang asing. 7 Kekhawatiran ini cukup beralasan mengingat banyaknya orang asing yang berkunjung dan menetap di lndonesia dalam jangka waktu yang lama. Salah satu contohnya adalah klaim warga negara Inggris Christopher Harrison melalui perusabaannya Harrison&Gil yang mengklaim hak cipta ukiran Jepara. 8 Harrison mcngklaim, hak cipta itu untuk semua produk yang gambarnya
...
4 Pcnjclasan Pasa! I0 ayat 2 UU Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 5 Briw1 A. Prastyo, loc.cil. 6 Misappropriation diartikan sebagai penggunaan oleh pihak asing deogan mengabaikan hak-bak masyarakat lokal a\I1S pcngetahuan uadisional termasuk di dalamnya folklor dan sumber daya hayati yang tcrkait, yang menjadi milik masyarakat yang bersangkutan. Pemahaman ini d idasarkw1 pada pengenian misappropriation yang terdapat dalam Block 's Law Dictionary dan pengertian tcknis yang terungkap dalam berbagai pertemuan intemasional menyangkut perlindungan traditional knowledge. genetic resources dan folklore. Agus Sardjooo, 2006, Hak Kckayaan lntelektual Dan Pengeta.~uan Tradisional, Alumni : Bandung., him. II. Block Low mengartikan misappropriation sebagai :"the unauthorized, improprer or unltnvfuluse offunds or property for purpose other than that for which /mended''. Black~ Low Dictionary, I 990, 6• ed., him. 998. 7Drian A. PrastyO, loc.cit. 8Sebunh perusahaan milik orang asing (lnggris) telah membuat katalog, yang di dalamnya terdapat gambar·gambar dcsain ukiran Jepara. Belakangan, gambar-gambar itu muncul di dalam website yang digunakan olch orang asing lainnya (Delanda) untuk mempromosikan legiatan usahanya sebagai pedagang mebel. Orang lnggris mengadukan orang Belanda dengan tudullao melanggar bak cipta karen a telah mengumumkan meta lui website desnin ~miliknya•· yang Ukiran Jepara", tcrdapat dalam katalog tersebut. " Kasus hllp' f/adhjcswnnd hlo!:spol rom/20 I 0105 /knsus-uk jc;m.jepara hun!. djakses 25 Juli 20 I I .
3
ada di katalog Harrison&Gil/ Carving Out A Piece History, seperti pigura cennin, asesoris, mebel dan sebagainya. 9 Salah satu daerah di Indonesia yang banyak dikunjungi oleh orang asing adalah Tanah Karo (Kabupaten Karo). Kabupaten Karo merupakan objek wisata
r
pegunungan yang berhawa sejuk yang merupakan bagian dari Swnatera Utara. Mayoritas masyarakat yang hidup di Kabupaten Karo adalah suku Batak Karo. Suku Batak Karo merupakan salah satu etnis Batak. Suku Batak Karo mempunyai berbagai macam
fol klor yang secara turun-temurun dilaksanakru1 dalan1
kehidupan sehari -bari dan dalam berbagai upacara adat. Banyak wisata wan asing yru1g berkunjung ke daerah Batak Karo, seperti, Berastagi, Lau Kawar, Gunung Sibayak dan objek wisata lainnya. Selain itu juga telah banyak penelitianpcnclitian asing yang meneliti tentang Batak Karc to. Klaim atas folklor Indonesia yang dilakukan pihak asing akhir-akhir ini dianggap sebagai .
akibat masih kurangnya .
pemcrintah Indonesia dalam
memberikan perlindWlgan kepada folklor. 11 Kasus pengklaiman folklor Indonesia tidak hanya teijadi sekali, namWl berulangkali. Beberapa kasus di antarru1ya klaim desain ukir-ukiran kayu tradisional Bali di U.S. Patent and Trademark Office 9
Pada 14 Juni 2004, Christopher Harrison mendafb:!
4
(USPTO) dan desain industri kursi rotan oleh orang Amerika.
12
Kasus klaim
lainnya adalah klaim Malaysia terhadap lagu daerah Rasa Sayange, Reog Ponorogo dan Tari Pcndet bahkan motif batik khas Indonesia dan senjata pusaka kcris juga ikut diklaim. 13 Saat ini pcngaturan tentang folkJor di Indonesia dimasukan kedalam UU Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, selanjutnya disebut UUHC 2002. Pasal 10
•
UUHC 2002, yang berjudul ' llak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui' menetapkan : (I) Negara mcmegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasionaJ Jainnya. (2) Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan basi l kcbudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongcng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan,koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya. (3) Untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaan tersebut pada ayat (2), orang yang bukan warga oegara fndonesia harus terlcbih Jalmlu mendapat izin dari instansi yang terkai.t dalam masalah tersebut. (4) Ketentuan lebih lanjut meng<'nai Hak Cipta yang dipegang oleb Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, diatur deogw Peraturan Pemerintah.
Namun sampai saat ini belum ada !;atupun Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang folklor. Dalam UUHC 2002, yang merupakan satu-satunya undang-undang yang mcngatur tentang folklor tidak dijelaskan bagaimana cara
...
melindungi folklor. Walaupun scbagai satu-satunya hukum nasional yang mengatur tentang folklor, di dalam UUHC 2002 banya terdapat 2 pasal yang
12
Andri Tri Kuncoro, 2 Juni 2008,wPerlindungan Hak AUis Kekaraan lntclcktual Tradisional Indonesia dalam Pcrdagangan Bellas Dunia. terscdia di website perlindungan-haki-tradisional-indonesia-dalam· http:/fncwblueprint.wordprcss.com.l2008/06/02/ perdaganlian·bebas-duoial, diakses mn&gal7 Maret 2011. 1 Antara News.com, ''Saatnya Indonesia Melawan Klaim Budaya Oleh Asing," htlp://oortal.anlaranews.com/prin!IJ52069/s~utnya-indonesia-melawaJl·klaim ·budnya-o!eh-asing. diakses tanggal25 Juli 20 I I.
5
•
menyebut folklor yakni Pasal I angka 10 14 dan Pasal 10 Ayat (2) 15• UUHC 2002 kurang memadai dalam melindungi folklor, selain sangat sedikit sekali mengatur tentang folklor juga disebabkan karena sifat hak cipta banyak bertentangan dengan folklor. Salah satu contohnya ialah bahwa hak cipta merupakan kepemilikan perorangan (individual) sedangkan folklor merupakan milik bersama (komunal). Selain itu, folklor sering tidak diketahui siapa penciptanya, tidak berwujud karena disarnpaikan secara lisan, tidak original (asli) karena diwariskan secara turun temurun, atau wak.'tu perlindungan hak cipta telah berakhir.' 6 Dengan demikian UUHC kurang sesuai untuk melindungi folklor. Oleh karena itu Indonesia telah membuat suatu rancangan undang-undang yang mengatur lentang folklor yang diberi nama Rancangan Undang-Undang Tentang Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan lntelektual Pengetahuan Tradisiona! dan Ekspresi Budaya Tradisional.
Dalam RUU
1111
folklor disebut dengan Ekspresi
Budaya
Tradisiona1. 17 Namun san1pai saat uu RUU tersebut belum disahkan sebagai undang-undang. Selain itu, Indonesia juga telah ikut serta dalam pergaulan masyarakat dunia dalam bidang Hak Kekayaan lntelektual (HKJ) yartg juga melindungi " Pasal I angka J 0 UUHC 2002, "Pelalm adalah aktor, penyanyi, pemus ik, penari, atau merck& yang menampilkan, memperagakau, mempertunjukkan, menyanyikao, menyampaikan, mendeklamasikan, atau memainkan suatu karya musik, dr•ma, tari, sastra, folldor, atau karya seni lainnya." " Pa.~l 10 Ayat 2 UUHC 2002, "Negara memegang Hak Citpa atas folklor folklor hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongcng, legenda, babad, lagu, keraj inan tangan, korcografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya. 6 ' Stephanie Spangler, 2010, " When Indigenous Communities Go Digital : Protecting Traditional Cultural Expressions Through Integration ofiP and Customary Law ", 27 Cardozo Arts & Ent.L.J. 709. 17 Ekspresi Budaya Tradisional adalah karya intelel..-tual dalam bidang seni, tcrmasuk ekspresi sastra yang mengandung ur>s ur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan, dan dipelil>ara oleh komunitas atau masyarakat terteotu. Pasal I angka 2 RUU Ekspresi Budaya Tradisional, 4 September 2009.
6
folklor dengan menjadi anggota dalam Agreement Establishing the World Trade
Organization (WT0) 18 selanjutnya disebut
wro yang mencakup pula Agreement
on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs), melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Indonesia juga meratiflkasi Berne
Convention for the Protection ofArtistic and Literary Works, selanjutnya disebut Konvensi Bern, melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997. 19 TRIPs tidak mengatur secara tegas tentang folk1or, tapi dalam Pasal ~ 0 TRIPs menunjuk kepada Konvensi Bern. Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra, merupakan persetujuan intemasional mengenai hak cipta. Pasal I 5 (4)21 Konvensi Bern memberikan perlindai!gan kepada folklor yang tidak
.. '
" WTO dibentuk melalui Marrakesh Agreement Establi.engenai konsep HKI, sebagaimana lertu~ng dalam TRIPs. Abdul f!ari Azed, 2006, Kompilasi Konvcnsi lntemasional HKI Yang Diraliflkasi Indonesia, Jakana, Direktomt Jeodcral Hak Kekayaan lnlclektual Depanemen Hukun1 Dan Hak Asasi Manusia bekerjasama dengao Badan Penerbit Fakultas Hukwn Univer'Sitas Indonesia, Jakarta., him. 4. 19 Pada tanga! 7 Mei 1997, Indonesia mengeluarkan Kcputusan Presidcn No. 18 Tai>Un 1997 tentang Pengesahan Berne Convention for The Protection of Literary and Artistic Works, dengan mcngadakan reservasi t.erbadap ketentuan Pa~al 33 Ayal I Beme Convention yang mengatur penyerahan pcnyelcsaian sengketa pada forum International Court of Justice. Abdul Bari Azed, him. 404. 20 TRIPs Agreement Article 9: Relation 10 the Berne Convention I. Members shall comply with Articles I through 21 of the Berne Convention (1971) and the Appendix thereto. However, Members shall not have rights or obligations under this Agreement in respect of the rights conferred under Article 6bis of I hal Convention or of the rights derived therefrom. 2. Copyright protection shall extend to expressions and not to ideas, procedures, methods of operation or mathematical concepts as such. 21 Konvensi Bern Pasal 15 ( 4) : (a) In the case of unpublished works where the identity ofthe awhor is unknown, but where there is every ground to presume that he is a national of a country' of the Union, it shall be a matter for legislation in that country to designate the competent authority which shall represent the author and shall be entitled to protect and enforce his rights in the countries of the Union. (b) Countries of the Union which make such designation under the terms of this provision shall notifY the Director General by means of a wrillen declaration gMng full information
7
diketahui penciptanya melalui otoritas yang berwenang untuk mewak.ili dan melindungi folklor tersebut. Pembahasan tentang perlindungan folklor secara internasional dimulai sekitar 40 tahun yang lalu. Sejak saat itu tumbuh kesadaran bahwa pentingnya
,
perlindungan terhadap folklor.22 Ada empat pedoman hukum intemasional yang sangat penting dalam perl indungan folklor :
I)
Th'! Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works ("Berne Convention");23
2)
The Tunis Model Law on Copyright ("Model Law"),24
3) The Model Provisions for National Laws on the P1otection of Expressions of
Folklore Against fllicil Exploitation and Other Prejudicial Actions ("Model Provisions'i5 'and; 4) The United Nations Declaration on the Rights ofIndigenous Peoples. Konvensi Bern memberikan perlindungan in!ernasional untuk karya seni dan sastra. Konvensi Bern dirumuskan pada tahun 1886,26 melindungi ciptaanciptaan para Pencipta dari Negara-negara anggota termasuk diantaranya : Karya
concerning the authority thus designated. The Director General shall at once communicate this declaration to all other countries ofthe Union. 22
Reto M. Hi lty, 40(8) 2009, " Ra tionales For Tbe Legal Protection of Intangible Goods And Cultural Heritage". International Review of Intellectual Property and Competition Law, him 883-911. 23 Berne Convention for the Protection ofLiterary and Artistic Works, Sept. 9, 1886, 116 1 U.N.T.S. 3, http:// www wipo.int/exoortlsiteslwwwltreaties/enl iplben>elpdfltrtdocs woOOl. pdf. 24 Tunis Model Law on Copyright for Developing Countries ( 1976), http:/lportal.uncsco.org/culturc/en/files/31318/ 11866635053tuRis_ model_ law_ en-web.pdfl tunis_ model law en-web. 25
Model Provisions for National Laws on the Protection of Expressions of Folklore Against Illicit Exploitation and Other Prejudicial Actions (United Nations Educ., Sci. and Cultural Org. & World Intel/. Prop. Org. 1985), http://uncsdoc.unesco.org/images!0006/000637/063799eb. pdf. 2 'Tim Lindsey, et.al., 2003, Hak Kekayaan lntelektual Suatu Pengantar, PT. Alumni, Bandung, hlm. 23. -
8
tertulis seperti buku dan laporan, musik, karya-karya drama seperti sandiwara dan koreografi, karya seni seperti lukisan, gambar dan foto, karya-karya arsitektur; dan karya sinematografi seperti film dan video. Konvensi Bern memasukkan ketentuan yang memungkinkan negara unruk menunj uk otoritas k.husus untuk
r
perlindunga.n fol kJor nasiona1. 27 Namun, Konvensi Bern gaga! untuk memberikan
' ketentuan yang mewajibkan negara-negara penandatangan untuk membedakukan undang-undang
yang
a.kan
melindungi
karya
komunal
folklor
dari
penyalahgunaan. 28 Tahun 1976 Model Tunis Law on Copyright, yang dikembangkan melalui WIP0,29 memperluas perlindunga.n untuk karya folkJor yang disarankan oleh Konvensi Bern dengan membebaskan karya folklor dari berbagai persyarata.n ha.k cipta. 30 The Tunis Model Law j uga melindungi "karya yang berasal dari folklor nasional."31 Dengan demikian, di mana ciptaan biasanya tidak memenuhi syarat unruk hak cipta karena ciptaan dibuat secara bertahap pada pengetahuan tradisional, dan tidak sepenuhnya asli, berdasarkan Tunis Model U1w, karya-karya tersebut akan mendapat perlindungan. Tunis Model Law membebaskan cerita rakyat dari persyaratan fiksasi k.has.32
-
Selain Tunis Model Law yang memperluas perlindungan terhadap fc!klor, PBB j uga turut serta dalam mcmberikan pcrlindungan terhadap folklor. Maj elis v Jake Philips, Au~ust 2009, "Australia' s Heritage Protection Act : An Alternative to Copyright internas ional the Struggle to Protect Communal lnteres!S in Authored Works of Folklore", Pacific Rim and Policy Journal, /8 Pac. Rim L. & Pol'y J. 547. 28 Ibid. " www. w ipo. inVfreepublicationslenlgeneraVI 007/wipo_pub_I 007.pdf. 30 Tunis Model Law Section !(5bis). "With the exception offolklore. a literary, artistic or scientific work shall not be protected unless the work has been faed in some materia/form ". 31 Tunis Model Law Section 2( \) "The Foilowing are also protected as original works : (iii), works derived from national folklore". 32 Tun is Model Law§ I (Sbis).
9
Umum PBB mengadopsi Deklarasi tentang Hak-Hak Masyarakat Adat pada Langgal 13 September 2007.33 Majelis Umum meogadopsi Deklarasi yang tidak mengikat yang mengatur hak-hak iodividu dan kolektif 370 juta masyarakat adat di seluruh dunia, dan meogakui peotiogoya meojaga ideotilas budaya dan
,
meneruskan pcmbangunan dalam paradigms adat.34 Deklarasi mengakui dan mcnegaskan kembali, "bahwa masyarakat adat memiliki hak kolektif yang sangat dipcrlukan untul< cksistcosi mcreka, kesejahteraan dan pengembangan integral sebagai bangsa". 35 Dari uraian di aLas dapat dililiat bahwa perliodungan folklor terrnasuk folklor Batak Karo adalah sangat pcnting. Indonesia mengatl.ir folklor dalam UUHC 2002. Di dalanrnya kctcntuan tcntang fol klor terdapat dalam Pasal I 0, namun pengaturan folklor dalam UUHC 2002 kurang memadai, sehingga sam;:ai saat ini masih teljadi beberapa folk:lor Indonesia diklaim Negara asing sebagaimana disebut di alas. Secara
~nternasicnal,
sampai saat ioi bclwn tcrdapat
kcscragaman dalam pcrlindungan folklor dan karya seni apa saja yang tcrrnasuk ke dalan1 folklor. Peraturan dalam perlioduogan folklor di setiap negara juga bclum terdapat keseragaman. Ada yang mcngatur folk:lor secara luas dalam hukum kekayaan intelcktual, namun ada juga yang mengatumya secara kllus::: dalam UU Hak Cipta.
>l Unired Nalions (UN), UN General Assembly. Convenrions, Declararlons and Orher lnsrrumellls Found in General Assembly Resolutions (1946 Onwards) ,
http://www.un .org/deptsldhl!resguidc/resios. 3 ' 1\lpana Roy, 2009, "Recent Developments in Law Reform and Indigenous Cultural and Intellectual Propcny in Australia", European lnte/lecrual Properry Review, Sweet & Maxwell Limited and Contributors, E.l.P.R. 31(1). 1-5. " UN (Jenera/ Assembly. C011venrions, Declararions and Other Instruments.
10
Walaupun folklor diatur dalam UUHC 2002, pengaturan folklor dalam UUHC 2002 belum memadai schingga klaim negara asing terhadap folklor Indonesia noasih teljadi. Oleh karena itu, sangat penting untuk diteliti Perlindungan Hukum Folklor Batak. Karo Ditinjau Dari Hukum Hak Cipta Indonesia dan Konvensi lntemasional. B. Permasal aba n I. Apakah syarat-syarat dan bagaimana cara perlindungan folklor dilihat dari Konvcnsi-konvensi lnternasional tentang Hak Kekayaan Jntelcktual? 2. Bagaimanakah perlindungan folklor Batak Karo ditinjau dari Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Taltun 2002? 3. Bagaimanakah perlindungan folklor Batak. Karo dalam praktik sckarang? 4. Bagairnanakah prospek pengaturan perlindungan folklor di Indonesia?
C. Tujua n Pcnclitia n I.
Untuk mengetahui syarat-syarat dan cara pcrlindungan folklor dilihat dari Konvensi-konvensi lntemasional tentang Hak Kekayaan Intelektual.
2. Untuk rnengctahui perlindungan folklor Batak. Karo ditinjau dari UndangUndang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002. 3. Untuk mcngetahui per)jndungan folklor Batak. Karo dalam praktik sekarang. 4. Untuk mengetahui prospck pengaturan perlindungan folklor di Indonesia.
