LAJU PELELEHAN ES PADA BENTUK ES YANG BERBEDA
NYI R. APRILLIA PUTRI KUSUMAH
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Laju Pelelehan Es pada Bentuk Es yang Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2014 Nyi R. Aprillia Putri Kusumah NIM C44100030
ABSTRAK NYI R. APRILLIA PUTRI KUSUMAH. Laju Pelelehan Es pada Bentuk Es yang Berbeda. Dibimbing oleh YOPI NOVITA dan DENI ACHMAD SOEBOER. Penggunaan es sebagai media pendinginan dalam penanganan ikan segar merupakan yang paling umum digunakan. Informasi tentang laju perubahan suhu dan laju pelelehan es di dalam boks penyimpanan ikan belum tersedia. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui kemampuan es dalam bentuk yang berbeda untuk menurunkan suhu boks dimana es tersebut ditempatkan. Tujuan penelitian ini adalah menghitung laju pelelehan es dan laju perubahan suhu di dalam boks yang berisi es curah dan es hancuran serta membandingkan kemampuan es curah dan es hancuran untuk mendinginkan suhu di dalam boks tempat penyimpanan ikan. Pengambilan data dilakukan terhadap jumlah volume lelehan es dan suhu di dalam boks per satuan waktu dengan menggunakan metode experimental. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa es curah memiliki kemampuan untuk mendinginkan ruang yang ditempatinya lebih cepat jika dibandingkan dengan es hancuran. Selain itu, es curah lebih cepat meleleh jika dibandingkan dengan es hancuran. Kata kunci: es, laju pelelehan es, laju perubahan suhu
ABSTRACT NYI R. APRILLIA PUTRI KUSUMAH. The rate of melting of ice on different forms of ice . Supervised by YOPI NOVITA and DENI ACHMAD SOEBOER. Ice as a cooling medium in the handling of fresh fish is widely used. Information about the rate of temperature change and the rate of melting of ice in the fish storage box is not available. Therefore, this research needs to be conducted to determine the ability of different forms of ice to decrease the temperature of the ice box where they are placed. The objectives of this research are to calculate the rate of ice melting and the rate of temperature change in the box that contains the bulk ice and crushed ice, and compare the ability of bulk ice and crushed ice to cool temperature inside the storage box fish. Experimental method was applied in this research, which data collection consisted of a total volume of ice melted and the temperature in the box per unit time. The research results showed that the bulk ice has the ability to cool the space they occupy much faster when compared with crushed ice. In addition, bulk ice melt faster when compared with crushed ice. Keywords: ice, the rate of melting of ice, the rate of temperature change
LAJU PELELEHAN ES PADA BENTUK ES YANG BERBEDA
NYI R. APRILLIA PUTRI KUSUMAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Laju Pelelehan Es pada Bentuk Es yang Berbeda Nama : Nyi R. Aprillia Putri Kusumah NIM : C44100030 Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui oleh
Dr Yopi Novita, SPi, MSi Pembimbing I
Dr Deni Achmad Soeboer, SPi, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Budy Wiryawan, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Laju Pelelehan Es pada Bentuk Es yang Berbeda” ini dapat diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. 1. Dr Yopi Novita, SPi, MSi dan Dr Deni Achmad Soeboer, SPi, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan saran. 2. Dr Ir Budy Wiryawan, MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran. 3. Dr Iin Solihin, SPi, MSi selaku Komisi Pendidikan yang telah memberikan masukan dan saran. 4. Daddy (R. Hardja Kusumah), Cece (Nyi R. Herliana PKD), Kakak (R. Dwi Eka Putra PK), Abang (R. Helmi Rizky R), dan Yaman Nur Absor atas segala doa, masukan, dan dukungan. 5. Kepala TPI PPS Nizam Zachman Jakarta beserta staf, dan Bapak Irin yang telah banyak membantu selama proses penelitian. 6. Keluarga PSP 47, PSP 48, serta seluruh teman-teman PSP dan civitas PSP yang selalu menemani dan banyak memberikan dukungan dan doa. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014 Nyi R. Aprillia Putri Kusumah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
3
Waktu dan Tempat Penelitian
3
Alat dan Bahan
3
Metode Pengumpulan Data
6
Analisis Data
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
10
Hasil dan Pembahasan
10
Pengaruh Jenis Es terhadap Laju Penurunan Suhu di dalam Boks
11
Pengaruh Jenis Es terhadap Laju Pelelehan Es
15
KESIMPULAN DAN SARAN
21
Kesimpulan
21
Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
22
LAMPIRAN
23
RIWAYAT HIDUP
26
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6
Daftar peralatan yang digunakan pada penelitian Data hasil percobaan volume pelelehan es dan suhu Data perubahan suhu dan laju pelelehan es Suhu dan laju perubahan suhu di dalam boks berisi es A dan es B Volume dan laju pelelehan es A Volume dan laju pelelehan es B
4 9 10 12 16 17
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Lokasi penelitian di PPS Nizam Zachman Jakarta Jenis es yang diteliti Termometer ruangan Termometer dengan eksternal probe Timbangan Gelas ukur Boks penyimpanan ikan Konstruksi boks penyimpanan ikan Rancangan alat yang digunakan dalam penelitian Bagan alir penelitian Laju perubahan suhu di dalam boks berisi es A dan es B Hubungan perubahan suhu terhadap laju pelelehan es A Hubungan perubahan suhu terhadap laju pelelehan es B Volume pelelehan es A dan es B
3 3 4 4 4 4 5 5 7 8 11 15 16 18
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Dokumentasi penelitian Uji statistik pengaruh suhu pada fase pendinginan Uji statistik pengaruh suhu pada fase stabil Uji statistik pengaruh suhu pada fase peningkatan suhu Uji statistik pengaruh laju pelelehan es pada fase pendinginan Uji statistik pengaruh laju pelelehan es pada fase stabil Uji statistik pengaruh laju pelelehan es pada fase kenaikan suhu
23 24 24 24 24 25 25
