PS2 16
--1
GIZI Bogor
..
LAP'ORAi�· AKHfR Pl.'NELl'llAN
Analisis Pentn 'Faktor Kentekstual Terb.adap :Kejadian Giri ·Buruk pada ·nalita di Daemh.Ra'Mlft Pangan
di KabnpateEt Bengby� Pm1tianakdau �ndak ·
• •· ��� Ir -J.:;... ..,,,. .... +.. . .... DP J:O'VlllSI: ..,. »nntt
l. Sri. Poodj3 Hastoety Djaiman, SKM.,MKes .2 . Ir. Sihadi,. N.OCes. 3. Elisa DianaJulianti� SP 4. NuzuiiatyNurhidayati, SKM., MKes
Pusat Teknolegj:·. Tei·�p� Kese�t�a WiR Epitkmiol{)gi Kii�t:k BAJYAN· PE1'�ELlTIAN DA:N PEN-GF..NIBANGA N KESEllA'.1AN KEM�EN'fRfAN KESEHATAN RI T-ahun .2011
LAPORAN· A.KHU�. PEN ElJTI AN
Aiu-llis�s P.enm Faktm· Kontekstual
T�rttadap K�jadfan Gizi Buruk pada Balita -0: Daerab. :Rawroi Pangan
di :K.abo:paten Bengkayan:g,. Pontianak dan Landak
Pruvinsi Kalb».aintan. Barat
1. Sri Pocdji Hastoety Djaiman, SKM.,�MK.es 2. Ir. Sihadi� 1tlKes 3. Elisa DianaJulianti, SP 4. Nuzuliaty Nurhidayati, SKM., MKes
Pusat 'feknofogt Terapan Kesebatan
Tabun2fH1
RI
•' t :� .,, :·�
..
•
i i
,�.... ' ...
.
..
f� '
. ...... �
lk
·---··
--==--= - == ---=-=== -
-
--=-===-==--- ---
--
-
---
-
--
't
-.. -...
·-�
•4•
--
-��-·--
Abstrak Lat.er belakang: Gizf buruk pada balita merupakan suatu keadaan- dimana be-rat l>adan anak dibawah -3 SD. Beb�rapa penelitian memmjukkan gizi buruk mempunyai dampak terhadap tumbuh kembang anak. Kejadian gizi buruk pada balita di Indonesia menwijukkan angka yang cu/
Tuj1.1an P4m.eli1ian: Ana/is.is keterkaitan anlara gizi buruk pada tingkat individu dan level d.iat<3snya sering diklkukan dan ana/isis dilakukan dalam level yang sama. An81isis ini diJakuk1m untuk melil?at peng.aruh efek silkomposisi..onal (individu dan rumah tangga) dan kontekslual (level yang lebih tinggi dari individu) terhadap kejadian gizi buruk pada baiita. Met.cdlr.otogj: PeneEtran berstfat kosseksional, pengambHan data dilakukan pada level komposisional (individu dan rumah tangga)-serta level diatasnya. Untuk melihat kontribusi peran mas;ng-masing level dalam analisis ini akan digunakan analisis regresi Jogjstic multilevel. Hasil: Dari fTasil analisis diperofef1 informasi level 1 ( individu dan level rumah tangga) dan levol kaupaten berpernn sec.ara signifikan terhadap kej�dian giz.i buruk pada balita, /eve! yang memberikan kontribusi terbesar adaJah level 1 sebe sar 59, 7%, kemudian lewJJ 2- (kabupaten-) besar kontribusi 11,82%. Variabel individu dan rumah tangga yang berkontdbusi adalah peoy;;i.kit infeksi, lirrgkungan sanitasi k£Jluarga, dan po/a :asufl y.ang diterima balita. Untuk level .2 faktor yang berkontribusi acJ.al-ah peroncanaan dan l
-·
-
-
-
=-=-
-
--- =-
- --� -
-- - - ------
-
_
-
�
.
DAFTA-RiSf
fiALAMAN SU B JUDUL AOSTRAK DAITAR ISi
ii
DAFTAR TABEL
iv
DAI<..-f AR f;A MBAR
v
DA.F'JfAR SINGKATAN
vi
RW I
PENDAHULUA.N
1
1.1.
l
J..atar Belakang J\-1.�lab
1.2.
P�mm1san Masalah
7
1.3.
Perta�yrum Penelitian
7
1.4.
Tujmm.
8
1.5.
Manfaat
8
ran Ml�THOHOLOGI
10
2.1.
Ker�:ngka tcori
10
2.2.
Kerangka konsep
10
2.3.
Uefinisi Operasfomd
16
2.4.
Hipotcsis Penclitian
37
2.5.
T�pat dan Waktu Penelitian
38
2.6.
Desain
41
2.7.
Jenis Penelitiau·
42
2.8.
Populasi dan Sampel
42
2.9
Prosedtlr P.emHihan Sampel
45
2.10.
Cara Pengumpubm Data.
46
2.11.
Rencana Peng0laha.D Tuft�
50
2.12.
R{ln,eaml Anatis·is Data
55
2.13.
Kaj.ia:'fl Etik Penelitian
58
BAB DJ HASH;,
59
3.1. Gambaran Karakterfstik Sa.mpel
59
3.2, Sdr.trni Faktor Rmiko dan
65
PJ(:��motkfa.11.Kejirdhm Gizi Buruk
3.3. ¥-00-toribtt-;�i Fakt-0r .B-ttpcra11 'f.;erhadap K�j.auian Gi:d Buruk
67
BAB IV PEMBAHASAN
--
-
-
---- - --- ---
- - ==----
=-=-
72
----
-- ---
-
-
---
- - --�--
· --
4.1. Garnba.r.t�t Sampr.I
72
4.2. Pengarnlr K
72
llAFfAR PUSTAKA :\1PJRAN
ii
-
=
-_
=---
- -
--
-_::-==--= -=-
-=-=---=
--== =--
DAFTARTABEt,
1.
Tabet 4; Dcfinisi
2. Tal.>el 5:
Oprasional
16
Data l>ros.entase Keluarga
Miskin, lPM, fPKM dan
Status Kerawanan Pang;:irr seluruh KMupaten/K.ota di Provin si Kalimantan Baral. 39 3. Tabel 6: Proses Skoring lncHkator ·Pemilihan Lokasj PeneJitian
40
4. Ta be] 7: Gilmharan Skor Pcnentuan Lokasi Penelitian
41
5.
Tabet
8:
Rinciao Data Penyusun NeracaBahan
54
Makanan (NBM):
6. Tabet 9: Pcnghitungan Skor PPH
55
7. Tabel 10: Distribusi sampel balita berdasarkan kelompok usia
59
8. Tabcl 1 J: Oistribusi samp.cl berdasarkan sta tus gizi
59
9. T}1hel 12: Distribsui sam:pcl b�rda.sarkan
60
status
gizi
l 0. Tabel J 3: Disbibusi sampel berdasarkan karakteristik balita 11.
Tabcl 14:
Gambaran Karakk�ristik
Penapisan variabd di
latar bclakang keluarga
Kabupafon Terpilih
12. Tabd 15: Disttibusi sampcl hcrdasarkan 13. Tabet 16:
dan
st atus
6l 62
gizi clan karakteristik sampel
63 65
level 1
14. Tabel 17: Modeling MuJtilevel Estimasi .Koefisien Leve] 1
66
15. Tabe!J8: Pcn apisa n variabel pada lcvc.11
66
16. Tabd 19: Modelin g muttilev.el
67
17. Tabet 20:
Estimasi
Penman
koefisicn level 2
level l dan level 2 tcrhadap kejadian
18. TabeJ 22: Konribusi sctiap variabcl tcrhadap kejad ian gizi bunik 19. Tabel 23; Nilai
ICC diseliap level
gizi
buruk
68 70 69
iii
DAFTAR GJ\lVffiAR I.
Gambar 1: Lingkaran Bumk Antarn Kcmiskinan: dan }..fa(nulri�1. Modi:ffo d from World Bank
(200?.) Bhag-...vati and others (2004)
2. Gambar 3: ·pcuyebab Kurang Gi:zi Pada Ariak Menurut Unicef(l998) 3.
13
K1,.� rnngka sistem k�t�h�nan
4.
G�unlx1r 5:
5.
Gambar 7: Kcnmgka Konsep
6.
Gambar 8:
pm1ga:n dan gizi (UNDP)
Ba gan Rincian San1.pel Mulai l ,evcl 1 -Level 4
-- -=-=--==
14 15
iv
- �-
11
Gambar 4; Kenmgka konscp Rantai makanan dari produksi. sampai konsmnsi (WH01976)
-
10
.. . - -- -- ---------- - --
- -- -- - --
44
D.AFTAR SINGKATAN
1. BB/U :Jkrat B
:
.:>. PPH
Pohl Paugan Harapan
;
Neraca Hafom Mak.anan
DKBM :Dafta . r Komposisi Bahan Makanan
1. A.KG: Angka Kecukupan C.izi 8. ART: Anggota Rumah Tangg�t 9. Yankes: Pe!ayanan Kcsehatan
0. TB
:Tuberculosis
11. ISPA: Infeksi Saluran Pcmafasan Atas 12. PD3J :Penyakit Dapatnfoegah Dengan Jmunisnsi
13. PHBS : Pola Hidup Bcrsih dan Sehat 14. Kadar;.i; K el uarga Sadar Gizi 15. SKPD: Satuan .K-e(ia Perangkat Daerah 16. Renstnt: Rencana Stn11.:cgis. 17. Renja: Rem:.ana Ke1ja 18. Monev:Monitoring Evaluasi 19. KLR Kcjadhm _1,uar Biasn
20. KIE: Komunik41si Informasi rum Eduka si 2i. IPM: h1dcks Pembi:111gunan Manusia 22. IPKM: lndeks Pembaug1_man Kesehalan Masyarakat
v
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
LATAR BELAKANG Status gizi adalah keadaan yang yang menggambarkan keseimbangan
antara jumlah asupan zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis seperti pertumbuhan fisik, perkembangan, aktifitas, pemeliharaan kesehatan, dan lainnya (Jahari,
2002). Bila jumlah asupan zat gizi
kurang dari yang dibutuhkan, maka anak dapat mengalami gizi kurang, dan bila gizi kurang tidak segera ditangani dapat berlanjut menjadi gizi buruk. Menurut Kementerian Kesehatan Rl
(2010), anak balita dikatakan gizi kurang bila ukuran
berat badan menurut umur (BB/U) nilainya ::=:::
-
3 SD sampai <
-
2 SD dari
median dan jika keadaan menjadi lebih berat, yaitu gizi buruk nilai BB/U
<
-
3
SD dari median. Sejak tahun
1989 hingga tahun 1995 angka prevalensi gizi buruk pada
Balita secara nasional mengalami peningkatan namun pada tahun tahun
1998 hingga
2001 mengalami penurunan (Departemen Kesehatatan RI 2003), walaupun
mengalami penurunan dalam satu dekade terakhir namun hasil survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007, menunjukkan bahwa persentase anak
balita gizi buruk di Indonesia sebesar Angka ini menandakan
5,4% (Departernen Kesehatan RI, 2008).
bahwa anak balita gizi buruk di Indonesia masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena bila di suatu daerah ditemukan gizi buruk >
1% maka daerah tersebut merupakan daerah dengan masalah gizi
masyarakat (Direktorat Gizi Masyarakat, 2000). Kekurangan gizi dapat menimpa semua kelompok di rnasyarakat, namun bayi dan balita merupakan kelompok yang paling rawan mengalami kekurangan gizi karena kelompok ini memerlukan zat gizi yang tinggi untuk tumbuh kembang anak (Brosnner,
2005). Kurang gizi terutama karena protein energy
malnutrition yang disingkat dengan PEM mempunyai kontribusi terbadap kematian anak balita sebanyak analisis terhadap
54% (WHO, 2004). Pelletier (1995) melakukan
53 negara, dari basil analisis tersebut menunjukkan basil
hubungan yang kuat antara kematian dan malnutrition (PAR 56%). Dalam suatu observasi epidemiologi di informasikan gizi buruk atau dalam bahasa lnggrisnya
1
'
""---=
--
-
-
---
� -
sering disebut severe malnutrition memberikan komplikasi yang konsisten terhadap immunodeficiency, hal ini merupakan faktor tidak langsung yang berkaitan antara
malnutrition dan mortality, (Chandra, 1985).
Gizi buruk
tidak
hanya
mempunyai
peranan
yang
besar
terhadap
bertambahnya angka kesakitan dan kematian, tetapi juga mempunyai peran yang besar terhadap terganggunya aspek psikososial dan perkembangan intelektual (Brosnner,
2005).
Amelia dick
(1995), meneliti dampak kekurangan gizi
terhadap kecerdasan anak SD pasca pemulihan gizi buruk. Hasilnya, rata-rata
13�7 pain
nilai IQ anak yang pemah menderita gizi buruk lebih rendah
dibandingkan anak dengan gizi baik. Selain itu, anak yang pemah menderita gizi buruk umumnya tertinggal dalam mengikuti pendidikan formal dibandingkan anak dengan gizi baik. Lebih lanjut Amelia dkk
(1996), mempelajari dampak
gizi buruk masa lalu terhadap pola asuh dan kecerdasan. Dalam penelitian tersebut Amelia membagi anak menjadi dua kelompok, kelompok pertama terdiri atas 31 anak yang dulunya pemah menderita gizi buruk dengan kelompok pembanding
31 anak yang dulunya gizi baik. Masing-masing kelompok
dipasangkan berdasarkan umur, jenis kelamin, dan tinggal di lingkungan yang kurang lebih sama. Hasil penelitian menunjukkan prestasi belajar kelompok anak yang pernah menderita gizi buruk lebih rendah dalam pelajaran matematika dan hafalan dibandingkan kelompok pembanding.
Pada bagian lain Winick
(1969) mengungkapkan total brain DNA merefleksikan jumlah total dari sel otak dan ratio protein antara DNA dan RNA merefleksikan rata-rata jumlah protein per eel.
Dari studi yang dilakukan di Chilie ditemukan pada anak yang
meninggal karena
malnutrition
mengalami penurunan berat dan penurunan
kuantitas isi dari protein, DNA dan RNA, artinya bahwa pada anak yang mengalami
malnutrition mengalami penurunan jumlah sel otak.
Kondisi
malnutrition tidak hanya memberi dampak pada kemampuan intelegensia namun juga terhadap perkembangan mental.
Pada anak gizi buruk pada tahap awal
menunjukkan abnormalitas perilaku sepert� memiliki
sedikt
kemampuan
lingkungannya (Grantham,
untuk
apatis, tidak aktif dan hanya
melakukan
eksplorasi
terhadap
1995).
2
-- ----
-
�
_-
-
- --=-
-=-
Gizi buruk
sejauh
ini
juga
merusak pertumbuhan
ekonomi dan
menimbulkan kemiskinan terus-menerus, oleh karena malnutrition mernpunyai peranan
langsung terhadap produktifitas phisik seperti statement WHO,
malnutrition risiko utama yang berkontribusi dalam global burden disease di negara berkembang memberikan hampir 15% dari total DALY yang hilang dinegara dengan kematian anak tinggi. Hal itu sejalan dengan konsep lingkaran buruk antara kemiskinan dan malnutrition yang dikemukakan oleh Bhagwati 2004, ma/nutrition penyebab langsung hilangnya produktifitas dari status phisik yang kurang dan penyebab tidak langsung dari hi1angnya produktifitas dari pengembangan pengetahuan yang kurang (The World Bank, 2006). Banyak faktor penyebab terjadinya malnutris� Unicef membagi kedalam tiga garis besar yaitu: l.
Penyebab langsung: ketidak cukupan asupan makanan dan penyakit.
2.
Penyebab tidak langsung : ketidak tahanan pangan rumah tangga, tidak memadainya pola asuh dan pemberian makanan, kurangnya akses pelayanan kesehatan dan tidak sehatnya sanitasi lingkungan rumah tangga .
. 3.
Penyebab dasar : institusi formal dan non formal, struktur poJitik dan ideology, struktur ekonomi dan sumber daya potensial (FAO, 2005).
Dari beberapa penyebab terjadinya kurang gizi, faktor utama karena asupan makanan yang kurang dan keanekaragaman makanan yang miskin gizi dan adanya penyakit infeksi berat yang berulang-tllang terutama terjadi pada
populasi yang serba kekurangan (Brosnner, 2005). Penurunan pendapatan terkait erat dengan peningkatan kerawanan pangan dan terjadinya masalah gizi. Engel seperti dikutip oleh Tabor (2000) mengemukakan suatu model yang disebut hukum engel
pada saat terjadinya peningkatan pendapatan konsumen akan
membelanjakan pendapatannya untuk pangan dengan porsi yang semakin mengecil.
Tingkat pendapatan dibawah garis kemiskinan suatu keluarga
dikategorikan sebagai miskin.
Dengan garis kemiskinan yang pada dasamya
ditentukan sebagai kebutuhan untuk memenuhi pangan utama, maka rumah tangga yang tergolong miskin tidak akan mempunyai daya beli yang dapat
3
digunakan untuk menjamin ketahanan pangan keluarganya. Pada saat ketahanan pangan mengalami ancaman dimana keluarga tidak mampu membeli kebutuhan pangan maka status gizi dan kelompok rawan pangan akan terganggu. Ketidak cukupan asupan makanan bila bersinergis dengan penyakit, sangat terkait dengan kejadian kurang gizi bahkan dapat lebih jauh jatuh kedalah kondisi yang lebih buruk. standar hidup secara umum, kondisi lingkungan, dan apakah populasi dapat mencukupi kebutuhan dasar seperti pangan, perumahan dan pemeliharaan kesehatan. Menurut suhardjo yang dikutip oleh Riyadi (2006), Status gizi masyarakat dapat dicerminkan oleh status gizi pada anak usia dini (preschool). Status gizi pada anak dipengaruhi oleh tiga determinan, yaitu determinan langsung, determinan tidak langsung, dan determinan dasar. Determinan langsung merupakan faktor yang terdapat pada tingkat individu. misalnya konsumsi makanan dan status kesehatan atau infeksi. Determinan tidak langsung adalah determinan yang ada pada tingkat rumahtangga, perawatan anak, lingkungan kesehatan, termasuk akses terhadap pelayanan kesehatan. Sementara potensi dasar adalah potensi sumberdaya yang ada di suatu wilayah. Studi Match Case Control yang dilakukan di Ethiopia tahun 2005 menunjukkan faktor sosial ekonomi yang memegang peranan pada kejadian severe
malnutrition adalah kebutahurupan ibu dengan risiko 3,83 kali,
kebutahurupan ayah 2,04 kali, pendapatan keluarga 3,44 kali jumlah anak lebih dari 3 mernpunyai risiko 1,96 kali (Arnsalu. 2006).
Dari studi dengan
menggunakan survey gambaran nasional di Banglades menghasilkan informasi faktor yang berpengaruh terhadap kejadian severe· malnutrition adalah jarak interval kelahiran kelahiran anak, berat badan lahir, BMI ibu dan pendidikan orang tua (Rayhan, 2006). Banyak faktor yang berkontribusi terhadap tingginya kejadian kurang gizi pada anak-anak, mulai penyebab makro seperti ketidak stabilan politik dan pertumbuhan ekonomi yang lambat sampai penyebab mikro secara
spesifik. seperti frekuensi penyakit infeksi dan kurangnya pendidikan.
Faktor-faktor ini dapat berbeda antar negara bahkan antar provinsi (Blosnner, 2005). Anak balita menjadi gizi buruk seperti yang telah diungkapkan sebelumnya dapat disebabkan oleh banyak faktor. Penelitian-penelitian yang
4
-
�
-
selama ini dilakukan umumnya hanya mencari penyebab ditingkat mikro (konsumsi, penyakit infeksi, tingkat kecukupan pangan rumah tangga, pola asuh, status ekonomi dan sanitasi rumah tangga) jarang dilakukan mencari penyebab ditingkat makro (kebijakan ditingkat wilaya� ketersediaan pangan wilayah, perencanaan dan program pangan dan gizi), hal tersebut disebabkan masalah pangan dan gizi merupakan masalah yang sangat kompleks, peneliti hams menjabarkan masalah yang kompleks kedalam bagian yang lebih kecil untuk studi yang lebih mudah, dengan kata lain masalah besar yang lebih kompleks merupakan kesulitan dalam studi sehingga perlu adanya konsep decomposit dari sub problem yang lebih keciJ agar dapat dilakukan analisis.
