LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN KERJASAMA ANTAR PERGURUAN TINGGI (PEKERTI)
POTENSI MUTACIN STREPTOCOCCUS MUTANS SEBAGAI INHIBITOR COLLAGEN BINDING PROTEIN PADA SEL ENDOTEL KAITAN DENGAN STROKE HAEMORAGIK DAN ENDOCARDITIS
KETUA DAN ANGGOTA
Ketua TPP Anggota TPP
: Drh. Basri, M.Si : Drh. Abdillah Imron Nasution, M.Si
(0007037504) (0014047704)
Ketua TPM Anggota TPM
: Prof. Drg. Boy M. Bachtiar, MS., Ph.D : Drg. Nurtami, Ph.D
(0024055202) (0015067405 )
Dibiayai oleh Universitas Syiah Kuala, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Dalam Rangka Pelaksanaan Penelitian Hibah Pekerti Tahun Anggaran 2014 Nomor :496.a /UN11/S/LK-BOPT/2014 Tanggal 26 Mei 2014
UNIVERSITAS SYIAH KUALA NOPEMBER 2014
RINGKASAN
Latar Belakang. Streptococcus mutans dilaporkan sebagai agen utama penyebab karies dan dapat bersifat bakterinemia dapat dapat menginfeksi endocardium jantung (endokarditis) dan pembuluh darah serebrum otok (stroke haemoragi). Selain itu S. mutans menghasilkan antibiotik mutacin yang dapat menghambat sejumlah golongan bateri streptococci, termasuk perlekatan protein Cnm S. mutans pada Collagen binding protein sel endothel pembuluh darah serembrum dan jantung, potensi tersebut memberikan informasi bahwa mutacin dapat mencegah perlekatan S. mutans pada sel endothel, sehingga dapat mencegah infeksi endocarditis dan infeks strok haemoragik. Tujuan penelitian mengevaluasi kemampuan S. mutans menginfeksi jantung dan lapisannya serta otak dan pembuluh darah serembrum dan menguji kepekaaan rekatifitas mutacin terhadap sel endotel pada berbagai konsentrasi. Metode Penelitian. Penelitian ini menggunakan metode kultur bakteri, histopatologi, spektrofotometer, dan ELISA, selain itu metode purifikasi mutacin dan kultur sel endothel. Hasil Penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada pH 5 dan 6 dan suhu 40°C pertumbuhan sel bakteri S. mutans lebih rendah dibandingkan dengan pH 8 dan suhu 37°C berdasarkan absorbansi spektrofotometer pada hari ke 7, 14, 21, dan 30, secara histopatologi jantung dan katup jantung menunjukkan perubahan histopatologis berupa infiltrasi sel radang, hiperemi hemoragi, cloudy swelling dan nekrosis sel yang ditandai dengan piknosis mulai pada hari ke-7 hingga pada akhirnya jaringan menjadi lisis pada hari ke-30 hal yang sama juga terjadi pada endokardium, miokardium, epikardium dan katup jantung juga terjadi hipertrofi otot jantung dan infiltrasi sel fibroblas pada epikardium. Sedangkan pada otak secara histopatologis pada pembuluh darah serebrum menujukkan terjadi perubahan susunan sel endotel, nekrosis sel endotel dan destruksi tunika media, nekrosis sel endotel dan tunika intima dan media menjadi lisis selanjutnya pada hari ke-30 terlihat sel endotel hilang dan rupturnya pembuluh darah. Begitu juga pada otak serebrum terjadi hiperemi dan infiltrasi sel radang pada semua kelompok perlakuan dan pada fase infeksi hari ke 30 terjadi peningkatan hemoragi dan nekrosis sel dan ruptur pembuluh darah. Pada uji reaktifitas mutacin S. mutans mampu bereaktifitas dengan sel endotel pada berbagai konsentrasi. Pembahasan. Streptococcus mutans isolate darah lebih bagus pertumbuhan pada kondisi lingkungan alkalis, dibandingkan isolat labaoratorium, khususnya pada pH 8 dan pada suhu 37 0C dan 40 0C dan S. mutans sebagai penentu terjadinya infeksi pada jantung dan otak besar (serebrum) dengan intensitas yang meningkat seiring lama infeksi. Infeksi oleh S. mutans pada jantung dan pembuluh darah otak, dengan sasaran merusak sel endotel dan jaringan host, yang merupakan media untuk melakukan infeksi. Sedangkan mutacin S. mutans dapat bereaksi baik dengan sel endotel pembuluh darah otak dan jantung pada berbagai konsentrasi. Kesimpulan. Streptococcus mutans mampu menginfeksi jantung dan pembuluh darah otak, sekaligus mutacin S. mutans mampu berinteraksi dengan sel endotel pembuluh darah otak dan jantung. Kata Kunci: Streptococcus mutans, mutacin, jantung, serebrum, dan sel endothel
3
PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim Puji beserta syukur penulis panjatkan kepada sang Khalik Ilahi Rabbi yang telah memberikan penghidupan yang layak bagi umatNya. Atas kudrah dan IradahNyalah penulis telah diberikan kemampuan untuk menyelesaikan penelitian beserta laporannya dengan judul Potensi Mutacin Streptococcus Mutans Sebagai Inhibitor Collagen Binding Protein Pada Sel Endotel Kaitan dengan Stroke Haemoragik Dan Endocarditis. Laporan ini terdiri dari laporan hasil penelitian dan draf artikel ilmiah. Laporan penelitian ini sejatinya telah memberikan kontribusinya dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pengetahuan tentang kedokteran gigi lebih spesifik sebagai upaya untuk penvegahan penyakit karies gigi. Selain itu, laporan penelitian ini dibuat sebagai bentuk tanggungjawab peneliti atas hibah dana penelitian yang telah dibiayai oleh Dibiayai oleh Universitas Syiah Kuala, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Dalam Rangka Pelaksanaan Penelitian Hibah Pekerti Tahun Anggaran 2014 Nomor :496.a /UN11/S/LK-BOPT/2014 Tanggal 26 Mei 2014. Penulis megucapkan terimaksih kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian dan penulisan laporan ini, terutama kepada tim peneliti serta keluarga yang telah berperan aktif untuk menyelesaikan laporan penelitian. Penulis sungguh mengharapkan masukan, saran serta kritikan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Akhirnya penulis mengharapkan kepada pembaca kiranya tulisan ini dapat bermanfaat baik sebagai referensi penelitian maupun untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan. Amin. Darussalam, November 2014 Penulis
4
DAFTAR ISI
HALAMA PENGESAHAN ..........................................................................
ii
A. LAPORAN HASIL PENELITIAN
B.
RINGKASAN ........................................................................................ SUMMARY ........................................................................................... PRAKATA ............................................................................................. DAFTAR ISI .......................................................................................... DAFTAR TABEL DAN SKEMA .......................................................... DAFTAR GAMBAR ............................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
iii iv v vi vii viii ix
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................... BAB II. PERUMUSAN MASALAH ...................................................... BAB III. TINJAUAN PUSTAKA........................................................... BAB IV. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ............................ BAB V. METODE PENELITIAN .......................................................... BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................... BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN .................................................... DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. LAMPIRAN ...........................................................................................
1 3 5 25 26 33 47 48 51
DRAFT ARTIKEL ILM IAH
5
DAFTAR TABEL
Tabel 1.Nilai Reaktifitas konsentrasi Mutacin S.mutans terhadap sel endotel berdasarkan uji anova ......................................................................
29
6
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.Model mekanisme bakteriocin dalam tanpa imunitas ..................... Gambar 2. Grafik perbandingan pertumbuhan S. mutans ATCC 31987 Dengan isolate darah berdasarkan pH ........................................... Gambar 3. Grafik perbandingan pertumbuhan S. mutans ATCC 31987 Dengan isolate darah berdasarkan suhu ........................................ Gambar 4. Gambaran Histopatologis lapisan jantung ..................................... Gambar 5. Gambaran Histopatologis endocardium dan katup jantung............ Gambar 6. Gambaran histopatologi otak tikus setelah di infeksi dengan S. mutans ..................................................................................... Gambar 7. Gambaran histopatologi sel endotel pembuluh darah .................... Gambar 8. Derajat Reatifitas Mutacin S. mutans ...........................................
7 16 17 20 23 25 27 15
7
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I. Hasil Penelitian .......................................................................... Lampiran II.Instrumen Penelitian .................................................................. Lampiran III. Personalia Peneliti ................................................................... Lampiran IV. Draf Publikasi .........................................................................
40 56 58 78
8
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Stroke haemoragik terjadi terjadi akibat aliran darah yang masuk ke otak terganggu karena penyumbatan pembuluh darah dalam otak sehingga mengakibatkan pembuluh darah pecah, dan suplai darah, makanan dan oksigen sel saraf dalam otak terganggu dan menyebabkan kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara bahkan sampai penurunan kesadaran. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi yang berakhir dengan kelumpuhan. Penyakit ini dilaporkan sebagai penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di dunia serta telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia sehingg perlu penanganan secara serius (Adam, 2003). Berdasarkan data dari Yayasan Stroke Indonesia jumlah penderita Stroke di Indonesia terbanyak dan menduduki urutan pertama di Asia sedangkan organisasi stroke dunia mencatat hampir 85% orang sangat rentan terhadap resiko sehingga perlu upaya penanganan secara serius (Aliah, 2007). Beberapa penelitian stroke melaporkan bahwa stroke dapat dipicu oleh faktor perlilaku dan medis termasuk infeksi mikroorganisme. Kejadian stroke tersebut sangat berhubungan dengan gangguan jantung, karena jantung selain berfungsi sebagai suplai aliran darah, juga sebagai pengontrol tekanan darah keseluruh tubuh sekaligus mensuplai oksigen tubub termasuk ke otak. Gangguan jantung seperti jantung koroner dan infeksi endocarditis terutama pada pasien dengan kelainan kongenital pada jantungnya (Arif, 2009). Di negara berkembang insiden endokarditis dapat mencapai 1,6 – 4,3 diantara 100.000 penduduk. Angka kematian mencapai 20%-40%, meskipun diberikan antibiotik yang cukup. Komplikasi neurologis endokarditis dapat berkisar 20%-40%, hal ini akan mempertinggi angka kematian (41%-86%), biasanya kematian tersebut terjadi secara mendadak (Alwi, 2007). Endokarditis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa golongan jamur (Candida sp dan Aspergillus sp) maupun bakteri berupa Streptococcus viridans alpha hemolytic paling sering dan disusul dengan staphylococcus koagulase positif (Fauci, 2008). Streptococcus mutans dilaporkan berperan pada kasus stroke haemoragik (Nakano, 2011) dan juga berperan pada endocarditis (Abrances, 2011). Kejadian ini dipengaruhi oleh aktivitas faktor virulensi yang dimiliki S. mutans salah satunya adalah collagen binding protein atau protein Cnm memiliki berat molekul 120 kDa dengan 9
mengikat komponen extraceluler matrix (ECM) yang terdiri dari fibronectin, collagen, laminin, dan elastin (Nakano 2010, dan Nomura, 2006). Selain itu, S. mutans juga memproduksi bacteriocin (mutacin) yang merupakan protein atau peptides anti microbial terhadap beberapa bakteri seperti Enterococcus faecalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Escherichia coli dan mycobacteria (Kamiya, 2008). Secara umum mutacin berfungsi sebagai bakteriosidal melalui jalur adhesin molekuler dengan menghambat pembentukan biofilm sebagai inisiasi pertama invasi mikrobial terhadap host (Kamiya, 2011) yang melibatkan protein ektraseluler seperti collagen binding protein sebagai unsur bioaktivator adhesin terhadap host, khusunya pada kejadian infeksi S. mutans baik pada infeksi karies gigi maupun perannya pada infeksi stroke hemoragik dan endocarditis. Penelitian ini mengeksplorasi potensi S. mutans yang dapat menyebabkan stroke haemoragi dan endocarditis, sekaligus menguji kepekaan mutacin terhadap terhadap perlekatan S. mutans pada sel endotel. Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi upaya penentuan mutacin sebgai inhibitor perlekatan S. mutans pada sel endotel yang dapat mencegah terjadinya infeksi endocarditis dan stroke haemoragik.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Streptoccus mutans Streptococcus mutans dilaporkan sebagai floral normal rongga mulut yang memiliki sifat α-hemolitik dan oportunistik (Basri, 2010). Bakteri ini pertama kali diisolasi dari plak gigi oleh Clark pada tahun 1924 berbentuk kokus dengan formasi rantai panjang apabila ditanam pada medium BHI sedangkan pada media agar lainnya memperlihatkan rantai pendek dengan bentuk sel tidak beraturan selain tumbuh dalam suasana fakultatif anaerob, S. mutans juga dianggap sebagai oral mikrobiota patogen yang paling penting pada patogenesis karies gigi, karena kemampuannya membentuk polisakarida ekstraseluler dan memfermentasi karbohidrat menjadi asam laktat. (Basri, 2006). Streptococcus mutans terdiri dari serotipe c, e, f, dan k sedangkan. Keempat serotipe ini, yang paling sering dijumpai pada infeksi karies gigi adalah serotipe c (70%) dan e (20%) dan kurang dari 5% serotipe k (Nakano, 2004). S. mutans Serotipe k menurut Nakano (2004) berperan pada patogenesis stroke hemoragik (Nakano, 2011) dan endocarditis (Nakano, 2010). Dengan demikian, S. mutans yang dikenal sebagai patogen untuk karies gigi tetapi juga sebagai bakteremia. Penelitian yang dilakukan oleh Eishi (1995)
memperlihat S.
mutans berperan pada infeksi penyakit sistemik lainnya seperti endokarditis dan infeksi komplikasi intraserebral di pada beberapa penderita stroke hemoragik di Jepang. Indikasi S. mutans serotipe k terlibat pada infeksi tersebut adalah ditemukan bakteri ini dalam darah penderita stroke hemoragik dan penderita endocarditis (Fujiwara, 2001). Hasil penelitian Nakano (2011) menunjukkan bahwa infeksi pada stroke hemoragik berhubungan erat dengan infeksi S. mutans dan dianggap sebagai faktor risiko potensial pada pendarahan otak dan virulensi S. mutans serotipe k sangat penting pada penyakit sistemik (Nakano, 2009). Selain itu, S. mutans juga memproduksi mutacin (bakteriocin) untuk membantu kolonisasi pada proses pembentukan biofilm (Merritt, 2012). Sekaligus dapat menghambat pertumbuhan bakteri lainnya. Peran mutacin menjadi penting ketika proses infeksi terjadi, selain itu dilaporkan juga mutacin mampu menghambat beberapa protein binding yang dimiliki golongan bakteri streptoccus, termsuk S. mutans (Dramsi, 2010).
11
2.2. Mutacin Streptococcus
mutans
dapat
menghasilkan
mutacin
(bacteriocins)
untuk
mempertahankan dirinya dengan lingkungan sekitar. Terdapat dua mutacin S. mutans berdasarkan karakteristik yaitu lantibiotic secara umum bersifat spektrum luas dan nonlantibiotics secara umum jenis mutacin ini cendrung digunakan sebagai target atraktif bahan antimikrobial. Secara moleculer interaksi dari protein mutacin ini diperantarai oleh dua komponen protein ComCDE dari protein LytTR yang difasilitasi oleh sistem regulasi protein HdrRM dan BrsRM. Dua sistem ini berperan mengasilkan mutacin untuk menjaga kelangsungan hidup S. mutans dari pengaruh lingkunganya (Merrit, 2012). Mutacins pertama kali dipelajari oleh Kelstrup dan Gibbons pada tahun 1969 dan kata 'mutacin' diciptakan oleh Hamada dan Ooshima pada tahun 1975. Mota-Meira (2000) dan Morency (2001) melaporkan bahwa bakteri penghasil mutacin dapat menghambat bakteri patogen yang berhubungan dengan makanan, seperti L. monocytogenes, B. cereus, C. perfringens, S. aureus dan Campylobacter jejuni. Mutacin juga dapat menghambat berbagai streptococus dan enterococci, termasuk beberapa strain resisten multi-obat (Kreth,2005) juga terhadap Helicobacter pylori dan Neisseria gonorrhoeae (Mota-Meira, 2005). Mutacin B-Ny266 memiliki aktivitas penghambatan terhadap banyak nisin-A strain resisten (L. monocytogenes Scott A, Pediococcus acidilactici), strain yang resisten oksasilin (Enterococcus faecalis, S. aureus dan S. epidermidis) dan strain resisten vankomisin (N. gonorrhoeae , E. faecalis) Mota-Meira (2000). Mutacins I dan III telah terbukti memiliki potensi lebih dari nisin untuk menghambat methicilin-resistant S. aureus (MRSA), vancomycin-resistant
Enterococcus
(VRE)
dan
S.
epidermidis,
memperlihatkan
konsentrasi hambat minimum lebih rendah dari 10 mg / ml (Qi, 1999)). Mutacins I, II, III dan IV dapat menghambat kelompok A streptococcus (GAS) dan penisilin-tahan S. pneumoniae dengan MIC bawah 1µg/ml (Qi, 2000). Mutacins Lantibiotic menunjukkan aktivitas terhadap berbagai bakteri gram positif, sedangkan mutacins non-lantibiotic (NLM) terutama aktif terhadap bakteri terkait erat. Sejauh ini, enam mutacins lantibiotic telah ditandai yang meliputi mutacin I, mutacin II, mutacin III/mutacin 1140 (Hilman, 1998), mutacin B-NY266, mutacin K8 (Robson, 2007) dan mutacin SMB (Yonezawa, 2005). Di sisi lain, mutacins non-lantibiotic terdapat dalam berbagai serotipe S. mutans.
12
2.3. Collagen Binding Protein Sebagai Potensial Stroke dan Endocarditis Kemampuan infeksi S. mutans pada kasus stroke hemoragik dan endocarditis tidak terlepas dari faktor viruensi yang dimiliki S. mutans untuk menginvasi host. Nakano (2010) melaporkan bahwa protein 120-kDa (protein Cnm) dianggap molekul protein yang berperan penting pada kasus stroke hemoragik dan endocarditis selain itu protein 190-kDa (Nakano 2008). Protein Cnm ini mengikat kolagen tipe I host untuk selanjutnya menetap pada jaringan, berkoloni dan menginfeksi host yang pada akhirnya melemahkan aktivitas sel endotelium yang merupakan langkah penting pada infeksi endocarditis (Nomura, 2012). Menurut Sato (2004) sekuen asam amino yang telah dideduksi oleh protein Cnm memperlihatkan kesamaan yang akurat dengan collagen-binding adhesins dan setelah dikonfirmasi ternyata protein Cnm termasuk dengan Cbp yang merupakan protein permukaan yang memfasilitasi S. mutans untuk melekat pada jaringan sel endotel dan kolagen host untuk. Nakano (2011) melaporkan bahwa Streptococcus mutans serotipe k mengekspresikan Cbp yang merupakan faktor risiko potensial pada stroke hemoragik, hasil ini juga diperjelas kembali oleh ia bahwa frekuensi S. mutans mengekpresikan Cbp pada pasien stroke hemoragik secara signifikan lebih tinggi dibanding dengan kontrol, dengan demikian secara langsung Cbp S. mutans terlibat dalam haemoragik stroke dan endocarditis.
2.4. Stroke Hemoragik dan Endocarditis Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun infeksi mikroorganisme seperti streptococcus mutans (Nakano 2011). Patogenesis stroke haemoragik terjadi akibat tekanan darah yang sangat tinggi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan peredaran darah otak. Stroke haemoragik dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu, perdarahan subarachnoid dan perdarahan intraserebral (Sutrisno, 2007). Perdarahan subaraknoi yaitu darah keluar dari dinding pembuluh darah menuju ke permukaan otak dan tersebar dengan cepat melalui aliran cairan otak ke dalam ruangan di sekitar otak. Perdarahan sering kali berasal dari rupturnya aneurisma di basal otak atau pada sirkulasi willisii. Perdarahan subaraknoid timbul spontan pada umumnya dan sekitar 10 % disebabkan karena tekanan darah yang naik danterjadi saat aktivitas. Sedangkan perdarahan intraserebral, adalah akibat rusaknya struktur vaskular yang sudah lemah akibat aneurisma yang disebabkan oleh kenaikan darah atau pecahnya pembuluh darah otak akibat tekanan darah, atau pecahnya pembuluh darah otak akibat tekanan darah yang melebihi toleransi (Aliah, 2007). 13
Endokarditis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme pada endokardium atau katub jantung. Infeksi endokarditidis biasanya terjadi pada jantung yang telah mengalami kerusakan yang didahului dengan endokarditis, biasanya berupa penyakit jantung bawaan, maupun penyakit jantung yang didapat seperti infeksi oleh bakteri yang disebut dengan endokariditis bakterial. Endokarditis paling banyak disebabkan oleh streptococcus mutans, Staphilococcus aureus E. faecalis dan jamur Candida albicans (Eisi, 1995; Nomura 2006) 2.5. Peran Streptococcus mutans Pada Stroke Hemoragik dan Endocarditis Nakano (2010) melaoprkan bahwa S. mutans merupakan bakteri yang paling sering ditemukan dalam jaringan katup jantung dari penderita endocarditis. Selanjutnya Nakano (2011) juga melaporkan bahwa S. mutans juga berperan pada kasus stroke hemoragik. Selain itu, S. mutans serotipe k berperan pada infeksi vaskular intraserebral, dengan demikian, S. mutans yang dikenal sebagai patogen pada karies gigi tetapi juga bersifat bakteremia karena terlibat pada patogenesis penyakit intraserebral (Fujiwara, 2001). Streptococcus mutans selain sebagai penyebab utama karies gigi juga dilaporkan sebagai sumber infeksi endokarditis, kejadian ini diawali dengan trauma seluler (Banas, 2004). Kira-kira 20% kasus endokarditis disebabkan oleh S. mutans (Chia, 2000). Streptococcus mutans disebut sebagai penyebab endokarditis, karena memiliki protein permukaan yang spesifik (Antigen I/II) dan protein Cbp terhadap reseptor matrik ektraseluler sel epitel rongga mulut. Fibrinogen, kolagen, dan fibronektin termasuk dalam matrik ekstraselluler (Well, 1993). Fibronektin (Fn), selain berperan dalam proses pembekuan darah, embriogenesis, perbaikan jaringan, juga secara umum berperan sebagai molekul adhesin pada dinding sel melalui interaksi antara reseptor fibronektin dengan reseptor permukaan dinding sel antigen lainnya (Ward, 2001) Patogenesis endokarditis sampai terjadi bakteremia dan kolonisasi S. mutans pada katup jantung, diawali dengan terjadinya interaksi antara protein Cbp dengan fibronectin binding protein (Fbp-130). Fibronektin insoluble glycoprotein dimer mengikat S. mutans untuk melekat pada komponen matrik ekstraselluler. Selanjutnya S. mutans dibawa ke darah melalui perlekatan Fibronectin Soluble disulphide yang terdapat di dalam plasma darah. Komponen plasma darah seperti integrin, kolagen fibrin, gelatin, dan heparin mengikat S. mutans dalam darah dan melalui sistem sirkulasi darah, S. mutans dibawa ke katup jantung, menetap dan membentuk kolonisasi yang menyebabkan infeksi endokarditis. Sedangkan Gtf dan Gbp tidak memperantarai perlekatan S. mutans pada sel epitel rongga mulut, hal ini berhubungan dengan kemampuan reseptor Fbp-130 fibronektin mengenal antigen Gbp dan 14
Gtf. Gtf lebih berperan pada sintesis glukan dari sukrosa, sedangkan Gbp berperan dalam perlekatan S. mutans pada pelikel gigi.(Hiroshi, 1997; Beg, 2002) 2.6. Target Reseptor Bakteriocin (Mutacin) Sejumlah penelitian melaporkan bahwa bakteriosin merupakan peptida aktif yang dapat menyebabkan gangguan permeabisasi dinding sel bakteri dan sampai membunuh bakteri. Sasaran reseptor dari kerja bakteriocin (mutacin) lantibiotics mampu mengganggu sintesis dinding sel melalui afinitas yang tinggi dengan mengikat molekul lipid II, sebuah molekul yang berperan peran penting dalam sintesis lapisan peptidoglikan Bonelli (2006), Breukink (2006). Ikatan molekul lipid II dapat membentuk pori-pori pada membran sitoplasma sel target. Mekanisme ini sangat penting dalam membunuh mikroorganisme seperti juga peptida lantibiotic lacticin 3147 (Wiedemann, 2006). Sedangkan mekanisme aksi lantibiotics dari streptococcu belum dilaporkan perannya dalam menghambat atau membunuh mikroorganisme patogen, namun beberapa lantibiotics, seperti mutacin I, 1140 dan B-Ny266, juga menggunakan lipid II sebagai molekul target (Chatterjee, 2005)
Gambar. 1. Model mekanisme bakteriocin dalam tanpa imunitas (A) dan dengan imunitas (B) dari classIIa bakteriosin. (A) bakteriosin (merah) sebagai target reseptor (oranye) sebagai target reseptor sel (1). kemudian mengikat komponen IIC (C) dan IID (D) dari mannose-PTS (2) dan menyebabkan membran sitoplasma sel (3) dan kematian akhirnya sel. (B) kekebalan sel sebagai penghasil nonbacteriocin (1), protein kekebalan (pink) terkait dengan protein reseptor. Ketika bakteriosin secara eksogen ditambahkan atau diproduksi oleh bakteri sendiri (2), protein kekebalan erat kaitan dengan reseptor untuk mencegah bakteriosin terikat pada reseptor dan mencegah pembentukan pori-pori dan membran sitoplasma tidak bocor (3). Dalam semua kasus, komponen IIAB sitoplasma (AB) berada dalam kontak dengan mitranya membran-terletak, tetapi tanpa terlibat langsung dalam fungsi reseptor atau dalam fungsi imunitas. (Gravesen, 2002).
15
2.7.Keterkaitan Usulan Penelitian dengan Penelitian Sebelumnya Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan tentang pemanfaatan S. mutans sebagai agen infeksi yang menguntungkan. Penelitian sebelumnya oleh TPP menggunakan telah S. mutans sebagai injuser atau subjek untuk memproduksi IgY anti S. mutans sebagai penyebab karies gigi. Penelitian ini dilaksanakan juga di laboratorium TPM dan Laboratorium Mikrobiologi FKH IPB yang didanai melalui program RUUI 2006-2007. Selanjutnya penelitian yang sama menggunakan S. mutans sebagai ukuran kontrol biologi perubahan pH rongga mulut untuk mencegah karies gigi dan infeksi oral candidiasis yang di danai DIPA Unsyiah tahun 2011. Penggunaan S. mutans sebagai subjek penelitian untuk kaitannya memproduksi antibodi anti karies gigi masih sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan TPM. Penelitian yang telah dilakukan tersebut, khususnya terkait dengan IgY anti S. mutans telah memproduksi IgY clone ComD S. mutans anti karies gigi dan dari penelitian tersebut TPM telah menghasilkan paten Caries DNA Vaccine pcDNA-ComD (Co inventor). Penelitian yang diusulkan melalui program Pekerti ini merupakan keterkaitan S. mutans sebagai bakterinemia penyebab endocarditis dan stroke hemoragik disamping penyebab karies gigi. Ide dan gagasan penelitian ini memberikan temuan baru untuk mengeksplorasikan keberadaan S. mutans selain penyebab karies gigi juga menyebabkan endocarditis dan strok hemoragik.
16
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT
3.1. Tujuan Penelitian
3.1.1. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kemampuan S. mutans sebagai pemicu infeksi stroke haemoragik dan endocarditid, serta kemampuan mutacin S. mutans berinteraksi dengan sel endothel. Sedangkan tujuan khusus mengevaluasi berbagai kerusakan bagian jantung dan otak besar tikus model setelah diinfeksi dengan S. mutans serta menguji kepekaaan rekatifitas mutacin terhadap sel endotel pada berbagai konsentrasi.
