VOLUME VI | NO.47/JULI 2011
Kemenkeu Cukup Berhasil Membina K/L Dalam Menyusun Laporan Keuangan
ISSN 1907-6320
Laporan Keuangan Kemenkeu Menuju Beropini WTP MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
dari lapangan banteng
Laporan yang (Cukup) Melegakan
L
aporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2010 cukup melegakan daripada tahun-tahun sebelumnya. Setelah lima tahun secara berturut-turut laporan keuangan pemerintah pusat dinyatakan disclaimer, Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) untuk kali kedua menilai LKPP 2010 berstatus Wajar Dengan Pengecualian (WDP), sama seperti pertama kali BPK menilai LKPP pada tahun sebelumnya. Hal ini merupakan hasil kerja keras Pemerintah untuk menjaga kualitas akuntabilitas keuangan negara yang sejalan dengan kualitas laporan keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) dan laporan keuangan kementerian negara/lembaga (LKKL). Tentu saja kualitas ini tidak lepas dari upaya Pemerintah mengikuti rekomendasi BPK sehingga opini pada kementerian negara/lembaga (KL) yang merupakan elemen utama LKPP, menunjukkan kemajuan yang signifikan. Jumlah KL yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) meningkat dari 35 pada tahun 2008, menjadi 45 pada tahun 2009, dan tahun 2010 sebanyak 53 KL. Sedangkan LKBUN tahun 2010 yang untuk pertama kalinya diberikan opini, langsung mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (qualified opinion). Opini WDP menunjukkan masih terdapat beberapa kendala antara lain pengendalian atas pencatatan Piutang Pajak dan permasalahan dalam pelaksanaan Inventarisasi dan Penilaian (IP) Aset Tetap, serta adanya kelemahan pengendalian internal dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundangundangan.
Transparansi Informasi Kebijakan Fiskal Redaksi menerima sumbangan tulisan atau artikel yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi. Bagi tulisan atau artikel yang dimuat akan mendapatkan imbalan sepantasnya.
Dalam kaitan ini, Presiden SBY menginstruksikan jajaran pemerintahan agar lebih meningkatkan tertib administrasi. Tentu yang dimaksud presiden adalah memperkuat kualitas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara secara transparan, akuntabel serta tepat sasaran. Seyogyanya memang semua penyelenggara negara menerjemahkan instruksi presiden dengan melakukan self audit secara seksama dalam berbagai aspek sebelum BPK melakukan audit. Artinya tidak boleh ada kegiatan yang mengandung bolong-bolong atau yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Lebih baik kita melaksanakan program dengan prudent, tapi tetap dengan tidak mengurangi kecepatan. Tanggung jawab kita sebagai aparat pemerintah memang berat, bertindak sebagai prime mover, cepat, layanan masyarakat meningkat, namun tetap pada koridor aman dalam menggunakan uang negara. Tidak boleh penghalalan segala cara yang menggampangkan pertanggungjawaban penggunaan uang meskipun perintah pelaksanaan kegiatan datang dari pimpinan tertinggi. Siapapun pemimpinnya, akuntabilitas penggunaan uang negara tetap nomor satu. Kita tidak ingin kehilangan kredibilitas hanya karena mengikuti perintah secara membabi buta.
Redaksi
Diterbitkan oleh: Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan Pelindung: Menkeu RI Agus DW Martowardojo. Ketua Pengarah: Sekjen Kemenkeu Mulia P. Nasution. Pemimpin Umum/Penanggung Jawab: Kabiro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Yudi Pramadi. Pemimpin Redaksi: Eddy M. Effendi. Redaktur Pelaksana: Sundari. Dewan Redaksi: Sasi Atiningsih, Agung Ardhianto. Tim Redaksi: Zainal Sutanto, Rahmat Widiana, Faisal, Rizwan Pribhakti, Zachrony, Bikner L. Tobing, Nico Aditia, Rezha Sahhilny, Irma Kesuma Dewi, Yani Astuti, Bagus Wijaya, Langgeng Wahyu P, Ari R Kuncoro, Iin Kurniati, Amelia Safitri, Dwinanda Ardhi. Sekretariat: Eva Lisbeth, Hesti Sulistiowati, Indri Maria, Lili Marini T, Novita A. H, Sularno, Hilman Ibrahim. Desain Grafis dan Layout: Wardah Adina, Dewi Rusmayanti. Alamat Redaksi: Gedung Djuanda (Gedung E) Lantai 12, Jl. Dr. Wahidin No. 1, Jakarta Telp : (021) 3849605, 3449230 pst. 6328. e-mail:
[email protected] website: http://www.depkeu.go.id
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
daftar isi REVIEW 34
L A P O R A N U TA M A 5
Kemenkeu Cukup Berhasil Membina K/L Dalam Menyusun Laporan Keuangan
LAPORAN UTAMA 8 Anggota II BPK RI, Taufiequrachman Ruki: “Kemenkeu Adalah Kapten Kesebelasan yang Harus Mampu Memimpin Serangan...” 11 Laporan Keuangan Kemenkeu Menuju Beropini WTP 14 Ketua Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, Binsar H. Simanjuntak: Penerapan SAP Berbasis Akrual demi Mewujudkan Transparansi dan Akuntabilitas LKPP TOKOH 16 PROFIL 18
Dosen Senior Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Amanudin Djajadiwirja: “Higher Education Untuk Membangun Negeri”
Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Agung Kuswandono: “Top Priority Saya Adalah Satu
LINTAS 21 21 21
Review Atas PMK Nomor 38/ PMK.02/2011 Tentang Tata Cara Penggunaan Hasil Optimalisasi Anggaran Belanja K/L TA 2010 Pada TA 2011 dan Pemotongan Pagu Belanja Kementerian Negara/Lembaga Pada TA 2011 yang Tidak Sepenuhnya Melaksanakan Anggaran Belanja TA 2010
ENGLISH CORNER 36 English Idiom and Figurative
Jauhi KKN, yang Kedua Jauhi KKN, yang Ketiga Jauhi KKN" PERISTIWA Pembukaan IFEF 2011 Kapal Patroli BC 15001 Meledak dan Terbakar Seminar SPIP
Language
REPORTASE 22 PIP Danai Pembangunan RSUD Tipe C Kota Surakarta 24 One Stop Service, Unggulan Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tengah INFO KEBIJAKAN 27 Kebijakan Ekonomi Makro 2012: Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkeadilan ARTIKEL 31 Mendorong Implementasi Pembatasan BBM Bersubsidi
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
RENUNGAN 37 Mengukur Konsistensi RESENSI 38 Pustaka Populer CELENGAN 39 Rieke Diah Pitaloka Dorong Penyelesaian RUU BPJS
laporan utama
Kemenkeu Cukup Berhasil Membina K/L Dalam Menyusun Laporan Keuangan
Direktur Jenderal Perbendaharaan, Agus Suprijanto
Setelah lima tahun berturut-turut, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dinyatakan disclaimer, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk kali kedua menilai LKPP berstatus Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atau sama dengan penilaian pada tahun 2009. Meskipun begitu, opini atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/ Lembaga (LKK/L) yang merupakan bagian dari LKPP menunjukkan kemajuan yang siginifikan. Jumlah Kementerian Negara/Lembaga (K/L) yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) meningkat dari 35 pada tahun 2008, menjadi 45 pada tahun 2009, dan tahun 2010 sebanyak 53 K/L.”Artinya pembinaan oleh Kemenkeu terhadap K/L, terutama di dalam menyusun laporan keuangan, cukup berhasil,” kata Direktur Jenderal Perbendaharaan Agus Suprijanto yang ditemui Media Keuangan beberapa waktu lalu.
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
laporan utama
M
enurut Agus—akrab ia disapa—peningkatan tak berhenti pada jumlah LKK/L berstatus WTP. Jumlah K/L yang laporan keuangannya memperoleh opini WDP juga meningkat dari 26 menjadi 29 pada tahun 2010. Kabar baiknya lagi, jumlah K/L yang mendapat opini disclaimer berkurang banyak. Dari delapan K/L pada tahun 2009, jumlahnya menyusut menjadi dua K/L pada tahun 2010, yaitu Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Kesehatan. Meskipun jumlah K/L yang laporan keuangannya beropini disclaimer berkurang cukup siginifikan, Agus berpandangan hasil ini di luar perkiraan. “Kami memperkirakan yang disclaimer itu sudah hilang semua di tahun 2010,” ujarnya.
Sesuai Ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010, paling lambat enam bulan setelah berakhirnya tahun anggaran, Pemerintah menyampaikan RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mendapatkan persetujuan. Melalui Surat Presiden Nomor R-30/Pres/06/2011 tanggal 23 Juni 2011 lalu, Agus yang turut mendampingi Menteri Keuangan, mengatakan bahwa Pemerintah telah menyampaikan RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Aanggaran 2010 kepada DPR.
Perjalanan LKPP 2010 tak berhenti sampai diberikannya opini oleh BPK. Setelah memberikan klarikifikasi atas LHP BPK, Presiden harus menyampaikan LKPP dalam bentuk RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam bentuk LKPP yang telah diperiksa BPK kepada DPR selambat-lambatnya enam bulan setelah tahun anggaran berakhir. Penyampaian RUU Pertanggungjawaban APBN oleh Menteri Keuangan (Menkeu) biasanya dilakukan pada rapat paripurna pertama. Kemudian pada rapat paripurna kedua, fraksi-fraksi akan menyampaikan pandangan-pandangan mereka terhadap RUU Pertanggungjawaban APBN di atas. Tanggapan Menkeu terhadap pandangan fraksi-fraksi biasanya akan disampaikan pada rapat paripurna ketiga. “Setelah tiga kali paripurna kemudian dibawa ke dalam rapat kerja Badan Anggaran,” tutur Agus.
Penyusunan LKPP tak bisa lepas dari amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Dalam kedua UU tersebut antara lain disebutkan kewajiban Pemerintah menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat serta Laporan Bendahara Umum Negara.
Dalam rapat kerja Badan Anggaran, Menkeu mewakili Pemerintah akan menyampaikan RUU ini untuk dibahas ditingkat Panitia Kerja (Panja) yang terdiri atas perwakilan dari DPR dan Pemerintah. “Rapat kerja Panja sampai hari ini belum dimulai, karena Panja masih disusun,” ungkap Agus. Namun begitu, ia menegaskan bahwa dari pihak Pemerintah sudah menyampaikan nama-nama yang akan duduk di dalam Panja.
“Opini itu sebenarnya outcome dari hasil kerja kita. Kalau ingin outcomenya baik ya hasil kerja kita harus baik.” Agus Suprijanto
Gambaran umum
Sehubungan dengan hal ini, Agus menjelaskan bahwa ketika tahun anggaran berakhir, Menkeu selaku pengelola fiskal wajib menyusun LKPP. Sementara dalam kapasitas sebagai Bendahara Umum Negara (BUN), Menkeu juga wajib menyampaikan Laporan Keuangan BUN untuk disampaikan kepada Presiden. Sementara itu, pimpinan lembaga negara lain selaku pengguna anggaran menyusun dan menyampaikan laporan keuangan Kementerian Negara/ Lembaga yang dipimpinnya. Semua ini kemudian digabung dalam suatu laporan terkonsolidasi berwujud LKPP. Secara umum, LKPP terdiri atas laporan realisasi anggaran, laporan neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. LKPP disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) yang ditetapkan oleh sebuah Komite Independen bernama Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP). Sebelum
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
disampaikan kepada DPR, LKPP terlebih dahulu disampaikan kepada BPK untuk diperiksa.“BPK mengirimkan tim ke semua Kementerian Negara/Lembaga. Mereka menghimpun seluruh hasil laporan beserta temuannya dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat,” terang Agus.
Empat permasalahan Lebih jauh ia menjelaskan bahwa dalam LKPP Tahun 2010 terdapat empat permasalahan yang menyebabkan pengecualian atas kewajaran, yaitu (1) mengenai permasalahan penagihan, pengakuan, dan pencatatan penerimaan perpajakan, (2) pencatatan Uang Muka BUN tidak memadai, (3) permasalahan dalam pengendalian atas pencatatan Piutang Pajak, dan (4) permasalahan dalam pelaksanaan Inventarisasi dan Penilaian (IP) Aset Tetap. Terkait permasalahan penagihan, pengakuan, dan pencatatan penerimaan perpajakan, Agus memaparkan bahwa hal ini terkait Pajak Pertambahan Nilai yang Ditanggung Pemerintah (PPNDTP). “Terkait subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang sebetulnya terkena PPN, tetapi kemudian dibebaskan,” ungkap
laporan utama
Inventarisasi dan Penilaian (IP) aset tetap, Agus menjelaskan hal ini terutama dipengaruhi oleh aset-aset tetap paling material, seperti Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Agus menjelaskan bahwa aset-aset KKKS sangat banyak. BPK meminta supaya aset itu diinventarisasi dan dinilai kembali. “Menurut BPK itu aset negara, walaupun yang membeli kontraktor. Tapi menurut Standar Akuntasi dan ketentuan perundang-undangan itu sudah menjadi aset negara, sehingga harus diinventarisasi, dinilai besarnya, dan dicatat. BPK merasa metodologi yang digunakan belum sempurna, sehingga kewajaran nilai dari aset-aset itu masih diragukan,”papar Agus.
Agus. Namun, karena Undang-Undang mengenai pembebasan PPN tidak ada, jadi dipakai terminologi ditanggung Pemerintah. Dalam kalimat yang lebih terang, PPN untuk BBM bersubsidi dipungut, tetapi dibayarkan kembali oleh Pemerintah.“Sehingga ada in dan out. Ada pendapatan negara sebesar PPN tersebut. Pada saat yang sama ada belanja negara karena itu ditanggung Pemerintah,”tambah Agus. BPK tidak bisa mengakui kewajaran ini karena tidak ada penerimaan cash secara fisik yang masuk ke dalam kas negara. Menyangkut masalah pencatatan Uang Muka BUN yang tidak memadai, Agus menguraikan bahwa ada beberapa temuan yang paling critical, terutama berkaitan dengan transaksi reversal di dalam Modul Penerimaan Negara (MPN) mengenai Perpajakan. Sistem MPN mengenai penerimaan perpajakan menggunakan information technology. Setiap Wajib Pajak menghitung sendiri pajaknya kemudian menyetorkan kembali. Dalam transaksi penyetoran itulah sering terjadi kesalahan karena item-item yang harus dimasukkan ke dalam sistem MPN begitu banyak. Dengan demikian, Wajib Pajak sering salah. “Ini persoalan teknis. Wajib Pajak
entry datanya ke dalam sistem. Kalau dia salah entry, sistem menolak. Kalau sistem menolak namanya reversal, harus di-entry ulang. Begitu juga kalau dia salah memasukkan angka, sistem menolak. Salah memasukkan NPWP, sistem juga menolak,” jelas Agus. Menurutnya, salah satu solusi yang akan ditempuh untuk menangani masalah ini adalah menyelesaikan transaksi reversal setiap saat.“Jadi jangan ditunggu akhir tahun anggaran baru semua kemudian diselesaikan. Kalau ada transaksi reversal bisa diselesaikan pada bulan berjalan. Pada akhir tahun hanya menyelesaikan reversal bulan terakhir, sehingga nilainya tidak terlalu besar,” tegas Agus. Disinggung tentang permasalahan dalam pengendalian atas pencatatan piutang pajak yang juga menjadi temuan BPK, Agus menandaskan bahwa piutang pajak yang dicatat oleh Ditjen Pajak nilainya mencapai puluhan triliun. Masalahnya, terdapat beberapa perbedaan, antara lain dalam metodologi pencatatan dan penagihan.”Sehingga BPK merasa tidak yakin terhadap kewajiban itu,” ungkap Agus. Terakhir, sehubungan dengan permasalahan dalam pelaksanaan
Lebih jauh ia menjelaskan bahwa diperlukan bantuan dan dukungan ekstra dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dalam melakukan inventarisasi ini. Namun, terhadap empat temuan BPK pada LKPP tahun 2010, Agus memberikan catatan. “Pada dasarnya temuan tahun ini sudah dibuatkan rencana tindak lanjutnya untuk kemudian diselesaikan. Mudahmudahan pada tahun anggaran yang akan datang hal ini tidak terjadi lagi,” katanya.
Harapan Di akhir perbincangan, Agus berharap agar tujuan penyusunan LKPP tidak sekedar mendapatkan opini WTP. “Opini itu sebenarnya outcome dari hasil kerja kita. Kalau ingin outcome-nya baik ya hasil kerja kita harus baik,” tandas Agus. Selain itu, ia menambahkan agar tidak merisaukan hasil opini laporan mendatang. “Apakah hasilnya disclaimer ,WDP, dan sebagainya. Kalau kita bekerja dengan baik dan menyelesaikan semua persoalan yang ditemukan oleh BPK, enggak usah disuruh, orang juga akan kasih WTP,”tegas Agus. Agus juga menekankan bahwa LKPP disusun berdasarkan hasil pelaksanaan APBN yang sudah berjalan satu tahun dan berdasakan sistem akuntansi untuk setiap bagian anggaran.“Dengan sistem akuntansi dan LKBUN yang baik, tidak akan ada peluang untuk penyalahgunaan dan korupsi,” pungkas Agus. mk
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
laporan utama
Anggota II BPK RI, Taufiequrachman Ruki:
“Kemenkeu Adalah Kapten Kesebelasan yang Harus Mampu Memimpin Serangan...”
Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2010 telah diserahkan oleh Ketua BPK kepada Presiden, Ketua DPR, dan Ketua DPD pada bulan Juni lalu. LKPP merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN, baik dari segi pendapatan, belanja, pembiayaan (financing), maupun asset dan kewajiban yang timbul dari realisasi APBN tersebut. LKPP pertama kali disampaikan pada tahun 2004, sebagai pelaksanaan UU 17/2003 tentang Keuangan Negara, meskipun saat itu Standar Akuntansi Pemerintah belum ditetapkan. Sebelum ada LKPP, pertanggungjawaban pelaksanaan APBN hanya berupa realisasi APBN atau yang dikenal dengan Perhitungan Anggaran Negara (PAN). Perbedaan yang mencolok adalah bahwa dalam PAN, aset dan kewajiban tidak dipertanggungjawabkan Pemerintah, sehingga kita tidak tahu antara lain berapa jumlah gedung, jalan raya, bendungan, dan irigasi yang telah dibangun, serta berapa utang yang harus dibayar.