Pada umumnya
peneliti mempunyai kesulitan untuk menghubungkan satu dan lainnya misalnya bagaimana menghubungkan submasalah dengan masalah yang lebih besar. Selain hal tersebut masalah lain yang menjadi kendala adalah rumitnya indikator untuk mengukur tingkat makro karena harus dapat menggambarkan situasi kebijakan, perencanaan dan program. Namun demikian jika analisis penyebab dari tingkat makro dilakukan maka
analisis
dilakukan
dalam
level
yang
sama
(single-level
models).
Kelemahan penggabungan analisis penyebab tingkat mikro dan tingkat makro adalah adanya
ecological pal/acy yaitu suatu kesalahan inferensi substansi dan
interpretasi data statistik, dimana kesimpulan tentang sifat individu tertentu didasarkan pada statistik agregat yang dimiliki untuk kelompok individu. Kesalahan ini mengasumsikan bahwa anggota perorangan dari kelompok yang memiliki karakteristik rata-rata kelompok pada umurimya (Anderson, 2004). Penelitian ini akan mencari faktor penyebab kejadian gizi buruk pada balita yang dilihat dari tingkat mikro dan tingkat makro dengan menggunakan analisis multilevel model. Multilevel merupakan model yang mengadop ketidak jelasan masalah statistik dan kesimpulan substansi.
Multilevel mempunyai
kekuatan yang lebih baik dalam mengkorelasikan antara kekuatan statistik dan penjelasan substansi, (Bingenheimer, 2004).
Dalam penelitian sosial analisis
terfokus pada hubungan antara individu dengan komunitasnya dimana individu tersebut berada.
Secara umum individu dan Iingkungan sosialnya merupakan
suatu system berjenjang
(hierarchy system), dimana ada interaksi yang sating
5
-
-
=
=
-== -
�
-
-
mempengaruhi antara individu dan lingkungan sosialnya tersebut.
Sehingga
untuk dapat menggambarkan bagaimana interaksi dan peran dari lingkungan sosial tersebut terhadap suatu kejadian di level individu analisis multilevel merupakan pilihan yang paling tepat, (Bickel, 2007). Kalimantan Barat merupakan salah satu dari 33 provinsi di Indonesia yang mempunyai prevalensi balita gizi buruk tinggi dari tahun ke tahun. Sejak tahun 1989 hingga tahun 2002 prevalensi gizi buruk di Provinsi Kalimantan Barat menduduki 10 besar bahkan pada tahun 1989 hingga tahun 1992 merupakan
ke 2 terbesar di Indonesia, (Departemen Kesehatan,
2003).
Riskesdas tahun 2007 melaporkan prevalensi gizi buruk di Provinsi Kalimantan Barat 8,5% merupakan 6 terbesar dan jauh diatas prevalensi nasional sebesar
5,4%. Hasil pemetaan yang dilakukan oleh Dewan Ketahanan Pangan (DKP) dan World Food Programme (WFP) pada tahun 2005 dan 2007 diperoleh informasi Provinsi KaJimantan Barat adalah provinsi dengan seluruh wilayah merupakan daerah rawan pangan.
Pemetaan pada tahun 2005 ada empat
kabupaten rawan pangan berat, pada tahun 2007 satu kabupaten
rawan
pangan
berat. Pada pemetaan tahun 2005 dari delapan kabupaten yang ada di wilayah Provinsi Kalirnantan Barat pada saat itu empat kabupaten masuk dalam wilayah rawan pangan berat, dua kabupaten dalam wilayah rawan pangan sedang dan dua kabupaten masuk dalam wilayah rawan pangan ringan.
Pada pemetaan
tahun 2007 dari sepuluh kabupaten yang dilakukan pemetaan, satu kabupaten rawan pangan berat, tujuh kabupaten rawan pangan sedang dan dua kabupaten rawan
pangan
ringan.
Berdasarkan
data
Biro
Pusat
Statistik
(BPS)
menunjukkan prosentase keluarga miskin provinsi Kalimantan Barat tahun 2006 sebesar 15,24% tahun 2009 menurun 9,30% angka-angka tersebut dibawah angka nasional yaitu 17,75% dan 14,5%, (BPS, 2008, 2009).
Anomalinya
keadaan situasi pangan dan kesehatan khususnya masalah gizi buruk pada balita di Provinsi Kalimantan Barat terhadap situasi kemiskinan ini menarik untuk di telaah lebih mendalam apa yang menyebabkan kerawanan pangan dan tingginya prosentase gizi buruk di provinsi Kalimantan Barat. Bagairnana interaksi antara penyebab tingkat makro dan tingkat mikro terhadap kejadian gizi buruk pada
6
balita di Provinsi Kalimantan Barat
anak
dengan menggunakan
analisis
multilevel model, dan mecari mengapa fenomena tersebut terjadi.
1.2.
PERUMUSAN MASALAH Masalah gizi buruk masih menjadi masalah gizi masyarakat di Indonesia,
khususnya Provinsi Kalimantan Barat. akibat
gizi
buruk
penanggulangan
mendorong
gizi
buruk
Beratnya dampak yang ditimbulkan
pemerintah
menjadi
untuk
prioritas
yang
menyusun harus
program
dilaksanakan.
Ketepatan penyusunan program sangat terkait dengan faktor penyebab dari kejadian gizi buruk, terutama pada anak balita.
Selama ini analisis faktor
penyebab hanya dilihat pada tingkat mikro (konsumsi, infeksi, status ekonomi keluarga, pendidikan ibu, pola asuh, sanitasi, akses keluarga terhadap pelayanan kesehatan)
jarang
analisis
memperhitungkan
tingkat
makro
(kebijakan,
perencanaan daerah, ketersediaan pangan wilayah, ketersediaan fasilitas dan tenaga kesehatan), sehingga dalam menyusun kebijakan penanganan kekurangan gizi
memperhitungkan
faktor
penyebab,
yang
menimbulkan
dampak
perencanaan dan program tidak tepat sasaran.
1.3.
PERTANYAAN PENELITIAN Dari permasalah tersebut diatas maka penelitian ini berupaya untuk dapat
menjawab pertanyan:
1.
Seberapa besar permasalahan gizi buruk di Kabupaten Bengkayang, Pontianak dan Landak Provinsi Kalimantan Bar'at?
2.
Apakah analisis multilevel model dapat menerangkan peran kontekstual terhadap kejadian gizi buruk pada balita di Kabupaten Bengkayang, Pontianak dan Landak Provinsi Kalimantan Barat?
3.
Seberapa besar kontribusi level kontekstual terhadap kejadian gizi buruk pada anak balita di Kabupaten Bengkayang, Pontianak dan Landak Provinsi Kalimantan Barat?
4.
Faktor apa saja yang berperan di setiap level terhadap kejadian gizi buruk pada anak balita di Kabupaten Bengkayang, Pontianak dan Landak Provinsi Kalimantan Barat?
7
--=-
-��=--.:
-
---=
-_
�
-----=- -
5.
Seberapa besar penurunan kejadian gizi buruk pada anak balita di Kabupaten Bengkayang, Pontianak dan Landak Provinsi Kalimantan Barat bila faktor risiko dihilangkan?
6.
1.4.
Mengapa fenomena tem uan terjadi?
TU.JUAN
1.4.1. Tujuan Umum Mengetahui peran faktor kontekstual terhadap kejadian gizi buruk pada anak balita didaerah rawan pangan.
1.4.2. Tujuan Khusus 1.4.2. l Mengetahui besarnya peran setiap level terhadap kejadian gizi buruk
pada
balita di
daerah
rawan
pangan
di
Kabupaten
Bengkayang, Pontianak dan Landak Kalimantan Barat. 1.4.2.2.Mengetahui
variable
yang
berperan disetiap
level terhadap
kejadian gizi buruk pada balita di daerah rawan pangan di Kabupaten
Bengkayang, Pontianak dan
Landak Kalimantan
Barat.. 1.4.2.3.Mengetahui kontribusi setiap variable di setiap level terhadap kejadian gizi buruk pada balita di daerah rawan pangan di Kabupaten
Bengkayang, Pontianak dan
Landak
Kalimantan
Barat. 1.4.2.4.Mengetahui besar penurunan kejadian gizi buruk balita didaerab rawan pangan di Kabupaten Bengkayahg, Pontianak dan Landak Kalimantan
Barat
bila
faktor
risiko
yang
berkontribusi
dihilangkan. 1.4.2.5.Mengetahui mengapa fenomena temuan terjadi
1.5.
MANFAAT Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dihasilkan infonnasi faktor
yang berperan pada tiap level terhadap kejadian gizi buruk sehingga dalam penanganan gizi buruk di suatu kabupaten memperhitungkan faktor tersebut sebagai kendala dan mengoptimalkan faktor yang dapat mengurangi kejadian
8
gizi buruk di kabupaten tersebut, serta dapat memberikan masukan terhadap program gizi dan pangan dalam menyusun kebijakan.
9
-- ---
-
-
- ---
-
- -
�
--
BAB II METHODOLOGI PENELITIAN 2.1.
KERANGKA TEORI
2.1.1. Teori Lingkaran Buruk Kemiskinan dan Maloutrisi
Implikasi jangka pendek malnutrition adalah kehilangan berat badan dan ganggungan pertumbuhan, gizi kurang j uga mengganggu kemampuan belajar dan prestasi sekolah. Dalam jangka panjang malnutrisi kronis menyebabkan terjadinya stunted atau pendek yang sangat berkaitan dengan kemampuan perkembangan mental, dan memberikan dampak intergenerasi. Stunted pada anak remaja putri yang akan menjadi ibu mempunyai risiko melahirkan anak BBLR yang kelak anak yang dilahirkannya mempunyai risiko mengalami kurang gizi (FAO, 2005). World Bank (2002) dan Bhagwati (2004) menggambarkan tentang bagaimana lingkaran buruk dari kemiskinan dan malnutrisi:
Miskinnya pendepatan
Asupan makanan kurang
Besar keluarga
e�a
phisik Yg kera
Malnutrisi
Menurunnya produklifita Karena status fisik yang buruk
menurunnya produfktifitas karena rendahnya tingkal kecerdasan
dan pendidikan dan
, tngginya biaya biaya kesehatan
karena meningkatnya angka kesakitan
Gamber 1: Ungkaran Buruk Antara Kemiskinan dan Malnutrisi Modified from World Bank (2002) Bhagwati and others (2004)
Pada bagan diatas tergambarkan bagaimana dampak dari malnutrisi terhadap menurunnya produktifitas dan peningkatan biaya kesehatan. Miskinnya pendapatan seseorang akan mengurangi daya beli makanan sehingga asupan makanan berkurang dan mudah menjadi malnutrisi. Miskinnya pendapatanjuga menyebabkan tingkat pendidikan rendah sehingga pengetahuan keluarga tentang pola hidup dan lingkungan yang sehat masih kurang. Keluarga terutama balita
10
yang
tinggal dilingkungan tidak sehat mudah terkena penyakit secara berulang
lambat Iaun menyebabkan malnutrisi. Adanya malnutrisi akan menurunkan produktifitas dan tingginya biaya kesehatan karena meningkatnya angka kesakitan, sehingga menimbulkan kemiskinan pendapatan.
2.1.2. Teori Penyebab Gizi Buruk pada Balita
Ada banyak teori yang menguraikan tentang penyebab kejadian gizi buruk, diantaranya yang dikemukakan Unicef (1998). Dalam bagan tersebut ada dua
faktor yang berpengaruh secara Iangsung yaitu konsumsi makanan dan
status penyakit infeksi pada anak. Sedangkan faktor yang berpengaruh tidak langsung adalah ketersediaan dan pola konsumsi rumah tangga, pola asuh, serta pelayanan
kesehatan dan
kesehatan
lingkungan.
Ketiga
faktor
yang
berpengaruh secara tidak langsung tersebut sangat erat kaitannya dengan kemiskinan. KurangGizi
Dampak
Penyebab tangsung
Penyebab Tidak langsun
Kurang pendidikan, pengetahuan dan ketr / I \ kurang pemberdayaan wanita dan keluarga, Pokok masalah kurang pemanfaatan sumberdaya masyarakat Di masyarakat
t
Penggangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan
I krisis ekonomi politik, dan sosi
Akar masalah (nasional)
Gambar 3: Penyebab Kurang Gizi Pada Anak Menurut Unicef(1998)
11
----=---=-
- -
- --
-
=---
-- - -- -- - -=-=----- -= -
-
-- ----
-
�
-
--
Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya kurang gizi.
Secara garis
besar penyebab kurang gizi terbagi pada tiga tahapan yaitu penyebab langsung, penyebab tidak langsung, dan akar masalah.
Pertama penyebab Jangsung
adalah makanan yang tidak seimbang dan penyakit infeksi yang dialami anak terutama kejadian infeksi yang berulang. Kedua penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan
di keluarga, pola
kesehatan dan kesehatan lingkungan.
pengasuhan
anak, serta pelayanan
Ketahanan pangan keluarga adalah
kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah
yang cukup
dan baik
mutu
gizinya.
Pola
pengasuhan adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan walctu , perhatian. dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang Pelayanan kesehatan
dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial.
dan kesehatan lingkungan, adalah tersedianya air bersih dan sarana pefayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang rnembutuhkan. Ketiga faktor ini sating berhubungan.
Ketiga faktor penyebab tidak langsung
berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan keluarga. Makin tinggi pendidikan, pengetahuan, dan ketrampilan, terdapat kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan anak, dan makin banyak keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada.
Berbagai faktor langsung dan tidak langsung tersebut berkaitan dengan
pokok rnasalah yang ada dirnasyarakat dan akar masalah yang bersifat nasional.
2.1.3. Teori Rantai Produksi Makaoan dan Pengaruh nya Terhadap Pencapaian Status Gizi Banyak konsep yang menjelaskan tentang definisi ketahanan pangan, namun dari semua definisi tersebut ada 4 faktor yang selalu ditekanankan yaitu: Kecukupan, akses, keamanan dan waktu.
Ada
2 definisi yang sering
digunakan yaitu definisi ketahanan pangan oleh FAO (1983) dan
World Bank
(1986). Ketahanan pangan FAO (1983): menjamin seluruh masyarakat supaya akses fisik dan ekonomi terhadap pangan selalu cukup dari waktu ke waktu sebagai dasar dari kebutuhan mereka. Ketahanan pangan
World Bank (1986):
12
-
-
--- -
---
==
_ -= _
-
-
akses seluruh masyarakat terhadap makanan sepanjang waktu untuk tetap aktif dan hidup sehat.
Berikut ini adalah suatu bagan yang menggambarkan antara rantai produksi makanan dan pengaruhnya terhadap pencapaian status gizi
Produksi makanan
Tipe iklim
Tanaman yang dihasilkan Keberadaan makanan di pasaran
Kebutu han pasar
Penghasilan RT
Keberadaan makanan tkt RT
Perubahan persediaan Makanan tkt RT
Pencapaian nutrisi setiap ART
lnfeksi ,_
_ status gizi individu
_
Gambar 4; Kerangka konsep Rantai makanan dari produksi sampai konsumsi (WHO 1976) Produksi makanan dipengaruhi oleh 2 hat, tipe iklim dan tanaman yang dihasilkan. Produksi makanan mempengaruhi keberadaan makanan dipasaran yang berpengaruh terhadap kebutuhan pasar dan harga. Harga bila
berintgrasi
dengan penghasilan rumah tangga maka akan berpengaruh terhadap daya beli yang akan menentukan keberadaan makanan dalam rumah tangga. Keberadaan makanan pada tingkat rumah tangga didukung dengan adanya perubahan persediaan makanan dalam rumah tangga akan bepenaruh terhadap pencapaian nutrisi setiap anggota rumah tangga keadaan akan lebih parah bila terjadi infeksi sehingga mempengaruhi status gizi individu.
13
2.1.4. Teori Kerangka Sistem Ketahanan Pangan dan Gizi Input
RT
National, Prov, Kab
Kebijakan Kinetja Program
�
Ketersedlaan Pangan
f-ti
pendapatan akses pangan
Distrtbusi
pota asuh
Konsumsi Agregat
sanltasi & kesehatan
lndividu
•
konsumsi sesuai Kebutuhan
pemanfaatan tubuh
Output
Pemenuhan hak pangan
�
SOM bert
Gambar 5: Kerangka sistem ketahanan pangan dan gizi (UNDP) UNDP mengemukakan suatu konsep bahwa status gizi tidak hanya dipengaruhi oleh unsur mikro (kondisi rumah tangga dan individu), namun juga dipengaruhi oleh unsur makro (kondisi national, provinsi dan kabupaten). Dalam kerangka sistem tersebut dijabarkan bagaimana kondisi rumah tangga dan individu yang mempengaruhi status gizi, juga sangat terkait dengan kondisi ketersediaan pangan, distribusi pangan dan konsumsi agregar secara 1.1asional, provinsi dan kabupaten. Dimana sebagai input berpengaruh terhadap status gizi adalah kebijakan dan kinerja program sedangkan output dari status gizi adalah pemenuhan hak pangan, SDM berkualitas dan ketahanan nasional
14
-
jq ... '"'''"" •·AU••"H -Kotet1olllu11 1J1u1luktl ·Penguatan cadongan pangan -Dlstrlbusl dan akses pangan -Penganeka ragaman pangan -Penanganan kerawanan pangan
--�
_
t
y
1-+
...
KEBIJAKAN GJZI:
·Pemberantasan penyakit diare .Pemberantasan penyakit ISPA -Revitallsasl Posyandu -Pemblnaan PHBS -Promosi Kadarzi
�
AA
N GIZI: PERENCAN -Kerjasama llntas program - Kerjasama lintas sector • Peran sektor swasta -Renstra SKPD
- --
--··
-
•
.Vru�h1k1I -Cadangan pangan -Clstrlbusl dan akses pangan ·Penganeka ragaman pangan .Penanganan kerawanan pangan
"" '",.
-Survellens diare -Survellens !spa/pneumonia -Surveilens TB -Surveilens PD31 -Program Revitalisasl Posyandu -Program PHBS .__:-Program Kadarzl ..,
·Pembinaan petugas -Peningkatan kemampuan ptgs ·Pemantauan dan monev -Peran llntas program -Oukungan sektor terkait -Dukungan sektor swasta
�l\
--=--..,•
,>--_ to
l ,..-
_L
-Monev
-
>---
. I.
......."u...... ,....."....
U""fr!
-.
1
·tl•1l·u....11...u ,.ot.. _ ·Ktcukupnn 1>1mgan � -Coping atrategl
KvtvrJ1nok•u1n p1ng11n Keragaman pangan
t
· ,ll
r. ·Kon1um1I
i �
-St e k o omi •
_,
PERENCAN N PANGAN: -Kelembagaan pangan -Renstra SKPD -Renja SKPD -Budget KINERJA PRO GRAM PANGAN -Pemblnaan
--
.Jml A T
�
��
-Pendldikan ibu
- ·Kemampuan kader
f
-Kemam uan Bides
j
-fasllltas kesehatan
-keberadaan
tenaga kes
·�
.l elahuan ibu ; .Peng l " -Pola a s uh ,•
'�
1 ••
-Sarana komunikasi -sarana transportasl
I
j
·�
-Higine _ sanitasl -Akses RT Yankes -Akses RT
� ;;;;: � :;;;; •
·�
}-... '•
6 ST GIZI
•
-.
..__
-lnfeksl
_
informasi
Oukungan Kader Dukungan Sektor Swasta
-Renj a SKPD -Budget
__.
_ _
•
.t
KINERJA P GRAM GIZI -Pemblnaan -Monev Slft.LJ l......n. ·-
�
I J r- ,... AaaA .... A&.I
liiEKSTuAL
LEVEL Ko
Gambar 7: Kerangka Konsep
l'"\.a-it"A
� · · •• A tl "'PA &..1 4"" " .&
rt. A
··-�
LEVEL KOMPOSISIONAL
15
2.3.
