Laporan Awal Praktikum Karakterisasi Material 1 PENGUJIAN TARIK
Rahmawan Setiaji 0706163735 Kelompok 9
Laboratorium Metalurgi Fisik Departemen Metalurgi dan Material FTUI 2009
MODUL 1 PENGUJIAN TARIK I. Tujuan Praktikum 1. Membandingkan
kekuatan
maksimum
beberapa
jenis
logam (besi tuang, baja, tembaga dan alumunium). 2. Membandingkan titik luluh logam-logam tersebut. 3. Membandingkan tingkat keuletan logam-logam tersebut, melalui penghitungan % elongasi dan % pengurangan luas. 4. Membandingkan fenomena necking pada logam-logam tersebut. 5. Membandingkan modulus elastisitas dari logam-logam tersebut. 6. Membuat,
membandingkan
tegangan-regangan,
baik
serta
menganalisis
kurva
rekayasa
kurva
maupun
sesungguhnya dari beberapa jenis logam. 7. Membandingkan tampilan perpatahan (fraktografi) logamlogam tersebut dan menganalisanya berdasarkan sifat-sifat mekanis yang telah dicapai. II. Dasar Teori Kekuatan dipengaruhi
oleh
suatu sifat
struktur fisik
desain
materialnya,
material oleh
sangat
karena
itu
diperlukan pengujian untuk mengetahui sifat-sifat tersebut, salah satunya adalah pengujian tarik (Tensile test). Dalam dunia manufaktur pengetahuan tentang sifat-sifat fisik suatu bahan sangat penting, khususnya dalam mendesain dan menentukan proses
manufakturnya.
Pengujian
tarik
merupakan
jenis
pengujian material yang paling banyak dilakukan karena mampu memberikan
informasi
representatif
dari
perilaku
mekanis
material. Pengujian tarik sangat simple, relatif murah dan sangat memenuhi strandar. Pada dasarnya percobaan tarik ini dilakukan untuk menentukan respons material pada saat dikenakan beban
atau deformasi dari luar (gaya-gaya yang diberikan dari luar, yang dapat menyebabkan suatu material mengalami perubahan struktur, yang terjadi dalam kisi kristal material tersebut). Dalam hal ini akan ditentukan seberapa jauh perilaku inheren, yaitu sifat yang lebih merupakan ketergantungan atas fenomena atomic maupun mikroskopik
dan bukan dipengaruhi bentuk dan
ukuran benda uji. Prinsip pengujian ini yaitu sampel atau benda uji dengan ukuran dan bentuk tertentu diberi beban gaya tarik sesumbu yang bertambah besar secara kontinyu pada kedua ujung specimen tarik hingga putus, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjangan yang dialami benda uji. Tegangan yang dipergunakan pada kurva adalah tegangan membujur rata-rata dari pengujian tarik. Pada spesimen panjang bagian tengahnya biasanya lebih kecil luas penampangnya dibandingkan kedua ujungnya, agar patahan terjadi pada bagian tengah. Panjang ukur (gauge length) adalah daerah dibagian tengah
dimana
elongasi
diukur
atau
alat
extensometer
diletakkan untuk pengukuran. Data yang diukur secara manual, yakni diameter specimen luas penampang A, dan data yang terekam dari mesin tarik, berupa beban F yang diberikan (load cell) dan strain ε yang terbaca (extensometer), direduksi menjadi kurva tegangan-regangan dimana : σ = F/ A dan σ = ε.Ε
Gambar 1 Kurva tegangan regangan
I. Sifat Mekanik Material a).
Batas proposionalitas (Proportionality Limit) Didefinisikan
sebagai
daerah
dimana
tegangan
dan
regangan mempunyai hubungan proporsionalitas satu dengan lainnya. Setiap penambahan tegangan akan diikuti dengan penambahan regangan secara proporsional dalam hubungan linier
Pada kurva tegangan-regangan pada gambar 1 diatas, titik P merupakan batas proposionalitas. b). Batas elastis (elastic limit) Didefinisikan kembali
kepada
sebagai
daerah
panjang
semula
dimana bila
bahan
akan
tegangan
luar
dihilangkan. Daerah proporsionalitas merupakan bagian dari batas elastik. Bila beban terus diberikan tegangan maka batas
elastis pada akhimya akan terlampaui sehingga bahan tidak kembali seperti ukuran semula. Batas elastis merupakan titik dimana
tegangan
terjadinya
yang
deformasi
diberikan
plastis
akan
untuk
menyebabkan
pertama
kalinya.
Kebanyakan material teknik mempunyai batas elastis yang hampir berhimpitan dengan batas proporsionalitasnya. c). Titik Luluh (Yield Point) dan Kekuatan Luluh (Yield Strength) Didefinisikan sebagai batas dimana sebuah material akan terus mengalami deformasi tanpa adanya penambahan beban.
Tegangan
(stress)
yang
mengakibatkan
menunjukkan mekanisme luluh ini disebut tegangan
bahan luluh
(vield stress).
