LAPORAN AKHIR
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
PEMERINTAH KABUPATEN JEPARA 2014
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL
ii iii iv
BAB I
PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Dasar Hukum I.3. Maksud dan Tujuan I.4. Ruang Lingkup Kajian I.5. Metodologi I.6. Sistematika Penulisan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA II.1. Konsep Pengembangan Kecamatan II.2. Pembentukan Kecamatan II.3. Kewenangan dan Kelembagaan Kecamatan II.4. Sumber Daya Manusia Kecamatan II.5. Perencanaan dan Penganggaran Kecamatan II.6. Pelayanan Kecamatan
BAB III
KONDISI KECAMATAN KABUPATEN JEPARA III.1. Gambaran Umum Kabupaten Jepara III.2. Profil Kecamatan Kabupaten Jepara
BAB IV
ANALISIS PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN KABUPATEN JEPARA IV.1. Pembentukan Kecamatan IV.2. Kewenangan Kecamatan IV.3. Kelembagaan Kecamatan IV.4. Sumber Daya Manusia Kecamatan IV.5. Perencanaan dan Penganggaran Kecamatan IV.6 Pelayanan Kecamatan
BAB V
PENUTUP V.1. Kesimpulan V.2. Saran
I-1 I-1 I-2 I-5 I-6 I-6 I-9 II-1 II-1 II-2 II-4 II-12 II-13 II-14 III-1 III-1 III-17 IV-1 IV-1 IV-9 IV-17 IV-27 IV-34 IV-47 V-1 V-1 V-2
ii
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1.
Kerangka Kerja/ Teori Peningkatan Kelembagaan Kecamatan sebagai Perangkat Daerah
iii
I-8
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1.
Jadwal Pelaksanaan dan Pelaporan
Tabel 3.1. Tabel 3.2. Tabel 3.3. Tabel 3.4.
Data Ketinggian dari Permukaan Air Laut Jumlah Penduduk Kabupaten Jepara Tahun 2008-2012 Penduduk Kelompok Umur Tahun 2008-2012 Persentase Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tahun 2008-2013 Kepadatan Penduduk Kabupaten Jepara Tahun 2008-2012 Sex Ratio Penduduk Kabupaten Jepara Tahun 2008-2012 Laju Pertumbuhan Penduduk Tahun 2008-2012 Kecamatan dan Luas Wilayah di Kabupaten Jepara Luas Wilayah Dan Jumlah Penduduk Rentang Kendali Kecamatan Aktivitas Perekonomian Rasio Sekolah Setiap Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah Rasio Tenaga Medis Dan Fasilitas Kesehatan Per Penduduk Rasio Panjang Jalan Terhadap Kendaraan, Sarana Peribadatan Dan Fasilitas Olah Raga Per Penduduk Prosentase Rumah Tangga Pemilik Kendaraan Bermotor, Prosentase Jumlah Rumah Tangga Pelanggan Listrik Dan Jumlah Balai Pertemuan
III-4 III-13 III-13 III-14
Aspek Perkembangan Kecamatan Aspek Friksi Antar Kecamatan Regulasi Terkait Dan Jenis Kewenangan Kecamatan Kedudukan dan Tupoksi Kecamatan Kompetensi Camat Sumber Daya Manusia Kecamatan Perencanaan Partisipatif Pendanaan Program dan Kegiatan Pelayanan Kecamatan Koordinasi Antar SKPD Pembinaan dan Pengawasan
IV-7 IV-8 IV-13 IV-24 IV-32 IV-33 IV-43 IV-45 IV-53 IV-56 IV-57
Tabel 3.5. Tabel 3.6. Tabel 3.7. Tabel 3.8. Tabel 3.9. Tabel 3.10. Tabel 3.11. Tabel 3.12. Tabel 3.13. Tabel 3.14. Tabel 3.15.
Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.4. Tabel 4.5. Tabel 4.6. Tabel 4.7. Tabel 4.8. Tabel 4.9. Tabel 4.10. Tabel 4.11.
iv
9
III-14 III-15 III-16 III-17 III-21 III-21 III-22 III-22 III-23 III-23 III-23
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah telah menggulirkan banyak perubahan. Tidak mengherankan apabila kebijakan pemerintah untuk melakukan desentralisasi pemerintahan telah mendorong perubahan pada sistem pelayanan publik. Desentralisasi yang mengalihkan sebagian besar urusan pemerintahan ke daerah atau tingkat bawah telah menjadikan pemerintah daerah sebagai lembaga penyelenggara pelayanan publik yang utama (Dwiyanto, Agus 2010: 15-17). Esensi dari hal ini adalah pemerintah daerah sebenarnya yang paling memahami kebutuhan dan tuntutan dari warganya, sehingga bentuk kebijakan dan program pelayanan publik ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat umum (services of general interest). Salah satu perubahan dengan adanya pelaksanaan otonomi daerah adalah pemberian kewenangan yang lebih luas dalam penyelenggaraan beberapa bidang pemerintahan. Seiring dengan bertambah luasnya kewenangan ini, maka aparat pemerintahan di daerah diharapkan dapat mengelola dan menyelenggarakan pelayanan dengan lebih baik dari sebelumnya sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat. Dalam rangka mencapai kesejahteraan rakyat tersebut, pemerintah memiliki tugas yang sangat krusial yang mempunyai tiga fungsi utama yaitu stabilisasi, alokasi dan distribusi. Berdasarkan fungsi yang melekat pada dirinya, maka pemerintah harus menjadi pembuat berbagai kebijakan dan peraturan, penyedia layanan publik dan berupaya untuk memberdayakan masyarakat. Oleh karena itu sistem pemerintahan baik pusat maupun daerah dibangun dari sub sistem pemerintahan yang memiliki tugas dan fungsinya masing-masing namun saling bersinergi.
I-1
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
Pembangunan daerah sebagai bagian dari pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pemerintah daerah sebagai salah pihak
yang
bertanggungjawab
dalam
penciptaan
kesejahteraan
rakyat
membutuhkan adanya organisasi perangkat daerah. Salah satu organisasi perangkat daerah dalam lingkup pemerintahan Kabupaten Jepara adalah Kecamatan. Peran dan fungsi Kecamatan sangatlah strategis dalam ikut menciptakan kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat, melalui berbagai aktivitas pembangunan, pemberdayaan, dan pelayanan masyatakat. Dalam rangka meningkatkan kapasitas Kecamatan dalam artian luas, maka Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan, yang harus dipedomani dalam penyelenggaraan Kecamatan. Pemerintah Kabupaten Jepara melihat urgensitas peran yang dimiliki oleh Kecamatan
sehingga
perlu
ditindaklanjuti
melalui
Kajian
Peningkatan
Kelembagaan Kecamatan Sebagai Perangkat Daerah Kabupaten Jepara.
I.2. DASAR HUKUM Sebagai dasar hukum dari Kajian Peningkatan Kelembagaan Kecamatan Sebagai Perangkat Daerah Kabupaten Jepara adalah sebagai berikut: 1.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
2.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
3.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik;
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1992 tentang Pembentukan Kecamatan di Wilayah Kabupaten-kabupaten Daerah tingkat II Purbalingga, Cilacap, Wonogiri, Jepara dan Kendal serta Penataan Kecamatan di Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang dalam Wilayah Propinsi Daerah tingkat I Jawa Tengah.
I-2
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2001 Tentang Pelaporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
7.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten/Kota.
8.
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 Tentang Pedoman Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
9.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan Dan Kinerja Instansi Pemerintah;
10.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
11.
Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah;
12.
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah;
13.
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Pemerintah;
14.
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
15.
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Dekonsentrasi Dan Tugas Pembantuan;
16.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan,
Pengendalian
Dan
Evaluasi
Pelaksanaan
Pembangunan Daerah; 17.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan;
I-3
Rencana
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
18.
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah;
19.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal;
20.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Pedoman Tata Cara Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
21.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah;
22.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
23.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2008 Tentang Pedoman Hubungan Kerja Organisasi Perangkat Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
24.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 62 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pemerintahan Dalam Negeri Di Kabupaten/Kota;
25.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Pelaksanaan Pendidikan Teknis Pemerintahan Bagi Calon Camat;
26.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan;
27.
Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 2 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Jepara Tahun 2005-2025;
28.
Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 3 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Jepara;
29.
Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 17 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Jepara.
I-4
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
30.
Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 11 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Jepara Tahun 2012-2017;
I.3. MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dari Kajian Peningkatan Kelembagaan Kecamatan sebagai Perangkat Daerah Kabupaten Jepara adalah untuk mengkaji optimalisasi potensi dan peran kecamatan melalui peningkatan kelembagaan kecamatan sebagai perangkat daerah sehingga dapat membantu Pemerintah Kabupaten Jepara dalam mengkoordinasikan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat di wilayah kecamatan. Sementara tujuan yang akan dicapai melalui Kajian Peningkatan Kelembagaan Kecamatan sebagai Perangkat Daerah Kabupaten Jepara ini adalah sebagai berikut: 1.
Memberikan gambaran tentang berbagai permasalahan dan potensi yang berkaitan dengan Peningkatan Kelembagaan Kecamatan sebagai Perangkat Daerah Kabupaten Jepara;
2.
Menganalisis Peningkatan Kelembagaan Kecamatan Kabupaten Jepara yang dilihat
dari
Aspek
Pembentukan
Kecamatan;
Kewenangan
dan
Kelembagaan Kecamatan; Sumber Daya Manusia Kecamatan; Perencanaan dan Penganggaran Kecamatan serta Pelayanan Kecamatan. 3.
Merekomendaskan solusi dalam Peningkatan Kelembagaan Kecamatan Kabupaten Jepara yang dilihat dari Aspek Pembentukan Kecamatan; Kewenangan dan Kelembagaan Kecamatan; Sumber Daya Manusia Kecamatan; Perencanaan dan Penganggaran Kecamatan serta Pelayanan Kecamatan.
I-5
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
I.4. RUANG LINGKUP KAJIAN Ruang lingkup Kajian Peningkatan Kelembagaan Kecamatan sebagai Perangkat Daerah Kabupaten Jepara ini adalah: 1.
Penyusunan identifikasi permasalahan dan potensi yang ditangani berkaitan dengan Peningkatan Kelembagaan Kecamatan sebagai Perangkat Daerah Kabupaten Jepara;
2.
Analisis Peningkatan Kelembagaan Kecamatan Kabupaten Jepara dari Aspek
Pembentukan
Kecamatan;
Kewenangan
dan
Kelembagaan
Kecamatan; Sumber Daya Manusia Kecamatan; Perencanaan dan Penganggaran Kecamatan serta Pelayanan Kecamatan. 3.
Rekomendasi Peningkatan Kelembagaan Kecamatan Kabupaten Jepara dari Aspek
Pembentukan
Kecamatan;
Kewenangan
dan
Kelembagaan
Kecamatan; Sumber Daya Manusia Kecamatan; Perencanaan dan Penganggaran Kecamatan serta Pelayanan Kecamatan.
I.5. METODOLOGI Metodologi yang digunakan dalam Kajian Peningkatan Kelembagaan Kecamatan sebagai Perangkat Daerah Kabupaten Jepara ini dimulai dengan menganalisa
kondisi
terkini
Kecamatan
di
Kabupaten
Jepara
berupa
permasalahan dan potensi yang dimiliki. Tahapan lanjutannya adalah eksplorasi data baik sekunder (Dokumen Perencanaan Daerah, Regulasi Terkait) dan Data Primer (Form, Interview, FGD) terkait Peningkatan Kelembagaan Kecamatan sebagai Perangkat Daerah Kabupaten Jepara. I.
Jenis dan Sumber Data a.
Data primer Data Primer diperoleh dengan melakukan wawancara/ interview dengan pihak-pihak yang berkompeten/ pejabat yang berwenang di pemerintah Kabupaten Jepara.
I-6
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
b. Data Sekunder Data Sekunder diperoleh dengan mengumpulkan dokumen terkait dari SKPD di jajaran pemerintah Kabupaten Jepara serta penyebaran form. II. Pengumpulan dan Pengolahan Data Teknik pengumpulan dan pengolahan data dalam kegiatan ini dilakukan dengan: a.
Desk Review Desk Review digunakan untuk meneliti, mengkaji dan menganalisas berbagai bahan dan dokumentasi yang berkaitan dengan Peningkatan Kelembagaan Kecamatan sebagai Perangkat Daerah.
b. Interview/ Wawancara Interview/ Wawancata merupakan teknik pengumpulan yang dilakukan melalui tanya jawab (wawancara) dengan sumber data atau pihak-pihak yang berkompeten ntuk mendapatkan kejelasan
dan
justifikasi
terkait
dengan
Peningkatan
Kelembagaan Kecamatan sebagai Perangkat Daerah Kabupaten Jepara. c.
Focus Group Discussion Focus Group Discussion (FGD) yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui diskusi maupun diseminasi hasil dengan pihak terkait di lingkungan Pemerintah Kabupaten Jepara.
III. Kerangka Kerja/Teori Kerangka Kerja/ Teori yang dirumuskan dalam Kajian Peningkatan Kelembagaan Kecamatan sebagai Perangkat Daerah Kabupaten Jepara ini selengkapnya tersaji pada gambar berikut:
I-7
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
KONDISI DAN PERMASALAHAN
SOLUSI/ REKOMENDASI
PEMBENTUKAN KECAMATAN KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN KONSEP PENGEMBANGAN KECAMATAN
SUMBER DAYA MANUSIA
OPTIMALISA SI
PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PELAYANAN KECAMATAN
Gambar 1.1. Kerangka Kerja/ Teori Peningkatan Kelembagaan Kecamatan sebagai Perangkat Daerah
I-8
KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
I.6. SISTEMATIKA PENULISAN Dokumen Kajian Peningkatan Kelembagaan Kecamatan Sebagai Perangkat Daerah Kabupaten Jepara akan disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Dasar Hukum I.3. Maksud dan Tujuan I.4. Ruang Lingkup I.5. Metodologi I.6. Sistematika Penulisan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA II.1 Konsep Pengembangan Kecamatan II.2 Pembentukan Kecamatan II.3 Kewenangan dan Kelembagaan Kecamatan II.4 Sumber Daya Manusia Kecamatan II.5 Perencanaan dan Penganggaran Kecamatan II.6 Pelayanan Kecamatan
BAB III
KONDISI KECAMATAN KABUPATEN JEPARA III.1 Gambaran Umum Kabupaten Jepara III.2 Profil Kecamatan Kabupaten Jepara
BAB IV
ANALISIS PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN KABUPATEN JEPARA IV.1 Pembentukan Kecamatan IV.2 Kewenangan Kecamatan IV.3 Kelembagaan Kecamatan IV.4 Sumber Daya Manusia Kecamatan IV.5 Perencanaan dan Penganggaran Kecamatan IV.6 Pelayanan Kecamatan
BAB V
PENUTUP V.1 Kesimpulan V.2 Rekomendasi
I-9
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
II.1. KONSEP PENGEMBANGAN KECAMATAN Dalam logika sistem perencanaan pembangunan di Indonesia, kecamatan memiliki arti penting dalam melakukan tugas perencanaan daerah. Logika spasial (kewilayahan) yang bertemu dengan logika sektoral (dinas) mekanisme setara yang bertemu di kecamatan. Dalam titik ini, kecamatan mampu menemukan dua logika sekaligus dan menjadi simpul dari keduanya. Kecamatan adalah perangkat Pemerintah wilayah kecamatan yang meliputi bebetapa desa/kelurahan menurut Y.W Sunindia SH dan Dra. Ninik Widayanti (1987: 63). Adapun menjadi aspek dalam pembangunan kecamatan terdiri dari beberapa bidang yaitu: Bidang pemerintahan, Desa dalam suatu wilayah kecamatan, Ekonomi, Sosial budaya, Pembangunan Masyarakat Desa, Keamanan dan ketertiban wilayah. Dalam berbagai bidang pembangunan di atas merupakan satu koordinasi dan tanggung jawab dari kecamatan. Kecamatan
merupakan
bagian
dari
pemerintahan
daerah
yang
membawahkan beberapa kelurahan dan dikepalai oleh seorang Camat, mempunyai tugas pokok yaitu sebagai pelaksana teknik kewilayahan yang mempunyai wilayah kerja tertentu dan juga mempunyai fungsi sebagai berikut: 1.
Penyusunan rencana program kerja kecamatan
2.
Perumusan dan penyusunan kebijakan teknis kecamatan
3.
Penyelenggaraan tugas umum pemerintah meliputi pengkoordinasian di bidang pemberdayaan masyarakat, upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum, penerapan dan penegakan peraturan perundangundangan, penyelenggaraan kegiatan pemerintah di tingkat kecamatan, penyelenggaraan pemerintah desa dan atau kelurahan , melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintah desa dan atau kelurahan.
II-1
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
4.
Pelaksanaan koordinasi dan kerja sama antar unit kerja terkait. Pengembangan Kecamatan seara umum dapat dilihat dari lima aspek yaitu
Aspek Pembentukan Kecamatan yang meliputi Penghapusan dan Penggabungan Kecamatan; Aspke Kewenangan dan Kelembagaan Kecamatan yang meliputi Kedudukan, Tugas dan Wewenang; serta Susunan Organisasi; Aspek Sumber Daya Manusia Kecamatan; Aspek Perencanaan dan Penganggaran Kecamatan serta Aspek Pelayanan Kecamatan yang meliputi Tata Kerja dan Hubunngan Kerja, PATEN dan Pembinaan dan Pengawasan.
II.2. PEMBENTUKAN KECAMATAN Regulasi yang mengatur Kecamatan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan dimana dijelaskan Pembentukan Kecamatan dapat berupa pemekaran 1 (satu) kecamatan menjadi 2 (dua) kecamatan atau lebih, dan/atau penyatuan wilayah desa dan/atau kelurahan dari beberapa kecamatan diman Syarat administratif pembentukan kecamatan meliputi: 1.
Batas usia penyelenggaraan pemerintahan minimal 5 (lima) tahun;
2.
Batas usia penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan yang akan dibentuk menjadi kecamatan minimal 5 (lima) tahun;
3.
Keputusan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau nama lain untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk kelurahan di seluruh wilayah kecamata baik yang menjadi calon cakupan wilayah kecamatan
baru
maupun
kecamatan
induk
tentang
persetujuan
pembentukan kecamatan; 4.
Keputusan Kepala Desa atau nama lain untuk desa dan Keputusan Lurah atau nama lain untuk kelurahan di seluruh wilayah kecamatan baik yang akan menjadi cakupan wilayah kecamatan baru maupun kecamatan induk tentang persetujuan pembentukan kecamatan;
II-2
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
5.
Rekomendasi Gubernur. Syarat fisik kewilayahan yang dimaksud meliputi cakupan wilayah, lokasi
calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan. Cakupan wilayah dimaksud adalah untuk daerah kabupaten paling sedikit terdiri atas 10 desa/kelurahan dan untuk daerah kota paling sedikit terdiri atas 5 desa/kelurahan. Sementara lokasi calon ibukota memperhatikan aspek tata ruang, ketersediaan fasilitas, aksesibilitas, kondisi dan letak geografis, kependudukan, sosial ekonomi, sosial politik, dan sosial budaya. Sarana dan prasarana pemerintahan meliputi bangunan dan lahan untuk kantor camat yang dapat digunakan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Adapun Persyaratan teknis dalam Pembentukan Kecamatan meliputi: 1.
jumlah penduduk;
2.
luas wilayah;
3.
rentang kendali penyelenggaraan pelayanan pemerintahan;
4.
aktivitas perekonomian;
5.
ketersediaan sarana dan prasarana Sementara itu, selain Pembentukan Kecamatan, juga diatur tentang
Penghapusan Kecamatan, diman Kecamatan dihapus apabila: 1.
jumlah penduduk berkurang 50% (limapuluh perseratus) atau lebih dari penduduk yang ada; dan/atau
2.
cakupan wilayah berkurang 50% (limapuluh perseratus) atau lebih dari jumlah desa/kelurahan yang ada.
II-3
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
II.3. KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN KECAMATAN Secara umum, UU No 32 Tahun 2004 menetapkan 3 (tiga) kriteria sebagai dasar penetapan kewenangan yaitu sebagai berikut: 1.
Kriteria Eksternalitas, adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan
dengan
mempertimbangkan
dampak.
Akibat
yang
ditimbulkan dalam penyelenggaran urusan tersebut. Apabila dampat yang ditimbulkan bersifat lokal, maka urusan pemerintahan tersebut menjadi kewenangan
kabupaten/kota,
kewenangan
provinsi,
dan
apabila apabila
berdampak
regional
menjadi
berdampak
nasional
menjadi
kewenangan pemerintah. 2.
Kriteria Akuntabilitas, adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan pertimbangan bahwa tingkat pemerintahan yang menangani sesuatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan yang langsung/ lebih dekat dengan dampak dari urusan yang ditangani tersebut. Dengan
demikian,
akuntabilitas
penyelenggaraan
bagian
urusan
pemerintahan tersebut kepada masyarakat akan lebih terjamin. 3.
Kriteria
Efisiensi,
adalah
pendekatan
dalam
pembagian
urusan
pernerintahan dengan pertimbangan tersedianya sumber daya (personil, dana, dan peralatan) untuk mendapatkan ketepatan, kepastian dan kecepatan hasil yang harus dicapai dalam penyelenggaraan bagian urusan. Artinya, apabila suatu bagian urusan dalam penanganannya dipastikan akan lebih berdaya guna dan berhasil guna dilaksanakan oleh provinsi dan atau Kabupaten/Kota dibandingkan apabila ditangani oleh Pemerintah, maka bagian urusan tersebut diserahkan kepada Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota. Sebaliknya apabila suatu bagian urusan akan lebih berdayaguna dan berhasilguna dilaksanakan oleh Pemerintah, maka bagian urusan tersebut tetap ditangani oleh Pernerintah. Dalam hal ini, ukuran daya guna dan hasil guna dapat dilihat clari besarnya manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dan besar kecilnya resiko yang harus dihadapi.
II-4
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
Disamping
kriteria
umurn
pengelolaan
kewenangan
sebagaimana
disebutkan diatas, penetapan atau penyusunan peraturan tentang kewenangan daerah haruslah didasari pada kriteria-kriteria rasional dan akademis yang dapat dijadikan sebagai dasar pembenar dalarn rangka pengarnbilan keputusan (professional judgement). Dalam hal ini, paling tidak ada 4 (empat) kriteria yang bisa dipertimbangkan sebagai berikut: 1.
Didasarkan pada DERAJAT STRATEGIS dari kewenangan yang meliputi, Tipologi I (Strategis Lokal), Tipologi II (Strategis Regional), Tipologi III (Strategis Nasional). Nilai strategis ini dapat diukur rnisalnya dari luas jangkauan atau cakupan dari kewenangan tersebut, kedalaman isi atau materi yang harus diselenggarakan, serta kadar darnpak yang clitimbulkan dari kewenangan tersebut. Untuk kewenangan pendidikan rnisalnya, kewenangan pendidikan dasar dilihat dari jangkauannya berlaku untuk usia sekolah dibawah 12 tahun; dilihat clan kedalaman materinya cukup rendah, sedang darnpak yang ditimbulkan juga relatif rendah. Oleh karena itu, kewenangan pendidikan dasar dapat dikatakan memiliki nllai strategis lokal. sehingga sangat layak dilaksanakan oleh Kabupaten/ Kota
2.