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan permintaan akan ikan segar sangat perlu diiringi dengan peningkatan kualitas hasil tangkapan. Unit penangkapan yang paling berperan dalam menjaga kualitas hasil tangkapan adalah kapal. Pada kapal terdapat tempat penyimpanan ikan yang dilengkapi dengan pendingin untuk menurunkan suhu ikan sekaligus mempertahankan kualitasnya (Ilyas 1983). Akan tetapi umumnya nelayan Indonesia terutama nelayan skala kecil, hanya menggunakan boks yang terbuat dari bahan fibreglass sebagai tempat untuk menyimpan ikan hasil tangkapan. Ikan disimpan di dalam boks tersebut bersama es dengan tujuan agar daging ikan tetap terjaga kesegarannya. Semakin cepat ikan hasil tangkapan dimasukkan ke tempat penyimpanan dan diberi es setelah ditangkap, kesegaran ikan semakin terjaga. Ikan yang tidak cepat ditangani diatas geladak tanpa es, sangat mudah dimasuki oleh bakteri pembusuk. Oleh karena itu suhu sangat berperan penting terhadap kemunduran mutu ikan. Semakin tinggi suhu, semakin cepat bakteri berkembang biak dan daging ikan sebagai media sekaligus sebagai makanannya (Ilyas 1972). Pendinginan bertujuan menurunkan suhu ikan (sampai pada titik pusat geometris badan ikan) hingga mencapai sekitar 00C. Pendinginan pada prinsipnya adalah mendinginkan ikan secepat mungkin ke suhu serendah mungkin, tetapi tidak sampai membeku. Pada umumnya pendinginan tidak dapat mencegah pembusukan secara total, tetapi semakin dingin suhu, semakin besar penurunan aktivitas enzim. Dengan demikian, melalui pendinginan proses bakteriologi dan biokimia pada ikan hanya tertunda, tidak diberhentikan (Irianto dan Giyatmi 2009). Penggunaan es sebagai media pendinginan dalam penanganan ikan segar merupakan yang paling umum digunakan. Ikan yang didinginkan dengan cara ini juga akan dipertahankan kesegarannya selama 14-15 hari tergantung pada jenis ikan, cara penanganan, tingkat kesegaran yang diinginkan dan suhu yang digunakan (Direktorat Jenderal POM 1997). Keuntungan pemakaian es sebagai bahan pendingin terutama karena es mempunyai kesanggupan pendinginan yang sangat besar yaitu 1 kg es dapat melepaskan sejumlah panas dari ikan sebesar 80 kkal. Es bersifat tidak merusak ikan, dapat dibawa-bawa dan murah harganya (Ilyas 1972). Adapun kelemahan es sebagai media pendinginan, salah satunya adalah sifat dari es yang mudah mencair sehingga temperatur boks cepat meningkat dan ikan menjadi cepat busuk. Terkadang nelayan membawa persediaan es yang sedikit untuk memberikan tempat penyimpanan hasil tangkapan yang lebih besar. Oleh karena itu untuk menjaga mutu hasil tangkapan, nelayan sebaiknya membawa perbekalan es dalam jumlah yang optimal. Es yang digunakan oleh nelayan di Indonesia pada umumnya adalah dalam bentuk bulk ice dan crushed ice. Kedua es tersebut memiliki perbedaan dari segi ukuran, dimana bulk ice memiliki ukuran yang lebih kecil jika dibandingkan dengan crushed ice. Oleh karena itu, luas permukaan bulk ice lebih kecil jika dibandingkan dengan crushed ice. Perbedaan tersebut diduga akan menyebabkan kedua jenis es tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dalam kemampuannya
2
untuk menurunkan suhu di dalam suatu ruang. Kemampuan es untuk menurunkan suhu suatu ruang sangat menentukan tingkat keberhasilan es tersebut untuk menjaga suhu dingin pada ikan yang disimpan di dalam tempat penyimpanan ikan. Kemampuan tersebut akan terlihat dari laju perubahan suhu ruang akibat keberadaan es di dalam ruangan tersebut serta laju pelelehan es tersebut. Informasi ini sangat berguna untuk memprediksi jumlah es yang optimal dibutuhkan untuk mendinginkan ikan di dalam suatu ruang. Akan tetapi, informasi tentang laju pelelehan es dan laju perubahan suhu di dalam boks penyimpanan ikan sebagaimana disebutkan di atas, belum tersedia. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui kemampuan es dalam bentuk yang berbeda untuk menurunkan suhu boks dimana es tersebut ditempatkan.
Tujuan Penelitian ini bertujuan : 1. Menghitung laju pelelehan es dan laju perubahan suhu di dalam boks yang berisi es curah (es A); 2. Menghitung laju pelelehan es dan laju perubahan suhu di dalam boks yang berisi es hancuran (es B); dan 3. Membandingkan kemampuan es curah (es A) dan es hancuran (es B) dalam mendinginkan suhu di dalam boks fiber.
Manfaat Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai laju pelelehan es dan laju perubahan suhu pada boks fiberglass yang berisi es sebagai informasi awal bagi penelitian lebih lanjut untuk peneliti dan informasi penggunaan es yang efektif bagi nelayan.
3
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2014 sampai dengan Maret 2014 di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta. Pengolahan dan analisis data dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2014. Lokasi penelitian terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Lokasi penelitian di PPS Nizam Zachman Jakarta Alat dan Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah es curai, yang terdiri dari dua jenis (Gambar 2) yaitu : 1. Es curah (bulk ice)berukuran 5 × 5 × 2 mm : jenis A 2. Es hancuran (crushed ice) berukuran 4 × 4 × 2 cm: jenis B
(a)
(b) (Sumber : Dokumentasi pribadi)
Gambar 2 Jenis es yang diteliti : (a) Es curah; (b) Es hancuran
4
Penggunaan kedua jenis es tersebut dikarenakan es curah dan es hancuran merupakan es yang umumnya digunakan oleh nelayan. Peralatan yang digunakan pada penelitian seperti diperlihatkan pada Tabel 1 berikut ini : Tabel 1 Daftar peralatan yang digunakan pada penelitian Nama Alat Gambar Keterangan Termometer ruangan
Berfungsi untuk mengukur suhu ruangan di luar boks
Gambar 3 Termometer ruangan 2 buah termometer dengan eksternal probe
Berfungsi untuk mengukur suhu di dalam boks
Gambar 4 Termometer dengan eksternal probe Timbangan (kapasitas 500 kg)
Berfungsi untuk mengukur berat es A dan es B
Gambar 5 Timbangan Gelas ukur 100ml
Berfungsi untuk mengukur volume lelehan es
Gambar 6 Gelas ukur
5
Nama Alat Boks penyimpanan ikan berinsulasi
Gambar
Keterangan
Boks yang dimaksud adalah boks berukuran 89.5 × 56 × 53 cm dengan tebal 2 cm, terbuat dari bahan fiberglass (Gambar 8). Penggunaan boks tersebut dalam penelitian ini dikarenakan boks tersebut umumnya Gambar 7. Boks penyimpanan digunakan oleh nelayan ikan di Indonesia, khususnya nelayan skala kecil.