Gambar 2 Kurva tegangan regangan titik Y merupakan titik luluh
Gejala luluh umumnya hanya ditunjukkan oleh logamlogam ulet dengan struktur kristal BCC dan FCC yang membentuk interstitial solid solution dari atom-atom karbon, boron, hidrogen dan oksigen. Interaksi antar dislokasi dan atom-atom tersebut menyebabkan baja ulet seperti mild steel menunjukan titik luluh bawah (lower yield point) dan titik luluh atas (upper yield point).
Baja berkekuatan tinggi dan besi tuang yang getas pada umumnya tidak memperlihatkan batas luluh yang jelas. Untuk menentukan
kekuatan
luluh
material
seperti
ini
maka
digunakan suatu metode yang dikenal dengan metode offset. Dengan
metode
tegangan
ini
dimana
kekuatan
luluh
bahan
ditentukan
sebagai
memperlihatkan
batas
penyimpangan/deviasi tertentu dari keadaan proporsionalitas tegangan dan regangan. Pada gambar 1.2. garis offset OX ditarik paralel dengan OP, sehingga perpotongan XW dan kurva
tegangan
regangan
memberikan
kekuatan luluh. Umumnya garis
titik
Y
sebagai
offset OX diambil 0,1 – 0,2%
dari regangan total dimulai dari titik O.
Gambar 3 Kurva tegangan regangan bahan getas
Kekuatan
luluh
atau
titik
luluh
merupakan
suatu
gambaran kemampuan bahan menahan deformasi permanen bila digunakan dalam penggunaan struktural yang melibatkan pembebanan mekanik seperti tarik, tekan, bending atau puntiran.
Di sisi lain, batas luluh ini harus dicapai ataupun
dilewati bila bahan dipakai dalam proses manufaktur produkproduk logam seperti proses rolling, drawing, stretching dan sebagainya. Dapat diambil kesimpulan bahwa titik luluh adalah suatu tingkatan tegangan yang tidak boleh dilewati
dalam penggunaan struktural (in service) dan harus dilewati dalam proses manufaktur logam (forming process). d). Kekuatan Tarik Maksimum (Ultimate Tensile Strength) Didefinisikan sebagai tegangan maksmum yang dapat ditanggung oleh material sebelum tejadinya perpatahan (fracture).
Nilai
kekuatan
tarik
ditentukan dari beban maksimum
maksimum
tarik
dapat
dibagi luas penampang,
seperti berikut :
Pada gambar 1 kurva tegangan-regangan, titik M merupakan tegangan maksimum bahan ulet yang akan terus berdeformasi hingga titik B, sedangkan pada bahan getas titik B merupakan tegangan maksimum sekaligus tegangan perpatahan. e). Kekuatan Putus (Breaking Strength) Kekuatan putus ditentukan dengan membagi beban pada saat benda uji putus (Fbreaking) dengan tuas penampang awal (A0). Untuk bahan yang bersifat ulet pada saat beban maksimum M terlampaui dan bahan terus terdeformasi hingga titik putus B maka terjadi mekanisme penciutan (necking) sebagai akibat adanya suatu deformasi yang terlokalisasi. Pada bahan ulet, kekuatan putus lebih kecil dari kekuatan maksimum, dan pada bahan getas kekuatan putus sama dengan kekuatan maksimumnya. f).
Keuletan (Ductility) Didefinisikan
sebagai
sifat
yang
menggambarkan
kemampuan logam menahan deformasi hingga tejadinya perpatahan.
Pengujian
tarik
memberikan
pengukuran keuletan bahan yaitu :
dua
metode
•
Persentase perpanjangan (Elongation) :
dimana : Lf = panjang akhir benda uji L0 = panjang awal benda uji
•
Persentase reduksi penampang (Area Reduction) :
dimana : Af = luas penampang akhir A0 = luas penampang awal
Gambar 4 Kurva deformasi pada uji tarik
g). Modulus elastisitas (modulus Young) Didefinisikan sebagai ukuran kekakuan suatu material, semakin harga modulus ini semakin kecil regangan elastis yang terjadi, atau semakin kaku.
Modulus kekakuan dihitung gradien dari batas proporsional kurva tegangan-regangan :
Makin besar modulus elastisitas maka makin kecil regangan elastic yang dihasilkan akibat pemberian tegangan. Modulus elastisitas ditentukan oleh gaya ikatan antar atom Karena gaya ini tidak dapat diubah tanpa terjadinya suatu perubahan sifatt yang sangat mendasar pada material maka modulus elastisitas merupakan suatu sifat dari material yang tidak mudah diubah. h). Modulus kelentingan (modulus of resilience) Didefinisikan
sebagai
kemampuan
material
untuk
menyerap energi dari luar tanpa terjadinya kerusakan. Nilai modulus
merupakan
luas
segitiga
area
elastis
kurva
tegangan-regangan.(daerah abu-abu)
Gambar 5 modulus resilience
i). Modulus Ketangguhan (Modulus of Toughness) Didefinisikan
sebagai
kemampuan
material
dalam
mengabsorbsi energi hingga terjadinva perpatahan. Secara kuantitatif dapat ditentukan dari luas area keseluruhan di bawah kurva tegangan-regangan hasil pengujian tarik.
