KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN PAKPAK BHARAT
L A P O R A N R I S E T “Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilu Dilihat dari Perilaku Memilih”
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Tuhan yang telah memberikan waktu dan kesempatan demikian pula dengan kesehatan sehingga penulis beserta tim dapat menyelesaikan Riset “Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilu Dilihat dari Perilaku Memilih” ini. Laporan ini merupakan kegiatan akhir dan pertanggungjawaban moral serta ilmiah dari proses Riset Partisipasi Pemilih di Kabupaten Pakpak Bharat, sebagai salah satu program Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia. Selanjutnya tim Riset menyampaikan ucapan terimakasih kepada seluruh seluruh warga Kabupaten Pakpak Bharat, khususnya warga yang bersedia menjadi responden dalam riset ini. Kami juga menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Pakpak Bharat, khususnya saudara Drs. Daulat Solin yang selalu memberi masukan dan arahan yang positif dalam penyelesaian riset ini.
Akhirnya tim penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam riset ini, maka dari itu tim penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan proses riset serta laporan ini.
Salak, Juni 2012 Tim Penulis
Laporan Riset
“Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilu Dilihat dari Perilaku Memilih” BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Indonesia sebagai salah satu negara demokrasi terbesar dimuka bumi ini, menjamin serta tetap konsisten melaksanakan prinsip pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat sebagai perwujudan dari prinsip demokrasi itu sendiri. Prinsip pemerintahan demikian harus diwujudkan dengan adanya Pemilu yang dilaksanakan oleh negara dan masyarakat. Dalam proses pemilu menjamin adanya pergantian pemimpin baik itu legislatif maupun eksekutif yang dipilih langsung oleh warga masyarakat secara langsung untuk kemaslahatan, keadilan dan kesejahteraan warganya. Pemilu memiliki arti penting sebagai salah satu prosedur utama dalam demokrasi. Dalam sistim demokrasi modern, kedaulatan rakyat hanya bisa dikelola secara optimal melalui lembaga perwakilan. Oleh karena itu arti penting pemilu yang utama adalah sebagai sarana utama mewujudkan kedaulatan rakyat. (Komisi Pemilihan Umum, Anak Muda Cerdas Berdemokrasi, 2013, hal-8) Secara umum, perilaku memilih dalam masyarakat Pakpak Bharat berdasarkan perasaan dengan sering kali menafikan rasionalitas untuk memilih seseorang yang bisa menjadi pemimpin yang mengayomi. Perasaan dalam memilih terbagun atas unsur “kedekatan”. Kedekatan dapat dilihat dari banyak sisi, antara lain, kedekatan geografi, kedekatan kekeluargaan, kedekatan emosional melalui pemberiaan materi atau janji, kedekatan melalui informasi. Dalam hal kekuasaan negara, warga menjatuhkan pilihan pada seseorang bukan berdasarkan rasionalitas. Kemampuan dan rekam jejak seseorang bukan menjadi patokan atau tolak ukur sebelum memilihnya. Hal ini bukan menjadi fenomena di Pakpak Bharat saja, sebagaimana yang disampaikan oleh Pareto, “Manusia dan khususnya massa, sebagian besar adalah irasional: ‘sebagian besar tindakan manusia bukan bersumber dari pemikiran yang logis, malainkan dari perasaan”. (Pareto dalam Sosiologi Politik Pengantar Kritis, Penerbit Nusa Media, 2012, hal-66) Implementasi dari perasaan yang disebabkan oleh faktor kedekatan ini dapat kita lihat hasil dalam pemilihan Legislatif tahun 2014. Pelaksanaan Pemilu Legislatif dihari yang sama, TPS yang sama, serta jumlah Pemilih yang sama hari yang sama, tapi menghasilkan akumulasi suara yang berbeda untuk DPRD kabupaten, DPRD Provinsi, DPR RI dan DPD. Dari data hasil Rekapitulasi perolehan Suara Pemilu Legislatif tahun 2014, Suara sah seluruh pasangan calon anggota Legislatif serta kami gambarkan dalam Tabel 1, adalah sebagai berikut: 1. DPRD Kabupaten 25.043 suara dari 26.186 Suara sah tidak sah dengan prosentase (95,64) 1
2. DPRD Provinsi 23.617 suara dari 26.186 Suara sah tidak sah dengan prosentase (90,19) 3. DPR RI 21.269 suara dari 26.186 Suara sah tidak sah dengan prosentase (81,22) 4. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) 18.763 suara dari 26.186 Suara sah tidak sah dengan prosentase (71,65)
Sumber: KPU Kabupaten Pakpak Bharat
Masyarakat Pakpak Bharat mulai tahun 2004, 2009 dan terakhir tahun 2014 telah ikut dalam pemilihan Legislatif, demikian pula dalam pemilihan eksekutif (Pemilihan Presiden dan wakil Presiden, Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, serta Pemilihan Bupati dan wakil Bupati). Fenomena dalam hal memilih belum rasional yang berhubungan dengan tingkat partisipasi. Kesadaran akan konsekuensi demokrasi masih rendah. Warga masyarakat menyikapi Pilpres bukan sesuatu yang penting bagi negara dan bagi diri sendiri. Masyarakat secara umum belum menyadari arti pentingnya sebuah proses Pemilu dilihat dari partisipasi kehadiran atau perilaku memilih calon. Perilaku menyimpang dengan tidak turut serta berpartisipasi sangat tinggi. Dalam tahun 2014 selang beberapa bulan pasca pelaksanaan Pemilihan legislatif, angka partisipasi sangat turun drastis. Dari seluruh kertas suara yang diterima (30.789) kertas suara, yang terpakai hanya 178.891 dan tidak terpakai sebanyak 11.892, serta rusak atau salah coblos ada 6 kertas suara. Hal ini dapat dilihat dalam sajian Tabel 2. Angka-angka ini tentunya menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat sangat rendah, yakni hanya 61,36 persen dibandingkan dengan Pemilu Legislatif. Dengan kata lain tingkat Golput mencapai 38,62.