Didasarkan
pada
ASPEK
ADMINISTRATIF
dari
objek
kewenangan
(Kebijakan, Perencanaan, Pendanaan, Penerimaan, Perijinan, Pengelolaan, Pemeliharaan, Pengawasan dan Koordinasi. Dalam kaitan dengan kriteria ini, jarang sekali suatu kewenangan dilaksanakan secara utuh bulat oleh pemerintah Kabupaten/ Kota, tetapi selalu
ada
sharing
dengan
pemerintah
Provinsi
maupun
Pusat,
sebagaimana dijelaskan diatas. Dengan demikian, untuk kewenangan Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) misalnya, kebijaksanaan yang mengatur mengenai kurikulum dan standar kualitas outputnya bisa saja
oleh
Pusat,
sedangkan
Kabupaten/Kota.
II-5
pengelolaannya
dilaksanakan
oleh
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
3.
Didasarkan pada posisi FISIK atau GEOGRAFIS dari Objek Kewenangan. Sebagai contoh, kawasan hutan, kawasan pertanian, jalan (jalan Negara, Provinsi atau Jalan Kabupaten/Kota) dan sebagainya. Pada dasarnya, setiap objek kewenangan yang terletak atau berlokasi disuatu daerah, maka pengelolaan
obyek
tersebut
menjadi
kewenangan
daerah
yang
bersangkutan. Meskipun demikian, ada kemungkinan bahwa objek tadi memiliki mobilitas atau dampak yang bersifat lintas batas, walau bukan secara fisik atau geografis. Perlintasan kewenangan ini dapat dalam bentuk objek maupun dari suatu objek tertentu, misalnya penyebaran wabah penyakit atau migrasi kependudukan. 4.
Didasarkan pada posisi KEMAMPUAN DAERAH untuk menjalankan kewenangan tertentu. Dalam contoh nomor 3 ditas, kewenangan pengelolaan kawasan hutan, kawasan
pertanian,
jalan
(jalan
Negara,
Provinsi
atau
Jalan
Kabupaten/Kota) dan sebagainya dapat langsung dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota jika memang memiliki kemampuan untuk itu (khususnya dari aspek SDM dan Keuangan). Namun jika tidak memiliki kemampuan yang memadai, maka pelaksanaan kewenangan tersebut dapat diserahkan/ dikembalikan kepada Pemerintah atau Provinsi atau dilakukan kerjasama dengan sektor privat. Dalam konteks pelimpahan kewenangan kepada Kecamatan/ Kelurahan hingga saat ini belum ada kriteria yang jelas dalam proses perlimpahan kewenangan tersebut. Namun demikian berdasarkan rumusan diatas dapat diambil beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan sebagai berikut: 1.
Dilihat dari lokus dan kepentingannya, kewenangan tersebut lebih banyak dioperasionalisasikan di Kecamatan/ Kelurahan sehingga berhubungan erat dengan kepentingan strategis Kecamatan yang bersangkutan. Contoh: penanganan penyakit masyarakat seperti perjudian, PSK, dan lain lain.
II-6
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
2.
Dilihat dari fungsi administratifnya, kewenangan tersebut lebih bersifat rowing (pelaksanaan) dari pada steering (pengaturan), sehingga kurang tepat jika terdapat campur tangan dari pemerintah Kabupaten/Kota. Contoh:
Pemberian
ijin
IMB
(untuk
luas
tertentu),
administrasi
kependudukan dan lain lain. 3.
Dilihat dari kebutuhan dasar masyarakat, kewenangan tadi dibutuhkan secara mendesak oleh masyarakat setempat. Contoh: Pelayanan sampah dan kebersihan, sanitas dan kebutuhan air bersih, pendidikan dasar khususnya yang berkaitan dengan pemberantasn 3 B (Buta Huruf, Aksara dan Pendidikan).
4.
Dilihat dari efektifitas penyelenggaran pemerintahan, suatu kewenangan hampir tidak mungkin dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota karena alasan keterbatasan sumber daya. Contoh: Perbaikan dan pemeliharaan jalan jalan dan jembatan perintis, pelayanan penyuluhan pertanian/ KB dan lain lain.
5.
Dilihat dari Penggunaan Teknologi, suatu kewenangan tidak memutuhkan pemakaian teknologi tinggi atau menengah. Contoh: pembinaan usaha kecil dan rumah tangga.
6.
Dilihat dari Kapasitas, Kecamatan/Kelurahan memilki kemampuan yang memadai untuk melaksanakan kewenangan tersebut baik dari aspek SDM, Keuangan, maupun sarana dan prasana. Terkati dengan Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kecamatan dijelasan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan bahwa Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten/kota sebagai pelaksana teknis kewilayahan yang mempunyai wilayah kerja tertentu dan dipimpin oleh Camat dimana Camat berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada bupati/walikota melalui sekretaris daerah. Camat menyelenggarakan tugas umum pemerintahan yang meliputi: 1.
mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
II-7
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
2.
mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum;
3.
mengoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundangundangan;
4.
mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;
5.
mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan;
6.
membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan; dan
7.
melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan. Sementara itu, Camat juga melaksanakan kewenangan pemerintahan yang
dilimpahkan oleh bupati/walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, yang meliputi aspek: 1.
perizinan;
2.
rekomendasi;
3.
koordinasi;
4.
pembinaan;
5.
pengawasan;
6.
fasilitasi;
7.
penetapan;
8.
penyelenggaraan; dan
9.
kewenangan lain yang dilimpahkan. Tugas Camat dalam mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat
meliputi: 1.
mendorong partisipasi masyarakat untuk ikut serta dalam perencanaan pembangunan lingkup kecamatan dalam forum musyawarah perencanaan pembangunan di desa/kelurahan dan kecamatan;
2.
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap keseluruhan unit kerja
II-8
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
baik pemerintah maupun swasta yang mempunyai program kerja dan kegiatan pemberdayaan masyarakat di wilayah kerja kecamatan; 3.
melakukan
evaluasi
terhadap
berbagai
kegiatan
pemberdayaan
masyarakat di wilayah kecamatan baik yang dilakukan oleh unit kerja pemerintah maupun swasta; 4.
melakukan tugas-tugas lain di bidang pemberdayaan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
5.
melaporkan pelaksanaan tugas pemberdayaan masyarakat di wilayah kerja kecamatan kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada satuan kerja perangkat daerah yang membidangi urusan pemberdayaan masyarakat. Tugas
Camat
dalam
mengoordinasikan
upaya
peyelenggaraan
ketenteraman dan ketertiban umum sebameliputi: 1.
melakukan koordinasi dengan kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Tentara Nasional Indonesia mengenai program dan kegiatan penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum di wilayah kecamatan;
2.
melakukan koordinasi dengan pemuka agama yang berada di wilayah kerja kecamatan untuk mewujudkan ketenteraman dan ketertiban umum masyarakat di wilayah kecamatan; dan
3.
melaporkan pelaksanaan pembinaan ketenteraman dan ketertiban kepada bupati/ walikota. Tugas Camat dalam mengoordinasikan penerapan dan penegakan
peraturan perundang-undangan meliputi: 1.
melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah yang tugas dan fungsinya di bidang penerapan peraturan perundang-undangan;
2.
melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah yang tugas dan fungsinya di bidang penegakan peraturan perundang-undangan dan/atau Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
II-9
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
3.
melaporkah pelaksanaan penerapan dan penegakan peraturan perundangundangan di wilayah kecamatan kepada bupati/walikota. Tugas Camat dalam mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan
fasilitas pelayanan umum meliputi: 1.
melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah dan/atau instansi vertikal yang tugas dan fungsinya di bidang pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;
2.
melakukan
koordinasi
pemeliharaan 3.
dengan
pihak
swasta
dalam
pelaksanaan
prasarana dan fasilitas pelayanan umum; dan
melaporkan pelaksanaan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum di wilayah kecamatan kepada bupati/walikota. Tugas
Camat
dalam
mengoordinasikan
penyelenggaraan
kegiatan
pemerintahan di tingkat kecamatan meliputi: 1.
melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah dan instansi vertikal di bidang penyelenggaraan kegiatan pemerintahan;
2.
melakukan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan dengan satuan kerja perangkat daerah dan instansi vertikal di bidang penyelenggaraan kegiatan pemerintahan;
3.
melakukan evaluasi penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan; dan
4.
melaporkan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan kepada bupati/walikota. Tugas Camat dalam membina penyelenggaraan pemerintahan desa
dan/atau kelurahan meliputi: 1.
melakukan pembinaan dan pengawasan tertib administrasi pemerintahan desa dan/atau kelurahan;
2.
memberikan bimbingan, supervisi, fasilitasi, dan konsultasi pelaksanaan administrasi desa dan/atau kelurahan;
3.
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kepala desa dan/atau
II-10
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
lurah; 4.
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perangkat desa dan/atau kelurahan;
5.
melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan di tingkat kecamatan; dan
6.
melaporkan pelaksanaan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan di tingkat kecamatan kepada bupati/walikota. Tugas Camat dalam melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi
ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan meliputi: 7.
melakukan perencanaan kegiatan pelayanan kepada masyarakat di kecamatan;
8.
melakukan percepatan pencapaian standar pelayanan minimal di wilayahnya;
9.
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat di kecamatan;
10.
melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat di wilayah kecamatan;
11.
melaporkan pelaksanaan kegiatan pelayanan kepada masyarakat di wilayah kecamatan kepada Bupati/Walikota. Sementara itu, Susuan Organisasi Kecamatan terdiri dari 1 (satu)
sekretaris, paling banyak 5 (lima) seksi, dan sekretariat membawahkan paling
banyak 3 (tiga) subbagian. Seksi sebagaimana dimaksud paling sedikit meliputi: a.
seksi tata pemerintahan;
b.
seksi pemberdayaan masyarakat dan desa; dan
c.
seksi ketenteraman dan ketertiban umum.
II-11
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
II.4. SUMBER DAYA MANUSIA KECAMATAN Aspek sumber daya manusia menjadi penentu utama dalam keberhasilan pencapaian tujuan suatu organisasi. Kecamatan dengan perkembangan dinamika pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan, dan pelayanan publik, tentunya dituntut untuk mampu menjalankan semua tupoksinya dengan efektif dan efisien. Pemerintahan tingkat kewilayahan – seperti di Kecamatan – sangat membutuhkan dukungan dari pejabat Camat yang memiliki kompetensi dibidang Pemerintahan, yang ditunjukan dengan pendidikan formal sesuai dengan bidang Pemerintahan tersebut, disamping memiliki berbagai pengalaman mengikuti pendidikan teknis fungsional yang terkait. Hal ini tentunya menjadi prasyarat yang utama, bila ingin mendapatkan hasil optimal pembangunan Kecamatan. Pemikiran tentang perlunya pengaturan tentang standar kompetensi jabatan Camat menjadi perhatian serius di masa depan; mengingat Camat ke depan memiliki peran dan tanggung jawab yang sangat besar dalam pembangunan di daerah. Pekerjaan dibidang kewilayahan (seperti halnya di Kecamatan dan Kelurahan) cenderung berbeda dengan karakteristik pekerjaan non kewilayahan (seperti dibanyak SKPD lain, non Kecamatan dan Kelurahan), sehingga dibutuhkan karakteristik (kualifikasi dan kompetensi) sumber daya manusia yang berbeda. Pada prakteknya, para Camat yang selama ini menjabat, atau yang sudah pernah menjabat, masih sangat bervariasi dilihat dari latar belakang pendidikannya (tidak semua memiliki dasar pendidikan bidang pemerintahan). Oleh karena itu, sedikit banyak akan membawa pengaruh pada kinerja Kecamatan. Penentuan pejabat yang duduk di Kecamatan juga cenderung belum didasarkan pada mekanisme penilaian yang transparan dan akuntabel, dengan menggunakan berbagai kriteria yang memungkinkan untuk meningkatkan
II-12
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
kualitas kepemimpinan di tingkat Kecamatan, seperti kriteria kompetensi, kriteria kinerja, dan kriteria administratif. Peran assessment center (yang dikelola oleh BKD dan Baperjakat) menjadi sangat penting, untuk mendapatkan figur-figur terbaik yang akan memimpin di Kecamatan. Menekan “pengaruh” atau “kedekatan” dalam penentuan pejabat, dan mengangkat “prestasi” dan “kompetensi” sebagai basis promosi pegawai. Camat diangkat oleh bupati/walikota atas usul sekretaris daerah kabupaten/kota dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pengetahuan teknis pemerintahan meliputi: a.
menguasai bidang ilmu pemerintahan dibuktikan dengan ijazah diploma/sarjana pemerintahan; dan
b.
pernah bertugas di desa, kelurahan, atau kecamatan paling singkat 2 (dua) tahun.
II.5. PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN KECAMATAN Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan menjelaskan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan, disusun perencanaan pembangunan sebagai kelanjutan dari hasil Musyawarah Perencanaan
Pembangunan
Desa/Kelurahan.
Perencanaan
pembangunan
kecamatan merupakan bagian dari perencanaan pembangunan kabupaten/kota. Perencanaan pembangunan kecamatan dilakukan melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan secara partisipatif. Kecamatan sebagai satuan kerja perangkat daerah menyusun rencana anggaran satuan kerja perangkat daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Rencana anggaran satuan kerja perangkat daerah kecamatan disusun berdasarkan rencana kerja kecamatan yang disusun berdasarkan rencana strategis kecamatan.
II-13
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
II.6. PELAYANAN KECAMATAN Pelayanan
publik
menjadi
fokus
utama
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan Kecamatan, sejalan dengan pergeseran orientasi negara ke publik dalam pemerintahan (birokrasi). Kepuasan publik (masyarakat) senantiasa akan menjadi pusat penyelenggaraan fungsi Kecamatan. Salah satu tujuan otonomi daerah melalui kebijakan desentralisasi adalah untuk mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Pada pengertian ini, peran Kecamatan seharusnya signifikan, karena Kecamatan berada pada jajaran terdepan pemerintahan daerah yang berhadapan berhubungan dengan masyarakat (publik). Ternyata, dalam realisasinya, kedekatan “posisi” Kecamatan dengan masyarakat ini tidak serta merta linier dengan kewenangan pelayanan publik yang dimiliki oleh Kecamatan secara regulasi. Apalagi pada saat sekarang ini telah banyak dihasilkan regulasi yang mengamanatkan pengembangan unit pelayanan terpadu. Akibatnya banyak daerah sedang dan/atau telah membangun kelembagaan unit pelayanan terpadu, yang melaksanakan peran penyelenggaran one stop service (OSS) dari berbagai jenis pelayanan publik; semua jenis pelayanan terpusat pada satu tempat. Kondisi demikian tentunya semakin menjauhkan pelayanan publik dari masyarakatnya, terutama bila tidak didukung dengan kemutakhiran teknologi informasi, mekanisme jejaring dan kerjasama antar SKPD dan antar jenjang pemerintahan. Bila ingin optimal, maka OSS ini harus mampu memberikan kemudahan pelayanan kepada masyarakat, terutama dari sisi kemudahan akses (jarak pelayanan), disamping kriteria yang lain. Belum lagi masih adanya kerancuan regulasi pelayanan antar sektor dan antar hierarki pemerintahan. Hal ini memberikan dampak yang kurang baik dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat. Ujung penyebab dari semuanya itu adalah aspek kewenangan pelayanan yang masih belum jelas teridentifikasi dan terdelegasi. Hal ini menjadi tugas bagi pemerintah Kabupaten Jepara, untuk
II-14
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
mengidentifikasi, kemudian memberikan ketegasan, pihak mana (SKPD) yang seharusnya
melaksanakan
kewenangan
pelayanan
tersebut;
termasuk
kewenangan pelayanan publik yang harus dilaksanakan oleh Kecamatan. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2010 secara khusu mengatur tentang Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan yang artinya penyelenggaraan pelayanan publik di kecamatan dari tahap permohonan sampai ke tahap terbitnya dokumen dalam satu tempat. Adapun ruang lingkup nya adalah a) pelayanan bidang perizinan; dan b). pelayanan bidang non perizinan.
II-15
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
BAB III
KONDISI KECAMATAN KABUPATEN JEPARA
III.1. GAMBARAN UMUM KABUPATEN JEPARA 3.1.1. Aspek Geografi 1)
Luas dan Batas Wilayah Administrasi Kabupaten Jepara memiliki wilayah seluas 100.413,189 ha atau 1.004,132
km², menempati 3,09 % dari wilayah Provinsi Jawa Tengah dengan batas-batas wilayah Kabupaten Jepara secara administratif adalah sebelah Barat dan Utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kudus dan Pati dan sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Demak. Jarak terdekat dari ibukota kabupaten adalah Kecamatan Jepara yaitu 7 km dan jarak terjauh adalah Kecamatan Karimunjawa yaitu 90 km. Kabupaten Jepara terbagi dalam 16 kecamatan, 11 kelurahan, dan 185 desa, serta 1.000 RW dan 4.622 RT. Menurut klasifikasinya baik kelurahan maupun desa di Kabupaten Jepara termasuk swasembada. 2)
Letak dan Kondisi Geografis Secara geografis Kabupaten Jepara terletak pada posisi 110° 9' 48, 02"
sampai 110° 58' 37,40" Bujur Timur, 5° 43' 20,67" sampai 6° 47' 25,83" Lintang Selatan, sehingga merupakan daerah paling ujung sebelah utara dari Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Jepara terbagi menjadi 16 kecamatan dan ini berbatasan langsung dengan Laut Jawa di sebelah utara dan barat, Kabupaten Demak di sebelah selatan, serta Kabupaten Kudus dan Pati di sebelah timur. Dipandang dari ketinggian permukaan tanah dari permukaan air laut, wilayah Kabupaten Jepara terletak mulai dari 0 m sampai dengan 1.301 m. Di wilayah Jepara bagian utara juga, lahannya didominasi oleh usaha perkebunan, kehutanan, serta pertanian tanaman pangan. Dan, Jepara yang memiliki garis pantai sepanjang 72 km, memiliki potensi dalam bidang perikanan
III-1
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
sangat besar. Sedangkan keberhasilannya nampak pada semakin meningkatnya peran serta para pelaku pembangunan sektor perikanan yaitu pembudidaya tambak, nelayan, KUD, swasta dan semakin efektifnya pelaksanaan dan fungsi Pemerintah. Kabupaten Jepara yang memiliki garis pantai sepanjang 72 km, memiliki potensi dalam bidang perikanan sangat besar. Sedangkan keberhasilannya nampak pada semakin meningkatnya peran serta para pelaku pembangunan sektor perikanan yaitu pembudidaya tambak, nelayan, KUD, swasta dan semakin efektifnya pelaksanaan dan fungsi Pemerintah. Dengan garis pantai sepanjang 72 km termasuk keberadaan Karimunjawa, maka luas wilayah penangkapan laut, baik jalur I, II dan III mencapai 1.500 km2. Sedangkan budidaya laut dapat dilakukan di atas areal seluas 10.000 Ha dan luas areal budi daya laut dan penangkapan di perairan umum mencapai 1.472 Ha lebih. Selain pantai, dari wilayah Kabupaten Jepara juga mencakup luas lautan sebesar 1.845,6 km². Pada lautan tersebut terdapat daratan kepulauan sejumlah 29 pulau, dengan 5 pulau berpenghuni dan 24 pulau tidak berpenghuni. Wilayah kepulauan tersebut merupakan Kecamatan Karimunjawa yang berada di gugusan Kepulauan Karimunjawa, yakni gugusan pulau-pulau yang ada di Laut Jawa dengan dua pulau terbesarnya adalah Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan. Sedangkan sebagian besar wilayah perairan tersebut dilindungi dalam Taman Nasional Karimunjawa. Dikaitkan dengan bentuk pulau Jawa, posisi wilayah Kabupaten Jepara ini sebenarnya kurang menguntungkan. Berada di ujung utara Pulau Jawa menjadikan Jepara tak terlewati jalur utama pantura. Jarak ibu kota Kabupaten Jepara dengan ibu kota daerah-daerah lain adalah sebagai berikut:
•
Kudus
:
35 km
•
Pati
:
59 km
•
Rembang
:
95 km
III-2
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
3)
•
Demak
:
45 km
•
Blora
: 131 km
•
Jakarta
: 561 km
•
Semarang
:
•
Surabaya
: 294 km
76 km
Topografi Kabupaten Jepara yang merupakan daerah di kawasan utara Jawa ini
secara topografi dapat dibagi dalam empat wilayah yaitu: §
wilayah pantai di bagian pesisir Barat dan Utara
§
wilayah dataran rendah di bagian tengah dan Selatan
§
wilayah pegunungan di bagian Timur yang merupakan lereng Barat dari Gunung Muria
§
wilayah perairan atau kepulauan di bagian utara yang merupakan serangkaian Kepulauan Karimunjawa.
Kabupaten Jepara memiliki variasi ketinggian antara 0 m sampai dengan 1.301 m dpl (dari permukaan laut), daerah terendah adalah Kecamatan Kedung antara 0 – 2 mdpl yang merupakan dataran pantai, sedangkan daerah yang tertinggi adalah Kecamatan Keling antara 0-1.301 mdpl merupakan perbukitan. Variasi ketinggian tersebut menyebabkan Kabupaten Jepara terbagi dalam empat kemiringan lahan, yaitu datar 41.327,060 Ha, bergelombang 37.689,917 Ha, curam 10.776 Ha dan sangat curam 10.620,212 Ha. Sebagai akibat dari wilayah yang cenderung ke arah kawasan pesisir pantai, Kabupaten Jepara memiliki 6 bentuk lahan yang fungsional yaitu
§
Dataran
§
Dataran aluvial
§
Lembah aluvial
§
Pegunungan sekitar pantai
§
Perbukitan
III-3
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
§
Rawa pasang surut
Sedangkan jenis tanahnya menurut topografi kawasan Kabupaten Jepara memiliki 4 Jenis tanah yaitu §
Andosol coklat
§
Regosol
§
Alluvial
§
latosol
Daratan utama Kabupaten Jepara berdasarkan sistem hidrologi merupakan kawasan yang berada pada lereng Gunung Muria bagian barat yang mengalir sungai-sungai besar yang memiliki beberapa anak sungai. Sungai-sungai besar tersebut antara lain Sungai Gelis, Keling, Jarakan, Jinggotan, Banjaran, Mlonggo, Gung,
Wiso,
Pecangaan,
Bakalan,
Mayong
dan
Tunggul.
Berdasarkan
karakteristik topografi wilayah, aliran sungai relatif dari daerah hulu dibagian timur (Gunung Muria) ke arah barat (barat daya, barat, dan barat laut) yaitu daerah hilir (laut Jawa).Penutupan Batuan atau singkapan batuan merupakan masalah yang terjadi pada permukaan tanah yang tertutup oleh batuan di Kabupaten Jepara, hal tersebut menjadi salah satu sebab kurang suburnya tanah di Kabupaten Jepara karena tanah yang tertutup batuan menjadi keras dan sulit untuk ditanami.