3.1.2. Tujuan tahun kedua, menguji efektifitas antibiotik mutacin yang dihasilkan oleh Streptococcus mutans secara spesifik menghambat aktivitas adhesin dan interaksi collagen binding protein pada sel endhothel untuk mencegah terjadinya stroke hemoragik dan endocarditis.
3.2. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah mendukung pemanfaatan bahan asal bakteri sebagai sumber atau bahan sediaan untuk farmakoterapi stroke dan endocarditis. Selain itu dapat dijadikan referensi pengembangan ilmu pengetahuan terutama untuk mendukung upaya pencegahan stroke dan endocarditis. Kaitan lainnya penelitian ini memberikan kontribusi dalam bentuk penyediaan bahan kits analisis untuk kepentingan penelitian selanjutnya terkait dan hubungannya dengan penyakit ini. Sedangkan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan, memberikan kontribusi terhadap upaya mencari solusi untuk penanganan dan penanggulangan penyakit stroke dan infeksi endocarditis. Selain itu, mengkaji potensi terkait penggunaan bakteri patogen yang berguna bagi pencegahan penyakit dengan pendekatan analisis molekuler dan seluler.
17
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Gambaran Penelitian Penelitian ini menggunakan subjek bakteri Streptococcus mutans dan tikus model yang telah dilaksanakan dalam tahun 2014 di Laboratorium mikrobiologi dan patologi FKH dan laboratorium mikrobiologi FK Unsyiah, selanjutnya menggunakan laboratorium Oral Biologi FKG Universitas Indonesia selaku mitra kerjasama penelitian, untuk mendapatkan hasil penelitan, maka menggunakan beberapa pendekatan eksperimental laboratorium, dimana rincian masing-masing kegiatan penelitian setiap tahunnya sebagai berikut: tahun pertama mengevaluasi kemampuan S. mutans menginfeksi jantung dan otak sekaligus dan aktivitas mutacin S. mutans menghambat aktivitas seluler collagen binding protein (Cbp) pada sel endothel. Sedangkan pada tahun kedua menguji efektifitas antibiotik mutacin yang dihasilkan oleh Streptococcus mutans secara spesifik menghambat aktivitas adhesin dan interaksi collagen binding protein pada sel endhothel untuk mencegah terjadinya stroke hemoragik dan endocarditis.
4.2. Metode Penelitian
1. Kultur Bakteri Streptococcus mutans dan Sel Endothel-Kollagen Streptococcus mutans isolat klinis yang dikoleksi dari penderita karies gigi, endocarditis, dan stroke haemorhagic dikultur pada media padat selektif TYS20B dan diinkubasi selama 12-72 jam pada suhu 370C dalam suasana mikroaerofilik. Satu koloni dari masing sampel yang dianalisis yang tumbuh pada media padat tersebut diambil dengan oase untuk selanjutnya dibiakkan dalam media cair TSB selama 24-72 jam pada suhu 370C, dalam suasana suasana mikroaerofilik. Pembuluh darah arteri coronary jantung dan pembuluh darah cerebral dibersihkan dengan larutan PBS dan diberi larutan Collagenase. Pemisahan larutan Collagenase dengan melakukan sentrifugasi 1000 rpm selama 8 menit. Bagian supernatan dibuang, kemudian menambahkan 4 ml medium kultur dan selanjutnya dipindahkan ke dalam plate well 24. Plate untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam inkubator CO2 sampai mono-layer (membentuk cobblestone) kurang lebih 3-4 hari dan media diganti setiap 2 hari sekali. Setelah sel tersebut dikoleksi selanjutnya ditanam secara terpisah pada cawan kultur. 18
2. Ektraksi dan Preparasi Mutacin dari Streptococus mutans Streptococcus mutans yang telah dikultur dalam TBS diambil 15 ml dan selanjutnya dengan pH 2 yang kedalamnya ditambah 4 N HCl 0,5 ml untuk menyerap mutacin yang diproduksi pada permukaan sel S. mutans (Nicolasa, 2004). Setelah itu, dipanaskan selama 10 menit pada suhu 70 0C untuk membunuh sel dan menghambat enzim protease. The supernatants containing the antibacterial activity were obtained after centrifugation at 10,000 rpm selama 5 menit dan siap digunakan untuk uji mutacin. Tidak semua ektraksi ini dapat berhasil untuk ditentukan jika semua mutacin dapat dipindahkan dari sel, untuk memastikannya maka dilakukan pengujian pada triplicate. Satu koloni S. mutans yang mengandung mutacin diinokulasikan pada media TSBYE dan diinkubasikan selama 24-48 jam pada suhu 37 0C. A 1% (v/v) dan ditambahkan kemudian dalam media tersebut 10 ml atau 100 ml fresh medium (Sesuai kebutuhan) selanjutnya dipersiapkan test optimalisasi produksi mutacin Metode yang digunakan untuk menentukan ekpresi mutacin dari S. mutans dilakukan berdasarkan prinsip produksi mutacin berdasarkan Parrot (1989) yang dimodifikasi oleh Nicolasa(2004) dan Waterhouse (2006). Serial two-fold dilusi dari ektra sel free S. mutans dibuat 100 µl dalam pengecer yang berbeda dalam 96-well Falcon microtitre plate (Fisher Scientific, Montre´al, QC, Canada). Aktifitas mutacin yang telah diekspresikan dinyatakan dalam satuan per ml (AU / ml), hasil yang sesuai dengan pengenceran terakhir menunjukkan zona hambatan terdeteksi terhadap S. mutans setelah 24 jam inkubasi pada 37 8C dalam kondisi aerobik. 3. Uji Interaksi Mutacin dengan Sel Endothel Sel endothel dari pembuluh darah cerebelum dan arteri coronary yang telah dikultur dipersiapkan untuk diinteraksikan dengan mutacin S. mutans berdasarkan prinsip kerja Dorn (2000) yang dimodifikasi Nakano (2004). Uji proteksi antibiotik ini untuk menilai kapasitas interaksi mutacin S. mutans dengan sel endhotel. Dimana sebelumnya sel endhotel dikultur pada basal medium (EBM-2; Lonza) dilengkapi dengan EGM-2MV single-use aliquots (Lonza). Kemudian diinkubasi 37°C dengan 5% CO2. Selanjutnya dianalisi hasilnya pada panjang gelombang OD500. Atau kapasitas interaksi S. mutans dengan sel endothel dinilai dengan cytochalasin D (Sigma) seperti yang dijelaskan oleh Dorn (2000).
19
4. Uji Reaktivitas S. mutans Mutacin dengan Collagen Binding Protein Pada Sel Endothel Uji rektivitas ini menggunakan prinsip kerja ELISA, dimana interaksi antara mutacin dengan collagen binding protein pada sel endtothel menjadi indikator untuk menghambat kerja S. mutans pada kasus stroke hemoragik dan endocarditis. Potensi reaktifitas mutacin dengan collagen binding protein (Cbp) pada sel endothel pembuluh darah akan diuji secara imunologis dengan metoda ELISA. Dilusi mutacin paling rendah yang memberikan OD tertinggi menyatakan reaktifitas mutacin terhadap protein Cbp tertinggi. Assay akan dilakukan 3 kali secara independent.
5. Pembuatan Suspensi Bakteri, Preparasi Kandang dan Perlakuan Hewan Coba Suspensi bakteri dibuat dengan cara mengambil 1 ose biakan S. mutans pada media TYS20B, kemudian dimasukkan ke dalam tabung yang berisi medium TSB 5 ml. Selanjutnya dimasukkan ke dalam anaerobic jar lalu diinkubasi dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 37ºC. Setelah diinkubasi kekeruhannya dibandingkan dengan kekeruhan Mc Farland 3. Bila kekeruhan S. mutans dalam media TSB sama dengan kekeruhan Mc Farland 3 maka jumlah S.mutans diperkirakan sebanyak 9 x 108 CFU/ml. Apabila larutan berisi bakteri lebih keruh dibandingkan larutan Mc Farlan 3 maka larutan ditambahkan cairan TSB sampai kekeruhannya sama, jika larutan bakteri tidak sama keruh dengan larutan Mc Farland 3 maka ditambahkan larutan bakteri lagi sampai kekeruhannya sama. Sebanyak 24 ekor tikus putih galur wistar (Rattus norvegicus) berjenis kelamin jantan yang berusia 2-3 bulan dengan berat badan 150-250 gram yang diperoleh dari FKH Universitas Syiah Kuala diadaptasi selama seminggu untuk proses aklimatisasi sebelum penelitian dimulai. Selama perlakuan tikus dikandangkan dalam kandang individual dengan sekam padi yang menutupi lantai dan diberikan pakan standar berupa pelet dan air secara ad libitum. Ruangan tempat kandang tikus berada di tempat yang mudah dibersihkan dan disanitasi dengan kondisi standar, siklus gelap dan terang 12/12 jam. Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 24 ekor tikus putih jantan galur wistar yang dikelompokkan dalam 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan (K(p)) sebanyak 12 ekor tikus dan kelompok kontrol negatif (K(-)) sebanyak 12 ekor tikus. Kelompok K(-) diinjeksikan NaCl 0,9% dan kelompok K(p) disuntikkan S. mutans sebanyak 109 CFU/ml. Penyuntikan dilakukan pada vena ekor tikus. Dilatasi vena untuk memudahkan penyuntikan dapat dilakukan dengan menghangatkan ekor tikus dengan 20
menggunakan kapas yang dibasahi air hangat kemudian dioleskan pada ekor tikus. Setelah dilatasi dilakukan penyuntikan melalui vena ekor tikus dengan respirasi terlebih dahulu. Sampel darah diambil dari tikus putih galur wistar (Rattus norvegicus) yang diinfeksi dengan S. mutans. Sampel darah diambil melalui vena ekor tikus menggunaka spuit 3cc 25 G sebanyak 1 ml. Sampel darah ini dijadikan sebagai kelompok perlakuan dan pengambilan sampel darah dilakukan pada hari ke 7, 14, 21 dan 30.
6. Penentuan Infeksi Pada Endokardium dan Serebrum dan Kultur Streptococcus mutans Isolat Darah Sampel darah yang akan dijadikan kelompok perlakuan diambil dari tikus putih galur wistar (Rattus norvegicus) yang terinfeksi oleh bakteri S. mutans. Tikus putih galur wistar (Rattus norvegicus) akan dilakukan pemeriksaan histopatologis jantung dan otak untuk memastikan bahwa tikus yang diambil sampel darahnya telah terinfeksi pada endokardium dan serebrum. Pemeriksaan dilakukan dengan cara melihat perubahan yang terjadi pada histopatologis endokardium dan serebrum pada hari ke-30. Bakteri S. mutans isolat darah dibiakan dalam cawan petri berisi media selektif TYS20B. Bakteri S. mutans diambil menggunakan jarum ose kemudian digoreskan pada permukaan media dengan teknik goresan T. Kemudian dimasukkan ke dalam anaerobic jar untuk memperoleh suasana anaerob. Untuk mengetahui suasana telah anaerob digunakan indikator metilen blue dimana indikator ini akan berubah warna dari biru menjadi putih dalam waktu 1-2 jam lalu diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 37ºC selama 2x24 jam. Selanjutnya dilakukan pewarnaan Gram terhadap bakteri S. mutans dengan melihat warna, bentuk, dan cirinya di bawah mikroskop.
7. Pembuatan Suspensi Streptococcus mutans Isolat Darah Suspensi bakteri dibuat dengan cara mengambil 1 ose biakan S. mutans pada media TYS20B, kemudian dimasukkan ke dalam tabung yang berisi medium TSB 5 ml. Selanjutnya dimasukkan ke dalam anaerobic jar lalu dinkubasikan dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 37ºC, dan 40ºC serta pH 5, 6 dan 8. pH diatur terlebih dahulu dengan cara menambahkan NaOH dan HCL, apabila larutan terlalu basa maka ditambahkan HCL dan jika larutan terlalu asam maka ditambahkan NaOH kemudian nilai pH diukur, jika pH sudah mencapai nilai yang dinginkan dan diinkubasikan pada suhu 37ºC. 21
8. Perbandingan Pertumbuhan S. mutans Isolat Laboratorium (ATCC 31987) dengan Isolat Darah tikus Rattus norvegicus Bakteri S. mutans isolat laboratorium (ATCC 31987) diinkubasikan dalam suhu 37 ºC dan 40 ºC serta pH 5, 6 dan 8 selama 24 jam. Selanjutnya bakteri S. mutans yang diperoleh dari isolat darah infeksi endokardium dan serebrum diinkubasikan dengan suhu dan pH yang sama dengan S. mutans isolat laboratorium yaitu 37 ºC dan 40 ºC serta pH 5, 6 dan 8 selama 24 jam. Setelah 24 jam masa inkubasi berdasarkan beberapa suhu dan pH tersebut bakteri kemudian dibandingkan jumlah pertumbuhannya. Jumlah bakteri akan dihitung menggunakan Spektrofotometer.
9. Pembuatan Preparat Histopatologis dan Pengamatan Hasil Setiap tikus putih dari masing-masing kelompok perlakuan dan kontrol dieuthanasia dengan inhalasi eter 5%. Langkah pertama adalah kranium dibuka dan otak dikeluarkan lalu difiksasi menggunakan larutan neutral buffered formaline 10% selama 12 jam. Selanjutnya dibuat sediaan histopatologis sesuai dengan prosedur teknik yang biasa dilakukan di Laboratorium Patologi FKH Unsyiah. Tahap selanjutnya adalah melakukan trimming organ dengan memotong organ dengan ukuran 1cm x 1cm x 1cm lalu dilakukan dehidrasi organ otak dalam larutan aseton sebanyak dua kali masing-masing dalam waktu 1,5 jam. Lalu dilakukan clearing dengan memasukkan otak ke dalam larutan xylol sebanyak 2 kali dalam waktu 1.5 jam. Kemudian dilakukan proses infiltrasi parafin dengan memasukkan organ ke dalam parafin cair sebanyak 2 kali dalam waktu 1,5 jam yang dilakukan di dalam oven pemanas dengan suhu 60 0C. Setelah itu, lakukan embedding/blok jaringan dengan menanam otak ke dalam blok parafin dan dibiarkan membeku kemudian diiris dengan ukuran 5µm dengan menggunakan mikrotom rotari. Hasil irisan dibentangkan dalam air hangat dengan suhu 50 0 C lalu ditempelkan pada object glass yang telah diberi perekat albumin Mayers dan dikeringkan di atas hot plate selama ± 2 menit untuk menghilangkan sisa-sisa air serta dibiarkan pada suhu kamar selama ± 24 jam. Langkah selanjutnya adalah pewarnaan hematxylin-eosin dengan merendam jaringan di dalam xylol sebanyak 2 kali masing-masing selama 2 menit, lalu di dalam alkohol absolut sebanyak 2 kali masing-masing selama 2 menit, alkohol 96% sebanyak 2 kali masing-masing selama 2 menit, alkohol 90% sebanyak 2 kali masing-masing selama 2 menit dan air selama 2 menit. Kemudian rendam kembali jaringan ke dalam hematoxylin dan bilas dengan air sampai menjadi bening. Lalu celup ke dalam acid alkohol sebanyak 2 kali, akuades sebanyak 3 kali, eosin selama 1-2 menit dan terakhir celup ke dalam air 22
sebanyak 3 kali. Selanjutnya rendam di dalam alkohol 96% sebanyak 2 kali masingmasing selama 1 menit, alkohol absolut sebanyak 2 kali masing-masing 1 menit dan xylol sebanyak 2 kali masing-masing selama 2 menit. Proses terakhir adalah jaringan ditutup dengan cover menggunakan balsem Kanada dan dibiarkan sampai perekat kering (± 12 jam) dan siap diamati di bawah mikroskop elektrik. Pengamatan histopatologis dilakukan dengan menggunakan mikroskop elektrik dengan pembesaran 400 kali. Sasaran pembacaan preparat adalah melihat gambaran histopatologis otak tikus.
23
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Uji Pertumuhan S. mutans Isolat Darah Tikus (Rattus novergituss) Berdasarkan Suhu dan pH
1.2
1.105 0.976
0.945
1 0.849
0.753
0.8 0.6
0.591
0.547
0.591
0.569 0.577 0.467
0.435 0.4 0.257 0.2
0.102 0.017
0 pH 5 pH 5 pH 5 pH 5 pH 5 pH 6 pH 6 pH 6 pH 6 pH 6 pH 8 pH 8 pH 8 pH 8 pH 8 ATCC M 1
M2
M3
M 4 ATCC M 1
M2
M3
M 4 ATCC M 1
M2
M3
M4
Gambar 2. Grafik Perbandingan Pertumbuhan S. mutans ATCC 31987 dengan Isolat Darah Berdasarkan pH
Keterangan : ATCC : S. mutans ATCC 31987 M1 : S. mutans isolat darah minggu pertama M2 : S. mutans minggu kedua M3 : S. mutans minggu ketiga M4 : S. mutans minggu keempat
24
0.7 0.6
0.616 0.558 0.503
0.5 0.38
0.379
0.4 0.3 0.2
0.109
0.1
0.096
0.051
0.039
0.059
0 Suhu 37º C
Suhu 37º C
Suhu 37º C
Suhu 37º C
Suhu 37º C
Suhu 40º C
Suhu 40º C
Suhu 40º C
Suhu 40º C
Suhu 40º C
ATCC
M1
M2
M3
M4
ATCC
M1
M2
M3
M4
Gambar 3. Grafik Perbandingan Pertumbuhan S. mutans ATCC 31987 dengan Isolat Darah Berdasarkan Suhu
Keterangan : ATCC M1 M2 M3 M4
: S. mutans ATCC 31987 : S. mutans isolat darah minggu pertama : S. mutans isolat darah minggu kedua : S. mutans isolat darah minggu ketiga : S. mutans isolat darah minggu keempat Berdasarkan hasil analisis statistik menggunakan oneway-ANOVA menunjukkan
bahwa perubahan beberapa tingkatan pH (5, 6 dan 8) pada setiap minggu memiliki perbedaan yang bermakna terhadap pertumbuhan koloni S. mutans ATCC 31987 dengan S. mutans isolat darah tikus Rattus norvegicus (p≤0,05). Hasil uji T untuk pertumbuhan koloni S. mutans ATCC 31987 dengan S. muans isolat darah tikus Rattus norvegicus pada 2 tingkatan suhu yakni 37°C dan 40°C menunjukkan perbedaan yang bermakna pada minggu pertama dan minggu kedua penghitungan bakteri S. mutans (p≤0,05) sedangkan untuk minggu ketiga dan keempat hasil uji T penghitungan koloni S. mutans tidak memiliki perbedaan yang bermakna (p≥0,05). Pertumbuhan S. mutans isolat darah dan ATCC 31987 pada beberapa suhu ditinjau berdasarkan absorbansi. Penghitungan jumlah S. mutans isolat darah berdasarkan suhu 37⁰C pada minggu kedua menunjukan nilai yang lebih baik dibandingkan S. mutans ATCC 31987. Streptococcus mutans diketahui tumbuh dengan baik pada suhu 18 ⁰C-40 ⁰C (Hidayati, 2010). Penghitungan koloni yang terhitung lebih baik pada suhu 37⁰C diakibatkan oleh suhu 37⁰C merupakan suhu yang umum digunakan untuk inkubasi bakteri (Sabir, 2005). Bakteri Gram-positif lain seperti Staphylococcus saprophyticus diketahui akan tumbuh dengan cepat pada suhu 37⁰C. Bakteri ini memiliki beberapa kesamaan dengan 25
bakteri Gram-positif S. mutans yaitu memfermentasi karbohidrat serta mengasilkan asam seperti asam laktat (Dewi, 2010). Pada suhu 37⁰C S. mutans isolat darah menunjukan nilai yang lebih baik daripada S. mutans ATCC 31987. Meskipun pada suhu 37⁰C larutan yang berisi S. mutans isolat darah memiliki nilai yang lebih tinggi pada beberapa minggu daripada suhu 40⁰C, namun S. mutans masih mampu hidup pada suhu tinggi dimana diketahui bahwa pada seseorang yang mengalami infeksi akan mengalami kenaikan suhu tubuh (Meregetthe, 2008). Penghitungan koloni S. mutans ATCC 31987 dengan S. mutans isolat darah tikus Rattus Norvegicus pada dua variasi suhu yaitu 37⁰C dan 40⁰C menunjukkan perbedaan yang bermakna pada minggu pertama dan minggu kedua berdasarkan (p≤0,05). Penghitungan S. mutans isolat darah dan S. mutans ATCC 31987 pada suhu 40⁰C tidak menunjukan nilai sebaik suhu 37⁰C pada setiap minggu berdasarkan absorbansi, namun pada minggu keempat suhu 40⁰C menunjukan nilai yang lebih baik dibandingkan dengan ATCC 31987 maupun dengan S. mutans isolat darah pada suhu 37⁰C. Kemampuan tumbuh S. mutans pada suhu tinggi disebabkan oleh kemampuan S. mutans mempertahankan diri terhadap berbagai perubahan yang terjadi di lingkungan tempat hidup bakteri tersebut. Perubahan suhu merupakan salah satu hal yang sering terjadi pada perubahan lingkungan, dilaporkan bahwa bakteri mampu merubah atau memodifikasi paling sedikit 10% dari suhu bakteri tersebut baik tinggi maupun rendah. Sebagian besar perubahan pada bakteri dipengaruhi oleh metabolisme, penyesuaian diri, struktur membran bakteri, dan virulensi pada masing-masing bakteri (Meregetthe, 2008). Penghitungan koloni S. mutans ATCC 31987 dengan S. mutans isolat darah tikus Rattus norvegicus yang dikultur pada media TYS20B dan kemudian ditanamkan ke media cair 5 ml yang diatur pHnya menjadi 5, 6 dan 8, hasil yang didapat menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna (p≥0,05). Pada pH 5 pertumbuhan bakteri berdasarkan nilai absorbansi menunjukan bahwa pertumbuhan S. mutans isolat darah pada minggu ketiga lebih baik dibandingkan dengan ATCC 31987. Pertumbuhan S. mutans isolat darah pada pH 5 menunjukan peningkatan dari minggu pertama sampai minggu ketiga. Pertumbuhan S. mutans baik pada pH rendah dikarenakan tiga sifat virulensi S. mutans yang banyak dilaporkan oleh peneliti yaitu mampu menyebabkan karies gigi melalui pembentukan biofilm pada gigi, memproduksi asam organik melalui metabolisme karbohidrat dan kemampuan tumbuh serta memproduksi asam dalam lingkungan dengan pH rendah (Palmer, 2013)
26
Streptococcus mutans mampu mengasamkan lingkungannya sampai pH 3,5 (Fozo, 2004). Streptococcus mutans merupakan bakteri yang sangat baik bertahan dalam banyak tingkatan pH dibandingkan Streptococci lain. Mengidentifikasi kemampuan bakteri yang bisa menghasilkan asam untuk bisa bertahan pada pH basa diketahui bahwa sitoplasma pada bakteri biasanya akan lebih basa dari lingkungan sekitar tempat bakteri hidup, untuk menyesuaikannya maka bakteri akan melepaskan proton (H+) dan mengasamkan sitoplasmanya (Cotter, 2003). Pertumbuhan S. mutans isolat darah pada pH 6 tidak memiliki nilai yang lebih baik daripada S. mutans ATCC 31987. Pertumbuhan S. mutans isolat darah pada pH 8 menunjukan nilai yang sangat baik pada minggu pertama dibandingkan dengan S. mutans ATCC 31987. Pertumbuhan S. mutans isolat darah terus menurun sampai minggu ketiga. Streptococcus mutans ternyata masih tetap mampu bertahan pada pH basa, Elizabeth (2004) menyebutkan bahwa pada pH 7 S. mutans masih tetap hidup. Streptococcus mutans yang tumbuh pada pH 7 memiliki pH intraselular 7,88 sedangkan pada S. mutans yang tumbuh pada pH 5,5 memiliki pH intraselular 6,22 (Hanh, 1999). Penelitian Elizabeth (2004) menyatakan bahwa pertumbuhan bakteri yang baik pada pH 8 bisa terjadi karena kemampuan bakteri untuk hidup dalam tekanan perubahan pH. Jose A. Lemos (2008) menyebutkan bahwa S. mutans akan tetap tumbuh baik pada pH yang berkisar 5 sampai 7 (Lemos, 2008). Kemampuan biofilm untuk menghasilkan senyawa basa bisa menetralkan suasana asam dan mencegah timbulnya mikroflora kariogenik. Pada kenaikan pH internal, diatur dengan memproduksi produksi NH3 dengan kombinasi proton dalam sitoplasma untuk memproduksi NH4+ (Cotter, 2003).
27
5.2. Profil Histopatologis Jantung Tikus Setelah di Infeksi dengan S. mutans 5.2.1. Gambaran Histopatologis Lapisan Jantung
Gambar 4. Gambaran histopatologi kelompok perlakuan hari ke-30. A. Endokardium : a. destruksi jaringan, (HE, 400x), b. infiltrasi sel-sel radang, c. lisis jaringan, d. nekrosis sel (HE, 1000x): B. Miokardium : a. hemoragi, b. hiperemi (HE, 400x), c. lisis jaringan, d. infiltrasi sel radang, e. pembesaran ruang, f. hipertropi otot, g. nekrosis sel (HE, 1000x). C. Epikardium : a. hemoragi (HE, 1000x), b. destruksi jaringan (HE, 400x), c. sel fibroblast, d. lisis jaringan, e. nekrosis sel, f. infiltrasi sel-sel radang, (HE, 1000x).