Tutup Peti
(sumber : Pusat penelitian dan pengembangan perikanan 1992)
Gambar 8 Konstruksi boks penyimpanan ikan
6
Metode Pengumpulan Data Jenis data yang dibutuhkan ialah data primer yang terdiri atas : 1. Volume lelehan es 2. Suhu di dalam boks penyimpanan ikan Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode experimental. Eksperimen dilakukan dengan cara memasukkan es A dan B ke dalam masing-masing boks fiberglass (Gambar 7) yang berbeda. Eksperimen dilakukan secara bersamaan antara boks berisi es A dan boks berisi es B. Pada saat eksperimen dilakukan, boks tertutup rapat sehingga tidak ada aliran udara yang masuk atau keluar boks. Eksperimen dilakukan di dalam sebuah ruangan dengan tujuan agar suhu di luar boks tidak berfluktuasi, sehingga apabila ada perubahan suhu di dalam boks dapat dipastikan tidak dipengaruhi oleh perubahan suhu di luar boks. Pelaksanaan eksperimen dilakukan pada pukul 10.00 sampai 17.00 WIB setiap harinya. Penetapan waktu ini berdasarkan pra eksperimen dimana suhu ruangan stabil pada rentang waktu tersebut. Tujuannya adalah agar kondisi suhu ruang (di luar boks) tidak mempengaruhi suhu di dalam boks selama eksperimen berlangsung. Susunan alat yang digunakan selama eksperimen disajikan pada Gambar 9. Selanjutnya pengambilan data dilakukan terhadap jumlah volume lelehan dan suhu di dalam boks per satuan waktu. Kedua data tersebut diambil dalam waktu yang bersamaan. Pengambilan data volume lelehan es dan suhu di dalam boks dilakukan setiap 30 menit selama 7 jam. Jumlah es yang digunakan dalam penelitian adalah 48.15 kg. Penentuan jumlah es yang digunakan adalah berdasarkan nilai stowage factor jika ikan disimpan dengan cara curah, 0.5 ton/m3. Volume boks penyimpan ikan yang digunakan dalam kajian adalah 0.1926 m3, sehingga dengan nilai stowage factor 0.5 ton/m3 diperkirakan boks tersebut akan mampu menyimpan sekitar 0.0963 ton muatan (ikan dan es). Menurut Yunizal dan Wibowo (1998), perbandingan ideal antara jumlah es dan ikan untuk mempertahankan suhunya adalah 1:1, sehingga diestimasi jumlah es yang digunakan dalam sistem penyimpanan bulk di dalam boks tersebut adalah 48.15 kg. Pengambilan data dilakukan dalam tiga kali ulangan terhadap kedua jenis es dan dilakukan secara bersamaan. Agar lelehan es mudah keluar dari dalam boks, maka boks diposisikan miring sehingga lelehan es akan mengalir melalui lubang yang terdapat pada dinding boks dan kemudian ditampung ke dalam sebuah gelas ukur. Ilustrasi keberadaan es di dalam boks fibreglass disajikan pada Gambar 9. Pengukuran suhu dilakukan dengan memposisikan probe kedalam boks sebagaimana terlihat pada Gambar 9.
7
Keterangan : 1. Boks penyimpanan ikan 2. Kayu penyangga 3. Es
4. Lubang pembuangan 5. Gelas Ukur 6. Lelehan Es
7. Termometer dengan eksternal probe 8. Probe
Gambar 9 Rancangan alat yang digunakan dalam penelitian
Diagram alir untuk tahapan penelitian disajikan pada Gambar 10. Beberapa asumsi yang digunakan dalam eksperimen ini yaitu : 1. Suhu ruangan konstan 2. Tidak terjadi aliran udara di dalam tempat penyimpanan 3. Tidak terjadi rambatan suhu dari luar boks
8
Mulai
Persiapan Penelitian : - Pengukuran suhu ruangan - Pencarian informasi boks - Persiapan es A dan B - Perancangan alat penelitian
Pelaksanaan Penelitian (experimental) : Memasukkan es kedalam boks
Pengukuran suhu dan jumlah vol. lelehan es per 30 menit dan secara bersamaan
Analisis
Kesimpulan
Selesai
Gambar 10 Bagan alir penelitian
Analisis Data Data hasil percobaan selanjutnya ditabulasi dalam bentuk tabel sebagaimana tertera pada Tabel 2. Kemudian analisis data dilakukan secara deskriptif terhadap laju pelelehan es dan laju perubahan suhu. Pengolahan data untuk mendapatkan profil laju pelehan es, dilakukan dengan cara menghitung laju pelelehan es setiap 30 menit pada fase pendinginan, fase satbil dan fase peningkatan suhu. Hasilnya kemudian disajikan kedalam grafik dengan
9
urutan lamanya pengamatan sebagai sumbu x dan volume pelelehan es sebagai sumbu y. Pengolahan data untuk mendapatkan profil laju perubahan suhu, dilakukan dengan cara menghitung laju perubahan suhu setiap 30 menit. Hasilnya kemudian disajikan kedalam grafik dengan lamanya pengamatan sebagai sumbu x dan suhu sebagai sumbu y. Tabel 2 Data hasil percobaan volume pelelehan es dan suhu Ulangan Menit Ke Ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 …
420
1 2 3 4 5 Jumlah Rataan
Perbedaan jenis es terhadap laju perubahan suhu dan laju pelelehan es dianalisis dengan menggunakan analisis statistik dengan metode rancangan acak lengkap (RAL). Data hasil percobaan dapat dimodelkan dengan rumus berikut : Yij =
ij
dimana : Yij = nilai pengamatan total laju pelelehan es / perubahan suhu dengan ulangan ke-j; = nilai rataan laju pelehan es / perubahan suhu; Pi = pengaruh perbedaan jenis es pada taraf ke-i; dan = pengaruh galat percobaan dari perbedaan jenis es ke -i dengan ulangan ke-j. ij Hipotesis yang diguunakan dalam analisis data yaitu : 1. H0 H0 = μA = μB = μC = μD, maka tidak terdapat pengaruh jenis es A dan B terhadap laju pelelehan es / perubahan suhu 2. H1 H0 ≠ μA ≠ μB ≠ μC ≠ μD, maka terdapat pengaruh jenis es A dan B terhadap laju pelelehan es / perubahan suhu
10
Tabel 3. Data perubahan suhu dan laju pelelehan es Perlakuan Ulangan keEs A Es B 1 2 3 Rataan
HASIL DAN PEMBAHASAN Es yang digunakan dalam penelitian adalah es curai, yang terdiri dari dua jenis yaitu es curah dan es hancuran. Penggunaan es sebagai media pendinginan mempunyai beberapa keuntungan dan kelemahan. Es curah lebih cepat meleleh sehingga proses pendinginan lebih cepat terjadi. Tetapi, di lain pihak akan banyak jumlah es yang hilang sehingga lebih banyak jumlah es yang diperlukan. Kelemahan es curah yaitu memerlukan ruang penyimpanan yang lebih besar, karena permukaan es lebih luas dan banyak rongga udara, dan es curah meleleh lebih cepat karena dalam proses pembuatannya kurang dari titik beku (Adawyah 2008). Keuntungan dari penggunaan es hancuran ialah es hancuran lebih lama mencair dan menghemat penggunaan tempat pada palka atau boks. Namun memerlukan waktu yang lebih lama karena es tersebut dihancurkan tidak menggunakan mesin (ice crusher). Es curah memiliki ukuran partikel yang halus sedangkan es balok merupakan es hasil pemecahan sehingga ukuran partikel tidak sama (Moeljanto 1992). Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) memiliki pabrik es sebanyak 1 unit dengan kapasitas 200 ton/hari, digunakan untuk memproduksi es balok (Sinaga et al. 2013). Es balok yang dihasilkan termasuk kualitas yang cukup baik, walaupun bagian tengah balok es berwarna putih. Harga es balok yang ditetapkan oleh pabrik es adalah Rp 10.000, sedangkan harga untuk es yang sudah dihancurkan baik es curah maupun es hancuran adalah sama yaitu kisaran Rp 16.000 – Rp 18.000. Es curah merupakan media pendingin yang banyak digunakan oleh nelayan dalam penanganan ikan dibandingkan dengan es hancuran, baik diatas kapal maupun didarat selama distribusi dan pemasaran. Es curah memiliki ukuran yang lebih kecil sehingga diperkirakan es curah (bulk ice) akan lebih unggul (lebih cepat) dalam mendinginkan ikan dibandingkan dengan es hancuran (crushed ice) karena lebih luas permukaannya, sehingga es dapat menutupi atau menyelimuti tubuh ikan secara menyeluruh.