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Tabel 3.1. Data Ketinggian dari Permukaan Air Laut Kecamatan Ketinggian Kedung 0 2m Pecangaan 2 - 17 m Kalinyamatan 2 - 29 m Welahan 2 7m Mayong 13 - 438 m Nalumsari 13 - 736 m Batealit 68 - 378 m Jepara 0 - 46 m Tahunan 0 - 50 m Mlonggo 0 - 300 m Pakisaji 25 - 1.000 m Bangsri 0 - 594 m
III-4
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
No. 13 14 15 16
Kecamatan Kembang Keling Donorojo Karimunjawa
Ketinggian 0 - 1.000 m 0 - 1.301 m 0 - 619 m 0 - 100 m
Sumber : Jepara Dalam Angka 2013
4)
Geologi a)
Struktur dan Karakteristik Kabupaten Jepara merupakan dataran aluvial yang tersusun oleh endapan lumpur yang berasal dari sungai-sungai yang bermuara di pesisir pantai dan terbawa oleh arus sepanjang pantai. Sebaran jenis tanah pada wilayah ini yaitu berupa aluvial hiromorf, regosol coklat, asosiasi mediteran coklat tua dan mediteran coklat, grumosol kelabu
tua,
asosiasi
hidromorf
kelabu,
dan planosol
coklat
keabuan.Kabupaten Jepara terletak dalam lereng utara dan barat Gunung Muria. Daratan Kabupaten Jepara terdapat beberapa jenis tanah, yang dapat diklasifikasikan menjadi 4 jenis tanah berikut Andosol Coklat, terdapat di perbukitan bagian utara dan puncak Gunung Muria seluas 3.525,469 Ha, Regosol terdapat di bagian utara seluas 2.700,857 Ha, Alluvial terdapat di sepanjang pantai utara seluas 9.126,433 Ha, Asosiasi Mediterian terdapat di pantai barat seluas 19.400,458 Ha dan Latosol yang merupakan jenis tanah paling dominan di Kabupaten Jepara terdapat di perbukitan Gunung Muria seluas 65.659,972 Ha. b)
Potensi Lahan di kawasan Kabupaten Jepara cocok digunakan untuk budidaya tambak mengingat kondisi fisik lingkungannya yang dekat dengan pantai. Selain sebagai budidaya tambak lahan dikawasan jepara yang datar juga cocok difungsikan untuk perkebunan atau budidaya pertanian ringan khususnya pada kawasan yang berbukit.
III-5
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
Lahan di Kabupaten Jepara terdapat banyak kawasan yang merupakan hasil dari pengendapan tanah yang terkena air sunagi atau laut akibat abrasi yang sulit difungsikan dan terkadang berubah menjadi daerah rawa yang hanya bisa dimanfaatkan untuk budidaya tanaman tertentu. 5)
Klimatologi Kabupaten Jepara beriklim tropis dengan pergantian musim penghujan dan
kemarau. Musim penghujan antara bulan Nopember-April dipengaruhi oleh musim Barat sedang musim kemarau antara bulan Mei-Oktober yang dipengaruhi oleh angin musim Timur. Rata-rata hari hujan per kecamatan pada tahun 2011 adalah 102 hari, kondisi ini lebih rendah dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 150 hari. Wilayah kecamatan yang langsung berbatasan dengan garis pantai memiliki rata-rata hari hujan lebih sedikit dari pada daerah lainnya. Curah hujan tertinggi tercatat 2.617 mm, dengan jumlah hari hujan 99 hari terdapat di Kecamatan Keling, sedangkan curah hujan terendah sebesar 1.380 mm dengan 71 hari hujan terdapat di kecamatan Nalumsari, dengan suhu rata-rata antara 21,55 oC sampai dengan 32,71 oC. Suhu Kabupaten Jepara berkisar antara 25oC – 32oC. Hal ini dikarenakan Kabupaten Jepara berada dalam iklim tropis. Kelembaban Kabupaten Jepara berkisar antara 55% - 91%. 6)
Penggunaan Lahan Luas wilayah Kabupaten Jepara tercatat mencapai 100.413,19 Ha.
Kecamatan yang terluas adalah Keling yaitu 12.311,588 ha dan kecamatan yang
terkecil
adalah Kalinyamatan 2.370,001 ha. Sedangkan
menurut
penggunaannya terdiri dari tanah sawah 26.581,636 ha (26,17%) dan tanah kering 73.831,553 ha (73,83%). Menurut penggunaannya sebagian besar lahan sawah digunakan sebagai lahan sawah berpengairan irigasi sederhana (41,91%), kemudian lahan sawah dengan irigasi teknis (36,57%), selainnya berpengairan irigasi setengah teknis dan tadah hujan.
III-6
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
Sedangkan lahan bukan lahan sawah digunakan untuk tegal/huma sebesar 37,54% yang merupakan persentase penggunaan terbesar, kemudian digunakan untuk bangunan/pekarangan, perkebunan, hutan negara, tambak/kolam dan padang rumput. 7)
Potensi Daerah
a)
Potensi Pertanian Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan khususnya kecukupan beras, Pemerintah Kabupaten Jepara terus memacu produktifitas padi. Hal ini dapat dilihat dari produksi gabah pada pertanian padi sawah mencapai 210.610 ton, dan produksi beras mencapai 132.684 ton di tahun 2013. Sementara itu, produksi gabah dan beras pada pertanian padi ladang mencapai 5.915 ton dan 3.726 ton di tahun 2013, dengan produktivitas mencapai 32,88 Kw/ Ha. Selain itu, produktivitas pertanian lainnya di tahun 2013 diantaranya adalah produktivitas jagung mencapai 59,37 Kw/ Ha dengan total produksi 25.607 ton; produktivitas kacang kedelai mencapai 10 Kw/ Ha dengan total produksi mencapai 33 ton; produktivitas kacang tanah mencapai 12,95 Kw/ Ha dengan total produksi 42,74 ton; produktivitas ubi kayu mencapai 231 Kw/ Ha dengan total produksi mencapai 177,816 ton; produktvitas ubi jalar mencapai 159 Kw/ Ha dengan total produksi mencapai 2.054 ton.
b)
Potensi Perikanan Sub sektor perikanan meliputi kegiatan perikanan laut dan darat. jumlah produksi ikan perikanan laut pada tahun 2013 mencapai 2.223,3 ton, serta produksi ikan perikanan darat mencapai 1.219,22 ton. Dengan melihat kondisi tersebut diatas, maka sektor perikanan baik perikanan laut maupun perikanan darat masih mempunyai peluang yang cukup besar untuk dikembangkan.
III-7
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
c)
Potensi Pariwisata Obyek wisata yang menjadi favorit tujuan wisatawan diantaranya adalah Masjid Mantingan dengan jumlah pengunjung sebanyak 35,54 persen, dan Pantai Kartini sebanyak 30,20 persen, kemudian Pantai Tirta Samudra sebanyak 22,17 persen, selain itu tujuan wisata yang diprediksi akan menjadi primadona baru tujuan wisata di Jepara adalah Taman Nasional Laut Karimunjawa, dimana dengan kehadiran kapal cepat yang melayani
penyeberangan
Jepara-Karimunjawa
diharapkan
akan
meningkatkan kunjungan wisatawan ke Karimunjawa. Beberapa potensi pariwisata di Kabupaten Jepara adalah : 1. Pantai Kartini Terletak ± 2,5 km ke arah barat dari Pendopo Kabupaten Jepara. Obyek wisata ini berada di Kelurahan Bulu Kecamatan Jepara dan merupakan obyek wisata alam yang menjadi dambaan wisatawan. Berbagai sarana pendukung seperti dermaga, permainan anak-anak (komedi putar, mandi bola) dan lain-lain telah tersedia untuk pengunjung. Kawasan dengan luas tanah ± 3,5 ha ini merupakan kawasan strategis, karena sebagai jalur transportasi laut menuju obyek wisata Taman Karimunjawa dan Pulau Panjang. 2. Pantai Tirta Samudra Yang lebih dikenal masyarakat dengan sebutan Pantai Bandengan terletak ±7 km sebelah utara dari pusat kota. Pantai yang airnya jernih dan berpasir putih ini sangat cocok untuk lokasi mandi. Tak jarang para wisatawan yang datang ke obyek ini sengaja melakukan mandi laut. Bisaanya saat yang paling disukai adalah pada waktu pagi hari dan disaat sore menjelang senja dimana akan tampak panorama sunset yang memukau.
III-8
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
3. Benteng Portugis Salah satu obyek wisata andalan di Jepara adalah Benteng Portugis yang terletak di Desa Banyumanis Kecamatan Keling atau ± 45 km di sebelah utara kota Jepara, dan untuk mencapainya tersedia jalan aspal dan transportasi reguler. 4. Air Terjun Songgolangit Terletak di Desa Bucu Kecamatan Kembang ± 30 km sebelah utara dari kota Jepara. Air terjun ini mempunyai ketinggian ± 80 meter dan lebar ± 2 meter. Konon menurut cerita bahwa di tempat ini akan menjadikan awet muda kepada para pengunjung yang melakukan cuci muka ataupun mandi. 5. Wana Sreni Indah Terletak ± 35 km ke arah timur dari pusat kota Jepara, menuju Kabupaten Kudus, tepatnya di Desa Bategede Kecamatan Nalumsari. Sebuah desa yang terletak di belakang Lereng Gunung Muria, dengan topografis berupa perbukitan dengan ketinggian sekitar 100 M dpl sampai dengan 180 M dpl, suhu udara rata-rata 25° C - 28° C sehingga udara daerah sekitar obyek wisata tersebut sejuk segar. 6. Perang Obor Tegal Sambi Upacara tradisional ”Obor-oboran” merupakan salah satu upacara tradisional yang dimiliki oleh masyarakat Kabupaten Jepara, khususnya Desa Tegal Sambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara yang tiada duanya di Jawa Tengah ini dan mungkin di seluruh Indonesia. 7. Kelenteng ” Hian Thian Siang Tee” Welahan Kelenteng Welahan yang diberi nama “ Hian Thian Siang Tee” terletak 24 km ke arah selatan dari pusat kota Jepara, di Desa Welahan Kecamatan Welahan Kabupaten Jepara, sebuah desa yang menyimpan peninggalan kuno Tiongkok dan menjadi
salah satu asset wisata
sejarah di Jepara, di mana berdiri megah 2 buah kelenteng yang
III-9
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
dibangun seorang tokoh pengobatan dari Tiongkok bernama Tan Siang Hoe bersama dengan kakaknya bernama Tan Siang Djie. 8. Makam Mantingan Jepara Masjid dan makam Mantingan terletak 5 km arah selatan dari pusat kota Jepara di Desa Mantingan Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara, sebuah desa yang menyimpan Peninggalan Kuno Islam dan menjadi salah satu aset wisata sejarah di Jepara, di mana di sana
berdiri
megah sebuah masjid yang dibangun oleh seorang tokoh Islamik yaitu Pangeran Hadlirin suami Ratu Kalinyamat yang dijadikan sebagai pusat aktivitas penyebaran agama Islam di pesisir utara Pulau Jawa dan merupakan masjid kedua setelah Masjid Agung Demak. 9. Museum RA. KARTINI Museum RA Kartini terletak di pusat kota atau tepatnya di sebelah utara alun-alun Kota Jepara. Museum RA Kartini termasuk jenis museum umum dan sekaligus sebagai obyek wisata sejarah.Tujuan didirikannya museum ini adalah untuk mengabadikan jasa-jasa perjuangan RA Kartini dengan cara mendokumentasikan, memamerkan dan memvisualisasikan benda-benda bersejarah peninggalan milik kakak kandungnya serta benda warisan budaya lainnya yang banyak ditemukan di daerah Kabupaten Jepara. 10. Potensi Khusus Karimunjawa Taman Nasional Laut Karimunjawa termasuk wilayah Kabupaten Jepara, yang terdiri dari 1 kecamatan 4 desa dan 27 pulau (5 pulau berpenghuni, 22 pulau kosong) terdiri dari beberapa suku, adapun jarak Jepara Karimunjawa adalah 48 mil laut.Taman Nasional Laut Karimunjawa memang memiliki daya tarik tersendiri dan sangat cocok untuk wisata bahari.
III-10
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
d)
Potensi Hutan Sektor kehutanan mencakup dua jenis kegiatan, yakni penebangan kayu dan pengambilan hasil hutan lainnya. Kegiatan penebangan kayu menghasilkan kayu gelondongan, kayu bakar, arang dan bambu, sedangkan hasil kegiatan pengambilan hasil hutan lainnya berupa getah pinus. Nilai produksi kehutanan atas dasar harga berlaku pada tahun 2012 mencapai Rp.97.285,06 juta. Sedangkan nilai produksi kehutanan atas dasar harga konstan 2000 tahun 2012 mencapai Rp.37.662,00 juta.
e)
Potensi Industri Sektor industri merupakan tiang penyangga utama daripada perekonomian Kabupaten Jepara. Sektor ini dibedakan dalam kelompok industri besar, industri sedang dan industri kecil dan kerajinan rumahtangga. Menurut BPS, industri besar adalah perusahaan dengan karyawan / tenagakerja 100 orang ke atas. Industri sedang adalah perusahaan dengan tenagakerja antara 20 sampai 99 orang. Industri kecil adalah perusahaandengan tenaga-kerja antara 5 sampai 19 orang dan industri rumah tangga punya tenaga kerjakurang dari 5 orang. Data yang diperoleh dari Dinas Perindustriandan Perdagangan, tahun 2013 menyatakan jumlah total unit kerja industri kecil mencapai 12.257 unit dengan total nilai produksi mencapai Rp.3.141.889 juta; jumlah total unit industri besar mencapai 154 unit dengan total nilai produksi mencapai Rp.1.185,15 juta; sedangkan jumlah total unit usaha rumah tangga mencapai 12.263 unit dengan total tenaga kerja yang terserap mencapai 117.243 orang.
f)
Potensi Perdagangan Bila dilihat dari banyaknya sarana perdagangan, jenis sarana perdagangan yang terdapat di Kabupaten Jepara pada tahun 2013 diantaranya adalah pasar tradisional sebanyak 21 pasar; pasar local
III-11
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
sebanyak 48 pasar; serta pasar swalayan/ supermarket/ toserba sebanyak 43 pasar. Sementara itu, PDRB Atas Dasar Harga Berlaku tahun 2012 sektor perdagangan mencapai Rp.2.319.088,53 juta. Sementara itu PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 sektor ini mencapai Rp.1.011.934,14 juta. 3.1.2. Demografi Jumlah penduduk Kabupaten Jepara akhir tahun 2013 terdapat 1.215.023 jiwa yang terdiri dari 614.964 laki-laki (50,61 persen) dan 600.059 perempuan (49,39 persen). Berdasarkan jumlah pendudk tersebut, total penduduk wajib KTP mencapai 874.959 jiwa, namun hanya 726.004 jiwa (82,98%) penduduk yang memiliki KTP. Sementara itu, jumlah KK yang terdaftar mencapai 375.678 KK, dari total 4.622 rumah tangga. Penduduk terpadat berada di Kecamatan Jepara (3.390 jiwa per km2), sedangkan kepadatan terendah berada di Kecamatan Karimunjawa (127 jiwa per km2).Menurut
kelompok umur, sebagian besar penduduk Kabupaten Jepara
termasuk dalam usia produktif (15-64 tahun) sebanyak 772.953 jiwa (67,51 persen) dan selebihnya 303.235 jiwa (26,49 persen) berusia di bawah 15 tahun dan 68.728 jiwa (6,00 persen) berusia 65 tahun ke atas. Sedangkan besarnya angka ketergantungan (dependency ratio) Kabupaten Jepara adalah 481,23. Hal ini berarti bahwa setiap 1.000 orang berusia produktif menanggung sebanyak 481 orang penduduk usia di bawah 15 tahun dan 65 tahun ke atas. Selain itu, selama tahun 2013, jumlah kelahiran hidup mencapai 8.669 jiwa, dengan jumlah angka kematian bayi mencapai 9,82%. Dilihat dari tingkat Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate - CBR) yang merupakan jumlah anak yang dilahirkan per 1.000 orang penduduk tercatat sebesar 18,83.
III-12
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
Tabel 3.2. Jumlah Penduduk Kabupaten Jepara Tahun 2008-2012 Tahun Kecamatan 2008 2009 2010 2011 Kedung 70.944 72.058 70.835 72.795 Pecangaan 75.905 77.097 77.172 83.902 Kalinyamatan 56.959 57.854 58.140 60.744 Welahan 71.908 73.037 69.496 79.882 Mayong 81.978 83.265 82.831 77.790 Nalumsari 70.081 71.182 68.606 79.495 Batealit 75.543 76.729 77.923 85.624 Tahunan 96.535 98.052 101.581 98.182 Jepara 76.159 77.355 79.508 99.207 Mlonggo 75.935 77.128 77.794 80.225 Pakis Aji 53.536 54.377 54.690 64.489 Bangsri 94.111 95.590 93.798 107.710 Kembang 65.433 66.461 64.798 71.501 Keling 60.461 61.411 58.435 67.298 Donorojo 56.664 57.554 52.958 65.012 Karimunjawa 8.687 8.823 8.715 9.567 TOTAL 1.090.839 1.107.973 1.097.280 1.203.423
2012 73.902 80.632 60.980 71.937 86.197 71.119 81.479 107.444 83.616 81.564 57.368 97.654 67.205 60.301 54.500 9.018 1.144.916
Sumber : Jepara Dalam Angka 2013
Jika dilihat dari
komposisi penduduk menurut umur, pada tahun 2011
sebanyak 296.149 jiwa atau 24,61 persen penduduk Kabupaten Jepara berada pada kelompok umur 0 -14 tahun. Sementara itu kelompok umur 15 - 64 tahun sebesar 842.245 jiwa atau 69,98 persen dan 65 ke atas sebesar 5,41 persen atau 65.029 jiwa. Penduduk Umur 0 -14 thn 15-64 thn 65 + Jumlah
2008 318.436 721.092 51.311 1.090.839
Tabel 3.3. Kelompok Umur Tahun 2008-2012 Tahun 2009 2010 2011 323.438 300.246 296.149 732.419 733.231 842.245 52.116 63.806 65.029 1.107.973 1.097.280 1.203.423
2012 303.235 772.953 68.728 1.144.916
Sumber : Jepara Dalam Angka 2012
Hampir di setiap tahunnya penduduk laki-laki memiliki persentase yang lebih banyak diperbandingkan dengan jumlah penduduk perempuan. Dalam tabel
III-13
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
nampak bahwa pada tahun 2012 jumlah penduduk laki-laki sebesar 570.684 jiwa atau 49,85 persen dan perempuan sebesar 574.232 jiwa atau 50,15 persen.
Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tabel 3.4. Persentase Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tahun 2008-2013 Jumlah Laki-Laki % Perempuan Penduduk 1.090.839 548.953 50,32 541.886 1.107.973 557.576 50,32 550.397 1.097.280 548.344 49.97 575.517 1.203.423 608.098 50,53 595.325 1.144.916 570.684 49,85 574.232 1.215.023 614.964 50,61 600.059
% 49,68 49,68 50,03 49,47 50,15 49,39
Sumber : BAPPEDA 2013
Dengan luas wilayah sekitar 1.004,132 kilometer persegi yang didiami oleh 1.215.023 orang, maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk pada tahun 2013 adalah
1.210 orang per kilometer persegi. Sementara pada tahun 2012,
penduduk terpadat berada di Kecamatan Jepara dengan 3.390 jiwa/km2, sedangkan terendah di Kecamatan Karimunjawa dengan 127 jiwa/km2. Tingginya tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan Jepara dikarenakan aglomerasi aktivitas ekonomi masyarakat sebagian besar tersentral di Kecamatan Jepara khususnya pada kawasan sekitar CBD (Central Bussiness District), yang padat dengan aktifitas perdagangan dan jasa. Tabel 3.5. Kepadatan Penduduk Kabupaten Jepara Tahun 2008-2012 Tahun Kecamatan 2008 2009 2010 2011 Kedung 1647 1673 1645 1690 Pecangaan 2116 2149 2151 2370 Kalinyamatan 2403 2441 2453 2512 Welahan 2601 2642 2514 2890 Mayong 1260 1280 1273 1196 Nalumsari 1230 1250 1204 1396 Batealit 850 863 877 963 Tahunan 2481 2520 2611 2524 Jepara 3087 3136 3223 4022 Mlonggo 1791 1819 1835 779
III-14
2012 1716 2247 2573 2602 1325 1248 917 2762 3390 1924
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
Kecamatan Pakis Aji Bangsri Kembang Keling Donorojo Karimunjawa TOTAL
2008 884 1103 605 491 522 122 1086
2009 898 1120 615 499 530 124 1103
Tahun 2010 903 1099 599 475 487 122 1093
2011 1104 1262 661 547 598 134 1133
2012 947 1144 622 490 502 127 1140
Sumber : Jepara Dalam Angka 2013
Sex Ratio merupakan perbandingan yang menunjukkan jumlah laki-laki dan perempuan di suatu daerah. Sex Ratio penduduk Kabupaten Jepara 2012 sebesar 99,38%. Sex Ratio terbesar terdapat di Kecamatan Tahunan sebesar 102,76 % yang berarti jumlah penduduk laki-laki 2,76% lebih banyak di bandingkan jumlah penduduk perempuan, sedangkan sex ratio terkecil terdapat di Kecamatan Kembang yakni 96,79% yang artinya jumlah penduduk perempuan 3,21% lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk laki-laki. Tabel 3.6. Sex Ratio Penduduk Kabupaten Jepara Tahun 2008-2012 Sex Ratio ( L/P ) X 100 Kecamatan 2008 2009 2010 2011 Kedung 101 101 99,38 100 Pecangaan 99 99 98,27 101 Kalinyamatan 98 98 98.71 100 Welahan 100 100 97,71 101 Mayong 99 99 98,83 102 Nalumsari 99 99 97.23 98 Batealit 104 104 100,47 103 Tahunan 107 107 103.23 104 Jepara 103 103 101,44 102 Mlonggo 103 103 102,64 104 Pakis Aji 105 105 101,39 106 Bangsri 101 101 100,84 102 Kembang 98 98 97.22 101 Keling 101 101 98.02 99 Donorojo 101 101 99.23 101 Karimunjawa 103 103 101,87 103 TOTAL 101 101 95.28 102 Sumber : Jepara Dalam Angka 2013
III-15
2012 98,93 97,83 98,27 97,27 98,40 96,80 100,02 102,76 100,99 102,18 100,93 100,39 96,79 97,58 98,79 101,43 99,38
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Jepara rata-rata pertahun selama sepuluh tahun terakhir dari tahun 2000-2010 sebesar 1,14 persen. Sedagkan laju pertumbuhan penduduk tahun 2008-2012 dapat terlihat pada tabel berikut :
Uraian
Tabel 3.7. Laju Pertumbuhan Penduduk Tahun 2008-2012 Tahun 2008 2009 2010 2011
Pertumbuhan 1,60 Penduduk Sumber : Jepara Dalam Angka 2013
1,57
0,97
1,54
2012 1,84
Sedangkan besarnya angka ketergantungan (dependency ratio) Kabupaten Jepara adalah 478,78. Hal ini berarti bahwa setiap 1.000 orang berusia produktif menanggung sebanyak 479 orang penduduk usia di bawah 15 tahun dan 65 tahun ke atas.
