LAPORAN AKHIR PENELITIAN
PEN6EMBANGAN EI$1IIAIC ICUUT ICAYU
ICWWIH
(Artocarpus c:ommuais J.R.)SEBAGAIBAHAN OMt1ERBAT1ERSTANDO AR.,( HJ1 ANTITUMOR PAYUDARA
: Ujlila VitrO. staad •isasi Ebtrak, dan Kajian Prakllnik
Ofeh: dr. Burhannudin lchsan, M.Med.Ed Andi SUhendf, S.Farm, Apt
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Februari 2012
LAPORAN AKHIR PENELITIAN
PENGEMBANGAN EKSTRAK KULIT KAYU KLUWIH (Artocarpus communis J.R.) SEBAGAI BAHAN OBAT HERBAT TERSTANDAR (OHT) ANTITUMOR PAYUDARA : Uji in Vitro, Standarisasi Ekstrak, dan Kajian Praklinik
Oleh: dr. Burhannudin lchsan, M.Med.Ed Andi Suhendi, S.Farm, Apt
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Februari2012
\
J
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN
1.
1udul Risbin
Pengembangan El<.stral< Ku\\t Kayu Kluwih \Artocarpus
communis)
Sebagai
Bahan Obat Herbal Terstandar (OHT)
Antitu mor Payudara : Uji In Vitro, Standarisasi Ekstrak, dan Kaj ian Praklinik
2.
3.
4.
Ketua Pelaksana a.Nama Lengkap
dr.Burhannudin lchsan, M.Med.Ed
b.Jenis Kelamin
laki-laki
c. NIP
1002
d. Pangkat/Golongan
I lib
e.Jabatan Fungsional
Asisten Ahli
f.Program Studi
Kedokteran Umum
Anngota a.Nama
Andl Suhendi, S.Farm, Apt
b.Program Studi
Farmasi
c.Perguruan Tinggi
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pendanaan tahun Pertama a.Biaya yang disetujui
Rp 121.066.000
Surakarta, 28 Februari 2012
..
Ketua Peneliti
dr Burhan
ii
INTISARI
Latar belakang: Kanker payudara masih merupakan masalah kesehatan yang besar di Indonesia. Pengobatan kanker dengan kemoterapi seringkali belum memberikan hasil yang memuaskan, karena bersifat tidak spesifik sehingga menimbulkan efek samping yang tidak " ringan. Pengobatan dengan ramuan herbal dapat menjadi solusi altematif dalam penanganan beberapa kasus penyakit, tetapi aspek ilmiahnya belum banyak dikaji. Tujuan: Mempelajari potensi pemanfaatan bahan obat alam asli Indonesia, yaitu kulit kayu Kluwih(Arlocarpus communis J.R.) menjadi obat herbal terstandar antitumor payudara, yang nantinya dapat dipromosikan & dimanfaatkan dalam membantu pengobatan tumor/kanker payudara di masyarakat
Metode: Rancangan penelitian adalah eksperimental. Penelitian ini mengukur: {1) potensi sitotoksik invitro ekstrak metanol kulit kayu kluwih terhadap set MCF-7, (2) standarisasi ekstrak kulit kayu kluwih, (3) uji efektivitas in vivo ekstrak kulit kayu kluwih terhadap kanker payudara tikus yang diinduksi dengan DMBA, dan (4) melihat mekanisme penghambatan sel tumor dalam hal ini adalah mekanisme apoptosis.
Hasll: {1) IC50 ekstrak metanol kulit kayu kluwih terhadap set MCF-7 adalah 40, 16 �g/ml, (2} Nilai parameter non spesifik dari ekstrak metanol kulit kayu kluwih diperoleh nilai susut pengeringan sebesar 3,6-12,8%; bobot jenis ekstrak sebesar 1 ,0034-1,0180g/ml, kadar abu total 3,06-7,58%, kadar abu larut asam 0,06-0,26%, kadar air dalam ekstrak sebesar 1,37,0% dan tidak terdeteksi adanya sisa pelarut dalam ektrak dari tiap daerah. Nilai parameter spesifik dari ekstrak metanol kulit kayu kluwih adalah organoleptik ekstrak: ekstrak kering, berwarna coklat tua, bau khas dan rasa pahit; kelarutan dalam air 12,52-21,02% dan kelarutan dalam etanol 65,33-92,69%; pola kromatogram ekstrak dengan fase gerak heksan:etil asetat:asam formiat (6:4:0,5) pembanding artonin E berada pada Rf 0,14 dan kadar chemical marker (artonin E) dalam ekstrak sebesar 0,4476-3,4146% b/b, (3) pada uji in vivo, ekstrak kulit kayu kluwih tidak menunjukkan penghambatan terhadap kanker payudara (4) uji mekanisme apoptosis tidak dilakukan, karena pada uji in vivo ekstrak kulit kayu kluwih tidak menunjukkan penghambatan kanker payudara Kesimpulan: Secara in vitro ekstrak metanol kulit kayu kluwih memiliki potensi anti kanker payudara, namun secara in vivo tidak menunjukkan penghambatan kanker payudara •
Kata-kata kunci: ekstrak metanol kulit kayu kluwih, kanker payudara .
iii
Ucapan terima kasih Ucapan
terima
kasih
yang
sebesar-besarnya
disampaikan
kepada
Badan
Litbang
Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia atas dana yang diberikan untuk penelitian ini. Surat Keputusan Kepala Badan Penelitian dan PengembangaA Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nemer: HK.03.05/1/393/2011
iv
KATA PENGANTAR · · Alhamdulillaahi Rabbi! alamiin. Segala puji bagi Alloh Subhaanahu Wata aala, zat yang
menguasai seluruh alam. Sholawat dan salam atas nabi Muhammad · Shallallaahu alaihi wasalllam. Karena karunia dan izin-Nya, penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini. Dalam melakukan penelitian dan penulisan laporannya, banyak sekali pihak yang telah
membantu
penulis,
baik
langsung
maupun
tidak
langsung.
Sebagai
bentuk
penghormatan dan penghargaan penulis atas segala bantuan yang telah diberikan, penulis ingin menghaturkan terima kasih yang tiada terkira kepada: 1.
Badan
Litbangkes
Kementerian
Kesehatan
Republik
Indonesia
yang
telah
dan tanpa mengenal
Ieiah
memberikan dananya untuk penelitian ini. 2.
Para reviewer yang dengan sabar, sungguh-sungguh
telah membimbing dan banyak memberikan masukan pada penelitian ini. 3.
Prof.DR.dr.Bambang Subagyo, SpA(K) yang telah berkenan memberikan dukungan pada penelitian ini.
4. DR. Muhtadi,M.Si yang telah berkenan memberikan bimbingan pada penelitian ini. 5. Semua pihak yang telah membantu, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Mudah-mudahan tulisan ini dapat memberikan manfaat yang banyak. Saran dan kritik akan penulis terima dengan senang.
•
Surakarta,28 Desember i 2011
Penulis
v
DAFTAR lSI
Halaman Judul Halaman Pengesahan
ii
Inti Sari
iii
Ucapan Terima Kasih
iv
Kata Pengantar
v
Daftar lsi
vi
Daftar Tabel
vii
Daftar Gambar
viii
Daftar Lampiran
ix
Bab I. Pendahuluan A Latar Belakang B.Perumusan Masalah
2
C.Keutamaan Penelitian
3
Bab II. Tinjauan Pustaka dan Road Map
5
ATinjauan Umum Tentang Kluwih
5
B.Kajian Fitokimia
6
C.Kajian Farmakologi
9
D.Kajian Efek Sitotoksik
11
E.Efek anti lnflamasi
12
Bab Ill. Metode Penelitian
14
ALokasi Penelitian
14
B.Peralatan dan Bahan
14
Bab IV. Tujuan dan Manfaat Penelitian
19
A.Tujuan Penelitian
19
B.Manfaat Peneltian
19
Bab V. Hasil dan Pembahasan
20
AUji Aktivitas Sitotoksik Ekstrak Metano\ Kulit Kayu Kluwih dengan metode MTI
20
B.Standarisasi Ekstrak Metanol Kulit Kayu Kluwih
23
C.Aktivitas Ekstrak Kulit Kayu Kluwih Terhadap Kanker Payudara Yang Diinduksi 30 DMBA
•
Bab VI.Kesimpulan dan Saran
33
AKesimpulan
33
B.Saran
33
Daftar Pustaka
34
Lampiran
37
vi
-· � =-== -
Daftar Tabel Tabel
Halaman
1.
Nama-nama botani yang telah diberikan untuk Kluwih dan Sukun
5
2.
Kajian fitokimia yang telah dilakukan terhadap Kluwih dan sukun
6
3.
Metabolit sekunder yang diisolasi dari A. Communjs
7
4.
Sifat biologis metabolit sekunder dari Sukun dan Kluwih
9
5.
Efek sitotoksik metabolit sekunder dari Kluwih atau sukun
11
6.
Keaktifan metabolit sekunder dari Sukun atau Kluwih terhadap enzim Sa 13
reduktase 7. Prosentase sel hidup dengan perlakuan ekstrak kulit kayu Kluwih dan doksorubisin
24
8.
Rata-rata rendemen ekstrak metanol kulit kayu Kluwih
9.
Rekapitulasi penetapan parameter non spesifik ekstrak kulit kayu kluwih
10.
Rekapitulasi penetapan parameter spesifik ekstrak kulit kayu Kluwih
11.
Rekapitulasi profil kromatogram ekstrak kulit kayu Kluwih dan marker
12.
Gambaran makroskopis tikus yang diinduksi OMBA pada
2
minggu setelah
2
minggu setelah
induksi terakhir OMBA 13.
Gambaran mikroskopis tikus yang diinduksi DMBA pada induksi OMBA terakhir
14.
Gambaran mikroskopis tikus yang diinduksi DMBA pada 7 minggu setelah induksi OMBA terakhir
23
24 26
28
31 31
32
vii
Daftar Gam bar Gam bar
I.
Halaman
�
Reaksi reduksi MTI menjadi formazan oleh enzim suksinat dehi rogenase
20
(Mosmann, 1983)
2.
Krista! fonnazan. Kristal berwarna ungu has\1 reduksi garam MTI oleh sistem reduktase suksinat tetrazolium mitokondria sel hidup. Jumlah kristal formazan yang terbentuk berbanding lurus dengan jumlah sel hidup
3.
Fotomikroskopik Sel MCF7 setelah Perlakuan dengan Ekstrak Metanol Kulit
21
Kayu Kluwih 10 IJQ/ mL (B) dan 40 10 IJQ/ ml (C) dibandingkan dengan kontrol sel (A). Tanda -+ menunjukkan sel MCF7 yang hidup dan -+ sel MCF7 yang mati. Peningkatan konsentrasi ekstrak yang diberikan berbanding lurus dengan jumlah kematian sel MCF7 4.
22
Grafik Hubungan Konsentrasi Dengan Prosentase Sel Hidup MCF7. Dalam microplate 96 ditanam 5.000 seVsumuran, kemudian diberi perlakuan dengan (A) ekstrak kulit kayu kluwih dan
(B) Doksorubisin diinkubasi 24 jam
5.
Senyawa identitas Artoni E
6.
Profil Kromatografi ekstrak metanol kulit kayu kluwih dari tiga daerah yaitu
22
27
Klaten (K), Colomadu ©, dan Blora (B) dengan pembanding aronin E (P). Fase gerak : heksan:etil asetat:asam formiat (6:4:0,5) dan fase diam silica gel GF254. Pengamatan dilakukan pada
(1) sinar tampak (artonin E berwarna
kecoklatan), (2) uv 254 nm (artonin E memadamkan fluoresensi) dan (3) UV 366 nm setelah disemprot dengan sitroborat (artonin E berfluoresensi coklatorange) 7.
Reaksi antara Artonin E dengan Sitroborat
28 29
viii
OAFTAR LAMPIRAN
Lamplran A. Gambar-gambar penelitian B. Gambaran histologi minggu ke-2 setelah induksi DMBA terakhir
C. Gambaran histologi minggu ke-7 setelah induksi DMBA terakhir D. Personalia peneliti
E. Pembacaan Patologi Anatomi oleh bagian Patologi FKH UGM
ix
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Kanker merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan kematian dalam jumlah besar, baik di Indonesia maupun di dunia. Perkembangan penyakit kanker seringkali dijumpai sudah dalam stadium lanjut, sehingga perkembangan sudah sedemikian pesat dan menimbulkan masalah yang 'kompleks' dalam penanganannya. Jenis penyakit kanker pun menunjukkan kecenderungan makin beragam. Bahkan ada fenomena hampir semua organ berpotensi muncul kanker, sehingga dikenal ada banyak penyakit kanker seperti; kanker payudara, rahim, paru-paru, darah, prostat, kulit dan lain sebagainya. Di antara berbagai jenis kanker tersebut, kanker payudara masih merupakan masalah kesehatan besar, baik di negara maju maupun berkembang seperti Indonesia. Tumor payudara merupakan salah satu kelainan yang sering ditemukan di seluruh dunia. Insidensi kanker payudara di dunia merupakan
27%
dari kanker pada wanita dan menyebabkan
20%
kematian
akibat kanker. Kanker ini menduduki tempat kedua setelah kanker servik uteri. Insiden kanker payudara pada tahun
1994
berkisar antara
17,7%
(Malang) hingga
27,9%
(Makassar). Di
12,16%
kasus tiap tahun.
