2015
LAPORAN KINERJA KEMENTERIAN KEUANGAN
LAPORAN KINERJA
Kementerian Keuangan 2015
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR
ii iv viii
DAFTAR GRAFIK
ix
PENGANTAR
xii
RINGKASAN EKSEKUTIF
xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
1
A.
LATAR BELAKANG
4
B.
TUGAS, FUNGSI, DAN STRUKTUR ORGANISASI
5
C.
MANDAT DAN PERAN STRATEGIS
8
D.
SISTEMATIKA LAPORAN
13
BAB 2
ii
PERENCANAAN KINERJA
14
A.
RENCANA STRATEGIS
16
B.
RENCANA KERJA, RENCANA KERJA DAN ANGGARAN, DAN KONTRAK KINERJA
19
C.
PENETAPAN/ PERJANJIAN KINERJA
19
D.
PENGUKURAN KINERJA
24
BAB 3 AKUNTABILITAS KINERJA
28 30
A.
CAPAIAN KINERJA ORGANISASI
B.
REALISASI ANGGARAN
145
C.
KINERJA LAIN-LAIN
147
BAB 4 PENINGKATAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN KEUANGAN
158
BAB 5 PENUTUP
166
LAMPIRAN DAFTAR PENGHARGAAN
174
PERNYATAAN REVIU OLEH INSPEKTORAT JENDERAL
177
iii
DAFTAR TABEL, GAMBAR, DAN GRAFIK
DAFTAR TABEL
BAB 1 1.1
Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan
BAB 2 2.1
Sasaran Strategis dan IKU
BAB 3 3.1
Nilai Kinerja Organisasi Berdasarkan Perspektif
3.2
Capaian IKU pada Sasaran Strategis Kebijakan Fiskal yang Prudent guna Mendukung Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif
3.13
iv
Capaian IKU pada Sasaran Strategis Pemenuhan Layanan Publik
Customs Clearance Time Dwelling Time
3.24
Capaian IKU pada Sasaran Strategis Formulasi Kebijakan Fiskal yang Berkualitas
Pusat yang Optimal 3.31
Capaian IKU Indeks Opini BPK atas LKPP Pemerintah Pusat
v
3.39
Pembibitan dalam Penghitungan Williamson Index
3.41
Capaian IKU pada Sasaran Strategis Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan yang optimal
3.48
Hasil Penerbitan Islamic
Perdana Internasional
Intelijen dan Penyidikan
vi
yang tergintegrasi
belanja per Unit Eselon I
DAFTAR GAMBAR
BAB 1 1.1
Bagan Struktur Organisasi Kementerian Keuangan
1.2
Peran Strategis Kementerian Keuangan Dalam Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Negara
vii
BAB 2
BAB 3
DAFTAR GRAFIK
BAB 1
Dwelling Time “Time To Import”
viii
3.19
Capaian IKU Persentase Hasil Penyidikan yang dinyatakan lengkap
ix
BAMBANG P.S. BRODJONEGORO Menteri Keuangan
Laporan Kinerja (LKj) Kementerian Keuangan merupakan perwujudan pertanggungjawaban atas kinerja pencapaian visi dan misi Kementerian Keuangan pada Tahun Anggaran 2015. Penyusunan LKj Kementerian Keuangan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah, serta Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2015-2019 sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 466/KMK.01/2015. Kementerian Keuangan sebagai unsur pelaksana pemerintah sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 Tentang Kementerian Keuangan mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dan kekayaan negara. Selama tahun 2015 Kementerian Keuangan telah melaksanakan berbagai program dan kegiatan sebagaimana tertuang dalam peta strategis Kementerian Keuangan Tahun 2015 yang diterjemahkan dalam Kontrak Kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2015 yang terdiri dari 25 Indikator Kinerja Utama (IKU). Dalam LKj Kementerian Keuangan ini akan dijabarkan perbandingan antara realisasi pencapaian IKU tahun 2015 dengan kontrak kinerja tahun 2015, serta beberapa kinerja lainnya yang telah dicapai oleh Kementerian Keuangan.
sangat dinamis, tugas pengelolaan keuangan negara dirasakan semakin berat dan penuh tantangan.
x
Walaupun demikian, dengan dimotivasi oleh visi dan misi
Pencapaian target tersebut merupakan cermin dari para
yang telah ditetapkan aparatur Kementerian Keuangan
stakeholders yang selama ini berkontribusi terhadap
senantiasa berupaya untuk mengatasi segala tantangan
penerimaan negara yang dihimpun melalui unit-unit di
tersebut, sehingga tugas yang diemban dapat diselesaikan
lingkungan Kementerian Keuangan. Cerminan pelayanan
sesuai dengan harapan.
yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan terhadap stakeholders ditunjukkan oleh persepsi mereka terhadap
Dari hasil pengukuran kinerja, Nilai Kinerja Organisasi
Kementerian Keuangan saat dilakukan survey kepuasan
(NKO) Kementerian Keuangan telah mencapai 107,42.
pengguna layanan yang hasilnya berupa indeks kepuasan
Nilai tersebut berasal dari capaian kinerja pada masing-
sebesar 4,06 dari target sebesar 4,02 dari skala likert 5.
masing perspektif yaitu stakeholders perspective, customers
Hasil survei yang positif ini diharapkan akan meningkatkan
perspective, internal process perspective, dan learning and
citra Kementerian Keuangan di mata stakeholders sebagai
growth perspective.
pengguna layanan.
Pada tahun 2015, pencapaian strategis Kementerian
Akhir kata, semoga laporan kinerja ini dapat memenuhi
Keuangan di bidang pendapatan negara mencapai 85,4%
harapan
dari rencana dalam APBNP Tahun 2015. Sementara itu,
masyarakat atas mandat yang diemban dan kinerja yang
untuk realisasi belanja negara tahun 2015 mencapai 90,5%
telah ditetapkan dan sebagai pendorong peningkatan
dari pagu belanja negara dalam APBNP 2015.
kinerja organisasi Kementerian Keuangan.
sebagai
pertanggungjawaban
kami
kepada
MENTERI KEUANGAN
BAMBANG P.S. BRODJONEGORO
Pengantar
xi
RINGKASAN EKSEKUTIF Rencana Strategis
Dalam mencapai visi dan misi, Kementerian 2015, merupakan perwujudan transparansi dan
Keuangan menetapkan 7 (tujuh) tujuan yang
akuntabilitas
akan dicapai dalam tahun 2015-2019 yaitu: (i)
Kementerian
Keuangan
dalam
melaksanakan tugas dan fungsi serta penggunaan merupakan wujud dari kinerja dalam pencapaian visi dan misi, sebagaimana yang dijabarkan dalam tujuan/sasaran strategis, yang mengacu kualitas perencanaan penganggaran, pelaksanaan
pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai Kementerian Keuangan telah menetapkan Visi yaitu “Kami akan menjadi penggerak utama
governance, dan penguatan kelembagaan.
di abad ke-21”. Dalam mencapai visi tersebut, Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas
Untuk menunjang pencapaian tujuan strategis Keuangan
selalu
berusaha
melaksanakannya
secara
berdasarkan
sistem
manajemen/
Balanced Scorecard
transparan dan akuntabel, serta berlandaskan stakeholder, customer, internal process dan learning keterbukaan.
and growth (dua belas) sasaran strategis, 1 (satu) sasaran
Untuk mewujudkan visi tersebut, Kementerian
strategis diantaranya merupakan bagian dari
Keuangan mempunyai 5 (lima) misi yaitu (1)
stakeholder perspective, 2 (dua) sasaran strategis pada customer perspective, 5 (lima) sasaran
cukai yang tinggi melalui pelayanan prima dan sasaran strategis learning and growth perspective.
mempertahankan
xii
talent
terbaik
di
kelasnya
target jangka menengah serta memelihara
pencapaian sasaran strategis, diukur dengan menghadapi tantangan yang cukup berat. Namun Measureable, Agreeable, Realistic, Time-bounded -nya maka secara umum
dan Continously Improved
masih
relatif terjaga. Hal tersebut tercermin dari realisasi Kinerja Organisasi (NKO) tahun 2015 sebesar
sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan mengalami tekanan pada sisi pendapatan namun
realisasi belanja negara masih mampu mencapai
sudah sesuai dengan target yang ditetapkan,
eksternal yang uncontrollable, namun demikian
terjaga walaupun mengalami tekanan yang cukup berstatus merah (tidak memenuhi ekspektasi)
Ringkasan Eksekutif
xiii
Dalam
rangka
menjaga
dan
meningkatkan Kementerian
Keuangan
telah
berjalan
baik
walaupun masih diperlukan penyempurnaan. lingkungan sampling, Focused
Kementerian serta
Keuangan
melakukan
survei
secara Strategy
Organization
dapat memberikan gambaran yang mendalam
dilakukan evaluasi dan action plan yang relevan.
di Kementerian Keuangan. Ruang lingkup reviu
kinerja, sangat membantu Kementerian Keuangan
cascading dan alignment, perencanaan kegiatan terkait pencapaian sasaran strategis/ berjalan sesuai mekanisme yang telah ditetapkan. dan evaluasi. masing-masing unit.
xiv
halaman kosong
Ringkasan Eksekutif
xv
2
BAB 1
PENDAHULUAN
Laporan Kinerja Kementerian Keuangan Republik Indonesia Tahun 2015
-
Pendahuluan
3
PENDAHULUAN Laporan Kinerja Kementerian Keuangan
A.
LATAR BELAKANG
Kementerian Keuangan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 Tentang Kementerian Keuangan mempunyai tugas yang sangat strategis dalam pemerintahan Republik Indonesia. Hal ini karena Kementerian Keuangan merupakan ekonomi makro seperti penganggaran dan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan
untuk melaksanakannya dengan prudent sesuai dengan prinsip-prinsip good governance sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Salah satu azas penyelenggaraan good governance yang tercantum dalam UndangUndang Nomor 28 Tahun 1999 adalah azas akuntabilitas yang menentukan
kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
2015 dalam rangka melaksanakan misi dan mencapai visi Kementerian Keuangan
alat untuk mendapatkan masukan bagi stakeholders
Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas
Instansi Pemerintah.
4
B.
TUGAS, FUNGSI DAN STRUKTUR ORGANISASI
urusan di bidang keuangan dan kekayaan negara dalam pemerintahan untuk membantu
pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah.
integrated type holding type organization Kementerian Keuangan memiliki instansi vertikal terbesar dan tersebar di seluruh
Pendahuluan
5
STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KEUANGAN
MENTERI KEUANGAN WAKIL MENTERI KEUANGAN
GAMBAR 1.1 Bagan Struktur Organisasi Kementerian Keuangan
INSPEKTORAT JENDERAL
STAF AHLI
DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
PUSAT KEPATUHAN INTERNAL KEPABEANAN DAN CUKAI
6
DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA
PUSAT SISTEM INFORMASI DAN TEKNOLOGI KEUANGAN
SEKRETARIAT JENDERAL
DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO
PUSAT PEMBINAAN PROFESI KEUANGAN
BADAN KEBIJAKAN FISIKAL
PUSAT ANALISIS DAN HARMONISASI KEBIJAKAN
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
PUSAT LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK
Pendahuluan
7
membentuk workforce
sebagaimana tertuang dalam Peta Strategi Kementerian Keuangan tahun 2015 learning and growth.
C.
MANDAT DAN PERAN STRATEGIS
Kementerian Keuangan mempunyai peran yang strategis yaitu pengelola keuangan dan kekayaan negara. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor
Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah pada hakekatnya adalah pemerintahan.
PRESIDEN GAMBAR 1.2 Peran Strategis Kementerian Keuangan Dalam Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Negara
8
CHIEF FINANCIAL OFFICER (CFO) BENDAHARA UMUM NEGARA
MENTERI KEUANGAN
CHIEF OPERATIONAL OFFICER (COO) PENGGUNA ANGGARAN/BARANG
MENTERI TEKNIS
Prinsip ini perlu dilaksanakan secara konsisten
mekanisme checks and balances serta untuk 1. dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. 2.
1. 2.
4. 5. negara yang telah ditetapkan dengan Undang6. 1. 8. 2. Undang-Undang.
Pendahuluan
9
Keuangan
secara
langsung
mendukung
4
4.
5. 6.
8. 9. Keuangan bertindak selaku leading sector dalam
Restorasi Sosial Indonesia.
berikut.
TABEL 1.1 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan NO. 1.
NAWA CITA
SASARAN
Menghadirkan Kembali Negara untuk Melindungi Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman pada Seluruh Warga Negara Negara Maritim
Kerjasama Global dan Regional
Menguatnya keamanan laut dan daerah perbatasan dalam rangka menjamin kedaulatan dan integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta mengamankan sumber daya alam dan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE).
Kegiatan Pelaksanaan Pengawasan dan Penindakan Atas Pelanggaran Peraturan Perundangan, Intelejen dan Penyidikan Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai
1. Meningkatnya peran dan kepemimpinan Indonesia di tingkat global G-20 dan APEC;
Kegiatan Perumusan Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral
2. Meningkatnya pelaksanaan kerjasama pembangunan Selatan-Selatan dan Triangular;
10
KEGIATAN PRIORITAS
NO.
NAWA CITA
KEGIATAN PRIORITAS
SASARAN 3. Menguatnya peran Indonesia regional.
3. Kegiatan Pelaksanaan Pengawasan dan Penindakan Atas Pelanggaran
pengelolaan perdagangan
Kawasan Pedesaan
-
Peningkatan Kualitas
6.
Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing Di Pasar Internasional
Menyediakan dukungan
-
Kegiatan Pengelolaan Dukungan
lainnya.
Pendahuluan
11
NO.
NAWA CITA
Ekonomi Nasional Melalui
SASARAN
KEGIATAN PRIORITAS
1. Meningkatnya nilai tambah komoditas mineral dan pertambangan di dalam negeri; 2. Terlaksananya kegiatan pertambangan yang memenuhi persyaratan teknis dan lingkungan (sustainable mining), baik untuk perusahaan besar maupun pertambangan rakyat
7.
Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakkan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik Meningkatnya daya saing sektor keuangan nasional ditopang oleh ketahanan dan stabilitas sistem keuangan yang sehat, mantap dan
Negara
Sektor Keuangan
negara dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan serta mendorong strategi industrialisasi dalam rangka transformasi ekonomi dengan tetap mempertahankan keberlanjutan mobilisasi penerimaan negara dan peningkatan kualitas belanja Negara serta optimalisasi pengelolaan risiko pembiayaan/utang.
Standarisasi dan Bimbingan
Organisasi;
an dan Evaluasi di Bidang Keuangan Transfer ke Daerah, Informasi Keuangan Daerah;.
Daerah dan Dana Desa;
12
-
D.
SISTEMATIKA LAPORAN
1. BAB I Pendahuluan strategic issued organisasi. 2. bersangkutan.
A.
organisasi. B. Realisasi Anggaran Pada sub bab ini diuraikan realisasi anggaran yang digunakan dan yang telah
4. Kementerian PAN dan RB atas evaluasi AKIP Kementerian Keuangan Tahun 2014. 5. Bab V Penutup langkah di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk meningkatkan
6. Lampiran lain-lain yang dianggap perlu
Pendahuluan
13
14
BAB 2
PERENCANAAN KINERJA
Laporan Kinerja Kementerian Keuangan Republik Indonesia Tahun 2015
Perencanaan Kinerja
15
PERENCANAAN KINERJA Laporan Kinerja Kementerian Keuangan
A.
RENCANA STRATEGIS
Keuangan, dalam perannya sebagai pengatur dan pengelola keuangan negara, berperan sebagai
Kementerian
sebagai
dalam mendorong pembangunan
pengelola dan pengurus keuangan negara memiliki
nasional di masa depan. Melalui manajemen
peran penting dalam mendukung pembangunan
pendapatan dan belanja negara yang proaktif,
nasional dan menjaga pertumbuhan ekonomi
Kementerian
yang sehat. Sebagai
dan
kekayaan
Keuangan
dari
negara,
mengembangkan
bertindak
Kementerian
Keuangan
pengelolaan
Keuangan
mengarahkan
menggerakkan
perekonomian
negara
menyongsong masa depan.
administrasi
yang bijak dan penggunaan dana publik yang
Pertumbuhan
efektif. Kementerian Keuangan juga melakukan
mengindikasikan
pengawasan end-to-end atas keuangan negara,
pembangunan yang diarahkan oleh Kementerian
dimulai
Keuangan akan menghasilkan dampak yang
dari
pengelolaan
dan
peningkatan
ekonomi bahwa
yang
inklusif
pertumbuhan
dan
merata di seluruh Indonesia, hal ini akan tercapai hingga perumusan dan penjaminan pelaksanaan
melalui koordinasi yang solid antar pemangku
anggaran pendapatan dan belanja negara.
kepentingan dalam pemerintahan serta melalui
Sebagai
bagian
dari
upaya
pengelolaan
administrasi
penggunaan
dana
publik, program
pengembangan dan
Menekankan abad ke-21 sebagai periode waktu
tuntutan
yang menunjukkan bahwa Kementerian Keuangan
atas perbaikan kinerja dan pelayanan
menyadari peran yang dapat dan harus dijalankan
Kementerian
yang
publik
Keuangan
Transformasi
bijak
serta
menjalankan
Kelembagaan
yang
merupakan kelanjutan dari reformasi birokrasi. Dalam
konteks
ini
Kementerian
di dunia modern, dengan menghadirkan teknologi informasi serta proses-proses yang modern guna mewujudkan peningkatan yang berkelanjutan.
Keuangan
kembali menyempurnakan visi kementerian yang
Dalam
berorientasi pada outcome serta mencerminkan
Keuangan
peralihan dari pola pikir lama yang berorientasi
mencerminkan kegiatan inti dan mandatnya dengan
kepada kepatuhan dan proses.
lebih baik. Misi Kementerian Keuangan yaitu:
Menteri
Keuangan
telah
menetapkan
visi
rangka juga
pencapaian
visi,
memperbarui
Kementerian misinya
agar
1. Mencapai tingkat kepatuhan pajak, bea dan
Kementerian Keuangan yaitu:
cukai yang tinggi melalui pelayanan prima dan penegakan hukum yang ketat;
“Kami
akan
menjadi
penggerak
utama
pertumbuhan ekonomi Indonesia yang inklusif di abad ke-21”
2. 3. Mengelola neraca keuangan pusat dengan risiko minimum; 4. Memastikan dana pendapatan didistribusikan
Penggerak utama berarti bahwa Kementerian
16
Menarik dan mempertahankan talent terbaik di kelasnya dengan menawarkan proposisi
mendukung
pertumbuhan
ekonomi
yang
nilai pegawai yang kompetitif.
inklusif dan berkeadilan serta medorong strategi reindustrialisasi dalam transformasi ekonomi
Capaian
Kementerian
Keuangan
atas
arah
dengan tetap mempertahankan keberlanjutan negara dan peningkatan kualitas belanja Negara
baik. Hal ini terlihat dari realisasi pendapatan
serta optimalisasi pengelolaan risiko pembiayaan/
negara yang terus meningkat dari tahun ke
utang dan peningkatan kualitas pengelolaan
tahun yang disertai dengan peningkatan kualitas
kekayaan negara.
pelayanan. Selain itu, tingkat realisasi belanja pemerintah juga terus mengalami peningkatan
Tujuan Kementerian Keuangan untuk periode
yang terkendali. Dari sisi pelayanan terhadap
1.
, tingkat kepuasan
atas
pelayanan yang diberikan Kementerian Keuangan juga terus menunjukkan tren positif dari tahun ke tahun terlihat dari hasil
lembaga
independen yang dilakukan setiap tahunnya.
2. Optimalisasi reformasi
penerimaan
administrasi
negara
dan
perpajakan
serta
reformasi kepabeanan dan cukai; 3. Pembangunan sistem Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang handal untuk optimalisasi penerimaan negara;
Namun demikian, masih terdapat beberapa
4. Peningkatan
kualitas
perencanaan
hal yang masih perlu ditingkatkan baik dalam
penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan
pencapaian arah kebijakan dan strategi maupun
transfer ke daerah;
dalam pelayanan. Selain itu, beberapa masalah/
Peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan
tantangan baik internal maupun eksternal masih harus diwaspadai sehingga menjadi potensi bagi Kementerian Keuangan untuk terus mendorong peningkatan kinerja serta pelayanan kepada dalam pelaksanaan tugas dan fungsi
negara dan pembiayaan anggaran; 6. Peningkatan
pengawasan
di
bidang
kepabeanan dan cukai serta perbatasan; Kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan , dan penguatan kelembagaan. Untuk mendukung pencapaian tujuan agar terukur
Sesuai dengan Rencana Strategis Kementerian
dan dapat dicapai secara nyata, Kementerian
Keuangan, telah ditetapkan tujuan lima tahun
Keuangan menetapkan 16 sasaran strategis. Sasaran strategis Kementerian Keuangan untuk
Perencanaan Kinerja
17
1. Sasaran Strategis yang ingin dicapai dalam
adalah optimalisasi pengawasan dalam rangka mendukung
adalah:
fungsi
serta melaksanakan fungsi sebagai border
a. Meningkatkan
;
management.
b. Terjaganya rasio utang pemerintah;
7. Sasaran Strategis yang ingin dicapai dalam
c.
tujuan kesinambungan reformasi birokrasi,
2. Sasaran Strategis yang ingin dicapai dalam
perbaikan
,
tujuan optimalisasi penerimaan negara dan
kelembagaan adalah:
reformasi
a. Organisasi yang
administrasi
perpajakan
serta
reformasi kepabeanan dan cukai adalah:
b. SDM yang kompetitif;
a. Penerimaan pajak negara yang optimal;
c.
b. Penerimaan negara di sektor kepabeanan
;
informasi
manajemen
yang
d. Peningkatan kepercayaan publik terhadap
Percepatan waktu penyelesaian proses kepabeanan (
penguatan
terintegrasi;
dan cukai yang optimal; c.
Sistem
dan
pengelolaan keuangan kementerian.
) untuk
mendukung upaya penurunan rata-rata
Sasaran Strategis Kementerian Keuangan di atas
dwelling time.
akan dicapai melalui 11 (sebelas) Program yang
3. Sasaran Strategis yang ingin dicapai dalam
dilaksanakan oleh masing-masing unit eselon I
tujuan pembangunan sistem Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang handal
program tersebut adalah:
untuk optimalisasi penerimaan Negara adalah
1. Program
Sistem pelayanan PNBP yang optimal.
Dukungan
Pelaksanaan
4. Sasaran Strategis yang ingin dicapai dalam
Manajemen
Tugas
Teknis
dan
Lainnya
Kementerian Keuangan;
tujuan peningkatan kualitas perencanaan
2.
penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan
3. Program
transfer ke daerah adalah:
Peningkatan
dan
Pengamanan
Penerimaan Pajak;
a.
4. Program yang berkualitas;
Pengawasan,
Pelayanan,
dan
Penerimaan di Bidang Kepabeanan dan Cukai;
b. Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah
Program
Pengelolaan
Perbendaharaan
Negara; 6. Program tujuan
peningkatan
kualitas
pengelolaan
kekayaan negara dan pembiayaan anggaran adalah: a. Pengelolaan
kekayaan
negara
yang
18
Peningkatan
Kualitas
Hubungan
Keuangan Pusat dan Daerah; Program
6. Sasaran Strategis yang ingin dicapai dalam kepabeanan dan cukai serta perbatasan
Negara,
8. Program Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko;
b. Pembiayaan yang aman untuk mendukung
tujuan peningkatan pengawasan di bidang
Kekayaan
Pelayanan Lelang; 7. Program
optimal;
Pengelolaan
Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara, dan
Pengawasan
dan
Peningkatan
Program Perumusan Kebijakan Fiskal; dan 11. Bidang Keuangan Negara.
B.
RENCANA KERJA, RENCANA KERJA
Kinerja
DAN ANGGARAN, DAN KONTRAK
Keuangan. Keputusan Menteri Keuangan ini
KINERJA
mengatur sistem pengelolaan kinerja pada
di
Lingkungan
Kementerian
level organisasi dan pegawai menggunakan Dengan memperhatikan rancangan awal Rencana
(BSC). Kontrak kinerja
Kerja Pemerintah (RKP) dan berpedoman pada
untuk level organisasi dimulai sejak tahun
Renstra,
Kementerian
Keuangan
menyusun
Rencana Kerja (Renja) yang memuat kebijakan,
semua
pegawai
Kementerian
Keuangan
program, dan kegiatan yang meliputi kegiatan pokok serta kegiatan pendukung untuk mencapai sasaran hasil sesuai program induk. Renja dirinci menurut indikator keluaran, sasaran keluaran
kontrak kinerja telah melalui koordinasi
pada tahun rencana, prakiraan sasaran tahun
beberapa
berikutnya, lokasi, pagu indikatif sebagai indikasi
Perencanaan dan Keuangan, Biro Organisasi
unit
kerja
seperti
Biro
pagu anggaran, serta cara pelaksanaannya. dan Harmonisasi Kebijakan. Sinergi ini menghasilkan yang telah ditetapkan, Kementerian Keuangan
dokumen
perencanaan,
penganggaran dan pelaporan kinerja yang terintegrasi dengan strategi organisasi dan juga sekaligus mempunyai indikator kinerja
program, kegiatan dan sasaran kinerja, serta
selaras pada semua dokumen tersebut.
rincian anggaran. Informasi pendanaan dalam
C. lain: output, komponen input, jenis belanja, dan
PENETAPAN/PERJANJIAN KINERJA
kelompok belanja. Penetapan/perjanjian Dalam rangka mencapai strategi organisasi dan
kinerja
merupakan
pelaksanaan Peraturan Presiden Republik
meningkatkan kinerja, Kementerian Keuangan juga telah melaksanakan penandatangan kontrak kinerja bagi semua pegawai. Kontrak kinerja merupakan
dokumen
kesepakatan
Pemerintah dan sesuai dengan Peraturan
antara
pegawai dengan atasan langsung yang berisi pernyataan kesanggupan untuk mencapai IKU dengan target tertentu. Penyusunan kontrak
Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu
kinerja dimulai dari level pejabat tertinggi sampai ke pelaksana berdasarkan tugas dan fungsi serta
Dokumen
perjanjian
kinerja
merupakan
IKU yang cascade dari atasan.
dokumen yang berisikan penugasan dari pimpinan instansi yang lebih tinggi kepada
Penyusunan
kontrak
berdasarkan
Keputusan
kinerja
dilakukan
pimpinan instansi yang lebih rendah untuk
Menteri
Keuangan
melaksanakan
program/kegiatan
yang
disertai dengan indikator kinerja.
Perencanaan Kinerja
19
PETA STRATEGI Kementerian Keuangan
Stakeholder Perspective
Visi
Customer Perspective
1
prudent
3
Internal Process Perspective
4
Learning and Growth Perspective
2
9
kebijakan
5
6
10
7
8
11
12
dikelompokkan dalam empat perspektif yaitu menjadikan kontrak kinerja sebagai dokumen penetapan
kinerja.
Kontrak
kinerja
,
pejabat
. Sasaran strategis dirumuskan
eselon I dan II berisikan Peta Strategi yang terdiri
dari visi dan misi organisasi serta tugas dan fungsi
dari kumpulan beberapa sasaran strategis yang
utama unit kerja serta kondisi terkini organisasi.
PERJANJIAN KINERJA
20
, dan
kewenangan yang dimiliki oleh pejabat yang memuat 12 Sasaran Strategis (SS). Sasaran-
bersangkutan. Semakin tinggi level organisasi atau
sasaran strategis tersebut adalah sebagai berikut:
kewenangan yang dimiliki pejabat terkait, semakin
1.
bersifat outcome atau impact. Semakin rendah
guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif;
posisi pejabat/pegawai yang bersangkutan, IKU
2. Pemenuhan layanan publik;
yang dimiliki semakin bersifat aktivitas atau input.
3. Kepatuhan pengguna layanan yang tinggi; 4.
Kualitas IKU juga sangat tergantung kepada Pengelolaan neraca pemerintah pusat yang
besarnya
optimal;
Semakin besar
IKU terhadap pencapaian SS. IKU terhadap pencapaian
6. Belanja dan transfer yang optimal;
SS, semakin bernilai exact. Sebaliknya, semakin
7. Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan
kecil
yang optimal;
IKU terhadap pencapaian SS,
semakin bersifat
8. Penegakan hukum yang efektif;
. IKU pada level Menteri
(Kemenkeu-Wide) sudah berbentuk output atau
Sumber Daya Manusia yang kompetitif;
outcome.
Organisasi yang kondusif;
targetnya sangat dominan dipengaruhi oleh
11. Sistem informasi manajemen yang terintegrasi;
Bahkan
beberapa
IKU
pencapaian
pihak eksternal seperti Rasio penerimaan negara
12. Pelaksanaan anggaran yang optimal. dan Indeks kepuasan pengguna layanan. Pencapaian sasaran strategis diukur dengan Indikator
Kinerja
Utama
(IKU).
Penyusunan
IKU disesuaikan dengan level organisasi atau
Keterkaitan antara sasaran strategis dan IKU serta target IKU dapat disajikan dalam tabel berikut.
TABEL 2.1 Sasaran Strategis dan IKU
INDIKATOR KINERJA
SATUAN
TARGET
%
-2,90*
%
25
%
12
Sasaran Strategis 1
Sasaran Strategis 2
1,5
Perencanaan Kinerja
21
INDIKATOR KINERJA
SATUAN
TARGET
%
63
4a Tingkat akurasi proyeksi asumsi makro
%
100
4b Deviasi proyeksi APBN
%
5
Indeks
4 (WTP)
%
95
6a Akurasi Perencanaan APBN
%
95
6b Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga
%
70
Indeks pemerataan keuangan antar daerah
Indeks
0,74
6d Deviasi antara rencana dan realisasi penyerapan anggaran K/L
%
15
Indeks
4 (WTP)
%
95
8a Persentase hasil penyelidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (P21)
%
51
8b Persentase tindak lanjut temuan pelanggaran kepabeanan dan cukai
%
80
%
88
Indeks
22
Sasaran Strategis 3 Kepatuhan pengguna layanan yang tinggi 3a Rata-rata persentase kepatuhan pengguna layanan Sasaran Strategis 4
Sasaran Strategis 5 Pengelolaan neraca pemerintah pusat yang optimal 5a Indeks opini BPK atas LKPP 5b Persentase akurasi perencanaan kas pemerintah pusat Sasaran Strategis 6 Belanja dan transfer yang optimal
6c
Sasaran Strategis 7 Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan yang optimal 7a Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap 7b Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan Sasaran Strategis 8 Penegakan hukum yang efektif
Sasaran Strategis 9 Sumber Daya Manusia yang kompetitif 9a Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan 9b Nilai peningkatan kompetensi SDM
22
INDIKATOR KINERJA
SATUAN
TARGET
Indeks
75 (skala 100)
%
85
%
100
Indeks
4 (WTP)
%
95
Sasaran Strategis 10 Organisasi yang kondusif 10a Indeks kesehatan organisasi 10b Persentase implementasi inisiatif Transformasi Kelembagaan Sasaran Strategis 11 Sistem informasi manajemen yang terintegrasi 11a Persentase integrasi TIK Kementerian Keuangan Sasaran Strategis 12 Pelaksanaan anggaran yang optimal 12a Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 15 dan LK BUN 12b Persentase penyerapan anggaran dan pencapaian output belanja
Dalam rangka menjamin tercapainya sasaran strategis agar lebih optimal, maka Kementerian Keuangan melakukan penyesuaian pada beberapa
memberikan kewenangan kepada Menteri
IKU. Penyesuaian yang dilakukan diantaranya
Keuangan untuk melakukan perubahan
Perubahan IKU dan Target IKU, Penetapan IKU Baru, dan Penghapusan IKU.
kondisi perekonomian global, target IKU ini diubah kembali sesuai pasal 6 PMK No.
1. Perubahan IKU dan Target IKU a) IKU “Rasio penerimaan negara terhadap Yang
Diperkirakan
Melampaui
Target
menjadi IKU “Rasio penerimaan pajak tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan sejalan dengan target Renstra Kemenkeu yang ditetapkan pada tanggal 27 Maret b)
Renstra Kemenkeu yang ditetapkan pada
Perencanaan Kinerja
23
diperhitungkan dan dianggap sebagai kinerja setahun. c)
IKU “Rasio utang terhadap PDB” dengan
D. (IKU 1b) sejalan dengan target Renstra
PENGUKURAN KINERJA
Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan
Kemenkeu yang ditetapkan pada tanggal (NKO) diperoleh melalui serangkaian penghitungan 2. Penetapan IKU Baru
dengan menggunakan data target dan realisasi IKU
a)
yang tersedia. Dengan membandingkan antara data target dan realisasi IKU, akan diperoleh
b) IKU
“Persentase
kinerja
pelaksanaan
indeks capaian IKU. Penghitungan indeks capaian
anggaran Kmenterian/Lembaga” dengan
IKU perlu memperhitungkan jenis polarisasi IKU yang berlaku yaitu
c) IKU “Persentase tindak lanjut temuan pelanggaran
kepabeanan
dan
cukai”
, dan
stabilize. Ketentuan penetapan indeks capaian IKU adalah: 1)
3. Penghapusan IKU
2)
IKU “Deviasi antara rencana dan realisasi
3) Ketentuan IKU maximize dan minimize yang
penyerapan anggaran K/L” tidak lagi diukur
realisasinya tidak memungkinkan melebihi
pada level Kemenkeu-Wide pada triwulan II
target:
sesuai dengan Renstra yang ditetapkan pada
a. Indeks capaian dapat dikonversi menjadi
kualitas
perencanaan
membandingkan
anggaran
rencana
dan
dengan
kualitas, waktu atau biaya; (ii) jumlah IKU
realisasi
yang dapat dikonversi tersebut adalah
anggaran dari sisi jumlah nominal. IKU ini kurang dapat menggambarkan tugas dan tanggung
Keuangan
berlaku kelipatan); (iii) memprioritaskan
dalam hal perencanaan anggaran karena
IKU cascading peta strategi (CP), kemudian
IKU ini melihat kualitas perencanaan dari sisi
IKU cascading non peta (C), di atas IKU non
penyerapan,
cascading (N), dalam pemilihan IKU yang
anggaran
jawab
Kementerian
dimana
K/L
kendali
berada
di
penyerapan luar
kendali
Kemenkeu. Oleh karena itu, agar penyerapan
dikonversi; b. Penghitungan
indeks
capaiannya
anggaran diukur dengan lebih tepat maka IKU
ditetapkan sebagai berikut: (i) apabila
ini digantikan dengan IKU 6a dan 6b. Namun,
realisasi IKU sama dengan target, dimana
mengingat periode penilaian IKU ini sudah
target yang ditetapkan merupakan target maksimal yang dapat dicapai maka indeks
maka kinerja pada triwulan tersebut tetap
24
capaian IKU tersebut dikonversi menjadi
tersebut tidak dilakukan konversi (menggunakan rumus perhitungan polarisasi). 4) Formula penghitungan indeks capain IKU untuk setiap jenis polarisasi adalah berbeda, sebagaimana penjelasan berikut: 1) Polarisasi Maximize Pada polarisasi maximize, kriteria nilai terbaik pencapaian IKU adalah realisasi yang lebih tinggi dari target, dengan formula: “Indeks Capaian IKU =
Realisasi Target maximize
formula yang digunakan:
2) Polarisasi Minimize Pada polarisasi minimize, kriteria nilai terbaik pencapaian IKU adalah realisasi yang lebih kecil dari target, dengan formula:
menggunakan bantuan skala konversi sebagai berikut: Realisasi 0 Terbaik
Realisasi Terburuk
100
Indeks Capaian IKU
0
Perencanaan Kinerja
25
Formula yang digunakan adalah: Indeks Capaian IKU =
realisasi terburuk - realisasi realisasi terburuk
3) Polarisasi Stabilize Pada polarisasi stabilize, kriteria nilai terbaik pencapaian IKU adalah realisasi yang berada dalam suatu rentang tertentu dibandingkan target, dengan formula:
In+1 - In-1
In = In-1 +
Indeks Capaian
In
= Indeks capaian
In-1
= Indeks capaian dibawahnya
100
120
In+1
= Indeks capaian diatasnya
Ca
= Capaian awal
90
100
Cn
= Capaian, dengan ketentuan:
Capaian
67.5
75
45
50
22.5
0
26
cn+1 - cn-1
(Cn - Cn-1)
25
Cn
n
Cn-1
= Capaian dibawah Cn
Cn+1
= Capaian diatas Cn
= Ca
0
Hijau
Kuning
Merah
(memenuhi ekspektasi)
(belum memenuhi ekspektasi)
(tidak memenuhi ekspektasi)
halaman kosong
Perencanaan Kinerja
27
28
BAB 3
AKUNTABILITAS KINERJA
Laporan Kinerja Kementerian Keuangan Republik Indonesia Tahun 2015
Akuntabilitas Kinerja
29
AKUNTABILITAS KINERJA Laporan Kinerja Kementerian Keuangan
A.
CAPAIAN KINERJA ORGANISASI
Pengukuran capaian kinerja Kementerian Keuangan tahun 2015 dilakukan dengan cara membandingkan antara target (rencana) dan realisasi Indikator Kinerja Utama (IKU) pada masing-masing perspektif. Dari hasil pengukuran kinerja tersebut, diperoleh data bahwa capaian Nilai Kinerja Organisasi (NKO) Kementerian Keuangan adalah sebesar 107,42 Nilai tersebut berasal dari capaian kinerja pada masing-masing perspektif sebagaimana tampak pada Tabel 3.1. Kinerja
Kemenkeu
tahun
2015
mengalami
BOBOT
NILAI
STAKEHOLDER
25%
104,08
CUSTOMER
15%
114,94
INTERNAL PROCESS
30%
110,51
LEARNING AND GROWTH
30%
103,36
berstatus kuning, dan 1 IKU berstatus merah.
107,42
Penjelasan capaian IKU untuk setiap sasaran strategis
PERSPECTIVE
NILAI KINERJA ORGANISASI
peningkatan Peningkatan
dibandingkan tersebut
tahun dapat
sebelumnya. digambarkan
Selama tahun 2015, dari 25 IKU Kementerian Keuangan, terdapat 21 IKU berstatus hijau, 3 IKU
adalah sebagai berikut.
TABEL 3.1 Nilai Kinerja Organisasi Berdasarkan Perspektif
1.
Sasaran Strategis 1: Kebijakan Fiskal yang prudent
107.42
guna
mendukung
pertumbuhan
ekonomi yang inklusif.
105.46 104.61
memiliki
peran
strategis
dalam
pengelolaan
101.8
dalam alokasi pendapatan dan belanja pemerintah dalam APBN memiliki pengaruh yang besar terhadap 2012
2013
GRAFIK 3.1 NKO Kemenkeu Tahun 2012-2015
2014
2015
alokasi sumber daya dalam perekonomian yang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, redistribusi pendapatan dan stabilitas perekonomian. Dengan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dan
30
prudent. prudent berdasarkan prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan ditetapkan secara konsisten sesuai peraturan perundang-undangan berdasarkan profesionalisme dan itikad baik, dengan tujuan menjaga keamanan, kestabilan dalam rangka mendukung daya saing ekonomi.
3 (tiga) Indikator Kinerja Utama (IKU), yang masing-masing pencapaiannya ditabulasikan dalam tabel 3.2. TABEL 3.2 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Kebijakan Fiskal yang Prudent guna Mendukung Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif
SS 1. Kebijakan Fiskal yang Prudent guna Mendukung Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif Indikator Kinerja
Target
Realisasi
Realisasi
-2,90%
-2,56%
111,72
25,00%
27,28%
90,87
12,00%
13,16
109,63
Uraian mengenai ketiga IKU tersebut adalah sebagaimana berikut ini. a.
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan perbandingan antara nilai
IKU ini dianggap semakin baik apabila aktual/realisasi IKU lebih kecil dari target (minimize). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 Negara, dan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah, serta Jumlah Kumulatif
Akuntabilitas Kinerja
31
Pinjaman Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah dinyatakan bahwa jumlah tahun bersangkutan. Sebagai dampak adanya perlambatan ekonomi global yang berpengaruh terhadap
adanya perubahan target di dalam Undang-Undang APBN ini, maka pengukuran IKU ini menggunakan target yang ada di dalam Undang-Undang APBN Tahun 2015 yang merupakan peraturan yang lebih tinggi dari Renstra Kementerian Keuangan.
Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015 Dan Tambahan Pembiayaan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015, yang mendasarkan pada Undang-Undang
TABEL 3.3 terhadap PDB 2015
32
T/R
Q1
Q2
Sm.I
Q3
s.d. Q3
Q4
Y-15
Target
-
-
-
-
-
-2,9%
-2,9%
Realisasi
-
-
-
-
-
-2,56%
-2,56%
Capaian
-
-
-
-
-
111,72
111,72
Pol / KP
Min/TLK
Realisasi APBN-P tahun 2015 s.d. Desember 2015, disampaikan dalam Tabel 3.4. TABEL 3.4 Realisasi APBN-P tahun 2015 per 22 Januari 2016
Uraian (triliun rupiah)
2014 APBNP
2015
LKPP Audited
%thd APBNP
APBNP
Realisasi Sementara
%thd APBNP
(22 Jan 2016)
A.
PENDAPATAN NEGARA I. PENDAPATAN DALAM NEGERI 1. Penerimaan Perpajakan 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak II. PENERIMAAN HIBAH
1,635.4 1,663.1 1,246.1 386.9 2.3
1,550.5 1,545.5 1,146.9 398.6 5.0
94.8 94.6 92.0 103.0 216.5
1761.3 1758.3 1489.3 269.1 3.3
1,504.5 1,494.1 1,240.4 253.7 10.4
85.4 85.0 83.3 94.3 314.9
B.
BELANJA NEGARA I. BELANJA PEMERINTAH PUSAT 1. Belanja K/L 2. Belanja non K/L II. TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA 1. Transfer ke Daerah 2. Dana Desa
1,876.9 1,280.4 602.3 678.1 596.5 596.5
1,777.2 1,203.6 577.2 626.4 573.7 573.7
94.7 94.0 95.8 92.4 96.2 96.2
1984.1 1319.5 795.5 524.1 664.6 643.8 20.8
1,796.6 1,173.6 724.7 448.9 623.0 602.2 20.8
90.5 88.9 91.1 85.7 93.7 93.5 100.0
C.
KESEIMBANGAN PRIMER
(106)
(93,3)
87.9
(66,8)
(136,1)
203.8
(241,5) (2,40)
(226,7) (2,25)
93.9
(222,5) (1,9)
(292,1) (2,56)
131.3
241.5 254.9 (13,4) (0,0)
248.9 261.2 (12,4) 22.2
103.1 102.5 91.9
222.5 242.5 (20) 0,0
318.1 307.8 10.4 26.1
143.0 126.9 (51,9)
D. SURPLUS/ (DEFISIT) ANGGARAN (A-B)
E.