Definisi Oprasional Tabet 4: Definisi Oprasional
No
Variabel
Oefinisi Ooerasional
Alat Ukur
Hasii Ukur
Cara Ukur
1.evel lndividu 1
Status gizl
2
Konsumsl
3
lnfeksl
Adalah keadaan gizi balita yang diukur berdasarkan antmopometri dengan menggunakan baku rujukkan WHO-NCHS 2006 Adalah jumlah makanan yang dlkonsumsi oleh balita selama 1 x 24iam Adalah penyakit lnfeksl (diare, ISPA, pneumonia, TBC, malaria, OHF) yang pemah dlalami balita selama 1 bulan terakhir
Skala
Menggunak<m indikator BB/U
O.Gizl balk (Z score -2 sampai dengan 2SD ) 1.glzi kurang (-3 sampal dengan <-2 SD) 2.gizi buruk (Z score -3 SD)
Ordinal
Kuesloner
Membandingkan recall makanan da!am 24jam denganAKG
O.Cukup (>=100%) 1.Kurang (<100%)
Nominal
Kuesioner
Melakukan klasifikasi berdasarkan gejala penyakit kedalam kelompok penyakit yang akan didiagnosa (diare, ISPAfpneumonia, TBC malaria, OHFl
0.Tldak pemah mengalami salah satu penyakit 1.Pemah mengalami
Nominal
Timbangan digital, length boarddan
microtoise kuesioner
l.&¥el Rumah Tanaaa 1
Status ekonomi
Adalah keadaan ekonomi keluarga yang diukur berdasarkan tingkat penge!uaran rumah tangga
Kuesloner
klasifikasi total pengeluaran rumah tangga
Nominal
jumlah 0. ekonomi cukup (pengeluaran lebih dari Rp 207.884,perlcapita perbulan untuk penduduk kota, dan lebih dari Rp 182.293,perkapita per bulan untuk penduduk desa)
.
1 . ekonomi kurang
.
�
I
Coping strategl
Adalah upaya ketuarga untuk mnyediakan pangan dalam RT ketika keluarga mngalami masalah finansiat
kuesioner
Jawaban responden tentang: 1 . mengkonsumsi jenis makanan ke1aparan meminjam makanan dari famili/tetangga meminta makanan dari famililtetangga penggunaan makanan simpanan meminjam uang dari famili/tetanaaa
2.
3.
I
4.
I
5.
(pengeluaran kurang dari Rp 207.884,pert
fsbr: BPS 2011 )
0. Keluarga tidak membutuhkan coping strategi 1 . Bila keluarga melakukan salah satu upaya coping strategl 2. Bila keluarga tidaK melakUkan upaya coping strategi
Ordinal
16
"· 17. 18�b1.. �13. 14. 15. �17. �-
memlnta uang dari famili/tetangga menjual tenaga untuk kerja pergi keluar daerah
untuk mencari
pekerjaan petanl musim kering pergi menjual temak memlnjam makanan darl pedagang menjual asset RT mengga
(adopted from Watts 1988) 3
Pola asuh
Adalah sikap dan perilaku ibu dalam mengasuh balitanya
Wawancara
Jawaban responden tentang: 1. Perawatan balita Sak.it 2. Pola personal higlne dalam perawatan balita 3. lmunlsasi 4. Pemantauan
pertumbuh balita
Adalah pendidikan formal yang pemah ditamatkan
Kuesloner/ KTP/ijasah
Hasll klasifikasi dari
tingkat pendidikan terakhlr yang dapat ditamatkan
0.
Higine
Sanitasi
Adalah keadaan sanltasi rumah tangga
Pengamatan dan kuesioner
Pengamaten dan wawancara tentang: 1. jenls )amban yang digunakan 2. )arak pembuangan kotoran 3. jarak penampungan tlnja 4. akses air berslh 5. luas lantai dan
pendldikan cukup bila pendidikan
Nominal
formal terakhir
1.
5
Nominal
6.
.
Tingkat pendidikan ibu
1.
pola asuh baik blla nilai skor dlatas rata-rata /median pola asuh buruk bila nilai skor dlbawah ratarata/median
Pemantauan pell<embangan balita Stimulan pell<embangan anak 7. ASI eksfusif Penyapihan 8. Pemberian MP-ASI 9. 10. Menylapkan makanan 1 1 . Pemlllhan makanan 12. kontak psiko sosial (interaksi anak dan lbu)
5.
"'
0.
0.
1.
yang ditamatkan minimalSMP kurang bila tidak dapat menamalkan SMP
sanitasi balk bila nilai skor diatas rata-rata atau median sanitasi buruk bila nllal skor dlbawah ratarata/median
Nominal
penerangan
17
6. 7. 6
I
I
Adalah pols keluarga dalam mencari pelayanan kesehatan baik datam keadaan sakit maupun dalam keadaan sehat
kuestoner
dan luas rumah padat hunian rumah
Jawaban pemah atau tldaknya keluarga melakukan pencarian pengobatan ataupun pencegahan ke puskesmas, rumah sakit dan posyandu selama 1 bulan terakhir
0.
0.
7
Ketersedlaan pangan RT
Adalah pengukuran yang menggambarkan kondisi pangan suatu RT untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumsl ART
kuesioner
Stabllitas ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga diukur berdasarkan kecukupan ketersediaan pangan dan frekuensl makan anggota rumah tangga dalam sehari
8
Kecukupan pangan RT
Adalah keadaan pangan rumah tangga dibandingkan dengan kecukupan yang dianjurkan
kuesloner
9
Pengetahuan ibu
Pengetahuan ibu adatah pengetahuan ibu tentang bagaimana cars mengasuh anak balitanya dengan baik
kuesioner
Kecukupan pangan rumah tangga dlukur dengan cara membandlngkan antara jumlah kalori yang disediakan RT di ukur dengan cars recall 1 x 24 jm dlbandingkan dengan kecukupan vanodlaniurkan
Adalah jumlah anggota rumah tangga yang tinggal dalam rumah tangga tersebut dan makan dari 1 dapur
kuesioner
Adalah keterjangkauan keluarga akan lnforrnasl yang berasal dari berbagai media
Kuesioner
10
I
Akses pelayanan kesehatan
ratio Luas venti!asi
·1
JumlahART
Akses informasi
Pengetahuan lbu diukur
dengan pertanyaan
tentang: 1.Pertumbuhan baa tli 2.Status glzi bata il 3. Cara perawatan anak sakit 4.Cara menjaga kesehatan anak 5.Manfaat pemberian . ASI 6.Manfaat ke posyandu 7.Memilih makanan vanabaik untuk balita Jumlah dan seluruh anggota rumah tangga yang tinggal dalam rumah tersebut yang makan berasal dari dapur yang sama
Akses infonnasl diukur dari keterjangkauan keluarga terhadap: 1 . Media cetak (Koran, tabloid, majalah) 2. Elektronik (radio, TV, Internet)
1.
Akses baik bila keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan Akses kurang
Nominal
balk bila keluar.ga
Udak memanfaatkan pelayanan kesehatan
Kecukupan ketersediaan pangan>=240 hr dan frekuensi makan>=3 kali per hari 1. Tldakcukup ketersediaan pangan bila ketersediaan pangan <240 hr frekuensi makan <3 kaliper hari 0. Bila kalori yang dikonsumsi sama dengan atau diatas yang dianjurlcan 1. Bila kalori yang dikomsumsi dlbawah yang dlanjurkan 0.
Bila skor pengetahuan ibu diatas rata·
1.
Bila skor pengetahuan ibu dibawah rata· rats/median
0.
Bila jumlah seluruh anggota rumah tangga tldak melebihi 4 orang Bilajumlah anggota rumah tangga 4 orang lebih
1.
0.
1.
Nominal
Nominal
Nominal
rs ta/ m e dian
Bila keluarga ada akses temadap salah satu media Bila keluarga tldak ada akses terhadap media
nomlnal
nominal
I 18
Level Cesa 1
Ketersediaan pangan
Adalah akses penduduk desa memperoleh bahan pangan
Kuesioner dan
data sekunder
.
Keterjangkau
'?
!I
I
Adalah situasi
an pangan
yang merujuk
Keragaman pangan
Adatah susunan keragaman pangan dldasarkan ates proporsi keselmbanoan
Kuesioner dan data sekunder
adanya keberadaan makanan di masyarakat
Kuesioner dan data sekunder
Menghitung NBM pada leveldesa dengan mempertimbangkan data: 1 . Data jenls bahan makanan yang tersedia di wi1ayah tersebut 2. Dal.a produksi bahan makanan dlwilayah tersebut 3. Data perubahan stok bahan makanan diwitayah tersebut 4. Data import bahan makanan 5. Data penyedlaan bahan makanan wilayah sebelum penjulan keluar wltayah 6. Data eksport bahan makanan 7. Data penyedlaan bahan makanan dalam wilayah 8. Data pemakalan bahan pangan dalam wilayah 9. Data bahan pangan yang dlberikan kepada teroak 10. Data bahan pangan yang dlgunakan untuk reproduksi 1 1 . Data bahan pangan yang diotah untuk makanan 12. Data bahan makanan yang diolah bukan untuk maknaan 13. Data bahan makanan teroecer
0.
Keterjangkauan pangan dlukur berdasarkan: 1. Adanya pasar 2. Adanya lembaga cadangan pangan 3. Produksi pangan setempat 4. lmporl pangan komersial 5. Bantuan pangan 6. Adanya peran swasata dalam penyediaan bahan panaan Keragaman pangan diukur dari nilal PPH
0.
1.
Bila jumlah rata-rata kalorl, protein dan lemak yang tersedi.a melebihl kebutuhan seturuh total penduduk Bila jumlah rata-rata kalOri, protein dan lemak tersedia dibawah kebutuhan total penduduk
Panganterjangkau bile kellma Dlnanclal teisebut ada 1. Pangan tidak terjangkau bila salah satu darl ketima Oinancial tidak ada
0. 1.
Skar PPH terpenuhi Skor PPH tidak terpenuhi
Nominal
Nominal
Nominal
19
4
energy dari 9 kelompok oanaan Kemampuan kader
Adalah kemampuan kaderdalam melakukan tugas sebagai kader
Kuesioner dan angket
Kemampuan diukur dengan Olnanclal: 1. Kemampuan melakukan penyuluhan • penanganan d i are
0.
1.
pencegahan d i are • deteksi dint pneumona i •
Kemampuan baik bila rata-rata skor kemampuan kader diatas ratarata/median Kemampuan kurang bila rata-rata skor kemampuan kader dibawah ratarata/median
Nominal
• higine ssnitssi yang memenuhi syarst kesehstan • manfaat imunisasi • pembuatan PMT bersumber bahan pangan Di nan • pembuatan makanan pendamping ASI • pertumbuhan befits • stimulasi perkembangan balita • pemberian AS/ • pemberian MPAS/ • Menyiapkan makanan • Pemilihan makanan
.
5
Kemampuan bldan desa
Adalah kemampuan bidandesa dalam melakukan tugas sebagai tenaga kesehatan
Kuesioner dan angket
Adalah respon positive Kades terhadap program yang disusun oleh SKPD kesehatan
Kuesioner dan data sekunder
Adalah respon positive swasta terhadap
Kuesiomer dan data sekunder
pendamblngan
I 'S
Dukungan Kades
I
I
-
Dukungan sektor swasta
2. Membuat perencanaan keaiatan Kemampuan diukur dengan Qinancial: 1. Pengetahuan tentang program revitallsasi posyandu,
0. Kemampuan baik bila rata-rata skor kemampuan bides diatas ratarata/medlan 1 . Kemampuan kurang
bila rata-rata skor
.
KADARZI, promosi PHBS, pemberantasan penyakit P3DI 2. Pengetahuan pertumbuhan anak baltia 3. Pengetahuan statusaizi balita Dukungan di ukur dengan menggunakan oinancial: 1 . Bantuan Oinanclal 2. Banruan administrasl 3. Bantuan sarans dan prasarana 4. Bantuan tenaaa Dukungan di ukur dengan menggunakan
kemampuan bides dibawah ratarata/median
0.
1.
o.
Dukungan baik bila nilai skor diatas rata-rata/median Tidak ada dukunga n bila nilai skor dibawah ratarata/median
Nominal
Dukungan baik bila nilai skor diatas rats-rate/median
Nomlnal
20
program yang telah dlsusun oleh SKPD kesehatan
8
Pembinaan
Adalah suatu upaya yang
dilakukan untuk
Kuesioner dan data sekunder
Ada!ah ada atau tidaknya fasilitas kesehatan di desa tersebut
Pembinaan diukur dengan
0.
Pembinaan baik. blla nilai skor pembinaan diatas ratarata/medlan 1. Pembinaan kurang bila nilal skor dibawah ratarata/median
Nominal
ada fasllltas kesehatan bita diwilayah desa tersebut ada 1 diantara fasilitas yang menjadi lndikator 1 . tidak ada fasilitas kesehatan bita ada salah satupun fasilitas kesehatan yang menjadi indikator di wilayah desa tersebut
Nominal
bila ada tenaga kesehatan yang
Nominal
1. Pemantauan
kader atau Bides dalam melakukan tugasnya dengan jalan penlngkatan kemampuan
Ketersediaan fasllltas kesehatan
1. Tldak ada dukungan
menggunakan:
meningkatkan performance
9
otnancial: 1 . Bantuan Oinanclal 2. Bantuan administrasi 3. Bantuan sarana dan prasarana 4. Bantuan tenaga
Kuesioner dan pengamatan
petugas puskesmas ke pustu atau posyandu 2. Pembinaan dan pendampingan terhadap kader dalam meningkatkan ketrampilan 3. Melatih kader dalam melakukan pendampingan kadarzi Ketersediaan fasilitas kesehatan adanya fasilitas kesehatan di desa tersebut sepertl: 1 . Rumah Sakit 2. Puskesmas 3. Pustu 4. Polindes 5. Poskesdes posyandu
6. .
10
11
Ketersedlaan tenaga kesehatan
Adalah ada atau tidaknya tenaga kesehatan yang membuka praktek di daerah tinggal batlta
Kuesioiner
Saran a
Adalah media
Kuesioner dan pengamatan
komunikasi
yang digunakan oleh masyarakat untuk memperoelh informasi
Ketersediaan tenaga
kesehatan yang
praktek di desa tersebut
Sarana komunikasi diukur dengan : 1. masuknya media cetak
2. terjangkaunya media radio 3. terjangkaunya media TV
4. terjangkaunya
media Internet
12
Sarana transportasi
Adalah sarana dan prasarana transportasi yang adadidesa tersebut
Kuesioner dan pengamatan
Sarana transportasi diukur dengan menggunakan indikator: 1.jenis sarana transportasi 2.jenis permukaan jalan 3.jarak tempuh dari desa ke pusat pemerintahan 4.waktu tempuh dari
bila nilai skor dibawah ratarata/median
0.
tidak
0.
membuka praktek di
desa tersebut 1 . blls tidak ada tengaga kesehatan praktek di desa tersebut 0. terjangkau sarana informasl bila desa tersebut dapat menjangkau salah satu media 1. tidak terjangkau sarana informasi blla desa tersebut tldak dapat menjangkau salah satu media 0. sarana transportasi baik bila ni!ai skor dlatas rataratatmedian 1. sarana transportasi buruk blla nllai skor dibawah ratarata/rnedian
Nominal
Nominal
21
desa ke pusat pemerintahan 5.jenis angkutan umum yang dapat menianakau
Level kecamatan 1
Program produksl pangan
Adalah kegiatan yang bertujuan untuk menyediakan pangan di kecamatan
Kuesioner dan data sekunder
tersebut
2
Program cadangan pangan
Adalah program yang bertujuan untuk menjamin pasokan pangan baik dalam kuantitas maupun kualitas
Kuesioner dan data sekunder
3
Program distribusl dan akses pangaa
Adalah program yang bertujuan untuk mewujudkan sistem distrtbusi yang efektif dan efisienagar rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu
Kuesioner dan data sekunder
4
Program penganeka ragaman pangan
Adalah program yang bertujuan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan gizi secara seimbang
Kuesioner dan data sekuncter
5
Program
Adalah program
Kuesioner dan data sekunder
penanganan kerawanan
untuk mengatasi kondisi
Program produksi pangan meliputi: 1 . penyuluhan pengembangan bahan pangan lokal 2. menyusun NBM tingkat kecamatan 3. peningkatan produksi pangan yang kurang sesual data NBM yang telah dlsusun 4. Distribusi produksi pangan oleh swasta Program cadangan pangan meliputi: 1 . identffikasi cadangan pangan masyarakat 2. identifikasi lumbung pangan masyarakat 3. pengembangan lumbung cadangan pangan masyarakat Program distribusl dan akses pangan: 1 . melakukan pengumpulan data 2. menyedlakan informasi harga dan pasokan pangan 3. melakukan operasi pasar jika harga meningkat 4. import dari wilayah lain bila terjadi kekurangan pasokan 5. eksport bila terjadi kelebihan oasokan Program penganeka ragaman pangan dinilai berdasarkan: 1 . penyuluhan penganekaragama n makanan dan gizi seimbang 2. tomba makanan tradisional 3. pembinaan pengembangan pekarangan 4. membuat gerai pengembangan pangan lokal berragam dan beraizi seimbana Program penangann kerawanan pangan didasarkan atas:
0.
program produksi pangan berjalan baik blla ketiga lndikator dilakukan 1. program produksi pangan lidak berjalan bila salah satu indikator tidak dllakukan
Nominal
0.
Nominal
0.
program dlstribusi dan akses pangan dljalankhan dengan balk bila nilal skor dlatas ratsrata/median 1 . program distribusi dan akses pangan dak it dijalankan dengan balk bila nilai skor dlbawah rataratalmedian
Nominal
0 program penganeka
Nominal
O program
Nominal
program cadangan pangan berjalan baik bila ketiga indikator dilakukan 1. program cadangan pangan tidak berjalan dengan baik blla salah satu indlkator tldak dilakukan
ragaman pangan berjalan baik bila nilai skor diatas ratarats/median 1 program penganeka ragaman lidak berjatan dengan baik bila nilai skor dibawah ratarats/median
penanganan kerawanan oanaan
22
pangan
1
ketldakcukupan pangan yang dialami suatu wilayah
2
3
4 6
7
Program
surveilens diare dan ispa
Program penfngkatan kemampuan petugas
Adalah program yang dilakukan untuk menangani dan mencegah kejadian diare dan ispa pada anak ba\ita
Kuesioner dan data sekunder
Adalah program yang dilakukan dengan tujuan peningkatan kemampuan petugas puskesmas, Bidan desa dan kader kesehatan
Kuesioner dan data sekunder
pemetaan situasl pangan dan gizi pemetaan ketahanan dan kerentanan pangan dan gli:i mengembangkan lumbung pangan masyarakat memberdayakan mas yarakat
Program surveilens diare dan ISPA didasarkan atas: 1 . penemuan penderita 2. pemantauan ke Pus1u/posyandu 3. kerja sama lintas oooram r Program peningkatan kemampuan petugas didasarkan alas: 1 Pelatihan ISPNpneumonia bagi kader
berjalan baik bila ke empat indikator dilaksanakan 1 program penanganan kerawanan pangan tidak berjalan dengan baik bila satah satu indikator tidak dilaksanakan 0
1
0
1
• deteksi dini
pencegahan rujukan 2 Pelatihan membuat rencana kerja bagi kader 3 Pelatihan bagi kaderdalam memberikan penyuluhan dan peragaan pembuatan maksnsn iokal 4 Pelatihan bagi kaderdalam memberikan penyuluhan samijaga dan perbaikan lingkungan 5 Pelatihan bagi kader pendamping . kadarzi 6 Pelatihan bagi kaderdalam memberikan penyuluhan monitoring petumbuhan dan perkembangan 7 Melatih tim PKK desa dalam me!akukan pembinaan PHBS Program pemantauan dinilal berdasarkan: 1. Pemantauan ke pustu dan posyandu 2. Memantau pelaksanaan pembinaan PHBS, pendampingan kadarzi •
•
.