.
Semarang, insidensi kanker payudara menduduki peringkat kedua, atau Dalam
tO
tahun terakhir, kanker payudara merupakan penyebab kematian nomor enam di
Indonesia. Hal ini disebabkan karena sebagian penderita kanker payudara di Indonesia datang dalam keadaan telah lanjut. (Henderson, 2000; Sarjadi dan Trihartini, 2001) Pengobatan kanker dengan kemoterapi seringkali belurn rnemberikan hasil yang memuaskan, karena bersifat tidak spesifik sehingga menimbulkan efek samping yang tidak ringan. Pengobatan dengan ramuan herbal dapat menjadi solusi alternatif dalam penanganan beberapa kasus penyakit, tetapi aspek ilmiahnya belum banyak dikaji. Masyarakat secara tradisional dan turun temurun, telah memiliki pengetahuan empiris tentang pemanfaatan tumbuhan obat asli Indonesia, khususnya dalam pengobatan kanker. Salah satu tumbuhan obat asli Indonesia yang juga dilaporkan secara empiris digunakan di beberapa daerah dalam penanganan penyakit kanker yaitu tumbuhan Kluwih atau Sukun. Tumbuhan dari famili Moraceae (kelompok Nangka-nangkaan) berdasarkan kajian literatur, telah dilaporkan memiliki kandungan senyawa-senyawa kimia yang potensial pada skrining antitumor dengan set uji. Artokarpin dan artonin E merupakan senyawa turunan
1
•
flavonoid dari tumbuhan famili Moraceae, dilaporkan sangat aktif pada uji sitotoksik terhadap beberapa sel kanker yaitu A549, MCF-7, MDA-MB-231, IA9, HCT-8, KB, KB-Vin dan P-388 (Syah, 2005). Akan tetapi, hingga saat ini belum dilaporkan adanya produk-produk OHT dan fitofarmaka yang dihasilkan dari ekstrak tumbuhan Moraceae ini. Hasil penelitian pendahuluan oleh Peneliti dan tim di Fak. Farmasi UMS, menunjukkan bahwa ekstrak metanol dan fraksi-fraksinya dari ektrak kulit kayu Kluwih (salah satu spesies dari genus Artocarpus) terbukti memiliki efek menghambat pertumbuhan sel kanker leher rahim (HeLa), dengan nilai ICso sebesar 17,82 f.!g/mL untuk ekstrak metanol (Salasiah, 2007), fraksi semipolar IC50 sebesar 19,24
�g/mL (Apsari, 2007), fa r ksi polar IC50 sebesar 19,90 Jlg/mL
(Khasanah, 2007). Kekerabatan spesies Kluwih dengan Sukun, Nangka, dan Cempedak dalam genus Artocarpus pada famili Moraceae sangat dekat, sehingga secara teoritis kandungan metabolit sekunder yang akan diperoleh juga akan memiliki kemiripan senyawa kimianya (Kazuki, 1995). Berdasarkan latar belakang dan landasan ilmiah tersebut, penelitian ini akan mempelajari efek penghambatan karsinogenesis kanker payudara yang diinduksi 7, 12-dimetilbenz(a)antrasen (DMBA) secara in vivo oleh ekstrak metanol dan fraksi-fraksinya dari kulit kayu Nangka. Ekstrak atau fraksi yang memberikan penghambatan karsinogenesis terbaik, pada tahap selanjutnya (tahun kedua) akan dilanjutkan untuk pengujian toksisitas akut dan subkronis pada hewan uji, untuk memperoleh data efek toksisitasnya secara in vivo. Penelitian ini, merupakan penyelidikan yang cukup mendalam untuk meningkatkan kapasitas bahan obat alam Indonesia menjadi produk yang lebih berkualitas dan berdaya guna kepada masyarakat, sehingga memberikan landasan ilmiah yang kuat untuk pemanfaatan ekstrak kulit kayu Kluwih sebagai obat herbaJ terstandar (OHT) yang dapat digunakan untuk alternatif pengobatan tumor payudara .
•
B.
Perumusan masalah
a. Seberapa kuat efek penghambatan karsinogensesis tumor payudara yang diinduksi dengan DMBA pada tikus secara in vivo dari ekstrak & fraksi-fraksi dari ekstrak metanol kulit kayu Kluwih(A. communis)? b. Seberapa besar efek toksik (samping) yang ditimbulkan dari pemanfaatan ekstrak dan fraksi aktif dari kulit kayu Nangka, melalui pengujian toksisitas akut dan subkronis?
2-
c.
Apa saja kandungan kimia (chemical marker) yang terdapat dalam ekstrak metanol kulit kayu Kluwihdan seberapa besar kadamya sebagai cara untuk menentukan bahan/ekstrak yang lebih terstandar?
C. Keutamaan Penelitian Dari hasil kajian pustaka berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya, diketahui bahwa penelitian terhadap tumbuhan dari genus Artocarpus sudah sedemikian banyak, meliputi penelitian
taksonomi,
fitokimia,
isolasi
senyawa
metabolit
sekunder
dan
beberapa
uji
farmakologinya. Hasil pengujian terhadap beberapa sel uji kanker dari beberapa metabolit sekunder dari tumbuhan Artocarpus. Diperoleh petunjuk dan kesimpulan bahwa senyawa artokarpin aktif terhadap 10 (sepuluh) sel uji kanker, sedangkan senyawa artonin E sangat aktif terhadap sel uji 1A9 dan P388, dan aktifterhadap sel uji MCF-7, HCT-8, SK-MEL-2 dan MDA-MB-231 (Syah, 2005). Akan tetapi, penelitian tentang ekstrak dari bagian tumbuhan Artocarpus untuk pengujian efek antitumor secara in vivo belum pemah dilaporkan, apalagi pemanfaatannya hingga diperoleh produk OHT dan standarisasi ekstraknya dari bagian tumbuhan ini. Tim Peneliti selama dua tahun terakhir (2007 & 2008) dibantu oleh beberapa mahasiswa tugas akhir di Fakultas Farmasi UMS, telah meneliti ekstrak, fraksi nonpolar, semipolar dan polar dari ekstrak metanol kulit kayu Kluwih (A. communis
J.R)
terhadap efek pengharnbatan
pertumbuhan sel kanker rahim (HeLa) secara in vitro. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas yang potensial dengan nilai IC50 < 20 �g/mL. Penelitian yang akan dilaksanakan ini, merupakan penelitian lanjutan dari pengujian pengujian in vitro yang telah dilaporkan sebelumnya, meliputi uji praklinik pengharnbatan karsinogenesis antitumor secara in vivo, uj i toksisitas (akut & subkronis), dan penyelidikan kimia •
yang meliputi analisis dan standarisasi ekstrak, isolasi dan karakterisasi struktur chemical marker dari ekstrak kulit kayu KJuwih(Artocmpus communis). Target keseluruhan dari penelitian ini adalah diperolehnya produk OHT antitumor dari ekstrak kulit kayu Kluwih (A. communis), yang memilik.i landasan ilmiah yang kuat berdasarkan kajian farmakologi in vivo, toksisitas akut & subkronis dan standarisasi ekstraknya. Sehingga hasil penelitian ini, akan diperoleh kemanfaatan secara ilmiah-akademik yang berupa artikel
3-
dalam jumal ilmiah terakreditasi nasional/intemasional, patent!HKI, serta produk OHT yang dapat diproduksi & dipasarkan secara masal yang dikerjasamakan dengan mitra industri farmasi/perusahaan jamu. Produksi obat herbal terstandar ini diharapkan menjadi sol usi altematif dalam penanganan dan pengobatan tumor atau kanker payudara yang banyak dijumpai di masyarakat. Peneliti telah menjajaki kerjasama dengan mitra UMKM obat herbal, seperti CV. AI Manar Herbafit
Yogyakarta dan PJ. Borobudur Semarang. Dan keduanya, telah menyatakan
kesediaannya untuk bekerjasama dalam memproduksi & memasarkan produk-produk obat herbal hasil penelitian, terutama produk obat herbal terstandar (OHT).
4-
BAB
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN
ROAD MAP
A. Tinjauan umum tentang Kluwih Kluwih adalah tumbuhan yang masuk jenis nangka-nangkaan �genus Artocarpus), berupa pohon yang relatif besar, dengan tinggi dapat mencapai 30 m. Tumbuhan Kluwih relatif dikenal luas oleh masyarakat di seluruh Indonesia, karena menghasilkan buah yang memiliki nilai ekonomi cukup penting, selain buah Nangka, Sukun dan Cempedak. Kecuali sebagai penghasil buah, tumbuhan Kluwih juga merupakan sumber kayu, terutama untuk bahan perkakas rumah tangga,
sementara
daunnya
dapat
digunakan
sebagai
obat
luar
pada
penyembuhan
pembengkakan limfa, dan bunganya untuk penyembuhan sakit gigi (Heyne, 1986). Para ahli biologi yang mengkarakterisasi ciri-ciri tumbuhan Kluwih relatif cukup banyak. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel paling populer diantaranya adalah Linn., dan
1,
Kluwih memiliki banyak nama botani, tetapi yang
Artocarpus communis J.R. & G. Forster, Artocarpus incisus
Artocarpus altilis (Parkinson) Forsbeg. Jarret telah membahas secara lengkap
mengenai asal-usul nama bagi tumbuhan Kluwih dan memilih
A. communis sebagai nama botani
yang paling sesuai (Jarret, 1960). Dari segi penyebaran, Kluwih terutama tersebar di Indonesia bagian timur, yang meliputi Maluku dan Irian (Papua), serta Melanesia, sementara Sukun terutama tersebar di daerah Pasifik. Jarret juga mencatat bahwa ciri masing-masing bentuk dapat bervariasi di masing-masing tempat penyebarannya, dan hal tersebut barangkali menjelaskan mengapa kedua tumbuhan tersebut memiliki banyak nama botani. Tabel 1. Nama-nama botani yang telah diberikan untuk Kluwih dan Sukun
Soccus lanosus Rumphius Saccus granosus Rumphius Sitodium a/tile (Banks & Selander ex.) Sitodium a/tile Selander ex. Seem Sitodium incisum Thumb. Rima Sonnerat Rademachia incisa Thumb.
Artocarpus nucifera {Thompson) Artocarpus camansi Blanco Artocarpus rima Blanco Artocarpus laevis Hassk Artocarpus mariannensis Artocarpus incisa Linn. f. laevis Miq. Artocarpus incisa Linn. f. var. murricata Becc.
Artocarpus communis J.R. & G. Forster Artocarpus incisus Linn. f. Artocarpus incisifo/ia Stokes Sumber: Jarret,
Artocarpus leeuwenii Diets Artocarpuspapuana Diels rtocarpus altilis (Parkinson) Forsbeg
1960.
5-
Penamaan atau penyebutan Kluwih dalam penelitian ini berdasarkan penamaan oleh masyarakat di sekitar tumbuhan ini diambilldiperoleh, dengan ciri-ciri bahwa buah dari tumbuhan Kluwih ini memiliki biji, kulit buahnya berduri tidak tajam. Sedangkan penamaan
Artocarpus communis Park didasarkan oleh hasil determinasi yang dilakukan oleh ahli taksonomi tumbuhan dari Jurusan Biologi FKIP UMS dan Balai Penelitian Tanaman Obat (BPTO) Tawangmangu. Hasil pengujian praklinik antitumor secara
in vivo dan toksisitas dari
ekstrak, fraksi dan isolat dalam ekstrak metanol kulit kayu Kluwih ini, akan sangat bennakna dalam memberikan landasan ilmiah tentang pemanfaatan ekstrak, fraksi dan isolat Kluwih
tumbuhan
(Artocarpus communis J.R.) dan potensinya untuk pengobatan tumor/kanker di
masyarakat.
B. Kajian fitokimia Tumbuhan Kluwih yang telah dikaji kandungan metabolit sekundemya disajikan secara lengkap pada Tabel 2 . Asal tumbuhan yang diteliti meliputi berbagai wilayah geografis yang berbeda, yaitu Indonesia, Sri Lanka, Thailand, dan Taiwan. Perlu dicatat disini bahwa tidak semua peneliti mencantumkan rincian apakah penelitian tersebut berasal dari Kluwih atau Sukun yang merupakan jenis spesies yang lain, sehingga pembedaan fitokimia dari kedua tumbuhan tersebut tidak dapat dilakukan secara jelas. Tabel 2. Kajian fitokimia yang telah dilakukan terhadap Kluwih atau Sukun
Spesies/Asal
Ba2ian yan2 diteliti
Pustaka
Artocarpus communis J.R. & G. Akar
Forster.:
Chan et.
al., 2003 Aida et. al., 1997; Hano et. a/., 1990
Taiwan
Kulit batang
Indonesia
Kulit akar
Lin & Shieh, l992a-b, & 1991a-b
Taiwan
Kulit batang (Kluwih)
Fujimoto
Indonesia
Bunga (Kiuwih)
et. al., 1990 Fujimoto et. al., 1987
Indonesia
Daun
Syah et.