11
D. Manfaat t•enelitian
Manfaat atau kegunaan pcnelitian ini dapat dilihat dari 2 (dua) sisi, yaitu
dari sisi teoritis dan sisi praktis. Dari sisi teoritis, penelitian ini berguna bagi pengembangan ilmu pcngetahuan Hak atas Kekayaan lntelektual, terutama di bidang folklor, sehingga dapat meningkatkan perlir.dungan terhadap Hak atas I
Kckayaan lntelektual khususnya folklor
yang telah diakui secara nasional
maupun intcrnasional. Per>elitian ini juga kelak diharapkan dapat memberikan ilmu pengetahuan kcpada para penegak hukum, akademisi, masyarakat urn urn dan masyarakat adat tcntang pentin(:,'nya perlindungan terhadap folk lor. Sccara p raktis, penelitian ini akan berguna untuk memberikan masukan bagi para pcnegak hukum, pembuat undang-undang dan masyarakat pemi lik loiklor mcngcnai perluoya perlindungan terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual khususnya folklor agar dimasa yang akan dalang folklor yang menjadi milik bangsa Indonesia tidak lagi diklaim dengan mudahnya oleh pihak asing.
\
12
BABll KAJIAN PUSTAKA I. Pengertian FolkJor
Pembahasan
,
perlindungan
hukum
terhadap
warisan
budaya
dan
pengetahuan tradisional dimulai sekitar 40 tahun yang Jalu, dimulai dengan pengakuan hukum masyarakat
terhadap masyarakat asli dan tradisional dan
komunitas kcbudayaan lainnya. 36 Sejak saat itu, tumbuh kesadaran bahwa warisan budaya patut rncndapat perlindungan hukum. Sclama empat dekade,
beberapa
prestasi
Jegislatif pada tingkat
intemasional telah dicapai, antara Jain : a.
Model Provisions for National Laws On Protection of Expressions of Folklore Againts lllicit Exploitation and Olher Prejudicial Actions (UNESCO/WJPO, 1982);
b.
Convention on Biological Diversity (CBD, UN, 1992);37
c.
Regional Framework for the Protection of Traditional Knowledge and Expressions ofCulture (Secretariat ofthe Pacific Community);
d.
Convention for the Safeguarding ofthe Intangible Cultural Heritage (2003);
e.
The International Treaty on Plan/ Genetic Resources for Food and
Agriculture (2001, entry into force 2004). Indonesia pada tahun 198238 mengadopsi Tunis Model
W
9
dan
mcmpcrkcnalkan Pasal 1040 Undang-undang Hak Cipta 1982 yang memasukkan 36
Rcto M. Hilty. loc. cit. Convem lon on Oiological Diversify (CBD) 5 Juni 1992 telah diratifikasi o leh Indonesia dcngan Undang-undang No. 5 Tahun I 994 tcntang Pengesahan Uniled Nalion.t Convenlion on Biological Dlver.rlly (Konvensi Perserikatau Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman llayati) (LN. 1994-41, TI.N. No. 3556). 37
13
peraturan-peraturan terkait kepemilikan ncgara atas artefak-artefak budaya tradisional termasuk diantaranya cerita rakyat, lagu, kerajinan tangan, scrta taritarian. 4 t Peraturan ini kemudian dcngan beberapa modifikasi dimasukkan kc dalam Pasal I 0 Undang-U ndang Hak Cipta Tahun 2002 yang mengatur tentang folklor. Namun demikian, pasaJ ini belum diterapkan melalui peraturan khusus atau peraturan tarnbahan. Alhasi l, vcraruran ini tidak memiliki pengaruh yang 42
cukup besar bagi sistem seni tradisional di lndonesia.
Ada beberapa istilah yang digunak.an dalam menyebutkan folklor. WLPO dan UNESCO juga mcnyebut istilah folklor dengan scbutan Traditional Cultllra/ " Pemerintah Indonesia pada tahun .128l, mencabul pengaturan Lcntang hak cipta berdasarkan Aweurswet t9t2 Staatsblad Nomor 600 tahun J.2ll dan menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Lentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang llak c ipta yang pertama di Indonesia. Indonesia hanyalah satu dari bebernpa negara berkembang yang mengganti undangundang hak cipta kolonial dan memperkenalkan perlindungan hak cip1a nasional unruk pertama kalinya sepanjang tahun 1970 atau 198Q.an. Untuk memudahkan langkah ini, baik WIPO maupun UNESCO telah menyusun perangkat contoh ketentuan rada tahun 1976 (the Tunis Model Copyright Law for Developing Countries) dan pada tabun 1982 (the WIPO/UNESCO Model Provisions on Copyright). Christoph Antons, 1{1) 2009, "What is "Traditional Cultural Expression?", International Dcfmitions And Their Application in Developing Asia", W.I.I' .O.J. 2009, 1(1), 103- 116, WJPOJournal. " Tunis Model Law introduced a folldore protecJion provision, which lcjl tile administration of royalty collection for folldoristic expressions exclusively in the hands of a "compelen/ aulhority" at the nolional level. Ibid. The Tunis Model Law on Copyrighl ..-as adopted by the Commiltee of Governmenlal Experls C()rwened by the Tunisian Government in Tunis from February 23 to March 2, with I he assistance of WJPO and Unesco. •• Pasal I0 Undang-undaog Hak Cipta Tahun 1982 : {I) Ncgara memegang hnk cipla ataS karya peninggalan sejarah, prd sejarah, paleo antropologi dan benda-benda budaya nasional lainnya. {2) (a) llasil kebudoyaan rakyat yang menjadi milik bersama, sepeni ccrita, hikayat, dongeng. legenda, babad, lagu. kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi dan karya seni lainnya dipe!ihara dan di!indungi oleh negara. (b) Ncgara memegang hak cipta ataS ciptaan tersebut pada Ayat 2 (a) terhadap tuar negeri. 1 ' Kreasi yang berorientaSi pada kelompok dan berlandaskan tradisi sebagai suatu cksprcsi dari budaya dan identitas sosialnya dan pad• umumnya disampaikan atau ditularkan secara !isan melalui pcnirunn atau dengan cara lainya merupakan folklor. Bentuk folklor meliputi antara lain bahasa, karya sastra, musik, tarian, pcnnainan, mitos, upacara ritua~ kebiasaan, kerajinan tangan, karya arsite~1ur dan karya seni lainnya. Michael Blakeney, ~What is Traditional Knowledge? Why Should It Be Protected? Who Should Protect it? For Whom? : Understanding The Value Chain", WIPO Roundtable on Intellectual Property and Traditiooal Knowledge. WIPOnPTKJRT/9913, 6 Oktober 1999. '' Peter Jaszi, et.all, 2009, Kebudayaan Tradisional Suatu Lang/cah Maju Umuk Perlindungan di Indonesia. Laporan Pene!itian. Lcmbaga Stud i Pers dan Pembangunan (LSPP) : Jakana., him. 2.
14
Expressions (TCEs)
IJ
atau expressions of folldore. 44 Jadi tidak jarang dala.:::J
istilah - istilah resrni folklor disebut dengan beberapa istilah lain seperti
"Expression of folklore",45 Cultural expressions,46
Traditional
cul/1/ral
expression 47 atau Ekspresi Budaya Tradisional. 48 Meskipun banyak perbedaan r
0
In general, it may be said that TCEslf ai:Jore :"
a. are handed down from one generation to another, either orally or by lmitDIIon; b. reflect a community's cultJIJ'al and social identity; c. consist ofcharacteristic elements ofa community's heritage: d. are made by 'authors unknown ' and/or by communities and/or by individuals communally recognized as having tlw right, responsibility or permission to do so;are often not created for religious and cullllral expressloll, and are constantly L'VOiving, developing and being recreated withi11 the community. " lnrellectual Property And Traditional Cultural Expressions/Folklore", World Intellectual Property Organlzoflon ", Booklet No. I " While not COIIStituting a formal definition as s uch. a working de.rcriptirm af TCEs could be : 'Traditional cultural expressions I 'expressions of folklore' meat•r productions CO!lsisting of chorcctzristic elements ofthe traditional artistic heritage developed and maintained by a community of (name of comrtl')1 or by individuals rej/ecJing the traditional artistic expectations ofsuch a community, ini particular : a. verbal expressions, such as f alk tales. folk poell)• and riddles. signs, words, symbols and indications;
b musical o:_oressions, such as f olk songs and instrumental music; c. expressions by actions, such a.
carpets. costwnes; 2) crafts; J) musical instruments; of) architecruralforms. Ibid. ., lndunil Abeycsekere, 2007, ''The Protection Of Expressions Of Folklore ln Sri Lanka," IIC 2007, 38(2), 183·203, International Review of Intellectual Property and Competition Law. .. Michael Newcity, Spring 2009, " Protecting The Traditional Know:edge And Cultural Expressions Of Russia's "Numerically-Small" Indigenous Peeples: What Has Been Done, What Remains To Be Done," 15 Tex. Wesleyan L. Rev. 357, Texas Wesleyan Law Review. 47 Stephanie Spangler, 2010, " When Indigenous Communities Go Digital: Protecting Traditional Cultural Expressions Through Integration Of IP And Customary Law," 27 Cardozo Arts & Ent. L.J. 709, Card07-0 Arts and Entertainment Law Journal., dan Meg/lana RaoRane, September 2006, "Aiming Straight: TI1e Use O f Indigenous Customary Law To Protect Traditional Culturnl Expressions", 15 Pac. Rim L. & Pol'y J. 827, Pacific Rim Law & Policy Journal. " lstilah yang d igunakan dalam R.ancangan Undang-Undang Eksprcsi l3udaya Trad isional.
15
istilah, akan tetapi sebagian ilmuao49 menggunakan istilah folkJor tennasuk Undang-undang Hak Ci pta dan Tunis Model Law. lstilah fo lklore muncul dalatn Tunis Model Low on Copyright for
De-..eloping Countries. Section 18 (iv) Tunis Model Law mcmbcrikan dcfinisi folk lor : "folklore" means all literary, artistic and scientific works created on (
national territory by authors presumed to be nationals of such countries or by ethnic communities, passed from generation to generation and constituting one of the basic elements ofthe traditional cultural heritage;. Pada tahun 2008 WJPO memberikan definisi tentang ekspresi budaya tr~disional.
Pasal I dari WIPO Revised Objectives and Principles for the
Protection of Traditional Culwral Expressions and Exptressions of Folklore, mendefinisikan folkior sebagai "any forms, whether tangible and intangible, in
which traditional culture and knowledge are expressed, appear or are manifested".YJ The provision continues to provide examples ofverbifl expressions, words, signs and symbols, musical expressions, expressions by action (such as dances, plays, ceremonies, rituals and other "performances'') and tangible
49
Beberapa ilmuan yang mcnggunakan istilah folklor antara lain : Paul Kuruk, April 1999, "Protecting Folklore Under Modem Intellectual Propeny Regimes: A Reappraisal Of The Ten.sioos Between Individual And Communal Rights In A1Tic:a And The United States", 48 Am. U. L. Rev. 769, American University LAw Review., dan LAurier Yvon Ngombe, Winter 2004, "Protection Of African Folklore By Copyright Law: Questions That Are Raised In Practice", 51 J. Copyright Soc'y U.S.A. 437, Journal of the Copyright Society of the U.S.A. "' Intergovernmental Comminee on lntelleetual Property and Genetic Resources, Traditional Knowledge and Folklore, Twelfth Session, Geneva, February 25 to 29, 2008, Reproduction of Document WIPO/GRTKF/IC/94 "The Prorecrion of Tradirional Cultural of folklo re Revised Objectives and Principles", Expressions/Expressions WI I'O/ORTKF/IC/ l2/4(c) of December 6, 2007, him. \ I.
16
expressions, such as productions of art and including handicrafts, musical instruments and architectural forms. SI Jika dibanding dengan definisi folkior yang terdapat dalam UUHC 2002, maka definisi yang diberikan WIPO tidak jauh berbeda, meskipuo ada beberapa tambahan berupa ciptaan yang lebih spesifik yang hanya dimiliki oleh Indonesia. Pasal 10 Undang-undang Hak Cipta Nomor 19 Talmn 2002 yang berjudul 'Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui' menetapkan: (I) Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional Jainnya. (2) Negard memegang Hak Cipta alas folk/or dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan,koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya. (3) Untuk meng~mumkan atau memperbanyak Ciptaan tersebut pada ayat (2), orang yang bukan warga negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapat izin dari instansi yang terkait dalam masalah tersebut. ' (4) Ketentuan Jebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dalam Penjelasan Undang-tmdang Hak Cipta dinyatakan, Folklor dimaksudkan sebagai sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok maupun perordngan dalarn masyarakat., yang menuojukkan identitas
" Christoph AJltons, Joe. cit.
17
sosial dan budayanya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turuo temurun, tennasuk: a.
cerita rakyat, puisi rakyat;
b.
lagu-lagu rakyat dan musik instrumen tradisional;
c.
tari-tarian rakyat, pennainan tradisional;
d.
hasil seoi antara lain berupa: lukisan, garnbar, ukiran-ukiran, pahatan, mosaik, perhiasan, keraj inan tangan, pakaian, instrumen musik dan tenun tradisional Pasal 10 (2) UUHC dan penjelasannya jika ditelaah hanya menyebutkan
secara garis besar hal-hal yang tcrmasuk dalam kategori folklor. Hal ioi berbeda dcngan apa yang diker.lUkakan dalam "l
Pedindung~
dan Pemanfaatan Kekayaan Intclcktual
Pengct~uan
Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional memberikan batasan bahwa folklor atau yang dalam RUU tcrsebut disebut dengan istilah Eksprcsi Budaya Tradisional adalah kombinasi bcntuk ekspresi berikut ini : I.
2. 3. 4.
Verbal tekstual, baik lisan maupun tulisan, yang bcrbcntuk prosa maupun puisi, dalam berbagai tcma dan kandungan isi pesan, yang dapat berupa karya susastra ataupun narasi infonnatif. musik, mencakup antara lain, vocal, instrumental atau kombinasinya; gerak, mencakup antara lain : tarian, beladiri, dan pennainan; !eater, mcncakup antara lain : pertunjukkan wayang dan sandiwara rakyat;
" Draf yang digunakan adalnh draf yang disusun oleh Dirjen HaKI cahun 2007. Selanjutnya, Rancangan Undang-Undang Perlindungan dan Pemanfaatan Kckayaan lnlelektual Pengetahuan Tradisional dan Eksprcsi 13udaya Tmdisional.
18
•
5.
6.
senirupa, baik dalam benruk dua dimcnsi maupun tiga dimensi yang terbuat dari berbagai macam bahan seperti kulit, kayu, bamboo, logam, b<:tu, kcramik, kertas, tekstil dan lain-lain atau kombinasinya, dan upacara adat, yang mencakup pembuatan alat dan bahan scrta penyaj iannya. 53 Dcngan adanya batasan ruang lingkup Ekspresi Budaya Trad isional, hal
ini memberikan banyak kemudahan. Selain lebih mudah dalam mengidentiftkasi
ciptaan yang discbut folklor, spesiflkasi ini juga akan semakin mcmpcrmudah dalam proses implcmcntasi perlindungan folk.lor. Dengan beberapa kriteria yang disebutkan dalam RUU tersebut, maka hal-hal yang termasuk dalam kriteria folk.lor yang patut untuk mendapal perlindungan dan perhatian khusus sangat j elas. Ada beberapa hal yang menarik yang ditawarkan sebagai sebuah solusi ketentuan o leh RUU ini. Beberapa h&! tersebut diantaranya adalah ruang lingkup folklor, kepemilikan folklor, ruang lingkup perlindungan folklor, dan juga mekanisme periz.inan pemanfaatan olch pihak asing.
2. Jangka Waktu Perlindungan Folklor WTPO memberikM perlindungan yang abadi (tanpa batas waktu) tcrhadap folklor : "Folklife expressions need perpetual protection to support perpetual
''private" cNative contributions of "usually unknown members of a number of subsequent generations of a community. ..s• Demikian juga pcrlindungan yang diberikan olcb Tunis Model Law. Dalam Section 6 (2) Tunis Model Law
53
Lihat dalam Pasal 2 RUU Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan lntelektual Pengeu.huan Tradisional dan Eksprcsi Budaya Tradisional. "' WJPO 1997 Summary Paper 011 Folklore, supra note 2, at J. dalam Lucy M. Moran, Spring, 1998, "Intellectual Property Law Protection For Tmditional And Sacred "Folklife Expressions" Will Remedies Become Available To Cultural Authors And Communities?", 6 U. Ralt. lntell. Pr<Jp.l..l . 99, University of Baltimore Intellectual Pr<>perty Law lo1•mal.
19
•
dinyatakan : "works of natio!Uil folklore are protected by all means in accordance with subsection (I), without/imitation oftime"
UU Hak Cipta juga memberikan perlindungan yang berlaku tanpa batas waktu terhadap folk1or. 55 Dengan demikian menurut UU Hak Cipta, folklor akan tetap mendapat perlindungan walaupwt folklor tersebut tidak dipclihara oleh masyarakat pemilik folklor tersebut. Jadi perlindungan terhadap folklor berlaku selamanya walaupun folklor tersebut sudah tidak digunakan lagi ataupun telah musnah. Hal ini berbeda dengan jangka waktu perlindungan folklor yang terdapat dalam RUU Perlinduugan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional perli.ndungar1 kekayaan intelcktual Ei<spresi
yang menyatakan bahwa
Budaya Tradisional (folklor)
diberikan selarna masih dipelihara56 oleh Kusiodiannya. 57Apabila folklor sudah tidak dipelihara lagi oleh masyarakat yang memilikinya maka perlindungan terhadap folklor tersebut telah berakllir. Dengan berakhirnya perlindungan terbadap suatu folklor maka orang (pihak) lain bebas memanfaatkannya tanpa perlu mendapat izin terlebih dahulu dari masyarakat pemilik folkJor tersebut. 3. lzin Pemanfaatan FolkJor •
" Pa.<>al 31 ayat I (a) UU Hak Cipta. Beberapa Negara juga seca.ra eksplisit rnemberikan perlinduogan tanpa batas waktu (pe1petual) terhadap folklor dalam hukurn oegaranya, antara lain Kongo, Ghana Dan Sri Lanka. WIPO 1997 Summary Paper on Folklore, supra note 2, at 3,1bid. 56 Pasal 3 RUU Perlindungan dan Pcmanfaatan Kekayaan Intelel'tual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional. "Kustodian Pengeral>oan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional adalah komunitas rnasyarakat lokal atau rnasyarakat adat yang mcmelihara dan mengembangkan Pengetahuan Tmdisional dan Ekspresi Budaya Tradisional terscbut secara tradisional dan komunal (Pasal I Ayat 5 RUU Ekspresi Budaya Tradisional).
20
Menurut UU Hak Cipta, negara memegang hak cipta atas folkJor dan basil kebudayaan rakyat yang menjadi rnilik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya 58 Oalam rangka mclindungi folldor dan hasii kebudayaan rakyat lain, Pemerintah dapat mencegah adanya monopoli atau komcrsialisasi serta tindakan
• yang merusak atau pemanfaatan komersial tanpa seizin negara Republik Indonesia sebagai Pemegang Hak Cipta. 59 Adapun RUU Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan lntelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional mengatur, orang asing atau badan hukum asing atau badan hukum Indonesia penanaman modal asing yang akan melakukan pemanfaatan wajib memiliki izin akses pemanfaatan dan perjanjian pemanfaatan. 60 Pem10honan izin akses pemanfaatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Menteri. Menteri meneruskan permohonan tersebut kepada Tim Ahli Peilgetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional untuk dikaji b'UOa mendapatkan rekomcndasinya. Tim Ahli Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya
Tradisional
akan
memberikan
rekomendasinya.