PEMBIAYAAN ANGGARAN (I+II) I. PEMBIAYAAN DALAM NEGERI KELEBIHAN/ (KEKURANGAN) PEMBIAYAAN ANGGARAN
Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi, kinerja APBN-P tahun 2015 juga menghadapi tantangan yang cukup berat. Namun demikian kuatnya komitmen -nya (UU No.17 tahun 2013 tentang Keuangan Negara) maka secara umum
rasio utang yang terjaga dalam batas
masih
yaitu 27 persen PDB. Adapun
secara lengkap pencapaian kinerja APBN-P tersebut berasal dari: 1) dari APBN-P 2015, sebagai berikut: (i) Perlambatan pertumbuhan ekonomi berdampak pada kurang optimalnya
Akuntabilitas Kinerja
33
(ii) Dalam rangka optimalisasi penerimaan
3) Realisasi
pembiayaan
anggaran
sebesar
perpajakan pemerintah telah melakukan
Rp318,1 triliun utamanya dipengaruhi oleh :
berbagai terobosan kebijakan (
(i) Realisasi penerbitan Surat Berharga Negara (neto) melebihi pagu di APBN-P 2015,
sepenuhnya optimal namun terobosan kebijakan
tersebut
akan
(ii) Penarikan pinjaman luar negeri sebesar
memperkuat (iii)
(iii) Rendahnya ICP dan kurang optimalnya pencapaian
minyak
tambahan
pembiayaan
terutama
yang
berdampak
bersumber dari utang, namun pengelolaan
kurang optimalnya realisasi penerimaan
utang masih senantiasa memenuhi aspek
negara bukan pajak (PNBP) yaitu sebesar
kehati-hatian dan tetap menjaga rasio utang dalam batas
(27 persen PDB).
4) pendapatan
namun
Pemerintah
tetap
terus membayangi pelaksanaan
APBN-P
2015.
Perlu
upaya
berkomitmen untuk menjaga agar program-
perbaikan mengingat
program prioritas tetap terlaksana secara
telah berlangsung selama tiga tahun sejak
negatif
optimal. Hal tersebut ditunjukan pada realisasi belanja
negara
masih
mampu
mencapai
terus berlanjut dapat berpotensi menganggu
dalam APBN-P 2015. Adapun rincian realisasi belanja sebagai berikut:
5)
(i) Realisasi belanja pemerintah pusat sebesar rendah dibandingkan dengan tahun 2014
triliun. APBN-P 2015 lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal yang
, namun demikian
Hal ini mengindikasikan bahwa ditengah terjaga walaupun mengalami tekanan yang cukup kuat. Dalam menghadapi tantangan tersebut, pemerintah
masih
tetap
berkomitmen
Kementerian Keuangan telah mengupayakan
untuk mempercepat penyerapan belanja
langkah-langkah untuk mengatasi kendala yang
produktif untuk mendukung pembangunan
dihadapi, antara lain dengan:
infrastruktur.
1.
(ii) Realisasi transfer ke daerah dan Dana Desa
pelaksanaan
APBNP
2015
menyampaikan optimalnya pendapatan negara.
34
serta untuk
2. Fiskal) dan menyampaikan kepada Sekretariat FKSSK.
sejalan dengan perkembangan perekonomian Indonesia serta penetapan APBN pada tahun-tahun selanjutnya dengan tetap menjaga konsistensi pencapaian target
pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada kurang optimalnya pencapaian pendapatan negara terutama peneimaan perpajakan, sementara pada sisi belanja pemerintah tetap menjaga agar belanja prioritas tetap dapat dilaksanakan secara
PDB (dibawah 3 persen PDB). 2010
2011
2012
2013
2014
0,0 (50,0)
2015 APBN-P
2015
% (0,0)
(46,8)
(100,0) (0,73)
(1,0)
(84,4)
GRAFIK 3.2
(150,0) (1,14)
(153,3)
(200,0)
(250,0)
(2,0) (1,86)
(211,7) (2,33)
(226,7) (2,25)
(300,0)
(222,5) (1,90)
(292,1) (2,56)
(3,0)
% to PDB
Akuntabilitas Kinerja
35
Rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menunjukkan kemampuan suatu negara dalam memenuhi pembayaran utangnya dengan barang dan jasa yang dihasilkan. Semakin rendah rasio utang terhadap PDB pada suatu negara menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki risiko yang lebih rendah dalam pengelolaan utangnya dan meminimalisasi risiko gagal bayar. IKU ini bertujuan untuk mengukur kemampuan ekonomi Indonesia dalam membayar utang baik pinjaman dalam negeri maupun pinjaman luar negeri. Oleh karena itu, pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang lebih rendah dari target (minimize), dimana capaian yang makin rendah dari target adalah capaian yang diharapkan. Rasio utang terhadap PDB dihitung dengan membandingkan antara jumlah utang yang dimiliki suatu negara dengan jumlah PDB. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, serta Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa jumlah kumulatif pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Perhitungan realisasi IKU Rasio Utang terhadap PDB adalah:
= =
Rp 11.357,2 triliun
Pada tahun 2015, realisasi utang terhadap PDB melampaui target yang ditetapkan
dalam UU APBNP tahun 2015, dimana terdapat kenaikan kebutuhan pembiayaan
36
memenuhi kebutuhan belanja modal (termasuk infrastruktur) tahun 2015 sebesar
11,357
12,000
9,525
10,000 8,000
30%
10,543
8,616
27.3%
7,832
6,864
24.9%
6,000
24.5%
25%
24.7%
4,000
23.1%
23.0%%
2,000 0
20% 2010
2011 Utang
2012 PDB
2013
2014
2015*)
GRAFIK 3.3 Rasio Utang Terhadap PDB Tahun 2010-2015
Rasio total Utang thd. PDB (RHS)
Selain itu, realisasi ini disebabkan oleh peningkatan pembiayaan melalui utang, pelemahan nilai tukar rupiah, serta pelambatan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pembiayaan utang disebakan oleh kebijakan pemerintah untuk mendorong percepatan penyediaan infrastruktur, sehingga berdampak pada peningkatan
tahun 2015. Peningkatan juga disebabkan oleh pelemahan nilai tukar rupiah. Nilai tukar rupiah terhadap USD
Akuntabilitas Kinerja
37
125
GRAFIK 3.4 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
120 15,000
115
110
13,000
105
11,000
100
USD/IDR
EUR/IDR
JPY/IDR
PDB nominal sebesar Rp11.357 triliun, sedangkan PDB nominal yang dipergunakan untuk perhitungan indikator ini sebelumnya adalah sebesar Rp11.700 triliun.
ini masih relatif prudent apabila dibandingkan dengan rasio utang terhadap GDP di
GRAFIK 3.5 Rasio Utang terhadap PDB Indonesia dan Berbagai Negara
300 250 200 150 100 50
Sumber: IMF, World Economic Outlook Database, Oktober 2015 & Kementerian Keuangan, diolah
38
Australia
Chile
South Africa
United States
Malaysia
Colombia
Japan
Italy
Poland
Germany
Brazil
India
Thailand
2015
United Kingdom
2005
Turkey
Philippines
Indonesia
0
dibandingkan di negara berkembang.
Indonesia relatif rendah
dengan pengurangan yang tercepat/terbesar dibandingkan dengan negara lain termasuk negara maju. Apabila dibandingkan dengan data tahun 2005, rasio utang penurunan terbesar dibandingkan dengan negara-negara tersebut sebagaimana
300 246
250 200
186
150
133 105
102 81 59
53 36
27
44 44
89
47 51
38
32
51
56 48 41 32
56 42 7
United States
South Africa
Malaysia
Colombia
Japan
Italy
Poland
Brazil
Germany
Thailand
India
2015
United Kingdom
2005
Turkey
Indonesia
Philippines
0
18
Chile
48
69 70 67 71
65
36 11
Australia
100 50
GRAFIK 3.6 Perubahan Rasio Utang terhadap PDB Indonesia dan Berbagai Negara Tahun 2005 dan 2015
Sumber: IMF, World Economic Outlook Database, Oktober 2015.
Di samping itu, telah diupayakan pula langkah-langkah untuk mengatasi kendala yang dihadapi dalam mencapai target IKU Rasio utang terhadap PDB, antara lain dengan: 1. struktur portofolio utang (biaya dan risiko) yang optimal; 2. pinjaman dalam satu periode; 3. Fleksibilitas pembiayaan melalui utang dengan metode switching dari satu instrumen pembiayaan tunai ke instrumen pembiayaan tunai lainnya dengan memperhatikan biaya yang lebih menguntungkan; 4. Penerapan strategi front loading dalam penerbitan SBN, ditargetkan sebesar 5. Koordinasi secara berkala antara fungsi pembiayaan dengan fungsi penerimaan, fungsi belanja dan fungsi pengelolaan kas, dalam forum Komite
Akuntabilitas Kinerja
39
pemerintah Penjaminan
Pemerintah
dalam
pembiayaan
proyek
mengurangi
ketergantungan
daerah
tidak
memiliki
kewajiban
rangka
untuk memberikan data pajak daerah kepada
untuk
Kementerian Keuangan, maka penetapan rasio
pembiayaan
penerimaan pajak terhadap PDB tahun 2015 tetap
infrastruktur
melalui utang. Kemudian,
rekomendasi
rencana
aksi
yang
bea dan cukai, serta PNBP.
dilakukan ke depannya agar target rasio utang terhadap PDB dapat tercapai, yaitu: penerimaan pajak terhadap PDB, maka untuk 1. terhadap PDB dengan memperhatikan realitas
pajak terhadap PDB dalam pengelolaan kinerja
target pembiayaan utang dan asumsi makro
Kementerian
Keuangan
menggunakan
basis
penerimaan pajak serta bea dan cukai. Hal ini 2. Koordinasi
secara
berkala
antara
fungsi
pembiayaan dengan fungsi penerimaan, fungsi
terhadap PDB dalam arti sempit yang pengelolaan
belanja dan fungsi pengelolaan kas, dalam
capaiannya masih secara langsung di bawah kendali
forum Komite
Kementerian Keuangan.
c.
Berdasarkan
data
press
release
Kementerian
Rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dalam arti luas menunjukkan berapa
penerimaan negara pada tahun 2015 tersebut
besar rupiah kenaikan penerimaan pajak, bea
terdiri atas penerimaan perpajakan yang mencapai
dan cukai, serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP) akibat meningkatnya PDB sebesar satu rupiah. IKU ini bertujuan untuk mengukur besaran
T) dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP)
kontribusi penerimaan negara dalam mendorong
sebesar Rp 253,7 T. Penerimaan perpajakan tahun
pertumbuhan
dan
pembangunan
ekonomi
Indonesia. Pencapaian IKU ini dianggap semakin baik apabila aktual/realisasi IKU lebih besar dari target (
).
dari penerimaan PNBP tahun 2014 yang mencapai diperkirakan sebesar Rp11.357,2 T, Rasio Penerimaan
pajak terhadap PDB diperkirakan mencapai sebesar atau melebihi target yang ditetapkan tahun 2015,
40
T/R
Q1
Q2
Sm.I
Q3
s.d. Q3
Q4
Y-15
Pol / KP
Target
-
-
-
-
-
12%
12%
Realisasi
8,64%
9,57%
9,57%
9,34%
9,34%
13,16%
13,16%
Capaian
-
-
-
-
-
TABEL 3.5 Rincian Capaian Rasio Penerimaan Terhadap PDB
Max/TLK
109,63% 109,63%
TABEL 3.6 Rincian realisasi penerimaan Negara tahun 2015
Penerimaan Perpajakan (triliun rupiah)
2014 APBNP
2015
LKPP Audited
%thd APBNP
APBNP
Realisasi Sementara
%thd APBNP
(22 Jan 2016)
1.
PPh Migas
83.9
87.4
104.2
49.5
49.7
100.3
2.
Pajak Non-Migas a. PPh Non-Migas b. Pajak pertambahan nilai c. Pajak bumi dan bangunan d. Pajak Lainnya
998.5 486.0 475.6 21.7 5.2
897.7 458.7 409.2 23.5 6.3
90.8 94.4 86.0 108.0 121.5
1,244.7 629.8 576.5 26.7 11.7
1,011.1 552.6 423.7 29.3 5.6
81.2 87.7 73.5 109.6 47.5
3.
Bea dan Cukai a. Cukai b. Bea Masuk c. Bea Keluar
173.7 117.5 35.7 20.6
161.7 118.1 32.3 11.3
93.1 100.5 90.6 55.0
195.0 145.7 37.2 12.1
179.6 144.6 31.2 3.7
92.1 99.2 83.9 30.9
1,246.1
1,146.9
92.0
1,489.3
1,240.4
83.3
2014
2015
LKPP Audited
%thd APBNP
APBNP
Realisasi Sementara
241.1 211.7 29.4 23.6 0.6 5.0 0.3
240.8 216.9 24.0 19.3 0.8 3.7 0.2
99.9 102.5 81.4 81.8 130.3 73.7 86.5
118.9 81.4 37.6 31.7 0.6 4.7 0.6
102.3 78.4 24.0 18.8 0.9 4.2 0.1
86.0 96.3 63.8 59.5 151.2 88.2 13.7 101.9
TOTAL
PNBP (triliun rupiah)
APBNP
(22 Jan 2016)
%thd APBNP
a.
Penerimaan SDA 1) SDA Migas 2) Non Migas - Pertambangan Minerba - Panas Bumi - Kehutanan - Perikanan
b.
Pendapatan Bagi Laba BUMN
40.0
40.3
100.8
37.0
37.6
c.
PNBP Lainnya
85.0
87.7
103.3
90.1
78.5
87.2
d.
Pendapatan BLU
20.9
29.7
142.3
23.1
35.2
152.4
386.9
398.6
103.0
269.1
253.7
94.3
TOTAL
Sumber data: Badan Kebijakan Fiskal untk realisasi per 22 Januari 2016.
Akuntabilitas Kinerja
41
Pertumbuhan ekonomi tahun 2015 lebih rendah dibandingkan dengan asumsi dalam APBN-P tahun
pajak tahun ini lebih rendah dari tahun 2014
2015. Rendahnya pertumbuhan ekonomi tahun 2015, terutama rendahnya ekspor berdampak pada
rendahnya
terutama
penerimaan
penerimaan
realisasi ini masih menunjukkan pertumbuhan
perpajakan,
perpajakan
dari
sektor
industri pengolahan dan sektor pertambangan. Selain itu, lemahnya impor dan rendahnya harga-
menunjukkan
harga komoditas, khususnya CPO dan komoditas
setinggi pertumbuhan restitusi tahun 2014.
pertambangan,
Sampai dengan 31 Desember realisasi restitusi
juga
berdampak
pada
tidak
peningkatan
meskipun
tidak
tercapainya target penerimaan perpajakan. Di samping itu, telah diupayakan pula langkah-langkah untuk mengatasi kendala yang dihadapi, antara lain
sebesar Rp 84 triliun.
dengan: 1. Penyusunan rencana strategis pengamanan penerimaan tahun 2015 2. Optimalisasi penyiapan
pajak berada di bawah pertumbuhan alami,
pemanfaatan aplikasi
fungsi
Sejak triwulan II 2014 pertumbuhan realisasi
data
Agregat,
melalui
namun pada triwulan IV 2015 pertumbuhan
penajaman
realisasi pajak mengalami peningkatan yang
(CTA), dan
penyempurnaan proses bisnis matching data 3.
penerimaan pada triwulan IV ini tidak terlepas dari capaian
Pengamanan
yang telah
dilakukan DJP bersama para
-
nya khususnya pada bulan Desember. Posisi Ke depannya, diperlukan usaha dan upaya ekstra
realisasi penerimaan pada 30 November 2015
dari segenap unit di Kementerian Keuangan untuk meningkatkan realisasi penerimaan perpajakan
target pajak tahun 2015. Namun, sampai
pada tahun-tahun selanjutnya sehingga target Rasio
dengan 31 Desember 2015 realisasi penerimaan
dapat tercapai.
dari target. Hal ini menunjukkan bahwa pada bulan
Uraian mengenai penerimaan pajak adalah sebagai
Desember,
DJP
berhasil
membuat
capaian yang luar biasa dengan mengumpulkan
berikut: 1. Penerimaan Pajak
Dari
total
penerimaan
bulan
Desember
tersebut terdapat Optimalisasi Pembayaran Realisasi penerimaan pajak sampai dengan
Pajak (yang
merupakan
disimpulkan bahwa pertumbuhan
42
)
di bulan Desember 2015 dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 jauh tersebut harus menjadi catatan penting untuk pengamanan penerimaan di tersebut bisa dikatakan sangat minim. TABEL 3.7 Realisasi Penerimaan Pajak s.d. 31 Desember 2015
Realisasi s.d. 31 Desember 2015 No
Jenis Pajak
Realisasi 2014
APBN-P 2015
(1)
(2)
(3)
(4)
A
PPh Non Migas 1. PPh Ps 21 2. PPh Ps 22 3. PPh Ps 22 Impor 4. PPh Ps 23 5. PPh Ps 25/29 OP 6. PPh Ps 25/29 Badan 7. PPh Ps 26 8. PPh Final 9. PPh Non Migas Lainnya
B
PPN dan PPnBM 1. PPN Dalam Negeri 2. PPN Impor 3. PPnBM Dalam Negeri 4. PPnBM Impor 5. PPN/PPnBM Lainnya
C
PBB
D
Pajak Lainnya Total Non PPh Migas
E
PPh Migas Total termasuk PPh Migas
Target 2014-2015
2014
2015
(5)
(6)
(7)
2013-2014
2014-2015
2014
(8)
(9)=(7-6)/(6)
(10)
2015 (11)=7+4
458,735.21 105,650.67 7,256.21 39,453.96 25,517.23 4,704.50 149,299.78 39,446.48 126,804.50 88.84
629,838.35 126,848.27 9,646.44 57,123.73 33,478.95 5,215.08 220,873.59 49,778.95 126,804.50 65.84
37.30 20.06 32.94 44.79 31.20 10.85 47.94 26.19 45.22 (25,89)
458,735.21 105,650.67 7,256.21 39,453.96 25,517.23 4,704.50 149,299.78 39,446.48 126,804.50 88.84
552,313.84 113,853.42 8,418.13 40,334.92 27,741.65 8,248.21 184,600.91 49,396.99 119,556.87 162.64
9.83 17.18 6.13 8.59 14.90 7.33 (3,72) 26.84 22.00 135.22
20.40 7.76 16.01 2.23 8.72 75.33 23.64 25.23 36.92 83.07
94.39 99.98 91.23 92.38 98.04 91.40 82.18 119.98 104.10 204.62
87.69 89.76 87.27 70.61 82.86 158.16 83.58 99.23 94.28 247.04
409,181.63 241,145.82 152,303.94 10,241.38 5,335.61 154.87
576,469.17 338,192.39 207,509.79 19,348.56 10,751.94 666.49
40.88 40.24 36.25 88.93 101.51 330.34
409,181.63 241,145.82 152,303.94 10,241.38 5,335.61 154.87
423,945.27 279,819.98 130,601.77 9,258.35 3,988.53 276.65
6.36 6.34 9.58 (11,31) (26,72) 16.21
3.61 16.04 (14,25) (9,60) (25,25) 78.63
86.04 87.77 86.20 67.64 63.52 25.77
73.54 82.74 62.94 47.85 37.10 41.51
23,476.23
26,689.88
13.69
23,476.23
29,252.87
(7,23)
24.61
107.97
109.60
6,293.36
11,729.49
86.38
6,293.36
5,604.56
27.47
(10,94)
121.50
47.78
897,686.42 1,244,723.88
38.66
897,686.42 1,011,116.53
7.81
12.64
90.81
81.23
50,145.55
(1,47)
(42,66)
104.24
101.23
985,132.09 1,061,262.08
6.92
7.73
91.86
82.00
87,445.66
49,534.79
(43,35)
985,132.09 1,294,258.67
31.38
87,445.66
Sumber: Menu Kinerja Penerimaan Portal DJP, diakses tanggal 6 Januari 2016 pkl 21:00 WIB
Kinerja beberapa jenis pajak pada tahun 2015 ini menunjukkan perlambatan seiring dengan perlambatan ekonomi yang terjadi sepanjang tahun 2015, namun masih terdapat beberapa jenis pajak yang menunjukkan prestasi yang lebih baik dibandingkan tahun 2014.
Akuntabilitas Kinerja
43
1) Pajak Penghasilan (PPh)
2014. Pelemahan impor di tahun 2015
a. PPh Pasal 21 Pada
ini disebabkan oleh penurunan impor
tahun
2015,
target
penerimaan
komoditas utama yang dipengaruhi oleh melemahnya permintaan domestik baik
Peningkatan target tersebut tidak diiringi
dari
dengan pertumbuhan penerimaan PPh Pasal
(bahan baku/penolong). Namun demikian,
sisi
terdapat
konsumsi faktor
maupun
yang
turut
produksi menahan
PPh Pasal 21 ini tidak terlepas dari kebijakan
perlambatan penerimaan PPh Pasal 22
pemerintah mengenai penyesuaian besaran
Impor di tahun 2015 yaitu pelemahan nilai
Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang
tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika
berlaku mulai Tahun Pajak 2015.
Serikat yang masih bertahan pada level di atas Rp13.700/US$ 1.
b. PPh Pasal 22 Berbeda
dengan
realisasi
PPh
21,
d. PPh Pasal 23
penerimaan PPh Pasal 22 menunjukkan
Realisasi penerimaan PPh Pasal 23 selama
kinerja
dengan
tahun 2015 adalah sebesar Rp 27,74 triliun
pertumbuhan
realisasi tahun 2014. Dalam 5 tahun terakhir
tinggi
yang jika
cukup
baik,
dibandingkan
realisasi penerimaan PPh Pasal 23 selalu Pertumbuhan yang tinggi ini mulai terlihat
mengalami kenaikan, meskipun persentase
sejak bulan Agustus dimana pertumbuhan
pertumbuhan
y-o-y secara bertahap terus mengalami
dibandingkan dengan tahun 2014 yang
peningkatan setelah sebelumnya pada
mengalami lonjakan yang tinggi.
tahun
ini
menurun
semester I tumbuh negatif. Pertumbuhan positif ini diantaranya ditopang oleh kinerja penerimaan
dari
setoran
e.
Bendahara
Pemerintah (pajak atas transaksi belanja
Pribadi di tahun 2015 sangat memuaskan.
barang dan/atau modal) dan setoran PPh Pasal 22 sektor perdagangan non migas
memang sempat mengalami penurunan pada tahun 2012 hingga tahun 2014.
dengan Bendahara Pemerintah).
Namun, trend penurunan tersebut langsung berbalik menjadi sebuah peningkatan yang
c.
PPh Pasal 22 Impor Sementara itu, realisasi penerimaan PPh Pasal 22 Impor di tahun 2015 dipengaruhi oleh
aktivitas
impor
yang
mengalami
penurunan, dengan realisasi impor pada
44
periode s.d. November 2015 tumbuh
tersebut merupakan yang tertinggi selama
jika dibandingkan dengan tahun
empat tahun terakhir, dan juga yang
tertinggi dibandingkan pencapaian target jenis-jenis pajak lainnya di tahun 2015. triliun. Perlambatan kinerja beberapa sektor f.
ekonomi sepanjang tahun 2015 ditambah OP, capaian realisasi penerimaan PPh Pasal
mempengaruhi besaran capaian PPh Final di tahun ini. Realisasi pada tahun 2015 ini
tahun ke tahun. Realisasi penerimaan PPh pada periode yang sama di tahun 2014 yang hanya mencapai Rp 87,3 triliun. dari target PPh Badan tahun 2015. Namun, 2) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak tahun 2015 ini lebih tinggi dibandingkan realisasi tahun 2014 dengan pertumbuhan
a. PPN Dalam Negeri Realisasi penerimaan PPN Dalam Negeri di
Secara umum membaiknya penerimaan realisasi setoran tahunan yang tumbuh pertumbuhan penerimaan PPN DN tahun 2015 khususnya ditunjang oleh meningkatnya realisasi penerimaan yang baru terjadi di g.
akhir tahun. Hal tersebut tidak terlepas dari mulai membaiknya kondisi perekonomian Indonesia di triwulan IV tahun 2015. mengalami penurunan jika dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2014 sebesar
b. PPN Impor Penerimaan jenis pajak PPN Impor belum menunjukkan kinerja yang memuaskan
mempengaruhi
pertumbuhan
secara
Pengaruh harga migas, baik minyak mentah
umum. Namun kenaikan penerimaan PPh penurunannya yang cukup dalam. Dari sisi nilai tukar Rupiah selama tahun 2015.
penerimaan PPN Impornya, dua sektor penyumbang
h. PPh Final Realisasi penerimaan PPh Final mengalami
terbesar
yaitu
Industri
Pengolahan dan Perdagangan mengalami perlambatan yang masing-masing tumbuh
pertumbuhan yang positif selama lima tahun terakhir. Sampai dengan 31 Desember 2015 realisasi penerimaan PPh Final mencapai
Akuntabilitas Kinerja
45
c.
adanya dugaan para pelaku usaha masih membatasi pengeluaran karena dolar yang sampai akhir Desember 2015 tidak mampu
masih tinggi.
melebihi capaian tahun 2014, hal tersebut secara umum disebabkan oleh belum stabilnya
perekonomian
3) Pajak Lainnya
negeri
Sementara itu, pada pajak lainnya capaian
akibat mendapat tekanan bertubi-tubi dari
terbesar berasal dari meterai. Berdasarkan
bergejolaknya
serta
laporan penjualan benda meterai dari PT.
peran pemerintah yang memfungsikan
Pos Indonesia sampai dengan 30 Desember
perekomian
dalam dunia
2015 memperlihatkan adanya peningkatan pada fungsi regulerend. Adapun fungsi
penjualan
regulerend ini tercermin pada beberapa
keping) dibandingkan periode yang sama di
benda
aturan/kebijakan pemerintah yang masih
tahun
sebelumnya
meterai
(dalam
dengan
satuan
pertumbuhan
berlaku sampai saat ini dan menjadi penyebab
berkurangnya
pundi-pundi 2. Penerimaan Bea dan Cukai
aturan mengenai mobil murah dan ramah lingkungan/LCGC (
Sepanjang
tahun
2015,
penerimaan
),
beberapa jenis barang tertentu. dari bea masuk, bea keluar dan cukai sebesar d. Sama halnya dengan PPh 22 Impor dan
negara atas Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) dan PPN hasil tembakau (PPN HT) sebesar
sampai dengan akhir Desember 2015 sulit untuk mencapai target APBN-P 2015. Beberapa faktor yang menjadi penyebab Impor karena turunnya nilai impor dan
perpajakan sebesar Rp.1.235,8 Triliun.
TABEL 3.8 Realisasi Penerimaan Bea dan Cukai Per 31 Desember 2015
Pencapaian Target No 1 1
Jenis Penerimaan 2 BEA MASUK Bea Masuk Riil Bea Masuk DTP
2
46 3
CUKAI Hasil Tembakau Ethil Alkohol MMEA Pendapatan Cukai Lainnya BEA KELUAR
Target APBN-P 3
Realisasi s.d. 31 Des 2015 5
s.d. 31 Des 2015
Nominal
6 (5/4)
8 (5-4)
37.203.870,00 36.603.870,00
31.816.826,64 31.622.713,65
85,52% 86,39%
600.000,00
194.112,99
145.739.923,24 144.630.826,83 139.117.757,50 139.551.365,77 165.500,00 151.552,03 6.456.665,74 4.558.911,42
3.815.219,39
% 9 (8/4)
Realisasi s.d 31 Des 2014 10
(5.387.043,36) (4.981.156,35)
-14,48% -13,61%
32.964.984,94 32.715.492,72
32,35%
(405.887,01)
-67,65%
99,24% 100,31% 91,57% 70,61%
(1.109.096,41) 433.608,27 (13.947,97) (1.897.754,32)
31,65%
(8.237.800,51)
-68,35%
368.997,62 12.053.019,90
Pertumbuhan (y-o-y)
31 Desember 2015
Nominal
%
11 (5-10)
12 (11/10)
(1.148.158,30) (1.093.779,07)
-3,48% -3,34%
249.492,22
(55.379,23)
-22,20%
-0,76% 118.066.762,56 0,31% 112.847.376,47 -8,43% 271.081,23 -29,39% 4.907.278,37 41.026,49
26.236.093,14 26.703.989,30 (119.529,20) (348.366,95)
22,50% 23,66% -44,09% -7,10% 799,41%
(7.543.333,17)
-66,41%
11.358.552,56
Pencapaian Target No
Jenis Penerimaan
1 1
2
3
600.000,00
5
s.d. 31 Des 2015
Nominal
6 (5/4)
8 (5-4)
Realisasi s.d 31 Des 2014
% 9 (8/4)
10
Nominal
%
11 (5-10)
12 (11/10)
249.492,22
(55.379,23)
-22,20%
(1.109.096,41)
-0,76% 118.066.762,56
26.236.093,14
22,50%
433.608,27 (13.947,97)
0,31% 112.847.376,47 -8,43% 271.081,23
26.703.989,30 (119.529,20)
23,66% -44,09%
4.907.278,37 41.026,49
(348.366,95)
-7,10% 799,41%
11.358.552,56
(7.543.333,17)
-66,41%
-7,56% 162.390.300,05
17.544.601,68
11,01%
PPh Pasal 22 Impor
129.982.518,63 4.117.368,91 40.029.336,23
147.435.304,53 (17.452.785,90) 5.395.284,62 (1.277.915,71) 39.476.314,31 553.021,91
-11,84% -23,69% 1,40%
Sub Total PDRI
174.129.223,77
192.306.903.47 (18.177.679,70)
-9,45%
PPN Cukai HT
20.505.341,35
CUKAI Hasil Tembakau Ethil Alkohol MMEA Pendapatan Cukai
194.112,99
32,35%
(405.887,01)
145.739.923,24 144.630.826,83 139.117.757,50 139.551.365,77 165.500,00 151.552,03
99,24% 100,31% 91,57% 70,61%
(1.897.754,32)
-29,39%
3.815.219,39
31,65%
(8.237.800,51)
-68,35%
194.996.813,14 180.262.872,86
92,44%
(14.733.940,28)
6.456.665,74
BEA KELUAR
12.053.019,90
TOTAL
PPN Impor PPn BM Impor
Total Pajak TOTAL DJBC + PERPAJAKAN
Keterangan : 1. 2. 3. 4. 5.
4.558.911,42
-67,65%
368.997,62
Lainnya
3
Realisasi s.d. 31 Des 2015
Riil Bea Masuk DTP
2
Target APBN-P
Pertumbuhan (y-o-y)
31 Desember 2015
16.772.790,37
3.732.550,98
22,25%
194.634.565,12
209.079.693,84 (14.445.128,72)
-6,91%
374.897.437,98
371.469.993,90
3.427.444,09
0,92%
Data terakhir di update pada 6 Januari 2016Pk 09.00 WIB Sumber Data: MPO BMDTP 2015 belum ada SP2D telah dilakukan penyesuaian terhadap target APBN-P pada bulan September 2015 Target dan realisasi bea masuk termasuk Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BM-DTP.)
Sumber: Direktorat PPKC 173,73
dengan target yang tercantum dalam Rencana Strategis
131,06
195,00
155,82
144,46
153,15
94,82
161,97
180,26
131,21 114,52 79,83
target, jumlah penerimaan yang dibebankan kepada
118,79%
114,44%
110,10%
101,75%
93,23%
92,44%
DJBC selalu mengalami kenaikan setiap tahunnya.
2010
2011
2012
2013
2014
2015
Sementara dari sisi pencapaian, persentase capaian penerimaan tren-nya mengalami penurunan dari tahun ke tahun walaupun dari sisi nominal penerimaan DJBC mengalami peningkatan, sebagaimana terlihat pada
Target APBN-P
Realisasi
Sumber data : LAKIN DJBC Tahun 2010-2014 GRAFIK 3.7
Akuntabilitas Kinerja
47
Target yang ditetapkan pada renstra Kementerian Keuangan sampai dengan dibebankan kepada DJBC yaitu untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor bea masuk, bea keluar, dan cukai guna menunjang pembangunan nasional. Sehubungan dengan telah ditetapkannya Undang-Undang Tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015, target penerimaan negara yang dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
TABEL 3.9 Perbandingan Alokasi Target Penerimaan Bea dan Cukai pada APBN-P 2014 dan APBN-P 2015
No.
JENIS PENERIMAAN
APBN-P 2014
APBN-P 2015
KENAIKAN
PERSENTASE
1.
Bea Masuk
35.676.020,00
37.203.870,00
1.527.850,00
4,28%
2.
Bea Keluar
20.604.360,00
12.053.019,90 (8.551.340,10)
-41,50%
3.
Cukai
117.450.217,90 145.739.923,24 28.289.705,34
24,09%
TOTAL
173.730.597,90 194.996.813,14 21.266.215,24
12,24%
Ket : Bea Masuk termasuk BM-DTP
Berdasarkan data pada tabel tersebut di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Terjadi peningkatan target penerimaan DJBC sebesar Rp21,27 T dibanding dengan APBN-P 2014. 2. 3. sebesar Rp1,5 T. 4.
tahunan APBN-P 2015. Realisasi penerimaan DJBC dari tahun ke tahun selalu meningkat. Selama 5 (lima) tahun terakhir rata-rata peningkatan realisasi
48
No.
JENIS PENERIMAAN
2011
2012
2013
2014
2015
1.
Bea Masuk
25,2
28,2
31,5
32,9
31,81
2.
Cukai
77,0
95,0
108,4
118,3
144,63
3.
Bea Keluar
28,8
21,2
15,8
11,3
3,81
TOTAL
131,1
144,5
155,8
162,6
180,26
TABEL 3.10 Data realisasi Penerimaan Bea dan Cukai dalam 5 tahun terakhir
Ket : Bea Masuk termasuk BM-DTP Sumber: Direktorat PPKC
a.
s.d. periode yang sama pada tahun 2014, terjadi penurunan nominal sebesar Rp
1) Sejak Januari 2014, ada 7 Skema FTA sudah ditandatangani dan berlaku (Asean FTA - ATIGA, Asean-Australia dan New Zealand FTA, Asean-India CECA, ASEAN-Jepang CEA, Jepang-Indonesia EPA, Asean-Korea CECA, dan
2) Perlambatan ekonomi global yang dipengaruhi penurunan pertumbuhan
3)
dibandingkan penurunan devisa impor dikarenakan adanya peningkatan upaya (INS-02/BC/2015), kenaikan tarif bea masuk barang konsumsi dan produk baja,
Akuntabilitas Kinerja
49
implementasi pertukaran data,
yang lebih rendah (forestalling). Pada bulanbulan akhir tahun 2015 terjadi peningkatan
serta
antara DJBC dengan DJP;
percepatan update database komoditas utama;
3) Kebijakan untuk melunasi kredit cukai rokok tidak melewati tahun berjalan (tidak boleh
kolektabilitas tagihan; sinergi antar kantor wilayah di pantai timur sumatera dalam melakukan
pengawasan
dan
patroli
laut.
4) Volume produksi HT 2015 sampai dengan bulan Desember 2015 sebesar 348.3
Khusus dari kegiatan Nota Pembetulan (Notul), Penelitian Ulang (Penul) dan audit menghasilkan
yang sama pada tahun 2014). Hal ini
penerimaan bea masuk sebesar Rp 2,3 Trilliun
dikarenakan diberlakukannya Peraturan Penundaan Cukai.
b. Penerimaan Cukai
5) Operasi
Penerimaan cukai s.d. 31 Desember 2015
pengawasan
optimalisasi tahunan cukai APBN-P 2015. Dibandingkan
dan
penindakan
menjadi instrumen utama dalam upaya dan
mengamankan
target
penerimaan cukai yang dilakukan melalui:
dengan capaian s.d. periode yang sama pada
Peningkatan pengawasan rokok dan
tahun
minuman keras ilegal (rokok polos,
2014
terjadi
peningkatan
nominal
pita cukai palsu, pita cukai bekas, salah peruntukkan, dan personalisasi) terlihat Kontribusi terbesar penerimaan cukai berasal
dari jumlah penindakan rokok dan minol
tahun 2014; Operasi
pasar
terhadap
penjualan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian penerimaan cukai:
penindakan terhadap peredaran barang
1) Faktor utama yang paling mempengaruhi
kena cukai ilegal, baik secara internal
penerimaan cukai HT adalah kenaikan tarif
DJBC maupun bekerjasama dengan instansi pemerintah daerah;
dimana rata-rata kenaikan tarif Gol. I sebesar 2) Kebijakan kenaikan tarif cukai rokok tahun
Operasi peredaran BKC ex FTZ; menyimpulkan bahwa penindakan rokok ilegal di tahun 2015 berkorelasi positif
mendorong pabrikan memproduksi rokok lebih banyak untuk memanfaatkan tarif lama
50
penerimaan cukai.
2) Kuota
ekspor
konsentrat
tembaga
PT
BKC diantaranya melalui: ( dengan tarif bea keluar mulai bulan Agustus ) antara DJBC dan DJP, dan sepanjang tahun 2015 telah dilakukan
3) Kuota PT Newmont Nusa Tenggara sebesar
joint audit sebanyak 15 kali; Operasi eksistensi pabrik dan tempat penyimpanan BKC; (Potensi BK Rp880 miliar) sehingga Potensi pemesanan pita cukai;
dari Newmont 2015 = Rp 1.125 miliar. 4) Harga komoditas mineral terus mengalami
Pita Cukai.
penurunan sepanjang 2015 dikarenakan
7)
perlambatan ekonomi global. Pada bulan edukasi kepada masyarakat terkait barang kena
cukai
illegal
dan
Desember Harga Patokan Ekspor (HPE)
mempercepat 5) Khusus pada bulan Oktober dan November
pengenaan cukai di Batam.
2015 realisasi penerimaan BK rendah, karena:
c.
Penerimaan Bea Keluar
Kuota ekspor PT Newmont
Penerimaan Bea Keluar (BK) s.d. 31 Desember
bulan
September
2015
habis di sedangkan
tambahan kuota baru diberikan pada dari target tahunan BK 2015 . Dibandingkan
akhir November 2015 dengan tarif BK
dengan capaian s.d. periode yang sama pada Kadar konsentrat yang dihasilkan PT (Rp 7,5 Triliun). Faktor
utama
yang
paling
berpengaruh
terhadap penerimaan BK adalah:
dijual domestik ke PT. Smelting di Gresik. Selain faktor di atas, faktor eksternal dan kondisi global yang mempengaruhi yaitu:
1) Bea keluar saat ini hanya mengandalkan Bea Keluar dari ekspor konsentrat mineral
Agustus 2014
karena harga internasional atas komoditi ekspor utama yang terkena BK, yaitu CPO,
mengurangi
yang disebabkan
naiknya pasokan CPO karena efek sejak Triwulan keempat 2014 dengan tarif
Nino mengurangi pasokan CPO. antara
Akuntabilitas Kinerja
51
sedang berkembang) yang mulai berlaku juga
menurunkan
tarif
impor
7) Upaya
CPO
yang
dilakukan
dalam
rangka
optimalisasi dan pengamanan pencapaian target penerimaan BK diantaranya melalui
Pelemahan ekspor CPO Indonesia juga
peningkatan akurasi penelitian jumlah/
disebabkan karena Tiongkok sebagai
jenis barang ekspor, pengawasan modus
negara
antar pulau, pengawasan modus “
tujuan
utama
ekspor
sedang berupaya mengurangi
CPO -
”
jenis barang (misalnya CPO diberitahukan
nya dan mulai beralih ke minyak kacang
sebagai
turunan
CPO),
implementasi
kedele karena perbedaan harga antara
Otomasi
Sistem
minyak kacang kedele dan CPO yang
(SKP) Ekspor, dan audit terhadap eksportir
Komputasi
Pelayanan
komoditi terkena BK. India sebagai pengguna terbesar setelah Tiongkok mengenakan
d. Pajak Dalam Rangka Impor
sejak Januari 2013 untuk melindungi
Bea Keluar, dan Cukai, DJBC juga melakukan
dan
pemungutan
terhadap
jenis
penerimaan
dari tekanan impor, sedangkan
Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) dan PPN
(turunan CPO)
Cukai Hasil Tembakau yang menjadi persepsi
untuk
Direktorat Jenderal Pajak. Januari 2014. Selain itu, India juga sedang berusaha mengurangi ketergantungan
Sampai dengan 31 Desember 2015 realisasi
kepada CPO dan turunannya dengan
penerimaan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI)
melakukan substitusi kepada minyak
mencapai Rp 174,13 Triliun (turun sebesar
nabati lainnya, seperti minyak biji bunga
Rp 18,18 T dari tahun 2014) dan PPN Hasil
matahari (
) terutama
dari Ukraina dan Brazil atau minyak
tahun 2014. Rincian realisasi penerimaan PDRI
kacang kedele (
sebagaimana pada Tabel 3.11.
) terutama
dari Amerika Serikat. TABEL 3.11
(juta Rupiah) No.
JENIS PENERIMAAN
1.
PPN Impor
2. 3.
4.
52
REALISASI S.D. DESEMBER
GROWTH
2014
2015
NOMINAL
%
147.435.304,53
129.982.518,63
(17.452.785,90)
-11,84%
PPNBM Impor
5.395.284,62
4.117.368,91
(1.277.915,71)
-23,69%
PPh Ps.22 Impor
39.476.314,31
40.029.336,23
553.021,91
1,40%
Sub Total PDRI
192.306.903,47
174.129.223,77
(18.177.679,70)
-9,45%
PPN HT
16.772.790,37
20.505.341,35
3.732.550,98
22,25%
Total PDRI
209.079.693,84
194.634.565,12
(14.445.128,72)
6,91%
3. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) merupakan seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan dan hibah. PNBP terdiri atas penerimaan sumber daya alam (migas dan non migas),
jasa dan perijinan, pengelolaan
dan pendapatan jasa
kepolisian) dan pendapatan Badan Layanan Umum (BLU).
rincian: (dalam milyar Rupiah) TABEL 3.12 Capaian PNBP berdasarkan jenis
2015 URAIAN
APBN-P
Realisasi s.d 31 Des
%
Penerimaan Negara Bukan Pajak
269,075
253,705
94.29
A
118,919 81,365 61,584 19,781 37,554
102,328 78,376 65,388 12,989 23,952
86.05 96.33 106.18 65.66 63.78
B Bagian Laba BUMN
36,957
37,644
101.86
C PNBP Lainnya
90,110
78,541
87.16
D Pendapatan BLU
23,090
35,192
152.41
Penerimaan SDA 1 Migas a. Minyak Bumi b. Gas Alam 2 Non Migas
Sumber: Direktorat Jenderal Anggaran
Tidak tercapainya PNBP tahun 2015 di atas, antara lain dipengaruhi oleh : 1. tercapainya realisasi ICP dan
, meskipun Dollar mengalami penguatan.
2. APBNP 2015, yang disebabkan antara lain oleh: a. Rendahnya harga dan volume produksi batubara; b. Penundaan pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan primer dan lahan gambut; c.
Turunnya harga patokan hasil hutan untuk PSDH; dan
d. Perubahan regulasi di Kementerian Kelautan dan Perikanan:
Akuntabilitas Kinerja
53
Penghentian sementara perizinan usaha perikanan tangkap di wilayah pengelolaan perikanan RI; Larangan penggunaan alat penangkap ikan jenis tertentu; 130 unit kapal.
dalam APBNP 2015, yang antara lain disebabkan dari penurunan penerimaan ) yang mengikuti tren penurunan penerimaan SDA. GRAFIK 3.8 Perkembangan Target dan Realisasi Jumlah PNBP Nasional
Realisasi dalam Triliun 410.000 390.000 370.000 350.000 330.000 310.000 290.000 270.000 250.000 2012 Target
2013 Realisasi
2014
2015
Tahun
Upaya yang dilakukan dalam mengoptimalisasi PNBP antara lain: 1. penerimaan migas. 2. seluruh piutang PNBP
, termasuk hasil audit Tim Optimalisasi
Penerimaan Negara (TOPN). 3. dipandang masih terlalu rendah. 4. Berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga, termasuk BLU, agar berupaya untuk mencapai target PNBP. 5.
54
2.
Sasaran Strategis 2: Pemenuhan Layanan Publik.
Tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi diukur berdasarkan hasil survei kepuasan pelanggan oleh lembaga independen. Hasil survei yang positif akan meningkatkan citra Kementerian Keuangan. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian dapat dilihat pada tabel 3.13 berikut. SS 2. Pemenuhan Layanan Publik Indikator Kinerja 2a Indeks kepuasan pengguna layanan 2b Waktu penyelesaian proses kepabeanan
Target
Realisasi
Kinerja
4,02 (skala 5)
4,06
101%
1,5 hari
1,2 hari
120%
TABEL 3.13 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Pemenuhan Layanan Publik
a. Pada tahun 2015, Kementerian Keuangan mengembangkan program reformasi birokrasi melalui beberapa program utama reformasi birokrasi yang mencakup: (i) Penataan Organisasi yang meliputi: modernisasi organisasi, pemisahan, penggabungan, dan penajaman fungsi organisasi; (ii) Perbaikan Proses Bisnis yang meliputi: analisis dan evaluasi jabatan, analisis beban kerja, dan penyusunan
Reformasi birokrasi yang dilakukan oleh Kemenkeu tersebut telah memberikan dampak positif bagi peningkatan kinerja pelaksanaan tugas, dan peningkatan pelayanan dan kepercayaan masyarakat, serta mendorong dan menginspirasi kementerian lainnya untuk melakukan hal yang sama. Dengan keberhasilan ini, Presiden Republik Indonesia kemudian menetapkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang
Reformasi Birokrasi 2010-2025.
Sasaran reformasi birokrasi, sebagaimana yang tercantum dalam Reformasi Birokrasi 2010-2025, mencakup 3 (tiga) aspek yaitu: (1) terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas KKN; (2) terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat; (3) meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi. Berkenaan dengan sasaran reformasi birokrasi tersebut, kepuasan
Akuntabilitas Kinerja
55
pengguna layanan yang tinggi merupakan suatu
4.
ukuran atas seberapa besar layanan publik yang
pelayanan masing-masing unit
diberikan Kemenkeu dalam memenuhi harapan
Eselon I, kota dan unsur layanan dari waktu ke
pengguna layanan.
waktu; 5.
Untuk mengetahui sampai sejauh mana pelayanan
unsur layanan dan tingkat kepuasan pengguna
yang
layanan (
dilakukan
Kementerian
Keuangan
memberikan kepuasan bagi
telah
) Kementerian Keuangan.
, maka Populasi dalam survei ini adalah seluruh pengguna
berdasarkan
indikator-indikator
yang
akan
digunakan untuk mengukur kepuasan
.
layanan Kemenkeu yang pernah menggunakan salah satu layanan dari 10 (sepuluh) unit Eselon I yakni:
Kejelasan dan kepastian persyaratan/prosedur dan waktu, sikap petugas, keterampilan petugas, suasana
Eselon Layanan Eksternal Kemenkeu:
ruang pelayanan, sarana pendukung teknologi yang
1) Ditjen Anggaran
mutakhir, biaya, mekanisme pengajuan keberatan,
2) Ditjen Pajak
dan
3) Ditjen Bea dan Cukai
partisipatif
merupakan
aspek-aspek
yang
digunakan untuk mengukur kepuasan
4) Ditjen Perbendaharaan
Kementerian Keuangan. Berdasarkan indikator-
5) Ditjen Kekayaan Negara
indikator pada masing-masing aspek tersebut
Ditjen Perimbangan Keuangan
maka akan diketahui faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kepuasan
7) Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
. Eselon Layanan Internal Kemenkeu:
Survei kepuasan pengguna layanan Kementerian
8) Sekretariat Jenderal
Keuangan tahun 2015 dilakukan secara swakelola
Inspektorat Jendral
dengan melibatkan Tim Peneliti dari Universitas
10) Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan
pelaksanaan survei kepuasan pengguna layanan,
Adapun
antara lain:
mencakup:
pengguna-pengguna
1) Lingkungan 1.
Lembaga
layanan
tersebut
Pemerintahan
baik
internal maupun eksternal Kemenkeu; kepuasan
pengguna
layanan
(
)
2)
pada: semua unsur layanan berbagai level; 2.
Swasta); 3)
layanan apa yang sudah dan faktor layanan apa yang perlu ditingkatkan; 3.
Kota yang menjadi tempat pelaksanaan Survei ) dari unit
layanan Eselon I berdasarkan indikator/unsur layanan;
56
Kepuasan
Pengguna
Layanan
(
)
Kementerian Keuangan pada tahun 2015, seperti
kuesioner yang telah disebar kepada responden berjumlah 4.555 namun hanya dianalisis lebih lanjut karena jawaban tidak diisi. Dengan demikian, total kuesioner yang valid dan dapat dianalisis lebih lanjut sebanyak 3.052. TABEL 3.14 Jumlah Responden pada 6 Kota yang Menjadi Objek Survei
Kota JENIS LAYANAN
Batam
Medan
DJA
Jakarta
Surabaya
88
3
Makassar
Balikpapan
Total Realisasi 91
DJP
20
132
1.117
249
87
38
1.643
DJBC
48
18
126
33
19
25
269
DJPB
63
88
41
47
81
57
377
DJKN
31
18
84
26
25
19
205
DJPK
12
10
12
12
12
6
64
DJPPR
4
4
75
3
2
4
90
SETJEN
2
11
183
6
4
38
211
ITJEN
1
3
24
BPPK
2
3
59
Total
185
287
1.808
2
30
5
3
72
384
235
154
3.052
Jika dibandingkan dengan pencapaian tahun-tahun sebelumnya, capaian tahun 2015 merupakan capaian tertinggi. Hal ini menunjukkan, bahwa Kementerian Keuangan senantiasa melakukan perbaikan secara berkelanjutan. Perbandingan
Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kemenkeu 4.1
4.04
4
3.98
3.92 3.87
3.9 3.86
3.8 3.7
4.06
GRAFIK 3.9 Nilai Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan 2007 s.d. 2015
3.9 3.86
3.76
3.6 2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kemenkeu
Akuntabilitas Kinerja
57
Pengguna Layanan Kementerian Keuangan ditetapkan sejumlah 4,02. Adapun realisasi yang diperoleh berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh tim dari
ditetapkan dan berdasarkan perhitungan persentase dapat diperoleh hasil
Adapun rincian Indeks Kepuasan Layanan Kemenkeu 2015 berdasarkan aspek layanan indeks kepuasan adalah sebagai berikut: TABEL 3.15 Rincian Indeks Kepuasan Layanan Kemenkeu 2015
11 Aspek Layanan
No.
Indeks Kepuasan
1
Keterbukaan/Kemudahan Akses Informasi
3,98
2
Informasi Layanan (persyaratan & prosedur)
4,03
3
Kesesuaian Prosedur dengan Ketentuan
4,03
4
Sikap Pegawai
4,13
5
Kemampuan dan Ketrampilan Pegawai
4,02
6
Lingkungan Pendukung
4,11
7
Akses terhadap Kantor Pelayanan
4,12
8
Waktu Penyelesaian Layanan
3,92
9
Pembayaran Biaya sesuai Ketentuan
4,15
10
Pengenaan Sanksi/Denda atas Pelanggaran
3,90
11
Keamanan Lingkungan
4,24
Indeks Kepuasan Layanan
4,06
Dengan demikian, Indeks Kepuasan Kemenkeu Tahun 2015 disimpulkan sebagai baik karena skor di atas angka 4. Pengguna layanan Kemenkeu mengaku puas untuk sembilan dari sebelas aspek layanan, karena memiliki nilai rerata lebih besar
58
kepuasan tertinggi sebesar 4,24 adalah Nomer 11 “Keamanan Lingkungan”. Sebagai katalis pelaksanaan tindak lanjut dari hasil Survei Kepuasan Pengguna Layanan, selain diperoleh data Indeks Kepuasan, semua unit Eselon I dapat menggunakan rekomendasi yang diusulkan oleh tim peneliti sebagai referensi masukan bagi upaya perbaikan kualitas layanan ke depan. Langkah-langkah strategis sebagai tindak lanjut tersebut, dapat berupa: penyusunan
standar
pelayanan
dengan
TABEL 3.16 Target Capaian Indeks Survei Kepuasan Pelanggan Kementerian Keuangan
Tahun Anggaran
Target Capaian Indeks
2016
4.07
2017
4.12
2018
4.17
2019
4.22
memperhatikan masukan dan evaluasi dari para pengguna pelayanan (
);
perbaikan proses bisnis, termasuk prosedur pelayanan; informasi pelayanan yang disusun secara transparan dan dipublikasikan terbuka;
) bertujuan untuk mempercepat
kepastian dan kejelasan waktu penyelesaian
kinerja proses pengeluaran barang impor sebagai
layanan;
upaya untuk memberikan pelayanan yang lebih baik
peningkatan
kapasitas,
perilaku,
dan
kemampuan petugas.
serta untuk mengukur kehandalan sistem yang telah diterapkan dalam rangka mendukung sistem logistik nasional (sislognas).
Adapun sebagai komitmen Kementerian Keuangan untuk memperteguh keberlangsungan reformasi
merupakan salah satu mata
birokrasi, profesionalisme dalam pelayanan, dan
rantai dalam proses pergerakan arus barang sebagai
integritas seluruh jajaran pegawai di lingkungan
bagian dari
Kemenkeu, dalam beberapa tahun ke depan
waktu sejak barang impor dibongkar dari kapal
Kementerian
sampai dengan barang keluar dari pelabuhan.
Keuangan
menetapkan
target
.
adalah lama
indeks kepuasan yang terus meningkat. Hal ini
Indikasi perhitungan
adalah suatu bentuk upaya dalam mewujudkan
kontainer impor ditumpuk di pelabuhan (waktu
adalah lamanya
peningkatan kualitas dan kinerja pelayanan publik
penumpukan kontainer di pelabuhan).
yang pada gilirannya akan meningkatkan pula public trust terhadap organisasi dan aparatur Kemenkeu.
dapat dibagi menjadi pre-clearance,
Upaya tersebut dapat direpresentasikan dalam
custom clearance dan post-clearance. Aktivitas pre-
target capaian indeks survei kepuasan pelanggan
clearance adalah proses sejak kedatangan sarana
Kementerian Keuangan yang tercantum dalam
pengangkut hingga peti kemas diletakkan di tempat
Akuntabilitas Kinerja
59
penimbunan sementara (TPS) dan peninjauan
dilakukan terhadap kegiatan layanan
nomor pendaftaran Pemberitahuan Impor Barang
importasi pada kantor pelayanan Bea dan Cukai di 4
(PIB).
(empat) pelabuhan utama, yaitu:
khususnya untuk
kegiatan impor dimulai dari waktu importir/PPJK melakukan loading Pemberitahuan Impor Barang
1. Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A
(PIB) ke sistem in house Bea Cukai sampai dengan waktu penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran
Tanjung Priok, 2. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan
Barang (SPPB). Aktivitas post-clearance adalah peti kemas diangkut keluar pelabuhan dan pembayaran
3. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan
ke operator pelabuhan. 4. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Dalam hal ini DJBC berkontribusi terhadap kinerja untuk mempercepat proses penyelesaian kewajiban kepabeanan barang impor
Keempat pelabuhan tersebut memiliki persentase
sehingga diharapkan dapat menurunkan
kegiatan importasi terbesar secara nasional.
time secara keseluruhan.
Hal ini dapat terlihat dari besarnya kontribusi jumlah dokumen PIB dan jumlah Teus keempat pelabuhan
tersebut
terhadap
capaian
meliputi penyelesaian seluruh dokumen impor
nasional. Adapun rincian kontribusi dimaksud
yang meliputi jalur merah, jalur kuning, jalur hijau,
dapat dilihat dalam Tabel 3.17 berikut.
TABEL 3.17 Kontribusi Jumlah Dokumen PIB dan Jumlah Teus Pada Empat Pelabuhan Utama Tahun 2015
Nama Kantor
Jumlah PIB
%
Jumlah Teus
%
KPU Tanjung Priok
504.484
48,9%
1.392.308
57,9%
KPPBC Tanjung Perak
119.307
11,6%
503.464
20,9%
KPPBC Tanjung Emas
54.730
5,3%
175.903
7,3%
KPPBC Belawan
37.345
3,6%
149.786
6,2%
1.031.815
69,4%
2.406.567
92,3%
Nasional
Catatan: Ukuran muatan dalam pembongkaran/pemuatan kapal peti kemas dinyatakan dalam TEU (twenty foot equivalent unit). Oleh karena ukuran standar dari peti kemas dimulai dari panjang 20 feet, maka satu peti kemas 20’ dinyatakan sebagai 1 TEU dan peti kemas 40’ dinyatakan sebagai 2 TEU atau sering juga dinyatakan delam FEU (fourty foot equivalent unit) Sumber data : Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai
60
data
IKU ini merupakan IKU dengan polarisasi minimize (semakin kecil capaiannya dari target, semakin baik). Pada tahun 2015 capaian IKU ini adalah 1,20 hari dari target yang ditetapkan sebesar 1,5 hari. Capaian waktu penyelesaian proses kepabeanan oleh 4 (empat) kantor besar, secara rinci dapat dilihat dalam Tabel 3.18 berikut. TABEL 3.18 Rata-rata Customs Clearance Time di 4 Pelabuhan Utama Tahun 2015
Hari 2 1,5 1 0,5 0
Jan
Feb
Target
1,5
1,5
Realisasi
1,64
1,5
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
1,5
1,5
1,5
1,5
1,5
1,38
1,28
1,3
1,29
1,28
Agust
Sept
Okt
Nov
Des
1,5
1,5
1,24
1,22
1,5
1,5
1,5
1,2
1,19
1,2
Capaian IKU 1,2 hari telah melebihi target yang telah ditetapkan pada Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2015, yaitu 1,5 hari. Target tahun 2015 sangat meningkat dibandingkan dengan target tahun 2014 yaitu 3 hari. Realisasi capaian IKU ini juga mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2014 yaitu 1,41 hari. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat tren peningkatan percepatan
sehingga proses pengeluaran
barang impor di pelabuhan menjadi lebih cepat yang sejalan dengan peningkatan menjadi 1 hari. TABEL 3.19 Waktu Penyelesaian Proses Kepabeanan Tahun 2015 Jalur Mita
Jalur Hijau
Jalur Kuning
Jalur Merah Rata- rata waktu Total
Ratarata waktu
Dikurangi waktu penyiapan barang
101.735
5,7
2,8
37.901
0,98
1,57
15.013
3,63
2,0
6.320
1,27
19.651
2,20
19.494
3,81
1,4
11.927
1,75
70.964
1,7
28.036
4,5
2,0
10.235
0,81
Kantor
Ratarata waktu
Tg.Priok
0,024
106.028
0,03
258.573
2,6
Belawan
0,016
558
0,02
15.265
Tg.Emas
0,049
275
0,07
Tg.Perak
0,018
9.237
0,02
Ratarata waktu
Ratarata waktu
Rata-rata
Target Waktu
1,5 hari
1,20
Catatan: Satuan waktu dalam hari (Polarisasi Minimize) Rata-rata waktu : waktu load PIB s.d. waktu SPPB
Akuntabilitas Kinerja
61
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa waktu penyelesaian proses kepabeanan pada 4 kantor yang mengawasi pelabuhan utama mencapai 1,2 hari, dengan waktu
Terkait dengan
pada Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pelabuhan
terbesar yang melayani sebagian besar kegiatan importasi di Indonesia, target dweling time yang ditetapkan pemerintah 4,7 hari yang dapat dirinci sebagai berikut:
Rata-rata capaian
KPU Tanjung Priok sesuai dengan perhitungan
penyelesaian dokumen PIB (BC 2.0) sedangkan untuk perhitungan pada
secara keseluruhan diperoleh dari waktu penyelesaian dokumen
BC 2.0, BC 2.3, dan
. Adapun rincian capaian
tanjung priok pada
KPU
adalah sebagai berikut :
GRAFIK 3.10 Rincian Dwelling Time Tahunan 2015
4.740
4.290
0.490 1.690
2.560
4.190 2.280 0.400
2.370 0.470 1.450
4.140
5.220 2.110 0.460
0.580
3.120
1.220
0.670 1.570
3.320
3.740
5.650
5.560
5.870 1.510
0.670 1.610
0.610 1.560
3.270
3.610
5.510
5.420
5.690 3.250
0.710 1.820
2.5
3.160
5
3.630 0.680 1.660
7.5
5.970
Rincian Dwelling Time Bulanan Tahunan 2015
Besaran (hari)
0 Januari
Februari
Maret
April
Pre Customs Clearance
Mei
Juni
Customs Clearance
Juli
Agustus
September
Post Customs Clearance
Oktober
November
Desember
Dwelling Time
Dari data di atas, rata-rata capaian sehingga target yang ditetapkan pemerintah (0,5 hari) pada Pelabuhan Tanjung Priok masih belum dapat tercapai. Namun dibandingkan dengan capaian tahun 2014, dengan rata-rata sehingga berkontribusi pada penurunan
62
Jika dibandingkan dengan capaian ASEAN, capaian
Vietnam
pada negara-negara
pada Pelabuhan Tanjung Priok masih sejajar dengan
3 12
6
3 12
6
GRAFIK 3.11
Total “Time To Import” Pada Documents preparation Customs Clearance and Inspections
Ports and terminal handling
Malaysia Thailand Phillipines
Total 8
2 2
8
Myanmar Cambodia
2 10
12 3
13 4
15
6
20
4
3
22
Sumber data: Kompilasi Indikator Trading Across Border “Time To Import” World Bank Doing Business Report 2015
Pre-Clearance
Custom Clearance
Post Clearance
Total
Target 2015
2,7 hari
0,5 hari
1,5 hari
4,7 hari
Realisasi 2014
3,15 hari
0,8 hari
2,12 hari
6,08 hari
Realisasi 2015
3,04 hari
0,6 hari
1,56 hari
5,19 hari
TABEL 3.20 Target Tahun 2015 dan Rata-Rata Dwelling Time KPU Tg. Priok Tahun 2014 - 2015
Sumber data : www.bcpriok.info
Dari sisi pencapaian IKU, rata-rata capaian
telah melebihi
time yang ditetapkan pemerintah masih terdapat kendala yang dihadapi DJBC di Pelabuhan Tanjung Priok antara lain : 1. Belum optimalnya sinergi para
di pelabuhan;
2. pemeriksaan; 3.
PIB yang dilakukan oleh pihak importir/PPJK;
4. Belum optimalnya penyampaian dokumen pelengkap (dokap) secara
.
Akuntabilitas Kinerja
63
Terkait hal tersebut, di tahun 2015 ini DJBC baik
Pengadaan 2 (dua) unit hi-co scan baru
secara mandiri maupun melalui kerja sama dengan
untuk Terminal JICT dan penambahan 2
entitas lain di pelabuhan telah melakukan berbagai
(dua) unit hi-co scan untuk New Kalibaru
macam upaya untuk mencapai target dweling time
Port;
yang ditetapkan sebesar 4,7 hari, baik yang bersifat
Penyusunan IKU pendukung percepatan
operasional maupun yang bersifat kebijakan.
pelayanan kepabeanan s.d. level K-Five (seperti PFPD dan Pemeriksa Barang).
1. Upaya-upaya yang bersifat operasional meliputi: : fasilitas
:
pre-
untuk
jalur
dan depo kontainer memanfaatkan
prioritas; Koordinasi
pelayanan 24/7. dengan
importir
untuk
percepatan penyampaian PIB;
2. Upaya-upaya yang bersifat kebijakan meliputi:
Koordinasi berkala dengan penerbit
a.
lartas (pembentukan Pusat Penanganan
Kementerian/
Perizinan Impor Ekspor Terpadu/P3IET)
entitas terkait dalam rangka peningkatan
di Pelabuhan Tanjung Priok; dan
pelayanan dan pengawasan dengan cara
Pengusulan
penyempurnaan
sistem
Lembaga/
Badan
serta
berbagi informasi atas risiko pelaku usaha guna menciptakan manajemen risiko yang terintegrasi dan handal/ akurat. b. Bersama dengan Kementerian Koordinator
: Percepatan penyerahan hardcopy PIB; Piloting
project
upaya koordinatif antara lain:
implementasi
penyerahan dokumen pelengkap secara
tindih;
; Percepatan pelaksanaan pemeriksaan dengan tujuan mempercepat dweling time; zonasi TPS; penarikan
perijinan sebelum kedatangan sarana pengangkut
dari
terminal
bongkar
ketempat
kembali
dengan syarat-syarat
mengevaluasi pengajuan
perizinan yang menghalangi pengguna Penertiban Perusahaan
petugas Pengurusan
Kepabeanan (PPJK);
64
lapangan Jasa
jasa mengurus izin sebelum kedatangan sarana pengangkut.
c.
minilab yaitu standardisasi manajemen risiko, standardisasi perhitungan dweling time, penetapan SLA, dan optimalisasi operasional 24/7.
d.
3.
Sasaran Strategis 3: Kepatuhan pengguna layanan yang tinggi
Sebagai pengelola keuangan dan kekayaan negara, Kementerian Keuangan memiliki ekspektasi terhadap pengguna layanan agar patuh terhadap berbagai peraturan dan kebijakan yang ditetapkan baik dalam bidang penerimaan, belanja, transfer daerah, pembiayaan. Untuk mencapai sasaran tersebut, Kementerian persentase kepatuhan pengguna layanan. IKU tersebut kemudian dijabarkan ke dalam 2 (dua) sub IKU sebagaimana ditabulasikan dalam tabel 3.21 berikut. TABEL 3.21 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Kepatuhan Pengguna Layanan Yang Tinggi
SS 3. Kepatuhan Pengguna Layanan Yang Tinggi Indikator Kinerja 3a Rata-rata persentase kepatuhan pengguna layanan
Target
Realisasi
63%
75,22%
i.
Persentase tingkat kepatuhan formal Wajib Pajak
70%
60,00%
ii.
Persentase Kepatuhan Importir Jalur Prioritas Kepabeanan
80%
90,43%
Kinerja 119,39
a. Sebagai pengelola keuangan dan kekayaan negara, Kementerian Keuangan memiliki harapan terhadap pengguna layanan agar patuh terhadap berbagai peraturan dan kebijakan yang ditetapkan baik dalam bidang penerimaan, belanja, transfer daerah, pembiayaan. Oleh karena itu, diperlukan suatu indikator pengukuran kinerja guna mendukung pemenuhan sasaran tersebut. Indikator yang digunakan
Akuntabilitas Kinerja
65
Tertentu sesuai dengan Pasal 2 huruf a Peraturan Pajak. Kepatuhan formal yang dimaksud adalah pemenuhan penyampaian Surat Pemberitahuan
sejenis lainnya yang dikecualikan atau tidak mempunyai kewajiban menyampaikan SPT Tahunan PPh.
tentang
rasio
kepatuhan
penyampaian
SPT
Tahunan dengan membandingkan antara jumlah
SPT Tahunan PPh yang diterima adalah SPT Tahunan
penyampaian SPT Tahunan dengan jumlah wajib
PPh Lengkap, yaitu SPT yang semua elemen SPT Induk dan lampirannya telah diisi dengan
Tahunan, baik Orang Pribadi (OP) maupun Badan.
lengkap, SPT Induk telah ditandatangani oleh dengan lampiran khusus, serta keterangan dan/ atau dokumen yang disyaratkan serta dalam hal
atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau
e-SPT, e-SPT dapat diproses dalam sistem Informasi
bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban
Perpajakan Direktorat Jenderal Pajak.
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. SPT tersebut merupakan SPT Tahunan
Pada tahun 2015, jumlah penyampaian SPT
PPh untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun menyampaikan
SPT
Tahunan
sebanyak
penyampaian SPT Tahunan pada tahun 2015 terdaftar dalam administrasi DJP per tanggal 31 tumbuh dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar kewajiban menyampaikan SPT Tahunan PPh. Jumlah penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun 2012 s.d. 2015 dapat dijelaskan dalam tabel berikut: TABEL 3.22 Rasio Kepatuhan Penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun 2012 s.d. 2015
No.
66
URAIAN
2012
2013
2014
2015
1.
WP TERDAFTAR
22.564.969
24.886.638
27.379.256
30.456.809
2.
WP TERDAFTAR WAJIB SPT
17.659.278
17.731.736
18.357.833
18.159.840
3.
TARGET RASIO KEPATUHAN (%)
70%
70%
4.
TARGET RASIO KEPATUHAN - SPT ( 3 x 2)
11.525.628
12.850.483
12.711.888
5.
REALISASI SPT
9.237.947
9.966.369
10.851.844
10.895.081
6.
RASIO KEPATUHAN ( 5 : 2 )
52,31%
56,21%
59,11%
60,00%
7.
CAPAIAN RASIO KEPATUHAN ( 5 : 4 )
83,70%
86,47%
84,45%
85,71%
62,50% 11.037.049
65%
80%
GRAFIK 3.12 Capaian IKU Persentase Tingkat Kepatuhan Formal Wajib Pajak Tahun 2012-2015
70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
2012
2013 Realisasi
2014
2015
Target
kepatuhan formal wajib pajak dalam 4 (empat) tahun terakhir selalu berada di bawah angka target yang ditetapkan. Pencapaian tertinggi diperoleh pada tahun
Rendahnya rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan pada tahun 2015 dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: 1. Faktor Internal a) Fokus kegiatan tahun 2015 adalah pengamanan penerimaan dengan
penerimaan pajak dapat semakin optimal. Dari target rasio Badan dan OP
rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan secara total disebabkan struktur b)
untuk keperluan tertentu seperti untuk pembukaan rekening bank dan pengajuan kredit. c)
Belum optimalnya pemanfaatan data internal (Approweb dan Aplikasi Portal
Akuntabilitas Kinerja
67
2. Faktor Eksternal
a)
melaksanakan kewajiban perpajakannya. Untuk mendukung tercapainya target rasio
pemberi kerja. b)
kepatuhan penyampaian SPT Tahunan 2015,
SPT
telah
Tempat Pelayananan Terpadu, pojok
dikeluarkan
kebijakan,
menjalankan
Tahunan
PPh
melalui
sarana
program, dan melakukan pengawasan sebagai berikut:
c)
1.
lembaga, dan asosiasi dalam rangka langkah dan strategi yang harus dilakukan Kanwil
DJP
dan
KPP
dalam
pemenuhan kewajiban penyampaian
upaya
peningkatan kepatuhan penyampaian SPT
SPT Tahunan PPh. d) menyampaikan SPT Tahunan PPh tepat
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
waktu, serta menyetorkan PPh Pasal
Nomor SE-18/PJ/2015 tentang Penetapan Target
dan
Strategi
Rasio
Kepatuhan
Pencapaian
Penyampaian
dengan memanfaatkan data yang ada
Surat
di approweb, aplikasi Portal DJP atau
Pemberitahuan Tahunan PPh pada Tahun 2015. 2. Evaluasi
data lainnya. e)
pencapaian
rasio
kepatuhan
penyampaian SPT Tahunan PPh dan
penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun
Tanda Terima SPT Tahunan PPh.
2015 dan upaya pengamanannya dengan menerbitkan Surat Direktur PKP Nomor S-245/PJ.08/2015. 3.
tentang Pelaksanaan Sosialisasi dan Upaya Stop Filer dengan menerbitkan Surat
Peningkatan Kepatuhan Penyampaian Surat
Direktur PKP Nomor S-473/PJ.08/2015
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
4. memiliki data transaksi melalui . 5. Instruksi untuk memanfaatkan momentum
dimanfaatkan oleh Kanwil DJP dan KPP dalam
Himbauan
untuk
menyampaikan
rangka
peningkatan
kepatuhan
penyampaian SPT Tahunan PPh. Data-data
SPT Tahunan menjelang batas waktu
yang diberikan sebagai berikut:
penyampaian SPT Tahunan PPh OP pada
a) Tahunan PPh per 31 Desember 2014
tanggal 30 April 2015 sesuai dengan
b) Data Pemberi Kerja c)
berikut:
d) Data bukti potong 1721 A2 penerima pensiunan dari PT Taspen.
68
IKU Persentase kepatuhan formal wajib pajak
berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal (P-11/
merupakan salah satu IKU yang masuk dalam Rencana
Strategis
(Renstra)
Kementerian Adapun kriteria untuk ditetapkan sebagai Importir Jalur Prioritas antara lain mempunyai reputasi yang
Persentase kepatuhan formal wajib pajak sebesar mempunyai bidang usaha (
) yang
Kantor Akuntan Publik tidak pernah mendapatkan opini disclaimer atau adverse. Sedangkan kriteria Importir Jalur Prioritas yang tidak patuh adalah : kepatuhan
formal
wajib
pajak
mendapatkan 1. Importir
Jalur
Prioritas
yang
berdasarkan
laporan dari unit terkait (antara lain kantor mendapatkan target pemenuhan IKU Persentase
pelayanan, kantor wilayah, dan Direktorat terkait) telah terbukti melanggar ketentuan sebagai berikut:
diharapkan Persentase kepatuhan formal wajib
a. mempunyai
tunggakan
utang
berupa
sedemikian tinggi, diharapkan ke depan DJP dapat memperbaiki kinerja dengan melakukan tercapainya tingkat kepatuhan formal wajib pajak
Bea dan Cukai (DJBC) (termasuk penundaan
sehingga pada akhirnya mampu meningkatkan
pembayaran berkala); atau
kinerja penerimaan perpajakan yang optimal sekaligus
mendukung
pencapaian
indikator
kinerja yang tercantum dalam Renstra Kemenkeu
b. meminjamkan modul ke pihak lainnya. 2. Importir
Jalur
Prioritas
yang
berdasarkan
laporan dari unit terkait (antara lain kantor pelayanan, kantor wilayah, dan Direktorat terkait) dan setelah melalui penelitian lebih lanjut di bawah koordinasi Direktorat Teknis Kepabeanan terbukti melanggar ketentuan sebagai berikut:
IKU ini bertujuan untuk mengukur tingkat kepatuhan
a. menyalahgunakan
fasilitas
di
bidang
dan sebagai media evaluasi importir jalur prioritas.
kepabeanan selama satu tahun terakhir;
Importir Jalur Prioritas (IJP) adalah Importir yang
b. salah memberitahukan jumlah barang, jenis
ditetapkan sebagai importir penerima fasilitas
barang, dan/atau nilai pabean selama satu
Jalur Prioritas untuk mendapatkan pelayanan
tahun terakhir
khusus sehingga penyelesaian importasinya dapat dilakukan dengan lebih sederhana dan cepat
Akuntabilitas Kinerja
69
Importir Jalur Prioritas yang patuh adalah importir jalur prioritas yang tidak terbukti melakukan pelanggaran tersebut pada butir 1 dan 2 di atas. Pada tahun dengan rincian sebagai berikut: TABEL 3.23 Rincian Capaian IKU Persentase Kepatuhan Importir Jalur Prioritas Kepabeanan
TRIWULAN
Jumlah Importir Jalur Prioritas
Jumlah Importir Jalur Prioritas Yang Tidak Patuh
Capaian
Q1
113
5
95,58%
Q2
113
7
93,81%
Q3
112
16
85,71%
Q4
112
15
86,61%
Realisasi IKU
90,43%
Sumber: Direktorat Fasilitas Kepabeanan
Target tahun 2015 meningkat dibandingkan dengan target tahun 2014 sebesar
tren tingkat kepatuhan importir jalur prioritas mengalami peningkatan sejalan dengan besaran target yang ditetapkan pada Rencana Strategis Kementerian
Adapun faktor-faktor yang menjadi penyebab ketidakpatuhan Importir Jalur Prioritas pada tahun 2015 antara lain adanya human error/kelalaian karena kesalahan manusiawi, masih terdapatnya kelemahan pada Sistem Pengendalian Internal perusahaan, dan kurangnya pemahaman IJP terhadap ketentuan yang ada.
namun masih terdapat kendala-kendala yang dihadapi antara lain terbatasnya dan evaluasi IJP yang masih perlu penyempurnaan, dan pengaturan gradasi sanksi terhadap IJP yang tidak patuh masih belum sempurna. Sedangkan strategi-strategi yang dilakukan untuk mendukung ketercapaian target capaian IKU pada tahun 2015 ini diantaranya melalui:
70
1. Peningkatan peran bimbingan, serta
untuk melakukan asistensi, konsultasi, dan evaluasi terhadap perusahaan IJP;
2. Sosialisasi dan asistensi kepada IJP dan calon perusahaan IJP; 3. Peningkatan kepatuhan penyampaian laporan
dan evaluasi
perusahan IJP; 4. 5. Pemberian sanksi atas ketidakpatuhan yang dilakukan oleh IJP.
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Kebijakan yang berkualitas mencakup kebijakan pemerintah mengenai pajak, hutang negara (
), pengadaan dan perbelanjaan dana pemerintah dan lain
yang sejenis yang berdampak pada perekonomian secara keseluruhan.
2 (dua) Indikator Kinerja Utama (IKU), sebagaimana ditabulasikan dalam tabel 3.24 berikut. SS 4. Kebijakan Fiskal yang Berkualitas Indikator Kinerja
Target
Realisasi
100%
113,52%
113,52
5%
3,60%
120
4a Tingkat akurasi proyeksi asumsi makro 4b Deviasi proyeksi APBN
Kinerja
TABEL 3.24 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Formulasi Kebijakan Fiskal yang Berkualitas
Uraian mengenai IKU tersebut adalah sebagaimana berikut ini. a. IKU ini bertujuan mengukur akurasi proyeksi indikator ekonomi makro. Indikator suku bunga SPN, harga minyak internasional dan
minyak, digunakan sebagai
asumsi dasar penyusunan Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN). Untuk keperluan kinerja Kemenkeu, proyeksi indikator ekonomi makro yang diukur hanya meliputi proyeksi pertumbuhan ekonomi,
Akuntabilitas Kinerja
71
indikator ekonomi makro terkait harga minyak internasional dan
minyak
bersumber dari kementerian lain.
dilakukan masih cukup baik. TABEL 3.25 Tingkat Akurasi Proyeksi Asumsi Makro
T/R Target Realisasi Capaian
Q1
Q2
Sm.I
Q3
s.d. Q3
Q4
Y-15
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
Pol / KP
113,65% 115,23% 114,44% 113,03% 113,97% 112,15% 113,52% Max/Ave 113,65
115,23
114,44
113,03
113,97
112,15
113,52
1. Pertumbuhan Ekonomi (yoy) hal tersebut antara lain didasarkan pada perkiraan dampak kebijakan
proyeksi. Dalam kaitan ini, dampak pelemahan konsumsi masyarakat tidak sebesar perkiraan sebelumnya. Hal tersebut antara lain disebabkan adanya kemungkinan akan bergeser ke periode-periode ke depan. Pada triwulan I 2015, pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai
diperkirakan menahan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Namun lebih rendah dari perkiraan. Dampak ekonomi global yang masih lemah menyebabkan kinerja ekspor yang masih tumbuh negatif, sementara pada saat yang sama investasi masih belum meningkat. Penetapan APBNP 2015 yang lebih cepat dari pola umum menyebabkan pelaksanaan kebijakankebijakan pemerintah tertunda pelaksanaannya dan berdampak pula pada stimulus ekonomi yang juga tertunda.
72
Pada triwulan II 2015, pertumbuhan ekonomi
2. Dua bulan pertama pada triwulan I 2015, laju
deviasi
disebabkan
rendahnya
awal tahun terbesar dalam 4 dekade terakhir
realisasi komponen investasi, ekspor, dan
dan di luar kelaziman secara historis dalam
konsumsi pemerintah. Dari dalam negeri, masih
lima tahun terakhir, dimana pada bulan Januari
terlambatnya
oleh
lebih
pelaksanaan
belanja
modal
dan juga tekanan-tekanan kondisi global dan
tinggi seiring dengan musim paceklik beras.
domestik menyebankan masih belum pulihnya pertumbuhan investasi. Pada saat yang sama,
beberapa kebijakan pemerintah, khususnya
masih belum pulihnya kondisi ekonomi mitra dagang Indonesia menyebabkan ekspor yang
kebijakan kenaikan elpiji 12kg serta penundaan
belum mampu memberikan dorongan yang
kebijakan kenaikan TTL, sehingga mendorong
cukup bagi pertumbuhan ekonomi domestik. Di sisi lain, konsumsi RT masih dapat tumbuh
tahun 2015. Kondisi ini memberikan realisasi
cukup baik sehingga mengurangi tekanan pelemahan pertumbuhan ekonomi lebih lanjut.
relatif lebih rendah dari proyeksi yang sebesar
Berbagai kebijakan stimulus dan upaya menjaga komponen konsumsi RT. Pertumbuhan
ekonomi
Indonesia
pada demikian, tetap disadari adanya perbedaan antara proyeksi dan realisasi yang terjadi. Perbedaan tersebut terutama dipengaruhi
disebabkan oleh kinerja ekspor impor yang
adanya perubahan perilaku konsumen dan
relatif lebih rendah dibandingkan perkiraan
juga harga-harga yang lain akibat kebijakan
awal. Pemulihan permintaan global yang tidak secepat ekspektasi awal menjadi faktor masih
tahun 2014. Ke depan, diperkirakan masih
lemahnya kinerja ekspor. Di samping itu,
terdapat
kebijakan devaluasi mata uang Tiongkok juga
dampak 2nd dan 3rd round dari kebijakan
menimbulkan tekanan tambahan pada pola
tersebut belum dapat dipastikan dengan
perdagangan di pasar global.
menggunakan pola historis yang lama.
risiko
penyimpangan
mengingat
Untuk triwulan IV, pertumbuhan ekonomi membandingkan
dengan
realisasi
harus
menunggu rilis dari BPS yang akan dikeluarkan
Penyimpangan tersebut terutama bersumber
pada bulan Februari 2015.
pada dampak 2nd dan 3rd round dari kebijakan
Akuntabilitas Kinerja
73
Untuk triwulan II 2015, rata rata nilai tukar memang sulit untuk diprediksi. Dampak-dampak
Rupiah diperkirakan mencapai Rp13.102 per
tersebut menyebabkan perubahan perilaku
dolar AS, lebih kuat dibandingkan dengan
dan pola konsumsi masyarakat dan juga harga-
realisasinya yang mencapai Rp13.134 per dolar
harga komoditas lainnya, sehingga akan sulit
AS atau terjadi penyimpangan tipis sebesar
dengan menggunakan model yang disusun
dalam negeri yang mengurangi volatilitas nilai
berdasarkan pola dan perilaku yang lama.
tukar Rupiah diantaranya program pelonggaran likuiditas oleh
(ECB) untuk
membantu perekonomian kawasan ini di bulan penggunaan Rupiah oleh Bank Indonesia. disebabkan dampak
yang lebih rendah
di akhir tahun 2015 dan diperkirakan bergeser
nilai tukar Rupiah mencapai Rp13.851, lebih lemah dari perkiraannya sebesar Rp13.273. Peningkatan deviasi di kuartal III disebabkan oleh adanya sumber tekanan baru yang tidak
akhir tahun 2014 turut mendorong penurunan
diperkirakan sebelumya kebijakan devaluasi meningkatnya
3. Nilai Tukar
ketidakpastian
global.
Di
samping itu, penyelesaian masalah hutang dan
Pada triwulan I 2015, nilai tukar Rupiah
perbaikan kondisi pasar keuangan zona Eropa
diperkirakan bergerak di kisaran Rp12.115 per
yang membutuhkan waktu, dan ketidakpastian arah kebijakan moneter AS turut menyebabkan volatilitas nilai tukar mata uang global, termasuk
kuartal pertama ini disebabkan oleh tingginya
Rupiah.
volatilitas di pasar keuangan yang terutama disebabkan oleh indikasi kenaikan Fed Fund
Pada triwulan IV 2015 terjadi penguatan nilai
Rate (FFR) seiring sinyal perbaikan ekonomi
tukar Rupiah terhadap dolar AS yang seiring
Amerika Serikat yang semakin kuat. Tren
ditundanya kenaikan FFR merespon kondisi
depresiasi terjadi di seluruh mata uang utama
ekonomi global yang masih mixed. Selain itu,
di dunia serta dimulai sejak pertengahan
faktor dari dalam negeri seperti upaya stabilisasi
Desember 2014. Selain itu, turunnya suku
nilai tukar yang dilakukan Bank Indonesia serta
bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) pada periode yang berdekatan berkontribusi pada
subsidi energi mendorong penguatan Rupiah di kuartal IV 2015 hingga mencapai rata rata
74
Rp13.774/USD. Realisasi tersebut lebih kuat
insentif positif yang dapat mengurangi tekanan terhadap SPN 3 bulan. Realisasi rata rata suku bunga SPN 3 bulan
4. Rata-rata suku bunga SPN 3 Bulan Selama triwulan I 2015, realisasi rata rata Hal tersebut antara lain dipengaruhi tekanan lebih tinggi dibanding perkiraan sebelumnya
dari ketidakpastian perekonomian global yang bersumber dari perlambatan perekonomian
di APBNP 2015 serta isu eksternal seperti
Tiongkok,
penyelesaian
krisis
hutang
dan
sentimen atas kebijakan Bank Sentral Amerika
Perbaikan stabilitas keuangan di zona Euro, dan
Serikat dan dinamika ekonomi kawasan Eropa
Ketidakpastian kebijakan moneter AS.
turut mempengaruhi perkembangan rata-rata suku bunga SPN 3 Bulan.
Ketersediaan model proyeksi dan sumber informasi
Pada triwulan II 2015, realisasi rata rata suku
yang
memadai
akan
mampu
mendukung pencapaian target IKU ini. Di sisi lain, masih terdapat beberapa tantangan terhadap akurasi proyeksi. Beberapa tantangan tersebut
Beberapa isu terkait pelaksanaan APBNP 2015,
antara lain bahwa, masih terdapat variabelvariabel yang mengalami perubahan dari hari
mempengaruhi perkembangan suku bunga
ke hari dan memiliki volatilitas yang tinggi. Di
SPN 3 Bulan pada periode tersebut. Sementara
samping itu, terdapat faktor-faktor yang berada
dari eksternal, program pelonggaran likuiditas
di luar kontrol Kementerian Keuangan dan
oleh
(ECB) juga turut
akan mempengaruhi besaran variabel asumsi
menyempitnya
ekonomi makro, baik faktor luar negeri, faktor
mempengaruhi
melalui
likuiditas yang masuk, sehingga meningkatkan
dalam negeri, serta ekspektasi pasar.
suku bunga SPN. Data-data untuk melakukan proyeksi sebagian Sedikit berbeda dengan triwulan sebelumnya,
besar merupakan data-data bulanan atau harian
pada triwulan III 2015, realisasi suku bunga
yang trendnya sangat dipengaruhi berbagai dinamika
dan
perubahan
arah
kebijakan
baik di dalam negeri maupun perekonomian realisasi suku bunga yang meningkat seiring
global. Sementara itu proyeksi dilakukan 1
dengan dinamika kondisi pasar keuangan
triwulan ke depan, sehingga mungkin belum memasukan berbagai perubahan variable yang
semakin meningkat. Namun di sisi lain, mulai
terjadi di kemudian hari. Kondisi tersebut akan
terlaksananya belanja negara dan APBN dan
mempengaruhi keakurasian angka proyeks
penerapan berbagai kebijakan memberikan
asumsi ekonomi makro terhadap realisasinya.