8
Program pemantauan dan Monev
Adalah program yang dilakukan dalam rangka evaluasi pelaksanaan kegiatan
Kuesioner dan data sekunder
0
1
program surveilens berjalan baik bila ketiga indikator dilaksanakan program suiveilens lldek berjalan dengan balk bila salah satu indikator tldak dilakukan program peningketan kemampuan berjalan baik blla skor diatas rata-rata/median Program peningkatan kemampuan tidak berjalan dengan baik bila nllal skor dlbawah ratarata/median
Nominal
program pemantauan berjalan dengan baik bila kedua indikator dilaksanakan Program pemantauan tidak berjalan dengan balk bila salah satu indikator tidak dilakukan
Nominal
Nominal
23
9
Peran lintas program
Adatah program yang menjalin upaya memadukan penyelenggaraa n berbagai keg Iatan berkaltan dengan kesehatan yang
Kuesioner dan data sekunder
menjadl
tanggung jawab puskesmas
10
Dukungan sektor terkait
Adalah dukungan yang menjalin upaya memadukan penyelenggaraa n upaya puskesmas dengan berbagal program dari sektor terkait tingkat kecamatan termasuk organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha
Kuesioner dan data sekunder
I
Level kabunaten 1
Ketersediaan produksi pangan
0
1
kesehatan)
Posyandu (KIA/KB, glzi, P2M, promosi kesehatan 4 KadarZi (gizJ, promosi kesehatan) 5 PHBS (gizi, P2M, kesling, promos! kesehatan, KIA ) Dukungan sector terkait diukur berdasarkan : 1 Upaya promosi kesehatan (carnal, lurahlkades, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, PKK, PLKB) 2 Upaya kesehatan ibu dan anak (camat, lurah/kepala desa. organisasi profesi, organ!sasi kemasyarakatan, PKK, PLKB) 3 Upaya perbaikan gizi (camat. lurah/kepata desa, pertanian, pendidian, agama, koperasi, dunia usaha, PKK, PLKB) 3
.
Kebliakan aanaan
Program peran llntas program diukur dengan kerja sama dalam program: 1 MTBS (KIA, P2M, Gizi, Promkes, Pengobatan) 2 Puskesmas kellllng (KIA/KB, gizi, promosi
0
1
program lintas program berjalan dengan baik bila salah satu indikator dijalankan ,dengan adanya kerjasama antar program di puskesmas. Program lintas program tidak berjalan dengan balk bila tidak terdapat salah satu kegiatan yang menjadi lndlkator dijalankan.
Nominal
Program lintas sektor berjalan dengan balk bila salah satu indikator dijalankan ,dengan adanya keljasama antar sektor di wilayah kerja. Program lintas sekor tidak berjalan dengan baik bila tidak terdapat salah satu keglatan yang menjadl lndikator dijalankan.
Nominal
.
Adalah aturan atau pedoman yang harus dllakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan produksi pangan
Kuesioner, data sekunder
Kebijakan ketersediaan produksi pangan dldasarkan alas: 1 Menyusun petunjuk operasional penyusunan peta daerah sentra produksi pangan masyarakat 2 Menyusun petunjuk operasional penyusunan peta daerah sentra pengembangan produksi pangan lokal spesiflk daerah 3 Penyusun
0
1
Kebijakan ada bila nilai skor dlatas rataratalmedian Kebljakan tidak ada bila nllai skor dibawah rata-rata/median
Nominal
24
2
Penguatan cadangan pangan
Adalah aturan
atau pedoman yang harus dilakukan dalam rangka penyediaan
petunjuk operasional pola produksi sesuai hasil analisa NBM Kebijakan penguatan cadangan pangan didasarkan pada:
Kus!oner dan data sekunder
Menyusun
1
pengembangan
pangan
2
4
Adalah aturan atau pedoman yang harus dilakukan atau menjadi acuan dalam menangani dlstribusi pangan di masyarakat
Kuesloner dan data sekunder
Penganeka ragaman pangan
Adalah aturan atau pedoman yang bertujuan untuk membudayaka n pola konsumsi pangan yang beraneka ragam
Kuesioner dan data sekunder
Penanganan kerawanan pangan
Adalah aturan atau standerisasi tata care penanganan kerawenan pafl!:lan
Kuesioner dan data sekunder
Distribusi dan akses pangan
I 5
1
petunjuk
cadangan
3
0
cadangan pangan pokok tertentu Menyusun dan menyediakan petunjuk operasional pengembangan cadangan pangan daerah
Kebijakan ketersediaan produksi pangan didasarkan atas: 1 Menyediakan panduan untuk melakukan pengumpulan data (informasi harga, distribusl dan akses pangan) 2 Menetapkan target capalan ketersediaan pangan 3 Menetapkan target capaian stabilitas harga Kebijakan penganekaragaman pangan didasarkan etas: 1 Pedoman teknis gerakan percepatan penganekaragam an konsumsi pangan 2 P&doman teknis • percepatan penganekaragam an konsumsl pangan berbasls sumberdaya lokal 3 Petunjuk teknls operasional penganekaragam an konsumsi pangan 4 Modul dan leaffet pola konsumsl pangan beragam dan berglzi seimbang Kebijakan penanganan kerawanan pangan dldaserkan atas: 1 Pedoman penanganan
0
1
0
1
0 1
Kebtjakan ada bila salah satu lndlkator terpenuhl Kebijakan tidak ada bi l a tidak ada satu n i dikator yang tersusun
Nominal
Kebijakan ads bila nllal skor diatas ratarata/medlan Kebijakan tidak ada bila nilal skor dibawah rata-rata/median
Nominal
Kebijakan ada bila salah satu lndikator terpenuhl Kebljakan tidak ada bila tldak ada satu indikator yang tersusun
Nominal
Kebijakan ada bila nilai skor diatas raterata/median Kebijakan tidak ada bile nilai skor dibawah rata-reta/medlan
Nominal
25
6
Perencanaan aanmn
7
Kelembagaan pangan
Renstra SKPD .
I
rawan pangan di tingkat kabupatenlkota 2 Petunjuk pelaksanaan sistern kewaspadaan pangan dan glzi 3 Sosialisasl petunjuk pelaksanaan sistem kewaspadaan pangan dengizi
Adalah perencanaan bersama antara lembaga yang terkait dengan penyediaan pangan
Kuesioner dan data s&kunder
Adalah perencanaan yang disusun oleh SKPD terkait dengan pengadaan pangan
Kuesioner dan data sekunder
Perencanaan kelembagaan pangan didasarkan alas: 1 . Susun peta kelembagaan pangan 2. ldentlfikasi ketembagaan pangan aktif dan tidak aktif 3. ldenlifikasi kemampuan dan kelemahan masingmasIng kelembagaan pngan 4. ldentlfikasl peran sector swasta da!am pengembangan kelembagaan pangan 5. Musrenban g
Renstra SKPD didasarakan pada: 1. SKPD Depperin: Penyediaan lnsentif lnvestasi di bidang pangan termasuk industri gula, petemakan. dan pertkanan ( Pendukung : Depkeu, Deptan, BKPM) . 2. SKPD Peptan: Penguatan penyuluhan kelembagaan petani nelayan (pendukung: DKP, Depprin, Depsos, Depdagri, Menegkop dan UKM/kemitraan) 3. SKPD Menko Kesra: Pengembangan cadangan pangan pemerintah dan masyarakat . (Pendukung: Menko perekonomlan, Deptan, Depsos, Depdagri, Pemda) 4. SKPD Deptan: Pengembangan lumbu ngpang a n
0
1
0
1
Perencanaan kelembagaan baik bile indikator musrenbang dan salah satu indikator lain terpenuhi Perencanaan ke!embagaan tidaJt berjalan dengan baik bila lidak ada satu indikator yang lersusun
Nominal
Renstra SKPD baik blla rata-rata skor indikator diatas rataratalmedlan Renstra SKPD tldakbaik bila ratarata skor indikator dibawah rataratalmedian
Nominal
26
masyarakat. (Pendukung: Depdagri, Depdag, Menkop/UKM} 5. SKPD Dephub: Pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana distribusi (pendukung: Dep
6.
.
PU, Depdag,
Pemda) SKPD Depdag: Penghapusan retribusl produk pertanlan dan perikanan (Pendukung: Dephub, DKP, Menegkop&UKM, Pemda) 7. SKPD dephubu: Pemberian subsidi transportasl bagi daerah yang sangat rawan pangan dan daerah terpeneil (Pendukung: Depkeu, Meneg BUMN, Meneg PDT) 8. SKPD Meneg BUMN: Peningkatan efektlvitas program raskin (Pendukung: Depdagri, Pemda) 9. SKPD Depkes: Peningkatan disverslflkasl konsumsi pangan dengan glzi seimbang (pendukUng: Deptan, DKP, Depdiknas, Pemda) 10. SKPD Diknas: Pemberlan makanan tambahan untuk anak seko!ah/PMT-AS,
(Pendukung: Deptan, Depkes, Pemda) 1 1 . SKPD Deptan: Pengembangan isyarat dini dan penanggulangan keadaan rawan pangan (Pendukung: Depdagr i, Depkes, DKP, Dephub, Depsos, Pemda} 12. SKPD Deptan: Pemanfaatanlahan pekarangan untuk penlngkatan gizi keluarga (pendukung: Depkes, Depdiknas, Pemda) 13. Sektor swasta:
27
8
Renja SKPD
Adatah keglatan yang dlsusun oleh masing-masing SKPD untuk menjabarkan rencana
strategis yang
telah disusun
.
Kuesioner dan data sekunder
pengadaan dan distribusi beberapa ienis bahan oanaan ' Renja SKPD didasarkan pada; 1 . Menyusun petunjuk operasional penyusunan peta daerah sentra produksi pangan Z.Menyusun petunjuk
operasional penyusunan peta daerah sentra produksi pangan lokal spesitik daerah 3.Melakukan pembinaan dan pelatlhan dalam rangka peningkatan ketersedlaan pangan berbahan baku lokal 4.Melakukan pembinaan pengembangan penganekaragaman produk pangan 5.Menyusun dan menganalisis NBM 6.Melakukan monitoring dan evaluasi ketersediaan pangan dan tlndak lanjut setiap tahun 7. Menyusun dan menyediakan petunjuk operasional pengembangan cadangan pangan pemerintah 8.Melakukan identifikasi cadangan pangan masyarakat 9.Menyusun peta kelembagaan
0
1
Renja SKPD baik blla rata-
Nominal
dlbawah rata-
rata/median
cadangan pangan
pemerintah dan masyarakat 10. Me!akukan pembinaan dan pengembangan penganekaragaman pangan 1 1 . Melakukan monitoring dan evaluasi kelembagaan cadangan pangan 12. Menyediakan SOM yang mampu mengumpulkan dan menganalisis data 13. Menyediakan panduan untukmelakukan pengumpulan data
14. Melakukan oenaumoulan data
28
15. Menyediakan informasi:
• Harga • Daerah yang mengalami kelangkaan pangan • Masyarakat yang mempunyal keterbatasan akses pangan • Kondisi iklim • Sentra produksi pangan
• Ketersedlaan sarana dan prasarana 16. Melakukan analisls dan merumuskan kebijaksanaan intervensi jika terjadi kelangkaan pasokan pangan 17. Melakukan
koordinasi melalui
forum Dewan Ketahanan Pangan untuk: • Stabilisasi harga
• Pengadaan/pe mbelian bahan pangan blla harga jatuh • Import bila kekurangan pasokan
.
9
Perencanaan
Budget
• Eksport bila kelebihan pasokan
Adalah rencana alokasi anggaran dalam rangka pelaksanaan kegIatan program pangan
Kuesioner dan data sekunder
• Memberikan bantuan terhadap masyarakat kurang mampu 18. Menyedlakan informasi kualitas pangan masyarakat 19. Mensosiallsasikan penganekaragaman pangan 20. Melakukan pelatihan penyusunan analisis dan kebutuhan konsumsipangan Perencanaan budget didasarkan pada: 1 . Penyusunan rlncian anggaran pencapaian 2. Penyusunan rincian anggaran belanja tidaklangsung 3. Penyusunan rincian penerimaan pembiayaan daerah 4. Penyusunan rincian pengeluaran pembia vaan daerah
0
1
Perencanaan budget balk blla rata-rata skor indikator diatas rata-rata/medlan Perencanaan budget tidakbaik bila ratarata skor indikator dibawah ratarata/median
Nominal
29
Kineda 10
11
Kinerja program pangan pemblnaan
Kinerja program pangan monev
Adalah pencapaian pembinaan program pangan
AdaIah pencapaian monev program pangan
Kuesioner dan data sekunder
Kueslooer dan data sekunder
Pencapaian pembinaan program pangan didasarkan pada: 1 Pembinaan dan pengembangan bahan pangan lokat 2 Pengembangan SOM 3 Pengembangan lumbung cadangan pangan masyarakat 4 Melatih SOM untuk mampu melakukan puldat analisis distribusi dan akses pangan 5 Menyusun pelatihan analisis situasi 6 Pembinaan pengembangan pekarangan 7 Melatih petugas SKPG dan FSVA 8 Membina dan melatih tim pangan kecamatan yang aklif 9 Membinadan melatih kelompok PKK/posyandu kecamtan yang aktif 10 Memberdayakan masyarakat
0
Pencapaian monev program pangan di dasarkan pada : 1 Penyusunan NBM tingkat kecamatan 2 Penyusunan NBM tingkat desa 3 Pengawasan pukfat 4 Melakukan monev serta membuat ketersediaan pangan dan rencana tlndak lanjul setiap tahun di tingkat kabupatenlkota 5 Melakukan monitoring dan evaluasi
0
1
1
Klnerja pembinaan program pangan baik bila rata-rata skor indikator diatas rata-rata/median Ktnerja pembinaan program pangan tidakbaik bila ratarata skor indikator dibawah ratarata/median
Nominal
Klnerja monev program pangan baik bila rata-rata skor indikator diatas rata-rata/median Kinerja monev program pangan tkfakbaik b�a ratarata skor lndlkator dlbawah ratarate/median
Nominal
kelembagaan
6
I I
I
cadangan pangan dan melaporican hasilnya Melakukan pemantauan ketersediaan. harga dan pasokan pangan di pasar besar dan menengah, distributor daerah sentra produksi dan lain-lain
: 30
Kesehatan dang/zl Kebl}akan 12
Keb ijakan pemberatnasan penyakit diare
Adalah kebijakan yang digunakan sebagai pedoman bagi petugas kesehatan dalam melakukan kegiatan
pemberantasa
n penyakit diare sesuai dengan tugas. fungsi dan kewenangan masing-masing
Kuesioner dan data sekunder
Kebi]akan pemberantasan penyakit diare didasarkan pada tersusunnya pedoman: 1 Penyusunan perencanaan • Penyusunan target • Kebutuhan loglslik 2 Tatalaksana penderita diare • Mencegah terjadinya dehidrasi • Mengobati dehidrasi
0
1
Kebijakan pemberantasan penyakit diare baik bila rata-rata skor indikator diatas ratarata/median Kebijakan
Nominal
pemberantasan
penyakit dlare tidakbaik bila ratsrata skor indikator dibawah rataratalmedian
• Memberi 3
4
makanan Pengelolaan logistik • Penyediaan oralit • Penyediaan anti biotik • Penyediaan a lat/media penyuluhan Pencegahan dfare • Pemberian ASI • Makanan pendamping ASI • Penggunaan air bersih • Mencuci tangan
• Menggunakan
.
jamban Membuang tinja yang benar • Pemberian imuniasis campak Peran serta masyarakat • Penyuluhan • Sosialisasl •
5
Tatalaksana penderita diare dirumah . • Pencegahan diare Surveilens epidemiologi •
6
• Prosedur
surveilens
• System
kewaspadaan dlni Tindak lanjut • Penanggulangan KLB Kegiatan pelalihan •
7
•
PeJatihan program
• Pelatihan
tatalaksana diare
• Pelatihan
8
laboratorium Kerjasama lint.as programtsektor • Perencanaan bersama (pendekatan, kontribusi. alokasi
31
dana) Pemblnaan teknls dilakukan bersama-sama • Pelatihan terpadu • Konsultasi dan lokakarya terpadu Pendekatan KIE • Pendekatan pimpinan •
9
/advokasi (menetapkan bentuk dukungan, menentukan sasaran, menentukan
pertlaku yang
diharapkan, mentukan pesan, menetukan metodalteknls, mentukan media) • Dukungan suasana (sasaran ke !Jngkat teknis, matert KIE lebih operasional, metode disesuaikan sasaran) 10 Pemantauan • Perencanaan (cara menghitung target, cara menghitung kebutuhan loglslik, Pelayanan penderita, Penyediaan dan distribusi oralil)
.
•
• •
13
I �
I
Kebijakan pemberantasan penyakit ISPA
Adalah kebtjakan yang digunakan sebagai pedoman bagi petugas kesehatan dalam melakukan kegtatan pemberantasa n penyakit ISPa/pneumoni a sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing
Kuesioner dan data sekunder
Pemecahan masalah Umpan batik penilaian
Kebijakan pemberantasan penyakil . !SPA/pneumonia didasarkan pada tersusunnya pedoman: 1 Melaksanakan promos! penanggulangan pneumonia balita 2 Me!aksanakan penemuan penderita melalui sarana pelayanan kesehatan 3 Tatalaksana standard penderita ISPA dengan deteksi dini 4 Surveilens kesakitan dan kematian pneumonia dan faktor rtsiko lingkungan dan kependudukan
0
1
Kebijakan pemberantasan penyaklt ISPA baik bila rata-
Nominal
32
14
15
I116
Kebljakan Revi t alisasi posyandu
Kebijakan promosi PHBS
Adalah kebijakan yang dljadikan pedoman untuk mengembangk andan menghidupkan kembali fungsi posyandu sebagai pelayanan kesehatan bersumber pada masyarakat
Kuesloner dan data sekunder
Adalah kebljakan yang dijadikan pedoman untuk melakukan pembinaan PHBS
Kuesloner dan data sekunder
Adalah kebijakan yang dijadlkan pedoman untuk melakukan promosi kadarzl
Kuesioner dan data sekunder
0
Kebljakan pembinaan PHBS dldasarkan pada tersusunnya pedoman: Pembinaan PHBS di rumah tangga 2 Dukungan den kebijakan dana bagi pemblnaan PHBS di rumah tangga oleh bupati, DPRD, PKK kabupaten 3 Pelatlhan tim pemblnan PKK kecamatan tentang pemb!naan PHBS di rumah tangga 4 Memantau pelaksanaan pemblnaan PHBS 5 Penyelenggaraan lomba PHBS
0
Kebijakan promos! kadarzl didasari
0
1
• •
Sasaran advokasi Pertemuan koordinasi .
Riset lokakarya 2 Mengembangkan kemitraan • ldentifikasi mltra • Koordinasi • Lokakarya • Pelaksanaan aksi • Pemantauan penilaian kegiatan kemitraan 3 Pemberdayaan masyarakat • Strategi KIE di komunitas •
•
•
•
I
1
Kebijakan revitalisasi posyandu balk bila rata-rata skor n l dikator dlatas rata-rata/median Kebijakan revitallsasl posyandu tldakbalk blla ratarata skor lndik.ator dibawah ratarala/median
Nominal
Kebijakan pembinaan PHBS baik bila rata�rata skor indikator diatas rata-rata/median Kebijakan pembinaan PHBS Udakbaik bila ratarate skor Jndikator dibawah ratarata/median
Nominal
Kebijakan promosl kadarzi baik bila rata-rata skor indikator diatas ratarata/median Kebijakan promosi kadarzl tldakbaik bile rata-rata skor lndikator dibawah rata-rata/median
Nominal
6
.
Kebijakan pendampingan kadarzi
Kebljakan Revitallsasl posyandu didasari
1
1
Komunikasi kelompok komunitas Jmplementasl keglatan
kelompok
33
Perencanaan 17
Perencanaan gizi dalam kerja sama lintas
sektor
18
Perencanaan gizi renstra SKPD kesehatan
Adalah perencanaan yang memadukan penyelenggara an program gizi dengan program dari sektor terkait
Kuesloner dan data sekunder
Iah Ad a
Kuesioner dan data sekunder
perencanaan yang disusun oleh SKPD kesehatan terkait dengan program gizi
Perencanaan kerjasama llntas sektor program gizi didasarkan pada: 1.Adanya perencanaan bersama dari berbagai sektor dalam menyusun program gizi (SKPO kesehatan, tim penggerak PKK kabupaten, pertanian, pemda) 2. Adanya dukungan bersama, tenaga, sarana, prasarana, dana dart berbagai seklor dalam program glzi (SKPD kesehatan, tlm penggerak PKK kabupaten, pertanian, pemda) Renstra SKPO didasarakan pada: 1 . Peningkatan cakupan kegiatan penyuluhan:
• Pemberian ASI
•
ekslusif sampai 6 bulan Pemberian makanan pendamplng ASI dari bayi 6-24 bulan
0
1
0
1
Perencanaan gizl kerjasama lintas sektor baik bila kedua lndikator terpenuhi Perencanaan gizi kerjasama lintas sektor tldakbaik bila tldak ada salah satu indlkator terpenuhi
Nominal
Renstra SKPD baik blla rata-rata skor indikator diatas ratarate/median Renstra SKPD tldakbaik bila ratarata skor lndikator dibawah ratsrata/median
Nominal
• Asupan untuk
.