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
laporan utama
K
ewajiban untuk membuat Laporan Keuangan tersebut perlu diapresiasi karena pertanggungjawaban pelaksanaan APBN menjadi lebih transparan dan akuntabel. LKPP menggambarkan realisasi kegiatan pelaksanaan anggaran Pemerintah Pusat yang dalam hal ini ditunjang oleh seluruh Kementerian Negara/Lembaga. Dengan kata lain, LKPP merupakan kompilasi dari pertanggungjawaban keuangan oleh Kementerian Negara/Lembaga melalui Laporan Keuangan Kementerian Negara/ Lembaga (LKK/L), termasuk Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN). Kepada Media Keuangan beberapa waktu lalu, Anggota II BPK Taufiequrachman Ruki mengungkapkan bahwa LKPP juga dapat digunakan untuk melihat apakah keuangan negara telah dikelola secara benar, sesuai dengan peruntukkan dan telah berhasil mendekati tujuan pengguna keuangan negara, yaitu rakyat yang semakin sejahtera. Ruki—biasa ia disapa—mencoba membuat analogi. Misalkan Pemerintah sebagai sebuah perusahaan swasta, kata Ruki, maka LKPP merupakan Laporan Keuangan konsolidasi sebuah holding company yang juga meliputi Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga sebagai anak perusahaannya. “Dengan Laporan Keuangan yang telah diaudit oleh BPK, baik itu LKPP dan LKK/L, maka DPR—yang merupakan representasi rakyat— bahkan rakyat sendiri secara langsung dapat menggunakannya sebagai bahan masukan bagi penentuan kebijakan Pemerintah. Bahkan mengkritisi kebijakan-kebijakan Pemerintah,” ungkap Ruki. Petikan wawancara lebih jauh dapat Anda baca berikut ini. Setelah lima tahun berturut-turut LKPP dinyatakan disclaimer, BPK untuk kali kedua menilai LKPP 2010 berstatus Wajar Dengan
Pengecualian (WDP) atau sama dengan penilaian pada tahun sebelumnya. Bagaimana pandangan Bapak terhadap kinerja Pemerintah Pusat dalam menyusun LKPP dari tahun ke tahun? Peningkatan kualitas LKPP ini sejalan dengan meningkatnya kualitas LKK/L yang semakin sedikit yang mendapatkan opini disclaimer. Dari sisi kualitas laporan keuangan, Pemerintah Pusat telah menunjukkan perbaikan-perbaikan dalam dua tahun terakhir. Perlu juga dijelaskan bahwa opini yang dikeluarkan oleh BPK terhadap LKPP dan LKK/L— layaknya opini yang dikeluarkan oleh para akuntan atas Laporan Hasil Pemeriksaan—sesungguhnya merupakan sebuah penilaian seorang akuntan terhadap kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai bagaimana mempertanggungjawabkan keuangan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Jadi pemeriksaan keuangan tersebut hanya bertujuan untuk memberikan keyakinan memadai bahwa Laporan Keuangan telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku secara umum. Oleh karena itu, dari sebuah Laporan Keuangan tidak dapat diukur secara langsung tentang efisiensi, efektivitas, dan keekonomian sebuah unit atau satuan kerja. Lebih-Iebih apabila kita ingin melihat adanya fraud atau kecurangan dalam pengeloalaan keuangan negara. Harus kita dalami dengan audit investigasi/fraud investigation. Opini atas LKK/L yang merupakan bagian dari LKPP menunjukkan kemajuan signifikan. Jumlah Kementerian Negara/Lembaga (K/L) yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) meningkat dari 35 pada tahun 2008, menjadi 45 pada tahun 2009, dan tahun 2010 sebanyak 53 K/L.
Permasalahan LKPP tahun 2010 dengan opini WDP dan rekomendasi BPK untuk menyelesaikan permasalahan: No
Permasalahan
Rekomendasi BPK
1
Masalah penagihan, pengakuan, dan pencatatan penerimaan perpajakan.
Menyempurnakan sistem pencatatan, pelaporan, dan rekonsiliasi penerimaan pajak dan bea cukai yang terintegrasi antara Ditjen Pajak, Ditjen Bea dan Cukai, serta Ditjen Perbendaharaan.
2
Pencatatan uang muka Bendahara Umum Negara (BUN) tidak memadai.
Melakukan penertiban dan penyempurnaan atas pengelolaan rekening khusus dan dana talangan dari Rekening BUN dalam rangka pencairan pinjaman/hibah luar negeri BUN.
3
Adanya permasalahan dalam pengendalian atas pencatatan piutang pajak.
Menyempurnakan sistem pengendalian atas pencatatan Piutang Pajak.
Permasalahan dalam pelaksanaan inventarisasi dan penilaian aset tetap.
a. Melakukan verifikasi dan menyempurnakan hasil IP Aset Tetap dan pencatatannya; b. Menyusun action plan penerapan penyusutan; c. Memproses penetapan PP tentang BPYBDS; dan d. Menetapkan peraturan teknis mengenai penyerahan BMN eks DK/TP dan melaksanakan penyerahan BMN eks DK/TP kepada Pemerintah Daerah terkait.
5
Penagihan PBB Migas sebesar Rp19,30 triliun tidak sesuai UU PBB dan penetapannya tidak menggunakan data yang valid.
a) Mengatur lebih jelas mengenai objek pajak PBB Migas dengan mempertimbangkan UU PBB dan UU Migas; b) Memperbaiki mekanisme penetapan dan penagihan PBB Migas; dan c) Melakukan inventarisasi dan memperhitungkan pada tahun-tahun berikutnya atas dampakdampak yang diakibatkan oleh pembayaranpembayaran PBB Migas, yaitu Belanja Transfer ke Daerah dan Upah Pungut.
6
PNBP pada 41 K/L minimal sebesar Rp213,5 miliar digunakan langsung di luar mekanisme APBN.
Menerapkan sanksi atas keterlambatan penyetoran dan penggunaan langsung PNBP.
7
Pengalokasian dana penyesuaian kepada daerah tidak berdasarkan kriteria dan aturan yang jelas.
Membuat aturan dan kriteria yang jelas mengenai pengalokasian Dana Penyesuaian tersebut.
4
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
laporan utama
Bagaimana Bapak mengartikan trend peningkatan ini bagi perkembangan pelaporan keuangan K/L ke depan? Semakin banyaknya Kementerian Negara/ Lembaga yang memperoleh opini wajar, baik tanpa pengecualian maupun dengan pengecualian, menunjukkan adanya kinerja dan komitmen yang dibuat dari Pemerintah Pusat untuk mengelola keuangan negara secara baik, akuntabel, dan transparan. Laporan Keuangan yang disusun telah sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah dan telah diperiksa oleh BPK sesuai dengan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan oleh Pemerintah dan DPR dan perencanaan APBN tahun-tahun berikutnya. Dari perspektif lain, opini wajar ini sangat diperlukan oleh Pemerintah untuk menumbuhkan kepercayaan publik atas kinerja keuangannya, kepercayaan dunia untuk bekerja sama dalam membangun perekonomian global yang lebih baik, dan untuk menumbuhkan kepercayaan investor berinvestasi di Indonesia. Untuk lebih meningkatkan kualitas LKPP dan LKK/L, BPK di dalam setiap laporan hasil pemeriksaan terhadap LKPP dan LKK/L selalu menyampaikan rekomendasi, yang apabila ditindaklanjuti Pemerintah Pusat, maka kualitas LKPP dan LKK/L akan membaik dan mencapai hasil terbaik, dalam hal ini opini WTP. Sesuai dengan UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, jawaban atau penjelasan mengenai tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan BPK disampaikan kepada BPK selambatIambatnya 60 hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima. Menurut Bapak, apa catatan khusus yang harus disampaikan oleh Pemerintah Pusat sebagai jawaban terhadap LHP BPK? Jawaban atau penjelasan Pemerintah Pusat harus memuat tindak lanjut oleh pejabat terkait atas rekomendasi BPK yang dapat berupa pelaksanaan seluruh atau sebagian
Penyajian Laporan Keuangan pada Kementerian Keuangan dan Laporan Bendahara Umum Negara harus mendapatkan prioritas untuk dibenahi terlebih dahulu. Karena “Apa Kata Dunia” kalau Laporan Keuangan Kementerian Keuangan dan Bendahara Umum Negara masih disclaimer. dari rekomendasi. Dalam hal sebagian atau seluruh rekomendasi tidak dapat dilaksanakan, pejabat wajib memberikan alasan yang sah. LKBUN yang baru pertama kali disusun langsung mendapat opini WDP dari BPK. Bagaimana pandangan Bapak terhadap hal ini? Akun-akun LKBUN merupakan bagian terbesar yang selama ini telah dikonsolidasikan dalam LKPP dan Laporan Arus Kas LKPP berasal sepenuhnya berasal dari Laporan Arus Kas LKBUN. LKPP tahun 2009 dan 2010 telah mendapat opini WDP sehingga menjadi hal yang wajar apabila LKBUN tahun 2010 juga mendapatkan opini WDP meskipun baru pertama kali diberikan opini oleh BPK. Opini atas penyajian LK Kementerian Keuangan pada tahun anggaran 2006 dan 2007 adalah disclaimer. Meskipun demikian, jumlah temuan terus menurun sejalan dengan upaya-upaya perbaikan yang telah dilakukan oleh Kementerian Keuangan. Untuk tahun 2008 dan 2009, pemeriksaan atas LK Kementerian Keuangan menunjukkan peningkatan opini menjadi WDP. Dalam pandangan Bapak, upaya-upaya yang harus menjadi prioritas Kemenkeu untuk dapat meningkatkan opini atas LK pada tahuntahun mendatang? Kalau kita memisalkan Pemerintah sebagai sebuah kesebelasan sepak bola, maka Kementerian Keuangan adalah kapten kesebelasan yang harus mampu memimpin serangan dan membangun pertahanan. Karena itu, panyajian Laporan Keuangan pada Kementerian Keuangan dan Laporan Bendahara Umum Negara harus
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
mendapatkan prioritas untuk dibenahi terlebih dahulu. Karena “Apa Kata Dunia” kalau Laporan Keuangan Kementerian Keuangan dan Bendahara Umum Negara masih disclaimer. Dalam perspektif politik, titik sentuh Pemerintah sebagai eksekutif dan DPR sebagai legislatif ditentukan oleh pembahasan dan penetapan APBN tahun berjalan. Maka Laporan Keuangan Kementerian Keuangan sudah seharusnya menjadi perhatian yang paling tinggi prioritasnya. Apa saja harapan Bapak terhadap penyusunan LKPP maupun LKK/L ke depan? Sesuai dengan harapan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan, pada tahun 2012 LKPP, LKK/L, dan LKBUN harus sudah mendapatkan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Karena itu seluruh pengelola keuangan negara harus memiliki komitmen yang sangat kuat dan pengetahuan yang memadai untuk memperbaiki Laporan Keuangan. Selain itu, lebih transparan dan akuntabel dalam pengelolaan keuangan negara sehingga secara langsung dapat membangun kepercayaan publik atas kebenaran Laporan Keuangannya. Selanjutnya, menahan diri untuk tidak masuk alam abuse of power dan fraud dalam pengelolaan keuangan negara. Karena serapat-rapatnya ditutupi, audit investigasi yang dilakukan oleh BPK diyakini dapat mengungkap setiap kecurangan dalam pengelolaan keuangan negara. Pengelolaan keuangan negara yang baik dan benar secara efektif dan efisien dapat mempercepat capaian tujuan negara yaitu sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia. mk
laporan utama
Laporan Keuangan Kemenkeu Menuju Beropini WTP
Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Sekretariat Jenderal, Sumiyati
Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) memberikan Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) terhadap Laporan Keuangan Kementerian Keuangan (LK Kemenkeu) tahun 2010. Ini adalah ketiga kalinya LK Kemenkeu mendapat opini WDP. BPK mulai memberikan opini pada LK Kemenkeu pada tahun 2006. Kala itu opini yang diberikan masih disclaimer. Begitu juga yang terjadi pada tahun 2007. Jumlah temuan terus menurun sejalan dengan upaya-upaya perbaikan yang dilakukan. Mulai tahun 2008, hasil pemeriksaan atas LK Kemenkeu menunjukkan peningkatan opini dari disclaimer menjadi WDP. Beberapa waktu lalu, Sumiyati, Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Sekretariat Jenderal, memberikan banyak paparan tentang LK Kemenkeu 2010 serta LHP BPK kepada Media Keuangan. Berikut uraiannya.
D
alam rangka transparansi dan akuntabilitas pertanggungjawaban Keuangan Negara, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) beserta Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKK/L) dilakukan pemeriksaan oleh Tim BPK. Pada awalnya Tim BPK hanya memberikan opini untuk LKPP. Untuk memperkuat opini atas LKPP, maka
sejak tahun 2006 opini diberikan kepada semua Kementerian Negara/Lembaga termasuk Kementerian Keuangan. Untuk tahun anggaran 2010, permasalahan terkait penyusunan LK Kemenkeu sebenarnya lebih kepada hal-hal yang menyangkut bidang perpajakan. “Untuk yang terkait dengan aset dan belanja sama sekali sudah tidak ada,” kata Sumiyati. Diakui Sumiyati, kompleksitas, volume, dan nilai transaksi yang dilaporkan dalam LK Kemenkeu sangat tinggi. Khususnya dalam kapasitas sebagai unit pengelola fiskal, boleh dikatakan Kemenkeu bertanggung jawab atas keseluruhan penerimaan pajak dalam APBN.“Kalau kita bandingkan akuntansi untuk Kemenkeu dibandingkan dengan Kementerian
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
laporan utama
Negara/Lembaga lain ya kompleksitasnya lain,” ungkap Sumiyati.
Transaksi reversal Masalah perpajakan secara spesifik memang menjadi domain Kemenkeu. Sumiyati memberikan salah satu contoh kasus terkait pencatatan penerimaannya. Ia menjelaskan bahwa prosedur pelaporan penerimaan pajak tidak sama dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) seperti yang banyak terjadi di Kementerian Negara/ Lembaga lain. Dalam penerimaan PNBP, wajib bayar masyarakat yang dikenakan PNBP melakukan penyetoran ke bank atau kantor pos. Bukti setor Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) lalu disampaikan kepada Satuan Kerja (Satker) yang berhak atas pendapatan itu sehingga satker yang bersangkutan memiliki dokumen sumber yang lengkap untuk mengakuntansikan pendapatan. Kemudian, pendapatan yang tertuang dalam catatan satker direkonsiliasi dengan Sistem Akuntansi Umum (SAU) yang ada di Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Ditjen Perbendaharaan). Sementara untuk penerimaan perpajakan, pelaporannya tidak sedemikian sederhana. Sistem memungkinkan jutaan wajib pajak, bahkan yang berada di berbagai negara lain, terutama untuk Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), membayar dari mana saja dan dengan menggunakan berbagai macam mata uang. Selain itu, tidak setiap warga masyarakat menyerahkan Surat Setoran Pajak (SSP) ke Kantor Pelayanan Pajak yang menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang bersangkutan. ”Oleh karena itu, di masa lalu rasanya tidak mungkin penerimaan perpajakan itu diaudit karena tidak ada dokumen sumber yang memadai untuk menguji validitas pendapatan,” tutur Sumiyati. Sistem penerimaan perpajakan yang belum sepenuhnya kokoh menyebabkan temuan BPK akan transaksi pembatalan penerimaan (reversal) yang tidak dapat diyakini pengganti/ kewajarannya sebesar Rp3,39 Triliun. Angka ini sebenarnya sudah mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. “Tadinya angka besar, sekitar Rp15 triliun, sisanya tinggal Rp3,39 triliun. Ada aturan di situ mengenai kewajiban untuk melakukan klarifikasi terhadap reversal tadi,”kata Sumiyati.
Langkah-langkah perbaikan pun terus dilakukan. Ditjen Perbendaharaan semakin intensif melakukan rekonsiliasi untuk mengecek kebenaran transaksi reversal. Di sisi lain, penyempurnaan pencatatan penerimaan pajak pada Ditjen Pajak antara lain dilakukan melalui perbaikan Modul Penerimaan Negara (MPN). Biro Perencanaan dan Keuangan Sekretariat Jenderal selaku Unit Akuntansi Pengguna Anggaran (UAPA) juga terus melakukan koordinasi dengan seluruh unit eselon I terutama Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Ditjen Bea dan Cukai), yaitu rekonsiliasi tingkat atas untuk Ditjen Pajak dan rekonsiliasi tingkat bawah perdokumen sumber untuk Ditjen Bea dan Cukai. Selain itu, pengurusan piutang macet pada Ditjen Pajak terus dilakukan dengan menerbitkan beberapa peraturan tentang penerbitan kembali kohir yang hilang di Ditjen Pajak dan penyempurnaan aplikasi piutang pajak agar sesuai dengan laporan manual yang dibuat oleh masing-masing satker.
Pajak Bumi dan Bangunan Minyak dan Gas Bumi (PBB Migas) Dalam LHP, BPK juga menyorot masalah penagihan PBB Migas. Masalah pertama terkait wilayah obyek pajak.“PBB Migas bisa dikenakan di permukaan, tubuh, hingga di dalam bumi. Itu berlapis dan yang kena bisa perusahaan yang berbeda atau perorangan,”ungkap Sumiyati. Wilayah kerja yang terkena PBB ini belum bisa disajikan dengan data yang lengkap karena masih memerlukan penyempurnaan mekanisme pemungutan. Selama ini, data dari KKKS diserahkan kepada Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas).“Dari BP Migas baru disampaikan ke Ditjen Pajak dan nanti menagih ke Ditjen Anggaran karena perusahaan-perusahaan KKKS ini menyetor uang berdasarkan total net operating income ke sana,”lanjut Sumiyati. Mekanisme ini masih harus disempurnakan agar internal check bisa diterapkan dengan baik dalam rangka pengujian kebenaran pungutan yang dibayarkan. Masalah kedua adalah perbedaan waktu. Menurut Sumiyati, masih ada beberapa wajib pajak KKKS yang dikenakan PBB Migas dua kali. Hal ini dikarenakan data tahun sebelumnya dengan tahun berjalan baru
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
dimasukkan pada tahun berjalan sehingga wajib pajak tampak mengalami dua kali pengenaan PBB Migas. “Ini memerlukan koordinasi dari semua instansi yang terkait, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), BP Migas, Ditjen Pajak, Ditjen Anggaran, dan Ditjen Perbendaharaan. Dan tampaknya aturan yang ada juga sudah lama sekali,” kata Sumiyati. Menurutnya, langkah penyelesaian yang akan dilakukan adalah memperbaiki mekanisme penetapan dan penagihan PBB Migas. Penyusunan Standard Operating Prosedure (SOP) link menjadi salah satu prioritas solusi.
Pajak ditanggung Pemerintah Masalah lain yang juga menjadi sorotan BPK adalah penyelesaian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) melalui Pajak Ditanggung Pemerintah.