2
Sumber: KPU Kabupaten Pakpak Bharat
Perilaku umumnya dapat diperkirakan jika kita tahu bagaimana orang tersebut menyikapi situasi dan apa yang penting banginya. Meski perilaku seseorang mungkin tampak tidak rasional bagi orang lain, terdapat alasan untuk menyakini bahwa perilaku tersebut biasanya dimaksudkan agar rasional dan dianggap irasional oleh mereka. (E.E. Lawler dan J.G. Rhode dalam Perilaku Organisasi, Indeks Edisi Kesepuluh, 2008, hal-11) B. Identifikasi Masalah Pemilihan umum yang memberikan ruang pada publik/warga masyarakat untuk menentukan atau memilih kursi bagi pemimpin atau perangkat birokrasi pemerintahan di negara kita masih jauh dari apa yang sebenarnya. Kursi yang telah ditetapkan oleh para pemilih bagi eksekutif serta legislatif Pembatasan
C. Batasan Masalah Responden yang dilibatkan dalam riset ini adalah warga masyarakat yang sudah pernah mengikuti Pemilu baik eksekutif maupun legislatif. Pemilihan responden ini bertujuan untuk melihat serta mengukur faktor-faktor yang menyebabkan mereka ikut serta dalam suatu proses Pemilihan Umum. Tingkat pendidikan, pekerjaan, kedekatan, sosialisasi, rapat-rapat, kampaye, peran media massa cetak dan elektronik yang bisa mempengaruhi perilaku responden untuk berpartisipasi dalam pemilu menjadi objek yang dijadikan alat untuk mengukur viliditas tingkat partisipasi responden. D. Rumusan Masalah Perilaku memilih adalah terkait dengan keputusan pemilih untuk memilih kandidat atau peserta pemilu tertentu. Kenapa seorang pemilih menjatuhkan pilihannya kepada kandidat atau peserta pemilu tertentu, tentunya beragam alasan yang dapat dikemukakan oleh setiap pemilih. Persoalannya adalah, sejauhmana pilihan-pilihan itu bersifat rasional? 3
Dengan kata lain, sejauhmana pilihan politik mereka berdasarkan pertimbangan rasional menyangkut kandidat atau peserta pemilu itu. Apakah rekam jejak, program atau janji peseta pemilu menjadi bahan pertimbangan atau faktor lain. Riset ini penting untuk mengetahui motivasi dan tingkat rasionalitas konstituen atau massa pemilih dalam pemilu yang ditunjukkan dari tingkat partisipasi mereka. Berkenaan dengan latar belakang di atas dapat diajukan beberapa permasalahan, yaitu bagaimana bentuk partisipasi masyarakat dalam pemilu khususnya perilaku responden dalam menentukan pilihan di TPS ? Bagaimana pula pola perilaku warga dalam memberikan hak suaranya dalam memilih, Bupati, Gubernur dan Presiden (Eksekutif) ? Bagimana pula pola perilaku responden dalam memilih Legisatif ?
E. Tujuan Penelitian Riset ini diharapkan menghasilkan beberapa informasi penting tentang perilaku warga (rasionalitas dan motivasi mereka) dalam menjatuhkan pilihan, melalui Pemilu baik itu Legislatif maupun Eksekutif. Rasionalitas dan motivasi akan dapat diukur dari perilaku memilih serta tingkat partisipasi mereka. Pengukuran ini dilakukan melalui penyebaran kuesioner bagi setiap responden yang bersedia. Melalui Riset ini kita akan mengetahui perilaku memilih yang ada apakah dominan dipengaruhi oleh pihak lain; apakah karena pengetahuan atau melek politik mereka, kedekatan emosional, adanya pemberian atau janji atau faktor lainnya. F. Manfaat Penelitian Mengetahui lebih mendalam tentang faktor-faktor yang bisa mempengaruhi tingkat partisipasi dalam mengikuti sebuah proses pemilu Melalui riset ini diharapkan akan menjadi masukan atau feed back bagi pengambil keputusan dalam membuat aturan-aturan atau regulasi proses pelaksanaan Pemilu dikemudian hari. Hasil riset ini juga diharapkan bisa menggambarkan dengan gamblang budaya atau perilaku pemilih/konstituen di kabupaten Pakpak Bharat yang secara mayoritas budaya masyarakatnya masih homogen, walaupun ada perbedaan-perbedaan yang disebabkan oleh faktor gfeografis, namun secara fundamental masih berbudaya yang sama yakni budaya Pakpak.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori Partisipasi adalah merupakan suatu bentuk keikutsertaan yang disebabkan oleh ketertarikan ataupun keingintahuan positif seseoranag akan sesuatu hal. Jadi kita bisa mengartikan bahwa partisipasi dalam pemilu merupakan suatu tindakan seseorang untuk memberikan hak pilihnya berdasarkan atas kemauan diri sendiri tanpa dipaksa oleh orang lain. Manusia sebagai makhluk sosial, banyak dipengaruhi oleh lingkungan atau situasi yang dialaminya. Demikian pula halnya dalam partisipasi pemilu dalam memberikan hak pilihnya dipengartuhi oleh banyak faktor. Sedangkan tujuan dari pemilu adalah untuk memilih pemimpin yang akan memberikan kebaikan, kemajuan atau hal lainnya bagi masyarakat atau responden itu sendiri. Seharusnya masyarakat yang sudah mempunyai hak pilih sesuai dengan pertauran perundangan, diharapkan untuk memilih seseorang berdasarkan atas logika bukan atas perasaan. Logika menyangkut kemampuan atau kapasitas dari calon yang akan memimpinnya. Buruknya sistim negara saat ini dipengaruhi oleh proses pemilihan tersebut. Perasaan yang dimaksdu dalam penelitian ini adalah hal-hal yang menyangkut penilaian sosial, dengan kata lain niat responden yang timbul adalah atas pemikiran yang sistematis untuk menjatuhkan pilihan kepada salah seorang kandidat yang akan dipilih. Sebagaimana disebutkan oleh E.E. Lawler dan J.G. Rhode, perilaku umumnya dapat diperkirakan jika kita tahu bagaimana orang tersebut menyikapi situasi dan apa yang penting banginya. Meski perilaku seseorang mungkin tampak tidak rasional bagi orang lain, terdapat alasan untuk menyakini bahwa perilaku tersebut biasanya dimaksudkan agar rasional dan dianggap irasional oleh mereka. Mobilitas individu dalam suatu acara pemilu adalah merupakan suatu gerakan massa untuk memberikan hak suara mereka di Tempat Pemungutan Suara. Pembauran individu dalam massa konstituen pemilih yang bergerak dalam waktu beberapa jam bisa merubah perilaku murninya secara pribadi. Perubahan perilaku pribadi bisa juga disebabkan oleh proses dan tahapan pemilu. Melalui berita di media, ataupun kampaye bisa saja meyakinkan seseorang. Jadi kita bisa menyebutkan pengelompokan individu yang sudah terpengaruh oleh faktor eksternal menjadi kelompok-kelompok massa pemilih dari beberapa kandidat calon, sehingga memungkinkan perilaku memilih tidak lagi rasional, tetapi lebih mengikat pada perasaan yang sama dalam satu kelompok. Tidak berbeda dengan apa yang disebutkan oleh Paretto, bahwa manusia dan khususnya massa, sebagian besar adalah irasional: sebagian besar tindakan manusia bukan bersumber dari pemikiran yang logis, malainkan dari perasaan. B. Kerangka Berfikir Dieter Nohlen seorang Profesor Ilmu Politik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Heidelberg Jerman, mendefenisikan sistim pemilihan umum dalam 2 (dua) pengertian, dalam arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas, s i s t e m p e mi li h a n u mu m a da la h s e ga la p r o s e s yang berhubungan dengan hak pilih, administrasi pemilihan dan perilaku pemilih . 5
Lebih lanjut Nohlen menyebutkan pengertian sempit sistem pemilihan umum adalah cara dengan mana pemilih dapat mengekspresikan pilihan politiknya melalui pemberian suara, di mana suara tersebut ditransformasikan menjadi kursi di parlemen atau pejabat publik. Perilaku memilih sebagai salah satu indikator dalam pengertian pemilihan umum yang dimaksudkan oleh Nohlen adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam satu proses pemilihan umum. Dengan kata lain, dalam setiap pemilihan umum faktor perilaku memilih konstoituen/massa pemilih sudah menjadi hal yang sangat diperhitungkan. Perilaku memilih menjadi satu perangkat penting dalam kesuksesan pelaksanaan pemilihan umum. Negara sebagai penanggung jawab sekaligus penyelenggara pemilu perlu memperhatikan perilaku memilih warganya. Perilaku memilih bisa dipengaruhi oleh ada tidaknya pembelajaran melalui instrumen pelatihan atau kegiatan sejenis tentang kepemiluan. Melalui pembelajaran atau membudayakan pemilu bagi warganya akan memberikan hasil yang positif dalam rangka kesuksesan sebuah pemilihan umum yang diselenggarakan. Dengan adanya pengetahuan yang baik, tentunya tingkat partisipasi dan logika dalam memilih juga akan lebih baik lagi. Melalui pemilihan dengan memberikan hak suaranya, konstituen akan memilih calon berdasarkan logika yang mapan. Faktor eksternal hanya menjadi bahan pembanding, atau penguji apa yang telah dipikirkan untuk kelak dipilihnya.