III-16
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
III.2. PROFIL KECAMATAN KABUPATEN JEPARA A.
Lokasi Kecamatan Kabupaten Jepara terbagi menjadi 16 kecamatan dengan luas wilayah
masing-masing kecamatan sebagaimana tabel dibawah ini. Sedangkan menurut pembagian administrasi wilayah setingkat desa dan kelurahan, wilayah Kabupaten Jepara terdiri atas 184 desa dan 11 kelurahan.
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Tabel 3.8. Kecamatan dan Luas Wilayah di Kabupaten Jepara Kecamatan Ha Km2 Persentase Kedung 4.306,281 43,063 4,29 Pecangaan 3.587,806 35,878 3,57 Kalinyamatan 2.370,001 23,700 2,36 Welahan 2.764,205 27,642 2,75 Mayong 6.504,268 65,043 6,48 Nalumsari 5.696,538 56,965 5,67 Batealit 8.887,865 88,879 8,85 Tahunan 3.890,581 38,906 3,87 Jepara 2.466,699 24,667 2,46 Mlonggo 4.240,236 42,402 4,22 Pakis Aji 6.055,280 60,553 6,03 Bangsri 8.535,241 85,352 8,50 Kembang 10.812,384 108,124 10,77 Keling 12.311,588 123,116 12,26 Donorojo 10.864,216 108,642 10,82 KarimunJawa 7.120,000 71,200 7,09 Total 100.413,189 1.004,132 100,00
Sumber : Jepara Dalam Angka 2013
Dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Bagian Wilayah Kabupaten Jepara, pengembangan wilayah Kabupaten Jepara terbagi dalam 6 Sub Wilayah Pembangunan (SWP) berikut ini: 1) SWP I : Jepara, dengan jangkauan pelayanan meliputi wilayah Kecamatan Jepara, Tahunan, Kedung dan Batealit. Potensi pengembangan meliputi sektor industri kerajinan, perikanan dan pariwisata;
III-17
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
2) SWP II : Bangsri, dengan jangkauan pelayanan meliputi wilayah Kecamatan Bangsri, Kembang dan Mlonggo. Potensi pengembangan meliputi sektor pertanian tanaman pangan dan peternakan serta sektor energi (PLTU); 3) SWP III: Pecangaan, dengan jangkauan pelayanan meliputi wilayah Kecamatan Pecangaan, Kalinyamatan dan Welahan. Potensi pengembangan meliputi sektor industri kerajinan dan pertanian tanaman pangan; 4) SWP IV : Karimunjawa, dengan jangkauan pelayanan meliputi wilayah Kecamatan Karimunjawa. Potensi pengembangan meliputi sektor perikanan, peternakan, pariwisata, pengelolaan sumber daya alam, pelestarian lingkungan hidup serta perhubungan laut; 5) SWP V : Keling, dengan jangkauan pelayanan meliputi wilayah Kecamatan Keling. Potensi pengembangan meliputi sektor perkebunan, peternakan dan perikanan; dan 6) SWP VI : Mayong, dengan jangkauan pelayanan meliputi wilayah Kecamatan Mayong dan Nalumsari. Potensi pengembangan meliputi sektor kerajinan, perdagangan dan pertanian tanaman pangan. Berdasarkan Peraturan daerah Kabupaten Jepara Nomor 2 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kaupaten Jepara Tahun 20112031, rencana penetapan kawasan strategis kabupaten meliputi: a)
Kawasan strategis untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi, meliputi: 1) kawasan perkotaan PKL dan PKLp; yaitu PKL di perkotaan Jepara dan Pecangaan; dan PKLp di perkotaan Bangsri, Mayong, Keling dan Karimunjawa; 2) Kawasan dan sentra industri, yaitu : Kawasan Industri Mulyoharjo (KIM) di Kecamatan Jepara; Kawasan Jepara-Tahunan; Kawasan
Pecangaan-Kalinyamatan-Welahan;
dan
Kawasan
Mayong-
Nalumsari; 3) Kawasan agropolitan, yaitu : kawasan agropolitan Jinggotan; kawasan agropolitan Bategede; dan kawasan agropolitan DamarwulanTempur; dan 4) Kawasan minapolitan, yaitu : Kawasan Minapolitan Bondo Kecamatan Bangsri.
III-18
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
b)
Kawasan strategis untuk kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi, meliputi: 1) Kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Kecamatan Kembang, Mlonggo dan Bangsri; 2) Kawasan Pembangkit Listrik energi baru dan terbarukan di Kecamatan se-kabupaten Jepara; dan 3) Kawasan Kampung Teknologi di Kecamatan Pakisaji dengan luas kurang lebih 110 (seratus sepuluh) ha.
c)
Kawasan strategis untuk kepentingan sosial budaya, meliputi: 1) Kawasan Benteng Portugis di Kecamatan Donorojo; 2) Kawasan Makam dan Masjid Mantingan di Kecamatan Tahunan; 3) Kawasan Museum Kartini di Kecamatan Jepara; 4) Kawasan Benteng VOC di Kecamatan Jepara; 5) Kawasan Pendopo Kabupaten di Kecamatan Jepara; 6) Kawasan Klenteng Hian Thian Siang Tee di Kecamatan Welahan; dan 7) Kawasan Monumen Ari-Ari Kartini di Kecamatan Mayong.
d)
Kawasan strategis untuk kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan, meliputi: 1) Kawasan lindung; 2) Kawasan di Kecamatan Keling dan Kecamatan Batealit yang berbatasan dengan Kabupaten Kudus (Kecamatan Gebog) diperuntukkan sebagai kawasan lindung; dan 3) Kawasan di Kecamatan Keling dan Donorojo yang berbatasan dengan Kabupaten Pati (Kecamatan Celuak) diperuntukkan sebagai kawasan lindung.
B.
Kondisi Kecamatan Diwilayah Kabupaten Jepara Untuk dapat mengkaji kapasitas kelembagaan Kecamatan di Kabupaten
Jepara, diperlukan instrumen yang dapat menggambarkan kondisi riil secara komprehensip sehingga penyusun menyajikan instrumen kepada narasumber dengan menggunakan 5 (lima) parameter/ faktor yang sekiranya dapat menggambarkan kondisi secara keseluruhan eksistensi Kecamatan dimaksud. Faktor Pertama, Jumlah Penduduk, beban kerja kelembagaan kecamatan sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk dalam cakupan wilayahnya. Semakin besar jumlah pendudukanya semakin besar pula beban kerja yang harus diampu
III-19
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
oleh sebuah Kecamatan, karena jumlah penduduk akan berpengaruh pada semua sektor pelayanan oleh Kecamatan. Faktor Kedua, Luas Daerah, selain jumlah penduduk luas daerah juga sangat berpengaruh pada beban kerja Kecamatan, semakin luas wilayahnya semakin berat pula beban kerja Kecamatan karena setiap sasaran kegiatan lokusnya sebagian besar tersebar di masyarakat sehingga mau tidak mau perangkat kecamatan harus mendatangi masyarakat yang lokasinya lebih jauh. Faktor Ketiga, Rentang Kendali, dalam hal ini mengukur nilai strategis pusat kecamatan dengan mengukur jarak dan waktu tempuh rata-rata masyarakat kelurahan/desa pergi ke Kecamatan sehingga dapat diketahui apakah penentuan pusat kecamatan dalam lokasi tertentu sudah tepat ataukah belum. Faktor Keempat, Aktivitas perekonomian, hal ini oleh sebagian kalangan dijadikan parameter tingkat kemajuan sebuah wilayah, semakin tinggi aktivitas perekonomiannya maka semakin maju pula wilayah tersebut karena perputaran uang semakin cepat. Faktor Kelima, Ketersediaan Sarana Dan Prasarana, khususnya sarana prasarana pemerintahan semakin lengkap maka akan semakin memudahkan masyarakat dan stake holder mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan pemerintah, hal yang paling mendasar terkait hal ini adalah sektor kesehatan dan pendidikan sehingga rasio penyediaan fasilitas dengan jumlah penduduk dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan pemerintah dalam melayani kebutuhan dasar masyarakat. Berdasarkan data yang masuk, maka penyusun mengambil sampel 5 (lima) Kecamatan untuk mendapatkan informasi terkait 5 (lima) faktor tersebut, dengan data sebagaimana tersaji dalam tabel dibawah ini : a.
Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk (menggambarkan luas wilayah dan jumlah penduduk pada masing-masing Kecamatan)
III-20
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
Tabel 3.9. Luas Wilayah Dan Jumlah Penduduk No.
Nama Kecamatan
Luas Wilayah (ha)
Jumlah Penduduk (org)
Ket.
Luas efektif dimanfaatkan 4.121 Ha. Luas efektif dimanfaatkan 4.239,535 Ha. Semua Lahan efektif dimanfaatkan Luas efektif dimanfaatkan 2.322,276 Ha. Luas efektif dimanfaatkan 1.521,419 Ha.
1.
Kecamatan Kedung
4.306,281
71.510
2.
Kecamatan Mlonggo
4.240,236
78.575
3.
Kecamatan Mayong
6.504,267
88.882
4.
Kecamatan Jepara
2.467,001
87.569
5.
Kecamatan Batealit
88,88 km2
81.540
b. Rentang Kendali (menggambarkan jarak ke pusat Kecamatan dan waktu tempuh dari masing-masing Desa/ Kelurahan. Tabel 3.10. Rentang Kendali Kecamatan
No.
Nama Kecamatan
Rata2 Jarak (km)
Waktu Tempuh (menit)
1. 2. 3. 4. 5.
Kecamatan Kedung Kecamatan Mlonggo Kecamatan Mayong Kecamatan Jepara Kecamatan Batealit
5 5 5,65 3,4 4,2
15 10 15 10 15
III-21
Ket.
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
c.
Aktivitas Perekonomian (menggambarkan aktivitas perekonomian diwilayah masing-masing Kecamatan yang diindikasikan dengan jumlah Bank, Lembaga Keuangan Non Bank, Kelompok Pertokoan dan Pasar). Tabel 3.11. Aktivitas Perekonomian No.
Nama Kecamatan
Bank
1. 2. 3. 4. 5.
Kecamatan Kedung Kecamatan Mlonggo Kecamatan Mayong Kecamatan Jepara Kecamatan Batealit
3 2 4 8 1
Lembaga Kel. Non Pertokoan Bank 5 2 3 6 2
Pasar
5 811 4 477
8 8 3 5 6
d. Ketersediaan Sarana Prasarana (menggambarkan rasio sekolah setiap tingkatan per penduduk,
rasio ketersediaan tenaga medis dan fasilitas
kesehatan per penduduk, rasio panjang jalan terhadap kendaraan, rasio sarana peribadatan terhadap jumlah penduduk, rasio fasilitas lapangan olah raga per penduduk, Prosentase kepemilikan kendaraan bermotor, prosentase pelanggan listrik dan jumlah balai pertemuan). Tabel 3.12. Rasio Sekolah Setiap Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah No.
Nama Kecamatan
1. Kecamatan Kedung 2. Kecamatan Mlonggo 3. Kecamatan Mayong 4. Kecamatan Jepara 5. Kecamatan Batealit Catatan : • SD • SLTP • SLTA
SD
SLTP
SLTA
1 : 222 0,51
1 : 518 0,38
1 : 694 0,26
KET.
: Rasio Sekolah Dasar per penduduk usia Sekolah Dasar : Rasio Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama per penduduk usia Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. : Rasio Sekolah Lanjutan Tingkat Atas per penduduk usia Sekolah Lanjutan Tingkat Atas.
III-22
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
Tabel 3.13. Rasio Tenaga Medis Dan Fasilitas Kesehatan Per Penduduk No. 1. 2. 3. 4. 5.
Nama Kecamatan Kecamatan Kedung Kecamatan Mlonggo Kecamatan Mayong Kecamatan Jepara Kecamatan Batealit
Tenaga Medis
Fasilitas Kesehatan
0,035 1 : 1.327 0,44
0,041 1 : 3.368 0,02
KET.
Tabel 3.14. Rasio Panjang Jalan Terhadap Kendaraan, Sarana Peribadatan Dan Fasilitas Olah Raga Per Penduduk No. 1. 2. 3. 4. 5.
Nama Kecamatan Kecamatan Kedung Kecamatan Mlonggo Kecamatan Mayong Kecamatan Jepara Kecamatan Batealit
Panjang Jalan
Sarana Peribadatan
Sarana OR
25,18 -
0,53 1 : 318 0,64
0,07 1 : 584 0,12
Tabel 3.15. Prosentase Rumah Tangga Pemilik Kendaraan Bermotor, Prosentase Jumlah Rumah Tangga Pelanggan Listrik Dan Jumlah Balai Pertemuan No.
1. 2. 3. 4. 5.
Nama Kecamatan
Kecamatan Kedung Kecamatan Mlonggo Kecamatan Mayong Kecamatan Jepara Kecamatan Batealit
Pemilik Kend. Bermtr
Pelanggan Listrik
Balai Pertemuan
45 75 0,27
79 99 83,62 1:8 0,71
18 19 18 13
Melihat komposisi data tersebut diatas, banyak faktor yang tidak terisi sehingga akan mengurangi validitas hasil analisis, namun setidaknya dengan mencermati data yang tersedia dapat dievaluasi bahwa penyebaran penduduk cukup merata pada beberapa Kecamatan, hanya Kecamatan Kedung yang
III-23
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
cenderung lebih sedikit daripada Kecamatan yang lain walupun secara kewilayahan cukup luas. Hal ini berbanding terbalik dengan Kecamatan Jepara dimana dengan wilayah yang tidak terlalu luas tapi jumlah penduduknya sangat banyank, hal ini tentu saja juga dipengaruhi letak kecamatan yang strategis ataupun dekat dengan pusat kekuasaan. Untuk rentang kendali atau dengan kata lain jarak Desa/ Kelurahan serta waktu tempuh ke pusat Kecamatan, kelima Kecamatan tersebut seimbang yaitu antara 4 s/d 5 km dengan waktu tempuh 10 s/d 15 menit, sehingga dapat disimpulkan bahwa sebenarnya pembagian kewilayahan kelima Kecamatan tersebut sudah cukup merata namun yang perlu dikaji lebih lanjut adalah karakteristik dari masing-masing wilayah Kecamatan. Dari sisi aktivitas perekonomian, berdasarkan data diatas masih belum bisa dikatakan merata ada yang sudah maju tapi ada juga yang masih perlu ditingkatkan, hal ini juga mengindikasikan bahwa pembangunan ekonomi diwilayah Kecamatan belum sepenuhnya merata. Hal ini juga dipengaruhi banyak faktor seperti misalnya kondisi geografis, sarana infrastruktur, karakteristik wilayah dan lain-lain. C.
Pelayanan Kecamatan Dalam tugasnya Kecamatan mempunyai kedudukan sebagai lembaga
perangkat daerah kabupaten sebagai pelaksana teknis kewilayahan yang mempunyai wilayah kerja tertentu yang dipimpin oleh Camat yang berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Mengacu pada Perda Nomor 13 tahun 2008 tentang organisasi dan tatakerja kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Jepara maka Camat mempunyai tugas pokok melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh Bupati untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Adapaun fungsi dari camat adalah sebagai berikut: 1.
Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat
2.
Mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban
III-24
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
3.
Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundangundangan
4.
Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas umum.
5.
Mengkoordinasikan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan
6.
Membina penyelenggaran pemerintahan desa dan/atau kelurahan
7.
Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan. Susunan organisasi di beberapa kecamatan di Kabupaten Jepara
menyesuaikan dengan kondisi lokal yang ada di wilayahnya, seperti di Kecamatan Karimunjawa dibentuk seksi Kelautan, Pesisir dan pulau-pulau kecil. Demikian pula untuk kecamatan yang memiliki pantai dibentuk seksi Ketentraman, Ketertiban Umum dan Pengamanan Pantai. Secara umum susunan organisasi di Kecamatan Jepara terdiri dari Camat, Sekretaris Camat, dan beberapa kepala Seksi. Jenis dan kewenangan kecamatan di atur dalam Perbup nomor 65 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Administrasi Terpadu (PATEN) di Kabupaten Jepara. Jenis dan Kewenangan itu meliputi : 1. Pelayanan KTP dan KK 2. Perijinan IMB 3. Perijinan HO 4. Perijinan Pariwisata 5. Perijinan Pemasangan reklame 6. Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) 7. Tanda Daftar Perusahaan (TDP) 8. Melegalisir Proposal 9. Dan lain-lain Sumber daya manusia di masing-masing kecamatan di Jepara sangatlah bervariatif. Akan tetapi sebagian besar Camat di Kabupaten Jepara sudah
III-25
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
berpendidikan S2. Sedangkan staf di kantor Kecamatan berpendidikan dari tingkat SMP sampai dengan Strata 1 (S1); Perencanaan dan penganggaran kegiatan di tingkat Kecamaan di lakukan melalui kegiatan Musrenbang Kecamatan yang diadakan setiap tahun sekali di awal Tahun Anggaran. Dokumen perencanaan yang dihasilkan adalah DPA, RKA Tahun Anggaran berjalan. Adapun Pendanaannya berasala dari APBD Kabupaten Jepara.
III-26
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
BAB IV
ANALISIS PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN KABUPATEN JEPARA
IV.1. PEMBENTUKAN KECAMATAN Permasalahan
pertama
yang
dapat
diidentifikasi
terkait
dengan
penyelenggaraan Kecamatan di Kabupaten Jepara adalah tentang aspek pembentukan kecamatan yang di dalamnya termasuk meliputi penggabungan dan
penghapusan
Kecamatan
(aspek
eksistensi
entitas
Kecamatan).
Permasalahan ini sifatnya sangat mendasar, karena menentukan “nasib” sebuah Kecamatan ke depan. Beberapa hal yang bisa dikaitkan dengan permasalahan ini antara lain: Perkembangan Kecamatan. Hasil pembangunan tidak selalu dapat berkorelasi dengan pertumbuhan dan pemerataan dilihat dari aspek kewilayahan. Kondisi faktual menunjukan bahwa pembangunan akan banyak dilihat hasilnya pada wilayah-wilayah tertentu, sebagai pusat dari pertumbuhan. Pembangunan di Kabupaten Jepara selama ini juga masih menimbulkan adanya
ketimpangan
antar
wilayah,
artinya
masih
terjadi
pemusatan
pembangunan dan pertumbuhan pada wilayah tertentu, sehingga ada yang dikenal sebagai wilayah yang maju dengan wilayah yang kurang maju. Salah satu penentu atau penyebab hal ini bisa terjadi karena aspek sejarah asal, luas wilayah, jarak ke pusat kota, ketersediaan infrastruktur, dan sebagainya. Melihat kondisi demikian, tidaklah salah bila aspek keruangan menjadi dasar dalam pembangunan daerah, harus terjadi konsistensi perancangan pertumbuhan dan perkembangan wilayah sesuai dengan skenario keruangan yang ada, dalam hal ini sesuai dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK). Fenomena pembangunan wilayah di Kabupaten Jepara masih sering menimbulkan inkonsistensi dalam peruntukan wilayah dan lahan.