Sejumlah tindak lanjut pendukung terhadap temuan BPK pada LK Kemenkeu 2010 yang sudah berjalan: a. Terkait dengan data reversal, Direktorat Pengelolaan Kas Negara, Ditjen Perbendaharaan mulai tahun anggaran 2009 telah membuat SOP pembatalan yang dilakukan oleh bank untuk meminimalkan tingkat kesalahan, namun tantangannya pihak perbankan belum sepenuhnya mematuhi SOP tersebut akibatnya data reversal naik terus setiap tahunnya. b. Terkait PBB Migas, telah dilaksanakan pertemuan antara Ditjen Pajak, BP Migas, Itjen, Biro Perencanaan dan Keuangan, Ditjen Anggaran cq. Direktorat PNBP, dan Ditjen Perimbangan Keuangan pada tanggal 28 Juni 2011 dengan hasil sebagai berikut: • Mengatur lebih jelas mengenai objek pajak PBB Migas dengan mempertimbangkan UU PBB dan UU Migas dengan PMK (Keputusan Bersama dengan Kementerian ESDM dan Kementerian Dalam Negeri). • Menyempurnakan mekanisme penetapan dan penagihan PBB Migas dengan Peraturan Menteri Keuangan, sebagai pengganti: - Surat Edaran Bersama Dirjen Pajak dan Dirjen Lembaga Keuangan Nomor 630/4568 tentang Pelaksanaan Pembayaran PBB Pertambangan Migas; - PER-71/PJ/2010 tentang Tatacara Penatausahaan PBB Migas, serta SE-20/PJ/2010 tentang Prosedur Kerja Pengenaan dan Pemindahbukuan (PBK) PBB Migas; - Menyusun SOP link antar instansi/direktorat terkait dibawah koordinasi Itjen. • Inventarisasi dan memperhitungkan hasil koreksi BPK (BP MIGAS dan Ditjen Pajak): - 51 Kabupaten/Kota (SPOP 2010 > luas wilayah) dengan selisih luas 46.682 km2; - Data produksi Migas 2009 (selisih data antara Kementerian ESDM dengan BP MIGAS) pada 24
laporan utama
Menurut Sumiyati, masalah ini terutama terkait dengan PPN Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk domestic market operation. BPK berpendapat bahwa subsidi yang diberikan oleh Pemerintah kepada Pertamina untuk BBM yang dijual di pasar dalam negeri tidak kena pajak. Sementara Pemerintah berpegang pada Undang-Undang PPN bahwa obyek PPN adalah barang yang diserahkan kepada pembeli. Dengan demikian BBM yang dijual kepada masyarakat merupakan obyek pajak. ”Akhirnya ini didiskusikan cukup panjang. Tadinya pajak-pajak yang ditanggung Pemerintah yang berasal dari subsidi didrop oleh Pemerintah sehingga akhirnya di Laporan Keuangan tahun 2010 itu yang masuk tinggal PPN BBM Subsidi untuk KKKS sebesar 56,78 juta barrel dan 1.244,82 juta mscf. c. Terkait penyelesaian PPN Ditanggung Pemerintah, telah dilaksanakan pertemuan tanggal 10 Juni 2011 antara Wakil Menteri Keuangan dengan beberapa eselon I dan disepakati pengubahan mekanisme pemberian Pajak Ditanggung Pemerintah menjadi Pemberian Subsidi Harga dan Subsidi Pajak serta meminta kepada Ditjen Pajak, Ditjen Anggaran dan Badan Kebijakan Fiskal untuk berkoordinasi menyelesaikan permasalahan tersebut. d. Khusus untuk Piutang Pajak pada Direktorat Jenderal Pajak telah diterbitkan peraturan-peraturan terkait, antara lain: • Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-83/ PMK.03/2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-23/PMK.03/2008 Tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak; • Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-84/ PMK.03/2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-189/PMK.03/2008 Tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak; • Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-36/ PJ/2010 Tanggal 30 Juli 2010 Tentang Petunjuk Prosedur Penerbitan Kembali Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) dan Surat Tagihan Pajak (STP); • Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-82/ PJ/2010 Tanggal 30 Juli 2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-36/PJ/2010 Tanggal 30 Juli 2010 Tentang Petunjuk Prosedur Penerbitan Kembali SKPKB, SKPKBT dan STP; e. Selain itu, Kementerian Keuangan (dalam hal ini Ditjen Pajak) telah menyiapkan aplikasi dalam Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP) dan Sistem Informasi Perpajakan dan Modifikasi (SIPMOD) yang memungkinkan pencetakan ulang Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) yang diidentifikasikan tidak ditemukan dokumen fisiknya.
tahun 2010 karena sudah ada di APBN dan dibicarakan dengan DPR,” tandas Sumiyati. Ke depan, Pemerintah akan mendiskusikan kembali dengan DPR dan meminta masukan dari BPK bagaimana mekanisme pajak untuk PPN BBM. Namun, terkait dengan masalah pajak ditanggung Pemerintah ini, Sumiyati memberikan catatan. “Boleh dikatakan bahwa yang dikecualikan oleh BPK ini sebenarnya suatu dispute atau belum adanya titik temu dari aspek kebijakan. Bukan teknis akuntansi yang pembukuan,” ungkapnya.
Piutang pajak Selanjutnya, BPK juga menilai sistem pencatatan piutang pajak di Ditjen Pajak masih menunjukan kelemahan, yaitu penambahan piutang menurut data aplikasi piutang berbeda sebesar Rp2,51 triliun dengan dokumen sumbernya berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Tagihan Pajak (STP) dan pengurangan piutang PBB berbeda sebesar Rp1,03 triliun dengan penerimaannya. Menurut Sumiyati, hal ini bisa terjadi karena pada akhir tahun masih ada tunggakan-tunggakan pajak yang belum dilunasi oleh wajib pajak. Lebih jauh lagi, reorganisasi dan penyempurnaan sistem dalam rangka reformasi manajemen keuangan negara sedikit banyak juga berpengaruh. Dalam rangka modernisasi perpajakan, kata Sumiyati, kantor-kantor pajak banyak mengalami perubahan, antara lain ada yang dibubarkan, digabung, dan dipecah. “Dari sisi administrasi piutang pajak, wajib pajak juga ada yang dipecah. Tadinya mengurus di kantor A pindah ke kantor B atau digabung. Ini tentu harus diikuti dengan pergerakan dokumen sumber yang terkait. Arsip data komputernya kan mesti menyatu,” ujar Sumiyati. Di samping itu, Sumiyati juga menyebut sistem yang sedang dibangun belum sepenuhnya mampu menjawab kebutuhan seluruh informasi yang diperlukan. Disinggung soal temuan ini, Sumiyati memberikan catatan.“Kalau kita perhatikan, piutang pajak itu di atas Rp60 triliun. Dari pemeriksaan kemarin, yang berbeda dengan aplikasi sebesar Rp2,51 triliun. Sebenarnya perbaikan terus dilakukan sehingga angka itu sudah semakin kecil,”katanya. Untuk
menangani permasalahan ini, Sumiyati menandaskan bahwa salah satu langkah yang akan dijalankan adalah mengumpulkan semua pejabat dan pegawai yang terkait tugasnya dengan piutang pajak untuk menginventarisir saldo piutang yang masih ada.
Harapan Pada pelantikan 59 pejabat Kementerian Keuangan beberapa waktu lalu, Menteri Keuangan berharap LKPP dan LK Kemenkeu 2011 bisa mendapatkan penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Untuk memenuhi target di atas, waktu yang tersisa masih sekitar 6 bulan. Sumiyati mencoba menjawab target ini. ”Tadi yang dikecualikan BPK tinggal masalah perpajakan, jadi kita konsentrasinya ke hal-hal tersebut. Mudah-mudahan bisa,” katanya. Dalam mencapai tujuan tersebut, Sumiyati berharap kuatnya komitmen, utamanya dari semua pejabat dan staf yang menangani langsung hal-hal yang terkait dengan temuan BPK. Kedua, ia juga berharap business process benarbenar diperbaiki karena sebenarnya telah disediakan anggarannya. Ketiga, peraturanperaturan yang terkait dengan masalah penerimaan agar segera disempurnakan. “Tidak menunggu di akhir tahun, tapi segera disempurnakan sehingga bisa segera diimplementasikan,” ujar Sumiyati. Berikutnya, ia juga menggarisbawahi pentingnya penempatan Sumber Daya Manusia (SDM) yang benar-benar mempunyai kompetensi dan integritas baik. Dalam pandangan Sumiyati, perlu komitmen pimpinan dalam menentukan rotasi dan mutasi di level operator maupun manajer di lingkungan Kementerian Keuangan, utamanya kepada pegawai yang telah mendapatkan pembekalan dalam penyusunan LK di unitnya masing-masing. Terakhir, Sumiyati juga berharap dukungan Inspektorat Jenderal tetap tinggi seperti selama ini dan konsisten untuk mendukung perbaikan sistem penyelenggaraan akuntansi di lingkungan Kemenkeu. “Biro Perencanaan dan Keuangan tidak mengerjakan langsung, tapi melakukan pembinaan, monitoring, dan memberikan teguran-teguran yang terus kita laksanakan,” pungkasnya. mk
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
laporan utama
Ketua Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, Binsar H. Simanjuntak:
“Penerapan SAP Berbasis Akrual demi Mewujudkan Transparansi dan Akuntabilitas LKPP” “Perbedaan mendasar SAP PP No.24 tahun 2005 dengan SAP Akrual terletak pada PSAP 12 mengenai Laporan Operasional. Entitas pemerintah melaporkan secara transparan besarnya sumber daya ekonomi yang didapatkan, dan besarnya beban yang ditanggung untuk menjalankan kegiatan pemerintahan.” Demikian diungkapkan Binsar H. Simanjuntak, Ketua Komite Standar Akuntansi Pemerintahan dalam perbincangan dengan Media Keuangan, Jum’at (15/6) di gedung BPKP, Jakarta.
B
Filosofi Penerapan PP No. 71 tahun 2010 insar menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia telah mencanangkan reformasi di bidang akuntansi. Salah satu reformasi yang dilakukan adalah keharusan penerapan akuntansi berbasis akrual pada setiap instansi pemerintahan, baik pusat maupun daerah. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dalam Pasal 36 ayat 1 yang mengisyaratkan ketentuan mengenai pengakuan serta pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual. Basis akuntansi akrual adalah suatu basis akuntansi di mana transaksi ekonomi dan peristiwa lainnya diakui, dicatat, dan disajikan dalam laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut, tanpa memperhatikan waktu kas diterima atau dibayarkan.“Sebelum diberlakukannya UU No.17 tahun 2003, akuntansi pemerintah Indonesia belum berperan sebagai alat untuk meningkatkan akuntabilitas kinerja birokrasi pemerintah dalam memberikan pelayanan publik”, ujar Binsar. Selanjutnya, pada tahun 2004, pemerintah mengeluarkan UU No.1 tahun 2004 yang menetapkan basis akrual diterapkan selambatlambatnya pada tahun anggaran 2008. Setahun kemudian, presiden menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) pada masa transisi dari basis kas menuju akrual menjadi basis akrual penuh. SAP mulai diberlakukan untuk penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN atau APBD Tahun Anggaran 2005. Pengaruh perberlakuan basis akrual dalam akuntansi berbasis kas menuju akrual sudah banyak diakomodasi dalam laporan keuangan terutama neraca yang disusun sesuai dengan PP No.24 Tahun 2005 tentang SAP. Keberadaan pos piutang, aset tetap, dan hutang
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
merupakan bukti adanya proses pembukuan yang dipengaruhi oleh asas akrual, meskipun hampir sepenuhnya merupakan suatu diskresionari atau kebijaksanaan. Maka sejak tahun 2006, Komite Standar Akuntasi Pemerintah (KSAP) mulai mengkaji, melakukan penelitian dan pembahasan serta menyiapkan Draft Standar Akuntansi Pemerintahan yang berbasis akrual berdasarkan kesepakatan sementara dari KSAP. Lalu, pemerintah menerbitkan PP No.71 tahun 2010 yang merupakan implementasi UU No.17 tahun 2003 serta kelanjutan dari PP No.24 tahun 2005 yang menerapkan pemberlakuan sistem akuntansi berbasis akrual secara penuh.
laporan utama
Binsar memaparkan, ketika penerapan basis akrual akan dilakukan sepenuhnya untuk menggambarkan berlangsungnya esensi transaksi atau kejadian, maka kelebihan yang diperoleh dari penerapan akrual adalah tergambarkannya informasi operasi atau kegiatan. “Dalam sektor komersial, gambaran perkembangan operasi atau kegiatan ini dituangkan dalam Laporan Laba Rugi. Sedangkan dalam akuntansi pemerintah, laporan sejenis ini diciptakan dalam bentuk Laporan Operasional atau Laporan surplus dan defisit,” papar Binsar.
Tantangan Keberhasilan perubahan akuntansi pemerintahan hingga menghasilkan laporan keuangan yang transparan dan akuntabel memerlukan upaya dan kerja sama dari berbagai pihak. Terlepas dari hal itu, ternyata dalam pelaksanaannya, terdapat sejumlah tantangan dalam implementasi akuntansi pemerintahan berbasis akrual seperti permasalahan IT based system, komitmen dari pimpinan, keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten serta sikap resisten pada perubahan. Terkait dengan sistem dasar IT, kompleksitas implementasi akuntansi berbasis akrual di pemerintahan, memerlukan IT based system yang lebih rumit. Selain itu, perlu juga dibangun sistem pengendalian intern yang memadai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi. “Pengendalian ini melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundangundangan,” tutur Binsar. Hal tersebut sesuai dengan UU No.1 tahun 2004 yang menyatakan“Dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku Kepala Pemerintah mengatur dan menyelenggarakan Sistem Pengendalian Intern (SPI) di lingkungan pemerintah secara menyeluruh.” SPI ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dan untuk melaksanakan SPI pada tahun 2008 telah terbit PP No 80 tentang Sistem Pengedalian Intern Pemerintah. Tantangan selanjutnya yakni komitmen
dari pimpinan. Dukungan yang kuat dari pimpinan merupakan kunci keberhasilan dari suatu perubahan. Salah satu penyebab kelemahan penyusunan Laporan Keuangan pada beberapa Kementerian/Lembaga adalah lemahnya komitmen pimpinan satuan kerja khususnya Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) penerima dana dekonsentrasi atau tugas pembantuan. Tantangan klasiknya yakni terbatasnya SDM yang kompeten. Laporan keuangan diwajibkan untuk disusun secara tertib dan disampaikan masing-masing oleh pemerintah pusat dan daerah kepada BPK selambatnya tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir. Kemudian, selambatnya enam bulan setelah tahun anggaran berakhir, laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK diserahkan oleh Pemerintah Pusat kepada DPR dan oleh Pemerintah Daerah kepada DPRD. Penyiapan dan penyusunan laporan keuangan tersebut memerlukan SDM yang menguasai akuntansi pemerintahan. “Pada saat ini kebutuhan tersebut sangat terasa, apalagi menjelang penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual. Untuk itu, pemerintah pusat dan daerah perlu secara serius menyusun perencanaan SDM di bidang akuntansi pemerintahan khususnya peran dari perguruan tinggi dan organisasi profesi,” ujar Binsar. Termasuk memberikan sistem insentif dan remunerasi yang memadai untuk mencegah timbulnya praktik KKN oleh SDM yang terkait dengan akuntansi pemerintahan. Tantangan terakhir yakni masih terdapatnya pihak internal yang resisten terhadap perubahan dengan sistem baru. Untuk itu, perlu disusun berbagai kebijakan dan dilakukan berbagai sosialisasi sehingga penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual dapat berjalan dengan baik.
Rekomendasi KSAP atas Opini WDP pada LKPP 2010 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP/ qualified) pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2010. Hal ini mencerminkan bahwa managemen keuangan negara semakin rapi dan teratur melalui introduksi berbagai prosedur pengelolaan keuangan negara yang menganut best practice.
LKPP disusun berdasarkan kompilasi data/ Laporan Keuangan Kementerian Negara/ Lembaga (LKKL), Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN), dan data lainnya dari unit-unit yang terkait.“Walaupun tahun ini masih WDP, tetapi hal tersebut juga merupakan suatu prestasi yang luar biasa mengingat Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2010 mencakup seluruh aspek keuangan yang dikelola oleh seluruh entitas Pemerintah Pusat,”jelas Binsar. Hal ini karena dikelola oleh seluruh entitas pemerintah pusat, seperti 8 Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BUN), dan 76 Kementerian negara/Lembaga, beserta jenjang struktural di bawahnya. Seperti eselon I, kantor wilayah, serta satuan kerja yang bertanggung jawab atas otorisasi kredit anggaran yang diberikan. Termasuk juga satuan kerja Badan Layanan Umum (BLU) dan satuan kerja pengguna dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Binsar menegaskan bahwa diperlukan kerjasama dan kerja keras semua pihak untuk meningkatkan opini LKPP. Tidak hanya bagi Kementerian Keuangan, tetapi juga semua Kementerian/Lembaga, karena LKPP merupakan Konsolidasi dari LKKL.“Selain itu, harus ada komitmen dari Pimpinan Lembaga Pemerintah untuk meningkatkan Pengelolaan Keuangan. Karena permasalahan yang menjadi penyebab Opini WDP tersebut bukan hanya persoalan Standar Akuntansi, tetapi juga terkait dengan pengendalian intern dan Ketaatan terhadap peraturan. Pemerintah juga harus duduk bersama BPK untuk membahas jalan keluar dari permasalahan-permasalahan tersebut,”tegas Binsar.
Harapan Terakhir, Binsar mengungkapkan bahwa trend peningkatan opini BPK pada pertanggungjawaban APBN dalam bentuk LKPP merupakan suatu hal yang menggembirakan ditengah terbatasnya auditor di pemerintahan. Pemerintah perlu diapresiasi karena dari titik awal dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas LKPP. “Kami yakin, dengan komitmen yang sangat kuat dari Presiden dan Wakil Presiden, Menteri Keuangan selaku BUN, dan Menteri/ Pimpinan LPNK, maka kualitas LKPP di kemudian hari akan jauh lebih baik,” pungkas Binsar. mk
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
tokoh
Dosen Senior Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Amanudin Djajadiwirja:
“Language is A Bridge Of Understanding” Bahasa merupakan ucapan yang membentuk kalimat dan memiliki kesatuan sistem makna dalam suatu masyarakat. Bahasa memiliki arti tersendiri yang berbeda antar satu tempat dengan tempat yang lain. Sesuai dengan pepatah, bahasa merupakan jembatan pemahaman. Amanudin Djajadiwirja, pengajar Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), yakin bahwa dengan bahasa seseorang dapat belajar lebih banyak.