Menteri
akan
memberikan keputusan untuk memberi atau menolak permohonan izin akses
•
pemanfaatan dengan memperhatikan rekomendasi Tim Ahli Pengetahuan Tradisional dan/atau Ekspresi Budaya Tradisional. Apabila semua persyaratan
,. Pasal 30 Ayat 2 UU Hak Cipta. 59 Penjelasan Pasal l 0 Ayat 2 UU Hak Cipta. 60 Pasal 5 Ayat 2 RUU Perlindwtg;m dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional.
21
telah dipenuhi, Mentcri memberikan kcputusan untuk mcmberi atau mcnolak permohonan izin akses pemanfaatan. Pennohonan izin akses pcmanfaatan dapat ditolak apabila :61 I)
•.
Pemanfaatan yang akan dilakukan bertentangan dengan peraturan peru11dangundangan yang berlaku, ketertiban umum, moralitas, agama, nilai budaya, atau kesusilaan;
2) Pemanfaatan yang akan dilakukan menyimpang dan menimbulkan kesan tidak benar terhadap masyarakat terkait, atau yang membuat masyarakat tersebut merasa tersinggung, terhina, tercela, dan/atau tcrccmar, dan 3)
Objek yang dimohonkan pemanfaatannya bukan merupakan lingkup Pengetahuan Tradisional dan/atau Ekspresi Budaya TradisionaL
4)
Pemanfaatan yang akan dilakukan dapat dikategorikan sebagai suatu tindakan monopoli yang dapat mcngakibatkan tertutupnya akses pemanfaatan oleh pihak lain. Setclah mendapat izin akses pemanfaatan, Pcmohon wajib
melab.-ukan perjanjian pemanfaatan dcngan Kustodian Pengetahuan Tradisional dan!atau Ekspresi Budaya Tradisional. Pemohon yang tclah melakukan pe~jru~jian pemanfaatan harus mengajukan pennohonan pencatatan peljanjian pemanfaatan kepada Pcmerintah Kabupatcn/Kota tempat Ekspresi Budaya Tradisional itu berada dengan tcmbusan disampaikan kcpada Pemerintah Provinsi dan Menteri. Dalam hal pennohonan pencatataan perjanjian pemanfaatan telah diajukan secara lcngkap, Pemerintah Kabupaten/Kota mencatatkan perjanjian pemanfaatan 61
Pasal 9 RUU Pcrlindungnn dan Pemanfaatan Kekayaan lnlclcktual Pengetabuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional.
22
dimaksud dalam Oaflar Umwn Pencatatan Peljanjian Pemanfaatan Pengetahuan Tradisional dan!atau Ekspresi Budaya Tradisional dan mcmberikan bukti pencatatan.
BABill Metode Penelitian A. Sifat dan Jenis Penelitian
Penelitian mengenai Perlindungan :-Jukum Folklor Batak Karo Ditinjau Dari Hukum Hak Cipta Indonesia dan Konvensi lntcmasional ini mcrupakan penelitian hukum
nonnatif empiris yaitu penelitian di bidang hukum yang
bertujuan mencari kaedah hul.:um , nonna atau das Sol/en, dan dilcngkapi dengan penelitian terhadap nilai-nilai hukum
yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat. Penelitian nonnati f-empiris ini bersifat deskri?tif-analitis. Disebut bersifat deskriptif karena basil pcnclit ian ini diharapkan dapat memberikan gan1baran mer.yeluruh dari perlindungan folk.lor Batak Karo. Discbut bersifat analitis, karena gambaran terscbut, kemudian dilakukan analisis terhadap beberapa aspck hukum dari perlindungan folklor Oatak Karo terscbut schingga dapat menjawab pennasalahan yang diajukan dalam penelitian ini. B. Lokasi Penelitian Penelitian di lakukan di bebcrapa instansi pemerintah, yaitu di Yogyakarta, Dirje!! HKl d i Jakarta, Kementerian Huk'Ulll dan HAM di Mcdan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karo di Kabanjahe, scrta daerah tempat masyarakat Batak Karo bertempat tinggal yaitu Kabupaten Karo, Kabupaten Langkat.
C. Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara, observasi dan pencatatan. Wawancara dilakukan secara terstruk-tur, yaitu dengan bcrpedoman kepada pedoman wawancara yang telah dipersiapkan dan dilakukan di Kantor Dirjcn HKJ, Departemen Hukum dan HAM, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karo. dan di tempat tinggal masyarakat Batak. Karo di Kabupatcn Karo dan KabupatenLangkat. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara meminjam dan rncmbcli buku, mengunduh bedta dan artikel baik nasional maupun intemas ional di internet tcntang HKJ , FolkJor, suku Batak Kr.ro serta perjanjian dan peraturan perundang-undangan nasional dan internasional. D. Anali~is Data Scbelum data dianalisis, terlcbih dahulu diadakan pcngorganisasian terhadap data sekunder yang dipcrolch melalui studi dol'llmen, yang tcrdapat dalam peraturan perundang-undangan, buku, anikel, basil penelitian dan jurnal baik nasional maupun internasional dan data primer yang dipcrolch melalui wawancara dan observasi diperiksa kelengkapan dan kejelasannya. De!:! yang dipcroleh baik data primer maupun data sekunder dianalisis secara kualitatif yaitu dengan memperhatikan data yang ada dalam praktik dan dibandingkan dcngan data yang diperoleh dari kcpustakaan untuk kemudian ditarik kcsimpulan scbagai jawaban alas permasalahan yang diteliti. Pcnarikan kesimpulan dilakl;kan dengan menggunakan metode dcduktif dan induktif. Metode deduktif atau metode penalaran merupakan metode untuk
menarik kesimpulan dari hal-hal umum ke hal-hal khusus, sedang metodc induktif adalah kebalikan dari metode deduktif yaitu menarik kesimpulan dari hal-hal yang khusus ke hal-hal yang bersifat umum.
'
26
BAll IV HASlL PENELITIAN DAN PEMBAH ASAN 1. Perlindungan
Hokum
Folklor
Batak
Karo
Menurut
Konvensi
lnternasional. a.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR) 1948 dan Kovenan lnternasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR) 1966 Ada beberapa hak dasar yang diatur dalam Deklarasi Universal Hak Asasi
Manueia (Universal Declaration on Human Rights - UNDHR 1948) maupun dalarn Kovenan lntemasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
(lntentalional Covenant on Economic, Social and Cultu;·e - ICESCR -
1966)
yang terkait dengan pcrlindungan folklor. 1-lak-bak tersebul antara lain terdiri dari bak atas kebudaya:!rl dan perlindungan kekayaan intelektual, hak atas kesenatan dan hak atas pangan. 62 Hak atas kebudayaan merupakan salah satu hak dasar yang dijamin olch instrumen lmlrum asasi intemasional. Sctiap orang termasuk kelompok minoritas mempunyai bak untuk hidup dan menikmati kebudayaannya serta berhak untuk mempertahankan intcgritas budayanya. Pasal 22 UDill?. 1948 menyatakan sctiap orang mempunyai hak terhadap ekonomi, sosial dan budaya yang sangat diperlukan untuk kemartabatannya dan pembentukan kepribadiannya yang bebas. Pasal ini menegaskan bahwa :
" Everyone, as a member of society, has the right to social security and is entitled to realization, through national effort c;nd international co-operation and 62
Zainul Dau lay.. 20 I I, Pengetahuan Tradisional Praktiknya, PT. RajaGrar.ndo Persada :Jakarta.. him. 78
Konrep, Dasar Hukum. Don
27
in accordance with the organization and resources of each State, of the economic, social and cultural rights indispensable for his dignity and the free development ofhis personality. "
Selain ilu, UDHR juga menelapkar. bahwa setiap orang mempunyai hak untuk berpartisipasi secara bebas dalam kehidupan budaya masyarakat dan berbagi kemajuan ilmu pengetahuan (scientific developments) dan manfaatnya (its benefit). Hal ini diatur dalam Pasal 27 (I) sebagai berikut: "Everyone has the right freely to participate in the cultural life of the community, to etyoy the arts and to share in scientific advancement and its benefits. "
Dalam bal.asa yang hampir sama, ICESCR, 1966, ke:r.bali
menega~kan
pengakuannya lerhadap hak seliap orang menikmati dan terlibat dalam kebudayaannya, sebagai berikul :63 "The States Parties 10 the present Covenant recognize the right ofeveryone: (a) To take part in cultural life; (b)To e,Yoy the benefits ofscientific progre:;s and its applications; (c)To benefit from the protection of the moral and material interests resulting from any scientific, literaty or artistic production of which he is the author.
Perlindungan
lerh~dap
hak kekayaan iotelekt ual merupakan hak asasi
manusia yang paling dasar. Hak ini merupakan kelanjutan dari hak atas kekayaan riil (real property) dalam bentuk produk intelektual. Oleh sebab itu, kekayaan intelektual tetap dipandang sebagai bagian dari hak asasi manusia yang menjadi
6 '
Pa~al 15 ICESCR, 1966.
28
das&.· perlindungan folklor walaupun pengakuan terhadap hak ini tidak dinyatakan secara eksplisit di dalam UDHR.64 b. Berne Convention For The Protection ofLiterary And Artistic Works
Pcrlindungan tcrhadap folklor tidak ada diatur dalam Konvensi Bern (1886) yang merupakan salah satu instrumen awal dalam perlindungan hak kckayaan intelektual. Salah satu usaha pertama masyarakat internasional dalam memberikan perlindungan terhadap folklor yaitu melalui Konferensi Diplomatik Stockholm 1967 untuk merevisi Konvensi Bern, yang dalam salah satu rekomendasinya
mcnctapkan
perlu
di berikannya
perlindungan
terhadap
pcrwujudan suatu folklor melalui Hukum Hak Cipta. Usaha ini menghasilkan pcngaturan yang berpontensi mengatur folklor yaitu dalam Pasal 15 Ayat (4) Rcvisi Konvensi Bern 1971. Pasal ini mengatur perlindungan atas ciptaan-ciptaan yang tidak diterbitkan oleh Pencipta yang tidak diketahui, yang dianggap sebagai warga negara dari ncgara peserta Konvensi Bern. Negara bersangkutan akan menunjuk Badan Ber.vcnang dalam negaranya untuk mewakili Pencipta yang tidak diketahui dan mclindungi ciptaan-ciptaannya Badan Ber.venang yang dibentuk ini harus dilaporkan kebcradaannya ke~ada WIPO. Mcskipun demikian, WIPO sampai tahun 1995 bcium pernah menerima satu laporan pun dari negaranegara peserta Konvensi Bern tentang keberadaan badan bcrwenang tersebut di suatu negara. 6'
64
Zainul Onu lay, op. cit, him. 79. Rosnidar Sernbiring, "l'crlindungan llaki Terlladap Karya-Karya Tradisional Masyarakat Adm". Jurnal Equalit)', Vol. l l No.2 Agustus 2006. M
29
Selengkapnya Pasal 15 Ayat (4) Konvensi Bern menyatakan :"Right to
Enforce Protected Rights : (a) In the case of unpublished works where the identity of the author is unknown, but where there is every ground to presume that he is a national of a country of the Union, it slwll be a rtwller for legislation in that country to designate the competent au!hority which shall represent the author and shall be entitled to protect and enforce his rights in the countries of the Union. (b) Countries of the Union which make such designation under the terms of
this provisic" shall notify the Director General by means of a written declaration giving full information concerning the authority thus designated. The Directo:- General shall at once communicate this declaration to all other countries of the Union. Pasal 15 Ayat (4) Konvensi Bern Ielah mendapat tempat pengaturannya dalam Pasal 10 dan 10 A UUHC 199766 maupun P~l 10 dan Pasal I I UUHC
Bagian Kecmpat UUHC 1997 Hak Cipta Ala~ Ciptaan Yang Tidak Oiketahui Pcnciptanya : Pao;al 10: (I) Negara memegaog Hak Cipta ala!; karya peninggalan pra sejarah, sejarah, dan benda budaya 66
nasionai Jaionya". (2) (a) Hasil kcbudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi dan karya seni lainnya dipelibara dan dilindungi oleh negara; (b) Negara mernegang hak cipta atas ciptaan tcrscbut pada ayat (2) a terhadap luar negeri. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak cipta yang dipcgang olch ncgara sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, diarur lcbih lanjut dengan Peraturan Pcmcrintah. Pasal 10 A: (J) Apabila suatu ciptaan tidak diketahui penciptanya dan ciptaan itu belum diterbitkan, rnaka Negara rncrnegang Hak Cipta alas ciptaan tersebul uotuk kepeotingan penciptanya. (2) Apabila suatu ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui penciptaoya atau pada ciptaan tersebut hanya tenera rtarna sarnaran penciptanya, maka pcnerbit mernegang Hak Cipta alas ciptaau tersebut wlluk kepentingan penciptanya."
30
2002 67 , walaupun bingga saat ini efektivitasnya belum tampak hasilnya dalam memecahkan masalah-masalah pengetahuan tradisional atau folklor seperti dimaksud dalam UUHC. Selain itu, Badan Berwenang yang ditunjuk Pemerintah untuk mewakili Pencipta yang tidak diketahui sebagaimana ditetapkan dal&llt Koavensi Bern belum menjadi kenyataan.68 c. The Tunis Model Law On Copyright (UNESCOIWIPO, 1976/9•
Perkembangan intemasional
penting
berikutnya
dalam
perlindungan
hukum
terhadap folklor dipersiapkan oleh UNESCO dan
WIPO.
UNESC0 70 dan WIPO telah melaksanakan pelbagai usaha untuk melindungi ciptaan-ciptaan yang tidak diketahui Pcnciptanya dan dapat dikategorikan seb;;gai folklor. Atas prakarsa kedua organisasi internasional ini, pada tahun I 976 " Bagian Ketiga UUHC 2002 Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya T idak Diketahui : Pasal 10 ( I) Negam memegang !fak Cipta atas karya peninggalan prasejaralt, sejanlh, dan benda budaya nasional lainnya. (2) Negara mcmcgang Ha~ Cipta atas folk/or dan hasil kebudayaan ral.:yat yang menjadi milik bersarna, seperti cerita, hikayat, dongeng, legeoda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lai.rnya. (3) Untuk rnengumumkan atau memperbanyak Ciptaan tersebut pada ayat (2), orang yang bukan warga negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapat izin dari instansi yang terkait dalarn rnasalab tersebut. (4) Ketenh1an lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Ncgara sebagaimana dirnaksud dalam Pasal ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal II (I) Jika suatu Ciptaan tidak diketahui Pencipt•nya dan Ciptaao itu belum diterbitkan, Negara memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Pe.nciptanya. (2) Jika suatu Ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak dikctahui Peociptanya atau pada Ciptaan tersebut hanya tertera nama samaran Penc iptanya, penerbit mcmegang Hak Cipta atas Ciptaan tersehut untuk kepentingan Penciptanya. (3) Jika suatu Ciptaan tclah diterbitkan tetapi tidak diketahui Penciptanya dan/atau penerbitnya, Negara mernegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya. 68 Rosnidar Sembiri.ng, Joe. cit. 69 The Tunis Model Law on Copyright was adopted by the Commillee of Governmental Experts convened by the Tunisian Government in Tunis from February 23 to March 2, 1976. with the assistance ofWI PO and Unesco. The report on the Commillee was published in the June 1976 issue of this review (pp. I 39 et seq.). http://www.wioo.intlcgi·binlkoha/opac-detail.p!?bib=25497, diakses tangga! 27 Agustus 2012. 0 ' Sejak 1973, UNESCO telah bckcrja dengan sungguh-sungguh terhadap isu-isu yang berkaitaJJ denga11 perlindw1gan folklor. Paul Kuruk, Joe. cit.
31
pengaturan folklor telah dimuat dalam Tunis Model Law on Copyright for
Developing Countries.
11
WIPO dan UNESCO pada tahun 1982 juga telah
mengaturnya dalam Model Provisions for National Laws on the Protection of
Expressions of Folklore Againts ll/cit Exploitations and Prejudical Actionsn Tujuan utan1a dari pembentuk:an Tunis Model La"' sebenarnya adalah untuk membantu negara berkembang dalam menyusun peraturan perundang-undangan di bidang Hak Cipta
73
Namun demikian, di dalarnnya terdapat usulan mengenai
aturan yang khusus ditujukan untuk melindungi folldor antara lain definisi, ketentuan bahwa fiksasi bukan merupakan syarat bagi pemberian perlindungan serta perlindungan yang bersifal tanpa batas wak"tu.
Tunis Model Law memberikan definisi folldor dalam Section 18 (iv) 'folklore means all literary, artistic and :cientific works created on national territory by authors presumed to be mltionals of such countries or by ethnic communities, passed from generation to generation and constituting one of the basic elements ofthe traditional cultural heritage". Tunis Model Law juga membebaskan folklor dari kewajiban ftksasi. Hal ini ditegaskan dalam Section I (5bis) yang menyatakan :
71
R.india Fanny Kusumani.ogtyas, 2009, Perlindungan Hak Cipta Atas Motif Batik Sebagai Warisan Budaya Bangsa (Studi Terhadap Karya Seni Batik Tradisionat Kraton Surakart'41, Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro: Semarang. Tentang Indonesia, http://indonesialifc.info/kolom2/wforum.cgi?no=54589&rensr no&oya~54589&mode"'nsgview&list-new, diakses canggal27 Agustus 2012. " Tunis Model Law disusun o leh UNESCO bekerja sama dengan WIPO sebagai panduan pembentukan hukum nasional yang mengatur perlindungan Hak CipiA di dalarn sistern bukum negara-negara berkembang. Walaupun benujuan wttuk memenuhi tuntutan kebutuhan akan rezim Hak Cipta, namun Tunis Model Law juga turut mcmbcntuk mekanismc peri induogan budaya dalam kemngka Hak Cipta dengan berbagai pengecualian khusus yang bersifill sui generis khususnya pengaturan tentang folklor. Rindia Fanny Kusumaningtyas, loc. cit.