Akuntabilitas Kinerja
75
Keakurasian proyeksi asumsi makro menjadi
strategi pencapaian yang ditetapkan serta
salah satu indikator untuk ketepatan dalam
lebih mendorong penyesuaian sasaran ke
pemilihan
tingkat yang lebih realistis dan sesuai dengan
respon
kebijakan
yang
diambil
Kementerian Keuangan. Dengan menyadari
perkembangan yang telah terjadi.
hal itu, Kementerian Keuangan mengambil beberapa
langkah
untuk
menjaga
dan
meningkatakan keakurasian proyeksi asumsi makro, antara lain:
IKU ini bertujuan untuk mengetahui tingkat
1) Pengembangan dan perbaikan model untuk keakurasian
proyeksi
(updating
akurasi
proyeksi
APBN
sehingga
dapat
model tahun berikutnya. Proyeksi APBN meliputi
digunakan) 2) Updating
proyeksi data-data
indikator
ekonomi
ekonomi
dan
terhadap
belanja
K/L.
penerimaan
perpajakan
Penerimaan
perpajakan
meliputi penerimaan pajak dalam negeri dan
3) Pertukaran data dengan Bank Indonesia, dan BPS
pajak perdagangan internasional dalam APBN. Sedangkan belanja K/L adalah alokasi anggaran
4) Diskusi dan
dengan
Bank, dan pelaku pasar untuk menambah
APBN kepada Kementerian/Lembaga. Data realisasi deviasi proyeksi APBN sepanjang
informasi yang tidak tertangkap dalam model dan perhitungan dasar
TABEL 3.26
PERIODE
Kemudian,
PROYEKSI
REALISASI
DEVIASI
Q1
222.216,5
222.996,8
0,4%
Q2
277.677,1
283.754,9
2,2%
Q3
258.278,0
253.368,3
1,9%
Q4
390.136,8
424.800,0
8,9%
untuk
menjamin
keakurasian
Dengan demikian, realisasi IKU deviasi proyeksi
proyeksi asumsi makro sesuai dengan target bahwa deviasi proyeksi APBN masih terkendali Keuangan
76
terus
melakukan
perbaikan
perangkat analisa dan data serta diskusi
ini berarti proyeksi yang dilakukan Kementerian
dengan instansi terkait untuk lebih menjamin
Keuangan masih cukup baik dan akurat.
Penerimaan
perpajakan
nonmigas
pada
Rendahnya harga CPO yang menyebabkan
triwulan I tahun 2015 diproyeksikan sebesar perpajakan nonmigas pada triwulan I tahun Penerimaan deviasi proyeksi penerimaan perpajakan pada
perpajakan
nonmigas
pada
triwulan III tahun 2015 diproyeksikan sebesar Rp258.278,0
miliar.
Realisasi
penerimaan
perpajakan nonmigas pada triwulan III tahun 2015 lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2014, terutama:
deviasi proyeksi penerimaan perpajakan pada
dipengaruhi penurunan aktivitas kegiatan
perpajakan sampai dengan September 2015
produksi dalam negeri, dan penurunan
secara nominal dan pencapaian terhadap target
impor
lebih rendah dibandingkan periode yang sama
Penerimaan BK hanya Rp0,8 T, turun Rp2,7
tahun 2014, antara lain dipengaruhi:
T, dan hanya bersumber dari BK mineral
Perlambatan
pertumbuhan
ekonomi,
dan non CPO
termasuk penurunan ekspor dan impor Rendahnya harga komoditas, terutama CPO
oleh penurunan jumlah produksi rokok.
Penurunan produksi barang kena cukai (terutama hasil tembakau)
Penerimaan
perpajakan
nonmigas
pada
triwulan II tahun 2015 diproyeksikan sebesar
Penerimaan
perpajakan
nonmigas
pada
triwulan IV tahun 2015 diproyeksikan sebesar perpajakan nonmigas pada triwulan II tahun perpajakan nonmigas pada triwulan IV tahun deviasi
proyeksi
penerimaan
perpajakan
2015 mencapai Rp424.800,0 miliar sehingga deviasi proyeksi penerimaan perpajakan pada
Penerimaan perpajakan s.d. 30 Juni 2015 secara nominal dan capaian thd APBN-P masih lebih
penerimaan perpajakan s.d. 31 Desember 2015
rendah dibandingkan dengan periode yang
secara nominal lebih besar dari periode yang
sama pada tahun 2014, antara lain dipengaruhi:
sama tahun lalu terutama dipengaruhi berbagai upaya yang telah dilakukan, misalnya dibidang
Perlambatan pertumbuhan ekonomi pada
himbauan, pemeriksaan dan penagihan PPh
Semester 1 2015, yang berdampak pada
Nonmigas serta pengawasan PBB. Namun
perlambatan penerimaan PPh nonmigas,
demikian, pencapaian penerimaan perpajakan
serta penurunan penerimaan PPN dan
masih
lebih
rendah
dibandingkan
tahun
sebelumnya, antara lain dipengaruhi :
Akuntabilitas Kinerja
77
Perlambatan pertumbuhan ekonomi, termasuk penurunan ekspor impor Rendahnya harga komoditas, terutama CPO Penurunan produksi barang kena cukai (hasil tembakau) Data realisasi deviasi proyeksi belanja Kementerian/Lembaga sepanjang tahun 2015 adalah sebagai berikut: TABEL 3.27 Deviasi Proyeksi Belanja K/L
PERIODE
PROYEKSI
REALISASI
DEVIASI
Q1
72.728,37
65.847,2
9,5%
Q2
138.447,3
136.006,5
1,8%
Q3
180.596,4
182.856,3
1,3%
Q4
294.500,0
305.200,0
2,8%
Kinerja penyerapan belanja K/L terutama dipengaruhi adanya perubahan struktur K/L yang menyebabkan adanya pembentukan K/L baru dan perubahan nomenklatur beberapa K/L. Kebijakan perubahan nomenklatur baik berupa penggabungan dan/atau pemisahan K/L maupun pembentukan K/L baru tersebut didasarkan atas Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang
yang baru terbentuk adalah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (pagu anggaran Rp125,0 miliar), Badan Ekonomi Kreatif (pagu anggaran Rp1,5 triliun), dan Badan Keamanan Laut. Perubahaan nomenklatur yang mencakup penggabungan dan/atau pemisahan struktur K/L tersebut tentu saja berpengaruh terhadap kinerja penyerapan anggaran belanja K/L. Perubahan nomenklatur K/L tersebut mempengaruhi struktur organisasi/kelembagaan, sumber daya manusia dan pengalokasian anggarannya yang kemudian harus dituangkan dalam dokumen penganggaran. Sementara itu, dalam penyusunan dokumen pengganggaran mensyaratkan adanya penetapan pejabat struktural dan pejabat yang mengelola anggaran (pejabat perbendaharaan) serta adanya rencana kerja berikut program/kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun 2015. Tentunya hal tersebut membutuhkan waktu yang tidak singkat dalam proses penyelesaiannya. Terutama jika penetapan/penerbitan dasar hukum susunan organisasi yang mengalami perubahan nomenklatur membutuhkan waktu yang cukup lama. Akibatnya, K/L
78
yang mengalami perubahan nomenklatur dapat terlambat melakukan proses pengajuan dan pembahasan dokumen anggaran. Terkait permasalahan daya serap belanja K/L, Pemerintah telah membentuk Tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi Anggaran (TEPRA) untuk melakukan pemantauan sekaligus mendorong percepatan penyerapan anggaran. Selain itu, terkait kendala yang dihadapi dalam penyelesaian dokumen anggaran, Pemerintah juga telah melakukan berbagai langkah koordinasi bagi K/L yang mengalami perubahan nomenklatur sehingga dapat mempercepat persetujuan penataan organisasi, persetujuan rumusan kinerja K/L serta penetapan dokumen anggaran 2015 (RKAKL dan DIPA).
T/R
Q1
Q2
Sm.I
Q3
s.d. Q3
Q4
Y-15
Target
5%
5%
5%
5%
5%
5%
5%
Realisasi
4,95%
2%
3,48%
2,8%
3,25%
`5,8%
3,6%
Capaian
101
160
130,40
144
135
83,33%
120%
Pol / KP
TABEL 3.28 Deviasi Proyeksi APBN
Min/Ave
Berdasarkan hasil proyeksi yang telah dilakukan oleh Kementerian Keuangan, dari realisasi deviasi setiap triwulannya. Capaian tersebut menunjukkan bahwa deviasi proyeksi APBN masih terkendali di bawah target yang ditetapkan sebesar baik dan akurat. Proyeksi yang dilakukan Kementerian Keuangan tentu didukung dengan adanya model proyeksi yang cukup akurat serta ketersediaan data-data yang terkait dengan penerimaan dan belanja K/L. Untuk mengatasi permasalahan/hambatan yang dihadapi, Kementerian Keuangan melakukan hal-hal sebagaimana berikut: 1) Updating data realisasi penerimaan pajak non migas 2) Updating data realisasi belanja K/L 3) Realisasi 2015 ini menunjukkan bahwa Kementerian Keuangan mampu menjaga Renstra. Pada tahun-tahun selanjutnya, harus terus dilakukan updating data secara periodik serta pertukaran data antar unit di Kemenkeu (BKF, DJP, DJBC, DJA, DJPb, DJPPR) sehingga proyeksi yang dilakukan semakin akurat.
Akuntabilitas Kinerja
79
5.
Sasaran Strategis 5: Pengelolaan Neraca Pemerintah Pusat yang Optimal
Neraca Pemerintah Pusat menginformasikan Aset, Kewajiban dan Ekuitas Pemerintah. Kementerian Keuangan berfungsi mengelola komponen dalam neraca tersebut secara optimal yang meliputi pengelolaan penerimaan negara, pengeluaran negara, kekayaan negara dan pembiayaan negara.
TABEL 3.29 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Pengelolaan Neraca Pemerintah Pusat yang Optimal
SS 5. Pengelolaan neraca pemerintah pusat yang optimal Indikator Kinerja 5a Indeks Opini BPK atas LKPP 5b Persentase akurasi perencanaan kas pemerintah pusat
Target
Realisasi
Kinerja
4 (WTP)
3
75
95%
95,36
100,38
Uraian mengenai ketiga IKU tersebut adalah sebagaimana berikut ini. a. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) bertujuan menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan daya keuangan negara serta posisi keuangan pemerintah. Dengan mengetahui opini BPK atas LKPP, maka dapat diketahui tingkat transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, sehingga dapat dijadikan pedoman bagi para pengguna untuk kepentingan ekonomi, sosial, maupun politik. Tujuan dari IKU Indeks Opini BPK atas LKPP adalah dalam rangka menjamin akuntabilitas dan transparansi pertanggungjawaban keuangan negara. Indeks pengukuran menggunakan skala 1 sampai dengan 4 dengan masing-masing indeks mewakili jenis opini BPK. Rincian indeks pengukuran sebagaimana berikut: TABEL 3.30 Indeks Pengukuran Audit BPK
Skala 1
Tidak Wajar (Adverse)
2
Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer)
3,0
WDP dengan 4 permasalahan (temuan) atau lebih
3,25
WDP dengan 3 permasalahan (temuan)
3,5
WDP dengan 2 permasalahan (temuan)
3,75
WDP dengan 1 permasalahan (temuan)
3,9
WTP DPP (Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan)
4
80
Intepretasi
WTP (Wajar Tanpa Pengecualian)
Target untuk tahun 2015 adalah indeks 4 dengan periode pelaporan tahunan. Perhitungan polarisasi data menggunakan
(semakin tinggi realisasi
terhadap target maka semakin baik capaian kinerjanya) dan jenis konsolidasi periode menggunakan
(realisasi yang digunakan adalah angka
periode terakhir). Target IKU tahun 2015 sebesar 4 tersebut sama dengan target demikian, realisasi IKU akan mencerminkan pula realisasi yang tercantum dalam
sebagaimana berikut : T/R
Q1
Q2
Sm.I
Q3
s.d. Q3
Q4
Y-15
Target
-
4 (WTP)
4 (WTP)
-
4 (WTP)
-
4 (WTP)
Realisasi
-
3 (WDP)
4 (WTP)
-
3 (WDP)
-
3 (WDP)
Capaian
-
75%
75%
-
75%
-
75%
Pol / KP
TABEL 3.31 Capaian IKU Indeks Opini BPK atas LKPP
Max/ Average
Terhadap nilai akhir capaian tersebut, terdapat empat pengecualian atas kewajaran LKPP, yaitu: 1. Pencatatan mutasi aset Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) senilai Rp2,78 Triliun tidak dapat dijelaskan; 2. Permasalahan Utang kepada pihak ketiga di tiga Kementerian/Lembaga sebesar Rp1,21 triliun tidak dapat ditelusuri dan tidak didukung bukti yang memadai; 3. Permasalahan pada transaksi dan/atau saldo yang membentuk SAL senilai 4. Pemerintah belum memiliki mekanisme pengelolaan dan pelaporan tuntutan hukum sehingga belum jelas unit kerja yang bertanggung jawab untuk melakukan administrasi dan validasi atas tuntutan hukum yang telah inkracht untuk dicatat/diungkap sebagai kewajiban.
3.5 3
Selain itu, terdapat penurunan kinerja dalam IKU tahun 2015 tersebut bila dibandingkan dengan tahun 2014 yang memiliki mendapat Opini BPK atas LKPP
2014
2015
GRAFIK 3.13 Indeks Opini BPK atas LKPP Tahun 2014-2015
Akuntabilitas Kinerja
81
Permasalahan atas penurunan nilai indeks opini
kas
BPK atas LKPP adalah sebagaimana sebagaimana
perencanaan pengeluaran kas dengan realisasi
dengan
realisasi
penerimaan
kas
dan
berikut:
pengeluaran kas untuk tahun 2015. IKU ini disusun
1. Dalam LHP LKPP 2014, terdapat 30 Temuan
dalam rangka memastikan Bendahara Umum
Pemeriksaan (TP) atas LKPP Tahun 2014
Negara (BUN) mengetahui rencana penerimaan/
yang terdiri dari 21 TP Sistem Pengendalian
pengeluaran kas dalam suatu periode tertentu dalam rangka pengambilan keputusan pengelolaan
Perundangan (KPP);
kas. Akurasi perencanaan kas merupakan gabungan
2. Dalam LHP Tindak Lanjut TP LKPP 2008-2013,
dari akurasi rencana penerimaan kas dan akurasi rencana pengeluaran kas.
selesai oleh BPK, sehingga total TP yang perlu ditindaklanjuti
(TL)
pemerintah
adalah
80
temuan.
Rencana
penerimaan
kas
penerimaan kas (
adalah
rencana
) yang berasal dari
pendapatan negara dan hibah serta pembiayaan. Kemudian, tindakan yang telah dilaksanakan
Realisasi
dalam
penerimaan kas (
rangka
mengatasi
masalah
tersebut
penerimaan
kas
adalah
realisasi
) yang berasal dari
adalah dengan menyusun strategi penyelesaian
pendapatan negara dan hibah serta pembiayaan.
Rekomendasi TP LKPP yang akan diterapkan di
Perencanaan
tahun 2015. Selain itu, rekomendasi rencana aksi
akurat apabila standar deviasi antara realisasi
yang telah dilakukan mulai bulan Juni sampai
penerimaan kas dan rencana penerimaan kas
dengan Desember 2015, yaitu:
dalam suatu waktu tertentu kurang dari sama
1.
Penyelesaian
penerimaan
kas
dinyatakan
TP
berdasarkan LHP; 2. Rencana Penyelesaian berdasarkan ;
kas
adalah
rencana
) yang berasal
dari belanja negara dan pembiayaan. Realisasi
4. Komunikasi Penyelesaian dengan BPK; 5. penyelesaiannya
pengeluaran
pengeluaran kas (
(Pembentukan
pengeluaran kas adalah realisasi pengeluaran kas
(TTF)
dan
(
TTF
dan
dan pembiayaan. Perencanaan pengeluaran kas
Pembahasan di TTF).
dinyatakan
) yang berasal dari belanja negara akurat
apabila
perbedaan
antara
realisasi pengeluaran kas dan rencana pengeluaran kas dalam suatu waktu tertentu kurang dari sama
IKU Persentase akurasi perencanaan kas pemerintah pusat disusun untuk mengukur kesesuaian atau ketepatan antara angka perencanaan penerimaan
82
dengan periode pelaporan triwulanan. Perhitungan
polarisasi data menggunakan
(semakin tinggi realisasi terhadap target
maka semakin baik capaian kinerjanya) dan jenis konsolidasi periode menggunakan (realisasi yang digunakan adalah angka rata-rata dalam periode bersangkutan). Persentase Akurasi Perencanaan kas tahun 2015 didapatkan dengan merata-rata nilai persentase akurasi rencana penerimaan kas dan nilai persentase akurasi rencana pengeluaran kas untuk setiap triwulan. Realisasi persentase akurasi
IV. Dari data realisasi IKU triwulanan tersebut dapat diperoleh nilai realisasi IKU Rincian perhitungan IKU Persentase Akurasi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat sebagaimana berikut: TABEL 3.32 Rincian Perhitungan IKU Persentase Akurasi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat
PENERIMAAN BULAN
Rp. (Miliar)
PENERIMAAN
% % Deviasi Akurasi
Rp. (Miliar)
% % Deviasi Akurasi
% Akurasi Renkas
1
167.509,11
173.677,91
3,68
96,32
115.171,88
108.933,60
5,42
94,58
95,45
2
121.980,82
112.017,32
8,17
91,83
94.165,14
96.421,38
2,40
97,60
94,72
3
116.722,15
122.205,64
4,70
95,30
170.874,84
170.423,92
0,26
99,74
97,52
5,52
94,48
2,69
97,31
95,90
6,18
93,82
79.107,03
81.507,38
3,03
96,97
95,39
68.906,68
2,75
97,25
97,24
112.976,73
1,65
98,35
95,49
TRIWULAN I 4
154.034,52
144.515,47
5
158.392,59
153.991,96
2,78
97,22
70.856,25
6
137.088,43
126.984,40
7,37
92,63
111.139,84
TRIWULAN II
5,44
94,56
2,48
97,52
96,04
SEMESTER I
5,48
94,52
2,59
97,41
95,97
7
143.330,30
146.719,31
2,36
97,64
109.066,35
102.127,85
6,36
93,64
95,64
8
132.639,23
133.841,88
0,91
99,09
102.984,82
92.820,60
9,87
90,13
94,61
105.694,62
5,72
94,28
211.438,53
202.632,79
4,16
95,84
95,06
9
112.105,13 TRIWULAN III
3,00
97,00
6,80
93,20
95,10
10
153.458,61
158.831,51
3,31
96,69
115.723,44
101.852,09
11,99
88,01
92,35
11
195.451,80
196.939,27
0,76
99,24
119.260,80
109.394,80
8,27
91,73
95,48
236.206,52
221.635,49
248.363,24
240.718,39
12
6,17
93,83
3,08
96,92
95,38
TRIWULAN IV
3,41
96,59
7,78
92,22
94,40
SEMESTER II
3,20
96,80
7,29
92,71
94,75
TAHUN 2015
4,34
95,66
4,94
95,06
95,36
Akuntabilitas Kinerja
83
Isu utama terkait IKU ini adalah adanya perubahan kebijakan terkait pengeluaran khususnya untuk Dana Transfer ke Daerah dan Subsidi, yang pada awalnya diperkirakan dicairkan tidak dapat dicairkan karena adanya kebijakan penghematan kas pengeluaran yang disampaikan akurasinya rendah sehingga total akurasi secara keseluruhan (akurasi proyeksi penerimaan dan akurasi proyeksi pengeluaran) menjadi turun. Akar masalah dalam hal ini adalah penerimaan diproyeksikan tidak tercapai sehingga diperlukan pengurangan belanja. Secara sederhana, capaian IKU Persentase Akurasi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat untuk setiap triwulan dapat dilihat pada tabel berikut: TABEL 3.33 Capaian IKU Persentase Akurasi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat Setiap Triwulan
T/R
Q1
Q2
Sm.I
Q3
s.d. Q3
Q4
Y-15
Pol / KP
Target
95%
95%
95%
95%
95%
95%
95%
Realisasi
95,90%
96.04%
95,97%
95,10%
95,68%
94,40%
95,36%
Capaian
100,95%
101%
101%
100%
100,50%
99,39%
100,38%
Max/ Average
Tindakan-tindakan yang telah dilaksanakan untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu: 1. dalam rapat 2. Komunikasi dan update data pengeluaran yang lebih sering; 3. Rapat rutin dua mingguan anggota
(CPIN).
Selain itu, rekomendasi rencana aksi yang akan dilaksanakan pada periode tahun 1. 2. 3. Keuangan. 6.
Sasaran Strategis 6: Belanja dan Transfer yang optimal
Pelaksanaan belanja negara yang optimal merupakan kemampuan satuan kerja pada Kementerian Negara/Lembaga dalam mengelola belanja pada pelaksanaan kegiatan yang ada pada dokumen pelaksanaan anggaran sesuai perencanaan
84
anggaran. Sedangkan penyaluran transfer yang optimal adalah penyaluran transfer melalui suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah. Salah satu satu ukuran dari penyaluran transfer yang optimal apabila gap kemampuan keuangan antar pemerintah daerah semakin mengecil.
3 (tiga) Indikator Kinerja Utama (IKU), yaitu sebagaimana tabel 3.34 berikut. SS 6. Belanja dan Transfer yang Optimal Indikator Kinerja
Target
Realisasi
Kinerja
6a Akurasi perencanaan APBN
95%
92,18%
97,03
6b Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga
70%
82,07%
117,24
0,74 (skala 1) 15%
0,72
102,70
5,55%
120
6c Indeks pemerataan keuangan antar daerah 6d Deviasi antara rencana dan realisasi penyerapan anggaran K/L
TABEL 3.34 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Belanja dan Transfer yang Optimal
Uraian mengenai IKU tersebut tampak berikut ini. a. Akurasi Perencanaan APBN (6a) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Perencanaan APBN yang berkualitas merupakan tujuan utama dari siklus penganggaran yang berawal dari perencanaan hingga pertanggungjawaban. Kualitas pengelolaan anggaran negara dapat diukur melalui deviasi perhitungan perkiraan besaran APBN dengan realisasinya. IKU ini disusun dalam rangka mengukur kualitas perencanaan APBN yang merupakan tujuan utama dari siklus penganggaran yang berawal dari perencanaan hingga pertanggungjawaban. Adapun unsur yang diukur tingkat akurasinya meliputi: a. b. c. Unsur-unsur di atas tertuang dalam perhitungan perkiraan besaran APBN/ APBNP pada tabel
Akuntabilitas Kinerja
85
perhitungan polarisasi data
, dimana
Realisasi belanja pemerintah pusat mencapai
semakin tinggi realisasi terhadap target, maka semakin baik capaian kinerja, dan realisasi yang digunakan adalah angka periode terakhir. Target
triliun.
Kinerja
belanja
Kementerian
Negara/
target yang dicantumkan dalam Rencana Strategis
APBNP tahun 2015. Tingkat penyerapan belanja K/L tersebut dipengaruhi terutama oleh terhambatnya
demikian, realisasi indikator ini akan mecerminkan
penyerapan
anggaran
di
awal
tahun
akibat
pula realisasi yang tercantum dalam Rencana
perubahan nomenklatur K/L. Namun demikian,
pada tahun yang sama.
triwulan II. Pada sisi lain, kualitas belanja dapat dijaga melalui pengendalian revisi anggaran yang
Proyeksi pertumbuhan global terus mengalami
memprioritaskan program/kegiatan yang lebih
penurunan
Sebagai
produktif. Secara keseluruhan, realisasi belanja
sebuah negara yang terbuka, Indonesia tentunya
K/L mencapai Rp724,7 triliun yang secara nominal
tidak dapat lepas dari pengaruh ekonomi global.
lebih tinggi dibandingkan realisasi pada tahun 2014
Namun demikian, perekonomian Indonesia relatif
sebesar Rp577,2 triliun. Khusus realisasi belanja
sepanjang
tahun
2015.
modal mencapai Rp213,3 triliun, tumbuh sekitar menghadapi
tekanan
eksternal
seperti
yang
dialami negara berkembang lainnya, namun kinerja
Sementara itu, realisasi belanja barang secara
perekonomian Indonesia masih lebih baik. Dalam
nominal juga lebih tinggi dari tahun 2014.
kondisi ini, Pemerintah tetap melaksanakan APBN dengan menjalankan prinsip kehati-hatian dan
Adapun realisasi pembiayaan anggaran sebesar
berkesinambungan.
Rp318,1 triliun berasal dari pembiayaan dalam negeri
Berdasarkan data realisasi APBN tanggal 22 Januari
(neto)
sebesar
Rp307,8
triliun
dan
pembiayaan luar negeri (neto) sebesar Rp10,4 triliun. Secara keseluruhan, prioritas utama pembiayaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam tahun 2015
tersebut digunakan untuk mendukung realisasi belanja produktif. Secara makro, dalam upaya pemenuhan
triliun. Lebih rendahnya realisasi PNBP tersebut,
pembiayaan
tersebut
pemerintah
tetap memperhatikan pengelolaan risiko dengan
terutama disebabkan oleh turunnya pendapatan sumber daya alam (SDA) migas dan pertambangan minerba,
karena
turunnya
batubara di pasar internasional.
86
harga
komoditas
Adapun nilai akhir Akurasi Perencanaan APBN sebagaimana Tabel 3.35 berikut.
URAIAN
PNBP
BELANJA PEMERINTAH PUSAT
PEMBIAYAAN
a.
Realisasi s.d. 31 Desember 2015
Rp253,7 T
Rp1.173,6T
Rp318,1T
b.
Pagu APBNP 2015
Rp269,1 T
Rp1.319,5
Rp329,4T
c.
Tingkat Akurasi
94,28%
88,93%
96,57%
d.
Bobot perhitungan
25%
50%
25%
e.
Nilai
23,57%
44,47%
24,14%
f.
Realisasi IKU
92,18%
g.
Target IKU
95,00%
h.
Indeks capaian IKU
TABEL 3.35 Akurasi Perencanaan APBN
97,03
Faktor eksternal di luar pemerintah yang mempengaruhi capaian indikator kinerja
agar deviasi indikator kinerja tersebut dapat diminimalisasi, antara lain: 1. terkait perencanaan APBNP 2015, 2.
secara intensif pelaksanaan APBNP 2015 dan menyusun opsi-opsi kebijakan dalam rangka mitigasi risiko pelaksanaan APBN, dan
pelaksanaan APBNP 2015 yaitu pertemuan bulanan pertemuan bulanan/mingguan Tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi Anggaran (TEPRA), dan pertemuan bulanan/mingguan (CPIN).
IKU Persentase kinerja pelaksanaan anggaran disusun untuk mengukur kualitas kinerja pelaksanaan anggaran secara kuantitatif, yang dapat terwakili oleh variabelvariabel antara lain kesesuaian dengan perencanaan, efektivitas pelaksanaan perkembangan upaya peningkatan kualitas pelaksanaan anggaran. Selain itu, IKU ini bertujuan untuk mengetahui kinerja satuan kerja Kementerian Negara/Lembaga dalam kegiatan pelaksanaan anggaran secara optimal sebagaimana tercantum dalam dokumen pelaksanaan anggaran.
Akuntabilitas Kinerja
87
Nilai persentase kinerja pelaksanaan anggaran didapatkan dengan menggabungkan nilai berikut: 1. persentase selisih Total Jumlah DIPA/Petikan DIPA Satuan Kerja dengan Jumlah Total Revisi DIPA/Petikan yang tidak mengakibatkan perubahan pagu DIPA pada triwulan I sampai triwulan IV (tidak kumulatif) terhadap Total Jumlah DIPA (diberi 2. persentase Penyerapan DIPA Kementerian Lembaga (K/L) pada triwulan I sampai triwulan IV tidak kumulatif terhadap Target persentase penyerapan DIPA K/L pada triwulan I sampai triwulan IV dengan besaran target untuk triwulan I
ke KPPN yang telah diterima oleh
pada triwulan I sampai triwulan IV
Adapun rumusan/formula dari uraian tersebut di atas sebagaimana berikut:
KPA = 0,1
JDIPA-Jrev
RP
JDIPA
TP
Keterangan:
JDIPA
= Total jumlah DIPA/petikan DIPA Satker
Jrev
= Jumlah total Revisi DIPA/Petikan yang tidak mengakibatkan
RP
= Persentase penyerapan DIPA K/L pada Q1-Q4
TP
= Target persentase penyerapan DIPA K/L pada Q1-Q4, dengan
perubahan pagu DIPA pada Q1-Q4 (tidak kumulatif)
oleh
pada Q1-Q4 (tidak kumulatif) ) pada Q1-Q4 (tidak kumulatif)
Perhitungan polarisasi data menggunakan
(semakin tinggi realisasi
terhadap target maka semakin baik capaian kinerjanya) dan jenis konsolidasi
88
periode menggunakan average (realisasi yang digunakan adalah angka rata-rata dalam periode
Dengan demikian, realisasi IKU tersebut untuk
tersebut sama dengan target yang dicantumkan dalam
Rencana
Strategis
Kemenkeu
tahun
Pada triwulan III 2015, jumlah DIPA adalah sebanyak 27.282 DIPA, jumlah revisi DIPA (pagu tetap)
mencerminkan pula realisasi yang tercantum dalam pada tahun yang sama. Pada triwulan I 2015 jumlah DIPA adalah sebanyak 23.448 DIPA, jumlah revisi DIPA (pagu tetap)
realisasi IKU tersebut untuk triwulan III adalah
sebanyak 3.202 revisi, persentase penyerapan Pada triwulan IV 2015, jumlah DIPA adalah sebanyak 27.204 DIPA, jumlah revisi DIPA (pagu tetap) sebanyak validasi demikian, realisasi IKU tersebut untuk triwulan I
yang benar (diterbitkan SP2D) sebanyak 1.770.417
Pada triwulan II 2015, jumlah DIPA adalah
Persentase Akurasi Perencanaan Kas Pemerintah
sebanyak
27.244
DIPA,
jumlah
revisi
DIPA
TABEL 3.36 Capaian IKU Kinerja Pelaksanaan Anggaran Kementerian/Lembaga
T/R
Q1
Q2
Sm.I
Q3
s.d. Q3
Q4
Y-15
Target
70%
70%
70%
70%
70%
70%
70%
Realisasi
75,30%
76,37%
75,84%
82,61%
77,99%
94,28%
82,07%
Capaian
107,57% 109,10% 108,34% 118,01% 111,41% 134,68% 117,24%
Isu
utama
terkait
IKU
Pol / KP
Max/ Average
ini
adalah
masih
terdapatnya
validasi), Kementerian Lembaga/Satuan Kerja masih sering melakukan revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA),
Akuntabilitas Kinerja
89
dan penyerapan anggaran masih rendah. Isu–isu
3.
tersebut berimplikasi pada pelaksanaan anggaran Kementerian Lembaga/Satuan Kerja yang tidak optimal
karena
Kementerian
Triwulan IV tahun anggaran 2015; 4.
Lembaga/Satuan
Kerja melaksanakan/merealisasikan anggarannya
5.
pada Triwulan III dan Triwulan IV. Beberapa akar masalah hal ini, yaitu: 1. Satuan kerja (satker) kurang teliti dalam 2. Kementerian Lembaga/Satuan Kerja terlambat menyusun
Petunjuk
Operasional
Kegiatan
(POK)/Perubahan POK sebagaimana APBN-P; 3. Perencanaan
Kementerian
Lembaga/Satuan
(6c) Dana Alokai Umum (DAU) dialokasikan kepada daerah dengan menggunakan formula DAU yang berdasarkan Alokasi Dasar dan Celah Fiskal dengan proporsi pembagian DAU untuk daerah provinsi
Kerja belum akurat sehingga perlu dilakukan revisi; 4. Reorganisasi beberapa Kementerian Lembaga serta adanya proses APBN-P.
dari besaran DAU secara nasional. Formula DAU per daerah rumusnya adalah: DAU = AD + CF
Adapun tindakan-tindakan yang telah dilaksanakan
DAU artinya alokasi DAU per daerah
untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu:
AD = alokasi DAU berdasar Alokasi Dasar
1.
CF = alokasi DAU berdasar Celah Fiskal dan Kegiatan Evaluasi Pelaksanaan Anggaran Alokasi Dasar dihitung berdasarkan data jumlah Pejabat keuangan lain yang berkompeten;
2. Sosialisasi kepada satker terkait Peraturan
Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) dan besaran belanja
gaji
PNSD
dengan
memperhatikan
Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-24/PB/2015
kebijakan-kebijakan lain terkait dengan penggajian.
tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan
Sedangkan, Celah Fiskal merupakan selisih antara
dan Pengeluaran Negara pada Akhir Tahun
Kebutuhan Fiskal dan Kapasitas Fiskal. Kebutuhan
Anggaran 2015;
Fiskal merupakan kebutuhan pendanaan daerah
3.
dalam rangka melaksanakan fungsi layanan dasar umum yang diukur melalui variabel:
Selain itu, rekomendasi rencana aksi yang dilakukan
1. Jumlah Penduduk; 2.
1.
wilayah perairan; anggaran;
2.
3. Indeks Kemahalan Konstruksi; 4. 5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita
90
Penerapan formula AD+CF memiliki beberapa kemungkinan yang akan menghasilkan perhitungan DAU, yaitu : 1. Daerah yang memiliki nilai CF lebih besar dari nol (CF > 0) akan menerima DAU sebesar AD (Alokasi Dasar) ditambah dengan CF. 2. Daerah yang memiliki nilai CF = 0 akan menerima alokasi DAU sebesar AD. 3. Daerah yang memiliki nilai CF negatif (CF < 0) dan nilai negatif tersebut lebih kecil dari AD (CF < 0; |CF| < AD), akan menerima DAU sebesar AD setelah dikurangi dengan nilai CF. Daerah yang memiliki nilai CF negatif dan nilai negatif tersebut sama dengan atau lebih besar dari AD (CF < 0 ; |CF| >= AD), maka DAU yang diterima daerah tersebut adalah negatif atau disesuaikan menjadi 0 (nol). Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan salah satu transfer dana pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang bersumber dari pendapatan APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah yang digunakan untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU bersifat
yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah
sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. DAU dialokasikan untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota. Besaran DAU ditetapkan sekurangdalam APBN. Proporsi DAU untuk daerah provinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/ kota. Berikut alokasi dan realisasi penyaluran DAU yang telah dilaksanakan sejak tahun 2010 s.d. tahun 2015. Alokasi Tahun
Peraturan Presiden (Miliar Rupiah)
Peraturan Presiden (Miliar Rupiah)
Peraturan Presiden (Miliar Rupiah)
2007
164.787,40
842,91
33 Provinsi
Perpres No 104 Tahun 2006
PMK No. 129 Tahun 2006
434 Kab/Kota
179.507,14
242,84
33 Provinsi
Perpres No 110 Tahun 2007
PMK No. 172 Tahun 2007
451 Kab/Kota
186.414,1
-
33 Provinsi
Perpres No 74 Tahun 2008
-
477 Kab/Kota
192.490,34
187,35
33 Provinsi
Perpres No 53 Tahun 2009
PMK No. 225 Tahun 2009
477 Kab/Kota
225.532,83
0,89
33 Provinsi
Perpres No 6 Tahun 2011
PMK No.73 Tahun 2011
491 Kab/Kota
273.814,4
-
33 Provinsi
Perpres No 96 Tahun 2011
-
491 Kab/Kota
311.139.29
-
33 Provinsi
Perpres No 10 Tahun 2013
-
524 Kab/Kota
341.219.325
-
34 Provinsi
Perpres No 2 Tahun 2014
-
539 Kab/Kota
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
TABEL 3.37 Alokasi DAU Tahun 2010 - 2015 kepada Daerah
Akuntabilitas Kinerja
91
2007
164.787,40
842,91
33 Provinsi
Perpres No 104 Tahun 2006
PMK No. 129 Tahun 2006
434 Kab/Kota
179.507,14
242,84
33 Provinsi
Perpres No 110 Tahun 2007
PMK No. 172 Tahun 2007
451 Kab/Kota
2008
2009
186.414,1
-
33 Provinsi
Perpres No 74 Tahun 2008
-
477 Kab/Kota
192.490,34
187,35
33 Provinsi
Perpres No 53 Tahun 2009
PMK No. 225 Tahun 2009
477 Kab/Kota
2010
2011
225.532,83
33 Provinsi
Perpres No 6Rupiah) Tahun 2011 (Miliar
Peraturan Presiden
Peraturan Presiden PMK No.73 Rupiah) Tahun 2011 (Miliar
Peraturan Presiden 491 Kab/Kota (Miliar Rupiah)
2012
273.814,4
-
33 Provinsi
Perpres No 96 Tahun 2011
-
491 Kab/Kota
2013
311.139.29
-
33 Provinsi
Perpres No 10 Tahun 2013
-
524 Kab/Kota
341.219.325
-
34 Provinsi
Perpres No 2 Tahun 2014
-
539 Kab/Kota
2014
2015
TABEL 3.38 Realisasi Penyaluran DAU Tahun 2010 - 2015
0,89
Alokasi Tahun
352.887.848.528
-
34 Provinsi
Perpres No. 36 Tahun 2015
-
542 Kab/Kota
Tahun
PAGU
REALISASI
%
2010
192.490.342.000.000
192.490.342.000.000
100,00%
2011
225.533.712.048.000
225.533.712.048.000
100,00%
2012
273.814.438.203.000
273.814.438.203.000
100,00%
2013
311.139.289.165.000
311.139.289.165.000
100,00%
2014
341.219.325.651.000
341.219.325.651.000
100.00%
2015
352.887.848.528.000
352.887.848.528.000
100.00%
Pemerataan keuangan antar daerah adalah ketimpangan distribusi pendapatan antar lapisan masyarakat dan daerah yang disebabkan oleh tidak meratanya pelaksanaan pembangunan antara lapisan masyarakat dan daerah. Pemerataan antar daerah seluruh Indonesia diukur dengan menggunakan metode kabupaten/kota seluruh Indonesia dimana penentuan atas simulasi pembobotan menunjukkan tingkat ketimpangan antar wilayah dengan memperhatikan distribusi suatu indeks yang jika hasilnya semakin mendekati 0 (nol) maka akan menunjukkan tingkat ketimpangan yang kecil/tingkat pemerataan yang semakin baik. Rumusan indeks Pemerataan Kemampuan Keuangan antar Daerah adalah sebagai berikut: i
(yi - y )2 (fi : n) y
92
Dimana :
lebih rendah dari target (minimize), dimana capaian yang makin rendah dari target adalah capaian yang
/ kabupaten / kota
diharapkan.
provinsi / kabupaten / kota dengan menggunakan data yang tersedia dan indonesia
memberikan
Fi
= Jumlah penduduk masing-masing provinsi /
n
= Jumlah penduduk Indonesia
kabupaten / kota
pembobotan
terhadap
masing-
masing variabel. Pembobotan atas masing-masing variabel akan berdampak pada alokasi dana DAU yang akan diterima oleh masing-masing daerah termasuk kemungkinan adanya beberapa daerah tertentu
yang
tidak
akan
memperoleh
DAU
Vw < 1
sebagai konsekuensi dari pemeratan kemampuan
Vw = 0, berarti pembangunan wilayah sangat
keuangan daerah.
merata Vw = 1, berarti pembangunan wilayah sangat tidak merata (kesenjangan sempurna)
Dari
penghitungan
dengan
pembobotan
sebagaimana terlihat pada tabel dibawah, maka
Vw~0, berarti pembangunan wilayah semakin
diperoleh
Indeks
Pemerataan
Kemampuan
mendekati merata
Keuangan antar Daerah untuk tahun 2015 sebesar
Vw~1, berarti pembangunan wilayah semakin mendekati tidak merata. IKU indeks pemerataan keuangan antar daerah
ini lebih baik dari target yang ditentukan yaitu 0,74.
ini
efektivitas
Hal ini dapat disimpulkan bahwa terjadi kondisi
penggunaan dana transfer daerah dalam rangka
yang semakin merata atas kemampuan keuangan
pemerataan pelaksanaan pembangunan daerah.
antar daerah yang ditunjukkan dengan hasil yang
Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang
semakin mendekati 0 (Minimize).
bertujuan
untuk
mengetahui
TABEL 3.39 Pembibitan dalam Penghitungan Williamson Index Tahun 2014 dan 2015
VARIABEL
TAHUN 2015 PROV
KAB/KOTA
TAHUN 2015 PROV
KAB/KOTA
BOBOT VARIABEL DAU VARIABEL KEBUTUHAN FISKAL INDEKS PENDUDUK
30.00%
30.00%
30.00%
30.00%
INDEKS WILAYAH
14.00%
13.00%
14.00%
13.00%
35.00%
40.00%
35.00%
40.00%
INDEKS IKK
27.00%
28.00%
27.00%
28.00%
INDEKS IPM
17.00%
17.00%
17.00%
17.00%
INDEKS PDRB/CAP
12.00%
12.00%
12.00%
12.00%
*Perlakuan luas laut
VARIABEL KAPASITAS FISKAL PAD
70.00%
65.00%
70.00%
65.00%
DBH PAJAK
100.00%
80.00%
100.00%
80.00%
DBH SDA
100.00%
95.00%
100.00%
95.00%
BOBOT ALOKASI DASAR
40.00%
49.00%
40.00%
49.00%
Akuntabilitas Kinerja
93
INDEKS PENDUDUK
30.00%
30.00%
30.00%
30.00%
INDEKS WILAYAH
14.00%
13.00%
14.00%
13.00%
TAHUN 2015 35.00% 40.00%
*Perlakuan luas laut
VARIABEL
PROV
INDEKS IKK
27.00%
INDEKS IPM INDEKS PDRB/CAP
TAHUN 2015 35.00% 40.00%
KAB/KOTA
PROV
KAB/KOTA
28.00%
27.00%
17.00%
17.00%
17.00%
28.00% 17.00%
12.00%
12.00%
12.00%
12.00%
VARIABEL KAPASITAS FISKAL PAD
70.00%
65.00%
70.00%
65.00%
DBH PAJAK
100.00%
80.00%
100.00%
80.00%
DBH SDA
100.00%
95.00%
100.00%
95.00%
BOBOT ALOKASI DASAR
40.00%
49.00%
40.00%
49.00%
WILLIAM INDEKS
0.77639
0.67556
0.77639
0.67556
0.725975
AVERAGE IW
Berdasarkan tabel tersebut di atas, maka IKU Indeks
0.725975
d. Deviasi
antara
rencana
dan
realisasi
pemerataan kemampuan keuangan daerah tahun 2015 sebesar 0,72 dari target sebesar 0,74 dengan IKU
ini
bertujuan
kesesuaian Sesuai dengan Renstra Kementerian Keuangan
antara
mengukur
tingkat
perencanaan
akurasi
penyerapan
anggaran dan realisasi penyerapan anggaran. Rencana penyerapan anggaran adalah target data
ingin dicapai yaitu Hubungan Keuangan Pusat dan
series penyerapan anggaran yang direncanakan
Daerah yang Adil dan Transparan dengan indikator
(oleh Kemenkeu) berdasarkan Lembaran III DIPA
kinerja Indeks Pemerataan Keuangan Daerah
APBNP. Penyerapan belanja negara dalam DIPA K/L
dengan target pada tahun 2015 sebesar 0,74 dan
adalah jumlah realisasi penyerapan belanja negara dalam satu periode yang datanya didasarkan
realisasi Indeks Pemerataan Keuangan Daerah
pada dokumen Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan
bahwa pada tahun 2015 ini target kinerja dalam
Perbendaharaan
Renstra telah dapat dipenuhi dan sesuai dengan
digambarkan pada tabel 3.40.
milestone yang ditetapkan (
Negara.
).