Hasil pengamatan histopatologis lapisan jantung pada hari ke-30 (Gambar 4). Menunjukkan kerusakan yang semakin menyebar ditandai dengan jumlah sel nekrosis meningkat, lisis jaringan dan terjadi destruksi jaringan endokardium. Miokardium jantung mengalami hemoragi, hiperemi, hipetrofi otot, nekrosis sel, lisis jaringan, pembesaran ruang dan infiltrasi sel-sel radang. Epikardium mengalami hemoragi, nekrosis sel, destruksi jaringan, lisis jaringan, infiltrasi sel-sel radang dan sel fibroblas. Bakteri S. mutans melakukan invasi dalam sirkulasi darah dengan mengeluarkan eksotoksin berupa peptidoglikan yang dapat menginduksi peradangan dengan tujuan untuk mengeliminasi bakteri. Proses peradangan menimbulkan perubahan vaskular berupa hiperemi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Robbin (2007) bahwa peradangan akan mengalami vasokontriksi dan vasodilatasi yang menyebabkan peningkatan aliran darah dan 28
penyumbatan lokal (hiperemi). Selanjutnya mikrovaskulatur menjadi lebih permeabel yang mengakibatkan masuknya cairan kaya protein ke dalam jaringan ekstravaskuler sehingga sel darah merah menjadi lebih terkonsentrasi dengan baik, terjadi peningkatan viskositas darah dan memperlambat sirkulasi. Secara mikroskopik memperlihatkan dilatasi pembuluh darah yang dipadati eritrosit. Neutrofil keluar dari aliran darah dan berakumulasi di sepanjang endotel dan bermigrasi melewati dinding pembuluh darah menuju jaringan. Toksin S. mutans menyebabkan kerusakan sel endotel sehingga memicu kebocoran vaskular (hemoragi) yang dapat berlangsung beberapa jam atau berhari-hari. Hemoragi merupakan keadaan darah keluar dari sistem kardiovaskular, disertai penimbunan dalam jaringan atau keluarnya darah dari tubuh (Ayu, 2014, Robbi, 2007) Bakteri S. mutans dalam aliran darah akan menyebabkan kebocoran pembuluh darah sehingga menstimulasi faktor pembekuan. Fibrinogen selain merupakan faktor penting dalam pembekuan darah juga berikatan dengan S. mutans. Hal ini sesuai dengan penelitian Philip (2004) bahwa S. mutans masuk dalam aliran darah akan menyebabkan kerusakan pada sel endotel. Kemudian matriks ekstraseluler seperti fibrin, fibronektin dan kolagen terpapar dan terjadi agregasi platelet untuk proses pembekuan darah. namun fibrin, platelet S. mutans dan sel-sel inflamasi akan membentuk suatu massa yang disebut vegetasi (Prince, 2005) Lapisan jantung kelompok perlakuan menunjukkan infiltrasi sel-sel radang yang berfungsi sebagai imunitas alami untuk mengeliminasi S. mutans. Bakteri ini berada dalam aliran darah akan mengeluarkan eksotoksin yang mengaktifkan TFN-α dan IL-1 yang akan meningkatkan neutrofil dan sel-sel radang untuk memfagosit bakteri. Sel-sel radang yang berperan pada endokarditis berupa komplemen, neutrofil, monosit dan makrofag. Namun sel-sel radang ini tidak terlalu dominan, hal ini dapat dilihat pada lapisan jantung tikus kelompok perlakuan gambar 5.2. Keadaan ini sejalan dengan pernyataan Philip (2004) bahwa S. mutans merupakan bakteri Gram-positif yang resisten terhadap komplemen. Selain itu S. mutans mempunyai kapsul pada dinding sel sehingga mencegah fagositosis oleh makrofag pejamu (Damjanov, 1998, Moreiion, 2004) Infeksi S. mutans dapat menyebabkan nekrosis sel lapisan jantung tikus putih baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung eksotoksin merusak pembuluh darah sehingga terjadi obstruksi suplai darah yang mengakibatkan terjadinya nekrosis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Alan (2000) bahwa bakteri dalam tubuh akan menghindari fagosit, berproliferasi dan menyebabkan nekrosis sel. Nekrosis sel ditandai dengan inti sel menyusut, memiliki batas yang tidak beraturan dan berwarna gelap, proses ini disebut piknotik. Kemudian sel akan mengalami karioreksis yang ditandai dengan inti sel 29
hancur dan membentuk fragmen-fragmen yang tersebar dalam sel. Akhirnya, pada beberapa keadaan inti sel menghilang (kariolisis). Nekrosis akan menyebabkan hilangnya fungsi daerah yang mati. Selain itu, beberapa daerah nekrotik dapat menjadi fokus infeksi yang merupakan medium pembiakan yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme (Junquiera, 2007, Sandritter, 2003) Infeksi S. mutans menyebabkan kelompok perlakuan PII, PIII, PIV mengalami nekrosis, kerusakan jaringan dan lisis jaringan semakin meningkat seiring berjalan waktu seperti yang terlihat pada gambar 5.5. Hal ini dikarenakan bakteri menetap dan menyebabkan infeksi kronis yang dapat menyebabkan destruksi dan lisis jaringan. Infeksi akan menstimulasi respon inflamasi untuk menghancurkan antingen namun jaringan sekitar juga mengalami destruksi. Alan (2000) mengemukakan eksotoksin bakteri Gram-positif menyebabkan kerusakan jaringan. Gambaran histopatologis miokardium yang mengalami destruksi jaringan memperlihatkan hilangnya garis melintang. Jika suatu daerah mengalami nekrosis akan menstimulasi respon peradangan pada jaringan yang berdekatan. Sehingga jaringan ini akan mengalami nekrosis dan lisis (Gambar 4) (Steven, 2004). Gambaran histopatologis lapisan jantung menunjukkan adanya hipertropi otot jantung yang ditandai dengan penambahan ukuran sel, keadaan ini terjadi karena peningkatan fungsional organ (Gambar 4). Hal ini sesuai dengan yang dikemukanan Silvia (2006) bahwa endokarditis dapat menyebabkan inkopetensi katup sehingga memaksa jantung untuk memompa darah lebih banyak untuk menggantikan aliran balik ke atrium. Sehingga menyebabkan peningkatan tekanan kerja miokardium, pembesaran ruang dan hipertrofi otot jantung. Endokarditis menyebabkan peradangan pada miokardium, dimana infeksi menyebar secara langsung dari katup jantung. Respon peradangan menyebabkan edema interstisium sehingga memisahkan sel-sel miokardium dan sebagian lagi mengalami nekrosis (Gani, 2006). Epikardium yang mengalami infiltrasi sel fibroblas, dimana sel ini berfungsi dalam proses perbaikan jaringan untuk pembentukan protein struktural yang berperan dalam pembentukan jaringan. Hal ini sejalan dengan yang dikemukan oleh Ivan (1998) bahwa infeksi pada lapisan epikardium menyebabkan kerusakan sel mesotel dan dilapisi oleh eksudat yang kaya dengan fibrin, terdapat infiltrasi sel radang dan pembentukan jaringan fibrosa (Kusyanti, 2010).
30
5.2.1. Gambaran Histopatologis Endocardium dan Katup Jantung
Gambar 5. Gambaran histopatologis katup jantung tikus A: a: infiltrasi sel radang (HE, 400x); B: a: inti sel karioreksis, b: inti sel piknotik, c: kariolisis, d: jaringan lisis (HE, 1000x)
Hasil pengamatan histopatologis katup jantung tikus pada kelompok perlakuan yang dieuthanasia pada hari ke-30 menunjukkan adanya infiltrasi sel radang, inti sel karioreksis, inti sel kariolisis, inti sel piknotik dan lisis jaringan. Perubahan histopatologis endokardium dan katup jantung tikus putih setelah diinjeksi S. mutans meliputi hiperemi, hemoragi, infiltrasi sel radang, cloudy swelling, nekrosis sel serta lisis jaringan. Pada penelitian ini, perubahan tersebut diamati pada hari ke-7, ke-14, ke-21, ke-30. Hiperemi terlihat pada hari ke-7 pada lapisan endokardium. Hiperemi terjadi pada fase peradangan akut. Pertama jejas yang terbentuk akan menyebabkan dilatasi arteri lokal yang didahului vasokonstriksi singkat, hal ini menyebabkan darah terbendung. Terbendungnya aliran arah disebabkan oleh beberapa hal. Bila hyperemia terjadi, venula dan kapiler bertambah permeabel mengakibatkan keluarnya cairan plasma ke dalam jaringan hiperemi yang terus meningkat menyebabkan perubahan tekanan intravaskular sehingga darah di dalam pembuluh merembes ke jaringan dan membentuk hemoragi (Robbins, 2010). Hemoragi terlihat pada hari ke-14 dan ke-30 pada lapisan endokardium, hemoragi disebabkan oleh rupturnya pembuluh darah sehingga perdarahan masuk ke dalam jaringan (Steve, 2000) Pada lapisan endokardium, infiltrasi sel radang terlihat pada hari ke-14, ke-21 dan pada katup jantung terlihat pada hari ke-30. Hal ini diasumsikan akibat toksin yang dihasilkan oleh S. mutans dapat memicu respon inflamasi berupa sitokin. Pada penelitian Shun dkk (2005) menyatakan bahwa tikus salah satu protein permukaan yang dimiliki S. mutans adalah glukosiltransferase (Gtfs) yang diketahui dapat menginduksi produksi sitokin, seperti interleukin 6 (IL-6) dari monosit, IL-6 terlihat 72 jam stetelah infeksi dan tidak hanya ditemukan pada infeksi akut saja, tetapi juga pada tahap kronis dari endokarditis, S. mutans juga dilaporkan dapat menginduksi produksi kemokin IL-8 dan 31
monocyte chemoattractant protein (MCP-1) yang ikut berperan pada rekrutmen sel-sel inflamatori (Shu, 2005, Purwanto, 2014). Degenerasi Cloudy swelling (bengkak keruh) terlihat di lapisan endokardium dan katup jantung pada hari ke-7 sampai hari ke-30. Degenerasi CS terjadi akibat gangguan metabolit yang mempertahankan lingkungan ion dari sel. Bila mekanisme regulasi ini gagal, maka natrium dan air mengalir ke dalam sel dan kalium meninggalkan sel, akibatnya mitokondria membengkak dan sitoplasma tampak terisi dengan granula protein yang halus (Sandritter, 1998). Pada hari ke-30 di katup tidak terlihat lagi degenerasi CS karena banyak jaringan yang telah lisis. Nekrosis sel sudah mulai terlihat pada hari ke-7, 14, 21, 30 pada lapisan endokardium dan katup jantung. Nekrosis (kematian sel) terjadi akibat jejas saat individu masih hidup. Nekrosis bias akut tanpa tahapan kemunduran sel, bila terjadi gangguan fungsi mendadak baik akibat trauma maupun perdarahan. Secara mikroskopik jaringan nekrotik seluruhnya berwarna kemerahan dan tidak mengambil zat warna hematoksilin. Perubahan yang terjadi saat nekrosis tampak pada intinya, yaitu: hilangnya gambaran kromatin, inti menjadi keriput karena tidak vesikuler lagi, inti tampak lebih padat yang berwarna gelap hitam (piknotik), inti terbagi atas fragmen-fragmen atau robek disebut karioreksis, inti tidak lagi mengambil warna banyak sehingga pucat dan tidak nyata (kariolisis). Akhirnya seluruh jaringan menjadi satu masa amorf, granuler tanpa inti atau meninggalkan bayanganbayangan kerangka sel dan akhirnya menghilang, Faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan lisis sel dibagi atas pengaruh eksterna dan interna. Pengaruh eksterna meliputi mikroorganisme, suhu sekitar, kelembaban udara, sedangkan pengaruh interna meliputi umur setelah inti sel lisis, maka daerah tersebut akan mengaami kekurangan nutrisi sehingga akan terjadi lisis jaringan seperti yang terlihat pada hari ke-30 dilapisan endokardium dan katup jantung (Khrisanti, 2010). Dari hasil penelitian ini menunjukkan aktivitas S. mutans dapat merusak endokardium dan katup jantung apabila telah masuk kedalam aliran darah, yang dimulai dengan adanya peradangan akut, ditandai dengan infiltrasi sel radang dan adanya hiperemi, karena imun tidak dapat memfagosit S. mutans secara menyeluruh sehingga infeksi berlanjut ke tahap kronis dengan ditandai adanya hemoragi, degenerasi sel, nekrosis sampai terjadinya lisis jaringan.
32
5.3. Profil Histopatologis Otak Tikus Setelah di Infeksi dengan S. mutans 5.3.1. Gambaran Histopatologis Serebrum Tikus Galur Wistar Setelah Diinfeksi Dengan Streptococcus Mutans
Gambar 6. Gambaran Histopatologis Serebrum Kelompok Perlakuan Hari Ke-30. (A) a. Jaringan nekrosis; b. Hiperemi pembuluh arteri; c. Hemoragi; d. Infiltrasi sel radang (HE, 400x). (B) a. Nekrosis jaringan; b. Infiltrasi sel radang (HE, 400x). (C) a. Infiltrasi sel radang; b. Pembuluh arteri ruptur (HE, 400x)
Gambaran histopatologis serebrum tikus putih setelah diinjeksi S. mutans menunjukkan adanya hiperemi, infiltrasi sel radang, hemoragi, nekrosis sel dan jaringan serta ruptur pembuluh darah. Hiperemi dan infiltrasi sel radang terlihat pada semua kelompok perlakuan. Hal ini disebabkan karena meningkatnya jumlah darah dalam kapiler yang mana merupakan respon inflamasi terhadap infeksi yang disebabkan oleh S. mutans (Fedi, 2005). Ketika masuk ke dalam darah, S. mutans akan mengeluarkan eksotoksin berupa peptidoglikan yang akan menginisiasi pelepasan mediator inflamasi seperti sitokin, histamin dan serotonin (Sudiono, 2003, Myhre, 2004). Zat-zat ini akan tersebar di dalam jaringan dan menyebabkan terjadinya perubahan vaskular dimana pembuluh darah akan mengalami vasokontriksi sementara (beberapa detik) lalu terjadi vasodilatasi arteri yang mengakibatkan peningkatan aliran darah. Melebarnya pembuluh darah ini merupakan penyebab timbulnya warna kemerahan (eritema) (Kumar, 2004). Dilatasi pembuluh darah juga akan menimbulkan perubahan pada sel endotel sehingga permeabilitas dinding pembuluh darah meningkat. Cairan plasma keluar ke jaringan sehingga tekanan hidrostatik darah menjadi lebih tinggi dan menyebabkan sel darah merah menjadi lebih lengket dan menggumpal. Akibatnya viskositas darah merah meningkat dan memperlambat sirkulasi (Sudiono 2003; Kumar, 2004). Gambaran histopatologis hemoragi dan nekrosis terlihat pada kelompok PII, PIII dan PIV, yang mana kerusakan tersebut meningkat setiap minggunya. Hemoragi ditandai dengan adanya darah yang masuk ke jaringan. Hal tersebut terjadi karena tekanan hidrostatik darah meningkat dan porositas kapiler bertambah besar sehingga menyebabkan sel darah merah keluar dari pembuluh darah (Sudiono, 20003). Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Plumb 33
(1994) bahwa hemoragi dapat disebabkan oleh trauma atau meningkatnya porositas pembuluh darah yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus atau toksin (cit. Plumb, 1994) (Asniatih, 2013). Nekrosis dapat ditandai dengan pengerutan inti (piknosis), fragmentasi inti (karioreksis) dan penghancuran inti (kariolisis) (Kevin, 2010; Thomas, 1998). Pertama, sel yang nekrosis akan menunjukkan pengerutan inti, dimana inti sel menjadi kecil dan padat. Selanjutnya inti sel yang mengalami piknosis akan terbagi menjadi beberapa potongan kecil (karioreksis) dan berlanjut dengan hilangnya inti sel (kariolisis) (Steve, 2000). Nekrosis sel dapat terjadi karena adanya kerusakan pada arteri yang bertugas memperdarahi daerah tertentu. Kerusakan tersebut dapat menyebabkan suplai nutrisi terhambat sehingga metabolisme sel pada daerah tersebut akan terganggu dan menyebabkan sel menjadi nekrosis (Janqueira, 2007). Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Prince dan Wilson (2006) bahwa nekrosis merupakan sel-sel yang mempunyai aktivitas yang sangat rendah dan akhirnya mengalami kematian sel sehingga menyebabkan hilangnya fungsi pada daerah yang mengalami nekrosis (Prince, 2006). Gambaran histopatologis kelompok PIV menunjukkan pembuluh arteri telah ruptur dan jaringan yang nekrosis semakin luas. Rupturnya pembuluh arteri dapat disebabkan oleh melemahnya lapisan tunika intima akibat infeksi yang terus terjadi sehingga dinding arteri akan terus melebar dan melemah (Janqueira, 2007). Selain itu hal ini dapat juga disebabkan karena S. mutans memiliki protein permukaan berupa collagen binding protein yang akan menggantikan platelet dalam mengikat kolagen yang terekspos karena cedera sehingga tidak terjadi proses hemostasis dan perdarahan terus berlanjut. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Nakano (2011) dimana tikus model stroke hemoragik yang diinfeksi S. mutans menunjukkan hemisfer ipsilateral serebrum mengalami perdarahan yang lebih parah dibandingkan pada kelompok kontrol akibat aktivitas collagen binding protein S. mutans. Ruptur pembuluh darah pada kelompok PIV belum menyebabkan stroke pada tikus perlakuan, dimana secara histopatologis, walaupun sudah terdapat ruptur pembuluh darah, hemoragi dan nekrosis jaringan, kerusakan yang disebabkan oleh infeksi S. mutans pada serebrum belum terlalu luas. Keadaan klinis tikus pada kelompok PIV juga belum menunjukkan tanda-tanda adanya gejala stroke hemoragik seperti kelumpuhan maupun hilang kesadaran. Parmet (2004) melaporkan bahwa gejala klinis stroke hemoragik adalah kehilangan kesadaran, paralisis pada lengan, kaki atau seluruh anggota tubuh, gangguan pengelihatan dan kesulitan berbicara. Apabila terdapat tanda-tanda klinis yang menunjukkan stroke hemoragik, maka diperlukan pemeriksaan CT scan atau MRI. CT scan stroke hemoragik akan menunjukkan 34
gambaran otak lebih padat dan kelihatan berwarna putih dan dapat ditentukan penyebab dari kerusakan yang terjadi. Pemeriksaan dengan menggunakan MRI dapat mendeteksi kerusakan yang terjadi di otak lebih baik daripada CT scan, dimana MRI mampu mendeteksi perubahan isi jaringan otak. Efek visualisasi MRI dapat memperlihatkan aliran darah di otak dengan jelas (Sunardi, 2014). 5.3.2. Gambaran Histopatologis Sel Endothel Pembuluh Darah Serebrum Galur Wistar Setelah Diinfeksi Dengan Streptococcus mutans
Tikus
Gambar 7. Gambaran histopatologis sel endotel pembuluh darah tikus pada kelompok (a) sel endotel lisis (b) lapisan pembuluh darah ruptur (c) sel endotel tidak tersusun rapat dan rapi (d) hemoragi
Hasil pengamatan preparat histopatologis sel endotel pembuluh darah serebrum tikus putih jantan setelah disuntikkan S. mutans menunjukkan terjadi perubahan susunan sel endotel pembuluh darah yang ditandai dengan susunan sel endotel tidak rapat dan rapi, nekrosis sel (inti lisis) dan lapisan pembuluh darah mengalami perubahan histopatologis berupa destruksi lapisan media. Perubahan susunan dan nekrosis sel terjadi pada semua kelompok perlakuan. Perubahan susunan sel endotel diduga terjadi karena S. mutans yang disuntikkan ke sirkulasi darah dapat menginduksi respons inflamasi. Respon inflamasi ini dapat terjadi karena produk bakteri S. mutans (peptidoglikan) akan mengaktifkan fagosit agar mensekresi sitokin dan menginduksi leukosit ke tempat infeksi (Amijaya, 2012). Sitokin merupakan respon utama tubuh terhadap bakteri ekstraseluler misalnya S. mutans yang diproduksi oleh makrofag. Makrofag akan memicu sitokin proinflamasi salah satunya adalah TNF-α yang dapat menginduksi terjadinya kerusakan sel endotel dengan mengaktifkan sitokin proinflamasi lainnya seperti IL-6 dan IL-1β. TNF-α berpengaruh pada kerusakan sel endotel, menyebabkan perubahan susunan sel dan abnormalitas struktur sel endotel. Sel yang semula rapat akibat kerusakan sel endotel menjadi renggang (perubahan susunan) 35
bahkan menjadi hilang. Hal tersebut sesuai pernyataan Sri Murni dkk bahwa pelepasan TNF-α dapat mengganggu pelepasan nitric-oxide dan prostacyclin, yang berlanjut terjadinya perubahan sel endotel (Purwanto, 2014)., Selain itu, bakteri ini juga dapat merusak sel endotel selama invasi dengan menghasilkan toksin. Lapisan pembuluh darah mengalami perubahan histopatologis berupa destruksi lapisan media. Diduga toksin bakteri S. mutans dan keterlibatan sel-sel inflamatorik dalam mengeliminasi bakteri dapat merusak jaringan di sekitarnya. Hal tersebut sesuai dengan Karnen GB (2010) bahwa bakteri menghasilkan toksin yang dapat merusak jaringan (Baratawidjaja, 2010). Nekrosis sel endotel diduga disebabkan karena toksin yang dihasilkan oleh S. mutans dapat menyebabkan kerusakan pada inti sel, yang ditandai dengan destruksi inti sel (piknotik), kariolisis, dan karioreksis (Murwani, 2007). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Alan Steves yang menyatakan bahwa toksin dapat menyebabkan nekrosis sel endotel pembuluh darah. Selain itu, nekrosis sel juga dapat disebabkan karena obstruksi suplai darah sehingga suplai nutrisi menjadi berkurang (Steve, 2003). Selain nekrosis sel dan perubahan susunan sel endotel pada perlakuan III hari ke-21 terlihat juga lapisan intima lisis dan pada hari ke-30 PIV sudah terjadinya ruptur pembuluh darah sehingga menyebabkan masuknya darah ke jaringan. Rupturnya pembuluh darah disebabkan oleh melemahnya tunika intima akibat infeksi yang terus menerus terjadi sehingga dinding arteri akan terus melebar dan melemah. Pada kelompok perlakuan (PIV) hari ke-30 terjadi hemoragi (keluarnya darah dari kardiovaskular). Hal tersebut diduga karena pembuluh darah terinfeksi S. mutans sehingga menyebabkan ruptur pembuluh darah. Sesuai dengan pernyataan Plumb (1994) bahwa hemoragi dapat disebabkan oleh trauma, atau meningkatnya porositas yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus atau toksin (Asmiatih, 2013). Kerusakan yang terjadi pada sel endotel akan mengakibatkan terjadinya agregasi platelet di sekitar sel endotel yang rusak dan merangsang timbulnya inflamasi, yang ditandai dengan rubor, tumor, kalor dan dolor. Segera setelah pembuluh darah rusak, rangsangan dari pembuluh darah rusak tersebut akan menyebabkan terjadinya vasokontriksi yang akan mengakibatkan aliran darah berkurang. Ketika S. mutans berakumulasi pada sel endotel pembuluh darah yang rusak, maka bakteri ini akan mengekspresikan collagen binding protein yang dapat berikatan dengan lapisan kolagen yang terekspos menggantikan platelet, sehingga menyebabkan area yang mengalami kerusakan tidak dapat sembuh dan terjadi perdarahan yang terus menerus pada pembuluh darah otak yang akan mengakibatkan terjadinya stroke hemoragik (Kazuhiko, 2011). 36
5.4. Derajat Reaktivitas Mutacin S. mutans Terhadap Sel Endotel Pembuluh Darah
Penggunaan teknik ELISA dimaksudkan untuk menentukan tingkat reaktifitas mutacin S. mutans terhadap sel endotel. Berdasarkan nilai Optikal densitas (OD) yang telah dibaca dengan Elisa Reader, ada perbedaan nilai konsentrasi mutacin (100, 50, 25, 12,5, dan 6,25 mg/ml) pada semua sampel sel endotel. Perbedaan nilai OD sel endotel dianalisis menggunakan uji ANOVA one-way dan dilanjutkan dengan Post hoc-Duncan, menggunakan software SPSS for windows. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan nilai kemaknaan korelasi derajat reaktifitas konsentrasi IgY terhadap berbagai sampel S. mutan.
Gambar 8. Derajat reaktifitas mutacin S. mutans terhadap sel endothel pembuluh darah. Reaktifitas mutacin terhadap sel endotel berbagai konsentrasi diukur berdasarkan Optikal Densitas (OD) pada panjang gelombang 450 nm. Tabel 1. Nilai reaktifitas konsentrasi mutacin S. mutans terhadap Sel endothel berdasarkan uji ANOVA Konsentrasi IgY(mg/ml) 6.25
12.5
S. mutans
Nilai Probalitas
Endotel J. 1 Endodet J. 2 Endotel O.1 Endotel O.2 Endotel Lab Endotel J. 1 Endodet J. 2 Endotel O.1 Endotel O.2 Endotel Lab
0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0.05
Tingkat Kemaknaan
P≤0,005
P≤0,005
37
25
Endotel J. 1 Endodet J. 2 Endotel O.1 Endotel O.2 Endotel Lab Endotel J. 1 Endodet J. 2 Endotel O.1 Endotel O.2 Endotel Lab Endotel J. 1 Endodet J. 2 Endotel O.1 Endotel O.2 Endotel Lab
50
100
0,109 0,100 0,096 0,085 0,072 0,109 0,101 0,096 0,084 0,080 0,322 0,315 0,310 0,309 0,300
P>0,005
P>0,005
P>0,005
Hasil uji ANOVA ini dikorelasikan dengan nilai OD reaktifitas mutacin S.mutans dengan sel endotel yang dibaca dengan elisa reader, dimana reaktifitas mutacin terhadap sel endotel memiliki tendensi yang berbeda. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi mutacin. Pada konsentrasi 100 mg/ml, mutacin masih menujukkan reaktifitas terhadap sel endotel lab, sedangkan konsentrasi 6,25 mg/ml, IgY masih mampu memperlihatkan reaktifitas terbaiknya, sedangkan sel endotel (Kontrol positif) berada pada reaktifitas terakhir, namun masih mampu melakukan rekatifitas. Hal ini mengindikasikan, mutacin yang dipakai dalam penelitian ini memiliki tendensi reaktifitas yang sama terhadap semua sel endotel. Berbagai laporan hasil penelitian yang disebutkan di atas dapat menjelaskan informasi tentang potensi mutacin mengenal atau bereaktifitas dengan sel endotel. Hubungan dengan penelitian ini bahwa mutacin dapat berinteraksi dengan aviditas yang tinggi terhadap sel endotel walaupun Hasil uji ELISA yang dilakukan dalam penelitian ini menunjukkan perbedaan bermakna (P<0,05) reaktifitas mutacin terhadap sel endotel mulai dari konsentrasi tertinggi sampai konsentrasi terendah, khususnya pada konsentrasi yang terendah (gambar 8). Perbedaan reaktifitas tersebut, selain dipengaruhi oleh konsentrasi mutacin, juga ditentukan oleh protein permukaan sel entodel (collagen binding protein) (Nakano, 2011). Dengan demikian penelitian ini mempertegas laporan Abranches (2009), bahwa mutacin S. mutans yang digunakan dalam penelitian ini bersifat spesifik terhadap sel endotel. Mota-Meira (2000) dan Morency (2001) melaporkan bahwa bakteri penghasil mutacin dapat menghambat bakteri patogen yang berhubungan dengan makanan, seperti L. monocytogenes, B. cereus, C. perfringens, S. aureus dan Campylobacter jejuni. Mutacin juga dapat menghambat berbagai streptococus dan enterococci, termasuk beberapa strain 38
resisten multi-obat (Kreth,2005) juga terhadap Helicobacter pylori dan Neisseria gonorrhoeae (Mota-Meira, 2005). Kemampuan mutacin S. mutans berinterksi dengan host, karena mutacin S. mutans dapat berinteraksi dengan protein Cnm sel endotel senagai media untuk memfasilitasi ikatan dengan kolagen tipe I host untuk selanjutnya menetap pada jaringan, berkoloni dan menginfeksi host yang pada akhirnya melemahkan aktivitas sel endotelium yang merupakan langkah penting pada infeksi endocarditis (Nomura, 2012). Nakano (2010) melaporkan bahwa protein 120-kDa (protein Cnm) dianggap molekul protein yang berperan penting pada kasus stroke hemoragik dan endocarditis selain protein 190-kDa (Nakano 2008). Menurut Sato (2004) sekuen asam amino yang telah dideduksi oleh protein Cnm memperlihatkan kesamaan yang akurat dengan collagen-binding adhesins dan setelah dikonfirmasi ternyata protein Cnm termasuk dengan Cbp yang merupakan protein permukaan yang memfasilitasi S. mutans untuk melekat pada jaringan sel endotel dan kolagen host untuk. Sejumlah penelitian melaporkan bahwa bakteriosin merupakan peptida aktif yang dapat menyebabkan gangguan permeabisasi dinding sel bakteri dan sampai membunuh bakteri. Sasaran reseptor dari kerja bakteriocin (mutacin) lantibiotics mampu mengganggu sintesis dinding sel melalui afinitas yang tinggi dengan mengikat molekul lipid II, sebuah molekul yang berperan peran penting dalam sintesis lapisan peptidoglikan Bonelli (2006), Breukink (2006). Ikatan molekul lipid II dapat membentuk pori-pori pada membran sitoplasma sel target. Mekanisme ini sangat penting dalam membunuh mikroorganisme seperti juga peptida lantibiotic lacticin 3147 (Wiedemann, 2006). Sedangkan mekanisme aksi lantibiotics dari streptococcu belum dilaporkan perannya dalam menghambat atau membunuh mikroorganisme patogen, namun beberapa lantibiotics, seperti mutacin I, 1140 dan B-Ny266, juga menggunakan lipid II sebagai molekul target (Chatterjee, 2005).