32
"with the exception offfllk/ore, a literary, artistic or scientific work shall not be protected unless the work has been fv:ed in some material form". 74 Selanjutnya
untuk
memberikan
pedindungan
yang
memadai dan
mencegah eksploitasi yang tidak tepat terhadap folklor maka pcrlindungan ya."lg diberikan terhadap folklor dallln Tunis Model Law berlaku tanpa batas waktu yang artinya perlindungan Lerhadap folklor akan berlangsung selamanya. Dengan demikian jangka waktu perlindungan terhadap folklor ini tidak sama seperti perlindungan terhadap hak cipta yang merniliki batas waktu tcrtcntu. Perlindungan tanpa batas waktu terbadap fo lklor dalam Tunis Model Law diatur dalam Section
6 (2):
"Works of national folklore are protected by all means In accordance with subsection(/), without/imitation in time ". lJ Tunis Model Law juga mengenalkan domaine public payant
76
yang diatur
dalamSection 17:
71
1
Commentary Section I (5. ') a/Tunis Model Law: "'However, theftxatlotr requirement cannot possibly apply to works of folklore : such works form part of the culwral heritage of peoples and their very .'JOirlre lies In their being handed on from generation to generation orally or in the form of dances whose steps have never been recorded: the frxatlon requiiement might, therefore, destroy the protection of folklore provided for under Section 6. Consequently. in the case of works offolklore. the authors of the Model Law have made an exception to the frxation rule, particularly since, if this rule were sustained, the copyright in s uch works might well belong to the person who takes the iniliatiw! offtxing them. " ' J Commentary Section 6 ofTwris Model Law : "The object ofthis provision is to prevem any improper exploitation and to permit adequate protection of the cultural heritage known as folklore, which constitutes not only a potentia/far economic expansion, but olso a cultural legacy intimately bound up with the individual character ofeach people. On these twofold gromuis works offo/J./ore deserve protection, and the economic and moral rights in such works will be exercised. without limitation in time, by the competent national authority empowered to represefll the pwple that originated them. It has been proposed that this competent authority be the body responsible within the country for the administration of authors· rights " 76 Commentary Section 17 of Tunis Model Law : "According to this system. which is already known to certain legislations, a work thcl/ has fallen imo the public domain may be used
33
"The user shall pay to the competent authority ...percent of the receipts produced by the use of works in the public domain or their adaptation, including works of national folklore. The sums collected shall be used for the following purposes : i. To promote institutions for the benefit of authors (and ofperformers), such as
societies nfaut!tors, cooperatives, guilds, eel. ii. To protect and disseminate national folklore." Sayangnya, di dalam Tunis Model Law ini masih terdapat sejumlah kelemahan, antara lain tidak terdapat usulan pengaturan yang tcrkait deogan kepemilikan kolektif atas folk lor (Lewiknski, 2003 : 753) 77
d. Model Provisio11s For Natio11al Laws 011 The Protecti01t of Folklore A gai11ts
Illicit Exploitatio11 a11d Otller Prejudicial Actions (UNESCO/ WI PO, 1982). Pada tahun 1982, UNESCO dan WIPO kembali berupaya menciptakan suatu instrumeo bagi perlindungan folklor dengan menyusun Model Provisions
for National Laws on tile Protection of Expressions of Folklore Againts fllict Exploitation and Other Prejudicial Actions (Model Provisions)18• Model Provisions mulai berisi substansi yang bersifat sui generis dalam perlindungan folklor dan dibentuk untuk mcmbantu ncgara-negara dalam membuat peraturan wirhoul restriction, subject however ro the payment of a fee calculated as a percentage of the receipts produced by the use of rhe work or irs adaptations. The sums collected are to be used, under Section 17. for the purposes specified tl:erein. ReceipL< produced by the use of national folklore are provided jar in the same way. Finally it should be noted that, far the purposes of the application of this section. the reference to iiiStitutions for the benl!jit af authors also covers organizations oftranslators. " 71
Sj§!ematjka
Penyusunan
Naskah
Akac!emik,
http:llwww.bphn.go.idlc!ataldocumcmstna ruu tentang fo!k!or.!!df. diakses tanggal 30 Agustus
2012. 11
The primary emphasis of the Model Provisions was the protection of the artistic and literary traditions of irrdigenous commurrities and people from misappropriation and exploitation. Meghan Ruesch. Spring 2008, "Creating Culture: Protection Of Traditional Culwral Expressions Arrd Folklore And The Impact On Creation A11d Innovation In The Marketplace Of ideas", 35 Syracuse .1. In/'/ L. & Com.
34
peruodang-undangan oasional meP.genai perlindungan folklor. Sejumlah substansi yang diusulkan antara lain adalah subyek perlindungan, tindakan-tiodakan yang memerlukan izin dari lembaga yang berwenang atau komuniti, kewajiban untuk menycbutkan sumber dari folklor, perlindungan terhadap folklor asing dan hubungan dengan berbagai bentuk perlindungan lain. 79
Model Provisions tidak menawarkan gagasan tentang definisi folklor. Alasannya adalah untuk menghindari kemungkinan konflik dengan definisi yang relevan atau yang dapat terkandung dalam dckumen atau instrumcn hukum lain mengenai perlindungan folklor.80 Namun untuk tujuan Model Provisions, Section
2 mendefinisikan istil ah "expression offolklo,.e" 81 • Definisi "expression of folklore" yang d iberikan Model Provisions lebih
rinci dan detail jika dibandingkan dengan definisi
fol klo~
yang tcrdapat dalam
Tunis Model Law. Dalam Tunis Model Law definisi hal-hal yang terrnasuk ke dalam folklor hanya disebutkan sccara umum. Selain itu Model Provisions juga mengakui adanya "expression of folklore" yang i>erwujud dan tidak bcrwujud serta memberi batasan terhadap ha l-hal yang termasuk ke dalam "expression of
folklore" yang dilindungi secara kongkrit. Model Provisions memberikan definisi "expressior: of folklore" dalam Section 2, yaitu :
" Sistematika Penyusunan Naskah Akademik. loe. cit. 80 Commentary of Section 2 of The Model Provisions. 81 The use of the words ''expu.ssions" and "prO{iuctions" rather than "works" is intended to underline the fact that the provisions are sui generis, rather than of copyright, since "works" are the subject maller of copyright. Naturally, the expression of folklore may. and-in fact- most ofthe time do have the same artistic form CIS "works ". Commentary ofSection 2 of The Model Provisions.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -- - - - - - - - - - - - - - - - - -- - - -- - - - - - - - - -- - - - - -
35
"expression offolklore " means productions consisting of characteristic elements of the traditional artistic heritage developed and maintained by a community of (name of the country) or by individuals reflecting the traditional artistic expectations ofsuch a community, in particular : i. ii.
iii.
Verbal expressions,82 such as folk tales, fo!k poetry and riddles; Musical expressions, 83 such as folk songs and instrumental music; Expressions by action, 84 such as folk dances, plays and artistic forms or rituals;
Whether or not reduced to a materia/form, and iv. Tangible expressions, 85 such as: a)
Productions of folk art, in particular, drawings, paintings, carvings, sculptures, potlery, terracolla, mosaic, woodwork, meto;;lware, jewellery, basket weaving, needlework, textiles, carpets, costumes;
b) Musical instruments; c) Architectural forms. 86
., Expressions by words. Commentary of Section 2 of The Model Provisions. 33 Expressions by musical sounds. Commentary of Section 2 of The M.o~el Provisions. 34 Expressions by action (of tire human body). Commentary of Section 2 of The Model Provisions. u Expressions incorporated in material object. Commentary of Section 2 of The Model Provisions. 86 Tire first three kinds of expressions need nor be "reduced to materitt/ form", that is to say, the words need not be wrWen down. the music need not exist in the form ofmusical notation and tire bodily action - for example, dance - need nor exist in a wril/en chorwgraphic norati<>n. On the other hand. tangible expressions must be incorporated in permanent material, such as stone, wood, textile, gold, ere. The provision also gives examples of each of the four forms of expression. They are, for the first, "folk tales. folk poetry and riddles, "for the second. "folk songs and in.<trumental music", for the third, "folk dances, plays and artistic forms of rituals. " andfor the fourth, "drawings, paintings, carvings, sculptures, pottery, terracolta, mosaic, woodwork, metalware, jewellery. basket weaving, needlework. textiles, carpets, costumes, musical instmmenls; architectural forms. " 06 Commentary of Section 2 of The Model Provisions.
36
Model Provisions juga meogatur teotang izin dalam penggunaan folklor dengan tujuan komersial. Hal ini diatur dalam Section 3 :
"Subject to provisions ofSection 4, the following utilizations ofthe expressions of folklore are subject to authorization by the (competent authority mentioned in Section 9, paragraph /) (cnmmunity concerned) when they are made both with gainful intent and outside their traditional or customary context : i.
Any publication, reproduction and any distribution of copies of expression of folklore:
ii.
Any public recitation or performance, any transmission by wireless means or by wire and any other form of communication to the public, of expressions of folklore; Pengecuali an terhadap penggunaan folklor dalam Section 3 dlatur dalam
Section 4, yaitu antara lain penggunaan folklor untuk tujuan pendidikan dan penggunaan folklor yang bersifat insidental. Selengkapnya Section 4 WIPO-
UNESCO Model Provisions : I. The provisions ofSection 3 shall not apply in the following cases : i.
Utilization for purposes ofeducation;
ii.
Utilization by way of illustration in the original work of 01.
iii.
Borrowing of expressions offolklore for creating an original work of an author or authors.
37
2. The provisions ofSection 3 shall not apply !!lso where the utilization of the expressions of folklore is incidental. Incidental utilization includes, in particular : i.
Utilization of any expressions offolklore that can be seen or heard in the course of a current event for the purpcses of reporting on that current even by means of photography, broadcasting or sound or visual recording, provided that the extent of such utilization is justified by the informatory purpose;
ii.
Utilization of objects containing the expressions offolklore which are permanently located in a place where they ca;, be viewed by the public, if the utilization consists in including their image in a photograph, in a film or in a television broadcast. "
Model Provisions mewajibkan setiap pengumuman folklor mencantumkan sumbcr folklor deugan mcuycbutkan masyarakat atau tempat geograpis dari folklor. Hal terscbut diatur dalam Section 5 {1) :"In all printed publications, and
in connection with any communications to the public, of any identifiable expressions offolklore, its source shall be indicated in an appropriate manner, by mentioning the community and/or geographic place where the expression wi!ized has been derived " Sanksi terbadap pelanggaran kententuan tentang folldor dalam Model
Provisions diatur dalam Section 6: I. Any person who willfully (or negligently) does not comply with the provisions ofSection5, paragraph I, shall be liable to ...
38
2. Any person who, without the authorization of !he (competent authority reffered to in Section 9, paragraph 1,) (community concerned) willfully (or negligently) utilizes an expression offolklore in violation of the provisions ofSection 3, shall be liable to ... 3. Any person willfully deceiving others in respect of the source of artefacts or subject matters of performances or recitations made available to the public by him in any direct or indirect manner, presenting such artefacts or subject matters as expressions offolklore of a certain community, from where, in fact, they have not been derived, shall be punishable by ... 4. Any person who publicly uses, in any direct or indirect manner,
expressions offolklore wil/fi1lly distorting the same in a way prejudicial to the cultural interests of the community concerned, shall be punishable by ... Model Provisions membcrikan perlindungan terhadap folklor asing secara timbal balik atau berdasarkan petjanjian intemasional sebagaimana disebutkan dalam Section 14:
"Expressions of folklore developed and maintained in a foreign country are protected under this (law) : i.
ii.
Subject to reciprocity, or On the basis of international treaties or other agreements. "
Walaupun Model Provisions bukan merupakan hukum intemasional yang mcngikat,87
bcbcrapa
negara
" Mcg)•au Reusch, Joe. cit.
terutama
negara-negara
berkembang
tclah
39
menggunakan Model Provision sebagai dasar untuk member!akukan HKI yang lebih luas dalam melindungi folklor. 88 e. Convention On Biological Diversity (CBD, UN, 1992). 89 Tahun 1992 merupakan salah satu momentum penting bagi perjalanan proses perlindtmgan pengetahuan tradisional dan folklor, karena pada saat itu disepakati Convention on Biological Diversity (CBD), yang di dalamnya antara lain menetapkan bahwa harus ada
u
the equitable sharing of benefits arising from
the utilization of such knowledge, innovations and pratices". Yang dimaksud dengan such knowledge, innovations and pralices adalah mengacu kepada pengetahuan tradisional (Lewinski, 2003: 748)90 dan folklor. Dalam konvensi ini secara
restni
diakui bahwa pengetahuan tradisional
(traditional knowledge) dan praktik-praktik yang dilakukan oleh masyarakat asli memiliki nilai komersial sehingga perlu mendapatkan perlindungan 91 Menurut konvensi
ini setiap pihak sejauh mungkin (tergantung
perundan~-undangan
nasionalnya) wajib menghormati, melindungi dan mempertahankan pengetahuan, inovasi-inovasi
dan
praktek-praktek
masyarakat
asli
dan
lokal
yang
mencerminkan gaya hidup berciri tradisional, dan memajukan penerapannya secara lebih luas dengan persetujuan dan keterlibatan pemilik pengetahuan
118 Some cormlries, parlicularly in 1he developing world. have used the Model Provisions as the basis for enacling more extellSive inlelleclual properly laws pro/ecting folklore.This /rend has been espedally proncrunced in Africa, where the majority of countrif!.3 have implemented, or are in lhe process of implenrenling, nalional laws giving copyright or sui generis proleclion 10 unpublished folk s/ories handed down orally from generalion 10 genera/ion. Susanna Frederick Fischer, toe. cit. 89 Folklor sudah d ia1:ui oleh Convention on Biological Diversify (CBD) yang mulai berlaku tahun 1993 dan tclah diratif\kasi o leh 170 negara. 90 Sisternatika Penyusunan Naskah Akademik, loc. cit 91 Arlicle 8 OJ C01wen1ion on Biological Diversity 1994.
40
inovasi-inovasi dan praktck-praktek tersebut, mendorong pcmbagian yang adil keuntungan yang dihasilkan dari pcndayagunaan pcngetahuan, inovasi-inovasi dan praktek-praktek oemacam itu. Haltersebut selengkapnya diatur dalam Pasal 8 (j) CBD yang menyatakan:
"Each Contracting Party shall, as far as possible and as appropriate: Subject to its national legislation, respect, preserve and maintain knowledge, innovations and practices of indigenous and local communities embodying traditional lifestyles relevant for the conservation and sustainable use of biological diversity and promote their wider application with the approval and involvement of the holders of such knowledge, innovations and practices and encourage the equitable sharing of the benefits arising from the utilization of such knuwledge, innovations and practices. " Pasal 8 (j) ini, pada dasamya mengatur kewaj iban ncgara dalam kaitannya dengan pcngetahuan tradisional dan keanekaragaman hayati termasuk mcncntukan sifat dari kewajiban negara sebagaimana dapat dilihat berikut ini:92 I. Scl.:urang-kurangnya, ada tiga kewajiban Negara yang menjadi pcscna
(contracting porry) dalam koovensi ini yaitu : a.
Mcnghormati.
melestarikan
dan
mempcrtahaokan pcngetahuan,
inovasi, dan praktik-pral.."tik masyarakat asli dan lokal yang membadankan gaya hidup tradisional yang relevan untuk konscrvasi dan penggunaan sumbcr daya hayati yang herkelanjutan;
91
Zainul Dau lny. him. 9 1.
41
b.
Memajukan penerapan yang lebih luas terhadap pengetahuan, inovasi, dan
praktik-praktik
masyarakat asli dengan
persetujuan
dan
mclibatkan pemiliknya; c.
Mendorong bagi basil yang adil yang timbul dari pcnggunaan pengetahuan, inovasi, dan praktik-praktik masyarnkat asli.
2. Kcwajiban para pcscrta pcrjanjian (contracting party) tcrscbut bersifat subjcktif, tergantung kcpada kcadaan dan kepatutan suatu ncgara yang dinyatakan "as far as possible and as appropriate", dan ; 3. Kewajiban dan segala sesuatu tcrkait dengan kewajiban tersebut hams diatur meia.lui undang-undang nasional negara pcserta perjanjian (subject
to its national legislation). Sclain Pasal 8 (j), ada pasal lain yang erat kaitannya dengan pcrlindungan folklor yang diatur dalarn konvensi ini, yaitu Pasal 10 (c). Peserta perjanjian wajib mclindungi dan mendorong pemanfaatan sumber daya alam hayati yang sesuai dcngan praktek-praktek budaya tradisional, yang cocok dengan pcrsyaratan konservasi atau pemanfaatan secara berkelanjutan. Pasal 10 (c) mcnyatakan:
"Each Contracting Party shall, as far as possible and as appropriate protect and encourage customary use of biological resources in accordance with traditional cultural practices that are compatible with conservation or sustainable use •
requirements". Sclanjutnya, pada pcrtcmuan keenam, bulan Mei 2002, negara-negara pcserta CBD mcmbuat the Bonn Guidelines on Access to Genetic Resources and
Fair and Equitable Sharing of the Benefits Arising out of Their Utilisation.
42
lntinya, Guidelines ini "mcndorong" pengungkapan negara a~ sumber ger.etic
dan pcngclllhuan tradisional di dalam setiap aplikasi paten. 93 Kelemahan Guidelines dalam CBD tersebut adalah sifatnya yang bisa dikatakan hanya "mcndoroog" perlindungan pengelllhuan tradisional. Konvcnsi ini mempersilahkan sepcnuhnya kepada negara peserta unttik meoentukan bagaimana pclaksanaan komitmen tersebut. Oleh karcna itu, tanpa adanya dukungan dari kescpakatan HKI intemasional, maka komitmen tersebut sulit dilaksanakan. Sayangnya, Pcrjanjian TRIPS 1994 tidak berisi ketentuan tentang pcngetahuan tradi sional dan tidak menunjuk kepada komitmen yang telah tercantum dalam CB0. 94 f . WIPO Copyright Treaty dan WlPO Performances and Phonograms Treaty
(1996)
Pada lllhun 1996, pcrlindungan folldor di tingkat internasional menjadi hangat kembali. Hal terscbut dimungkinkan karcna pada saat dilakukannya persiapan WIPO Copyright Treaty dan WIPO Perfor11Ulnces and Phonograms Treaty di dalam kesepakatan yang terakhir mengandung pcrlindungan bagi pclakulartis (performer) yang menampilkan suatu folldor.95 Article 2 (a) WIPO Performances and Phonograms Treaty menyatakan "performers are actors, singers, musicians, dancers, and other persons who act, • 93
Shanna A, "Global legislation on indigenous knowledge", Science and Development Network, March 2004, , dalam M. Ha•vin, Perlindungan Pengctahuan Tradisional di Indonesia, Pidato Pcngukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Gndjah Mada, 5 Agustus 2009. .. M. Hawin, Pcrlindungan Pcngetahuan Tradisional di Indonesia, Pidato Pcngukuhan Jabatan Gum Bcsar pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 5 Agusms 2009. n Sistcmalika l'cnyusunan N11skuh Akademik, loc. cit.
43
sing, deliver, declaim, play in, interpret, or otherwise perform literary or artistic works or expressions offolklore." Namun kemungkin:m
demikian, telah
seberwnya
menyadari
bahwa
negara-negara
sedang
berkembang
kesepakatan-kesepakatan
tersebut,
bersamaan dcngan rcncana pada saat itu untuk membentuk sebuah k~sepakatan
sui generis mengenai perlindungan database, hanya akan menguntungkan negara maju mengingat perlindungan folklor memiliki keterkaitan yang sangat crat dengan database. Olcb karcna itu, negara-negara sedang berkembang kemudian berupaya mcnghubungkan antara kesepakatan database dengan kemungkinan pembentukan kcscpakatan mtemasional untuk melindungan folklor dan kcmudian merekomcndasikan agar dibentuk suatu forun1 intemasional untuk menggali isuisu perlindungan fo iklor dan kaitanuya dcngan hak kekayaan intelekrual (HK1). 96
g. World Trade Organization (200 /) Dalan1 pcrtcmuan (conference) para menteri negara-negara anggota WTO di Doha, dicapai kcscpakatan yang kemudian dituangkan dalam suatu dcklarasi (kemudian disebut Ministerial Declaration) pada tanggal 14 November 200 I. Salah satu butir kesepakatan itu adalah sebagai berikut :
"We instruct the Council for TRIPs, in pursuing its work programme including under the review of Article 27.3 (b), the review of implementarion of the TRIPs Agreement under Article 71.1 and the workforseen pursuant to paragraph 12 of this Declaration, to examine, inter alia, the relationship be/Ween the TRIPs Agreement and the Convention on Biological
96
1bid.