IV-1
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
Aspek pekembangan Kecamatan juga sangat terkait dengan tingkat aksesibilitas antar Kecamatan dengan ibu kota Kabupaten Jepara. Kecamatan dengan jarak yang cukup jauh tentunya cenderung memiliki kendala dalam segi aksesibilitas ini, yang dapat berdampak pada tertinggalnya pembangunan di daerah tersebut. Friksi Antar Kecamatan. Pada era otonomi daerah, cenderung muncul dengan
subur
egoisme
daerah,
yaitu
adanya
kecenderungan
daerah
mementingkan diri sendiri dibandingkan konteks pembangunan yang lebih luas. Hal ini tentunya sangat tidak kondusif dan tidak produktif bagi pelaksanaan pembangunan. Pada beberapa kasus, egoisme daerah ini juga berdampak pada level Kecamatan yang terkait. Friksi akibat pengelolaan sumber daya alam tertentu yang paling banyak menimbulkan permasalahan, misalnya pemenuhan air bersih, pengelolaan bahan tambang, reklamasi pantai, dan sebagainya. Belum lagi bila friksi dikaitkan dengan penanganan tanggung jawab pelayanan publik, misalnya dibidang pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Friksi antar wilayah ini tentunya menjadi perhatian khusus dan harus dikelola dengan sebaik-baiknya, sehingga tidak memberikan dampak negatif bagi pembangunan. Oleh karena itu, perlu kiranya terus dijalin hubungan kerjasama antar Daerah (termasuk antar Kecamatan dan antar Kecamatan dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah), dengan cara membuat kesepakatan kerjasama atau pola hubungan kerja yang saling menguntungkan. Evaluasi Kecamatan. Setiap wilayah (dalam hal ini Kecamatan) memiliki karakteristik yang berbeda, demikian pula memiliki kinerja yang berbeda. Berdasarkan pada hal ini, tentunya patut dipikirkan dan ditindaklanjuti untuk senantiasa
melakukan
monitoring
dan
evaluasi
atas
perubahan
dan
perkembangan wilayah, potensi, dan dinamika kemajuan Kecamatan. Evaluasi Kecamatan sangat penting dilakukan mengingat terakhir Kabupaten Jepara melakukan penataan Kecamatan sudah cukup lama. Dinamika
IV-2
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
pembangunan antar Kecamatan sudah berkembang demikian pesat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini, sehingga sangatlah tepat bila dilakukan peninjauan kembali status Kecamatan di Kabupaten Jepara, dengan menggunakan indikatorindikator evaluasi yang sudah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Sampai saat ini belum pernah dilakukan evaluasi Kecamatan secara komprehensif dan periodik, dengan berbasis pada berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada. Hal ini tentunya sangat berdampak pada upaya peningkatan kapasitas Kecamatan menyongsong era masa depan yang penuh dengan tantangan. Dalam mengkaji aspek pembentukan, penghapusan, dan penggabungan Kecamatan, perlu diperhatikan beberapa regulasi yang terkait, antara lain: 1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, 2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, 3) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah,dan 4) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
juncto Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya pada Pasal 4 sampai dengan Pasal 8, diatur bahwa pembentukan, penghapusan, dan penggabungan Kecamatan harus memenuhi persyaratan administratif, teknis, dan fisik kewilayahan sebagaimana persyaratan pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah (yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007). Selanjutnya untuk pembentukan, penghapusan, dan penggabungan Kecamatan diatur dengan Peraturan Pemerintah, sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 126 Undang-Undang Pemerintahan Daerah ini. Sebagaimana telah disebutkan di atas, maka Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, perlu juga diperhatikan sebagai dasar pertimbangan, pada saat akan melakukan langkah-langkah pembentukan, penghapusan, dan
IV-3
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
penggabungan Kecamatan. Sebagai contoh, pada Pasal 4 disebutkan tentang adanya persyaratan administratif, teknis, dan fisik kewilayahan yang harus diperhatikan
pada
saat
melakukan
pembentukan,
penghapusan,
dan
penggabungan daerah (baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota). Selanjutnya pada Pasal 17 dalam Peraturan Pemerintah ini, disebutkan tentang beberapa lampiran yang harus disertakan dalam dokumen pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah, yaitu: 1) Dokumen aspirasi masyarakat di calon Kabupaten/Kota, 2) Hasil kajian daerah, 3) Peta wilayah calon Kabupaten/Kota, dan 4) Keputusan DPRD Kabupaten/Kota dan Keputusan Bupati/ Bupati. Beberapa lampiran tersebut dapat dijadikan pertimbangan bila dianalogikan digunakan dalam pembentukan, penghapusan, dan penggabungan Kecamatan, agar terjadi efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaannya serta tidak menimbulkan konflik dikemudian hari. Pengaturan lebih operasional tentang pembentukan, penghapusan, dan penggabungan Kecamatan, diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan; khususnya pada Pasal 2 sampai dengan Pasal 13. Pada Pasal 3 disebutkan bahwa Pembentukan Kecamatan harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Sedangkan pada Pasal 12 disebutkan bahwa Penghapusan Kecamatan antara lain jika jumlah penduduk atau cakupan wilayah berkurang 50%, Kecamatan yang dihapus selanjutnya digabungkan
dengan
Kecamatan
yang
bersandingan
setelah
dilakukan
pengkajian. Pembentukan suatu organisasi perangkat daerah, sebagaimana Kecamatan, harus
mempertimbangkan
beberapa
hal,
antara
lain:
1)
Kewenangan
pemerintahan yang dimiliki oleh Daerah, 2) Karakteristik, potensi, dan kebutuhan Daerah, 3) Kemampuan keuangan Daerah, 4) Ketersedian sumber daya aparatur, 5) Pengembangan pola kerjasama antar Daerah dan/atau dengan pihak ketiga. Sedangkan Pembentukan Kecamatan dalam perspektif Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-
IV-4
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
undang Nomor 32 Tahun 2004, dapat dilihat dalam pasal 209 Ayat (2) yang menyebutkan bahwa “Perangkat Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas : Sekretariat Daerah; Sekretariat DPRD; Inspektorat; Dinas; Badan dan Kecamatan. Sesuai Pasal 221 Ayat (1) dinyatakan bahwa Kecamatan dibentuk dalam rangka meningkatkan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan pemberdayaan masyarakat Desa/kelurahan yang ditafsirkan bahwa fungsi utama dari lembaga Kecamatan lebih bersifat koordinatif khususnya bagi Kelurahan dan Desa yang berada di wilayahnya. Dalam hal pembentukan, sebagaimana diatur dalam Pasal 222, sebuah Kecamatan dapat dibentuk apabila memenuhi persyaratan dasar, persyaratan teknis, dan persyaratan administratif, dengan rincian sebagai berikut : 1. Persyaratan Dasar, meliputi : a. jumlah penduduk minimal; b. luas wilayah minimal; c. jumlah minimal Desa/kelurahan yang menjadi cakupan; dan d. usia minimal Kecamatan. 2. Persyaratan Teknis, meliputi : a. Kemampuan keuangan Daerah; b. sarana dan prasarana pemerintahan; dan c. persyaratan teknis lainnya yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. 3. Persyaratan Administratif, meliputi : a. kesepakatan musyawarah Desa dan/atau keputusan forum komunikasi kelurahan atau nama lain di Kecamatan induk; dan b. kesepakatan musyawarah Desa dan /atau keputusan forum komunikasi kelurahan atau nama lain di wilayah Kecamatan yang akan dibentuk. Menilik pada eksistensi pengaturan pembentukan, penghapusan, dan penggabungan Kecamatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Jepara yang
IV-5
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
sudah cukup lama, maka dirasakan sangat perlu untuk dilakukan penilaian atas eksistensi Kecamatan menggunakan ketentuan dan indikator yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan terkait. Berdasarkan pada pertimbangan di atas, baik yang bersumber dari kajian regulasi maupun kajian teori organisasi, maka dalam kajian ini diamanatkan untuk dilaksanakannya langkah-langkah lanjutan terkait dengan peninjauan kembali kondisi terakhir atau evaluasi terhadap eksistensi semua kelembagaan Kecamatan di Kabupaten Jepara.Untuk menjamin independensi Langkah-langkah evaluasi tersebut serta mengkolaborasikan antara teori dan praktik empiris bisa mengikutsertakan Perguruan Tinggi, terutama dalam mengkaji perkembangan Kecamatan berdasarkan indikator evaluasi yang telah ditentukan. Dari hasil peninjauan maupun evaluasi tersebut, barulah dilakukan tahapan penetapan regulasi bila dipandang “layak” untuk dilakukan pengembangan kapasitas kecamatan (penambahan fungsi melalui pelimpahan dll) ataupun penataan Kecamatan (pembentukan, penghapusan, dan penggabungan) yang kesemuanya bermuara pada upaya untuk mewujudkan kelembagaan Kecamatan yang bukan hanya sebagai koordinator pelayanan administratif saja namu lebih dari itu bisa menjadi kepanjangan pelaksanaan urusan pemerintahan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat melalui Kelurahan dan Desa sebagai komponen Kecamatan. Kajian ini hanya menyajikan aspek makro berdasarkan analisis regulasi, teori organisasi dan praktik empiris, sehingga perlu tindak lanjut berupa evaluasi dalam keranga penataan kecamatan (Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Kecamatan) maupun pengembangan kapasitas kelembagaan Kecamatan. Dalam kaitannya dengan Pembentukan Kecamatan, penyusun juga menggali informasi dari narasumber dengan menggunakan parameter pertama Aspek perkembangan Kecamatan yang meliputi cakupan Desa dalam wilayah
IV-6
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
Kecamatan, Jumlah Anggaran yang dikelola dan pembantukan, penghapusan serta penggabungan Kecamatan. Sedangkan untuk parameter kedua adalah aspek friksi antar Kecamatan dengan sub aspek potensi alam yang dimiliki serta kewenangan penanganan permasalahan lintas. Informasi yang diidentifikasi dianalisis dengan menggali kondisi yang terjadi saat ini, permasalahan yang dihadapi serta alternatif solusi yang bisa diterapkan dengan kondisi data selengkapnya seperti tabel dibawah ini: Tabel 4.1. Aspek Perkembangan Kecamatan No.
Kecamatan
Kondisi
Masalah
Solusi
JUMLAH DESA/ KELURAHAN 1.
Kedung
18 Desa/Kel
2. 3.
Mlonggo Mayong
8 Desa/Kel 18 Desa/Kel
4. 5.
Jepara Batealit
16 Desa/Kel 11 Desa/Kel
Wilayah terlalu luas Bbrp Desa tdk punya bengkok/ tidak produktif -
Pemecahan wilayah Pengadaan bengkok/ tukar guling -
Banyak Rencana Program tdk terlaksana SDM Pengelola Keuangan Kurang
Penambahan anggaran
-
-
Jumlah Anggaran yang dikelola 1.
Kedung
200 jt
2. 3.
Mlonggo Mayong
4. 5.
Jepara Batealit
• 1.838.748.000 (ADD) • 940.000.000 (Banprov) • 398.906.000 (PAD) • 331.250.000 • 1.497.558.000 (gaji Pegawai)
Bintek pengelolaan Keuangan
Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Kecamatan 1.
Kedung
• PP 19/2008
-
IV-7
-
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
No.
2. 3. 4. 5.
Kecamatan
Mlonggo Mayong Jepara Batealit
Kondisi
Masalah
Solusi
• Perda 13/2008 • Perbub 30/2010 • Kepbub 061.1/ 758/2009 -
-
-
Tabel 4.2. Aspek Friksi Antar Kecamatan No.
Kecamatan
Kondisi
Masalah
Solusi
Kualitas dan Kuantitas penyuluh
Peningkatan Kualitas dan Kuantitas penyuluh -
Potensi Alam Yang Dimiliki 1.
Kedung
2.
Mlonggo
3. 4.
Mayong Jepara
5.
Batealit
Lahan Pertanian & Pertambakan Luas Wisata pantai & Kuliner Laut, Pantai
Wisata hutan pinus & air terjun
-
• Alat tradisional • Modernisasi alat • Wisata blm max nelayan • Peningkatan Pengelolaan wisata u/ masy Promosi kurang Peningkatan promosi dan kerjasama dgn budpar
Kewenangan Penanganan Masalah Lintas
1.
Kedung
Mengacu Peraturan yang berlaku
2. 3. 4. 5.
Mlonggo Mayong Jepara Batealit
• Sutet
Kewenangan Camat menyelesaiakan masalah terbatas Ganti rugi lahan
IV-8
Kelonggaran Camat dalam penyelenggaraan pemerintahan Mendorong PLN
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
No.
Kecamatan
Kondisi
Masalah
Solusi
• Bendungan
ganti rugi ke masy.
IV.2. KEWENANGAN KECAMATAN Sebelum dilakukan kajian lebih lanjut eksistensi Kecamatan sebagai bagian dari organisasi perangkat daerah, maka yang tidak kalah penting adalah analisis kewenangan atau urusan pemerintahan sebagai landasan dari dibentuknya organisasi perangkat daerah. Dalam hal ini, kewenangan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Dalam ketentuan Pasal 4 diatur bahwa pembagian urusan pemerintahan yang berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan. Aspek kejelasan dan kepastian kewenangan Kecamatan menjadi penentu dalam pelaksanaan tugas Kecamatan. Oleh karena itu dalam pelaksanaanya perlu dipertimbangkan dengan seksama aspek pendelegasian kewenangan dari Kepala Daerah dan SKPD kepada Kecamatan, agar dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Kecamatan dilapangan menjadi efektif dan efisien. Pemahaman perlu ditekankan terkait dengan konsep wewenang dan kewenangan. Wewenang melekat pada pejabat, sedangkan kewenangan melekat pada organisasi. Wewenang Bupati sudah terdistribusi habis pada semua SKPD, dalam rangka untuk merevitalisasi Kecamatan, maka diperlukan adanya langkah redistribusi
wewenang.
Pendelegasian
wewenang
kepada
Camat,
harus
didasarkan pada tipologi Kecamatan, dengan dasar pola generik dan/atau spesifik berbasis pada beban kerja. Untuk dapat melakukan kajian kewenangan kecamatan dapat pula dilakukan dengan mengkomparasikan pengaturan kewenangan Kecamatan dalam
IV-9
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 beserta aturan turunannya dengan aturan penggantinya yaitu Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 sehingga dapat diperoleh informasi peluang dan hambatan dalam pengembangan kapasitas kelembagaan Kecamatan. Dalam Undang-undang 32 Tahun 2004 kewenangan kecamatan diatur dalam Pasal 126 Ayat (2) dan Ayat (3) dimana Camat sebagai pimpinan Kecamatan dalam melaksanakan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang Bupati/ Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah dengan rincian tugas sebagai berikut : a.
mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
b.
mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum;
c.
mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundangundangan;
d.
mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;
e.
mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan;
f.
membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan;
g.
melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan,
wewenang Kecamatan diatur pada Pasal 15 yang apabila dicermati dari sisi pelaksanaan tugas sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, namun Selain tugas sebagaimana dimaksud di atas, Camat juga melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh Bupati/Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, yang meliputi aspek: perizinan,
rekomendasi,
koordinasi,
pembinaan,
pengawasan,
penetapan, penyelenggaraan, dan kewenangan lain yang dilimpahkan.
IV-10
fasilitasi,
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
Pelaksanaan kewenangan Camat mencakup penyelenggaraan urusan pemerintahan pada lingkup Kecamatan sesuai peraturan perundang-undangan; dan
Pelimpahan
sebagian
wewenang
Bupati/Walikota
kepada
Camat
sebagaimana dilakukan berdasarkan kriteria eksternalitas dan efisiensi. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang Camat diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana juga diamanatkan dalam dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah Pasal 17 Ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Bupati/ Walikota. Namun
implementasi
amanat
regulasi
tersebut,
hampir
disemua
Kecamatan, ditemukan adanya ketidakjelasan kewenangan. Ini merupakan permasalahan klasik yang dihadapi Kecamatan pada era otonomi daerah versi reformasi. Kecamatan menjadi entitas yang kurang berperan strategis, kurang kontributif dalam pembangunan daerah. Pendelegasian
Kewenangan.
Pernyataan
pendelegasian
kewenangan
banyak dipersepsikan sebagai “pengurangan” kekuasaan, sehingga cenderung dihindari oleh semua “penguasa” dalam sistem pemerintahan. Demikian pula bila dikaitkan dengan pendelegasian kewenangan pada Camat (atau Kecamatan). Pada kasus Kecamatan, fenomena yang ada (terkait dengan pendelegasian kewenangan kepada Kecamatan) tidaklah jauh berbeda; terlebih lagi pada saat otonomi daerah pasca reformasi, dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; Kecamatan masih belum optimal kewenangannya sehingga belum optimal pula kontribusi yang bisa diberikan kepada Daerah dan sumber permasalahan klasik yang selalu muncul sebagai penyebab lemahnya peran
Kecamatan
adalah
kewenangan
yang
terbatas
dengan
pertimbangankelembagaan, sumber daya manusia, anggaran, perlengkapan, dan sebagainya yang belum optimal.
IV-11
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
Kecamatan masih sering ditinggalkan dalam pelaksanaan pembangunan di wilayahnya,
banyak
Satuan
Kerja
Perangkat
Daerah
lain
cenderung
melaksanakan tupoksinya tidak dengan melibatkan Kecamatan padahal dengan sifat kewilayahan lembaga Kecamatan yang tersebar diseluruh Daerah serta pemahaman kondisi masyarakat yang lebih baik akan memberikan dampak yang lebih besar terhadap pelaksanaan tupoksi yang langsung bersentuhan dengan Masyarakat sehingga dari aspek eksternalitas, efektifitas, efisiensi dan akuntabilitas banyak kewenangan urusan yang akan lebih baik apabila diampu oleh Kecamatan. Akibat dari kondisi tersebut, sampai sekarang sangatlah sulit untuk melakukan langkah-langkah untuk merinci atau mem-breakdown kewenangan yang dimiliki oleh Kecamatan sampai tingkat yang lebih teknis dan operasional. Pemerintah Kabupaten Jepara sebenarnya sudah melakukan penataan dan pendelegasian kewenangan Dinas Teknis kepada Kecamatan, sebagai bentuk kewenangan
delegatif,
namun
hingga
sekarang
masih
belum
dapat
diimplementasikan secara efektif, karena substansi pengaturannya dipandang masih belum operasional; atau perlu dilakukan pengkajian lagi yang lebih mendalam disesuaikan dengan kondisi di lapangan; misalnya dari aspek eksternalitas dan efisiensi, serta aspek-aspek lain seperti dukungan sumber daya yang harus disediakan pada tingkat Kecamatan (dana, tenaga, peralatan, dan lain-lain). Pelaksanaan kewenangan Kecamatan kedepan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 khususnya dalam Pasal 25 Ayat (6) disebutkan bahwa “Bupati/ walikota dalam melaksanakan urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada tingkat Kecamatan melimpahkan pelaksanaannya kepada camat”, sedangkan untuk rincian tugas
Camat sebagai pimpinan Kecamatan diatur tersendiri dalam Pasal 225 Ayat (1), yaitu sebagai berikut : a.
menyelenggarakan urusan pemerintahan umum;
IV-12
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
b.
mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
c.
mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum;
d.
mengkoordinasikan penerapan dan penegakan Perda dan Perkada;
e.
mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan sarana pelayanan umum;
f.
mengkoordinasikan
penyelenggaraan
kegiatan
pemerintahan
yang
dilakukan Perangkat Daerah di kecamatan; g.
membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan;
h.
melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah kabupaten/ kota yang tidak dilaksanakan oleh unit kerja Perangkat Daerah kabupaten/ kota yang ada d Kecamatan; dan
i.
melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan Dalam kaitannya dengan aspek kewenangan yang melekat pada
kelembagaan Kecamatan di kabupaten Jepara, penyusun juga menggali informasi dari narasumber dengan menggunakan parameter pertama Aspek Regulasi yang terkait dengan kewenangan Kecamatan dan parameter kedua yaitu Jenis kewenangan yang ada pada Kecamatan. Informasi yang diidentifikasi dianalisis dengan menggali kondisi yang terjadi saat ini, permasalahan yang dihadapi serta alternatif solusi yang bisa diterapkan dengan kondisi data selengkapnya seperti tabel dibawah ini: Tabel 4.3. Regulasi Terkait Dan Jenis Kewenangan Kecamatan No.
Kecamatan
Kondisi
Masalah
Solusi
-
-
Regulasi terkait Kewenangan Kecamatan 1.
Kedung
• Perda 13/2008 ttk OTK Kec & Kel di Kab. Jepara • Perbub 65/2010 ttg Standar
IV-13
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
No.
Kecamatan
2.
Mlonggo
3.
Mayong
4.
Jepara
Kondisi Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (Paten) di Kab Jepara. • Perda 13/2008 ttk OTK Kec & Kel di Kab. Jepara • Perbub 65/2010 ttg Standar Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (Paten) di Kab Jepara. • Perda 13/2008 ttk OTK Kec & Kel di Kab. Jepara • Perbub 65/2010 ttg Standar Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (Paten) di Kab Jepara. • Perda 13/2008 ttk OTK Kec & Kel di Kab. Jepara • Perbub 65/2010 ttg Standar Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (Paten) di Kab
IV-14
Masalah
Solusi
-
-
-
-
-
-
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
No. 5.
Kecamatan Batealit
Kondisi Jepara. • Perda 13/2008 ttk OTK Kec & Kel di Kab. Jepara • Perbub 65/2010 ttg Standar Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (Paten) di Kab Jepara.
Masalah
Solusi
-
-
Jenis Kewenangan yang melekat pada Kecamatan
1.
Kedung
2. 3. 4.
Mlonggo Mayong Jepara
5.
Batealit
• Perizinan • Diberikan dalam • Rekomendasi sekala kecil • Koordinasi • Pembinaan • Pengawasan • Fasilitasi • Penetapan • Penyelenggaraan • ada • 6 Perizinan • 21 Non Perizinan • Pelayanan KTP & KK • Perijinan IMB • Perijinan HO • Perijinan Pariwisata • Perijinan Pemasangan Reklame • SIUP • TDP • Melegalisir proposal.
IV-15
-
-
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
Berdasarkan jenis data terkait kewenangan tersebut diatas, sebenarnya bisa dilakukan analisis seberapa besar kewenangan yang melekat pada kecamatan, namun disayangkan banyak data yang tidak terisi dan kalaupun terisi beragam persepsi terkait jenis data yang dibutuhkan sehingga isian instrumen yang disediakan pun beragam, namun setidaknya ada beberapa hal yang bisa ditarik dari data yang masuk tersebut yaitu : a.
Regulasi terkait kewenangan Kecamatan Data narasumber yang masuk menunjukan belum muncul adanya regulasi
yang khusus mengatur tentang pelimpahan sebagaian kewenangan Bupati kepada Camat/Kecamatan. Padahal hal tersebut dimungkinkan dengan tetap mempertimbangkan asas eksternalitas, efektifitas, efisiensi dan akuntabilitas pelaksanaan urusan kewenangan. Pelimpahan sebagaian kewenangan kepada Kecamatan untuk jenis kewenangan tertentu dapat memberikan dampak potisitif baik bagi masyarakat maupun bagi Pemerintah Kabupaten Jepara. Bagi masyarakat, diantaranya dengan pelaksanaan urusan oleh Kecamatan yang secara kewilayahan lebih dekat dan lebih memahami karakteristik diwilayah masing-masing Kecamatan akan memberikan dampak yang lebih optimal, lebih fokus dan lebih tepat sasaran disamping lebih efektif dan efisian dibandingkan apabila dilaksanakan oleh Perangkat Daerah yang lain. Bagi Pemerintah Daerah, dengan melimpahkan sebagian kewenangan ke Kecamatan, beban Pemerintah Daerah menjadi lebih ringan sehingga dapat menyusun konfigurasi perangkat daerah yang lebih ramping.
IV.3. KELEMBAGAAN KECAMATAN Dalam kajian ini akan dianalisis tingkat efektifitas Kelembagaan Kecamatan sebagai bagian dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada. Sebagai SKPD kelembagaan Kecamatan seharusnya memiliki tugas pokok dan fungsi yang
IV-16
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
cukup signifikan dalam pemerintahan daerah, sama halnya dengan SKPD lain yang juga memiliki peran strategis. Analisis kelembagaan Kecamatan tidak bisa dilepaskan dari regulasi yang mengatur eksistensi kelembagaan tersebut. Dalam hal ini kajian masih menggunakan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 beserta turunannya dengan pertimbangan bahwa Undang-undanga Nomor 23 Tahun 2014 sebagai penggantinya belum dilengkapi dengan aturan pelaksanaan maupun aturan teknisnya, namun dalam akhir kajian nantinya secara sekilaa juga akan dianalisis implikasi undang-undang tersebut terhadap eksistensi Kecamatan. Beberapa regulasi yang terkait dengan kelembagaan Kecamatan antara lain: 1)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
2)
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
3)
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah;
4)
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan;
5)
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah;
6)
Peraturan Daerah Kabupaten Jepara tentang Organisasi dan Tata Kerja Kecamatan dan Kelurahan Kabupaten Jepara;
7)
Peraturan Bupati Jepara tentang Penjabaran Tugas dan Fungsi Kecamatan Kabupaten Jepara. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 juncto Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan dalam Pasal 128 bahwa susunan organisasi perangkat ditetapkan dengan Peraturan Daerah dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Selanjutnya, dalam menjalankan tugas dan fungsi
IV-17
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
pemerintahan,
pemerintahan
dibagi
berdasarkan
kriteria
eksternalitas,
akuntabilitas, dan efisiensi (sebagaimana diatur pada Pasal 11), yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. Pengaturan khusus tentang organisasi perangkat daerah ditemukan pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang tentang Organisasi Perangkat Daerah. Pada regulasi tersebut ditetapkan bahwa Kecamatan termasuk organisasi perangkat daerah. Dimana Kecamatan diartikan sebagai salah satu perangkat daerah, sebagaimana pengertian organisasi perangkat daerah Kabupaten/Kota adalah unsur pembantu Kepala Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan, aspek susunan organisasi diatur pada Pasal 23 dimana disebutkan dalam Ayat (1) bahwa Organisasi kecamatan terdiri dari 1 (satu) sekretaris, paling banyak 5 (lima) seksi, dan sekretariat membawahkan paling banyak 3 (tiga) subbagian. Sedangkan dalam Ayat (2) disebutkan bahwa Seksi sebagaiman dimaksud dalam Ayat (1) terdiri dari : a.
seksi tata pemerintahan
b.
seksi pemberdayaan masyarakat dan desa; dan
c.
seksi ketenteraman dan ketertiban umum. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat
Daerah, selanjutnya dioperasionalisasikan pelaksanaannya dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah. Dalam Pasal 1 dan 2 Permendagri tersebut diatur bahwa Pembentukan perangkat daerah berdasarkan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan, dengan memperhatikan kebutuhan, kemampuan keuangan, cakupan tugas, kepadatan penduduk, potensi, karakteristik serta sarana dan prasarana.