39
BAB VI RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
Penelitian ini direncanakan berlangsung selama 2 tahun (2 tahap) yang akan dilaksanakan di dua tempat yaitu di laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi FK dan FKH Unsyiah serta di Laboratorium Oral biologi dan Molekuler FKG Universitas Indonesia dalam tahun 2014-2015. Penelitian tahun berjalan (2014) telah melakukan berbagai pendekatan analisis, selain mengevaluasi kemampuan S. mutans yang dapat menyebakan terjadinya infeksi stroke haemoragik dan kemampuan mutacin S. mutans berinteraksi dengan sel endothel. juga mengevaluasi berbagai kerusakan bagian jantung dan otak besar tikus model setelah diinfeksi dengan S. mutans dan disamping itu menguji kepekaaan rekatifitas mutacin terhadap sel endotel pada berbagai konsentrasi. Sedangkan untuk tahun kedua yaitu menguji efektifitas antibiotik mutacin yang dihasilkan oleh Streptococcus mutans secara spesifik menghambat aktivitas adhesin dan interaksi collagen binding protein pada sel endhothel untuk mencegah terjadinya stroke hemoragik dan endocarditis.
40
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan 1. Streptococcus mutans isolat darah lebih bagus pertumbuhan pada kondisi lingkungan alkalis, dibandingkan isolate labaoratorium, khususnya pada pH 8 dan pada suhu 370C dan 40 0C. 2. Streeptcoccus mutans sebagai penentu terjadinya infeksi pada jantung dan otak besar (serebrum) dengan intensitas yang meningkat dari minggu pertama sampai minggu ke empat (hari ke-30). 3. Infeksi oleh S. mutans pada jantung dan pembuluh darah otak, dengan sasaran merusak sel endotel dan jaringan host, yang merupakan media untuk melakukan infeksi. 4. Mutacin S. mutans dapat bereaksi baik dengan sel endotel pembuluh darah otak dan jantung pada berbagai konsentrasi. 7.2. Saran Berdasarkan kesimpulan penelitian ini, maka untuk melengkapi tujuan penelitian ini adalah perlu dilakukan: 1. Penentuan serotype S. mutans isolat darah tikus. 2. Penentuan molekul protein mutacin S. mutans isolate darah dan protein plasma yang terpapar dengan S. mutans. 3. Uji menguji efektifitas antibiotik mutacin yang dihasilkan oleh Streptococcus mutans secara spesifik menghambat aktivitas adhesin dan interaksi collagen binding protein pada sel endhothel. 7.3. Ucapan Terima Kasih Penelitian ini dibiayai oleh Universitas Syiah Kuala, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Dalam Rangka Pelaksanaan Penelitian Hibah Pekerti Tahun Anggaran 2014 Nomor :496.a /UN11/S/LK-BOPT/2014 Tanggal 26 Mei 2014.
41
DAFTAR PUSTAKA
Abranches J, et al. 2009. Invasion of human coronary artery endothelial cells by Streptococcus mutans OMZ175. Oral Microbiol. Immunol. 24:141–145. Adams C. 2003. Quality Of Life For Caregivers and Stroke Survivors in the Immediate Discharge Periode. Elsevier. 16:21;26-130. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. 2007. Gambaran umum tentang gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology cetakan keenam editor Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. Hal: 81-115. Alwi dan Idrus. 2007. Endokarditis dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Amijaya APP, Murwani S, Wardhana AW. Efek ekstrak air daun kelor (moringa oleifera) terhadap kadar tumor necrosis faktor alpha (tnf-α) dan gambaran histopatologi sel endotel arteri coronaria pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberi diet aterogenik. Jurnal Universitas Brawijaya, 2012. Hal.12-16. Arif M. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika. Asniatih, Idris M, Sabilu K. Studi histopatologi pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Jurnal Mina Laut Indonesia 2013; 3(12):13-21. Asniatih, Idris M, Sabilu K. Studi histopatologi pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Jurnal Mina Laut Indonesia 2013; 3: 13-21 Ayu DS. Induksi S. mutans terhadap aktivitas proteinase netrofil pada degradasi kolagen tipe IV. Journal pustaka kesehatan 2014;2(1):160-166. Banas J.A. 2004. Virulence properties of streptococcus mutans. Frontiers in Bioscience (9) 1267-1277. Baratawidjaja KG, Rengganis I. Imonulogi Dasar. Ed 9. Jakarta: FKUI, 2010. p: 265. Beg AM, Jones MN, Miller-Torbert T, and Holt RG. 2002. Binding of Streptococcus mutans to extracellular matrix molecules and fibrinogen. Biochem Biophys Res Commun 298, 75-79, Bonelli, R. R., T. Schneider, H. G. Sahl, and I. Wiedemann. 2006. Insights into in vivo activities of lantibiotics from gallidermin and epidermin modeof- action studies. Antimicrob. Agents Chemother. 50:1449–1457. Breukink, E., and B. de Kruijff. 2006. Lipid II as a target for antibiotics. Nat. Rev. Drug. Discov. 5:321–332. Chatterjee, C., M. Paul, L. Xie, and W. A. van der Donk. 2005. Biosynthesis and mode of action of lantibiotics. Chem. Rev. 105:633–684. 42
Chia JS, Yeh CY, and Chen JY. 2000. Identification of a fibronectin binding protein from Streptococcus mutans. Infect Immun 68, 1864-1870. Cotter PD, Hill C. Surviving the acid test: responses of Gram-possitive bacteria to low pH. Microbiology and Molecular 2003; 67 : 437,445 Damjanov, Ivan. Histopatologi : Buku Teks Dan Atlas Berwarna. Jakarta : Widya Media, 1998.p.91-110. Dewi FK. Aktivitas antibakteri ekstrak etanol buah mengkudu (Morinda citifloria, linneaus) terhadap bakteri pembusuk daging segar. Surakarta : Jurusan Biologi Universitas Sebelas Maret. 2010. Skripsi Dorn B. R., Burks J. N., Seifert K. N., Progulske-Fox A. 2000. Invasion of endothelial and epithelial cells by strains of Porphyromonas gingivalis. FEMS Microbiol. Lett. 187:139–144) Dramsi S, Morello E, Poyart C, Trieu-Cuot P. 2012. Epidemiologically and clinically relevant Group B Streptococcus isolates do not bind collagen but display enhanced binding to human fibrinogen. Microbes Infect. Oct;14(12):1044-8 Eishi, K. et al. 1995. Surgical management of infective endocarditis associated with cerebral complications. Multi-center retrospective study in Japan. J. Thorac. Cardiovasc. Surg. 110, 1745–1755. Fauci, A.S. Braunwald, E. Kasper, D.L. Hauser, S.L. Longo, D.L. 2008. Harrison's: Principles of Internal Medicine 17th Ed. USA: The McGraw-Hill Companies. Fedi FP, Vernino Ar, Gray JL. Silabus Periodonti. Jakarta: EGC, 2005. Fozo EM, Quivey RG, Jr. Shifts in the membrane fatty acid profile of Streptococcus mutans enhance survival in acidic environments. American society For Microbiolgy 2004; 70 : 929 Fujiwara, T. et al. 2001. Biochemical and genetic characterization of serologically untypable Streptococcus mutans strains isolated from patients with bacteremia. Eur. J. Oral Sci. 109, 330–334. Gani BA, Tanzil A, Mangundjaja S. 2006. Molecular aspect of the Streptococcus mutans virulence properties. Indonesian Journal of Dentistry. 13(2) 107-114. (13) Gani BA. 2010. Acidogenic and aciduric properties of Streptococcus mutans as the bacteriostatic against oral microbiota pathogen. Cakradonya Dental Journal. 2:1; 128-136 Gravesen, A., M. Ramnath, K. B. Rechinger, N. Andersen, L. Jansch, Y. Hechard, J. W. Hastings, and S. Knochel. 2002. High-level resistance to class IIa bacteriocins is associated with one general mechanism in Listeria monocytogenes. Microbiology 148:2361–2369. Hahn K, Faustoferri RC, Quivey RG, Jr. induction of an AP endonuclease activity in Streptococcus mutans during growth a low pH. Molecular Microbiology 1999; 31(5) : 1489 Hamada, S., and T. Ooshima. 1975. Inhibitory spectrum of a bacteriocinlike substance (mutacin) produced by some strains of Streptococcus mutans. J Dent Res 54:140-5. 43
Hidayati N. Isolasi dan identifikasi jamur endofit pada umbi bawang putih (Allium sativum) sebagai penghasil senyawa antibakteri terhadap bakteri Streptococcus mutans dan Escherichia coli. Malang: Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang. 2010. Skripsi Hillman, J. D., J. Novak, E. Sagura, J. A. Gutierrez, T. A. Brooks, P. J. Crowley, M. Hess, A. Azizi, K. Leung, D. Cvitkovitch, and A. S. Bleiweis. 1998. Genetic and biochemical analysis of mutacin 1140, a lantibiotic from Streptococcus mutans. Infect Immun 66:2743-9. Hiroshi, M. 1997. Interaction of fibronectin with integrin receptors: evidence by use of synthetic peptides. Peptides 18:899–907. Janqueira LC, Carneiro J. Histologi Dasar: Teks dan Atlas Ed. 10. Jakarta: EGC, 2007. Kamiya RU, Taiete T, Gonçalves RB. 2011. Mutacins of Streptococcus Mutans. Brazilian Journal of Microbiology 42: 1248-1258 Kamiya, R.U.; Hofling, J.F.; Goncalves, R.B. 2008. Frequency and expression of mutacin biosynthesis genes in isolates of Streptococcus mutans with different mutacinproducing phenotypes. J Med Microbiol. 57 (5), 626-635. Kazuhiko N, Kazuya H, Naho T, Koichiro W, Chiho K, Ryota N, et al. The collagenbinding protein of Streptococcus mutans is involved in hemorrhagic stroke. Nat. Commun. 2:485 doi:10.1038/ncomms 1491 (2011). Kevin T. Uji toksisitas akut monocrotophos dosis bertingkat per oral dilihat dari gambaran histopatologis otak besar mencit Balb/C. Semarang: Univesitas Diponegoro. 2010. Skripsi. Khrisanti P. Perbedaan kecepatan lisis sel ginjal tikus wistar pada media tanah dan air tawar: berdasarkan gambaran histopatologi. Univ Diponegoro. Skripsi 2010. Koo H., et al. 2003. Inhibition of Streptococcus mutans biofilm accumulation and polysaccharide production by apigenin and tt-farnesol. J. Antimicrob. Chemother. 52:782–789 Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi Robbins Ed. 7 Vol.1. Jakarta: EGC, 2004. Kusyanti E. Pengaruh supplemen vitamin C terhadap luka insisi pada tikus usia tua. Universitas Dipeneogoro, 2010. Tesis. Lemos JA, Burne RA. A model of efficiency: stress tolerance by Streptococcus mutans. Microbiology 2008; 154 : 3247 Meregetthi L, sitkiewicz I, Green Nm, Musser JM. Remodeling of Streptococcus agalactiae transcriptome in response to growth temperature. Plos One 2008; 3(7) : 1 Merritt, J., and F. Qi. 2012. The mutacins of Streptococcus mutans: regulation and ecology. Mol Oral Microbiol 27:57-69. Moreiion P, Que Y. Infective endocarditis. The Lancet 2004; 363:139-149. Morency, H., M. Mota-Meira, G. LaPointe, C. Lacroix, and M. C. Lavoie. 2001. Comparison of the activity spectra against pathogens of bacterial strains producing a mutacin or a lantibiotic. Can J Microbiol 47:322-31. 44
Mota-Meira, M., G. LaPointe, C. Lacroix, and M. C. Lavoie. 2000. MICs of mutacin BNy266, nisin A, vancomycin, and oxacillin against bacterial pathogens. Antimicrob Agents Chemother 44:24-9. Mota-Meira, M.; Morency, H.; Lavoie, M.C. 2005. In vivo activity of mutacin B-Ny266. J. Antimicrob. Chemother. 56 (5), 869-871. Murwani S, Hidayati DYN. Identiifkasi protein imunogenik chlamydia pneumoniae terhadap serum penderita infark mioard akut. Jurnal Kedokteran Brawijaya 2007: 23(2): 100-105 Myhre AE, Strestøl JF, Wang JE. Organ injury and cytokine release caused by peptidoglycan are dependent on the structural integrity of the glucan chain. Infection and Immunity 2004; 72(3):1311-1317. Nakano K, Hokamura K, Taniguchi N, Wada K, Kudo C, Nomura R, et al. The collagenbinding protein of Streptococcus mutans is involved in hemorrhagic stroke. Nature Communication 2011; 2:485-294. Nakano K, Nomura R, Matsumoto M, Ooshima T. 2010. Roles of oral bacteria in cardiovascular diseases--from molecular mechanisms to clinical cases: Cell-surface structures of novel serotype k Streptococcus mutans strains and their correlation to virulence. J Pharmacol Sci.113(2):120-5. Nakano K, Nomura R, Nakagawa I, Hamada S, Ooshima T. 2004. Demonstration of Streptococcus mutans with a cell wall polysaccharide specific to a new serotype, k, in the human oral cavity. J Clin Microbiol.42(1):198-202. Nakano K, Nomura R, Nemoto H, Lapirattanakul J, Taniguchi N, Grönroos L, Alaluusua S, Ooshima T. 2008. Protein antigen in serotype k Streptococcus mutans clinical isolates. J Dent Res 87(10):964-8. Nakano K, Nomura R, Taniguchi N, Lapirattanakul J, Kojima A, Naka S, Senawongse P, Srisatjaluk R, Grönroos L, Alaluusua S, Matsumoto M, Ooshima T. 2010. Molecular characterization of Streptococcus mutans strains containing the cnm gene encoding a collagen-binding adhesin. Arch Oral Biol. 55(1):34-9. Nakano K, Ooshima T. 2009. Serotype classification of Streptococcus mutans and its detection outside the oral cavity. Future Microbiol. 4(7):891-902. Nicolasa G, Augera I, Beaudoina M, Hallena F, Morencya H, LaPointeb G, Lavoiea MC. 2004. Improved methods for mutacin detection and production. Journal of Microbiological Methods 59;351– 361. Nomura R, Nakano K, Naka S, Nemoto H, Masuda K, Lapirattanakul J, Alaluusua S, Matsumoto M, Kawabata S, Ooshima T. 2012. Identification and characterization of a collagen-binding protein, Cbm, in Streptococcus mutans. Mol Oral Microbiol.27(4):308-23. Nomura R, Nakano K, Nemoto H, Fujita K, Inagaki S, Takahashi T, Taniguchi K, Takeda M, Yoshioka H, Amano A, Ooshima T. 2006. Isolation and characterization of Streptococcus mutans in heart valve and dental plaque specimens from a patient with infective endocarditis. J Med Microbiol.55(Pt 8):1135-40. Nomura, R. 2009. Molecular and clinical analyses of the gene encoding the collagenbinding adhesin of Streptococcus mutans. J. Med. Microbiol. 58, 469–475. 45
Palmer SR, Miller JH, Abranches J, Zeng L, Lefebure T, Richards VP, et all. Phenotypic heterogenecity of genomically-diverse isolates of Streptococcus mutans. Plos One 2013; 8(4) :1 Parmet S, Glass JT, Glass RM. Hemorrhagic stroke. The Journal of the American Medical Association 2004; 292:1916.. Price, Sylvia A. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6 ed. Jakarta : EGC, 2005.p.615-617. Prince SA, Wilson LM. Patofisiologi Ed. 6 Vol.1. Jakarta: EGC, 2006. Purwanto, Susilawati ID. Induksi Streptococcus mutans terhadap aktivitas proteinase neutrofil pada degradasi kolagen tipe IV. E Journal Pustaka kesehatan 2014; 2(1): 160-166 Qi, F., Chen P., Caufield PW. 2000. Comparative studies of peptide antibiotics produced by the oral bacterium Streptococcus mutans. Interspecies Conference. Antimicrobial Agents and Chemotherapy. 40:231 Qi, F., P. Chen, and P. W. Caufield. 1999. Functional analyses of the promoters in the lantibiotic mutacin II biosynthetic locus in Streptococcus mutans. Appl Environ Microbiol 65:652-8. Robbins SL, Kumar V. Pathologic Basis of Disease. 8th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2010. p. 566-568. Robson, C. L., P. A. Wescombe, N. A. Klesse, and J. R. Tagg. 2007. Isolation and partial characterization of the Streptococcus mutans type AII lantibiotic mutacin K8. Microbiology 153:1631-41. Sabir A. aktivitas antibakteri flavonoid propolis trigona sp terhadap bakteri Streptococcus mutans (in vitro). Dental J 2005; 38 : 137 Sandritter, W. Histopatologis. Jakarta : EGC, 2003.hal. 23-49. Sato Y, Okamoto K, Kagami A, Yamamoto Y, Igarashi T, Kizaki H. 2004. Streptococcus mutans strains harboring collagen-binding adhesin. J Dent Res. 83(7):534-9. Shun CT, Lu SY, Yeh CY, Chiang CP, Chia JS, Yen JY. Glucosiltransferase of viridians streptococci are modulins of ilterleukin-6 induction in infective endocarditis. Infection and Immunity. 2005; 73 (6). Steven, Alan. Lone, Jane. Pathology. 2 ed. Philladelphia. Mosby, 2004.p. 185-187. Steves A. Pathology of The Circulatory System. 2003. p: 45,152. Sudiono J, Kurniadhi B, Hendrawan A, Djimantoro B. Ilmu Patologi. Jakarta: EGC, 2003. Sunardi. Computed Tomography Scan (CT Scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) Pada Sistem Neurologis. http://nardinurses.files.wordpress. com/2008/01/konsepct-scan-mri.pdf. Diakses pada tanggal 15 Juli 2014. Sutrisno, Alfred. 2007. Stroke? You Must Know Before you Get It!. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.Hal: 1-13 Thomas C. Histopatologi : Buku Teks dan Atlas untuk Pelajaran Patologi Umum dan Khusus Ed. 10. Jakarta: EGC, 1988. 46
Towbin H, Staehelin T, Gordon J. 1979. Electrophoretic transfer of proteins from polyacrylamide gels to nitrocellulose sheets: procedure and some applications. Proc. Natl. Acad. Sci.; 76:4350-4354. Underwood JCE. Patology Umum dan Sistemik. Jakarta: ECG,1999. hal. 353-369 Vandepitte J. Basic Laboratory Procedures in clinical Bacteriology. 2 nd edition. Geneva. 2003 : 20 Ward, M and Marcey D. 2001. Fibronectin, an extracelluler adhesion molecule. Molecular Biology Tutorial. Kenyon College, California Lutheran University, USA; 1-4. Waterhouse, JC and Russell, RR. 2006. Dispensable genes and foreign DNA in Streptococcus mutans. Microbiology 152, 1777–1788. Wells VD, Munro C, Sulavik M, Clewell DB, and Macrina, FL. 1993. Infectivity of a glucan synthesis-defective mutant of Streptococcus gordonii (Challis) in a rat endocarditis model. FEMS Microbiol Lett 112, 301-306. Wiedemann I, Bottiger T, Bonelli RR, Wiese A, Hagge SO, Gutsmann T, Seydel Un, Deegan L, Hill C, Ross P, and Sahl HG. 2006. The mode of action of the lantibiotic lacticin 3147—a complex mechanism involving specific interaction of two peptides and the cell wall precursor lipid II. Mol. Microbiol. 61:285–296. Yonezawa, H., and H. K. Kuramitsu. 2005. Genetic analysis of a unique bacteriocin, Smb, produced by Streptococcus mutans GS5. Antimicrob Agents Chemother 49:541-8.
47
LAMPIRAN
Lampiran I: Hasil Penelitian
A. Lampiran Penelitian. Analisis Perbandingan Pertumbuhan Streptococcus Mutans (Atcc 31987) Dengan Isolat Darah Berdasarkan Pendekatan Suhu Dan Ph (Kajian Pada Kasus Infeksi Endokardium Dan Serebrum)
Oneway Descriptives
N Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
pH 5 pH 6 pH 8 Total pH 5 pH 6 pH 8 Total pH 5 pH 6 pH 8 Total pH 5 pH 6 pH 8 Total
2 2 2 6 2 2 2 6 2 2 2 6 2 2 2 6
Mean ,4020 ,7570 1,0405 ,7332 ,5690 ,7610 ,8645 ,7315 ,6980 ,4810 ,5390 ,5727 ,4910 ,7060 ,7835 ,6602
Std. Deviation ,20506 ,26587 ,09122 ,32571 ,03111 ,26022 ,15768 ,19156 ,21355 ,65620 ,61801 ,42629 ,07920 ,33800 ,27224 ,23937
Std. Error ,14500 ,18800 ,06450 ,13297 ,02200 ,18400 ,11150 ,07820 ,15100 ,46400 ,43700 ,17403 ,05600 ,23900 ,19250 ,09772
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound -1,4404 2,2444 -1,6318 3,1458 ,2209 1,8601 ,3914 1,0750 ,2895 ,8485 -1,5769 3,0989 -,5522 2,2812 ,5305 ,9325 -1,2206 2,6166 -5,4147 6,3767 -5,0136 6,0916 ,1253 1,0200 -,2205 1,2025 -2,3308 3,7428 -1,6624 3,2294 ,4090 ,9114
Minimum ,26 ,57 ,98 ,26 ,55 ,58 ,75 ,55 ,55 ,02 ,10 ,02 ,44 ,47 ,59 ,44
Maximum ,55 ,95 1,11 1,11 ,59 ,95 ,98 ,98 ,85 ,95 ,98 ,98 ,55 ,95 ,98 ,98
48
ANOVA
Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
Sum of Squares ,409 ,121 ,530 ,090 ,094 ,183 ,050 ,858 ,909 ,092 ,195 ,286
Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total
df 2 3 5 2 3 5 2 3 5 2 3 5
Mean Square ,205 ,040
F 5,073
Sig. ,109
,045 ,031
1,442
,364
,025 ,286
,088
,918
,046 ,065
,708
,560
T-Test Group Statistics
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
Suhu Suhu 37 Suhu 40 Suhu 37 Suhu 40 Suhu 37 Suhu 40 Suhu 37 Suhu 40
N 2 2 2 2 2 2 2 2
Mean ,5305 ,0450 ,5870 ,0735 ,3335 ,0550 ,4685 ,2155
Std. Deviation ,03889 ,00849 ,04101 ,03182 ,31749 ,00566 ,12657 ,23264
Std. Error Mean ,02750 ,00600 ,02900 ,02250 ,22450 ,00400 ,08950 ,16450
Independent Samples Test t-test for Equality of Means
t Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
17,249
2
,003
,48550
,02815
,36439
,60661
17,249
1,095
,029
,48550
,02815
,19345
,77755
13,990
2
,005
,51350
,03670
,35557
,67143
13,990
1,884
,006
,51350
,03670
,34585
,68115
1,240
2
,341
,27850
,22454
-,68760
1,24460
1,240
1,001
,432
,27850
,22454
-2,57022
3,12722
1,351
2
,309
,25300
,18727
-,55276
1,05876
1,351
1,544
,341
,25300
,18727
-,82954
1,33554
49
Gambar 1. Pengelompokkan dan aklimatisasi tikus.
Gambar 3. Penyetaraan dengan Mc Farland 3
Gambar 2. Pewarnaan Gram bakteri
Gambar 4. Gambar Mikroskop
50
Gambar 5. Penyuntikan Bakteri Streptococcus mutans ke tikus
Gambar 6. Isolat Darah
Gambar 7. Suspensi Bakteri Isolat Darah
Gambar 8. Absorbansi Bakteri dengan Spektrofotometer
Gambar 9. Hasil Kultur S. mutans ATCC 31987
Gambar 10. Hasil Kultur S. mutans Isolat Darah Minggu 1
51
Gambar 11. Hasil Kultur S. mutans Isolat Darah Minggu 2
Gambar 12. Hasil Kultur S. mutans Isolat Darah Minggu 3
Gambar 13. Hasil Kultur S. mutans Isolat Darah Minggu 4
52
B. Lampiran Penelitian: Gambaran Histopatologis Lapisan Jantung Tikus Putih Setelah Diinfeksi Streptococcus mutans Kaitan Dengan Endokarditis
Gambar 1. Proses aklimatisasi tikus
Gambar 3. Injeksi streptococcus mutans pada tikus
Gambar 5. Nekropsi tikus
Gambar 2. Suspensi bakteri Streptococcus mutans
Gambar 4. Euthanasia tikus
Gambar 6. Fiksasi organ dalam larutan formalin 10%
53
Gambar 7. Organ jantung
Gambar 8. Pemotongan organ jantung
Gambar 9. Dehidrasi menggunakan aseton
Gambar 10. Blok parafin
Gambar 11. Mikrotom Rotari
Gambar 12. Penempatan pita pada water bath
54
Gambar.13 Tahapan deperafinisasi dan pewarnaan secara keseluruhan
Gambar 14. Preparat histopatologis
55
C. Lampira Hasil Penelitian: Profil Histopatologis Endokardium Dan Katup Jantung Tikus Putih Setelah Diinfeksi Streptococcus Mutans
Gambar 1. Aklimatisasi Hewan Coba
Gambar 2. Suspensi S. mutans
Gambar 3. Injeksi S. mutans
Gambar 4. Inhalasi Eter
Gambar 5. Nekropsi Hewan Coba
Gambar 6. Fiksasi Organ
56
Gambar 7. Trimming Organ
Gambar 8. Blok Parafin
Gambar 9. Pemotongan Blok Parafin dengan Mikrotom
Gambar 10. Pita Jaringan Dimasukkan Dalam Waterbath
Gambar 11. Pewarnaan HE
Gambar 12. Hasil Pewarnaan HE
57
D. Lampiran Hasil Penelitian: Gambaran Histopatologis Serebrum Tikus Putih Galur Wistar Setelah Diinfeksi Dengan Streptococcus mutans Kaitan Dengan Infeksi Stroke Hemoragik
Gambar 1. Aklimatisasi tikus
Gambar 2. Penyetaraan suspensi S.mutans dengan larutan Mc Farland 3
Gambar 3. Injeksi S. mutans pada vena ekor tikus
Gambar 4. Euthanasia tikus dengan menggunakan ether
Gambar 5. Fiksasi organ tikus dalam larutan formalin 10%
Gambar 6. Pemotongan organ
58
Gambar 7. Proses dehidrasi
Gambar 9. Blok parafin
Gambar 11. Penempatab pita pada waterbath
Gambar 8. Infiltrasi parafin
Gambar 10. Pemotongan organ menggunakan mikrotom
Gambar 12. Tahapan pewarnaan secara keseluruhan
59
Gambar 13. Preparat hasil penelitian
Gambar 14. Pengamatan gambaran histopatologis
60
E. Lampiran Hasil Penelitian: Rofil Histopatologis Sel Endotel Pembuluh Darah Serebrum Tikus Putih Jantan Setelah Diinfeksi Dengan Streptococcus Mutans (Pendekatan Pada Stroke Hemoragik).
Gambar 1. Fakult as Kedokt eran Hew an
Gam bar 3. Suspensi bakt eri
Gam bar 5. Eut anasia t ikus
Gambar 2. Aklim atisasi tikus
Gam bar 4. Penyunt ikan hew an coba
Gam bar 6. Pem bedahan t ikus
61
Gam bar 7. Fikasasi dalam BNF 10%
Gam bar 8. Pem ot ongan Organ
Gam bar 9. Dehidrasi dalam larut an aset on
Gam bar 10. Penanam an blok
Gam bar 11. Pemotongan organ dengan microtom rot ary
Gam bar 12. Penempat an pit a w at erbat h
62
Gambar 13. Pew arnaan Hematoxylin Eosin
Gam bar 14. Hasil Pembuat an Preparat
63
Lampiran 2. Insrumen Penelitian
1. Laboratorium: No
Laboratorium
1.
Laboratorium Mikrobiologi dan Immunologi serta laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan dan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Laboratorium Biologi Oral dan Molekuler Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
2.
1.
Kemampuan Melakukan kultur bakteri dan sel serta analisis aktivitas uji immunologi Analisis seluler dan molekuler dengan teknologi RT PCR, ELISA, dan kultur Medium
Penunjang Penelitian 50%
50%
Peralatan Utama:
No 1.