TABEL 3.40 Realisasi IKU “Deviasi antara rencana dan realisasi penyerapan anggaran K/L”
94
Bulan
Rencana
Realisasi
Deviasi
Januari
14.574,99 M
11.596,49 M
20,44%
Februari
24.933,72 M
20.740,35 M
16,82%
Maret
31.250,26 M
34.494,51 M
-10,38%
Total
70.758,99 M
66.831,35 M
5,55 %
Realisasi
IKU
ini
IKU “Deviasi antara rencana dan realisasi penyerapan anggaran K/L” tidak lagi diukur pada level Kemenkeu-Wide pada triwulan II sesuai dengan Renstra yang ditetapkan membandingkan rencana dan realisasi anggaran dari sisi jumlah nominal. IKU ini kurang dapat menggambarkan tugas dan tanggung jawab Kementerian Keuangan dalam hal perencanaan anggaran karena IKU ini melihat kualitas perencanaan dari sisi penyerapan, dimana kendali penyerapan anggaran K/L berada di luar kendali Kemenkeu. Oleh karena itu, agar penyerapan anggaran diukur dengan lebih tepat IKU ini sudah berjalan sampai dengan triwulan I tahun 2015, maka kinerja pada triwulan tersebut tetap diperhitungkan dan dianggap sebagai kinerja setahun. 7.
Sasaran Strategis 7: Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan yang optimal
Pengelolaan kekayaan negara dikatakan optimal apabila dapat mewujudkan APBN
Pembiayaan APBN dikatakan optimal apabila dapat disediakan dalam jumlah yang ), dan pembayaran kembali utang jatuh tempo (
).
2 (dua) Indikator Kinerja Utama (IKU), yang masing-masing pencapaiannya ditabulasikan dalam tabel uraian mengenai IKU tersebut sebagaimana berikut ini. a.
Rasio utilisasi aset terhadap total aset (7a)
TABEL 3.41 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan yang optimal
SS 7. Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan yang optimal Indikator Kinerja
Target
Realisasi
Kinerja
7a
Rasio utilisasi aset terhadap total aset
35%
42,26%
120
7b
Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan
100%
99,83%
119,66
Akuntabilitas Kinerja
95
Rasio utiliasi aset terhadap total aset merupakan
a.
perbandingan antara nilai kekayaan negara yang telah diutilisasi dengan nilai aset. IKU ini bertujuan untuk
mengetahui
kekayaan
negara
optimalisasi dalam
rangka
penggunaannya b.
pengelolaan pengelolaan
hibah masuk c.
Nilai aset yang ditetapkan statusnya yang berasal dari aset KKKS, aset eks. Kelolaan
(i) Peningkatan pembiayaan dalam negeri, (ii) Peningkatan penerimaan melalui hasil pengelolaan
PT. PPA, dan aset eks. BPPN 3. Utilisasi melalui tukar menukar diperoleh dari nilai aset baru hasil tukar menukar dan 4. Utilisasi melalui penyertaan modal pemerintah
menuju kepada capaian yang melebihi dari target
dari
(
penyertaan modal pemerintah
), dimana capaian yang makin tinggi dari
target adalah capaian yang diharapkan.
nilai
aset
yang
dikonversi
5. Utilisasi melalui
sebagai
dalam rangka
penerbitan Surat Berharga Syariah Negara Nilai kekayaan negara yang diutilisasi diperoleh dari
(SBSN)
nilai kekayaan negara yang ditetapkan utilisasinya dengan rincian sebagai berikut:
utiliasi aset terhadap total aset adalah
1. Utilisasi melalui pemanfaatan kekayaan negara diperoleh dari:
perbandingan antara nilai kekayaan negara yang telah diutilisasi dengan nilai aset. Realisasi sebesar
a. b. c.
dengan
nilai aset tetap per-30 Juni 2015 sesuai
d. 2. Utilisasi melalui penetapan status penggunaan diperoleh dari: Berdasarkan
data
tersebut
di
TABEL 3.42 Perbandingan Utilisasi Aset Tahun 2010-2014
96
Tahun
Realisasi utilisasi aset per tahun
Akumulasi utilisasi aset
Nilai aset tetap
Ratio utilisasi aset
2010
52,69 T
52,69 T
1.287,58 T
4,09%
2011
102,45 T
155,13 T
1.694,57 T
9,15%
2012
103,31 T
258,44 T
1.726,33 T
14,97%
2013
115,72 T
374,16 T
1.727,40 T
21,66%
2014
163,20 T
537,36 T
1.706,93 T
31,48%
2015
177,62 T
714,98 T
1.691,69 T
42,26 %
Rata-rata Kenaikan
31,43%
6,29%
7,63%
atas,
kinerja
penetapan utilisasi aset dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2015 selalu mengalami peningkatan dengan rata-rata rata peningkatan selaras dengan perkembangan nilai aset tetap yang setiap tahun
105 115.72
122.2
2012
2013
2014
122.2
163.20 102.56 103.31
2011
GRAFIK 3.14 Target dan Realisasi Utilisasi Aset per Tahun dari Tahun 2010-2015
52.68
150
102.39 102.45
200
100
177.62
mengalami peningkatan dengan rata-rata peningkatan selama
3.34
50 0 2010
Target
2015
Realisasi
Pencapaian kinerja rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap
Nilai Aset Tetap Sesuai LBMN Rp 1.691,69 T
Kebijakan Strategis Kementerian Keuangan (KSKK) tahun 2014-
Rp714.98 42.26%
Rp976.71 57.74%
Pencapaian target pada tahun 2015 didukung karena terdapat
1.
Sudah Diutilisasi
2. Persetujuan Sewa pada Kementerian Pertahanan melalui
3. Persetujuan Pinjam dengan nilai
Belum Diutilisasi
GRAFIK 3.15 Kinerja Rasio Utilisasi Aset terhadap Total Aset Tetap
Pakai oleh Pemerintah Provinsi Jawa
Rp54.800.000.000,00
Akuntabilitas Kinerja
97
4. Penyampaian DNA SBSN melalui surat S-881/ KN/2015 tanggal 30 Juni 2015 dengan nilai 5. Utilisasi
pada
TNI
Angkatan
Darat
Pembiayaan APBN harus dapat disediakan dalam tingkat risiko terkendali (yang terukur). Pembiayaan
Utilisasi
pada
TNI
Angkatan
Laut
) dan pembayaran kembali utang jatuh tempo (
7. Utilisasi
pada
TNI
Angkatan
Udara
). Dalam memenuhi pembiayaan
tersebut, Pemerintah dapat memanfaatkan sumber pembiayaan dari utang melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang terdiri dari Surat Utang
8. Utilisasi
pada
TNI
Angkatan
Udara
Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) serta pengadaan Pinjaman yang terdiri dari Pinjaman Luar Negeri (Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek) dan Pinjaman Dalam Negeri.
Target tersebut di atas dapat tercapai karena: 1. terdapat penyempurnaan kebijakan terkait pengelolaan
barang
milik
negara
dalam
rangka mendukung proses bisnis penetapan
Penerbitan utang baru dalam rangka diupayakan dengan
, yang lebih
baik, sehingga didapatkan biaya dan risiko yang lebih rendah. Penerbitan SBN dilakukan di pasar keuangan domestik maupun internasional, yang
2. penerapan
pengawasan
dan
pengendalian
ditujukan kepada investor individu dan institusi. Sementara itu pengadaan pinjaman diperoleh dari
kekayaan negara sesuai dengan peraturan yang
kreditor multilateral, kreditor bilateral, dan kreditor
berlaku.
komersial baik domestik maupun luar negeri.
3. terdapat
pelaksanaan
penggalian
potensi
Penerbitan SBN harus didukung dengan upaya pengembangan pasar domestik SBN yang dalam,
diutilisasi. dan penggunaan metode penerbitan/penjualan berikutnya adalah melakukan sosialisasi
SBN yang transparan dan efektif (
kemungkinan utilisasi aset (kekayaan negara)
, dan lelang), serta pembangunan
dalam setiap kesempatan pertemuan dengan
infrastruktur pasar sekunder (
pihak ekternal dan menyelenggarakan
pengembangan
,
menetapkan aset potensi yang akan ditetapkan
Sedangkan pengadaan pinjaman harus didukung
,
dan
dengan usulan proyek/program yang dibiayai melalui
98
pinjaman
secara
selektif,
penerapan
yang ketat serta
dan evaluasi pinjaman proyek yang
efektif. Pembiayaan APBN melalui utang harus didukung dengan pengelolaan berbagai risiko (risiko mata uang, risiko suku bunga, dan risiko
) dengan
upaya mitigasi risiko yang efektif, antara lain melalui restrukturisasi pinjaman, dan lindung nilai (
).
Hal tersebut telah sejalan dengan Sasaran Strategis yang ada dalam Renstra DJPPR maupun Renstra Kementerian Keuangan, sebagaimana tabel berikut. Renstra Kemenkeu Th 2015-2019 Terjaganya Rasio Utang Pemerintah
Renstra DJPPR Th 2015-2019
Strategi Pengelolaan Pinjaman Sasaran Strategis 3
Peta Strategi DJPPR Th 2015
Pembiayaan yang aman untuk mendukung
Indikator Kinerja Utama KemenkeuOne Th 2015
TABEL 3.43 Matriks Hubungan Sasaran Strategis dalam Renstra 2015-2019 dan IKU
1a-CP Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan
Pinjaman Kegiatan
Strategi Pengelolaan Surat Utang Negara Sasaran Strategis 1 Pembiayaan yang Aman Untuk Mendukung
Strategi Pengelolaan Pembiayaan Syariah Sasaran Strategis 1 Pembiayaan yang Aman Untuk Mendukung
Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup yang menjadi IKU unit pengelola utang dihitung dari realisasi penerbitan SBN bruto dan pengadaan pinjaman program. Pemenuhan pembiayaan dari pinjaman yang digunakan sebagai komponen IKU hanya yang berasal dari pinjaman program, tidak termasuk pinjaman proyek karena sifat pinjaman program yang relatif sama dengan SBN dalam hal pola penarikannya. Pinjaman proyek tidak dimasukkan ke dalam komponen IKU karena penyerapan pinjaman proyek sangat dipengaruhi oleh pelaksanaan kegiatan/proyek pada Kementerian/ Lembaga sebagai
.
Akuntabilitas Kinerja
99
Dalam memenuhi target pembiayaan melalui utang,
IKU ini menggunakan polarisasi stabilize, dimana
realisasi
pinjaman
capaian yang diharapkan adalah capaian yang
program dilakukan dengan menggunakan konsep
sesuai atau mendekati target yang ditetapkan. Pada
gross agar lebih mencerminkan upaya/kinerja
tahun 2015, persentase pengadaan utang sesuai
Pemerintah dalam memenuhi total kebutuhan
kebutuhan
penerbitan
SBN/pengadaan
pembiayaan
direncanakan
sebesar
pembiayaan APBN yang berasal dari utang. Adapun perhitungan target kebutuhan pembiayaan setiap triwulan dihitung dengan metode sebagai berikut: Sampai dengan Triwulan IV 2015, realisasi utang 1) Triwulan I berdasarkan proyeksi kebutuhan pembiayaan yang disusun dari target APBN/ APBNP dan strategi pembiayaan tahunan; dan
Realisasi dimaksud terdiri dari:
2) Triwulan II, III, dan IV berdasarkan keputusan a) sebelumnya, yang telah memperhitungkan
b) SBSN sebesar IDR 118,51 triliun;
kebutuhan pengelolaan kas dan kebutuhan
c)
pengelolaan utang, agar operasi pembiayaan
Pinjaman Program sebesar IDR 55,08 triliun (terdiri dari Pinjaman Program murni sebesar
(pengadaan/penerbitan utang) masih dapat dilakukan secara optimal baik dari aspek target biaya dan risiko. TABEL 3.44
Desember 2015 #) 2010
2011
2012
2013
2014
November 2015 #)
2.375,50
2.608,78
3.074,82
Nominal
%
3.098,64
100,0%
Angka dalam Triliun Rupiah Total Utang Pemerintah Pusat
1.681,66
1.808,95
1.977,71
617,25
621,29
616,61
714,44
677,56
745,67
751,92
24,3%
616,86
620,28
614,81
712,17
674,33
741,76
748,06
24,1%
Bilateral *)
380,67
381,66
359,80
383,53
334,62
339,93
337,83
10,9%
Multilateral **)
208,28
212,96
230,23
288,29
292,33
352,95
359,97
11,6%
Komersial ***)
27,34
25,15
24,37
40,00
47,15
48,71
50,08
1,6%
Suppliers ***)
0,57
0,50
0,41
0,35
0,24
0,17
0,17
0,0%
0,39
1,01
1,80
2,27
3,22
3,91
3,86
0,1%
a. Pinjaman 1). Pinjaman Luar Negeri
2). Pinjaman Dalam Negeri
1.064,40
1.187,66
1.361,10
1.661,05
1.931,22
2.329,15
2.346,73
75,7%
Denominasi Valas ##)
161,97
195,63
264,91
399,40
456,62
611,00
610,63
19,7%
Denominasi Rupiah
902,43
992,03
1.096,19
1.261,65
1.474,60
1.718,15
1.736,09
56,0%
187,04
199,49
204,52
194,89
209,71
222,17
224,62
100,0%
b. Surat Berharga Negara
Angka dalam Miliar US Dolar Total Utang Pemerintah Pusat
68,65
68,51
63,76
58,61
54,47
53,88
54,51
24,3%
1). Pinjaman Luar Negeri
68,61
68,40
63,58
58,43
54,21
53,60
54,23
24,1%
Bilateral *)
42,34
42,09
37,21
31,47
26,90
24,56
24,49
10,9%
Multilateral **)
23,17
23,49
23,81
23,65
23,50
25,50
26,09
11,6%
Komersial ***)
3,04
2,77
2,52
3,28
3,79
3,52
3,63
1,6%
Suppliers ***)
0,06
0,06
0,04
0,03
0,02
0,01
0,01
0,0%
2). Pinjaman Dalam Negeri
0,04
0,11
0,19
0,19
0,26
0,28
0,28
0,1%
a. Pinjaman
100
Angka dalam Triliun Rupiah Total Utang Pemerintah Pusat
1.681,66
1.808,95
1.977,71
2.375,50
2.608,78
3.074,82
3.098,64
100,0%
617,25
621,29
616,61
714,44
677,56
745,67
751,92
24,3%
616,86
620,28
614,81
712,17
674,33
741,76
748,06
24,1%
Bilateral *)
380,67
381,66
359,80
383,53
334,62
339,93
337,83
10,9%
Multilateral **)
208,28
212,96
230,23
288,29
292,33
352,95
359,97
11,6%
Komersial ***)
27,34
25,15
24,37
40,00
47,15
48,71
50,08
1,6%
Suppliers ***)
0,57
0,50
0,41
0,35
0,24
0,17
0,17
0,0%
0,39
1,01
1,80
2,27
3,22
3,91
3,86
0,1%
a. Pinjaman 1). Pinjaman Luar Negeri
2). Pinjaman Dalam Negeri
1.064,40
1.187,66
1.361,10
1.661,05
1.931,22
2.329,15
2.346,73
75,7%
Denominasi Valas ##)
161,97
195,63
264,91
399,40
456,62
611,00
610,63
19,7%
Denominasi Rupiah
902,43
992,03
1.096,19
1.261,65
1.474,60
1.718,15
1.736,09
56,0%
2013
2014
b. Surat Berharga Negara
2010
Angka dalam Miliar US Dolar Total Utang Pemerintah Pusat
2011
2012
November 2015 #)
187,04
199,49
204,52
194,89
209,71
222,17
Desember 2015 #) Nominal
%
224,62
100,0%
68,65
68,51
63,76
58,61
54,47
53,88
54,51
24,3%
1). Pinjaman Luar Negeri
68,61
68,40
63,58
58,43
54,21
53,60
54,23
24,1%
Bilateral *)
42,34
42,09
37,21
31,47
26,90
24,56
24,49
10,9%
Multilateral **)
23,17
23,49
23,81
23,65
23,50
25,50
26,09
11,6%
Komersial ***)
3,04
2,77
2,52
3,28
3,79
3,52
3,63
1,6%
Suppliers ***)
0,06
0,06
0,04
0,03
0,02
0,01
0,01
0,0%
2). Pinjaman Dalam Negeri
0,04
0,11
0,19
0,19
0,26
0,28
0,28
0,1%
a. Pinjaman
118,39
130,97
140,76
136,27
155,24
168,29
170,11
75,7%
Denominasi Valas ##)
18,02
21,57
27,39
32,77
36,71
44,15
44,26
19,7%
Denominasi Rupiah
100,37
109,40
113,36
103,51
118,54
124,14
125,85
56,0%
8.991
9.068
9.670
12.189
12.440
13.840
13.795
b. Surat Berharga Negara
Nilai Tukar Rupiah (IDR thd US$1)
1)
mencukupi kebutuhan pembiayaan, sehingga Realisasi penebitan SBSN tahun 2015 sampai
lelang SBSN terakhir yang telah dijadwalkan
dengan akhir bulan Desember adalah sebesar
sebelumnya tidak dilaksanakan.
112,877
Rincian realisasi penerbitan SBSN tahun 2015
triliun.
Kelebihan
target
sebesar
sebagaimana terdapat pada tabel berikut: penerbitan yang telah dicapai tersebut sudah TABEL 3.45 Realisasi Penerbitan SBSN Tahun 2015
Instrumen
Metode Penerbitan
SPN-S
Private Placement Lelang
Frekuensi
Jumlah (Rp Juta)
Porsi (%)
1
5.084.143
4,29%
23
14.295.000 41.995.000
12,06% 35,43%
Private Placement
3
4.253.000
3,59%
SR
Bookbuilding
1
21.965.035
18,53%
SDHI
Private Placement
3
4.500.000
3,80%
SNI*
Bookbuilding Int’l
1
26.422.000
22,29%
32
118.514.178
100%
PBS
Total
* Penerbitan SBSN dalam valuta asing di pasar perdana internasional sebesar USD2 miliar dengan kurs setelah closing date Rp13.211,00
Akuntabilitas Kinerja
101
Total penerbitan SBSN pada tahun 2015 tersebut mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar Rp53,175 triliun dan tahun 2014 sebesar Rp75,541 triliun, dengan rincian sebagai berikut: TABEL 3.46 Rincian Penerbitan SBSN Tahun 2015
Instrumen
Tahun 2013 (Rp juta)
Tahun 2014 (Rp juta)
Tahun 2015 (Rp juta)
PBS
9.316.000
9.446.000
46.248.000
SPN-S
11.653.000
16.170.000
1.937.9143
SR
14.969.000
19.323.000
21.965.035
SDHI
-
12.855.000
4.500.000
SNI
17.238.000
17.747.000
26.422.000
Peningkatan jumlah penerbitan terutama karena adanya penerbitan melalui metode
pada seri PBS, SPN-S, dan SDHI, serta peningkatan
penerbitan seri SR dan SNI.
(SBSN)/Sukuk Negara Ritel yang dijual kepada individu atau orang perseorangan Ritel antara lain: a) pasar domestik; b) c) d) e) instrumen pasar modal; dan f) savings-oriented society menjadi investment-oriented society. Pada tahun 2015, Pemerintah kembali menerbitkan Sukuk Negara Ritel seri metode bookbuilding di pasar perdana dalam negeri. Adapun karakteristik SR007 adalah sebagaimana terdapat pada tabel di bawah ini.
102
Deskripsi
Keterangan
Penerbit
Pemerintah Republik Indonesia melalui Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia
Tenor
3 tahun (jatuh tempo 11 Maret 2018)
Nominal per-unit
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah)
Harga per-unit
At par (100%)
Minimum pemesanan
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan kelipatannya
Maksimum pemesanan
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)
Tingkat imbalan
(Fixed) 8,25% p.a
Minimum Holding Period
1 periode pembayaran imbalan
Pembayaran imbalan
Tanggal 11 setiap bulan sampai dengan jatuh tempo
Tradability
Tradable
Akad
Ijarah Asset To Be Leased
Underlying asset
Proyek yang telah mendapatkan alokasi dalam APBN tahun 2015
TABEL 3.47 Karakteristik Sukuk Negara Ritel Seri SR-007
diberlakukan sejak penerbitan SR-005 masih tetap diberlakukan pada SR-007. kepemilikannya selama 1 (satu) periode kupon pertama. Tujuannya adalah untuk mengurangi laju perpindahan kepemilikan Sukuk Negara Ritel dari investor individu ke investor institusi/lainnya, sehingga diharapkan agar tujuan SR-007 berlangsung selama 11 hari kerja dari tanggal 23 Februari sampai kebutuhan APBN ditetapkan sebesar Rp20 triliun. Penjualan SR-007 dilakukan melalui 22 Agen Penjual yang terdiri dari 17 bank dan 5 perusahaan efek dari
Sejumlah 21 Agen Penjual menyampaikan permintaan tambahan kuota dan disetujui Rp2 triliun, sehingga total kuota penjualan setelah upsize ditetapkan Rp22 triliun. Atas kuota sebesar Rp22 triliun, 21 Agen Penjual dapat mencapai target dan 1 Agen Penjual, yaitu HSBC tidak dapat memenuhi target (kurang sebagian Agen Penjual juga menyampaikan cadangan penjualan (waiting list) dengan total sebesar Rp442,175 miliar. Pada saat proses penjatahan, terdapat
Akuntabilitas Kinerja
103
pemesanan dari individu investor pada beberapa Agen Penjual yang melampaui batas maksimal Rp5 miliar. Atas penjualan sebesar Rp58,340 miliar yang ditolak karena Agen Penjual yang bersangkutan menyampaikan cadangan penjualan (waiting list) tersebut. Dengan demikian, penjualan yang dapat disetujui adalah
Hasil penerbitan Sukuk Negara Ritel seri SR-007 yang merupakan penerbitan SR volume penerbitan dan jumlah investor yang terbesar. Peningkatan penerbitan
GRAFIK 3.16 Kinerja Penerbitan Sukuk Negara Ritel SR-001 s.d. SR-007
25,000
34,692
29.706
20,000 17,783
25,000
17,606
17,231
20,000
15,487
14,295
15,000 10,000
5,000 -
35,000 30,000
15,000 10,000
40,000
5,556 SR-001
8,033 SR-002
7,341
13,613
SR-003 Nominal
SR-004
14,969
19,323
SR-005
SR-006
21,965
5,000 -
SR-007
Jumlah Investor
Penerbitan Sukuk Global (SNI)
Pada tahun 2015, Pemerintah juga telah melakukan penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)/Sukuk Negara dalam valuta asing (valas) di pasar perdana internasional dengan menggunakan skema Global pada tahun 2015 tersebut, merupakan kelanjutan program tahun 2012, dimana pada tahun 2012 telah diterbitkan seri SNI-22 (tenor 10 tahun) sebesar sebesar USD1,5 miliar, dan pada tahun 2014 telah diterbitkan seri SNI-24 (tenor 10 tahun) sebesar USD1,5 miliar.
104
Penerbitan Sukuk Global untuk yang keempat kalinya (fourth drawdown),
INDOIS-25 atau SNI-25 tersebut, memiliki tenor 10 tahun (jatuh tempo pada dibayarkan secara semesteran. Penebitan SNI-25 dengan metode bookbuilding mendapat respon yang baik dari investor internasional, setelah pemesanan dari para investor dan Pemerintah melakukan price whispering, pemesanan yang disampaikan melalui bookrunners oleh 240 investor mencapai sebesar 3,4 kali terhadap target yang ditetapkan sebesar USD2 miliar. Adapun pelaksanaan setelmen sebagaimana terdapat pada tabel di bawah ini.
Deskripsi Format
Keterangan
TABEL 3.48 Hasil Penerbitan Islamic GMTN Program Tahun 2015
Islamic GMTN Program, Reg S/144 A
Rating
Program Size
USD10 miliar
Total volume pemesanan (fourth drawdown)
USD6,8 miliar
Volume penerbitan (second drawdown)
USD2 miliar (ekuivalen dengan Rp26,422 triliun)*
Tanggal penerbitan/ setelmen
28 Mei 2015
Tanggal jatuh tempo
28 Mei 2025
Imbalan Periode pembayaran imbalan
Semi annual, setiap tanggal 28 bulan Mei dan November
Struktur/Akad
Wakalah
Listing
Singapore Stock Exchange and Nasdaq Dubai Stock Exchange
Governing Law
English Law and Indonesian Law
Akuntabilitas Kinerja
105
Dalam penerbitan Sukuk Global tersebut,
Kinerja lelang SBSN tahun 2015 mengalami
untuk kedua kalinya Pemerintah menggunakan
peningkatan dari tahun 2014. Frekuensi lelang
struktur akad yang baru, yaitu “Struktur SBSN
SBSN bertambah 3 kali menjadi sebanyak 22 kali, dan realisasi jumlah penerbitan SBSN
sebelumnya. Pada tahun 2015, Pemerintah masih tetap
Demikian
juga
dari
jumlah
penawaran (bid) pembelian yang memenuhi
melaksanakan penerbitan SBSN seri PBS dan SPN-S dengan metode lelang di pasar perdana dalam negeri yang dilakukan secara reguler. Lelang SBSN, khususnya untuk instrumen
pembentukan harga SBSN yang semakin baik,
SPN-S,
pengelolaan
namun Pemerintah tetap selalu memperhatikan
, juga dapat digunakan untuk
, sehingga tidak selalu
selain
mendukung
dalam
rangka
pelaksanaan
operasi
moneter
memenangkan seluruh
yang masuk.
oleh Bank Indonesia ( ). Disamping itu, penerbitan SPN-S akan
Perkembangan kinerja lelang SBSN selama 3
mendorong pengembangan pasar keuangan,
TABEL 3.49 Kinerja Lelang SBSN Tahun 2013 – 2015
Deskripsi
2013
2014
2015
20 kali
19 kali
22 kali
Jumlah penawaran yang masuk
Rp71,21 T
Rp67,70 T
Rp146,03 T
Jumlah penawaran yang memenuhi benchmark
Rp28,49 T
Rp42,19 T
Rp98,08 T
Jumlah penawaran yang dimenangkan
Rp20,96 T
Rp21,62 T
Rp56,29 T
Rata-rata penawaran yang masuk
Rp3, 56 T
Rp3, 56 T
Rp6,64 T
Rata-rata penawaran yang memenuhi benchmark
Rp1,42 T
Rp2,22 T
Rp4,46 T
Rata-rata penawaran yang dimenangkan
Rp1,04 T
Rp1,13 T
Rp2,56 T
Frekuensi lelang
Penerbitan SBSN dengan Metode Private Placement
khususnya pasar uang syariah, optimalisasi operasional
pengelolaan
penyediaan
instrumen
kas untuk
Negara
SBSN
melalui
metode
dan
mendukung
pengelolaan likuiditas bagi perbankan syariah.
106
Penerbitan sampai
dengan
tahun
2013,
pihak
yang
menempatkan dananya pada SBSN melalui
metode
masih terbatas pada
Kementerian Agama, yaitu untuk menempatkan
a) Realisasi Penerbitan SUN
Dana Haji dan Dana Abadi Umat (DAU) pada
Realisasi
penerbitan
SUN
sampai
31
instrumen SBSN sebagai implementasi dari Nota Kesepakatan Bersama antara Kementerian Keuangan dan Kementerian Agama, pada SBSN
penerbitan dalam APBN-P tahun 2015. Dari
seri Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI). Pada tahun
sisi komposisi, penerbitan SUN melalui
2014, metode
juga dilakukan
lelang di pasar domestik dalam mata uang
untuk seri SPN-S dan PBS dan dilakukan oleh
rupiah sebesar Rp254,3 triliun, sedangkan
pihak di luar Kementerian Agama. Penerbitan
dalam denominasi USD sebesar USD500
SBSN dengan metode
semakin
berkembang di tahun 2015 karena adanya seri
penerbitan
selama tahun 2015
baru yaitu SPN-SNT yang merupakan seri SPN-S
yang terdiri atas SUN dalam denominasi
yang tidak dapat diperdagangkan di pasar
USD sebesar USD4 miliar (ekuivalen Rp50,4
sekunder. Pada tahun 2015 penerbitan melalui
triliun) dan SUN dalam denominasi Euro
metode
dilakukan sebanyak 7
sebesar EUR1,25 miliar (ekuivalen Rp18,5
kali transaksi dengan jumlah sebesar Rp13,837
triliun). Dalam rangka pengembangan basis investor domestik, pada tahun 2015 telah
yang terdiri dari:
diterbitkan SUN ritel sebesar Rp27,4 triliun.
1. SDHI sebesar Rp4,5 triliun dengan 3 kali
Selain itu, pada tahun 2015 dilaksanakan
transaksi;
penerbitan SUN melalui
2. SPN-S sebesar Rp5,084 triliun dengan 1 kali
sebesar Rp27,2 triliun.
transaksi; 3. PBS sebesar Rp4,253 triliun dengan 3 kali transaksi. TABEL 3.50 Hasil Penerbitan SUN Tahun 2015
Jenis
Total Penawaran
Total Penawaran Memenuhi Benchmark
Total Penawaran Diterima
Penerbitan domestik (lelang dan private placement)
530,208
458,996
288,173
FR Rupiah
379,104
323,413
206,870
11,626
7,535
6,669
139,478
128,048
74,634
27,707
27,439
27,439
FR USD SPN Obligasi Ritel ON Valas
289,008
79,899
79,899
Total
846,924
566,334
395,510
Akuntabilitas Kinerja
107
Penerbitan SUN tahun 2015 terdiri atas:
lelang di pasar perdana domestik sebanyak 1 (satu) kali dengan total penerbitan sebesar
1. Penerbitan SUN melalui lelang mata uang rupiah dan valas serta transaksi
tanggal setelmen pada 2 Juli 2015. Transaksi
Penerbitan SUN melalui lelang diawali dengan pelaksanaan
rapat
rencana
lelang
yang
dilakukan beberapa hari sebelum pelaksanaan
Pasar Perdana Domestik, sebagaimana telah
lelang dan dihadiri oleh unit-unit terkait, antara lain Bank Indonesia selaku agen lelang dan
Seperti halnya lelang SUN dalam mata uang
otoritas moneter dan Direktorat Pengelolaan
rupiah, pelaksanaan lelang SUN dalam USD
Kas, Ditjen Perbendaharaan. Sebagaimana
diikuti oleh PDs, BI dan LPS. Sedangkan
yang tercantum dalam
,
investor yang dapat berpartisipasi di pasar
seri-seri SUN yang ditawarkan pada saat lelang
perdana dibatasi hanya investor domestik
termasuk SUN dengan tenor 30 tahun yang
yang telah melakukan registrasi terlebih
ditujukan untuk long-term investor seperti
dahulu sebelum pelaksanaan lelang.
dana pensiun dan perusahaan asuransi. Sementara itu pada tahun 2015 Pemerintah Lelang
SUN
dilakukan
secara
elektronik
menerbitkan SUN melalui transaksi
dengan menggunakan sistem lelang BI-SSSS (Bank Indonesia -
sebanyak 8 kali. Transaksi tersebut bertujuan dalam rangka menutup kekurangan
) dengan peserta PDs yang terdiri dari
kas jangka pendek, khususnya terkait dengan
15 bank dan 4 perusahaan sekuritas, Bank
kebutuhan kas di awal tahun. Pelaksanaan
Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan.
penjualan
SUN
dengan
metode
Untuk mengikuti lelang, peserta lelang harus memasukkan penawaran ke dalam terminal BI-SSSS yang telah tersedia pada Room masing-masing PDs. Penawaran berupa seri,
Domestik dengan Cara
.
dan volume, hanya dapat
dimasukkan pada waktu lelang yaitu dari jam Pemerintah menetapkan penawaran yang dimenangkan, mulai dari
yang
terbaik untuk Pemerintah. Pada tahun 2015 di samping melakukan lelang SUN dalam mata uang rupiah, Pemerintah juga menerbitkan SUN berdenominasi USD melalui
108
Jenis Instrumen
Nominal (triliun rupiah)
Nominal (triliun rupiah)
Obligasi Negara (ON)
28
213,538
Surat Perbendaharaan Negara (SPN)
29
74,634
TABEL 3.51 Hasil Penerbitan SUN melalui Lelang dan Private Placement Tahun 2015
2. Penerbitan Surat Utang Negara Berdenominasi Valuta Asing di Pasar Internasional Sejak penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), yang didalamnya termasuk SUN, menjadi sumber utama pemenuhan target pembiayaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Pemerintah berupaya semaksimal mungkin untuk menggali potensi sumber pembiayaan dalam negeri. Namun, dengan mempertimbangkan beberapa hal antara lain keterbatasan daya serap pasar SUN dalam negeri, pembentukan
SUN dalam valuta asing di pasar
internasional, kebutuhan untuk meningkatkan cadangan devisa, dan pembayaran kewajiban dalam valuta asing serta antisipasi terhadap kondisi pasar keuangan yang penuh ketidakpastian, maka sejak tahun 2004 Pemerintah menerbitkan SUN dalam valuta asing di Pasar Internasional. Pada tahun 2015, Pemerintah menerbitkan SUN berdenominasi USD di pasar perdana internasional sebanyak satu kali dengan total penerbitan sebesar USD4 miliar (ekuivalen Rp50,4 triliun) dengan tanggal setelmen pada 15 Januari 2015. Ringkasan hasil penerbitan SUN berdenominasi USD di pasar perdana internasional adalah sebagai berikut :
Keterangan
RI0125 (New Issuance)
RI0145 (New Issuance)
Jumlah nominal yang dimenangkan
USD2.000.000.000
USD2.000.000.000
Tingkat kupon
4,125%
5,125%
Tingkat yield yang dimenangkan
4,200%
5,200%
Jatuh tempo
15 Januari 2025
15 Januari 2045
Tanggal Setelmen
15 Januari 2015
15 Januari 2015
Listing
Singapore Stock Exchange
Trustee, Registrar, Transfer Agent, Paying Agent
Bank of New York Mellon
TABEL 3.52 Penerbitan Surat Utang Negara Berdenominasi USD di Pasar Perdana Internasional
Di samping itu pada tahun 2015, Pemerintah kembali melakukan penerbitan SUN dalam valuta asing denominasi Euro (seri RIEUR0725) pada tanggal 30 Juli 2015 (settlement date) dengan menggunakan format 144A/RegS dalam program nominal penerbitan sebesar EUR1,25 miliar equivalen dengan Rp18,5
Akuntabilitas Kinerja
109
masa jatuh tempo 30 Juli 2025. RIEUR0725 dicatatkan secara
denominasi Euro seri di Singapore Stock Exchange (SGX)
dan Selain USD dan EURO, pada tahun 2015 Pemerintah juga kembali ). Terdapat 3 (tiga) seri
yang diterbitkan, dimana dua
diantaranya merupakan penerbitan
RIJPY0818 (Un-Guaranteed)
RIJPY0820 (Un-Guaranteed)
RIJPY0825 (Guaranteed)
Jumlah nominal yang dimenangkan
JPY22.500.000.000
JPY22.500.000.000
JPY55.000.000.000
Tingkat kupon
1,380%
1,380%
0,910%
Tingkat yield yang dimenangkan
1,380%
1,380%
0,910%
Jatuh tempo
13 Agustus 2018
13 Agustus 2020
13 Agustus 2025
Keterangan TABEL 3.53 Penerbitan Surat Utang Negara Berdenominasi Yen
. Ringkasan hasil tahun 2015 adalah sebagai berikut:
Tanggal Setelmen
13 gustus 2015
3. Penerbitan Obligasi Negara kepada Investor Ritel Dalam rangka perluasan basis investor serta untuk mendorong terciptanya
serta mendukung program
Negara Ritel (ORI). ORI adalah obligasi negara yang dijual kepada individu atau orang perseorangan warga negara Indonesia melalui agen penjual. Pada tahun 2015, Pemerintah kembali menerbitkan ORI dengan seri baru
ditingkatkan menjadi 2 (dua) periode kupon. Berdasarkan ketentuan ini, pemilik ORI tidak dapat memindahbukukan kepemilikan ORI-nya selama mengurangi laju perpindahan kepemilikan ORI dari investor individu ke investor institusi/lainnya, (2) memperluas basis investor ritel, dan (3) memperluas kesempatan investor ritel untuk memperoleh penjatahan
hingga tanggal 15 Desember 2015.
110
ORI02 diterbitkan dengan tenor 3 tahun dan tingkat kupon tetap sebesar penjatahan ORI012 ditetapkan nominal penerbitan ORI012 sebesar Rp27,4 triliun. Distribusi hasil penjualan ORI012 dapat dilihat dalam
16,000
20,000
14,000 16,000
12,000
GRAFIK 3.17 Distribusi Jumlah dan Volume Pemesanan ORI012
10,000
12,000
8,000 8,000
6,000 4,000
4,000
2,000 0
0 s.d. 5 Juta
> 5 Juta - 50 Juta
> 50 Juta - 100 Juta
> 100 Juta - 500 Juta
> 500 Juta - 1 Miliar
> 1 Milar - 5 Miliar
Nom (Mil)-RHS
5.82
274.78
750.29
6,059.21
6,416.60
13,932.07
Frek - LHS
1163
8623
7882
18163
7285
6405
4. Pada tahun 2015 penerbitan melalui metode
dilakukan
triliun, yang terdiri dari: a. FR0053 sebesar Rp1,5 triliun dengan 1 kali transaksi; b. FR0053 sebesar Rp1,5 triliun dengan 1 kali transaksi; c. d. e. f. g. FR0070 sebesar Rp7 triliun dengan 1 kali transaksi; h. i. j. k.
Akuntabilitas Kinerja
111
b) Kinerja Pengelolaan SUN tahun 2011-2015 Penerbitan SUN melalui Lelang SUN, penerbitan
dan penerbitan
Obligasi Negara kepada Investor Ritel dari tahun 2011 s.d. 2015 mengalami peningkatan dalam jumlah yang diterbitkan. Sementara itu instrumen tidak diterbitkan pada tahun 2011, 2013, dan 2014. Penerbitan Samurai
dilakukan pada tahun 2010 dan 2012, dan diterbitkan kembali
pada tahun 2015. TABEL 3.54 Kinerja Pengelolaan SUN Tahun 2011 – 2015
2011 Instrumen ON
Frek 22
SPN
2012
2013
2014
2015
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Frek Frek Frek Frek (miliar) (miliar) (miliar) (miliar) (miliar) 98,850
21
122,245
40,000
23
30,520
166,450
23
203,855
28
213,538
42,400
22
60,900
29
74,634
41,494
1
48,468
1
50,372
1
15,759
1
18,473
-
1
11,054
1
27,438
Global Bond USD
1
Euro Samurai Bond
21,442
2
39,005
2
-
-
-
-
7,012
-
SUN Ritel ORI
1
SBR
GRAFIK 3.18 Kinerja Pengelolaan SUN Tahun 2011 – 2015
11,000
1
12,676
1
20,205
1
21,216
1
2,390
-
352,588
395,509
-
-
-
171,292
211,458
269,549
250.000 200.000 150.000 100.000 50.000 0.000 2011 ON
112
2012 SPN
Global Bond
2013
2014
Samurai Bond
2015 SUN Ritel
Terkait pembiayaan melalui pinjaman, realisasi pengadaan pinjaman
berikut:
APBNP
Fleksibilitas Pembiayaan
Realisasi
World Bank
300,00
94,50
94,50
1.
Local Government and Decentralization Project
100,0
94,50
94,50
2.
Road Assets Preservation Program
200,0
-
-
300,00
900,00
900,00
300,0
400,0
400,0
-
500,0
500,0
-
245,00
245,00
Sustainable dan Inclusive Energy Program (SIEP)
-
200,0
200,0
Strengthening Investment for Growth Acceleration
-
45,0
45,0
-
150,00
150,00
-
150,0
150,0
600,00
1,389,50
1,389,50
No 1.
2.
3.
Lenders
ADB 1.
Financial Market Development and Inclusion
2.
Sustainable dan Inclusive Energy Program (SIEP)
KFW 1. 2.
TABEL 3.55 Realisasi Pengadaan Pinjaman Program Tahun 2015
Programme - Subprogramme 1 (SIGAP)
4.
AFD 1.
Sustainable dan Inclusive Energy Program (SIEP)
TOTAL
Realisasi yang jauh melampaui target semula tersebut dapat dicapai dengan membangun mekanisme hubungan kerja yang baik khususnya dengan Kementerian Bidang Perekonomian. Kementerian Bidang Perekonomian berperan untuk mengkoordinasikan Bappenas dan Kementerian/lembaga yang menjadi Implementing Agencises untuk menyiapkan
, yang
menjadi persyaratan pinjaman program. Di samping itu, juga dilakukan pertemuan secara regular dengan development partner untuk mengetahui perkembangan penyelesaian , dan untuk menjembatani gap komunikasi antara dengan
.
Isu utama yang perlu diperhatikan terkait kegiatan pengadaan utang sesuai
terhadap PDB, berdampak pada adanya peningkatan target pembiayaan
Akuntabilitas Kinerja
113
Implikasi dari hal tersebut adalah terdapat penambahan target pembiayaan dua minggu terakhir tahun 2015. IKU persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan telah dilaksanakan mulai tahun 2012. Adapun capaian IKU tersebut selama tiga tahun berturut-turut seperti tertera pada tabel berikut. TABEL 3.56 Capaian IKU persentase pengadaan utang 2013-2015
2013 Periode Pelaporan
Tahunan
2014
2015
Target
Realisasi
Target
Realisasi
Target
Realisasi
110%
100,04%
110%
100,04%
110%
100,04%
realisasi penerimaan APBN di bawah target, sehingga berdampak pada masalah tersebut telah dilaksanakan beberapa rangkaian kegiatan berikut. 1. Koordinasi secara berkala antara fungsi pembiayaan dengan fungsi penerimaan, fungsi belanja dan fungsi pengelolaan kas, dalam forum 2. Pengembangan pasar keuangan domestik antara lain melalui penerbitan SBN seri
selama 2 tahun dan koordinasi dengan
LPS terkait pelaksanaan basis investor; 3. Pembelian kembali SUN secara terukur dan terkoordinasi; 4. Komunikasi dengan BLU dan LK di bawah Kementerian Keuangan untuk LPEI); 5. Komunikasi intensif dengan bank sentral China untuk berinvestasi di pasar SBN; dan menginformasikan kondisi tersebut dalam forum FKSSK dan kepada peserta
(BSF); dan
7. Pelaksanaan penerbitan SUN melalui metode akhir tahun 2015 sebesar IDR 40 triliun.
114
pada
itu, dilakukan juga kegiatan berikut. 1. Koordinasi dalam bentuk trilateral meeting serta
dengan
Bappenas dan K/L dalam rangka proses penerbitan daftar kegiatan dinegosiasikan; dan 2. dinegosiasikan pada akhir tahun 2015. Dengan demikian, IKU persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan
8.
Sasaran Strategis 8: Penegakan Hukum yang Efektif
Pengendalian mutu dan penegakan hukum yang efektif adalah mengawasi, mengamati, mengecek dengan cermat, memantau pekerjaan maupun laporan agar pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku. SS 8. Penegakan Hukum yang Efektif Indikator Kinerja
Target
Realisasi
Kinerja
8a.
Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21)
51%
79.90%
120,00
8b.