Thailand
Daun
Shimizu et.
Indonesia
Artocarpus
altilis
(Parkinson) Forsbeg:
Sri Lanka
Kulit akar
Taiwan
Ranting
Indonesia
Kayu batang
a/., 2006 al., 2000a Hano et. al., 1994 Chen et. a/., 1993 Kurdi, 200 I ; Erwin, 2001
Indonesia
Ka yu akar
Kurdi, 200 1 ; Erwin, 2001
6-
Artocarpus incisus
Linn. f.: Jepang Papua
Shimizu et. a/., 2000b Shimizu et. a!., 2000c
Daun Kayu
Sebagaimana tercantum pada Tabel 2, hampir semua bagian tumbuhan telah dikaji secara fitokimia, yaitu meliputi daun, bunga, kulit batang, kulit akar, kayu batang, dan kayu
akar.
Total
50 senyawa turunan fenolik, yang meliputi turunan geranil atau prenil dari kalkon, dihidrokalkon, flavanon, flavon, 3-prenil atau 3-geranilflavon, piranoflavon, oksepinolavon, flavon jenis dihidrobenzosanton, santon, dan stilben (Syah, 2005). Hasil penelitian fitokimia terhadap Kluwih dan Sukun setelah dipelajari dan dirangkum, dilaporkan sebanyak 50 senyawa kimia hasil isolasi seperti dalam Tabel 3 berikut. Tabel 3. Metabolit sekunder yang diisolasi dari A. communis Senyawa
Jenis
Basdan
3' -Geranil-2' ,3,4,4'Kalkon tetrahidroksi-kaJkon (1) Dihidrokalkon AC-3-2 (2)
AsaI
Pustaka
Daun
Papua
Bunga
Indonesia
Shimizu et a!., 2000-a Fujimoto, et al, 1987
AC-5-l (3) .
Dihidrokalkon
Bunga
Indonesia
Fujimoto,
et
al,
et
al,
1987
Bunga
Dihidrokalkon
AC-3-1 (4)
Indonesia
Fujimoto, 1987
"
Sikloaltilisin 6 (5) Norartokarpanon (6)
Dihidrokalkon Flavanon
Pucuk Kayu
Mikronesia Papua
Dihidromorin (7)
Flavanonol
Kayu
Papua
AC-3-3 (8)
Flavanon
Bunga
Indonesia
AC-5-2 (9)
Flavanon
Bunga
Indonesia
Sikloaltilisin 7 (10) Artokarpesin (11)
Flavanon 6-prenilflavon
Pucuk Kayu
Mikronesia Papua
Isoartokarpesin (12)
6-prenilflavon
Kayu
Papua
Artokomunol CE (13) Artokarpin (14)
3-prenilflavon 3-prenil flavon
Akar Kayu batang Kulit akar
Taiwan Indonesia
Artonin
V
(15)
Patil, et al., 2002 Shimizu et a!., 2000-b Shimizu eJ a!., 2000-b Fujimoto, et al, 1987
Fujimoto,
et
al,
1987
3-prenilflavon
Srilanka
Patil, et a!., 2002 Shimizu et a/., 2000-b Shimizu et a/., 2000-b Chan, et al, 2003 Hano, et al., 1994
7-
¥J!lllt@
3-geranilflavon 3-geranilflavon 3-prenilflavon
Artokomunol CD (16) Artokomunol CB (17) Morusin (18)
Artonin E (=KB-3) (19) 3-prenilflavon KB-2 (20)
3-prenilflavon
SikJokomunol (21)
Piranotlavon
Sik1okomunin (22)
Piranoflavon
Sikloartokarpin (23)
Piranoflavon
Kudraflavon A (24)
Piranoflavon
Sikloartomunosanton
Piranoflavon
Dihidroisosikloartomun (26) Sikloaltilisin (27) Siklomorusin (28) Artokomunol CA(29) Sikloartomunin (30)
Piranoflavon Piranoflavon Piranoflavon Piranoflavon Piranoflavon
Artokomunol CC (31) Caplasin (32)
Oksepinoflavon Oksepinoflavon
Artoindonesianin
Oksepinoflavon
.(25) j
B
(33) Artobilosanton
(=KB-
1)(34) Artomunosanton (35) Artomunosantentrion •
(36) Artomunosantotrion epoksida (37) Artonol E (38)
Dihidrobenzosanto n Dihidrobenzosanto n Kuininodihidrobenzosanton Kuininodihidrobenzosanton Dihidrobenzosanto n
Artonol C (39) Artonol D (40)
Dihidrobenzosanto n Dihidrobenzosanto n
8-
Akar Akar Kulit akar Kulit batang Kulit batang Kulit akar Kulit akar Kayu akar Kulit akar Kulit akar Kulit akar Ranting Akar Akar Kulit akar Akar Kayu batang Kayu batang Kulit batang Kulit akar Kulit akar Kulit akar Kulit batang Kulit batang Kulit batang
Taiwan Taiwan Srilanka
Chan, et al, 2003 Chan, et al, 2003 Hano, et al., 1994
Indonesia
Fujimoto,
Indonesia Taiwan
Fujimoto, et al, 1990 Lin & Shieh, 1992
Taiwan
Lin & Shieh, 1992
Indonesia
Kurdi, 2001
Taiwan
Shieh & Lin, 1991
Taiwan
Lin & Shieh, 1991
Taiwan
Lin & Shieh, 1992
Taiwan Taiwan Taiwan Taiwan
Chen, et al., 1993 Chan, et al, 2003 Chan, et al, 2003 Lin & Shieh, 1992
Taiwan Indonesia
Chan, et al, 2003 Kurdi, 2001
Indonesia
Kurdi, 2001
Indonesia
Taiwan
Aida, et al, 1997; Fujimoto, et al, 1990 Shieh & Lin, 1991
Taiwan
Shieh & Lin, 1991
Taiwan
Lin & Shieh, 1992
Indonesia
Aida, et al, 1997
Indonesia
Aida, et al, 1997
Indonesia
Aida, et al, 1997
et
al,
1990
Artonin K (41)
Artonol B (45)
Furanodihidrobenz osanton Furanodihidrobenz osanton Furanodihidrobenz osanton Furanodihidrobenz osanton Santon
Artonol A (46)
Tetrahidrosanton
Sikloartobilosanton (42) Dihidrosikloartomunin
(43)
Artonin F (44)
Artoindonesianin (48) Kloroforin (49) Artokarben (SO)
F Stilben
Kulit batang Kulit batang Kulit akar
Kulit batang Kulit batang Kulit batang Kayu
Indonesia
Aida, et a!, 1997
Indonesia Indonesia .
Aida, et al, 1997; Hano, et al, 1990 Lin & Shieh, 1991
Indonesia
Hano, et al, 1990
Indonesia
Aida, et al, 1997
Indonesia
Aida, et a!, 1997
Indonesia
Kurdi, 2001 Shimizu 2000-b Shimizu 2000-b
akar
Stilben
Kayu
Papua
Stilben
Kayu
Papua
et
a/.,
et
a/.,
C. Kajian farmokologi Sebagian dari metabolit sekunder yang diisolasi dari Kluwih telah ditentukan efek farmakologisnya terhadap berbagai sistem uji, yang meliputi efek sitotoksik, antiinflamasi, antimalaria, antimikroba, inhibitor enzim 5a.-reduktase, tirosinase, dan protease sistein chatepsin K. Hasil kajian farmakologi dari metabolit sekunder yang diisolasi dari Kluwih atau Sukun tercantum dalam Tabel 4 s.d 6 berikut : Tabel 4. Sifat biologis metabolit sekunder dari Sukun atau Kluwih Senyawa
AC-5-1 (3) •
Sikloaltilisin 6 (5) Sikloaltilisin 7(10) Artokarpin (14)
Sifat biologis yang diuji Antiinflamasi : inhibitor enzim 5-lipoksigenase Antitumor Inhibitor chatepsin K Inhibitor chatepsin K Antiperoksidatif lebih lemah dari kuersetin Sitotoksik terhadap I 0 jenis sel tumor Penangkap radikal dan antioksidan Inhibitor pertumbuhan bakteri
9-
Pustaka
Koshihara et a/., 1988 Fujimoto et a/., 1987 Patil et al., 2002 Patil et a/.. 2002 Rajendran et a/., 2004 Wang et a/., 2004 Ko et al., 1998 Sato et al., 1996
Artnonin E (19)
Siklokomunol (21) Siklokomunin (22)
kariogenik Sitotoksik kuat terhactap 11 jenis Wang et al., 2004; sel tumor Seo et al., 2003; Suhartati eta/., 2001 Inhibitor kuat pacta proses pembelahan rantai DNA Menurunkan sekresi protein pada penyakit glomerural Sitotoksik: tidak aktif terhactap sel P-388 sebagai Aktif inhibitor pertumbuhan tiga jenis sel tumor Antiinflamasi: sangat lemah Sitotoksik : aktif terhadap sel P-
Seo
•
et al., 2003
Fukai
etal.,
2003
Hakim
etal.,
2006
Cidacte
etal.,
200 I
We etal., 2005 Hakim eta/., 2006
388
Sikloartokarpin (23)
Antiperoksidatif lebih lemah dari Rajendran eta/., 2004 artokarpin (14) Sitotoksik : aktif terhadap sel P- Hakim etal., 2006 388
Kudraflavon A (24) Dihidroisosikloartomunin {26) Siklomorusin(28) Sikloartomunin (30) Dihidrosikloartomunin (43) Caplasin (32)
Antiintlamasi; sangat lemah We eta/., 2005 Sitotoksik : tidak aktif terhactap Hakim eta/., 2006 sel P-388 Antiinflamasi : sedang We eta/., 2005 Antiinflamasi : sangat lemah Antiinflamasi : sangat lemah Antiinflamasi : san_g_at lemah Sitotoksik : aktif terhadap sel P388
Artoindonesianin B (33)
Sitotoksik : aktif terhadap sel
P-
We etal., 2005 We etal., 2005 We eta/., 2005 Hakim etal., 2006 Hakim
eta/.,
1999
388
Artobilosanton (34)
Artomunosanton (35) Sikloartobilosanton ( 42)
Inhibitor lemah pada proses Seo etal., 2003 pembelahan rantai DNA Sitotoksik kuat terhadap sel KB Hakim etal., 2002 dan P-388 Antiinflamsi: sangat lemah We eta/., 2005 Sitotoksik : 6 jenis sel tumor Wang et al., 2004; Seo, et a/., 2003; Hakim et a/.,2002
Artonin F (44) Artonol B (45)
Inhibitor kuat pacta pembelahan We et al., 2005 rantai DNA Sitotoksik : tidak aktif terhadap Ko, eta/., 2005 4jenis sel tumor Sitotoksik : tidak aktif terhadap Hakim eta/., 2002; Ko 5jenis sel tumor etal., 2005
10-
Artonol A
Sitotoksik : aktif terhadap 3 jenis
(46)
sel tumor
4-Preniloksiresveratrol (47) Antimalaria: kurang aktif Antijamur
(Cladosporium c/adospo-rioides)
Ko
eta/., 2005
Boonlaksiri
et al., 2000 Jayasinghe eta/., 2004
Penangkap radikal (DPPH)
Artoindonesianin F (48)
Jayasinghe etal., 2004 (Cladosporium Jayasinghe et a/., 2004
Antijamur
cladosporioides)
Penangkap radikal (DPPH)
Antimalaria: aktif
Artokarben(50)
Antimalaria : kurang aktif
Jayasinghe
et a/., 2004 et a/., 2000 Boonlaksiri et al., 2000
Boonlaksiri
D. Kajian efek sitotoksik T igabelas senyawa flavonoid yang telah diisolasi dari Kluwih atau Sukun telah diuji efek sitotoksiknya terhadap sejumlah sel tumor. Senyawa-senyawa tersebut adalah artokarpin, artonin E, siklokomunol, siklokomunin, sikloartokarpin, kudraflavon A, caplasin, artoindonesin B, artobilosanton, artonin F, artonol B dan artonol A, sementara sel tumor yang digunakan meliputi 14 jenis
(T abel 5). Sebagaimana
dinyatakan
pada Tabel
5, artokarpin
dan artonin E
menunjukkan sifat sitotoksik kuat terhadap hampir semua jenis sel tumor yang diujikan. Keduanya adalah turunan flavon jenis 3-prenilflavon yang berbeda pada pola oksigenasi di cincin B, gugus prenil di
C-6,
dan adanya metilasi terhadap 7-0H pada senyawa artokarpin.
Adanya tambahan gugus -OH di C-5' pada senyawa artonin E meningkatkan efek sitotoksik senyawa ini dibandingkan dengan senyawa artokarpin, terutama terhadap sel
P-388, serta relatif
lebih selektif (Syah, 2005).