Diversi~y,
the protection of
44
traditional knowledge and folklore, and other relevant new developments raised by members pursuant to article 71. 1. In undertaking this work. the TRIPs Council shall be guided by the objectives and principles set out in article 7 and 8 ofTRlPs Agreement and shall take fully into account the development dimension. "
97
Oari kescpakatan para menteri ncgara-negara anggota WTO itu jelas tampak bahwa perlindungan tcrhadap traditional knowledge dan folklore dipertimbangkan dalam kerangka Agreement on Trade-related Aspects of
Intellectual
Property Rights oleh TRIPs Council dalam organisasi WTO
tersebut 98 b. TRIPs (Tmde-Related Aspects of l lltellectual Property Rights) Perjanjian TRIPs tidak berisi kctentuan yang tcgas mengcnai folklor. Akan tetapi , walaupun Perjanjian TRIPS tidak mengatur perlindungan pengetahuan tradisional,
namun
Perjanjian
ini
mcncanturnkan
ketentuan
yang
bisa
berhubungan den~an pengctahuan tradisional seperti merck (trademarks) dan indikasi geografis (geographical indications).99 Pengertian merck tercantum dalam Pasal I 5 ayat ( I) Pcrjanjian TRIPS. Menurut Pasal ini, merck ada lah "(A]ny sign, or any combination of signs,
capable of distinguishing the goods or services of one undertaking from those of other undertaking ... " Merck bisa digunakan untuk. melindungi pengetahuan tradisional apabila pengetahuan tradisional terscbut mempunyai merek yang terdaftar. Apabila merck 97
Point 19 of the Ministerial Dcclorotion adopted on J4 November 1001. Ministerial Conference of World Trade Orgoni:ation, (Document No. WTIMIN(OI)ID£Cil. 20 November 2001). 93 Agus Sardjono, op. cit, him. 60. 99 M. Hawin, toe. cit.
45
pengetahuan tradisional ini ditiru seseorang, maka pemiliknya mempunyai hak untuk menuntutnya. Kelemahannya adalah tidak semua, kalau tidak bisa dikatakan jarang, pengetahuan tradisional mempunyai merek yang terdaftar. 0 \eh karena itu, upaya untuk mem!Jerikan merck untuk pengetahuan tradisional kemudian
mendaftarkaJmya
diharapkan
akan
banyak
dilakukan
untuk
meman1aatkan merek sebagai sarana perlindtmgan pengetahuan tradisional. Nanmn, muncul persoalan siapakah yang harus meng;Jpayakan hal tersebut. Oleh karena itu, perlu ada organisasi untuk kepentingan tersebut. 100 Jndikasi geografis (geographical indications) tercantum dalam Pasal 22 Perjaojian TRIPS.
Pasal
ini
mcndefmisikan
indikasi
geografis sebagai
"[l]ndications which identifY a good as originating in the territory of a Member, or a region or locality in that territory, where a given quality, reputation or other characteristic of the good is essentially attributable to its geographical origin. "
Jndikasi geografis bisa. dipakai untuk melindungi pengetahuan tradisional karena kebanyakan indikasi ini berbasis kepada tradisi kolektif dan proses pengambilan keputusan kolektif (collective decision-making process). Juga karena indikasi ini menekankan kepada hubungan antara kultur man usia dan lingkungannya dan bisa dipertahankan selama tradisi kolektif tersebut dipertahankan. 101 i. Conventio11 For The
Safeguardit~g
of The fllfallgible Cultural Heritage
(2003).
Selain folklor dipandang sebagai sumber daya dan diatttr dalam kerangka CBD, folklor juga dianggap sebagai warisan budaya takbcnda yang pcrlu '"""bid. 1bid .
101
46
dilindungi. Perlindungan tersebut diatur dalam kerangka UNESCO, yaitu melalui Konvensi untuk Perlindungan 101 Warisan Budaya Takbenda, 2003. Konvensi ini bertujuan
meningkatkan
visibilitas
atau
kesadaran
umum,
mendorong
penghonnatan dan pelindungan beraneka ragam warisao hudaya takbcnda atau budaya hidup melalui kcrja sama antara pemerintah dan komunitas pada tingkat nasional, sub-regional, regional maupun internasional. 103 Folklor sebagai bagian
dari warisan budaya takbenda dapat dilibat dari definisi Wl!risan budaya takbenda
("intangible cultural heritage'') yang tcrdapat dalam Pasal2 ( I): warisan budaya takbenda
meliputi
scgala
praktek,
rcprcsentasi,
ekspresi,
pengetahuan,
ketcrampilan serta alat-alat, benda (alarniah), artefak dan ruang-ruang budaya terkait dengaruJya yang diakui o leh berbagai komuniti, kclompok, dan dalarn hal tertentu perseorangan sebagai bagian warisan budaya mcrcka. Selengkapnya
Article 2 (1) menyatakan : "The intangible culwral heritage means the practices, representations, expressions, knowledge, skills - as well as the instruments, objects, artefacts and cultural spaces associated therewith - that communities, groups and, in some
' 01
Istilah perlindungan yang digunakan dalam Konvensi ini bukan "protection·· tctapi adalah "safeguarding'. Zainul Daulay, op. cit, him. 95. Berdasarl
individuals concerned; (c) lo raise awareness at the local. national and international levels of the imporlllnce of the Intangible cultural heritage, and of ensuring mutual appreciation thereof' (d) to provide/or international cooperation and assistance. ..
47
CO$es, individuals recognize as part of their cultural heritage. This intangible cultural heritage, transmitted from generation to generation, is constantly recreated by communities and groups in response to their environment, their interaction with nature and their history, and provides them with a sense of identity and continuity, thus promoting respect for cultural diversity and human creativity. For the purposes of this Convention, consideration will be given solely to such intangible cultural heritage as is compatible with exis!ing international human rights instruments, as well as with the requirements of mlltual respect among communities, groups and individuals, and ofsustainable development". Warisan budaya takb;:nda diwuj udkan antara Jain dalan1 bidang-bidang : trndisi dan ekspresi lisan, termasuk bahasa sebagai wahana warisan budaya takbenda;
seni
pertunjukan;
adat
istiadat
masyarakat,
ritus,
dan
pernyaan-perayaan; pengctahuan dan kebiasaan perilaku mengcnai alam dan semesta; kemahiran kernjinan tradisional. Hal ini ditegaskan dalam Article 2 (2) :
"The intangible cultural heritage, as defined in paragraph 1 above, is manifested inter alia in the following domains: (a) oral traditions and expressions, including language as a vehicle of the intangible cultural heritage; (b) performing arts;
'
(c) social practices, rituals andfestive events; (d) knowledge and practices concerning nature and the universe; (e) traditional craftsmanship.
48
Konvensi ini tclah diratilikasi oleh 137 negara pihak, 104 tennasuk indonesia. 105 W arisan budaya Indonesia yang masuk dalarn daftar representatif warisan budaya budaya takbenda 106 UNESCO adalah Wayang (masterpiece of the
oral and intangible heri:age of humanity, 2003), Keris (masterpiece of the oral and intangible heritage of humanity, 2005), Batik (representative list of the intangible cultural heritage of humanity, 2009), Angklung (representative list of the intangible cultural heritage ofhumanity, 2010), 101 dan Tari Sama!l 108 (2011).
~ Kompas Com, ·Tari San~an Resmi Diakui UNESCO", Kamis, 24 November 2011, d iakses tanggaiiO September 2012. 1"' Konvensi ioi telah diratir.kasi tanggal 5 Juli 2007 melalui Peraturan Presiden R1 No. 78 Tahun 2007 tentang Pengcsahan Koovensi uotuk Perlindungan Warisan Oudaya Takbenda (COirventionfor the Safeguarding ofthe tmangible Culural Heritage). 06 ' Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Jero Waeik mengatakan, yang dinkui UNESCO sebagai warisan budaya Indonesia bukanl3h wujud wayang, keris dan batik sebagai scbuah benda. Namun, dikatakan Jero, eerita..:erita, nilai-nilai r.tosofi dan sisi humanis yang terbndung dalam wayang. keris, dan batik itulah yang diakui scbagai sebu3h warisan budaya yang patut dilcstarikan. Kompas.com, "Meogapa Wayang. Batik, dan Keris Disebu1 Warisan Budaya Tak DendaT', 5 Februari 20 I 0, diakses tanggal I 0 September ~0 12. 101 Pikitan Ral:yat Online, "Tari Saman Resmi Masuk dalam Warisan Oudaya Takbeoda UNESCO", diakses tanggal 10 September 2012. 1.. Tari Saman adalah tarian warisao budaya asli suku Gayo sejak abad ke-1 3, di daerah Gayo Lues dan sekitamya di Provins i Aceh yang kemudiao dikcmbangkan oleh Syeh Saman untuk penyampaian pe~:m keagamaan. Pemain Snmnn adalah la~i-laki, umumnya muda, dan j umlahnya selalu ganj il duduk bersimpuh atau bcrlutut dalarn baris rapat. Pemain memakai pakaian adat yang dibor~lr dengan motif tradisionnl Gayo yang pcnuh simbolisme a lam dan nilai luhur. Pclatih atau penaogkat d i tcngah memimpin pemain mcnyanyikan syair berisi pesan pernbangunan, keagamaan, nasihat, adat, sindiran, humor, IY"hkan romantis. Pemain bcnepuk tangan, dada, paba dan tanaMantai, jentikkan jari, mcnggoyangkan badan kiri kanan, dcpan belakang, mcnggoyangkan dan memutarkan kcpala atas bawah kiri kanan, menggerakkan tangan, menuoduk sccara siokron sesuai ritme, kadang lambat. kadang cepat dan energik. kadang screntak. kadang selang seling antara pemain dengan posisi ganjil dan posisi genap dalam baris. Ocrak Saman menggambarkan alam, lingkungan, dan kehidupan sehari·hari masyarakat Oayo. Sarnan dipenandingkan bila satu dcsa mengundang desa lain guna menjalin hubungan silaturahmi aotardesa Saman dipakai untuk menjamu tamu dan untuk memeri3hkan hari besar nasional dan keagamaan. Saman juga perrnainnn anak-anak sul:u Gayo di desa. Saman umumnya ditransmisikan sceara informal kepada anak kecil di desa. Frek'llensi pementaSan Saman dan trans misinya kcpada generasi pencrus mcnurun saar ini, walaupun masyamkat dan Pcmcrintah sudah bcrusaha melestarikannya, schingga diperlukan upaya pelestarian mendcsak. Kompas Com, " Tari Sarnan Resmi Diakui UNESCO", Kamis, 24 November2011, diakses tanggnl 10 September 2012. 1 1
49
j.
The United Natio11s Declaration on The R ights ofIndigen ous Peoples. Dalam Deklarasi PBB tentang Hak Masyarakat Asli, pengakuan dan
perlindungan tcrhadap folklor dinyatakan secara eksplisit dalam bebcrapa pasal, yakni Pasal II dan ?asal 31. Pasal II mengatur tentang hak masyarakat asli untuk mempraktikkan dan memperbarui tradisi-tradisi dan adat budaya mereka. llak tcrsebut meliputi hak untuk mempertahankan, melindungi dan mengembangkan wujud kcbudayaan mereka seperti situs-situs arkeologi dan sejarah, artefak, disain, upacara-upaeara, leknologi, seni visual dan seni pertunjukan dan kesusastcraan yang rncrupakan bagian dari folklor. Selengkapnya pengu•uran hak masyarakal asl i terhadap fo lklor dalam Pasal II (I) dapat d ilihat sebagai berikut:
"Indigenous peoples have the right to practice and revitalize their cultural traditions and customs. This includes the right to maintain, protect and develop the past, preselll andjillure manifestations ~f their c-ultures, such as archeological and historical sites, artefacts, designs, ceremonies, technologies and visual and performing arts and literature. " St'lanjutnya berdasarkan Pasal 31 (I) tidak hanya folklor (traditional
cultural expressions) saja yang menjadi objek atas hak tersebut, tetapi juga tcrmasuk warisan budaya (cultural heritage) dan pengctahuan tradisional
(traditional knowledge). Dengan kala lain, Dcklarasi ini membedakan secara tegas ruang Jingkup objck yang harus dilestarikan, dilindungi dan dikembangkan tcrscbut. Selain ;lu dilegaskan pula bahwa Pengetahuan Tradisional, warisan budaya dan fo lklor ini tennanifestasi dalam berbaga i bcntuk scpcrti sains
so
teknologi dan budaya (technologies and cultures). Termasuk didalamnya sumber daya manusia dan genetik, benih, obat, pengetahuan tenlang flora dan fauna, tradisi lisan, sastra, desain, olahraga dan permainan tradisional serta seni pagelaran dan visual. Sclcngkapnya pengaturan Pasal31 (I) dapat dilihat sebagai bcril.:ut:
"Indigenous peoples have the right to maintain, control, protect and develop their cultural heritage, traditional knowledge and traditional cultural expressions, as well as the manifestations of their sciences, technologies and cultures, including human and genetic resources, seeds, medicines, knowledge of the properties of fauna and flora, ora/traditions, literatures, designs, sports and traditional games and visual and performing arts. " Lcbih jauh dari itu, Deklarasi juga menetapkan bahwa masyarakat asli mcmpunyai hak untuk mengembangkan kekayaan intelektual alas tcngctahuan tradisional tcnnasuk terhadap warisan
buda~a,
folklor yang mereka miliki.
Mclalui kctentuan ini, ingin ditegaskan bahwa pengembangan kekayaan intelektual alas folklor adalah hak masyarakat asli sebagaimana dinyatakan,
" ... also have rhe right to maintain, control, pro1ec1 and develop 1heir imellecuml properly over such cui/ural herilage, lradilional knowledge, and lradilional cultural expressions".
51
2. Perlindungan Folklor Batak Karo Menurut Undang-Undang Hak Cipta
No. 19 Tahun 2002. Saat ini pengaturan lentang folklor di Indonesia dimasukan kedalam UU Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002. Pasal 10 UUHC 2002, yang berjudul 'Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui' menetapkan : ( I) Negara memegang Hak Cipta alas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya. (2) Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan basil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, keraj inan tangan,koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya. 109 (3) Untuk mengurmunkan atau memperbanyak Ciptaan tersebut pada ayat (2), orang yang bukan warga negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapat izin dari instansi yang terkait dalan1 masalah lersebut. 110 (4) Ketentllan lebih !anj ut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, d iatur dengan Perat\lran Pemerintah.
•
•
109
Dengan ditctapkannya ncgara scbagai pcmcgang hak cipta aias karya-karya tradisional tersebut, negara akan melindunginya dari penggunaannya oleh orang asing yang merugikan negara. Orang a.sing harus memima izin kepada inscansi yang bem-enang sebelum dapat mcmanfaatkan karya-karya tradisional tcrscbut. M. Hawin, Joe. cit. 110 UUHC 2002 telah meneotukan bahwa karya-karya tradisional yang tersebut dalam Pasal 10 ayat (2) mempunyai fungsi sosial bagi warga negara Indonesia. Warga Indonesia boleh memanfaatkannya dengan tanpa izin terlebih dahulu kepada ins tansi yang bcrwenang. Artinya,
walaupun suatu tarian rakyat terteotu berasal dari Bali, misalnya, semua warga negara di selum.h Indonesia bisa memanfaatkannya dengan tanpa izin. Ibid.
52
Namun sampai saat ini belum ada satupun Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang folklor. Dalam UUHC 2002, yang merupakan satu-satunya undang-undang yang mengatur tcntang folklor tidak dijelaskan bagaimana cata melindungi folklor. Walaupun sebagai s&tu-satunya hul.:um nasional yang mengatur tentang folklor, di dalam UUHC 2002 hanya terdapat 2 pasal yang menyebut folkJor yakni Pasall angka 10111 dan Pasal 10 Ayat (2) 112 • UUHC 2002 kurang memadai dalam melindungi foUdor, selain sangat sedikit sekali mengatur tcntang folklor juga disebabkan karena sifat hak cipta banyak bertentangan dcngan folklor. Salah satu contohnya ialah bahwa hak cipta merupakan kepemilikan perorangan (individual)
sedang!~an
folklor merupakan milik bersama
(komunal). Selain itu, folklor sering tidak diketahui siapa penciptanya, tidak befW'..!jud karena disampaikan sccara lisan, tidak original (asli) karena diwariskan secara turun temurun, atau waktu perlindungan hak cipta tclah berakhir. 113 Menurut UUHC 2002, perlindungan terlladap folklor bcrlaku tanpa batas waktu. 114 Folklor akan tctap mendapat perlindungan walaupun folklor tersebut tidak dipelihara o leh masyarakat pemilik folklor tersebut. Perlindungan terhadap
111
•
••
Pelaku adalah ak1or, penynnyi, pemusik, penari, atau mcreka yang menampilkan, memperagakan, mempertunjukkan, menyanyikan, menyampaikan, mendeklamas ikao, alau memainkan suatu karya musik, dmma, tari, sastta, folklor, atau karya seni lainnya. 112 Di dalam Penjelasan Pasal 10 (2) UUHC 2002 disebutkan, l'olklor sebagai sekurnpulao ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok maupun perorangao dalam masyarakat, yang meounjukkan idenlitas sosial dan budayanya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diilmti secara turun tcmurun, tennasuk: a. cerita rakyal, puisi rakyat; b. lagu-lagu rakyal dan musik instrumcn tradisional; c. tari-tarian rak-ya1, permainan tradisional; d. hasil seni antara lain berupa: lukisan, gambar, ukiran-ukiran, pahntan, mosaik, pcrhiasan, kemjinan tangan, pakaian, inslrumen musik dan lenun tradisional. " ' Stephanie Spangler, Joe. cil. 114 Pasal 3 1 Ayal I (a) UU ~IC: "l ink Cipta alas Ciptaan yang dipegang alau dilaksanakan olch Ncgara berdasarkan Pasal 10 ayat (2) berlaku tanpa batas wak1u"
53
folklor berlalcu selamanya walaupun folklor tcrsebut sudah tidak digunakan lagi ataupun tclah musnah. Menumt UUHC 2002, negara memegang hak cipta atas folklor dan basil kebudayaan rakyat yang mcnjadi milik bcrsama. Dalam rangka mclindungi to lklor dan hasil kcbudayaan rakyat, Pemerintah dapat mencegah adanya monopoli atau komersialisasi serta tindakan yang memsak atau pcmanfaatan komersial tanpa seizin negara Republik Indonesia scbagai Pemegang Hak Cipta.m Tindak pidana pclanggaran terhadap Hak Cipta termasuk. didalarnnya Folklor mcnumt UUliC 2002 mcrupakan delik biasa, schingga aparat pcnegak h11kum dapat Jangsung mcnindak pclakunya ::anpa perlu ada laporan atau pengaduan dari pihak yang merasa dirugikan.