•
•
• •
memenuhl AKG Survey pangan dan gizi Penerapan gizl selmbang Pola hidup sehat lmunisasi bayi danbalita tepat waktu
• Perbaikan
2.
3.
4.
5.
.
lingkungan Peningkatan keglatan pemantauan pertumbuhan bayi dan anakprioritas pada anak usla 2 tahun Peningkatan kegiatan program gizi berbasis masyarakat melalui posyandu dan keluarga sadar gizi Peningkatan cakupan pemberian makanan pemulihan balita gizi kurang Menlngkatkan tatalaksana penanganan gizi burukr:>ada anak
34
19
Perencanaan gizi renja SKPD
Adalah kegiatan yang disusun oleh masing-masing SKPD untuk menjabarkan rencana strategis program gizi yang telah dlsusun
Kuesioner dan data sekunder
balita 6. Peningkatan kemampuan pencegahan dan penanggulangan penyakit menular 7. Mengembangkan system kewaspadaan dinl 8. Peningkatan KIE gizi 9. Peoingkatan kesehatan tingkungan terutama akses air berslh dan perilaku hygiene
Renja SKPD
0
dldasarakan pada: 1 . penyuluhan: •
•
Pemberian ASI ekslusif sampai 6 bulan Pemberlan makanan pendamping ASI dari bayi 6-24 bulan
1
Renje SKPD baik bila rata-rata skor indikator dlatas ra1arata/medlan RenjaSKPD tidakbaik blla ratarate skor indikator dibawah ratarata/median
Nominal
• Asupan untuk memenuhl AKG • Penerapan gizi seimbang
• Personal higine • lmunisasi bayi danbalita tepat
waktu
• Perbalkan lingkungan 2. Pelatihan: .
• Pembinaan
•
tenaga puskesmas dalam melatlh kader untuk melakukan pendampingan kadarzi Pelatihan pemutahiran data bayi dan anak balita .
Pelatihan pemetaan keluarga miskin • Melatihlim Pembina PKK tentang pembinaan PHBS • Pefatihan kader dalam pencegahan dlare • Pelatihan tenaga kesehatan dalam penanganan dlare • Pelatihan tenaga puskesmas untuk melakukan pembinaan kader dalam deteksl dini pneumonia 3. Pemantauan dan evaluasi: • Surv eyp angan •
35
dan glz Supervisi pelaksanaan program • Evaluasi tamet Perencanaan budget didasarllan pada: 1 . Penyusunan rlncian anggaran pencapaian 2. Penyusunan rinclan anggaran belanja tldaklangsung 3. Penyusunan rinc!an penerlmaan pembiayaan daerah 4. Penyusunan rincian pengeluaran pemblay aan daerah •
20
Perencanaan glzl Budget
Kinerja
21
Klnerja pembinaan program gizi
Adalah rencana alokasl anggaran dalam rangka pelaksanaan kegiatan program gizi
Adalah pencapaian pembinaan program gizi
KuesiOner dan data sekunder
Kuesloner dan
data sekunder
.
22
Klnerja Monev program gizi
Adalah pencapaian monev program gizi
Kuesioner dan data sekunder
0
1
Pencapalan pemblnaan program gizi didasarkan pada: 1 Pembinaan tenaga puskesmas dalam melakukan pembinaan terhadap kader dalam hal: • Pendampingan kadarzi • Sosialisasl PHBS • Revitalisasi posyandu • Oeteksi dini pneumonia • Pencegahan diare 2 Pemantauan kegiatan kemltraan 3 Pengembangan SDMdalam melakukan penyuluhan dan pelatihan 4 Melatih SOM untuk mampu melakukan puldat analisis situasl glzi/PSG 5 Melatih petugas • dalam melakukan perencanaan 6 Membina dan melatlh kelompok PKK/posyandu kecamtan yang aktif 7 Memberdayakan masyarakat
0
Pencapaian monev program gizi di dasarkan pada : 1 Evaluasi pencapaian target program gizi 2 Supervisl pelaksanaan program 3 Pemantauan dan penilaian kegitaan kemltraan
0
1
1
Perencanaan budget baik bila rata-rata skor indlkator diatas rata-rata/median Perencanaan budget tidakbaik bila ratarata skor indikator dibawah ratarata/medlan
Nominal
Kinerja pembinaan program gizi baik bila rata-rata skor indikator diatas ratarats/median Kinerja pemblnaan program gizi tidakbalk blla ratarata skor indikator dibawah rataratalmedlan
Nominal
Kinerja monev program gizi baik bila rata-rata skor indikator diatas ratarata/median Kinerja monev program gizi tldakbaik bila ratarata skor indikator dibawah ratarata/median
Nominal
36
2.4.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah:
1. Kontribusi level balita, level rumah tangga, level desa, level kecamatan dan level kabupaten berbeda terhadap kejadian balita gizi buruk di daerah rawan pangan di Kabupaten Bengkayang, Pontianak dan Landak Provinsi Kalimantan Barat
2. Kontribusi faktor kecukupan konsumsi pada balita dan infeksi yang dialami pada balita berbeda terhadap kejadian balita gizi buruk di daerah rawan pangan di Kabupaten Bengkayang, Pontianak dan Landak Provinsi Kalimantan Barat. 3. Kontribusi faktor ketersediaan dan
kecukupan pangan rumah tangga,
mekanisme coping strategi, status ekonomi rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pola asuh ibu terhadap balitanya,
higinie
sanitasi�
akses
rumah
tangga
terhadap
kesehatan dan informasi berbeda terhadap kejadian balita gizi buruk di daerah rawan pangan di Kabupaten Bengkayang, Pontianak dan Landak Provinsi Kalimantan Barat. . 4. Kontribusi faktor situasi pangan, peran serta masyarakat, adanya fasilitas dan tenaga kesehatan, sarana transportasi dan komunikasi di tingkat desa berbeda terhadap kejadian balita gizi buruk di daerah rawan pangan di K.abupaten Bengkayang, Pontianak dan Landak Provinsi Kalimantan Barat.
5. Kontribusi faktor program pangan, faktor · program gizi di tingkat kecamatan berbeda terhadap kejadian gizi buruk di daerah rawan pangan di Kabupaten Bengkayang, Pontianak dan Landak Prov insi Kalimantan Barat. 6. Kontribusi faktor kebijakan, perencanaan, kinerja program pangan dan faktor kebijakan, perencanaan dan kinerja program gizi berbeda terhadap kejadian gizi buruk di daerah rawan pangan di Kabupaten Bengkayang, Pontianak dan Landak: Provinsi Kalimantan Barat.
37
Tempat dan Waktu Penelitian
2.5.
Penelitian akan dilakukan di 3 kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat. Ketiga kabupaten dipilih
dari 14 kabupaten yang ada di Provinsi Kalimantan
Barat yang mewakili keadaan tingkat kerawanan pangan, prosentase jumlah keluarga
miskin,
Jndeks
Pembangunan
Manusia
Pernbangunan Kesehatan
Masyarakat (IPKM).
sebagai
wilayah
dasar pemllihan
merupakan
indikator
yang
penelitian
digunakan
(IPM)
dan
Indeks
lndikator IPM digunakan dengan
untuk
pertirnbangan
mengukur
IPM
keberhasilan
pernbangunan surnber daya rnanusia secara urnum. IPM merupakan indikator komposit yang terdiri dari indikator kesehatan (umur harapan hidup waktu lahir), pendidikan (angka rnelek huruf dan sekolah) serta ekonorni (pengeluaran riil per kapita).
lndikator lain yang digunakan untuk pemilihan wilayah
penelitian adalah IPKM oleh karena IPKM merupakan indikator komposit yang menggambarkan kemajuan pembangunan kesehatan. Kedua indikator tersebut (IPM dan lPKM) merupakan indikator keberhasilan pembangunan disuatu wilayah, baik pembangunan secara umum maupun pembangunan dibidang kesehatan.
Sedangkan
prosentase jumlah
keluarga miskin dan tingkat
�erawanan pangan wilayah digunakan untuk memilih lokasi penelitian dengan pertimbangan
untuk
menggambarkan
kemampuan
masyarakat
dalam
menjangkau pangan yang sangat berkaitan dengan status gizi masyarakat.
Adapun proses pemilihan sebagai berukut: Melakukan inventarisasi data prosentase keluarga miskin, IPM, IPKM dan kondisi kerawanan pangan di masing-masing kabupaten.
Adapun data hasil
inventarisasi seperti pada tabel berikut ini:
38
Tabel 5: Data Prosentase Keluarga Miskin, IPM, IPKM clan Status Kerawanan Pangan seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat Kab/Kota
Kah Pontianak Kah Sambas Kah Bengkayang Kab Landak Kab Sanggau Kah Sintang Kah Kapuas Hulu Kab Ketapang Kah Sekadau Kab Malawi Kab Kuburaya Kab Kayong Utra Kota Pontianak Kota Singkawang
Prosentase keluarga miskin
IPM
IPKM
Rawan Pangan
Status gizi
2008
2008
2007
2007
2007
7,03
67,90
53,52
3
6,6
1 1 ,51
63,73
52,66
2
9,2
9,41
66,81
44,71
2
11,4
18,65
66,74
38,29
1
9,4 6,4
6,25
67,86
50,86
3
13,61
67,44
47,94
2
8,1
1 1 ,44
69,41
40,70
2
11,0
15,21
66,84
42,43
2
11,0
7,66
66,13
39,57
2
11,0
14,81
67,91
42,60
2
11,5
66,31 14,5
64,69
9,29
72,08
57,14
6,3
7,89
68,02
59,96
5,9
Dari 14 kabupaten yang ada di Provinsi Kalimantan Barat hanya l 0 kabupaten yang memiliki data lengkap, sehingga untuk tahapan selanjutnya pemilihan kabupaten dilak.ukan pada 10 kabupaten tersebut.
Proses pemilihan dilakukan dengan mengelompokkan 4 variabel dari 5 variabel yang menjadi indikator pemilihan kabupaten.
Pengelompokan
didasarkan atas makna dari nilai variabel tersebut. Untuk prosentase jumlah keluarga miskin di jadikan satu kelompok dengan proporsi balita gizi buruk dengan pertimbangan semakin hesar
kedua nilai variabel
menunjukkan keadaan yang tidak. diharapkan.
tersebut
Pada data IPM dan IPKM
menjadi satu kelompok dengan pertimbangan semakin besar nilai variahel semakin baik (sesuai harapan).
Pada masing-masing kelompok nilai
dijumlahkah kemudian diberi skor rangking. Untuk nilai kelompok prosentase jurnlah keluarga misk.in dan proporsi gizi buruk semakin besar basil penjurnlah skor semakin rendah nilai rangking. Sebaliknya untuk kelompok variabel IPM dan IPKM pemberian nilai rangking semakin besar nilai skor semak.in besar 39
nilai rangking.
Tahap berikutnya adalah menjumlahkan kedua rangking dari
kedua kelompok variabel tersebut kedalam rangking terakhir.
Besamya nilai
pada kedua kelompok variabel seperti digambarkan dibawah ini:
Tabel 6: Proses Skoring lndikator Pemilihan Lokasi Penelitian
II
Nama
lndikator negatif
Kabupaten
miskin
Gizi buruk
kab bengkayang
9,41
1 1,4
kab sekadau
7,66
1 1,0
kab pontianak
7,03
6,0
kab sanaaau
6,25
6,4
kab landak
18,65
9,4
kab ketapang
15,21
1 1 ,0
kab malawi
14,81
11,5
kab sintang
13,61
8,1
kab sambas
1 1 ,51
9,2
kab kapuas hulu
1 1 ,44
1 1 ,0
lndikator positif
skor1 Rnk IPM IPKM skor2 Rnk 6 6 20,81 66,81 44,71 1 1 1 ,52 18,66 8 2 66, 1 3 39,57 105,70 9 9 13,03 67,9 53,52 121,42 12,65 10 67,86 50,86 118,72 8 1 28,05 66,74 38,29 105,03 1 3 3 42,43 26,21 109,27 66,84 5 2 67,91 42,60 110,51 26,31 67,44 47,94 115,38 21,71 7 5 10 73,73 52,66 126,39 20,71 7 4 4 22,44 69,41 40,70 110,11
Dari nilai rangking terakhir (penjumlahan rangk.ing indikator negatif dan indikator positit) kabupaten dibagi menjadi 3 dengan
cut offpoint ditentukan
dengan membagi data kedalam 3 kelompok yaitu 33,3% pertama dengan cut off
point 1,66, selanjutnya 66,6% di dapat cut offpoint 13,63. Sehingga data dikelompokkan berdasarkan skor final yaitu kelompok skor dibawah 7,66, antara 7,67 hingga 13,63 dan kelompok dengan skor diatas 13,64.
Untuk
selanjutnya kabupaten di pisahkan berdasarkan nilai skor yang sama, dengan juga mempertimbangkan keterwakilan status kerawanan pangan. keterwakilan status rawan pangan prioritas
Untuk
I clan kelompok skor l adalah
Kabupaten Landak. oleh karena hanya terwakili oleh 1 kabupaten maka kabupaten landak di pilih menjadi daerah penelitian. Untuk keterwakilan status rawan pangan prioritas 2 dan kelompok skor 2 adalah Bengkayang, Sekadau, Sintang dan Kapuas Hutu. Kabupaten Bengkayang.
Setelah
dilakukan
random sample terpilih
Untuk keterwakilan status rawan pangan 3 dan
kelompok skor 3 terdapat 2 kabupaten yang memenuhi syarat yaitu Kabupaten Pontianak, dan Sanggau, untuk itu dilakukan
random sample denga11 cara
undian maka diperoleh Kabupaten Pontianak yang mewakili status kerawanan
40
Rnk-fin 12 10 18 18 2 6 7 12 17 8
pangan prioritas 3 dan skor 3. Adapun data proses diatas seperti ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabet 7: Gambaran Skor Penentuan Lokasi Penelitian Nama
Skor
Kabupaten Landak
2,00 6,00 12,00 10,00 7,00 12,00 1 7,00 8,00 18,00 1 8,00
Ketapang
Bengkayang
Sekadau
Malawi
Sintang
Sambas
Kapuas Hulu Pontianak Sanggau
St
Skor
1 1 2 2 2 2 3 3 3 3
St
Kerawanan Pangan
1 2 2 2 1 2 3 2 3 3
Pemilihan
I
0 1 0 0 0 0 0 I
0
Dari proses diatas diperoleh kabupaten yang terpilih menjadi lokasi penelitian adalah:
1.
Kabupaten Landak
2.
Kabupaten Bengkayang
3.
Kabupaten Pontianak
Waktu penelitian dimulai dari Maret sampai dengan Desember tahun
201 1
2.6. Desain .
Penelitian ini menggabungkan penelitian kuantitatif dan kualitatif. Desain
penelitian kuantitatif yang digunakan
adalah penelitian
non
exsperiment oleh karena didalam penelitian ini tidak dilakukan suatu perlakuan apapun. Penelitian lebih bersifat Eksploratif oleh karena tujuan dari penelitian ini adalah menggali peran kontekstual terhadap kejadian balita gizi buruk didaerah rawan pangan di Provinsi Kalimantan Barat.
Dalam penelitian ini selain desain kuantitatif juga dilakukan desain kualitatif dimana desain kualitatif dilakukan untuk mencari informasi mengapa fenomena yang ditemukan terjadi.
41
2.7. Jenis Penelitian Seperti yang telah di ungkapkan diatas ada
2 desain penelitian yang akan
digunakan pada penelitian ini yaitu penelitan kuantitatif yang akan dilakukan dengan cara survey oleh karena untuk mengumpulkan informasi dengan menggunakan k:uesioner terhadap sejumlah sampel yang diambil untuk dapat mewakili populasi balita di Provinsi Kalimantan Barat.
Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kroseksional karena informasi satu kali, baik data primer, sekunder dan tersier.
Sedangkan desain kualitatif akan dilakukan dengan cara wawancara mendalam, oleh karena wawancara mendalam lebih bersifat fleksibel untuk menggali mengapa fenomena terjadi walaupun wawancara mendalam ini mempunyai kelemahan dross rate tinggi Gumlah materi/informati yang terla1u tinggi).
Untuk
menghindari
hal
tersebut digunakan wawancara semi
berstruktur. Yaitu proses wawancara yang dimulai dari
issue yang dicakup
dalam pedoman wawancara, dan mengembangkan pertanyaan dari
issue yang
-Oimunculkan .
2.8. Populasi dan Sampel Populasi dan sampel daiam penelitian ini terbagi menjadi 5 kelompok yang menggambarkan kelima level.
Sampel levell: Balita yang diambil secara multistage random sampling dengan 4 tahap.
Jumlah sampel balita dihitung dengan menggunakan
rumus besar sampel
Hipothesis Test for Two Population Proportion Two
Sided dengan menggunakan koreksi efek desain. Adapun rumus sampel sebagai berikut:
-
-
[ Z1-a.V 2P(l-P) +Z1.f3V P1(l-P1) n
+ P2(l-P2)
J2
= --------------------------
(P1-P2)2
42
dengan menggunakan
:
confidence level 95%; absolute precision required 5%; berdasarkan penelitian Lubis Rusdiyanto. (2010) proporsi balita gizi buruk daerah rawan pangan I 0,53% proposi balita gizi buruk daerah tidak rawan pangan 2,83% dengan desain effect 2 kemungkin lost 20% maka diperoleh jumlah sampel minimal adaJah: 662 balita.
Sampel level 2: Rumah tangga dimana sampel level l berada. Jumlah sampel level 2 sama dengan jumlah sampel level I yaitu 662 rumah tangga.
Sampel level
3:
Desa yang dipilih secara multistage dengan 3 tahap.
Tahap pertama memilih 2 kecamatan dari masing-masing kecamatan dipilih 2 desa.
Total seluruh desa yang akan diambil menjadi sampel
adalah 12 desa. Selain perangkat desa, sampel dalam level 3 adalah kader posyandu, jumlah sampel kader posyandu sama dengan j umlah sampel perangkat desa, jadi total sampel pada level 3 adalah 12 perangkat desa, dan 12 kader posyandu.
Sampel leve/4: Sampel level 4 adalah kecamatan yang dipilih 2 dari
masing-masing kabupaten terpilih. Sampel yang akan diambil pada level ini adalah kepala puskesmas dan mantri statistik yang ada di wilayah kerja kecamatan terpilih. Jumlah total sampel pada level ini adalah 6 kepala puskesmas dan 6 mantri statistik.
Sampel level 5: Kasi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten, Ketua Dewan
Ketahanan Pangan Daerah di kabupten terpilih, jumlah total sampel di level ini 6 orang.
43
Untuk lebih jelasnya pengambilan sampel diseluruh level seperti yang digambarkan dalam skema dibawah ini: Kalimantan Barat
662�672 RT/Balita
Kah Pontianak 224 RT/Balita
Kab Bengkayang 224 RT/Balita
KabLandak 224 RT/Balita
Kee Sei Pinyuh 112 RT/Balita
Kee Samalantan 1 1 2 RT/Balita
Kee Ngabang 1 12 RT/Balita
DesaGalang 56 RT/Balita
�
Desa Sei Pinyuh 56 RT/Balita
� �
Desa Semalantan
56 RT/Balita
Desa sei Keli
H 56 RT/Balita ..... Desa ebedak
Desa Sabau 56 RT/Balita
56 RT/Balita
Kee Toho
Kee Sanggau Ledo
Kec Mandor
112 RT/Balita
112 RT/Balita
112 RT/Balita
Desa Sepang
Desa Sum Sum
56 RT/Balita
56 RT/Balita
Desa Pakututan 56 RT/Balita
� �
Ds Simpang Kastauri
sa Lembang
6 RT/Balita
56 RT/Balita .
Gambar 8: Bagan Rincian Sampel Mulai Level 1 -Level 4
Kriteria Inklusi dan Ekslosi Sampel:
Kriteria inklusi sampel Levell: Balita merupakan penduduk tetap tinggal di wilayah yang telah ditentukan
Kriteria ekslusi sampel Levell: Balita tidak dalam keadaan sakit
Kriteria inklusi sampel leve/2: Keluarga dimana balita berasal Keluarga telah tinggal pada alamat tersebut minimal 5 tahun
44
Kriteria ekslusi sampel leve/2:
Tidak sedang mengadakan hajatan dalam 24 jam terakhir Kriteria inklusi sampel leve/3:
Desa yang memilikijumlah balita minimal 70 balita
Kriteria eks/usi sampel leve/3: Desa yang tidak memiliki informasi kependudukan Kriteria inklusi sampel leve/4:
Kecamatan yang memiliki data informasi lengkap
Kriteria ekslusi sampel leve/4: Kecamatan yang tidak memiliki Mantri Statistik Kriteria inklusi sampel leve/5:
Kabupaten yang di pilih berdasarkan kriteria prosentase keluarga miskin tinggi, ·proporsi jumlah balita gizi buruk tinggi, IPM tinggi, IPKM tinggi dan mewakili 3 kriteria prioritas tingkat kerawanan pangan wilayah.