11
Pengaruh Jenis Es terhadap Laju Penurunan Suhu di dalam Boks Rasio antara volume es dengan volume boks yang diperoleh dalam eksperimen adalah 0.0812 m3 : 0.1926 m3 atau 1 : 2.4. Artinya setiap 1 m3 volume es menempati volume boks sebesar 2.4 m3. Rasio tersebut didapatkan dengan menghitung volume es yang digunakan dalam eksperimen dengan cara membagi berat es yang digunakan dalam eksperimen dengan berat jenis es sebesar 593 kg/m3. Berat es yang digunakan adalah sebesar 48.15 kg, sehingga didapatkan volume es yaitu sebesar 0.0812 m3. Boks penyimpanan ikan yang digunakan berukuran 89.5 x 56 x 53 cm, sehingga didapatkan volume boks yaitu sebesar 0.1926 m3. Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh grafik laju perubahan suhu di dalam boks yang berisi es A dan es B sebagaimana disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11 Laju perubahan suhu di dalam boks berisi es A dan es B Suhu di luar boks (suhu ruang) pada saat eksperimen dilakukan, cenderung stabil berkisar antara 30 C - 31C. Pada Tabel 4 disajikan rangkuman data waktu dan laju penurunan suhu yang terjadi pada kedua boks yang masing-masing berisi es A dan es B. Gambar 11 memperlihatkan bahwa pola grafik laju perubahan suhu terbagi tiga baik pada boks berisi es A dan es B, yaitu garis yang menurun curam, garis yang cenderung horizontal dan garis cenderung mulai naik. Fenomena tersebut menggambarkan grafik laju perubahan suhu dibagi menjadi tiga fase, yaitu : 1) Fase pendinginan yang ditandai dengan bentuk garis yang menurun curam. Fase pendinginan yang dimaksud adalah fase dimana proses penurunan suhu terjadi secara drastis di dalam boks yang diakibatkan karena perbedaan suhu
12
yang besar antara boks dan es hingga pada akhirnya suhu akan mulai cenderung konstan. 2) Fase stabil yang ditandai dengan bentuk garis yang cenderung horizontal. Fase stabil yang dimaksud adalah fase dimana suhu di dalam boks cenderung tidak mengalami perubahan yang signifikan. 3) Fase peningkatan suhu yang ditandai dengan garis yang cenderung mulai naik. Fase peningkatan suhu yang dimaksud adalah fase dimana suhu di dalam boks mulai secara perlahan meningkat setelah fase stabil. Dalam kajian ini, lamanya waktu pengukuran adalah selama 7 jam. Penurunan suhu yang drastis terjadi pada fase pendinginan, baik pada boks berisi es A maupun es B. Penurunan suhu yang drastis ini disebabkan karena terdapat perbedaan yg besar antara suhu boks dengan suhu es. Es akan menyerap kalor dari boks sehingga suhu boks akan sama atau mendekati suhu es sendiri. Proses penyerapan kalor ini berlangsung sangat cepat, mengingat salah satu kelebihan es yang dikemukakan oleh Ilyas (1972) yaitu es mempunyai kesanggupan pendinginan yang sangat besar, dimana 1 kg es dapat menyerap sejumlah besar panas yaitu sebesar 80 kkal. Oleh karena itu, pada menit-menit awal pengamatan terjadi penurunan suhu yang drastis. Tabel 4 Suhu dan laju perubahan suhu di dalam boks berisi es A dan es B
Fase
Menit ke-
Waktu (menit)
Pendinginan
0 - 30
30
30 - 180
150
Peningkatan 180 -420 suhu
240
Stabil
Es A Suhu Laju (0C) Perubahan suhu 0 ( C/menit) 25.7-6.8 -0.632 6.8 (ratarata) 7-7.8
Menit ke-
Waktu (menit)
0 - 60
60
0.001
60 - 210
150
0.003
210 - 420
210
Es B Suhu Laju (0C) perubahan suhu 0 ( C/menit) 26.4-5.1 -0.353 5.1 (ratarata) 5.9
0.000
0.003
Pendinganan adalah proses pengambilan panas dari suatu ruangan yang terbatas untuk menurunkan dan mempertahankan suhu diruangan tersebut bersama isinya agar selalu lebih rendah dari pada suhu diluar ruangan (Afrianto dan Liviawaty 1989). Berdasarkan Gambar 11 terlihat bahwa profil laju perubahan suhu di dalam masing-masing boks yang berisi es A dan es B memiliki pola yang sama. Perbedaannya hanyalah terletak pada lamanya waktu tiap fase serta laju penurunan suhu tiap fase. Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa es A mengalami fase pendinginan dimulai dari menit ke-0 hingga menit ke-30 (selama 30 menit). Pada fase pendinginan, laju penurunan suhu di dalam boks berisi es A yaitu sebesar 0.632 C/menit, artinya dalam setiap menit es A mampu mendinginkan boks sebesar 0 0.632 C. Selanjutnya fase stabil terjadi mulai pada menit ke-30 sampai dengan menit
13
ke-180 (150 menit), dimana es A menghasilkan laju perubahan suhu di dalam boks sebesar 0.001C/menit. Kemudian mulai pada menit ke-180 hingga menit ke-420 (akhir pengamatan), mulai terjadi fase peningkatan suhu (selama 240 menit), dimana es A menghasilkan laju peningkatan suhu di dalam boks sebesar 0.003C per menit. Suhu di dalam boks yang berisi es A pada awal pengukuran, menit ke-0 yaitu sebesar 25.7 C. Es A hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk mendinginkan suhu di dalam boks hingga mencapai suhu 6.8C. Penurunan suhu yang terjadi selama fase pendinginan adalah sebesar 18.9 C. Pada fase peningkatan suhu, suhu di dalam boks yang berisi es A mengalami peningkatan suhu mulai dari 7 C hingga 7.8 C (meningkat 0.8 C) selama 240 menit. Akan tetapi, selama 7 jam pengamatan, diketahui bahwa laju penurunan suhu di dalam boks yang disebabkan oleh keberadaan es A adalah sebesar 0.043 C/menit. Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa es B mengalami fase pendinginan dimulai dari menit ke-0 hingga menit ke-60 (selama 60 menit). Pada fase pendinginan, laju penurunan suhu di dalam boks berisi es B yaitu sebesar 0.353 C/menit, artinya dalam setiap menit es B mampu mendinginkan boks sebesar 0.353 0C. Selanjutnya fase stabil terjadi mulai pada menit ke-60 sampai dengan menit ke-210 (150 menit), dimana es B menghasilkan laju perubahan suhu di dalam boks sebesar 0.000C/menit. Kemudian mulai pada menit ke-210 hingga menit ke-420 (akhir pengamatan), mulai terjadi fase peningkatan suhu (selama 210 menit), dimana es B menghasilkan laju peningkatan suhu di dalam boks sebesar 0.003C per menit. Suhu di dalam boks yang berisi es B pada awal pengukuran, menit ke-0 yaitu sebesar 26.4 C. Es B hanya membutuhkan waktu sekitar 60 menit untuk mendinginkan suhu di dalam boks hingga mencapai suhu 5.1 C. Penurunan suhu yang terjadi selama fase pendinginan adalah sebesar 21.4 C. Pada fase peningkatan suhu, suhu di dalam boks yang berisi es B mengalami peningkatan suhu mulai dari 5.1 C hingga 5.9 C (meningkat 0.8 C) selama 210 menit. Akan tetapi, selama 7 jam pengamatan, diketahui bahwa laju perubahan suhu di dalam boks yang disebabkan oleh keberadaan es B adalah sebesar 0.049 C/menit. Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, bahwa pola laju penurunan suhu di dalam boks yang disebabkan oleh keberadaan es A atau es B (Gambar 11) memiliki kemiripan. Perbedaan yang ada adalah terletak pada suhu dan lamanya waktu terjadinya tiap fase. Pada perlakuan es A, fase pendinginan terjadi lebih cepat jika dibandingkan pada perlakuan es B, yaitu lebih cepat 30 menit. Penurunan suhu selama fase pendinginan pada perlakuan es A mencapai suhu 6.8 C, sedangkan pada perlakuan es B pada menit ke-30 sudah mencapai suhu 5.4 C. Fase pendinginan pada perlakuan es B terjadi hingga suhu 5.1 C, dimana suhu tersebut lebih dingin 1.7 C jika dibandingkan dengan perlakuan es A. Laju penurunan suhu yang terjadi di dalam boks yang berisi es A dan es B selama fase pendinginan terdapat perbedaan, laju penurunan suhu rata-rata es A lebih cepat dibandingkan dengan es B. Berdasarkan lamanya waktu, terlihat bahwa fase pendinginan yang terjadi di dalam boks yang berisi es A lebih singkat jika dibandingkan dengan fase pendinginan yang terjadi di dalam boks yang berisi es B.
14
Kondisi ini menunjukkan bahwa kemampuan es A mendinginkan suhu di dalam boks lebih cepat dibandingkan es B. Hal ini menunjukkan bahwa es dengan ukuran lebih kecil (jenis A) memiliki kemampuan menurunkan suhu lebih cepat sehingga lebih efektif untuk mendinginkan boks. Fenomena ini seperti yang disebutkan oleh Irianto dan Giyatmi (2009) bahwa ukuran kepingan es yang semakin kecil dapat menyebabkan proses pendinginan menjadi lebih cepat. Lamanya waktu yang terjadi selama fase stabil baik pada perlakuan es A maupun es B, relatif sama yaitu 150 menit. Hanya saja suhu yang terjadi selama fase stabil pada perlakuan es A rata-rata terjadi pada suhu 6.8 C, sedangkan pada perlakuan es B rata-rata terjadi pada suhu 5.1 C. Kondisi ini menunjukkan bahwa es B mengakibatkan suhu pada fase stabil lebih dingin jika dibandingkan es A, yaitu sekitar 1.7 C lebih dingin. Fase peningkatan suhu pada perlakuan es A terjadi lebih cepat jika dibandingkan pada perlakuan es B, yaitu lebih cepat 30 menit. Dimana fase peningkatan suhu pada perlakuan es A terjadi pada menit ke-180 sedangkan pada perlakuan es B terjadi pada menit ke-210. Akan tetapi peningkatan suhu yang terjadi baik pada perlakuan es A maupun es B memiliki nilai yang sama yaitu 0.003 C per menit. Berdasarkan nilai laju perubahan suhu secara keseluruhan baik pada perlakuan es A maupun es B menunjukkan bahwa laju perubahan es A maupun es B tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, dimana perbedaannya hanya sebesar 0.046 C per menit selama 420 menit (7 jam). Secara rinci, data tentang lamanya waktu tiap fase, suhu dan laju penurunan suhu tiap jenis es dalam setiap fase, disajikan pada Tabel 4. Hasil uji statistik terhadap nilai perubahan suhu pada fase pendinginan, fase stabil, dan fase peningkatan suhu dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), menyatakan bahwa nilai Fhit > Ftabel (Lampiran 2, 3, dan 4). Nilai Fhit sebesar 36.125 dan Ftabel sebesar 7.7086 pada fase pendinginan. Nilai Fhit sebesar 97.95 dan Ftabel sebesar 7.7086 pada fase stabil. Nilai Fhit sebesar 115.69 dan Ftabel sebesar 7.7086 pada fase peningkatan suhu. Hipotesis ini menyatakan bahwa tolak H0 dan terima H1, dimana H0 menyatakan bahwa jenis es tidak memberikan pengaruh terhadap laju perubahan suhu dan H1 menyatakan bahwa terdapat pengaruh jenis es terhadap laju perubahan suhu. Analisis statistik menunjukan bahwa nilai P-value pada fase pendinginan, fase stabil, dan fase peningkatan suhu lebih kecil dari 0.05 (P-value< 0.05), dimana pada fase pendinginan nilai P-value sebesar 0.00038 (Lampiran 2), pada fase stabil nilai P-value sebesar 0.00058 (Lampiran 3), dan fase peningkatan suhu nilai P-value sebesar 0.00042 (Lampiran 4). Artinya suhu pada fase pendinginan, fase stabil, dan fase peningkatan suhu antar perlakuan (es A dan es B) berbeda nyata. Suhu lingkungan relatif konstan sepanjang penelitian berlangsung, sehingga dapat disimpulkan bahwa perubahan suhu yang terjadi di dalam boks disebabkan oleh keberadaan es itu sendiri.
15
Pengaruh Jenis Es terhadap Laju Pelelehan Es Berdasarkan pembahasan sebelumnya diketahui bahwa selama eksperimen dilakukan, suhu ruang di luar boks sekitar 30-310C. Suhu ruang tersebut relatif stabil atau konstan sepanjang eksperimen berlangsung dari pukul 10.00 sampai 17.00 WIB. Selanjutnya kajian dilakukan untuk melihat laju pelelehan es yang terjadi pada es A dan es B. Laju pelelehan es dilihat dari banyaknya volume air hasil lelehan es per satuan waktu yang tertampung di dalam gelas ukur yang terpasang di luar boks. Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh grafik hubungan perubahan suhu terhadap laju pelelehan es A sebagaimana disajikan pada Gambar 12.