2. 3
Alat Gas pack (Anaerogen) (Oxoid Limited, Basingstoke, Hampshire, England) Elisa reader (Bio-Rad, Laboratories, Inc). Spectrofotometer (Ultraspec 4300 pro)
Tempat
Kegunaan
TPP dan TPM
Medium pertumbuhan bakteri S. mutans bersifat anaerob
TPP/ TPM TPP/ TPM
4
Conventional PCR, iCyclerTM Thermal Cycler (Bio-Rad Laboratories, Inc) Sentrifus mini (Bio-Rad Laboratories, Inc)
TPM
5
Gel Doc (Bio-Rad Laboratories, Inc)
TPM
6
Step One RT-PCR
TPM
7
DNA Eletroforesis
TPM
8
Agarose LE (Low Electroendosmosis) (Roche Diagnostics Corporation, Indianapropolis IN, USA)
TPM
Untuk membaca hasil elisa Untuk mengukur kadar protein Untuk mengindentifikasi protein sampel sekaligus memperpanjang rantai protein sampel agar dapat dibaca band protein, dalam penelitian ini untuk penentuan serotype S. mutans berdasarkan primers Untuk membaca hasil PCR Untuk menentukan siknifikansi RNA dan DNA sampel Untuk membaca hasil DNA sampel Media untuk transpor protein
Kemampuan 30 sampel/hari
20 sampel/hari 20 sampel/hari
20 sampel/hari
20 sampel/hari 20 sampel/hari 20 sampel/hari
20 sampel/hari 64
9
Culture cell medium (medium DMEM)
TPM
10
Luminometer
TPM
Medium kultur sel dan jaringan Untuk pengamatan aktivitas biofilm
20 sampel/hari 20 sampel/hari
2. Peralatan Pendukung: 1. Inkubator (Memmert, Jerman) 2. Elisa (microplate) reader 3. Sentrifugal (Sorvall). 4. Mini protein glass plates dan casting frame SDS (Bio-Rad Laboratories, Inc). 5. Mini format vertical electrophoresis (Bio-Rad Laboratories, Inc) 6. Penangas air (Certomat® WR). 7. Freezer 40 C (-400 C (Modena, Uni Eropa), -800 C (Sanyo Ultra Low, Japan). 8. pH meter MP220 (Mettler Toledo). 9. Fiber pad (sponse) (Bio-Rad Laboratories, Inc) 10. Filter paper mini trans-blot (Bio-Rad Laboratories, Inc) 11. Trans-blot transfer medium nitrocellulose membrane (0-45 µm) (Bio-Rad Laboratories, Inc) 12. Shaker (Certomat®U). 13. Thermo-block (N-Biotek, Inc). 14. Western blot apparatus (BioRad) 15. Water bath (Certomat WR) 16. Anaerobic jar 17. Petri dishes 18. Osse 19. Erlemayer 20. Gelas ukur 21. Bunsen 22. Inkubator 370C (Memmert, Germany) 23. Tabung sentrifuge 15 ml 24. Tabung sentrifuge 50 ml 25. Eppendorf tube 26. Blue tips dan Yellow tips 27. Pipet eppendorf 28. Sentrifuge 29. Timbangan miligram 30. Kertas saring (Whatman paper 9,0 cm) (Whatman Limited, England) 31. Plate polysterine (96 well microtiter plate) (Greiner, Germany) 32. Tissue Culture Plate (Greiner, Germany) 33. Thermo-Block NB-305TB (N-Biotek, Inc) 3.
Keterangan Tambahan Ruang peneliti utama TPP dan TPM dilengkapi dengan satu set komputer beserta
printer beserta jaringan internet. Fasilitas ini digunakan untuk analisis data, penelusuran pustaka dan pelaporan penelitian. Selain itu dilengkapi dengan fasilitas pekerjaan kultur, ruang pertemuan dan perangkat presentasi hasil penelitian. 65
Lampiran 3. Personalia Tenaga Peneliti 3.1. Ketua Peneliti TPP A. Identitas Diri 1 Nama Lengkap (dengan gelar)
Drh. Basri, M.Si
2
Jenis Kelamin
Laki-laki Lektor
3
Jabatan Fungsional
4 5
NIP/NIK/Identitas lainnya NIDN
197507032006061002
6
Tempat dan Tanggal Lahir
Unoe, Pidie, 3 Juli 1975
7
E-mail
[email protected]
9
Nomor Telepon/HP
+62 85270894166
0007037504
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Darussaalam Banda Aceh 0651-7551843
10 Alamat Kantor 11 Nomor Telepon/Faks 12 Lulusan yang Telah Dihasilkan
S-1 = 37 orang; S-2 = … orang; S-3 = … orang 1. Ilmu Kedokteran Gigi Dasar 2. Ilmu Kesehatan Masyarakat
13. Mata Kuliah yg Diampu
3. Oral Biologi (Imunologi) 4. Biostatistik Penelitian Ilmu Kesehatan 5. Metodelogi Penelitian
B. Riwayat Pendidikan Nama Perguruan Tinggi Bidang Ilmu Tahun Masuk-Lulus
S-1 Univ. Syiah Kuala
S-2 Univ. Indonesia
Pendidikan Dokter Hewan 1995-2003
Biologi Oral
S-3
2004-2007
Analisis Reaktifitas Judul Skripsi/Tesis/Disertasi Prevalensi Parasit Intestitinal pada primata Immunoglobulin Y (Igy) Anti Streptococcus mutans di Kebun Binatang Terhadap Berbagai Serotipe Bukit Tinggi Mutan Streptococci Dengan Menggunakan Metode Western Blot dan Elisa
Nama Pembimbing/Promotor Drh. Muhammad Hambal, PhD
Drh. I. Wayan. T. Wibawan, MS, PhD
66
C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi) No
Tahun
1
2013
2
2012
3
2011
4
2011
5
2010
6
2009
7
2009
8
20062007
Judul Penelitian Evaluasi Getah Jarak dan Biduri Sebagai Stimulator Penyembuhan Ulser Traumatik secara Klinis dan Histopatologis Pengaruh Mikrobiota Patogen Rongga Mulut Terhadap Perubahan pH Saliva Buatan Secara In-Vitro Pemanfaatan Susu Sapi Sebagai Minuman Kesehatan Anti Alergi
Pendanaan Sumber* Jml (Juta Rp) Pribadi 15.000.000
Pribadi
15.000.000
Ristek KKP3T Deptan RI Hibah Bersaing DIKTI Hibah Bersaing DIKTI Rusnas DIPA Unsyiah, DIKTI
91.830.000
Indentifikasi dan Produksi IgY Anti Alergi Rhinits Sebagai Kandidat Vaksin Indentifikasi dan Produksi IgY Anti Alergi Rhinits Sebagai Kandidat Vaksin Analisis Reaktifitas Immunogloblin Ayam (Igy) Terhadap Protein Permukaan Streptococcus mutans Isolat Klinis Sebagai Kandidat Imunoterapi Pasif Untuk Pencegahan Karies Gigi Identifikasi Berat Molekul Protein Dosen Muda Cairan Mukos Alergi Rhinitis sebagai Dipa Unsyiah Kandidat Antigen dengan Menggunakan Metode SDS-PAGE
49.000.000
Evaluasi Penggunaan Imunoglobulin RUUI Ayam (IgY) untuk Imunoterapi Pasif dalam Pencegahan Karies Gigi
60.000.000
38.500.000
100.000.000
15.000.000
* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema penelitian DIKTI maupun dari sumber lainnya. D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir No
Tahun
1
2012
2
2011
3 4
2011 2010
Judul Pengabdian Kepada Masyarakat Panitia Orientasi Belajar Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Aksi Kemanuasiaan Anak Kedokteran Gigi Unsyiah Bakti Sosial Masyarakat (Tim PSKG) Bakti Sosial Masyarakat (Tim PSKG)
Pendanaan Sumber* Jml (Juta Rp) FK Unsyiah 50.000.000
Pemerintah Aceh FK Unsyiah FK Unsyiah
250.000.000 20.000.000 20.000.000 67
5 6
2009 2009
7
2008
Bakti Sosial Masyarakat (Tim PSKG) Pedagogical Training Skill Kepada Tenaga Medis Aceh Tengah Sosialisasi Penggunaan Obat Kumur Untuk Mencegah Pembentukan Karang Gigi pada Masyarakat di Desa Cot Karieng Aceh Besar.
FK Unsyiah Handicap International Dipa Unsyiah
20.000.000 30.000.000 20.000.000
* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema pengabdian kepada masyarakat DIKTI maupun dari sumber lainnya. E. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal alam 5 Tahun Terakhir No
Judul Artikel Ilmiah
Nama Jurnal
1
Alteration of Artificial Saliva pH After Interacted by Streptococcus mutans, Candida albicans and Aggregatibacter actinomycetemcpmitans Relationship between Fluor Concentration and Structure Pattern of Enamel Prism in Enamel Surface after Coffee and Black Tea Exposure. Keragaman Virulensi Faktor Candida Albicans Sebagai Penentu Infeksi
Dental Journal
2
3
4
Virulence Factors of Aspergillus niger and Candida albicans
5
Sifat Asidogenik dan Asidurik Streptococcus mutans sebagai bakteriostatik mikrobiota patogen rongga mulut Manifestasi Molekuler Biofilm Streptococcus mutans Sebagai Organisme Utama Penyebab Karies
6
7
The Ability of IgY to Recognize Surface Proteins of Streptococcus mutans Using Western Blot Method
8
Derajat Reaktifitas Immunoglobulin Ayam (IgY) terhadap Protein permukaan berbagai serotype Streptococcus mutans menggunakan metode ELISA Kekuatan Ikatan Antar Lapisan Restorasi Komposit dengan Teknik Tumpat Inkremental
9
World J Dent
Volume/No mor/Tahun Vol. 45 ( 4) 2012.
3(4):284289. 2012
Cakradonya Dental Vol 3. No. Journal (PSKG FK No. 1 Unsyiah) Hal: 323331. 2011 Vol 16 No. DentikaDental 1 Journal (FKG Hal 4-8. USU), Akreditasi 2011 Cakradonya Dental Journal (PSKG FK Vol 2(1):128Unsyiah) 136. 2010. Cakradonya Vol Dental Journal 2(1):140(PSKG FK 143. 2010 Unsyiah) Vol. 42. No. Dental Journal 4. 2009 (FKG UNAIR)/ Akreditasi Hal: 191-195. 2009 DentikaDental Vol. 14, No. Journal (FKG 2. 2009 USU) Hal: 153Akreditasi 157. 2009 DentikaDental Vol. 14, No. Journal (FKG 1. 2009 USU) Hal: 74-77. Akreditasi 2009 68
10
Molekul Adhesin dan Reseptor Spesifik Streptococcus mutans
Cakradonya Dental Journal (PSKG FK Unsyiah) Aspek Molekuler Sifat Virulensi Streptococcus Indonesian Journal of mutans. Dentistry (FKG UI) Akreditasi: Majalah Profil Antigen Streptococcus mutans yang Kedokteran Gigi dideteksi dengan Immunoglobulin Ayam anti (FKG UGM) Streptococcus mutans
11
13
14 Protein Permukaan Sel Streptococcus mutans yang dapat dideteksi dengan Immunoglobulin Y
Dentika Dental Journal (FKG USU) Akreditasi
Vol. 1 No.2. Hal-54-61. 2009 Vol 13(2) Hal 107-114. 2006
Vol 13(2) Hal 106110. 2006 Vol 11(2) Hal 188-193. 2006
F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir No 1
2
3 4
Nama Pertemuan Ilmiah / Seminar Manado Dentistry,
Judul Artikel Ilmiah
Waktu dan Tempat Manado, 2010
Sifat Asidogenik dan Asidurik Streptococcus mutans sebagai bakteriostatik mikrobiota patogen Virulence Factors of Aspergillus Regional Dental Medan, 2011 Meeting and Exhibiton niger (RDM-E), FKG USU and Candida albicans Molekul Adhesin dan Reseptor Banda Aceh, 2009 Asiah DM -2, PSKG Unsyiah Spesifik Streptococcus mutans Seminar International Risk Factors of Species Banda Aceh, 2011 Lustrum FKH Unsyiah Microorganisms Rhinitis as a Potential Antigen
G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir No
Judul Buku
Tahun
1
Ilmu Kedokteran Dasar
2011
2
Ilmu Kedokteran Gigi Dasar Untuk Mahasiswa 2013 Kedokteran Gigi
Jumlah Penerbit Halaman 200 PSKG FK Unsyiah 200 PSKG FK Unsyiah
H. Perolehan HKI dalam 5–10 Tahun Terakhir No.
Judul/Tema HKI
Tahun
Jenis
Nomor P/ID
1 I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5 Tahun Terakhir No Judul/Tema/Jenis Rekayasa Respon Masyarakat Tahun Tempat Sosial Lainnya yang Telah Penerapan Diterapkan 69
1
Qanun (Peraturan) Kesehatan 2008 Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh
Telah disahkan Aceh Besar Provinsi Aceh Desember 2008, dan telah menjadi referensi untuk masyarakat Aceh Besar dalam aktivitas pelayanan kesehatan, skaligus menjadi referensi penyusunan qanun (peraturan) tentang kesehatan untuk tingkat Provinsi Aceh
J. Penghargaan dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau institusi lainnya) Institusi Pemberi No. Jenis Penghargaan Tahun Penghargaan 2010-2011 1 Research Grant Hibah Bersaing Tahun Dikti, Kemdikbud 2 3
Research Grant KPP3T Research Grant Rusnas
Litbang, Deptan RI Dikti, Kemdikbud
2011 2009
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidak- sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan Hibah Penelitian Kerjasama Antar Perguruan Tinggi (Pekerti)
Banda Aceh, 18 Nopember 2014 Pengusul , drh. B a s r i, M.Si Nip. 197507032006041002
70
3.2. Anggota Peneliti TPP
A. Identitas Diri 1 Nama Lengkap (dengan gelar)
Drh. Abdillah Imron Nasution, M. Si
2
Jenis Kelamin
3
Jabatan Fungsional
L Staff Pengajar
4
NIP/NIK/Identitas lainnya
197704142009121002
5
NIDN
0014047704
6
Tempat dan Tanggal Lahir
Tanjung Morawa Deli Serdang Sumatera Utara/ 14 April 1077
7
E-mail
[email protected]
9
Nomor Telepon/HP
08126988519
10 Alamat Kantor
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Kopelma Darussalam Banda Aceh
11 Nomor Telepon/Faks
0651-7551843
12 Lulusan yang Telah Dihasilkan
S-1 = 35 orang; S-2 = … orang; S-3 = … orang
13. Mata Kuliah yg Diampu
1. Pengantar Ilmu Kesehatan dan Kedokteran Gigi (Blok 2) 2. Ilmu Kedokteran Dasar 3. Ilmu Kedokteran Gigi Dasar 4. Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat 5. Metodelogi Penelitian 6. Disaster Management
B. Riwayat Pendidikan Nama Perguruan Tinggi
S-1 S-2 S-3 Fakultas Kedokteran Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Gigi Universitas Kuala Indonesia
Bidang Ilmu
Klinik Veteriner
Ilmu Kedokteran Dasar
Tahun Masuk-Lulus
1996-2003
2006-2009
Judul Skripsi/Tesis/Disertasi
Feed Intake, Water Gambaran Intake, Defekasi, Urinasi, Nanostruktur Kristal Gajah Sumatra (Elephas Hidroksiapatit pada maximus) pada TPG2L Email Fluorosis Saree Aceh Besar 1. Prof. Dr. Abdullah 1. Dr. drg. Harun Atjik Gunawan, Ali, M. Sc MS 2. Drh. Irwandi Yusuf, 2. Drg. Sri Angky M. Sc Soekanto, PhD
Nama Pembimbing/Promotor
71
C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi) No. 1
Tahun
Judul Penelitian
2011
Pendanaan Sumber* Jml (Juta Hibah Bersaing 49.000.000 DIKTI
Indentifikasi dan Produksi IgY Anti Alergi Rhinits Sebagai Kandidat Vaksin 2 2010 Indentifikasi dan Produksi IgY Anti Hibah Bersaing 38.500.000 Alergi Rhinits Sebagai Kandidat DIKTI Vaksin * Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema penelitian DIKTI maupun dari sumber lainnya. D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir Pendanaan No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat Sumber* Jml (Juta Panitia Orientasi Belajar Mahasiswa FK Unsyiah 50.000.000 1 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Aksi Kemanuasiaan Anak Kedokteran Gigi Pemerintah 250.000.000 2 2011 Unsyiah Aceh * Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema pengabdian kepada masyarakat DIKTI maupun dari sumber lainnya. E. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir No. 1 2 3
Judul Artikel Ilmiah
Nama Jurnal
Nanostructure of Crystal Hydroxyapatite from Fluorosis Enamel: Affected enamel Gambaran Kristalinitas HA Email pada paparan asam sunti (Averhoa bilimbi. L)
World Journal of Dentistry Cakradonya
Anti-angiogenesis Angiostatin pada terapi Gen Kanker
Majalah ILmiah Kedokteran GigiScientific Journal in Dentistry
Volume/ Nomor/Tah un 2/4/2011 2/2/2010 24/4/2009
F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir Nama Pertemuan Ilmiah / Waktu dan No Judul Artikel Ilmiah Seminar Tempat 1
72
G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir No
Judul Buku
Tahun
1
Ilmu Kedokteran Dasar
2011
2
Ilmu Kedokteran Dasar Untuk Mahasiswa 2013 Kedokteran Gigi
Jumlah Penerbit Halaman 200 PSKG FK Unsyiah 200
PSKG FK Unsyiah
H. Perolehan HKI dalam 5–10 Tahun Terakhir No.
Judul/Tema HKI
Tahun
Jenis
Nomor P/ID
1 2 I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5 Tahun Terakhir No. 1
Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Lainnya yang Telah Diterapkan
Tahun
Tempat Penerapan
Resp on Masyara
J. Penghargaan dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau institusi lainnya) Institusi Pemberi No. Jenis Penghargaan Tahun Penghargaan 1 Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidak- sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan Hibah Penelitian Kerjasama Antar Perguruan Tinggi (Pekerti)
Banda Aceh, 18 Nopember 2014 Pengusul,
drh. Abdillah Imron Nasution, M.Si Nip. 197704142009121002
73
3. 3. Ketua Peneliti TPM A. Identitas Diri 1 Nama Lengkap (dengan gelar)
Prof. drg. Boy. M. Bachtiar MS, PhD
2
Jenis Kelamin
3
Jabatan Fungsional
Laki-Laki Professor/Guru Besar
4
NIP/NIK/Identitas lainnya
19520524197902 1 001
5
NIDN
0024055202
6 7
Tempat dan Tanggal Lahir E-mail
Padang, 24 Mei 1952 / 56 tahun
[email protected]
9
Nomor Telepon/HP
08170935434
10 Alamat Kantor
Jl. Salemba Raya No. 4 Jakarta Pusat 10430
11 Nomor Telepon/Faks
Tel. (62-21) 31930270, 3151035. Fax. (62-21) 31932412 S-1 = 57 orang; S-2 = 6 orang; S-3 = 7 orang
12 Lulusan yang Telah Dihasilkan
1. Oral Mikrobiologi 2. Oral Immunologi 13. Mata Kuliah yg Diampu
3. Metode Penelitian 4. Advance Molecular Teknologi
B. Riwayat Pendidikan Nama Perguruan Tinggi
Bidang Ilmu Tahun Masuk-Lulus
S-1 S-2 Fakultas Pascasarjana Univ. Kedokteran gigi Indonesia Univ. Indonesia Pendidikan Ilmu Kedokteran Dokter Dasar 1971-1978 1984-1986
Judul Skripsi/Tesis/Disertasi Peran bakteriodes pada patogenesis Necrotik dan Ulseratif Nama Pembimbing/Promotor Drg. Setya Atmaja, MS
S-3 RMIT-University
Biotechnology 2001-2005
Isolasi Actinomices Camppylobacter israeli dari cavitas jejuni karies gigi dan Polysaccharides and kalkulus thei Role in Host Intaractions Prof. Yan Susilo 1. Ben Frwy, PhD 2. Prof. Peter Coloe
74
C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi) No Tahun
Judul Penelitian
1
1998
Analysis of HLA antigen in Recurrent Stomatitis,
2
2000
3
2006
Immunohistochemistry analysis of rat’s palatal mucosa induced by Candida albicans, Production Imunoglobulin anti ComD S. mutans by using DNA vaccine (Co investigator).
4
2007
5
2008
6
2008
7
2008
8
2009
9
2009
10
2009
11
2010
Inactivation of Htrb gene A acetemcomittans and its involvement in bacterial interaction with macrophages and epithelial cells Bmp-2 gene transfection to Dental pulp stem cells (Co investigator), Effect of milk suplemented by chitosan-Ag nanocomposite and IgY anti S. mutans on malnutrition Rat.(Co investigator), Effect of chitosan on differentiation of periodontal Ligament Stem cells into osteoblastic lineage (Co investigator) In vivo study of utilizing anti S. mutans IgY for caries pasive immunization (Co investigator) Utilizing chitosan and quorum sensing molecule for development of anti dental biofilm, Transfection of Gdf11 gene on periodontal ligament stem cell and its differentiation into osteoblastic lineage (Co investigator) Lactoferin gene polymorphism and CDT activity of A acetemcommittans in aggresive Periodontitis,
Pendanaan Sumber* Jml (Juta Rp) 50.000.000 Mininistry of Research and Technology, The Republic of Indonesia NISHIKA Yen 240,000 Fellowwship Japan 266.000.000 Mininistry of Research and Technology, The Republic of Indonesia Universitas 100.000.000 Indonesia Research Grant
Universitas Indonesia Research Grant Universitas Indonesia Research Grant
100.000.000
100.000.000
Universitas Indonesia Research Grant
100.000.000
Universitas Indonesia Research Grant Ministry of Education The Republic of Indonesia Ministry of Education The Republic of Indonesia Ministry of Education The Republic of Indonesia
150.000.000
170.000.000
123.000.000
90.000.000
75
12
2012
Aptamer for detecting C. albicans and E. Faecalis Genotypic and Phenotypic characterization of Enterococcus faecalis in relation to bacterial adaptation in oral niches,
Universitas Indonesia Research Grant TWAA (The Academy of Sciences for Developing World) UNESCO
280.000.000
* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema penelitian DIKTI maupun dari sumber lainnya. D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir Pendanaan No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Sumber* Jml (Juta Rp) Masyarakat 1 * Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema pengabdian kepada masyarakat DIKTI maupun dari sumber lainnya. E. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal alam 5 Tahun Terakhir No 1
2
3
4
5
6
7
Judul Artikel Ilmiah AI of A. actinomycetemcomitans Inhibits C. albicans Biofilm Formation Combination of Recombinant Human Bone Morphogenetic Protein-2 and Dental Pulp Stem Cells Enhanced Expession of Alkaline Phosphatase on inflamed Rat’s pulp Effect of Aggregatibacter actinomycetemcomitans LuxS Molecule on Candida albicans Biofilm The involvement of htrB gene in Aggregatibacter actinomycetemcomitans in host interaction. BA. Gani, S Chismirina, EW Bachtiar, B M Bachtiar, IWT Wibawan, The ability of IgY to recognize surface proteins of Streptococcus mutans by using western blot method Expression of BMP2 in transfected dental pulp cell. Alkaline phosphates produced by
Nama Jurnal
Volume/ Nomor/Tahun
Submitted into Journal Dental Research Dentika Dental Journal
2012
General session IADR, Barcelona, Spain
2010
General session IADR, MIAMIFlorida USA.
2009
Dentika Dental Journal .
Vol. 42 - No. 4 / October 2009
2nd Meeting of IADR PAPF Wuhan, China. Makara Health
2009
2011
2009 76
BMP2-infected cultured dental pulp Sciences Journal,vol 13 Juni 2009 8 9
Effect of sucrose concentration on the growth of C. albicans in vitro. Xylitol inhibits C. albicans biofilm, in vitro.
10
The Role of HLA-antigen in Periodontal diseases
11
Cross reaction between IgY-anti S. mutans and S. sobrinus Producing IgY-anti S. mutans for immunopreventive of dental caries
12
13 14
15
16
17
The involvement of quorum sensing molecule in oral biofilm Knock out mutagenesis of kpsE gene of C. jejuni 81116 and its involving in bacterium hostinteraction.
Indonesia Journal of Dentistry. Indonesia Journal of Dentistry. ISSN 1693-9697. Dental Journal University of Airlangga. Indonesian Dental Journal Dentika Dental Journal
Vol.16/No.1/2008: April 2009 Vol.16/No.1/2008: April 2009.
Indonesian Dental Journal FEMS Immunol Med Microbiol.
Vol.13/2006 Sept. 2006 2007;49(1):149-54
Two methods to inactivate capsule synthesis genes in Campylobacter jejuni.
Poster presented in IADR ASEAN regional meeting, Malacca, Malaysia. PCR-RFLP genotyping of Poster presented in Campylobacter jejuni based on Wla ASM congress, gene claster Brisbane, Australia Adhesion and Invasion capabilities Poster presented in of Campylobacter jujuni strains ASM congress, Melbourne, Australia
Feb.2006
Vol. 11, Number 2,2006 Vol.11, Number 2,2006
2005
2005
2002
F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir No 1
Nama Pertemuan Ilmiah / Seminar General session IADR,
2
General session IADR,
3
2nd Meeting of IADR PAPF
Judul Artikel Ilmiah Effect of Aggregatibacter actinomycetemcomitans LuxS Molecule on Candida albicans Biofilm The involvement of htrB gene in Aggregatibacter actinomycetemcomitans in host interaction. Expression of BMP2 in transfected dental pulp cell.
Wakt dan Tempat 2010, Barcelona, Spain
2009, MIAMIFlorida USA.
2009, Wuhan, China.
77
G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir No
Judul Buku
Tahun
Jumlah Halaman
Penerbit
H. Perolehan HKI dalam 5–10 Tahun Terakhir No. 1
Judul/Tema HKI Caries DNA Vaccine pcDNA-ComD (Co inventor)
Tahun 2009
Jenis paten
Nomor P/ID 049.2779
I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5 Tahun Terakhir No. 1
Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Lainnya yang Telah Diterapkan
Tahun
Tempat Penerapan
Respon Masyarakat
J. Penghargaan dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau institusi lainnya) Institusi Pemberi No. Jenis Penghargaan Penghargaan 1 Best paper award for research, National Scientific FKG UNAIR Meeting, organized by University of Airlangga, 2 Best paper award for research, National Scientific FKG MOESTOPO Meeting, organized by University of prof. Dr. 3 QUE Project for Staff Development (PhD program RMIT University at RMIT Univ. Australia)
Tahun 2006 2006 2006
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidak- sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan Hibah Penelitian Kerjasama Antar Perguruan Tinggi (Pekerti). Jakarta, 18 Nopember 2014 Pengusul,
Prof. drg. Boy. M. Bachtiar MS, PhD Nip. 19520524 197902 1 001 78
3. 4. Anggota Peneliti TPM
A. Identitas Diri 1 Nama Lengkap (dengan gelar) 2 Jenis Kelamin 3
Jabatan Fungsional
Drg. Nurtami, Ph.D Perempuan Asisten Ahli
4
NIP/NIK/Identitas lainnya
19740615 200812 2 002
5
NIDN
0015067405
6
Tempat dan Tanggal Lahir
Jakarta, 15 Juni 1974
7
E-mail
[email protected]
9
Nomor Telepon/HP
0818776556
10 Alamat Kantor
Jl. Salemba Raya No. 4 Jakarta Pusat 10430
11 Nomor Telepon/Faks
Tel. (62-21) 31930270, 3151035. Fax. (62-21) 31932412 S-1 = 30 orang; S-2 = 2 orang; S-3 = 1 orang
12 Lulusan yang Telah Dihasilkan
1. Oral Mikrobiologi dan Immunologi 13. Mata Kuliah yg Diampu
2. Genom Fungsi, Forensik Kedokteran Gigi 3. Metode Penelitian 4. Advance Molecular Teknologi
B. Riwayat Pendidikan Nama Perguruan Tinggi
Bidang Ilmu Tahun Masuk-Lulus
S-1 Fakultas Kedokteran gigi Univ. Indonesia Pendidikan Dokter Gigi 1993-1998
S2
S-3 Tokyo Medical and Dental University (TMDU), Japan Molecular Pathology 2001-2006
Judul Skripsi/Tesis/Disertasi Prakiraan usia dengan metode radiografis
Evaluation of RANK, RANK-L, OPG polymorphism on aggressive periodontitis
Nama Pembimbing/Promotor Drg. Gimawati Muljono, Sp.Prost
Prof. Akira Yamaguchi, DDS, PhD
79
C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi) Pendanaan No Tahun 1
20072009
2
20072009
3
20072010
4
20082009
5
20082010
6
20092010
Judul Penelitian Tap73 isoform and p53 gene status towards hTERT activities in oral squamous cell carcinoma. Analysis of α-enolase Streptococcus mutans in caries bottle syndrome patients related to mutacin gene activity. Identification of novel molecular targets and prognostic markers in the 53 pathway for oral cancer therapy in Indonesia. Forensic Identification based on saliva analysis. Development of DNA Database System for Disaster Victims/Terorists Identification Effect of coral goniopora and coral apatit on hard tissue regeneration. Sonic Hedgehog and BMP-2 interaction for osteoblast activity in bone regeneration. Dental pulp stem cell and chitosan biomaterial for hard tissue regeneration in oral cavity. Effect of chitosan nanoparticles as an antiproliferative and anticarcinogenic agents towards oral cancer cells.