Kriteria ekslusi sampel leve/5: Kabupaten yang tidak memiliki data prosentase keluarga miskin, proporsi jumlah balita gizi buruk, IPM, IPKM dan tingkat kerawanan pangan wilayah ·yang Jengkap
Prosedur pemiliban sampel Pemilihan sampel dimulai dengan pemilihan kabupaten yang
akan
dijadikan lokasi penelitian. Adapun pemilihan kabupaten mempertimbangkan kriteria jumlah prosentase keluarga miskin, juml� balita gizi buruk, skor
IPM,
skor IPKM dan tingkat kerawanan pangan wiilayah.
Dari prosedur
yang telah diuraikan diatas diperoleh 3 kabupaten yang dijadikan lokasi i ian yaitu Kabupaten Landak, Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten penel t Pontianak. Dari masing-masing kabupaten terpilih mempunyai
Mantri
Statistik
hal
dipilih
ini dengan
2
kecamatan
pertimbangan
bila
yang suatu
kecamatan memiliki Mantri Statistik memungkinkan daerah tersebut memiliki data dasar dan data penunjang dari instansi terkait dalam penyusunan NBM (Neraca Bahan Makanan).
Setelah dipilih 2 kecamatan dimasing-masing
45
kabupaten, kemudian memilih 2 desa di masing-masing kecamatan. Adapun desa yang dipilih adalah desa yang memiliki data demografi yang baik agar dalam pemilihan sampel balita tidak mengalami kesulitan untuk memenuhi jumlah sampel 56 balita yang memenuhi kriteria.
Dari masing-masing desa
tersebut akan dipilih 1 atau 2 posyandu yang memiliki jumlah balita yang besar. Dari masing-masing posyandu tersebut akan dipilih balita sebanyak 56 anak, bila dalam l posyandu tidak mencapai 56 balita maka akan dipilih pada posyandu ke 2. Namun sarnpel kader posyandu akan diambil dari posyandu dimana sampel balita terbanyak diambil. Untuk
memilih
balita
dari
masing-masing
posyandu
dilakukan
pengambilan sampel dengan jalan acak sederhana. Dari daftar listing balita yang ada di posyandu tersebut dipilih 56 balita bi la jumlah balita melebihi 56 maka pemilihan dilakukan dengan jalan memilih dengan keLipatan angka tertentu. Bila jumlah balita pada posyandu terpilih kurang dari 56 balita maka semua balita diambil menjadi sampel dan memilih lagi 1 posyandu tambahan dimana balita diambil sejumlah kekurangannya dengan cara memilili dari daftar listing dengan cara kelipatan angka tertentu.
Besamya kelipatan
·dihitung dengan rumus sebagai berikut: k=N/m k=kelipatan N=jumlah balita dalam daftar listing m=jumlah sampel yang diperlukan sampel dipilih
dengan kelipatan
k,
sam
pel
pertama yang dipilih
berdasarkan pemilihan dengan cara undian.
2.9.
Cara Pengurnpulan Data
Dalam penelitian ini data-data yang dikumpulkan meliputi data primer, data sekunder dan data tertier. Untuk mempermudah pengumpullan data, dalam penelitian ini akan digunakan beberapa instrumen, antara lain:
FORMULIR 1 : DATA LEVEL KABUPATEN FORMULIR 2 : DATA LEVEL KECAMATAN FORMULIR 3: DATA LEVEL DESA
46
---- -=-
-
� �
------==---
FORMULIR 4 : DATA LEVEL RUMAH TANGGA FORMULIR 5 :DATA LEVEL INDIVIDU Pengumpulan data dilakukan oleh supervisor dan enumerator:
1.
Pengumpulan data oleh supervisor
Pengumpulan data yang dilakukan oleh supervisor meliputi data: 1.
KABUPATEN
Data Primer l.
Kegiatan penyusunan kebijakan pangan dan gizi
2.
Kegiatan penyusunan perencanaan pangan dan gizi
3.
Kegiatan penyusunan anggaran program pangan dan gizi
4.
Kegiatan musrenbang
5.
Kegiatan pembinaan dan monev
Data Tersier 1.
Dokumen kebijakan (RPJMD)
2.
Dokumen pedoman kegiatan pangan dan gizi
3.
Dokumen perencanaan pangan (Bappeda, Dinas pertanian, Dinas kelautan dan perikanan, Dinas peternakan dan kehewanan, Dinas perkebunaan, Dinas kehutanan, Perindustrian dan
perdaganang,
Perhubungan dan Badan Urusan Logistik (Bulog)
4.
Dokumen perencanaan gizi (Dinas Kesehatan)
5.
Dokumen anggaran program pangan dan gizi (Bappeda, Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian, Dinas Petemakan, Dinas Perikanan)
6.
Dokumen pembentukan Badan/Kantor ketahanan pangan daerah
7.
Dokumen struktur organisasi Badan/Kantor ketahanan pangan daerah
8.
Dokumen kegiatan Musrenbang
2.
KECAMATAN
Data primer I
.
Kegiatan pemutahiran data sasaran
2.
Kegiatan penentuan status gizi buruk
3.
Kegiatan pemulihan gizi buruk
47
4.
Kegiatan program ruj ukan balita gizi buruk
5.
Kegiatan tindak lanjut pasca pemulihan gizi buruk
6.
Kegiatan program penimbangan bulanan
7.
Kegiatan surveilens diare dan ISPA
8.
Kegiatan pembinaan petugas/kader
9.
Kerjasama lintas program dan lintas sektor
10. Produksi pertanian, peternakan, perikanan 1 1 . Kegiatan stabilitas ketersediaan pangan 12. Distribusi dan akses pangan 13. Kegiatan penganekaragaman pangan
14. Kegiatan penanganan kerawanan pangan Data sekunder
l.
Data berasal dari survei·survei yang dilakukan khusus oleh BPS (data tanaman pangan, survei industri besar dan sedang,
maupun
survei ubinan, data susenas tentang konsumsi);
2.
Depkes (riskesdas, PSG, SK.PG)
3.
Data hasil produksi pertanian, peternakan, perikanan di tingkat kecamatan yang dikumpulkan oleh Mantri Statistik secara rutin.
4.
Jumlah penduduk
Data tersier I.
Laporan hasil produksi pertanian, peternakan, perikanan di tingkat kecamatan
2.
Laporan demografi kecamatan
3.
Data kegiatan pemutahiran data sasaran
4.
Data kegiatan penentuan status gizi buruk
5.
Data kegiatan pemulihan gizi buruk
6.
Data program rujukan balita gizi buruk
7.
Data kegiatan tindak lanjut pasca pemulihan gizi buruk
8.
Data penimbangan bulanan
48
� � ----
3.
DESA
Data primer l.
Data jumlah tenaga kesehatan yang praktek didesa tersebut
2.
Data jumlah fasilitas kesehatan yang ada didesa tersebut
3.
Data jumlah posyandu yang ada di wilayah tersebut
4.
Data jumlah kader posyandu yang ada di posyandu terpilih
5.
Data frekuensi penimbangan dalam
6.
Data program monitoring pertumbuhan di posyandu terpilih
7.
Data program penanganan gizi buruk di posyandu terpilih
8.
Data program operasi timbang
I tahun terakhir
Data sekunder
l.
Data
berasal dari survei-survei yang dilakukan khusus oleh BPS
(data tanaman pangan, survei industri besar dan sedang, maupun survei ubinan, data susenas tentang konsumsi).
2.
Depkes (riskesdas, PSG, SKPG)
Data tersier
1.
Data produksi pertanian, petemakan, perikanan ditingkat desa yang di inventarisir oleh petugas desa
2.
Data jumlah penduduk didesa tersebut
3.
Data demografi penduduk desa
4.
Data laporan SKDN
5.
Data hasil oprasi timbang
2.
Pengumpulao data oleh enu merator Pengumpulan data yang dilakukan oleh enumerator meliputi data: 1. Rumah tangga Data rumah tangga yang akan dikumpulkan meliputi: a.
Recall makanan l x 24 jam
b.
Frekuensi makan
c.
Coping strategi
d.
Data sanitas i
e.
Data akses pelayanan kesehatan
49
f.
Data ketersediaan pangan rumah tangga
g.
Pengukuran antropometri ibu dan bapak
h.
Data pengetahuan ibu tentang pola asuh
2.
Balita
a.
Recall makanan l x24 jam
b.
Riwayat sakit yang pernah di alami balita 1 bulan terakhir
c.
Frekuesni sakit yang pemah di alami dalam l bulan terakhir
d.
Pengukuran antropometri
2.10. Rencana Pengolahan Data Pengolaban data kuantitatif: Dalam penelitian ini data dengan level
akan
terbagi menjadi 5 subset data sesuai
yang akan dianalisis yaitu, data kabupaten,
kecamatan, data desa, data rumah tangga dan data individu.
data
Secara
garis besar masing-masing data tersebut akan dilakukan tahapan tahapan yang sama yaitu:
1.
Editing data yaitu tahapan pengecekan kuesioner atau fonnulir dari
lapangan.
Editing
ini dilakukan dengan cara melihat
konsistensi jawaban. Untuk data kabupaten, kecamatan dan desa editing juga melihat konsistesi antara informasi
data
primer dan
data tersier.
2.
Entri data yaitu tahapan pemasukan da�. Entri dilakukan dengan terlebih dahulu membuat
program untuk memasukan data
kemudian dilakukan entri untuk memasukan data.
Dalam
penelitian ini program data entry di buat dengan menggunakan program
CS pro oleh karena untuk beberapa data dengan level
yang berbeda lebih mudah penanganannya. Untuk beberapa level data seperti data level kecamatan dan desa dalam mengukur ketersediaan pangan digunakan Neraca Bahan Makanan (NBM) dimana untuk memasukan data NBM digunakan program
excel
karena lebih mudah penanganannya.
50
= -=-
Untuk data kecukupan pangan rumah tangga dan konsumsi balita akan digunakan program
CS pro yang dikombinasikan dengan
food table (daftar komposisi bahan makanan). Sedangkan untuk variabel status gizi anak setelah
data di
entry dalam
CS pro akan
di olah lagi kedalam data antropometri dengan menggunakan WHO ANTHRO 2005.
3.
Cleaning yaitu melakukan pembersihan data jawaban-jawaban yang tidak logis.
Cleaning dilakukan dengan melihat konsistensi
jawaban, dan mendeteksi data-data
4.
Merging
data
yaitu
outlier.
penggabungan
data
dimulai
dari
penggabungan data balita dan rumah tangga, kemudian data desa, data kecamatan dan terakhir data kabupaten hingga didapatkan satu subset data untuk dapat dilakukan modifikasi data.
5.
Modifikasi data yaitu melakukan penggabungan beberapa variabel untuk membentuk satu variabel komposit yang baru.
Sebelum
melakukan penggabungan variabel menjadi suatu faktor yang akan dianalisis maka terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reabilitas dengan menggunakan Chronbach's Alpha.untuk melihat konsistesni jawaban yang membentuk suatu faktor.
Variabel
memiliki reabilitas yang baik bila nilai koefisien yang diperoleh (r basil) diatas nilai r tabel. Untuk variabel yang mempunyai nilai r hasil dibawah nilai r tabel maka dihilangkan dari penyusun faktor hingga r basil dari selurub variabel diatas r tabel kemudian nilai chronbach's alpha dengan nilai r tabel bila r hasi diatas
r
tabel
maka seluruh variabel penyusun faktor dapat dilakukan komposit.
Pada data level ke-3 (Data level Desa) untuk mengukur situasi pangan digunakan 3 parameter: ketersediaan pangan, keterjangkauan pangan, dan keragaman pangan. Untuk mengukur ketersed a i an pangan akan dilihat melalui parameter Neraca Bahan Makanan (NBM), untuk mengukur keragaman pangan digunakan parameter Pola Pangan Harapan (PPH).
51
Untuk menyusun parameter NBM dilakukan dengan cara: 1.
Identifikasi ketersediaan data yang meliputi komponen: a. Data penduduk pertengahan tahun b. Data jenis bahan makanan yang tersedia di wilayah tersebut c. Data produksi bahan makanan di wilayah tersebut i.
Produksi masukan
ii.
Produksi keluaran
d. Data perubahan stok e. Data import f. Data penyediaan dalam wilayah sebelum penjualan ke luar wilayah g. Data eksport h. Data penyediaan dalam wilayah i. Data pemakaian dalam wilayah j. Data pakan k. Data diolah untuk makanan l. Data diolah untuk bukan makanan m. Data tercecer n. Data bahan makanan
2.
Pengisian tabel NBM
Pengisian kolom dalarn tabel NBM dilakukan secara berurutan kolom demi kolom (1 ): tulis seluruh nama jenis bahan makanan yang ada diwilayah tsb Kolom Kolom (2): tulis angka produksi yang masih mengalami perubahan bentuk Kolom (3): tulis angka unsur produksi yang diperoleh dari kegiatan berproduksi Kolom (4): angka perubahan stok dapat negatif atau positif Kolom (5): ditulisjumlah bahan makanan yang masuk ke wilayah Kolom (6): ditulis angka kolom (3) - kolom (4) + kolom (5) Kolom (7): ditulis jumlah bahan makanan yang dikeluarkan dari wilayah Kolom (8): ditulis angka kolom (6) - kolom (7) Kolorn (9): ditulis jumlah angka pakan Kolom (10): ditulisjumlah kebutuhan bibit Kolom (1 1 ): ditulis banyaknyajumlah komoditas dalam wilayah untuk makanan Kolom ( 12):ditulis banyaknya jumlah komoditas dalam wilayah bukan untuk makanan
52
Kolorn (1 3):ditulis angka basil perkalian antara prosentase tercecer clan penyediaan bahan pangan dalam wilayah Kolom (14): dituJisjwnlah bahan makanan yang terse
53
I itln:i
1$1 lli11di111 1)1t1!1 l'l'.11j1t ·1111 1 Noim.11 lh1h1111 Muk1111t111 tN1JM):
Penyediaan dalam wilayah
Produksl .lerisBahanMakanan Mm Keluaran
(1) d ian 1. pa�pad 2.makanan beqmi 3.gula 4.buah/biJ1 berlemak
(2)
131
peruOOhan stok lrni:ort (4) (5)
sebelum dijual k�uar
wilayah (6)
Pemabiandalamwilayah
Pe��an � dalam wiayah Pakan (9) m (8)
ketemdiaan perka�ta
diolah
Bitit makanan btian makaoan Yangt� 8ahanmal:anan K&fth {14) (12) (10) (11) (13) 1151
g(lr �wflr 11oteU\/gr/ha 'en�gr(lr 1171 (1� (19) (18)
BOO
(2)
5.bualrbuahan
6.sayta-la'fUran 7.daging 8lelur
9.susu
lMan
11.minya�lem.ik
54
Untuk mengetahui keragaman pangan yang tersed ia di wilayah tersebut digunakan parameter Pola Pangan Harapan (PPH). Untuk menghitung PPH dilakukan prosedur dibawah ini: 1.
Konversi bentuk, jenis clan satuan
2. Pengelompokan pangan menjadi 9 kelompok 3.
Menghitung konsumsi energi menurut kelompok pangan
4. Menghitung total konsumsi energi dari kelompok pangan 5. Menghitung kontribusi energi tiap kelompok pangan 6. Menghitung skor PPH
7. Menghitung total skor mutu konsumi pangan Untuk mempermudah penghitungan skor PPH digunakan tabel sebagai berikut: Tabel 9: Penghitungan Skor PPH
No
Kelompok Pangan
Ill
(2)
1 Padi-padian
ketersed'iaan energi lkkal�p/hr) harapan
aktual
(3)
(4)
1100
). Umb�umbian 3 Panganhewani
132 264
5 Buah/biji berminyak 6 kacang-kacangan
66 110
8 Sayur dan buah
132
4 Minyak dan lemak
7 Gula
91.ain-lain
(3-4)
220
(SJ
50,0
(6)
(7)
AKG
0,5
(8)
SkorPPH Aktual
(9)
(S.9)
(10)
25,0
u,o
2,0
24,0
0,5
5,0
3,0
0,5
1,0
2,0
10,0
6,0
3,0
2,5
0,5
.
s,o
30,0 .
100,0
100,0
2.11. Rencana analisis data Untuk melihat keterkaitan disetiap tingkat dan melihat faktor yang berperan disetiap tingkat maka penelitian ini akan menggunakan
multilevel
data analysis oleh karena pendekatan ini lebih efektif untuk menggabungkan pengukuran tingkat individual dan pengukuran data tingkat Iebih tinggi dalam suatu analisis yang setara.
selisih
2,5
5,0
2200
(5-6)
Bobot
0,5
5,0
110
selisih
6,0 10,0
66
total
Komposisi pa�
seli�h PPH 2020 aktual (% AKG)
skormax !PPH)
Oleh karena seluruh data dalam penelitian ini
55
dikelompokkan kedalam 2 katergori, maka multilevel binary data akan dipilih untuk analisis selanjutnya.
Ada beberapa tahapan yang akan dilakukan dalam melakukan analisis pada penelitian ini: 1. Menghitung power penelitian dengan menggunakan rumus
power
differences between proportions Z1-�=hvn/2
-
Z1-a
Hal ini dilakukan untuk melihat kekuatan dari penelitian ini untuk dapat menjadi bahan acuan dalam menelaah peran kontekstual terhadap kejadian balita gizi buruk di daerah rawan pangan.
2. Menghitung desain effect yaitu ratio antara varians yang diperoleh dari pengambilan sampel secara
multistage dengan varians bila sampel
diambil secara acak sederhana. Semakin besar nilai
desain effect maka
semakin besar homogenitas dalam cluster dibandingkan homogenitas antar cluster, pada umumnya besar nilai hingga
desain effect berkisar antara 2
4 (Ariawan, 1998). Nilai desain effect dapat diubah menjadi
nilai ROH untuk melihat homogeniti sampel disetiap
cluster, hal ini
untuk melihat apakah variabel yang dianalisis telah menunjukkan sampel homogen dari satu cluster ke antara 0 disetiap
-
cluster lain. Nilai ROH berkisar
1 semakin mendekati nilai 0 semakin homogen sampel
cluster
sehingga
nilai
ROH
menggambarkan keadaan di popuJasi.
ini
digunakan
untuk
Artinya sampel yang diambil
sudah benar-benar dapat mewakili populasi yang akan digeneralisir.
3. Sebelum dilakukan analisis multilevel, langkah pertama yang harus dilakukan adalah seleksi variabeJ disetiap level. Seleksi variabel untuk dapat m�nentukan variabeJ yang akan masuk dalam model di1a kukan dengan
cara
melakukan
analisis
program Supermix. Suatu variabel
bivariate dengan menggunakan
akan masuk
menjadi kandidat dalam
model level tersebut bila nilai p <0.25.
4. Untuk melihat apakah model yang terbentuk tersebut signifikan atau tidak maka dilakukan uji
ratio likelihood. Dengan rumus
56
G=-2 LLR
-2 [{LL model yang terdiri dari konstanta saja}
=
{LL model dengan ada variabel}] Dari hasil yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan nilai pada tabel
eedom sebanyak variabel yang dimasukkan. fr i dengan degree of
5. Untuk melihat apakah setiap level berperan terahadap kejadian gizi buruk pada balita dengan membandingkan nilai varians disetiap level dari setiap model, terhadap model l
(null model, yaitu model hanya ada Bila dengan penambahan
variable gizi buruk tidak ada variable lain). variable nilai
mengalami penurunan maka variabel tersebut i varans
memiliki pengaruh yang kuat bila
varians tetap atau menjadi lebih besar
maka variable dalam model tidak memilik.i pengaruh.