T abel 5. Efek sitotoksik metabolit sekunder dari Kluwih atau Sukun (Syah, 2005) Sel
tumor
A549
14
3,3
19
TA
MCF-7
3,3
2,2
HC T -8 CAKJ-1
3,8
3,3
TA
4,3
lA9
SK-MEL-
2
3,4
TA
U-87-MG
3,7
MDA-
3,8
PC-3
4, 1
Senvawa basil isolasi dari Kluwih atau Sukuo 21 22 23 24 32 33 34 42 44 TA
TA
< 1,25 TA
TA
TA
3,0
II
•
TA
TA
45
TA
TA
46
1,1
2,7
MB-231 KB
3,2
TA
KB-VIN
3,6
TA
P-388 Hep3B
1,9
0,06
TA
TA
1,9
TA
2,0
3,9
3,5
2,5
1,7
TA
HT-29
TA
TA
TA
TA
TA
TA
TA
TA
3,1
Keterangan : A549 =human lung carcinoma, MCF-7 =dan MDA-MB-231 =breast adenocarcinoma, IA9 ovarian carcinoma, HCT-8 = ile ocecal carcinoma, CAKI-1 = kidney carcinoma, SK-MEL-2 = melanoma, U-87-MG glioblastoma, PC-3 =prostate cancer, KB =epidermoid carcinoma dari nasopharynx, KB-YIN = subclone dari KB, Hep3B =hepatomacellular carcinoma, HT-29 = =
=
human colorectal adenocarcinoma, TA =tidak aktif, jika IC50 > 4 �g/ml.
E. Efek Anfiinflamasi Inflamasi atau peradangan, melibatkan sejumlah proses yang dapat dirangsang oleh berbagai stimulus, antara lain karena infeksi, ischemia, interaksi antigen-antibodi, bahan kimia tertentu, dan luka bakar atau mekanik. Respon inflamasi dapat digolongkan ke dalam tiga fase yang berbeda : respon akut, yang dicirikan oleh adanya lokal vasodilatasi dan peningkatan penneabilitas pembuluh kapiler; respon sub-akut, yang dicirikan oleh adanya infiltrasi sel-sel leukosit dan f�gosit; dan fase respon kronik, yaitu terjadinya degenerasi jaringan dan fibrosis {Alejandra eta/., 2003). Salah
satu
mediator
kimia
yang
dapat
menimbulkan
reaksi
inflamasi
adalah
prostaglandin. Selain itu, sel-sel mast dapat berperan penting dalam menimbulkan keluhan keluhan inflamasi kronik. Sel neutrofil juga merupakan sel intlamasi yang penting, yang dapat dirangsang pembentukannya oleh adanya spesi oksigen reaktif. Tambahan pula, sebagai akibat adanya infeksi bakteri, makrofag juga dapat menghasilkan oksida nitrit {NO), dan mediator kimia lain, secara berlebihan sehingga menimbulkan inflamasi akut dan kronik, yang diiringi dengan rusaknya fungsi jaringan normal. Berkaitan dengan usaha-usaha pencegahan terhadap reaksi inflamasi tersebut, sejumlah senyawa turunan flavonoid telah dilaporkan memiliki efek antiinflamasi, termasuk juga turunan flavonoid yang diisolasi dari Sukun atau Kluwih. Tujuh senyawa turunan flavonoid yang diisolasi dari Kluwih atau Sukun telah diuji sebagai bahan kimia antiinflamasi. Ketujuh senyawa tersebut adalah AC-5-1, siklokomunin, kudraflavon
A,
dihidroisosiklokomunin,
siklomorusin,
sikloartomunin,
dan
dihidroksisikloartomunin. Senyawa AC-5-1 telah dilaporkan mampu menghambat enzim 5lipooksigenase secara menyakinkan dengan nilai ICso 0,05 JlM. enzim 5-lipooksigenase adalah
12-
salah satu enzim yang terlibat dalam pembentukan
prostaglandin.
Walaupun
demikian,
penghambatan secara keseluruhan pada proses pembentukan prostaglandin oleh senyawa ini 5 terjadi pada konsentrasi 10' M. Oleh karenanya, senyawa inhibitor selektif untuk enzim tersebut. Senyawa
AC-5-1
AC-5-1
dapat dipandang sebagai
juga dapat menginhibisi secara sangat
signifikan peradangan in vivo telinga mencit yang diinduksi oleh asam arakidonat. Hasil-hasil tersebut memperlihatkan
bahwa kemarnpuan senyawa
AC-5-1
sebagai senyawa turunan
flavononoid yang sangat potensial meredam proses inflamasi. Berkaitan dengan hal tersebut, sejumlah ilmuwan Jepang telah berhasil mensintesis senyawa
AC-5-1
dan telah mematenkannya
(Nakano etal., I 989; Nakano dan Uchida, 1990). 1t se kun der dan' Su kun atau KlUWI'h terhad ap enz1m 5a-reduktase Tabe I 6 Keakt'fi 1 an metabo l'
Senyawa 3'-Geranil-2',3,4,4'tetrahidroksikalkon (1) AC-5-1(3) Norartokarpanon (6)
Jeois
IC50 (J.lglml)
Kalkon
104
Dihidrokalkon
38
Flavanon
TA
Dihidromorin (7)
Flavanonol
TA
Artokarpesin(11)
6-prenilflavon 6-prenilflavon
216
3-prenilflavon Piranoflavon
85 TA
Stilben
128
lsoartokarpesin (12) Artokarpin (14) Sikloartokarpin
(23)
4-Prenioksiresveratrol
Kloroforin (49)
Artokarben (50)
2',2,4',5'Tetrahidroksistilben
TA
Stilben
37
Stilben Stilben
242 TA
•
13-
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimen laboratorium. Tahap uji praklinik secara in
vivo dan toksisitas akut-subkronis dilakukan di laboratorium Farrnakologi & Toksikologi
Fakultas Farrnasi VMS, pengujian standarisasi ekstrak dilakukan di laboratorium Kimia Farrnasi Fak. Farrnasi UMS, pengukuran spektrum IR dilakukan bekerjasama dengan Lab. Kimia Organik
UNY, pengukuran H-NMR, C-NMR dan NMR 20 dilakukan dengan dengan rekan-rekan peneliti di UiTM dan UKM Malaysia.
B. Peralatan dan Bahan 1. Alat Penelitian Spektrum
ultraviolet
(UV)
dan
inframerah
(IR)
rnasing-masing
diukur dengan
spektrofotometer Varian Cary 100 Cone. dan Spectrum One Perkin Elmer. Spektrum 1H dan 13C NMR diukur menggunakan spektrometer JEOL JNM 5000 spectrometer, yang bekerja pada 400 MHz ('H) dan 100 MHz (13C) (UiTM dan UKM Malaysia), dengan menggunakan sinyal residu (1H)
dan pelarut terdeuterasi
('3C)
sebagai
standar.
Kromatografi
cair vakum
(KCV),
kromatografi kolom gravitasi (KKG), kromatografi kolom tekan (KKT), dan kromatografi radial (KR), berturut-turut menggunakan silika gel Merck 60 GF2s4 (230 - 400 mesh), silika gel 60 (35 -
70 mesh), silika gel 60 (200 mesh), dan silika gel 60 PF2s4 (dengan ketebalan plat 0,5, 1, dan 2 mm). Anal isis kromatografi lapis tipis
(KLT) dilakukan pada pelat alumunium berlapis Si gel
Merck Kieselgel 60 GF2s4 0,25 mm.
2. Bahan Penelitian Bahan tumbuhan yang digunakan adalah kulit kayu Kluwih dari tanaman masyarakat di wilayah Delanggu Jawa Tengah.
(A. communis), diperoleh Tumbuhan tersebut telah
diidentifikasi oleh staf Herbarium Fak. Biologi UGM. Sedangkan petarut yang digunakan semuanya berkualitas teknis yang telah didestilasi.
14 -
3. Jalaonya/tahapan Penelitiao Pemecahan masalah dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang lazim dalam penelitian untuk penemuan obat herbal terstandar (OHT) yang disarankan oleh BPOM Rl. Tahapan penelitian selengkapnya seperti berikut :
Pada Tahun Pertama, dilakukan 1.
langkah-langkah penelitian :
Uji praklinik in vivo
a. Persiapan hewan uji Tikus betina Sprague-Dawley dipelihara dalam ruangan berventilasi cukup, suhu ruangan 2932 °C, kelembaban 98%, dengan pengaturan gelap terang masing-masing 1 2 jam, makanan dalam bentuk
pellet dan minuman air diberikan secukupnya. Hewan diadaptasikan dalam
kandang selama
I
minggu sebelum perlakuan. Umur tikus sekitar 45-60 hari dan berat badan
1 50-200 g (Susilowati, 2004) b. Pembuatan larutan karsinogen (DMBA dalam soy oil) Beberapa mg DMBA, sesuai dengan dosis, dilarutkan dalam beberapa ml
soy oil. Proses
pelarutan dipercepat dengan vortex. Larutan diberikan kepada hewan uji secara peroral dengan volume tidak melebihi volume maksimal yang diperbolehkan. Larutan DMBA dalam
soy oil ini
selalu dibuat baru, sebelum pemberian terhadap hewan uji (Susilowati, 2004). c. Pembuatan larutan uji dalam Na CMC 0,5% Beberapa mg ekstrak etanol atau fraksi semi polar, sesuai dengan dosis, disuspensikan dengan
sejumlah ml larutan Na CMC 0,5%. Larutan ini diberikan kepada hewan uji secara
peroral dengan volume tidak melebihi volume maksimal yang diperbolehkan. Suspensi ini selalu dibuat baru, sebelum diberikan pada hewan uji (Susilowati, 2004). d. lnduksi karsinogenesis dengan DMBA Setiap kelompok terdiri dari 10 ekor tikus yang telah diinduksi dengan O:MBA 20 mg/200gBB p.o pada saat umur 47 hari. Perlakuan sediaan uj i dan kontrol diberikan secara per oral sejak 7 hari sampai dengan 1 3 minggu setelah pemberian DMBA. l.
Kontrol negatif: 2,5 ml/200 g BB CMC N a 0,5%
2. Kontrol positif : doxorubicin 1,87 mg/200g BB secara i.p tiap 14 hari sebanyak 4 kali pemberian 3 . Sediaan uji dosis 1 : 0,25 mg/200gBB
15-
4. Sediaan uji dosis II: 2,5 mg/200gBB
5. Sediaan uji dosis III : 25 mg/200gBB e.
Pemeriksaan fisik masing-masing mammary gland (6 pasang) dengan pengamatan visual dan
perabaan pada 8-13 minggu setelah induksi kanker. Pada akhir minggu ke-13
setelah
induksi,
tikus dikorbankan dengan menggunakan eter dan besar tumor diukur serta ditirnbang beratnya. f. Pemeriksaan histopatologi dengan metode pengecatan Haematoxillin dan Eosin
Pada akhir pengamatan (minggu ke 13), dilakukan nekropsi terhadap hewan uji. Analisis histopatologi dilakukan terhadap fragment tumor yang terjadi, untuk mengetahui keadaan sitologinya serta tingkat keparahan tumorlkanker yang teijadi. Analisis mikroskopis dilakukan dengan mengamati sifat karsinogenisitas seluler pada jaringan yang diperiksa. Adapun proses pembuatan preparat H & E tersebut adalah sebagai berikut : 1.) Proses jaringan Organ yang akan diperiksa yaitu mammae, paru-paru, dan hepar difiksasi dengan Jarutan formalin 10%, kemudian masing-masing organ tersebut dipotong kira-kira setebal 35 mm. Proses ini dilanjutkan dengan dehidrasi, penjernihan, penembusan, dan blocking dengan paraffin. Jaringan direndam dalam atanol 80% selama 0,5-1 jam, lalu dalam etanol 95% 0,5-2 Jam sebanyak 2x. Jaringan kemudian direndam dalam etanol 100% selama 0,5-2 jam sebanyak 3x, kemduan direndam dalam xylen selama 0,5-2 jam sebanyak 3x, preparat kemudian diblock dengan parafin selama 0,5-2 jam 3x, lalu dipotong dengan ketebalan 5-7 �m. 2). Pengecatan H & E Preparat direndam dalam xylen selama 5 menit 2x, lalu direndam Jagi dalam xylen selama 2 menit. Dilanjutkan dengan direndam dalam etanol 100% 2x dan etanol 95% 2x masing-masing selama 2 menit. Jaringan lalu direndam dalam etanol 70% selama 1 menit, direndam dalam hematoksilin 10 menit, dicelupkan dalam air 4x, alkohol 3-10 x, dialiri air 10 menit. Preparat kemudian direndam dalam eosin 15 detik sampai 2 menit dan dilanjutkan dengan pencelupan dalam etanol 70%, etanol 95% masing-masing lx celupan. Kemudian direndam dalam etanol 100% 2x masing-masing selama 1 men it. Dan dilanjutkan dengan direndam dalam xylen 2 menit sebanyak 3x.
16-
3). Pemeriksaan histologi Pemeriksaan
ini
dilakukan
di
bawah
mikroskop binokuler di
Laboratorium
Diagnostik Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Yogyakarta dengan perbesaran
tara 20-40
an
kali, basil diarnati dan terekarn di komputer (Susilowati, 2004).
2.