IV-18
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
Penataan organisasi perangkat daerah dilakukan melalui analisis jabatan dan analisis beban kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Untuk itu maka jenis dan nomenklatur serta jumlah perangkat daerah, dapat disesuaikan dengan karakteristik, kebutuhan, kemampuan, potensi daerah dan beban kerja perangkat daerah. Untuk menentukan besaran susunan organisasi dilakukan melalui analisis beban kerja. Sedangkan untuk Regulasi lokal terkait kelembagaan Kecamatan di Kabupaten Jepara diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Jepara tentang Organisasi dan Tata Kerja Kecamatan dan Kelurahan Kabupaten Jepara. Dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 6. Kecamatan adalah sebagai perangkat
daerah
bertanggungjawab
dipimpin kepada
Camat
Bupati
berkedudukan
melaui
Sekretaris
di
bawah
Daerah.
dan
Tugasnya
melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh Bupati untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah dan menyelenggarakantugas umum pemerintahan. Camat dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 menyelenggarakan fungsi: a)
pengkoordinasian kegiatan pemberdayaan masyarakat;
b)
pengkoordinasian upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum;
c)
pengkoordinasian penerapan dan penegakan Peraturan PerundangUndangan;
d)
pengkoordinasian pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;
e)
pengkoordinasian penyelenggaraan pemerintahan di tingkat Kecamatan;
f)
pembinaan penyelenggaraan pemerintahan desa/kelurahan; dan
g)
pelaksanaan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa/kelurahan.
IV-19
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
Selanjutnya penjabaran dari tugas dan fungsi Kecamatan di Kabupaten Jepara diatur dalam Peraturan Bupati Kabupaten Jepara tentang Penjabaran Tugas dan Fungsi Kecamatan Kabupaten Jepara. Sampai saat ini, ada kecenderungan penyeragaman struktur organisasi Kecamatan, tanpa atau kurang memperhitungkan adanya karakteristik dan kebutuhan wilayah Kecamatan yang bersangkutan. Pada sisi lain, ada kecenderungan pula membuat jumlah unit kerja (Seksi) di Kecamatan lebih besar/banyak, agar mampu menangani berbagai permasalahan Kecamatan namun dengan adanya regulasi yang mengatur secara spesifik konfigurasi kelembagaan Kecamatan hal tersebut tidak dapat dilakukan dan mau tidak mau terjadi penyeragaman stuktur organisasi Kecamatan di semua wilayah padahal hal tersebut belum tentu sesuai dengan karakteritik daerah yang bersangkutan. Kecamatan memiliki peran yang sangat strategis, menjadi pembina dan koordinator Kelurahan di wilayahnya, menjadi unit penghubung ke jenjang yang lebih tinggi (SKPD dan Kepala Daerah). Kondisi demikian membutuhkan ketepatan dalam penentuan struktur organisasi Kecamatan. Struktur organisasi Kecamatan harus mampu menyelenggarakan fungsi tata pemerintahan, pemberdayaan masyarakat, dan ketenteraman dan ketertiban umum; belum lagi bila diwacanakan Kecamatan harus menyelenggarakan kewenangan lain yang dilimpahkan oleh Kepala Daerah, maka aspek struktur organisasi semakin membutuhkan penataan secara tepat. Peran kelembagaan Kecamatan sudah ditegaskan sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), namun perlu diberi penekanan bahwa Kecamatan adalah jenis SKPD yang memiliki keterkaitan dengan “kewilayahan”, kondisi ini tidak
dapat
dipisahkan,
Kecamatan
(Camat)
memegang
kewenangan-
kewenangan atributif yang mengharuskan melakukan peran sebagai koordinator pada berbagai bidang di tingkat Kecamatan. Dengan
membandingkan
posisi
pemerintah
Kecamatan
dengan
menggunakan empat benchmark landasan hukum (Undang-Undang Nomor 5
IV-20
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
Tahun 1974 atau Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 maupun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004), maka dapat dikatakan bahwa perubahan penting-mendasar memang tidak banyak terjadi di instansi ini, bahkan ketika loncatan rejim tata-pemerintahan daerah berlangsung secara radikal dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 ke Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 di awal era reformasi. Sebagaimana diketahui bahwa sepanjang masa Orde Baru, Kecamatan tunduk pada azas dekonsentrasi yang membuat status dan kedudukan Kecamatan hanyalah sebagai perangkat pemerintahan wilayah yang bekerja di daerah (kelembagaan administratif yang berfungsi sebagai “pipeline kekuasaan pusat”). Dalam hal ini, peran yang dimainkan oleh instansi Kecamatan tidak lebih dari sekedar mengurus urusan pusat di kawasan pinggiran atau berfungsi sekedar sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat di daerah. Dengan azas pemerintahan yang demikian, maka dipastikan otoritas kerja Kecamatan hanya “berputar-putar” di wilayah kerja administrasi dan pelayanan publik untuk membantu kelancaran kinerja pemerintah pusat semata-mata. Dengan kata lain, tidak ada peluang kewenangan apapun (yang distinct) yang dapat dimiliki oleh kelembagaan Kecamatan. Terlepas dari konteks sejarah dan akar budaya pemerintahan lokal, terdapat perubahan kecil yang dicatat dan terjadi pada kelembagaan Kecamatan di masa Orde Reformasi (Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004). Pada masa reformasi, tatanan pemerintahan menempatkan Kecamatan harus tunduk pada azas desentralisasi dan bukan lagi tunduk pada azas dekonsentrasi seperti di masa lalu. Kecamatan menjadi perangkat “Pemerintah Daerah Tingkat II” (Kabupaten/Kota) dan bukan lagi afiliasi dari Pemerintah Pusat. Namun sebenarnya, azas yang baru inipun tidak berpengaruh secara berarti bagi keseluruhan peran yang dimainkan oleh Kecamatan.
IV-21
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
Dengan berlandaskan pada azas tersebut, status dan kedudukan Kecamatan dalam pemerintahan berubah menjadi perangkat pemerintahan daerah (Kabupaten/Kota), yang bekerja di wilayah administratif subordinat tetap tanpa adanya kewenangan yang otonom dalam hal eksekusi kebijakan, regulasi dan legislasi pemerintahan. Oleh karena itu, lagi-lagi, perubahan yang dialami oleh instansi Kecamatan sesungguhnya hanyalah menyentuh perubahan minor sifatnya. Perubahan tersebut bisa dipandang sebagai “pergantian majikan” dari pemerintah pusat ke pemkab/pemkot tanpa ada perubahan status dan kedudukan yang otonom untuk memerintah “wilayah atau kawasannya” sama sekali. Seperti disebutkan di atas, hal yang tetap tidak berubah sejak masa penjajahan, masa Orde Baru hingga masa reformasi adalah tidak adanya wilayah kerja otonom atau tidak-adanya otoritas eksekusi-regulasi-legislasi yang diberikan ke tangan Kecamatan. Artinya, Kecamatan sama sekali tidak memiliki kekuasaan dan wewenang untuk mengatur, membuat dan menetapkan serta menjalankan kebijaksanaan publik yang decisive terutama yang berkaitan dengan perencanaan, pendanaan, eksekusi, pengelolaan, pengaturan, pengawasan, dan evaluasi terhadap berbagai aktivitas penyelenggaraan pembangunan, perancangan kerjasama strategis, ataupun dalam hal-hal lain yang bersifat sangat menentukan “nasib warga” di wilayah kerjanya. Seperti halnya Kepala Dinas, Camat merupakan perangkat daerah yang membantu Bupati. Hanya bedanya, bila Kepala Dinas bekerja berdasar sektoral, seperti kesehatan atau pendidikan, Camat bekerja berdasar teritorial. Namun, meski memiliki wilayah, Kecamatan bukan otonom sebagaimana desa. Terkait dengan hal ini Prof. Sadu Wasistiono (2010) menyatakan bahwa perubahan kedudukan dan peranan lembaga Kecamatan dimulai dari perubahan status Kecamatan itu sendiri, yang semula merupakan perangkat pemerintah pusat dalam rangka melaksanakan asas dekonsentrasi, berubah menjadi
IV-22
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
perangkat
daerah
Kabupaten/Kota
dalam
rangka
melaksanakan
asas
desentralisasi. Kecamatan yang semula merupakan wilayah jabatan (ambs-kring), kemudian berubah menjadi wilayah kerja (werk-kring). Konsekuensi logisnya, Camat yang semula adalah Penguasa Wilayah, kemudian berubah hanya menjadi Pejabat Pelayan Publik pada wilayah kerja tertentu. Camat bukan lagi penguasa wilayah Kecamatan. Pendayagunaan
kelembagaan
Kecamatan
sangat
tergantung
pada
kebijakan Bupati setempat, sehingga peranannya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sangat bervariasi mulai dari “berperanan sangat penting” sampai
hanya
sekedar
“pelengkap
penderita”,
atau
hanya
sekedar
mempertahankan eksistensi yang sudah terlanjur ada. Dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 sebagai pengganti Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, kedepan akan terjadi perubahan yang cukup signifikan terhadap konfigurasi kelembagaan Kecamatan. Hal ini terlihat dalam pengaturan pasal 223 dimana Kecamatan dibagi dalam klasifikasi yaitu Kecamatan tipe A yang dibentuk untuk Kecamatan dengan beban kerja yang besar dan Kecamatan tipe B yang dibentuk untuk Kecamatan dengan beban kerja yang kecil dimana Penentuan beban kerja didasarkan pada jumlah penduduk, luas wilayah, dan jumlah Desa/kelurahan. Kedepan kelembagaan Kecamatan tidak mesti sama antara satu dengan yang lainnya sehingga dari aspek struktur dan susunan organisasi, kedepan sangat perlu untuk dilakukan evaluasi kembali dan disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik wilayah masing-masing. Kecamatan harus direvitalisasi menjadi ujung tombak pelayanan kepada publik, karena memiliki posisi paling dekat dengan masyarakat, dan paling paham akan kebutuhan masyarakat. Revitalisasi kelembagaan dan kewenangan Kecamatan ini akan mengurangi beban kerja Pemerintah Daerah (Satuan Kerja Perangkat Daerah tertentu). Oleh karena itu sangat perlu untuk dipikirkan
IV-23
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
tentang penguatan kelembagaan, penambahan urusan/kewenangan, termasuk aspek sumberdaya pendukungnya. Untuk melengkapi analisis, penyusun juga menggali informasi terkait aspek efektifitas kelembagaan Kecamatan kepada Narasumber dengan menggunakan parameter Kedudukan, Tugas Pokok Dan Fungsi serta Susunan Organisasi, dengan inventarisasi data seperti tersaji dalam taberl dibawah ini : Tabel 4.4. Kedudukan Dan Tupoksi Kecamatan No.
Kecamatan
Kondisi
Masalah
Solusi
• Karena langsunng berhadapan dengan masy Camat dianggap yg bertanggung jawab terhadap penyelesaian masalah yang ada. • Kekurangan Staf
-
Kedudukan Kelembagaan Kecamatan
1.
Kedung
• Merupakan Perangkat Daerah • Pelaksana Teknis Kewilayahan. • Berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati.
2. 3.
Mlonggo Mayong
-
4. 5.
Jepara Batealit
• ada • ada • Kecamatan mrp perangda Kabupaten sbg pelaksana teknis kewilayahan yang mempunyai wilayah kerja tertentu dan dipimpin oleh Camat yang berkedudukan dibawah dan
IV-24
-
• Penambahan Staf sesuai kompetensi. -
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
No.
Kecamatan
Kondisi
Masalah
Solusi
bertanggung jawab kepada Bupati. Tugas Pokok Dan Fungsi Kecamatan 1.
Kedung
2. 3. 4. 5.
Mlonggo Mayong Jepara Batealit
• Menyelenggarakan • Dalam tugas umum pengambilan dalam kebijakan pemerintahan terkendala meliputi adanya koordinasi, peraturan yang pembinaan, tidak bisa fasilitasi, dihindari. pelayanan. • Melaksanakan kewenangan yang dilimpahkan. • ada • ada -
-
-
Susunan Organisasi
1.
Kedung
2. 3.
Mlonggo Mayong
• Sekretaris • Subbagian Kepegawaian • Subbagian Perencanaan Dan Keuangan • Seksi Pemerintahan. • Seksi Pemberdayaan Masyarakat Desa. • Seksi Trantip Pengamanan Pantai. • Seksi Sosial. • Seksi Pelayanan Umum. • ada
IV-25
• Masih kekurangan SDM dalam pelaksanaan tugas pemerintahan dan pelayanan
-
• Penambahan SDM.
-
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
No. 4. 5.
Kecamatan Jepara Batealit
Kondisi
Masalah
Solusi
• ada • Camat • Sekretaris • Subbagian Kepegawaian • Subbagian Perencanaan Dan Keuangan • Seksi Tapem. • Seksi Pemberdayaan Masyarakat Desa. • Seksi Trantibum. • Seksi PMD • Seksi Sosial Dan LH. • Seksi Pelayanan Umum.
-
-
Berdasarkan jenis data terkait kelembagaan tersebut diatas, sebenarnya bisa dilakukan analisis seberapa besar efektifitas berbagai aspek organisasi terhadap pencapaian tujuan organisasi kecamatan, namun disayangkan banyak data yang tidak terisi dan kalaupun terisi beragam persepsi terkait jenis data yang dibutuhkan sehingga isian instrumen yang disediakan pun beragam sehingga tidak bisa dilakukan analisi terhadap kondisi eksisting kelembagaan Kecamatan di Kabupaten Jepara.
IV.4. SUMBER DAYA MANUSIA KECAMATAN
IV-26
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
Sumber Daya Manusia atau dengan istilah lain Sumber Daya Aparatur seolah-olah
menjadi
masalah
hampir
disemua
lembaga
Pemerintah.
Ketidakseimbangan antara rekruitmen Pegawai dengan jumlah pegawai yang pensiun
menyebabkan
jumlah
pegawai
terdegradasi
pada
level
yang
mengkawatirkan. Kondisi ini juga diperparah dengan adanya kebijakan moratorium Pegawai oleh Pemerintah Pusat pada tahun 2002-2005 menyebabkan terhentinya pola kaderisasi PNS pada generasi tersebut, Ditambah lagi kebijakan moratorium yang akan diterapkan pada era Pemerintahan sekarang yang rencananya akan dilaksanakan sampai pada tahun 2019 semakin mengancam eksistensi perangkat Daerah dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Asumsi terkait jumlah Pegawa Pemerintah yang terlalu besar atai tidak sebanding dengan pos-pos jabatan yang ada masih bisa diperdebatkan karena sampai dengan saat ini belum ada hasil kajian yang jelas terkait jumlah pegawai yang ideal sesuai kebutuhan organisasi. Demikian pula adanya anggapan bahwa dengan semakin majunya teknologi dapat mengurangi kebutuhan Pegawai yang ada saat ini masih diperdebatkan kesiapanya karena tidak semua organisasi sudah tersedia sarana prasarana yang mencukupi khususnya sarana teknologi informasi baik perangkat keras maupun perangkat lunaknya. Disamping jumlah Pegawai yang semakin merosot, distribusi SDM yang tidak merata sesuai kebutuhan masing-masing unit kerja juga menjadi penyumbang masalah SDM ini. Adanya istilah “tempat basah” dan “tempat kering” dalam pemerintahan menyebabkan disatu tempat bisa saja kelebihan pegawai namun disisi lain ada pula unit kerja yang sangat kekurangan pegawai. Dalam hal ini kebijakan Kepala Daerah serta itikad baik dari Pejabat terkait atau yang berwenang dalam pemutasian pegawai menjadi penentu apakah pendistribusian pegawai yang proporsional dapat terwujud ataukah tidak. Sebenarnya Pemerintah Pusat khususnya melalui Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi
IV-27
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
sudah banyak mengeluarkan kebijakan seperti misalnya Permenpan Dan RB Nomor 33 Tahun 2011 tentang Pedoman Analisis Jabatan, Permenpan Dan RB Nomor 34 Tahun 2011 jo Permenpan Dan RB Nomor 39 Tahun 2013 tentang Pedoman Evaluasi Jabatan Pegawai Negeri Sipil dan lain lain yang didalamnya memberikan instrumen pengukuran terkait beban kerja jabatan, beban kerja unit, efektivitas unit, analisasi jabatan, evaluasi jabatan, analisis kebutuhan pegawai dan lain-lain. Namun dalam implementasinya hal tersebut masih sangat sulit diterapkan mengingat pelaksanaannya dengan menggunakan model sensus yang membutuhkan proses sangat lama, biaya cukup besar dan kompetensi SDM analis dalam jumlah yang cukup banyak. Yang tidak kalah pentingnya dengan hal tersebut diatas, yang juga menjadi masalah terkait dengan SDM adalah penempatan Pegawai Dalam Jabatan Strukturl. Dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 khususnya dalam pasal 17 Ayat (1) disebutkan bahwa PNS diangkat dalam jabatan dan pangkat tertentu sedangkan dalam Ayat (2) disebutkan bahwa pengangkatan dimaksud didasarkan atas prinsip profesionalisme sesuai kompetensi. Hal ditafsirkan bahwa PNS yang didudukkan dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas jabatan tertentu diharapkan memberikan hasil yang optimal. Namun dalam prakteknya, khususnya di Kecamatan, para Camat sebagai pimpinan yang selama ini menjabat, atau yang sudah pernah menjabat, masih sangat bervariasi dilihat dari latar belakang pendidikannya (tidak semua memiliki dasar pendidikan bidang pemerintahan), padahal Maju dan mundurnya pelaksanaan tugas pokok dan fungsi sebuah lembaga tentunya akan banyak dipengaruhi oleh siapa pimpinan yang ada di sana. Pimpinan tertinggi di Kecamatan adalah Camat, sehingga diperlukan syarat-syarat tertentu seseorang dapat menduduki jabatan sebagai seorang Camat, sehingga membawa pengaruh pada pada peningkatan kinerja Kecamatan.
IV-28
akan banyak
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
Penentuan pejabat yang duduk di Kecamatan juga cenderung belum didasarkan pada mekanisme penilaian yang transparan dan akuntabel, dengan menggunakan berbagai kriteria yang memungkinkan untuk meningkatkan kualitas kepemimpinan di tingkat Kecamatan, seperti kriteria kompetensi, kriteria kinerja, dan kriteria administratif. Peran assessment center (yang dikelola oleh BKD dan Baperjakat) menjadi sangat penting, untuk mendapatkan figur-figur terbaik yang akan memimpin di Kecamatan. Menekan “pengaruh” atau “kedekatan” dalam penentuan pejabat, dan mengangkat “prestasi” dan “kompetensi” sebagai basis promosi pegawai. Sebagai upaya untuk mendapatkan usulan Calon Camat yang terbaik kepada Sekretaris Daerah, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme penentuan calon Camat menggunakan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test). Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Pokok Kepegawaian, dimana seorang Pejabat haruslah profesional; melalui uji ini diharapkan diperoleh calon yang cocok, siap, mampu, dan kompeten untuk menduduki jabatan Camat. Penentuan Sumber Daya Manusia Kecamatan dalam hal ini khususnya Camat, merupakan salah satu aspek terpentingdalam organisasi Kecamatandan memiliki peran strategis dalam rangka mengarahkan upaya peningkatan kapasitas kelembagaan Kecamatan. Dalam mengkaji aspek sumber daya manusia pada tingkat Kecamatan, perlu diperhatikan beberapa regulasi yang terkait, antara lain: 1)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
2)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang PokokPokok Kepegawaian;
3)
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan; dan
4)
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2009 tentang Pelaksanaan Pendidikan Teknis Pemerintahan Bagi Calon Camat.
IV-29
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
Pertama, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 juncto Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah, tepatnya pada Pasal 129 disebutkan bahwa sumber daya manusia sebagai pelaksana pemerintahan daerah dan perangkat daerah dilakukan pembinaannya oleh pemerintah dalam satu kesatuan penyelenggaraan manajemen pegawai negeri sipil secara nasional. Kedua, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Pasal 129 Ayat (2) disebutkan bahwa manajemen sumber daya manusia meliputi penetapan formasi, pengadaan, pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan, hak dan kewajiban, kedudukan hukum, pengembangan kompetensi dan pengendalian jumlah. Melihat pengaturan sumber daya manusia aparatur negara (Pegawai Negeri Sipil) dalam pemerintahan daerah, maka semua PNS di Kecamatan juga tunduk dalam pengaturan yang sama terkait dengan kepegawaian negara secara nasional. Ketiga, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan, khususnya pada Bab VI tentang Persyaratan Camat, yang meliputi Pasal 24 sampai dengan 26 diatur bahwa: (1)
Pengangkatan Camat harus memenuhi syarat menguasai ilmu pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi syarat sesuai perundang-undangan (Pasal 24);
(2)
Penguasaan teknis pemerintahan dibuktikan dengan ijazah sarjana/diploma pemerintahan, pernah bertugas di Desa/Kelurahan atau Kecamatan minimal 2 (dua) tahun (Pasal 25); dan
(3)
Bila belum memenuhi persyaratan penguasaan teknis pemerintahan wajib mengikuti pendidikan teknis pemerintahan yang dibuktikan dengan sertifikat (Pasal 26). Pengaturan di atas, khusus ditekankan untuk PNS yang akan menduduki
jabatan sebagai Camat, yang harus memenuhi berbagai persyaratan pokok agar mampu melaksanakan tugas dengan baik. Namun dalam hal ini, implementasi
IV-30
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
dari Peraturan Pemerintah tersebut belum sepenuhnya dilakukan sedangkan yang menonjol justru faktor subyektifitas yang tidak menunjang kinerja organisasi Kecamatan. Keempat, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 30 Tahun 2009 tentang Pelaksanaan Pendidikan Teknis Pemerintahan Bagi Calon Camat. Pada Pasal 1 Ayat (3) disebutkan bahwa pendidikan teknis pemerintahan bagi calon Camat (Diklat Camat) merupakan pendidikan yang bersifat teknis yang diselenggarakan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan di bidang pemerintahan guna mendukung kelancaran penyelenggaraan pemerintahan di Kecamatan. Tujuannya untuk mewujudkan penyelenggara pemerintahan daerah yang profesional dan sasarannya untuk terciptanya kesamaam pola pikir, pola tindak, dan
keselarasan
untuk
menangani
urusan
otonomi
daerah
dan
menyelenggarakan tugas umum pemerintahan (Pasal 4). Materi pembelajaran yang diberikan pada pendidikan teknis kepada calon Camat meliputi pengetahuan dasar pemerintahan (20%), ketrampilan teknis pemerintahan (50%), dan kepribadian kepamongprajaan (30%).Kelulusan evaluasi minimal dengan nilai 60 (Pasal 8). Secara umum, aparatur pemerintah yang ada di tingkat Kecamatan juga harus mendapatkan perhatian, sesuai dengan lingkup bidang penugasan masingmasing. Hal ini perlu ditekankan agar semua aparatur dapat bekerja dengan optimal dan memberikan yang terbaik bagi perbaikan kinerja Kecamatan. Secara periodik dan bergiliran, dapat diberikan bimbingan teknis (Bintek) kepada aparat Kecamatan, bisa melalui pengiriman langsung ke berbagai forum pelatihan, atau diadakan sendiri pada tingkat Kecamatan dengan bekerjasama dengan Badan kepegawaian Daerah, namun dalam praktiknya seperti halnya juga masih belum sepenuhnya dilaksanakan kecuali syarat mutlak yang harus dilakukan yaitu Diklate Kepemimpinan Tingkat III. Lagi-lagi faktor anggaran yang menjadi hambatan pemenuhan kebutuhan Diklat bagi Pejabat dilingkungan Kecamatan.