Gambar 12 Hubungan perubahan suhu terhadap laju pelelehan es A Pelelehan es adalah proses perubahan bentuk air dari bentuk padat (es) menjadi air. Proses ini terjadi karena terdapat perbedaan suhu antara es dengan sekitarnya. Berdasarkan pembahasan sebelumnya diketahui bahwa perubahan suhu dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase pendinginan, fase stabil, dan fase peningkatan suhu. Hal sama terjadi pada laju pelelehan es, dimana pola grafik dibagi menjadi tiga fase yang sama. Pada fase pendinginan, terjadi penurunan suhu yang sangat cepat seperti ditunjukkan pada Gambar 12. Suhu di dalam boks yang berisi es A pada awal pengukuran, menit ke-0 yaitu sebesar 25.7 C. Penurunan suhu yang terjadi selama fase pendinginan (dimulai dari menit ke-0 hingga menit ke-30) adalah sebesar 18.9 C. Hal ini diikuti oleh volume pelelehan es yang besar. Tabel 5 memperlihatkan bahwa volume lelehan es A yang dihasilkan selama fase pendinginan yaitu sebesar 590 ml, dengan laju pelelehan es sebesar 19.678 ml/menit, artinya dalam setiap menit es A menghasilkan lelehan es sebesar 19.678 ml pada fase pendinginan.
16
Tabel 5 Volume dan laju pelelehan es A Es A Volume lelehan es (ml)
Laju pelelehan es (ml/menit)
0 - 30
590
19.678
Stabil
30 - 180
2142
7.882
Peningkatan suhu
180 - 420
4781
9.713
Fase Pendinginan
Menit ke-
Selanjutnya fase stabil terjadi mulai pada menit ke-30 sampai dengan menit ke-180. Pada fase stabil, perubahan suhu yang terjadi tidak signfikan atau konstan. Volume lelehan es yang dihasilkan selama fase stabil yaitu sebesar 2142 ml, dimana laju pelelehan es yang terjadi cenderung konstan yaitu sebesar 7.882 ml/menit, artimya dalam setiap menit es A menghasilkan lelehan es sebesar 7.882 ml pada fase stabil. Pada fase peningkatan suhu, suhu di dalam boks yang berisi es A mengalami peningkatan suhu sebesar 0.8 C selama 240 menit. Hal ini diikuti dengan kenaikan volume lelehan es, yaitu sebesar 4781 ml. Kenaikan volume pelehan es ini ditandai oleh kenaikan laju pelelehan es yaitu sebesar 9.713 ml/menit, artimya dalam setiap menit es A menghasilkan lelehan es sebesar 9.713 ml pada fase peningkatan suhu. Akan tetapi, selama 7 jam pengamatan, diketahui bahwa laju pelelehan es A keseluruhan yaitu sebesar 9.979 ml/menit. Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh grafik hubungan perubahan suhu terhadap laju pelelehan es B sebagaimana disajikan pada Gambar 13.
Gambar 13 Hubungan penurunan suhu terhadap laju pelelehan es B
17
Berdasarkan Gambar 13 terlihat bahwa pada awal pengamatan atau pada fase pendinginan, terjadi penurunan suhu yang sangat cepat. Suhu di dalam boks yang berisi es B pada awal pengukuran, menit ke-0 yaitu sebesar 26.5 C. Penurunan suhu yang terjadi selama fase pendinginan (dimulai dari menit ke-0 hingga menit ke-60) adalah sebesar 21.4 C. Hal ini diikuti oleh volume pelelehan es yang besar. Tabel 6 memperlihatkan bahwa volume lelehan es A yang dihasilkan selama fase pendinginan yaitu 851 ml, dengan laju pelelehan es sebesar 14.178 ml/menit, artinya dalam setiap menit es A menghasilkan lelehan es sebesar 14.178 ml pada fase pendinginan. Pada Tabel 6 disajikan rangkuman data waktu, volume lelehan es dan laju pelelehan es B. Tabel 6 Volume dan laju pelelehan es B Es B Volume lelehan es (ml)
Laju pelelehan es (ml/menit)
0 - 60
851
14.178
Stabil
60 - 210
2102
6.602
Peningkatan suhu
210 - 420
3939
7.521
Fase Pendinginan
Menit ke-
Selanjutnya fase stabil terjadi mulai pada menit ke-30 sampai dengan menit ke-180. Pada fase stabil, perubahan suhu yang terjadi tidak signfikan atau konstan. Volume lelehan es yang dihasilkan selama fase stabil yaitu sebesar 2102 ml, dimana laju pelelehan es yang terjadi cenderung konstan yaitu sebesar 6.602 ml/menit, artimya dalam setiap menit es A menghasilkan lelehan es sebesar 6.602 ml pada fase stabil. Pada fase peningkatan suhu, suhu di dalam boks yang berisi es A mengalami peningkatan suhu sebesar 0.8 C selama 210 menit. Hal ini diikuti dengan kenaikan volume lelehan es, yaitu sebesar 3939 ml. Kenaikan volume pelehan es ini ditandai oleh kenaikan laju pelelehan es yaitu sebesar 7.521 ml/menit, artinya dalam setiap menit es A menghasilkan lelehan es sebesar 7.521 ml pada fase peningkatan suhu. Akan tetapi, selama 7 jam pengamatan, diketahui bahwa laju pelelehan es A keseluruhan yaitu sebesar 8.236 ml/menit. Kedua kondisi perlakuan es yaitu jenis A dan jenis B menunjukkan bahwa pada awal pengamatan atau pada fase pendinginan terjadi penurunan suhu yang drastis. Hal ini dikarenakan es menyerap kalor dari boks untuk mendinginkan suhu boks sampai keadaan stabil, kemudian suhu akan menurun dengan cepat sampai suhu boks (dingin) sama atau mendekati suhu es. Fenomena ini dikuti oleh laju pelelehan yang tinggi baik pada perlakuan es A maupun es B. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar perbedaan dan perubahan suhu, maka semakin besar laju pelelehan es. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Adawyah (2008) bahwa dalam proses pendinginan, terjadi perpindahan panas dari boks kepada es. Boks dengan suhu relatif lebih tinggi akan melepaskan sejumlah energi panas dan es menerima atau menyerap panas tersebut. Dengan demikian, suhu boks akan menurun dan sebaliknya es akan meleleh karena terjadi peningkatan suhu. Proses pemindahan
18
panas ini akan terhenti apabila suhu di dalam boks telah mencapai atau mendekati dengan suhu es. Jika jumlah es yang digunakan dalam proses pendinginan masih cukup banyak, maka sisa es yang belum meleleh akan digunakan untuk mempertahankan suhu boks. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pelelehan es diantaranya adalah jenis material boks, rasio volume boks dan jumlah es, dan frekuensi membuka dan menutup penutup boks. Menurut Junianto (2003), faktor lain yang mempengaruhi perbedaan pada suhu di dalam boks penyimpanan yang berisi es dan ikan adalah jumlah es yang digunakan, teknik pendinginan ikan, ukuran ikan dan kondisi fisik ikan, lama pemberian es, ukuran dan jenis wadah yang digunakan. Selain itu, pendinginan ikan dengan es dipengaruhi juga oleh tempat, jenis ikan dan tujuan pendinginan (Adawyah 2008). Es pada prinsipnya adalah air padat yang diperoleh dari perubahan bentuk cair menjadi bentuk padat melalui penghilangan energi panas. Semakin besar perbedaan suhu, maka kecepatan pencairan es semakin besar. Grafik volume pelelehan es A dan B disajikan pada Gambar 14 dibawah ini.