Standarisasi (identifikasi) ekstrak & fraksi aktif Standarisasi ekstrak (bahan) mengikuti prosedur baku yang telah direkomendasikan oleh BPOM
Rl, yaitu analisis non-spesifik yang meliputi analisis susut pengeringan, bobot jenis,
kadar air, kadar abu, kandungan sisa pelarut, residu pestisida, cemaran logam berat, cemaran mikroba, dan analisis spesifik yang meliputi identitas ekstrak, organoleptik, senyawa terlarut dalam pelarut tertentu, juga uj i kandungan kimia ekstrak. Masing-masing analisis parameter tersebut, mengikuti prosedur yang telah disarankan oleh BPOM Rl.
Berdasarkan kajian dan analisis hasil pengujian praklinik in vivo, dan standarisasi ekstrak tersebut, diharapkan dapat menjadi landasan ilmiah yang kuat tentang pemanfaatan ekstrak kulit kayu Kluwih
i (A. communs
) sebagai salah satu altematif obat herbal terstandar antitumor
payudara.
17-
DIAGRAM ALIR PENELITIAN
TAHUN I
I
I
Persiapan sampel & maserasi
.
Evaporasi & ditimbang ,
I
l
I
Ekstrak total kering
I
Uji praklinik in vivo
I
Standarisasi ekstrak
TARGET TAHUN I :
•
Data uji praklinik in vivo (melengkapi data uji praklinik in vitro yang sebelumnya telah dilakukan) •
Data sifat fisika dan kimia dari ekstrak
•
18-
I
Bab IV. Tujuan dan Manfaat Penelitian
A.Tujuan penelitian
I.
Mempelajari potensi pemanfaatan bahan obat alam asli Indonesia, yaitu kulit kayu
Kluwih(Artocarpus communis J.R.) menjadi obat herbal terstandar antitumor payudara, yang nantinya dapat dipromosikan & dimanfaatkan dalam membantu pengobatan tumor/kanker payudara di masyarakat. 2 . Mendapatkan data ilmiah yang kuat, HKI dan produk OHT antitumor payudara yang berkualitas dari ekstrak kulit kayu
Kluwih, yang nantinya dapat diproduksi oleh mitra
industri jamu/farmasi & dipasarkan kepada masyarakat. 3.
Untuk lebih menggali & memanfaatkan potensi kekayaan hayati (tumbuhan obat) asli Indonesia menjadi produk-produk herbal yang berkualitas & bermanfaat bagi kehidupan dan kesehatan masyarakat, sehingga memberikan pemanfaatan yang lebih baik secara ekonomi maupun medis.
4. Hasi l-h!lsil riset yang diperoleh dapat dijadikan sarana peningkatan & penguatan keijasama lembaga, baik Fakultas Farmasi, LPPM maupun UMS dengan mitra-mitra industri, lembaga riset lain, maupun stakeholder yang lain.
B.Maofaat penelitian
1. Membantu masyarakat terutama bagi penyandang kanker payudara untuk mendapatkan pengobatan yang efektif dengan efek samping yang ringan. 2.
Membantu masyarakat terutama bagi penyandang kanker payudara untuk mendapatkan pengobatan yang efektif dan murah.
19 -
Bab V. Hasil dan Pembahasan
A.
Uji Aktivitas Sitotoksik Ekstrak Metanol Kulit Kayu Kluwih dengan Metode MIT Artonin E yang merupakan senyawa aktifa yang terkandung dalam Kluwih memiliki
aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker T47D (Arung, et al., 2010). Walaupun artonin E merupakan senyawa yang aktif terhadap sel kanker T470 tapi belum diteliti bagaimana aktivitas dari ekstrak kulit kayu Kluwihnya. Pengujian ekstrak penting untuk dilakukan mengingat di lapangan para produsen obat tradisional memproduksi dalam bentuk ekstrak. Oleh karena itu untuk memberikan landasan ilmiah yang kuat terhadap aktivitas sitotoksiknya maka perlu diuji pada set kanker. Pengujian ekstrak kulit kayu kluwih dilakukan pada sel kanker MCF7 yang juga merupakan sel kanker payudara. Metode awal untuk penentuan aktivitas sitotoksik dari ekstrak kulit kayu kluwih yang peneliti usulkan adalah dengan metode
direct counting. Namun berdasarkan evaluasi di
lapangan bahwa metode ini memiliki reliabilitas yang rendah dan subjektivitas yang tinggi. Oleh karena itu yang dipakai untuk mengukur proliferasi sel secara kolorimetri adalah MTT (Doyle and Griffiths, 2000 cit Anggrianti, 2008). Prinsip dari metode MTT adalah terjadinya reduksi garam kuning tetrazolium MTT (3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difeniltetrazolium bromid) oleh sistem reduktase (Gambar 1).
NADH +H* NAO' + H8t
Gambar 1 . Reaksi reduksi MTT menjadi formazan oleh enzim suksinat dehidrogenase (Mosmann,
1983)
Suksinat tetrazolium yang termasuk dalam rantai respirasi dalam mitokondria sel-sel yang hidup membentuk kristal formazan berwama ungu dan tidak larut air Gambar 2). Penambahan reagen stopper (bersifat detergenik) akan melarutkan kristal berwama ini yang
20 -
kemudian diukur absorbansinya menggunakan ELISA reader. lntensitas warna ungu yang terbentuk proporsional dengan jumlah sel hidup. Sehingga jika intensitas warna ungu semakin besar, maka berarti jumlah sel hidup semakin banyak (Meiyanto, E, 2000.). Hasil dari pengujian ini adalah IC50, yang menggambarkan konsentrasi dari suatu senyawa yang dapat membunuh 50% sel hidup.
Gambar 2. Krista! formazan. Krista! berwarna ungu hasil reduksi garam MTT oleh sistem reduktase suksinat tetra.zolium mitokondria sel hidup. Jumlah kristal formazan yang terbentuk berbanding lurus dengan jumlah sel hidup Pelarut yang digunakan dalam uji sitotoksik ini adalah dimetil sulfoksida (DMSO) merupakan pelarut yang baik untuk ion anorganik maupun organik (Fessenden dan Fessenden, 1993), selain itu DMSO juga tidak toksik terhadap sel (Ojajanegara dan Wahyudi, 2009). Menurut Astirin et al. (2009) penggunaan DMSO dengan konsentrasi 0, 7% tidak mempengaruhi persentase sel hidup dan morfologi sel T470. Konsentrasi DMSO yang digunakan sebagai kontrol pelarut adalah konsentrasi DMSO tertinggi yang terdapat dalam sampel yaitu 0,5%. Tujuan digunakan kontrol pelarut DMSO adalah untuk melihat apakah pelarut mempengaruhi kehidupan sel. Untuk mengurangi kesalahan pembacaan absorbansi digunakan kontrol media sebagai faktor koreksi . •
Set kanker payudara yang digunakan adalah sel MCF7. Sel MCF7 yang hidup memiliki bentuk epitelia seperti daun memanjang dan bergerombol, melekat pada sumuran. Sel yang hidup dapat meneruskan cahaya sehingga akan terlihat terang, sedangkan sel yang mati akan berubah menjadi bulat-bulatan tidak beraturan, mengapung pada media dan terlihat gelap karena tidak bisa meneruskan cahaya. Morfologi sel dapat dilihat dari fotomikroskopik sel MCF7 setelah perlakuan dengan ekstrak metanol kulit kayu kluwih (Gambar 3).
21 -
A
B
c
Gambar 3. Fotomikroskopik Sel MCF7 setelah Perlakuan dengan Ekstrak Metanol Kulit Kayu Kluwih 10 JJg/ m l (B) dan 40 10 ..,g/ ml (C) dibandingkan dengan kontrol sel (A). Tanda -+ menunjukkan sel MCF7 yang hidup dan -+ sel MCF7 yang mati. Peningkatan konsentrasi ekstrak yang diberikan berbanding lurus dengan jumlah kematian sel MCF7 Pengamatan menghitung
efek sitotoksik setetah
persentase
set
hidup
pemberian
(Tabet 1).
pertakuan ditakukan
Setanjutnya
dengan cara
dibuat grafik ( Gambar 4) dan
persamaan regresi tinier antara prosentase sel hidup dengan log konsentrasi untuk menghitung
f
IC50.
14o,ooo
r-
----· ----
Doksorubisin (B)
12o.ooo 100,000 -;---
--
80,000 60,000
40,000
20.000 0,000
�l t
--------...,
--
--
-
K a-yu Ki uwi h-(-A)-----'
Ekstrak Kulit
-
-
----
v = -60
+
147,4
R
.1 ·------------�looi;::--" -� &
' -20,000 -'-
0,5
1
1,5
-
-
Gam bar
f.': '
4.
-
-··----- --
���
----
It
J
Grafik Hubungan Konsentrasi Dengan Prosentase Sel Hidup MCF7. Dalam microplate 96 ditaoam 5.000 sel/sumuran, kemudian diberi perlakuan deogao (A) ekstrak kulit kayu kluwih dan (B) Doksorubisin diiokubasi 24 jam.
Grafik di atas memperlihatkan hubungan yang linier antara persen sel hidup dengan log konsentrasi. Artinya pada range kadar senyawa tersebut memberikan respon yang tinier. Sehingga persamaan regresi yang dihasitk.an dapat diaplikasikan untuk menghitung IC50.
22 -
TabeJ
7.
Prosentase Sel Hidup dengan Perlakuan Ekstrak Kulit Kayu KJuwih dan Doksorubisin
Senyawa
hidup
1
89.Z08
1.477
74.797
1.602
27.337
ml)
2.301
3.963
2.477
4.167
2
114.750
2.176
87.500
2.301
67.378
2.398
23.272
2.477
0.00
·-·
Doksorubisin
(nM)
'
rata-rata % sel
Kayu Kluwih (�
Ekstrak Kulit
,.
Konsentrasi
Persamaan Regresi
Nilai R2
ICSO
Y = -60.73x + 147.4
0.861
40,16
Y = -241.3x +606.5
0.945
202A2
Hasil penelitian didapatkan bahwa ICso dari ekstrak metanol kulit kayu kluwih adalah 40, 1 6 IJg/mL dan doksorubisin adalah 0 , 1 1 1Jg/ml. Aktivitas sitotoksik dari ekstrak metanol kulit
.,'
kayu kluwih karena ada senyawa aktif yaitu Artonin E. Aktivitas sitotoksik doksorubisin masih lebih kuat dan pada ekstrak. Walaupun demikian ekstrak kulit kayu kluwih masih mempunyai kesempatan untuk dikembangkan menjadi senyawa anti kanker karena menurut Meiyanto, dkk (2008) suatu senyawa berpotensi sebagai agen sitotoksik jika nilai IC5o di bawah 100 J.Jg/ml. B. Standardisasi Ekstrak metanol Kulit kayu Kluwih 1 . Penyiapan Simplisia & Ekstraksi Kulit Kayu Kluwih Pada penetapan standardisasi ekstrak, terdiri dari tahap penyiapan ekstrak, penetapan parameter non spesifik dan spesifik. Penyiapan ekstrak dilakukan dengan menggunakan metode maserasi dengan pelarut metanol. Pnnsip dan maserasi itu sendin adalah difusi pelarut organik yang menembus dinding set dan masuk ke dalam rongga set yang mengandung zat aktif, sehingga zat aktif akan larut sampai terjadi kesetimbangan. Hasil maserasi diperoleh rendemen ekstrak sebanyak 1 ,7-3,4 % b/b dan berat serbuk simplisia (Tabel 1). Rendemen tersebut diperoleh dari rendemen ekstrak yang berasal dari tiga daerah, yaitu Klaten, Colomadu, dan Blora.
.r·.
23 -
-�---=.--
Tabel 8. Rata-rata Rendemen Ekstrak MetanoI Kulit Kayu Kluwih Asal Simplisia
Rata-rata Rendemen (n=3)
Klaten
1 ,69 ± 0,29
Blora
2,67 ± 0,86
Colomadu
3,35 ± 0,54
Berdasarkan data di atas maka simplisia yang berasal dari cofomadu memberikan rendemen terbanyak.