6
BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini akan menggunakan metode eksploratif beralur penalaran induktif, dengan menggunakan data Sekunder serta data Primer. Sampel dalam penelitian ini dengan sistim Sampel Non Probabilitas dengan sistim sampel Purposif yaitu sampel ditetapkan secara sengaja oleh peneliti, lazimnya didasarkan atas kriteria (ciri-ciri) tertentu atau pertimbangan tertentu. Penelitian ini juga menggunakan sampel Quota yaitu sampel ditetapkan jumlahnya oleh peneliti atau dengan sistem jatah. Lazimnya digunakan dalam pengumpulan pendapat umum. Penentuan kuota didasarkan pada sifat populasi atau pertimbangan peneliti dengan jumlah sampel 20 orang per kecamatan. Pembatasan quota disebabkan oleh keterbatasan dana Riset yang telah dialokasikan oleh KPU. Dalam penelitian ini kami menggunakan Angket (kuesioner) yang sudah berisi daftar pertayaan dan jawaban. Kami juga menggunakan Angket dengan cara semi terbuka (jawaban sudah tersedia, tetapi responden diberi alternatif untuk menjawab selain dari jawaban yang sudah disediakan)
B. Waktu dan Tempat Penelitian Riset ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Juli tahun 2015, dengan melibatkan unsur yang independen dari warga masyarakat kabupaten Pakpak Bharat. Wilayah kabupaten Pakpak Bharat menjadi populasi/tempat penelitian dengan mengambil sampel dari seluruh Kecamatan yang ada, yakni: 1. Kecamatan STTU Julu 2. Kecamatan Salak 3. Kecamatan Siempat Rube 4. Kecamatan Tinada 5. Kecamatan Kerajaan 6. Kecamatan STTU Jehe 7. Kecamatan PGGS 8. Kecamatan Pagindar Pelaksanaan riset dikerjakan oleh Tim, sehingga untuk mencapai seluruh kecamatan/populasi bisa dilkasanakan dengan waktu yang singkat. Tim yang melaksanaka Riset ini: No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
N a m a Nusler Banurea Ronal Reigen Manik Kokin Manik Ronald Berutu Darwis Berutu Saut Banurea Marjuna Padang Sahata Padang Edison Manik Indrasaputra Nurwasti Tinambunan
7
Alamat Persabahen Desa Salak I Barisen Desa Boangmanalu Napasengkut, Desa Salak II Simpon, Desa Bandar Baru Simerpara, Desa Simerpara Persabahen, Desa Salak II Sirpang Jambu, Desa Traju Kuta Babo, Desa Kuta babo Pagindar, Desa Pagindar Sukarame, Desa Sukaramai Persabahen, Desa Salak I
Jabatan Dalam Penelitian Koordinator Kegiatan Koordinator Lapangan Relawan Lapangan Relawan Lapangan Relawan Lapangan Relawan Lapangan Relawan Lapangan Relawan Lapangan Relawan Lapangan Relawan Lapangan Sekretariat
C. Populasi dan Sampel Populasi yang dilibatkan dalam penelitian ini mencakup atau representasi seluruh warga masyarakat Kabupaten Pakpak Bharat. Representase meliputi tingkat pendidikan, Usia, dan jenis pekerjaan, Responden dalam riset ini adalah warga masyarakat yang sudah pernah mengikuti Pemilu eksekutif dan legislatif. Metodenya dengan sistim acak di seluruh kecamatan di kabupaten Pakpak Bharat. Dengan kata lain bagi warga masyarakat yang belum pernah mengikuti pemilu sebagaimana disebutkan diatas tidak menjadi responden atau objek yang diteliti dalam riset ini.
D. Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini kami menggunakan Angket (kuesioner) yang sudah berisi daftar pertayaan dan jawaban. Kami juga menggunakan Angket dengan cara semi terbuka (jawaban sudah tersedia, tetapi responden diberi alternatif untuk menjawab selain dari jawaban yang sudah disediakan) Untuk mendapatkan hasil yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, riset ini menggunakan daftar pertayaan (kuesioner) yang disebar kepada seluruh responden. Kuesioner yang dibagikan berisi 100 pertayaan yang meliputi pertayaan-pertayaan berupa pengukuran tingkat patisipasi mereka dalam mengikuti sebuah proses pemilu.
E. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan metode eksploratif beralur penalaran induktif, dengan menggunakan data Sekunder serta data Primer. Sampel dalam penelitian ini dengan sistim Sampel Non Probabilitas dengan sistim sampel Purposif yaitu sampel ditetapkan secara sengaja oleh peneliti, lazimnya didasarkan atas kriteria (ciri-ciri) tertentu atau pertimbangan tertentu. Pengumpulan data dengan penyebaran lembar kertas yang sudah berisi daftar pertanyaan. Kelebihan metode ini adalah penghematan waktu (dalam satu waktu menjangkau banyak responden) pertanyaan seragam, tidak memerlukan kehadiran peneliti, dapat dijawab dengan jujur karena dapat dibuat anonim (tanpa nama) dan waktu menurut responden. Penelitian ini juga menggunakan sampel Quota yaitu sampel ditetapkan jumlahnya oleh peneliti atau dengan sistem jatah. Lazimnya digunakan dalam pengumpulan pendapat umum. Penentuan kuota didasarkan pada sifat populasi atau pertimbangan peneliti dengan jumlah sampel 20 orang per kecamatan. Pembatasan quota disebabkan oleh keterbatasan dana Riset yang telah dialokasikan oleh KPU. F. Teknis Analisis Data Seluruh data responden melalui kuesioner yang telah disebar dikumpulkan, kemudian dilakukan tahapan: Editing (pemeriksaan data yang sudah terkumpul dan, Coding (pengkodean dari instrumen/daftar pertanyaan dari seluruh responden) Dari proses tersebut, riset ini menonjolkan sifat-sifat umum dari populasi data dengan melakukan tabulasi data kemudian melakukan kategorisasi, memilah-milah, mengklasifikasikan terhadap informasi yang diperoleh untuk menjelaskan hubungan8
hubungan kategorisasi sebagaoi indikator pengukuran partisipasi responden dalam pemilihan umum untuk menarik kesimpulan.
9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN A. Hasil Penelitian Responden yang yang ditetapkan dan pilih dalam objek penelitian ini berjumlah 160 orang. Sebaran responden mewakili seluruh kecamatan yang ada di kabupaten Pakpak Bharat, dengan jumlah masing-,masing 20 responden per Kecamatan dari berbagai latar belakang sosial termasuk dalam tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan. Responden berdasarkan Jenis Kelamin Laki-laki 89 orang (50,63 %), dan Perempuan 71 orang (49,37 %) Data responden menurut jenis kelamin dapat kita lihat dalam Tabel 1.