D
edikasinya terhadap dunia pendidikan bukan hanya dalam bentuk mengajar tetapi juga menulis makalah. Aman banyak menulis makalah terkait bahan ajarnya, kemudian digunakan para mahasiswanya sebagai bahan acuan skripsi. Salah satu makalahnya yang sudah dijadikan referensi skripsi adalah “Kebijakan dan Pengelolaan Pinjaman/Hibah Luar Negeri” yang ditulis pada tahun 2005. Selain itu, Aman juga yang membuat modul-modul di Pusdiklat Anggaran. Aman, demikian ia biasa disapa, sebelumnya secara struktural bertugas di Direktorat Jenderal Anggran (DJA) sejak akhir 1972. Aman tak pernah menyangka bahwa suatu hari akan menjadi pengajar STAN. Berikut petikan perbincangan dengan Media Keuangan beberapa waktu lalu. Berawal pada 1991, saat menjadi counterpart expert International Monetary
Fund (IMF) terkait bantuan teknik, Aman diminta mencari konsultan dalam negeri untuk proyek tersebut. Teringatlah pada seseorang yang bernama Kosasih Bakri, mantan pejabat DJA yang sudah menjadi widyaiswara. Aman lalu merekomendasikannya menjadi konsultan dalam negeri. Namun, karena pekerjaan konsultan yang menuntut full-time work, Aman pun diminta menggantikan Kosasih Bakri untuk mengajar di STAN. Sejak saat itulah, Aman selain bertugas secara struktural di Kemenkeu juga bertugas secara fungsional di STAN. Bekerja dan mengajar bagaikan dua sisi mata uang. Bekerja menuntut seseorang melaksanakan dan memenuhi tugas sesuai dengan arahan pimpinan. Sementara mengajar adalah menyampaikan apa yang diketahui seseorang kepada orang lain sebagai bekal hidup di kemudian hari.
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
Meskipun demikian, keadaan itu tak sedikitpun menyulitkan Aman karena sebelumnya ia pernah menjadi pengajar Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Atas serta menjadi tutor bagi adik-adik kelasnya semasa di kampus Airlangga. “Jadi teaching, lecturing, tutorial program itu sudah menjadi bagian dari hidup saya,” tutur pria berkaca mata yang memiliki motto teaching with heart. Walaupun menjalani dua profesi, Aman tak lantas lepas tangan dari kedua tanggung jawab tersebut. Ketika harus mengajar, maka Aman harus memenuhi pertemuan mata kuliah tersebut, dan ketika harus bepergian ke luar negeri terkait dengan jabatan strukturalnya, Aman tetap harus memenuhi tanggung jawabnya tersebut. Kemudian sepulangnya dari luar negeri, Aman langsung mengatur jadwal dengan mahasiswanya untuk mengganti
tokoh
pertemuan selama Aman berhalangan hadir. “Jadi kalau seorang pegawai atau pejabat ditugaskan mengajar, dua-duanya harus dikerjakan. Tugas kedinasan strukturalnya tetap dikerjakan, tugas fungsional untuk mengajar juga dikerjakan. It is a matter of time management,” demikian ujar pria yang memiliki hobi travelling ini.
English is a must Terkait kegiatan belajar-mengajar, Aman yang berhasil mendapat beasiswa Postgraduate Diploma di Inggris, ingin menggalakkan penggunaan bahasa Inggris baik lisan maupun tulisan di dalam kelas. Aman lantas mendorong para mahasiswanya untuk melakukan presentasi atau menulis makalah dalam dalam bahasa Inggris. Aman yang berpegang teguh pada pepatah “language is a bridge of understanding” menginginkan para mahasiswanya lancar berbahasa Inggris. Tak hanya sibuk mengajar di dalam kelas, Aman juga membangun kedekatan dengan mahasiswanya ketika berada di luar kelas. “Karena kalau kita menganggap bahwa itu adalah anak-anak kita sendiri ketika mengajar, rasanya ketika mereka berhasil ada keharuan di dalam hati saya. Kebanggaan juga buat saya karena mengajar, kebanggaan buat lembaga ini, dan kebanggaan untuk Kementerian Keuangan,” lanjut Aman. Aman senantiasa memotivasi anak didiknya untuk meraih pendidikan yang lebih tinggi bukan untuk mendapatkan jabatan tetapi untuk membangun negeri ini. “Saya memang mendorong anakanak for having a higher education, ketika kamu masih punya kesempatan, gunakan kesempatan itu,” tegas Aman. Pria berusia 66 tahun ini kerap kali membantu mahasiswanya dengan menyediakan keperluan untuk mendaftar beasiswa, seperti surat rekomendasi. Prinsipnya adalah “sepanjang saya bisa berikan untuk mereka, ya mengapa tidak saya lakukan.”
“Dekat dengan rakyat, dekat dengan masyarakat menjadi nyaman buat
saya” Memasuki pensiun tahun 2001, Aman kembali ke masyarakat dan berperan aktif dalam Dewan Kelurahan di daerah tempat ia tinggal. Selama lima tahun menjabat, Aman belajar menjadi orang yang netral dan tidak memihak, sehingga bisa menampung aspirasi masyarakat dan menjadi mitra bagi Pemerintah Daerah pada tingkat kelurahan pada waktu yang bersamaan. Aman juga terjun langsung dalam upaya pemberdayaan masyarakat agar menjadi lebih baik. Sebagai contoh, Aman terlibat dalam program penanganan pendidikan usia dini, posyandu, dan kemiskinan. Karena profesinya sebagai dosen, Aman dianggap sebagai orang yang tidak memihak. “Dosen punya pengaruh
Aman yang berpegang teguh pada pepatah “language is a bridge of understanding” menginginkan para mahasiswanya lancar berbahasa Inggris. kelembagaan positif di masyarakat karena kita dianggap lebih tidak berpihak ke mana-mana, kita berpihak kepada yang benar, berpihak kepada apa yang hendak kita bangun,” ungkap Aman.
Keluarga Faktor Pendukung Keberhasilan Selain pekerjaan dan lingkungan yang tak kalah penting bagi Aman adalah keluarga. Aman sangat menyayangi keluarganya, karena keluarga merupakan faktor pendukung keberhasilannya baik dalam pekerjaan dan dalam masyarakat. Sempat tinggal di luar negeri membuatnya banyak belajar dari pasangan barat untuk menumbuhkembangkan kemesraan
dalam keluarganya meskipun sudah dikaruniai tiga anak. Salah satu contoh kemesraan itu adalah ia selalu menulis surat kepada istrinya dengan kata-kata indah with one thousand kisses. “Karena kalau kita nyaman di keluarga, maka pekerjaan kita juga akan nyaman. Ketika pekerjaan kita nyaman, keluarga kita nyaman, masyarakat kita juga nyaman, hidup itu menjadi berarti buat kita,” tegas Aman. Aman senantiasa berpikir positif terhadap apapun yang ada di hadapannya. Pernah suatu hari ia bersepeda dari tempat tinggalnya di daerah Kelapa Gading ke kampus STAN di kawasan Bintaro. Menurutnya, seandainya terjadi suatu hal di mana kendaraan publik tidak beroperasi, kendaraan pribadi tidak dalam kondisi yang baik, ia tetap bisa pergi mengajar. Intinya Aman mengingatkan untuk selalu berpikir positif karena pasti ada manfaatnya di balik hal itu.
“Ilmu tanpa moral yang cukup itu tidak baik dan tidak kuat” Aman memaparkan bahwa pegawai Kemenkeu adalah pegawai first class, maka kinerjanya juga harus kelas satu. Hal ini bisa direalisasikan dengan memberi penguatan seperti mengundang para pejabat atau pegawai Kemenkeu untuk berbagi pengalaman. Dalam setiap kelasnya, Aman sering menyelipkan perlunya etika, komitmen, integritas sebagai pegawai di masa yang akan datang. Aman menegaskan bahwa Ilmu tanpa moral yang cukup itu tidak baik dan tidak kuat. Dengan begitu, Aman meyakini bahwa kemampuan lulusan STAN sudah tidak perlu dipertanyakan. Terakhir, Aman berpesan kepada generasi muda Kemenkeu untuk tetap rendah hati walaupun bekerja di kantor yang sophisticated. “Bekerja di Kementerian Keuangan besar godaannya, tetapi kalau kita punya hati, komitmen, dan integritas, kita akan dijauhkan dari hal-hal tersebut,” pungkas Aman. Semoga hal ini bisa menjadi inspirasi bagi seluruh pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan. mk
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
profil
Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Agung Kuswandono:
“Top Priority Saya Adalah Satu Jauhi KKN, yang Kedua Jauhi KKN, yang Ketiga Jauhi KKN” Agung Kuwandono mencatatkan sejarah baru di lingkungan Direktorat (Ditjen) Jenderal Bea dan Cukai. Dalam usia yang tergolong muda, ia ditunjuk Menteri Keuangan Agus Martowardjojo sebagai Direktur Jenderal menggantikan Thomas Sugijata yang memasuki masa pensiun. Pada tanggal 25 April 2011, Agung—biasa ia disapa—mulai menjalankan tugas barunya. Sikap ramah dan rendah hati jelas terlihat saat pria kelahiran Banyuwangi, 29 Maret 1967 itu menerima Media Keuangan untuk sebuah sesi wawancara beberapa waktu lalu.
“S
aya tentu sangat kaget. Tanpa saya duga tiba-tiba dipanggil dan ditunjuk sebagai Dirjen,” kata Agung merespons pemilihan Menkeu atas dirinya. Namun, sebagai “anak buah”, Agung bertekad menjawab amanah tersebut dengan menjalankan tugas sebaik-baiknya. Ada tiga pesan Menkeu saat menunjuk Agung. ”Pertama, saya harus mengembangkan organisasi. Kedua, organisasi ini harus bersih, berwibawa, dan bebas KKN. Ketiga, untuk pribadi saya sendiri harus low profile dan pandai me-manage organisasi karena saya kan relatif junior dari para pejabat yang lain,” lanjut Agung. Agung bersyukur karena hingga saat ini tidak pernah mengalami penyangkalan atau ketidaksukaan dari lingkungan kerjanya. Para senior, kata Agung, dengan senang hati dan legowo menerimanya sebagai pimpinan. Ini terjadi karena Agung berusaha menempatkan diri sebaik mungkin. Ia mengungkapkan bahwa dari sisi pekerjaan, profesionalitas menjadi suatu hal yang harus dijunjung tinggi.“Tapi kalau dari sisi pergaulan, tetaplah saya ini anak muda yang harus menghormati para sesepuh,” ungkap Agung. Kepada para pegawai Ditjen Bea dan Cukai, Agung selalu menekankan bahwa jabatan adalah kepercayaan, bukan ambisi. Keyakinan itu terus Agung tularkan terutama kepada pegawaipegawai muda di lingkungan kerjanya. “Anda juga harus profesional. Mungkin suatu saat Anda juga mengalami seperti saya juga,” begitu Agung sering berpesan. Di samping itu, ia juga menekankan
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
profil
pentingnya berkompetisi dengan sehat dan selalu menunjukkan kemampuan terbaik masing-masing. Beberapa saat setelah dilantik, Agung mendapatkan pengalaman menarik. ”Pak Menteri mengumpulkan seluruh eselon I untuk memberikan wejangan kepada saya. Jadi saya dibaiat,” kata Agung sedikit berseloroh. Dari pertemuan itu, ia mendapatkan banyak masukan terutama terkait komunikasi dan kerjasama yang baik sebagai sebuah tim. Dengan input dari para senior sesama pejabat eselon I, Agung berharap dapat membawa organisasi yang dipimpinnya berkontribusi lebih optimal dalam memenuhi visi dan misi Kementerian Keuangan. Keterpilihan Agung menimbulkan ekspektasi yang besar. Menanggapi hal itu, dia menandaskan akan berusaha sekuat tenaga mencurahkan semua kemampuan untuk memimpin organisasi Bea dan Cukai. Berikut petikan wawancara Media Keuangan dengan lulusan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor tahun 1990 itu. Apa tantangan terbesar yang dihadapi oleh Ditjen Bea dan Cukai hari ini? Tantangannya adalah tingkat complain masyarakat yang perlu kita tingkatkan. Kedua adalah integritas pegawai. Mudahmudahan integritas pegawai di Ditjen Bea dan Cukai lebih baik lagi. Tetap menjadi top priority saya meningkatkan integritas. Cita-cita saya masyarakat memandang Ditjen Bea dan Cukai sebagai institusi yang bermartabat, bersih, berwibawa, dan bebas KKN. Beberapa bulan lalu Menteri Keuangan sempat meninjau Terminal Batu Ampar yang menjadi lokasi insiden penyerangan dan perampasan barang sitaan aparat Bea dan Cukai di Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Batam. Apa yang akan Bapak lakukan untuk meminimalisasi terulangnya peristiwa serupa? Itu salah satu contoh bahwa tingkat kepatuhan terhadap peraturan masih rendah. Ditambah lagi situasi bahwa
Batam adalah traffic zone. Jadi kita harus menyelesaikannya secara komprehensif, tidak hanya sepotong-sepotong. Penyelesaiannya secara sistemik. Karena itulah kami, penyelesaiannya tidak hanya di Batam saja, kita bicara secara NKRI keseluruhan. Makanya penguatannya simultan. Tapi yang pertama saya kerjakan adalah penguatan secara sistem internal dulu. Saya sebut konsolidasi internal. Hubungan antar unit kerja di satu tempat dan di tempat lain harus solid. Contohnya Batam. Batam dan sekitarnya kan ada Sumatera bagian selatan, di Palembang. Ada Pekanbaru, Belawan, Aceh. Mereka harus solid menjaga bersama teman-teman yang ada di Batam supaya kekuatan kita lebih signifikan untuk menghadang potensipotensi kerawanan. Penyelundupan narkoba di Indonesia semakin marak. Bahkan tidak hanya narkoba, Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai Tipe A Tanjung Priok baru-baru ini sempat menggagalkan penyelundupan trenggiling dengan berat total lebih dari 7 ton. Bagaimana Ditjen Bea dan Cukai di bawah kepemimpinan Bapak akan melakukan upaya-upaya pencegahan terhadap kasus-kasus semacam ini? Ditjen Bea dan Cukai senantiasa dituntut untuk selalu siaga satu, waspada. Karena yang namanya penyelundupan, selama masih ada ketamakan, masih ada orang yang ingin mengais rezeki yang tidak halal, itu selalu ada. Apalagi kalau melihat ada disparitas antara harga perolehan dengan harga penjualan yang tinggi. Misalnya trenggiling. Itu di tingkat petani rendah sekali. Tapi kalau dijual bisa 2 juta rupiah, kalau sampai di negara Asia dijadikan makanan atau obat. Melihat disparitas gap tinggi ini, potensi penyelundupan selalu besar. Apalagi narkoba, ini terus terang cukup meresahkan, karena Indonesia ini sekarang betul-betul menjadi pasar yang signifikan untuk narkoba. Dan trennya bukan hanya masuk di tempat-tempat khusus, seperti Bandara Soekarno-Hatta. Sekarang sampai di Belawan, Teluknibung, Tarakan, Solo, Djuanda, Mataram, semua menyebar
narkoba itu. Bukan lagi mereka punya jalur satu atau dua, tapi sudah mencari celah dimana pun. Makanya kita harus siap. Setiap kejadian itu selalu dilaporkan kepada Bapak langsung? Saya selalu up date real time karena saya harus tahu posisi anak buah mengerjakan apa. Saya memang minta ke teman-teman agar semua kejadian selalu dilaporkan ke saya. Baik tanggapan maupun isu krusial. Misalnya ada keluhan bahkan dari media pun kadang-kadang di koran disebutkan itu, saya langsung alert. Karena tugas kita itu kan selain revenue collection, threat fasilitation, industrialized system, yang terakhir community protection. Tapi empat tugas ini harus dilaksanakan semuanya. Harus selalu waspada di seluruh Indonesia. Untungnya sekarang sudah ada alat komunikasi yang cepat. Jadi setiap saat kita bisa kontak mereka. Ditjen Bea dan Cukai memiliki banyak instansi vertikal yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Bagaimana Bapak akan meningkatkan koordinasi hingga ke kantor-kantor itu? Memang kantor kita meliputi seluruh Indonesia. Koordinasinya tidak mungkin saya keliling sendiri. Harus team work. Untuk itu saya punya kepanjangan tangan yang namanya kepala-kepala kantor wilayah. Inilah yang harus kita buat menjadi solid. Jadi saya sesering mungkin berkomunikasi dengan pimpinan-pimpinan ini. Kita memonitor dan mengevaluasi secara reguler. Salah satu contoh yang berhasil adalah Indonesia National Single Window. Itu 18 government agencies berkomitmen untuk memberikan pelayanan yang terbaik. Akhirnya berhasil. Itu contoh yang baik. Dan kita ingin bergerak ke tempat yang lain nanti, misalnya bebas KKN. Kita semuanya komitmen. Dan kita ingin mulai dari Kementerian Keuangan. Pak Menteri sudah perintah ke saya untuk menyampaikan message ini ke teman-teman di Kementerian lain. Kalau semuanya commited kan minimal gaungnya menjadi besar.
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
profil
Apa langkah-langkah strategis yang akan Bapak lakukan untuk mencapai visi dan misi Ditjen Bea dan Cukai mewujudkan administrasi kepabeanan?
Ir. Agung Kuswandono, M.A.
Yang pertama saya lakukan adalah konsolidasi internal. Tentunya saya harus meleburkan diri dengan anak buah saya dulu. Ini sudah terjadi dan alhamdulillah sudah berjalan dengan baik. Yang kedua, komitmen harian ataupun tujuan itu mustahil akan tercapai kalau pegawainya tidak commited untuk bisa profesional dan bebas dari KKN. Makanya top priority saya adalah satu jauhi KKN, yang kedua jauhi KKN, yang ketiga jauhi KKN. Keempat baru profesional. Kelima bekerja dengan beretika dan bermartabat.