Namun
demikian,
belum tentu tingginya
rendemen menunjukkan
kandungan zat aktif yang tinggi juga. 2. Penetapan parameter non spesifik Penentuan parameter spesifik dan non spesifik dalam standardisasi ini menggunakan sampel dari 3 daerah yang berbeda. Tujuan dari variasi tempat berbeda adalah agar dapat diketahui pengaruh faktor eksternal, khususnya untuk lokasi asal tumbuhan, terhadap mutu ekstrak. Perbedaan lokasi asal tumbuhan dapat mempengaruhi jenis dan jumlah senyawa kimia yang terkandung di dalam tanaman. Hal tersebut disebabkan karena unsur hara yang terkandung di dalam tanah pada tiap daerah tidak sama, sehingga kandungan unsur hara yang berbeda memuf1gkinkan terbentuk senyawa kimia yang berbeda pula (Anonim, 2000). Hasil dari penetapan parameter non spesifik dari ekstrak kulit kayu Kluwih, sebagai berikut : Tabel 9. Rekapitulasi penetapan parameter non spesifik ekstrak kulit kayu Kluwih Parameter
Hasil (n=3)
Susutpengeringan(% bib) Bobotjenis(g/ml) Kadar Abu Total (% b/b) Kadar abu tidak larut asam (%bib)
Klaten 3,6723 ± 0, 1 g24 1 ,0034± 0,0135 7,5815 ± 0,2879 0,1 958 ± 0,0245
Colomadu 6,0138± 1 '1963 1,0180 ± 0,0167 3,0568 ± 0,0709 0,0599 ± 0,0099
Blora 12,8189 ± 2,0317 1 ,0066 ± 0,0191 3,2864 ± 0,0852 0,2587± 0,0128
Kadar air(%) Sisapelarut(%)
1 ,3000±0 , 1 1 55 Tidak terdeteksi
2,3000±0,1528 Tidak terdeteksi
7,0000±0,2000 Tidak terdeteksi
Parameter susut pengeringan
memberikan
batasan
maksimal
(rentang)
tentang
senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Selama proses pengeringan terjadi proses penguapan dari air maupun senyawa-senyawa lain terutama yang bersifat mudah menguap
(volatile), sehingga yang tersisa berupa padatan yang merupakan senyawa-senyawa yang tidak teruapkan. Hasil yang didapatkan pada penetapan parameter ini sebesar 3,6-12,8% bib (fabel 2). Berdasarkan Voigt (1 984) bahwa maksimal susut pengeringan ekstrak kering kurang dari 15%, maka parameter susut pengeringan memenuhi kriteria standar.
24 -
Parameter bobot jenis menggambarkan besarnya massa persatuan vofume untuk memberikan batasan antara ekstrak cair dan ekstrak kental (Anonim, 2000).
Hasil yang
diperoleh sebesar 1 , 0034-1,0180 b/v (Tabel 2), menunjukkan bahwa bobot jenis ektrak lebih besar dibanding bobot jenis air (BJ air: 1 ,00 blv). Parameter bobot Jenis juga terkait dengan kemumian ekstrak dan kontaminasi. Ekstrak yang terkontaminasi dengan cemaran seperti logam berat atau ekstrak lain dimungkinkan memiliki bobot jenis yang berbeda dari bobot jenis ekstrak yang sebenamya. Parameter bobot jenis jika dihubungkan dengan parameter kadar senyawa terlarut menunjukkan adanya korelasi, dimana jika volume pengukuran tetap, maka semakin besar bobot jenis yang terukur, kadar senyawa yang tertarut dalam pelarut yang digunakan semakin besar pula. Hal ini disebabkan karena bobot jenis ekstrak diperoleh dari adanya senyawa yang terlarut di dalam pelarut yang digunakan. Penentuan parameter kadar abu bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan mineral
internal dan
eksternal.
Jika
ekstrak dipanaskan maka
senyawa
organik akan
terdestruksi. Sebagian besar Senyawa hidrokarbon akan berubah menjadi gas karbon dioksida hidrogen dan oksigen menjadi uap air, dan nitrogen menjadi uap nitrogen, sedangkan sebagian senyawa anorganik akan tertinggal dalam bentuk abu berupa mineral atau garam mineral (Arifin, 2008). K�dar abu total ekstrak yang didapat sebesar 3,06-7,58% bib, sedangkan kadar abu yang tidak larut dalam asam diperoleh hasil sebesar 0,06-0,26% bib (Tabel 2). Hal ini menunjukan bahwa sisa senyawa anorgan ik berupa mineral atau garam mineral yang terdapat dalam ekstrak sebesar 3,06-7,58 % dan kadar unsur anorganik yang tidak larut dalam asam sebesar 0,06-0,26 % dari bobot awal penimbangan ekstrak. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain (Sudarmadji, 1989). Parameter lain yang menunjukkan stabilitas dan mtu dari suatu ekstrak adalah kadar air. Kadar air dalam ekstrak sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari ekstrak tersebut. Ekstrak yang mengandung air lebih dari 30% akan mudah ditumbuhi oleh jamur (Voigt, 1984). Menurut literatur lain kadar air dalam ekstrak tidak boleh lebih dari 10%, karena ekstrak dengan kadar air lebih dari 10% juga berpotensi ditumbuhi jamur (Soetamo dan Soediro, 1997, cit Helmi et a/., 2006). Oleh karena itu, penentuan kadar air dari ekstrak penting untuk ditetapkan. Pada penelitian ini penetapan kadar air dalam ekstrak dilakukan dengan metode destilasi toluen. Toluen merupakan suatu pelarut organik yang bersifat non polar dengan bobot jenis 0,87 g/ml, memiliki titik didih 1 1 ooc dan tidak larut dalam air (Moffat, 2005). Bila toluen dicampur dengan air akan terbentuk dua lapisan terpisah, air akan berada pada lapisan bawah karena bobot jenis air lebih besar dibanding toluen. Kadar air dalam ekstrak diperoleh 1 , 3-7,0 %
(Tabel 2). Kadar air terse but memenuhi persyaratan, dan berdasarkan pembagian jenis ekstrak
25 -
(Voight, 1 984), ekstrak yang berasal dari Klaten dan Colomadu termasuk dalam ekstrak kering, sedangkan ekstrak dari Blora merupakan ekstrak kental. Penetapan parameter lain yang berpengaruh pada keamanan ekstrakl toksisitas adalah sisa pelarut khususnya pelarut organik. Mengingat metanol sebagai pelarut merupakan senyawa organik yang memiliki toksisitas yang tinggi. Metanol dalam jumlah kecil dapat menyebabkan kebutaan hingga kematian (Moffat, 2005). Oleh karena itu, parameter sisa pelarut harus ditetapkan untuk memberikan jaminan bahwa selama proses tidak meninggalkan sisa peJarut. Penetapan parameter sisa pelarut menggunakan metode destilasi dengan pemanasan pada suhu titik didih metanol (TO metanol: 64,-r'C). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa di dalam ekstrak dari tiap daerah tidak terdeteksi adanya sisa pelarut dengan menggunakan metode destilasi. Hal ini karena residu yang kecil tidak dapat terdeteksi oleh prosedur standar biasa tapi harus menggunakan metode yang lebih sensitive seperti kromatografi gas.
3. Parameter Spesifik Parameter spesifik dari suatu ekstrak sangat diperlukan karena mempengaruhi efek farmakologinya. Penetapan parameter spesifik terdiri dari organoleptik, profit kromatogram dan kadar chemical marker.
Penentuan organoleptik ditentukan dengan menggunakan panca
indera. Tuj uannya adalah untuk pengenalan awal secara sederhana dan subjektif. Dari pengamatan didapatkan hasil: ekstrak berkosistensi kering, berwama coklat tua, berbau khas dan rasa pahit (Tabel 3). Wama ekstrak dari tiap-tiap daerah menunjukkan ciri yang berbeda dimana diduga ekstrak dari tiap daerah memiliki kandungan senyawa yang berbeda-beda . Dugaan tersebut dapat diverifikasi dengan menetapkan parameter pola kromatogram ekstrak.
Tabel 10. Rekapitulasi Penetapan Parameter Spesifik Ekstrak Kulit Kayu Kluwih Hasil
Parameter
Blora
Klaten coklat kehitaman bau khas pahit kering
Colomadu coklat kekuningan bau khas pahit kering
coklat kemerahanbau khas pahit kental
Senyawa terlarut air
21 ,0231±1 ,5402
12,51 87±0,5495
1 3,491 0±0,6801
Senyawa terlarut etanol
92,6871 ±1 ,9873
92,6458±0,9961
65,3301±2,1079
0,4476±0,0105
3,4146±0,3079
1 ,3584±0,0799
Organoleptis: Bentuk
Warna
Bau
Rasa
Kadar chemical marker (Artonin E)
Parameter pola kromatogram menunjukkan gambaran awal komposisi kandungan kimia
26-
berdasarkan pola kromatogramnya, khususnya untuk memastikan bahwa senyawa aktif yang diinginkan benar terkandung dalam ekstrak. Selain itu pola kromatogram dapat mencegah pemalsuan terhadap simplisia (Helmi et a/., 2006). Senyawa pembanding/ chemical marker yang digunakan yaitu artonin E (Gambar 5. )
.
0
OH
0
Gambar 5. Senyawa identitas Artoni E Chemical marker dikategorikan dalam 4 kelompok, yaitu zat aktif, senyawa khas (unique compound), senyawa terbanyak (mayor compound) dan senyawa aktual. Berdasarkan kategori pemilihannya, artonin E merupakan senyawa aktif dalam ekstrak kulit kayu kluwih yang telah terbukti memiliki beberapa aktifitas antara lain efek sitotoksik kuat terhadap 1 1 jenis sel tumor terutama terhadap set P-388 (Wang et a/., 2004; Seo et a/., 2003; Suhartati et a/., 2001), sebagai inhibitor kuat pada proses pembetahan rantai DNA (Seo et a/. , 2003), dan menurunkan sekresi protein pada penyakit glomerural (Fukai et al., 2003). Profit kromatogram memberikan gambaran awal mengenai kandungan senyawa yang terdapat dalam sampel. Parameter ini juga dapat digunakan untuk memastikan adanya senyawa marker di datam ekstrak. Pada profit kromatogram menunjukkan perbedaan komposisi senyawa dalam ekstrak dari masing-masing daerah. Perbedaan komposisi tersebut terlihat dan jumlah spot pada masing-masing ekstrak. Pada ekstrak dari daerah Klaten terdin dan 6 spot, sedangkan untuk daerah Cotomadu dan Blora masing-masing terdapat 7 spot dengan fase gerak heksan:etil asetat:asam formiat (6:4:0,5) (Tabel 4). Pada pembanding artonin E terdapat 4 spot, hal ini dimungkinan karena artonin E tidak stabil dan mudah terdegradasi. Spot dengan intensitas paling besar dianggap sebagai senyawa artonin E yang berada pada Rf 0,14. Hasil pola kromatogram ekstrak dari tiga daerah memitiki spot pada Rf yang sama dengan artonin E, hal tersebut menunjukkan bahwa ketiga ekstrak mengandung artonin E (Gambar 6).
27 -
K
P
C
1
R
2
3
Gambar 6. Profil Kromatografi ekstrak metanol kulit kayu kluwih dari tiga daerah yaitu Klaten (K), Colomadu ©, dan Blora (B) dengan pembanding aronin E (P). Fase gerak : heksan:etil asetat:asam formiat (6:4:0,5) dan fase diam silica gel GF254. Pengamatan dilakukan pada (1) sinar tampak (artonin E berwama kecoklatan), (2) uv 254 nm (artonin E memadamkan fluoresensi) dan (3) UV 366 nm setelah disemprot dengan sitroborat (artonin E berfluoresensi coklat-orange). Tabel 1 1 . Rekapitulasi Profil kromatogram Ekstrak kulit kayu kluwih dan Marker Asai Bahan
Marker
•
Klaten
Colomadu
Nilai Rf 0,09 0,14 0,17 0 28 0,14 0,17 0,30 0,69 0,84 0,89 0,09 0,14 0,17 0,30
Penampakan pada sinar tampak
Kuning-coklat
Kuning-coklat Kuning-coklat Kuning-coklat
Kuning-coklat Kuning-coklat Kuning-coklat
28 -
Penampakkan pada UV 254 nm Pemadaman Pemadaman Pemadaman Pemadaman Pemadaman Pemadaman Pemadaman Pemadaman Pemadaman Pemadaman Pemadaman Pemadaman Pemadaman Pemadaman
Penampakkan pada UV 366 nm+sitroborat Coklat-orange
Coklat-orange Coklat-orange Kuning-biru Kuning Kuning Kuning Coklat Coklat-orange Coklat-orange Kuning-biru
Blora
0,69
Pemadaman
0,84
Pemadaman
Kuning
0,89
Pemadaman
Kuning
0,09
Kuning
Pemadaman
Coklat
Kuning-coklat
Pemadaman
Coklat-orange
0,1 7
Kuning-coklat
Pemadaman
Coklat-orange
0,30
Kuning-coklat
Pemadaman
Kuning-biru
0,69
Pemadaman
Kuning
0,84
Pemadaman
Kuning
0,89
Pemadaman
Kuning
0,14
Artonin E merupakan suatu senyawa flavonoid jenis flavon yang terprenilasi. Hasil KLT menunjukkan bahwa artonin E berwama kuning kecoklatan pada sinar tampak, pemadaman dibawah sinar UV 254 nm dan sitroborat.
Sitroborat digunakan
berfluorosensi coklat-orange setelah disemprot dengan sebagai
peraksi
penegas adanya
Sitroborat dan artonin E akan membentuk komplek karena artonin
flavanoid
pada
KLT.
E termasuk dalam flavanoid
yang memiliki gugus OH pada posisi orto (Gambar.3). Komplek antara sitroborat dan artonin E menyebabkan fluoresensi coklat-orange akibat penambahan gugus auksokrom pada ikatan antara Boron dan dua gugus OH pada flavonoid, sehingga panjang gelombang bergeer ke arah yang lebih panjang. Selain nilai Rf artonin E. dari pola kromatogram dapat diketahui pula .
gambaran awal mengenai kandungan senyawa yang terdapat dalam sampel.
Gambar 7. Reaksi antara Artonin E dengan Sitroborat
· ·\.