Gambar 14 Volume pelelehan es A dan es B Gambar 14 memperlihatkan bahwa volume pelelehan baik pada es A maupun B memiliki kemiripan pola sehingga dibagi menjadi tiga fase. Fase pendinginan ditandai dengan bentuk garis yang mulai naik dengan curam, fase stabil ditandai dengan bentuk garis yang naik dengan cenderung landai, dan fase peningkatan suhu ditandai dengan garis yang cenderung mulai naik sedikit lebih curam dibandingkan dengan fase stabil. Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa fase pendinginan pada es A berlangsung selama 30 menit (dimulai dari menit ke-0 hingga menit ke-30) yang menghasilkan volume pelelehan sebesar 590 ml. Selanjutnya fase
19
stabil berlangsung selama 150 menit (dimulai dari menit ke-30 hingga menit ke-180) yang menghasilkan volume pelelehan sebesar 2142 ml. Kemudian mulai pada menit ke-180 hingga menit ke-420 (akhir pengamatan), mulai terjadi fase peningkatan suhu (selama 240 menit), dimana menghasilkan volume pelelehan sebesar 4781 ml. Tabel 6 memperlihatkan bahwa fase pendinginan pada es B berlangsung selama 30 menit (dimulai dari menit ke-0 hingga menit ke-60) yang menghasilkan volume pelelehan sebesar 851 ml. Selanjutnya fase stabil berlangsung selama 150 menit (dimulai dari menit ke-60 hingga menit ke-210) yang menghasilkan volume pelelehan sebesar 2102 ml. Kemudian mulai pada menit ke-210 hingga menit ke-420 (akhir pengamatan), mulai terjadi fase peningkatan suhu (selama 210 menit), dimana menghasilkan volume pelelehan sebesar 3939 ml. Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, bahwa pola grafik pelelehan baik pada es A maupun es B memiliki kemiripan. Perbedaan yang ada adalah terletak pada jumlah volume lelehas es dan lamanya waktu terjadinya tiap fase. Pada perlakuan es A, fase pendinginan terjadi lebih cepat jika dibandingkan pada perlakuan es B, yaitu lebih cepat 30 menit. Jumlah volume pelelehan es selama fase pendinginan pada perlakuan es A sebesar 590 ml, sedangkan jumlah volume pelelehan yang dihasilkan pada perlakuan es B pada menit ke-30 sebesar 477 ml. Jumlah volume pelelehan es B yang dihasilkan pada fase pendinginan (selama 60 menit) sebesar 851 ml, dimana volume tersebut lebih besar 261 ml jika dibandingkan dengan perlakuan es A. Volume pelelehan es B lebih besar dibandingkan dengan es A pada fase pendinginan, hal ini dikarenakan terdapat perbedaan waktu dimana fase pendinginan yang terjadi pada es A lebih singkat dibandingkan dengan fase pendinginan yang terjadi pada es B. Namun, laju pelelehan rata-rata es A lebih besar dibandingkan dengan es B. Kondisi ini menunjukkan bahwa es A meleleh lebih cepat dibandingkan es B. Hal ini disebabkan karena es A memiliki ukuran yg lebih kecil dan menempati ruangan dengan luas permukaan yang lebih besar, sehingga kemampuan es A untuk menyerap kalor akan semakin besar. Menyerap kalor akan menyebabkan es mencair, karena kalor yang dapat diserap oleh es A tersebut besar sehingga pelelehan es A akan semakin besar pula. Es yang ditempatkan dalam boks , sebagian es tersebut akan meleleh untuk mendinginkan boks dan sisa nya akan meleleh untuk mempertahankan suhu boks tersebut agar tetap stabil. Pada fase stabil, grafik baik es A maupun B seperti terlihat pada Gambar 14 menunjukkan bahwa kenaikan volume lelehan es yang dihasilkan cenderung konstan ditandai dengan garis grafik yang naik namun cenderung landai. Laju pelelehan es pada es A lebih besar namun tidak berbeda jauh dengan laju pelelehan es B, apabila dibandingkan dengan pada fase pendinginan. Laju pelelehan es A yaitu sebesar 7.882 ml/menit dan laju pelelehan es B sebesar 6.602 ml/menit. Fase peningkatan suhu pada perlakuan es B berlangsung lebih cepat jika dibandingkan pada perlakuan es A, yaitu lebih cepat 30 menit. Dimana fase peningkatan suhu pada perlakuan es A terjadi selama 240 menit, sedangkan pada perlakuan es B terjadi selama 210 menit. Sehingga volume pelehan es A lebih besar dibandingkan dengan volume pelelehan es B. Laju pelelehan es A pun lebih besar dibandingkan dengan laju pelelehan es B. Laju pelelehan es A yaitu sebesar
20
9.713 ml/menit dan laju pelelehan es B sebesar 7.521 ml/menit. Berdasarkan nilai laju pelelehan es secara keseluruhan baik pada perlakuan es A maupun es B menunjukkan bahwa laju pelelehan es A maupun es B tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, dimana perbedaannya hanya sebesar 1.743 ml per menit selama 420 menit (7 jam). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Amiruddin (2012), jumlah volume lelehan es yang dihasilkan setelah 8 jam pengamatan adalah sebesar 735 ml. Adapun menurut penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati (2004), jumlah volume es yang meleleh setiap jam adalah sebesar 7069 ml. Hal ini berbeda apabila dibandingkan dengan hasil kajian, dimana volume lelehan es yang dihasilkan selama 7 jam pengamatan pada es A sebesar 4781 ml dan es B sebesar 3939 ml. Terjadinya perbedaan ini diduga disebabkan karena pada penelitian Amiruddin (2012) menggunakan boks berinsulasi polyurethane (densitas 30 kg/m3) dengan kapasitas volume yang lebih kecil (20 dm3), sehingga volume lelehan es yang dihasilkan lebih kecil. Sedangkan pada penelitian Kurniawati (2004) menggunakan palka yang berinsulasi polyurethane, dimana dipengaruhi oleh suhu lingkungan yang berfluktuasi. Hasil uji statistik terhadap nilai laju pelelehan es pada fase pendinginan dengan menggunakan analisis rancangan acak lengkap (RAL), menyatakan bahwa nilai Fhit > Ftabel (Lampiran 5). Nilai Fhit sebesar 16.101 dan Ftabel sebesar 7.7086 pada fase pendinginan. Hipotesis ini menyatakan bahwa tolak H0 dan terima H1, artinya terdapat pengaruh laju pelelehan es terhadap es A pada fase pendinginan. Adapun pada fase stabil dan pada fase peningkatan suhu didapatkan nilai Fhit < Ftabel (Lampiran 6 dan 7), artinya tidak terdapat pengaruh laju pelelehan es terhadap es A pada fase stabil dan fase peningkatan suhu. Nilai Fhit sebesar 1.9515 dan Ftabel sebesar 7.7086 pada fase stabil. Nilai Fhit sebesar 0.9977 dan Ftabel sebesar 7.7086 pada fase peningkatan suhu. Analisis statistik menunjukan bahwa nilai P-value pada fase pendinginan lebih kecil dari 0.05 (P-value< 0.05), dimana nilai P-value sebesar 0.0159 (Lampiran 5). Artinya adalah laju pelelehan es pada fase pendinginan antar perlakuan (es A dan es B) berbeda nyata. Adapun pada fase stabil dan fase peningkatan suhu nilai Pvalue lebih besar dari 0.05 (P-value> 0.05), artinya laju pelelehan es pada fase stabil dan fase peningkatan suhu antar perlakuan (es A dan es B) tidak berbeda nyata. Nilai P-value sebesar 0.2349 (Lampiran 6) pada fase stabil dan nilai P-value sebesar 0.3744 (Lampiran 7) pada fase peningkatan suhu.