Dari hasil rekapitulasi data responden berdasarkan tingkat pendidikan yang kemudian dikelompokkan menurut jenis kelamin adalah sebagai berikut: 1. SD sebanyak 22 orang, dengan rincian Laki-laki 12 orang dan Perempuan 10 orang. 2. SLTP sebanyak 33 orang, dengan rincian Laki-laki 20 orang dan Perempuan 13 orang. 3. SLTA sebanyak 67 orang, dengan rincian Laki-laki 30 orang dan Perempuan 37 orang. 4. Akademi sebanyak 14 orang, dengan rincian Laki-laki 5 orang dan Perempuan 9 orang. 5. PT sebanyak 24 orang, dengan rincian Laki-laki 14 orang dan Perempuan 10 orang. Dari data tersebut diatas kami sajikan sesuai dengan Tabel 2,3 dan 4.
10
11
Berdasarkan tingkat pendidikan, responden dalam riset ini didominasi lulusan SLTA baik itu Laki-laki maupun Perempuan. Fakta ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden sudah sangat baik untuk mencerna pertayaan serta memberikan jawaban yang disampaikan dengan baik jika dilihat dari segi pendidikan. Jenis pekerjaan yang ditekuni juga sangat mempengaruhi pola pikir serta dimungkinkan kemudian bisa membentuk karakter dalam berinteraksi dalam masyarakat untuk membuat keputusan-keputusan sosial masyarakat, termasuk dalam merespon kegiatan-kegiatan negara seperti untuk berpartisipasi dalam Pemilu. Hasil tabulasi data responden yang ada, dari keseluruhan responden hanya terdapat 4 (empat) jenis kategori pekerjaan yang ada, yakni: Petani, Wiraswasta, Tenaga Honorer Pemerintah dan PNS (Pegawai Negeri Sipil). Hal ini dengan nyata memberikan deskripsi yang sama sesuai dengan kenyataan jenis pekerjaan masyarakat Pakpak Bharat secara umum yang didominasi oleh Petani. Data Jenis Pekerjaan ini kami sampaikan dalam Tabel 5.
12
Sebanyak 79 (49,58 %) responden berprofesi sebagai Petani, 50 responden (31,25 %) berprofesi sebagai Wiraswasta, 13 responden (8,13 %) adalah Tenaga Honorer Pemerintah, kemudian 18 responden (11,25) adalah Pegawai Negeri Sipil. Kemudian kami memberikan gambaran jenis pekerjaan tersebut berdasarkan jenis kelamin. Dari 4 kelompok jenis pekerjaan yang ada, baik Laki-laki maupun Perempuan termasuk didalamnya. Dengan artian bahwa jenis kelamin tidak mempengaruhi jenis pekerjaan yang digeluti oleh responden. Responden berjenis kelamin Laki-laki sebagai Petani ada sebanyak 43 orang dan Perempuan sebanyak 36 orang. Berprofesi sebagai Wiraswasta, Laki-laki 22 orang, Perempuan 28 orang. Tenaga Honorer Pemerintah, Laki-laki 5 orang dan Perempuan 8 orang. Bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil, Laki-laki 11 orang dan Perempuan 7 orang. Sebagai gambaran atau data yang telah di tabulasi kemudian dikelompokkan disajikan dalam tabel 6. 7, 8, dan 9.
13
14
, A. Pembahasan Hasil Penelitian Kesadaran ataupun motivasi pribadi manusia tidak terlepas dari bagaimana seseorang tersebut melihat pentingnya suatu kegiatan, momen bahkan peristiwa yang terjadi dalam lingkungannya. Pemilu sebagai suatu satu titik akhir dari sebuah proses demokrasi adalah merupakan suatu pengejawahtahan hak warga negara dalam memberikan hak pilih atau hak suaranya, namun berlaku bagi warga yang telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dalam sebuah peraturan perundangan. Pola berpikir dan bertindak setiap individu dipengaruhi oleh lingkungan dimana dia berada. Faktor-faktor internal pribadi dalam memilih banyak dipengaruhi oleh lingkungan, sebagaimana dari hasil riset ini pola responden dalam memberikan hak pilihnya dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal, seperti pengaruh kampaye, pengaruh media 15
massa, pengaruh ajakan orang lain atau juga bisa oleh ajakan atau pemberian sesuatu baik materi maupun janji melalui Tim Sukses seorang calon. Untuk mencapai sebuah Pemilu yang baik, proses dan tahapan yang panjang dan melelahkan baik bagi Penyelenggara Pemilu, Peserta Pemilu bahkan masyarakat itu sendiri yang merupakan salah satu objek dari kegiatan ini. Sebelum mencapai Pemilu proses pembelajaran atau bahkan ajakan untuk memilih bagi warga dilakukan oleh peserta pemilu ataupun bisa juga dilakukan oleh Negara sendiri melalui instansi yang membidanginya. Seseorang yang akan memberikan hak pilihnya, bukan begitu saja datang ke TPS. Proses dan tahapan pemilu itu sendiri memberikan penilaan dan makna pentingnya seorang warga untuk menjatuhkan pilihannya kepada perorangan maupun sebuah Partai Politik. Proses dan tahapan pemilu yang baik dan bisa dimengerti oleh masayarakat sangat mempengaruhi tingkat pastisipasi mereka. Melalui tahapan ini diharapkan pengetahuan dan pengenalan masyarakat tentang pemilu akan lebih baik lagi. Arti pentingnya campur tangan pemerintah melalui badan atau sebuah Komisi yang membidangi kepemiluan tentunya bisa mendongkrak atau minimal bisa memberikan kesadaran baru bagi masyarakat tentang pentingnya sebuah Pemilu yang pada akhirnya memberi wacana baru tentang Pemilu itu sendiri. Peran pemerintah atau Komisi Pemilihan Umum dalam melakukan sosialisasi kepemiluan bagi masyarakat sangat berarti positif. Dengan kata lain, melalui sebuah perencaaan tentang sosialisasi kepemiluan yang terstruktur, terjadwal dan rutin akan lebih lagi menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam pesta rakyat yang kita kenal dengan Pemilu. Hasil penelitian ini, menggambarkan hal tersebut. Dari 160 orang responden, 98 orang (61,25 %) pernah mengikuti Sosialisasi tentang Kepemiluan. Sebanyak 62 orang (38,75) tidak atau belum pernah mengikuti kegiatan sosialisasi kepemiluan. Tingkat pendidikan responden sangat berkorelasi dengan tingkat partisipasi mereka. Untuk hal ini dapat dilihat dalam Tabel 10.