Lahir: Banyuwangi, 29 Maret 1967 | Pendidikan: Sarjana Kehutanan – Institut Pertanian Bogor • Master Of Arts – Economics – University Of Colorado At Boulder, Colorado USA | Pekerjaan: Kasubdit Kemudahan Ekspor II, Dit Fasilitas Kepabeanan, 2003 – 2006 • Kasubdit Kerjasama Internasional, Dit Pabean Internasional, 2006 • Kepala KPPBC Tipe A Khusus Soekarno Hatta, 2006 – 2007 • Kepala KPBC Tipe A1 Soekarno Hatta, 2007 • Kepala Kanwil VII DJBC Jakarta I, 2007 • Kepala KPU BC Tipe A Tanjung Priok, 2007 – 2008 • Direktur Teknis Kepabeanan, 2008 – 2010 • Direktur Fasilitas Kepabeanan, 2010 – 2011 • Dirjen Bea Dan Cukai – Kementerian Keuangan RI, sejak 25 April 2011
Ketika menjabat sebagai Kepala BeaCukai Bandara Soekarno-Hatta pada tahun 2007, Bapak melakukan sejumlah gebrakan. Publik mengapresiasi langkah dan keberanian Bapak menyita 12 helikopter milik PT Air Transport Services milik Bukaka kepunyaan Wakil Presiden saat itu, Jusuf Kalla, yang belum menyertakan sertifikat kelayakan dan izin Bea Cukai. Bapak juga membeslah peti kemas berisi 36 ribu pasang sepatu merek Yonex yang keluar dari kawasan berikat tanpa izin, menggagalkan masuknya 395 ribu tabung gas impor tak berizin dari Cina di Pelabuhan Tanjung Priok, dan lain-lain. Darimana “keberanian” untuk melakukan sejumlah gebrakan ini timbul? Saya hanya bekerja sesuai aturan. Karena itu melanggar, ya saya tindak. Jadi enggak ada istilah itu, berani, gebrakan. Tinggal kita memilih berani menegakkan aturan atau tidak. Kalau saya tidak berani menegakkan aturan, untuk apa saya dilantik menjadi pimpinan di tempat itu? Saya cuma menjalankan prinsip. Saya diberi tugas, ini aturannya, jalankan. Saya gitu saja. Perkara itu disebut gebrakan, mengagetkan, itu biasa saja menurut saya. Ya memang agakagak dihajar kiri kanan ya biasa lah. Ha-ha-ha. Tapi ya itu, kita kalau bekerja selalu berdasarkan aturan. Kalau aturannya sudah baku ya kita jalankan. Pressure apapun harus kita hadapi. Ya kita hanya berdoa yang lain
paham bahwa ini bukan suatu arogansi, bukan apa namanya ‘saya yang lebih hebat, Anda harus nurut’, enggak. Kalau disebut keberanian, dalam hati kecil, saya kan juga manusia, ‘Lo kok jadi begini’ gitu kan. Tapi ya sudah, saya cuma menjalankan. Ya paling kalau pimpinan tidak setuju saya dicopot. Ternyata saya didukung. Ya Alhamdulillah. Kalau tidak didukung ya saya yang mundur gitu kan. Kebetulan saat itu sampai pimpinan tertinggi saya solid. Dan Alhamdulillah bos saya yang sekarang solidnya juga luar biasa. Aturan kan yang membuat para petinggi negara, masa kita main-main hanya karena kepentingan pribadi. Doakan saja saya kuat. Motto hidup saya itu yang penting hasbunallahu wa ni’mal wakil, cukup Allah yang menjadi penolong. Saya berusaha untuk berbuat sebaik-baiknya sesuai ketentuan. Semoga Allah melindungi. Apa saja program Ditjen Bea dan Cukai yang sedang menjadi prioritas saat ini? Satu, IT (information technology). Kita mengembangkan IT untuk lebih mengintegrasikan seluruh sistem yang ada. Kedua, kita menyiapkan diri untuk menghadapi tantangan global. Ada ASEAN Economic Community. Ada juga Free Trade Agreement yang begitu banyak. Kemudian juga Customs Modernitation dengan best practise international yang semakin maju.
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
Kita menyiapkan diri untuk menghadapi tantangan-tantangan itu. Tapi kembali bagi saya yang paling penting adalah cita-cita saya, masyarakat betul-betul bisa merasakan bahwa Bea dan Cukai itu milik mereka. Kita ini betul-betul disayangi oleh masyarakat karena menjalankan tugas dengan baik, tidak punya kepentingan tertentu atau pribadi. Itu saja sebetulnya. Apa saja harapan Bapak terhadap Ditjen Bea dan Cukai? Untuk Ditjen Bea dan Cukai, saya ingin kita semua kompak dan satu platform. Satu niat ikhlas bahwa kita bekerja ini sebagai amanah dan nikmat yang diberikan Allah SWT. Karena kita relatif sudah mendapatkan kenikmatan yang luar biasa. Saya selalu sampaikan kepada mereka bahwa kalau Anda tidak bersyukur, percayalah azab Allah itu akan sangat pedih. Karena kita sudah remunerasi, kalau dilihat dengan yang lain kita sudah cukup. Kata cukup itu selalu saya tekankan karena sampai mati pun dengan nafsu enggak akan pernah cukup. Jadi saya ingin mereka bersama-sama membangun institusi ini menjadi yang saya cita-citakan. Saya yakin itu cita-cita mereka juga. Sebagai penutup, apa pesan Bapak terhadap generasi muda di lingkungan Ditjen Bea dan Cukai? Untuk anak-anak muda Ditjen Bea dan Cukai, mereka saya berikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan diri. Jadi sekarang kita bicara soal openness, keterbukaan. Mereka saya berikan ruang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dan mengembangkan kompetensi. Silakan mereka bersaing dengan sehat, profesional, tapi tidak jegal-jegalan Saya tidak ingin mereka menelikung di tikungan, karena kalau itu berarti integritasnya tidak bisa dijaga. Paling utama adalah integrity first. Kepintaran itu akan muncul sendiri. Ada yang ahli di lapangan, ahli di konsep, ahli di IT, ahli di administrasi. Saya akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk bisa melihat potensi itu. mk
lintas peristiwa
Pembukaan IFEF 2011 Menteri Keuangan Agus DW Martowardojo secara resmi membuka Ajang Indonesia Financial Expo & Forum (IFEF) 2011, yang diselenggarakan di Jakarta Convention Center, Jumat (17/6). Menkeu mengatakan, Indonesia saat ini telah menjadi salah satu negara tujuan investasi yang sangat diminati investor global.
“D
engan industri keuangan yang kian berkembang di Indonesia, tentunya harus didukung dan diimbangi dengan pengetahuan masyarakat mengenai peluang nilai tambah dan resiko dalam berinvestasi. Serta bagaimana menyesuaikan protofolio investasi, sehingga dapat menyesuaikan dengan kebutuhannya,” jelasnya. Menkeu menilai, penyelenggaraan kegiatan ini akan menjadi wahana sosialisasi dan edukasi yang terpadu kepada masyarakat, mengenai potensi dan nilai tambah industri keuangan serta mempromosikan produk-produk investasi di Indonesia. “Forum ini juga diharapakan dapat memberikan manfaat, sebagai ajang komunikasi yang efektif bagi pemerintah dengan para pelaku industri keuangan. Sehingga akan memperoleh sinergi yang efektif dalam mencari solusi yang terbaik dan implementatif dalam membangun perekonomian Indonesia yang lebih baik,” ungkap Menkeu. mk
Kapal Patroli BC 15001 Meledak dan Terbakar Kapal Patroli Bea Cukai Milik Kanwil Medan yang sedang melakukan tugas patroli meledak dan terbakar di wilayah perairan Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (15/7).
P
eristiwa ini terjadi di Pantai Cermin sekitar 1 mil dari pantai. Kapal Bea Cukai 15001 mengangkut 9 awak kapal sebagai berikut: Kapten Patroli Julbassrin, Susamto, Komandan Patroli Iwanoto, Chip Sukamto, Chandra Meksi, James Sipahutar, John Purba, Ahmad Yani, dan Kurnia (abk). Dari 9 awak tersebut berikut kondisi terakhirnya: • 7 orang meninggal dunia (Iwanoto, Sukamto, Chandra Meksi, John Purba, Ahmad Yani, James Sipahutar dan Kurnia) • 2 orang selamat (Julbasrin dan Susamto). Sampai dengan saat ini kapal tersebut sudah diamankan oleh pihak TNI AL. mk
Seminar SPIP
A
Inspektorat Jenderal bekerjasama dengan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan menyelenggarakan seminar bertajuk “Sistem Pengendalian Intern Pemerintah: Strategi Implementasi di Lingkungan Kementerian Keuangan”, Selasa (28/6) di Gedung Djuanda I, Jakarta.
cara ini dihadiri oleh para pejabat eselon I dan II Kemenkeu, Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, para Inspektur Jenderal dari seluruh Kementerian, perwakilan dari Lembaga Negara, serta Pemerintah Daerah DKI dan Banten. SPIP adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati menjelaskan dalam sambutannya agar implementasi pengendalian internal dijadikan ‘culture’ yang selalu melekat dalam setiap langkah pelaksanaan kegiatan sehari-hari. “SPIP tidak hanya mengenai korupsi, kolusi atau nepotisme, tetapi juga mengenai bagaimana pertanggungjawaban kita kepada masyarakat,” jelas Anny. Materi seminar disampaikan oleh Inspektur Jenderal V. Sonny Loho, Kepala BPKP Mardiasmo, Deputi Pengawasan IPP Bidang Perekonomian BPKP Binsar H. Simanjuntak, Bangkit Kuncoro dari Ernst & Young Advisory Services. mk
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
reportase
PIP Danai Pembangunan RSUD Tipe C Kota Surakarta
Penandatanganan MoU Kerjasama Investasi di Bidang Pinjaman antara Kepala PIP dengan Walikota Surakarta, 27 Juni 2011
Konon Kota Surakarta sejak Republik ini berdiri belum memiliki Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) yang memadai, adapun RSUD sekarang ini yang berlokasi di Jalan Lumban Tobing merupakan pengembangan Rumah Sakit Bersalin dengan lahan yang tidak mungkin dikembangkan menjadi Rumah Sakit yang komprehensif. Selain itu kondisinya masih sangat terbatas sehingga pelayanan rujukan menjadi kurang optimal dan tidak berjenjang, sementara RSUD ini telah aktif menangani pasien-pasien yang menggunakan kartu jaminan kesehatan masyarakat (kamkesmas) dan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS). Berangkat dari keterbatasan RSUD yang ada sekarang ini, Pemerintah Kota Surakarta berkeinginan untuk segera meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui sarana dan prasarana kesehatan.
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
S
ejatinya RSUD Tipe C kota Surakarta telah dibangun sejak tahun 2010. Pembangunan dimulai dari struktur dasar lantai 1. Pembangunan (multiyears) tersebut didanai dari Dana Tugas Pembantuan (TP) Kementerian Kesehatan sebesar Rp7 miliar. Sesuai maket, RSUD ini dibangunan tiga lantai dengan luas lantai 9.000 m2. RSUD yang dirancang tanpa kelas ini mempunyai kapasitas 150 tempat tidur dan pelayanan yang diutamakan adalah PKMS dan Jamkemas. Tanah yang digunakan seluas 8.508 m2, berlokasi di Ngipang, Kelurahan Kadipiro, Kecamatan Banjarsari. Desa ini merupakan pengembangan kota Surakarta bagian utara. Sayangnya awal tahun 2011, pembangunan RSUD tersebut mengalami penghentian
reportase
sementara. Pasalnya dana untuk melanjutkan pembangunan tidak dianggarkan pada APBN 2011. Untuk merealisasikan RSUD yang representatif dan mempercepat pelayanan kesehatan masyarakat khususnya pelayanan PKMS, Wali Kota Surakarta
Struktur Rangka RSUD Tipe C di Kota Surakarta Joko Widodo memutuskan untuk segera melanjutkan pembangunan RSUD tersebut melalui pola pendanaan dari pinjaman daerah. Setelah membandingkan beberapa alternatif lembaga pemberi pinjaman akhirnya disepakati bersama dengan DPRD, lembaga yang dipandang mampu memberikan pinjaman secara feasible dan tidak memberatkan keuangan daerah adalah Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Bagi PIP, kerjasama investasi dalam rangka pinjaman dana untuk pembiayaan pembangunan RSUD seperti ini merupakan kali kedua. Pertama, kerjasama investasi berupa pinjaman sebesar Rp190 miliar untuk pembangunan RSUD Tipe B di Sulawesi Tenggara/Kendari. Penandatanganan MoU
dilakukan oleh Kepala PIP Soritaon Siregar dengan Gubernur Sulawesi Tenggara/ Kendari Nur Alam, pada tanggal 28 Januari 2011. Dan yang kedua, kerja sama investasi berupa pinjaman dana sebesar Rp40,54 miliar, untuk pembangunan RSUD Tipe C Kota Surakarta, penandatanganan MoU dilakukan oleh Kepala PIP Soritaon Siregar dengan Wali Kota Surakarta Joko Widodo, pada tanggal 27 Juni 2011. Boleh jadi kedua daerah ini memilih pinjaman dana melalui PIP dengan alasan yang sama yaitu PIP lembaga yang mampu memberikan pinjaman secara feasible dan tidak memberatkan keuangan daerah. Tata cara pengajuan pinjaman pun cukup sederhana, seperti: 1. Calon mitra mengajukan surat permohonan pinjaman kepada Kepala PIP; 2. Kepala PIP mengundang calon mitra untuk melakukan presentasi; 3. Calon mitra mengajukan proposal yang dilengkapi dengan: Latar Belakang; Studi Kelayakan; Skema Pembiayaan; Skema Pembagian Risiko*; Skema Hak Kepemilikan (untuk investasi penyertaan modal); Skema Pengembalain Dana(untuk investasi pemberian pinjaman); Laporan Keuangan 3 (tiga) tahun terakhir, tahun berjalan, dan proyek; Bagi Badan usaha/Badan Hukum menyampaikan Anggaran Dasar dan Perizinan; Bagi Mitra Luar Negeri, proyek yang didanai harus berada di Indonesia. 4. Analisa Kelayakan Proyek; 5. Penyampaian Indicative Offer dari PIP Kepada Calon Mitra; 6. Persetujuan Calon Mitra Terhadap Indicative Offer; 7. Persetujuan Pinjaman; 8. Penandatanganan Perjanjian; 9. Efektivitas Perjanjian Pinjaman; serta 10. Pemindahbukuan. Keterangan * pada poin 3, adalah: Peminjam tetap bertanggung jawab untuk pengembalian pembayaran kewajibannya kepada PIP walaupun proyek yang dibiayai terhenti/tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Apabila persyaratan sebagaimana di uraikan di atas telah dipenuhi oleh calon mitra usaha, maka kewajiban pihak PIP adalah memproses lebih lanjut seperti menerima surat permohonan pinjaman, mengundang calon mitra usaha untuk melakukan presentasi, menerima proposal beserta persyaratannya, melakukan evaluasi proposal oleh tim analis PIP, Evaluasi lapangan oleh tim analis PIP, penawaran indikatif pinjaman oleh PIP. Apabila pihak mitra usaha memberi jawaban menyetujui atas penawaran indikatif yang diajukan oleh PIP maka dilanjutkan dengan pembahasan draft perjanjian. Selanjutnya dilakukan penandatanganan perjanjian oleh kedua pihak yaitu PIP dengan mitra usaha. Baik Pemerintahan Kota Surakarta maupun Pemerintahan Kendari sama-sama terbuka kepada masyarakatnya. Contohnya di Surakarta, ketika dilakukan penandatanganan MoU kerja sama investasi di bidang pinjaman dana antara Kepala PIP dengan Wali Kota Surakarta disaksikan oleh anggota DPRD, beberapa Bupati di Jawa Tengah, Camat, Lurah serta Tokoh Masyarakat setempat dan para undangan lainnya. Dalam nota perjanjian yang ditandatangani kedua pejabat tersebut, tercantum “pinjaman dana yang disetujui sebesar Rp40,54 miliar dengan tingkat suku bunga 8,75% pertahun, jangka waktu pinjaman selama 4 (empat) tahun dengan masa tenggang (grace period) 1 (satu) tahun dan pinjaman ini direncanakan selesai pada bulan Maret 2015 sebelum berakhir masa jabatan walikota saat ini”, Nota Perjanjian ini pun dilaporkan kepada para undangan. Joko Widodo mengharapkan, “semua anggota masyarakat harus turut mengawasi jalannya pembangunan RSUD Tipe C di Kota Surakarta agar penyelesaiannya sesuai dengan rencana yaitu tahun 2011 dan dapat diopersikan pada tahun 2012.” Sementara Kepala PIP Soritaon Siregar mengingatkan bahwa “dana yang dikucurkan oleh PIP ini bukan gratisan melainkan pinjaman jadi penggunaannya harus sesuai dengan rencana proyek juga pengembaliannya harus tepat waktu.” mk
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
reportase
One Stop Service, Unggulan Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tengah
Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tengah, Firmansyah N. Nazaroedin
Kantor Wilayah XXIV Direktorat Jenderal (Ditjen) Perbedaharaan Provinsi Sulawesi Tengah merupakan instansi vertikal Ditjen Perbendaharaan yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Ditjen Perbendaharaan di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. Saat ini, cakupan wilayah kerja kanwil ini membawahi empat jajaran kantor operasional, yaitu Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Palu, KPPN Poso, KPPN Luwuk, dan KPPN Tolitoli.
D
alam menjalankan tugas dan fungsinya, kanwil yang berlokasi di Jalan Tanjung Dako Nomor 15 Palu ini mempunyai visi “Menjadi Pengelola Perbendaharaan Negara yang Profesional, Transparan dan Akuntabel dalam Proses Mewujudkan Masyarakat yang Mandiri dan Sejahtera di Propinsi Sulawesi Tengah”. Dalam
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
visi tersebut, pengelola perbendaharaan negara adalah Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tengah dan jajarannya (KPPN) sebagai lembaga yang mempunyai tugas melaksanakan koordinasi, bimbingan teknis, pengendalian, evaluasi, dan melaksanakan tugas di bidang perbendaharaan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Dalam mewujudkan visi tersebut, Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tengah mengemban misi “Mewujudkan Terlaksananya Anggaran yang Berbasis Kinerja, Pengelolaan Kas Negara yang
reportase
Transparan dan Akuntabel Serta Pelayanan di Bidang Perbendaharaan”. Dalam misinya ini, terkandung maksud bahwa sebagai pelaksana tugas Bendahara Umum Negara di daerah, Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tengah berupaya mendukung terlaksananya pengelolaan perbendaharaan secara transparan, efektif, efisien, dan akuntabel. Untuk mewujudkan peran pelayanan perbendaharaan, Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tengah berusaha mewujudkan jalur pelayanan yang mudah, sederhana, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Selain itu, sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap tersedianya informasi di bidang keuangan, Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tengah berusaha menyediakan informasi dan laporan keuangan secara cepat, tepat, akurat, dan akuntabel.