21
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Es jenis curah (es A) memiliki laju perubahan suhu dan laju pelelehan es masingmasing sebesar -0.632 0C/menit dan 19.7 ml/menit pada fase pendinginan, pada fase stabil sebesar 0.001 0C/menit dan 7.9 ml/menit, dan pada fase kenaikan suhu sebesar 0.003 0C/menit dan 9.7 ml/menit. 2. Es jenis hancuran (es B) memiliki laju perubahan suhu dan laju pelelehan es masing-masing sebesar -0.353 0C/menit dan 14.2 ml/menit pada fase pendinginan, pada fase stabil sebesar 0 0C/menit dan 6.6 ml/menit, dan pada fase kenaikan suhu sebesar 0.003 0C/menit dan 7.5 ml/menit. 3. Es jenis curah (es A) memiliki kemampuan untuk mendinginkan ruang yang ditempatinya lebih cepat jika dibandingkan dengan es jenis hancuran (es B). Selain itu, es jenis curah (es A) lebih cepat meleleh jika dibandingkan dengan es jenis hancuran (es B).
Saran Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah : 1. Es perlu ditambahkan ke dalam boks setelah 3 jam untuk penggunaan bulk ice dan setelah 3.5 jam untuk penggunaan crushed ice. Sehingga nelayan tidak perlu menggunakan semua es yang dibawanya secara bersamaan untuk mendinginkan hasil tangkapan. 2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang laju pelelehan es dan laju perubahan suhu dengan perlakuan pemaparan boks dibawah sinar matahari langsung (pada kondisi sebenarnya diatas kapal) dan pada boks yang berisi ikan dan es. 3. Perlu kajian tentang aplikasi jenis-jenis es di lapangan dari aspek sosial dan ekonomi, karena masih ada permasalahan tentang persepsi penggunaan jenis-jenis es.
22
DAFTAR PUSTAKA Adawyah R. 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta : Bumi Aksara Afrianto E, Liviawaty E. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan.Yogyakarta : Kansius. Amiruddin W. 2012. Efisiensi Teknis Penggunaan Bahan Polyurethane Sebagai Insulasi Palka Kapal Ikan. [Disertasi]. Bogor : Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. 1997. Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Hal 24 Ilyas S. 1972. Peranan Es dalam Industri Perikanan.Jakarta : Direktorat Jendral Perikanan Ilyas S. 1983. Teknologi Refrigasi Hasil Perikanan. Jilid I. Jakarta: CV. Paripurna. 273 hal. Irianto HE, Giyatmi S. 2009. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Edisi 2. Jakarta : Universitas Terbuka Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Jakarta : Penebar Swadaya. Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta : Penebar Swadaya. Kurniawati VR. 2004. Konstruksi dan Perhitungan Beban Panas pada Palka Kapal Purse Seine Di Pekalongan (Contoh pada KM. Duta Mulia). [Skripsi].Bogor : Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sinaga GV, Rosyid A, Wibowo BA. 2013. Optimalisasi Tingkat Pemanfaatan Fasilias Dasar dan Fungsional di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta dalam Menunjang Kegiatan Penangkapan Ikan. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology. 2(1):43-55. Yunizal, Wibowo S. 1998. Penanganan Ikan Segar. Jakarta:Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan.
23
LAMPIRAN 1. Dokumentasi penelitian
Es di dalam peti
Lubang pada peti untuk lelehan es
Peti fiber yang digunakanpenelitian
Ruangan tempat penelitian
Kegiatan menghitung volume leleh es selama penelitian berlangsung
24
2. Uji statistik pengaruh suhu pada fase pendinginan ANOVA Source of Variation Between Groups Within Groups
SS
Total
df 4.335 0.48
1 4
4.815
5
MS 4.335 0.12
F P-value F crit 36.125 0.003858 7.708647
3. Uji statistik pengaruh suhu pada fase stabil ANOVA Source of Variation Between Groups Within Groups
SS 4.335 0.177037
Total
4.512037
df
MS F P-value F crit 1 4.335 97.94561 0.000585 7.708647 4 0.04425926 5
4. Uji statistik pengaruh suhu pada fase peningkatan suhu ANOVA Source of Variation Between Groups Within Groups Total
SS 6.074769 0.210021
df
6.28479
MS F P-value F crit 1 6.074769 115.6982 0.000424 7.708647 4 0.052505 5
5. Uji statistik pengaruh laju pelelehan es pada fase pendinginan ANOVA Source of Variation Between Groups Within Groups
SS 45.375 11.27259
Total
56.64759
df
MS 1 45.375 4 2.818148 5
F P-value F crit 16.101 0.015962 7.708647
25
6. Uji statistik pengaruh laju pelelehan es pada fase stabil ANOVA Source of Variation Between Groups Within Groups
SS 2.4576 5.037481
Total
7.495081
df 1 4
MS F P-value F crit 2.4576 1.951451 0.234948 7.708647 1.25937
5
7. Uji statistik pengaruh laju pelelehan es pada fase peningkatan suhu ANOVA Source of Variation Between Groups Within Groups Total
SS 7.206409 28.89109 36.0975
df
MS F P-value F crit 1 7.206409 0.997734 0.374388 7.708647 4 7.222774 5
26
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5 April 1993 dari Bapak R. Hardja Kusumah dan Ibu Lilian Sera Patti Radja Wane (Alm). Penulis adalah putri keempat dari empat bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kalianda dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Penulis juga aktif sebagai staf Departemen Riset dan Edukasi dan sekretaris Departemen Company di organisasi Forum for Scientific Studies (FORCES) pada tahun 2010-2013, dan staf Divisi Litbangprof Himafarin pada tahun 2013-2014. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi asisten beberapa mata kuliah antara lain mata kuliah Rekayasa dan Tingkah Laku Ikan pada tahun 2012, mata kuliah Oseanografi Umum pada tahun 2013, dan mata kuliah Navigasi Kapal Perikanan pada tahun 2014. Penulis melakukan penelitian yang berjudul Laju Pelelehan Es pada Bentuk Es yang Berbeda di PPS Nizam Zachman, Jakarta pada bulan Maret 2014.