116
3. Perlind ungao Folklor Oatak Karo d a la m Praktik Sekaraog. a. Peoggunaan FolkJor Batak Karo O lcb Masyarakat Batak Karo Folklor Karo yang mcmpakan kekayaan budaya bagi masyarakat Karo tidak scluruhnya dipclihara dan dikembangkan o leh masyarakat Karo sendiri. Pelestarian folklor Karo saat ini sudah masuk dalam taraf memprihatinkan. Hal ini disebabkan di satu sisi masyarakat Karo sudah mulai tidak lagi menggunakan folklor Kar:; dalam kehidupan sehari-hari 117 karcna kebanyakan folkl or yang
•
•
'"Ketenruan ini dimaksudkan untuk mengbindari tindakan pihak asing )'lll1& dapat merusak nilai kebudayaan tersebut. Penjclasan Pasal 10 Ayat 2 UUHC 2002. 116 Prayudi Setiadhanna. 3 Dcscmber 2009, "Pelanggaran Hak Cipta: Delik 8i0$a \'S Delik Aduan. atau Nasib Pengamen Indonesia. Catalan Hak Kekayaan lntelelauaf'. tersedia di website http://psetiadhanna. wordpress.com/2009112103fpelanggaran-hak -dpta-del ik-biasa-vdclik-aduan-atau-oasib-pengamen-indonesia. "' Saat ini bagi masyarakat Karo yang sudah beragama (sampai saat ini masih ada masyarakat Karo yang tidak memiliki agama) dalam kehidupan sehari-hari lebih berpawkan pada aturan agama. Sedangkan adat dilaksanakan disesuaikan dcngan aturan agamn yang dianut oleh masyarakal Karo yang bersangkutan. Misalnya dahulu, jika masyarakat Karo melakukan perkawinan maka mereka hams mcnggunakan adat Karo. Tapi tidak demikian saat ini, ketika
54
berasal dari masa lalu tcrsebut sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan saat ini bagi mereka dan juga disebabkao pengaruh dari tcknologi yang ada saat in i. 118 Di sisi lain, pemerintah khususnya pcmerintah daerah Kabupaten Ka ro nampaknya tidak terlalu perduli dengan pelestarian folklor Batak Karo. Hal ini terlihat sampai saat ini bclum adanya usaha Pemda Karo untuk menginventarisasi folklor Batak Karo. Selain itu kurangnya pcrhatian Pcmda Karo terhadap bcnda-benda budaya Karo termasuk didalarnnya folk lor. Usaha yang telah dilakukan oleh Pemda Karo dalam bidang pelestarian folklor adalah dengan menerbitkan buku Cerita Rakyat Karo.
Folklor Karo yang
pelcstaria~mya
sudah memprihatinkan adalah kcsenian
dan tenun Karo. Pengcmbangan dan pelestarian kescnia11 Karo saat ioi sudah masuk dalam taraf mcmprihatinkan. 119 Pengembangan dan pelestarian kesenian Karo tersebut bukan hanya menjadi tanggung jawab para seniman Karo yang sclalu saja berusaha mcncari cara bagaimma agar kesenian Karo dapat berkcmbang dan lestari akan tctr.pi juga menjadi tanggung jawab masyakarakat Karo sendiri bagaimana mengapresiasikan kekayaan keseniannya. 120
0
•
masyarakal Karo menggadakan pcrkawinan saal ini, yang terUiama dilakukan adalah berdasar1
55
Selain kesenian, pclestarian tenun Karo (Vis Karo) j uga sangat memprihatinkan. Dahulu Uis Karo sangat melekat dalam kcbudayaan Karo baik dalam kenidupan sehari-hari maupun dalam setiap pelaksanaan adat, karena sctiap pelaksanaan adat khususnya dalam upacara adat, Uis Karo merupakan bagian yang tidak terpisahkan, baik sebagai persembahan adat kepada pihak kcrabat maupun untuk dikenakan oleh para penyelenggara upacara.
121
Namun dalam
kerudupan sehari-hari saat ini orang Karo umumnya dan masyarakat Kabupaten Karo khususnya, tidak memakai produk kain tenun Uis Karo, misalnya bila pcrgi ke pasar atau ke ladang, namun dalam kcgiatan semi fom1al dan formal terutama dalam Kegiatan adat, penggunaannya masih cukup ti:1ggi. Mi salnya, bila bcrkw1jung ke rumah kenalan atau kerabat, beribadat di gercja atau mengnadiri upacara-upacara hari besar kcncgaraan. Berbeda, uila terkait dcngan upacara adat seperti upacara perkawinan, guro-guro aeon atau upacara kcmatian, tingkat pemakaian kain Uis Karo sangat tinggi. Khususnya pengantin dan kerabat dekatnya dalam upacara pcrkawinan, hampir dipastikan semuanya menggWlakan kain Uis Karo secara lcbih lengkap mulai dari penutup kepala, sarung dan selendang. Selain itu Uis Karo Juga dijadikan sebagai perscmbahan adat kepada pihak kalimbubu dalam upacara perkawinan dan upacara kematian.
122
Geliat perdagangan Uis Karo terus berkembang pesat 123 dan konsumen
••
dari produk Uis Karo terscbut tcrus meningkat baik di kalangan warga Karo
121
Lister Berutu, "lnventarisasi Kain Tenun Uis Karo Di Kabupaten Karo Sumatera 18 Januari 20 11 , lmp:l/antrooologiusu.blogsoot.com/2011/01/rjne.kasan·laooranpenelitian.html. diakses tanggal 17 Oktober 2012. 121 lbid.
Utara~,
23
Bul'ti berkembangnyn pcrdngungan Uis Karo adalah banynknya toko dan pcdagang Uis Karo di pasar-pasar Tanah Karo. scpcni di Kabanjahc dan Berastagi mnupun pnsar yang ada di '
56
maupun di luar warga Karo 124 tapi produksi Uis Karo di Kabupaten Karo rendah. Walaupun Uis Karo telah diproduksi dan dikonsumsi sejak lama, tapi yang memproduksi umumnya bukan orang Karo, 125 tapi oleh warga Batak Toba baik yang tinggal di Kabupaten Karo 126 maupun di luarnya. Saat ini hanya satu orang Karo 127 yang membuka usaha tenun Uis K.aro tersebut. 128 Orang Karo sebagian besar membeli kain adat ke penemm tradisional dengan alat tenun gendong
•
••
Medan, seperti pasar Sambu, Pringgan dan pasar Petisah. Jangkauan persebaran basil lenunan kain Uis karo tidok terbatas hanya di Kabupaten Karo, Wpi juga ke berbagai wilayab di Indonesia. Misalnya kota-kota besar lainnya di Sumatera Utara dan Jawa, seperti kola Medan, Pematang S iantar, hingga ke kota Jakarta dan Surabaya. Hal yang sama berlaku pada pen5f3jin Uis K:u-o dari Samosir dan Tapanuli Utara. ' 24 Salah satu konsumen yang j umlahnya signifilcan adalab turis, bailc turis lokal maupun maneanegara. Oi Kabupaten Karo khususnya Berastagi misalnya cukup banyak turis yang datang terutanla dari mancanegara yang membeli Kain Uis untuk dijadilcan oleh-oleh kepada kerabat atau kenalan di negaranya masi.ng-masing atau dijadikan sebagai cendramata pribadinya. '" Sudah sejak lama hudaya tenun Uis Karo di tanab Karo bilaog, karena geografis Kabupaten Karo yang sangat subur membuat masyarakatnya lebih memilih bercocok tanam daripad• menenun. Demikian kata Sabat Tambun, salah tergerak hatinya unruk tur'J! serta melestarikao budaya yang lubur dari masyarakat Karo, yaitu kerajinan tenun Uis Karo. Saat ini hanya Sabat satu·satunya orang Karo yang rnasih menjalankan usaha m~9enun Uis Karo. Dengao mempekerjakao 15 penenun, di tempat usahanya di Pertenunan Trias Tambun, ia menghasilkan 26,25 meter kain adat setiap hari. Andy Ri7.a Hidayat, "Sabat, Mengembangkan Uis Karo", http:/fbukan· I 2 Juni tokohindonesia.blogsoot.com/2009/06/sahat·!ambun-sahat·mengembangkan·uis.htm I, 2009, diakscs tanggal 17 Oktober 20 12. "' Seiring dengan perjalanan waktu, para pcngrajin Uis Karo tradisional banyak yang meninggalkan profesinya sebagai peoenun Uis dan beralih ke profesi yang lain. Sebagian mereka ada yang berpindah profesi karena tuntutan zaman yang mengharuskan mereka bekerja di sektorsek1or seperti perkebunan, menjadi pegawai pemcrintah, atau bahkan menjadi buruh di kota. Sebagian yang lain ada yang beralih profesi menjadi petani. Sejak saat itulah profesi sebagai penenun Uis semakin banyak ditioggalkan oleh masyarakat Karo yang lebih disibukkao dengao usaha meoanam kopi, cengkih, dan palawija lainnya. Perlahan namun pasti usaha dan kegiatan menenun kain Uis semakin hari semakin ditioggalkan. Para ibu-ibu yang biasanya bekerja sebagai penenun kain Uis juga mulai kehilangan ketrampi lan dan kecekatannya menenun kain Uis.
57
(gedokan) di sekitar Pangururan,l 29 dekat Danau Toba. Karena wilayah Pangururan merupakan wilayah masyarakat Batak Toba., dengan kata lain., selama bertahun-tahun orang Karo membeli kain adatnya ke penenun yang bukan orang Karo.•lo
b. Penggunaan Folklor Batak Karo Oleh Masyarakat Bukan Batak Karo Pengguna folklor Batak Karo sekarang ini tidak hanya terbatas pada masyarakat Barak Karo scndiri tetapi juga warga Negara Indonesia lainnya dan juga warga Negara Asing. Meskipun deroikian menurut UUHC 2002, sepanjang penggunaan folkl or tersebut digunakan dan dikomersialisasikan oleh warga Negara Indonesia maka hal tcrsebut tidak perlu meodapat izin dari Negara. 13erbcda halnya jika pihak yang hendak mengkomersilkan folklor tersebut adalah warna Negara asing maka wajib lebih dahulu meminta ijin kepada Ncgara Indonesia. Demikian yang terjadi pada Uis Karo yang merupakan folklor Batak Karo. Saat ini yang mencoun Uis Karo adalah orang Batak Toba, baik yang bertempat tinggal di Kabupatco Karo maupun di luar Kabupaten Karo. Hal ini tidak melanggar UUHC karcna orang Batak Toba juga merupakan warga Negara Indonesia sehingga dalam men.:uun dan mengkornersilkan Uis Karo tidak perlu mendapat izin dari Negara. •
•
Sclain Uis Karo, folklor Batak Karo yang saat ini di pergunakan olch masyarakat bukan Karo adalah pisau tun1buk lada. Pisau tunlbuk lada atau piso 129 Pangururan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Samosir, Sumalcra Utara, lndoncsja. Pangururan tcrdiri dari beberapa desa seperti Parbaba, Sialanguan, Sinabulan, Lumbans uhi dun lain sebagainya. Desa Lumbaosuhi meoniliki suasana alam yang indah dan cukup banynk disinggah i oleh wisatawan asing. 130 Andy Ri ll~ Hidayat, loc. cit.
58
tumbuk ladCJ adalah pisau spesifik Karo. 131 Pisau twnbuk )ada dipakai sebagai senjata dan ada juga dipakai hanya sebagai hiasan. Selain berasal dari suku Batak Karo, pisau twnbuk !ada juga dianggap berasal dari Kepulauan Riau, Deli dan Siak. Pisau tumbuk !ada yang berasal dari Kepulauan Riau, Deli dan Siak disebut dengan Badik Tumbuk Lada. 132 Selain pisau tumbuk !ada dianggap juga berasal dari Kepulauan Riau, Deli dan Siak, ternyata Negara Malaysia juga mengklaim pisau turnbuk !ada sebagai warisan budaya mereka. Pada tabun 2005, situs resmi Perpustakaan Negara Malaysia menyatakan badik tumbuk !ada sebagai warisan budaya Malaysia. 133 Namun sampai saat ini belum ada tanggapan dari Pemerintab Daerah Kabupaten Kaw terhadap klaim pisau twnbuk Jada yang dikatakan berasal dari Kepulauan Riau, Delj dan Siak ma1.;pun atas klrum Malaysia atas pisau tumbuk !ada tersebut
13 1
•
•
A.G. Sitepu, 1997, Ragam Hias (Ornamen) Tradisianal Karo Seri A, Cctakan IV, Kabanjahe., hlm. I 05. 132 Daerah kepulauan Riau sering menyebut jenis senjata ini sebagai badik tumbuk Iado. Senjata tradisional ini adalah sejenis keris i
59
•
4. Prospek Pen:;aturan Perlindungan Folklor di Indonesia Sui Generis dalam Undang-Undang T enta ng Folklor. a. Pengertian Konsepsional dan ruang lingkup Folklor Saat ini belum ada keseragamao pengertiao dan ruang lingk-..1p hal-hal yang ;ennasuk ke dalam folklor baik dalam tingkat nasional maupun intemasional sehingga kadang menimbulkao kebingungan dan keraocuan tcntaog apa saja yang tennasuk ke dalam folklor. Taopa adanya pengertiao dan ruang lingkup yangjelas atas folklor, maka perlindungao terbadap folklor tidak akan maksimal. Hal ini disebabkan, apa yang merupakan folklor bagi suatu masyarakat bclum tentu mcrupakan folklor bagi masyarakat lainnya. Demikian juga pengaturan sccara hukum baik nasional maupun intemasional. Apabila tidak ada keseragaman pengertian dan ruang lingkup folklor antara huk'Uill nasional dan huk'Um intemasional maka dapat terjadi apa yang mempakan folklor menurut hukum suatu Ncgara bel urn tentu termasuk folklor dalam bukum intemasional begitu juga scbaliknya. Demikian juga balnya, sesuatu yang diaoggap folklor oleh suatu Negara belum teotu mcrupakao folklor bagi Negara lain. Adapun peogertian dan ruang lingkup folklor yang diusulkan adalah : Folk lor adalah karya iotelektual dalam bic!::ng seni dan sastra yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dibasilkan baik oleb perorangan atau
••
kclompok yang dikembangkan dan dipelihara oleh komunitas atau masyarakat tcrtentu. Ruang lingkup folklor yang dilindungi mencakup salah satu atau kombi nasi bentuk ckspresi berikut ini:
60
a
verbal tekstual, haik lisan maupun tulisan, yang berbentuk prosa maupun puisi, dalam berbagai tema dan kandungan isi pesan, yang dapat berupa karya susastra ataupun narasi informati f;
b. musik, mencakup antara lain: vokal, instrumental atau kombinasinya; c.
gerak, mencakup antara lain: tarian, beladiri, dan permainan;
d.
teater, mencakup antara lain: pertunjukan wayang dan sandiwara rakyat ;
e.
seni rupa, baik dalam bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi yang tcrbuat dari berbagai macam bahan seperti kulit, kayu, bambu, logam, batu, keramil·, kcrtas, tekstil, dan lain-lain atau kombinasinya;
f.
hasil seni antara lain bcrupa pcrhiasan, kerajinan tangan, instrumcn musik, pakaian dan tenun tradisional.
g.
.
(
Bentuk-bentuk arsitcktur. 134
"' Baik dalam UUI!C 20<'2 maupun dalam RUU EBT tidak dimasukan bahwa bentukbenluk arsitektur termasuk ke dalam ruang llngkup folklor yang dilindungi. Hal ini berbeda dcngan ruang lingkup folklor dalam Model Provisions dan WJPO Revised Objectives and Principles for the Protection of Traditional Cultural Expressions and Exptressions of Folklore yang memasukan architectural forms {bentuk-bentuk arsitektur) ke dalam ruang lingkup folklor. Tanpa memasukan arsitcktur rumnh ndnt ke dalam folklor nasional yang dilindungi mai:.J akan sangat ruerugikan oagi Ncgarn dan kepnda ruasyamkat pemil ik dan/atau kustodian rumab ada!. Apalagi Negam Indonesia sangat kayn nkan keanekamgaman arsitcktur rumah cdat yang tersebar dari Sabang sarnpai Mcrauke. Jika diamat i bentuk·bentuk rumah tradisional bcrbngai suku di lndone>ia, j claslah bahwa ar>itekt1lr trndisional lndonc>ia ;oatul dihargai dan dija~;a kcle>lariannya. Kekayaan arsite~-rur tradisional Indonesia terlclak pada keunikan dan gaya bangunan yang dimilikinya. Misalnya, rumah-rumah tradisional berdesain panggung mempunyai kcunikan dati scgi struktur dan interiomya yang mengulamakan fungsionalitaS. Rumah adat tradisionallndonesia jika ditarik benang merahnya merupakan rumah panggung seperti Rumoh Acch, Rumah Gadang Minangkabau, Rumah melayu sclaso jatuh kembar Riau, Rumab Nuwo scsat Lampung, Rumab joglo Jawa Tengab , Rumah Dalam loka samawa NTB, Rumab betang Kalteng. Rumab banjar Kalsel, Rumah lamin KaltimRumah Tongkonan Sulsel, Rumah Baileo, Ambon, Rumab Lalkas Sulawesi Tenggara, Rumab Souraja Sulawesi Tengah, Rumah Wale Minahasa, Rumab Dulohupa Gorontalo, Rumah Siwaluh Jabu Karo dan masih banyak lagi. Bangunan dengan arsitektur yang unik juga dapar ditemukan pada rumah adar orang Papua. Rumah adat ini disebut /laooi, mempunyai bentuk bangunan yang un ik dengan proporsi tinggi atap lebih besar dnripada tembok keliling rumahnya. Shilta Finell:~ "Arsitektur Tradisional Di Indonesia'', (illp·//www .scribd.com/doe/53070439/ARSI'(EKTU R-TRADJSIONA L-INDQNES IA, d iakses tanggal 15 Oktober 20 12.
61
h.
upacara dan ritual ada!, yang juga mencak:up pembuatan alai dan bahan sena penyaj iannya.
b. J aogka Waktu Perliodungan Folklor Pcrlindungan terhadap folklor seharusnya berlangsung tanpa batas waktu (perpetual). Hal ini discbabkan sebagian folklor mengandung nilai-nilai suci dan sakral yang hidup dalam suatu masyarakat yang telah diturunkan dari generasi ke gcncrasi. Adakalanya folklor juga berisi suatu rahasia yang hanya diketahui oleh masyarakat pcmiliknya. Tanpa adanya perlindungan yang abadi maka folklor akan mcnjadi public domain dan rentan terhadap eksploitasi dan pcnyalahgunaan oleh pihak asing. IJS Dengan perlindung&n yang bersifat abadi maka folklor akan tcrhindar dari penyalahgunaan dan eksploitasi yang tidak tayak. Pasal 4 RUU EBT mengatakan : "Jangka •.vaktu perlindungan kekayaau intclcktual Pengctahuan Tradisional dan Eksprcsi Budaya Tradisional dibcrikan selama masih dipelihara oleh Pemilik danlatau Kustodiannya." Jika nanti RUU EBT tersebut disahkan maka pcrlindungru. terhadap folklor tidak akan bersifat abadi. Oleh kareoa itu sebaiknya isi Pasal 4 RUU EBT tersebut harus diubah yakni bahwa janga waktu perlindungan folklor berlangsung selama-selamanya (perpetual).
•c
"' Klaim kepemili~an atas folklor yang d ilakukan orang asing telah melukai masyarakat pemilik folklor. Lebih jauh, bagi mayoritas masyarakat pemilik, folklor telah menjadi cara hidup merekn. Folklor mcngajarkan uadi>i, kearifan, nilai-nilai, pcngetahuan komunal yang dikeml\5 dan diturunkon ke anak cucu melalui hikayat, legenda, kesenian, upacara, yang berangsur-ang.sur membentuk nonna sos ial dan tala bidup. Hilangnya folk lor berani hilangnyajuga norma sos ial dan rradis i yang dapal mcrnbawa implikasi sosial, sepeni ketegangan atau penikaian ancar komunitas, yang urnum ditemui di negara·negara mulli-ctnik. Afifah Kusumadara, " Pemeliharaan dan Pclcstarian l'engctahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional Indonesia: Perlindungan t·lak Kckayaan lntclcktual dan non-Hak Kekayaan Lntelekrual", JURNAL HUKUM NO. I VOL. 18 JANUAR12011: 20 - 4 1.