Risbiniptekdok
Jml (Juta Rp) 200
Risbiniptekdok
200
JSPS-DGHE
2 juta Yen
Sumber*
-
-
UI Multidiscipline
200
Fulbright
-
Risbiniptekdok
200
Hibah Pascasarjana-Dikti (multiyears) Hibah Pascasarjana-Dikti (multiyears)
300
300
* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema penelitian DIKTI maupun dari sumber lainnya. D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir Pendanaan No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat Sumber Jml (Juta Rp) 2013 Peningkatan kompetensi dan partisipasi aktif UI 70 1 personil SAR dalam prosedur DVI fase I dalam upaya keberhasilan identifikasi individu korban bencana masal * Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema pengabdian kepada masyarakat DIKTI maupun dari sumber lainnya.
80
E. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal alam 5 Tahun Terakhir
No 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Judul Artikel Ilmiah
Nama Jurnal
Tooth, an excellent DNA International Forensic DNA source for forensic identification symposium & workshop: Identification and medicolegal aspects, (proceedings) DNA Analysis from dentine International Forensic DNA & pulp using two DNA symposium & workshop: extraction methods Identification and medicolegal aspects, 2007 (proceedings) Tooth, an excellent DNA International Forensic DNA source for forensic identification symposium & workshop: Identification and medicolegal aspects, (proceedings) DNA Analysis from dentine International Forensic DNA & pulp using two DNA symposium & workshop: extraction methods Identification and medicolegal aspects, 2007 (proceedings) International Forensic DNA STR-based analysis of dental symposium: Now and beyond, tissues:enamel, dentine, pulp and Kuala Lumpur 2007 cementum (proceedings The 29th Asia Pacific Dental Single Nucleotide Congress 2007 (proceedings) Polymorphisms (SNPs) in Aggressive Periodontitis The role of forensic odontology in personal identification: Indonesian Perspective DNA Analysis of Dental Tissue as a Tool of Sex and Personal Identification in forensic cases STR-based analysis of dental tissues: enamel, dentine, pulp and cementum The role of forensic odontology in personal identification: Indonesian perspectice. Effect of chitosan on osteoclast proliferation and radical oxygen product Effect of chitosan on osteoclast proliferation and bone
Volume/ Nomor/T ahun 2007
2007
2007
2007
2007
2007
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2008
1(1): 2125.2007
Dentsply Table Clinic Competition Indonesia 2007 Forensic DNA: Now and beyond, International DNA symposium, Kuala Lumpur 2007 Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences,
2007
2007
vol.1, no.1, Jan 2008
Regional IADR Manila (proceedings)
2008
3 rd International Conference On Postgraduate
2008 81
13
14
15
16
18
resorption in the primary osteoclast culture of mouse bone marrow Bioinformatics approach for Short Tandem Repeats profile improvement in DNA Forensic Identification System.
Education, Penang, Malaysia (proceedings) Draft to be submitted to Forensic Science International journal
2009
Effect of coral goniopora and coral apatit on dental pulp stem cells. Effect of coral goniopora in comparison with coral apatite towards human dental pulp stem cells mineralization activities Case study of uncovering suicide bomber of JW Mariott Hotel Bombing in Jakarta 2009
TIMNAS V, Universitas Airlangga, 2009 (proceedings)
2009
Thailand International conference of Oral Biology, Thailand 2009 (proceedings)
2009
15th Indonesian Scientific Meeting & Refresher Course in Dentistry (KPPIKG XV) 2009 (proceedings) 5 th FDI-IDA Joint Meeting
2009
Effect of chitosan on osteoclast proliferation, bone resorption, and radical oxygen product of primary osteoclast culture of mouse bone marrow.
2009
2009 submitted to J Dent Mater
F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir No 1
2
3
4
Nama Pertemuan Ilmiah / Seminar International Forensic DNA symposium & workshop: Identification and medicolegal aspects International Forensic DNA symposium & workshop: Identification and medicolegal aspects, International Forensic DNA symposium: Now and beyond The 29th Asia Pacific Dental Congress
Judul Artikel Ilmiah DNA Analysis from dentine & pulp using two DNA extraction methods
Waktu dan tempat 2007
Tooth, an excellent DNA 2007 source for forensic identification
STR-based analysis of dental tissues: enamel, dentine, pulp and cementum
Kuala Lumpur 2007
Single Nucleotide Polymorphisms (SNPs) in Aggressive Periodontitis
2007
82
5
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences
6
Dentsply Table Clinic Competition Indonesia
7
Forensic DNA: Now and beyond, International DNA symposium
8
Presented at the 9th INPALMS Congress on Legal Medicine and Forensic Sciences
9
Regional IADR Manila
10
3rd International Conference On Postgraduate Education, Penang, Malaysia
11
TIMNAS V, Universitas Airlangga
12
Thailand International conference of Oral Biology,
13
14
15th Indonesian Scientific Meeting & Refresher Course in Dentistry (KPPIKG XV) 5th FDI-IDA Joint Meeting 2009 submitted to J Dent Mater
The role of forensic odontology in personalidentification: Indonesian Perspective DNA Analysis of Dental Tissue as a Tool of Sex and Personal Identification in forensic cases. STR-based analysis of dental tissues: enamel, dentine, pulp and cementum The role of forensic odontology in personal identification: Indonesian perspectice
Jakarta, 2008
Effect of chitosan on osteoclast proliferation and radical oxygen product Effect of chitosan on osteoclast proliferation and bone resorption in the primary osteoclast culture of mouse bone marrow Effect of coral goniopora and coral apatit on dental pulp stem cells. Effect of coral goniopora in comparison with coral apatite towards human dental pulp stem cells mineralization activities Case study of uncovering suicide bomber of JW Mariott Hotel Bombing in Jakarta 2009
Manila 2008
Effect of chitosan on osteoclast proliferation, bone resorption, and radical oxygen product of primary osteoclast culture of mouse bone marrow.
Jakarta, 2007
2007
Jakarta, 2007
Malaysia, 20008
Surabaya 2009
Thailand 2009
Jakarta 2009
2009
83
G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir No 1
Judul Buku Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan (Abdul Munim Idries)
Tahun 2008
Jumlah Halama 50
Penerbit Sagung Seto
H. Perolehan HKI dalam 5–10 Tahun Terakhir No.
Judul/Tema HKI
Tahun
Jenis
Nomor P/ID
1
I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5 Tahun Terakhir No.
Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Lainnya yang Telah Diterapkan
Tahun
Tempat Penerapan
Respon Masyarakat
1
J. Penghargaan dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau institusi lainnya) No 1
2
3
4 5
Jenis Penghargaan PhD scholarship
Institusi Pemberi Penghargaan the Japanese Ministry of Education, Culture, Sports, Science and Technology Travel Grant Award of James W. McLaughlin Endowment the Second Annual Fund of the University of Texas McLaughlin Symposium Medical Branch at Galveston and in Infection and Immunity the National Institute of Dental and Craniofacial Research, National Institutes of Health, Bethesda, Maryland Biology Group The Japan Science Society Representative, Sasakawa Grant Award Japan-Indonesia Joint Japan Research Grant FY Research grant Indonesian Ministry of Health
Tahun 2001-2006
2003
2004
2007 2007
84
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidak- sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan Hibah Penelitian Kerjasama Antar Perguruan Tinggi (Pekerti).
Jakarta, 18 Nopember 2014 Pengusul,
Drg. Nurtami, Ph.D Nip. 19740615 200812 2 002
85
Lampiran 4. Draft Artikel Publikasi POTENSI MUTACIN STREPTOCOCCUS MUTANS SEBAGAI INHIBITOR COLLAGEN BINDING PROTEIN PADA SEL ENDOTEL KAITAN DENGAN 1 STROKE HAEMORAGIK DAN ENDOCARDITIS Oleh Basri dan Abdillah Imron Nasution2 Boy M. Bachtiar dan Nurtami3 ABSTRAK Latar Belakang. Streptococcus mutans dilaporkan sebagai agen utama penyebab karies dan dapat bersifat bakterinemia yang dapat menyebabkan menginfeksi endocardium jantung (endokarditis) dan menginfeksi pembuluh darah serebrum otok (stroke haemoragi). Selain itu S. mutans menghasilkan antibiotik mutacin yang dapat berperan menghambat sejumlah golongan bateri streptococci, termasuk S. mutans dengan menghambat perlekatan Collagen binding protein S. mutans dengan binding site collagen protein sel endothel pembuluh darah serembrum dan jantung, potensi tersebut memberikan informasi bahwa mutacin dapat menghambat perlekatan S. mutans pada sel endothel, sehingga dapat mencegah infeksi endocarditis dan infeks strok haemoragik. Tujuan penelitian mengevaluasi kemampuan S. mutans menginfeksi jantung dan lapisannya serta otak dan pembuluh darah serembrum dan menguji kepekaaan rekatifitas mutacin terhadap sel endotel pada berbagai konsentrasi. Metode Penelitian. Penelitian ini menggunakan metode kultur bakteri, histopatologi, spektrofotometer, dan ELISA, selain itu metode purifikasi mutacin dan kultur sel endothel. Hasil Penelitian dan Pembahasan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada pH 5 dan 6 dan suhu 40°C pertumbuhan sel bakteri S. mutans lebih rendah dibandingkan dengan pH 8 dan suhu 37°C berdasarkan absorbansi spektrofotometer pada hari ke 7, 14, 21, dan 30. secara histopatologi jantung dan katup jantung menunjukkan perubahan histopatologis berupa infiltrasi sel radang, hiperemi hemoragi, cloudy swelling dan nekrosis sel yang ditandai dengan piknosis mulai pada hari ke-7 hingga pada akhirnya jaringan menjadi lisis pada hari ke-30 hal yang sama juga terjadi pada endokardium, miokardium, epikardium dan katup jantung juga terjadi hipertrofi otot jantung dan infiltrasi sel fibroblas pada epikardium. Sedangkan pada otak secara histopatologis pada pembuluh darah serebrum menujukkan terjadi perubahan susunan sel endotel, nekrosis sel endotel dan destruksi tunika media, nekrosis sel endotel dan tunika intima dan media menjadi lisis selanjutnya pada hari ke-30 terlihat sel endotel hilang dan rupturnya pembuluh darah. Begitu juga pada otak serebrum terjadi hiperemi dan infiltrasi sel radang pada semua kelompok perlakuan dan pada fase infeksi hari ke 30 terjadi peningkatan hemoragi dan nekrosis sel dan ruptur pembuluh darah. Pada uji reaktifitas mutacin S. mutans mampu bereaktifitas dengan sel endotel pada berbagai konsentrasi.. pada infeksi jantung dan otak, S mutans tidak hanya sebagai faktor resiko, namun sebagai penentu infeksi dengan intensitas yang meningkat seiring lama infeksi dan merusak sasaran merusak sel endotel dan jaringan host, yang merupakan media interaksi antara S. mutans dengan host. Sedangkan mutacin S. mutans dapat bereaksi baik dengan sel endotel pembuluh darah otak dan jantung pada berbagai konsentrasi. Kesimpulan. Streptococcus mutans mampu menginfeksi jantung dan pembuluh darah otak, sekaligus mutacin S. mutans mampu berinteraksi dengan sel endotel pembuluh darah otak dan jantung. Kata Kunci: Streptococcus mutans, mutacin, jantung, serebrum, dan sel endothel 1
Dibiayai oleh Universitas Syiah Kuala, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Dalam Rangka Pelaksanaan Penelitian Hibah Pekerti Tahun Anggaran 2014 Nomor :496.a /UN11/S/LK-BOPT/2014 Tanggal 26 Mei 2014 2 St af Pengajar Fakult as Kedokt eran Gigi Universit as Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh 3 St af Pengajar Fakult as Kedokt eran Gigi Universit as Indonesia, Darussalam Banda Aceh 86
PENDAHULUAN Stroke haemoragik terjadi terjadi akibat aliran darah yang masuk ke otak terganggu karena penyumbatan pembuluh darah dalam otak sehingga mengakibatkan pembuluh darah pecah, dan suplai darah, makanan dan oksigen sel saraf dalam otak terganggu dan menyebabkan kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara bahkan sampai penurunan kesadaran. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi yang berakhir dengan kelumpuhan. Penyakit ini dilaporkan sebagai penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di dunia serta telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia sehingg perlu penanganan secara serius (Adam, 2003). Berdasarkan data dari Yayasan Stroke Indonesia jumlah penderita Stroke di Indonesia terbanyak dan menduduki urutan pertama di Asia sedangkan organisasi stroke dunia mencatat hampir 85% orang sangat rentan terhadap resiko sehingga perlu upaya penanganan secara serius (Aliah, 2007). Beberapa penelitian stroke melaporkan bahwa stroke dapat dipicu oleh faktor perlilaku dan medis termasuk infeksi mikroorganisme. Kejadian stroke tersebut sangat berhubungan dengan gangguan jantung, karena jantung selain berfungsi sebagai suplai aliran darah, juga sebagai pengontrol tekanan darah keseluruh tubuh sekaligus mensuplai oksigen tubub termasuk ke otak. Gangguan jantung seperti jantung koroner dan infeksi endocarditis terutama pada pasien dengan kelainan kongenital pada jantungnya (Arif, 2009). Di negara berkembang insiden endokarditis dapat mencapai 1,6 – 4,3 diantara 100.000 penduduk. Angka kematian mencapai 20%-40%, meskipun diberikan antibiotik yang cukup. Komplikasi neurologis endokarditis dapat berkisar 20%-40%, hal ini akan mempertinggi angka kematian (41%-86%), biasanya kematian tersebut terjadi secara mendadak (Alwi, 2007). Endokarditis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa golongan jamur (Candida sp dan Aspergillus sp) maupun bakteri berupa Streptococcus viridans alpha hemolytic paling sering dan disusul dengan staphylococcus koagulase positif (Fauci, 2008). Streptococcus mutans dilaporkan berperan pada kasus stroke haemoragik (Nakano, 2011) dan juga berperan pada endocarditis (Abrances, 2011). Kejadian ini dipengaruhi oleh aktivitas faktor virulensi yang dimiliki S. mutans salah satunya adalah collagen binding protein atau protein Cnm memiliki berat molekul 120 kDa dengan mengikat komponen extraceluler matrix (ECM) yang terdiri dari fibronectin, collagen, laminin, dan elastin (Nakano 2010, dan Nomura, 2006). Selain itu, S. mutans juga memproduksi bacteriocin (mutacin) yang merupakan protein atau peptides anti microbial terhadap beberapa bakteri seperti Enterococcus faecalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Escherichia 87
coli dan mycobacteria (Kamiya, 2008). Secara umum mutacin berfungsi sebagai bakteriosidal melalui jalur adhesin molekuler dengan menghambat pembentukan biofilm sebagai inisiasi pertama invasi mikrobial terhadap host (Kamiya, 2011) yang melibatkan protein ektraseluler seperti collagen binding protein sebagai unsur bioaktivator adhesin terhadap host, khusunya pada kejadian infeksi S. mutans baik pada infeksi karies gigi maupun perannya pada infeksi stroke hemoragik dan endocarditis. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kemampuan S. mutans sebagai pemicu infeksi stroke haemoragik dan endocarditid, serta kemampuan mutacin S. mutans berinteraksi dengan sel endothel. Sedangkan tujuan khusus mengevaluasi berbagai kerusakan bagian jantung dan otak besar tikus model setelah diinfeksi dengan S. mutans serta menguji kepekaaan rekatifitas mutacin terhadap sel endotel pada berbagai konsentrasi, MATERI DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan subjek bakteri Streptococcus mutans ATCC dan tikus model (rattus novergicus) yang telah dilaksanakan dalam tahun 2014 di Laboratorium mikrobiologi dan patologi FKH Unsyiah dan laboratorium mikrobiologi FK Unsyiah serta laboratorium Oral Biologi FKG Universitas Indonesia. Penelitian ini telah lulus kelayakan etik penelitian , untuk mendapatkan hasil penelitan, maka menggunakan beberapa pendekatan eksperimental yaitu mengevaluasi kemampuan S. mutans menginfeksi jantung dan otak sekaligus dan aktivitas mutacin S. mutans berinteraksi dengan sel endothel pembuluh darah jantung dan otak.
1. Kultur Bakteri Streptococcus mutans dan Sel Endothel-Kollagen Streptococcus mutans isolat klinis yang dikoleksi dari penderita karies gigi, endocarditis, dan stroke haemorhagic dikultur pada media padat selektif TYS20B dan diinkubasi selama 12-72 jam pada suhu 370C dalam suasana mikroaerofilik. Satu koloni dari masing sampel yang dianalisis yang tumbuh pada media padat tersebut diambil dengan oase untuk selanjutnya dibiakkan dalam media cair TSB selama 24-72 jam pada suhu 370C, dalam suasana suasana mikroaerofilik. Pembuluh darah arteri coronary jantung dan pembuluh darah cerebral dibersihkan dengan larutan PBS dan diberi larutan Collagenase. Pemisahan larutan Collagenase dengan melakukan sentrifugasi 1000 rpm selama 8 menit. Bagian supernatan dibuang, kemudian menambahkan 4 ml medium kultur dan selanjutnya dipindahkan ke dalam plate well 24. Plate untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam inkubator CO2 sampai mono-layer (membentuk cobblestone) 88
kurang lebih 3-4 hari dan media diganti setiap 2 hari sekali. Setelah sel tersebut dikoleksi selanjutnya ditanam secara terpisah pada cawan kultur. 2. Ektraksi dan Preparasi Mutacin dari Streptococus mutans Streptococcus mutans yang telah dikultur dalam TBS diambil 15 ml dan selanjutnya dengan pH 2 yang kedalamnya ditambah 4 N HCl 0,5 ml untuk menyerap mutacin yang diproduksi pada permukaan sel S. mutans (Nicolasa, 2004). Setelah itu, dipanaskan selama 10 menit pada suhu 70 0C untuk membunuh sel dan menghambat enzim protease. The supernatants containing the antibacterial activity were obtained after centrifugation at 10,000 rpm selama 5 menit dan siap digunakan untuk uji mutacin. Tidak semua ektraksi ini dapat berhasil untuk ditentukan jika semua mutacin dapat dipindahkan dari sel, untuk memastikannya maka dilakukan pengujian pada triplicate. Satu koloni S. mutans yang mengandung mutacin diinokulasikan pada media TSBYE dan diinkubasikan selama 24-48 jam pada suhu 37 0C. A 1% (v/v) dan ditambahkan kemudian dalam media tersebut 10 ml atau 100 ml fresh medium (Sesuai kebutuhan) selanjutnya dipersiapkan test optimalisasi produksi mutacin Metode yang digunakan untuk menentukan ekpresi mutacin dari S. mutans dilakukan berdasarkan prinsip produksi mutacin berdasarkan Parrot (1989) yang dimodifikasi oleh Nicolasa(2004) dan Waterhouse (2006). Serial two-fold dilusi dari ektra sel free S. mutans dibuat 100 µl dalam pengecer yang berbeda dalam 96-well Falcon microtitre plate (Fisher Scientific, Montre´al, QC, Canada). Aktifitas mutacin yang telah diekspresikan dinyatakan dalam satuan per ml (AU / ml), hasil yang sesuai dengan pengenceran terakhir menunjukkan zona hambatan terdeteksi terhadap S. mutans setelah 24 jam inkubasi pada 37 8C dalam kondisi aerobik. 3. Uji Interaksi Mutacin dengan Sel Endothel Sel endothel dari pembuluh darah cerebelum dan arteri coronary yang telah dikultur dipersiapkan untuk diinteraksikan dengan mutacin S. mutans berdasarkan prinsip kerja Dorn (2000) yang dimodifikasi Nakano (2004). Uji proteksi antibiotik ini untuk menilai kapasitas interaksi mutacin S. mutans dengan sel endhotel. Dimana sebelumnya sel endhotel dikultur pada basal medium (EBM-2; Lonza) dilengkapi dengan EGM-2MV single-use aliquots (Lonza). Kemudian diinkubasi 37°C dengan 5% CO2. Selanjutnya dianalisi hasilnya pada panjang gelombang OD500. Atau kapasitas interaksi S. mutans dengan sel endothel dinilai dengan cytochalasin D (Sigma) seperti yang dijelaskan oleh Dorn (2000). 89
4. Uji Reaktivitas S. mutans Mutacin dengan Collagen Binding Protein Pada Sel Endothel Uji rektivitas ini menggunakan prinsip kerja ELISA, dimana interaksi antara mutacin dengan collagen binding protein pada sel endtothel menjadi indikator untuk menghambat kerja S. mutans pada kasus stroke hemoragik dan endocarditis. Potensi reaktifitas mutacin dengan collagen binding protein (Cbp) pada sel endothel pembuluh darah akan diuji secara imunologis dengan metoda ELISA. Dilusi mutacin paling rendah yang memberikan OD tertinggi menyatakan reaktifitas mutacin terhadap protein Cbp tertinggi. Assay akan dilakukan 3 kali secara independent. 5. Pembuatan Suspensi Bakteri, Preparasi Kandang dan Perlakuan Hewan Coba Suspensi bakteri dibuat dengan cara mengambil 1 ose biakan S. mutans pada media TYS20B, kemudian dimasukkan ke dalam tabung yang berisi medium TSB 5 ml. Selanjutnya dimasukkan ke dalam anaerobic jar lalu diinkubasi dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 37ºC. Setelah diinkubasi kekeruhannya dibandingkan dengan kekeruhan Mc Farland 3. Bila kekeruhan S. mutans dalam media TSB sama dengan kekeruhan Mc Farland 3 maka jumlah S.mutans diperkirakan sebanyak 9 x 108 CFU/ml. Apabila larutan berisi bakteri lebih keruh dibandingkan larutan Mc Farlan 3 maka larutan ditambahkan cairan TSB sampai kekeruhannya sama, jika larutan bakteri tidak sama keruh dengan larutan Mc Farland 3 maka ditambahkan larutan bakteri lagi sampai kekeruhannya sama. Sebanyak 24 ekor tikus putih galur wistar (Rattus norvegicus) berjenis kelamin jantan yang berusia 2-3 bulan dengan berat badan 150-250 gram yang diperoleh dari FKH Universitas Syiah Kuala diadaptasi selama seminggu untuk proses aklimatisasi sebelum penelitian dimulai. Selama perlakuan tikus dikandangkan dalam kandang individual dengan sekam padi yang menutupi lantai dan diberikan pakan standar berupa pelet dan air secara ad libitum. Ruangan tempat kandang tikus berada di tempat yang mudah dibersihkan dan disanitasi dengan kondisi standar, siklus gelap dan terang 12/12 jam. Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 24 ekor tikus putih jantan galur wistar yang dikelompokkan dalam 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan (K(p)) sebanyak 12 ekor tikus dan kelompok kontrol negatif (K(-)) sebanyak 12 ekor tikus. Kelompok K(-) diinjeksikan NaCl 0,9% dan kelompok K(p) disuntikkan S. mutans sebanyak 109 CFU/ml. Penyuntikan dilakukan pada vena ekor tikus. Dilatasi vena untuk memudahkan penyuntikan dapat dilakukan dengan menghangatkan ekor tikus dengan 90
menggunakan kapas yang dibasahi air hangat kemudian dioleskan pada ekor tikus. Setelah dilatasi dilakukan penyuntikan melalui vena ekor tikus dengan respirasi terlebih dahulu. Sampel darah diambil dari tikus putih galur wistar (Rattus norvegicus) yang diinfeksi dengan S. mutans. Sampel darah diambil melalui vena ekor tikus menggunaka spuit 3cc 25 G sebanyak 1 ml. Sampel darah ini dijadikan sebagai kelompok perlakuan dan pengambilan sampel darah dilakukan pada hari ke 7, 14, 21 dan 30. 6. Penentuan Infeksi Pada Endokardium dan Serebrum dan Kultur Streptococcus mutans Isolat Darah Sampel darah yang akan dijadikan kelompok perlakuan diambil dari tikus putih galur wistar (Rattus norvegicus) yang terinfeksi oleh bakteri S. mutans. Tikus putih galur wistar (Rattus norvegicus) akan dilakukan pemeriksaan histopatologis jantung dan otak untuk memastikan bahwa tikus yang diambil sampel darahnya telah terinfeksi pada endokardium dan serebrum. Pemeriksaan dilakukan dengan cara melihat perubahan yang terjadi pada histopatologis endokardium dan serebrum pada hari ke-30. Bakteri S. mutans isolat darah dibiakan dalam cawan petri berisi media selektif TYS20B. Bakteri S. mutans diambil menggunakan jarum ose kemudian digoreskan pada permukaan media dengan teknik goresan T. Kemudian dimasukkan ke dalam anaerobic jar untuk memperoleh suasana anaerob. Untuk mengetahui suasana telah anaerob digunakan indikator metilen blue dimana indikator ini akan berubah warna dari biru menjadi putih dalam waktu 1-2 jam lalu diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 37ºC selama 2x24 jam. Selanjutnya dilakukan pewarnaan Gram terhadap bakteri S. mutans dengan melihat warna, bentuk, dan cirinya di bawah mikroskop. 7. Pembuatan Suspensi Streptococcus mutans Isolat Darah Suspensi bakteri dibuat dengan cara mengambil 1 ose biakan S. mutans pada media TYS20B, kemudian dimasukkan ke dalam tabung yang berisi medium TSB 5 ml. Selanjutnya dimasukkan ke dalam anaerobic jar lalu dinkubasikan dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 37ºC, dan 40ºC serta pH 5, 6 dan 8. pH diatur terlebih dahulu dengan cara menambahkan NaOH dan HCL, apabila larutan terlalu basa maka ditambahkan HCL dan jika larutan terlalu asam maka ditambahkan NaOH kemudian nilai pH diukur, jika pH sudah mencapai nilai yang dinginkan dan diinkubasikan pada suhu 37ºC.