Persentase tindak lanjut temuan pelanggaran kepabeanan dan cukai
80%
91,19%
113,99
TABEL 3.57 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Penegakan Hukum yang Efektif
a. (P21) (8a) Indikator penyidikan yang dinyatakan lengkap oleh kejaksaan ini membandingkan antara jumlah Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) atau berkas perkara yang dinyatakan lengkap oleh kejaksaan dengan jumlah penyidikan. Status P21 adalah Jumlah Sprindik atau Berkas perkara kasus pidana di bidang perpajakan yang sudah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (dinyatakan memenuhi syarat untuk proses
Akuntabilitas Kinerja
115
KUP. Sementara jumlah penyidikan adalah jumlah akumulasi tunggakan penyidikan awal tahun ditambah dengan Sprindik yang diterbitkan tahun berjalan. IKU Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (P21) pada level Kemenkeu-Wide ini di-
kepada 2 unit Eselon I (DJP dan DJBC) yang
memiliki target dan capaian sebagaimana uraian dibawah ini. 1) (P21) [DJP] atas jumlah target berkas perkara yang dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) dan yang disetarakan (penghentian penyidikan sesuai dengan Pasal 44B UU KUP) dengan angka mutlak 38 berkas dan diperhitungkan dengan formulasi sebagaimana berikut ini.
=
38 112 - 22
Formulasi penghitungan target IKU Persentase hasil penyidikan yang dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P-21) merupakan perbandingan berkas perkara yang telah memenuhi syarat dan berstatus P-21 oleh Kejaksaan ditambah dengan jumlah perkara yang diselesaikan (penghentian penyidikan) melalui Pasal 44B UU KUP. Pada tahun 2015 target berkas yang P-21 adalah sebanyak 38 berkas. Sedangkan, angka penyebut dalam formula didapat berdasarkan jumlah surat perintah penyidikan (sprindik) yang masih ada (
) pada awal tahun 2015 sebanyak 112 berkas
dikurangi dengan jumlah penyidikan yang sudah tidak dapat dilanjutkan dengan jumlah berkas penyidikan sebanyak 22 berkas. Dengan demikian target IKU tersebut
yang ditetapkan sejumlah 38 berkas dengan rincian sebagai berikut TABEL 3.58 IKU Persentase hasil penyidikan yang dinyatakan lengkap oleh kejaksaan
Target Indikator Kinerja Utama (IKU) Persentase hasil penyidikan yang dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P-21)
116
Realisasi
%
Angka Mutlak
%
Angka Mutlak
42%
38
72,22%
65
Indeks Capaian
120
Hal-hal yang mendukung tercapainya target IKU diantaranya adalah dilaksanakannya koordinasi
tindak pidana di bidang perpajakan semakin
secara intensif kepada pihak Korwas Kepolisian
meningkat, namun belum diimbangi dengan
Republik Indonesia dan pihak Kejaksaan, kinerja
meratanya
yang optimal dari seluruh PPNS DJP dan unit-unit
Pelaksana Penyidikan Pajak. Terbukti, dari
pendukungnya, serta dukungan penuh dari seluruh
target yang diberikan ke setiap Unit Pelaksana
Unit Pelaksana Penyidikan Pajak, baik sarana
Penyidikan Pajak, terdapat beberapa Unit
maupun anggaran.
Pelaksana Penyidikan Pajak yang belum berhasil
dukungan
dari
seluruh
Unit
memenuhi target tersebut. Kendala yang dihadapi dalam penegakan hukum atas tindak pidana di bidang perpajakan:
Beberapa langkah yang telah diambil untuk mengatasi kendala yang dihadapi diantaranya
a. Pemahaman jaksa peneliti terhadap tindak
adalah:
pidana di bidang perpajakan masih relatif kurang memadai.
a.
Pemahaman
jaksa
pengetahuan
tindak
peneliti
Kejaksaan dan Kepolisian.
perpajakan
Koordinasi yang dilakukan dengan Kejaksaan
pemberkasan
dan Kepolisian antara lain dalam rangka
perkara sehingga memerlukan koordinasi lebih
penyelenggaraan gelar perkara terhadap kasus-
lanjut untuk membahas lebih detail kasus-kasus
kasus, khususnya kasus tindak pidana di bidang
tertentu.
perpajakan dan penyediaan narasumber dalam
terkadang
pidana
terhadap
menunda
proses
diskusi/seminar/diklat yang diselenggarakan b.
oleh masing-masing instansi. Kebijakan sebagai
perpajakan kebijakan
tidak
biasanya populis
dianggap
Koordinasi tidak hanya dilakukan di tingkat
di
pusat, namun juga di tingkat wilayah. Untuk
mata
tingkat pusat, pelaksanaan koordinasi dilakukan besar maupun pesohor dan orang penting,
antara Direktorat Intelijen dan Penyidikan
Terkadang, dengan tangan kekuasaan yang
dan Kejaksaan Agung. Sedangkan, pelaksanaan
dimiliki, kewajiban perpajakan yang seharusnya
koordinasi di tingkat wilayah dilakukan antara
dipenuhi, dihindari atau bahkan dilawan agar
Kanwil DJP dengan Kepolisian Daerah (POLDA)
terbebas dari kewajiban perpajakan.
dalam hal ini Direktorat Reserse Kriminal Khusus, dan Kejaksaan Tinggi setempat.
c.
Belum
meratanya
kecukupan
dukungan
dari Unit Pelaksana Penyidikan Pajak dalam
b.
pelaksanaan penyidikan tindak pidana di bidang
(diklat) tindak pidana di bidang perpajakan yang
perpajakan.
diikuti oleh PPNS DJP, Kejaksaan, dan Kepolisian.
Akuntabilitas Kinerja
117
Pada tahun 2015, DJP telah menyelenggarakan
pengembalian
diklat tindak pidana di bidang perpajakan
dari pembentukan satgas tersebut adalah
kerugian
negara.
Sasaran
dengan melibatkan PPNS DJP, Kejaksaan, dan
para pengguna dan penerbit faktur pajak
Kepolisian. Diklat diselenggarakan sebanyak 3 (tiga) angkatan dengan jumlah peserta
melakukan
penyisiran
dan
penindakan
sebanyak 30 orang setiap angkatan. c.
terbukti melakukan indikasi tindak pidana perkara penyidikan yang dinyatakan lengkap
perpajakan.
oleh Kejaksaan (P-21) kepada seluruh Unit Pelaksana Penyidikan Pajak.
b. Operasi Tangkap Tangan (OTT) atas tindak
Pada tahun 2015, DJP telah menetapkan target
pidana yang diketahui seketika.
kepada seluruh Unit Pelaksana Penyidikan
Penanganan Tindak Pidana yang Diketahui
Pajak
Seketika merupakan upaya untuk mengamankan
(Kanwil
DJP)
untuk
dapat
berkas
perkara penyidikan yang dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P-21) dengan angka mutlak
perpajakan dengan modus penerbitan Faktur
sebanyak 1 (satu) berkas.
Pajak yang Tidak Berdasarkan Transaksi yang Sebenarnya.
d. Kanwil DJP selaku Unit Pelaksana Penyidikan
Pencapaian kinerja penyidikan tindak pidana di
Pajak.
bidang perpajakan selama tahun 2013 sampai
Direktorat
Intelijen
dan
Penyidikan
selaku
pengampu IKU Persentase hasil penyidikan yang dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P-21) selalu memberikan asistensi dan bimbingan terkait pelaksanaan penyidikan yang dilakukan oleh Kanwil DJP selaku Unit Pelaksana Penyidikan Pajak. Program yang menunjang keberhasilan pencapaian kinerja: a. Satuan Tugas (Satgas) Faktur Pajak Fiktif (Faktur Pajak yang Tidak Berdasarkan Transaksi yang Sebenarnya). Satgas Faktur Pajak Fiktif dibentuk sebagai upaya untuk memberikan efek jera bagi pelaku sindikat sekaligus mengoptimalkan
118
dengan 2015 mengalami peningkatan sesuai data sebagai berikut: 70 60 50 40 30 20 10 0
2013 (60%)
2014 (131%)
Target
2015 (171%) Realisasi
GRAFIK 3.19 Capaian IKU Persentase Hasil Penyidikan yang dinyatakan 2013 s.d. 2015
Target Tahun
Realisasi Indeks Capaian
%
Angka Mutlak
%
Angka Mutlak
2013
50%
25
30%
15
60
2014
50%
32
66%
42
120
2015
42%
38
72,22%
65
120
TABEL 3.59 Indeks Capaian IKU Persentase Hasil Penyidikan yang dinyatakan lengkap oleh kejaksaan
Formasi PPNS DJP dan capaian kinerja per Kanwil DJP dan Direktorat Intelijen dan Penyidikan tahun 2015 adalah sebagai berikut.
No.
Unit Pelaksana Penyidikan Pajak (UP3)
Jumlah PPNS
Jumlah P-21 dan yang disetarakan
1
Direktorat Intelijen dan Penyidikan
47
23
2
Kanwil DJP Jawa Timur I
13
6
3
Kanwil DJP Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung
13
3
4
Kanwil DJP Daerah Istimewa Yogyakarta
8
3
5
Kanwil DJP Jakarta Selatan I
17
2
6
Kanwil DJP Jawa Barat I
17
2
7
Kanwil DJP Jawa Timur II
17
2
8
Kanwil DJP Jakarta Pusat
13
2
9
Kanwil DJP Jawa Tengah I
13
2
10
Kanwil DJP Jawa Tengah II
13
2
11
Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara
11
2
12
Kanwil DJP Sumatera Utara I
10
2
13
Kanwil DJP Jakarta Barat
17
1
14
Kanwil DJP Jakarta Utara
17
1
15
Kanwil DJP Jakarta Khusus
14
1
16
Kanwil DJP Jawa Barat II
14
1
17
Kanwil DJP Banten
12
1
18
Kanwil DJP Jakarta Timur
12
1
19
Kanwil DJP Bengkulu dan Lampung
10
1
20
Kanwil DJP Sumatera Utara II
8
1
21
Kanwil DJP Jawa Timur III
7
1
22
Kanwil DJP Kalimantan Barat
7
1
23
Kanwil DJP Kalimantan Timur dan Utara
7
1
24
Kanwil DJP Sumatera Barat dan Jambi
6
1
25
Kanwil DJP Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo, dan Maluku Utara
5
1
26
Kanwil DJP Aceh
3
1
27
Kanwil DJP Bali
9
0
28
Kanwil DJP Kalimantan Selatan dan Tengah
8
0
29
Kanwil DJP Nusa Tenggara
8
0
30
Kanwil DJP Riau dan Kepulauan Riau
7
0
31
Kanwil DJP Wajib Pajak Besar
6
0
32
Kanwil DJP Papua dan Maluku
5
0
33
Kanwil DJP Jakarta Selatan II
0
0
34
Kanwil DJP Jawa Barat III
0
0
374
65
Jumlah
TABEL 3.60 Formasi PPNS DJP dan Capaian Kinerja per Kanwil DJP dan Direktorat Intelijen dan Penyidikan
Akuntabilitas Kinerja
119
13
Kanwil DJP Jakarta Barat
17
1
14
Kanwil DJP Jakarta Utara
17
1
15
Kanwil DJP Jakarta Khusus
14
1
16
Kanwil DJP Jawa Barat II
14
1
17
Kanwil DJP Banten
12
1
18
Kanwil DJP Jakarta Timur
12
1
19
Kanwil DJP Bengkulu dan Lampung
10
1
20
Kanwil DJP Sumatera Utara II
8
1
21
Kanwil DJP Jawa Timur III
7
1
22
Kanwil DJP Kalimantan Barat
7
1
23
Kanwil DJP Kalimantan Timur dan Utara
7
1
24
Kanwil DJP Sumatera Barat dan Jambi
6
1
25
Kanwil DJP Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo, dan Maluku Utara
5
1
26
Kanwil DJP Aceh
3
1
27
Kanwil DJP Bali
9
0
28
Kanwil DJP Kalimantan Selatan dan Tengah
8
0
29
Kanwil DJP Nusa Tenggara
8
30
No.
Kanwil DJP Riau dan Kepulauan Riau
31
Kanwil DJP Wajib Pajak Besar
32
Kanwil DJP Papua dan Maluku
5
0
33
Kanwil DJP Jakarta Selatan II
0
0
34
Kanwil DJP Jawa Barat III
0
0
374
65
Unit Pelaksana Penyidikan Pajak (UP3)
6
Jumlah
Selain
menjalankan
tugas
dan
fungsi
0
Jumlah 7 PPNS
Jumlah P-21 0 dan yang 0 disetarakan
dalam
penegakan hukum, Unit Pelaksana Penyidikan Pajak juga telah berkontribusi dalam penerimaan
[DJBC]
empat miliar tujuh ratus delapan puluh dua juta
Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai adalah
tiga ratus sembilan puluh enam ribu sembilan
segala perbuatan yang berhubungan dengan
ratus dua puluh rupiah) dengan adanya pencairan
Kepabeanan dan Cukai yang atas perbuatan
pada tahun 2015 atas penghentian
tersebut diancam dengan pidana. SPDP adalah
penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
Surat Perintah Dimulainya Penyidikan sebagai penugasan penyidik untuk memulai kegiatan
Republik Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa
penyidikan.
kegiatan penyidikan turut mendukung Destination
dimana penyidik berupaya mengungkapkan
Statement berupa Penerimaan Pajak dan
fakta-fakta dan bukti-bukti atas terjadinya suatu
dengan
tetap
mengedepankan
Inisiatif
Penyidikan
merupakan
tahap
tindak pidana serta menemukan tersangka
Strategis “Penegakan Hukum Secara Selektif untuk
pelaku tindak pidana tersebut.
Pembinaan Dalam Rangka Penegakan Hukum)
IKU ini bertujuan untuk mendorong kinerja
sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis DJP
penyidikan kasus tindak pidana kepabeanan
tahun 2015.
dan
cukai
oleh
Kejaksaan
Pencapaian
IKU
Persentase
hasil
penyidikan
yang dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan
(P-21)
merupakan upaya pemenuhan pencapaian Renstra
sampai yang
dinyatakan berasal
lengkap
dari
Surat
Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Status P-21 merupakan status dimana berkas perkara DJBC
pidana
dinyatakan
yang
dilakukan
lengkap
oleh
penyidik Kejaksaan
dan siap untuk dilimpahkan ke pengadilan mendukung pencapaian indikator yang tercantum
untuk menjalani proses persidangan. Status SP3 berarti proses penyidikan dinyatakan dihentikan karena tidak cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan
peningkatan kinerja dalam rangka pemenuhan
120
tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi
IKU Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) tidak termasuk Indikator Kinerja Program (IKP) pada Rencana Strategis pencapaian sasaran strategis Penegakan Hukum yang Efektif pada Peta Strategi Kementerian Keuangan tahun 2015.
122 SPDP tersebut terdapat 3 SPDP yang berstatus SP3 (dihentikan proses penyidikannya), dan dikeluarkan dari perhitungan, sehingga hanya sebanyak berstatus P-21 sebanyak 102. Capaian realisasi IKU ini secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut.
No.
Unit Kerja
SPDP
P-21
% 75,00%
1
Kantor Pusat
4
3
2
KPU Tg. Priok
3
2
66,67%
3
KPU Batam
1
1
100,00%
4
KPU Soekarno Hatta
1
1
100,00%
5
NAD
4
3
75,00%
6
Sumut
6
6
100,00%
7
Riau & Sumbar
10
8
80,00%
8
Khusus Kepri
40
33
82,50%
9
Sumbagsel
5
5
100,00%
10
Banten
1
1
100,00%
11
Jakarta
2
2
100,00%
12
Jabar
8
8
100,00%
13
Jateng & DIY
14
11
78,57%
14
Jatim I
8
7
87,50%
15
Jatim II
3
3
100,00%
16
Bali, NTB, NTT
0
0
-
17
Kalbagbar
3
2
66,67%
18
Kalbagtim
1
1
100,00%
19
Sulawesi
4
4
100,00%
20
Maluku, Papua & Papua Barat
1
1
100,00%
119
102
85,71%
JUMLAH (SP3 dikeluarkan dari perhitungan)
TABEL 3.61 Hasil Penyidikan yang P-21 Tahun 2015
Sumber: Direktorat P2
Akuntabilitas Kinerja
121
Tercapainya target tahun 2015 tidak lepas dari
Tindak lanjut temuan pelanggaran merupakan
upaya DJBC untuk meningkatkan profesionalisme
tindak lanjut terhadap temuan pelanggaran di
para penyidik Bea dan Cukai di seluruh wilayah
bidang kepabeanan dan cukai sebagai berikut :
Indonesia, hal ini bisa terjadi berkat asistensi
1. Tindak lanjut temuan pelanggaran sesuai
dan workshop yang diadakan terkait dengan
dengan Pasal 84 huruf a sampai dengan
kegiatan penyidikan. Selain itu, tingkat kecepatan
h Perdirjen Nomor: P-53/BC/2010 tentang
penyelesaian penyidikan yang masih bervariasi
Tata Laksana Pengawasan, yang dapat
antar wilayah juga berdampak pada capaian IKU
berupa :
yang terlihat kurang cepat, hal ini disebabkan
a. pengenaan sanksi andministrasi berupa
masih minimnya pemahaman sebagian jaksa terhadap
tindak
pidana
kepabeanan
dan
cukai di beberapa daerah, belum optimalnya
denda, b. penyidikan, c.
koordinasi antara DJBC dengan Kejaksaan,
penetapan
barang
sebagai
Barang
Dikuasai Negara (BDN) atau Barang
dan belum adanya kurikulum tindak pidana kepabeanan dan cukai di Universitas-universitas
d. pemblokiran,
serta lembaga pendidikan di Indonesia sehingga
e. rekomendasi audit,
minimnya pemahaman masyarakat terhadap hal
f.
reekspor,
tersebut.
g.
rekomendasi tidak dilayani pemesanan
Strategi-strategi yang dilakukan DJBC untuk
h. pelimpahan ke Instansi terkait;
pita cukai, mendukung
capaian
2. Pembekuan NPPBKC;
IKU pada tahun 2015 ini diantaranya melalui
ketercapaian
target
3. Pencabutan NPPBKC;
asistensi penyelesaian SPDP pada unit kerja
4. Pemusnahan Barang Kena Cukai.
yang mengalami kesulitan administrasi dan teknis dalam penyelesaian penyidikan (P21),
Kegiatan
pelaksanaan workshop admnistrasi penyidikan,
penindakan
penindakan
dan pelaksanaan pra-seleksi bagi peserta yang
cukai yang dilakukan oleh unit penindakan
akan mengikuti Diklat Penyidikan.
DJBC selama tahun 2015 dan dibuktikan dengan
pelanggaran
adalah
kegiatan
kepabeanan
dan
dokumen Surat Bukti Penindakan (SBP). b. Persentase
tindak
lanjut
temuan Pengukuran IKU ini dengan cara membandingkan antara jumlah temuan pelanggaran di bidang
IKU ini bertujuan untuk mengukur tingkat
kepabeanan dan cukai yang ditindaklanjuti
keberhasilan
dengan jumlah kegiatan penindakan. Apabila
penindakan
pelanggaran
kepabeanan dan cukai. Pelanggaran kepabeanan
satu
dan cukai adalah pelanggaran kepabeanan dan
lebih dari satu jenis tindak lanjut maka untuk
cukai yang berhasil ditindak oleh petugas Kantor
perhitungan capaian IKU hanya sebagai satu
Pusat DJBC, Kanwil DJBC, KPU, dan KPPBC di
tindak lanjut saja.
seluruh Indonesia pada tahun 2015.
122
kegiatan
penindakan
menghasilkan
Selama tahun 2015 terdapat 10.257 kegiatan penindakan yang dilakukan dan
sebagai berikut:
No.
Unit Kerja
Jumlah SBP s.d. bulan berjalan
Jumlah Tindak Lanjut Temuan hasil pelanggaran s.d. bulan berjalan
% tindak lanjut temuan pelanggaran
Target 2015
a
b
C = (b/a x 100%)
d
157
130
82,80%
1
Direktorat P2
2
Aceh
93
92
98,92%
3
Sumut
327
278
85,02%
4
Riau & Sumbar
229
202
88,21%
5
Khusus Kepri
173
169
97,69%
6
Sumbagsel
256
236
92,19%
7
Banten
564
556
98,58%
8
Jakarta
895
825
92,18%
9
Jabar
622
559
89,87%
10
Jateng & DIY
1.247
1.220
97,83%
11
Jatim I
1.003
899
89,63%
12
Jatim II
516
487
94,38%
13
Bali, NTB & NTT
1.636
1.496
91,44%
14
Kalbagbar
490
470
95,92%
15
Kalbagtim
233
209
89,70%
16
Sulawesi
386
363
94,04%
17
MPP
73
73
100,00%
18
KPU Tg. Priok
911
730
80,13%
19
KPU Batam
184
180
97,83%
20
KPU Soetta
262
179
68,32%
10.257
9.353
91,19%
Total
TABEL 3.62 Persentase tindak lanjut temuan pelanggaran
80%
Sumber: Direktorat Penindakan dan Penyidikan, DJBC
Kinerja ini diharapkan dapat terus dipertahankan mengingat sampai dengan
Akuntabilitas Kinerja
123
Faktor yang mempengaruhi pencapaian IKU ini yaitu terjadinya peningkatan kegiatan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai pada seluruh unit pengawasan di tingkat Kantor Pusat DJBC (Direktorat Penindakan dan Penyidikan), Pengawasan Bea dan Cukai di seluruh Indonesia. Terkait hal tersebut, strategi-strategi yang telah dilakukan DJBC pada tahun 2015 untuk mendukung ketercapaian IKU ini diantaranya melalui peningkatan kemampuan petugas DJBC dalam melakukan kegiatan penindakan, melakukan updating modus pelanggaran pada database penindakan DJBC, meningkatkan akurasi informasi intelijen DJBC, melakukan asistensi percepatan proses penanganan pasca penindakan, meningkatkan koordinasi antar unit pengawasan di lingkungan DJBC dalam bentuk Rapat Kerja Pengawasan (Rakerwas) pada hukum lainnya.
tinggi untuk kepentingan jangka panjang. Dalam pencapaian sasaran strategis ini,
TABEL 3.63 Capaian IKU pada Sasaran Strategis SDM yang kompetitif
SS 9. SDM yang kompetitif Indikator Kinerja
Target
Realisasi
Kinerja
9a
Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan
88%
90,86
103,25
9b
Nilai peningkatan kompetensi SDM
22
28,94
120
Uraian mengenai kedua IKU tersebut adalah sebagaimana berikut ini. a. Kompetensi Jabatan merupakan salah satu IKU Kemenkeu Wide Kementerian Keuangan tahun 2015. IKU ini disusun untuk mengukur persentase pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai kompetensi sesuai dengan Standar Kompetensi Jabatannya.
124
Persentase pejabat Kementerian Keuangan yang telah
b. prioritas pelaksanaan AC diberikan kepada
memenuhi Standar Kompetensi Jabatannya, diperoleh
pejabat
yang
belum
mengikuti
AC
pada
dari jumlah pejabat eselon II, III dan IV di lingkungan
eseloneringnya yang baru atau pejabat yang
Kementerian Keuangan yang memiliki nilai Job Person c. eselon II, III dan IV di lingkungan Kementerian Keuangan yang telah mengikuti
prioritas pelaksanaan
(Re-
AC) dapat dilakukan terhadap pejabat yang
(AC). Pada
tahun 2015, persentase pejabat Kemenkeu yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya pada tahun
namun
telah
dilakukan
pengembangan
kompetensi terlebih dahulu sebelumnya; d. penyusunan
pemetaan
gap
kompetensi
103,25.
pegawai sehingga pengembangan dilakukan
Pejabat Eselon II, III, dan IV di lingkungan Kemenkeu
kebutuhan
pegawai
untuk
memenuhi
persyaratan kompetensi pada jabatannya atau keseluruhan pejabat dimaksud, yang telah memenuhi
Standar Kompetensi Jabatan (SKJ). Pelaksanaan kegiatan prioritas tersebut, diharapkan meningkatkan kompetensi pejabat, sehingga ketika
TABEL 3.64 Capaian IKU Persentase Pejabat Kementerian Keuangan yang Telah Memenuhi Standar Kompetensi Jabatan
T/R
Q1
Q2
Q3
dilakukan Re-AC hasil assessmen menjadi lebih baik
Q4
2. Penempatan Pejabat Hasil AC dipergunakan sebagai salah satu bahan
Target
88%
88%
88%
88%
Realisasi
89,01%
91,11%
91,10%
90,86%
pertimbangan
Capaian
101,15%
103,53%
103,52%
103,25%
penempatan pegawai dalam jabatan struktural
dalam
pembuatan
keputusan
eselon II, III, dan IV, yaitu dengan menempatkan pegawai pada suatu jabatan struktural dengan Perolehan capaian yang melebihi target ini didukung oleh beberapa hal sebagai berikut:
persyaratan. Sebagai tindakan preventif dalam menempatkan pejabat yang telah memenuhi
1. Prioritas AC dan pengembangan pegawai. a. pengembangan
kompetensi
bagi
pejabat Tahun 2012 tentang Penetapan Nilai Job Person
lain melalui pelaksanakan diklat kompetensi maupun pemberian penugasan khusus/special
di Lingkungan Kementerian Keuangan) maka
assignment untuk meningkatkan kompetensi pejabat terkait;
Akuntabilitas Kinerja
125
Salah satu tujuan dari Rencana Strategis
pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai tugas
dan/atau
fungsi
didapatkan
birokrasi,
dan
kompetensi dari para peserta diklat yang
penguatan kelembagaan. Terkait tujuan
memenuhi yang memenuhi syarat. Sampel
tersebut, sasaran strategis yang harus
yang akan digunakan dalam IKU ini adalah
dicapai secara nyata oleh Kementerian
diklat/peserta diklat yang memenuhi syarat-
,
rata-rata
Capaian
adalah adanya kesinambungan reformasi perbaikan
dari
jabatan.
peningkatan
syarat sebagai berikut: kompetitif tersebut, perlu adanya suatu indikator yang dapat memastikan para pejabat strukturalnya memiliki kompetensi yang mendukung pelaksanaan tugas dalam hal
ini
dengan
mempersyaratkan
nilai
(1) Diutamakan diklat dengan peserta berasal dari eselon I yang sama (2) Diutamakan
bukan
merupakan
penyegaran maupun diklat lanjutan (3) Diklat
yang
memiliki
tujuan
“mampu
menerapkan/mengaplikasikan”, Persentase Pejabat yang memenuhi Standar
diklat
sesuai
dengan kriteria C3 pada Taksonomi Bloom
Kompetensi Jabatan memastikan jumlah pejabat struktural Kementerian Keuangan
Adapun
proses
pengukuran
peningkatan
kompetensi adalah sebagai berikut. menjalankan tugas secara baik dan optimal. a. melakukan
leveling
kompetensi
awal
dengan melakukan pre-assessment kepada para peserta diklat. Assessment dilakukan mengukur keberhasilan program pendidikan
baik kepada peserta diklat, maupun dengan
dan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi
survei kepada rekan kerja dan atasan
peserta
dimaksudkan
peserta diklat. Pegawai yang akan dianalisis
program-program
adalah pegawai yang memiliki nilai pre-
diklat.
Indikator
mengukur
dari
ini
dan Pelatihan Keuangan (BPPK). Selain mengukur
b. melakukan
leveling
kompetensi
akhir,
keberhasilan program BPPK, indikator ini juga
menggunakan metode yang sama seperti
dapat membantu unit-unit pengguna untuk
proses leveling kompetensi awal. Kegiatan
mengetahui peningkatan kompetensi individual
dilakukan secepat-cepatnya 3 bulan dan
para peserta pendidikan dan pelatihan. peserta kembali bekerja sesuai dengan Formula : Rata-rata (nilai kompetensi akhir –
kompetensi yang diperoleh dari diklat
nilai kompetensi awal)
yang diikuti dengan maksud alumni diklat memiliki kesempatan mengamalkan ilmu yang didapat pada saat pendidikan.
kemampuan
126
kerja
yang
mencakup
aspek
c.
Skala penilaian assessment adalah 1 – 10 dengan konversi ke skor 1 – 100 baik pada level kompetensi awal maupun level kompetensi akhir.
d. Target tahun 2015 sebesar 22 memiliki arti alumni diklat mengalami kenaikan nilai level kompetensi sebesar 22. e. konversi 80,00, sehingga peserta diklat tersebut mengalami kenaikan nilai level kompetensi sebesar 20,00. f.
Pada tahun 2015, peserta diklat pada program yang dievaluasi di BPPK
Pada Tahun 2015, BPPK melakukan evaluasi pada 22 Diklat. Jenis diklat yang dievaluasi meliputi Diklat Teknis Substantif Spesialisasi (DTSS), Diklat Teknis Substansif Dasar (DTSD), Diklat Fungsional (DF), dan Diklat Peningkatan Kompetensi (DPK). Peningkatan pada tahun 2015 mengalami peningkatan dari
PENJELASAN CAPAIAN Target
Realisasi
BPPK
22
28,94
Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan
24
26,40
UNIT
37,10 Pusdiklat Bea dan Cukai
24
24,4
Diklat Staf PPK
26,4
Diklat Perencanaan Kas
28,4
DTSS Intelijen Taktis
41,5
DTSS Pemeriksaan Barang Ekspor
40,9
DTSS Pemeriksaan Barang Impor
41,2
Workshop Frontliner Indonesian Airport Customs
30,9
DTSS Beracara Di Pengadilan
37,6
22,06
DTSS Supervisor Teknologi Informasi dan Komunikasi DJKN Tingkat Pemula
45,6
20,83
DTSS Pengurusan Piutang Negara
43,8
Diklat Microsoft Word dan Powerpoint Tingkat Lanjutan
28,37
Diklat Microsoft
21,91
22
22
Diklat Bendahara Penerimaan DJBC
31
24,95
Pusdiklat Keuangan Umum
NILAI PENINGKATAN KOMPETENSI
DTSS Pemeriksaan Barang Berbahaya
42,30
Pusdiklat Kekayaan Negara dan Perimbangan Keuangan
DIKLAT YANG DIEVALUASI
TABEL 3.65 Nilai peningkatan kompetensi 22 Diklat
Akuntabilitas Kinerja
127
Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan
24
26,40
37,10 Pusdiklat Bea dan Cukai
24
42,30
24,95 Pusdiklat Kekayaan Negara dan Perimbangan Keuangan
22
22,06
UNIT
Target
Realisasi
20,83
Pusdiklat Keuangan Umum
Pusdiklat Pajak
Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia
22
20
20
Diklat Bendahara Penerimaan DJBC
24,4
Diklat Staf PPK
26,4
Diklat Perencanaan Kas
28,4
DTSS Intelijen Taktis
41,5
DTSS Pemeriksaan Barang Berbahaya
31
DTSS Pemeriksaan Barang Ekspor
40,9
DTSS Pemeriksaan Barang Impor
41,2
Workshop Frontliner Indonesian Airport Customs
30,9
DTSS Beracara Di Pengadilan
37,6
DTSS PENJELASAN Supervisor CAPAIAN 45,6 Teknologi Informasi NILAI danDIKLAT Komunikasi PENINGDJKNYANG Tingkat KATAN DIEVALUASI Pemula KOMPETENSI DTSS Pengurusan Piutang Negara
43,8
Diklat Microsoft Word dan Powerpoint Tingkat Lanjutan
28,37
Diklat Microsoft Excel Tingkat Lanjutan
21,91
Diklat Tata Naskah Dinas
24,58
Diklat Fungsional Pemeriksa Ahli
23,06
DTSS Penelaah Keberatan Dasar
24,22
DTSD Pajak I
16,98
Diklat Peningkatan Kompetensi (DPK) Pejabat Eselon IV
24,29
DPK Kreativitas dan Inovasi Angkatan 1
31,83
Diklat SOP
35,31
Diklat Transformasional Leadership dan DPK Pelaksana
2,6
10,14
Berdasarkan kendala pelaksanaan kegiatan pada tahun 2014, BPPK telah melaksanakan beberapa perbaikan dalam usaha mancapai target indikator ini, yaitu: a. Perbaikan kurikulum diklat berdasarkan hasil evaluasi, antara lain berupa pengembangan metode pembelajaran melalui pendekatan kasus, diskusi interaktif & pengaplikasian bahan yg dipelajari b. Peningkatan kompetensi pengajar melalui diklat di dalam dan luar badan c.
Perbaikan metode evaluasi dengan menambahkan ujian praktek pada diklat teknis tertentu
d. Validasi Program Diklat Kendala yang dihadapi pada pelaksanaan IKU ini adalah adanya beberapa diklat yang bertujuan meningkatkan soft skill yang belum dapat dinilai peningkatannya pada jangka waktu enam bulan.
128
menunjang pencapaian tujuan strategi tujuh tujuan Kementerian Keuangan, dengan indikator kinerja dan target yang sesuai dengan Rencana Strategis Kementerian Keuangan tersebut. Dengan tercapainya target Nilai Penilaian
Kementerian Keuangan yang berintegritas dan berkompetensi tinggi.
Organisasi yang sehat adalah organisasi yang memenuhi kriteria kondisi internal mencakup unsur: arahan, akuntabilitas, koordinasi dan kendali, orientasi eksternal, kepemimpinan, inovasi dan pembelajaran, kemampuan, motivasi, budaya dan iklim.
SS 10. Organisasi sehat yang berkinerja tinggi Indikator Kinerja 10a Indeks kesehatan organisasi 10b Persentase implementasi inisiatif transformasi kelembagaan
Target
Realisasi
Kinerja
75 (skala 100)
75
100
85%
92,00%
108.24
TABEL 3.66 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Organisasi sehat yang berkinerja tinggi
Uraian mengenai kedua IKU tersebut adalah sebagaimana berikut ini. a. Indeks Kesehatan Organisasi (10a) Indeks kesehatan organisasi adalah indeks yang mengukur tingkat kesehatan organisasi untuk memberikan umpan balik bagi perbaikan organisasi. Elemen yang diukur pada indeks ini adalah: Arahan, Kepemimpinan, Budaya dan Iklim Eksternal, serta Inovasi dan Pembelajaran. Pengukuran tingkat kesehatan organisasi di Kementerian Keuangan didasarkan pada teori kesehatan organisasi dari Keller dan Price (2011). Penelitian kesehatan organisasi oleh Keller dan Price (2011) menunjukkan bahwa untuk mencapai kinerja yang tinggi secara berkesinambungan, sebuah organisasi
Akuntabilitas Kinerja
129
harus secara aktif mengelola kinerja dan kesehatannya.
Kinerja
organisasi
dilaksanakan.
Survei
adalah
hasil atau output yang diberikan oleh suatu
dilaksanakan pada tahun 2015 pada pegawai di
organisasi kepada para pemangku kepentingan
seluruh kantor Kementerian Keuangan, baik di
(
tingkat pusat maupun vertikal.
kinerja
) dan diukur berdasarkan indikator organisasi
yang
ditetapkan
untuk
periode tertentu. Kesehatan organisasi adalah kemampuan organisasi untuk menyelaraskan,
untuk tahun 2015 adalah 75, sedangkan hasil
mengeksekusi, dan memperbaharui dirinya lebih cepat dari organisasi lain di bidangnya
2015, indeks kesehatan organisasi Kementerian
sehingga
kinerja
Keuangan memperoleh skor 75 juga. Survei
yang tinggi dalam jangka panjang. Kesehatan
dapat
mempertahankan
penilaian kesehatan organisasi baru dilaksanakan
organisasi terbagi kedalam 3 (tiga) kluster,
selama 3 (tiga) tahun, yaitu pada tahun 2013,
yaitu keselarasan internal (
),
2014 dan 2015. Pada survei OHI di tahun 2013,
), dan
indeks kesehatan organisasi di Kementerian
kualitas eksekusi ( kapasitas pembaharuan (
). organisasi Kementerian Keuangan memperoleh
Kesehatan Organisasi Kementerian Keuangan,
2015, indeks kesehatan organisasi Kementerian
penilaian kesehatan organisasi Kementerian
Keuangan memperoleh skor 75, atau menurun
Keuangan dilaksanakan paling sedikit setiap 2 (dua) tahun. Selanjutnya, melalui Surat Edaran diperbandingkan secara langsung, mengingat tentang
pelaksanaan
Organisasi Kementerian
dan
Survei
Survei
Keuangan
Kesehatan
indikator dan metodologi ketiganya berbeda.
Kepemimpinan
tahun
2015
telah
pada tabel berikut ini.
TABEL 3.67 Hasil survei Indeks Kesehatan Organisasi Kementerian Keuangan Tahun 2015
Unit Organisasi Keselarasan Internal
DJA
DJP
DJBC
DJPB
DJKN
DJPK
DJPPR
Itjen
BKF
BPPK
Kemenkeu
72
68
76
77
81
81
78
72
79
68
74
79
Arahan
58
52
61
62
70
70
64
55
67
53
62
67
Kepemimpinan
77
75
80
82
85
86
84
80
84
75
77
83
Budaya dan Iklim Kerja
76
73
82
82
85
85
81
77
84
73
79
84
Kualitas Eksekusi
67
63
71
71
77
78
72
67
75
64
71
75
Kepemimpinan
77
73
82
82
85
85
82
79
84
74
78
84
Akuntabilitas
73
70
75
76
80
80
77
74
80
71
76
78
Koordinasi dan Kendali
73
66
76
77
81
82
76
72
80
68
74
79
Kapabilitas
61
59
59
63
73
72
70
61
70
60
66
68
Motivasi
54
47
63
59
68
70
58
50
62
48
61
66
72
70
74
78
81
82
79
75
81
70
74
78
Kepemimpinan
65
60
67
68
73
73
66
62
72
63
66
71
Orientasi Eksternal
79
72
77
82
84
84
83
79
83
77
81
81
Inovasi dan Pembelajaran
59
64
64
69
75
75
70
65
76
59
64
70
MOFIN
68
64
71
72
78
78
74
68
76
65
71
75
Kapasitas Pembaharuan
130
Setjen
Sumber: Survei MOFIN 2015
Keselarasan Internal
72
68
76
77
81
81
78
72
79
68
74
79
Arahan
58
52
61
62
70
70
64
55
67
53
62
67
Kepemimpinan
77
75
80
82
85
86
84
80
84
75
77
83
Budaya dan Iklim Kerja
76
73
82
82
85
85
81
77
84
73
79
84
Kualitas Eksekusi
67
63
71
71
77
78
72
67
75
64
71
75
Kepemimpinan
77
73
82
82
85
85
82
79
84
74
78
84
Akuntabilitas
73
70
75
76
80
80
77
74
80
71
76
78
Koordinasi dan Kendali
73
66
76
77
81
82
76
72
80
68
74
Setjen
DJA
DJP
DJBC
DJPB
DJKN
DJPK
DJPPR
Itjen
BKF
BPPK 66
79 Kemenkeu 68
54
47
63
59
68
70
58
50
62
48
61
66
72
70
74
78
81
82
79
75
81
70
74
78
Kepemimpinan
65
60
67
68
73
73
66
62
72
63
66
71
Orientasi Eksternal
79
72
77
82
84
84
83
79
83
77
81
81
Inovasi dan Pembelajaran
59
64
64
69
75
75
70
65
76
59
64
70
MOFIN
68
64
71
72
78
78
74
68
76
65
71
75
Unit Organisasi
Kapabilitas
61
Motivasi Kapasitas Pembaharuan
59
59
63
73
72
70
61
70
60
Sumber: Survei MOFIN 2015
Berdasarkan rencana strategis Kementerian
b.
2015 adalah 75 sehingga realisasi kinerja pada tahun ini sesuai dengan yang ditargetkan (75).
Perbaikan
Kementerian
Keuangan telah dilaksanakan melalui Program
Keuangan
merupakan
satu-
internal
organisasi
satunya K/L yang sudah mengukur kesehatan
Transformasi
organisasi berdasarkan teori Keller dan Price.
tersebut menghasilkan
Kementerian
Kelembagaan.
Program Transformasi
Kelembagaan
yang
ditetapkan
dengan
Indeks Kesehatan Organisasi Kementerian
Transformasi
Kelembagaan
Keuangan di tahun 2015 dapat tercapai
Keuangan Tahun 2014-2025.
karena telah dilakukan sosialisasi kepada
berisi berbagai inisiatif yang diimplementasikan
Pada tahun 2015, target/Indeks Kesehatan Organisasi Kementerian Keuangan tercapai. Kementerian dimaksud
pada tahun 2014 dan seterusnya. 2015
dikoordinasikan
oleh
Sekretariat
Jenderal, dengan dibantu oleh 2 tenaga ahli
IKU ini bertujuan memonitor implementasi
eksternal. Selain itu, pada tahapan content
inisiatif
, Sekretariat Jenderal meminta
Transformasi
Kelembagaan
Kementerian Keuangan. Penyelesaian inisiatif Transformasi kelembagaan pada tahun 2015
dan Unair dalam hal kesesuaian konten kuesioner.
Organisasi
penyelesaian IKU “Persentase implementasi
Kementerian Keuangan di tahun 2015 tercapai
Indeks
Kesehatan
inisiatif Transformasi Kelembagaan” adalah
karena unit-unit Eselon I yang memiliki
dengan menghitung penyelesaian
kontribusi jumlah responden yang besar,
pada 87 inisiatif di tahun 2015.
seperti DJPB dan DJKN, dapat melampaui
Untuk memperoleh nilai yang valid terhadap
target.
capaian ini, telah dikembangkan dan digunakan )
yang
dapat
memantau penyelesaian setiap bahkan hingga level aktivitas.
Akuntabilitas Kinerja
131
GAMBAR 3.1 Progress Inisiatif Program Progress penyelesaian Inisiatif TKpenyelesaian s.d. 31 Desember 2015 TK per Tema
Progress penyelesaian Inisiatif Program TK Kemenkeu s.d. 31 Des 2015
92% 20
40
60 80 100
0
8%
20
40
60 80
20
100
0
0
Tahun
2014
Progres tahun ini: 97% dari Target s.d. hari ini: 100% Progress hingga berakhirnya inisiatif: 68%
Progres tahun ini: 95% dari Target s.d. hari ini: 100% Progress hingga berakhirnya inisiatif: 63%
Progres tahun ini: 89% dari Target s.d. hari ini: 100% Progress hingga berakhirnya inisiatif: 65%
40
60
20
80
40
60 80 100
0
100
On Track Kegiatan dalam inisiatif telah selesai dilaksanakan atau masih sesuai target s.d. hari ini
Anggaran
Bea dan Cukai
Progres tahun ini: 100% dari Target s.d. hari ini: 100% Progress hingga berakhirnya inisiatif: 43%
Progres tahun ini: 83% dari Target s.d. hari ini: 100% Progress hingga berakhirnya inisiatif: 83%
merupakan
implementasi
100
Perbendaharaan
0
% Task Incompleted
80
Perpajakan
20
% Task Completed
60
Sentral
36%
64%
40
tahun
inisiatif
awal
Warning Kegiatan yang telah selesai dalam inisiatif mencapai: 80% - 99% dari target s.d. hari ini Kegiatan inisiatif yang tidak selesai sampai batas waktu yang ditetapkan (penyelesaian hanya sampai 79% dari target s.d. hari ini)
Negara G.2; Arsitektur dan Informasi Kinerja
Transformasi
Kelembagaan, dimana kegiatan transformasi banyak dilakukan di internal Kementerian
.
Keuangan dan merupakan kelanjutan program Reformasi Birokrasi. Beberapa
yang
Sedangkan
pada
tahun
2015,
kegiatan
sudah dapat dihasilkan pada tahun 2014
transformasi banyak melibatkan institusi diluar
diantaranya
Kementerian Keuangan dan lebih banyak
Peningkatan
kapasitas
Kring
yang ditargetkan selesai. penurunan
yang
telah diselesaikan pada tahun 2015 diantaranya:
TABEL 3.68 Tema Transformasi Kelembagaan dan Capaiannya
No. 1.
Tema Tema Perpajakan
Capaian 1.
Peluncuran Pembayaran Pajak Menggunakan Mini ATM
2.
Peluncuran Mobile Tax Unit di KPP Ketapang Barat
3.
Uji coba penanganan UKM melalui bentuk penyuluhan BDS (Business Development Service)
4.