IV-31
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
Untuk melengkapi analisis terkait SDM Kecamatan, penyusun juga menggali informasi kepada Narasumber dengan menggunakan parameter Kompetensi Camat (Kualifikasi dan Pengetahuan Teknis Pemerintahan) dan Jumlah serta Kualifikasi SDM Kecamatan, dengan inventarisasi data seperti tersaji dalam tabel dibawah ini : Tabel 4.5. Kompetensi Camat No.
Kecamatan
Kondisi
Masalah
Solusi
-
-
Kualifikasi Camat 1.
Kedung
• S2
2. 3.
Mlonggo Mayong
• ada
4. 5.
Jepara Batealit
• memenuhi • S2 Ilmu Hukum.
-
• Kekurangan Staf -
• Penambahan Staf sesuai kompetensi. -
Pengetahuan Teknis Pemerintahan
1.
Kedung
2. 3. 4. 5.
Mlonggo Mayong Jepara Batealit
• Penataran PMI. • Bimtek Perundangundangan. • Bimtek Kewaspadaan Nasional. • Bimtek IDT. • Bimtek P5D. • Pelatihan Pengadaan Barang Dan Jasa. • Diklat PIM III. • ada • memenuhi • Adum Tabel 4.6. Sumber Daya Manuasi Kecamatan
IV-32
-
-
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
No.
Kecamatan
Kondisi
Masalah
Solusi
Jumlah SDM Kecamatan 1.
Kedung
2. 3.
Mlonggo Mayong
4.
Jepara
5.
Batealit
• 9 Pejabat Struktural; • 11 Staf • 9 Pejabat Struktural; • 11 Staf • 9 Pejabat Struktural; • 13 Staf • 9 Pejabat Struktural. • 7 Staf & 6 Carik PNS.
• Masih belum mencukupi.
• Penambahan SDM
• Kekurangan Staf -
• Penambahan Staf sesuai kompetensi. -
-
-
Kualifikasi SDM Kecamatan 1.
Kedung
2. 3. 4.
Mlonggo Mayong Jepara
5.
Batealit
• S2 : 1. • S1 : 6. • D3 : 1. • SLTA : 12 • ada • S2 : 3 • S1 : 5 • D3 : 5 • D2 : • SLTA : 14 • SLTP : • S2 : 4 • S1 : 3 • D3 : 1 • D2 : • SLTA : 8 • SLTP : -
• Masih belum mencukupi.
• Penambahan SDM
-
-
-
-
Berdasarkan jenis data terkait kelembagaan tersebut diatas, sebenarnya bisa dilakukan analisis terkait kualifikasi Camat berdasarkan latarbelakang pendidikan formal dan Diklat teknis namun disayangkan banyak yang tidak terisi
IV-33
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
sesuai
harapan
sehingga
tidak
bisa
dianalisis,
namun
secara
umum
permasalahan kekurangan SDM yang berkompeten menjadi faktor utama terkait hambatan bidang SDM Kecamatan di Kabupaten Jepara.
IV.5. PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN KECAMATAN Permasalahan pengelolaan atau manajemen Kecamatan menjadi salah satu perhatian utama dalam rangka peningkatan kapasitas penyelenggaraan pemerintahan
Kecamatan.
Kecamatan
yang
dijalankan
dengan
sistem
manajemen yang baik akan lebih besar peluangnya untuk mampu memberikan kemajuan dan perubahan kepada wilayah dan masyarakatnya. Beberapa jenis permasalahan terkait dengan aspek manajemen Kecamatan adalah sebagai berikut: Perencanaan Partisipatif. Fungsi manajemen pertama adalah perencanaan. Dalam kaitan dengan Kecamatan, terdapat fenomena yang masih belum efektif tentang
proses
dan
mekanisme
perencanaan
hingga
wujud
dokumen
perencanaan Kecamatan. Pada
era
sekarang
ini,
dimana
terjadi
pergeseran
paradigma
penyelenggaraan pemerintahan, dari yang semula didominasi oleh “negara” menjadi didominasi oleh “publik”, tentunya membawa perubahan pula pada penyelenggaraan Kecamatan. Salah satu peran publik yang harus dioptimalkan adalah dalam proses perencanaan pembangunan di daerah. Proses perencanaan pembangunan di daerah, khususnya pada tingkat Kecamatan,
dikenal
dengan
Musyawarah
Perencanaan
Pembangunan
(Musrenbang) Kelurahan dan Kecamatan. Musrenbang adalah wujud dari perencanaan partisipatif. Dalam musrenbang, masyarakat ikut aktif terlibat menentukan program dan kegiatan sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan yang dihadapi.
IV-34
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
Pelaksanaan Musrenbang atau rembug pada tingkat RT-RW sudah dilakukan di semua Desa, Kelurahan dan Kecamatan di Kabupaten Jepara. Permasalahan yang sering muncul adalah tidak dapat diakomodasinya aspirasi masyarakat secara optimal karena adanya keterbatasan anggaran pembangunan daerah. Sampai saat ini, efektivitas Musrenbang Desa, Kelurahan dan Kecamatan masih dipertanyakan, belum ada evaluasi komprehensif atas kinerja Musrenbang pada level ini. Pada sisi lain, eksistensi Kecamatan sebagai SKPD yang “tanggung” juga masih belum mendukung optimalisasi “akomodasi kebutuhan masyarakat”. Apabila dari sisi perencanaan partisipatif (Musrenbang Desa, Kelurahan dan Kecamatan) masih ditemukan banyak kendala, maka sisi lain yang akan terpengaruh (menjadi kurang optimal) adalah kualitas dokumen perencanaan pembangunan tingkat Kecamatan (yaitu Rencana Strategis atau Renstra SKPD Kecamatan dan Renstra Kelurahan atau RPJMDes). Seharusnya dokumen ini mampu menjadi skenario pembangunan di Kecamatan, Kelurahan dan Desa, yang coba merancang program dan kegiatan sesuai dengan kewenangan Kecamatan, Kelurahan dan Desa , berdasarkan pada masukan forum Musrenbang Kecamatan, Kelurahan dan Desa. Dokumen Renstra SKPD Kecamatan dan Kelurahan serta dokumen dalam RPJMDes berjangka waktu 5 (lima) tahun, yang akan dijabarkan dalam perencanaan tahunan (dikenal sebagai Rencana Kerja atau Renja), yang selanjutnya diberikan alokasi dana riil dalam dokumen RKA dan DPA (khusus Kelurahan dan Kecamatan), sesuai dengan nilai yang disetujui dalam APBD setiap tahunnya. Pertanyataan pokoknya adalah adakah relevansi antara perencanaan level Kecamatan, Kelurahan dan Desa dengan perencanaan level Kabupaten? dapatkah diketahui jumlah dan nilai program dan kegiatan yang bersumber dari tingkat Desa, Kelurahan dan Kecamatan? apakah itu sudah mengakomodasi skenario perencanaan yang ada? apakah hasil dan dampak program sudah
IV-35
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
efektif? Itulah beberapa pertanyaan yang masih susah untuk dijawab secara transparan. Beberapa pertanyaan tersebut sebenarnya diarahkan untuk dilakukannya evaluasi terhadap perencanaan pembangunan pada semua level, baik Desa, Kelurahan, Kecamatan, maupun Kabupaten (termasuk SKPD Lain). Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana efektivitas pencapaian visi dan misi pembangunan daerah, yang dijabarkan dalam visi dan misi SKPD, melalui berbagai program dan kegiatan yang telah dilaksanakan. Visi dan Misi Bupati Jepara yang tertuang dalam RPJMD tentunya membutuhkan dukungan perencanaan yang baik pada tingkat Kecamatan; setiap Kecamatan
harus
mampu
menilai
dirinya,
baik
potensi
maupun
permasalahannya, untuk disinergikan dengan perencanaan pada level Kabupaten, dalam rangka efektivitas pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Jepara. Pendanaan Program dan Kegiatan. Permasalahan manajemen yang berikutnya adalah tentang pendanaan Kecamatan. Sebagaimana diketahui bahwa setiap SKPD memiliki dua jenis belanja yang harus direncanakan setiap tahun, yaitu belanja langsung (dulu dikenal dengan anggaran pembangunan) dan belanja tidak langsung (dulu dikenal dengan anggaran aparatur). Fenomena saat ini, penganggaran Kecamatan masih banyak bersifat “penjatahan” yang relatif terbatas, cenderung dominan pada belanja tidak langsung (bukan belanja langsung), dan kurang dikaitkan dengan perencanaan sesuai dengan kebutuhan nyata pembangunan di Kecamatan. Kondisi ini tentunya sangat kurang produktif dalam pencapaian tujuan Kecamatan dalam rangka
pemecahan
berbagai
permasalahan
dan
pemenuhan
kebutuhan
masyarakat. Pada implementasi pembangunan di Kecamatan, dikenal adanya dana kontingensi, yang digunakan untuk mendukung atau menstimulan berbagai pembangunan di tingkat Kecamatan. Pendanaan model demikian dirasakan Kecamatan masih belum efektif membantu memecahkan berbagai permasalahan
IV-36
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
di tingkat Kecamatan, terutama terkait dengan pembangunan fisik prasarana umum. Oleh karena itu, perlu dilakukan atau dirumuskan pengalokasian dana “kontingensi model baru” yang dipandang lebih tepat sasaran dan tepat manfaat di tingkat Kecamatan. Pada sisi lain, masih kurang diperhitungkan aspek eksternalitas dan efisiensi dalam penentuan penganggaran program dan kegiatan dari SKPD lain yang juga turun sampai ditingkat Kecamatan. Hal ini bisa terjadi karena awal permasalahan tentang “kejelasan kewenangan” antara SKPD Lain dengan Kecamatan, mana kewenangan yang lebih efektif berdampak bila diserahkan di Kecamatan, dibandingkan ditangani langsung oleh SKPD Lain. Aspek lain yang sering dialami terkait dengan penganggaran adalah ketidakjelasan prioritas program dan kegiatan, sehingga masih sering muncul prioritas yang tidak jelas dasarnya. Oleh karena itu, perlu sekali lagi ditegaskan pentingnya perencanaan dan penganggaran disatupadukan, untuk mengurangi terjadinya pembangunan Kecamatan yang tanpa arah, sehingga tidak optimal dalam pencapaian visi dan misi Kecamatan. Manajemen atau pengelolaan Kecamatan memiliki peran strategis dalam rangka peningkatan kapasitas Kecamatan, pada bagian ini akan dikaji tentang perencanaan dan penganggaran Kecamatan sebagai berikut: Regulasi. Beberapa regulasi yang mengatur tentang aspek perencanaan dan penganggaran pada lingkup pemerintahan daerah (termasuk di tingkat Kecamatan), antara lain: 1)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
2)
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
3)
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan,
Pengendalian
dan
Evaluasi
Pelaksanaan
Pembangunan Daerah; 4)
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
IV-37
Rencana
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
5)
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
6)
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
7)
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan;
8)
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
9)
Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Jepara. Beberapa regulasi di atas, dapat dijelaskan keterkaitannya dengan
Kecamatan sebagai berikut: Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah, disebutkan bahwa dalam melaksanakan pembangunan disusun perencanaan pembangunan daerah untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan evaluasi (Pasal 153). Pada tingkat daerah, dikenal adanya perencanaan yang berjenjang menurut waktu, yaitu perencanaan pembangunan daerah disusun secara berjangka, jangka panjang (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah atau RPJPD), jangka menengah (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah atau RPJMD), dan jangka pendek atau tahunan (Rencana Kerja Pemerintah Daerah atau RKPD) sebagaimana diatur dalam pasal 116. Selanjutnya, untuk level Satuan Kerja Perangka Daerah (SKPD) dikenal juga adanya perencanaan jangka menengah (Rencana Strategis SKPD) dan jangka pendek atau tahunan (Rencana Kerja SKPD) sebagaimana diatur dalam Pasal 151. Sebagai sebuah SKPD, maka Kecamatan pun diharuskan untuk memiliki dokumen perencanaan terkait, yaitu Renstra SKPD untuk lima tahunan dan Renja
IV-38
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
SKPD untuk tahunan; yang disusun dengan berpedoman pada dokumen perencanaan tingkat Kota/Kabupaten. Pengaturan lain tentang perencanaan di tingkat daerah dan SKPD, antara lain juga ditemukan pada Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008. Salah satu aspek penting perencanaan yang ditekankan adalah Musyawarah Perencanaan Pembangunan, yang dilakukan pada tingkat Kecamatan (Musrenbang Kecamatan). Musrenbang ini digunakan sebagai sarana penjaringan aspirasi masyarakat yang nantinya akan diteruskan dalam Musrenbang Kabupaten/Kota untuk selanjutnya diseleksi sehingga masuk dalam penganggaran (APBD). Secara khusus, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan disebutkan bahwa perencanaan penyelenggaraan pemerintahan di Kecamatan disusun perencanaan pembangunan sebagai tindak lanjut Musrenang Desa/Kelurahan dalam forum Musrenbang Kecamatan secara partisipatif (Pasal 29). Tahapan manajemen yang berikutnya adalah penganggaran. Pada UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004, disebutkan bahwa pendanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah didanai dengan APBD dan APBN (Pasal 155), dan pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah di tangan Kepala Daerah selanjutnya dilimpahkan seluruhnya atau sebagian kepada pejabat perangkat daerah (Pasal 156). Merujuk pada pengaturan di atas, maka Kecamatan sebagai SKPD seyogianya juga memiliki kewenangan dalam pengelolaan keuangan daerah (perencanaan dan penggunaan serta pertanggungjawaban) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini diperlukan untuk mengoptimalkan pelaksanaan tupoksi Kecamatan, terutama dalam pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan penyediaan pelayanan publik. Regulasi lain terkait dengan penganggaran yang juga harus diperhatikan pada operasionalisasi Kecamatan adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
IV-39
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
13 Tahun 2006 juncto Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007. Regulasi diatas menjadi pedoman dalam pengelolaan keuangan di daerah (sebagai penjabaran pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005). Secara khusus, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan, disebutkan bahwa Kecamaan sebagai SKPD menyusun rencana anggaran SKPD yang disusun berdasarkan rencana keja Kecamatan yang berasal dari rencana strategis Kecamatan (Pasal 30). Melihat pentingnya tahapan perencanaan dan penganggaran bagi suatu SKPD (termasuk Kecamatan), maka sangat perlu untuk ditingkatkan kualitas manajemen perencanaan dan penganggaran Kecamatan; dapat dilakukan dengan cara pemberian pembinaan dan pemantauan secara optimal atas kinerja Kecamatan dalam dua aspek ini. Pembinaan perencanaan dapat dilakukan oleh Bappeda, sedangkan pembinaan penganggaran dilakukan oleh DPKAD. Analisis. Perencanaan pembangunan menjadi tahapan manajemen pembangunan yang sangat penting, bahkan dinyatakan bahwa perencanaan yang baik sama dengan telah tercapainya 50 persen tujuan suatu organisasi. Dikaitkan dengan status Kecamatan sebagai SKPD, yang berhak melakukan perencanaan untuk SKPD Kecamatan, hingga saat ini masih sering dipertanyakan eksistensi efektivitas perencanaan pada tingkat Kecamatan. Terlebih lagi bila dikaitkan dengan fenomena perencanaan partisipatif melalui
mekanisme
Musrenbang
Desa/Kelurahan
maupun
Musrenbang
Kecamatan. Kedua jenjang Musrenbang ini masih sangat perlu untuk dioptimalkan. Perencanaan level Kelurahan dan Kecamatan (Musrenbang) seyogianya menjadi basis dalam penentuan perencanaan level Kota. Perencanaan sangat berkorelasi dengan penganggaran, sehingga status SKPD Kecamatan dapat lebih dioptimalkan, dengan cara mewujudkan penganggaran atau pendanaan Kecamatan yang sesuai dengan perencanaan Kecamatan; karena realita yang ada sekarang masih belum optimal korelasi antara kedua aspek tersebut.
IV-40
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
Selama ini, Kecamatan mendapatkan bantuan dana kontingensi untuk pembangunan. Pengalokasian anggaran ini dirasakan masih belum optimal, sehingga diharapkan dana kontingensi dapat langsung dikucurkan kepada Kecamatan, agar dampak dari anggaran tersebut dapat lebih efektif dan optimal bagi penanganan permasalahan di tingkat Kecamatan. Dalam
rangka
mendukung
terwujudnya
good
governance
dalam
penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar. Sesuai dengan amanat Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945 maka pendanaan dalam penyelenggaraan kegiatan negara, termasuk Kecamatan harus mentaati asas-asas umum yang meliputi baik asas-asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas maupun asas-asas baru sebagai pencerminan best practices (penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara, antara lain: 1) akuntabilitas berorientasi pada hasil, 2) profesionalitas, 3) proporsionalitas, 4) keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, dan 5) pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri. Asas-asas umum pengelolaan keuangan yang baik tersebut diperlukan pula guna menjamin terselenggaranya prinsip-prinsip pemerintahan daerah. Selain menjadi acuan dalam reformasi manajemen keuangan negara, sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk
lebih
mendorong
terwujudnya
pemerintahan
yang
bersih,
transparan, dan serta mampu menjawab tuntutan perubahan secara efektif, dan untuk menindaklanjuti terselenggaranya proses pembangunan yang sejalan dengan prinsip tata pemerintahan yang baik, Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban untuk mengembangkan dan memanfaatkan kemajuan
teknologi
informasi untuk meningkatkan kemampuan mengelola keuangan daerah, dan
IV-41
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
menyalurkanInformasi Keuangan Daerah kepada pelayanan publik. Pemerintah perlu mengoptimasikan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi untuk membangun jaringan sistem informasi manajemen dan proses kerja yang memungkinkan pemerintahan bekerja secara terpadu dengan menyederhanakan akses antar unit kerja. Dalam kerangka ini, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah mengamanatkan adanya dukungan Sistem Informasi Keuangan Daerah untuk menunjang perumusan kebijakan fiskal secara nasional serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan desentralisasi. Perencanaan pembangunan tidak bisa dipisahkan dengan penganggaran. Cara pandang demikian juga harus bisa ditemukan secara efektif berjalan pada tingkat Kecamatan. Terkait dangan aspek perencanaan, Kecamatan memegang peran yang sangat strategis minimal terkait dua hal: Pertama, sebagai salah satu SKPD yang harus memiliki dan melakukan perencanaan dan penganggaran secara otonom. Kedua, peran Kecamatan dalam peningkatan efektivitas perencanaan dan penganggaran partisipatif melalui mekanisme Musrenbang sejak tingkat masyarakat, tingkat RT dan RW, Desa/Kelurahan, sampai tingkat Kecamatan. Status Kecamatan sebagai SKPD membutuhkan adanya komitmen dari Pemerintah Daerah untuk memberikan kejelasan tentang kewenangan atau urusan yang menjadi tanggung jawab Kecamatan, sebab dari sinilah akan menentukan apa saja yang bisa direncanakan dan dianggarkan oleh Kecamatan terkait dengan berbagai program dan kegiatan. Kecamatan masih memiliki berbagai kelemahan didalam aspek dokumen perencanan dan penganggaran, akibat dari ketidakjelasan kewenangan yang harus ditangani. Kecamatan menjadi pihak yang menjembatani kepentingan masyarakat tingkat bawah (RT/RW dan Desa/Kelurahan) dengan kepentingan tingkat yang lebih atas yaitu Pemerintah Kabupaten. Peran ini memberikan Kecamatan
IV-42
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
tanggung jawab yang besar untuk dapat memastikan terakomodasikannya berbagai aspirasi (program kegiatan) dari level bawah untuk mampu didorong masuk kedalam skenario perencanaan dan penganggaran pembangunan yang lebih konkrit dan operasional pada setiap tahunnya (RKPD dan APBD). Peran penting ini dapat terjadi dengan efektif apabila terbangun komitmen pemerintah daerah untuk memberikan plafon/pagu anggaran kepada Kecamatan yang nantinya akan terdistribusi menurut dasar prioritas kepada berbagai Kelurahan di bawahnya. Prasyarat kondisi ini membutuhkan adanya kerjasama yang baik antara Kecamatan, SKPD terkait, Bappeda, DPKAD, dan para penentu kebijakan yang lain. Untuk melengkapi analisis terkait perencanaan dan penganggaran di Kecamatan, penyusun juga menggali informasi kepada Narasumber dengan menggunakan parameter Perencanaan Pertisipatif meliputi Musrenbang dan dokumen perencanaan serta parameter pendanaan program dan kegiatan meliputi sumber pendanaan dan prioritas program, dengan inventarisasi data seperti tersaji dalam tabel dibawah ini : Tabel 4.7. Perencanaan Partisipatif No.
Kecamatan
Kondisi
Masalah
Solusi
Pelaksanaan Musrenbang
1.
Kedung
2.
Mlonggo
• Usulan prioritas • Banyak renc • Dana dari musrenbangpembangunan pembangun des dibawa ke tidak terpenuhi. an musrenbangKec. sebaiknya Untuk dijadikan diploting di usulan prioritas Desa. Kecamatan yang akan diajukan pada Musrenbangda • Dilaksanakan • Delegasi kurang • Walaupun setiap tahun. memahami delegasi substansi krn tidak paham kurang hendaknya
IV-43
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
No.
3. 4. 5.
Kecamatan
Mayong Jepara Batealit
Kondisi
Masalah
• ada • ada • Dilaksanakan setiap awal tahun anggaran tahun.
Solusi
pembekalan oleh SKPD. • Dana tidak sebanding dengan banyaknya usulan. • Pengajuan usulan pembangunan Desa banyak tidak ditindaklanjuti
program tetap direspon. • Menetukan skala prioritas program. • Pengajuan usulan pembangun an Desa banyak tidak ditindaklanju ti
• Dibuat sesui juknis Kab.
• Diberi kelonggaran menentukan perencanaan anggaran. -
Dokumen Perencanaan di Kecamatan 1.
Kedung
2.
Mlonggo
3. 4. 5.
Mayong Jepara Batealit
No.
Kecamatan
• RKA. • DPA.
• Dokumen perencanaan dibuat tiap tahun sesuai kebutuhan kantor. • ada • ada • RKA. • DPA. Tabel 4.8. Pendanaan Program Dan Kegiatan Kondisi
Masalah
-
Solusi
Sumber Pendanaan 1.
Kedung
• APBD II
• Masih belum mencukupi.
IV-44
• Penambahan jumlah anggaran
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
No.
Kecamatan
Kondisi
Masalah
Solusi
2.
Mlonggo
• APBD II
• Masih belum mencukupi.
• Penambahan jumlah anggaran • Penambahan jumlah anggaran • Penambahan jumlah anggaran
3.