91
8. Perbandingan Pertumbuhan S. mutans Isolat Laboratorium (ATCC 31987) dengan Isolat Darah tikus Rattus norvegicus Bakteri S. mutans isolat laboratorium (ATCC 31987) diinkubasikan dalam suhu 37 ºC dan 40 ºC serta pH 5, 6 dan 8 selama 24 jam. Selanjutnya bakteri S. mutans yang diperoleh dari isolat darah infeksi endokardium dan serebrum diinkubasikan dengan suhu dan pH yang sama dengan S. mutans isolat laboratorium yaitu 37 ºC dan 40 ºC serta pH 5, 6 dan 8 selama 24 jam. Setelah 24 jam masa inkubasi berdasarkan beberapa suhu dan pH tersebut bakteri kemudian dibandingkan jumlah pertumbuhannya. Jumlah bakteri akan dihitung menggunakan Spektrofotometer. 9. Pembuatan Preparat Histopatologis dan Pengamatan Hasil Setiap tikus putih dari masing-masing kelompok perlakuan dan kontrol dieuthanasia dengan inhalasi eter 5%. Langkah pertama adalah kranium dibuka dan otak dikeluarkan lalu difiksasi menggunakan larutan neutral buffered formaline 10% selama 12 jam. Selanjutnya dibuat sediaan histopatologis sesuai dengan prosedur teknik yang biasa dilakukan di Laboratorium Patologi FKH Unsyiah. Tahap selanjutnya adalah melakukan trimming organ dengan memotong organ dengan ukuran 1cm x 1cm x 1cm lalu dilakukan dehidrasi organ otak dalam larutan aseton sebanyak dua kali masing-masing dalam waktu 1,5 jam. Lalu dilakukan clearing dengan memasukkan otak ke dalam larutan xylol sebanyak 2 kali dalam waktu 1.5 jam. Kemudian dilakukan proses infiltrasi parafin dengan memasukkan organ ke dalam parafin cair sebanyak 2 kali dalam waktu 1,5 jam yang dilakukan di dalam oven pemanas dengan suhu 60 0C. Setelah itu, lakukan embedding/blok jaringan dengan menanam otak ke dalam blok parafin dan dibiarkan membeku kemudian diiris dengan ukuran 5µm dengan menggunakan mikrotom rotari. Hasil irisan dibentangkan dalam air hangat dengan suhu 50 0 C lalu ditempelkan pada object glass yang telah diberi perekat albumin Mayers dan dikeringkan di atas hot plate selama ± 2 menit untuk menghilangkan sisa-sisa air serta dibiarkan pada suhu kamar selama ± 24 jam. Langkah selanjutnya adalah pewarnaan hematxylin-eosin dengan merendam jaringan di dalam xylol sebanyak 2 kali masing-masing selama 2 menit, lalu di dalam alkohol absolut sebanyak 2 kali masing-masing selama 2 menit, alkohol 96% sebanyak 2 kali masing-masing selama 2 menit, alkohol 90% sebanyak 2 kali masing-masing selama 2 menit dan air selama 2 menit. Kemudian rendam kembali jaringan ke dalam hematoxylin dan bilas dengan air sampai menjadi bening. Lalu celup ke dalam acid alkohol sebanyak 2 kali, akuades sebanyak 3 kali, eosin selama 1-2 menit dan terakhir celup ke dalam air 92
sebanyak 3 kali. Selanjutnya rendam di dalam alkohol 96% sebanyak 2 kali masingmasing selama 1 menit, alkohol absolut sebanyak 2 kali masing-masing 1 menit dan xylol sebanyak 2 kali masing-masing selama 2 menit. Proses terakhir adalah jaringan ditutup dengan cover menggunakan balsem Kanada dan dibiarkan sampai perekat kering (± 12 jam) dan siap diamati di bawah mikroskop elektrik. Pengamatan histopatologis dilakukan dengan menggunakan mikroskop elektrik dengan pembesaran 400 kali. Sasaran pembacaan preparat adalah melihat gambaran histopatologis otak tikus.
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Uji Pertumuhan S. mutans Isolat Darah Tikus (Rattus novergituss) Berdasarkan Suhu dan pH
1.2
1.105 0.976
0.945
1 0.849
0.753
0.8 0.6
0.591
0.547
0.591
0.569 0.577 0.467
0.435 0.4 0.257 0.2
0.102 0.017
0 pH 5 pH 5 pH 5 pH 5 pH 5 pH 6 pH 6 pH 6 pH 6 pH 6 pH 8 pH 8 pH 8 pH 8 pH 8 ATCC M 1
M2
M3
M 4 ATCC M 1
M2
M3
M 4 ATCC M 1
M2
M3
M4
Gambar 1. Grafik Perbandingan Pertumbuhan S. mutans ATCC 31987 dengan Isolat Darah Berdasarkan pH Keterangan : ATCC : S. mutans ATCC 31987 M1 : S. mutans isolat darah minggu pertama M2 : S. mutans minggu kedua M3 : S. mutans minggu ketiga M4 : S. mutans minggu keempat
93
0.7 0.6
0.616 0.558 0.503
0.5 0.38
0.379
0.4 0.3 0.2
0.109
0.1
0.096
0.051
0.039
0.059
0 Suhu 37º C
Suhu 37º C
Suhu 37º C
Suhu 37º C
Suhu 37º C
Suhu 40º C
Suhu 40º C
Suhu 40º C
Suhu 40º C
Suhu 40º C
ATCC
M1
M2
M3
M4
ATCC
M1
M2
M3
M4
Gambar 2. Grafik Perbandingan Pertumbuhan S. mutans ATCC 31987 dengan Isolat Darah Berdasarkan Suhu Berdasarkan hasil analisis statistik menggunakan oneway-ANOVA menunjukkan bahwa perubahan beberapa tingkatan pH (5, 6 dan 8) pada setiap minggu memiliki perbedaan yang bermakna terhadap pertumbuhan koloni S. mutans ATCC 31987 dengan S. mutans isolat darah tikus Rattus norvegicus (p≤0,05) (Gambar 1). Hasil uji T untuk pertumbuhan koloni S. mutans ATCC 31987 dengan S. muans isolat darah tikus Rattus norvegicus pada 2 tingkatan suhu yakni 37°C dan 40°C menunjukkan perbedaan yang bermakna pada minggu pertama dan minggu kedua penghitungan bakteri S. mutans (p≤0,05) sedangkan untuk minggu ketiga dan keempat hasil uji T penghitungan koloni S. mutans tidak memiliki perbedaan yang bermakna (p≥0,05) (gambar 2) Pertumbuhan S. mutans isolat darah dan ATCC 31987 pada beberapa suhu ditinjau berdasarkan absorbansi. Penghitungan jumlah S. mutans isolat darah berdasarkan suhu 370C pada minggu kedua menunjukan nilai yang lebih baik dibandingkan S. mutans ATCC 31987. Streptococcus mutans diketahui tumbuh dengan baik pada suhu 18 0C-40 0C (Hidayati, 2010). Penghitungan koloni yang terhitung lebih baik pada suhu 370C diakibatkan oleh suhu 37 0C merupakan suhu yang umum digunakan untuk inkubasi bakteri (Sabir, 2005). Bakteri Gram-positif lain seperti Staphylococcus saprophyticus diketahui akan tumbuh dengan cepat pada suhu 370C. Bakteri ini memiliki beberapa kesamaan dengan bakteri Gram-positif S. mutans yaitu memfermentasi karbohidrat serta mengasilkan asam seperti asam laktat (Dewi, 2010). Pada suhu 370C S. mutans isolat darah menunjukan nilai yang lebih baik daripada S. mutans ATCC 31987. Meskipun pada suhu 370C larutan yang berisi S. mutans isolat darah memiliki nilai yang lebih tinggi pada beberapa minggu daripada suhu 40⁰C, namun S. mutans masih mampu hidup pada suhu tinggi dimana 94
diketahui bahwa pada seseorang yang mengalami infeksi akan mengalami kenaikan suhu tubuh (Meregetthe, 2008). Penghitungan koloni S. mutans ATCC 31987 dengan S. mutans isolat darah tikus Rattus Norvegicus pada dua variasi suhu yaitu 370C dan 400C menunjukkan perbedaan yang bermakna pada minggu pertama dan minggu kedua berdasarkan (p≤0,05). Penghitungan S. mutans isolat darah dan S. mutans ATCC 31987 pada suhu 400C tidak menunjukan nilai sebaik suhu 37 0C pada setiap minggu berdasarkan absorbansi, namun pada minggu keempat suhu 40 0C menunjukan nilai yang lebih baik dibandingkan dengan ATCC 31987 maupun dengan S. mutans isolat darah pada suhu 370C. Kemampuan tumbuh S. mutans pada suhu tinggi disebabkan oleh kemampuan S. mutans mempertahankan diri terhadap berbagai perubahan yang terjadi di lingkungan tempat hidup bakteri tersebut. Perubahan suhu merupakan salah satu hal yang sering terjadi pada perubahan lingkungan, dilaporkan bahwa bakteri mampu merubah atau memodifikasi paling sedikit 10% dari suhu bakteri tersebut baik tinggi maupun rendah. Sebagian besar perubahan pada bakteri dipengaruhi oleh metabolisme, penyesuaian diri, struktur membran bakteri, dan virulensi pada masing-masing bakteri (Meregetthe, 2008). Penghitungan koloni S. mutans ATCC 31987 dengan S. mutans isolat darah tikus Rattus norvegicus yang dikultur pada media TYS20B dan kemudian ditanamkan ke media cair 5 ml yang diatur pHnya menjadi 5, 6 dan 8, hasil yang didapat menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna (p≥0,05). Pada pH 5 pertumbuhan bakteri berdasarkan nilai absorbansi menunjukan bahwa pertumbuhan S. mutans isolat darah pada minggu ketiga lebih baik dibandingkan dengan ATCC 31987. Pertumbuhan S. mutans isolat darah pada pH 5 menunjukan peningkatan dari minggu pertama sampai minggu ketiga. Pertumbuhan S. mutans baik pada pH rendah dikarenakan tiga sifat virulensi S. mutans yang banyak dilaporkan oleh peneliti yaitu mampu menyebabkan karies gigi melalui pembentukan biofilm pada gigi, memproduksi asam organik melalui metabolisme karbohidrat dan kemampuan tumbuh serta memproduksi asam dalam lingkungan dengan pH rendah (Palmer, 2013) Streptococcus mutans mampu mengasamkan lingkungannya sampai pH 3,5 (Fozo, 2004). Streptococcus mutans merupakan bakteri yang sangat baik bertahan dalam banyak tingkatan pH dibandingkan Streptococci lain. Mengidentifikasi kemampuan bakteri yang bisa menghasilkan asam untuk bisa bertahan pada pH basa diketahui bahwa sitoplasma pada bakteri biasanya akan lebih basa dari lingkungan sekitar tempat bakteri hidup, untuk menyesuaikannya maka bakteri akan melepaskan proton (H+) dan mengasamkan sitoplasmanya (Cotter, 2003). 95
Pertumbuhan S. mutans isolat darah pada pH 6 tidak memiliki nilai yang lebih baik daripada S. mutans ATCC 31987. Pertumbuhan S. mutans isolat darah pada pH 8 menunjukan nilai yang sangat baik pada minggu pertama dibandingkan dengan S. mutans ATCC 31987. Pertumbuhan S. mutans isolat darah terus menurun sampai minggu ketiga. Streptococcus mutans ternyata masih tetap mampu bertahan pada pH basa, Elizabeth (2004) menyebutkan bahwa pada pH 7 S. mutans masih tetap hidup. Streptococcus mutans yang tumbuh pada pH 7 memiliki pH intraselular 7,88 sedangkan pada S. mutans yang tumbuh pada pH 5,5 memiliki pH intraselular 6,22 (Hanh, 1999). Penelitian Elizabeth (2004) menyatakan bahwa pertumbuhan bakteri yang baik pada pH 8 bisa terjadi karena kemampuan bakteri untuk hidup dalam tekanan perubahan pH. Jose A. Lemos (2008) menyebutkan bahwa S. mutans akan tetap tumbuh baik pada pH yang berkisar 5 sampai 7 (Lemos, 2008). Kemampuan biofilm untuk menghasilkan senyawa basa bisa menetralkan suasana asam dan mencegah timbulnya mikroflora kariogenik. Pada kenaikan pH internal, diatur dengan memproduksi produksi NH3 dengan kombinasi proton dalam sitoplasma untuk memproduksi NH4+ (Cotter, 2003).
5.2. Profil Histopatologis Jantung Tikus Setelah di Infeksi dengan S. mutans 5.2.1. Gambaran Histopatologis Lapisan Jantung
96
Gambar 3. Gambaran histopatologi kelompok perlakuan hari ke-30. A. Endokardium : a. destruksi jaringan, (HE, 400x), b. infiltrasi sel-sel radang, c. lisis jaringan, d. nekrosis sel (HE, 1000x): B. Miokardium : a. hemoragi, b. hiperemi (HE, 400x), c. lisis jaringan, d. infiltrasi sel radang, e. pembesaran ruang, f. hipertropi otot, g. nekrosis sel (HE, 1000x). C. Epikardium : a. hemoragi (HE, 1000x), b. destruksi jaringan (HE, 400x), c. sel fibroblast, d. lisis jaringan, e. nekrosis sel, f. infiltrasi sel-sel radang, (HE, 1000x). Hasil pengamatan histopatologis lapisan jantung pada hari ke-30 (Gambar 3). Menunjukkan kerusakan yang semakin menyebar ditandai dengan jumlah sel nekrosis meningkat, lisis jaringan dan terjadi destruksi jaringan endokardium. Miokardium jantung mengalami hemoragi, hiperemi, hipetrofi otot, nekrosis sel, lisis jaringan, pembesaran ruang dan infiltrasi sel-sel radang. Epikardium mengalami hemoragi, nekrosis sel, destruksi jaringan, lisis jaringan, infiltrasi sel-sel radang dan sel fibroblas. Bakteri S. mutans melakukan invasi dalam sirkulasi darah dengan mengeluarkan eksotoksin berupa peptidoglikan yang dapat menginduksi peradangan dengan tujuan untuk mengeliminasi bakteri. Proses peradangan menimbulkan perubahan vaskular berupa hiperemi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Robbin (2010) bahwa peradangan akan mengalami vasokontriksi dan vasodilatasi yang menyebabkan peningkatan aliran darah dan penyumbatan lokal (hiperemi). Selanjutnya mikrovaskulatur menjadi lebih permeabel yang mengakibatkan masuknya cairan kaya protein ke dalam jaringan ekstravaskuler sehingga sel darah merah menjadi lebih terkonsentrasi dengan baik, terjadi peningkatan viskositas darah dan memperlambat sirkulasi. Secara mikroskopik memperlihatkan dilatasi pembuluh darah yang dipadati eritrosit. Neutrofil keluar dari aliran darah dan berakumulasi di sepanjang endotel dan bermigrasi melewati dinding pembuluh darah menuju jaringan. Toksin S. mutans menyebabkan kerusakan sel endotel sehingga memicu kebocoran vaskular (hemoragi) yang dapat berlangsung beberapa jam atau berhari-hari. Hemoragi merupakan keadaan darah keluar dari sistem kardiovaskular, disertai penimbunan dalam jaringan atau keluarnya darah dari tubuh (Ayu, 2014) Bakteri S. mutans dalam aliran darah akan menyebabkan kebocoran pembuluh darah sehingga menstimulasi faktor pembekuan. Fibrinogen selain merupakan faktor penting dalam pembekuan darah juga berikatan dengan S. mutans. Hal ini sesuai dengan penelitian Philip (2004) bahwa S. mutans masuk dalam aliran darah akan menyebabkan kerusakan pada sel endotel. Kemudian matriks ekstraseluler seperti fibrin, fibronektin dan kolagen terpapar dan terjadi agregasi platelet untuk proses pembekuan darah. namun fibrin, platelet S. mutans dan sel-sel inflamasi akan membentuk suatu massa yang disebut vegetasi (Prince, 2006)
97
Lapisan jantung kelompok perlakuan menunjukkan infiltrasi sel-sel radang yang berfungsi sebagai imunitas alami untuk mengeliminasi S. mutans. Bakteri ini berada dalam aliran darah akan mengeluarkan eksotoksin yang mengaktifkan TFN-α dan IL-1 yang akan meningkatkan neutrofil dan sel-sel radang untuk memfagosit bakteri. Sel-sel radang yang berperan pada endokarditis berupa komplemen, neutrofil, monosit dan makrofag. Namun sel-sel radang ini tidak terlalu dominan, hal ini dapat dilihat pada lapisan jantung tikus kelompok perlakuan gambar 5.2. Keadaan ini sejalan dengan pernyataan Banas (2004) bahwa S. mutans merupakan bakteri Gram-positif yang resisten terhadap komplemen. Selain itu S. mutans mempunyai kapsul pada dinding sel sehingga mencegah fagositosis oleh makrofag pejamu (Damjanov, 1998, Moreiion, 2004) Infeksi S. mutans dapat menyebabkan nekrosis sel lapisan jantung tikus putih baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung eksotoksin merusak pembuluh darah sehingga terjadi obstruksi suplai darah yang mengakibatkan terjadinya nekrosis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Beg (2002) bahwa bakteri dalam tubuh akan menghindari fagosit, berproliferasi dan menyebabkan nekrosis sel. Nekrosis sel ditandai dengan inti sel menyusut, memiliki batas yang tidak beraturan dan berwarna gelap, proses ini disebut piknotik. Kemudian sel akan mengalami karioreksis yang ditandai dengan inti sel hancur dan membentuk fragmen-fragmen yang tersebar dalam sel. Akhirnya, pada beberapa keadaan inti sel menghilang (kariolisis). Nekrosis akan menyebabkan hilangnya fungsi daerah yang mati. Selain itu, beberapa daerah nekrotik dapat menjadi fokus infeksi yang merupakan medium pembiakan yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme (Junquiera, 2007, Sandritter, 2003) Infeksi S. mutans menyebabkan kelompok perlakuan PII, PIII, PIV mengalami nekrosis, kerusakan jaringan dan lisis jaringan semakin meningkat seiring berjalan waktu seperti yang terlihat pada gambar 5.5. Hal ini dikarenakan bakteri menetap dan menyebabkan infeksi kronis yang dapat menyebabkan destruksi dan lisis jaringan. Infeksi akan menstimulasi respon inflamasi untuk menghancurkan antingen namun jaringan sekitar juga mengalami destruksi. Beg (2002) mengemukakan eksotoksin bakteri Gram-positif menyebabkan kerusakan jaringan. Gambaran histopatologis miokardium yang mengalami destruksi jaringan memperlihatkan hilangnya garis melintang. Jika suatu daerah mengalami nekrosis akan menstimulasi respon peradangan pada jaringan yang berdekatan. Sehingga jaringan ini akan mengalami nekrosis dan lisis (Gambar 4) (Steven, 2004). Gambaran histopatologis lapisan jantung menunjukkan adanya hipertropi otot jantung yang ditandai dengan penambahan ukuran sel, keadaan ini terjadi karena peningkatan fungsional organ (Gambar 4). Hal ini sesuai dengan yang dikemukanan Silvia 98
(2006) bahwa endokarditis dapat menyebabkan inkopetensi katup sehingga memaksa jantung untuk memompa darah lebih banyak untuk menggantikan aliran balik ke atrium. Sehingga menyebabkan peningkatan tekanan kerja miokardium, pembesaran ruang dan hipertrofi otot jantung. Endokarditis menyebabkan peradangan pada miokardium, dimana infeksi menyebar secara langsung dari katup jantung. Respon peradangan menyebabkan edema interstisium sehingga memisahkan sel-sel miokardium dan sebagian lagi mengalami nekrosis (Gani, 2006). Epikardium yang mengalami infiltrasi sel fibroblas, dimana sel ini berfungsi dalam proses perbaikan jaringan untuk pembentukan protein struktural yang berperan dalam pembentukan jaringan. Hal ini sejalan dengan yang dikemukan oleh Kusyanti (2010) bahwa infeksi pada lapisan epikardium menyebabkan kerusakan sel mesotel dan dilapisi oleh eksudat yang kaya dengan fibrin, terdapat infiltrasi sel radang dan pembentukan jaringan fibrosa (Kusyanti, 2010).
5.2.1. Gambaran Histopatologis Endocardium dan Katup Jantung
Gambar 4. Gambaran histopatologis katup jantung tikus A: a: infiltrasi sel radang (HE, 400x); B: a: inti sel karioreksis, b: inti sel piknotik, c: kariolisis, d: jaringan lisis (HE, 1000x) Hasil pengamatan histopatologis katup jantung tikus pada kelompok perlakuan yang dieuthanasia pada hari ke-30 menunjukkan adanya infiltrasi sel radang, inti sel karioreksis, inti sel kariolisis, inti sel piknotik dan lisis jaringan. Perubahan histopatologis endokardium dan katup jantung tikus putih setelah diinjeksi S. mutans meliputi hiperemi, hemoragi, infiltrasi sel radang, cloudy swelling, nekrosis sel serta lisis jaringan. Pada penelitian ini, perubahan tersebut diamati pada hari ke-7, ke-14, ke-21, ke-30. Hiperemi terlihat pada hari ke-7 pada lapisan endokardium. Hiperemi terjadi pada fase peradangan akut. Pertama jejas yang terbentuk akan menyebabkan dilatasi arteri lokal yang didahului vasokonstriksi singkat, hal ini menyebabkan darah terbendung. Terbendungnya aliran arah disebabkan oleh 99
beberapa hal. Bila hyperemia terjadi, venula dan kapiler bertambah permeabel mengakibatkan keluarnya cairan plasma ke dalam jaringan hiperemi yang terus meningkat menyebabkan perubahan tekanan intravaskular sehingga darah di dalam pembuluh merembes ke jaringan dan membentuk hemoragi (Robbins, 2010). Hemoragi terlihat pada hari ke-14 dan ke-30 pada lapisan endokardium, hemoragi disebabkan oleh rupturnya pembuluh darah sehingga perdarahan masuk ke dalam jaringan (Steve, 2004) Pada lapisan endokardium, infiltrasi sel radang terlihat pada hari ke-14, ke-21 dan pada katup jantung terlihat pada hari ke-30. Hal ini diasumsikan akibat toksin yang dihasilkan oleh S. mutans dapat memicu respon inflamasi berupa sitokin. Pada penelitian Shun (2005) menyatakan bahwa tikus salah satu protein permukaan yang dimiliki S. mutans adalah glukosiltransferase (Gtfs) yang diketahui dapat menginduksi produksi sitokin, seperti interleukin 6 (IL-6) dari monosit, IL-6 terlihat 72 jam stetelah infeksi dan tidak hanya ditemukan pada infeksi akut saja, tetapi juga pada tahap kronis dari endokarditis, S. mutans juga dilaporkan dapat menginduksi produksi kemokin IL-8 dan monocyte chemoattractant protein (MCP-1) yang ikut berperan pada rekrutmen sel-sel inflamatori (Shu, 2005, Purwanto, 2014). Degenerasi Cloudy swelling (bengkak keruh) terlihat di lapisan endokardium dan katup jantung pada hari ke-7 sampai hari ke-30. Degenerasi CS terjadi akibat gangguan metabolit yang mempertahankan lingkungan ion dari sel. Bila mekanisme regulasi ini gagal, maka natrium dan air mengalir ke dalam sel dan kalium meninggalkan sel, akibatnya mitokondria membengkak dan sitoplasma tampak terisi dengan granula protein yang halus (Sandritter, 1998). Pada hari ke-30 di katup tidak terlihat lagi degenerasi CS karena banyak jaringan yang telah lisis. Nekrosis sel sudah mulai terlihat pada hari ke-7, 14, 21, 30 pada lapisan endokardium dan katup jantung. Nekrosis (kematian sel) terjadi akibat jejas saat individu masih hidup. Nekrosis bias akut tanpa tahapan kemunduran sel, bila terjadi gangguan fungsi mendadak baik akibat trauma maupun perdarahan. Secara mikroskopik jaringan nekrotik seluruhnya berwarna kemerahan dan tidak mengambil zat warna hematoksilin. Perubahan yang terjadi saat nekrosis tampak pada intinya, yaitu: hilangnya gambaran kromatin, inti menjadi keriput karena tidak vesikuler lagi, inti tampak lebih padat yang berwarna gelap hitam (piknotik), inti terbagi atas fragmen-fragmen atau robek disebut karioreksis, inti tidak lagi mengambil warna banyak sehingga pucat dan tidak nyata (kariolisis). Akhirnya seluruh jaringan menjadi satu masa amorf, granuler tanpa inti atau meninggalkan bayanganbayangan kerangka sel dan akhirnya menghilang, Faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan lisis sel dibagi atas pengaruh eksterna dan interna. Pengaruh eksterna meliputi 100
mikroorganisme, suhu sekitar, kelembaban udara, sedangkan pengaruh interna meliputi umur setelah inti sel lisis, maka daerah tersebut akan mengaami kekurangan nutrisi sehingga akan terjadi lisis jaringan seperti yang terlihat pada hari ke-30 dilapisan endokardium dan katup jantung (Khrisanti, 2010). Dari hasil penelitian ini menunjukkan aktivitas S. mutans dapat merusak endokardium dan katup jantung apabila telah masuk kedalam aliran darah, yang dimulai dengan adanya peradangan akut, ditandai dengan infiltrasi sel radang dan adanya hiperemi, karena imun tidak dapat memfagosit S. mutans secara menyeluruh sehingga infeksi berlanjut ke tahap kronis dengan ditandai adanya hemoragi, degenerasi sel, nekrosis sampai terjadinya lisis jaringan.