16
Tabel diatas dengan jelas memberi gambaran tingkat partisipasi warga dalam mengikuti rapat atau pertemuan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau KPU masih sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan warga itu sendiri. Lebih detail lagi melihat tingkat partisipasi warga mengikuti sebuah acara rapat tentang Pemilu, telah kami kelompokkan berdasarkan tingkat pendidikan responden. Pengelompokan berdasarkan riset ini 98 orang yang pernah mengikuti Rapat Kepemiluan. Tingkat pendidikan responden tetap berkorelasi dengan kegiatan rapat ini, responden yang pernah mengikuti rapat berdasarkan tingkat pendidikan tersebut adalah: SD, 2 0rang (3,06 %), SLTP 13 orang (13,27 %), SLTA 47 orang (47,96 %), Akademi 12 orang (12,24 %) kemudian PT 23 (23,47 %) dalam Tabel 11
Sosialisasi Pemilu sebagai sarana pembelajaran atau pengenalan tentang hal-hal penting mengenai Pemilu sangat diharapkan oleh masyarakat. Melalui sarana sosialisai sebagaimana disebutkan diatas dapat memberi wacana atau perubahan paradigma masyarakat tentang Pemilu akan lebih membuat tingkat partisipasi lebih baik lagi. Pengertian, maksud dan tujuan dari pemilu itu sendiri akan diperoleh masyarakat melalui sosialisasi, semakin sering masyarakat diikutsertakan, maka tingkat partisipasi mereka akan lebih baik. Kita bisa mengartikan bahwa tingkat partisipasi berhubungan dengan pengetahuan masyarakat akan suatu kegiatan. Responden yang diteliti dalam riset ini sangat mengharapkan perlunya sosialisasi tentang kepemiluan yang dilakukan oleh Pemerintah. Hasil riset ini menunjukkan angka yang cukup baik, bahwa masyrakat menyadari arti pentingnya sosialisasi tersebut, sebagai mana dalam Tabel 12 berikut.
17
Responden dengan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi 100 % menyebutkan perlunya pemerintah melakukan sosialisasi. Tingkat pendidikan Akademi 78,57 %, SLTA 78,79 %, SLTP 67,65 % sedangkan responden dengan tingkat pendidilan SD 11 % juga mengharapkan adanya sosialisasi yang sistimatis dan terstruktur. Item pertayaan riset ini, tentang perlunya pemerintah melaksanakan sosialisasi tentang pemilu, dari 160 responden 121 menyatakan perlu, sedangkan selebihnya 39 responden menyatakan tidak perlu. Prosentase yang tinggi (75,63 %) mengharapkan adanya sosialisasi yang terencana dengan baik tentang sosialisasi tersebut. Harapan masyarakat ini tentunya masuk diakal, sebab selama ini masyarakat hanya memperoleh pengetahuan yang minim tentang arti dan tujuan sebuah proses pemilu dalam hubungannya membangun bangsa dan negara atau guna dan fungsi pemilu itu bagi mereka sendiri. Dilihat dari tingkat pendidikan responden, korelasi antara tingkat pendidikan dengan kegiatan sosialisasi ini juga sangat berhubungan. Hubungan antara kedua hal ini dengan jelas dapat kita lihat dalam Tabel 13
18
Partisipasi tidak terlepas daripada kepedulian sosial ataupun kebutuhan akan sesuatu. Partisipasi juga berhubungan dalam pemenuhan kebutuhan kepuasan seseorang atau suatu tanggung jawab moral yang diemban. Dalam kaitannya dengan riset ini kita bisa melihat kepedulian responden untuk mengajak keluarga sendiri atau bahkan orang lain berdasarkan tingkat pendidikan. Responden yang tingkat pendidikannya lebih tinggi, kepedulian untuk mengajak orang lain memberikan hak pilihnya lebih tinggi, sebagaimana digambarkan dalam Tabel 14.
Lebih rinci lagi dari hasil riset ini kita bisa mengetahui dari 160 responden, 92 responden (57,50 %) mengatakan berusaha untuk mengajak orang lain untuk memberikan hak suaranya pada saat Pemilu. Dalam Tabel 15 juga kita dapat memilah responden yang 19
mengajak orang lain ikut dalam Pemilu berdasarkan tingkat pendidikan SD 2 responden (2,17 %), SLTP 8 responden (8,70 %), SLTA 79 responden (58,26 %), Akademi 11 responden (11,96 %) dan PT 22 responden (23,91 %)
Lingkungan dan kelompok berperan dalam pembentukan karakter serta sifat seorang individu. Dalam lingkungan karakter terasah dan terbentuk. Perbincangan dan membahas sesuatu akan menjadikan topik yang dibicarakan atau dibahas akan menjadi sesuatu yang berguna. Melalui perbincangan dalam keluarga atau kelompok sosial dimasyarakat yang membicarakan pemilu akan berkontribusi tentang pentingnya Pemilu. Semakin sering masyarakat membicarakan pemilu, tentunya akan berkorelasi dengan tingkat partisipasi mereka. Hasil riset ini menunjukkan pengaruh tingkat pendidikan juga berhubungan dengan minat responden untuk membicarakan pemilu di lingkungannya. Tingkat prosentase item ini secara rata-rata lebih baik jika dibandingkan dengan item mengajak orang lain. Ini tentunya fakta yang logika, sebab pembicaraan melalui interaksi dengan anggota keluarga atau masyarakat dalam kelompoknya lebih mudah dilaksanakan, daripada mengajak orang lain ikut dalam sebuah pemilu. Tabel 16 memberikan gambaran dari hasil riset ini, tingkat kepedulian serta pengetahuan berbading lurus dengan tingkat pendidikan responden.
20
Hasil tabulasi data untuk item pertayaan apakah responden pernah membicarakan pemilih kepada keluarga atau orang lain 114 responden menyatakan pernah 114 responden dengan prosentase (71,25 %). Dari jumlah total ini masih tetap terlihat pengaruh tingkat pendidikan untuk inisiatif dalam membicarakan pemilu bagi keluarga sendiri maupun orang lain. Responden yang tingkat pendidikannya SD (6,14), SLTP (18,42 %), SLTA (45,61 %), Akademi (10,53 %) dan Perguruan Tinggi (19,30) angka ini kami sampaikan dalam Tabel 17.
21
B.1. Pola Responden Memilih DPR RI Perilaku responden dari hasil riset ini dalam memberikan hak suaranya untuk memilih wakilnya di Parlemen cukup baik. Dari 160 orang responden memberikan hak pilih ada sebanyak 142 responden yang menyatakan memberikan hak suaranya untuk memilih DPR RI, sementara 18 orang menyatakan tidak memberikan hak suaranya. Alasan responden tertinggi untuk memberikan hak suaranya adalah karena Partai pengusung calon. Mencermati hal ini, kita bisa menyimpulkan bahwa responden dalam memilih anggota DPR RI sangat dipengaruhi oleh Partai Politik pengusung. Peran media massa, seperti Koran, Radio dan Televisi juga mempengaruhi perilaku memilih responden. Perlu digaris bawahi bahwa, peran orang lain untuk mengajak responden untuk memilih calon DPR RI juga sangat tinggi, yaitu 30,08 %. 22
Pemilihan DPR RI No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
Pertayaan Apakah bapak/ibu memilih atau memberikan hak suara bapak/ibu untuk DPR RI ? Apakah bapak/ibu mengenal calon DPR RI tersebut sehingga bapak/ibu memilihnya ? Apakah pernah mendengar, melihat atau mengetahui program atau janjinya ? Apakah ada hubungan kekeluargaan/marga/daerah dengan calon tersebut ? Apakah mengenal calon tersebut melalui sebuah Kampaye/brosur/baliho calon bersangkutan ? Mengetahui atau mengenal calon tersebut melalui media massa seperti: Koran, Radio atau Televisi ? Pernah dikunjungi/mengunjungi atau bertemu langsung dengan calon tersebut ? Diajak oleh tetangga atau keluarga untuk memilih DPR RI tanpa menerima sesuatu atau janji-janji ? Didatangi oleh Tim Sukses calon tersebut dan memberikan/menjanjikan sesuatu ? Menjatuhkan pilihan kepada calon DPR RI ini karena partai politik pengusungnya ?