Kantor dengan Layanan One Stop Service Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tengah telah mulai menerapkan reformasi birokrasi secara bertahap sejak tahun 2008. Untuk penerapannya secara penuh pada seluruh kantor lingkup kanwil sendiri dimulai pada 2009. Kemudian, pada bulan Mei 2010, kanwil ini ditetapkan sebagai kantor yang menerapkan layanan unggulan. Layanan one stop service dengan mengutamakan kepastian dan hasil kepada seluruh pemohon layanan yang diberikan oleh Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tengah ini merupakan satu keunggulan jika dibandingkan dengan model layanan pada instansi pemerintah lainnya di wilayah Sulawesi Tengah. Layanan one stop service tersebut terepresentasi dengan baik pada ruangan front office Kanwil, yang didesain sedemikian rupa untuk kenyamanan para pemohon layanan. Empat layanan utama yang diberikan pada front office yaitu revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), Dispensasi Tambahan Uang
Persediaan (TUP) dan/atau Dispensasi Akun, Rekonsiliasi Anggaran, dan Klinik Konsultasi Perbendaharaan. Terkait kepastian layanan, hal ini diberikan dalam bentuk transparansi mengenai standar waktu dan proses bisnis penyelesaian layanan. Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tengah Firmansyah N. Nazaroedin yang ditemui Media Keuangan menjelaskan, seluruh fasilitas dan petugas pada front office ini disebut menjalankan one stop service karena pemohon layanan menyelesaikan seluruh urusannya dari awal hingga selesai hanya dalam satu ruangan, tanpa birokrasi yang panjang, dan yang terpenting adalah bebas dari pungutan liar (pungli) maupun permintaan gratifikasi dari petugas. Hal ini dapat dipastikan, mengingat seluruh proses pada front office, middle office dan back office senantiasa diawasi melalui Closed Circuit Television (CCTV) yang terpasang pada front office dan setiap ruang kerja. Menurut Firman, dari seluruh layanan unggulan di atas, layanan paling utama yang dibutuhkan satuan kerja (satker) adalah layanan klinik konsultasi perbendaharaan. Tidak seperti layanan lain yang telah memiliki Standard Operating Procedure (SOP) yang jelas, layanan klinik konsultasi memiliki karakteristik yang tidak standar serta terkadang membutuhkan beberapa tingkatan layanan. “Kami telah menyediakan berbagai fasilitas untuk layanan ini,” jelasnya. Berbagai fasilitas layanan tersebut yakni layanan konsultasi pada petugas FO (front officer) dan CSO (customer service officer), layanan konsultasi melalui telepon dan e-mail (kanwil.
[email protected]), hingga pelatihan singkat pada Mini Treasury Learning Center (TLC) Kantor Wilayah. Ruangan Mini TLC dapat menampung lima hingga sepuluh orang yang akan berkonsultasi, baik mengenai peraturan, aplikasi maupun diskusi mengenai penyelesaian permasalahan yang dihadapi satker. Apabila melibatkan lebih banyak orang, maka konsultasi akan dilakukan di ruangan Aula Kantor Wilayah yang dapat menampung hingga sekitar 100 orang.
Kendala dan Tantangan dalam Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan, diketahui bahwa kinerja Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tengah selama tahun 2010 cukup memuaskan. Pada tahun yang sama, telah dilaksanakan berbagai kegiatan yang bukan hanya menambah baik citra pelayanan kepada pihak internal, tetapi juga pada pihak eksternal. Selain pelayanan kepada mayarakat, komitmen pelayanan kepada pegawai juga terus dipertahankan. “Kami berkomitmen untuk memberikan hak dan fasilitas terbaik juga kepada seluruh pegawai,” paparnya. Kenaikan grade pegawai telah diberikan pada pegawai yang berhak pada januari 2011. Peningkatan kapasitas pegawai melalui Gugus Kendali Mutu (GKM) juga terus dilakukan. Namun demikian, ia mengakui masih terdapat beberapa kendala dan tantangan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Kanwil selama tahun 2010. “Kendala utama dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi kanwil adalah masalah SDM (sumber daya manusia), baik SDM wilayah maupun SDM satuan kerja,” jelasnya. Menurut Firman, Kanwil membutuhkan SDM yang berkualitas untuk memberikan pelayanan optimal kepada seluruh mitra kerja. Meski dari sisi kuantitas dirasa cukup, tetapi ia menilai dari sisi kualitas masih perlu ditingkatkan. Selain itu, masalah komunikasi dan transportasi akibat jarak antara kanwil dengan KPPN yang berada di luar ibu kota provinsi maupun KPPN dengan satker yang tidak sekota merupakan salah satu kendala tersendiri. Permasalahan jarak yang tidak didukung dengan transportasi yang andal dan sarana komunikasi yang memadai menyulitkan kanwil maupun KPPN dalam melakukan koordinasi dan penyuluhan kepada satuan kerja maupun mitra kerja. Masalah jarak tersebut juga mengakibatkan keterlambatan penyampaian laporan ataupun perbaikan kesalahan Surat Perintah Membayar (SPM).
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
reportase
Di samping itu, beberapa permasalahan yang dihadapi KPPN terkadang sulit dikomunikasikan dengan kantor wilayah maupun kantor pusat, karena terputusnya jaringan komunikasi, baik melalui jaringan internet, telepon kabel, termasuk telepon selular (nirkabel).
Upaya yang ditempuh untuk mengatasi kendala Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, Firman menyampaikan bahwa pihaknya terus mengupayakan peningkatan kualitas pegawai, baik melalui diklat yang diselenggarakan oleh kantor pusat maupun GKM yang dilaksanakan secara rutin setiap minggu di kanwil. Selain itu, diskusi yang bersifat insidentil atas setiap peraturan baru maupun permasalahan terkini juga dilakukan, baik pada internal bidang/bagian maupun yang melibatkan seluruh unit eselon III pada Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tengah. Selain peningkatan kualitas pegawai di lingkungan Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tengah, peningkatan kualitas SDM satuan kerja juga dilaksanakan, khususnya untuk meningkatkan pemahaman atas peraturan di bidang perbendaharaan. Hal ini antara lain dilakukan melalui sosialisasi dan komunikasi yang dilakukan secara berkesinambungan dengan satker. “Di samping itu, kami tengah mengupayakan metode sosialisasi bertahap yang dirasakan lebih efektif daripada sosialisasi massal,” ungkap Firman.
Layanan one stop service dengan mengutamakan kepastian dan hasil kepada seluruh pemohon layanan yang diberikan oleh Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tengah ini merupakan satu keunggulan dibandingkan dengan model layanan pada instansi pemerintah lainnya di wilayah Sulawesi Tengah. fungsi KPPN secara terus menerus dengan menggunakan segala media komunikasi yang ada, baik melalui jaringan internet, telepon kabel, maupun telepon nirkabel. Di samping itu, pada setiap kesempatan adanya tim yang ditugaskan ke KPPN maupun sebaliknya, kesempatan ini digunakan juga seoptimal mungkin untuk mengkomunikasikan permasalahan atau perkembangan pekerjaan.
Target kinerja tahun 2011 dan strategi pencapaiannya Saat disinggung mengenai target kinerja, Firman mengakui beberapa target kinerja tahun 2010 dirasa terlalu tinggi. Sebagai contoh, target penyelesaian TUP tepat waktu 100% dan tingkat pengaduan satuan kerja 0 merupakan angka yang dikhawatirkan tidak dapat dicapai. Hal ini berarti, sedikit saja terjadi kelalaian, maka target IKU tidak akan tercapai.
Sosialisasi bertahap dilakukan dengan cara membatasi jumlah satuan kerja dalam sekali sosialisi, sehingga kegiatan ini akan dilaksanakan hingga tiga atau empat tahap. “Hal ini akan menambah kerepotan pegawai maupun narasumber dari kantor wilayah. Namun, demi tercapainya visi dan misi bersama, hal ini akan terus kami lanjutkan,” jelasnya.
Untuk target kinerja Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2011, Firman mengungkapkan bahwa target kinerja akan dibuat lebih realistis dengan menurunkan beberapa target kinerja yang riskan tidak dapat dicapai pada tahun 2010. Namun demikian, hal ini bukan berarti pekerjaan menjadi lebih mudah. “Sebab pada awal tahun 2011 ini terdapat banyak kendala dan permasalahan yang langsung atau tidak langsung akan berdampak pada pencapaian target kinerja,” paparnya.
Untuk mengatasi kendala jarak, pihaknya mengambil strategi antisipatif dengan cara memonitor permasalahan dan perkembangan pelaksanaan tugas dan
Kendala tersebut antara lain peraturan mengenai revisi DIPA yang baru diterbitkan pada akhir Maret 2011. Beberapa aplikasi, baik pada Kanwil, KPPN maupun satuan
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
kerja tidak berjalan dengan baik, dan baru dapat terselesaikan pada pertengahan Maret 2011. Selain itu, banyaknya penyesuaian yang diperlukan sebagai akibat terbitnya peraturan baru di bidang perbendaharaan juga menjadi kendala tersendiri. Agar target-target kinerja tahun 2011 dapat tercapai secara optimal, dibutuhkan usaha lebih dan kerja sama yang baik antara seluruh pihak, baik para pejabat/ pegawai di kantor wilayah, KPPN, satker, dan mitra kerja KPPN lainnya. Beberapa strategi yang diterapkan dalam rangka pencapaian target yang telah ditetapkan yaitu pertama, mengikuti perkembangan dan membuat sosialisasi pendahuluan atas beberapa peraturan terkait revisi DIPA dan peraturan pelaksanaan lainnya. Kedua, memantau adanya informasi atau peraturan baru dan segera melakukan GKM serta koordinasi dengan para pihak terkait, sehingga potensi permasalahan yang timbul atas pelaksanaan peraturan dan ketentuan dimaksud dapat diantisipasi. Ketiga, membentuk Tim Pembina Satuan Kerja untuk melakukan monitoring dan evaluasi kedisiplinan dan kepatuhan satuan kerja serta melakukan pembinaan dalam bentuk sosialisasi peraturan maupun konsultasi atas permasalahan yang dihaapi satuan kerja. Terakhir, menyampaikan masukan/laporan kepada Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan apabila terdapat pelaksanaan peraturan yang menimbulkan kendala atau risiko permasalahan di kemudian hari. mk
info kebijakan
Kebijakan Ekonomi Makro 2012:
Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkeadilan
“Sesuai dengan tema RKP 2012 yaitu Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi yang inklusif dan berkeadilan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat, maka kebijakan alokasi APBN 2012 diarahkan pada upaya mendukung kegiatan ekonomi nasional.” Berikut petikan pidato yang disampaikan Agus DW Martowardojo dalam Penyampaian Pengantar atau Keterangan Pemerintah atas Kerangka Ekonomi Kebijakan Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2012, Jumat (20/5), di Gedung DPR RI, Jakarta.
S
Secara garis besar, Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2012 berisikan tiga hal pokok, yaitu: (i) Kinerja Perekonomian tahun 2010 dan proyeksinya di tahun 2011; (ii) Tantangan dan sasaran ekonomi makro tahun 2012; dan (iii) Asumsi ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2012.
Kinerja Perekonomian Global 2010
ecara substansi, Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2012 ini disusun berlandaskan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2012. RKP ini merupakan perwujudan dari visi, misi dan program kerja pemerintah setiap tahun, sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010-2014. Penyusunan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2012 merupakan landasan awal bagi pemerintah dalam menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2012.
Menurut Menkeu, pemulihan ekonomi global tahun 2010 ditopang oleh perbaikan ekonomi yang terjadi hampir di seluruh kawasan, baik di negara berkembang Asia, Amerika Latin maupun di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan kawasan Eropa. Untuk negara maju (advanced economies), pertumbuhan ekonomi tahun 2010 mencapai 3%
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
info kebijakan
atau lebih baik dari tahun sebelumnya yang masih berkontraksi pada level 3,4%. Sedangkan untuk Negara-negara berkembang, perekonomian tahun 2010 mampu berakselerasi pada level 7,3% atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun 2009 yang hanya sebesar 2,7%.
Kinerja Perekonomian Domestik 2010 Terkait dengan Kinerja Perekonomian Domestik 2010, Menkeu memaparkan bahwa pemulihan ekonomi global membawa pengaruh positif terhadap perkembangan perekonomian Indonesia tahun 2010. “Hal ini ditandai dengan terjaganya stabilitas ekonomi makro, seperti pergerakan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS yang relatif stabil dan laju inflasi yang relatif terkendali”, papar Menkeu. Selain itu, terjadi pula akselerasi pertumbuhan ekonomi yang mencapai 6,1% atau meningkat bila dibandingkan pencapaian dua tahun sebelumnya. Di sektor finansial, penguatan ekonomi tercermin dari kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencapai 46,13%. Kenaikan ini tercatat sebagai salah satu kenaikan indeks tertinggi di kawasan Asia Pasifik pada tahun 2010 lalu. Selain itu, penguatan sektor finansial terlihat pula dari semakin tingginya minat dana asing pada surat berharga Negara. Hal ini mencerminkan semakin tingginya kepercayaan internasional kepada pemerintah Republik Indonesia. “Tingginya minat investor internasional pada instrumen SBN telah meningkatkan posisi tawar (bargaining power) pemerintah, sehingga imbal hasil (yield) atas surat berharga Negara pada tahun 2010 menjadi yang terendah disepanjang sejarah. Artinya, beban pembiayaan (cost of financing) dalam emisi Surat Berharga Negara yang ditanggung APBN juga semakin murah”, ujar Menkeu. Sementara itu, hingga Desember 2010, penyaluran kredit dan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) secara tahunan masing-masing tumbuh sebesar 22,8%
dan 18,5%. Selanjutnya, rata-rata rasio penyaluran kredit terhadap DPK (Loan to Deposit Ratio/LDR) mencapai 75,5%. Meskipun penyaluran kredit tinggi, namun rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap bisa dijaga pada level rendah 2,8%. Dari perspektif sektor riil, pertumbuhan ekonomi tahun 2010 terutama ditopang oleh perbaikan kinerja investasi yang tumbuh 8,5% meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 3,3%. “Selain itu, ekspor dan impor mampu berekspansi pada level 14,9% dan 17,3% atau jauh lebih baik dibandingkan tahun 2009 yang masih berkontraksi pada tingkat 9,7% dan 15,0%”, jelas Menkeu. Secara sektoral, pada tahun 2010 mencatat pertumbuhan positif, khususnya tiga sektor yang mengalami akselerasi pertumbuhan tertinggi, yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor industri pengolahan. Kemudian dari perspektif fiskal, realisasi penerimaan negara melampaui targetnya dalam APBN Perubahan 2010. Selain itu, rasio utang terhadap PDB kini cenderung menurun, jika dalam tahun 2005 debt to GDP ratio masih berkisar 48%, maka dalam 2010 berkisar 26%. “Ini berarti tingkat produktivitas dari utang selama ini cukup tinggi dan mampu menciptakan skala ekonomi yang jauh lebih besar dibandingkan nilai entitas utang tersebut. Hal ini meningkatkan sustainabilitas APBN dan menciptakan ruang gerak fiskal yang semakin besar dalam membiayai kegiatan pembangunan nasional”, ungkap Menkeu.
Outlook Perekonomian 2012 Menkeu meyakini bahwa kondisi perekonomian global ke depan, optimis akan semakin membaik. Hal ini terlihat pada perkiraan lembaga internasional atas pertumbuhan ekonomi dunia yang diperkirakan dapat mencapai 4,4%. Sedangkan negara-negara berkembang di kawasan Asia, terutama China dan India diperkirakan mencapai pertumbuhan sebesar 8,4%. “Pemerintah optimis bahwa kinerja ekonomi tahun 2011
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
Para anggota Komisi XI DPR RI dan para pejabat Kementerian Keuangan saling berjabat tangan seusai penyampaian Pengantar atau Keterangan Pemerintah atas Kerangka Ekonomi Kebijakan Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2012 akan berakselerasi pada level 6,5% yang didorong oleh penguatan kinerja investasi, perdagangan internasional, konsumsi pemerintah, maupun konsumsi masyarakat”, tegas Menkeu. Semakin tingginya ekspansi ekonomi dengan penciptaan stabilitas ekonomi makro yang berkesinambungan, akan memberikan sentimen positif dalam penciptaan akses lapangan kerja. Pada akhirnya kondisi ini mampu menekan tingkat pengangguran terbuka tahun 2011 menjadi 6,8% atau menurun dibandingkan 2010 yang sebesar 7,1%. Seiring dengan menurunnya pengangguran terbuka, maka tingkat
info kebijakan
komunikasi, kesehatan, pendidikan, hingga penyediaan sumber daya air bersih. “Pemerintah akan mengupayakan peningkatan dukungan pembiayaan, baik dari sisi perbankan, non-perbankan, pasar modal, penanaman modal asing, penanaman modal dalam negeri dan belanja modal dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)”, jelas Menkeu.
Tantangan tahun 2012 Dari sisi global, beberapa tantangan tahun 2012 diantaranya terkait laju pemulihan ekonomi global yang belum merata, masih berlanjutnya krisis Eropa, perang mata uang global (currency war) dan potensi peningkatan harga minyak mentah dunia yang akan berimbas pada peningkatan inflasi. Sedangkan dari sisi domestik, tantangannya yakni perbaikan mendasar terhadap iklim investasi dalam rangka meningkatkan kinerja investasi langsung (foreign direct investment) guna mendukung peningkatan kinerja sektor riil dan pembukaan akses lapangan kerja baru.
Upaya mengatasi Tantangan
kemiskinan diperkirakan juga menurun menjadi 11,5-12,5% dari tahun sebelumnya yang hanya 13,3%. Menkeu optimis bahwa kinerja ekonomi tahun 2012 akan melaju pada kisaran level 6,5% hingga 6,9%. Keyakinan ini berdasarkan perkembangan positif kinerja dari berbagai Negara developing Asia yang tengah memasuki tahapan transformasi. Guna mendukung kondisi tersebut, pemerintah berupaya menjaga stabilitas sisi harga (inflasi) hingga nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Pemerintah juga menerapkan sejumlah kebijakan strategis di tahun 2012
seperti peningkatan kompetensi industri domestik, penguatan skema kerjasama pembiayaan investasi dengan swasta, perbaikan kinerja perdagangan internasional, penguatan konsumsi masyarakat, dan perbaikan iklim investasi baik di sektor keuangan maupun sektor riil. Lebih lanjut, menurut Menkeu, pemerintah juga akan memberikan perhatian khusus dalam pembangunan dan pengembangan infrastruktur di berbagai sektor baik yang ada di pedesaan maupun perkotaan. Beberapa prioritas sektor infrastruktur tahun 2012 diantaranya sektor energi dan ketenagalistrikan, sektor transportasi,
Pemerintah berupaya memperkuat fundamental perekonomian melalui penciptaan kebijakan-kebijakan yang mendukung penciptaan ekspansi ekonomi tinggi dan penciptaan stabilitas ekonomi makro secara berkesinambungan. “Pemerintah juga akan melakukan evaluasi secara menyeluruh dan sekaligus menciptakan inovasi serta terobosan kebijakan baru dalam berbagai aspek dan dimensi ekonomi, seperti aspek regulasi, prosedur bisnis, hukum, perpajakan, pengadaan tanah, kinerja birokrasi, kondisi infrastruktur, maupun hal-hal lainnya yang mempunyai kaitan tidak langsung”, jelas Menkeu.
Rencana Asumsi Ekonomi Makro tahun 2012 Berdasarkan perkembangan ekonomi dan keuangan terkini, baik dari dimensi
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
info kebijakan
domestik maupun global, maka rencana Asumsi Ekonomi Makro tahun 2012, yaitu: (i) Pertumbuhan ekonomi sekitar 6,5-6,9%; (ii) Inflasi 3,5-5,5%; (iii) Suku bunga SPN 3 bulan 5,5-7,5%; (iv) Nilai tukar Rupiah 9000-9300 per dolar AS; (v) Harga Minyak mentah Indonesia 75-95 USD/barel; dan (vi) Lifting minyak 950-970 ribu barel/hari.