6. Untuk: melihat melihat besarnya pengaruh peran kontekstual dengan melihat nilai ICC a.
(Interclass Correlation Coefjisient)
ICC besar artinya variasi dalam kelompok (antar individu) lebih besar dari variasi antar kelompok sehingga level kontekstual berperan
b.
ICC kecil artinya variasi dalam kelompok
(antar
individu)
lebih kecil dari variasi antar kelompok sehingga level kontekstual tidak berperan c.
Untuk mengukur variasi di level kontekstual digunakan MOR (Median Odds Ratio) semakin besar nilai MOR semakin
besar
.
antar
variasi
kelompok
pada
level
kontekstual
7.
Untuk melihat kontribusi masing-masing variabel terhadap kejadian balita gizi buruk dilihat nilai AFE
(attributable fraction exposure)
yaitu gambaran proposi suatu kejadian dalam suatu populasi yang disebabkan faktor risiko.
8. Untuk melihat seberapa besar suatu kejadian dapat dicegah bila faktor risiko di hilangkan dengan menghitung besamya AF
(attributable
fraction) dari proporsi balita gizi buruk.
57
2.12. Kajian Etik Penelitian Dalam penelitian ini ada dua unsur etik yang perlu diperhatikan. Yang pertama adalah unsur etik yang berkaitan dengan pungumpulan data di tingkat rumah tangga, mengingat dalam melakukan pengumpulan data di tingkat
rumah
tangga akan dilakukan dengan cara wawancara.
Dalam
penelitian ini wawancara pada tingkat rumah tangga akan menggunakan dua daftar pertanyaan (kuesioner) masing-masing kuesioner balita sebanyak 14 halaman dan kuesioner 31 halaman. Berdasarkan uji coba kuesioner yang wawancara pada satu rumah tangga kurang lebih satu hingga satu setengah jam, tentu hat ini akan mengganggu aktifitas kegiatan responden dalam mengurus rumah tangga. namun dalam penelitian ini waktu ibu yang tersita akan diberikan kompensasi berupa uang untuk. menggantikan waktu ibu yang tersita, dan wawancara ini tidak bersifat memaksa bila responden merasa terganggu atau berkeberatan untuk berpartisipasi dapat menolak atau mengundurkan diri sekalipun pada saat wawancara berlangsung. Unsur etik kedua yang perlu diperhatikan adalah pengumpulan data di tingkat kontekstual (level Kabupaten. Kecamatan dan Desa). Untuk level kabupaten pengumpulan data dimulai dengan menelusuri DPA (daftar perencanaan anggaran) dan Lakip yang sifatnya sangat rahasia.
Untuk
meajaga kcrahasiaan tersebut pengumpulan data dilakukan ditempat/di lokasi namun bila waktu tidak mencukupi maka DPA dan Lakip akan di foto copy dengan penekanan setelah informasi yang dibutuhkan diperoleh foto copy DPA dan Lakip tersebut dimusnahkan.
Selain itu agar kegiatan
pctugas tidak terganggu dalam melakukan tugas kesehariannya maka pengumpulan data pada level kontekstual ini dilakukan diluar jam kerja dengan memperhitungkan pengorbanan waktu petugas sebagru lembur.
58
BAB III HASIL 3.1. Gambaran Karakeristik Sampel Tebel l 0: Distribusi Sampel Balita Berdasarkan kelompok Usia
Kelompok umur (Bulan)
%
0 -12
22.6
1 3 -24
26.2
25 - 36
1 9,6
37 - 48
17.3
49 - 59
10.7
Tabel 10 menunjukkan distribusi sampel berdasarkan kelompok usia. Dalam tabel tersebut terlihat bahwa sebagian besar sampel berada
13 hingga 24 bulan (26,2%), proporsi balita terkecil
pada kelompok usia
pada kelompok usia 49 hingga 59 bulan.
Tabel
1 1 : Distribusi Sampel Berdasarkan Status Gizi -
Status Gizi Gizi Buruk
%
·-·· --···�··-·��-·-
5,0
Gizi Kurang
2 1 ,4
Gizi Bail<
73,6
Distribusi sampel berdasarkan status gizi dapat dilihat pada tabel . 1 1 . Dalam tabel tersebut terlihat bahwa sebagian besar beerstatus gizi baik sebesar 73,6%, kemudian status gizi kurang sebesar 2 1 ,4% dan status gizi buruk persentasenya terendah, yaitu sebesar 5,0%. Dalam Kabupaten,
tabel
yaitu
11
ini merupakan
Kabupaten Pontianak,
gambaran
agregat dari
Bengkayang
dan
3
Landak.
Kemudian kalau gambaran dari masing-masing status gizi tadi kita rinci bcrdasarkan gambaran 3 Kabupaten, maka hasil rincian dari masing masing status glzi anak balita berdasarkan Kabupaten dapat dilihat pada t.abel 12.
59
Tabel
12: Distribusi Sampel Berdasarkan Status Gizi
Kabupaten -
Status Gizi Balita
----�,
Pontianak �e�gkayang
.
(%)
-
-
Gizi Buruk
Gizi Kurang
12,5 50,0 37,5
29,4 1 1,8 58,8
38,5 35,9 25,6
100,0
100,0
100,0
-·
,--·--
Landak Total
Gizi Baik
---
,.
Dalam tabel l 2 terlihat bahwa, dari sejumlah gizi buruk yang ada penyebaran terbesar di kabupatcn bengkayang
(50,0%), kabupaten landak Penyebaran gizi kurang
37,5% dan kabupaten pontianak 12,5%.
persentase terbesar berasal dari Kabupaten Landak, yaitu sebesar kemudian Pontianak sebesar
58,8%,
29,4% dan terendah dari Bengkayang
sebesar 1 1,8%. Untuk anak balita status gizi baik terbesar berasal dari Kabupaten Pontianak: sebesar
38,5%, kcmudian Bengkayang sebesar
35,9% dan terendah dari Kabupatcn Landak scbesar 25,6%. Distribusi sampel berdasarkan
karakteristik balita clan
belakang keluarga dapat dilihat pada tabel
latar
13. Dalam tabel tersebut
terlihat bahwa dilihat penyakit infcksi pada balita, sebagian besar
(77,0%) pemah mengalami penyakit infeksi. Ditihat sarutasi lingkungan temp.at balita ting.gal umurnnya termasuk daerah yang sehat
(76,7%). Bila
dilihat dari po.la asuh tcrhadap ballta umumnya termasuk kurang (97,5%). Namun dari segi pelayanan kcsehatan tun umnya dapat diakses, yaitu .
sebesar
94,3%. Demikian juga terhadap infonnasi yang diperoleh
umumnya dapat diakscs. yaitu sebesar
95,0%. Sebaliknya pengetahuan
ibu terhadap kesehatan dan gizi lebih banyak yang termasuk kurang, yaitu sebesar
62,9%. Dilihat tingkat pendidikan ibu balita tennasuk
cukup baik, yaitu sebcsar
59,5%. Jumlah anggo1a rumah langga didalam
keluar:ga halita yang jumlahnya > 4 orang sebanyak
56,6%. Sebalik:nya
jumlah balita dalam keluarga balita sebagian besar < 2 anak, yaitu sebesar
86,7%. Bila dilihat dari segi status ekonomi keluarga, maka
sebagian besar termasuk baik, yaitu sebesar kecil
87,4% dan hanya sebagian
(1 2,6%) yang tennasuk status ekonomi rendah.
60
Tabel 13: Distribusi Sampel Berdasarkan Karakteristik Balita dan Latar Belakang Keluarga
Variabel
%
Infeksi -Pemah
77,0
-Tidak pernah
23,0
Sanitasi -Buruk -Sehat
23, 3 76,7
-Kurang
97,5
Asuh 2,5
-Baik Yankes -Tidak
5,7 94,3
-akses Informasi
5,0
-tidak akses
95,0
-akses Pengetahuan -KuranJ:l;
62,9
-Baik
37,l
-
-
Pendidikan ibu -Rendah
40,5
-Cukup baik
59,5
Jml ART
->4 orang
56,6
-<=4 orang
43,4
Jml Balita 13,3
-=>2 anak -<2 anak
86,7
Status ekonom i -rendah
12,6
-Baik
87,4
Pada tabel 14 menunjukkan gambaran skor kabupaten terpilih berdasarkan
kebijakan,
perencanaan
dan
kinerja-nya.
Dalam
tabel
tersebut dapat dilihat bahwa, bila dibandingkan antar ketiga kabupaten tampaknya Kabupaten Landak umunya mempunyai skor terendah baik dilihat dari segi kebijakan, perencanaan dan kinerjanya. Untuk gambaran detilnya
bahwa, Kabupaten Pontianak skor kebijakan
perencanaan
sebesar
13
dan kinerja sebesar 9.
sebesar 27,
Untuk Kabupaten
Bengkayang skor kebijakan sebesar 17, perencanaan sebesar 1 7 dan
61
k.inerja sebesar 9. Dan Untuk Kabupaten Landak skor kebijakan sebesar 4, perencanaan sebesar 5 dan kinerja sebesar 4.
Tabet 14: Gambaran Karakteristik Kabupaten Terpilih Menjadi Lokasi Penelitian
Kabu aten
Skor
Pontianak -Kebijakan
27
-Perencanaan
13
-Kinerja
9
Bengkayang -Kebijakan
17
-Perencanaan
17
-Kinerja
9
Landak -Kebijakan
4
-Perencanaan
5
-Kinerja
4
Distribusi status gizi berdasarkan karakteristik balita dan latar belakang keluarga
dapat
dilihat pada tabel 1 5 . Dalam tabel tersebut
terlihat bahwa, untuk anak balita yang pemah mengalami infeksi tertinggi pada anak balita gizi kurang sebesar 86,4%, kemudian gizi buruk sebesar 80,0% dan gizi baik paling rendah sebesar 74,0%. Pada sanitasi lingkungan yang buruk, menunjukkan bahwa ada anak balita gizi buruk diantaranya yang tinggal di tempat ini sebesar 37,5%, diantara anak gizi kurang yang tinggal di tempat ini sebesar 29,4%, dan diantara gizi baik sebesar 20,5%. Dilihat pola asuh maka, pada anak balita gizi buruk semuanya (1 00,0%) mendapatkan pola asuh yang kurang, pada anak gizi kurang 97, I% diantaranya mendapat pola asuh yang kurang dan gizi baik 97,4% diantaranya mendapat pola asuh yang kurang.
62
Tabel 1 5 : Di stribusi Sampel Berdasarkan Status Gizi Dan Karakteristik Sampel Faktor risiko
Status Gizi Gizi Buruk
...-- ··�····-
Jnfeksi
Gizi Kurang
Gizi Baik
--·-·
-
-----
-Pernah
80,0
86,4
74,0
-Tidak
20,0
13,6
26,0
-Buruk
37,5
29,4
20,5
-Sehat
62,5
70,6
79,5
-Kurang
1 00,0
97,1
97,4
0,0
2,9
2,6
pernah Sanitasi
Asuh -Baik Yankes -Tidak
12,5
2,9
6,0
-akses
87,5
97, l
94,0
-tidak
25,0
5,9
3,4
-akses
75,6
94,1
96,6
-Kurang
75,0
61,8
62,4
-Baik
25,0
38,2
37,6
-Rendah
12,5
47,l
40,5
-Cukup
87,5
52,9
59,5
->4 orang
62,5
50,0
-<=4
37,5
50,0
lnformasi akses ---.... - · -..---
Pengetahuan .
Pendidikan ibu
baik Jml ART 58,1 .
41,9
orang Jml Balita -=>2 anak
12,5
14,7
1 2,9
-<2 anak
87,5
85,3
87,1
Status ekonomi -rendah
25,0
.17,6
10,�
-Baik
75,0
82,4
89,7
Pada akses pelayanan kesehatan, maka pada anak balita gizi buruk 12,5,0% diantaranya tidak mendapatkan akses pelayanan kesehatan, untuk anak balita gizi k:urang 2,9% diantaranya tidak mendapatkan akses
63
pelayanan kesehatan
dan
pada gizi baik
6,0%
diantaranya
tidak
mendapatkan akses pelayanan kesehatan. Dilihat adanya akses terhadap informasi, maka pada anak balita gizi
buruk
informasi,
25,0%
diantaranya tidak
untuk anak
mendapatkan
akses
mendapatkan
akses
terhadap
balita gizi kurang 5,9% diantaranya tidak
terhadapinformasi
dan
pada
gizi
baik
3,4%
diantaranya tidak mendapatkan akses terhadap informasi kesehatan. Pada pengetahuan kesehatan dan gizi ibu, maka pada anak balita gizi buruk 75,0% diantaranya ibu balita mempunyai tingkat pengetahuan yang rendah, untuk anak balita gizi kurang 6 1 ,8% diantaranya ibu balita mempunyai tingkat pengetahuan rendah dan pada gizi baik 62,4% diantaranya ibu balita mempunyai tingkat pengetahuan rendah. ilihat tingkat pendidikan ibu, maka pada anak balita gizi buruk 1 2,5% diantaranya ibu balita mempunyai tingkat pendidikan yang rendah, untuk anak batita gizi kurang 47, I% diantaranya ibu balita mempunyai tingkat pendidikan rendah, dan pada gizi baik 40,5% diantaranya ibu balita mempunyai tingkat pendidikan rendah rendah. Untuk jumlah anggota rumah tangga, maka pada anak balita gizi buruk 62,5% diantaranya jumlah anggota rumah tangganya
>
4 orang,
untul< anak balita gizi kurang 50,0% diantaranya jumlah anggota rumah tangganya > 4 orang, dan pada gizi baik 58,1% diantaranya jurnlah anggota rumah tangganya > 4 orang. Pada jumlah balita dalam keluarga, maka pada anak balita gizi buruk 1 2,5% diantaranya jumlah balita dalam keluarga � 2 anak, untuk anak balita gizi kurang 14, 7% diantaranyajumlah balita dalam keluarga � 2 anak. dan pada gizi baik 1 2,9% diantaranya jumlah balita dalam keluarga ;:: 2 anak. Dilihat status ekonomi dalam keluarga,
maka pada anak balita
gizi buruk 25,0% diantaranya status ekonomi rumah tangga termasuk rendah, untuk anak balita gizi kurang 17,6% diantaranya status ekonomi rumah tangga termasuk rendah, dan pada gizi baik l 0,3% diantaranya status _ekonomi rumah tangga termasuk rendah.
64
- ----=----=-
-
----=-==
----=--=-
-
=------==-=
---=-
3.2. Seleksi Faktor Resiko dan Permodelan Kejadian Gizi Buruk Estimated regression weights Sebelum dilakukan analisis multilevel, langkah pertama yang harus dilakukan adalah seleksi variabel disetiap level. Pada level 1 dari
1 O variabel yang akan dianalisis hanya ada 3 variabel yang dapat masuk dalam analisis lebih lanjut.
Seleksi variabel untuk dapat menentukan
variabel level 1 yang akan masuk dalam model dilakukan dengan
cara
melakukan analisis bivariate dengan menggunakan program supermix. Suatu variabel akan masuk menjadi kandidat dalam model level 1 bila nilai p dari coeff P <0,25. Berikut adalah hasil analisis dari penapisan level 1. Tabel 16: Penapisan Variabel Pada Level 1. Nilai p
(10 var)
Nilai p
(4 var)
Nilai p (3 var)
keterangan
0,0000
0,0020
- infeksi
0,1770
0,02036
0,0280
Kandidat
- sanitasi
0,1 597
0,0074
0,0089
Kandidat
- pengasuhan
0,0000
0,0089
0,0000
Constanta
0,0000
Level 1
yank.es -informasi
-
Kandidat
1,0000
Bkn kanclidat
0,5387
Bkn kandidat Bkn kandidat
-pengetahuan
0,6380
-pendidikan ibu
0,2574
-jml ART
0,7309
Bkn kandidat
-jml balita
0,7109
Bkn kandidat
-status ekonomi
0,4046
Bkn kandidat
0,4500
Bkn kandidat
Dari tabel 16 nampak pada penapisan p�rtama ada 10 variabel yang akan dianalisis ternyata hanya ada 4 variabel yang dapat memasuki tahap ke dua (infeksi, sanitasi, pengasuhan dan pendidikan ibu), dari tahap ke dua hanya ada 3 variabel yang dapat mengikuti analisis multivariate yaitu, infeksi, sanitasi dan pola pengasuhan.
65
Tabel 17: Modeling Multil.evel Estimasi Koefisien Level 1 Fixed Effect (level 1)
Coeff �
Infeksi Sanitasi Pengasuhan
0,66 15 0,9013 1 , 1 842
Parameter SE
p
0,6123 0,5305 0,7192
0�0280 0�0089 0,0000
Setelah penapisan variabel level 1, berdasarkan estimasi coeff � maka dapat disusun suatu model sebagai berikut:
Log (Gizi Buruk)=0,1690+0,661 5(infeksi)+o,9013(sanitasi)+1,1842(pengasuhan)
Artinya bila ada balita yang sering mengalami penyakit infeksi (diare, ISPA, penumonia, TB) yang hidup dilingkungan keluarga dengan sanitasi buruk dan mendapatkan pola pengasuhan yang tidak memadai, mempunyai risiko 18,4 7 kali untuk mengalami gizi buruk dibandingkan dengan yang tidak mempunyai kondisi tersebut.
Tabel 18: Penapisan Variabel Pada Level 2. Nilai p (3
Var)
Nilai p (1 Var)
Keterangan
Constanta
0,0000
Kebijakan
0,8785
Perencanaan
0,0000
0,0046
Kandidat
Kinerja
0,0094
0,0094
Kandidat
.
Bkn Kandidat
Dari tabel 1 8 terlihat pada level 2, dari 3 variabel yang akan dianalisis yang masuk pada tahap berikutnya hanya 2 variabel yaitu perencanaan dan kinerja.
66
Tabel 19: Modeling Multilevel Estimasi Koefisien Level 2
Parameter
Fixed Effect (level 2)
Coeff jl
SE
p
Perencanaan
0,5065
0,6969
0,0046
0,9005
0,5387
0,0094
Kinerja -
Berdasarkan tabel 19 dari estimasi coeff jl yang diperoleh pada permodelan level
2, dapat disusun suatu model sebagai berikut:
Log (Gizi Boruk)=l,6646+0,3054 (perencanaan)+0,0316 (kinerja)
Artinya seorang anak balita dengan faktor risiko bila ditinggal diwilayah kabupaten dengan perencanaan dan kinerja kesehatan yang buruk mempunyai risiko 7,40 untuk mengalami gizi buruk dibandingkan dengan anak yang tinggal di wilayah kabupaten dengan perencanaan dan kinerja kesehatan yang baik.
3.3. Kontribusi Fak1or yang Berperan Terhadap Penurunan Kejadian Gizi Borok pada Balita
Untuk
m.elihat
apakah
level
2 (�abupaten) sebagai level
kontekstual (agregat) mempunyai peran terhadap kejadian gizi buruk pada anak balita sebagai level komposisional (level
1),
dilakukan analisis
multilevel yang dilakukan secara berjenjang, mulai dari level balita dan rumah tangga yang dibandingkan dengan level kabupaten.
Analisis
multilevel tersebut dimulai dengan melihat pengaruh setiap level dengan membandingkan nilai varians ketika variabel level 1 masuk namun variabel level 2 belum masuk terhadap varian ketika variabel level
2
sudah masuk.
67
-
-
Dari hasil fit model ditentukan apakah level 2 mempunyai ·
peranan
terhadap
kejadian
gizi
buruk
pada
balita.
Tabet
20
memperlihatkan peran dari masing-masing level.
Tabel 20: Peranan dan Kontribusi Level I dan Level 2 Terhadap Kejadian Gizi Buruk Fixed effect
Model 1 Tanpa factor Null model
Model 2 Berisi factor Level 1
Model 3 Berisi factor level 2
0,0000
0,0000
0,0000
(Constanta) . Level I -infeksi -sanitasi -asuh
Level 2
-Perencanaan -kiner ja
Level 2
0,7154 1,0659 1 ,5775 -
·--- ·
0,5065 0,9005 -- . . 0.0090
.. ,,_. � ,.._,.,.___ _ ---�- _____;_ -
-
_0,009 1 .