Jawaban
Ya
142
Tidak
Prosentase
18
88,75
11,25
1,90
98,10
141
11,90
88.10
146
3
157
15
145
9,38
90,62
8,75
91,25
131
18,13
81,82
1,88
98,12
123
23,13
76,87
1,25
98,75
81
49,38
50,62
19 14 29
3
37
2
79
157 158
B.2. Pola Responden Dalam Memilih DPD Responden yang memberikan haksuaranya dalam pemilihan anggota DPD ada sebanyak 119 orang, pemilihan anggota DPD ini menurut 22 orang responden karena ada hubungan kekeluargaan/marga/daerah dengan calon yang dipilih. Mengetahui program atau atau janjinya hanya sekitar 5,60 %. Angka ini tentunya bisa menunjukkan tidak rasionalnya responden dalam pemilihan anggota DPD. Jumlah responden yang memilih juga menunjukkan kurangnya pengenalan akan calon, atau bisa saja responden tidak mengetahui apa tugas pokok dan fungsi DPD bagi mereka sendiri, sehingga tingkat partisipasi masih rendah. Pemilihan DPD
No
Pertayaan
1
Apakah bapak/ibu memilih atau memberikan hak suara bapak/ibu untuk DPR RI ? Apakah bapak/ibu mengenal calon DPR RI tersebut sehingga bapak/ibu memilihnya ? Apakah pernah mendengar, melihat atau mengetahui program atau janjinya ? Apakah ada hubungan kekeluargaan/marga/daerah dengan calon tersebut ? Apakah mengenal calon tersebut melalui sebuah Kampaye/brosur/baliho calon bersangkutan ? Mengetahui atau mengenal calon tersebut melalui media massa seperti: Koran, Radio atau Televisi ? Pernah dikunjungi/mengunjungi atau bertemu langsung dengan calon tersebut ?
2 3 4 5 6 7
23
Jawaban Ya
119
Tidak
Prosentase
41
74,37
25,63
151
19
141
11,90
88,10
5,60
94,40
22
138
13,75
86,25
151
5,60
94,40
158
1,25
98,75
141
11,90
88,10
9 9 2
19
8 9
Diajak oleh tetangga atau keluarga untuk memilih DPD tanpa menerima sesuatu atau janji-janji ? Didatangi oleh Tim Sukses calon tersebut dan memberikan/menjanjikan sesuatu ?
5 4
155 156
3,13
96,87
2,50
97,50
B.3. Pola Responden Dalam Memilih DPRD Provinsi Dari hasil riset ini, terlihat bahwa minat responden untuk menjatuhkan hak pilihnya cukup baik, Dari 160 responden, hanya 13 (8,13 %) yang tidak memberikan hak pilihnya. Dari seluruh responden mengatakan bahwa mereka mengenal calon yang dipilih, pengenalana ini tentunya disebabkan oleh faktor geografis, budaya atau hal-hal sosial lainnya. Faktor bertemu langsung dengan calon juga mempengaruhi partisipasi responden untuk memberikan hak pilihnya. Pengenalan calon melalui media massa hanya 28, 13 %, sementara responden yang memberikan hak suaranya oleh karena partai politik pengusung hanya 49,38 %. Dari fenomena ini terlihat dengan jelas, pola perilaku responden dalam memilih lebih dominan disebabkan pengenalan secara perorangan/pribadi calon yang akan dipilih. Fenomena ini juga mengakibatkan tingkat prosentase responden dalam memberikan hak pilihnya mencapai 91,88 %. Walaupun prosentase responden pernah dikunjungi atgau bertemu langsung dengan calon yakni 61,25, peran dari Tim Sukses untuk memilih calon tertentu cukup berarti yakni 35,00 %. Hal ini menandakan perilaku responden dalam memilih anggota DPRD Provinsi belum mandiri, dengan kata lain calon yang dipilih, selain sudah dikenal tapi masih perlu atau membutuhkan suatu pemberian atau janji. Pemilihan DPRD Provinsi
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
Pertayaan Apakah bapak/ibu memilih atau memberikan hak suara bapak/ibu untuk DPR Provinsi ? Apakah bapak/ibu mengenal calon DPRD Provinsi tersebut sehingga bapak/ibu memilihnya ? Apakah pernah mendengar, melihat atau mengetahui program atau janjinya ? Apakah ada hubungan kekeluargaan/marga/daerah dengan calon tersebut ? Apakah mengenal calon tersebut melalui sebuah Kampaye/brosur/baliho calon bersangkutan ? Mengetahui atau mengenal calon tersebut melalui media massa seperti: Koran, Radio atau Televisi ? Pernah dikunjungi/mengunjungi atau bertemu langsung dengan calon tersebut ? Diajak oleh tetangga atau keluarga untuk memilih DPRD Provinsi tanpa menerima sesuatu atau janji-janji ? Didatangi oleh Tim Sukses calon tersebut dan memberikan/menjanjikan sesuatu ? Menjatuhkan pilihan kepada calon DPRD Provinsi ini karena partai politik pengusungnya ?
B.4. Pola Responden Dalam Memilih DPRD Kabupaten 24
Jawaban
Ya
Tidak
Prosentase
13
91,88
8,13
63,8
36,3
59
63,10
36,90
60
62,50
37,50
63,13
36,88
45
59
115
28,13
71,88
61,25
32,50
9
52
141
5,63
88,13
35,00
65,00
52
104 109
32,50
67,50
147 102 101 100 101 98 56
58
Pola perilaku responden dalam pemilihan DPRD Kabupaten, sangat dominan dipengaruhi oleh faktor pengenalan. Pengenalan ini bisa disebabkan oleh faktor kekeluargaan/marga atau daerah. Ikatan emosional sosial budaya sangat kental dalam pemilihan DPRD Kabupaten, kita bisa melihat dalam tabel berikut. Keseluruhan responden menyatakan ikut memilih anggota DPRD, untuk calon yang dipilih berdasarkan partai politik pengusung tidak terlalu signifikan (13,75 %). Peran Tim Sukses juga tidak terlalu tinggi (24,38 %) Pemilihan DPRD Kabupaten
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
Pertayaan Apakah bapak/ibu memilih atau memberikan hak suara bapak/ibu untuk DPR Kabupaten ? Apakah bapak/ibu mengenal calon DPRD Kabupateni tersebut sehingga bapak/ibu memilihnya ? Apakah pernah mendengar, melihat atau mengetahui program atau janjinya ? Apakah ada hubungan kekeluargaan/marga/daerah dengan calon tersebut ? Apakah mengenal calon tersebut melalui sebuah Kampaye/brosur/baliho calon bersangkutan ? Mengetahui atau mengenal calon tersebut melalui media massa seperti: Koran, Radio atau Televisi ? Pernah dikunjungi/mengunjungi atau bertemu langsung dengan calon tersebut ? Diajak oleh tetangga atau keluarga untuk memilih DPRD Kabupaten tanpa menerima sesuatu atau janji-janji ? Didatangi oleh Tim Sukses calon tersebut dan memberikan/menjanjikan sesuatu ? Menjatuhkan pilihan kepada calon DPRD Kabupaten ini karena partai politik pengusungnya ?