Penerapan e-Tax Invoice di Jawa-Bali
5.
Piloting Compliance Risk Management pada 9 Kanwil dan 16 KPP
6.
Pengolahan SPT 1770 SS melalui DPC
8.
Penghargaan Platinum dan Gold untuk Kring Pajak
9.
Peluncuran website baru DJP
10.
Implementasi e-Billing System pada Bank/Pos Persepsi Tahun 2015
11.
Penambahan 2 Kanwil dan 10 KPP
12.
Pembentukan 2 Direktorat baru (Dit. Pajak Internasional & Dit. Intelijen
13.
Penerbitan peraturan di bidang pajak internasional (Advanced Pricing Agreement (APA) dan Mutual Agreement Procedures (MAP)).
132
2.
Tema Kepabeanan dan
1.
Penurunan dwelling time secara gradual di KPU BC Tanjung Priok
Cukai
2.
Penegahan berdasarkan penerapan monitoring room di kawasan berikat
3.
Aplikasi otomasi kawasan berikat BC 23 dan BC 25
4.
Otomasi Manajemen Kinerja
5.
Website baru DJBC untuk menunjang kegiatan kehumasan diluncurkan
No. 1.
Tema Tema Perpajakan
Capaian 11.
Penambahan 2 Kanwil dan 10 KPP
12.
Pembentukan 2 Direktorat baru (Dit. Pajak Internasional & Dit. Intelijen
13.
Penerbitan peraturan di bidang pajak internasional (Advanced Pricing Agreement (APA) dan Mutual Agreement Procedures (MAP)).
2.
Tema Kepabeanan dan
1.
Penurunan dwelling time secara gradual di KPU BC Tanjung Priok
Cukai
2.
Penegahan berdasarkan penerapan monitoring room di kawasan berikat
3.
Aplikasi otomasi kawasan berikat BC 23 dan BC 25
4.
Otomasi Manajemen Kinerja
5.
Website baru DJBC untuk menunjang kegiatan kehumasan diluncurkan
6.
Penghargaan Gold medal dari ICCA dan Predikat Best Small Contact Center Finalist untuk Contact Center DJBC
3.
Tema Penganggaran
1.
Implementasi ADIK (Arsitektur Data Informasi Kinerja)
2.
Telah dibangun aplikasi Sistem Monitoring dan Evaluasi Kinerja Terpadu (SMART)
3.
Penelaahan secara online oleh 60 K/L
4.
Pembentukan Task Force Anggaran
5.
Penyelesaian kebijakan Reviu Angka Dasar dan Penyederhanaan Proses Penelaahan Rumusan
6.
Piloting Penerapan Penyampaian Anggaran K/L di Mahkamah Agung
7.
Penyederhanaan Proses Revisi di DJA menjadi 5 (lima) hari Kerja
1.
Roll Out Sistem Perbendahaaraan dan Anggaran Negara (SPAN)
2.
Peluncuran Online Monitoring SPAN (OM SPAN)
3.
Pembayaran langsung ke Satker di Luar Negeri
4.
Telah terlaksana full-dress simulation Bond Stabilization Framework (BSF)
5.
Operasionalisasi Treasury Dealing Room (TDR)
6.
Peluncuran SIMAN
7.
Peluncuran Layanan Bersama (Co-location) DJPB, DJKN dan DJPPR
8.
Piloting Pembayaran Gaji via Penyaluran Langsung pada satker Kemhan dan TNI
9.
Piloting Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI)
10.
Implementasi e-Billing System pada Bank/Pos Persepsi Tahun 2015
11.
Aplikasi Renkas G2
12.
Perluasan Treasury Single Account (TSA) Pada Rekening Bendahara Pengeluaran
13.
Pembentukan Unit Investor Relation
14.
Pembentukan BLU Manajemen Aset
15.
Disusun kebijakan penilaian SDA
16.
Penyelesaian Kebijakan Standar Barang dan Standar Kebutuhan Selain Tanah dan Bangunan
17.
Peluncuran Online Tutorial Aplikasi SAIBA
18.
Klinik untuk Penerapan Standard Akuntansi Akrual
1.
Pedoman Penyusunan SOP berbasis RASCI (Responsible, Approval, Support, Consult, Inform) #I-2
2.
Peluncuran PKN STAN
3.
Aplikasi Pencetakan Dokumen
4.
Pelaksanaan Manajemen Perubahan Transformasi Kelembagaan
5.
Publikasi Spending Reviu
6.
Produk IT Standar yang terdaftar dalam e-catalogue LKPP
7.
Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan yang mengatur
8.
Peraturan presiden Nomor 37 Tahun 2015 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan DJP
10.
Pembentukan Tim Persiapan Kelembagaan Baru DJP melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor
11.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1107/KMK.01/2015 tentang Perubahan atas Keputusan
Kinerja dengan Metode Baru
4.
5.
Tema Perbendaharaan
Tema Sentral
organisasi DJP
522/KMK.03/2015tentang TimPersiapan Kelembagaan Baru DJP Menteri Keuangan Nomor 669/KMK.01/2015 tentang Layanan Bersama Terkait Dengan Pelaksanaan Fungsi Perbendaharaan, Kekayaan Negara dan Keuangan Negara Lainnya di Daerah 12.
Peluncuran Co-location di Surabaya
13.
Penetapan Pokok-Pokok Kebijakan Kelembagaan Baru DJP dalam RUU KUP
14.
PMK -234/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
15.
Penataan Organisasi Kemenkeu Kementerian Keuangan
16.
Penetapan Arah Kebijakan Transformasi Organisasi 2015-2023 melalui Memo Menteri Keuangan Nomor 13/MK.01/2015 (Hasil LOM)
Akuntabilitas Kinerja
133
No. 5.
Tema Tema Sentral
Capaian 11.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1107/KMK.01/2015 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 669/KMK.01/2015 tentang Layanan Bersama Terkait Dengan Pelaksanaan Fungsi Perbendaharaan, Kekayaan Negara dan Keuangan Negara Lainnya di Daerah
12.
Peluncuran Co-location di Surabaya
13.
Penetapan Pokok-Pokok Kebijakan Kelembagaan Baru DJP dalam RUU KUP
14.
PMK -234/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
15.
Penataan Organisasi Kemenkeu Kementerian Keuangan
16.
Penetapan Arah Kebijakan Transformasi Organisasi 2015-2023 melalui Memo Menteri Keuangan Nomor 13/MK.01/2015 (Hasil LOM)
Penyelesaian kegiatan ini merupakan hasil dari
Beberapa isu utama pada penyelesaian inisiatif
sinergi yang baik antara para
Transformasi Kelembagaan pada setiap tema diantaranya:
Kementerian Keuangan, (CTO) serta dukungan dan perhatian yang tinggi dari Pimpinan Kementerian Keuangan. TABEL 3.69 Isu utama penyelesaian inisiatif Transformasi Kelembagaan
No. 1.
Tema Tema Perpajakan
Isu Utama Persiapan pemberlakuan mini ATM (mesin EDC) di KPP seluruh Indonesia. Saat ini sedang disempurnakan R-PMK Sewa BMN untuk dapat mengakomodasi pemberian tarif khusus terkait penempatan mesin EDC di KPP
2.
Tema Kepabeanan dan Cukai
3.
Tema Penganggaran anggaran.
Tema Perbendaharaan bank.
5.
Tema Sentral penetapan sistem manajemen talenta oleh pimpinan Kementerian Keuangan. diperlukan dorongan kepada KemenPAN RB terkait hal ini. KemenPAN-RB.
134
Serangkaian program
baik
Kegiatan
dalam bentuk publikasi capaian inisiatif kepada seluruh
pegawai,
pemberian
kepada
yang dilakukan pada tahun
2015 diantaranya:
penghargaan
Peluncuran
dan
seminar
Transformasi
, hingga pelaksanaan
kegiatan
Pimpinan
Keuangan
juga
Kementerian
dilaksanakan
baik
Bincang Pagi dan
dan Kunjungan Kerja
secara
terpusat maupun secara mandiri oleh masingmasing unit Eselon I.
Surabaya sekaligus Launching Layanan Bersama di Surabaya, 22-23 Oktober 2015;
Selain program
tantangan
internal,
Transformasi
implementasi
Kelembagaan
juga
memerlukan koordinasi dan dukungan dari
Penyampaian Info Transformasi (INTRA) sebagai sarana
pihak eksternal seperti:
penyampaian
implementasi
Transformasi
Transformasi
Kelembagaan
Dukungan Kementerian PAN-RB atas format
Kelembagaan;
organisasi Kementerian Keuangan yang
Penyampaian
berbeda dengan format struktur organisasi
kepada semua pegawai melalui media BERAKSI (Berita
K/L pada umumnya;
Aktual Transformasi);
Dukungan dari Bank Indonesia dan Otoritas
Pembuatan
Jasa
(CITRA) yang membukukan terobosan yang dilakukan
Keuangan
dibidang
pengelolaan
Capaian
Buku
Catatan
Inspirasi
Transformasi
likuiditas dan surat berharga negara; dan
pegawai Kementerian Keuangan di seluruh Indonesia;
Dukungan dari Kementerian Koordinator
Penunjukan Duta Transformasi;
bid.
Perekonomian,
Kementerian
; Pembuatan Buku Saku dan
dalam upaya penurunan
.
;
Pelaksanaan Rapat Pimpinan baik melelui dan
Untuk
memperoleh
dukungan
tersebut
Pelaksanaan
; untuk evaluasi implementasi
telah dilakukan berbagai rapat pembahasan
inisiatif Transformasi Kelembagaan;
dan koordinasi yang intensif dengan para
Pelaksanaan
eksternal.
sebagai evaluasi
serta
problem
sarana
solving
atas
penyelesaian inisiatif. Hambatan/tantangan yang dihadapi dalam implementasi
program
Transformasi
Kelembagaan secara umum antara lain adalah
11.
Sasaran Strategis 11:
Sistem Informasi Manajemen
yang Terintegrasi
koordinasi antar unit Eselon I di lingkungan Kementerian
Keuangan
rangka meningkatkan
untuk
itu
dalam
dan dukungan
Integrasi Teknologi Informasi Keuangan (TIK) adalah penyatuan berbagai sistem TIK ke dalam satu sistem DC (
) dan
terhadap penyelesaian inisiatif Transformasi
DRC (
Kelembagaan.
mampu mengelola data dan informasi yang memenuhi kriteria
). TIK yang andal adalah TIK yang
Akuntabilitas Kinerja
135
lengkap, akurat, mutakhir, dan terpercaya. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, sebagaimana Tabel 3.70 berikut: Uraian mengenai kedua IKU tersebut tampak berikut ini. a. Persentase integrasi TIK Kemenkeu (11a) Persentase Integrasi TIK Kementerian Keuangan merupakan IKU KemenkeuWide melalui konsolidasi infrastruktur perangkat TIK dan integrasi sistem informasi seluruh Unit Eselon I pada
dan
(DC dan
DRC) Kemenkeu. Untuk menunjang tercapainya sistem informasi manajemen yang terintegrasi, dibutuhkan infrastruktur TIK yang memadai. Pembangunan TABEL 3.70 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Sistem Informasi Manajemen yang tergintegrasi
SS 11. Perwujudan TIK yang terintegrasi Indikator Kinerja 11a Persentase integrasi TIK Kemenkeu
Target
Realisasi
100%
100%
Kinerja 100
infrastruktur TIK tersebut dilaksanakan sejak tahun 2011-2015 sesuai dengan Perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi di Lingkungan Kementerian Keuangan. Proses konsolidasi infrastruktur perangkat TIK di lingkungan Kemenkeu dilakukan secara berkelanjutan sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2015. Proses integrasi dimulai dengan mengkonsolidasikan perangkat infrastruktur TIK seluruh Unit Eselon I ke DC Kemenkeu. Selanjutnya, dilakukan pembangunan fasilitas DRC Kemenkeu di Balikpapan serta pengkonsolidasian infrastruktur DRC Unit Eselon I ke DRC Kemenkeu. Setelah proses integrasi infrastruktur TIK selesai dilakukan, kegiatan integrasi TIK dilanjutkan dengan integrasi sistem informasi. Integrasi sistem informasi di lingkungan Kemenkeu dimulai tahun 2015 dan sistem informasi tersebut dapat dilakukan pada level data maupun aplikasi.
136
Dengan adanya integrasi TIK di lingkungan Kemenkeu, diharapkan Kemenkeu akan memiliki sistem pengelolaan keuangan Negara yang terintegrasi sehingga memudahkan dalam pengelolaannya serta mengoptimalkan pemanfaatannya. Tahapan kegiatan integrasi TIK yang telah dilakukan sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 adalah sebagai berikut. TABEL 3.71 Kegiatan integrasi TIK 2011-2015
Tahun 2011
2012
Kegiatan 1.
Proses Pengadaan Pembangunan DC-DRC
2.
Pembangunan DC-DRC
3.
Proses Pengadaan Perangkat Keras, Jaringan dan Perangkat Lunak TIK Tahap I
4.
Deployment Perangkat Keras, Jaringan dan Perangkat Lunak Tahap I
5.
Proses Pengadaan Konsultan Pembangunan Integrasi TIK Tahap I
6.
Pelaksanaan Konsultansi Pembangunan Integrasi TIK Tahap I
1.
Proses Pengadaan Integrasi akses komunikasi Data Kementerian Keuangan
2.
Implementasi Integrasi akses komunikasi Data Kementerian Keuangan (Akses
3.
Proses Pengadaan Perangkat Keras, Jaringan dan Perangkat Lunak TIK DC
4.
Implementasi Perangkat Keras, Jaringan dan Perangkat Lunak TIK DC
5.
Proses Pengadaan Konsolidasi Infrastruktur TIK DC Kemenkeu(Jasa
6.
Proses Konsolidasi Infrastruktur TIK DC Kemenkeu
7.
Proses Pengadaan Konsultan Manajemen Konstruksi DRC Kemenkeu di
8.
Pelaksanaan Manajemen Konstruksi DRC Kemenkeu di Balikpapan
9.
Proses Pengadaan Konsultan Perencana DRC Kemenkeu di Balikpapan
10.
Pelaksanaan Perencanaan DRC Kemenkeu di Balikpapan
11.
Proses Pengadaan Pelaksana Pembangunan DRC Kemenkeu di Balikpapan
12.
Pelaksanaan Pembangunan DRC Kemenkeu di Balikpapan
13.
Proses Pengadaan Strategi Konsolidasi Infrastruktur TIK DRC Kemenkeu (Jasa
14.
Penyusunan Strategi Konsolidasi Infrastruktur TIK DRC Kemenkeu
15.
Proses Pengadaan Penyiapan SDM TIK Kemenkeu(Jasa konsultansi Gap Analysis
16.
Penyiapan SDM TIK Kemenkeu(Jasa konsultansi Gap Analysis SDM TIK)
1.
Persentase integrasi akses komunikasi Data Kementerian Keuangan (Akses
2.
Pelaksanaan Konsolidasi Infrastruktur TIK DRC Kemenkeu
3.
Implementasi DRP pada DRC Kemenkeu(mencakup dokumen DRP, BIA,
Realisasi
40%
(Akses Internet, Intranet dan Data Eksternal) Internet, Intranet dan Data Eksternal) Kemenkeu Tahun 2012 Kemenkeu Tahun 2012 Pemindahan DC)
Balikpapan
55,78%
Pemindahan DRC)
SDM TIK)
2013
Internet, Intranet dan Data Eksternal) 80%
dokumen strategi redundancy DC/DRC, implementasi) 4.
Integrasi Domain Kemenkeu pada DC/DRC
Akuntabilitas Kinerja
137
Tahun
Kegiatan
2014
1.
2.
Realisasi
Persiapan Integrasi TIK Tahun 2014, meliputi: a.
Kajian Kebutuhan Perangkat TIK DC dan DRC
b.
Persiapan dan Strategi Implementasi Keamanan Informasi DC dan DRC
Pengembangan Perangkat Keamanan Informasi: a.
Standar Pengelolaan Antivirus di lingkungan Kemenkeu
b.
Strategi Implementasi Hasil Pengadaan Perangkat Keamanan Informasi Tahun 2013
c.
Implementasi Hasil Pengadaan Perangkat Keamanan Informasi Tahun 2013 meliputi: distribusi ke Unit Eselon I sesuai kebutuhan dan instalasi antivirus
3.
90%
Pengembangan Perangkat TIK DC dan DRC: Kegiatan ini merupakan ketersediaan perangkat DC dan DRC sesuai kebutuhan tahun 2014 untuk menyesuaikan fungsi DRC menjadi sama (1:1) dengan fungsi DC saat ini berdasarkan BIA.
4.
Penyusunan Desain Datawarehouse Kemenkeu, kegiatan meliputi : a.
Assessment kebutuhan pada 7 (tujuh) Unit Eselon I sebagai draft desain sistem layanan data
b.
Penyusunan kerangka sistem layanan Data yang sudah dibahas dan disetujui oleh Pokja Arsitektur
2015
1.
2.
Pembangunan Sistem Layanan Data Kementerian Keuangan, meliputi: b.
Perancangan sistem layanan data Kementerian Keuangan
c.
Implementasi sistem layanan data Kementerian Keuangan (Piloting)
Integrasi Service Desk Kemenkeu, meliputi:
100%
a.
Arsitektur Integrasi Service Desk Kemenkeu
b.
Pengembangan Teknologi Integrasi Service Desk (untuk masa Transisi)
c.
Skema Pengelolaan dan Operasional Service Desk Terintegrasi
d.
SOP Link integrasi service desk (MPN-G2/CEISA)
Pada tahun 2015, penjabaran kegiatan yang
dilakukan kegiatan terkait pembangunan
telah dilakukan dalam rangka mendukung
SLDK seperti berikut:
integrasi TIK Kementerian Keuangan adalah:
a. kebutuhan
1. Pembangunan
Sistem
Layanan
Data
reporting
seluruh
unit
Eselon I
Kemenkeu Sistem Layanan Data Kemenkeu (SLDK)
kebutuhan
adalah sistem yang menjadi “
I
” untuk Kemenkeu. Dengan adanya
berdasarkan
unit hasil
Eselon
asesmen
ke
seluruh unit Eselon I. Dari kegiatan
SLDK, diharapkan data yang sebelumnya
138
berada di sistem-sistem yang terpisah
Eselon I yang belum maupun sudah
(silo) dapat dikonsolidasi pada satu sistem
mengimplementasikan sistem layanan
sehingga memudahkan pengguna dalam
data. Selain itu, didapatkan pula jenis
memperoleh data. Pada tahun 2015 telah
laporan-laporan yang dihasilkan dari
sistem tersebut dan teknologi yang
adalah adanya
digunakan;
sebagai
b.
yang berperan (SPOC) untuk
menghubungkan antara pengguna layanan dan penyedia layanan. Dengan disusun
hasil
asesmen,
organisasi,
kebutuhan
, saran dari ahli
yang terintegrasi, pengguna layanan cukup menghubungi satu
untuk
serta visi organisasi terhadap layanan
dapat menyampaikan kebutuhannya untuk
data.
kemudian diproses lebih lanjut.
Desain
tersebut
selanjutnya
menjadi salah satu panduan dalam implementasi
SLDK
sehingga
Saat ini, beberapa unit Eselon I telah
implementasi tersebut dapat sesuai
memiliki
dengan yang diharapkan;
silo. Untuk memudahkan pengguna layanan
c.
/
yang bersifat
dan peningkatan kualitas tata kelola TA 2015
, maka perlu dilakukan integrasi
Pada tahun 2015, dilakukan uji coba
level Kemenkeu. Pada tahun 2015 telah
replikasi data dari sumber data yang
dilakukan kegiatan terkait intgerasi Service
dikelola oleh salah satu unit Eselon I
Desk Kemenkeu sebagai berikut:
ke dalam database yang dikelola oleh
a.
pelaksana unit TIK pusat. Uji coba tersebut skala
merupakan
kecil
untuk
pembelajaran
nantinya
Kementerian Keuangan; b.
dapat
diterapkan pada skala yang lebih besar.
Terintegrasi; c.
Hasil uji coba tersebut dituangkan pada Laporan Implementasi SLDK TA 2015.
d. Teknologi
2. Integrasi Kementerian
Integrasi
Kemenkeu Keuangan
(Kemenkeu)
adalah organisasi besar yang melayani dan
Capaian kegiatan integrasi TIK Kementerian
berinteraksi dengan banyak
Keuangan sampai dengan tahun 2015 sebesar
baik
dari
internal
maupun
eksternal
Kemenkeu. Dalam perjalanannya, banyak kebutuhan
yang perlu dikelola dengan baik sehingga Kemenkeu
adalah target kegiatan pada Sasaran Strategis
(pengguna layanan) dapat
melayani
dengan Indikator Kinerja Persentase Integrasi
kebutuhan
tersebut dengan baik pula. Solusi yang dapat
ditawarkan
kebutuhan
dalam
pengguna
pemenuhan
layanan
tersebut
Akuntabilitas Kinerja
139
Salah satu pengelolaan sumber daya organisasi adalah dana. Dana yang tersedia dalam dokumen pelaksanaan anggaran, harus dikelola dengan optimal sesuai rencana yang telah ditetapkan dan dapat dipertanggungjawabkan. Dokumen yang dipakai dalam pengelolaan dana adalah DIPA. DIPA merupakan dokumen pelaksanaan anggaran yang sesuai ketentuan menjadi dasar pengelolaan belanja negara. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan 3.72 berikut: TABEL 3.72 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Pelaksanaan Anggaran yang Optimal
SS 12. Pelaksanaan anggaran yang optimal Indikator Kinerja
Target
Realisasi
Kinerja
12a Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 15 dan LK BUN
4 (WTP)
3,75
93,75
12b Persentase penyerapan anggaran dan pencapaian output belanja
95%
99,00%
104,21
Uraian mengenai kedua IKU tersebut tampak berikut ini. a. Untuk mewujudkan akuntabilitas dan tranparansi atas pengelolaan keuangan negara, pemerintah pusat menyusun laporan keuangannya secara lengkap dengan memberikan informasi yang jelas. Tiap tahunnya, pemerintah pusat berkomitmen untuk meningkatkan kualitas laporan keuangannya melalui ketepatan penyusunan pertanggungjawaban anggaran dan opini yang baik, yaitu laporan keuangan. Hal ini dibuktikan dari Renstra Kementerian Keuangan tahun ke Inspektur Jenderal.
dengan adanya pengembangan aplikasi Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN). Dengan adanya sistem aplikasi tersebut diharapkan tingkat validasi data laporan keuangan dapat sepenuhnya diyakini dan menghasilkan atas LK BUN dari BPK RI belum dapat diwujudkan. LK BUN masih mendapat opini
140
ahli manajemen akuntansi dan pelaporan keuangan Negara. RI. Realisasi IKU rata-rata indeks opini BPK RI
3.
(PIC) masing-
atas LK BA 15 dan LK BUN masih sama dengan
masing unit eselon I untuk menyelesaikan
tahun lalu yaitu sebesar 3,75 dari target nilai
tindak lanjut dan potensi temuan serta
indeks 4.
melakukan rapat
tindak lanjut
mingguan.
INDEKS
4. Pembentukan task force tindak lanjut hasil
4
pengawasan auditor eksternal.
3.95 3.9 3.85
oleh beberapa hal, salah satunya dari segi
3.8
validitas dan akurasi data LK BUN yang
3.75
menurut BPK RI kurang dapat diandalkan.
3.7
Pada tahun 2015, Kementerian Keuangan telah
3.65
2012
2013
2014
2015
mengimplementasikan SPAN dalam proses bisnisnya, namun masih terdapat permasalahan dalam
GRAFIK 3.20 Indeks Opini BPK RI atas LK BA 15 dan LK BUN tahun 2012-2015
tahap
awal
implementasi
sistem
tersebut. Permasalahan-permasalahan seperti perbedaan antara nilai kas di rekening BI, Kas KPPN, Kas hibah, Kas BLU antara data SPAN
perbaikan secara terus menerus dan mendapat
dengan rekening koran serta penyajian catatan
perhatian penuh dari penyusun LK BUN khususnya terhadap kualitas penyajian dan
akurat. Selain itu, sistem pengendalian intern
ketepatan waktu pelaporan.
atas pencatatan, pelaporan serta pengelolaan aset Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) juga
Sesuai peran dan tugas fungsinya, Inspektorat
dinilai belum memadai.
Jenderal selama tahun 2015 telah melaksanakan beberapa
kegiatan
untuk
mendukung
pencapaian target atas IKU rata-rata indeks
Di samping beberapa permasalahan diatas, Inspektorat
Jenderal
juga
menyadari
opini BPK RI atas LK BA 15 dan LK BUN. Kegiatan tersebut diantaranya:
atas LK BUN datang dari penetapan kebijakan penyusunan
akuntansi
berbasis
akrual.
1. Pendampingan audit BPK-RI atas LK BA
Dengan diberlakukannya akuntansi berbasis
015 dan LK BUN TA 2014 serta melakukan
akrual, serta merta pula timbul kewajiban yang
tindak lanjut temuan audit BPK
semakin besar untuk menjaga kualitas laporan
atas LK TA 2014 dan tahun sebelumnya, 2. Rapat
koordinasi
peningkatan
kualitas
keuangan. Hal-hal di atas kemudian akan berimplikasi terhadap harapan
tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK dengan
untuk meningkatkan kualitas LK BUN yang
perwakilan seluruh unit eselon I dan tenaga
belum dapat terpenuhi.
Akuntabilitas Kinerja
141
Permasalahan-permasalahan di atas sebenar-
Perbendaharaan
nya masih dalam proses tindak lanjut yang
dimaksud.
dikoordinasi untuk
oleh
DJPB.
mendukung
Oleh
proses
karenanya
tersebut,
melaksanakan beberapa
b. Dalam
tentang
rangka
ketentuan
meningkatkan
Itjen
pengendalian dan memastikan saldo kas
sebagai
KPPN pada Neraca agar sesuai dengan
berikut:
rekening koran, Ditjen Perbendaharaan
1. Pemasalahan berkaitan dengan SAL, yaitu mendorong
DJPB
untuk
telah
menetapkan
melakukan
langkah-langkah
sebagai berikut:
ketentuan formal mengenai mekanisme
Ditjen
pencatatan, pelaporan, dan rekonsiliasi
membentuk tim
transaksi-transaksi
telah dalam
berpengaruh
rangka penyelesaian selisih saldo
terhadap SAL serta metode perhitungan
pada kas KPPN dengan Rekening
SAL
Koran pada LKBUN Audited TA
yang
yang
Perbendaharaan
dapat
menjamin
adanya
2014. Tim ini bertugas menelusuri meningkatkan pengendalian dalam rangka
penyebab perbedaan antara Kas
memastikan saldo Kas KPPN pada Neraca
KPPN dengan Rekening koran. Saat
telah sesuai dengan saldo rekening koran;
ini semua penyebab selisih telah
melakukan rekonsiliasi dan penelusuran
berhasil diatasi dan tugas Tim Task
atas perbedaan jumlah saldo rekening Kas
Force telah dinyatakan selesai.
Hibah K/L, Kas di Bendahara Pengeluaran,
membuat
beberapa
dan Kas pada BLU antara BUN dan K/L;
panduan
teknis
dan
pengendalian
saldo
kepada Pihak Ketiga atas retur SP2D dalam
penyusunan
laporan
rangka memastikan besarnya kewajiban
Kuasa BUN Daerah.
Pemerintah karena adanya retur SP2D.
melakukan pelatihan teknis kepada
Terkait
penyelesaian
seluruh operator di masing-masing
disampaikan
KPPN
melakukan
permasalahan
inventarisasi
SAL,
dapat
Utang
regulasi/ tentang kas
dan
keuangan
tindak lanjut sampai dengan saat ini sebagai berikut:
c.
a. Terkait penetapan ketentuan formal mengenai
mekanisme
pencatatan,
Dalam rangka melakukan rekonsiliasi Kas
Hibah
Kas
di
K/L,
Kas
Bendahara
BLU
dan
Pengeluaran,
pelaporan, dan rekonsiliasi transaksi-
Ditjen
Perbendaharaan
telah
transaksi yang berpengaruh terhadap
menyempurnakan aplikasi rekonsiliasi
SAL serta metode perhitungan SAL yang
eksternal dengan menambahkan menu
dapat menjamin adanya pengendalian
Rekonsiliasi Saldo Kas Hibah K/L, Kas BLU dan Kas di Bendahara Pengeluaran.
ini
sedang
Peraturan
142
dilakukan Direktur
pembahasan
Hasil rekonsiliasi atas saldo-saldo kas
Jenderal
tersebut secara periodik dilaporkan
oleh masing-masing Kuasa BUN Daerah
aset KKKS pada UAKPA BUN/UAKPL-BUN
ke Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan.
untuk menjamin akurasi dan keandalan
d. Untuk
inventarisasi
Utang
kepada
pihak ketiga, Ditjen Perbendaharaan
terkait pengembangan sistem informasi
telah menerbitkan Peraturan Direktur
pengelolaan
Jenderal
barang milik negara dari kegiatan usaha
Perbendaharaan
No.
PER-
penerimaan
negara
dan
hulu minyak dan gas bumi yang terintegrasi Percepatan
Penyelesaian
Retur.
dengan
mengikutsertakan
Kementerian
Peraturan ini mengatur penyelesaian retur dengan tiga tahap: 1) Rekonsiliasi KPPN,
tiga
satker
3. Inspektorat pihak
dan
Jenderal
akan
melakukan
antara
Bank
untuk
mengantisipasi
agar
dapat
segera
memastikan validitas data retur. Hasil
atas
rekonsiliasi
dituangkan
dalam
tersebut
Berita
Acara
permasalahan dalam penyusunan Laporan Keuangan.
yang ditandaangani oleh semua pihak terkait. 2) Setelah
Berita
Acara
output belanja (12b)
ditandatangani, KPPN memberikan masa tunggu selama 2 (dua) bulan
Dalam rangka peningkatan kualitas pelaksanaan
kepada satker untuk memintakan
anggaran di lingkungan Kementerian Keuangan,
kembali dana retur yang tercatat
sejak TA 2014 Kementerian Keuangan telah
di
menetapkan
KPPN
dengan
menyiapkan
IKU
Persentase
Penyerapan
kelengkapan sebagaimana diatur
Anggaran dan Pencapaian
Belanja.
pada Perdirjen ini.
Hal ini dimaksudkan bahwa pencapaian atas
3) Dalam hal 2 (dua) bulan tidak ada
pelaksanaan anggaran tidak hanya dilihat
permintaan dari satker, maka KPPN
dari sisi realisasi penyerapan anggaran saja,
dalam hal ini akan menghapus nilai
akan tetapi juga terkait dengan pencapaian
utang kepada pihak ketiga yang
output yang dijanjikan. Hal ini sejalan dengan
masih tercatat.
prinsip
, dimana
2. Pemasalahan berkaitan dengan aset KKKS,
pengukuran atas ketercapaian output mutlak
yaitu mendorong DJKN untuk menyusun
dilakukan, mengingat hal ini dapat lebih menunjukkan
rekonsiliasi aset KKKS serta mengatur lebih
kinerja
atas
pelaksanaan
anggaran pada tahun berjalan.
jelas kewajiban dan tanggung jawab dari unit pengendali yang bertanggung jawab
Namun dalam pelaksanaannya pada TA 2015,
dalam penyusunan dan pelaporan daftar
penggunaan realisasi penyerapan anggaran dan
Aset KKKS; membuat aplikasi pelaporan
pencapaian output belanja saja di dalam menilai
Akuntabilitas Kinerja
143
kualitas
dirasakan
termasuk belanja pegawai, yang mengacu
masih belum memadai. Sebagaimana arahan
pelaksanaan
anggaran
pada Sistem Akuntansi Umum. Pencapaian keluaran adalah pencapaian atas barang/
mengamanatkan agar melanjutkan peningkatan
jasa yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian
perlu untuk melakukan penyesuaian terhadap
sasaran serta tujuan program dan kebijakan.
IKU Penyerapan Anggaran dan Pencapaian Belanja ini.
lebih atau sisa dana yang diperoleh setelah pelaksanaan
Berdasarkan hal tersebut dan untuk lebih
dan/atau
penandatanganan
kontrak dari suatu kegiatan, yang target sasarannya telah dicapai (pencapaian output-
penggunaan
anggaran
dalam
pencapaian
output, maka pada tahun 2015 implementasi IKU
ini
mengalami
perbaikan
dengan
Berdasarkan pengukuran sampai dengan akhir tahun 2015, tingkat capaian IKU Persentase
unsur pengukuran IKU Persentase Penyerapan Anggaran dan Pencapaian
Penyerapan Anggaran dan Pencapaian
Belanja di
lingkungan Kementerian Keuangan terdiri dari merupakan hasil dari capaian realisasi anggaran pencapaian keluaran (output). output Di dalam IKU ini, yang dimaksud dengan penyerapan anggaran adalah realisasi anggaran
eselon I dapat digambarkan sebagai berikut:
atas belanja barang dan belanja modal, tidak TABEL 3.73 Persentase penyerapan anggaran dan pencapaian output belanja per Unit Eselon I % realisasi anggaran (non belanja pegawai)
% capaian output
Setjen
89,20%
DJA
91,78%
Unit Eselon I
144
Capaian IKU
Pagu Kontrak (Rp miliar)
Realisasi (Rp miliar)
101,73%
465,85
412,58
91,44%
96,64%
99,60%
37,25
33,65
89,66%
95,20%
100,00%
96,08%
Nilai (%)
DJP
74,72%
98,27%
1410,00
966,55
DJBC
93,27%
103,58%
810,30
739,90
88,69%
97,15%
DJPB
95,37%
106,46%
166,60
161,69
82,95%
96,93%
DJKN
88,65%
110,00%
99,29
93,11
86,22%
99,15%
DJPK
75,30%
97,99%
135,94
102,36
100,00%
96,00%
DJPPR
96,21%
108,99%
15,79
14,69
86,97%
99,78%
ITJEN
95,87%
108,66%
10,98
9,67
91,89%
101,28%
BKF
88,96%
99,73%
29,01
26,38
89,05%
94,72%
246,17
89,55%
96,08%
2806,74
98,72%
99,00%
BPPK
94,54%
100.71%
272,15
Total
84,41%
102,43%
3453,15
Realisasi anggaran non belanja pegawai pada
oleh Kementerian Keuangan dalam rangka
TA
memitigasi isu tersebut diantaranya adalah
2015
menurun
dibandingkan
dengan
realisasi anggaran non belanja pegawai pada
sebagai berikut: 1. Dana (
realisasi
capaian
output
pada
TA
);
2015
Rencana
mengalami peningkatan dari TA 2014, dari dari
Umum
Pengadaan
secara berkala; 3.
2015 terjadi peningkatan jumlah unit eselon I
4. Evaluasi atas pelaksanaan RKA K/L.
yang mencapai target output sebanyak 5 unit eselon I pada TA 2014 menjadi
B.
REALISASI ANGGARAN
1.
Realisasi DIPA Kementerian Keuangan 2015
7 unit eselon I pada TA 2015. Terkait dengan
dapat dicapai Kementerian Keuangan sebesar menggunakan sebesar Rp 3.453,15 miliar.
SPAN, realisasi
penyerapan DIPA Kementerian Keuangan TA 2015 untuk semua jenis belanja sebesar Rp28.244,57
Secara umum, beberapa isu utama yang terkait dengan pelaksanaan anggaran yang optimal di Kementerian Keuangan antara lain terdapat
DIPA tahun 2015 ini menurun dibandingkan tahun
beberapa kegiatan yang tidak terlaksana sesuai dengan rencana, serta masih terjadinya gagal
penyerapan
DIPA
dalam
periode
2011-2015
lelang dalam pengadaan belanja modal. Untuk itu, beberapa tindakan yang telah dilaksanakan
100% 90%
90,43%
90,45%
96,38%
85,75%
80%
83,89%
GRAFIK 3.21 Realisasi Penyerapan DIPA Kementerian Keuangan Tahun 2010-2015
70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
2012
2012
2012
2012
2012
Akuntabilitas Kinerja
145
Untuk realisasi per jenis belanja pada tahun 2015 ini, realisasi belanja pegawai
Adapun rincian realisasi per jenis belanja selama periode 2011-2015 adalah sebagai berikut: TABEL 3.74 Rincian Realisasi Per jenis Belanja Kementerian Keuangan Tahun 2011-2015
Tahun 2011*
Tahun 2013*
Tahun 2012*
Jenis Belanja Pagu
Realisasi
%
Pagu
Realisasi
%
Pagu
Realisasi
%
Belanja Pegawai
8,161.58
7,510.46
92.02%
8,375.08
7,993.25
95.44%
8,552.01
8,066.06
94.32%
Belanja Barang
6,315.76
5,279.31
83.59%
7,127.78
6,105.90
85.66%
7,815.71
6,936.22
88.75%
Belanja Modal
2,869.53
2,084.80
72.65%
1,899.23
1,635.85
86.13%
2,040.95
1,647.74
80.73%
85.75% 17,402.10 15,736.15
90.43%
18,408.67 16,650.02
90.45%
Total
17,346.87 14,874.57
Tahun 2014*
Tahun 2015**
Jenis Belanja Pagu
Realisasi
%
Belanja Pegawai
9,255.97
9,088.23
Belanja Barang
7,727.66 1,806.05
Belanja Modal Total
Pagu
Realisasi
%
98,19
15,806.94
14,013.96
88,66%
7,296.82
94,42
13,267.52
10,692.46
80,56%
1,724.20
95,47
4,595.67
3.,38.28
76,99%
18,789.67 18,109.25
96,38
33.670,13
28.244,57
83,89%
Ket: *) Laporan Keuangan Audited; **) Data per 29 Januari 2016
2.
Perbandingan Pagu DIPA dan Realisasi DIPA Kementerian Keuangan TA 2015 per Program
Selanjutnya, berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Kementerian Keuangan, pada tahun 2015 Kementerian Keuangan melaksanakan 11 program yang masing-masing dilaksanakan oleh unit Eselon I sesuai dengan tugas dan fungsinya. Adapun realisasi DIPA atas 11 program tersebut pada TA 2015 adalah sebagai berikut:
146
No. 1.
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Keuangan
Realisasi
TABEL 3.75 Realisasi Anggaran 2015 Per Program
%
14,482.18
12,593.44
86.96%
2.
Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Apartur Kementerian Keuangan
110.49
107.37
97.17%
3.
Pengelolaan Anggaran Negara
156.44
143.30
91.60%
4.
Peningkatan dan Pengamanan Penerimaan Pajak
9,112.57
7,340.87
80.56%
5.
Pengawasan, Pelayanan, dan Penerimaan di Bidang Kepabeanan dan Cukai
4,155.39
3,913.14
94.17%
6.
Peningkatan Pengelolaan Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
165.16
129.41
78.35%
7.
Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
87.25
81.41
93.30%
8.
Pengelolaan Perbendaharaan Negara
3,926.60
2,588.72
65.93%
9.
Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara, dan Pelayanan Lelang
646.38
602.04
93.14%
10.
Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Kementerian Keuangan
694.14
622.79
89.72%
11.
Perumusan Kebijakan Fiskal
133.51
122.08
91.44%
33,670.13
28,244.57
83,89%
Total
C.
Pagu
KINERJA LAIN-LAIN
Selain 12 (dua belas) Sasaran Strategis (SS) yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan dengan capaian sebagaimana diuraikan di atas, Kementerian Keuangan juga menghasilkan kinerja-kinerja lain yang tidak masuk dalam Kontrak Kinerja Kinerja lain-lain tersebut adalah sebagai berikut:
Akuntabilitas Kinerja
147
1.
Kelembagaan PKN STAN
PKN STAN adalah perguruan tinggi di Kementerian Keuangan yang menyelenggarakan program pendidikan vokasi di bidang Keuangan Negara. Adapun perubahan pelembagaan STAN dilaksanakan karena hal-hal sebagai berikut. Organisasi dan tata kerja Sekolah Tinggi Akuntansi Negara tidak sesuai dengan pola standar yang berlaku untuk penyelenggaraan perguruan tinggi Berdasarkan UU No 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, bentuk perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan vokasi (terapan) adalah Politeknik atau Akademi. Adapun STAN berubah bentuk menjadi politeknik karena politeknik dapat menyelenggarakan pendidikan hingga program Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi, perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh kementerian/lembaga hanya berupa vokasi.
148
Dengan berubahnya Sekolah Tinggi Akuntansi Negara menjadi PKN STAN, diharapkan PKN STAN dapat menjadi perguruan tinggi terkemuka di Indonesia yang menghasilkan pengelola keuangan negara yang berkompeten dan berintegritas tinggi serta bereputasi internasional.
2.
Penyelenggaraan Diklat Implementasi Akuntansi Berbasis Akrual Dan Aplikasi Sistem Akuntansi Berbasis Akrual (SAIBA) Tahun Anggaran 2015
Dalam rangka mewujudkan pengelolaan keuangan yang baik dan penyusunan laporan keuangan yang akuntabel, pemerintah menetapkan basis akrual secara penuh sebagai dasar pencatatan setiap kegiatan akuntansi di lingkungan pemerintahan pada tahun 2015. Untuk dapat menerapkan basis akrual ini, diperlukan sumber daya manusia yang kompeten dan mempunyai pengetahuan tentang basis akrual. Kementerian Keuangan sebagai pengelola keuangan negara bertanggung jawab untuk mempersiapkan seluruh Kementerian/Lembaga Negara untuk menerapkan basis akrual, termasuk mempersiapkan penyelenggara pendidikan dan pelatihan, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan menyelenggarakan Diklat Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual dan Aplikasi Sistem Akuntansi Instansi Berbasis Akrual (SAIBA).
Akuntabilitas Kinerja
149
Pada pelaksanaannya, program ini dibagi sebagai berikut. (TOT) Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual dan Aplikasi SAIBA. Program ini dilaksanakan untuk memberikan pelatihan kepada calon narasumber yang akan mengajar pada Diklat Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual dan Aplikasi SAIBA. Pada tahun 2015, telah dilaksanakan tujuh belas angkatan
dengan jumlah 523 peserta.
Lokakarya Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual dan Aplikasi SAIBA. Pada tahun 2015, telah dilaksanakan delapan belas angkatan dengan jumlah 587 peserta. Pada tahun 2015, Diklat Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual dan Aplikasi SAIBA Jenderal Perbendaharaan. Adapun peserta berasal dari 54 satuan kerja, dengan total jumlah
3.
Penyelenggaraan Kerja Sama Diklat Kementerian Keuangan
Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2015, salah satu fungsi
Pada tahun 2015, Kementerian Keuangan memberikan bantuan program diklat dan bantuan tenaga pengajar untuk mendidik aparat keuangan negara non Kementerian Keuangan. Kementerian Keuangan memberikan 181 angkatan program diklat, 148 bantuan tenaga pengajar, dan mendidik
4.
Indeks Laporan Keuangan Transfer Ke Daerah (BA 999.05)
Bendahara Umum Negara (BUN). Dengan demikian tujuan utama pemeriksaan BPK adalah Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara yang didukung oleh Laporan Keuangan Bagian Anggaran yang prosedurnya sama dengan pemeriksanaan LK BUN dengan tujuan sebagai berikut : 1. Kesesuaian laporan keuangan yang diperiksa dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP); 2. Kecukukupan pengungkapan informasi keuangan dalam laporan keuangan sesuai dengan pengungkapan yang diatur dalam SAP. 3. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan terkait dengan pelaporan keuangan; 4. Efektivitas sistem pengendalian intern (SPI).