Kebijakan Alokasi APBN 2012 Terkait dengan Kebijakan Alokasi APBN 2012, menurut Menkeu, APBN sebagai instrumen utama kebijakan fiskal 2012 diarahkan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pengurangan kesenjangan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Adapun upaya yang akan dilakukan pemerintah dalam percepatan dan perluasan pertumbuhan ekonomi, yaitu: (i) Mendorong terwujudnya pertumbuhan di daerah melalui pengembangan koridor ekonomi; (ii) Membangun infrastruktur yang mendukung terwujudnya keterhubungan antar wilayah; (iii) Mendorong percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat. Sedangkan upaya pemerintah dalam mendukung pembangunan yang inklusif dan berkeadilan yaitu memperluas partisipasi seluruh pemangku kepentingan (stakeholders), termasuk melibatkan unsur swasta dan BUMN bersama pemerintah pusat dan daerah. Menkeu menambahkan bahwa pencapaian sasaran pembangunan dalam 2012 akan dilakukan melalui strategi empat jalur, yaitu mendorong pertumbuhan (progrowth), memperluas kesempatan kerja (pro-job), menanggulangi kemiskinan (pro-poor) serta merespon dan memitigasi perubahan iklim (pro-environment). “Demi mendukung pencapaian sasaran pembangunan tersebut, kebijakan fiskal tahun 2012 diarahkan tetap ekspansif dengan mempertimbangkan kesinambungan fiskal melalui defisit anggaran sekitar 1,4-1,6% dari PDB”, tambah Menkeu.
Kebijakan belanja negara 2012 Di sisi belanja negara, arah kebijakan
fiskal 2012 akan ditujukan dalam tiga hal. Pertama, peningkatan belanja infrastruktur untuk penyediaan dan peningkatan konektivitas dalam negeri, pengembangan koridor ekonomi, mendukung ketahanan pangan dan pemenuhan kebutuhan energi.
di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antar daerah, serta meningkatkan sinkronisasi rencana pembangunan daerah untuk mendukung sasaran pembangunan nasional.
Kedua, memperluas dan mempertajam program-program perlindungan kesejahteraan masyarakat melalui bantuan operasional sekolah (BOS),
Langkah optimalisasi penerimaan perpajakan dilakukan antara lain dalam bentuk: (i) perbaikan pelayanan dan penyuluhan perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela; (ii) memacu kegiatan ekonomi termasuk dengan pemberian insentif fiskal; (iii) pembenahan internal aparatur dan sistem perpajakan; (iv) penegakan hukum (law enforcement); serta (v) mensinergikan unsur pemerintah dalam memberikan dukungan data potensi perpajakan.
“Demi mendukung pencapaian sasaran pembangunan tersebut, kebijakan fiskal tahun 2012 diarahkan tetap ekspansif dengan mempertimbangkan kesinambungan fiskal melalui defisit anggaran sekitar 1,4-1,6% dari PDB” Agus DW Martowardojo
jaminan kesejahteraan masyarakat (Jamkesmas), program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM), program keluarga harapan (PKH), dan tambahan program klaster ke 4 untuk penanggulangan kemiskinan. Ketiga, pemberian subsidi yang tepat sasaran untuk menjaga stabilitas harga barang dan jasa, pemberian pelayanan publik yang terjangkau serta peningkatan produksi pertanian dan ketahanan pangan masyarakat.
Kebijakan transfer ke daerah 2012 Kebijakan transfer ke daerah akan diarahkan untuk mempertajam upaya mengurangi kesenjangan fiskal baik antara daerah maupun antara pusat dan daerah, meningkatkan kualitas pelayanan publik
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
Optimalisasi penerimaan perpajakan 2012
“Sumber Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) akan ditingkatkan melalui peningkatan pemanfaatan sumber daya alam yang tetap memperhatikan kesinambungan ke depan, serta peningkatan kinerja BUMN”, ujar Menkeu.
Strategi pembiayaan 2012 Terakhir, pemerintah akan memberdayakan sumber-sumber pembiayaan dalam negeri dengan tetap ditopang oleh sumber pembiayaan luar negeri. Hal ini dilakukan untuk membiayai arah defisit APBN 2012. Adapun strategi pembiayaan pada tahun 2012 yakni: (i) mempertimbangkan pembiayaan utang dari penerbitan SBN dan penarikan pinjaman luar negeri dengan biaya rendah dan risiko yang minimal; (ii) mengarahkan penarikan pinjaman luar negeri untuk membiayai kegiatan produktif yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan perbaikan kesejahteraan masyarakat; (iii) memanfaatkan dana SAL untuk mengurangi tambahan utang serta menjaga stabilitas perekonomian; (iv) meningkatkan investasi pemerintah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur; serta (v) mengembangkan dana bergulir untuk pembiayaan perumahan dan kredit usaha rakyat. mk
artikel
Mendorong Implementasi Pembatasan BBM Bersubsidi Oleh: Peneliti Badan Kebijakan Fiskal, Praptono Djunedi Sebagaimana diketahui (lihat Bagan 1), antara tahun 2005 dan 2008, langkahlangkah mitigasi yang ditempuh pemerintah dalam rangka untuk mengendalikan subsidi BBM dalam APBN adalah dengan cara penyesuaian Harga Jual Eceran (HJE) BBM bersubsidi dan pengurangan terhadap jumlah jenis BBM yang disubsidi. HJE bensin premium, misalnya, yang semula ditetapkan hanya Rp1.810 per liter (awal tahun 2005) setelah mengalami beberapa kali penyesuaian ditetapkan menjadi seharga Rp6.000 per liter (pertengahan tahun 2008).
sumber foto: internet
Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2005 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (JBT) menyatakan bahwa dalam rangka terciptanya pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian JBT dalam negeri yang tepat sasaran, perlu dilakukan pengaturan kebijakan penyediaan dan pendistribusian JBT melalui penerapan sistem pendistribusian tertutup JBT. Lebih lanjut dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan sistem pendistribusian tertutup JBT adalah metode pendistribusian JBT untuk pengguna tertentu dan/ atau volume tertentu dengan mekanisme penggunaan alat kendali. Dengan demikian, sasaran akhir dari regulasi di atas adalah terciptanya pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian JBT yang tepat sasaran.
A
pabila menyimak perkembangan penyediaan dan pendistribusian JBT (atau lebih populer dengan istilah “BBM bersubsidi”) selama lima tahun terakhir, terdapat beberapa hal yang perlu terus diperbaiki. Hal-hal tersebut diantaranya adalah: (1) adanya ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi BBM dalam negeri; serta (2) pemberian subsidi BBM yang selama ini dianggap tidak tepat sasaran.
Kebijakan pemerintah lainnya yakni mengurangi jenis BBM yang disubsidi, dari lima jenis BBM bersubsidi (bensin premium, minyak tanah, minyak solar, minyak diesel dan minyak bakar) menjadi hanya tiga jenis BBM bersubsidi (bensin premium, minyak tanah, dan minyak solar). Namun demikian, tampaknya kebijakan penyesuaian harga BBM bersubsidi yang diterapkan kurang efektif untuk mengendalikan subidi BBM. Sebab, dalam kenyataannya, hampir semua orang (kaya atau miskin) dapat menikmati subsidi BBM. Selain itu, semakin banyak kendaraan yang dimiliki, maka seseorang dapat menikmati subsidi BBM lebih banyak daripada orang lain. Tambahan lagi, kebijakan subsidi
Bagan 1: Perkembangan Kebijakan Subsidi BBM, Tahun 2005 s.d. 2011 Tahun 2005
2006
2007
Kebijakan Penyesuaian Harga BBM berdasarkan Perpres 55/2005 jo Perpres 9/2006
2008
2009
2010 Kajian Sistem Distribusi Tertutup dan Pembatasan Konsumsi BBM
2011
Rencana Implementasi Pembatasan Konsumsi BBM subsidi untuk mobil plat hitam
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
artikel
tersebut dapat menjadi insentif bagi penerimanya untuk berperilaku boros, mengkonsumsi BBM bersubsidi lebih dari yang dibutuhkan. Akibatnya, jumlah subsidi BBM dari tahun ke tahun cenderung terus meningkat. Apabila pada tahun 2006, realisasi subsidi BBM “hanya” sekitar Rp64,2 triliun, kemudian naik menjadi Rp83,9 triliun pada tahun 2007. Tahun berikutnya, realisasi subsidi BBM meningkat tajam hingga sangat membebani APBN. Jumlahnya mencapai Rp139,1 triliun atau sekitar 14,1 persen dari total belanja negara. Dari sisi volume BBM bersubsidi, secara keseluruhan, realisasi penggunaan BBM bersubsidi selalu lebih besar daripada kuota BBM yang dialokasikan dalam APBN/ APBN-P terkecuali pada tahun 2006. Hal ini disebabkan oleh peningkatan secara konsisten realisasi penggunaan BBM khususnya jenis bensin premium dan minyak solar, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2. Angka deviasi terbesar terjadi pada tahun 2008. Besaran deviasi antara angka realisasinya (39,2 juta kilo liter) dengan kuota yang ditetapkan dalam APBN-P 2008 (35,5 juta kiloliter) pada saat itu mencapai lebih dari 10 persen. Menurut seorang pengamat minyak, konsumsi masyarakat global masih saja tergantung pada energi minyak yakni sekitar 37 persen dari total konsumsi energinya. Padahal, publik sejatinya paham bahwa energi minyak merupakan energi fosil yang tidak bisa diperbarui dan penggunaannya akan menimbulkan polusi. Meningkatnya angka konsumsi BBM bersubsidi yang terus menerus sebagaimana yang digambarkan di atas sebenarnya belum diimbangi dengan produksi nasional minyak yang dalam beberapa tahun terakhir terus mengalami penurunan. Apabila angka produksi crude oil Indonesia periode tahun 2010 sampai tahun 2030 diprediksi mengalami penurunan sekitar 1,7 persen per tahun, sedangkan level peningkatan konsumsi BBM secara nasional sekitar 4 persen per tahun, dan diasumsikan bahwa kapasitas kilang pengolahan milik Pertamina
sumber foto: internet
Tabel 2: Perbandingan Realisasi dan Kuota BBM bersubsidi (dalam juta KL) Tahun
Realisasi Volume BBM bersubsidi
Kuota APBN-P
Premium
M. Solar
M. Tanah
Jumlah
2006
16,81
10,67
9,96
37,44
37,90
2007
17,93
10,86
9,85
38,64
36,03
2008
19,53
11,79
7,85
39,17
35,54
2009
21,12
12,03
4,57
37,72
36,85
2010
23,13
12,86
2,39
38,38
36,50
Keterangan: Realisasi Tahun 2010 merupakan perkiraan realisasi
tidak berubah atau ceteris paribus, maka jumlah crude oil maupun produk BBM yang diimpor diperkirakan akan semakin meningkat. Kondisi di atas dapat diilustrasikan sebagai berikut. Diasumsikan pada tahun 2011, produksi minyak mentah terpenuhi sebesar 970 ribu bopd (barrel oil per day) dan diantaranya sekitar 548 ribu bopd dipasok ke kilang-kilang Pertamina untuk diolah menjadi produk BBM. Untuk memenuhi kebutuhan kilang yang jumlahnya sekitar 983 bopd maka harus dilakukan impor minyak mentah. Di sisi lain, kalau kebutuhan konsumsi BBM bersubsidi sekitar 67 juta KL, setelah memperhitungkan jumlah BBM yang telah diproduksi di kilang-kilang Pertamina seperti dijelaskan di atas, maka diperkirakan terjadi kekurangan produk BBM dan untuk itu perlu dilakukan impor sekitar 170 ribu bopd.
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
Oleh karena itu, jika konsumsi BBM bersubsidi tidak dilakukan pengendalian, niscaya jumlah minyak mentah maupun produk BBM yang harus diimpor semakin meningkat di masa-masa mendatang. Cadangan devisa negara kita jadi semakin tergerus. Lingkungan udara kita akan semakin kotor, penuh dengan polusi. Subsidi BBM akan selalu dialokasikan di APBN dengan komposisi yang tidak tepat sasaran. Apakah kondisi seperti ini yang memang kita inginkan bersama?
Dorong pembatasan BBM bersubsidi Selama tahun 2009 dan 2010, pemerintah cq. BPH Migas telah membangun suatu sistem yang disebut Simturwasvol (Sistem Pengaturan dan Pengawasan Volume BBM bersubsidi). Output dari penggunaan sistem ini diantaranya adalah Daftar Konsumen Pengguna BBM bersubsidi per SPBU, yang didalamnya tercantum: tanggal transaksi, nama pemilik kendaraan, jenis kendaraan,
artikel
total kuota 38,59 juta KL. Rinciannya adalah bensin premium yang sudah dikonsumsi sebanyak 9,37 juta KL (dari kuota 23,19 juta KL), minyak solar dikonsumsi sebanyak 5,35 juta KL (dari 13,08 juta KL) dan minyak tanah baru 0,74 juta KL (dari 2,32 juta KL). Data historis pada Tabel 2 menunjukkan kecenderungan realisasi BBM bersubsidi lebih besar daripada kuota dalam APBN/ APBN-P. Menteri Keuangan menyatakan dukungannya apabila Kementerian ESDM bersama BPH Migas dan PT. Pertamina akan melaksanakan uji coba pembatasan pada tanggal 1 Juli ini. Apabila program pembatasan ini dilakukan bulan Juli di pulau Jawa, maka kuota BBM bersubsidi bisa terjaga pada level 38,6 juta KL. jenis BBM bersubsidi yang dikonsumsi, dan berapa jumlah BBM bersubsidi yang dikonsumsi yang diterbitkan di setiap SPBU. Sistem ini dibuat dalam rangka pelaksanaan sistem pendistribusian tertutup dan telah diujicobakan di pulau Batam (Kota Batam) serta pulau Bintan (Tanjung Pinang). Untuk mendukung pelaksanaan sistem ini, BPH Migas bekerjasama dengan bank daerah (dalam hal ini Bank Riau) untuk menerbitkan apa yang disebut dengan “kartu fasilitas” (semacam kartu debet dimana seorang pengguna kendaraan perlu mempunyai rekening di bank tersebut dan menyetorkan uang minimal Rp50 ribu sampai Rp1 juta guna melakukan transaksi pembelian BBM bersubsidi). Kartu tersebut diberikan kepada setiap pengguna kendaraan setelah melakukan registrasi di SPBU. Sistem ini merupakan implementasi dari perpres nomor 45 tahun 2009 di atas. Kemudian, sepanjang tahun 2010, pemerintah juga telah melakukan soft campaign pembatasan konsumsi BBM bersubsidi. Melalui langkah tersebut diharapkan masyarakat dapat memahami dan menerima kebijakan pembatasan konsumsi BBM tersebut dalam rangka mengendalikan subsidi BBM dan agar pemberian subsidi lebih tepat sasaran. Berbagai kajian dan opsi dalam rangka
pembatasan BBM bersubsidi sudah dilakukan pemerintah cq. Kementerian ESDM dan jajarannya. Berbagai alat kendali seperti Simturwasvol maupun RFID (Radio Frequency Identification) yang sudah dibeli atau diadakan seharusnya terus dievaluasi efektivitasnya guna mendukung pembatasan BBM bersubsidi. Kesepakatan pemerintah dan DPR yang untuk sementara menunda implementasi pembatasan BBM bersubsidi dalam rangka menyikapi perkembangan harga minyak dunia yang stabil di atas USD 100 per barrel sehingga menyebabkan disparitas harga BBM bersubsidi dan non-subsidi makin tinggi sebaiknya tidak menyurutkan langkah pemerintah untuk tetap pada kebijakan semula. Memang, patut disayangkan, manakala terjadi disparitas harga yang tinggi seperti sekarang ini, ada sekelompok oknum yang hobi sebagai rent seeker dengan cara melakukan kegiatan penyelundupan BBM bersubsidi. Berdasarkan prediksi anggota BPH Migas, Adi Subagio, BBM bersubsidi telah diselewengkan sekitar 15 persen. Di lain pihak, terjadinya panic buying dan migrasinya pengguna BBM non-subsidi ke BBM bersubsidi turut meningkatkan realisasi BBM bersubsidi dengan cepat. Berdasarkan perkembangan terakhir, realisasi konsumsi BBM bersubsidi per 22 Mei 2011 telah menunjuk ke angka 15,46 juta KL dari
Berbagai manfaat lainnya terkait pembatasan BBM bersubsidi adalah gap antara supply dan demand produk BBM nasional bisa diperkecil karena sisi demand akan melakukan koreksi dan penyesuaian; anggaran subsidi BBM bisa lebih dihemat karena volume penjualan BBM bersubsidi juga akan terkoreksi; dan pemberian subsidi akan lebih tepat sasaran karena konsumen pengguna BBM bersubsidi lebih selektif seperti kendaraan umum dan kendaraan roda dua saja. Adalah sudah saatnya bagi kita untuk segera keluar dari permasalahan klasik subsidi BBM. Rasanya agak janggal kalau dana puluhan triliun APBN setiap tahunnya habis hanya untuk membiayai energi fosil yang mahal dan kurang ramah lingkungan itu. Apalagi negeri ini sudah bukan termasuk net oil-exporter. Biofuel sebagai energi ramah lingkungan yang murah sudah waktunya dijadikan alternatif pengganti bensin premium dan minyak solar. Apabila biofuel ini serius untuk dikembangkan, tidak mustahil negeri ini akan menjadi mandiri berkat pengembangan produksi biofuel yang masif. Bagaimanapun, implementasi program pembatasan BBM bersubsidi dan program lainnya perlu dukungan semua pihak. Semoga sukses. mk
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
review
REVIEW ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 38/PMK.02/2011
TENTANG TATA CARA PENGGUNAAN HASIL OPTIMALISASI ANGGARAN BELANJA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA TA 2010 PADA TA 2011 DAN PEMOTONGAN PAGU BELANJA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PADA TA 2011 YANG TIDAK SEPENUHNYA MELAKSANAKAN ANGGARAN BELANJA TA 2010
1. Kementerian Negara/Lembaga yang melakukan optimalisasi anggaran belanja pada Tahun Anggaran 2010, dapat menggunakan Hasil Optimalisasi anggaran belanja tersebut pada Tahun Anggaran 2011 (penghargaan/reward), dengan kriteria sebagai berikut: a. mempunyai Hasil Optimalisasi di Tahun Anggaran 2010 dan belum digunakan pada Tahun Anggaran 2010; dan b. hasil perhitungan dari Hasil Optimalisasi setelah dikurangi sisa anggaran yang tidak disertai dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, menghasilkan nilai positif. 2. Penghargaan (reward) kepada Kementerian Negara/Lembaga diberikan kepada satuan kerja yang memberikan kontribusi terhadap perolehan penghargaan (reward) yang bersangkutan. 3. Penghargaan (reward) yang diberikan kepada Kementerian Negara/ Lembaga tersebut dapat berupa: a. tambahan alokasi anggaran pada Tahun Anggaran 2011; b. prioritas mendapatkan dana atas Inisiatif Baru (new initiative) yang diajukan; c. prioritas mendapatkan anggaran belanja tambahan apabila kondisi keuangan negara memungkinkan; d. pemberian piagam penghargaan (award) kepada menteri/pimpinan lembaga atau kepala satuan kerja; dan/atau e. publikasi ke media massa.