Kadar marker merupakan salah satu parameter spesifik yang bertanggung jawab terhadap efikasi, untuk menjamin jumlah kandungan zat aktif di dalam ekstrak. Kadar chemical marker dari ekstrak kulit kayu kluwih yaitu artonin
E ditetapkan dengan metode densitometri.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar pembacaan dengan densitometri memberikan hasil yang
baik,
antara
lain
marker merupakan
senyawa
mumi
atau
sudah
diketahui
kemumiaannya, setidaknya senyawa marker pada ekstrak muncu\ sebagai bercak terpisah, dan pembacaan dengan densitometri menghasilkan bentuk peak yang simetris. Optimasi KLT, senyawa artonin E muncul sebagai 4 bercak yang terpisah. Hal ini menunjukkan bahwa artonin E yang digunakan tidak mumi. Sebagai pendekatan, puncak dengan luas area terbesar dianggap sebagai artonin E. Kurva baku yang diperoleh dari 5 seri
29 -
kadar artonin E yaitu y
=
6.593,67x - 45,289 memberikan koefisien korelasi sebesar 0,9907.
Hasil pengukuran secara densitometri menunjukkan bahwa kadar artonin E dari ekstrak metanol kulit kayu kluwih berkisar antara 0,45-3,41% bib (fabel 4.). Berdasarkan uji statistik, kadar marker yang diperoleh menunjukkan hasil yang berbeda bermakna antar daerah. Hal ini menunjukkan perbedaan kandungan marker dari tiap daerah, sehingga perbedaan asal tanaman sangat mempengaruhi kadar senyawa marker. Kadar senyawa yang terlarut da/am air adalah 12,52-21,02% bib dan kadar senyawa yang terlarut dalam etanol adalah 65,33-92,69% bib (Tabel 4). Hal ini berarti senyawa dalam ekstrak lebih banyak terlarut dalam etanol dibandingkan dalam air, sehingga dapat diketahui bahwa kadar senyawa kurang polar yang terkandung di dalam ekstrak lebih banyak dibandingkan kadar senyawa yang lebih polar. Senyawa artonin E merupakan flavanoid aglikon yang bersifat kurang polar, sehingga lebih mudah larut dalam etanol. Jika dihubungkan antara kadar marker dari tiga daerah dengan senyawa larut etanol tidak menunjukkan adanya korelasi, sebab dengan kadar senyawa larut etanol yang besar bukan berarti senyawa artonin E yang terlarut juga lebih banyak. Kadar zat terlarut dalam pelarut tertentu ini merupakan uji kemurnian ekstrak yang dilakukan untuk mengetahui jumlah senyawa kimia kandungan ekstrak yang teriarut dalam pelarut tertentu (Anonim, 2000). C.Aktivitas Ekstrak Kulit Kayu Kluwih terhadap Kanker Payudara yang Diinduksi DMBA Setelah terlihat potensi aktivitas antikankernya berdasarkan nilai ICSO, maka ekstrak kulit kayu kluwih diuji aktivitas terhadap kanker payudara dengan model in vivo. Pembuatan model kanker
payudara
pada
penelitian
ini
menggunakan
senyawa
karsinogen
7,12-
dimetilbenz(a)antrasen (DMBA), karena DMBA merupakan senyawa karsinogen yang spesifik untuk pembuatan model tumor mamae pada hewan percobaan jika diberikan secara peroral (intragastric) (Kubatka et al., 2002). Dan ada beberapa faktor yang mempengaruhi induksi
karsinogenesis mamae pada tikus betina, yaitu umur, galur (strain), dosis, dan waktu pemberian ..
karsiogen, pola sistem imun, status sistem endokrin dan pakan (Kubatka eta/. 2002) . Untuk nekropsi tikus dilakukan 2 kali yakni sekitar 2 minggu setelah induksi DMBA terakhir dan sekitar 7 minggu setelah induksi DMBA terakhir. Untuk nekropsi yang pertama sebenamya tidak direncanakan dalam penelitian, namun karena kepentingan laporan Risbin pada pertemuan di Bali bulan Desember 201 1 , maka nekropsi pada 2 minggu setelah induksi terakhir DMBA dilakukan, sedangkan nekropsi pada 7 minggu setelah induksi DMBA terakhir, dilakukan
30 -
selain untuk pengumpulan terakhir laporan juga hal ini sesuai dengan pengalaman empirik bahwa kanker payudara mulai muncul pada waktu-waktu tersebut. Hasil penellitian in vivo secara makroskopis pada 2 minggu setetah induksi DMBA terakhir yakni sebagai berikut. Tabel 12. Gambaran makroskopik tikus yang diinduksi DMBA Kelompok Per1akuan Kontrol Negatif Kontrol positif
Palpasi
Waktu muncul
Teraba glandula mamae perbesaran di bawah leher
2 minggu setelah induksi
Per1akuan ekstrak dosis 0,4 m91 200g 88 Perlakuan ekstrak dosis 4 mg/ 2009 88 Per1akuan ekstrak dosis 40 mg/ 200 g88 : tidak teraba Hasil penelitian in vivo secara mikroskopis pada 2 minggu setelah induksi DM8A terakhir yakni sebagai berikut. Tabel 13. Gambaran mikroskopis tikus yang diinduksi DM8A pada 2 minggu setelah induksi _ DM8A terakhir Kelompok Per1akuan Kontrol Negatif
Hasil Pembacaan Preparat Stadium awal adenokarsinoma
Kontrolpositif Per1akuan ekstrak dosis 0,4 mg/ 2009 88
Adenokarsinoma
Per1akuan ekstrak dosis 4 mgt 200 88 Per1akuan ekstrak dosis 40 mgt 2009 88
Stadium awal adenokarsinoma
Normal
Stadium awal adenokarsinoma
•
Hasil penellitian in vivo secara makroskopis pada yakni, pada masing-masing kelompok teraba benjolan.
31 -
7 minggu setelah induksi DMBA terakhir
Hasil penelitian in vivo secara mikroskopis pada 7 minggu setelah induksi DMBA terakhir yakni sebagai berikut. Tabel 14. Gambaran mikroskopis tikus yang diinduksi DMBA pada 7 minggu setelah induksi DMBA terakhir Kelompok Perlakuan Hasil Pembacaan Preparat Kontrol Negatif Stadium awal adenokarsinoma Kontrolpositif Stadium awal adenokarsinoma Perlakuan ekstrak dosis 0,4 mgt Stadium awal adenokarsinoma 200 g BB Perlakuan ekstrak dosis 4 mgt 200 Stadium awal adenokarsinoma 88
Perlakuan ekstrak dosis 40 mgt 200g BB
Stadium awal adenokarsinoma
Dari gambaran makroskopis maupun mikroskopis
tersebut secara umum dapat
disimpulkan bahwa semua kelompok muncul stadium awal adenokarsinoma. Dari hasil ini maka pada penelitian ini, ekstrak kulit kayu kluwih tidak menghambat pertumbuhan kanker payudara. Oleh karena tidak terdapat penghambatan kanker payudara dari ekstrak kulit kayu kluwih, maka penelitian untuk mengetahui mekanisme penghambatannya tidak dilakukan .
•
32 -
-
--
Bab VJ. Kesimpulan d.an
S aran
A.Kesimpulan 1.
Besamya aktivitas sitotoksik (1Cs0) ekstrak metanol kulit kayu kluwih sebesar 40, 1 6 J.lg/ml.
2. Nilai parameter non spesifik dari ekstrak metanol kulit kayu kluwih diperoleh nilai susut pengeringan sebesar 3,6-12,8%; bobot jenis ekstrak sebesar 1 , 0034-1 ,01 80g/ml, kadar abu total 3,06-7,58%, kadar abu larut asam 0,06-0,26%, kadar air dalam ekstrak sebesar 1 ,3-7,0% dan tidak terdeteksi adanya sisa pelarut dalam ektrak dari tiap daerah. 3.
Nilai parameter spesifik dari ekstrak metanol kulit kayu kluwih adalah organoleptik ekstrak: ekstrak kering, berwarna coklat tua, bau khas dan rasa pahit; kelarutan dalam air 12,5221 ,02% dan kelarutan dalam etanol 65,33-92,69%; pola kromatogram ekstrak dengan fase gerak heksan:etil asetat:asam formiat (6:4:0,5) pembanding artonin E berada pada Rf 0,14 dan kadar chemical marker (artonin
E) dalam ekstrak sebesar 0,4476-3,4146% b/b.
4 . Tidak terda J?at penghambatan kanker payudara dari ekstrak kulit kayu kluwih pada uji in vivo.
B.Saran 1.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan model pengujian yang sudah baku, seperti memakai kanker pada mencit C3H
•
33 -
DAFTAR PUSTAKA
•
Aida, M., Yamaguchi, N., Hano, Y., Nomura, T., {1997), Constituents of the Moraceae plants, 30. Artonols A, B, C, D, and E, five new isoprenylated phenols from the bark of Artocarpus communis Forst, Heterocycles, Vol. 45, 163-175. Alejandra, E.R., Guardia, T., Juarez, A.O., de Ia Rocha, N.E., Pelzer, L.E., {2003), Comparative study of flavonoids in experimental models of inflammation, Pharmacol. Res., 48, 601606. Apsari, 2007, Efek Sitotoksik Fraksi Semipolar Ekstrak Metanol Kulit Batang Kluwih (Artocarpus altilis Park) Terhadap Sel He/a dan Profit Kromatografi Lapis Tipisnya, Skripsi, Fakultas Farmasi UMS, Surakarta. Barros, A.C.S.D., Muranaka, E. N. K., Mori, L.J., Pelizon, C. H. T., Iriya, K., Giocondo, G. and Pinotti, J.A., (2004), Induction of experimental mammary carcinogenesis in rats with 7,1 2-dimethylbenz(a)anthracene, REV. HOSP. CLfN. FAC. MED. S. PA ULO, 59 (5), 257-261 Boonlaksiri, C., Oonanant, W., Kongsaeree, P., Kittakoop, P., Tanticharoen, M., Thebtaranonth, Y., (2000), An antimalarial stilbene from Artocarpus integer, Phytochemistry, 54, 4154 1 7. Chan, S-C., Ko, H-H., Lin, C-N., (2003), New prenylflavonoids from Artocarpus communis, J. Nat. Prod., Vol 66, 427-430. Chen, C.C., Huang, Y.L., Ou, J.C., Lin, C.F., Pan, T.M., ( 1 993), Three new pyranoflavones from ArtocarpiLs altilis, J. Nat. Prod., 56, 1594-1597. Cidade, H.M., Nacimento, M.S.J., Pinto, M.M.M., Kiljoa, A., Silva, A.M.S., Herz, W., (2001), Artelastocarpin and carpelastofuran, two new flavones, and cytotoxicities of prenyl flavonoids from Artocarpus elastic-us against three cancer cell lines.,· Planta Med., 67, 867-870. Fujimoto, Y., Agusutein, S., Made, S., ( 1987), Isolation of a chalcone derivative and antitumor compositions containing it, Jpn.Kokai Tokkyo Koho, 5 hal. . Fujimoto, Y., Uzawa, J., Suhanda, S., Soemartono, A., Sumatra, M., Koshihara, Y., ( 1 987), Isolation and structural elucidation of new lipoxygenase inhibitors from Indonesian i 29, 721-728. Artocarpus communis, Tennen Yuki Kagobutsu Toronkai Koen Yoshshu, Fujimoto, Y., Zhang, X.X., Kirisawa, M., Uzawa, J., Sumatra, M., (1990), New flavones from A rtocarpus communis Forst, Chem, Pharm. BUll., Vol. 38, 1 787-1789. Fukai, T., Satoh, K., Nomura, T., Sakagami, H., (2003), Antinephritis and radical scavenging activity ofprenyflavonoids, Fitoterapia, 74, 720-724 . Hakim, E.H., Asnizar, Y., Aimi, N., Kitajima, M., Takayama, H., (2002), Artoindonesianin P, a new prenylated flavone with cytotoxic activity from Artocarpus lanceifolius, Fitoterapia, 73, 668-673. Hakim, E.H., Fahriyati, A., Mulhimah, S., Achmad, S.A., Makmur, L., Ghisalberti, E.L., Nomura, T., (1999), Artoindonesianins A and B, two new prenylated flavones from the root ofA rtocarpus champeden, J. Nat. Prod., 62, 61 3-615. Hakim, E.H., Juliawaty, L.D., Syah, Y.M., Achmad, S.A., (2005), . Molecular diversity of Artocarpus champeden (Moraceae) : A species endemic to Indonesia, Mol. Divers., 9, " 149-158.