150
Neraca dan Laporan realisasi Anggaran yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2014.
disusun dan disampaikan kepada DJPPR selaku Pejabat Pengguna Anggaran. Indeks kualitas
Kota Bandung mendapat kehormatan menjadi pusat peringatan Hari Antikorupsi Internasional (HAKI) 2015. Acara yang diprakarasai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu digelar selama dua hari, 10-11 Desember 2015 di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) Bandung.
Akuntabilitas Kinerja
151
Luhut Panjaitan mewakili Presiden RI dan disaksikan Gubernur Jawa Barat, Plt. pemerintah daerah. Pada acara tersebut, Kementerian Keuangan turut berpartisipasi mengisi venue, baik di dalam maupun di luar ruangan utama. Dalam kesempatan ini, Kementerian Keuangan juga meraih penghargaan sebagai stan Terbaik dalam Festival Antikorupsi 2015. Beberapa acara juga dirancang panitia untuk mendukung kegiatan utama di Sabuga. Terdapat beberapa lokasi di Bandung yang mendukung gebyar acara HAKI 2015 tersebut. Antara lain Festival Kampung Kreatif di kawasan Dago Pojok, Pentas Teater Bandung, kampanye perca integritas,
di alun-alun kota hingga konser
musik rakyat di lapangan Tegalega Bandung. Beberapa aneka lomba juga digelar
, dam lomba kartu pos antikorupsi.
Anggaran, Askolani. Pimpinan Direktorat Jenderal Anggaran ini menduduki peringkat kedua pegawai negeri/penyelenggara negara yang melaporkan menerima
mewakili Direktur Jenderal Anggaran, yang sedang mendapat tugas menghadiri acara penting di luar negeri.
diselenggarakan bertepatan dengan Hari Antikorupsi se-Dunia. Tujuan pemberian penghargaan adalah untuk memberikan apresiasi atas kesadaran dan kemauan Penghargaan yang diterima pimpinan Direktorat Jenderal Anggaran ini adalah salah satu buah dari gerakan antikorupsi yang selama ini getol dilaksanakan DJA.
152
6.
Peringkat Satu pada Pemeringkatan e-Government Indonesia (PeGI)
Selain capaian terkait integrasi TIK, Pusintek selaku pelaksana unit TIK pusat Kemenkeu berhasil membawa Kemenkeu meraih peringkat satu pada Pemeringkatan
Indonesia
(PeGI) tingkat Kementerian se-Indonesia selama 4 tahun berturut-turut, yaitu mulai tahun 2012 sampai tahun 2015 dengan perolehan nilai sebagai berikut:
Dimensi Tahun
Nilai Rata-rata
Kategori
Kebijakan
Kelembagaan
Infrastruktur
Aplikasi
Perencanaan
2012
3.50
3.53
3.52
3.37
3.63
3.51
Baik
2013
3.54
3.67
3.52
3.50
3.60
3.57
Sangat Baik
2014
3.54
3.6
3.67
3.5
3.53
3.57
Sangat Baik
2015
3.60
3.73
3.67
3.60
3.73
3.67
Sangat Baik
Sebagai informasi, PeGI adalah pemeringkatan terkait implementasi
TABEL 3.76 Hasil PeGI Kementerian Keuangan tahun 2012-2015
di
Kementerian/Lembaga, dan Pemerintah Daerah yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) yang bertujuan untuk: 1. 2. melalui evaluasi yang utuh, seimbang dan obyektif; 3. Penilaian yang dilakukan meliputi dimensi kebijakan, kelembagaan, infrastruktur, aplikasi, dan perencanaan. Hasil penilaian tersebut dapat dilihat di http://pegi.layanan.go.id/tabel-hasilpegi-4/ 7.
Penandatanganan MoU antara DJBC dengan POLRI
Untuk menjalin sinergi serta memperkuat pengawasan lalu lintas barang, DJBC melakukan kerjasama dengan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) untuk mengatasi kejahatan internasional. Hal ini dituangkan dalam penandatanganan antara DJBC dengan POLRI tentang pemanfaatan jaringan INTERPOL I-24/7 guna pengawasan lalu lintas barang dalam rangka penanggulangan kejahatan transnasional di Kantor Pusat DJBC
Akuntabilitas Kinerja
153
8. dilakukan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru
Kerjasama DJBC dengan Badan Intelijen Negara (BIN)
Sesuai dengan arahan Presiden RI dalam upaya pengamanan penerimaan negara dan pemberantasan barang impor illegal, Kementerian Keuangan telah menjalin kerja sama dengan Badan Intelijen Negara bentuk output dari sinergi dan kerja sama yang baik
(BIN)
untuk
mengamankan
penerimaan
negara,
antara DJBC dengan aparat penegak hukum lain di
khususnya pajak dan bea cukai. Kerja sama ini telah
Indonesia, dalam hal ini adalah Kepolisian RI. Ruang lingkup penandatanganan kerja sama tersebut antara
tentang pengamanan penerimaan perpajakan pada
lain pemasangan jaringan INTERPOL I-24/7, penunjukan user dan pelatihan penggunaan jaringan INTERPOL
Bambang Brodjonegoro dengan Kepala BIN Sutiyoso.
I-24/7, pemanfaatan data dan/atau informasi jaringan INTERPOL I-24/7, pemeliharaan dan pengamanan jaringan INTERPOL I-24/7, pertukaran data dan/atau
pada penanganan permasalahan terkait peredaran
informasi serta kerja sama penegakan hukum dalam
barang kena cukai (BKC) ilegal; pencetakan, peredaran
penanggulangan kejahatan transnasional.
dan pemakaian pita cukai palsu; serta importasi ilegal di wilayah Pantai Timur Sumatera.
TABEL 3.77 Rincian Hasil Penindakan DJBC Tahun 2013-2015 Jumlah Penindakan
No.
Jenis Komoditi Tahun 2014
Tahun 2015
1
Tekstil dan Produk Tekstil
216 kasus
293 kasus
563 kasus
2
Sembako (Gula, Beras, dll)
113 kasus
130 kasus
139 kasus
3
Elektronik
117 kasus
197 kasus
304 kasus
4
Narkoba (NPP)
217 kasus
216 kasus
176 kasus
5
Obat-obatan dan Bahan Kimia
298 kasus
441 kasus
1592 kasus
6
Bahan Bakar Minyak (BBM)
8 kasus
10 kasus
9 kasus
7
Rokok dan Minol
1077 kasus
1531 kasus
2199 kasus
8
Ballpress (pakaian bekas)
11 kasus
19 kasus
24 kasus
9
Lainnya
3197 kasus
3803 kasus
5003 kasus
5254 kasus
6640 kasus
10.009 kasus
Total
154
Tahun 2013
9.
Penerapan Container Control Programme (CCP) pada KPU BC Tipe A Tanjung Priok (CCP) adalah sebuah program yang inisiatifnya diprakarsai
bersama oleh
(UNODC) yang bekerjasama dengan
pergerakan kontainer laut yang efektif guna memastikan keamanan rantai pasokan internasional, bukan hanya mencegah peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang, senjata, sumber daya alam, barang palsu serta tindakan kejahatan illegal lainnya yang menggunakan kontainer, namun program ini juga untuk memfasilitasi .
Februari 2015 antara DJBC dengan UNODC. Peresmiannya dilakukan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai, dalam hal ini diwakili oleh Direktur Kepabean Internasional, dan dihadiri oleh pihak , dan
(CBSA), UNODC,
pada tanggal 14 Agustus 2015. Penerapan CCP secara resmi
ditandai dengan peresmian
(CCU) yang berlokasi di lantai
5 Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok. Penerapan program ini ditindaklanjuti dengan pelaksanaan dan
yang berisi tentang
dari UNODC.
Saat ini CCU pada KPU BC Tanjung Priok telah beroperasi dengan anggota 8 orang analis. Unit tersebut menjalankan fungsi analisa intelijen yang secara organik merupakan bagian dari Bidang Penindakan dan Penyidikan KPU Tanjung Priok. Diharapkan kedepannya CCU juga dapat diimplementasikan di kantor pelayanan Bea dan Cukai lainnya yang mengawasi pelabuhan sehingga kinerja pengawasan DJBC dapat lebih maksimal. 10.
Kinerja DJBC Dalam Penindakan Barang Ilegal Selama Tahun 2015
Dalam rangka melindungi masyarakat dan mencegah penyelundupan dan peredaran barang ilegal, DJBC melakukan penindakan dan meningkatkan pengawasan di laut. penyelundupan dan peredaran barang ilegal. Pelanggaran yang kerap dilakukan adalah
penyalahgunaan
fasilitas
pembebasan/keringanan
perpajakan
yang
mengganggu industri dalam negeri seperti industri tekstil.
Akuntabilitas Kinerja
155
702 kasus pada tahun 2015. Hal ini sejalan dengan pernyataan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) bahwa penindakan memberi dampak positif ke permintaan tekstil dalam negeri. Selanjutnya, di bidang pengawasan narkoba berkaitan dengan status Indonesia Darurat Narkoba,
1 gram tangkapan bisa menyelamatkan 5 orang, maka generasi muda yang dapat diselamatkan sebanyak 3,5 juta orang.
antara lain: . Penindakan penyelundupan ekspor ikan dan lobster (pertama kali dilakukan penindakan bekerja sama dengan Kementerian KKP). Penindakan penyelundupan ekspor minerba (
, pasir silica, bijih
, dan pasir timah).
Penindakan penyelundupan ballpress (pakaian bekas) yang merupakan hasil koordinasi dengan TNI, Polri, serta penegak hukum lainnya. Keberhasilan DJBC dalam melakukan pengawasan merupakan hasil sinergi dengan pihak POLRI, TNI, BIN, BNN, KPK, PPATK, serta tidak lepas dari dukungan masyarakat umum dan masyarakat usaha (termasuk asosiasi).
156
halaman kosong
Akuntabilitas Kinerja
157
158
BAB 4
PENINGKATAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN KEUANGAN
Laporan Kinerja Kementerian Keuangan Republik Indonesia Tahun 2015
Peningkatan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Keuangan
159
PENINGKATAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN KEUANGAN Laporan Kinerja Kementerian Keuangan
Berdasarkan
amanat
Peraturan
Menteri
menjawab
peran
dan
tanggung
jawab
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Kementerian Keuangan dalam pelaksanaan
Birokrasi (PAN dan RB) Nomor 25 Tahun 2012,
mandat yang diemban.
setiap
tahun
AKIP
Kementerian
Keuangan
(Kemenkeu) dievaluasi oleh Kementerian PAN dan
Penyempurnaan
RB, dan hasil evaluasi tersebut telah disampaikan
dilakukan pada dokumen Rencana Strategis
kepada Menteri Keuangan melalui surat nomor
(lima tahunan) dan dokumen Rencana Kerja
B/3950/MRB/12/2015 tanggal 11 Desember 2015
(dokumen
tahunan).
hal Hasil Evaluasi atas Akuntabilitas Kinerja Instansi
(Renstra)
Kementerian
Pemerintah. Dalam LHE tersebut, Kementerian
2015-2019 disusun dengan mengacu kepada
PAN dan RB memberikan beberapa rekomendasi
Peraturan Menteri Bappenas nomor 5/2014
untuk
tentang Pedoman Penyusunan dan Penelaahan
menyempurnakan
penerapan
tata
dokumen
perencanaan
Rencana
Strategis
Keuangan
tahun
kelola yang berorientasi hasil (result
Renstra K/L 2015-2019 dan Perpres nomor
oriented) di Kementerian Keuangan. Berdasarkan
2/2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka
rekomendasi
Kementerian
Menengah Nasional Tahun 2015-2019. Dalam
sebagaimana
proses penyusunan tersebut, Kementerian
Keuangan
yang
diberikan,
menindaklanjutinya
dapat diuraikan di bawah ini. 1. Menyempurnakan dokumen perencanaan,
Keuangan
telah
Trilateral
Meeting
menyelenggaraan penyusunan
forum Renstra
dengan mengundang Bappenas dan Ditjen
terutama penyempurnaan indikator kinerja
Anggaran
(Kementerian
Keuangan
selaku
yang menjawab peran dan tanggung jawab
CFO). Forum tersebut dilaksanakan dalam
Kementerian Keuangan dalam pelaksanaan
rangka untuk meningkatkan akurasi peran
mandat yang diemban, misalnya peran
dan tanggung jawab Kementerian Keuangan
terkait pelaksanaan UU Keuangan Negara
dalam mendukung pencapaian RPJMN tahun
dalam mewujudkan penganggaran berbasis
2015-2019. Dalam menyusun Renstra, Biro
kinerja.
Perencanaan dan Keuangan selaku koordinator juga melibatkan beberapa pihak terkait yaitu
Tindak Lanjut:
Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan, Biro
Dalam rangka peningkatan kualitas dokumen
Hukum, Biro Sumber Daya Manusia, Pushaka,
perencanaan
Tenaga Pengkaji Perencanaan Strategis dan
di
lingkungan
Kementerian
Keuangan, pada tahun 2015 telah dilakukan beberapa langkah perbaikan sejalan dengan
serta seluruh unit eselon I lingkup Kementerian Keuangan.
rekomendasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,
Terkait dengan implementasi penganggaran
dimana
dituntut
berbasis kinerja, sejak tahun 2005 Pemerintah
untuk senantiasa melakukan penyempurnaan
Kementerian
dalam hal ini DJA selaku CFO/regulator
atas
tingkat nasional telah menerapkan konsep
dokumen
penyempurnaan
160
Keuangan
perencanaan, indikator
terutama
kinerja
yang
penganggaran berbasis kinerja di Indonesia,
untuk melihat keterkaitan antara anggaran
penganggaran, dan evaluasi yang selama ini
yang
kinerja
sudah ada, melainkan merupakan penajaman
dikeluarkan
(output).
Sebagai
(input)
dengan
keberhasilan
isi RKA-K/L guna menghasilkan cara pandang
implementasi ini adalah adanya rencana
penentu
yang ringkas atas suatu program agar dapat
strategis yang jelas, relevan, dan terukur,
terlihat dari perspektif yang utuh, terlihat jelas
yang di dalamnya terdapat titik krusial berupa
relevansinya, dan mudah dimengerti oleh
penentuan hasil (
semua pemangku kepentingan.
) dan keluaran
(output) pada level strategis. Namun, dari evaluasi
terhadap
Sejalan dengan agenda DJA selaku CFO,
kinerja program-program yang dilaksanakan
yang
telah
dilakukan
dalam rangka menyempurnakan dokumen
Kementerian
perencanaan
Negara/Lembaga,
ditemukan
dan
penganggaran
tahunan
bahwa selain dari sisi kuantitas jumlah output
(Renja dan RKA-K/L) yang sesuai dengan
sangat banyak, dari sisi kualitas, dinilai masih
pendekatan fungsi serta memperkuat dan
perlu untuk disempurnakan.
mempertajam
informasi
kinerja
melalui
kegiatan penataan arsitektur dan informasi Oleh karena itu, melalui PMK Nomor 136/
kinerja (ADIK), pada tahun 2015 Kementerian
PMK.02/2014 tentang Petunjuk Penyusunan
Keuangan telah melakukan perbaikan struktur
dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran
dan
Kementerian Negara/Lembaga diamanatkan
perencanaan dan penganggaran, sehingga
adanya penataan Arsitektur Dan Informasi
indikator kinerja lebih mencerminkan output/
Kinerja (ADIK) dalam Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian
Negara/Lembaga
informasi
yang
kinerja
akan
dalam
dihasilkan.
dokumen
Kegiatan
penataan ADIK ini juga sesuai dengan Better
(RKA-K/L) 2016, baik dalam penyusunan RKA-
Penganggaran Berbasis Kinerja
K/L maupun dalam pembuatan Kerangka
(PBK) di lingkungan Kementerian Keuangan
Acuan Kerja/
maupun Roadmap Pemantapan Implementasi
atas
inisiatif
(KAK/TOR) baru.
ADIK
ini
merupakan
Penganggaran
Berbasis
gambaran ringkas mengenai suatu program
Kementerian
Keuangan
sebagai respon/tanggapan terhadap suatu
ditetapkan
situasi/permasalahan/kebutuhan
Jenderal nomor 370/SJ/2014), yang memuat
pemangku
dengan
Kinerja
(sebagaimana
keputusan
Sekretaris
kepentingan dengan menunjukan hubungan
langkah-langkah
logis
yang
berfokus pada penyelarasan indikator kinerja
dilaksanakan,
pada dokumen perencanaan dan anggarannya.
antara
digunakan,
sumber kegiatan
daya yang
(input)
perbaikan
Lingkup
melakukan
penataan
indikator
ADIK,
yang
keluaran (output) yang dihasilkan dan manfaat
Selain
atau perubahan yang diinginkan atau dihasilkan
menyusun dokumen perencanaan tahunan
dalam
(
) dengan adanya program tersebut.
Kementerian Keuangan juga mengacu pada
Penataan ADIK dalam RKA-K/L bukanlah
Rencana Kerja Pemerintah sebagai dokumen
membuat suatu jenis dokumen baru atau
perencanaan nasional, sehingga peran dan
menambah berbagai dokumen perencanaan,
tanggung jawab Kementerian Keuangan dalam
Peningkatan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Keuangan
161
mendukung
perencanaan
nasional
tetap
terjaga.
diselaraskan ke level unit organisasi yang lebih rendah (hingga satker dan Kantor Pelayanan) sesuai tugas dan fungsinya, yang disebut
Sebagai langkah selanjutnya, pada tahun
cascading. Bahkan secara individual (IKU),
2016 Kementerian Keuangan akan melakukan
agar setiap pegawai memiliki kinerja yang
kegiatan kualitas
penyempurnaan dokumen
ADIK
sehingga
selaras dengan SS Organisasi, setiap pegawai
perencanaan
terutama
(PNS dan CPNS) di lingkungan Kementerian
terkait dengan informasi kinerja dapat terus
Keuangan diwajibkan menandatangi Kontrak
ditingkatkan.
Kinerja sebagai acuan Indikator Kinerja dan target yang harus dicapai.
Dengan berbagai upaya di atas diharapkan implementasi penganggaran berbasis kinerja
Sesuai konsep BSC dan Keputusan Menteri
dapat dijalankan dengan lebih baik.
Keuangan
Nomor
467/KMK.01/2014
tentang Pengelolaan Kinerja di Lungkungan 2. Melakukan
penataan
kembali
arsitektur indikator kinerja.
terkait
Agar level
Kementerian Keuangan, cascading dilakukan dengan dua metode, yaitu:
indikator kinerja sesuai dengan tingkatan struktur
organisasi.
Misalnya,
.
dan adalah proses
indikator
penjabaran dan penyelarasan IKU dan target
kinerja eselon II tidak boleh lebih tinggi
dari unit/pegawai pada level yang lebih tinggi
daripada indikator kinerja Kementerian,
ke level yang lebih rendah, dengan kalimat,
bahkan indikator kinerja eselon I. Sehingga indikator kinerja eselon II merupakan upaya/
Sedangkan
adalah proses
strategi untuk mencapai indikator kinerja
penjabaran dan penyelarasan IKU dan target
eselon I, dan seterusnya.
dari unit/pegawai pada level yang lebih tinggi ke level yang lebih rendah, dengan
Tindak Lanjut:
162
Untuk mendukung Sistem Akuntabilitas Kinerja
dan target sesuai tugas, fungsi, dan ruang
Instansi Pemerintah (SAKIP), Kementerian
lingkup unit atau pegawai yang bersangkutan.
Keuangan sudah menerapkan manajemen
Selain itu, terdapat pula penetapan IKU yang
kinerja berbasis Balanced Scorecard (BSC)
bersifat
sejak tahun 2008. Sesuai konsep BSC yang
bukan hasil penurunan atau penjabaran dari
dicetuskan oleh Robert S. Kaplan dan David
level unit atau pegawai yang lebih tinggi,
P. Norton, penyusunan indikator kinerja
murni disusun oleh unit/pegawai pemilik IKU
ditetapkan
pencapaian
sesuai kebutuhan organisasi serta tugas dan
suatu Sasaran Strategis (SS) Organisasi. Untuk
fungsinya. Indikator ini ditetapkan sebagai IKU
menjaga efektivitas pencapaian SS dan IKU di
pendukung pencapaian IKU pada unit/level
level organisasi tertinggi (level Kementerian-
yang lebih tinggi (atasannya) bahkan hingga
Wide), SS dan IKU tersebut dijabarkan dan
level tertinggi (Kemenkeu-wide) sesuai ruang
untuk
mengukur
, yaitu Indikator yang
lingkup tugas, fungsi, dan tanggungjawab
dapat berbeda dengan tahun sebelumnya.
pada pemilik IKU.
Misalnya pada tahun 2015 dimana salah satu fokus dan prioritas strategi unit DJPB
Penetapan metode
suatu IKU,
apakah menggunakan
adalah pada penyelesaian aplikasi SPAN dan persiapan implementasi akuntansi berbasis
, disesuaikan dengan
akrual. Untuk mendukung fokus dan prioritas
kebutuhan organisasi untuk meningkatkan
tersebut pada level eselon I (Kemenkeu-One)
efektivitas
level
ditetapkan IKU “Tingkat penyelesaian roll-
tertinggi (Kemenkeu-Wide). Ketentuan KMK
out Aplikasi SPAN” dan pada level eselon
No. 467/KMK.01/2014 juga mengatur agar IKU
II
yang dimiliki oleh setiap unit/pegawai sesuai
akuntansi dan pelaporan keuangan yang
dengan ruang lingkup tugas fungsi, tanggung
mengikuti pelatihan akuntansi akrual”. Pada
jawab, dan kewenangan yang dimilikinya.
tahun 2016, karena roll-out Aplikasi SPAN
pencapaian
target
IKU
(Kemenkeu-Two)
“Persentase
pengelola
telah selesai, fokus dan prioritas strategi Penetapan IKU di lingkungan Kementerian
DJPB lebih ditekankan pada implementasi
Keuangan pada
setiap
tahunnya
diawali
akuntansi berbasis akrual. Untuk mendukung
dilakukan
bulan
November
tahun
IKU “Persentase pengelola akuntansi dan
sebelumnya. Pada level Kemenkeu-Wide-One
pelaporan keuangan yang mengikuti pelatihan
perumusan IKU dibahas langsung oleh Menteri
akuntansi akrual” sebagai IKU level eselon I
Keuangan dan seluruh Pejabat eselon I di
(Kemenkeu-One). Sedangkan pada DJA, salah
lingkungan Kementerian Keuangan. Dengan
satu fokus dan prioritas strateginya pada
proses
tahun 2015 dan 2016 adalah pengembangan
pencapaiannya, pada tahun 2016 ditetapkan sejak
tersebut, diharapkan IKU
yang ditetapkan berkualitas sesuai dengan
penganggaran
tugas, fungsi, wewenang, dan tanggungjawab
arsitektur
pada setiap unit/pegawai dan
mendukung hal tersebut, ditetapkan IKU
mendukung
pencapaian tujuan organisasi.
berbasis
dan
kinerja
informasi
kinerja.
melalui Untuk
“Persentase penerapan ADIK dalam RKA K/L” sebagai IKU level eselon I (Kemenkeu-One).
Proses
tersebut
dilaksanakan
untuk
menyesuaikan strategi, IKU, dan targetnya
3. Meningkatkan kualitas perencanaan kinerja
sesuai dengan kondisi dan dinamika internal
dengan memanfaatkan data realisasi tahun
dan
Keuangan.
sebelumnya
dan
IKU
target tahun berikutnya. Penganggaran juga
prioritas
diintegrasikan dengan penentuan target
eksternal
Kementerian
Perumusan
sasaran
disesuaikan
dengan
strategis fokus
dan
sebagai
sehingga
lebih
dasar
penentuan
organisasi pada tahun yang bersangkutan
kinerja
sehingga sasaran strategis dan IKU yang
pelaksanaan anggaran berbasis kinerja.
menggambarkan
ditetapkan setiap unit pada tahun berjalan
Peningkatan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Keuangan
163
Tindak Lanjut:
penyusunan Renstra Unit Kerja di lingkungan
Dalam penyusunan target kinerja di Kementerian
Kementerian Keuangan melalui Surat Edaran
Keuangan telah menggunakan hasil evaluasi
Menteri
atas capaian kinerja tahun sebelumnya. Hal ini
tanggal 14 April 2015 tentang Pedoman
dilakukan untuk menjamin indikator dan target
Penyusunan
kinerja yang dirumuskan untuk tahun berikutnya
2015-2019 Unit Organisasi di Lingkungan
bersifat menantang. Penentuan target untuk
Kementerian Keuangan). Salah satu substansi
tahun berikutnya tidak harus selalu lebih tinggi dari
yang harus dicantumkan oleh Unit Eselon I
tahun sebelumnya, namun disesuaikan dengan
pada Renstranya adalah Arah Kebijakan dan
hasil evaluasi tersebut. Selain memperhatikan
Srategi Unit Eselon I dalam menjabarkan Arah
baseline anggaran, penentuan target ini juga
dan Strategi Kementerian Keuangan.
Keuangan
Nomor:
Rencana
7/MK.1/2015
Strategis
Tahun
memperhatikan estimasi kondisi internal yang ada (SDM, anggaran, dll.) dan eksternal pada tahun
Apabila dikaitkan dengan tujuan dan capaian
yang direncanakan.
keberhasilan pembangunan, pada dasarnya peran strategis masing-masing unit lingkup
Pada tahun berjalan, Kementerian Keuangan
Kementerian Keuangan di dalam mendukung
secara
pencapaian
rutin
telah
melakukan
pemantauan
keberhasilan
pembangunan
capaian indikator kinerja, output maupun realisasi
tercemin dari penentuan Indikator Kinerja
anggaran. Hal ini dilakukan sebagai early warning
Program (IKP) dan Indikator Kinerja Kegiatan
system atas pencapaian target kinerja di tahun
(IKK) masing-masing unit, yang telah tertuang
anggaran berjalan, serta bahan evaluasi dalam
dalam
penyusunan
Sebagai contoh, peran strategis DJA dalam
dokumen
perencanaan
tahun
berikutnya.
mendukung di
4. Renstra unit kerja masih perlu disempurnakan, misalnya
dokumen
Renstra
Ditjen
pengelolaan dari
IKP
tersebut.
Pemerintah
anggaran
yang
negara
dimiliki,
yaitu
Anggaran,
belum
terwujudnya pengelolaan anggaran negara
strategis
Ditjen
yang tepat waktu, transparan, dan akuntabel.
keberhasilan
Hal ini juga dikuatkan dengan beberapa IKP
menggambarkan
peran
Anggaran
pencapaian
dalam
unit
keberhasilan
bidang
tercermin
Renstra
pembangunan.
yang dimiliki, dimana peran DJA dalam hal pengelolaan Anggaran Belanja Pemerintah
164
Tindak lanjut:
Pusat (ABPP), pelaporan keuangan Belanja
Penyusunan Renstra Unit Eselon I di Lingkup
Subsidi
Kementerian
penyusunan rancangan APBN, pengembangan
Keuangan
berpedoman
pada
dan
Belanja
penganggaran,
lain-lain serta
(BSBL),
Renstra Kementerian Keuangan dengan tujuan
sistem
untuk memastikan Renstra Unit Kerja tersebut
peraturan
selaras dengan Renstra Kementerian Keuangan
dijadikan patokan keberhasilan DJA di dalam
pada level yang strategis dan teknis. Sebagai
pelaksanaan tugas dan fungsinya, dalam
pedoman teknis penyusunannya, Kementerian
rangka
Keuangan telah menetapkan petunjuk teknis
pemerintah.
penganggaran
mendukung
harmonisasi
secara
tercapainya
terukur
program
Dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan
masing
kinerja, Kementerian Keuangan juga melakukan
secara berkala.
dan dimonitor
beberapa kegiatan sebagai berikut: 2. Survei 1. Reviu Kontrak Kinerja (KK)
(SFO)
Survei
SFO
diharapkan
gambaran
penelaahan terhadap KK pada suatu
kondisi pengelolaan kinerja organisasi
satuan kerja di lingkungan Kementerian
di Kementerian Keuangan. Pelaksanaan
Keuangan.
mengenai
reviu
survei ini didasarkan oleh konsep SFO yang diperkenalkan oleh Robert Kaplan
kinerja, meningkatkan tertib administrasi
dan David Norton. Penelitian ini bertujuan
dokumen pengelolaan kinerja organisasi,
untuk mengetahui level implementasi
dan
menjaga
pelaksanaan
mendalam
pengelolaan
adalah
Tujuan
yang
memberi
Reviu KK merupakan kegiatan evaluasi/
kualitas
kinerja
prinsip-prinsip SFO pada Kementerian
organisasi. Adapun ruang lingkup reviu
memperbaiki
budaya
Keuangan dan masing-masing unit Eselon I
mencakup dokumen terkait perencanaan
serta prinsip SFO yang harus dipertahankan
strategi, proses
dan alignment,
dan ditingkatkan atau diperbaiki serta hal-
perencanaan kegiatan terkait pencapaian
hal yang mempengaruhi pencapaiannya.
sasaran
strategis,
Adapun lima prinsip SFO antara lain prinsip
eksekusi strategi, monitoring dan evaluasi,
1 (menggerakkan perubahan dari tingkat
serta
tindak lanjut hasil monitoring dan
pemimpin), prinsip 2 (menerjemahkan
evaluasi. Dalam kegiatan ini juga dilakukan
strategi ke dalam terminologi operasional),
validasi
SFO 3 (menyelaraskan organisasi dengan
strategis/inisiatif
capaian
IKU
untuk
menilai
akurasi penghitungan realisasi IKU sesuai
strategi),
manual IKU. Dengan dilaksanakannya
sehingga strategi adalah pekerjaan setiap
prinsip
4
(cara
memotivasi
kegiatan ini secara berkala diharapkan
individu), prinsip 5 (kendali untuk membuat
seluruh unit akan meningkat kesadaran
strategi sebagai proses berkelanjutan).
dan kepatuhannya terhadap pelaksanan ketentuan pengelolaan kinerja.
Beberapa perhatian
Beberapa
hal
perhatian
yang
dan
penyermpurnaan
masih
perlu adalah
menjadi dilakukan kualitas
hal
yang
dan
penyermpurnaan sinergi
antarunit
masih
perlu adalah
menjadi dilakukan
peningkatan
eselon
I
melalui
penetapan joint IKU serta joint IS, perbaikan
monitoring dan evaluasi kinerja perlu
mekanisme
ditingkatkan agar pelaksanaannya lebih
capaian kinerja mulai dari level pelaksana
efektif
hingga pimpinan unit eselon I, serta
dan
menghasilkan
rencana-
penyampaian
laporan
rencana aksi yang mendukung pencapaian
penyempurnaan aplikasi
target IKU. Selain itu, rencana aksi yang
agar dapat mendukung pelaporan capaian
dihasilkan dari keputusan rapat evaluasi
kinerja secara optimal.
kinerja harus ditindaklanjuti oleh masing-
Peningkatan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Keuangan
165
166
BAB 5
PENUTUP
Laporan Kinerja Kementerian Keuangan Republik Indonesia Tahun 2015
Penutup
167
PENUTUP Laporan Kinerja Kementerian Keuangan
Laporan Kinerja Kementerian Keuangan ini merupakan laporan pertanggungjawaban kinerja sebagai upaya pencapaian visi dan misi Kementerian Keuangan dengan mengacu pada Rencana Strategis tahun 2015-2019. Laporan Kinerja ini merupakan Laporan Kinerja tahun pertama pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019. Penyusunan Laporan Kinerja Kementerian Keuangan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Dalam situasi dan kondisi perekonomian global tahun 2015 yang mengalami perlambatan, Kementerian Keuangan menghadapi berbagai tantangan yang cukup besar. Namun demikian, aparatur Kementerian Keuangan terus berupaya untuk mengatasi tantangan tersebut sehingga dapat terus berperan dalam mewujudkan komitmen pencapaian target Indikator Kinerja Utama tahun 2015. Langkah-langkah ke depan yang perlu dilakukan Kementerian Keuangan dalam upaya mendorong peningkatan kinerja dan menghadapi tantangan ke depan, antara lain: memperhatikan rasio utang terhadap PDB dalam batasan yang aman (prudent). Oleh karena itu, koordinasi dalam rangka pengendalian risiko likuiditas dan risiko pendanaan yang timbul dalam pengelolaan APBN dalam kerangka Asset Liability Management (ALM) perlu lebih dioptimalkan. 2. Optimalisasi pengelolaan kekayaan negara melalui perencanaan kebutuhan BMN yang memadai, pengawasan dan pengendalian BMN yang efektif, serta peningkatan utilisasi aset. Sebagai upaya terobosan dalam mewujudkan tata kelola aset yang lebih baik, Kementerian Keuangan telah membentuk Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) yang difokuskan pada dua hal, yaitu pemanfaatan aset yang berkontribusi terhadap penerimaan negara dan optimalisasi aset idle pemerintah. 3. Optimalisasi penerimaan negara dari sektor pajak, bea dan cukai, meliputi beberapa hal sebagai berikut
168
a. Optimalisasi penerimaan pajak melalui peningkatan kepatuhan Wajib Pajak dengan: (i) memperluas implementasi e-Faktur Pajak
secara nasional; (ii)
optimalisasi data perpajakan dengan membentuk Center of Tax Analysis (CTA) regional pada tingkat Kantor Wilayah, memperkuat kerjasama dengan pihak ketiga, serta mengoptimalkan pelaksanaan kebijakan revaluasi aktiva tetap; (iii) perluasan cakupan layanan dan pengawasan dengan menambah unit kantor layanan maupun pembentukan mobile tax unit pada wilayah remote Indonesia. b. Optimalisasi penerimaan Bea Masuk, Bea Keluar, dan Cukai melalui: (i) peningkatan penelitian ulang terhadap Pemberitahuan Impor Barang (PIB); (ii) peningkatan pengawasan dan penegakan hukum terhadap Barang Kena Cukai (BKC) ilegal di wilayah produksi, pengangkutan dan pemasaran; (iii) pemetaan eksportir berdasarkan produk yang diekspor; (iv) peningkatan kegiatan patroli laut dan operasi intelijen. c.
Peningkatan joint sessions (joint analysis/audit/collection/enforcement) antara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dan Inspektorat Jenderal (Itjen).
4. Meningkatkan transparansi pengelolaan keuangan negara melalui peningkatan kualitas penyusunan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK BUN) dan Laporan Keuangan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (LK BA BUN) dengan melakukan antara lain: a.
Penetapkan ketentuan formal terkait mekanisme pencatatan, pelaporan, rekonsiliasi transaksi-transaksi yang berpengaruh terhadap Sisa Anggaran Lebih (SAL) dan metode perhitungan SAL yang dapat menjamin adanya
b. Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) serta mengatur lebih jelas kewajiban dan tanggung jawab dari unit pengendali yang bertanggung jawab dalam penyusunan dan pelaporan daftar Aset KKKS; 5. Meningkatkan kualitas pengelolaan kinerja dengan senantiasa melakukan evaluasi/ penelaahan terhadap Kontrak Kinerja pada setiap satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan, serta melakukan survei Strategy Focused Organization (SFO) yang diharapkan memberi gambaran yang mendalam mengenai kondisi pengelolaan kinerja organisasi di Kementerian Keuangan.
Penutup
169
6. Melakukan berbagai perbaikan mulai dari penyempurnaan peraturan perundangundangan sampai dengan penyederhanaan sistem administrasi, dalam memenuhi tuntutan pemangku kepentingan dan pengguna layanan Kementerian Keuangan. Laporan Kinerja ini diharapkan dapat memberikan informasi secara transparan dan akuntabel bagi seluruh stakeholders Kementerian Keuangan. Laporan ini juga menjadi bahan evaluasi untuk peningkatan pengelolaan kinerja Kementerian KeuanganAkhirnya, Kementerian Keuangan berharap dapat terus meningkatkan kontribusi untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif di abad ke-21.
170
halaman kosong
Penutup
171
172
LAMPIRAN
Laporan Kinerja Kementerian Keuangan Republik Indonesia Tahun 2015
Lampiran
173
PENGHARGAAN
Predikat A LAKIN 2015 n ora Lap erja Kin
Kementerian Keuangan mendapatkan predikat A atau Memuaskan dalam Penilaian atas Laporan Kinerja (LAKIN) Tahun 2014 dan Perjanjian Kinerja Tahun 2015 dari Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Penghargaan ini diserahkan langsung oleh Wakil Presiden pada tanggal 15 Desember 2015 di Istana Wakil Presiden.
Pengelolaan Jaringan JDIH Terbaik Biro Hukum Kementerian Keuangan mendapatkan peringkat Terbaik Pertama Pengelola Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) tahun 2014. Penghargaan ini diberikan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional pada bulan Juli 2015.
JUARA I PPID Kementerian Keuangan kembali berhasil meraih peringkat pertama dalam Penganugerahan Keterbukaan Informasi Publik Tahun 2015 untuk kategori kementerian. Penghargaan diserahkan langsung oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (15/12) di Istana Negara, Jakarta.
Anugerah Media Humas KEMENKEU Pada acara Anugerah Media Humas 2015 yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Kementerian Keuangan menerinma 2 kategori penghargaan, yaitu: Juara I Kategori Laporan Kinerja Humas Stan Favorit Kategori Pameran
174
Opini WTP Laporan Keuangan Kemenkeu n ora Lap erja Kin Kementerian Keuangan mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk Laporan Kuangan Kementerian Keuangan tahun 2015 oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Media Keuangan
Golden Winner Cover Majalah Media Keuangan Sampul muka majalah Media Keuangan berhasil meraih penghargaan Gold Winner di ajang Indonesia inhouse Magazine Award (InMA) 2015. Acara yang diselenggarakan oleh Serikat Pekerja Pers (SPS) di Batam pada bulan Juli 2015.
Bebas Korupsi
Stan Terbaik dan Wilayah Birokrasi Bebas dari Korupsi Pada acara puncak Festival Anti Korupsi 2015 digelar di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) Bandung, Kementerian Keuangan mendapatkan dua penghargaan, yaitu: Juara I Stan Terbaik KPPN Amlapura ditetapkan sebagai Kantor berpredikat Zona Wilayah Birokrasi Bebas dari Korupsi (WBK)
Juara 3 Toilet Publik Pada Hari Kesehatan Nasional ke-51 tahun 2015, Kementerian Keuangan mendapatkan Juara III Toilet Publik
Lampiran
175
CALL CENTER Jambore The Best Contact Center Indonesa 2015 oleh Indoneisa Contact Center Association (ICCA): DJBC medapatkan penghargaan berikut: Gold medal The Best Small Contact Center Operations Juara 2, The Best Smart Team Juara 2 Dancing Category, The Best Talent DJP medapatkan penghargaan berikut: Platinum medal, The Best Team Work Jambore 2015 Platinum medal, The Best Smart Team Jambore 2015 Silver medal, The Best Operation Silver medal, The Best Got Talent Singing Platinum medal, The Best Team Leader 31-150 Seats Platinum medal, The Best Quality Assurance < 100 Seats Gold Medal, The Best Inbound Agent 31-150 Seats Gold Medal, The Best Team Leader Outbound < 100 Seats Gold Medal, The Best Trainer < 100 Seats
C ASilver L LMedal,CThe E Best N TTelemarketer ER
Gold Medal, The Best Customer Service < 100 Seats Bronze medal, The Best Trainer < 100 Seats
oneisa Contact Center
The 2015 '10th Annual' Contact Center World Top Ranking Performers Awards Asia KLIP DJP sebagai Gold Winner kategori Best Mid Sized Inhouse Contact Center KLIP DJP sebagai Silver Winner kategori Best Customer Service Mid Sized Inhouse Contact Center The 2015 '10th Annual' Contact Center World Top Ranking Performers Awards (Global Ranking 2015), Penyelenggara, Contact Center World - Global KLIP DJP sebagai Gold Winner kategori The Best Customer Service Mid Sized Inhouse Contact Center KLIP DJP sebagai Bronze Winner kategori The Best Mid Sized Inhouse Contact Center
176
CALL CENTER The 2015 '10th Annual' Contact Center World Top Ranking Performers Awards Asia KLIP DJP sebagai Gold Winner kategori Best Mid Sized Inhouse Contact Center KLIP DJP sebagai Silver Winner kategori Best Customer Service Mid Sized Inhouse Contact Center The 2015 '10th Annual' Contact Center World Top Ranking Performers Awards (Global Ranking 2015), Penyelenggara, Contact Center World - Global KLIP DJP sebagai Gold Winner kategori The Best Customer Service Mid Sized Inhouse Contact Center KLIP DJP sebagai Bronze Winner kategori The Best Mid Sized Inhouse Contact Center
Lampiran
177
halaman kosong
178
KEMENTERIAN KEUANGAN RI www.kemenkeu.go.id
2016
PERJANJIAN KINERJA KEMENTERIAN KEUANGAN
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
KOMITMEN KINERJA TAHUN 2016
VISI KEMENTERIAN KEUANGAN Kami akan menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia yang inklusif di abad ke-21
Dalam rangka mewujudkan visi Kementerian Keuangan, dengan ini kami menetapkan Komitmen Kinerja Kementerian Keuangan yang merupakan ikhtisar rencana kinerja yang akan dicapai pada tahun 2016 sebagaimana terlampir. Komitmen Kinerja ini merupakan tolok ukur keberhasilan Kementerian Keuangan yang menjadi dasar penilaian dalam evaluasi kinerja pada akhir tahun anggaran 2016.
Jakarta, 19 Januari 2016
Menteri Keuangan Republik Indonesia
Bambang P.S. Brodjonegoro
PERJANJIAN KINERJA
Internal Process Perspective
4
Learning and Growth Perspective
Customer Perspective
Stakeholder Perspective
PETA STRATEGI Kementerian Keuangan
Visi
1
9 kebijakan
5
10 prudent
2 3
6 7
11
PERJANJIAN KINERJA
8
12
PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Kementerian Keuangan
NO 1.
2. 3. 4.
SASARAN PROGRAM/KEGIATAN
INDIKATOR KINERJA 1a
TARGET
Ra
1b
Ra
1c
Ra
2a
I
2b
Wa
3a
Ra
4a
T
4b 4 (WTP)
5.
4 (WTP) 5c k
6. 6b
P K
7b
P k
8b
P
7.
8.
9. a 10.
23
K ja
11.
downtime
12.
4 (WTP)
PERJANJIAN KINERJA
PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Kementerian Keuangan
1.
Program
Anggaran
Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
Rp 4.501.576.289.000
Kementerian Keuangan 2.
Program Pengelolaan Anggaran Negara
Rp 145.977.686.000
3.
Program Peningkatan dan Pengamanan Penerimaan Pajak
Rp 8.124.566.560.000
4.
Program Pengawasan, Pelayanan, dan Penerimaan di Bidang
Rp 3.475.569.429.000
Kepabeanan dan Cukai 5.
Program Pengelolaan Perbendaharaan negara
6.
Program
Pengelolaan
Kekayaan
Negara,
Rp 1.534.616.810.000 Penyelesaian
Rp 620.732.295.00
Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang 7.
Peningkatan Kualitas Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah
Rp 133.641.167.000
8.
Pengelolaan dan Pembiayaan Utang
Rp 105.243.679.681
9.
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur
Rp 108.795.511.000
Kementerian Keuangan 10.
Program Perumusan Kebijakan Fiskal
Rp 235.833.267.000
11.
Program Pendidikan dan Pelatihan Aparatur di Bidang
Rp 734.177.924.000
Keuangan Negara
Jakarta, 19 Januari 2016
Menteri Keuangan Republik Indonesia
Bambang P.S. Brodjonegoro PERJANJIAN KINERJA
KEMENTERIAN KEUANGAN RI www.kemenkeu.go.id