4. Tambahan alokasi anggaran pada Tahun Anggaran 2011 sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf a digunakan untuk Inisiatif Baru (new initiative) atau untuk penambahan volume keluaran yang sama. 5. Tambahan alokasi anggaran pada Tahun Anggaran 2011 sebagaimana dimaksud dalam angka 3 huruf a maksimum sama dengan Hasil Optimalisasi yang belum digunakan pada Tahun Anggaran 2010. 6. Kementerian Negara/Lembaga yang tidak sepenuhnya melaksanakan anggaran belanja Tahun Anggaran 2010, dapat dikenakan pemotongan pagu belanja pada Tahun Anggaran 2011, (sanksi/punishment), dengan kriteria sebagai berikut. a. terdapat sisa anggaran yang tidak disertai dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Alasanalasan dimaksud adalah sebagai berikut: 1) tidak dipenuhinya kriteriakriteria kegiatan yang dapat dibiayai dari anggaran belanja Tahun Anggaran 2010; 2) tidak diikutinya peraturan perundangan di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah; 3) keterlambatan penunjukan kepala satuan kerja dan/atau pelaksana kegiatan; dan/atau 4) tidak mencantumkan penjelasan atas laporan yang disampaikan. Pengecualian dari alasan-alasan di atas adalah sebagai berikut:
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
1) alokasi anggaran yang bersumber dari Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN), Pinjaman dan Hibah Dalam Negeri (PHDN), Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)/ Badan Layanan Umum (BLU), Rupiah Murni Pendamping; 2) alokasi anggaran yang penggunaannya harus mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat terlebih dahulu; atau 3) akibat keadaan kahar (force majeure) antara lain meliputi bencana alam, terjadi konflik/ berpotensi terjadi konflik sosial, dan cuaca. b. hasil perhitungan dari sisa anggaran yang tidak disertai dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan setelah dikurangi Hasil Optimalisasi yang belum digunakan pada Tahun Anggaran 2010, menghasilkan nilai positif. 7. Sanksi (punishment) tidak dikenakan kepada Kementerian Negara/ Lembaga dalam hal Target Kinerja Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan telah tercapai seluruhnya. 8. Sanksi (punishment) tersebut maksimum sebesar anggaran belanja Tahun Anggaran 2010 yang tidak terserap dan tidak disertai dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan dan dibebankan kepada satuan kerja yang menyebabkan pengurangan pagu
review
Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan. 9. Pembebanan sanksi (punishment) kepada satuan kerja tidak boleh menghambat pencapaian target pembangunan nasional dan menurunkan pelayanan kepada publik. 10. Mekanisme Penetapan Pemberian Penghargaan (Reward) Dan Pengenaan Sanksi (Punishment). a. Kementerian Negara/Lembaga menyampaikan laporan hasil pelaksanaan anggaran belanja Tahun Anggaran 2010 beserta Arsip Data Komputer (ADK) kepada Direktorat Jenderal Anggaran paling lambat tanggal 11 Maret 2011 yang memuat: 1) data pagu anggaran berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun Anggaran 2010 dan realisasi anggaran menurut unit eselon I per program; dan 2) penjelasan atas anggaran belanja yang tidak terserap. b. Dalam hal Kementerian Negara/ Lembaga tidak mencantumkan penjelasan, sisa anggaran belanja tersebut dikategorikan sebagai alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. 11. Berdasarkan laporan yang diterima, Direktorat Jenderal Anggaran melakukan penilaian dalam rangka pemberian penghargaan (reward) dan pengenaan sanksi (punishment) bagi Kementerian Negara/Lembaga sesuai dengan kriteria sebagaimana dimaksud di atas paling lambat tanggal 25 Maret 2011. Dalam hal Kementerian Negara/Lembaga tidak menyampaikan laporan, penilaian dalam rangka pemberian penghargaan (reward) dan pengenaan sanksi (punishment) dilakukan berdasarkan data yang ada pada Direktorat Jenderal Anggaran.
12. Penyesuaian RKA Satker Dan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). a. Kementerian Negara/Lembaga melakukan penyesuaian terhadap RKA Satker sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai tata cara revisi anggaran, yang akan menjadi dasar untuk penyesuaian DIPA Satker berkenaan. b. Penyesuaian RKA Satker berkaitan dengan pengenaan sanksi (punishment), harus memperhatikan realisasi DIPA Satker berkenaan sehingga tidak mengakibatkan pagu minus, dengan melampirkan data realisasi yang diketahui oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara setempat. Penyesuaian DIPA Satker tersebut dilakukan paling lambat tanggal 31 April 2011 dan dilakukan sepanjang tidak mengurangi alokasi anggaran untuk: 1) pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20% (dua puluh perseratus) dari anggaran belanja negara Tahun Anggaran 2011;
2) pencapaian kegiatan prioritas nasional dan prioritas bidang sebagaimana tercantum dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2011; 3) pemenuhan pembayaran gaji, tunjangan yang melekat pada gaji, honor tetap, lembur, dan vakasi; 4) pemenuhan biaya operasional dan pemeliharaan perkantoran minimum; 5) pemenuhan kegiatan yang pelaksanaannya lebih dari satu tahun anggaran (multiyears project); dan 6) pemenuhan dana pendamping untuk kegiatan yang bersumber dari Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) dan Pinjaman Dalam Negeri (PDN). 13. Pelaporan Penyesuaian pagu RKA Satker/DIPA Satker sebagaimana dimaksud angka 12 dilaporkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun Anggaran 2011 dan/ atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2011. mk
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
english corner
English Idiom and Figurative Language English language has known as the language of the world as the language is now widely used by the people of the world. Thus that a competency in English language is a must have these days. As Indonesians, English for us is the foreign language aside of our mother tongue and our Indonesian language, hence we will still face many difficulties in speaking and learning English language.
O
ne of the difficulties is commonly the idiomatic expression. Indonesia and England – the origin of English language – do not share the same culture yet it affects our way of thinking, and subsequently our language at some rate. Therefore, the idiomatic expression can be, or it is obviously different. In this article, I try to provide you several idiomatic expressions that I know and surely it is way far from perfection. I hope this can be useful for us, and let’s learn together.
Chapter 1: “We Should Go From Here” The following are idioms and figurative language using the word “Go” or its participles. 1. “When going gets tough, the tough gets going.”
2. 3.
4.
5.
Definition: To work with more effort when the endeavour is becoming more difficult. Example: I know that freshman year could be difficult, but when going gets tough, the tough gets going. “Go south.” Def: To lose value or quality. Ex: She decided to sell the stock at the end of the year because she felt that the market was going south. “Go native.” Def: To behave like the native people do. Ex: After a month in Egypt Mark went native, swapping his linen suit for a pair of wide trousers and a loose tunic. “Give {something} a go.” Def: To try something. Ex: Tonee gave skateboarding a go yesterday and he liked it. “A goner.” Def: A dead person Ex : That’s it, I’m a goner. I forgot about her birthday.
Chapter 2: “Come, Let’s Continue!” The following note will discuss about idioms and figurative language in English with the word “come” or its participles. 1. “Come again.” Def: A request to repeat the last information, question or request; usually followed by the respective subject of discussion. Ex: Come again on the design plan! 2. “Come around.” Def: To refrain from having an (usually) unpleasant habit. Ex: Randy drinks heavily every night, but I’m sure that he’ll come around. 3. “Come by/Drop by.” Def: Visit which (usually) lasted for a brief period with a certain purpose. Ex: ‘I’ll come by and fix your PC this afternoon’. 4. “Come what may.” Def: No matter what happens. Ex: My love for you will not waver; come what may! 5. “Come clean.” Def: To confess or to reveal the truth. Ex: If you want me to help you, then you will need to come clean with me. That’s it for this time. I’ll see you around in chapter 3!
sumber foto: internet
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
Credit: Ari Prabowo (
[email protected])
renungan
Mengukur Konsistensi Suatu hari di suatu kantor ada seorang kepala kantor sedang mengadakan rapat dengan para kepala seksinya. Saat itu mereka sedang membicarakan evaluasi tentang road map kantor tersebut untuk lima tahun ke depan. Tahun ini adalah tahun yang ke-2. Kepala kantor sedang berkata sesuatu “tahun ini pencapaian yang bagus... tapi kenapa implementasinya tidak seperti yang kita sepakati.”
S
sumber foto: internet
eperti ketika kita ingin ke suatu tempat. Ada banyak jalan yang bisa kita tempuh. Ketika rencana awalnya hanya menempuh suatu jalan x. Maka ketika di tengah perjalanan ada yang ingin menempuh jalan y maka perlu dipertimbangkan lagi kesepakatan sebelumnya. Jalan x awalnya memang yang paling baik. Tapi jalan y mungkin lebih baik dari jalan X. Jalan y mungkin lebih panjang, tapi lebih lancar daripada jalan x yang macet di mana-mana.
digadang-gadang dahulu harus berubah. Jika tidak ada yang legowo, maka kehancuranlah yang akan menimpa. Mungkin seperti inilah penyebab perusahaan-perusahaan besar akhirnya hancur. Setiap direksinya memandang persoalan dengan kaca mata kuda tanpa mau memperhatikan pendapat orang lain. Kembali kepada contoh jalan tadi, jika tiba-tiba ada jembatan yang putus, mau tidak mau kita harus cari jalan lain. Jika tidak, terperosoklah kita.
Konsistensi bukanlah selalu menilai kesepakatan awal dengan implementasinya harus sama. Ketika suatu perubahan menjadikan lebih baik, maka perlu dipertimbangkan. Melihat segala sisi dari sudut pandang yang berbeda membuat segalanya dapat dilihat secara lebih baik.
Pertanyaannya, konsistensi seperti apa yang harus kita pertahankan? Konsistensi yang perlu dipertahankan adalah perlakuan yang sama. Saya pernah membaca sebuah peraturan yang dapat dijadikan contoh bagaimana sebuah konsistensi harus dipertahankan. Dalam sebuah perusahaan, ada hak dan kewajiban. Pelaksanaan sebuah peraturan memang seyogianya sama yakni seiring dengan hak dan kewajiban. Akan tetapi, peraturan yang pernah saya baca tidaklah demikian.
Fleksibilitas dalam menjalankan rencana kerja penting sekali. Rencana adalah cara terbaik melakukan sebuah kegiatan dengan asumsi-asumsi tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Ketika kegiatan dilaksanakan, maka asumsiasumsi tadi sangat mungkin berbeda dengan yang diperkirakan sebelumnya. Perlu perubahan segera dan setiap orang harus legowo bahwa rencana yang
Kewajiban dalam peraturan tersebut diterapkan. Sedangkan haknya tidak diberikan. Inkonsistensi seperti inilah yang sesungguhnya menjadi racun dalam sebuah birokrasi. Penegakan aturan
“Jangan bertindak sesuai dengan keyakinan atau dogma, melainkan dalam pancaran informasi tentang situasi atau momen saat itu. Tentanglah selalu kebijakan konvensional.” Sun Tzu terhambat, karena penegak aturannya sendiri tidak ‘mampu’ sepenuhnya melaksanakannya. Dengan demikian, kredibilitas penegak aturan tersebut dipertanyakan. Konsistensi lain yang diperlukan adalah konsisten dalam kebaikan. Membaca buku setiap hari per lembar itu lebih baik daripada membaca satu hari satu buku selesai, tapi selama setahun tidak pernah membaca buku sama sekali. Konsistensi dalam melakukan perbuatan-perbuatan baik setiap hari sama halnya dengan membangun kesuksesan. Perbuatanperbuatan baik adalah cara menabung energi positif. Kesuksesan besar bukan dilakukan dengan langkah besar, tapi langkah-langkah kecil yang konsisten. mk
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
resensi
Pustaka Populer Buku: Detektif Ekonomi Penulis: Tim Harford Tebal: 416 halaman
M Resensi:
endeteksi ekonomi sembari minum kopi, mungkin itulah kira-kira yang tersingkap dalam pikiran saat melihat sampul buku ini.“Don’t judge book by its cover”, sebuah pepatah lama mendorong rasa ingin tahu lebih dalam untuk membacanya. Ada kisah tersembunyi di balik harga produk, pasar saham, perdagangan bebas, dan ekonomi termasuk kekuasaan ekonomi yang membentuk hidup kita seharihari tanpa pernah kita sadari. Buku ini dengan bahasa yang mudah memaparkannya secara lugas dan tuntas. Tim Hardford, penulis buku ini bertujuan agar buku ini dapat membantu pembaca memandang dunia layaknya seorang ekonom. Buku ini enak dibaca sambil ngeteh atau minum kopi dan diharapkan dapat memperluas wawasan pembaca. mk
Identification and Estimation of Auction Models with Unobserved Heterogeneity Elena Krasnokutskaya (Review of Economic Studies, Oxford)
I
n many procurement auctions, the bidders’ unobserved costs depend both on a common shock and on idiosyncratic private information. Assuming a multiplicative structure, I derive sufficient conditions under which the model is identified and propose a non-parametric estimation procedure that results in uniformly consistent estimators of the cost components’ distributions. The estimation procedure is applied to data from Michigan highway procurement auctions. Private information is estimated to account for 34% of the variation in bidders’ costs. It is shown that accounting for unobserved auction heterogeneity has important implications for the evaluation of the distribution of rents, efficiency, and optimal auction design. mk
Consumption Inequality and Intra-household Allocations
Jeremy Lise and Shannon Seitz (Review of Economic Studies, Oxford)
Evolution of Euro: Lessons For Muslim Countries
Muhammad Anwar (International Journal of Islamic Financial Services)
E
conomic backwardness in Muslim countries is widespread despite being collectively very rich in terms of financial, natural, and human resources. Monetary problems in the form of financial dependency, inflation and speculation are main contributors to lasting economic backwardness in the contemporary Muslim countries. Some Muslim scholars and politicians are now recommending adoption of the gold coinage system in order to overcome these problems. Historically the gold coinage monetary system has been most stable among all the monetary systems practiced so far. But, despite its historic stability, worldwide acceptance of the gold coinage system is not in sight yet. In fact, only a handful of countries may be interested in adoption of the gold coinage system. Therefore, a second best solution is to form of a currency union, adoption of a single currency by a bunch of countries. European Union (EU) has recently formed a currency union by adopting a single currency called euro. Likewise, a currency union of Muslim countries based on Gold Dinar (GD) may be attempted. Euro and the GD are essentially different in character. Anyway formation of a currency union by all Muslim countries seems infeasible under current circumstances. Therefore, introduction of GD as a parallel currency in interested Muslim countries is recommended to mark a beginning towards formulation of a GD currency union of Muslim countries. mk
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
T
he consumption literature uses adult equivalence scales to measure individual-level inequality. This practice imposes the assumption that there is no within-household inequality. In this paper, they show that ignoring consumption inequality within households produces misleading estimates of inequality along two dimensions. To illustrate this point, they use a collective model of household behaviour to estimate consumption inequality in the U.K. from 1968 to 2001. First, the use of adult equivalence scales underestimates the initial level of cross-sectional consumption inequality by 50%, as large differences in the earnings of husbands and wives translate into large differences in consumption allocations within households. Second, they estimate the rise in betweenhousehold inequality has been accompanied by an offsetting reduction in within-household inequality. Their findings also indicate that increases in marital sorting on wages and hours worked can simultaneously explain two-thirds of the decline in withinhousehold inequality and between a quarter and one-half of the rise in betweenhousehold inequality for one and two adult households. mk
Buku dan jurnal tersebut dapat diperoleh di Perpustakaan Kementerian Keuangan, atau dapat dilihat melalui perpustakaan online. www.perpustakaan.depkeu.go.id
celengan
Rieke Diah Pitaloka Dorong Penyelesaian RUU BPJS Pemerintah berupaya menyelesaikan Rancangan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU BPJS) yang hingga kini masih dilakukan pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dengan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sebagai salah satu anggota komisi IX DPR, Rieke Diah Pitaloka sangat mendukung penyelesaian RUU BPJS tersebut.
P
ada awal pembahasan RUU BPJS beberapa waktu lalu, pemeran Oneng dalam sitkom Bajaj Bajuri ini mengaku terharu karena RUU BPJS mulai mendapat perhatian pimpinan dewan. "Malam ini Pimpinan DPR RI akhirnya menggelar Rapat Konsultasi guna membicarakan masalah pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS)," ungkap politisi PDI Perjuangan tersebut.
sumber foto: internet
Dalam salah satu kesempatan, Rieke menjelaskan, berdasarkan amanat Undang Undang Dasar 1945 dan perintah Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Negara wajib memenuhi lima hak konstitusional rakyat tersebut tanpa memandang latar. "Pasalnya, untuk menjalankan lima jaminan sosial hak rakyat itu sebagaimana perintah Undang Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, memerlukan Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS)," katanya.
Anggota Pansus RUU BPJS DPR RI tersebut juga mengingatkan, agar para mitranya dari unsur pemerintah (delapan kementerian) untuk tidak membahas RUU BPJS di luar kota. “Ini supaya masyarakat dan media bisa terus mengawal pembahasan hingga rampung,” tegasnya. Bentuk perhatian Rieke pada RUU BPJS juga diimplementasikan melalui permintaannya kepada seluruh elemen masyarakat, termasuk media, untuk terus mengawal pembahasan RUU BPJS sebagai pengejawantahan dari UndangUndang SJSN yang telah diundangkan sejak sekitar lima tahun lalu. Menurut Rieke, DIM yang sedang dibicarakan antara pemerintah dan DPR perlu adanya pengawasan dari seluruh lapisan masyarakat agar RUU BPJS sesuai dengan harapan masyarakat itu sendiri. “Kesepakatan itu baru bicara kerangkanya, belum substansinya yang lebih rinci. Ini yang perlu disepakati dan dikawal. Tercatat 263 DIM, terdiri dari pasal-pasal dan ayatayat dalam RUU BPJS,” pungkasnya. mk
Media Keuangan turut berbela sungkawa atas musibah yang menimpa seluruh awak Kapal Patroli Bea dan Cukai 15001 pada tanggal 15 Juli 2011 di wilayah perairan Deli Serdang, Sumatera Utara.
sumber foto: internet
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011
MEDIA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Vol. VI No. 47/Juli/2011