Jawaban
Ya
Tidak
Prosentase
0
100
0
100
0
5
96,90
3,10
90,63
9,37
14
15
146
8,75
91,25
18,13
81,88
152
131
95,00
5,00
22
8
138
13,75
86,25
24,38
75,63
22
121 148
13,75
92,50
160 160 155 145 29
39
0
B.5. Pola Responden Dalam Memilih Presiden dan Wakil Presiden Untuk pemilihan eksekutif khususnya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014, prosentase keikutserrtaan responden cukup baik, hal ini terlihat dari jawaban yang menyatakan Ya sebanyak 95 %. Tingginya angka ini disebabkan oleh Program atau janji yang ditawarkan, demikian juga dengan peran kampaye serta pengaruh media massa. Untuk pemilihan Presiden dan Wakil Presiden bisa kita katakan bukan disebabkan oleh adanya faktor ikatan sosial dan budaya. Hanya adanya 2 calon juga bisa menyebabkan tingginya minat responden untuk memilih, peran Tim Sukses calon juga tidak sangat mempengaruhi partisipasi responden untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Jawaban Pertayaan
No 1 2
Apakah bapak/ibu memilih atau memberikan hak suara dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden ? Apakah bapak/ibu mengenal calon Presiden dan Wakil Presiden tersebut sehingga bapak/ibu memilihnya ? 25
Ya
152 27
Tidak
8
133
Prosentase 95,00
5,00
16,88
83,10
3 4 5 6 7 8 9
10
Apakah pernah mendengar, melihat atau mengetahui program atau janjinya ? Apakah ada hubungan kekeluargaan/marga/daerah dengan calon tersebut ? Apakah mengenal calon tersebut melalui sebuah Kampaye/brosur/baliho calon bersangkutan ? Mengetahui atau mengenal calon tersebut melalui media massa seperti: Koran, Radio atau Televisi ? Pernah dikunjungi/mengunjungi atau bertemu langsung dengan calon tersebut ? Diajak oleh tetangga atau keluarga untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden tanpa menerima sesuatu atau janji-janji ? Didatangi oleh Tim Sukses calon tersebut dan memberikan/menjanjikan sesuatu ? Menjatuhkan pilihan kepada calon Presiden dan Wakil Presiden ini karena partai politik pengusungnya ?
8
95,00
5,00
1,88
98,13
7
95,63
4,38
0
160
5
155
152 3
157
153
7
95,63
4,38
0
100
156
2,50
97,50
3,13
96,88
63
60,63
39,38
153
4 97
B.6. Pola Responden Dalam Memilih Gubernur dan Wakil Gubernur Pola perilaku responden dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur hasil riset ini menunjukkan peran dari pengenalan responden melalui kampaye/brosur atau baliho para calon mencapai 76,25 %. Sedangkan pengetahuan responden akan program calon Gubernur tidak sangat signifikan (11,88 %) untuk mengarahkan minat responden untuk memilih. Peran dari pada Tim Sukses dalam pemilihan Gubernur juga mempengaruhi minat responden (36,25). Animo responden secara keseluruhan cukup baik dalam memberikan hak pilihnya (85 %). Tingginya angka ini, juga dipengaruh oleh partai pengusung calon untuk menarik minat responden dalam memberikan hak suaranya (26,88 %). Pengaruh partai politik disini lebih disebabkan oleh karena jauhnya ikatan primordial antara konstituen dengan para calon. Fenomena yang sama terjadi juga dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Pemilihan kandidiat sangat dipengaruhi oleh faktor kampaye atau peran media sosial sangat tinggi. Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawaban Pertayaan
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Apakah bapak/ibu memilih atau memberikan hak suara dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur ? Apakah bapak/ibu mengenal calon Gubernur dan Wakil Gubernur tersebut sehingga bapak/ibu memilihnya ? Apakah pernah mendengar, melihat atau mengetahui program atau janjinya ? Apakah ada hubungan kekeluargaan/marga/daerah dengan calon tersebut ? Apakah mengenal calon tersebut melalui sebuah Kampaye/brosur/baliho calon bersangkutan ? Mengetahui atau mengenal calon tersebut melalui media massa seperti: Koran, Radio atau Televisi ? Pernah dikunjungi/mengunjungi atau bertemu langsung dengan calon tersebut ? Diajak oleh tetangga atau keluarga untuk memilih 26
Ya
136
Tidak
Prosentase
24
85,00
15,00
22
138
13,75
86,30
11,88
88,10
17
141 143
10,63
89,38
38
76,25
23,75
86
46,25
53,75
142
11,25
88,75
153
4,38
95,62
19 122 74 18
7
9
10
Gubernur dan Wakil Gubernur tanpa menerima sesuatu atau janji-janji ? Didatangi oleh Tim Sukses calon tersebut dan memberikan/menjanjikan sesuatu ? Menjatuhkan pilihan kepada calon Gubernur dan Wakil Gubernur ini karena partai politik pengusungnya ?
58
43
102 117
36,25
63,75
26,88
73,12
B.7. Pola Responden Dalam Memilih Bupati dan Wakil Bupati Dekatnya hubungan emosional, sosial, budaya dan politik responden dengan calon yang akan dipilih, membuat pemilihan Bupati dan Wakil Bupati dalam pemilihan ini hampir sama dengan pemilihan DPRD Kabupaten. Pengenalan dan ienteraksi yang telah terjalain membuat animo responden memberikan hak suaranya sangat baik sekali (98,13 %). Tingginya akan ini tidak dipengaruhi oleh partai politik pengusung calon (13,13 %). Adanya intensitas interkasi membuat peran dari kampaye dan pengaruh media massa dalam mengkampayekan calon tidak sangat berpengaruh. Peran media hanya ditanggapi oleh responden (6,88 %) sedangkan kampaye dari masing-masing calon juga sangat rendah untuk menarik minat responden (8,13 %). Fenomena ini tentunya menunjukkan ikatan sosial dan budaya lebih mendominasi perilaku responden dalam memilih calon Bupati dan Wakil Bupati. Rendahnya pengaruh partai politik pengusung (13,13 %) membuktikan bahwa untuk pemilihan Bupati dan Wakil Bupati suatu saat akan bisa diraih oleh calon dari jalur Independen (non partai). Kecenderungan serta hasil riset ini menjadi tantangan bagi partai politik dalam melakukan sosialisasi dan kaderisasi bagi masyarakat. Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Jawaban Pertayaan
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
Apakah bapak/ibu memilih atau memberikan hak suara dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati ? Apakah bapak/ibu mengenal calon Bupati dan Wakil Bupati tersebut sehingga bapak/ibu memilihnya ? Apakah pernah mendengar, melihat atau mengetahui program atau janjinya ? Apakah ada hubungan kekeluargaan/marga/daerah dengan calon tersebut ? Apakah mengenal calon tersebut melalui sebuah Kampaye/brosur/baliho calon bersangkutan ? Mengetahui atau mengenal calon tersebut melalui media massa seperti: Koran, Radio atau Televisi ? Pernah dikunjungi/mengunjungi atau bertemu langsung dengan calon tersebut ? Diajak oleh tetangga atau keluarga untuk memilih Bupati dan Wakil Bupati tanpa menerima sesuatu atau janji-janji ? Didatangi oleh Tim Sukses calon tersebut dan memberikan/menjanjikan sesuatu ? Menjatuhkan pilihan kepada calon Bupati dan Wakil Bupati ini karena partai politik pengusungnya ? 27