5.3. Profil Histopatologis Otak Tikus Setelah di Infeksi dengan S. mutans 5.3.1. Gambaran Histopatologis Serebrum Tikus Galur Wistar Setelah Diinfeksi Dengan Streptococcus Mutans
Gambar 5. Gambaran Histopatologis Serebrum Kelompok Perlakuan Hari Ke-30. (A) a. Jaringan nekrosis; b. Hiperemi pembuluh arteri; c. Hemoragi; d. Infiltrasi sel radang (HE, 400x). (B) a. Nekrosis jaringan; b. Infiltrasi sel radang (HE, 400x). (C) a. Infiltrasi sel radang; b. Pembuluh arteri ruptur (HE, 400x) Gambaran histopatologis serebrum tikus putih setelah diinjeksi S. mutans menunjukkan adanya hiperemi, infiltrasi sel radang, hemoragi, nekrosis sel dan jaringan serta ruptur pembuluh darah. Hiperemi dan infiltrasi sel radang terlihat pada semua kelompok perlakuan. Hal ini disebabkan karena meningkatnya jumlah darah dalam kapiler yang mana merupakan respon inflamasi terhadap infeksi yang disebabkan oleh S. mutans (Fedi, 2005). Ketika masuk ke dalam darah, S. mutans akan mengeluarkan eksotoksin berupa peptidoglikan yang akan menginisiasi pelepasan mediator inflamasi seperti sitokin, histamin dan serotonin (Sudiono, 2003, Myhre, 2004). Zat-zat ini akan tersebar di dalam jaringan dan menyebabkan terjadinya perubahan vaskular dimana pembuluh darah akan mengalami vasokontriksi sementara (beberapa detik) lalu terjadi vasodilatasi arteri yang mengakibatkan peningkatan aliran darah. Melebarnya pembuluh darah ini merupakan penyebab timbulnya warna kemerahan (eritema) (Kumar, 2004). 101
Dilatasi pembuluh darah juga akan menimbulkan perubahan pada sel endotel sehingga permeabilitas dinding pembuluh darah meningkat. Cairan plasma keluar ke jaringan sehingga tekanan hidrostatik darah menjadi lebih tinggi dan menyebabkan sel darah merah menjadi lebih lengket dan menggumpal. Akibatnya viskositas darah merah meningkat dan memperlambat sirkulasi (Sudiono 2003; Kumar, 2004). Gambaran histopatologis hemoragi dan nekrosis terlihat pada kelompok PII, PIII dan PIV, yang mana kerusakan tersebut meningkat setiap minggunya. Hemoragi ditandai dengan adanya darah yang masuk ke jaringan. Hal tersebut terjadi karena tekanan hidrostatik darah meningkat dan porositas kapiler bertambah besar sehingga menyebabkan sel darah merah keluar dari pembuluh darah (Sudiono, 20003). Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Plumb (1994) bahwa hemoragi dapat disebabkan oleh trauma atau meningkatnya porositas pembuluh darah yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus atau toksin (cit. Plumb, 1994) (Asniatih, 2013). Nekrosis dapat ditandai dengan pengerutan inti (piknosis), fragmentasi inti (karioreksis) dan penghancuran inti (kariolisis) (Kevin, 2010; Thomas, 1998). Pertama, sel yang nekrosis akan menunjukkan pengerutan inti, dimana inti sel menjadi kecil dan padat. Selanjutnya inti sel yang mengalami piknosis akan terbagi menjadi beberapa potongan kecil (karioreksis) dan berlanjut dengan hilangnya inti sel (kariolisis) (Steve, 2000). Nekrosis sel dapat terjadi karena adanya kerusakan pada arteri yang bertugas memperdarahi daerah tertentu. Kerusakan tersebut dapat menyebabkan suplai nutrisi terhambat sehingga metabolisme sel pada daerah tersebut akan terganggu dan menyebabkan sel menjadi nekrosis (Janqueira, 2007). Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Prince dan Wilson (2006) bahwa nekrosis merupakan sel-sel yang mempunyai aktivitas yang sangat rendah dan akhirnya mengalami kematian sel sehingga menyebabkan hilangnya fungsi pada daerah yang mengalami nekrosis (Prince, 2006). Gambaran histopatologis kelompok PIV menunjukkan pembuluh arteri telah ruptur dan jaringan yang nekrosis semakin luas. Rupturnya pembuluh arteri dapat disebabkan oleh melemahnya lapisan tunika intima akibat infeksi yang terus terjadi sehingga dinding arteri akan terus melebar dan melemah (Janqueira, 2007). Selain itu hal ini dapat juga disebabkan karena S. mutans memiliki protein permukaan berupa collagen binding protein yang akan menggantikan platelet dalam mengikat kolagen yang terekspos karena cedera sehingga tidak terjadi proses hemostasis dan perdarahan terus berlanjut. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Nakano (2011) dimana tikus model stroke hemoragik yang diinfeksi S. mutans menunjukkan hemisfer ipsilateral serebrum mengalami perdarahan yang lebih parah dibandingkan pada kelompok kontrol akibat aktivitas collagen binding protein S. mutans. 102
Ruptur pembuluh darah pada kelompok PIV belum menyebabkan stroke pada tikus perlakuan, dimana secara histopatologis, walaupun sudah terdapat ruptur pembuluh darah, hemoragi dan nekrosis jaringan, kerusakan yang disebabkan oleh infeksi S. mutans pada serebrum belum terlalu luas. Keadaan klinis tikus pada kelompok PIV juga belum menunjukkan tanda-tanda adanya gejala stroke hemoragik seperti kelumpuhan maupun hilang kesadaran. Parmet (2004) melaporkan bahwa gejala klinis stroke hemoragik adalah kehilangan kesadaran, paralisis pada lengan, kaki atau seluruh anggota tubuh, gangguan pengelihatan dan kesulitan berbicara. Apabila terdapat tanda-tanda klinis yang menunjukkan stroke hemoragik, maka diperlukan pemeriksaan CT scan atau MRI. CT scan stroke hemoragik akan menunjukkan gambaran otak lebih padat dan kelihatan berwarna putih dan dapat ditentukan penyebab dari kerusakan yang terjadi. Pemeriksaan dengan menggunakan MRI dapat mendeteksi kerusakan yang terjadi di otak lebih baik daripada CT scan, dimana MRI mampu mendeteksi perubahan isi jaringan otak. Efek visualisasi MRI dapat memperlihatkan aliran darah di otak dengan jelas (Sunardi, 2014).
5.3.2. Gambaran Histopatologis Sel Endothel Pembuluh Darah Serebrum Galur Wistar Setelah Diinfeksi Dengan Streptococcus mutans
Tikus
Gambar 6. Gambaran histopatologis sel endotel pembuluh darah tikus pada kelompok (a) sel endotel lisis (b) lapisan pembuluh darah ruptur (c) sel endotel tidak tersusun rapat dan rapi (d) hemoragi Hasil pengamatan preparat histopatologis sel endotel pembuluh darah serebrum tikus putih jantan setelah disuntikkan S. mutans menunjukkan terjadi perubahan susunan sel endotel pembuluh darah yang ditandai dengan susunan sel endotel tidak rapat dan rapi, nekrosis sel (inti lisis) dan lapisan pembuluh darah mengalami perubahan histopatologis berupa destruksi lapisan media.
103
Perubahan susunan dan nekrosis sel terjadi pada semua kelompok perlakuan. Perubahan susunan sel endotel diduga terjadi karena S. mutans yang disuntikkan ke sirkulasi darah dapat menginduksi respons inflamasi. Respon inflamasi ini dapat terjadi karena produk bakteri S. mutans (peptidoglikan) akan mengaktifkan fagosit agar mensekresi sitokin dan menginduksi leukosit ke tempat infeksi (Amijaya, 2012). Sitokin merupakan respon utama tubuh terhadap bakteri ekstraseluler misalnya S. mutans yang diproduksi oleh makrofag. Makrofag akan memicu sitokin proinflamasi salah satunya adalah TNF-α yang dapat menginduksi terjadinya kerusakan sel endotel dengan mengaktifkan sitokin proinflamasi lainnya seperti IL-6 dan IL-1β. TNF-α berpengaruh pada kerusakan sel endotel, menyebabkan perubahan susunan sel dan abnormalitas struktur sel endotel. Sel yang semula rapat akibat kerusakan sel endotel menjadi renggang (perubahan susunan) bahkan menjadi hilang. Hal tersebut sesuai pernyataan Sri Murni dkk bahwa pelepasan TNF-α dapat mengganggu pelepasan nitric-oxide dan prostacyclin, yang berlanjut terjadinya perubahan sel endotel (Purwanto, 2014). Selain itu, bakteri ini juga dapat merusak sel endotel selama invasi dengan menghasilkan toksin. Lapisan pembuluh darah mengalami perubahan histopatologis berupa destruksi lapisan media. Diduga toksin bakteri S. mutans dan keterlibatan sel-sel inflamatorik dalam mengeliminasi bakteri dapat merusak jaringan di sekitarnya. Hal tersebut sesuai dengan Karnen (2010) bahwa bakteri menghasilkan toksin yang dapat merusak jaringan (Baratawidjaja, 2010). Nekrosis sel endotel diduga disebabkan karena toksin yang dihasilkan oleh S. mutans dapat menyebabkan kerusakan pada inti sel, yang ditandai dengan destruksi inti sel (piknotik), kariolisis, dan karioreksis (Murwani, 2007). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Alan Steves yang menyatakan bahwa toksin dapat menyebabkan nekrosis sel endotel pembuluh darah. Selain itu, nekrosis sel juga dapat disebabkan karena obstruksi suplai darah sehingga suplai nutrisi menjadi berkurang (Nakano, 2011). Selain nekrosis sel dan perubahan susunan sel endotel pada perlakuan III hari ke-21 terlihat juga lapisan intima lisis dan pada hari ke-30 PIV sudah terjadinya ruptur pembuluh darah sehingga menyebabkan masuknya darah ke jaringan. Rupturnya pembuluh darah disebabkan oleh melemahnya tunika intima akibat infeksi yang terus menerus terjadi sehingga dinding arteri akan terus melebar dan melemah (Eishi, 1995). Pada kelompok perlakuan (PIV) hari ke-30 terjadi hemoragi (keluarnya darah dari kardiovaskular). Hal tersebut diduga karena pembuluh darah terinfeksi S. mutans sehingga menyebabkan ruptur pembuluh darah. Sesuai dengan pernyataan Ward (2001) bahwa hemoragi dapat disebabkan oleh trauma, atau meningkatnya porositas yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus atau toksin (Asmiatih, 2013). Kerusakan yang terjadi pada sel endotel 104
akan mengakibatkan terjadinya agregasi platelet di sekitar sel endotel yang rusak dan merangsang timbulnya inflamasi, yang ditandai dengan rubor, tumor, kalor dan dolor. Segera setelah pembuluh darah rusak, rangsangan dari pembuluh darah rusak tersebut akan menyebabkan terjadinya vasokontriksi yang akan mengakibatkan aliran darah berkurang. Ketika S. mutans berakumulasi pada sel endotel pembuluh darah yang rusak, maka bakteri ini akan mengekspresikan collagen binding protein yang dapat berikatan dengan lapisan kolagen yang terekspos menggantikan platelet, sehingga menyebabkan area yang mengalami kerusakan tidak dapat sembuh dan terjadi perdarahan yang terus menerus pada pembuluh darah otak yang akan mengakibatkan terjadinya stroke hemoragik (Kazuhiko, 2011).
5.5. Derajat Reaktivitas Mutacin S. mutans Terhadap Sel Endotel Pembuluh Darah Penggunaan teknik ELISA dimaksudkan untuk menentukan tingkat reaktifitas mutacin S. mutans terhadap sel endotel. Berdasarkan nilai Optikal densitas (OD) yang telah dibaca dengan Elisa Reader, ada perbedaan nilai konsentrasi mutacin (100, 50, 25, 12,5, dan 6,25 mg/ml) pada semua sampel sel endotel. Perbedaan nilai OD sel endotel dianalisis menggunakan uji ANOVA one-way dan dilanjutkan dengan Post hoc-Duncan, menggunakan software SPSS for windows. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan nilai kemaknaan korelasi derajat reaktifitas konsentrasi IgY terhadap berbagai sampel S. mutan.
Gambar 7. Derajat reaktifitas mutacin S. mutans terhadap sel endothel pembuluh darah. Reaktifitas mutacin terhadap sel endotel berbagai konsentrasi diukur berdasarkan Optikal Densitas (OD) pada panjang gelombang 450 nm.
105
Tabel 1. Nilai reaktifitas konsentrasi mutacin S. mutans terhadap Sel endothel berdasarkan uji ANOVA. Konsentrasi IgY(mg/ml) 6.25
12.5
25
50
100
S. mutans Endotel J. 1 Endodet J. 2 Endotel O.1 Endotel O.2 Endotel Lab Endotel J. 1 Endodet J. 2 Endotel O.1 Endotel O.2 Endotel Lab Endotel J. 1 Endodet J. 2 Endotel O.1 Endotel O.2 Endotel Lab Endotel J. 1 Endodet J. 2 Endotel O.1 Endotel O.2 Endotel Lab Endotel J. 1 Endodet J. 2 Endotel O.1 Endotel O.2 Endotel Lab
Nilai Probalitas 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0.05 0,109 0,100 0,096 0,085 0,072 0,109 0,101 0,096 0,084 0,080 0,322 0,315 0,310 0,309 0,300
Tingkat Kemaknaan
P≤0,005
P≤0,005
P>0,005
P>0,005
P>0,005
Hasil uji ANOVA ini dikorelasikan dengan nilai OD reaktifitas mutacin S.mutans dengan sel endotel yang dibaca dengan elisa reader, dimana reaktifitas mutacin terhadap sel endotel memiliki tendensi yang berbeda. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi mutacin. Pada konsentrasi 100 mg/ml, mutacin masih menujukkan reaktifitas terhadap sel endotel lab, sedangkan konsentrasi 6,25 mg/ml, IgY masih mampu memperlihatkan reaktifitas terbaiknya, sedangkan sel endotel (Kontrol positif) berada pada reaktifitas terakhir, namun masih mampu melakukan rekatifitas. Hal ini mengindikasikan, mutacin yang dipakai dalam penelitian ini memiliki tendensi reaktifitas yang sama terhadap semua sel endotel. Berbagai laporan hasil penelitian yang disebutkan di atas dapat menjelaskan informasi tentang potensi mutacin mengenal atau bereaktifitas dengan sel endotel. Hubungan dengan penelitian ini bahwa mutacin dapat berinteraksi dengan aviditas yang tinggi terhadap sel endotel walaupun Hasil uji ELISA yang dilakukan dalam penelitian ini 106
menunjukkan perbedaan bermakna (P<0,05) reaktifitas mutacin terhadap sel endotel mulai dari konsentrasi tertinggi sampai konsentrasi terendah, khususnya pada konsentrasi yang terendah (gambar 7). Perbedaan reaktifitas tersebut, selain dipengaruhi oleh konsentrasi mutacin, juga ditentukan oleh protein permukaan sel entodel (collagen binding protein) (Nakano, 2011). Dengan demikian penelitian ini mempertegas laporan Abranches (2009), bahwa mutacin S. mutans yang digunakan dalam penelitian ini bersifat spesifik terhadap sel endotel. Mota-Meira (2000) dan Morency (2001) melaporkan bahwa bakteri penghasil mutacin dapat menghambat bakteri patogen yang berhubungan dengan makanan, seperti L. monocytogenes, B. cereus, C. perfringens, S. aureus dan Campylobacter jejuni. Mutacin juga dapat menghambat berbagai streptococus dan enterococci, termasuk beberapa strain resisten multi-obat (Kreth,2005) juga terhadap Helicobacter pylori dan Neisseria gonorrhoeae (Mota-Meira, 2005). Kemampuan mutacin S. mutans berinterksi dengan host, karena mutacin S. mutans dapat berinteraksi dengan protein Cnm sel endotel senagai media untuk memfasilitasi ikatan dengan kolagen tipe I host untuk selanjutnya menetap pada jaringan, berkoloni dan menginfeksi host yang pada akhirnya melemahkan aktivitas sel endotelium yang merupakan langkah penting pada infeksi endocarditis (Nomura, 2012). Nakano (2010) melaporkan bahwa protein 120-kDa (protein Cnm) dianggap molekul protein yang berperan penting pada kasus stroke hemoragik dan endocarditis selain protein 190-kDa (Nakano 2008). Menurut Sato (2004) sekuen asam amino yang telah dideduksi oleh protein Cnm memperlihatkan kesamaan yang akurat dengan collagen-binding adhesins dan setelah dikonfirmasi ternyata protein Cnm termasuk dengan Cbp yang merupakan protein permukaan yang memfasilitasi S. mutans untuk melekat pada jaringan sel endotel dan kolagen host untuk. Sejumlah penelitian melaporkan bahwa bakteriosin merupakan peptida aktif yang dapat menyebabkan gangguan permeabisasi dinding sel bakteri dan sampai membunuh bakteri. Sasaran reseptor dari kerja bakteriocin (mutacin) lantibiotics mampu mengganggu sintesis dinding sel melalui afinitas yang tinggi dengan mengikat molekul lipid II, sebuah molekul yang berperan peran penting dalam sintesis lapisan peptidoglikan Bonelli (2006), Breukink (2006). Ikatan molekul lipid II dapat membentuk pori-pori pada membran sitoplasma sel target. Mekanisme ini sangat penting dalam membunuh mikroorganisme seperti juga peptida lantibiotic lacticin 3147 (Wiedemann, 2006). Sedangkan mekanisme aksi lantibiotics dari streptococcu belum dilaporkan perannya dalam menghambat atau membunuh mikroorganisme patogen, namun beberapa lantibiotics, seperti mutacin I, 1140 dan B-Ny266, juga menggunakan lipid II sebagai molekul target (Chatterjee, 2005). 107
KESIMPULAN DAN SARAN Streptococcus mutans isolat darah lebih bagus pertumbuhan pada kondisi lingkungan alkalis, dibandingkan isolate labaoratorium, khususnya pada pH 8 dan pada suhu 370C dan 400C. Streeptcoccus mutans sebagai penentu terjadinya infeksi pada jantung dan otak besar (serebrum) dengan intensitas yang meningkat dari minggu pertama sampai minggu ke empat (hari ke-30). Infeksi oleh S. mutans pada jantung dan pembuluh darah otak, dengan sasaran merusak sel endotel dan jaringan host, yang merupakan media untuk melakukan infeksi. Mutacin S. mutans dapat bereaksi baik dengan sel endotel pembuluh darah otak dan jantung pada berbagai konsentrasi. Saran dari penelitian ini adalah perlu dilakukan penentuan serotype S. mutans isolat darah yang diisolasi dari darah tikus, selanjutnya perlu dilakukan Penentuan molekul protein mutacin S. mutans isolate darah dan protein plasma yang terpapar dengan S. mutans. Selanjutnya perlu dilakukan pengujian efektifitas antibiotik mutacin yang dihasilkan oleh Streptococcus mutans secara spesifik menghambat aktivitas adhesin dan interaksi collagen binding protein pada sel endhothel
UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini dibiayai oleh Universitas Syiah Kuala, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Dalam Rangka Pelaksanaan Penelitian Hibah Pekerti Tahun Anggaran 2014 Nomor :496.a /UN11/S/LK-BOPT/2014 Tanggal 26 Mei 2014. DAFTAR PUSTAKA Abranches J, et al. 2009. Invasion of human coronary artery endothelial cells by Streptococcus mutans OMZ175. Oral Microbiol. Immunol. 24:141–145. Adams C. 2003. Quality Of Life For Caregivers and Stroke Survivors in the Immediate Discharge Periode. Elsevier. 16:21;26-130. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. 2007. Gambaran umum tentang gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology cetakan keenam editor Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. Hal: 81-115. Alwi dan Idrus. 2007. Endokarditis dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Amijaya APP, Murwani S, Wardhana AW. Efek ekstrak air daun kelor (moringa oleifera) terhadap kadar tumor necrosis faktor alpha (tnf-α) dan gambaran histopatologi sel endotel arteri coronaria pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberi diet aterogenik. Jurnal Universitas Brawijaya, 2012. Hal.12-16.
108
Arif M. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika. Asniatih, Idris M, Sabilu K. Studi histopatologi pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Jurnal Mina Laut Indonesia 2013; 3(12):13-21. Asniatih, Idris M, Sabilu K. Studi histopatologi pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Jurnal Mina Laut Indonesia 2013; 3: 13-21 Ayu DS. Induksi S. mutans terhadap aktivitas proteinase netrofil pada degradasi kolagen tipe IV. Journal pustaka kesehatan 2014;2(1):160-166. Banas J.A. 2004. Virulence properties of streptococcus mutans. Frontiers in Bioscience (9) 1267-1277. Baratawidjaja KG, Rengganis I. Imonulogi Dasar. Ed 9. Jakarta: FKUI, 2010. p: 265. Beg AM, Jones MN, Miller-Torbert T, and Holt RG. Binding of Streptococcus mutans to extracellular matrix molecules and fibrinogen. Biochem Biophys Res Commun, 2002. 298, 75-79, Bonelli, R. R., T. Schneider, H. G. Sahl, and I. Wiedemann. 2006. Insights into in vivo activities of lantibiotics from gallidermin and epidermin modeof- action studies. Antimicrob. Agents Chemother. 50:1449–1457. Breukink, E., and B. de Kruijff. 2006. Lipid II as a target for antibiotics. Nat. Rev. Drug. Discov. 5:321–332. Chatterjee, C., M. Paul, L. Xie, and W. A. van der Donk. 2005. Biosynthesis and mode of action of lantibiotics. Chem. Rev. 105:633–684. Cotter PD, Hill C. Surviving the acid test: responses of Gram-possitive bacteria to low pH. Microbiology and Molecular 2003; 67 : 437,445 Damjanov, Ivan. Histopatologi : Buku Teks Dan Atlas Berwarna. Jakarta : Widya Media, 1998.p.91-110. Dewi FK. Aktivitas antibakteri ekstrak etanol buah mengkudu (Morinda citifloria, linneaus) terhadap bakteri pembusuk daging segar. Surakarta : Jurusan Biologi Universitas Sebelas Maret. 2010. Skripsi Dorn B. R., Burks J. N., Seifert K. N., Progulske-Fox A. 2000. Invasion of endothelial and epithelial cells by strains of Porphyromonas gingivalis. FEMS Microbiol. Lett. 187:139–144) Eishi, K. 1995. Surgical management of infective endocarditis associated with cerebral complications. Multi-center retrospective study in Japan. J. Thorac. Cardiovasc. Surg. 110, 1745–1755. Fedi FP, Vernino Ar, Gray JL. Silabus Periodonti. Jakarta: EGC, 2005. Fozo EM, Quivey RG, Jr. Shifts in the membrane fatty acid profile of Streptococcus mutans enhance survival in acidic environments. American society For Microbiolgy 2004; 70 : 929 Gani BA, Tanzil A, Mangundjaja S. 2006. Molecular aspect of the Streptococcus mutans virulence properties. Indonesian Journal of Dentistry. 13(2) 107-114. (13) Hahn K, Faustoferri RC, Quivey RG, Jr. induction of an AP endonuclease activity in Streptococcus mutans during growth a low pH. Molecular Microbiology 1999; 31(5) : 1489 109
Hidayati N. Isolasi dan identifikasi jamur endofit pada umbi bawang putih (Allium sativum) sebagai penghasil senyawa antibakteri terhadap bakteri Streptococcus mutans dan Escherichia coli. Malang: Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang. 2010. Skripsi Janqueira LC, Carneiro J. Histologi Dasar: Teks dan Atlas Ed. 10. Jakarta: EGC, 2007. Kamiya RU, Taiete T, Gonçalves RB. 2011. Mutacins of Streptococcus Mutans. Brazilian Journal of Microbiology 42: 1248-1258 Kamiya, R.U.; Hofling, J.F.; Goncalves, R.B. 2008. Frequency and expression of mutacin biosynthesis genes in isolates of Streptococcus mutans with different mutacinproducing phenotypes. J Med Microbiol. 57 (5), 626-635. Kazuhiko N, Kazuya H, Naho T, Koichiro W, Chiho K, Ryota N, et al. The collagenbinding protein of Streptococcus mutans is involved in hemorrhagic stroke. Nat. Commun. 2:485 doi:10.1038/ncomms 1491 (2011). Kevin T. Uji toksisitas akut monocrotophos dosis bertingkat per oral dilihat dari gambaran histopatologis otak besar mencit Balb/C. Semarang: Univesitas Diponegoro. 2010. Skripsi. Khrisanti P. Perbedaan kecepatan lisis sel ginjal tikus wistar pada media tanah dan air tawar: berdasarkan gambaran histopatologi. Univ Diponegoro. Skripsi 2010. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi Robbins Ed. 7 Vol.1. Jakarta: EGC, 2004. Kusyanti E. Pengaruh supplemen vitamin C terhadap luka insisi pada tikus usia tua. Universitas Dipeneogoro, 2010. Tesis. Lemos JA, Burne RA. A model of efficiency: stress tolerance by Streptococcus mutans. Microbiology 2008; 154 : 3247 Meregetthi L, sitkiewicz I, Green Nm, Musser JM. Remodeling of Streptococcus agalactiae transcriptome in response to growth temperature. Plos One 2008; 3(7) : 1 Moreiion P, Que Y. Infective endocarditis. The Lancet 2004; 363:139-149. Morency, H., M. Mota-Meira, G. LaPointe, C. Lacroix, and M. C. Lavoie. 2001. Comparison of the activity spectra against pathogens of bacterial strains producing a mutacin or a lantibiotic. Can J Microbiol 47:322-31. Mota-Meira, M., G. LaPointe, C. Lacroix, and M. C. Lavoie. 2000. MICs of mutacin BNy266, nisin A, vancomycin, and oxacillin against bacterial pathogens. Antimicrob Agents Chemother 44:24-9. Mota-Meira, M.; Morency, H.; Lavoie, M.C. 2005. In vivo activity of mutacin B-Ny266. J. Antimicrob. Chemother. 56 (5), 869-871. Murwani S, Hidayati DYN. Identiifkasi protein imunogenik chlamydia pneumoniae terhadap serum penderita infark mioard akut. Jurnal Kedokteran Brawijaya 2007: 23(2): 100-105 Myhre AE, Strestøl JF, Wang JE. Organ injury and cytokine release caused by peptidoglycan are dependent on the structural integrity of the glucan chain. Infection and Immunity 2004; 72(3):1311-1317. Nakano K, Hokamura K, Taniguchi N, Wada K, Kudo C, Nomura R, et al. The collagenbinding protein of Streptococcus mutans is involved in hemorrhagic stroke. Nature Communication 2011; 2:485-294.
110
Nakano K, Nomura R, Matsumoto M, Ooshima T. 2010. Roles of oral bacteria in cardiovascular diseases--from molecular mechanisms to clinical cases: Cell-surface structures of novel serotype k Streptococcus mutans strains and their correlation to virulence. J Pharmacol Sci.113(2):120-5. Nakano K, Nomura R, Nakagawa I, Hamada S, Ooshima T. 2004. Demonstration of Streptococcus mutans with a cell wall polysaccharide specific to a new serotype, k, in the human oral cavity. J Clin Microbiol.42(1):198-202. Nakano K, Nomura R, Nemoto H, Lapirattanakul J, Taniguchi N, Grönroos L, Alaluusua S, Ooshima T. 2008. Protein antigen in serotype k Streptococcus mutans clinical isolates. J Dent Res 87(10):964-8. Nicolasa G, Augera I, Beaudoina M, Hallena F, Morencya H, LaPointeb G, Lavoiea MC. 2004. Improved methods for mutacin detection and production. Journal of Microbiological Methods 59;351– 361. Nomura R, Nakano K, Nemoto H, Fujita K, Inagaki S, Takahashi T, Taniguchi K, Takeda M, Yoshioka H, Amano A, Ooshima T. 2006. Isolation and characterization of Streptococcus mutans in heart valve and dental plaque specimens from a patient with infective endocarditis. J Med Microbiol.55(Pt 8):1135-40. Palmer SR, Miller JH, Abranches J, Zeng L, Lefebure T, Richards VP, et all. Phenotypic heterogenecity of genomically-diverse isolates of Streptococcus mutans. Plos One 2013; 8(4) :1 Parmet SR, Glass JT, Glass RM. Hemorrhagic stroke. The Journal of the American Medical Association 2004; 292:1916.. Prince SA, Wilson LM. Patofisiologi Ed. 6 Vol.1. Jakarta: EGC, 2006. Purwanto, Susilawati ID. Induksi Streptococcus mutans terhadap aktivitas proteinase neutrofil pada degradasi kolagen tipe IV. E Journal Pustaka kesehatan 2014; 2(1): 160-166 Robbins SL, Kumar V. Pathologic Basis of Disease. 8th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2010. p. 566-568. Sabir A. aktivitas antibakteri flavonoid propolis trigona sp terhadap bakteri Streptococcus mutans (in vitro). Dental J 2005; 38 : 137 Sandritter, W. Histopatologis. Jakarta : EGC, 2003.hal. 23-49. Sato Y, Okamoto K, Kagami A, Yamamoto Y, Igarashi T, Kizaki H. 2004. Streptococcus mutans strains harboring collagen-binding adhesin. J Dent Res. 83(7):534-9. Shun CT, Lu SY, Yeh CY, Chiang CP, Chia JS, Yen JY. Glucosiltransferase of viridians streptococci are modulins of ilterleukin-6 induction in infective endocarditis. Infection and Immunity. 2005; 73 (6). Steven, Alan. Lone, Jane. 2004. Pathology. 2 ed. Philladelphia. Mosby, 185-187. Sudiono J, Kurniadhi B, Hendrawan A, Djimantoro B. Ilmu Patologi. Jakarta: EGC, 2003. Sunardi. Computed Tomography Scan (CT Scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) Pada Sistem Neurologis. Diakses pada tanggal 15 Juli 2014. Sutrisno, Alfred. 2007. Stroke? You Must Know Before you Get It!. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.Hal: 1-13. Thomas C. Histopatologi : Buku Teks dan Atlas untuk Pelajaran Patologi Umum dan Khusus Ed. 10. Jakarta: EGC, 1988. Ward, M and Marcey D. 2001. Fibronectin, an extracelluler adhesion molecule. Molecular Biology Tutorial. Kenyon College, California Lutheran University, USA; 1-4. 111
Waterhouse, JC and Russell, RR. 2006. Dispensable genes and foreign DNA in Streptococcus mutans. Microbiology 152, 1777–1788. Wiedemann I, Bottiger T, Bonelli RR, Wiese A, Hagge SO, Gutsmann T, Seydel Un, Deegan L, Hill C, Ross P, and Sahl HG. 2006. The mode of action of the lantibiotic lacticin 3147—a complex mechanism involving specific interaction of two peptides and the cell wall precursor lipid II. Mol. Microbiol. 61:285–296.
112