62
c. Siapa yang Memiliki Folklor Dalam UU HC 2002, disebutkan bahwa negara memegang hak cipta atas warisan budaya Indonesia yang meliputi karya peninggalan prasejarah, sejarah, bcnda budaya, folklor dan hasil kebudayaan rakyat untuk mcl indunginya dari penggunaan oleh or&ng asing. 136 Sedangkan di RUU Hak Cipta 2010 disebutkan bahwa negara memegang hak cipta atas ekspresi budaya tradisional Indonesia mewakili kustodiannya. Adapun Pemilik danlatau Kustodian folklor menurut RUU EBT adalah komunitas atau masyarakat tradisional yang memelihara dan mengembangkan Pengetahuan Tradisional dan Eksprcsi Budaya Tradisional tersebut sccara tradisional dan komunal. Sudah selayak dan sepantasnya kalau yang n:enjadi pemilik danlatau kustodian dari folklor adalah komunitas alau masyarakat yang menciptakan, memelihara dan mengembangkan suatu folk lor. Demikian pula seandainya folklor tersebut tidak dipelihara dan dikembangkan oleh masyarakat pcnciptanya, folklor tersebut tetap menjadi milik masyarakat yang menciptakan folklor tcrscbut. Namun apabila tidak diketahui masyarakat yang menciptakan suatu folklor maka sudah seharusnya folklor terscbut dil indungi oleh Negar:: dari eksploitasi yang tidak Jayak dan penyalahgunaan oleb pihak asing. Dengan dcmikian Negara
.c
menjadi pemegang hak cipta atas folklor yang tidak dikelahui penciptanya. Bagi masyarakat Indonesia, isu kepemilikan dan siapa yang mcnjadi kustodian dari folklor dinilai lebih urgcn daripada isu ekonomi atau komersialisasi 136
Sarnpai saat ini, pcmeri ntah bclum menerbitkan peranaran peloksana yang diamanahkan oleh Pasal 10 UU iiC 2002 yang akan menganar pelaksanaan kepemilikan hak cipta oleh negara.
63
folklor tersebut. 137 Hasil pcnelitian P;:ter Jaszi menunjukkan bahwa yang menjadi keprihatinan di Indonesia, khususnya di kalangan seniman tradisional dan kctua kelompok masyarakat adalah masalah pemyataan dan pengakuan bahwa mereka adalah kustodian dan penj aga dari folklor Indonesia, bukan masalah ekonomi dan •
komersialisasi dari folk lor itu sendiri. 138 d . Ookumentasi Folklor Sejauh ini belum ada dokumentasi dan data-base yang dibuat negara yang mengkompilasikan karya atau pcngetahuan yang dikategorikan sebagai folklor lndonesia. 139 Tanpa ada dokumentasi atas folklor maka akan sulit sekali memberi kan perlindungan tcrhadap folklor. Upaya dokumentasi tersebut, tentu saja
harus
melibatkan
para
mcndokumentasikan folk/or.
ahli
yang
benar-benar
mcngerti
teknik
Upaya pendokumentasian tcrsebul juga harus
mclibatkan tokoh-tokoh adat yang memahami akar budaya. 140 Selanjutnya dokumentasi folkl or ini harus di lakukan dengan mcnghorrnati kehendak pemilik
• •
•
m Afifah Kusumadara, loc. cil. ' " Jaszi, Peter, "Traditional Culture: A Step Forward for Protection in Indonesia", Washington College of Law Research Paper No. 2010-16, American University Washington College of Law, 20!0. Ibid. u• Sampai saal ini, upaya dokumentasi folklor yang sudah terlibat di!al'Ukan olch pemcrintah hanyalall pada fol klor Indonesia yang sudah mendunia sepert; wayang, keris, batik. Untuk folklor lainnya, upaya pemerintah hanya sampai pada proses inveotarisasi saja. Belum ada kejelasao proscdur dan kerja-sama di aotara kementerian di Indonesia untuk mengorgruoisasi proses dokumentasi dan data-base folk lor. Saat ini, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata dan Kemcnterian HuJ.:um dan HAM, Dirjcn 1-{1{], mclakukao proses inventarisasi PTEBT secara sendiri-sendiri. Mayori1as masyaraka1 menganggap isu perlindungan HK.I dan komersialisasi dari folklor Indonesia adalah kuraog urgen dibandingkan dengan resiko punahnya folklor kareoa kumngnya pengakuan dan perllatian pemerintah, serta tidak adaoya upaya dolmmentasi atas folklor dan rnasyarakat pengembannya (kustodiao). Afifah Kusumadara, loc. cit. " " Pelibatan ahli folklor tersebut dimaksudkan agar upaya dokumentasi yang dilakukan dapat menghasilkan produk yang bermutu jika dilihat dari sis i keilmuan. " Pendolnlllltntasian Folklor Banyuasin", 2 Januari 2012, http://www.djsparsenbudpora.banyuasjokab.go. id/?nmodul»berita&bbsnyo~jd&bjd~38, di:okses tanggal 12 Oktober 2012.
64
folklor apabila mereka tidak ingin folklcr mereka didokumentasi dengan alasan kerahasiaan atau kesakralan. Stephanie Spangler mengatakan :
"indigenous communities may not want to digitally document sacred TCEs becazL~e
they do not want these expressions made available to the general public
via a digital database. Though there can be safeguards in place to restrict public access to digital databases, there is the risk of hacking or some leaking of the sacred material to the general public. " 141 Dalam RUU EBT dikatakan, Pemerintah wajib melakukan pendataan dan pendokumentasian mengenai substansi dan pemanfaatan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional di seluruh indonesia. Pendataan dan pendokumentasian Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional dapat juga diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi,
Lembaga Penelitian, dan
pihak lain yang berkepentingan. 142 Selain pemerintah dan pihak-pihak 143 yang disebutkan d i atas, keterlibatan masyarakat pemilik tolk:lor dan pemerintah daerah tempat suatu folklor berasal adalah sangat penting dalam proses dokumentasi folklor. Hal ini disebabkan, masyarakat pemilik folk:lor dan pemerintah daerah tempat folk:lor tersebut berada yang lebih mengctahui dan mengerti tentang folklor
.
'
"'Sacred TCEs are those that are related to a sacred ritual or rite often associated with a religious or spirilual ceremony. Indigenous communities often have an interest in maintaining the intef!Tily of sacred TCEs. which reinforces the notion of secrecy and privacy. Slephanie Spangler, Joe. cit. '" Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional didol.:u.mentasikan guna menyediakan infom1asi tentang Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional yang dirniliki oleh bangsa Indonesia pada u.mu.mnya dan komunitas atau rnasyarakat tradisional pada khususnya. Pasal 5 RUU EBT. " ' Dalam RUU EBT tidak ada disebutkan mengcll8i s iapa yang termasuk ke dalam pihak lain yang disebut dalam Pasal 5.
65
yang merupakan milik daeraboya. Dengan demikian seogketa dan kontroversi mengenai kepemilikan folklor dapat dimioimalisir. e. Pembagian Basil (Benefit S horing) atas Pemanfaatan Folklor RUU EBT mewajibkan pihak yang melakukan pemanfaalan folk.lor membagi sebagian dari basil pemanfaatan kepada Pemilik dan/atau Kustodian •
folklor. Untuk melestarikan folldor Indonesia dan untuk menghargai masyarakat adat dan lokal, RUU EBT bendaknya tidak hanya mewajibkan subjek bukum asing saja, tetapi juga mewajibkan subjek bukum Indonesia untuk melaksanakan pembagian basil (benefit sharing) yang adil atas pemanfaatan folk lor untuk tujuan komersial kepada kustodian folldor yang bersangkutan. Karena kebanyakan folklor Indonesia justru dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia, yang paling sering adalah dimanfaatkan oleb pcrusahaan Indonesia, seperti perusahaan tekstil,
entertainme/11, kosmetik, dan jarnu-jamuan. Tanpa mensyaratkan masyarakat alau perusahaan Indonesia untu~ melakukan benefit ~haring yang adil dari pemanfaatan folk.lor secara komersial
terhadap ll:ustodian
folldor
yang
bersangkutan, berarti pcmeri ntah tidak menghargai masyarakat ad at dan lokal yang telah meneiptakan, memclihara dan melestarikan folk lor Indonesia.
Benefit sharing dapat dirupakan dalarn bentuk pemberian kor.;pensasi moneter, baik itu pembayaran secara tunai maupun royalti yang bcrkelanjutan.
••
Selain itu, Benefit Sharing juga dapat dirupakan dalam bentuk kompensasi yang non-moneter. Benefit sharing dalarn bcntuk kompensasi non-monctcr adalah model yang telah dipraktckkan berabad-abad di
Indonesia, yang tclah
memperkaya folldor Indonesia, yaitu, produk atau karya baru yang dibuat
66
berdasarkan folklor Indonesia harus "dikcmbalikanH dan tersedia bagi masyarakat yang telah memelihara folklor yang bersangkutan. 144 f.
Penyelesaian Sengketa RUU EBT telah mengatur cara penyelesaian sengkcta folklor baik melalui
pengadilan maupun pcnyelesaian sengketa di luar pcngadilllll. Dalam pcnyelcsaian •
sengketa rnelalui pcngadilan pcmilik dan/atau kustodian folklor dapat mengajukan •
gugatan terba:lap pihak lain yang secara tanpa hak memanfaatkan folklor miliknya, berupa gugatan ganti rugi dan/atau pcnghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan pcmanfaatan tersebut. Adapnn penyclcsa ian sengketa di luar pengadilan maka sengketa folklor dapat diselesaikan melalui arbitrase 145 atau altemati f penyelesaian sengketa.' 46 Oleh karena penyelesaian scngketa telah ditentukan dalam RUU EBT ataka
'" Afifuh Kuswnadara, toe. cil.
"s Art>itrase
•
•
adalah cara pcnye;.:saiao suatu sengketa perdat& di luar pcradilao umum yang didasarkan pada pcrjanjian nrbi1rase yang dibual secua tertulis oleh para pil1ak yang bersengketa. Perjanjian arbi1rase adnlah suatu kesepakatan berupa klausula nrbilrase yang 1ercantum dalam suatu pcrjanjian 1ertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, alau suatu perjanjian arbilr8Se tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengkela. Pasal l UU No. 30 Tabwt t999 tenlang Arbilrasc Dan Altematif Penyelesaian Sengketa. Di Indonesia minat tutluk menyelesaikan sengketa melalui arbitrasc mulai meningkat sejak diundangkannya UU No. 30 tahun 1999. Perkembangan ini scjalan dcngan arab globalisasi, di mana penyclcsaian sengkcta di luar pengadilan Ielah mcnjadi pilihan pelaku bisnis untuk mcnyclcsaikan senskcta bisnis mereka. Selain karakterist ik dari arbitrase yang cepat, efisien dan tuntas, arbit:rase meng...out prinsip win-win solution, dan tidak bertcle-tele karena tidak ada lembaga banding dan kasasi. Oiaya arbitrase juga lebih lerukur, karena prosesnya lebih cepat. Keunggulan lain arbilr8Se adalah putusannya yang serta merta (final) dan mengikat (binding), selain sifalnya yang mhasia (CQnjidemiaf) di mana proses pcrsidangan dan putusan arbitrnse lidak dipublikasikan. Berdasarkan asas timbal balik putusan-pulusan arbitrase asing yang melibalkan pcrusahaan asing dapat dilaksanakan di Indonesia, demikian pula putusan arbitrnse Indonesia yang melibatkan perusahaan asing akan dapat dilaksanakan di luar negcri. "Arbitrnse Sebagai Altematif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan". 21 Juni 2012, hnp://www.hulcumonline,com/beriWb!lcallt4 fe29ebb2614c/arbia-ase-sebagai-altcmatifoenyelesaian-sengkela-dj-Juar-rnmgadjlan, diakses tanggal 14 Oktober 2012. 146 Altematif Pcnyclcsaian Scngketa adalah lembaga penyelesaian scngkcta atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakali para pihak, yakni penyelesaian di luar pcngadilan dengan cam konsultasi, ncgosiasi, mcdiasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Pasnl I angka 10 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbilrasc Dan AllernatifPenyelesaian Sengkclll.
67
mekanisme pcngajuan gugatan dan penegakan hukumnya secara menyel uruh juga harus diatur unruk memudahkan pemilik dan/atau kustodian folklor mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak memanfaatkan sebagian atau seluruh folklor milik mcreka. g. Keten tuao Pid an a da n Sanksi Adat •
Sclain pelaku pclanggaran folklor dapat digugat ke pengadilan atas pclanggaran folklor, pelaku pelangggaran folklor hendaknya juga dapat dikenakan sanksi pidana 147 dan juga sanksi adat. Ancam an sanksi pidana baik bcrupa pi dana pcnjara maupun pidana denda akan memberikan efek jera kepada pt'laku pelanggaran folklor. Pada dasamya ruang lingkup perumusan norma hukum pidana dalam pcraturan perundang-undangan, meliputi: t.
148
rumusan tcntang hukum pidana materiel (tindak pidana, pertanggungjawaban pidana dan pidana);
n. rumusan tentang hul--um acara pidana (proses dan proscdur pidana), iii. rumusan tentang tala cara pelaksanaan pemidanaan. Dengan demikian perumusan ketentuan pidana dalam UU Folklor nantinya mcncakup tcntang tindak pidana, pertanggungjawaban pidana dan pidana tcrhadap pclanggaran folklor. Kemudian dalam UU tersebut juga harus memuat rumusan •
• 1
Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 teotang Pembenrukan Pernturan PerundangUndangnn be1um mcmberikan pedoman yang komprehensif bagaimana merumuskan norma hukum pidana da1am peraruran peruodang-undangan, baik dalam UU Hukum Pidana maupun da1nm"Kctcntuan Pidana'' dari suatu UUAdministratif. Chairul Huda, "Perumusan Ketentuan Pidana Oa1am Peraturan Perundang-undangan", http://www.djpp,dcokumham.JW.idlfilesidocf467 Perumusan%20KetentuanPidana,[!df, diakscs tanggal 14 Oktober 20 12. 8 " Chairu1 11uda, loc. cit. "
68
hukum acara pidana dan rumusan tentang tata earn pelaksaan pemidanaan atas pelanggaran folklor. Diluar sanksi pidana, pelaku pelanggaran folklor juga bisa dikenakan sanksi adat 149 apabila masyarakat pemilik dan/atau kustodian folklor memiliki hukum adat ye.ng mengatur tentang sanksi atas pelanggaran folklor mercka. Oalam keadaan tertentu pemilik dan/atau kustodian folklor •nerasa bahwa penyelesaian secara adat jauh lebih sesuai daripada penyelesaian secara hukurn baik secara pidana maupt:n secara perdata.
•• 149
Sanksi ntas pelanggamn adat isliadat dapal berupa pengucilan, dikeluarkan darinn1syarakat/knstanyn, atnu holniS memenuhi persyaratan tertentu, seperti melakukan upncara tencntu untuk med ia rehabilitasi diri.
69
BABV KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN I. Syarat - syarat dan cara perlindungan folklor tidak ada yang sama atau seragam
menurut konveosi
intemasional.
Masing-masing konvcnsi
mcmberikan definisi dan/syarat yang bcrbeda. Ada bebcrapa konvensi yang mcngatu.r tentang perlindungan folklor diantaranya : a. Deklarasi Uni versal Hak Asasi Manusia (UDHR) 1948 dan Kovenan lntcmasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR)
1966 b. Berne Convention For The Protection ofLiterary And Artistic Work c . The Tunis Model Law On Copyright (UNESCOIWIPO, 1976)
d. Model Provisions For National Laws on The Protection of Folklore Againts
Jllicit
Exploitation
and
Other
Prejudicial
Actions
(UNESCOIWJPO, 1982).
c. Convention On Biological Diversity (CBD, l!N, 1992).
f. JVIPO Copyright Treaty dan WIPO Performances and Phonograms Treaty (1996) g. World Trade Organization (2001)
·a
h. TR!Ps (Trade-Related Aspects of intellectual Property Rights) 1.
Convention For The Safeguarding of The Intangible Cultural Heritage (2003).
.1· The United Nations Declaration on The Rights of Indigenous Peoples.
70
2. Perlindungan Folklor Batak Karo ditinjau dati Uodang-undang Hak Cipta No. I 9 Tahun 2002. Saat jpj peogaturan tentang folklor di Indonesia dimasukan kedalam UU Hak Cipta Nomor I 9 Tahuo 2002. Walaupuo sebagai satu-satunya hukum
• nasional yang mengatur tcntaog folklor, di dalam UUHC 2002 hanya terdapat 2 pasal yang menyebut folklor yakni Pasal I angka I 0 dan Pasal 10 Ayat (2). UUHC 2002 kuraog memadai dalam melindungi folklor, selain sangat scdikit sekali mengatur tentang tolk:lor juga disebabkan karena sifat hak cipta banyak bertentaogan deogan folklor. 3. Perlindungan Fo lklor Batak Karo dalam Praktik Sekarang Fol kl or Karo yang merupa.1arn kekayaan budaya bagi masyarakat Karo tidak seluruhnya dipelihara dan dikembangkan olch masyarakat Karo scndiri. Pelestarian folklor Karo saat ini s udah masuk dalam taraf mcmprihatinkao. llal ini disebabkan di satu sisi masyarakat Karo sudah mulai tidak lagi mcnggunakan folklor Karo dalam kehidupan sehari-hari karena kcbanyakan folklor yang bcrasal dari masa lalu tersebut sudah tidak scsuai lagi dengan kebutuhan saat ini bagi mcrcka dan juga discbabkan pengaruh dari teknologi yang ada saat ini.
·a
Pcngguna folklor Batak Karo sekarang ini tidak hanya terbatas pada masyarakat Batak Karo sendiri tetapi juga warga Negara Indonesia lainnya dan juga warga Ncgara Asing. Mcskipun demikian menumt UUHC 2002, sepanjang penggunaan folklor tersebut digunakan dan d ikomersialisasikan
71
oleh warga Negara Indonesia maka hal tersebut tidak perlu mcndapat izin dari Ncgara. Berbeda halnya jika pihak yang hendak mengkomersilkan folklor tersebut adalah wama Negara asing maka wajib lebih dahulu mcminta ijin kepada Ncgara Indonesia 4. Prospek Pengaturan Perlindungan Folklor di Indonesia Ada beberapa hal yang pcrlu diperbatikan dalam pengaturan perlindungan
•
folklor di masa yang akan datang yaitu antara lain pengcrtian konsepsional dan ruang lingup folklor, jangka waktu perlindungan folklor, siapa yang memiliki folklor, dokumentasi folklore, pembagian basil (benefit sharing) alas pemanfaatan folklor, penyelesaian sengketa, dan ketentuan pidana scrta sanksi adat. B. SARAN I. I !arnpan ke depan agar masyarakat dan pemerintah lcbib mengenal dan
memperhatikan folklor scbingga folklor yang merupakan milik bangsa Indonesia tidak diklaim oleh bangsa asing. 2. Diharapkan ke depan pemerintah menetapkan suatu Undang-undang yang dapat memberikan perlindungan yang maksimal terbadap folklor sehingga klaim asing tcrhadap folklor Indonesia dapat diminimalisir .