Gambar 6 toughness
j).
Kurva
Tegangan-Regangan
Rekayasa
dan
Sesungguhnya Kurva tegangan-regangan rekayasa didasarkan atas dimensi awal (luas area dan panjang) dari benda uji, sementara untuk mendapatkan kurva tegangan-regangan seungguhnya diperlukan luas area dan panjang aktual pada saat pembebanan setiap saat terukur.
Perbedaan kedua
kurva tidaklah terlalu besar pada regangan yang kecil, tetapi menjadi
signifikan
regangan
(strain
pada
rentang
hardening),
terjadinya
yaitu
setelah
pengerasan titik
luluh
terlampaui. Secara khusus perbedaan menjadi demikian besar di dalam
daerah
necking.
Pada
kurva
tegangan-regangan
rekayasa, dapat diketahui bahwa benda uji secara aktual mampu menahan turunnya beban karena luas area awal A0 bernilai konstan pada saat perhitungan tegangan σ = F/A0. Sementara pada kurva
tegangan-regangan sesungguhnya
luas area aktual adalah selalu turun sehingga terjadinya perpatahan dan benda uji mampu menahan peningkatan tegangan karena σ = F/A. Gambar 1.6. memperlihatkan contoh kedua kurva tegangan-regangan tersebut pada baja karbon rendah (mild steel).
gambar 7
2. Mode Perpatahan Material Sampel hasil pengujian tarik dapat menunjukkan beberapa tampilan perpatahan seperti ditunjukkan oleh Gambar di bawah ini :
Gambar 8 mekanisme perpatahan
Pengamatan kedua tampilan perpatahan ulet dan getas dapat dilakukan baik dengan mata telanjang maupun dengan bantuan stereoscan macroscope. Pengamatan lebih detil dimungkinkan dengan penggunaan SEM (Scanning Electron Microscope). a. Perpatahan Ulet Perpatahan ulet umumnya lebih disukai karena bahan ulet umumnya lebih tangguh dan memberikan peringatan lebih dahulu sebelum terjadinya kerusakan.
Gambar 9 Perpatahan Ulet
Tampilan foto SEM dari perpatahan ulet diberikan oleh Gambar berikut :
Gambar 10 Perpatahan ductile
b. Perpatahan Getas Perpatahan getas memiliki ciri-ciri mempunyai ciri-ciri yang berbeda dengan perpatahan ulet. Pada perpatahan getas tidak ada atau sedikit sekali terjadi deformasi plastis pada material. Perpatahan
jenis
ini
merambat
sepanjang
bidang-
bidang
kristalin membelah atom- atom material. Pada material yang lunak dengan butir kasar akan ditemukan pola chevrons atau fan like pattern yang berkembang keluar dari daerah kegagalan. Material keras dengan butir halus tidak dapat dibedakan sedangkan
pada
material
amorphous
patahan yang bercahaya dan mulus.
memiliki
permukaan
Gambar 11 Patahan brittle
III.Metodologi Penelitian III.1. Alat dan Bahan Alat 1. Universal testing machine, Servopulser Shimadzu kapasitas 30 ton 2. Caliper dan/atau micrometer 3. Spidol permanent atau penggores (cutter) 4. Stereoscan macroscope
Gambar 12 Alat Uji
Bahan 1. Sampel uji tarik (besi tuang, baja, tembaga dan alumunium)
Gambar 13 Sampel Uji
III.2. Flow Chart Prosedur Pengujian
Amati dan catat tandai lepaskan buat tandai pasang Hitung sketsa panjng pada formulasi benda benda benda grafik ukur uji uji uji Material ukur Pengujian mulai ukur dimensi dimensi penarikan selesai benda akhir karakteristik jenis Lain yg sesuai pada dari uji grip nilai-nilai grip titik UTS dan BS perpatahan
Daftar Pustaka 1. Sriati Djaprie, Metalurgi Mekanik, edisi ketiga, jilid 1, Erlangga, 1993. 2. Davis,H.E,Troxell,G.E,Hauck,
GFW.”The
Testing
of
Engineering Materials”.1982. 3. Diktat Teori Dasar Parktikum Karakterisasi Material 1 4. Buku Paduan Kerja Mahasiswa Praktikum Karakterisasi Material 1 5. Louis Cart,”Non Destructive Testing”,ASM, 1995. 6. Metal Handbook Ninth Edition, Volume 8, Mechanical Testing, ASM,1985. 7. Catatan Perkuliahan Pengujian Material 8. Callister,William
D.,
1940-Materials
science
and
engineering : an introduction / William D. Callister, Jr.—7th ed