�
0,0000
Untuk melihat apakah setiap level berperan terhadap kejadian gizi buruk pada balita dengan membandingkan nilai varians disetiap level dari setiap model. Dari basil analisis menunjukan level 1 mempunyai peranan terhadap kejadian gizi buruk pada balita hal tersebut ditunjukkan dengan nilai varians pada model
1 (null model, yaitu !llodel hanya ada variabel
gizi buruk tidak ada variable lain) menurun dibandingkan dengan model
1
berisi variable risiko (0,0090 menurun menjadi 0,0001), begitu pula level 2 mempunyai peranan terahdap kejadian gizi buruk pada balita oleh karena adanya penurunan nilai varian pada level
1 dibandingkan dengan
varians level 2 (0,0981 menjadi 0,0838). Tahap selanjutnya adalah menilai besarnya peran masing-masing level terhadap kejadian gizi buruk pada balita. Untuk melihat seberapa besar peran disetiap level terhadap kejadian balita gi zi buruk adalah dengan melihat nilai Intra
Correlation Coefficient (ICC).
Nilai
ICC
disetiap level seperti digambarkan dibawah ni: i
68
Tabel 22: Kontribusi Setiap Variabel Terhadap Kejadian Gizi Buruk pada Balita ·---
Kontribusi Faktor Risiko Fixed Effect (level 2)
CoetT P
MOR
Jnfeksi
0,7154
2,67
Sanitasi
1 ,0659
3,32
Pengasuhan
l ,5775
4,30
0,5065
2,29
0,9005
3,01
Level I
Level 2 Perencanaan Kinerja -
-
Telah diuraikan bagaimana peran setiap level terhadap kejadian glZl buruk pada balita.
Untuk selanjutnya berapa besar peran dari
masing-masing variabel di setiap level terhadap kejadian gizi buruk pada balita dihitung dengan menggunakan MOR (median odds ratio).
Dari
analisis yang telah dilakukan besamya risiko anak balita yang sering mengalam i infeksi (diare, ISPA, pneumonia, TB) 2,67 kali lebih besar dari anak yang tidak pemah mengalami infeksi setelah di kontrol dengan sanitasi dan pola pengasuhan. Besarnya risiko balita untuk mengalami gizi buruk 3,32 kali lebih besar pada balita yang hidup dengan sanitasi .
keluarga yang buruk dibandingkan dengan balita yang tidak tinggal pada keluarga
dengan
sanitasi
buruk,
setelah
dikontrol
dengan
pola
pengasuhan dan pengalaman menderita penyakit infeksi. Besarnya risiko balita yang mendapatkan pola pengasuhan yang tidak. memadai untuk mengalami gizi buruk adalah sebesar 4,30 kali lebih besar dibandingkan dengan balita yang mendaptkan pola pengasuhan yang baik setelah dikontrol dengan penalaman menderita infeksi dan sanitasi keluarga. Pada level 2 balita yang tinggal di suatu kabupaten dengan perencanaan kesehatan yang tidak baik mempunyai kemungkinan untuk mengalami gizi buruk sebesar 2,29 kali dibandingkan pada balita dengan
70
Tabel 2 1 : Nilai ICC di setiap level Kontribusi Level
Fixed Effect
Intercept
ICC (%)
Level 1
59,70
Intercept 1
0,1690
Intercept 2
0,2504
Level 2
1 1 ,82
Intercept l
0,1690
Intercept 2
0,0002
Dalam tabel 20 terlihat adanya peran pada level I dan level 2 terhadap kejadian gizi buruk pada balita. Pada tabel 2 1 menggambarkan besamya peran setiap faktor pada setiap level terhadap kejadian gizi buruk pada anak balita.
Pada level 1 mempunyai peranan 59,70%
terhadap kejadian gizi buruk pada balita, arti 59, 70% kejadian gizi buruk pada balita akibat infeksi yang dialamai balita, pola pengasuhan yang salah dan sanitasi. keluarga yang buruk, karena perbedaan wilayah tinggal (perbedaan kabupaten). Untuk level 2 besamya peran terabadap kejadian gizi buruk sebesar 1 1,82%, artinya 1 1 ,82 k�jadian gizi buruk pada balita disebabkan karena perencanaan dan kinerja program kesehatan yang tidak baik, .
karena perbedaan wilayah tinggal (perbedaan kabupaten).
69
kabupaten yang mempunyai perencanaan kesehatan yang baik.
Begitu
pula dengan kinerja program kesehatan pada kabupaten dengan kinerja yang kurang baik mempunyai risiko 3,01
mengalami
gizi buruk
dibandingkan dengan balita yang tinggal di kabupaten dengan kinerja yang baik.
71
-
--
-
=--= -
-
--- -
BAB IV PEMBAHASAN 4.1.
Gambaran Sampel Dari penelitian ini ditemukan proporsi balita gizi buruk sebesar 5,0% sedikit lebih besar dari proporsi yang ditemukan dalam Riskesdas 2010. Dari
seluruh
balita yang
menjadi
sampel
sebagian
besar
pemah
mengalami penyakit infeksi, penyakit infeksi yang danalisis adalah diare, ISPA, pneumonia dan Tuberculosa. sampel
sebagian
Dilihat dari latar belakang keluarga
besar balita berasal dari
keluarga dengan
status
ekonomi, sanitasi, akses pelayanan kesehatan, akses infonnasi yang baik. Sedangkan faktor yang sangat memegan� peranan yaitu pola pengasuhan sebagian besar balita tidak mendapatkan pola pengasuhan yang mernadai hal
ini
sejalan
dengan
rendahnya
pengetahuan
ibu
tentang
pola
pengasuhan. Bila ditinjau dari kasus balita gizi buruk, sebagian besar balita yang mengalami gizi buruk pernah menderita penyakit infeksi, walaupun sebagian besar balita gizi buruk tersebut tinggal pada lingkungan sanitasi yang baik namun karena medapatkan pola pengasuhan yang kurang baik maka kejadian gizi buruk masih mungkin terjadi. Pada balita gizi buruk yang ditemukan dalam penelitian ini sebagian besar akses pada pelayanan kesehatan dan informasi cukup baik, walaupun pengetahuan ibu tentang pola pengasuhan masih rendah, namun tingkat pendidikan mereka cukup .
baik (minimal tamat SMP).
4.2.
Pengaruh Kontekstual Terhadap Kejadian Gizi BurukPada Banta Setelah dilakukan analisis secara bertingkat pada level 1 faktor yang berperan terhadap kejadian gizi buruk pada anak balita adalah pengalaman menderita penyakit infeksi, keadaan sanitasi keluarga dan pola pengasuhan yang. diterima balita. Pada level
2 yang
faktor perencanaan dan kinerja program kesehatan.
berperan adalah
Balita yang sering
terserang penyakit infeksi, hjdup pada lingkungan sanitasi yang tidak sehat dan memperoleh pola pengasuhan yang tidak memadai mempunyai
72
risik:o mengalami gizi buruk 1 8,47 kali lebih besar dibandingkan dengan balita yang .jarang terkena penyakit infeksi, Jingkungan sanitasi yang baik, dan mendapatkan pola pengasuhan yang baik.
Sedangkan pada
balita yang tinggaJ di wilayah yang memiliki perencanaan dan kinerja program gizi yang buruk mempunyai risiko 7,40 kali lebih besar untuk mengalam i gizi buruk. Dari kedua tenman tersebut menunjuk:kan bctapa perencanaan dan kimerja pada satuan kerja kesehatan ditingkat kabupaten cukup mcmegang penman terhadap kejadian gizi buruk. Pada anal isis berjenjang ini tidak hanya besarnya risiko dari faktor yang diduga bcrpengaruh, tapi diketalmi besamya peran pada tiap level terhadap kejadian gizi buruk pada balita.
Besamya peran level I
terhadap kejadian gizi buruk sebcsar 59,70% dan besamya peran level 2 terhadap kejad ian gizi buruk sebesar 1 1 ,82%, artinya variasi kejadian gizi buruk pada balita 59, 70% di scbabkan karena perbedaan individu dan latar belakang keluarga dengan faktor yang berpengaruh adalah kejadian infoksi, kondisi sanitasi keluarga dan pola asuh keluarga terhadap balita. Sedangkan l 1 ,82% variasi kejadian gizi buruk terjadai karena perbedaan wilayah tinggal (kabupaten yang berbeda), jauh lebih kecilnya perbedaan besarnya kontribusi level 2 dibandingkan level 1 karena faktor yang paling dekat dcngan balita adalah rumah tangga sehingga faktor rumah tangga Jebih dominan menjadi penyebab kejadian gizi buruk, selain itu kecilnya kontribusi level 2. karena pengarnh tcrhadap
balita tidak
g
lan.gsung dan berjenjang ada 2 level yang ju a berkontribusi pada level kontekstual yaitu level kecamatan dan desa.
73
BAB V KESIMPULAN SARAN
5.1. Kesimpulao 1.
Proporsi balita gizi buruk yang ditemukan dalam penelitian sedikit lebih tinggi dari temuan Riskesdas 2010.
2.
Level
1 dan level 2 mempunyai kontribusi terbadap k�jadian gizi buruk
pada balita
3. Level 1 mempunyai kontribusi lebih besar dari pada level 2. 4.
Faktor yang
berkontribusi
pada
level
1
adalah,
penyakit
infoksi,
lingkungan sanitasi keluarga, dan pola asuh 5 . Faktor yang berkontribusi pada level 2 adalah perencanaan dan kinerja program kesehatan ditingkat satuan kc1ja pcrangkat daerah kabupaten
6.
Pada level I faktor yang mempunyai kontribusi paling besar adalah pola pengasuhan
7.
Pada level 2 faktor yang mempunyai kontribusi lebih besar adalah kinerja.
5.2. Saran 1.
Oleh karena faktor pola pengasuhan mempunyai kontribusi paling_ besar, penyuluhan tcntang pola pengasuhan yang baik menjadi agenda utama, baik penyuluhan secara langsung di posyandu, puskesmas atau fasilitas kesehatan lain, baik melalui tcnaga keschatan maupun kader yang telah dibina. Atau penyuluhan tidak langsung m�lalui media massa, spot TV, radio maupun internet.
2. Tak kalah pcntingnya dalam penekanan kejadian gizi buruk pada balita adalah kinerja dari SKPD scktor keschatan.
Untuk mencapai kenerja
yang baik faktor SOM dan fasilitas yang mcnunjang hcndaknya jadi perhatian utama
74
---
DAFTAR PUSTAKA
Jahari, Ahas Basuni. (2002). Penilaian Status Gizi Berdasarkan Antropometri (Bera:t Badan dan Tinggi Badan). Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi clan Makanan-Departemen Kesehatan RI. Kementerian Kcsehatan RJ. (2011). Keputusan Mentcri Kesehatan R.epublik Indonesia Nomor: 1 995/MENKES/SK/XU/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian &'tatus Gizi Anak. Jakarta: DirektoratJenderal Bina Gizi dan Kesehatan [bu dan Anak-Kementerian Kesehatan, 201 l/d D.eparatcmen Keschatan RI. (2003). Dizi dalam Angka. Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat-Direktorat Jendral Bina Kesehat.an Masyarakat Departemen Kesehatan TU. (2008). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) fndonesia tahun 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kcsehatan departemcn Kesehatan RI. Direktorat Gizi Masyarakat. (2000). Buku Panduan Pengelolaan Program Perbaikan Gizi Kabupaten/Kota. Jakarta: Departemen Kcsehatan. WHO. (2004). Inheriting The World The Atlas OfChildren's Health and The Environment. Geneva: World Health Organization.
Pelletier, et. AII. ( 1 995). The Effect ofMalnutrition on Chil.d Mortality in Developing Countries. Bulletin of the World Health Organization 1 995, 73(4): 443-448. Blossner, M; and Mercedes de Onis. (2005). Malnutrition Quant!fYing The llecilth Impact At National and Lo/ca.I Levels. Geneveva: World Health Organiza tion. UNICEF. (1990). Stratew For Improved Nutrition OfChildren And Woman in Developing Countries. New York: United Natons i Children 's Fund
Chandra ( 1985). Malnutrition anda lmmune Responses. Annales Nestle 1985, 43:5- 1 8. Amelia, L Karyadi, S Muljati,. A J .amid. ( 1995). Dampak Kekurangan Gizi Terhadap Keccrdasan Anak SD Pasca Pemulihan Gizi Buruk. Penelitian Gi;ci darr Makanan 1995, 1 8 : J0-16 Amelia, L Karyadi, S Muljati, A Lamid, Sandjaja, Dan OS Puspitasari. 1996). Pola Asuh Belajar dan Prestasi Belajar Anak SD Pasca Pemulihan Gizi Buruk. P:enelitian Gizi dan Makana.n, 1 9:56-63 Winick, M, Pedro Rosso. (1 969). The Effect of Severe F.arJy Malnutrition on Cellular Growt of Human Brain. Pediat. Res. 3: I 8 1 - 1 84 (1969).
75
Grantham, S, McGregor. (1995). A Riview of Studies ofthe Effect of Severe Malnutrition on Mental Development. The Journal of Nutrition. 1995,
125:223J&-223 &8. The World Bank, (2006). Repositioning Nutrition as Central to Development, A Strategyfor Large-Scale Action. Washington, DC USA. 2006 FAO, (2005). Protect ing and Promoting Good Nutrition in Crisis and Recovery. Caraca11a-Italy. 2005. Tabor, S, Soekirman, Drajat Martianto. (2000) . Keterk.aitan Antara Krisis Ekonomi, Kemiskinan, Ketahanan Pangan dan Keadaan Gizi. UPI, Jakarta. 20
Faktors Causing Malnutrition Pakistan Journal of
Among Under Five Children in Bangladesh. Nutrition, 2006. 5 (6): 558-562.
Heryanto, Yayat. (2009). Materi Ajar Proses Perencanaan Pangan dan Gizi. lnstitut Pertani<m Bogor. Bogor, 2009. Maxwel , Simon ( 1 992). HouseJwld Food Security: Measurements. Unicef, 1 992. Muhilal" Fasli Jalal, Hardinsyah
..
(1998).
Concepts, Jndikators,
Angka Kecukupan Gizi Yang
Dianjurkan. Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI, 1998. Badan Pcrencanaan Pembangunan Nasional. (20 07). Recana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2006 -- 2010. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Twisk, Jos. (2006). Applied Multilevel Analysis. Cambridge, 2006. Ariawan, Iwan. (2009). Bahan Ajar Multilevel AnaUsis. Jurusan B-iostatistik Fakultas Kesehatan Masyara.kat-Universitas lndonesia. Depok, 200�. Anderson, N. (200'4). Encyclopedia of Health and Behavior.
Thousand Oaks
London-New Delhi. 2004. 602-609.
76
- --
Bingenheimer, J, Stephen W Raudenbush.
(2004). Statistikal and Substantive Inferences in Public Bea/th: Issues in the Application of Multilevel Models. Annual Review ofPublic Health: 2004: 25, Health and Medical Complete pg. 53-77.
Bickel, R. (2007).
Multilevel Analysis for Applied Research
Dt..-wan
Pangan,
London. 'fhe Guilford Press. 2007 . Ketahanan
Programme,
Departetnen
Pertanfan
Rl
dan
New York
World
Food
World
Food
(2005). Peta .Kerawanan Pangan Indonesia 2005. Jakarta:
Oepartemen Pertan ian R I .dan World food Programme. Ketahanan
Dewan
Programme,
Pangan,
Departemen
Pertanian
dan
RJ
(2007). Peta Kerawanan Pangan mdonesia 2007. Jakarta:
Depa.rtemerr Pertania:n Rl dan World food Programme. Hadan Pusat Statistik.
(2008).
Data dan lnfonnasi Kemiskinan Tahun 2008.
Badan Pusat Statistik.
(2009).
Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2009.
Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik., Jakruia .
Lubis, Rusdiyanto Perspcktif
.
(2010) Analisis Wilayah Rawan Pangan dan Gizi Dalam
Prencanaan
Wilayah.
Pertauian Bngor. Bogor 2010.
Ariawan, lwan
Sekol,ah
Pasca
fnstitut
Sarjana
(1998). Besa.r dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan.
Jurusan Biostal:istik dan Kependudukan, Fakultas Kesehata.J1 Masyarakat,
Universitas Ind(Htesia.. Anonim. Persagi
(1990). 1990.
Sarnsudin.
Semiloka Antropornetri.
Gizi Indonesia
XfV (2)
Jakarta,
(1990). Peranan Antropometri Dalam Menegakkan Diagnosa Konis (2). Jakarta, 1 990. ·
dan Sosial Pediatri. Gizi Indonesia XV
Departemen Kesehatan Rf.
(2009).
Kapankah Masalah ini Berakhir?.
Buku
Salcu. Jakarta, 2009 Sihadi.
(2007). Gizi Buruk Pada Anak Ba.lita.. M<-lialah Kedokteran UKJ. Tahun XXV, Oktober�Descmber 2007.
Badan Ketahamm Pangan� K em en trian Pertanian, (201 l).
Satandar Pelayanan
Minimal (SPM) Bidang Ketahanan Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota
Jakarta,
201 1.
77
Pusat Promosi
Kesehcrum dan Radan Litbangkcs, Departem"il Kcschatan RL (2006). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Indonesia 2004. Jakarta,
2006. Pusat Promosi K1�si; )hat.an, Depar temen Kesehatan RT. (2008). Panduan Promosi Kesehatan dalam Pencapaian Pet'ilaku Hidup Bersih dan Sehat Tatanan
Ru.mah Tangga. Jakarta, 2008.
Pusat Promosi Kesehatan,
Departemen Kesehatan RT.
(2008). Pedoman
Pengclolaan Promosi Kesehatan dalam Pencapaian Perilaku Hidup Bersih da11 Sehat. Jakarta, 2008. Pusat Promosi Kesehatan, Departemen
Kcsehatan RI. Bekei:ia Sama
Dengan
T I M Peuggerak PKK Pusat. (2009). Panduan Pembinaan dan Penilaian
Pedlaku Hi.dup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga Melalui Tim Penggerak PK K . Jakarta, 2009.
J>usat Promosi Kesehatan., Departemen Kesehata.o RI. Bekerja Sama Dengan TlM Penggerak PKK Pusat. (2008). Pedoman Pelatihan Pembinaan Perilak.u Hidup Bersih dan Sehat di Rurnah Tangga. Jakarta, 2008.
e
Direktorat Jend111 l Bina. Gizi Masyarakat, Direktorat Jenderal Bina K sehatan Masyarakat,
Depart-emen Kesebatan Rl .
Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi). Jakat-t.a,
Djrektorat Jendral Bina Gizi Masya ak at r
,
(2007). Pcdoman Stratcgi- KIE
2007.
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan
Masyarakat, Departemcn Kesehatan Rl. (2007). Pedoman
Pendamping.an Kelu.arga Mentiju KadarLi. Jakarta, 2007. Departemen Dalam Negeri, RepubHk Indonesia. (J 999). Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 4 1 1 .3/536/SJ. Tanggal 3 :rvtaret 1 999- tcn tang Revitalisa..<Ji Pos Pelayanan Terpadu. Jakarta, 1 99'9'. Departemen Kcsel:mtan Republik fndonesia (2004). gcputusan Menteri Ke..<;,;ehatan Republ ik Indonesia No I W/Menkes/11/2004. Tentang Kebijak-an Dasar Pusat Kesehamn M.a.syarakat. Jakarta, 2004. Fakultas Kesehtan
Masyarakat, Universit.as Indonesia. (2000).
Aplikas.i Metode
Kualitatif dalam Penel itian Kesehatan. Dcpok� 2000.
Faisa� Sanapiah. ( l990). Penelitian Kualitatif Dasa:r-Dasar dan Apli kasi
.
YA3
Malang, 1990. Moleong, Lexy. (1991 ). Metodologi Penelitian Kuatitatif. Remaja Rosdakarya, Bandung,
1991.
78
Bogor,
20Januari2012
Menyetujui Pusat Teknologi Terapan dan
Ketua PPI
iologi Klinik
Pusat Teknologi Terapan dan Epidemiologi Klinik
)r. Siswanto, MHP.
llP 196005271988031001
Ketua Pelaksana
�ri Poe "i Ha toety Djaiman
�IP 196309291989032002
-
- -- ---"
D . Basuki Budiman NIP 195303011978031001