Ya
157
Tidak
Prosentase
3
98,13
1,88
142
18
88,75
11,25
13
147
8,13
91,88
143
17
89,38
10,63
68
57,50
158 151 11
2 9
149
3
157
21
139
92
98,75 94,38
6,88 1,88
13,13
1,25 5,63
93,13 98,13
42,50 86,88
Selain item pertayaan yang disebar kepada responden berdasarkan jenis pilihan mulai dari DPR RI sampai pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di atas, pengukuran indikator perilaku responden untuk mengikuti sebuah pemilu perlu kita lihat dari faktor eksternal mereka. Banyak faktor yang bisa merubah atau bahkan menguatkan apa yang ada dalam pikiran mereka sebelumnya. Penguatan prinsip untuk memilih salah seorang kandidat, atau lebih khusus lagi partisipasi responden untuk ikut dalam pemilu ternyata dipengaruhi juga oleh instrumen atau media yang memang diatur dalam proses dan tahapan pemilu itu sendiri, seperti kampaye dan kegiatan lainnya. Responden mengenal dengan baik calon adalah salah satu faktor yang dominan untuk dipilih. Ternyata pengenalan tidak hanya melalui adanya hubungan interaksi secara langsung atau bertatap muka secara langsung. Penyebaran gambar, pesan atau janji melalui media massa juga bisa mempengaruhi perilaku responden untuk memilih. Pelaksanaan. Peran kemajuan Iptek yang telah dimanfaatkan oleh para kandidat melalui media massa dan selebaran dalam memberitakan atau menyebarkan informasi kepada masyarakat berpengaruh terhadap perilaku responden untuk memilih. Hasil riset ini menunjukkan faktor pengenalan dalam arti ada pernah interaksi anatara responden dengan calon merupakan faktor utama tingginya partisipasi responden mengikuti pemilu. Untuk pemilihan DPRD Kabupaten dan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati sebagaimana dalam Tabel 20 prosentasenya sangat tinggi. Faktor-faktor yang lain kurang begitu dominan. Dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dalam beberapa waktu yang lalu, pernah mendengar atau mengetahui program sangat menentukan perilaku responden untuk mengikuti Pemilu Pilpres, sebagaimana digambarkan dalam Tabel 21. Pengaruh kampaye juga mendongkrak partisipasi responden untuk mengikuti pemilhan Presiden dan Wakil Presiden yang mencapai angka 95,63 % sesuai dengan Tabel 22. Intensitas dari penayangan berita, baik media tulis maupun elektronik mempengaruhi perilaku responden dalam mengikuti pemilihan Presiden yang mencapai angka 95,63 %. Pengaruh dari kampaye yang merubah perilaku responden untuk pemilihan anggota DPD adalah yang paling rendah (1,25 %) hal ini dapat dilihat dalam Tabel 23.
28
29
Selain instrumen pengenalan melalu media, ternyata peranan Tim Sukses juga berpengaruh dalam meningkatkan partisipasi masyarakat. Riset ini menunjukkan bahwa dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, selain sudah dikenal dan banyak berhubungan, atau bahkan bertatap muka, peran Tim Sukses masih signifikan untuk mengarahkan responden memilih kepada salah satu calonnya. Ternyata kerja keras tim kandidat tidak cukup dengan silaturahmi atau interkasi yang sudah terbangun dalam hubungan sosial budaya dengan masyarakat. Tim Sukses sebagai bagian tim pemenangan kandidat harus bekerja kerasa untuk membujuk atau meyakinkan responden agar memilih kadidat mereka. Hasil tabulasi menunjukkan angka 30
57,50 % reponden mengatakan didatangi oleh timsukses dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati. Prosentase terendah adalah untuk pemilihan calon anggota DPR RI dengan angka 1,25 %.
31
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Tingkat pendidikan responden berkorelasi atau sangat mempengaruhi perilaku pemilih dalam suatu proses pemilihan umum. Sosialisasi Pemilu sebagai sarana pembelajaran atau pengenalan tentang hal-hal penting mengenai Pemilu sangat diharapkan oleh masyarakat. Melalui sarana sosialisai sebagaimana disebutkan dapat memberi wacana atau perubahan paradigma masyarakat tentang Pemilu yang tentunya akan lebih membuat tingkat partisipasi lebih baik lagi. Peran pemerintah atau Komisi Pemilihan Umum dalam melakukan sosialisasi kepemiluan bagi masyarakat sangat berarti positif. Dengan kata lain, melalui sebuah perencaaan tentang sosialisasi kepemiluan yang terstruktur, terjadwal dan rutin akan lebih lagi menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam Pemilu. Proses dan tahapan pemilu yang baik dan bisa dimengerti oleh masayarakat sangat mempengaruhi tingkat pastisipasi mereka. Melalui tahapan ini diharapkan pengetahuan dan pengenalan masyarakat tentang pemilu akan lebih baik lagi tingkat partisipasinya. Intensitas dari penayangan berita untuk menginformasikan program calon, baik media tulis maupun elektronik penyebaran baliho dan kampaye mempengaruhi perilaku responden dalam mengikuti pemilihan Presiden yang Dekatnya hubungan emosional, sosial, budaya dan politik responden dengan calon yang akan dipilih, membuat pemilihan Bupati dan Wakil Bupati dalam pemilihan ini hampir sama dengan pemilihan DPRD Kabupaten demikian sebaliknya berbanding terbalik dengan pemilihan calon yang jaraknya lebih jauh ikatan primordial membuat tingkat pasrtisipasi lebih rendah.
B. Saran Negara sebagai penanggung jawab sekaligus penyelenggara pemilu perlu memperhatikan perilaku memilih warganya. Perilaku memilih bisa dipengaruhi oleh ada atau tidaknya pembelajaran melalui instrumen pelatihan dan kegiatan sejenis tentang kepemiluan. Melalui pembelajaran akan membudayakan pemilu yang baik bagi warganya. Pemerintah melalui lembaga yang mengelola kepemiluan, perlu melakukan sosialisai yang sistematis, terencana dan terstruktur dalam memberikan pengetahuan yang lebih baik kepada masayarakat tentang kepemiluan. Informasi kepemiluan yang baik akan membuat pengetahuan masyarakat tentang pemilu itu sendiri akan lebih baik yang akan membuat kepekaan atau partisipasi lebih baik lagi.
32
Kepustakaan Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Edisi Revisi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Faulks, Keith, 2012. Sosiologi Politik Pengantar Kritis. Bandung: Penerbit Nusa Media. Karim, Abdul Gafar, 2013. Anak Muda Cerdas Berdemokrasi. Jakarta: Komisi Pemilihan Umum Indonesia. Koentjaraningrat, 1977, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia. Robbins, Stephen P, 2008. Perilaku Organisasi. Edisi Kesepuluh. Yogyakarta.: PT. Indeks. J. Vredenbregt, 1978, Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia
33
Dokumentasi kegiatan:
34
Lampiran
35
36
37
Dokumentasi saat Responden mengisi Kuesioner
38