34 -
Hano, Y., Yamagami, Y., Kobayash i, M , Isohata, R., Nomura, T., ( 1 990), Artonins E and F, two new prenylflavones from the bark ofArtocarpus communis Forst, Heterocycles, 3 1 , 877882. Henderson IC. Kanker payudara. Dalam: Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. (2000). Edisi 1 3 volume. Alih bahasa dan editor: Asdie AH. Jakarta: EGC;. 2045-2056. Heyne, K., ( 1 987), "Tumbuhan Berguna Indonesia II", Badan Penelitian dan Pengembangan Hutan, Departemen Kebutanan Republik Indonesia, hal. 670-673. Jarret, F.M., ( 1 960), Studied in Artocarpus and allied genera. IV. A revision Artocarpus subgenera Artocarpus, J. Arnold Arbor., Vol. 4 1 , 73-320. Jayasinghe, U.L.B., Puvanendran, S., Hara, N., Fujimoto,
Y., (2004), Stilbene derivatives with
antifungal and rad ical scavenging properties from the stem bark of Artocarpus nobilis, Nat. Prod Res. 1 8, 571 -574. Kanzaki, S., Yonemari, K., Sugiura, A., Subhadrabandbu, S., ( 1997), Phylogenetic relationships between the jackfruit, the breadfruit and nine other Artocarpus spp. From RFLP analysis of an amplified region og cpDNA, Sci. Hortic. (Amsterdam), 70, 57-6. Khasanah, U., 2007, Efek Sitotoksik Fraksi Polar Ekstrak Metanol Kulit Satang Kluwih (Artocarpus altilis Park) Terhadap Sel Hela Dan Profil Kromatografi Lapis Tipisnya, Skripsi, Fakultas Farmasi UMS, Surakarta.
Ko, F.N., Cheng, Z.J., Lin, C.N., Teng, C.M., (1 998), Scavenger and antioxidant properties of prenylflavones isolated from Artocarpus heterophyllus, Free Radical Bioi. Med., 25, 160-168. Ko, H-H., Lu, Y-H., Yang, S-Z., Won, S-J., Lin, C-N., (2005), Cytotoxic prenyltlavonoids from Artocarpus elasticus, J. Nat. Prod, 68, 1692-1 695.
Koj ima, H., Chikamatsu, Y., Ando, H., Kondo, M., Naito, T., (1 996), Cosmetic, preservative or antimicrobial compositions containing artocarpin and/or sophoratlavanone
G, Jpn. Kokai
Tokkyo Koho, 1 2 hal. Koshihara, Y., Fujimoto, Y., Inoue, H., ( 1 988), A new 5-lipoxygenase selective inhibitor derived from .Artocarpus communis strongly inhibits arachidonic acid-induced ear edema, Biochem. Pharmacol. , 37, 2 1 6 1-2165. Kurdi, V.A., (200 1), Artoindonesianin Z, suatu senyawa baru turunan 2-arilbenzofuran dari kayu akar Artocarpus altilis (Park.) Fosb., Tesis S2, Institut Teknologi Bandung Lin, C.N. and Shieh,
W.L., ( 1 99 1 ), Pyranoflavonoids and a pyranodihydrobenzoxanthone irom
Artocarpus communis, Phytochemistry, Vol. 30, 1669- 1 6 7 1 .
Lin, C.N. and Shieh,
W.L., ( 1 992), The bioactive principles of Formosan
Artocarpus spesies.
Part. 4. Pyranoflavonoids from Artocarpus communis, Phytochemi stry, Vol. 3 1 , 29222924. •
Lin, C.N., Shieh, spesies�
W.L., Jong, T.T., ( 1 992), The bioactive principles of Formosan
Part.
3.
A
pyranodihydrobenzoxanthone
from
Artocarpus
Artocarpus communis,
Phytochemstry, i Vol. 3 1 , 2563-2564. Nakano,
J.
and
Uchida,
K.,
( 1 990),
Preparation
of
2-geranyl-3,4,2' ,4'-
tetrabydroxydihydrochalcone and its intermediates, Jpn. Kokai Tokkyo, Koho, 1 7 bal. Nakano, J., Uchida, K., Fujimoto, Y., ( 1 989), An efficient total synthesis of AC-5- 1 , a novel 5lipoxygenase inhibitor isolated from Artocarpus communis, Heterocycles, 29, 427-430. Nomura, T., Hano, Y., Aida, M., ( 1 999), Isoprenoid substituted flavonoids from Artocarpus plants (Moraceae), Heterocycles, 47, 1 1 79-1 204.
35 -
Patil, A.D., Freyer, A.J., Killmer, L., Offen, P., Taylor, P.B., Votta, B.J., Johnson, R.K., (2002), A new dimeric dihydrochalcone and a new prenylated flavone from the bud covers of Artocarpus altilis: potent inhibitors of cathepsin K, J. Nat. Prod., 65, 624-627. Rajendran, M., Manisankar, P.,
Gandhidasan, R., Murugesan, R., (2004), Free radicals
scavenging efficiency of a few naturally occurring flavonoids
•
A comparative study, J.
Agric. Food Chem., 52, 7389-7394. Salasiah, 2007, Efek Sitotoksik Ekstrak Metanol Kulit Batang Kluwih (Artocarpus altiU s Park) Terhadap Sel He/a dan Profil Kromatografi Lapis Tipisnya, Skripsi, Fakultas Farmasi VMS, Surakarta. Sarjadi dan Trihartini P., (200 1), Cancer registration in Indonesia. Asian Pasific Journal Cancer Prevention. IACR Supplement. 2, 2 1 -24. Sarjadi, Padmi T, Pawitra I. (200 1 ) Insiden kanker penduduk Semarang tahun 1 990-1 999. Media Medika Indonesia, 36,15-21 Sato, M., Fuj iwara, S., Tsuchiya, H., Fujii, T., linuma, M., Tosak, H., Ohkawa, Y., ( 1996), Flavones with antibacterial activity against cariogenic bacteria, J. Ethnopharmacol., 54, 1 7 1 - 176. Seo, E-K., Lee, D., Shin, Y.G., Chai, H-B., Navarro, H.A., Kardono., L.B.S., Rahman, 1., Cordell, G.A., Farnsworth, N.R., Pezzuto, J.M., Kinghorn, A.D., Wani, M.C., Wall, M.E., (2003), Bioactive prenylated flavonoids from the stem bark of Artocarpus kemando, Arch. Pharmacol. Res. , 26, 124-127. Shieh,
W.L.
and
Lin,
C.N.,
(1991),
pyranodihydrobenzoxanthone from
A
quinonoid
pyranobenzoxanthone
and
Artocarpus communis, Phytochemi stry, Vol. 30,
364-367. Shimizu, K., Kondo, R., Sakai, K., Buabarn, S., D i lokkunanant, U., (2000), 50-reductase inhibitory component from leaves ofArtocarpus altilis, J. Wood Sci. , 46, 385-389. Shimizu, K., Kondo, R., Sakai, K., Buabarn, S., Di lokkunanant, U., (2000), A geranylated chalcone
with
50 -reductase
inhib itory
properties
from
Artocarpus
incisus,
Phytochemi stry, 54, 737-739. Suhartati, T., Achmad, S.A., Aimi, N., Hakim, E.H., Kitajima, M., Takayama, H., Takeya, K., (200 I ), Artoindonesianin L, a new prenylated flavone with cytotoxic activity from Artocarpus rotunda, Fitoterapia, 72, 912-918. Susilowati, S., (2004), Efek kemopreventif ekstrak etanol daun Gynura procumoens (Lour) Merr terhadap kanker payudara tikus yang diinduksi 7, 12-Dimetilbenz(a)antrasen (DMBA), Tesis, UGM, Jogjakarta. Syah, Y.M., (2005), Fitokimia, kemotaksonomi dan sifat biologis metabolit sekunder dari tanaman Sukun (Kelewih), Bulletin of The Indonesian Society of Natural Product Chemstry, i 5(2), July-December, 33-50. Wang, Y-H., Hou, A-J., Chen, L., Chen, D-F., Sun, H-D., Zhao, Q-S., Bastow, K.F., Nakanish, Y ., Wang, X-H., Lee, K-H., (2004), New isoprenylated flavones, artochamins A-E, and cytotoxic principles from Artocarpus chama, J. NaL Prod., 67, 757-76 1 . We, 8-L., Weng, J-R., Chiu, P-H., Hung, C-F., Wang, J-P., Lin, C-N., (2005), Antiinflammatory tlavonoids from Artocarpus heterophyllus and Artocarpus communis, J. Agric. Food Chem. , 53, 3867-387 1 .
36 -
Lampiran A.Gambar-gambar penelitian
Ekstrak kulit kayu kluwih
Pemberian DMBA peroral
•
Tilrus percobaan
37 .
Jaringan siap dibawa ke PA
38-
B.Gambaran histologi minggu ke-2 setelah induksi DMBA terakhir
Kelompok DMBA (kontrol negatif)
Kelompok DMBA + Tamoxifen (kontrol positif)
•
Kelompok DMBA + 0,4 (ekstrak kulit kayu kluwih)
39-
Kelompok DMBA + 4 (ekstrak kulit kayu kluwih)
Kelompok DMBA +40 (ekstrak kulit kayu kluwih)
40 -
C.Gambaran histologi minggu ke-7 setelah induksi DMBA terakhir
Kelompok DMBA (kontrol negatit)
Kelompok DMBA + Tamoxifen (kontrol positit)
Kelompok DMBA + 0,4 (ekstrak kulit kayu kluwih)
41
•
Kelompok DMBA + 4 (ekstr"ak kulit kayu kluwih)
Kelompok DMBA + 40 (ekstrak kulit kayu kluwih)
"
42 -
O.Personalia peneliti 1.
Ketua a. Nam·a Lengkap b. c.
NIP
: Laki-laki : 1002
d.
Pangkat!Golongan
: Ill 8
e.
Jabatan Fungsional
: Asisten ahli
f. g.
2.
Jenis Kelamin
: dr Burhannudin lchsan, M.Med.ed
Program studi Perguruan tinggi
: Kedokteran Umum : Universitas Muhammadiyah Surakarta
Anggota a.
Nama
: Andi Suhendi, S.Farm, Apt
b.
Program studi
: Farmasi
c.
Perguruan tinggi
: Universitas Muhammadiyah Surakarta
43 -
E.Pembacaan Patologi Anatomi oleh bagian Patologi FKH UGM (lembar pembacaan ada di lembaran berikutnya)
44 -
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
LABORATORIUM PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HE W AN UNIVERSITAS GADJAH MADA
Jl. Fauna, Karangmalang, Yogyakarta 55281, Tlp. (0274) 9061103, 560862 Fax. 560861 : 5/PNJX/2012 : Hasil Oiagnosa : drh_ Sitaril"'a Widyarini, MP., Ph.D. dan drh. Sugiyono, M.Sc.
No Hal Patologis
Yth. dr. Burhanudin Di Universitas Muhanunadiyah Surakarta Berikut kami sampaikan hasil analisis preparat jaringan mamae 2 minggu setelah induksi terakhir dengan DMBA Kode
Hasil Pembacaan Prepa rat
Stadium awal adenokarsinoma Stadrum awal adenokarsinoma
DMBA 1 DMBA 1 DMBA 1 DMBA T1 DMBA T1 DMBA0.4 DMBA 0.4 DMBA 4 DMBA4 DMBA40 DMBA40
Normal
Adenokarsinoma Adenokarsinoma Normal Normal
Stadium awal adenokarsinoma Stadtum awal adenokarsinoma Stadium awal adenokarsinoma Stadium awaJ adenokarsinoma
KETERANGAN
Stadium awal adenokarsinoma : Proliferasi epithet glandula asiner mamae dengan inti yang hiperkromatik (basofilik). Diferensiasi sel masih jelas. Adenokarsinoma : Proliferasi ke arah lumen lebih ekstensif dengan gambaran mitotik lebih aktif dengan bentuk dan ukuran set masih seragam (well-differentiation)
----- - -
:
Berikut kami sampaikan hasil analisis preparat jaringan mamae 7 minggu setelah induksi terakhir dengan DMBA
(-} 1 (-) 1
Kode
(-) 2 _(-J2
(-}2
DMBA 0.4
DMBA0.4
Normal
Hasil Pembacaan Preparat
Normal
Stadium awal adenokarsinoma Nodus limphatikus aktif normal
Stadium awal adenokarsinoma
Stadium awal adenokarsinoma Nodus timphatikus aktif normal Stadium awal adenokarsinoma
Stadium awal adenokarsinoma
DMBA 4
Stadium awal adenokarsinoma
DMBA 40.1
Stadium awal adenokarsinoma
DMBA40.1
Stadium awal adenokarsinoma
DMBA40.2
Normal
Tamox
Stadium awal adenokarsinoma
DMBA4
DMBA40.2
Tamox Tamox
-
Stadium awal adenokarsinoma
DMBA0.4 DMBA 4
.
Stadium awal adenokarsinoma Nodus limphatikus aktif normal Normal
Nodus limphatikus aktif normal
Nodus limphatikus aktif normal
Normal
Stadium awal adenokarsinoma N_9dus timehatikus aktif normal Stadium awal adenokarsinoma
KETERANGAN : Stadium awal adenokarsinoma : Proliferasi epithel glandula asiner mamae dengan inti yang hiperkromatik (basofilik). Diferensiasi sel masih jelas.
�-----.. .V.ogyakarta, 26 Januari 2012 LABORATO � t IU �:l Ketua �agian Patologi ·-
¥V � : •. v<-·�y I/
P A T O L <: >" ;.
FAK. KEDOKTERAN HEW;-. . ,.
Prof. drh. Kurniasih, MVSc., Ph.D. NIP. 195105221 977032001