••
72
OAFI'AR PUSTAKA
A.G. Sitepu, 1997, Ragam Hias (Ornamen) Tradisional Karo Seri A, Cetakan TV, Kabanjahe. Abdul Sari Azed, 2006. Kompilasi Konvensi Jntemasional HKI Yang Diratifikasi Indonesia, Jakarta, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan lntelektual Departemen I lukum Dan Hak Asasi Manusia bekerjasama dcngan B:~dan
•
Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta . Afifah Kusumadara, " Pemeliharaan dan Peleztarian Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional Indonesia: Perlindungan Hak Kekayaan lntclektual dan non-Hak Kekayaan lntelek'tUal", JURNAL HUKUM NO. I VOL. I8 JANUARI 2011:20-41. Agus Sardjono, 2006, Hak Kekayaan lntelektual Dan Pengetahuan Tradisional, Alunmi : Bandung. Alpana Roy, 2009, "Recent Developments m Law Reform and Indigenous Cultural and Intellectual Property in Australia", European lntel/ectual
Property Review, Sweet & Maxwell Limited and Contributors, E./.P.R. 31(1), 1-5.
Andri Tri Kuncoro, 2 Juni 2008,"Perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual Tradisional Indonesia dalam Perdagangan Bebas Dunia, tersedia di website
http://newblueprint. wordpress.com/2008/06/021
pcrlindungan-
haki-tradisional-indonesia-dalam-perdagangan-bebas-dunia/,
diakscs
tanggal 7 Maret 20 II.
•
••
Andy Riza llidayat, "Sahat, Mcngembangkan Uis Karo", http://bukantokoltindonesia.blogsoot.com/2009/061sahat-tambun-sahatmengembangkan-uis.html , 12 Juni 2009, diakses tanggal 17 Oktober 2012. Antara News.com, "Saatnya Indonesia Melawan Klaim Budaya Oleh Asing," http://oortal.antaranews.cornlprintll52069/saatnya-indonesia-melawanklaim-budava-oleh-asing, diakses tanggal 25 Juli 20 II . Anton Sumantri , 10 September 20 10, "Perlu Perlindungan Hukum Bagi Budaya Tradisional
Indonesia",
tersedia
di
http://www.unpad.ac.id/archivesll3603, diakses 15 Mei 2011.
website
73
•
"Arbitrasc Scbagai Altematif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadi lan", 21 Juni 2012, hnp://www.huk-umonline.com/beritalbacallt4fe29ebb2614darbitrasescbagai-altematif-oenyelesaian-sengketa-di-luar-pengadilan,
diakses
tanggal 14 Ok-tober 2012. Tumbuk
"Badik
Lada",
http://melavuonline.com/ind/encyclooedialdetaiV90/badik-tumbuk-lada, diakses tangga120 Oktober 2012. Berne Con vention for the Protection ofLiterary ar.d Artistic Works. Black 's Law Dictionary, 1990, 6th ed.
Brian A. Prastyo, 29 Januari 2009, "Mencari Format Kebijakan llukum Yang Sesuai Untuk Perlindungan Folklor di Indonesia", tersedia di websi te http://www.Jkht.net/index.php, diakses tanggal 7 Maret 20 I I. Chairul Huda, "Perumusan Ketentuan Pidana Dalam Peraturan Perundangundangan", http://www.djpp.dcpkumham.go.id/files/doc/467 Perumusan%20Ketentua nPidana.odf, diakses tanggal 14 Oktober 2012. Christoph An tons, I (I) 2009, "What is "Traditional Cultural Expression?", International Definitions And Their Application in Developing Asia", W.l.P.O.J. 2009, 1(1), 103-116, WI PO Journal. Convention for the safeguarding Intangible Cultural Heritage. Convention on Biological Diversity (CBD)
Geoff Kushnick, April 2010, "Bibliography of Works on the Karo Batak of North
•
••
Sumatra, Indonesia. , Missionary ReportS, Anthropological Studies, and Other Writings from 18 16 to the Present", Departement of Anthropology University of Washington, Seattle . lndun il Abeyesekere, 2007, "The Protection Of Expressions Of Folklore In Sri Lanka," II C 2007, 38(2), 183-203, International Review of Intell ectual Property and Competition Law. "Jntcllcctua l Property And Traditional Cultural Expressions/Folklore", World Intellectual Property Organization ", Booklet No. I
74
•
Jake Philips, August 2009, "Australia's Heritage Protection Act : An Alternative to Copyright intemasional the Struggle to Protect Communal Interests in Authored Works of Folklore", Pacific Rim and Policy Jounw.l, 18 Pac.
Rim L & Pol'y J. 547. Joey Bangun, .. Kedudukan Kebudayaan Karo Ditinja•J Dari Aspek Keseniannya", http://joeybangun. wordpress.com/2008/03/07/kedudukan-kebudayaankaro-ditinjau-dari-aspek-keseniannya/. Diakses tanggal9 Oktobcr 2012. "Kasus Ukiran Jcpara", http://adhieswand.blogsoot.com/201 0/05/kasus-ukiranjcpara.html, diakses 25 Juli 20 I I. Kompas.com, "Mengapa Wayang, Batik, dan Keris Disebut Warisan Budaya Tak Benda?", 5 Februari 2010, diakses tanggaiiO September 2012. Kompas Com. "Tari Saman Resmi Diakui UNESCO", Kamis, 24 November 20 i I, d iakses tanggal I 0 September 2012. Laurier Yvon Ngombe, Winter 2004, "Protection Of African Folklore By Copyright Law: Questions That Are Raised In Practice", 51 J. Copyright Soc'y U.S.A. 437, Journal of toe Copyright Society of the U.S.A.
Leaflet No. II : UNDP and Indigenous Peoples Leaflet No. 12: WIPO and Indigenous Peoples
.
.
Lister Bcrutu, "lnventarisasi Kain Tenun Uis Karo Di Kabupaten Karo Sumatcra Utara",
18
Januari
20 II ,
htt p://antrooologi usu .blogsoot.com/20 11/0 1/ringkasan-laooranoenelitian.html, diakscs tanggal 17 Oktober 2012. Lucy M. Moran, Spring. 1998,
"Intellectual Property Law Protection For
Traditional And Sacred "Folklife Expressions" Will Remedies Become Available To Cultural Authors And Communities?", 6 U. Bait. Intel!.
••
Prop. L.J. 99, University of Baltimore Intellectual Property Law Journal. M.
Hawin, Perlindungan
Pengetahuan Tradisional
di
Indonesia,
Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakul tas Hukum Universitas Gadjah Mada, 5 Agustus 2009.
75
-Meghan Ruesch, Spring 2008, "Creating Culture: Protection Of Traditional Cultural Expressions And Folklore And The Impact On Creation And Innovation In The Marketplace OfIdeas", 35 Syracuse J. lnt'l L. & Com. Meghana RaoRane, September 2006, "Aiming Straight: The Use Of Indigenous Customary Law To Protect Traditional Cultural Erpressions", 15 Pac. Rim L. & Pol'y J. 827, Pacific Rim Law & Policy Journal.
•
Michael Blakeney, " What is Traditional Knowledge? Why Should It Be Protected? Who Should Protect it? For Whom? : Understanding The Value Chain", WIPO Roundtable on Intellectual Prope:ty and Traditional Knowledge, WJPOIIPTKIRT/99/3, 6 Oktober 1999. Michael Blakeney, "The Protection Of Traditional Knowledge Under Intellectual Property Law", E.I.P.R. 2000, 22(6), 25 1-26I, European Intellectual Properly Review. Michael Newcity, Spring 2009, "Protecting The Traditional Knowledge And Cultural
Expressions Of Russia's
"Numeri cally-Small"
Indigenous
Peoples: What Has Been Done, What Remains To Be Done," 15 Tex. Wesleyan L. Rev. 357, Texas Wesleyan Law Review.
Model Provisions for National Laws on the Protection of Expressions of Folklore Against 1/licit Exploitation and Other Prejudicial Actions. Paris Com·emion for the Protection of Industrial Property dan Berne Convention for the Protection ofLiterary and Artistic Works. Paul Kuru.k, April 1999, " Protecting Folklore Under Modem Intellectual Property Regimes: A Reappraisal Of The Tensions Between Individual And Communal Rights In Africa And The United States", 48 Am. U. L. Rev. 769, American University Law Review. "Pcndokumentasian
Folklor
Banyuasin",
2
Januari
2012,
http://www.disparscnbudoora.banvuasinkab.l!o.id/?nmodul=bcrita&bhsny o=jd&bid=38, diak.ses tanggal 12 Oktober 2012. Peter Jaszi, "Tmditional Culture: A Step Forward for Protection in Indones ia", Washington College of Law Research Paper No. 2010-16, American University Washington College of Law, 2010.
76
Peter Jaszi, et.all, 2009, Kebudayaan Tradisional Suatu Lang/r.ah Maju Untuk
Perlindungan di Indonesia, Laporan Penelitian, Lembaga Studi Pers dan Pcmbangunan (LSPP) : Jakarta. Pikiran Rak)'llt Online, "Tari Saman Resmi Masuk dalam Warisan Budaya Takbenda UNESCO", diakses tanggal I 0 September 20 12.
..
Prayudi Sctiadharma, 3 Desember 2009, "Pelanggaran Hak Cipta: Delik Biasa vs
Delik Aduan, atau Nasib Pengamen Indonesia, Catalan flak Kekayaan
'
lnte/ekwar•,
tersedia
website
di
http://psetiad harm a. wordpress.com/2009/ 12103/pelanggarar. -hal<
-ci pta-
delik-biasa-v-delik-aduan-atau-nasib-pengarnen-indonesia. Reto M. Hi lty, 40(8) 2009, "Rationales For The Legal Protection of Intangible Goods And Cultural Heritage", International Review of Intellectual
Property and Competition Law. Rindia Fanny Kuswnaninglyas, 2009, Perlindungan flak Cipta Alas Motif Batik
Sebagai Warisan Budaya Bangsa (Studi Terhadap Karya Seni Batik Tradisional Kraton Surakarta), Tesis, Program Pascasrujana Universitas Diponegoro : Semarang. Rosnidar Sembiring, "Perlindungan Haki Terhadap Karya-Karya Tradisional Masyarakat Adat", Jurnal Equality, VoL II No.2 Agusrus 2006. Shilta
Finella,
"Arsitektur
Tradisional
Di
Indonesia",
http://www.scribd.com/doc/53070439/ARSITEKTUR-TRADISIONALINDONESIA, diakses tanggall5 Oktober 2012. Sistematika
...
Penyusunan
Naskah
Akademik,
http://www.bphn.go.id/data/docwnents/na ruu tentang folklor.!ldf, diakses tanggal 30 Agustus 2012.
·.~~.
Soni Maulana, 19 Agustus 2007, "Standardisasi Seni Tradisional", tersedia di website http://mymok.multiplv.com, diakses tanggal 15 Mei 2011. Stephanie Spangler, 20 I 0, " When Indigenous Communities Go Digital Protecting Traditional Cultural Expressions Through Integration of IP and Customary Law ", 27 Cardozo Arts & Ent.L.J. 709.
77
Suara Pembaruan Daily, " Kiaim Hak Cipta Ukiran Jepara, Pengusaha lnggris Di~:,rugat",
http://home.indo.net.idl- hiraspslhaki!Copvright/HAKI/nas07.hun, diakses tanggal25 Juli 2011. Susanna Frederick Fischer.. _Fall 2005, "Dick Whittington And Creativ!ty: From Trade To Folklore, From Folklore To Trade'·, Symposium "The Power of Stories:
Intersections of Law, Literature, and Culture The Dick
Whittington Story: Its Influences & Its Impacts, 12 Tex. Wesleyan L. Rev.
5, Texas Wesleyan Law Review. 't'entanglndonesia, http:/lindonesialife.infolkolom2/wforurn.cgi?no=54589&rcno= no&oya=54589&mode=msgview&list=new, d iakses tanggal 27 Agustus 20 12.
The Agreement on Trade Related A~pects of Intellectual Property Rig hts (fRJPs) T im Lindsey, et.al., 2003, Hak Kekayaan !ntelektual Suatu Pengantar, PT. Alumn i, Bandung.
Treaty on lntellectt:al Property in Respect ofIntegrated Circuits Tunis Model Law on Copyright for Developing Countries. "Uios diambang punab", Bisnis Indonesia, tanggal 12 nopember 2009. Undang-Undang No. 30 Tabun
1999 tentang Arbitrase Dan Altematif
Penyelesaian Sengketa. Undang-undang No. 19 Tabun 2002 tcntang Hak Cipta
Universal Copyright Convention WJPO Copyright Treaty adopted in Geneva on December 20, 1996,
..
•
WIPO Database ofIntellectual Property, Legislative Texts. WI PO Publication No. 202 (£), May, 1989. www. wipo. int/frcepublicationslen/generaJ/1 007/wipo_pub_I 007 .pdf. Zainul Daulay., 20 11, Pengetahuan Tradisional : Konsep, Dasar Hukum, Dan
Praktiknya. PT. RajaGrafmdo Persada : Jakarta.
.-
.•
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNJVERSIT AS NEGERI MEDAN
SURAT PERlNTAH MULA! KERJA !SPMKl Nomor : 1029 /UN33.17/SPMKJ2012 Tanggal : 12 Maret 2012 bali ini Senin, tanggal dua belas bulan Maret tahun Dua ribu dua betas, kami yang bertandatangan dibawah ini :
: Berdasarkan Sural Keputusan Mendiknas R.I. Nomor 14184/A.A3JKU/2012, tanggal 27 Desember 2012 tentang Pengangkatan Pejabal Pembuat Komitmen Belanja Modal Unimed, bertindak untuk dan alas nama Rektor untuk selanjutnya dalam SPMK ini disebut sebagai : PIHAK PERTAMA.
-•
• Bungana PA, SH, M.Hum
: Dosen Fakuttas llmu Sosial Universitas Negeri Medan ,dalam hal ini berlindak untuk dan alas nama Ketua Peneliti. Rekening pad a Bank BNI Cabang Medan No. AIC : 0161114072 untuk selanjutnya dalam SPMK ini disebul sebagai : PIHAK KEDUA.
belah pihak secara bersama-sama telah sepakal mengadakan Perjanjian Kerja dengan ketentuan sebagai PASAL 1 JENIS PEKERJAAN PERTAMA memberi Tugas kepada PIHAK KEDUA, dan PIHAK KEDUA menerima Tugas tersebut untuk Peke~aan Penelitian Per1indungan Humum Folklor Batak Karo Ditinjau Dari Hukum Hak Cipta Dan Konvensi lntemasional yang menjadi tanggung jawab PIHAK KEDUA.
lokoonok:•n
PASAL2 DASAR PELAKSANAAN PEKERJAAN dilaksanakan oleh PIHAK KEDUA alas dasar ketentuan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
•
ini, yaitu : Sesuai dengan proposal yang diajukan UU Rl No. 17 Tahun 2003, tentang Keuangan Negara. UU Rl No. 1 Tahun 2004, tentang Perbendaharaan Negara UU Rl No. 15 Tahun 2004, tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara PASAL3 PENGAWASAN Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Pekerjaan adalah Tim SPI Unimed dan Pejabat Pembuat
·•'""'""'~" Dana Eks Pembangunan Unimed.
PASAL4 NILAI PEKERJAAN
PERTAMA memberi dana pelaksanaan pekerjaan yang disebut pada pasal 1 tersebut sebesar Rp. lW.lW .· (Empat puluh lima juta rupiah) termasuk pajak-pajak yang dibebankan kepada dana DIPA Unimed 2Nomor : 0649/023-04.2.0110212012, tanggal 09 Desember 2011 .
' KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDA YAAN ~
.
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN Jl. Willem Iskandar Psr.V- Kotak Pos No. 1589 - Medan 20221 telp. (061)6613265, 6613276, 6618754, F~
~m~:
PASAL5 CARA PEMBAYARAN dana pelaksanaan peke~aan yang tersebut pada pasat 4 ditaksanakan secara bertahap, sebagai
1(Pertama) sebesar 40% X Rp. 45.000.000 = Rp. 18.000.000.- (Detapan betas juta rupiah). dibayar penyerahan Propo3al dan Penandatanganan Sural Perintah Mulai Ke~a (SPMK) oleh kedua !>elah
-
t
'
II (Kedua) sebesar 30%, x Rp. 45.000.000 = Rp. 13.500.000.- (Tiga betas juta lima ratus ribu rupiah), setelah PIHAK KEDUA menyerahkan Laporan Kemajuan Peke~aan dengan Bobot minimal 75 %. menyerahkan bukti setor pajak (SSP) yang Ielah divalidasi Bank. ttl (Ketiga) sebesar 30% xRp. 45.000.000 = Rp. 13.500.000.- (Tiga betas juta lima ratus ribu rupiah), setelah PIHAK KEDUA menyerahkan Laporan Hasil Pekerjaan dengan Bobot 100%. Dan linerwer
""""'~·· waktu pelaksanaan Pekerjaan sampai ·. oo % yang disebut pada pasat 1 perjanjian ini ditetapkan ·~elarna 234 hari kelender terhitung sejak tanggal 12 Maret s/d 31 Oktober 2012. -=0 ?l v Penyelesaian tersebut dalam ayat 1 Pasal ini tidak dapat dirubah oleh PIHAK KEDUA. .;
m11''"'
PASAL 7 LA PO RAN
• •'
~-
PIHAK KEDUA harus menyampaikan naskah artiket hasil penelitian ke Lembaga Penelitian (Lemlit) dalam bentuk Hard Copy dan Sofcopy dalam compact disk (CD) untuk diterbitkan pe>da Jurnal Nasional terakreditasi dan bukli pengiriman disertakan dalam laporan. Sebetum laporan akhir penelitian diselesaikan, PIHAK KEDUA melakukan diseminasi hasil penelitian melalui forum yang dikoordinasikan oleh Pusat Penelitian yang sesuai dan pembiayaannya dibebankan kepada PIHAK KEDUA. • Seminar Penelilian dilakukan di jurusanlprogram studi dengar. mengundang dosen dan ma.hasiswa sebagai peserta seminar serta diketahui oleh Pusal Penelitian. Bahan dan laporan pelaksanaan Seminar dimaksucl disampaikan ke Lembaga Penelitian Unimed sebanyak 2 {dua) eksemplar. Peserta seminar terbaik dari setiap jurusan wajib menyeminarkan hasil penelitian di Lembaga Penelitian Unimed. PIHAK KEDUA menyampaikan Laporan Akhir Pelaksanaan Peke~aan kepada PIHAK PERTAMA sebanyak 4 (Empat) eksemplar yang akan didistribusikan kepada : 1) PIHAK PERTAMA sebanyak 1 (Satu) eksemplar (ASLI) 2) Kantor SPI Unimed sebanyak 1 (Satu) eksempar. 3) Kantor LEMLIT 2 (Dua) Eksemplar PIHAK KEDUA wajib menyampaikan Laporan Realisasi Penggunaan Dana Pelaksanaan Peke~aan Penelitian Kepada PIHAK PERTAMA PASAL 8 SANKS I Apabila PIHAK KEDUA lidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jangka waktu petaksanaan yang tercantum dalam casal 6 oerianiian ini. maka untuk setiao hari keterlambatan PIHAK KEDUA waiib membavar
.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI MEDAN Jl. WiUem Iskandar Psr.V - Kalak Pos No. 1589 - Medan 20221 telp. (061) 6613265,6613276, 6618754, Fax. : www.Unimed.ac.id
ketenambatan sebesar 1 Ofoo perhari dengan maksimum denda sebesar 5 % dari nilai peke~aan yang \fiset1ut pada pasal 4 .
PIHAK KEDUA : Ketua Peneliti
~,
Roh SH, M.H•m NIP. 198010152008012010