Mayong
• APBD II
• Masih belum mencukupi.
4. 5.
Jepara Batealit
• APBD II • APBD II
• Anggaran untuk renovasi kantor dan pelaksanaan kegiatan tidak mencukupi. • Anggaran pelaksanaan program prioritas Masih belum mencukupi.
• Penambahan jumlah anggaran
• Dana kurang sehingga beberapa kegiatan tidak maksimal.
• Penambahan Dana Pelaksanaan Program.
• Banyak usulan dari Desa yang tidak sesuai dengan SKPD.
• Program SKPD harus lebih awal disosialisasik an ke Desa/ Kelurahan.-
Prioritas Program
1.
Kedung
2.
Mlonggo
3.
Mayong
• Meningkatkan capaian kinerja dan keuangan Desa & Kec. • Meningkatkan pelayanan. • Administrasi perkantoran. • Meningkatkan partisipasi masyarakat dlm pembangunan • Semua program prioritas karena semua kebuthan pokok dalam menunjang kinerja. • ada
4. 5.
Jepara Batealit
• ada • Peningkatan
-
IV-45
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
No.
Kecamatan
Kondisi
Masalah
Solusi
kesejahteraan pegawai. • Pelayanan Administrasi Perkantoran. • Pengembangan sistem pelaporan kinerja dan keuangan. • Meningkatkan partisipasi masyarakat dlm pembangunan Berdasarkan analisis data tersebut diatas dapat terlihat beberapa masalah menonjol terkait dengan perencanaan dan penganggaraan program kegiatan, diantaranya pertama, Perencanaan partisipatif yang berasal dari masyarakat banyak yang belum terakomodir karena terbatasnya anggaran. Kedua, kurangnya harmonisasi program antara SKPD dengan masyarakat, dalam hal ini peran kecamatan dalam menjebatani belum optimal dan justru akan lebih baik apabila program tersebut dilaksanakan oleh kecamatan (pelimpahan dengan disertai pembiayaan) sedangkan SKPD cupuk melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi.
IV.6. PELAYANAN KECAMATAN Pelayanan
publik
menjadi
fokus
utama
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan Kecamatan, sejalan dengan pergeseran orientasi negara ke publik
IV-46
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
dalam pemerintahan (birokrasi). Kepuasan publik (masyarakat) senantiasa akan menjadi pusat penyelenggaraan fungsi Kecamatan. Salah satu tujuan otonomi daerah melalui kebijakan desentralisasi adalah untuk mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Pada pengertian ini, peran Kecamatan seharusnya signifikan, karena Kecamatan berada pada jajaran terdepan pemerintahan daerah yang berhadapan berhubungan dengan masyarakat (publik). Ternyata, dalam realisasinya, kedekatan “posisi” Kecamatan dengan masyarakat ini tidak serta merta linier dengan kewenangan pelayanan publik yang dimiliki oleh Kecamatan secara regulasi. Apalagi pada saat sekarang ini telah banyak dihasilkan regulasi yang mengamanatkan pengembangan unit pelayanan terpadu. Akibatnya banyak daerah sedang dan/atau telah membangun kelembagaan unit pelayanan terpadu, yang melaksanakan peran penyelenggaran one stop service dari berbagai jenis pelayanan publik; semua jenis pelayanan terpusat pada satu tempat. Kondisi demikian tentunya semakin menjauhkan pelayanan publik dari masyarakatnya, terutama bila tidak didukung dengan kemutakhiran teknologi informasi, mekanisme jejaring dan kerjasama antar SKPD dan antar jenjang pemerintahan. Bila ingin optimal, maka pelayanan terpadu ini harus mampu memberikan kemudahan pelayanan kepada masyarakat, terutama dari sisi kemudahan akses (jarak pelayanan), disamping kriteria yang lain. Belum lagi masih adanya kerancuan regulasi pelayanan antar sektor dan antar hierarki pemerintahan. Hal ini memberikan dampak yang kurang baik dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat. Ujung penyebab dari semuanya itu adalah aspek kewenangan pelayanan yang masih belum jelas teridentifikasi dan terdelegasi. Hal ini menjadi tugas bagi pemerintah Kabupaten Jepara, untuk mengidentifikasi, kemudian memberikan ketegasan, pihak mana (SKPD) yang seharusnya
melaksanakan
kewenangan
pelayanan
tersebut;
termasuk
kewenangan pelayanan publik yang harus dilaksanakan oleh Kecamatan.
IV-47
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
Eksternalitas dan Efisiensi. Fungsi Kecamatan sebagai institusi pelayanan masih lemah, kajian eksternalitas dan efisiensi pelayanan level Kecamatan harus dilakukan dengan segera dan seksama; untuk mampu meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat disamping menjamin kejelasan dan kepastian kewenangan pelayanan publik yang dilaksanakan oleh Kecamatan. Eksternalitas adalah kriteria pelimpahan urusan pemerintahan dengan memperhatikan dampak yang timbul sebagai akibat dari penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan. Apabila dampak yang ditimbulkan akan lebih optimal apabila dilaksanakan oleh Kecamatan, maka urusan pemerintahan tersebut seharusnya didelegasikan ke Kecamatan. Sedangkan yang dimaksud dengan efisiensi adalah kriteria pelimpahan urusan pemerintahan dengan memperhatikan daya guna tertinggi yang dapat diperoleh dari penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan dilingkup Kecamatan. Apabila urusan pemerintahan lebih berdayaguna ditangani oleh Kecamatan, maka urusan tersebut hendaknya didelegasikan ke Kecamatan. Dua kriteria inilah yang selama ini masih belum diaplikasikan dalam penentuan kewenangan pelayanan publik yang seyogianya dilimpahkan atau didelegasikan kepada Kecamatan. Apabila kondisi ini terus berlangsung, maka peran Kecamatan dalam pelayanan publik juga menjadi tidak optimal. Disisi lain, Kecamatan sebagai institusi pelayanan publik terdepan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat harus mulai berbenah berpedoman pada regulasi yang mengatur pelayanan publik. Dalam hal ini Pemerintah telah membuat berbagai kebijakan yang terkait dengan pelayanan publik yaitu : 1)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
2)
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
3)
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;
4)
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah;
IV-48
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
5)
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan;
6)
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu;
7)
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal;
8)
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 25 Tahun 2007 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan Masyarakat di Lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah;
9)
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian Standar Pelayanan Minimal;
10) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tatakerja Unit Pelayanan Perijinan Terpadu di Daerah; 11) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 62 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pemerintahan Dalam Negeri di Kabupaten/Kota; 12) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan; 13) Permendagri Nomor 52 Tahun 2011 tentang SOP dilingkungan Pemerintah Provinsi dan kabupaten/Kota; 14)
Permenpan Dan RB Nomor 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP Administrasi Pemerintahan; dan
15) Permenpan Nomor 36 Tahun 2012 tentang Standar pelayanan. Pada Bagian Kedua Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik diatur tentang Asas Pelayanan Publik (Pasal 2), yang terdiri atas: a) kepentingan umum; b) kepastian hukum; c) kesamaan hak; d) keseimbangan hak dan kewajiban; e) keprofesionalan; f) partisipatif; g) persamaan perlakuan/tidak diskriminatif; h) keterbukaan; i) akuntabilitas; j) fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan; k) ketepatan waktu; dan l) kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
IV-49
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
Kesemua asas pelayanan publik ini juga harus dapat dikembangkan dalam penyelenggaraan pelayanaan di tingkat Kecamatan, demi tercapainya kualitas pelayanan publik yang prima dan memberikan kepuasan pelayanan kepada masyarakat. Selanjutnya pada Bagian Ketiga diatur tentang ruang lingkup pelayanan publik (Pasal 5), ruang lingkup pelayanan publik meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Bidang pelayanan publik meliputi pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata, dan sektor lain yang terkait. Dalam regulasi tersebut diantarannya juga mengamanatkan bahwa untuk setiap unit pelayanan publik harus menyusun dan menerapkan Standar Pelayanan yang didalamnya disamping harus menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) juga harus menyusun dan memampangkan komponen-kompen standar pelayanan untuk diketahui masyarakat seperti misalnya visi misi organisasi, moto, janji layanan, biaya, waktu, SDM termasuk juga pelaksanaan pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) berdasarkan pada Keputusan Menteri PAN Nomor 25 Tahun 2004. Secara khusus memang tidak banyak regulasi yang terkait dengan pengaturan pelayanan publik di Kecamatan, namun mengingat Kecamatan juga bagian dari pemerintahan, maka seyogianya Kecamatan juga memperhatikan semua regulasi yang menenkankan pada pengaturan pelayanan publik secara komprehensif. Perkembangan regulasi terakhir semakin menempatkan Kecamatan dalam posisi
yang
strategis
terkait
dengan
pelayanan
publik,
yaitu
dengan
ditetapkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan. Regulasi ini memberikan
IV-50
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
tambahan kewenangan kepada Kecamatan untuk menyelenggarakan PATEN (Pelayanan
Administrasi
Terpadu
Kecamatan)
apabila
telah
memenuhi
persyaratan tertentu terkait dengan aspek substantif, administratif, dan teknis. Ruang lingkup PATEN meliputi pelayanan bidang perizinan dan pelayanan bidang non perizinan. Pada bagian konsideran menimbang disebutkan bahwa dalam rangka merespon dinamika perkembangan penyelenggaraan pemerintahan daerah menuju tata kelola pemerintahan yang baik, perlu memperhatikan kebutuhan dan tuntutan masyarakat dalam pelayanan. Selanjutnya ditegaskan bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat serta memperhatikan kondisi geografis daerah, perlu mengoptimalkan peran Kecamatan sebagai perangkat daerah terdepan dalam memberikan pelayanan publik. Pada Pasal 2 disebutkan bahwa ruang lingkup PATEN meliputi: a) pelayanan bidang perizinan; dan b) pelayanan bidang non perizinan. Selanjutnya, pada Pasal 3 disebutkan tentang maksud penyelenggaraan PATEN, yaitu adalah mewujudkan Kecamatan sebagai pusat pelayanan masyarakat dan menjadi simpul pelayanan bagi kantor/badan pelayanan terpadu di Kabupaten/Kota; dan Pasal 4 disebutkan bahwa tujuan PATEN untuk meningkatkan kualitas dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Terkait dengan pelayanan perizinan, maka penyelenggaraan PATEN bidang perizinan ditingkat Kecamatan juga harus memperhatikan regulasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tatakerja Unit Pelayanan Perijinan Terpadu di Daerah. Dalam pemberian pelayanan kepada publik, Kecamatan sangat tergantung pada efektivitas kewenangan yang didelegasikan kepada Kecamatan dari Dinas Instansi Terkait, dengan mempertimbangkan indikator eksternalitas dan efisiensi. Disamping memperhitungkan dua kriteria di atas, seyogianya kewenangan terkait dengan pelayanan publik yang dilimpahkan atau didelegasikan kepada
IV-51
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
Kecamatan disertai dengan pengaturan Standar Pelayanan Minimal (SPM), agar memberikan kepastian kepada publik. Pengaturan SPM yang bisa dipedomani antara lain Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
6 Tahun 2007 tentang
Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
79
Tahun 2007 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Pencapaian Standar Pelayanan Minimal. Pembentukan Kecamatan sebagai unit pelayanan tentunya membutuhkan berbagai persyaratan, antara lain diawali dari jenis kewenangan terkait perijinan dan non perijinan yang didelegasikan kepada Kecamatan (persyaratan substantif), pemenuhan persyaratan administratif meliputi standar pelayanan dan uraian tugas personil yang terlibat; dan terakhir adalah aspek teknis yang meliputi sarana prasarana dan pelaksana teknis pelayanan. Aplikasi IKM atau metode lain yang sejenis sampai saat ini sudah dilaksanakan oleh Kecamatan di Kabupaten Jepara. Namun, dirasakan masih sangat perlu untuk ditingkatkan kualitasnya. Bisa dilakukan variasi metode riset untuk lebih mendapatkan ketajaman pengamatan yang nantinya dapat digunakan bagi perbaikan kinerja Kecamatan dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat. Hasil penilaian IKM dipandang sangat strategis bagi peningkatan kinerja pelayanan unit organisasi pemerintah, dan sebaiknya tidak digunakan sebagai dasar peninjauan jabatan, karena akan sangat menimbulkan resistensi dikalangan aparatur pemerintah daerah. Hal yang diutamakan dalam IKM adalah kepuasan masyarakat, bukan dalam konteks pengembangan karir. Peranan Kecamatan dalam kaitan dengan pelayanan publik dilihat dari teori organisasi (Prof. Sadu Wasistiono, 2010), Kecamatan dapat dikembangkan dalam dua alternatif, yaitu menjadi “single-purpose agency” atau “multi-purpose agency”. Kalau diarahkan pada alternatif pertama, maka peranan Kecamatan akan sangat terbatas, dan di Kecamatan masih akan ada berbagai institusi lainnya berupa Cabang Dinas atau UPTD Kabupaten/Kota. Apabila diarahkan
IV-52
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
pada alternatif kedua, maka di tingkat Kecamatan hanya ada satu lembaga pelayanan pada masyarakat, fungsi-fungsi yang dijalankan oleh Cabang Dinas atau UPTD Kabupaten/Kota dimasukan dalam fungsi kelembagaan Kecamatan. Kecamatan akan menjadi organisasi Kabupaten/Kota mini tanpa DPRD dan tanpa kewenangan anggaran. Untuk melengkapi analisis terkait pelayanan di Kecamatan, penyusun juga menggali informasi kepada Narasumber dengan menggunakan parameter regulasi pelayanan, jenis layanan, sarana pendukung layanan dan evaluasi IKM, dengan inventarisasi data seperti tersaji dalam tabel dibawah ini : Tabel 4.9. Pelayanan Kecamatan No.
Kecamatan
Kondisi
Masalah
Solusi
Regulasi Pelayanan
1.
Kedung
2.
Mlonggo
3. 4. 5.
Mayong Jepara Batealit
• PP 19/2008 • Perda 13/2008 ttg OTK Kec & Kel di Jepara • Perbub 30/2010 ttg pelimpahan sebagian kewenangan Bupati ke Camat. • Untuk regulasi • Selama ini Paten sudah belum ada dibuatkan 32 regulasi dan kebijakan dan mengacu pada saat ini masih buku yang ada diteliti. dan belum ada standar baku • ada • ada • Pelayanan umum • Kurang Kecamatan pahamnya sesuai SOP. masy thd pengajuan PATEN.
IV-53
-
• Penyusunan standar baku (regulasi)
• Rakor dan sosialisasi
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
No.
Kecamatan
Kondisi
Masalah
Solusi
Jenis Layanan di Kecamatan 1.
Kedung
2.
Mlonggo
3.
Mayong
4. 5.
Jepara Batealit
• IMB • Izin gangguan • Izin salon • Izin rumah makan • Izin reklame • SIUP Kecil • Pelayanan KTP/KK. • KTP/KK • IMB • HO • Izin Usaha pariwisata • Izin Pemasangan Reklame • SIUP • TDP • KTP/KK • IMB • HO • Izin Usaha pariwisata • Izin Pemasangan Reklame • SIUP • TDP • 26 • KTP/KK • IMB • HO • Izin Usaha pariwisata • Izin Pemasangan Reklame • SIUP • TDP
• Kewenangan diberikan skala kecil.
-
• Yang skala besar dilimpahkan.
-
• Tenaga teknis kurang
• Penambahan tenaga teknis
• Masih ada KTP elektronik yang belum di Cetak dan diterimakan ke masy. • Rekayasa luasan tempat usaha.
• Pemerintah Pusat agar segera mendistribusika n KTP elektronik.
• Anggaran
• Adanya
Sarana Pendukung Layanan di Kecamatan 1.
Kedung
• Tim Teknis
IV-54
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
No.
Kecamatan
2.
Mlonggo
3.
Mayong
4. 5.
Jepara Batealit
Kondisi
Masalah
PATEN (SK Camat Kedung No. 3/2014) • Pelaksana Teknis Paten (Sekcam) • Sarpras (Loket pelayanan, ruang layanan KTP/KK, perangkat lunak) • Tim Teknis PATEN • Pelaksana Teknis Paten • Sarpras • Tim Teknis PATEN • Pelaksana Teknis Paten • Sarpras • memenuhi • Tim Teknis PATEN (Petugas yang trampil dan cakap) • Sarana dan Prasarana (kendaraan operasional) • Anggaran transportasi dalam rangka pengawasan.
pengelolaan layanan kuran
• Sarpras kurang memadai.
Solusi anggaran khusus pelayanan.
• Pemenuhan Sarpras.
-
-
-
-
Evaluasi IKM di Kecamatan
1.
Kedung
2.
Mlonggo
• Setiap tahun diadakan IKM dengan membagikan angket ke masy. • Nilai 75,727 (Baik)
IV-55
• Karena berbentuk angket hasilnya tidak maksimal. • Sarpras kurang
• Dilaksanakan dalam bentuk sosialisasi. • Pemenuhan sarpras
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
No.
3. 4. 5.
Kecamatan
Mayong Jepara Batealit
Kondisi
Masalah memadahi. • Personil kurang mencukupi • Ada Calo KTP/ KK dan perijinan sehingga biaya yang dikeluarkan menjadi lebih besar.
• ada • baik • Nilai 45 (Baik)
Solusi • Penambahan personil. • Pengajuan KTP/ KK dan perizinan diurus sendiri oleh yang bersangkutan.
Disamping parameter tersebut diatas, untuk melengkapi Kajian, penyusun juga menambahkan parameter Koordinasi dan Pembinaan serta pengawasan dengan inventarisasi data seperti tersaji dalam tabel dibawah ini: Tabel 4.10. Koordinasi Antar SKPD No.
Kecamatan
Kondisi
Masalah
Solusi
-
-
-
-
-
-
Intensitas Koordinasi
1.
Kedung
2.
Mlonggo
3. 4. 5.
Mayong Jepara Batealit
• Setiap bulan dilaksanakan rapat koordinasi dengan melibatakan pejabat Desa/Kelurahan dan SKPD. • Baik • Rutin dan insidentil. • ada • ada • dilaksanakan 1 bulan sekali.
IV-56
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
No.
Kecamatan
Kondisi
Masalah
Solusi
• Rakor awal program • Rakor akhir program • Koordinasi langsung • ada • Rakor • Rakor dengan SKPD/Dinas/ Instansi dan Desa.
-
-
-
-
Masalah
Solusi
-
-
Kegiatan SKPD di Kecamatan 1.
Kedung
2. 3. 4. 5.
Mlonggo Mayong Jepara Batealit
Tabel 4.11. Pembinaan Dan Pengawasan No.
Kecamatan
Kondisi
Mekanisme Pembinaan Dan Pengawasan 1.
Kedung
2. 3. 4. 5.
Mlonggo Mayong Jepara Batealit
• Bimwas oleh Inspektorat Kab setahun sekali. • ada • 1 bulan sekali • Monitoring Dana Bantuan Kab/ Prov, Pusat.
• Kecamatan • Kecamatan tidak menerima diberikan pemberitahuan tembusan dan laporan pemberitahu dari pokmasi an dan apabila dana laporan cair. pencairan dana.
Pelaksanaan Evaluasi 1.
Kedung
• Evaluasi kegiatan oleh Inspektorat Kab setahun sekali.
IV-57
-
-
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
No. 2. 3. 4. 5.
Kecamatan Mlonggo Mayong Jepara Batealit
Kondisi
Masalah
• ada • 1 bulan sekali • Monev pelaksanaan kegiatan yang dibiayai APBN, APBD Prov & APBD Kab.
Solusi
• Kecamatan • Kecamatan tidak menerima diberikan pemberitahuan tembusan dan laporan pemberitahu perkembangan an dan pembangunan laporan oleh pokmas. perkembang an pembanguna n oleh pokmas.
Berdasarkan analisis data tersebut diatas dapat terlihat beberapa masalah menonjol terkait dengan pelayanan kecamatan pertama, kurangnya SDM dan anggaran menyebabkan pelayanan tidak optimal. Kedua,
pelayanan yang
dilimpahkan masih dalam skala kecil padahal masih memungkinkan untuk pelayanan dalam skala lebih besar. ketiga, Proses pengajuan, pencairan dan pelaporan proses pembangunan oleh kelompok masyarakat belum sepenuhnya melibatkan
Kecamatan
khususnya
dalam
proses
pencairan
dan
pertanggungjawaban sehingga Kecamatan kesulitan untuk melakukan monitoring dan evaluasi.
IV-58
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
BAB V
PENUTUP
V.1. KESIMPULAN Berdasarkan hasil kajian teori dan regulasi serta proses pengolahan data serta
informasi
narasumber
dengan
memperhatikan
gambaran
umum
kewilayahan dan kondisi eksisting kelembagaan Kecamatan di Kabupaten Jepara, dapat diambil kesimpulan yaitu: 1.
Eksistensi
Kelembagaan
Kecamatan
di
Kabupaten
Jepara
dalam
implementasinya masih banyak menemui kendala dan hambatan yang membuat kinerja Kecamatan belum dapat sepenuhnya memenuhi harapan publik. 2.
Permasalahan tersebut mencakup multi aspek, baik dari sisi pembentukan (kewilayahan), kewenangan, kelembagaan, Sumber Daya Aparatur, perencanaan, penganggaran, maupun pelayanan publik sehingga upaya untuk melakukan pengembangan kapasitas kelembagaan Kecamatan merupakan langkah tepat dalam rangka pemenuhan harapan masyarakat akan pelayanan yang lebih baik.
3.
Untuk menjadikan Kelembagaan kecamatan lebih berdayaguna dan berhasil guna perlu dukungan dari semua pihak khususnya dari Bupati sebagai pengambil kebijakan.
4.
Penyelesaian permasalahan yang dihadapi Kecamatan tidak mungkin dapat diselesaikan serentak namun harus dilakukan secara bertahap dengan perencanaan yang matang dang terpadu dari berbagai aspek, dan hal itu dapat dimulai dengan mengevaluasi kelembagaan secara keseluruhan.
V-1
KAJIAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEPARA
V.2. SARAN Berdasarkan kesimpulan tersebut diatas, maka saran terkait peningkatan kelembagaan kecamatan sebagai perangkat daerah Kabupaten Jepara adalah: 1.
Pemerintah Kabupaten Jepara dapat memanfaatkan momentum perubahan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dengan Undang-undang 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah untuk melakukan evaluasi dan penataan secara komprehensip kelembagaan Kecamatan dengan memulai memetakan kewenangan Pemerintah kabupaten serta kewenangan yang dapat
dilimpahkan
ke
Kecamatan
dengan
menggunakan
prinsip
eksternalitas, efisiensi, efektifitas dan akuntabilitas. 2.
Melaksanakan distribusi pegawai secara proporsional dan profesional dengan mengedapankan pelayanan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat sebagai prioritas program dengan meninggalkan subyektifitas dalam penempatan pegawai tetapi lebih pada penempatan sesuai kompetensi sehingga kinerja menjadi lebih optimal.
3.
Pemenuhan sarpras dan anggaran yang memadai seiring dengan penambahan pelimpahan kewenangan ke Kecamatan dengan diimbangi pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kewenangan oleh Kecamatan.
V-2